Sistem Kendali Penerbangan Quadrotor Pada Keadaan Melayang ...
Web viewTUJUAN PRAKTIKUM. Melakukan uji ... memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam ... pada...
Transcript of Web viewTUJUAN PRAKTIKUM. Melakukan uji ... memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam ... pada...
A. TUJUAN PRAKTIKUM Melakukan uji kualitatif pewarna pada makanan Menentukan kadar suatu pewarna dengan metode spektrofotometri Menentukan kadar suatu pewarna dengan metode kromatografi lapis kertas
B. DASAR TEORI
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus
mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena
makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan
(Moehji, 1992). Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil
semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu
mengundang selera. bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai
jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik
perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri
yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam
makanan, seperti pencoklatan (deMan JM. 1997). Selain itu, beberapa warna spesifik
dari buah juga dikaitkan dengan kematangan.
Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, menimbulkan
banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan
minuman (Fennema OR. 1996; Smith J. 1991). Tujuan dari penggunaan zat warna
tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman menjadi menarik,
sehingga memenuhi keinginan konsumen. Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna
alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi proses untuk
memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak
stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan
dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas.
Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap
berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna
yang lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk
digunakan (deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat warna
sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik itu
memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat warna
azo (Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap
mencit (Tsuda S. et al. 2006). Selain itu, zat warna Red No. 3juga terbukti dapat
merangsang terjadinya kanker payudara secara in vitro (Dees C. et al. 2006). Maka,
penggunaannya harus diatur secara tegas.
Penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker
dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan
(food grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda
sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Namun masih saja ada
sejumlah oknum produsen makanan yang menambahkan pewarna sintetis pada makanan,
yang dilatar belakangi oleh inginnya mendapat keuntungan besar namun pengeluaran
modal yang sedikit atau minim, tanpa memikirkan keamanan bagi tubuh konsumen yang
mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya produsen makanan tersebut menjajahkannya
di sekitar sekolah sekolah karena anak anak tertarik akan warna yang mencolok sehingga
anak – anak sering menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang menggunakan pewarna
sintetis akan sangat mencolok dan sangat terang sekali warna yang di timbulkan pada
makanannya, tiak mudah pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak ciri
cirinya. Bahkan beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang
penggunaan pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine. Mereka lebih
merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten.
Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang
diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal
10. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan,
dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui
batas ambang maksimal yang ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor:
00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen POM
1997).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam
dan kebanyakan menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan yang telah
ditetapkan, diharapkan keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan tetapi, kenyataannya
tidaklah demikian. Hal tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di pinggiran jalan,
biasanya menggunakan bahan tambahan makanan, termasuk zat warna, yang tidak
diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-bahan itu mudah diperoleh dalam kemasan
kecil di toko dan pasar dengan harga murah (Maskar DH. 2004; Sihombing N. 1985).
Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan,
dapat terjadi karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna sintetik itu,
misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih menarik. Atau, hal itu
bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen makanan membeli zat warna sintetik yang
dikiranya aman, tetapi ternyata mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan.
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari
pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari
bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna
merah.
Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan
(non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan,
mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan
Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup.
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau member warna pada makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu
pewarna alami dan pewarna buatan.
1. Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-
tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,
sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah
orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat,
cabe merah, wortel.
d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet
biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
2. Pewarna Buatan
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk
akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali
tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya
(Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan
pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya
terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-
jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara
lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan
manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat
pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan
(Seto,2001).
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis warna pada makanan yang menurut kami
mencurigakan, dengan menggunakan meode kualitatif sederhana menggunakan benang
wol sebagai medianya. Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
makanan tersebut positif mengandung pewarna sintetis atau tidak, dan dilakukan juga
agar mahasiswa dapat mengetahui cara analisis warna pada makanan sekitarnya.
Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada
industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya
pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85.
Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya,
BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol,
dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin
B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam
tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang
berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat
berfluorensi dalam sinar matahari.
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk
kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga
merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam
laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au,
Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165oC.
Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat
informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja
disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang
terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh
senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen (Subandi,1999). Dengan
terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini
berbahaya jika digunakan dalam makanan.
Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana
senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya.
Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat
digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan
xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida
menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi
ini akan menghasilkan rhodamin B.
Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi.
Ikatan konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna
merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat
adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan
terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl yang ada sendiri
adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik
akan menyebabkan toksik dan karsinogen.
Spektrofotometri Visible
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang
dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang
dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm
dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.
Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi
terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu
membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi
lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap
oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan
sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila
menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila
menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran yang ada di dalam sampel di
antara dua fase, yakni fase diam (padat atau cair) dan fase gerak. Ada banyak macam-
macam kromatografi tapi disini saya akan menjelaskan empat macam kromatografi saja,
yaitu kromatografi gas, kromatografi cair Kinerja Tinggi, kromatografi kertas, dan
kromatografi lapis tipis. Dalam kromatografi partisi cairan, fase cair yang bergerak
mengalir melewati fase cair yang diserapkan pada suatu pendukung, dalam kromatografi
kertas pendukung itu adalah kertas atau kertas terolah. Kromatografi yang menggunakan
kertas selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar
lainnya.
Prinsip kromatografi kertas adalah pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan
berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Sepotong kertas saring Whatmann no.1
ukuran 25-30 cm panjangnya dan 1,5 cm lebarnya, ditanda garis tipis dengan pensil
sekitar 5 cm dari garis ujung. Campuran itu yang mengandung glisina, alanine,
valina,dan leusina. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas. Kertas
digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh uap pelarut.
Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan
pergerakan pelarut pada kertas.
(www.artinhartono.blogspot.com)
Untuk tujuan identifikasi, noda-noda dikarakteristikkan berdasarkan nilai Rf-nya.
Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selamawaktu yang
sama. Nilai Rf yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan yang tidak
diketahui dengan menggunakan beberapa sistem pelarut yang berbeda memberikan bukti
yang kuat bahwa nilai untuk kedua senyawa tersebut adalah identik, terutama jika
senyawa tersebut dijalankan secara berdampingan di sepanjang pita kertas yang sama.
Rumusnya adalah:
Rf = jarak yangditempuh nodajarak yangditempuh pelarut
C. ALAT DAN BAHAN
D. LANGKAH KERJA1. Analisa kualitatif
Menyediakan 40 cm benang wool dan dididihkan dalam air mendidih
selama 30 menit
Setelah dididihkan selama 30 menit angkat dan keringkan
benang wool
Mempipet 30-50 mL sampel minuman sedikit diasamkan
dengan HCl 0.05 N. Bila sampelnya padat maka homogenkan sampel
dengan aquadest 25 mL kemudian asamkan juga dengan HCL 0.05 N
(Ph 4-5)
Benang yang sudah kering dimasukan kedalam sampel cair
yang diasamkan. kemudian dididihkan selama 30 menit.
kemudian keluarkan benang, cuci dan keringkan
Bagi 4 bagian benang, dan simpan benang diatas plat tetes
Masing-masing benang ditetesi dengan NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12% dan H2SO4 pekat.
Amati perubahan warna yang terbentuk dan bandingkan dengan
tabel warna rujukan.
Alat Bahan Gelas Kimia
Hot Plate
Plat tetes
Pipet Tetes Chamber
Kertas Saring
Batang Pengaduk
Pipa Kapiler
Plat Tetes
Hot Plate
Gelas Kimia
Corong
Benang Wol
Benang wool
HCl encer 0.5 N
HCl Pekat
NaOH 10%
H2SO4 pekat
NH4OH 12%
Sampel (Saos, Sozis, Ale-ale, Tomat)
Aquadest
N-Butanol
Eter
2. Spektrofotometer UV-VIS Pembuatan larutan rhodamin b
Preparasi sampel
0,1 gr Rhodamin B ditimbang, dilarutkan
dalam 100 mL HCl 0.1 N (larutan induk)
Larutan induk dipipet sebanyak 10 mL lalu
diencerkan hingga 100 mL menggunakan HCl 0.1
N ( larutan 100 ppm)
Larutan standar dipipet sebanyak
0;2.5;5;7.5;10;12.5 ml dan di encerkan hingga
100 mL dengan HCl 0.1N
Sebanyak 20.0450 gr sosis dan 15.0280 gr
saus sambal ditimbangSampel sosis dihaluskan
Masing-masing sampel ditambahkan 14 mL
aquades, 25 mL etanol, dan 1 mL amonia
Larutan diaduk, dimasukkan benang
wool dan didiamkan 30 menit
Larutan sampel masing-masing disaring lalu dipekatkan di atas
hotplate
Benang wool dipindahkan ke gelas
kimia baru lalu ditambahkan larutan
ammonia
Larutan tersebut dipanaskan hingga
warna dari benang wool luntur
Benang wool diambil lalu larutan disaring
Masing-masing larutan sampel diukur pada λ
540nm
3. Kromatografi lapis tipis (sita)
E. PENGAMATAN DAN PERITUNGAN1. Analisa kualitatif
Beberapa jenis bahan pewarna sintesis yang dapat diidentifikasi dari perubahan warna
benang wool oleh perlakuan berbagai pereaksi
Pewarna HCl Pekat H2SO4 pekat NaOH 10% NH4OH 12%
No Gambar Data Pengamatan
1
Perubahan warna yang
terlihat setelah di tetesi
berbagai macam pelarut
2
Perubahan warna yang
terlihat setelah di tetesi
berbagai macam pelarut
Sampel + NaOH 10%
Sampel +NH4OH 12%
Ampel + HCl pekat
Sampel + H2SO4
Rhodamin B Orange Kuning Lebih Biru Lebih Kebiruan
Amaranth Lebih Gelap Ungu
kecoklatan
Coklat Keruh
Kemerahan
Sedikit Berubah
Erytrosine Orange-kuning Orange-kuning Tidak berubah Tidak Berubah
Tartazine Lebih gelap Lebih gelap Sedikit berubah Biru
Fast Green FCF Orange Hijau cokelat Biru Tidak Berubah
Aniline Yellow Violet-merah Orange Kuning Sedikit berubah Tidak Berubah
Orange G Sedikit berubah Orange Coklt Kusam-
Merah
Lebih kebiruan
Acid Violet G Kuning
kecoklatan
Kuning
kecoklatan gelap
Kuning Sedikit berubah
Azoflavine Merah Violet Merah violet Coklat Kusam Sedikit berubah
Acid Yellow Merah Orange Sedikit Berubah Almost
Decoloration
Methyl Violet Kekuningan Kekuningan Decolorized Orange
Turmeric Merah Coklat
kemerahan
Orange
Hasil Pengamatan
Sampel HCl Pekat H2SO4 pekat NaOH 10% NH4OH 12%Kandungan
Zat warna
Saos Lebih Gelap Lebih GelapSedikit
berubah
Sedikit
berubahTartazin
Soziz Violet-merahOrange
Kuning
Sedikit
berubah
Sedikit
Berubah
Aniline
Yellow
Ale-aleTidak
BerubahLebih Gelap
Tidak
Berubah
Tidak
Berubah-
TomatTidak
Berubah
Coklat
Kemerahan
Tidak
Berubah
Tidak
Berubah-
2. Spektrofotometer Visible
Pembuatan Larutan Standar
1000 ppmBerat Rhodamim B = 0,1 grV pelarut = 100 mL
100 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 1000= 100 . 100X = 10 mL
2,5 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 100 . 2.5X = 2.5 mL
5 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 100 . 5X = 5 mL
7.5 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 100 . 2,5X = 2.5 mL
10 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 100 . 10X = 10 mL
12.5 ppmV1 . N1 = V2 . N2
X . 100 = 100 . 12.5X = 12.5 mL
Pengukuran dilakukan pada λmax 540nm
Konsentrasi standar (ppm) Absorbansi0 02,5 0.2565 0.4887,5 0.70810 0.87212,5 0.996Sampel sosis 0,083Sampel saus sambal 0,092
0 2 4 6 8 10 12 140
0.20.40.60.8
11.2
f(x) = 0.0805485714285714 x + 0.049904761904762R² = 0.985221777008644
Kurva Kalibrasi
AbsorbansiLinear (Absorbansi)
Konsentrasi (ppm)
Abso
rban
si
Konsentrasi rhodamin B pada sampel sosisy = 0.0805x + 0.04990,083 = 0.0805x + 0.0499
X = 0,083−0.0499
0.0805X = 0.4112 ppm
Konsentrasi rhodamin B pada sampel saus sambaly = 0.0805x + 0.04990,092 = 0.0805x + 0.0499
X = 0,092−0.0499
0.0805X = 0.5229 ppm
3. Kromatografi Lapis Tipis
GAMBAR KETERANGANBenang Wol yang digunakan untuk uji pewarna
sintetis
Benang Co di rendam oleh eter untuk menghilankan zat warna yang terkandung
dalam benang wol tersebut
Sampel yang di gunakan untuk pengujian pewarna sintetis rhodamin B.
(pada awalnya sampel terdapat 4 macam yaitu Saos, sosis, miuman ale-ale dan kerupuk akan
tetapi karena larutan standar untuk pembandingnya tidak tersedia maka hanya
dilakukan uji terhadap 2 sampel yaitu sosis dan saos)
Sampel sosis di haluskan terlebih dahulu
Proses penimbangan sampel. Sampel sosis di timbang sebanyak 20 gram dan Saos di timbang
sebanyak 15 gram
Peparasi Sampel padat dan semi padat yang telah ditambahkan oleh etanol, air dan amoniak
dalam suasana asam didiamkan selama 30 menit
Proses penyaringan sampel
Filtrat hasil penyaringan
Memasukkan benang wol yang telah di rendam eter dan telah di keringkan ke dalam larutan
sampel kemudian di panaskan selama 30 menit. Dari proses ini akan terjadi proses penyerapan
warna oleh benang wol.
benang wol yang sudah di rendam oleh larutan sampel di ambil dan di pindahkan ke
erlenmeyer baru kemudian di tambahkan amoniak encer.
Benang wol yang di rendam oleh amonia encer yang dibantu dengan pemanasan akan terjadi pelunturan warna dari benang wol, kemudian benang wol di ambil dan larutan di pekatkan
dengan cara pemanasan.
Larutan standar rhodamin B 100 ppm
Larutan standar dan larutan sampel yang sudah dipekatkan
Penjenuhan Chambers kromatografi kertas selama 1 hari oleh eluen n butanol : asam
asetat glasial : air (4 : 5 : 1)
Pembuatan kertas penyerap yang disesuaikan ukuranya dengan Chambers dan di tentukanbatas bawah dan batas atasnya
Proses perambatan eluen terhadap asa diam
Hasil dari perambatan oleh eluen di keringkan terlebih dahulu, setelah itu di lakukan
pengecekkan rambatan warna di bawah sinar UV
Pengecekan warna di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
kemudian di bandingkan Rf standar dan Rf dari sampel
F. PEMBAHASAN1. Analisa kualitatif
Pewarna kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu memerlukan
perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland) seperti emulsifier. Pewarna pangan
alami adalah diekstraksi dan diisolasi dari tanaman dan hewan yang berbeda yang tidak
memberikan efek yang membahayakan sehingga dapat digunakan dalam beberapa pangan
dalam jumlah tertentu. Pewarna ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang cerah dan tidak
merata, namun sangat murah. Namun, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika
dikonsumsi dalam jumlah besar memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi
dan lain-lain (Vries 1996).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena meskipun
makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu disajikan, akan
mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992).
Hal ini didukung oleh Sanjur (1982) bahwa penampakan dari makanan dan minuman
merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi dan kesukaan konsumen.
Winarno (2004) menyatakan bahwa penentuan mutu bahan makanan pada umumnya
tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Tetapi
Sebelum faktor-faktor itu dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih
dahulu dan terkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan
teksturnya yang sangat baik tidak akan dimakan jika tidak sedap dipandang. Studi pada
manusia menunjukkan bahwa pewarna pangan dapat menginduksi reaksi-reaksi alergi secara
lebih luas hanya dalam individu-individu sensitive (Babu and Shenolikar, 1995).
Pada praktikum ini melakukan identifikasi Zat Pewarna pada makanan yang
dilakukan di laboratorium meliputi beberapa tahap. Yaitu tahap pertama melakukan persiapan
bahan dan sampel yang akan dianalisis warnanya. Kemudian dilakukan pengasaman terlebih
dahulu terhadap sampel yang akan diujikan dengan cara mengukur pHnya Antara 4-5, untuk
sampel yang bersifat basa/belum mencapai pH ditambahkan HCL 0.05 N. Sampel yang
digunakan terdiri dari ale-ale, soziz, saos dan tomat . Identifikasi terhadap kandungan
pewarna sintetis yang terdapat dalam sampel, dilakukan dengan menggunakan benang wol.
Sebelum melakukan analisis, benang wol dipanaskan terlebih dahulu selama 30 menit pada
suhu 100oC dengan tujuan untuk menghilangkan zat warna lain pada benang wol yang
memungkinkan akan mengganggu pada saat analisa zat warna. Setelah itu benang wol
dikeringkan dan kemudian dimasukkan kedalam sampel yang sudah dilakukan pengasaman
dan dipanaskan selama 30 menit.
Analisis warna dari sampel yang diujikan dilakukan dengan membandingkan hasil
pengamatan setelah ditambahkan pelarut uji (HCl pekat, H2SO4 pekat, NH4OH 12% dan
NaOH 10%), dengan tabel warna, jika hasil dari analisis menunjukkan hasil yang sesuai
dengan yang tertera pada table, maka makanan tersebut positif mengandung zat pewarna
sintesis sesuai dengan yang diketahuinya zat apa. Sedangkan hasil pengujian yang tidak
sesuai dengan tabel berarti hasilnya negatif, yaitu belum bisa dinyatakan bahwa makanan
tersebut mengandung zat pewarna sintetis.
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa tidak semua sampel yang dianalisis
mengandung pewarna sintesis. Sampel yang mengandung pewarna sintesis adalah soziz yaitu
mengandung pewarna aniline yellow dan saos mengandung pewarna sistesis tartazin.
Sedangkan untuk sampel tomat dan ale-ale tidak mengandung pewarna sintesis, hal tersebut
dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada benang wol yang telah direndam
dalam sampel dan ditetesi oleh pereaksi-pereaksi yang telah disediakan.
2. Spektrofotometri
Penentuan zat pewarna sintesis dalam suatu bahan pangan secara kuantitatif
dilakukan dengan metode Spektrofotometri visible, dimana pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang 540 nm. Digunakan panjang gelomban 540 nm karena pada panjang
gelombang tersebut sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar dapat diserap maksimal oleh
larutan yang akan diukur.
Sampel yang digunakan pada percobaan yaitu sampel sosis dan saus sambal,
dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu
Untuk dapat menentukan kadar zat pewarna dalam sampel tersebut, maka perlu
dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Kurva kalibrasi ini didapatkan dari pengukuran
terhadap deret larutan standar dengan berbagai macam konsentrasi. Larutan standar yang
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi adalah larutan Rhodamine-B. Setelah membuat
kurva kalibrasi, pengukuran dilanjutkan pada sampel. Untuk mengukur konsentrasi pada
sampel dilakukan dengan mengukur absorbansi sampel, kemudian dimasukkan kedalam
kurva kalibrasi, dengan menarik garis dari titik absorbansi sampel berada, hingga
menyinggung garis kurva kalibrasi, sehingga dapat diketahui konsentrasinya.
Pada saat penentuan kadar zat warna dalam sampel dengan menggunakan
spektrofotometer visibel, dilakukan pembuatan blanko. Blanko adalah pereaksi tanpa
sampel atau pun standar, blanko hanya berisi preaksi yang ditambahkan selama analisis
berlangsung. Fungsi blanko adalah untuk mengkoreksi cahaya yang diserap sebagian oleh
pereaksi, sehingga pada proses pengukuran absorban yang terukur merupakan absorban dari
zat yang akan dianalisis saja.
Dari percobaan penentuan kadar zat pewarna sintesis dengan metode
spektrofotometri tersebut didapatkan konsentrasi zat warna dalam sosis sebesar 0.4112 ppm
dan dalam saus sambal sebesar 0,5229 ppm.
Kromatografi lapis tipis
Sebelum dilakukan kromatografi kertas, zat warna yang ada dalam sampel diekstraksi
terlebih dahulu menggunakan metode serapan benang wol. Prinsipnya adalah penarikan zat
warna dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan pemanasan
dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa.
Benang wol tersusun atas ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan sistina,
asam glutarnat, lisin, asam aspartic dan arginin. Rhodamin B dapat melewati lapisan kutikula
melalui perombakan sestina menjadi sistein dengan suatu asam. Sistein terbentuk melalui
pecahnya ikatan S-S dari sistina karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut terbuka,
maka rhodamin B dapat masuk kedalam benang wol dan berikatan dengan COO¯ dari asam
aspartik juga berikatan dengan NH3+ dari Arginin dengan reaksi sebagai berikut :
+
Mekanisme Pengikatan Rhodamin B dalam Benang Wol
(Soeprijono, dkk., 1974, cit: Kurnia, 2005)
Selanjutnya prinsip dari kromatografi kertas adalah pelarut bergerak lambat,
komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan
pada perbedaan bercak warna. Sebanyak 2 sampel berbeda (sosis dan saus) yang ditotolkan
pada kertas, dan dilihat nilai Rf sampel mendekati Rf standar Rhodamin B atau tidak.
Eluen (n-butanol : asam asetat glasial : air = 4:5:1) dijenuhkan terlebih dahulu.
Air berfungsi sebagai pelarut yang bersifat polar. Karena sifatnya yang polar, air tidak dapat
melarutkan lipid yang bersifat nonpolar. Sampel dipreparasi dengan menambahkan NH4OH
yang berfungsi mempercepat pembagian solut dalam hal ini sampel kedalam dua pelarut yg
tidak saling bercampur sehingga didapat fase organiknya. Eter digunakan untuk melarutkan
zat-zat selain lemak yang terkandung dalam zat yang akan diselidiki pada praktikum. Zat
selain lemak tersebut akan menguap secara cepat bersama eter. Zat-zat tersebut perlu
dihilangkan agar tidak mengganggu jalannya reaksi. Bejana ditutup rapat dan dijenuhkan
dengan cara melapisi dinding bagian dalam bejana dengan kertas saring yang dibasahi dengan
sistem pelarut yang ditetapkan, untuk bejana yang berukuran besar, perlu dilakukan
penjenuhan selama satu malam.
Eluen ditempatkan pada dasar bejana dan kertas digantung sehingga bagian ujung
kertas yang telah ditotolkan akan meyerap eluen. Bejana kemudian ditutup lagi. Jika batas
perambatan pelarut telah mencapai ketinggian yang dikehendaki, bejana dibuka, kertas
dikeluarkan dan kemudian dikeringkan. Namun, tidak terjadi perambatan warna pada kertas,
ini bisa disebabkan karena larutan uji yang ditotolkan tersebut kurang pekat, sehingga warna
pada kertas tidak nampak meski dilihat dengan sinar UV. Jadi nilai Rf pun tidak dapat
diketahui karena tidak adanya rambatan warna yang terbentuk pada kertas.
G. KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Sampel saos mengandung pewarna sisntesis tartazin
2. Sampel soziz mengandung pewarna sintesis aniline yellow
3. Sampel tomat dan ale-ale tidak mengandung pewarna sintesis
H. DAFTAR PUSTAKAI. Utami,Wahyu.2012.”Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148
– 155” diunduh pada tanggal 4 desember 2014
J. Anonim. 2010. Bahan Aditif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia. [ Online ]
tersedia pada http://www.wordpress.com . [Diakses Pada tanggal 4 Desember 2014]
K. Anonim. 2011. Laporan praktikum analisis warna.
https://ehajulaeha027.wordpress.com/2014/10/06/jurnal-laporan-praktikum-analisis-
warna-2/. [Diakses Pada tanggal 4 Desember 2014]