Trauma Kardiak
-
Upload
lucia-suci -
Category
Documents
-
view
31 -
download
2
description
Transcript of Trauma Kardiak
ASKEP ARDS
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai
etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya
sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung,
trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar,
embolilemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass
kardiopulmonal, keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut,
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan
tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu
oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsungataupun
tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo,
2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD
) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang
yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari
kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi
oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan
olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H.
Tabrani Rab, 2000)
B. Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru
dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi
kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun,
dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang
mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi
pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah,
aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan
metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik
(Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan,
biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-
paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi
ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu
membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.
C. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian
berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit
apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai
paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru.
a. Pneumonovirus, bakteri, funga.
b. Aspirasi cairan lambung.
c. Inhalasi asap berlebih.
d. Inhalasi toksin.
e. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidak langsung.
a. Sepsis.
b. Shock, luka bakar hebat.
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankeatitis.
e. Uremia.
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau
aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama.
i. Transfusi darah yang banyak.
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK.
l. Terapi radiasi.
m. Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah
terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (sindrom gawat
pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu
faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian
SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.Menurut
Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah: Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab.
b. Sepsis gram negative.
c. Hipotermia, Hipertermia.
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,
Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
f. Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
1) Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
2) Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
3) Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
g. Pneumositis Non-Pulmonal :
1) Cedera kepala.
2) Peningkatan TIK.
3) Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia
D. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada
membran alveolar kapiler yangmengakibatkan kebocoran
cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam
jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan
pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunandalam pembentukan surfaktan, yang
mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadisangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah
penurunan karakteristik dalamkapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan
epitelium, inflamasi, dan eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak
serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan
proliferasi fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan
penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan
menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase
proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa
mulai sembuh atau menjadi menetap, adaresiko terjadi lung
rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami
remodeling dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik
dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasiantar individu,
tergantung keparahan cederanya.Perubahan patofisiologi
berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal
sebagaiARDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement
cascade menjadi aktif yangselanjutnya meningkatkan
permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan
protein bocor kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan
alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan
alveoli maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan
CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio
ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional,
sehingga mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan
diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan
demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.ARDS
biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami
trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang
terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan
mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten
sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang
menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak
sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak
relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat
serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat
(Yasmin Asih. Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru
sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3
kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor
keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema paru.
( Jan Tambayog 2000, hal 109).
E. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat
diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering
kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.
Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa
sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama
pada kasus ARDS adalah:
1. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam
sampai seharian.
3. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang
paru, stridor, wheezing.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan
agitasi sampai koma.
5. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau
gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu
24-48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan
merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yangcepat
dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah,
kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan
otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena
sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain
segera setelah sindromaterjadi atau beberapa hari/minggu
kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa
menyebabkan komplikasi serius sepertigagal ginjal. Tanpa
pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian.
Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi,
mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam
perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan:
1. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
2. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah
disertai oleh kegagalan organlain).
3. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya
karena tampak sangat sakit.
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Keadaan umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasandan sianosis sentral.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan
dangkal. Batuk kering dandemam yang terjadi lebih dari
beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
3) Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar
hebat, Tenggelam DIC(Dissemineted Intravaskuler
Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypassyang
lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK,
Trauma hebat(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru),
Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan
fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
4) Riwayat Penyakit Keluarga.
5) Riwayat Alergi.
b. Pemeriksaan Fisik.
1) B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk
kering, ronkhi basah, krekelshalus di seluruh bidang paru,
stridor, wheezing.
2) B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah
bisa normal ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi
jantung normal tanpa murmur ataugallop.
3) B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau
agitasi), tremor.
4) B4 (Bowel): -
5) B5 (Bladder): -
6) B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa
hari dirawat.
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1) LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah
eosinofilnya normal.
2) Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik
disertai gangguan pertukaran udara.
3) BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
d. Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
e. Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi
terpusat pada region perihilir paruyang biasanya multivokal.
Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan
alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua
lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru
kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan
gambarankemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada
tahap awal sehubungan denganhiperventilasi. Alkalosis
respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap
lanjutterjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran
pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218
– 219 ).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
resistensi jalan nafas ditandai dengan:dispneu, perubahan pola
nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
tanpasputum, cyanosis.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan
jalan nafas
Kriteria hasil :
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas
yang jernih dan ronchi (-).
Pasien bebas dari dispneu.
Ps Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
Ps Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas.
Intervensi
1) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
R : Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher
dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.
2) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan
peningkatan fremitus.
R : Pengembangan dada dapat menjadi batas dari
akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan
fremitus
3) Catat karakteristik dari suara nafas.
R : Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara
melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya
cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
4) Catat karakteristik dari batuk .
R : Karakteristik batuk dapat merubah
ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas.
Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan
purulent.
5) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan
nafas tambahan bila perlu.
R : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan
paten.
6) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi
dan lakukan suction bila ada indikasi.
R : Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan
predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
7) Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
R : Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan
sputum.
8) Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier
sesuai indikasi
R : Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport
oksigen
9) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
R : Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
10) Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi.
R : Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan
efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
11) Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan
mukolitik
R : Diberikan untuk mengurangi bronchospasme,
menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar
hipoventilasi, penumpukancairan di permukaan alveoli,
hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandaidengan:
takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis,
perubahan ABGs,dan A-a Gradient.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan
pertukaran gas menjadi efektif
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat dengan nilai ABGs normal.
2) Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi
1) Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau
perubahan pola nafas.
R : Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2) Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas
tambahan seperti crakles, dan wheezing.
R : Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada
ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3) Kaji adanya cyanosis.
R : Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5
gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi.
4) Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat.
R : Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari
miokardium
5) Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.
R : Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen
6) Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasi.
R : Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai.
7) Berikan pencegahan IPPB
R : Peningkatan ekspansi paru meningkatkan
oksigenasi.
8) Review X-ray dada.
R : Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
9) Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant.
R : Untuk mencegah ARDS
c. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan
edema pulmonal non Kardia.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan
volume cairan terpenuhi
kriteria hasil : pasien dapat menunjukkan keadaan volume
cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine
output pada batas normal.
Intervensi
1) Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut
nadi (jumlah dan volume)
R : Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat
meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan
volume denyut nadi menurun.
2) Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban
membran mukosa dan karakter sputum
R : Penurunan cardiac output mempengaruhi
perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi
dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering,
sekret kental.
3) Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible
loss”
R : Memberikan informasi tentang status cairan.
Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya
deficit cairan.
4) Timbang berat badan setiap hari
R : Perubahan yang drastis merupakan tanda
penurunan total body water.
5) Berikan cairan IV dengan observasi ketat
R : Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi
dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit,
pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang
dapat merusak fungsi respirasi
6) Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
R : Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat
berkurang sebagai efek therapi deuritik.
DAFTAR PUSTAKA
Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult
Respiratory DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut
Care .http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.Tanggal 9
September 2009 pukul 17.43 WIB.
Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien
ARDS .http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dg-25.html.Tanggal 16 September
2009 pukul 12.30 WIB.
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC.
Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.
Jakarta.
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI.
Vol.I. EGC. Jakarta.