Trauma Kardiak

26
ASKEP ARDS A. Definisi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O 2 , perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsungataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006) ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba- tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya

description

trauma kardiak kardiovaskuler

Transcript of Trauma Kardiak

Page 1: Trauma Kardiak

ASKEP ARDS

A.  Definisi

Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai

etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya

sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung,

trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar,

embolilemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass

kardiopulmonal, keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut,

inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan

tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu

oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsungataupun

tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo,

2006)

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD

) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk

kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang

yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai

penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari

kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi

Page 2: Trauma Kardiak

oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan

olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid

protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H.

Tabrani Rab, 2000)

B.   Epidemiologi

ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru

dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi

kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun,

dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang

mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi

pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah,

aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan

metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan

dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani

perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik

(Doenges 1999 hal 217).

Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan,

biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-

paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi

ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk

Page 3: Trauma Kardiak

jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu

membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

C.   Etiologi

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian

berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung

maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit

apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai

paru-paru:

1.      Trauma langsung pada paru.

a.                 Pneumonovirus, bakteri, funga.

b.                 Aspirasi cairan lambung.

c.                  Inhalasi asap berlebih.

d.                 Inhalasi toksin.

e.                  Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.

2.      Trauma tidak langsung.

a.                 Sepsis.

b.                 Shock, luka bakar hebat.

c.                  DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

d.                 Pankeatitis.

e.                  Uremia.

Page 4: Trauma Kardiak

f.                  Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau

aspirin.

g.                 Idiophatic (tidak diketahui)

h.                 Bedah Cardiobaypass yang lama.

i.                  Transfusi darah yang banyak.

j.                   PIH (Pregnand Induced Hipertension)

k.                 Peningkatan TIK.

l.                  Terapi radiasi.

m.               Trauma hebat, Cedera pada dada.

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah

terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (sindrom gawat

pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan

kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu

faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian

SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.Menurut

Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan

terjadinya ARDS adalah: Sistemik:

a.                 Syok karena beberapa penyebab.

b.                 Sepsis gram negative.

c.                  Hipotermia, Hipertermia.

Page 5: Trauma Kardiak

d.                 Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,

Paraquat,Metadone, Bleomisin)

e.                  Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass

kardiopulmonal)

f.                  Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :

1)                 Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)

2)                 Trauma (emboli lemak, kontusio paru)

3)                 Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)

g.                 Pneumositis Non-Pulmonal :

1)                 Cedera kepala.

2)                 Peningkatan TIK.

3)                 Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

D.  Patofisiologi

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada

membran alveolar kapiler yangmengakibatkan kebocoran

cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam

jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan

perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan

pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS

menyebabkan penurunandalam pembentukan surfaktan, yang

mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadisangat

Page 6: Trauma Kardiak

menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah

penurunan karakteristik dalamkapasitas residual fungsional,

hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:

1.      Fase eksudatif.

Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan

epitelium, inflamasi, dan eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak

serangan akut.

2.      Fase Proliferatif.

Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan

proliferasi fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan

penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan

menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase

proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa

mulai sembuh atau menjadi menetap, adaresiko terjadi lung

rupture (pneumothorax).

3.      Fase Fibrotik/Recovery.

Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami

remodeling dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik

dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasiantar individu,

tergantung keparahan cederanya.Perubahan patofisiologi

Page 7: Trauma Kardiak

berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal

sebagaiARDS (Philip etal, 1995):

a.      Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement

cascade menjadi aktif yangselanjutnya meningkatkan

permeabilitas dinding kapiler. 

b.      Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan

protein bocor kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan

alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.

c.       Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan

alveoli maka area permukaan untuk  pertukaran oksigen dan

CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio

ventilasi- perfusi dan hipoksemia.

d.      Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional,

sehingga mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.

e.       Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan

diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan

demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.ARDS

biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami

trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang

terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan

mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten

Page 8: Trauma Kardiak

sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang

menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak

sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak

relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat

serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat

(Yasmin Asih. Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru

sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3

kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor

keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema paru.

( Jan Tambayog 2000, hal 109).

E.  Manifestasi Klinis

Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat

diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering

kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.

Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa

sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama

pada kasus ARDS adalah:

1.      Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan

menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.

Page 9: Trauma Kardiak

2.      Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam

sampai seharian.

3.      Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang

paru, stridor, wheezing.

4.      Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan

agitasi sampai koma.

5.      Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau

gallop (YasminAsih Hal 128).

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu

24-48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan

merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yangcepat

dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah,

kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan

otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena

sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain

segera setelah sindromaterjadi atau beberapa hari/minggu

kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.

Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa

menyebabkan komplikasi serius sepertigagal ginjal. Tanpa

pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian.

Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan

Page 10: Trauma Kardiak

selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi,

mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam

perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin

ditemukan:

1.                 Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.

2.                 Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah

disertai oleh kegagalan organlain).

3.                 Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya

karena tampak sangat sakit.

F.   ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.      Anamnesa

1)      Keadaan umum:

Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot

aksesoris pernafasandan sianosis sentral.

2)      Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan

dangkal. Batuk kering dandemam yang terjadi lebih dari

beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.

3)      Riwayat Penyakit Dahulu:

Page 11: Trauma Kardiak

Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar

hebat, Tenggelam DIC(Dissemineted Intravaskuler

Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypassyang

lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK,

Trauma hebat(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru),

Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan

fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.

4)      Riwayat Penyakit Keluarga.

5)      Riwayat Alergi.

b.      Pemeriksaan Fisik.

1)      B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk

kering, ronkhi basah, krekelshalus di seluruh bidang paru,

stridor, wheezing.

2)      B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah

bisa normal ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi

terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi

jantung normal tanpa murmur ataugallop.

3)      B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau

agitasi), tremor.

4)      B4 (Bowel): -

5)      B5 (Bladder): -

Page 12: Trauma Kardiak

6)      B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa

hari dirawat.

c.       Pemeriksaan Diagnostik.

1)      LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah

eosinofilnya normal.

2)      Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik

disertai gangguan pertukaran udara.

3)      BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.

d.      Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI

e.       Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi

terpusat pada region perihilir paruyang biasanya multivokal.

Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan

alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua

lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru

kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan

gambarankemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada

tahap awal sehubungan denganhiperventilasi. Alkalosis

respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap

lanjutterjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran

pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218

– 219 ).

Page 13: Trauma Kardiak

2.      Diagnosa Keperawatan

a.      Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya

fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan

resistensi jalan nafas ditandai dengan:dispneu, perubahan pola

nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau

tanpasputum, cyanosis.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan

jalan nafas

Kriteria hasil :

Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas

yang jernih dan ronchi (-).

Pasien bebas dari dispneu.

Ps Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

Ps Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas.

Intervensi

1)      Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.

R : Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher

dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.

2)      Observasi dari penurunan pengembangan dada dan

peningkatan fremitus.

Page 14: Trauma Kardiak

R : Pengembangan dada dapat menjadi batas dari

akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan

fremitus

3)      Catat karakteristik dari suara nafas.

R : Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara

melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya

cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.

4)      Catat karakteristik dari batuk .

R : Karakteristik batuk dapat merubah

ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas.

Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan

purulent.

5)      Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan

nafas tambahan bila perlu.

R : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan

paten.

6)      Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi

dan lakukan suction bila ada indikasi.

R : Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan

predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.

7)      Peningkatan oral intake jika memungkinkan.

Page 15: Trauma Kardiak

R : Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan

sputum.

8)      Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier

sesuai indikasi

R : Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport

oksigen

9)      Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.

R : Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan

mengeluarkan sekret.

10)  Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi

dada/vibrasi jika ada indikasi.

R : Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan

efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan

11)  Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan

mukolitik

R : Diberikan untuk mengurangi bronchospasme,

menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar

hipoventilasi, penumpukancairan di permukaan alveoli,

hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandaidengan:

Page 16: Trauma Kardiak

takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis,

perubahan ABGs,dan A-a Gradient.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan

pertukaran gas menjadi efektif

Kriteria hasil :

1)      Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat dengan nilai ABGs normal.

2)      Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi

1)      Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau

perubahan pola nafas.

R : Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk

hipoksemia dan peningkatan usaha nafas

2)      Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas

tambahan seperti crakles, dan wheezing.

R : Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada

ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di

permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi

karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas

3)      Kaji adanya cyanosis.

Page 17: Trauma Kardiak

R : Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5

gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat

dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia

sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas

adalah vasokontriksi.

4)      Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan

ketidakmampuan beristirahat.

R : Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari

miokardium

5)      Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.

R : Menyimpan tenaga pasien, mengurangi

penggunaan oksigen

6)      Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada

indikasi.

R : Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus

menerus dengan tekanan yang sesuai.

7)      Berikan pencegahan IPPB

R : Peningkatan ekspansi paru meningkatkan

oksigenasi.

8)      Review X-ray dada.

R : Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.

Page 18: Trauma Kardiak

9)      Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,

bronchodilator dan ekspektorant.

R : Untuk mencegah ARDS

c.       Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan

edema pulmonal non Kardia.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan

volume cairan terpenuhi

kriteria hasil : pasien dapat menunjukkan keadaan volume

cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine

output pada batas normal.

Intervensi

1)      Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut

nadi (jumlah dan volume)

R : Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat

meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan

volume denyut nadi menurun.

2)      Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban

membran mukosa dan karakter sputum

R : Penurunan cardiac output mempengaruhi

perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi

Page 19: Trauma Kardiak

dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering,

sekret kental.

3)      Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible

loss”

R : Memberikan informasi tentang status cairan.

Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya

deficit cairan.

4)      Timbang berat badan setiap hari

R : Perubahan yang drastis merupakan tanda

penurunan total body water.

5)      Berikan cairan IV dengan observasi ketat

R : Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi

dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit,

pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang

dapat merusak fungsi respirasi

6)      Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi

R : Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat

berkurang sebagai efek therapi deuritik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Trauma Kardiak

Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult

Respiratory DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut

Care .http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.Tanggal 9

September 2009 pukul 17.43 WIB.

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien

ARDS .http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-

keperawatan-pada-klien-dg-25.html.Tanggal 16 September

2009 pukul 12.30 WIB.

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC.

Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.

Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI.

Vol.I. EGC. Jakarta.