Trauma Thorax

24
Trauma Thorax BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya jaman maka semakin maju pula pola pikir manusia misalnya, manusia dapat menciptakan tranportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, tapi selain segi positif timbul pula segi negatif misalnya dengan alat tranportasi yang digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satu contohnya adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada dada. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post- traumatic syndrome disorder. Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar di dunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di

Transcript of Trauma Thorax

Trauma Thorax

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSemakin berkembangnya jaman maka semakin maju pula pola pikir manusia misalnya, manusia dapat menciptakan tranportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, tapi selain segi positif timbul pula segi negatif misalnya dengan alat tranportasi yang digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satu contohnya adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada dada. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar di dunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita traumatoraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dankematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15%penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagianbesar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "UrbanTrauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dariseluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks(12.8%). Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada umumnya yakni pengelolaan jalan nafas,pemberian ventilasi dan kontrol hemodinamik. Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus ronggaparu-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga paru-paru,udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru padasisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono,M. 1991).Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu: Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas, kemungkinan cyanosis, batuk mengeluarkan sputum bercak darah, hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit dan ada jejas pada thorak. Peran perawat pada kasus ini adalah mampu membantu proses kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, memberi motivasi dan menjaga pasien. Selain itu perawat harus dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat dalam menangani pasien dengan penyakit trauma dada.Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus trauma dada, karena peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien trauma dada sangat penting, selain trauma dada itu berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf dan organ serta terganggunya pada sistem sirkulasi dalam darah. Maka dari itu peran perawat dalam kasus trauma dada ini adalah membantu proses kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, mengayomi, memberi motivasi dan menjaga pasien. B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian Trauma Thorax ?2. Bagaimana anatomi fisiologi Thorax ?3. Apa penyebab Trauma Thorax ?4. Apa Manifestasi Klinik dari Trauma Thorax ?5. Apa komplikasi yang ditimbulkan dari Trauma thorax ?6. Bagaimana penanganan Trauma Thorax ?C. Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui pengertian Trauma Thorax2. Memberikan informasi tentang anatomi fisiologi Thorax3. Untuk mengetahui penyebab Trauma Thorax4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik dari Trauma Thorax5. Untuk mengetahui komplikasi yang di timbulkan Trauma Thorax6. Memberikan informasi tentang cara penanganan Trauma ThoraxD. Manfaat Penulisan1. Sebagai bahan bacaan bagi Mahasiswa khususnya bidang Keperawatan2. Sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat3. Memberikan informasi bagi para pembaca tentang Trauma Thorax

BAB IIPEMBAHASANA. PengertianTrauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada.Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu, cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa, hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma) menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas dinding dada.B. Anatomi Fisiologi1. Anatomi Thorax a. Dinding dadaTersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.b. Kerangka dinding toraks Kerangka dinding torak membentuk sangkar dada osteokartilogenous yang melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka torak terdiri dari:1) Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis2) Costa (12 pasang) dan cartilage costalis3) Sternum

c. Dasar toraks Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen dari rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar dada. Diafragma termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esophagusd. Rongga toraks (Cavitas thoracis). Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;1) Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )2) Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)3) Rongga dada tengah (mediastinum).Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru paru :Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;1) Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru paru.2) Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum meluas dari aperture thoracis superior ke diafragma di sebelah kaudal, dan dari sternum dan cartilage costalis di sebelah ventral ke corpus vertebrae thoracica di sebelah dorsal. Struktur dalam mediastinum diliputi oleh jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe, kelenjar limfe dan lemak. Jarangnya jaringan ikat, dan elastisitas paru-paru dan pleura parietalis memungkinkan mediastinum menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan volume dalam rongga torak.Mediastinum dibagi menjadi bagian cranial (mediastinum superius) dan bagian kaudal. Mediastinum bagian atas meluas ke arah kaudal dari aperture thoracis superior sampai pada bidang melalui angulus sterni dan tepi bawah veftebra T4. Mediastinum bagian bawah yang meluas antara bidang tersebut dan diafragma, dibedakan atas sektor ventral (mediastinum anterius), sector tengah (mediastinum medius), dan sektor dorsal (mediastinum posterior). Dalam mediastinum medius terdapat jantung dan pembuluh besar. Beberapa bangunan melintasi mediastinum secara vertikal (misalnya esophagus) dan dengan demikian melewati lebih dari satu sektor. 2. Fisiologi Torak Pada inspirasi gerak dinding torak dan diafragma menghasilkan bertambahnya ukuran torak vertical, tranversal dan dorsoventral serta volume intratorakal. Perubahan tekanan menyebabkan inspirasi dan ekspirasi udara secara bergantian ke dalam/keluar dari paru-paru melalui hidung, mulut, laring dan trakea, dan sebaliknya. Pada ekspirasi, diafragma, muskulus intercostalis dan otot lainnya mengalami relaksasi sehingga volume intratorakal berkurang dan tekanan intratorakal meningkat. Jaringan paru-paru yang lentur dan teregang menebal kekeadaan semula (recoil), dan cukup banyak udara terdesak keluar. Bersamaan dengan ini tekanan intraabdominal berkurang.a. Inspirasi : dilakukan secara aktifb. Ekspirasi : dilakukan secara pasifc. Fungsi respirasi :1) Ventilasi : memutar udara.2) Distribusi : membagikan3) Diffusi : menukar CO2 dan O24) Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.C. PenyebabTrauma dada dapat disebabkan oleh :1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.3. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.4. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)5. Fraktur tulang iga6. Tindakan medis (operasi)7. Pukulan daerah torakD. Manifestasi Klinikv Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.v Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.v Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.v Dyspnea, takipneav Takikardiv Tekanan darah menurun.v Gelisah dan agitasiv Kemungkinan cyanosis.v Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.v Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit. v Ada jejas pada thorakv Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leherv Bunyi muffle pada jantungv Perfusi jaringan tidak adekuatv Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

E. Komplikasi Trauma Thorax1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :a. Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan analgesik atau pelunak jaringan parut.b. Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.c.Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan pemberian mukolitik.2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:a. Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.b. Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.c. Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.d.Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.e. Chylotoraks lambat.3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :a. Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan drainase mediastinum.b. Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.c. Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.d.Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.F. Penanganan Trauma Thorax1. Konservatifa. Pemberian analgetikb. Pemasangan plak/plesterc. Jika perlu antibiotikad. Fisiotherapy2. Operatif/invasifa. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Indikasi1. Pneumothoraks2. Hemothoraks3. Thorakotomy4. Efusi pleura5. Emfiema Tujuan a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorakb. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleurac. Mengembangkan kembali paru yang kolapsd. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada Tempat Pemasangan WSDa. Bagian apex paru (apical) anterolateral interkosta ke 1-2 fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleurab. Bagian basal postero lateral interkosta ke 8-9 fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura Jenis-jenis WSDa. WSD dengan sistem satu botol Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :v Inspirasi akan meningkat Ekpirasi menurunb. WSD dengan sistem 2 botol Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol water seal Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2 Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural c. WSD dengan sistem 3 botol Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan yang digunakan Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan Botol ke-3 mempunyai 3 selang :v Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke duav Tube pendek lain dihubungkan dengan suctionv Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer Komplikasi Pemasangan WSD Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema Prosedur pemasangan WSDa. Pengkajian Memeriksa kembali instruksi dokter Mencek inform consent Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan b. Persiapan pasien Siapkan pasien Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :c. Persiapan alat Sistem drainage tertutup Motor suction Slang penghubung steril Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), maskerd. Pelaksanaan Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat dilaksanakan dengan baik, dan perawat member dukungan moril pada pasien.e. Tindakan setelah prosedur Perhatikan undulasi pada sleng WSD Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :v Motor suction tidak berjalanv Slang tersumbatv Selang terlipatv Paru-paru telah mengembangOleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafasv Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar.v Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air.v Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yg keluar.v Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.v Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan.v Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat.v Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi.v Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.v Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang.v Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.v Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan.v Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif .v Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.v Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.v Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD b. Pemasangan alat bantu nafas.c. Pemasangan drain.d. Aspirasi (thoracosintesis).e. Operasi (bedah thoraxis)f. Tindakan untuk menstabilkan dada:1) Miring pasien pada daerah yang terkena.2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena g.Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:1) Gejala contusio paru2) Syok atau cedera kepala berat.3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.4) Umur diatas 65 tahun.5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.h.Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.i. Oksigen tambahan.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanTrauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada.Thorax terdiri dari dinding dada, kerangka dinding dada, dasar thorax, rongga thorax. Pada inspirasi gerak dinding torak dan diafragma menghasilkan bertambahnya ukuran torak vertical, tranversal dan dorsoventral serta volume intratorakal.Trauma dada dapat disebabkan oleh : Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan, Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM, Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat, Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak), Fraktur tulang iga, Tindakan medis (operasi), Pukulan daerah torak.Tanda dan gejala Trauma Thorax : Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dyspnea, takipnea, Takikardi, Tekanan darah menurun, Gelisah dan agitasi, Kemungkinan cyanosis, Batuk mengeluarkan sputum bercak darah, Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.Komplikasi Trauma Thorax dapat berupa nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan analgesik atau pelunak jaringan parut, Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi, Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan pemberian mukolitik, Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama, Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik, Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator, Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya, Chylotoraks lambat.B. SaranDalam penyusunan Makalah ini penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi penyempurnaan penyusunan Makalah selanjutnya.Kepada para pembaca, perbanyaklah dan perluaslah pengetahuan dan wawasan kita dengan rajin membaca. Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita miliki karena ilmu pengetahuan semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman.

DAFTAR PUSTAKABruce J.Simon. The Journal of Trauma_ Injury, Infection, and Critical CareJ Trauma. 2005;59:12561267. Available from:http://www.jtrauma.com/pt/re/jtrauma/pdfhandler.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus kedokteran. EGC: Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Binarupa Aksara: Jakarta.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan medikal-bedah brunner and suddarth. Edisi 8 Volume 3. EGC: Jakarta.

Syamsuhidayat,R., Wim De Jong. 1995. Buku ajar bedah. EGC: Jakarta.