Tonsilitis Kronis

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara anatomi tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Tonsil merupakan salah satu jaringan imunologi yang ikut berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Tonsil mengandung sel limfoid sekitar 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Terdapat tiga macam tonsil yang merupakan bagian dari cincin Weldeyer yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsila faucial), dan tonsila lingual (tonsil pangkal lidah). Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsil. Tonsil faringeal terletak di mukosa dinding lateral tongga mulut. Epitel yang melapisi tonsil merupakan epitel skuamosa yang disebut kriptus. Di dalam kriptus inilah biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta ini tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel dan menjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid 1,2 1

Transcript of Tonsilitis Kronis

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSecara anatomi tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Tonsil merupakan salah satu jaringan imunologi yang ikut berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Tonsil mengandung sel limfoid sekitar 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Terdapat tiga macam tonsil yang merupakan bagian dari cincin Weldeyer yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsila faucial), dan tonsila lingual (tonsil pangkal lidah). Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsil. Tonsil faringeal terletak di mukosa dinding lateral tongga mulut. Epitel yang melapisi tonsil merupakan epitel skuamosa yang disebut kriptus. Di dalam kriptus inilah biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta ini tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel dan menjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid1,2Tonsilitis atau yang sering dikenal dengan amandel adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Weldeyer. Peradangan pada tonsil ini bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Beberapa virus yang sering menjadi penyebab adalah adenovirus, virus influenza, virus Epstein bar, enterovirus, dan virus herpes simplek. Salah satu penyebab tersering dari tonsillitis adalah infeksi oleh bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS). Penyebaran infeksi bisa melalui udara (droplet), tangan, dan kontak dengan air liur.1Tonsillitis adalah penyakit yang hampir umum terjadi. Berdasarkan data epidemiologi THT pada 7 provinsi di Indonesia pada rentang dua tahun antara tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut 4,6%. Tonsillitis paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia >2 tahun. Tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan yang disebabkan oleh virus lebih sering pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa tonsillitis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa usia 15-25 tahun.3,4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan KlasifikasiTonsilitis merupakan peradangan pada tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Peradangan ini bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Menurut Soepardi (2007) macam-macam tonsillitis yaitu:1. Tonsilitis akutTonsilitis akut dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Pada tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri atau Tonsilitis Bakteria, radang akut bisa disebabkan oleh grup A Streptococcus beta hemolitikus. Infiltrasi bakteri pada lapisan epital jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris.1Tonsillitis akut karena virus gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai nyeri tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. H.Influenzae merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri.1

2. Tonsilitis KronikTonsillitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten. Beberapa referensi menyebutkan bahwa adanya gejala tonsil berulang dan nyeri tenggorokan menetap durasi 3 bulan. Keluhan ini bisa disertai dengan obstruksi orofaring karena adanya pembesaran tonsil.13. Tonsilitis MembranosaAda beberapa macam tonsillitis membranosa yaitu tonsillitis difteri, tonsillitis septic, dan Angina Plaut Vincent. a. Tonsillitis difteri disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri yang dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang mematikan bila terinfeksi bakteriofag. Tonsillitis ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia 2-5 tahun dengan cara penularan melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi. Masa inkubasinya 2-7 hari. Gejalanya ditandai dengan kenaikan suhu subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, penurunan nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat. Pada pemeriksaan rongga mulut didapatkan tonsil membesar dengan ditutupi bercak putih yang makin lama meluas dan menyatu membentuk membrane semu. Membran ini melekat erat dan jika diangkat akan menimbulkan pendarahan.1,2b. Tonsillitis septic sering disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus yang sering terdapat pada susu sapi. Hal ini pernah dilaporkan sampai terjadi epidemik karena kebiasaan minum susu sapi segar di kalangan masyarakat.1,2c. Angina Plaut Vincent disebabkan karena kurangnya tingkat kebersihan mulut, defisiensi vitamin c serta kuman spirilum dan basil fusi form. Gejalanya biasa diawali dengan demam sampai 39 derajat Celsius, nyeri kepala, badan lemah, gusi berdarah, hipersalivasi dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Pada pemeriksaan rongga mulut didapatkan faring hiperemi, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta presesus alveolaris. Sering juga muncul bau mulut dan pembesaran kelenjar sub mandibula.1,2

2.2 EtiologiBeberapa organisme bakteri, jamur, virus, dan parasit dapat menyebabkan tonsillitis. Jenis yang paling sering menyebabkan tonsillitis adalah infeksi bakteri Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Bakteri ini adalah flora normal pada rongga mulut namun bisa berubah menjadi agen infeksiu karena beberapa faktor yang menyertai. Selain itu infeksi juga bisa disebabkan oleh Hemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia dan morexella catarrhalis. Bakteri gram negatif juga bisa menjadi penyebab seperti Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa, dan E. coli. 5,6Tonsilitis yang disebabkan oleh virus pada umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus karena dapat sembuh sendiri dengan respon imunitas tubuh yang baik. Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan Herpes simpleks.Infeksi jamur oleh Candida sp juga bisa menjadi penyebab tonsillitis terutama pada bayi dan orang dengan immunocompromised.6

2.3 Faktor ResikoBeberapa faktor resiko yang diduga berperan pada terjadinya tonsilitis sampai saat ini belum lengkap. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa tidak ada bukti keterlibatan genetic sebagai faktor resiko. Namun ada beberapa faktor predisposisi timbulnya tonsillitis sebagai berikut:11. Kebersihan rongga mulut dan gigi yang kurang baik. Hal ini memudahkan untuk terjadi infeksi oleh flora normal ataupun patogen2. Rangsangan menahun rokok dan beberapa jenis makanan yang menyebabkan iritasi atau memicu peradangan tonsil3. Pengaruh cuaca, iklim sehingga memicu terjadinya infeksi saluran napas atas4. Kelelahan fisik,yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi5. Riwayat kontak dengan penderita tonsillitis seperti berciuman dan pemakaian sikat gigi bersama6. Penyakit immunocompromised dan 7. Pengobatan tonsillitis yang tidak adekuat

2.4 Gejala KlinisManifestasi klinis tonsillitis sangat bervariasi. Tanda klinis yang sangat menggambarkan adanya tonsillitis adalah nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejala penyerta lainnya seperti demam, batuk pilek juga dapat menyertai namun tidak dominan. Pada umumnya jika pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil membesar sampai T3-T4 maka juga bisa disertai dengan gejala klinis sulit menelan. Pada pasien dengan tonsillitis kronik bisa ditemukan pembesaran kelenjar getah bening servikal dan submandibula.7

2.5 Patogenesis Patogenesis dari tonsilitis episode tunggal masih belum jelas. Diperkirakan akibat dari obstruksi kripta tonsil, sehingga terjadi multiplikasi dari bakteri-bakteri pathogen yang pada keadaan normal memang ditemukan dalam kripta tonsil. Tonsil memiliki peran sebagai proteksi akan bakteri-bakteri atau virus-virus yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dapat berupa aerogen ataupun foodform yang masuk bersama dengan makanan. Tonsil akan menyaring pathogen-patogen ini yang kemudian akan memicu pembentukan antibody terhadap patogen-patogen tersebut. Pada keadaan dimana patogen yang masuk terlalu banyak atau kondisi tonsil yang tidak optimal, infeksi akan terjadi dan dinamakan tonsilitis. Patogen akan menginfiltrasi lapisan epitel, diikuti dengan munculnya reaksi dari jaringan limfoid superfisial. Reaksi yang timbul adalah reaksi peradangan sehingga muncul edema, hiperemis, dan nyeri menelan. Infiltrasi polimorfonuklear akan terjadi pada tonsil sehingga akan terlihat bercak kuning yang disebut detritus. Detritus adalah kumpulan leukosit, bakteri, dan epitel yang terlepas.1,5

2.6 DiagnosisDiagnosis dari tonsilitis dapat ditegakkan dari gambaran klinis pasien saja yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk mengevaluasi tonsil pasien. Tonsil palatine dapat dengan mudah dievaluasi dengan menggunakan spatel untuk menekan bagian posterior dari lidah. Terdapat sistem grading untuk menilai secara objektif persentase dari tonsil yang terdapat diluar fosa tonsilar.8

Gambar 1. Sistem grading tonsil. A) 0-25%; 1+. B) 25-50%; 2+. C) 50-75%; 3+. D) 75-1005; 4+.

Pada tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri, kultur tenggorokan dan tes cepat antigen streptokokal dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang. Kultur memiliki sensitifitas yang tinggi sedangkan tes cepat antigen streptokokal memiliki spesifitas yang tinggi meskipun dengan sensitifitas yang kurang optimal. Pada tonsilitis yang disebabkan oleh virus, pemeriksaan serologi diperlukan yaitu tes antibodi dengan pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan darah dengan representasi 50% limfosit dengan 10% limfosit atipikal adalah nilai yang mendukung diagnosis.1,8,9

2.7 Diagnosis Banding1. Tonsilitis DifteriTonsilitis ini disebabkan oleh Corynebactirum diphteriae. Gejala yang timbul sama seperti pada infeksi, seperti demam, nyeri kepala, tidak nafsu makan, lemah tubuh, dan nyeri menelan. Tonsil akan terlihat membengkak dan ditutupi dengan bercak putih kotor yang akan semakin meluas dan berkonfluen membentuk membran semu (pseudomembran) yang melekat erat sehingga mudah berdarah bila diangkat. Seiring perjalanan infeksi, akan ditemuka limfadenitis dengan pembengkakan menyerupai leher sapi.1

2. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)Penyakit ini disebabkan oleh spirochete atau triponema. Gejala yang timbul berupa demam hingga 40C, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Tampak mukosa faring hiperemis dengan membran putih keabuan pada tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta prosesus alveolaris, mulut berbau, dan kelenjar submandibular membesar. Bila penyakit berjalan terus, maka akan ditemukan ulkus apda faring yang tidak nyeri.8,9

2.8 Penatalaksanaan 1. MedikamentosaTerapi antibiotika sudah diteliti dan dibuktikan memberikan pengaruh yang baik terhadap perjalanan penyakit, khususnya antibiotika beta laktam. Antibiotik mengurangi demam dan mengurangi rasa sakit bila dibandingkan dengan placebo, terutama terlihat pada pemberian hari ke-3. Selain itu, pemberian beta-laktam juga memberikan perlindungan yang relatif baik terhadap demam reumatik dan glomerulonephritis. Beta-laktam juga diteliti pada beberapa studi dapat mencegah komplikasi abses peritonsil, otitis akut, dan sinusitis. Penisilin memberikan keuntungan terbanyak dengan harga termurah. Obat-obatan golongan cefalosporin lebih efekti pada penderita umur dibawah 12 tahun dan untuk tonsilitis kronik rekuren. Obat-obatan golongan macrolide dan klindamicin memberikan efek samping yang lebih banyak sehingga lebih baik digunakan hanya bila ditemukan adanya reaksi alergi terhadap penisilin.Terapi suportif seperti pemberian steroid dan analgetik juga dapat diberikan dan, menurut studi, memberikan perbaikan yang signifikan pada penderita. Steroid yang dapat diberikan seperti deksametason, betametason, dan prednisolon. Obat-obatan NSAID dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada penderita anak-anak. Menurut studi, ibuprofen memberikan efek tertinggi dengan efek samping minimal dibandingkan dengan parasetamol.1,10

2. Operatif.Terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi biasanya dilakukan ketika terapi konservatif gagal atau tidak memberikan perubahan dan pada serangan yang berulang. Indikasi untuk dilakukannya tonsilektomi adalah:a) Serangan tonsilitis lebih dari 3x pertahun meskipun sudah mendapatkan terapi yang adekuat.b) Hipertrofi tonsil yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.c) Obstruksi jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.d) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.e) Napas berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan.f) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta hemolitikus.g) Hipertrofi tonsil dengan adanya kecurigaan keganasan.h) Otitis media efusi atau otitis media supuratif.Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi untuk dilakukannya tonsilektomi adalah gangguan pendarahan, resiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. Bila keadaan ini bisa diatasi sebelumnya, maka tonsilektomi tetap dapat dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dan resikonya terhadap keadaan pasien.4,8

2.9 Komplikasi Identifikasi dan penanganan yang tepat pada tonsillitis diperlukan karena kemungkinan terjadinya komplikasi pada pasien yang tidak ditangani sangat bervariasi dan dapat berdampak buruk. Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi.1. Demam Reumatik.Demam reumatik menjadi komplikasi dari tonsilitis karena memiliki etiologi yang sama, yaitu Grup A beta haemolyticus streptococcal. Meskipun begitu, resikonya mendekati angka nol bila mendapatkan penanganan yang adekuat.8 2. Glomerulonephritis.Glomerulonephritis post-streptococcal adalah suatu kemungkinan yang masih ada meskipun penanganan sudah dilakukan dan harus diwaspadai.83. Periodic Fever, Aphtous Stomatitis, Pharyngitis, and Adenopathy Syndrome (PFAPA).PFAPA adalah suatu sindrom periodik yang sering ditemukan pada anak-anak umur 2 sampai 6 tahun, dengan predileksi lebih banyak pada laki-laki. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan reaksi inflamasi sporadis tanpa diketahui pencetusnya. Gejala yang timbul biasanya demam dengan suhu mencapai 40C atau lebih dan 1 dari 3 gejala kardinal seperti faringitis, limfadenitis servikal, dan ulkus aphthous.8 4. Obstruksi Jalan NapasPembesaran dari tonsil memiliki potensi untuk menyebabkan obstruksi jalan napas yang dapat membahayakan nyawa pasien dan harus ditangani secepatnya. Penanganan non-bedah yang dapat dilakukan adalah pemberikan steroid intravena, penempatan jalan napas melalui nasofaring, heliox, dan epinefrin. Penanganan pemberian jalan napas definitif diperlukan dengan melakukan intubasi nasotrakeal dan trakeostomi.95. Abses peritonsil dan deep neck-space infectionInfeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala-gejala yang muncul diantaranya malaise, odinofagi berat, dan trismus.2,6

2.10 PrognosisTonsilitis dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah beristirahat dan pengobatan suportif yang dapat membuat pasien merasa lebih nyaman dengan meminimalisir gejala-gejala klinis. Gejala klinis yang berkelanjutan dapat mengindikasikan adanya infeksi saluran napas lainnya.8,9

2.11 PencegahanPencegahan tonsilitis diarahkan pada pencegahan infeksi secara umum. Kebersihan diri yang baik dan kesadaran akan kebersihan lingkungan menjadi kunci utama untuk menghindari terjadinya infeksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mencuci tangan lebih sering, khususnya sebelum makan. Menjaga kebersihan makanan dan makan makanan bergizi seimbang akan sangat membantu untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan fungsi pertahanan tubuh dan mengurangi resiko infeksi yang masuk bersama dengan makanan.

BAB IIILAPORAN KASUS

I. Identitas PenderitaNama: INDUmur: 8 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiPendidikan: Sekolah DasarPekerjaan: Siswa Suku Bangsa: BaliAgama: HinduAlamat: Banjar Bingin AbangTgl Pemeriksaan: 24 Maret 2015

II. AnamnesaKeluhan Utama: Nyeri pada tenggorokan saat menelanRiwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Karangasem tanggal 24 Maret 2015 dengan keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan. Keluhan ini dirasakan 5 hari yang lalu. Pasien dikatakan demam, pilek dengan secret encer sejak 5 hari yang lalu. Pasien dikatakan mendengkur saat tidur.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami sakit yang serupa sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan alergi disangkal.Riwayat PengobatanPasien belum mengkonsumsi obat sebelumnya untuk mengobati penyakitnyaRiwayat Penyakit dalam Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.Riwayat Pribadi dan SosialPenderita adalah seorang siswa sekolah dasar. Pasien mengatakan sering jajan makanan-makanan ringan gerobak di sekitar daerah sekolah dan sering makan makanan dingin seperti es. Riwayat minum alkohol dan kebiasaan merokok disangkal.

III. Pemeriksaan FisikStatus PresentKesadaran: Compos MentisStatus GeneralKepala: NormocephaliMata: Anemis -/- , ikterus -/-THT: Sesuai status lokalis Leher: Pembesaran KGB (+)

Status Lokalis THTTelingaKananKiri

Daun telingaNormalNormal

Nyeri Tekan TragusTidak adaTidak ada

Nyeri Tarik AurikulerTidak adaTidak ada

MAELapang Serumen (-)Cairan (-)LapangSerumen (-)Cairan (-)

Membran TimpaniIntakIntak

TumorTidak adaTidak ada

HidungKananKiri

Hidung LuarNormalNormal

Kavum NasiLapang Lapang

SeptumTidak ada deviasiTidak ada deviasi

SekretAdaAda

MukosaHiperemiHiperemi

TumorTidak adaTidak ada

KonkaKongestiKongesti

SinusNormalNormal

KoanaNormalNormal

Tenggorok

DispneuTidak ada

SianosisTidak ada

MukosaHiperemi

Dinding belakang faringGranulasi (-), post nasal drip (-)

StridorTidak ada

SuaraNormal

TonsilT4 / T3 Hiperemis

IV. ResumePasien perempuan berumur 8 tahun, beragama Hindu, suku Bali dengan keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan demam disertai pilek 5 hari yang lalu dengan sekret dari hidung yang encer.Pemeriksaan fisik telinga, tidak didapatkan adanya kelainan yang berarti, kondisi telinga masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung, didapatkan kedua cavum nasi normal, terdapat discharge pada kedua sisi, mukosa hiperemis dan kedua concha nasi dekongesti. Pada pemeriksaan tenggorok, dapat dilihat pembesaran tonsil dengan grading T4 pada tonsil kiri dan T3 pada tonsil kanan dengan keadaan hiperemis.

V. Diagnosis KerjaTonsilitis Kronik T4-T3

VI. PenatalaksanaanMedikamentosa: Cefixime 3x100mg Paracetamol 3xI Librofed 3xIOperatif: Usulan untuk dilakukan prosedur tonsilektomiKIE: Hindari faktor pencetus timbulnya penyakit Kontrol ke poli THT setelah obat habisVII. PrognosisDubius ad bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan ketika menelan sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam disertai pilek 5 hari yang lalu dengan sekret encer dan pasien mendengkur saat tidur. Dari pemeriksaan fisik tenggorok, didapatkan pembesaran tonsil dengan tingkat pembesaran T4 pada tonsil kiri dan T3 pada tonsil kanan. Riwayat penyakit lain seperti alergi dan penyakit sistemik disangkal.Berdasarkan Anamnesis, gangguan yang dikeluhkan oleh pasien sesuai dengan gambaran klinis pada pasien dengan tonsilitis. Nyeri menelan merupakan keluhan utama pasien tonsillitis karena merupakan gejala yang paling mengganggu aktifitas. Demam, batuk, dan pilek dapat ditemukan pada pasien dengan tonsilitis, namun tidak dominan dan tidak selalu ditemukan.7Nyeri menelan dirasakan oleh pasien karena adanya proses peradangan yang membuat adanya pelepasan mediator-mediator inflamasi akibat infeksi dari patogen pada tonsil. Reaksi peradangan ini juga menimbulkan demam, kemerahan pada mukosa faring dan tonsil, serta pembesaran atau pembengkakan dari tonsil hingga menutupi orofaring.Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan status general pasien, ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening. Selain daripada itu, hasil pemeriksaan masih dalam batas normal. Pada status THT, hasil pemeriksaan telinga menunjukkan masih dalam batas normal. Pemeriksaan hidung menunjukkan mukosa yang hiperemis pada kedua sisi dengan konka yang kongesti, sedangkan pemeriksaan tenggorok menunjukkan mukosa hiperemis dengan pembesaran tonsil dengan level T4 pada tonsil kiri dan T3 pada tonsil kanan.Hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan sesuai dengan perjalanan penyakit tonsilitis dimana dapat ditemukan pembesaran tonsil akibat dari mediator inflamasi pada reaksi peradangan sehingga tonsil hiperemis, dan edema. Gambaran pemeriksaan hidung menunjukkan kongesti pada konka dan mukosa yang hiperemis menunjukkan adanya proses peradangan akibat infeksi pada daerah hidung yang dapat ikut serta menjadi factor pencetus terjadinya tonsilitis.Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis tonsilitis sudah dapat ditegakkan. Diagnosis diarahkan dari gejala klinis berupa nyeri saat menelan yang disertai dengan batuk pilek. Penemuan pembesaran tonsil dan juga tanda-tanda radang pada organ hidung dan tenggorokan juga mendukung penegakkan diagnosis tonsilitis.Penatalaksanaan tonsilitis dapat berupa terapi antibiotik, suportif, ataupun terapi operatif dengan indikasi tertentu. Pada kasus ini, penderita diberikan antibiotik untuk menanggulangi infeksi yang sedang terjadi dan diharapkan dapat mengurangi reaksi peradangan. Parasetamol juga diberikan sebagai analgesik dan antipiretik apabila keluhan nyeri dan demam atau kenaikan suhu tubuh dirasakan oleh pasien. Dekongestan diberikan kepada pasien karena adanya juga gejala dan keluhan hidung tersumbat pada pasien dengan pemeriksaan kongesti pada konka. Terapi operatif juga diusulkan karena pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama menandakan adanya perjalanan penyakit yang kronis. Hipertrofi tonsil yang menutupi sebagian orofaring juga menjadi salah satu pertimbangan sebagai indikasi untuk melakukan tonsilektomi. KIE yang diberikan kepada pasien berupa pengingat untuk menghindari faktor-faktor pencetus seperti makan makanan yang mengandung es atau dingin, makanan yang tidak terjamin kebersihannya, dan juga agar pasien untuk menjaga kebersihan dan membiasakan mencuci tangan. Pasien diminta untuk kontrol kembali ke poliklinik untuk mengevaluasi kembali efikasi obat dan perkembangan perjalanan penyakit.1,4,8,9,10

DAFTAR PUSTAKA1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala & Leher ed Ketujuh. FKUI Jakarta: 2007.199-203.2. Udayan KS. Tonsilitis and Peritonsillar Abscess. (Online). 2011. (diakses: 24 Maret 2015). sumber: http://www.emedicine.medscape.com.3. Amalia, Nina. Karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2009. 2011.4. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsilitis, Tonsilectomy, and Adenoidectomy. In : Head & Neck Surgery-Otolaryngology: 2006.5. Boles AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG, 1997.p263-3406. Gross CW, Horrison SE. Tonsils and Adenoid. In: Pediatrics In Review. (online). 2000. (diakses: 24 Maret 2015). sumber: http://www.pediatricsinreview.com7. Adnan D, Ionita E. Contribution To the Clinical, Histological, Histochimical and Microbiological Study Of Chronic Tonsilitis. Pdf.8. Sidell D, Shapiro NL. Acute Tonsillitis. Infectious Disorders Drug Targets, 2012, 12, 271-276.9. Stelter K. Tonsillitis and sore throat in children. GMS Current Topics in Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery 2014, Vol. 13, ISSN 1865-1011.10. Van Schoor J. Colds, flu, and coughing: over-the-counter products for pharyngitis and tonsillitis. S Afr Fam Pract 2013;55(4):330-333.

1