Trauma Kimia Asam

download Trauma Kimia Asam

If you can't read please download the document

Transcript of Trauma Kimia Asam

1

BAB I PENDAHULUAN

Mata merupakan jendela kehidupan. Melalui indera inilah kita dapat melihat dan menikmati indahnya kehidupan. Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenai mata. Trauma merupakan salah satu keadaan gawat darurat pada mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.1 Trauma dapat terjadi karena kecelakaan atau kurangnya proteksi terhadap keamanan mata. Setiap kerusakan yang terjadi pada mata dapat mengganggu fungsi penglihatan bahkan kebutaan. Trauma kimia merupakan salah satu jenis trauma dan dapat menyebabkan komplikasi seperti glaukoma, perforasi kornea, katarak, dan ulkus kornea. Sebuah studi melaporkan sepertiga dari 131 pasien dengan trauma kimia mengalami kecacatan sementara 15% mengalami kebutaan.2 Sekitar 20% dari trauma kimia berujung pada kecacatan dalam bidang kosmetik dan penglihatan sedangkan hanya 15% pasien dengan trauma kimia yang berat yang dapat memperoleh kembali penglihatannya.3 Trauma kimia dapat disebabkan oleh zat kimia baik yang bersifat asam atau basa. Trauma kimia asam biasanya kurang berbahaya dibandingkan trauma alkali karena asam kurang dapat menembus ke dalam jaringan bola mata kecuali asam hidroflorik. Dampak yang ditimbulkan dari trauma asam sangat tergantung pada tingkat pH, kecepatan, dan jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan morbiditas dan mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada mata memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam) dengan trauma kimia basa yang menyebabkan proses pencairan dan trauma asam yang menyebabkan koagulasi.4 Trauma kimia asam merupakan trauma kimia yang mengiritasi mata akibat bahan yang bersifat asam dengan pH < 7. 2.2 Epidemiologi Trauma pada mata dilaporkan sekitar 7-18% dari trauma okuli yang datang ke tempat pelayanan kesehatan. Sekitar 3-4% trauma mata ini turut menyumbang angka keseluruhan trauma dari kecelakaan kerja. Trauma kimia diperkirakan sebesar 84%. Angka perbandingan bahan kimia asam dan alkali sebagai agen penyebab trauma ini bervariasi dari 1:1 sampai 1:4.2 Trauma kimia umumnya didapatkan pada usia 16-45 tahun.3 Trauma kimia sering terjadi pada laki-laki dikarenakan laki-laki lebih banyak bersinggungan dengan bidang perindustrian, konstruksi, atau pertambangan.2 Salah satu agen penyebab trauma kimia asam yaitu asam hidroflorida. Lebih dari 1.000 kasus paparan asam hidroflorida dilaporkan walaupun angka insiden pastinya masih belum diketahui. Suatu pusat pelayanan melaporkan asam hidroflorida tercatat sekitar 35 (17%) pasien dari 205 pasien yang datang dengan keluhan trauma kimia.5 2.3 Etiologi Bahan-bahan asam yang dapat merusak mata seperti bahan anorganik, bahan organik (asetat, formiat), dan organik anhidrat (asetat).1 Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat, hidroflorida, asam nitrat, asam klorida, dan asam hidroklorida. Ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata. Asam hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu menggunakan asam

3

hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit. Asam hidroflorida juga digunakan untuk pengendalian fermentasi pada breweries (pengolahan bir). 2.4 Patofisiologi Asam didefinisikan sebagai pendonor proton (H+). Kekuatan keasaman ditentukan dengan seberapa mudahnya melepas proton. Kekuatan asam diukur menggunakan skala pH dengan pH 1 merupakan asam yang kuat sedangkan pH 14 merupakan basa yang kuat. Bahan asam yang mengenai mata akan menyebabkan pengendapan atau penggumpalan protein namun bila konsentrasinya sedikit, tidak menimbulkan kerusakan dibandingkan bahan yang bersifat basa.1 Asam berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen ini dapat menghancurkan permukaan okular dengan mengubah pH sedangkan anion menyebabkan protein mengalami denaturasi dan koagulasi. Anion dari asam dapat menyebabkan proses koagulasi pada epitel kornea, namun koagulasi protein ini dapat membantu mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari asam ke dalam mata.3 Sehingga efek trauma ini bersifat nonprogresif dan superfisial. Asam hidroflorik merupakan bentuk pengecualian dan dapat berefek seperti basa yang menyebabkan proses nekrosis liquefaksi karena ion florida mempunyai penetrasi yang lebih baik terhadap stroma kornea dibandingkan asam lainnya.3 Ion florida bergabung dengan kalsium dan magnesium masuk penetrasi ke dalam membentuk garam tak larut. Garam larut dapat dibentuk dengan kation lain namun dapat terlepas dengan mudah. Ion florida terlepas dan merusak jaringan sementara kerusakan lain diakibatkan deplesi kalsium dan magnesium yang berujung pada disfungsi selular dan enzimatik.5 Nyeri lokal yang hebat dihasilkan dari imobilisasi kalsium yang mengarah pada stimulasi saraf. Gejala sistemik lain dapat muncul pada jantung, pernapasan, gastrointestinal, dan saraf bila ion florida masuk ke sistem sirkulasi.2 2.5 Gejala Klinis Trauma kimia pada mata dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dari tanda dan gejala. Pasien umumnya mengeluh nyeri, fotofobia, pengelihatan kabur, dan adanya halo berwarna disekitar cahaya. Jika trauma kimianya parah, mata tidak

4

menjadi merah namun akan tampak putih karena iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Perlu juga ditanyakan onset kejadian dan bahan kimia apa yang mengenai mata pasien. Pemeriksaan fisik dapat memakai senter, tetapi lebih baik menggunakan slitlamp. Beberapa tanda klinis yang dapat terjadi antara lain : 1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. 2. Edema pada kelopak matadisebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan pada palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra. 3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Gambar: Kemosis 4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif. 5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna. 6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis

5

juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal. 7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea. 8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan peradangan.6 2.6 Diagnosis Diagnosis trauma kimia asam ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik meliputi tajam penglihatan yang menurun, pemeriksaan segmen anterior yang akan ditemukan hiperemi konjungtiva, kekeruhan pada kornea dan pupil yang suram. Selain dari anamesis dan pemeriksaan fisik juga ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa tes kertas lakmus atau dengan menggunakan kertas PH universal. Tes flouresin dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea. Sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang tersebut, sebelumnya mata di tetesi anastesi pantokain. 2.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009.No Perbedaan 1 Kerusakan ditimbulkan Trauma Kimia Asam yang Kerusakan yang ditimbulkan lebih terbatas, batas tegas dan bersifat tidak progresif Trauma Kimia Basa Kerusakan yang ditimbulkan lebih berat karena sudah mencapai bagian yang lebih dalam yaitu stroma Penetrasi bisa terjadi lebih dalam hingga mencapai stroma

dengan

derajat

kerusakan

segmen

anterior

akibat

2

Kemampuan penetrasi Tidak sekuat trauma basa pada organ mata

6

3

4 5

Mekanisme terjadinya Koagulasi pada -Saponifikasi dari selular kerusakan pada mata permukaan protein yang barrier akan membentuk barier -Denaturasi mukoid -Pembengkakan kolagen -Disrupsi mukopolisakarida stroma Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat hanya di bagian permukaan Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.8 Klasifikasi Klasifikasi umum yang dipakai pada trauma kimia yakni Ralph, Hughes, Thoft dan DUA. Kunci atau elemen penting yang menentukan perluasan trauma kimia mata dan prognosis yakni:(E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003) a. Total area epitel kornea yang mengalami trauma kimia b. Area defek epitel konjungtiva c. Derajat atau number of clock hours dari limbus yang mengalami iskemik d. Area dan derajat ketebalan dari opaksitas atau pengapuran kornea e. Peningkatan tekanan intara ocular (TIO) f. Menurunnya atau hilangnya kejernihan lensa Dua elemen terakhir menyatakan secara tidak langsung kerusakan struktur mata lebih dalam. Penyulit jangka panjang dari trauma kimia adalah glaucoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, enteropion, dan keratitis sika. Semakin banyak jaringan epitel perilimbus dan pembuluh darah sclera maupun konjungtiva yang rusak, semakin buruk prognosisnya. Secara umum trauma asam memiliki nilai prognostik yang baik.(Asbury Taylor. Oftalmologi Umum. edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika.) Trauma kimia pada mata menurut Hughes diklasifikasi menjadi 4 stadium, yaitu(Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009): 1. Stadium I

7

Pada stadium ini terjadi iskemia limbus yang minimal atau tidak ada. 2. Stadium II Pada stadium II sudah terjadi iskemia yang kurang dari 2 kuadran limbus. 3. Stadium III Pada stadium III terjadi iskemia yang lebih dari 3 kuadran limbus, kornea tampak keruh dan pupil masih tampak. 4. Stadium IV Pada stadium IV sudah terjadi iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan, seluruh kornea keruh dan pupil tidak tampak/tidak bisa di evaluasi. Klasifikasi trauma menurut Thoft (Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003): Derajat Grade I Grade II Grade III Temuan klinis Prognosis Kerusakan epitel kornea, iskemik tidak ada Bagus Kornea keruh, tapi iris masih tampak, Iskemik Bagus kurang dari 1/3 limbus Hilangnya epitel kornea secara total, stroma Sedang berkabut penampakan iris berkabut, Iskemik 1/3 to1

Grade IV

/2 limbus Kornea opak, Iris dan pupil tampak tidak jelas, Buruk Iskemil lebih dari 1/2 of limbus

Klasifikasi trauma kimia menurut DUA: (Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009) Grade Prognosis I II III IV V VI Very good Good Good Good guarded Guarded poor Very poor Temuan klinis 0 clock hours of limbal involvement 3-6 hours of limbal involvement to >6-9 hours of limbal involvement to >9-50-75% >75- 1/2 lingkaran Skor Total 0 sampai 3 4 sampai 6 7 sampai 9 Kategori perlukaan Perlukaan yang tidak signifikan Perlukaan yang ringan Perlukaan sedang berat

9

10 sampai 12

Perlukaan berat

Visus turun akibat kekeruhan yang persisten Umumnya pannus yang stabil berukuran 1-2 mm Tidak ada perforasi Reepitelisasi Pannus yang lambat Aktivitas colagenolitik dan meningkatnya aktivitas pembentukan pannus Perforasi mungkin terjadi Visus rendah karena pannus dan kekeruhan stroma Inflamasi menetap hingga 1 bulan Pannus yang padat Adanya perforasi Sikatrik kornea tervaskularisasi, katarak, and glukoma sekunder terjadi akibat masih di biarkannya bola mata

> 13

Worse cases

2.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan Trauma Kimia Asam Secara umum penatalaksaan trauma kimia pada mata terdiri dari 6 langkah utama yakni membersihkan bahan kimia melalui irigasi, memfasilitasi proses reepiteliasi kornea, mengendalikan proses peradangan, mencegah terjadinya infeksi, mengendalikan tekanan intraokuler dan menurunkan rasa nyeri. 1. Membersihkan bahan kimia melalui irigasi Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera mungkin. Ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemampuan penglihatan, adalah untuk memulai irigasi sesegera mungkin dan mempertahankannya sedikitnya sekitar 30 menit. Tujuan dari pengobatan pada luka bakar kimiawi adalah untuk mengurangi peradangan, nyeri, dan resiko infeksi. Jika pasien datang ke tempat praktek atau ke unit gawat darurat, larutan garam fisiologis adalah yang terpilih, akan tetapi, jika tidak tersedia, air keran dapat digunakan. Mata dapat diberikan anestetik bila diperlukan untuk memfasilitasi irigasi yang baik. Pemeriksaan pH dari air mata dengan kertas lakmus jika tersedia dilakukan setiap 5 menit dan dilanjutkan sampai pH menjadi netral (warna kertas akan berubah

10

menjadi biru jika terkena basa dan menjadi merah jika terkena asam). Larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat) merupakan pembilas ideal. Jika tidak tersedia, larutan garam isotonis steril merupakan pembilas yang cocok. Larutan hipotonik, seperti air biasa, dapat menyebabkan penetrasi lebih dalam dari larutan korosif kedalam struktur kornea karena kornea memiliki gradien osmotik yang lebih tingi (420 mOs/L). Setelah dilakukan irigasi dengan larutan fisiologis, penanganan trauma kimia asam pada mata dapat dilanjutkan dengan melakukan netralisasi dengan bikarbonat natrikus 1% steril (hal ini yang membedakan penanganannya dengan trauma kimia basa). Netralisasi dapat dilakukan selama satu hari, mula-mula tiap menit, kemudian 3 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, sampai seriap jam dr.nana 2. Memfasilitasi proses reepiteliasi kornea Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses reepiteliasi mulai terjadi. Proses ini dapat difasilitasi dengan pemberian air mata artifisial, karena pada mata yang terkena trauma kimia, produksi air mata cenderung tidak stabil. Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajukan penggunaan vitamin C oral (sampai dengan 2 gram QID) karena telah terbukti meningkatkan produksi kolagen. 3. Mengendalikan proses peradangan Pemberian steroid topikal adalah penting untuk mencegah infiltrasi sel-sel netrofil sehingga akan mencegah pengumpulan kolagenase dan menurunkan pembentukan fibroblas pada kornea, namun penggunaan steroid tidak boleh digunakan untuk lebih dari satu minggu karena menghambat melelehnya reepitelisasi korneosklera. (vaughan) Tetapi, yang mengakibatkan referensi resiko lain beberapa

mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi yang melebihi keuntungan yang didapatkan. Pemberian sitrat selain mempercepat proses penyembuhan kornea, juga dapat menghambat agregasi sel PMN via

11

penghambatan ion kalsium. Sedangkan pemberian asetilsistein (10% atau 20%) dapat memfasilitasi proses kolagenasi sehingga menghambat ulserasi kornea, walaupun penggunaan secara klinis masih dalam predebatan. 4. Mencegah terjadinya infeksi Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Neomycin dan golongan sulfa lebih jarang digunakan karena banyaknya kasus alergi. Pada trauma kimia ringan hingga sedang, Pemberian salep antibiotik dapat diberikan tiap 1 sampai 2 jam. 5. Mengendalikan tekanan intra okuler Peninggian tekanan intraokular harus diterapi dengan Diamox jika perlu, namun pemberian beta-blocker topikal dapat digunakan sendirian maupun sebagai tambahan. 6. Menurunkan rasa nyeri Pemberian sikloplegik dapat membantu dalam pencegahan spasme siliar. Ditambah lagi, bahan ini dipercaya menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah yang oleh karenanya, mengurangi peradangan dan menurunkan rasa nyeri. Homatropine 5% sering direkomendasikan karena memiliki masa kerja rata-rata 12-24 jam, waktu dimana pasien harus menemui ahli mata untuk pemeriksaan lanjutan. Sikloplegik jangka panjang, seperti scopolamine dan atropine, lebih jarang digunakan. Sebagai tambahan, beberapa ahli mata menganjurkan pengunaan tetes mata diklofenak. Terapi ini memungkinkan pasien tetap dapat menggunakan kedua mata selama pengobatan. Trauma kimia sedang sampai berat harus dirujuk ke spesialis mata, bila perlu ke sub spesialis kornea, jika tersedia, dan harus dirawat inap. Amniotic membranes (AM) telah terbukti memfasilitasi migrasi sel-sel epitel, menguatkan adesi sel epitel bagian basal, mencegah apoptosis epitel, dan

12

meningkatkan diferensiasi epitel. Cangkok AM (AM grafts) telah digunakan untuk membantu mengurangi jaringan parut, peradangan, dan neovaskularisasi dari mata yang terkena trauma. Penatalaksanaan pada trauma akibat asam hidrofluorida Pada pengobatan luka akibat asam hidrofluorida, belum ada pengobatan optimal yang tersedia. Beberapa penelitian telah menggunakan 1% calcium gluconate sebagai bahan pembilas atau sebagai tetes mata untuk luka semacam ini. Senyawa Magnesium juga telah digunakan secara anekdotal untuk luka akibat asam hidrofluorida; namun demikian, sedikit penelitian yang mendukung keberhasilannya. Irigasi dengan magnesium khlorida telah terbukti nontoksik pada mata. Keuntungan dengan pendekatan semacam ini telah dilaporkan secara anekdotal bahkan 24 jam dari cedera ketika pengobatan yang lain tidak berhasil. Beberapa penulis merekomendasikan penetesan tiap 2-3 jam karena menggunakannya sebagai pembilas dapat menyebabkan iritasi dan lebih lanjut dapat menyebabkan ulserasi kornea. Pelumas bisa juga diberikan. Lubrikasi yang adekuat membantu mencegah terjadinya simblefaron. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan steroid topikal pada beberapa pasien, terutama pada trauma basa dan akibat asam hidrofluorida. Mereka percaya steroid dapat membatasi peradangan intraocular dan menurunkan pembentukan fibroblasts pada kornea. Beberapa yang lain mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi melebihi keuntungan yang didapatkan.8

13

Trauma kimia parah disertai neovaskularisasi kornea Terapi Pembedahan Pada stadium II (konjungtiva kemosis, degenerasi vaskuler dari epitel kornea) dan Stadium III (nekrose pada konjungtiva dan kornea, yang menjadi keruh dan anastesia samapai perforasi) perlu dilakukan tindakan pembedahan (operatif) bk dr.nana 1. Terapi pembedahan tambahan jika terdapat gangguan penyembuhan luka setelah trauma kimiawi yang amat parah Suatu transplantasi conjunctival dan limbal (stem cell transfer) dapat mengganti sel induk yang hilang yang penting untuk penyembuhan kornea. Sehingga akan menyebabkan re-epitelisasi. Jika kornea tidak mengalami penyembuhan, suatu lem cyanoacrylate dapat digunakan untuk melekatkan suatu hard contact lens (epitel buatan) untuk membantu penyembuhan. Prosedur Tenons capsuloplasty (mobilisasi dan penarikan maju suatu flap [lembaran/sayap] dari jaringan subconjunctival ke kapsula Tenons untuk menutupi defek yang ada) dapat membantu menghilangkan defek pada konjunctiva dan sclera.6 2. Penatalaksanaan bedah lanjutan setelah mata stabil Lisis dari symblepharon untuk meningkatkan motilitas okuler dan palpebra.

14

Bedah plastik pada palpebra untuk membebaskan bola mata. Ini hanya boleh dilakukan sekitar 12 sampai 18 bulan setelah cedera. Jika terdapat kehilangan total dari sel goblet, transplantasi dari mukosa nasal biasanya menghilangkan nyerinya. Penetrating keratoplasty dapat dilakukan untuk mengembalikan pengelihatan. Karena kornea yang rusak sangat banyak mendapatkan vaskularisasi, prosedur ini diwarnai oleh banyaknya insidensi penolakan cangkokan. Kornea yang jernih jarang bisa didapatkan pada mata yang mengalami trauma parah bahkan dengan suatu cangkok kornea dengan tipe HLA yang sama dan terapi imunosupresif

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan MRS 3.2 Anamnesis Keluhan Utama abotyl : Sakit pada mata kanan oleh karena tidak sengaja ditetesi : NWK : 48 tahun : perempuan :: Ibu rumah tangga : 30 Maret 2011

15

Anamnesa

:

Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata sebelah kanan setelah secara tidak sengaja mata kanan ditetesi abotyl sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit (MRS). Pasien tidak sengaja menetesi mata kanannya dengan abotyl karena pasien salah mengambil obat tetes mata setelah 12 jam yang lalu mata kanan pasien terkena getah pisang saat menebang pohon pisang. Pasien merasakan nyeri pada mata kanannya. Mata pasien dikatakan masih dapat melihat tetapi dengan pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi silau. Pada pemeriksaan didapatkan merah pada mata kanan pasien. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Riwayat pemakaian obat tetes mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi disangkal. Riwayat sakit gigi, sakit tenggorokan, sakit telinga disangkal. Riwayat kacamata disangkal. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. 3.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum Kesadaran : Compos Mentis Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 90x/menit Respirasi : 16x/menit Temperatur axila : 36,5o C Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata) Okuli Dekstra (OD) Visus 6/30 Okuli Sinistra 6/15

16

Tidak dilakukan Refraksi/Pin Hole Supra cilia Madarosis Sikatriks Palpebra superior Edema Hiperemi Enteropion Ekteropion Benjolan Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak dilakukan

Palpebra inferior Edema Hiperemi Enteropion Ekteropion Benjolan Pungtum lakrimalis Pungsi Benjolan Konjungtiva palpebra superior Hiperemi Folikel Sikatriks Benjolan Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak dilakukan Tidak ada Tidak dilakukan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

17

Sekret Papil Konjungtiva palpebra inferior Hipermi Folikel Sikatriks Benjolan

Ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva bulbi Kemosis Hiperemi Konjungtiva Silier Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Perdarahan di bawah konjungtiva Pterigium Pingueculae Sklera Warna Pigmentasi Limbus Arkus senilis Kornea Odem Infiltrat Ulkus Sikatriks

Putih Tidak ada

Putih Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

FL(+) Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

18

Keratik presifitat Kamera okuli anterior Kejernihan Kedalaman Iris Warna Koloboma Sinekia anterior Sinekia posterior Pupil Bentuk Regularitas Refleks cahaya langsung Refleks cahaya konsensual Lensa Kejernihan Dislokasi/subluksasi 3.4 Resume

Tidak ada

Tidak ada

Jernih Normal

Jernih Normal

Coklat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Coklat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Bulat Reguler Ada Ada

Bulat Reguler Ada Ada

Jernih Tidak ada

Jernih Tidak ada

Perempuan 48 tahun satang dengan keluhan sakit pada mata kanan setelah secara tidak sengaja menetesi abotyl pada mata kanan sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku tidak sengaja menetesi abotyl pada mata kanan karena ingin mengambil obat tetes mata setelah kurang lebih 12 jam yang lalu mata kanan pasien terkena getah pisang. Pasien mengaku masih dapat melihat tetapi dengan pandangan yang kabur. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada mata kanannya, pandangan silau, dan merah pada mata pasien.

19

Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/30, OS 6/15. Pada OS didapatkan palpebra terdapat oedem, konjunctiva didapatkan CVI (+), PCVI (+). Pada kornea didapatkan fl. Pada OS ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan lokal OD 6/30 Normal Oedem (+) CVI (+), PCVI(+) Normal Fluorescence (+) Normal Bulat, Reguler Positif Jernih 3.5 Diagnosis OD Trauma Kimia Asam klasifikasi dua grade 1. 3.6 Planning Irigasi dengan RL 500 cc Midriatil 1 tetes C. Xitrol ed 6x1 qtt OD Cen-Fresh ed 6x1 qtt OD Diclofenac 30 mg 2x1 Vit. C 1x500mg Pemeriksaan Visus Silia Palpebra Konjungtiva Bulbi Sklera Kornea Kamera Okuli Anterior Iris/Pupil Refleks Pupil Lensa OS 6/15 Normal Normal Tenang Normal Normal Normal Bulat, ireguler Positif Jernih

3.7 Prognosis Ad vitam Ad fungsionam : Dubius et bonam : Dubius et bonam

20

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata sebelah kanan setelah secara tidak sengaja mata kanan ditetesi abotyl sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit (MRS). Pasien tidak sengaja menetesi mata kanannya dengan abotyl karena pasien salah mengambil obat tetes mata setelah 12 jam yang lalu mata kanan pasien terkena getah pisang saat menebang pohon pisang. Pasien merasakan nyeri pada mata kanannya. Mata pasien dikatakan masih dapat melihat tetapi dengan pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi silau. Pada pemeriksaan didapatkan merah pada mata kanan pasien.

21

Keluhan utama pasien yaitu nyeri pada mata kanannya. Nyeri pada mata kanan ini disebabkan terkena abotyl. Beberapa pustaka menyebutkan trauma kimia sering terjadi di rumah atau lingkungan kerja. Albotyl merupakan obat.. Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi kabur dan didapatkan visus pasien yang menurun. Penurunan visus dapat terjadi karena adanya lesi pada kornea yang didapatkan dari fluoresin (+), peningkatan lakrimasi atau ketidaknyamanan. Pasien juga mengeluh silau akibat iritasi pada kornea. Keluhan silau ini dikarenakan kontraksi iris akibat dilatasi pembuluh iris yang merupakan refleks akibat iritasi ujung saraf kornea. Terjadi peningkatan pembentukan air mata sebagai respon untuk proteksi pada mata. Mata merah atau hiperemi pada konjunctiva menandakan trauma kimianya tidak sangat parah. karena bila parah akan tampak putih akibat iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Edema pada kelopak atas mata kanan pasien disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah berupa CVI dikarenakan adanya reaksi peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior. Pada pasien ini terjadi erosi kornea, asam berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sementara anion menyebabkan denaturasi dan koagulasi protein. Koagulasi protein dapat mencegah penetrasi lebih dalam tidak seperti yang terjadi pada trauma kimia alkali. Sehingga, trauma asam biasanya nonprogresif dan sifatnya superfisial. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan pasien didiagnosis OD Trauma Kimia Asam klasifikasi Dua grade I. Penatalaksanaan pertama yang diberikan berupa irigasi dengan RL 500 cc dan dibiarkan selama minimal 30 menit. Larutan RL merupakan larutan fisiologis yang dipilih dan digunakan pada pasien dengan trauma kimia. Pada pasien ini diberikan cendo xitrol yang mengandung steroid dan antibiotik. Pemberian antibiotik ini untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Steroid digunakan untuk menekan proses peradangan. Pemberian steroid topikal lebih

22

baik daripada sistemik yang mempunyai efek samping lebih banyak. Pasien juga dapat diberikan midriatil 1 tetes, C. Xitrol ed 6x1 qtt OD, Cen-Fresh ed 6x1 qtt OD, Diclofenac 30 mg 2x1, dan vitamin C 1x500 mg dapat meningkatkan produksi kolagen. Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses reepiteliasi mulai terjadi. Derajat iskemik konjungtiva dan pembuluh darah daerah limbus merupakan indikator tingkat keparahan cedera dan prognosis penyembuhannya. Makin besar iskemia dari konjungtiva dan pembuluh darah limbus, luka yang terjadi akan makin parah. Bentuk paling parah dari trauma kimia adalah cooked fish eye. Pada pasien ini berdasarkan indikator tingkat keparhan cedera yang ada mengarah ke baik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 2nd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. p: 266-280. 2. 3. Emedicine. Ocular Burns. [cited 2010 May]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview#a0199. Emedicine. Ophthalmologic Approach to Chemical Burns. [cited 2011 February]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1215950overview#a0104. 4. Medical dictionary. Chemical Eye Injury. [cited 2002]. Available from: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/chemical+eye+injury.

23

5. 6.

Emedicine. Hydrofluoric Acid Burns. [cited 2010 January]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773304-overview#a0199. Emedicine. Ophthalmologic Approach to Chemical Burns Clinical Presentation. [cited 2011 February]. Available from : http://emedicine. medscape.com/article/1215950-clinical#a0217.

1. Stevens S, Comelia CL, Walters AS, and Hening WA. Sleep and Wakefulness. In: Goetz CG (eds). Textbook of Clinical Neurology. 2nd ed. Philadelphia: Saunders; 2003. p. 19-31. 2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 777-86.

Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009.

(E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003)

(Asbury Taylor. Oftalmologi Umum. edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika.)

(Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009):

(Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003) :

24

(Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009) (Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003)

7.

Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika