TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

60
TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN PLASTICIZER TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM MELATI MAEKY PERMATA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2020

Transcript of TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

Page 1: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN

PLASTICIZER TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM

MELATI MAEKY PERMATA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2020

Page 2: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …
Page 3: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Tinjauan

Sistematis: Pengaruh Jenis Pati dan Plasticizer Terhadap Karakteristik Edible

Film” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2020

Melati Maeky Permata

F24160061

Page 4: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

ABSTRAK

MELATI MAEKY PERMATA. Tinjauan Sistematis: Pengaruh Jenis Pati dan

Plasticizer terhadap Karakteristik Edible Film. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA.

Edible film merupakan bahan pengemas organik berbentuk lapisan tipis

berupa lembaran yang diaplikasikan pada bahan pangan. Penggunaan edible film

dapat menghambat pembusukan oleh mikroba dan difusi oksigen serta uap air ke

dalam bahan pangan sehingga keamanan pangan tetap terjaga. Material yang

berpotensi untuk dijadikan edible film adalah pati-patian karena ketersediannya

melimpah, ekonomis, bersifat biodegradable, dan dapat memberikan karakteristik

fisik dan mekanis yang baik. Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk

mengidentifikasi, menganalisis, membandingkan sumber literatur berupa

penelitian yang membahas pengaruh jenis pati dan plasticizer terhadap

karakteristik edible film yang dihasilkan. Data dan infomasi yang dicantumkan

pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari jurnal, skripsi,

tesis, disertasi, dan berbagai artikel ilmiah yang sumber isinya dapat

dipertanggungjawabkan dan relevan dengan penelitian atau kajian yang dilakukan.

Pencarian pustaka dilakukan pada tiga database: Google Scholar, Research Gate

dan Science Direct. Proses penyeleksian menghasilkan 22 pustaka sesuai kriteria

yang memuat bahan dasar edible film: pati singkong, jagung, sagu, kentang, buah

sukun, dan buah lindur. Edible film yang terbuat dari pati memiliki kekurangan,

yaitu rendahnya resistensi terhadap air dan sifat penghalang terhadap uap air yang

berpengaruh terhadap kestabilan film. Untuk meningkatkan kestabilannya, perlu

ditambahkan polimer lainnya, yaitu plasticizer. Karakteristik terbaik edible film

mengacu pada standar edible film yang ditentukan pada Japanese Industrial

Standard (1975). Dapat diketahui secara umum, semua jenis pati dan plasticizer

dapat menghasilkan nilai ketebalan, water vapor transmition rate, kuat tarik, dan

elongasi yang sesuai standar dengan perbandingan kadar pati dan plasticizer

tertentu. Penambahan plasticizer pada kadar tertentu dapat menurunkan kualitas

dari karakteristik edible film.

Kata kunci: edible film, pati, plasticizer, tinjauan sistematis

Page 5: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

ABSTRACT

MELATI MAEKY PERMATA. A Systematic Review: The Effect of Starch and

Plasticizer Types on Characteristics of Edible Film. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA.

Edible film is an organic packaging material consisting of a thin sheet which

is applied to food ingredients. The use of edible films can inhibit microbial

spoilage and diffusion of oxygen and water vapor into the foodstuffs, so that food

safety is maintained. The material that has potential to be used as edible film is

starch because it is abundant, economic, biodegradable, and can be provide good

physical and mechanical characteristics. This systematic review aims to identify,

analyze, and compare literature sources that discusses the effect of starch and

plasticizers types on characteristics of edible film produced. The data and

information included in this research are secondary data obtained from journals,

theses, dissertations, and various scientific articles whose content sources

accountable and relevant to the research or study conducted. The library search

was carried out on three databases: Google Scholar, ResearchGate and Science

Direct. The selection process resulted in 22 articles according to the criteria

containing the basic ingredients of edible film: starch of cassava, corn, sago,

potatoes, breadfruit, and lindur fruit. Edible films made of starch have

disadvantages, that is low resistance to water and barrier properties against water

vapor that affect the stability of the film. To increase its stability, it is necessary to

add other polymers, that is plasticizers. The best characteristics of edible films

refer to the edible film standards specified in the Japanese Industrial Standard

(1975). It is generally known that all types of starch and plasticizers can produce

thickness, water vapor transmition rate, tensile strength, and elongation values

according to the standard with a certain ratio of starch and plasticizer content. The

addition of plasticizer at a certain level can reduce the quality of the

characteristics of the edible film.

Keywords: edible film, plasticizer, starch, systematic review

Page 6: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

© Hak Cipta milik IPB, tahun 20201

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 7: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN

PLASTICIZER TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM

MELATI MAEKY PERMATA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana pada

Program Studi Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2020

Page 8: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

Tim Penguji pada Ujian Skripsi:

1 Dr. Didah Nur Faridah

2 Dr. Muhammad Arpah

Page 9: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …
Page 10: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

Judul Skripsi : Tinjauan Sistematis: Pengaruh Jenis Pati dan Plasticizer Terhadap

Karakteristik Edible Film

Nama : Melati Maeky Permata

NIM : F24160061

Disetujui oleh

Pembimbing 1: Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA

Diketahui oleh

Ketua Program Studi:

Dr. Eko Hari Purnomo STP. M.Sc

NIP 19760412 199903 1 004

Tanggal Ujian: 15 September 2020

Tanggal Lulus: 01 Februari 2021

Page 11: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih adalah kemasan pangan berupa edible film, dengan judul “Tinjauan

Sistematis: Pengaruh Jenis Pati dan Plasticizer terhadap Karakteristik Edible

Film.”

Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu dan mendukung selama penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Rohmanuadi Al Herman Tetuko dan Siti Kulwati, terima kasih untuk kedua

orang tua, kakak-kakak dan adik (Lutfia, Garsinia, Azizah, dan Hadi), serta

seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya,

2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku dosen pembimbing, atas bantuan

dan waktu yang telah diluangkan untuk memberikan bimbingan, arahan, dan

dukungan selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir,

3. Dr. Didah Nur Faridah dan Dr. Muhammad Arpah selaku dosen penguji

skripsi, serta seluruh dosen pengajar mata kuliah, teknisi laboratorium, dan

staff di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

4. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, yaitu Tsabitah

Shofiyana, Alifah Syahfitri, Octaria Intan, Nur Dona Oktaviani, Eka Sulaecha,

Desi Amalia, dan Tashia Agustin,

5. Teman-teman satu bimbingan atas segala bantuan dan dukungannya, yaitu

Riani Atikah, Meghan Oceanny, dan Alifa Sekarputri,

6. Teman-teman Yeasterian Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 53 yang telah

membersamai selama lebih kurang 4 tahun di kampus serta memberi bantuan

dan dukungan selama proses penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis memohon kritik dan saran demi

perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini dapat

bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

lingkup Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, September 2020

Melati Maeky Permata

Page 12: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

II METODE 3

III HASIL DAN PEMBAHASAN 5

3.1 Edible Film dan Jenis-jenis Pati sebagai Bahan Utamanya 5 3.2 Plasticizer yang Ditambahkan pada Edible Film 18

3.3 Karakteristik Edible Film Berdasarkan Japanese Industrial Standard

(JIS) 1975 21

IV SIMPULANDAN SARAN 38

4.1 Simpulan 38 4.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

RIWAYAT HIDUP 46

Page 13: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

DAFTAR TABEL

1 Standar Edible Film dari Japanese Industrial Standard (1975) 7

2 Penelitian mengenai pati singkong sebagai edible film 9

3 Hasil perhitungan total bakteri pada fillet ikan nila 10

4 Penelitian mengenai pati jagung sebagai edible film 11

5 Penelitian mengenai pati sagu sebagai edible film 13

6 Kelebihan dan kelemahan berbagai jenis pati sebagai bahan baku edible

film 17

7 Hasil pengukuran ketebalan edible film dengan sumber pati dan

plasticizer yang beragam 22

8 Hasil pengukuran water vapor transmission rate (WVTR) edible film

dengan sumber pati dan plasticizer yang beragam 26

9 Hasil pengukuran kuat tarik edible film dengan sumber pati dan

plasticizer yang beragam 29

10 Hasil pengukuran elongasi edible film dengan sumber pati dan

plasticizer yang beragam 33 11 Karakteristik edible film yang telah sesuai dengan Japanese Industrial

Standard (JIS) 1975 37

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir PRISMA penyaringan dan penyeleksian pustaka 4

2 Proses pembuatan edible film 5

3 Struktur amilosa 6

4 Struktur amilopektin 6

5 (a) Aplikasi edible film pada buah dan (b) sosis 7

6 Aplikasi edible film pada produk konfeksionari 8

7 Pati singkong 8

8 Pati jagung 10

9 Pati sagu 12

10 Pati kentang 14

11 Pati beras 14

12 Buah lindur 15

13 Buah sukun 16

14 (a) Struktur kimia sorbitol dan (b) Hasil foto SEM pada permukaan

edible film dengan perbesaran 5000x 19

15 Struktur kimia gliserol 20

16 Struktur kimia PEG 21

Page 14: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …
Page 15: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan umumnya mudah mengalami penurunan kualitas yang

ditandai dengan kerusakan. Menurut Siregar dan Irma (2012), hal ini dipengaruhi

oleh faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Salah satu cara untuk

mempertahankan kualitas bahan pangan yaitu dengan melakukan pengemasan

yang tepat. Pengemasan merupakan suatu proses pembungkusan dengan bahan

pengemas yang bertujuan untuk melindungi dan mempertahankan kualitas dan

keamanan pangan tersebut (Kusumawati dan Putri 2013). Salah satu bahan

pengemas yang banyak digunakan saat ini adalah plastik karena memiliki

beberapa keunggulan, yaitu ringan, kuat, mudah dibentuk, banyaknya variasi

bahan dasar, dan harganya terjangkau (Waryat et al. 2013). Namun, penggunaan

material plastik ini memiliki dampak negatif pada pencemaran lingkungan

sehingga dibutuhkan alternatif bahan pengemas lain yang lebih ramah lingkungan

(Widodo et al. 2019).

Salah satu bahan pengemas yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah

edible film. Edible film merupakan bahan pengemas organik berbentuk lapisan

tipis berupa lembaran yang diaplikasikan pada bahan pangan (Winarti et al. 2012).

Lapisan tipis ini dapat dimakan sekaligus dengan bahan pangan yang dikemasnya

(Siregar dan Irma 2012). Setiani et al. (2013) mengungkapkan bahwa edible film

bersifat ramah lingkungan karena dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme

secara alami. Penggunaan edible film dapat menghambat pembusukan oleh

mikroba dan difusi oksigen serta uap air ke dalam bahan pangan sehingga

keamanan pangan tetap terjaga (Saleh et al. 2017). Menurut Winarti et al. (2012),

Kusumawati dan Putri (2013), Setiani et al. (2013), dan Jacoeb et al. (2014),

material yang berpotensi untuk dijadikan edible film adalah pati-patian.

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang ketersediannya melimpah,

bersifat biodegradable, dan dapat memberikan karakteristik fisik dan mekanis

yang baik (Winarti et al. 2012). Pati tersusun atas dua polisakarida, yaitu amilosa

(15-25%) dan amilopektin (75-85%) yang tersimpan dalam granula pati. Amilosa

memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sementara amilopektin

memiliki struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Winarno 2002).

Karakteristik edible film berbahan dasar pati yang dihasilkan dipengaruhi oleh

kadar amilosa dan amilopektin yang terkandung di dalamnya. Amilopektin

memengaruhi kestabilan, sedangkan amilosa memengaruhi kekompakan edible

film. Di samping itu, amilopektin yang tinggi pada pati menghasilkan edible film

yang jernih. Kawijia et al. (2017) mengungkapkan bahwa edible film berbasis pati

bersifat non isotropik, tidak beracun, tidak berasa, dan transparan. Dalam

mengembangkan potensi berbagai sumber pati sebagai material utama edible film,

para peneliti terdahulu telah melakukan penelitian, di antaranya Siregar dan Irma

(2012), Amalina (2013), Ulfiah (2013), Wijaya (2013), Pamuji (2014), Narendro

(2014), Muin et al. (2017), Saleh et al. (2017), Kawija et al. (2017), Utami et al.

(2017), Moulia (2018), dan Sariningsih et al. (2019) telah melakukan pembuatan

edible film berbasis pati singkong.

Selain itu penelitian edible film juga dilakukan dengan berbahan dasar pati

jagung oleh Amaliya dan Putri (2014) dan Mulyadi et al. (2016); pati sagu oleh

Page 16: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

2

Wattimena et al. (2016), Larasati (2017), Mudaffar (2018), Suwarda (2019), dan

Rusmawati (2020); pati labu kuning oleh Widodo et al. (2019), pati sukun oleh

Setiani et al. (2013) dan Marpongahtun (2013), pati beras oleh Tarigan dan

Damanik (2018), pati jahe oleh Sariningsih et al. (2019), pati umbi garut oleh

Darmajana dan Ghaffar (2018), pati umbi kimpul oleh Warkoyo et al. (2014), pati

umbi uwi oleh Zulmanwardi et al. (2018), pati buah lindur oleh Jacoeb et al.

(2014), dan lainnya.

Edible film yang terbuat dari pati memiliki beberapa kelemahan, di

antaranya rendahnya resistensi terhadap air. Sifat penghalang terhadap uap air

juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat memengaruhi stabilitas dan sifat

mekanisnya (Garcia et al. 2011). Rendahnya stabilitas film akan memperpendek

umur simpan karena uap air dan mikroba dapat masuk dan akhirnya merusak

bahan pangan (Tarigan dan Damanik 2018). Oleh sebab itu, untuk meningkatkan

karakteristik fisik dan mekanis dari film pati, maka perlu penambahan biopolimer

atau bahan lain yaitu plasticizer. Penambahan plasticizer dapat mengurangi

kerapuhan dan memudahkan pencetakan film, serta mampu meningkatkan

fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu rendah (Winarti

et al. 2012). Jenis plasticizer yang biasanya ditambahkan adalah sorbitol, trietilen

glikol, gliserol, asam lemak, dan monogliserin yang diasetilasi.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis

plasticizer terhadap karakteristik edible film yang dihasilkan. Penelitian tersebut

di antaranya pengaruh gliserol terhadap karakteristik edible film berbahan dasar

pati singkong (tapioka) oleh Yulianti dan Ginting (2012), Amalina (2013), Ulfiah

(2013), Muin et al. (2017), Saleh et al. (2017), Utami et al. (2017), dan Moulia

(2018); pengaruh gliserol terhadap karakteristik edible film berbahan pati jagung

oleh Estiningtyas et al. (2012), Kusumawati dan Putri (2013), dan Mulyadi et al.

(2016); pengaruh gliserol terhadap karakteristik edible film berbahan pati buah

lindur oleh Jacoeb et al. (2014), pengaruh gliserol terhadap karakteristik edible

film berbahan pati sagu oleh Wattimena et al. (2016); pengaruh sorbitol terhadap

karakteristik edible film berbahan pati singkong oleh Saleh et al. (2017), Yulianti

dan Ginting (2012), dan Wijaya (2013); pengaruh sorbitol terhadap karakteristik

edible film berbahan pati sukun oleh Setiani et al. (2013) dan Marpongahtun

(2013); pengaruh sorbitol terhadap karakteristik edible film berbahan pati beras

oleh Tarigan dan Damanik (2018), dan lainnya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi, mengevaluasi, menganalisis, dan

membandingkan sumber literatur berupa hasil penelitian yang membahas

pengaruh jenis pati dan plasticizer terhadap karakteristik edible film yang

dihasilkan, yaitu ketebalan, water vapor transmission rate, kuat tarik, dan

elongasi.

1.3 Manfaat

Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, tinjauan sistematis ini dapat

dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai sintesis dari

berbagai hasil penelitian yang lebih komprehensif dan berimbang terkait pengaruh

jenis pati dan plasticizer terhadap karakteristik edible film yang dihasilkan.

Page 17: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

3

II METODE

Metode yang digunakan dalam tinjauan sistematis ini adalah studi pustaka

dengan pendekatan kualitatif. Studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat

serta mengolah bahan penelitian (Supriyadi 2016). Menurut Zed (2003), ada

beberapa ciri utama yang diperhatikan dalam studi pustaka. Pertama, peneliti

berhadapan langsung dengan teks atau angka. Kedua, data pustaka bersifat siap

pakai yang mana peneliti tidak perlu terjun langsung ke lapangan. Ketiga, data

pustaka umumnya adalah data sekunder karena peneliti memperoleh data dari

tangan kedua, bukan data pertama hasil terjun di lapangan. Pendekatan kualitatif

dalam tinjauan sistematis juga dapat digunakan untuk merangkum hasil-hasil

penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif.

Penyusunan tinjauan sistematis ini mengacu pada Perry dan Hammond

(2002), dengan tahapan proses sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi pertanyaan

(rumusan) masalah; 2) Mengembangkan protokol penelitian tinjauan sistematis; 3)

Menetapkan lokasi database hasil penelitian sebagai pencarian wilayah; 4)

Menyeleksi hasil-hasil penelitian yang relevan; 5) Memilih hasil-hasil penelitian

yang berkualitas; 6) Mengekstraksi data; 7) Melakukan sintesis hasil dengan

teknik naratif; dan 8) Penyajian hasil dengan menuliskan hasil penelitian dalam

bentuk dokumen tinjauan sistematis.

Berdasarkan uraian di atas, pengumpulan sumber pustaka dilakukan dengan

mengunduh pustaka melalui tiga database utama, yaitu Google Scholar, Research

Gate, dan Science Direct. Pembatasan waktu publikasi pustaka yang digunakan

yaitu tahun 2010 – 2020. Pencarian pustaka menggunakan operasi Boolean, yaitu

“AND,” “NOT,” dan “OR” (Knoll et al. 2018). Contoh kata kunci yang

digunakan adalah “edible film starch AND gliserol AND ketebalan AND elongasi

AND water vapor transmission rate”. Sumber pustaka yang telah diunduh

kemudian dilakukan penyeleksian, apabila terdapat sumber pustaka yang tidak

memuat informasi terkait penelitian, maka pustaka tersebut tidak digunakan.

Data dan informasi yang dicantumkan pada penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan berbagai artikel

ilmiah yang sumber isinya dapat dipertanggungjawabkan dan relevan dengan

penelitian atau kajian yang dilakukan. Sumber pustaka yang digunakan memiliki

beberapa kriteria sebagai berikut:

1) Sumber pustaka merupakan tulisan ilmiah berupa jurnal nasional maupun

internasional terakreditasi dan buku yang memiliki nomor ISSN

(International Standard Serial Number) atau ISBN (International Standard

Book Number),

2) Sumber pustaka berfokus pada penelitian edible film berbasis pati-patian,

3) Sumber pustaka memaparkan secara detail prosedur pembuatan edible film

termasuk kondisi pembuatan edible film, yaitu volume larutan, bobot pati,

kadar pati, volume plasticizer, konsentrasi plasticizer.

Sumber pustaka mencantumkan karakteristik edible film yang dihasilkan

sesuai dengan yang telah ditetapkan pada Japanese Industrial Standard (1975),

yaitu ketebalan, water vapor transmition rate, kuat tarik, dan elongasi.

Page 18: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

4

Prosedur penyaringan dan penyeleksian pustaka mengacu pada Tawfik et al.

(2019) dengan modifikasi tertentu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir PRISMA penyaringan dan penyeleksian pustaka

Sumber pustaka yang telah diseleksi selanjutnya dibuat database pada Microsoft Excel dan dicatat kondisi pembuatan edible film, yaitu volume larutan

(mL), bobot pati (g), kadar pati (%), volume plasticizer (mL), dan konsentrasi

plasticizer (%). Parameter karakteristik edible film yang dicatat adalah ketebalan

(mm), water vapor transmission (g/m2/24 jam), kuat tarik (MPa), dan elongasi

(%). Apabila data memiliki satuan yang berbeda, maka dilakukan konversi satuan

agar data seragam. Dari hasil tersebut, dapat dievaluasi, dianalisis, dan

dibandingkan antar pustaka satu dengan yang lain.

152 pustaka terpublikasi hasil pencarian

dari database Google Scholar, Research

Gate, dan Science Direct

Analisis dan seleksi pustaka

berdasarkan judul dan abstrak

61 pustaka tidak

digunakan karena

judul dan abstrak

tidak sesuai

91 judul dan abstrak pustaka

terseleksi

29 pustaka tidak

digunakan karena

metode tidak sesuai

62 pustaka terseleksi berdasarkan

metode penelitian

40 pustaka tidak

digunakan karena tidak

mencantumkan data

yang lengkap

22 pustaka terseleksi dalam sintesis

kualitatif

Analisis dan seleksi pustaka secara

keseluruhan

Analisis dan seleksi pustaka

berdasarkan metode penelitian

Incl

uded

E

ligib

ilit

y

Scr

eenin

g

Iden

tifi

cati

on

Page 19: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

Gelatinisasi (T= ±85oC)

Plasticizer Pendinginan (T= ±60oC)

5

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Edible Film dan Jenis-jenis Pati sebagai Bahan Utamanya

Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang dapat dimakan, digunakan

untuk melapisi makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan

massa (kelembapan, oksigen, cahaya, lipid, dan zat terlarut) serta meningkatkan

penanganan suatu makanan (Krochta dan Johnston 1997). Menurut Kusumawati

et al. (2013), edible film merupakan suatu lapisan tipis yang melapisi bahan

pangan yang layak dikonsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis.

Edible film dapat menghambat pembusukan oleh mikroba dan difusi oksigen serta

uap air ke dalam bahan pangan sehingga keamanan pangan tetap terjaga (Saleh et

al. 2017). Edible film juga dapat dipadukan dengan komponen tertentu yang dapat

menambah nilai fungsional, misalnya bersifat antioksidan dan antibakteri

(Kusumawati et al. 2013). Diagram alir mekanisme pembuatan edible film dapat

dilihat pada Gambar 2.

Bahan utama (polipeptida/polisakarida/lipida)

Gambar 2 Proses pembuatan edible film (Jaya dan Sulistyawati 2010)

Umumnya, edible film tersusun atas protein (polipeptida), karbohidrat

(polisakarida), dan lemak (lipida) sebagai komponen utama. Ketiga bahan tersebut

sama-sama bersifat termoplastik sehingga mudah dicetak menjadi sebuah

lembaran. Selain itu, polimer ini juga bersifat mudah terurai atau biodegradable

(Harsojuwono dan Amata 2017). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Setiani et al. (2013) bahwa edible film bersifat ramah lingkungan karena dapat

diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami.

Pengeringan

(T= ±100oC; t= ±4jam)

Pencetakan ke plat

Film

Akuades Pengadukan

Page 20: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

6

Pada golongan karbohidrat (polisakarida) yang banyak dimanfaatkan

sebagai bahan edible film, di antaranya adalah pati dan turunannya, selulosa dan

turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, dan hidroksi propil metil

selulosa), pektin ekstrak ganggang laut (agar, alginat, dan karagenan), gum arab,

gum xanthan, dan kitosan (Gennadios dan Weller 1990). Edible film yang

berbahan dasar polisakarida ini memiliki peran sebagai membran permeabel yang

selektif terhadap gas O2 dan CO2 untuk menurunkan laju respirasi. Beberapa

aplikasi edible film dari polisakarida dapat digunakan untuk mencegah dehidrasi,

oksidasi lemak dan pencokelatan enzimatis, dan mengurangi laju respirasi

(Moulia 2018). Selain itu, edible film berbahan polisakarida ini juga dapat

memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama

penyimpanan, dan mengurangi tingkat kebusukan (Kroctha dan Johnston 1997).

Menurut Winarti et al. (2012), Kusumawati dan Putri (2013), Setiani et al.

(2013), dan Jacoeb et al. (2014), material yang berpotensi untuk dijadikan edible

film adalah pati-patian. Pati tersusun atas dua polisakarida, yaitu amilosa (15-

25%) dan amilopektin (75-85%) yang tersimpan dalam granula pati. Amilosa

memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sementara amilopektin

memiliki struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Winarno 2002).

Struktur amilosa dan amilopektin pati dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3 Struktur amilosa

Sumber: Boediono (2012)

Gambar 4 Struktur amilopektin

Sumber: Boediono (2012)

Kestabilan edible film berbahan dasar polisakarida dipengaruhi oleh kadar

amilopektin, sedangkan kekompakan edible film dipengaruhi oleh kadar

amilosanya (Moulia 2018). Pati yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan

film yang lentur dan kuat karena struktur amilosa dapat memungkinkan terjadinya

pembentukan ikatan hidrogen antarmolekul glukosa penyusunnya dan selama

pemanasan mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat memerangkap

air sehingga menghasilkan gel yang kuat (Nisah 2017). Oleh sebab itu,

karakteristik edible film yang dihasilkan tiap jenis pati pun berbeda, tergantung

dari kadar amilosa dan amilopektinnya.

Karakteristik edible film yang baik memiliki standar yang telah ditetapkan

oleh Japanese Industrial Standard (1975). Standar karakteristik edible film

menurut Japanese Industrial Standard (1975) dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 21: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

7

Tabel 1 Standar Edible Film dari Japanese Industrial Standard (1975)

Karakterisik edible film Japanese Industrial Standard

Ketebalan edible film Maks. 0.25 mm

Laju transmisi uap air Maks. 10 g/m2/24 jam

Kuat tarik Min. 0.3 MPa

Elongasi Min. 70%

Sumber: Japanese Industrial Standard (JIS) 1975 (Sudarno et al. 2015).

3.1.1 Aplikasi Edible Film pada Pangan

Penggunaan edible film sebagai bahan pengemas organik sudah banyak

dimanfaatkan sejak lama bahkan saat ini digunakan secara komersial. Beberapa

aplikasi penggunaan edible film adalah sebagai kemasan primer, barrier, pengikat

(binding), dan pelapis (glaze). Edible film sebagai kemasan primer diaplikasikan

pada permen, sayur dan buah segar, sosis, daging, dan produk hasil laut (Gambar

5). Sebagai barrier, edible film yang terbentuk dari gellan gum dan garam

monovalen/bivalen dimanfaatkan untuk absorpsi minyak pada bahan pangan yang

digoreng sehingga menghasilkan bahan pangan dengan kandungan minyak yang

rendah.

(a) (b)

(c)

Gambar 5 (a) Aplikasi edible film pada buah dan (b) sosis

Pemanfaatan lainnya yaitu edible coating yang terbuat dari protein jagung

diproduksi secara komersial digunakan untuk produk-produk konfeksionari

seperti pada permen dan cokelat, fry shiled yang tersusun atas pektin, remah-

remahan roti dan kalsium digunakan untuk mengurangi lemak saat penggorengan,

Page 22: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

8

dan film zein yang bersifat barrier untuk uap air dan gas pada kacang-kacangan

dan buah-buahan dapat diaplikasikan pada kismis untuk sereal sarapan siap santap

(Gambar 6).

Gambar 6 Aplikasi edible film pada produk konfeksionari

Aplikasi edible film yang tersusun atas pektin pada paprika dapat

menurunkan susut bobot, memperlambat pelunakan, mempertahankan kadar air

dan warna dengan masa simpan 8 hari (Permanasari 1998). Sementara itu,

paprika yang dilapisi dengan edible film berbahan baku pati sagu (tapioka) dapat

mempertahankan mutu dan sisi organoleptik dapat diterima dengan masa simpan

lebih lama, yaitu 33 hari (Miskiyah et al. 2009). Sedangkan aplikasi edible film

berbahan baku pati sagu (tapioka) pada roti tawar dapat memperpanjang umur

simpan pada suhu kamar dengan masa simpan 7 hari (Kechichian et al. 2010).

3.1.2 Edible Film dari Pati Singkong

Pati singkong (Gambar 7) didapatkan dari proses pengolahan singkong yang

meliputi pencucian, pemarutan (penggilingan), penambahan air, penyaringan,

pengepresan, pengendapan, penirisan, dan pengeringan (Pamuji 2014). Pati

singkong memiliki amilopektin tinggi sebesar 83% sehingga menyebabkan pati

ini bersifat sangat jernih, tidak mudah menggumpal, memiliki daya pemekat yang

tinggi, tidak mudah pecah, dan suhu gelatinisasinya rendah (Tan et al. 2017).

Gambar 7 Pati singkong (Sumber: www. holistickenko.com)

Hal ini akan memengaruhi hasil dari pembuatan edible film. Pati yang

memiliki kadar amilosa tinggi akan membentuk edible film yang kuat karena akan

terjadi pembentukan ikatan hidrogen antarmolekul glukosa penyusun. Sementara

itu, hasil edible film yang terbuat dari pati dengan kadar amilopektin tinggi yaitu

bening dan elastis (Thirathumthavorn dan Charoenrein 2007).

Penggunaan pati singkong sebagai bahan utama dari edible film juga

memiliki beberapa keunggulan, yaitu tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna,

Page 23: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

9

tidak beracun, bersifat biodegradable, dan memiliki tingkat kejernihan yang tinggi

(Pamuji 2014). Selain itu, ketersediaan bahan baku utama pati yaitu tanaman

singkong termasuk mudah dan harganya murah sehingga memiliki prospek bagus

di masa depan jika edible film ini diproduksi dalam skala industri (Matsui et al.

2004). Hal ini menyebabkan pati singkong banyak dimanfaatkan sebagai bahan

edible film.

Penelitian tentang pemanfaatan pati singkong sebagai edible film dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian mengenai pati singkong sebagai edible film

Kombinasi pati singkong

dengan berbagai macam

bahan

Hasil penelitian Referensi

Pati singkong sebagai

bahan edible film dengan

plasticizer sorbitol dan

gliserol

Penambahan asam sitrat

10%, 20%,dan 30% dari

berat pati

Komposisi bahan

singkong (80%), gliserol

(5%), dan limonena (5%)

Penambahan ZnO-NP 3%

dan gliserol 20%

Penambahan natrium

alginat 1% dan gliserol

Penambahan natrium

alginat 1% dan sorbitol

Penambahan agar 4% dan

gliserol

Penambahan ZnO,

ekstrak bawang putih,

dan gliserol pada edible

film pati singkong

Film mampu mempertahankan

kualitas potongan buah apel

sampai 4.5 jam, sedangkan dengan

gliserol dapat bertahan hingga 5

jam.

Terjadi reaksi cross-linking yang

berpengaruh terhadap peningkatan

ketebalan dan kelarutan film serta

penurunan laju transmisi uap air

Film mampu menahan penguapan

kadar air pada buah stroberi dan

dapat mempertahankan tekstur

buah stroberi selama 3 hari. Film dapat digunakan sebagai

bahan kemasan makanan dengan

sifat antibakteri

Film bersifat aman bagi tubuh dan dapat dikonsumsi setelah melalui

uji toksisitas

Film memiliki tingkat homogenitas

yang baik, transparan, dapat

dimakan dan mempertahankan

mutu pangan, serta meningkatkan

kecerahan warna pangan

Film mampu menahan

permeabilitas penguapan air pada

buah stroberi selama lima hari

Larutan bionanokomposit dapat

menghambat bakteri S. aureus dan

E. coli. Aplikasi pada pempek

dapat bertahan hingga 24 jam dan

secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen

Saleh et al. (2017)

Kawija et al. (2017)

Narendro (2014)

Pamuji (2014)

Ulfiah (2013)

Wijaya (2013)

Amalina (2013)

Moulia (2018)

Page 24: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

10

3.1.3 Edible Film dari Pati Jagung

Pati jagung atau biasa dikenal dengan maizena (Gambar 8) adalah

hidrokoloid yang berasal dari biji jagung yang mengandung amilopektin tinggi.

Pati jagung mengandung amilosa sebesar 30% dan amilopektin sebesar 70%, serta

lemak dan protein kurang dari 1% (Liu et al. 2009). Pati jagung dipilih sebagai

bahan utama edible film pada penelitian yang dilakukan oleh Amaliya dan Putri

(2014), dilatarbelakangi oleh sifat higroskopis pati jagung lebih rendah pada RH

(Relative Humidity) 50%, yaitu sekitar 11% jika dibandingkan dengan pati

singkong (13%), pati beras (14%), maupun pati kentang.

Gambar 8 Pati jagung (Sumber: www.thespruceeats.com)

Penelitian yang telah dilakukan oleh Amaliya dan Putri (2014)

menggunakan bahan pati jagung dan ekstrak kunyit putih menunjukkan bahwa

edible film dapat menurunkan laju transmisi uap air. Semakin tinggi kadar pati

jagung, maka nilai laju transmisi air cenderung menurun. Hal ini dikarenakan

terbentuknya ikatan polimer yang semakin kuat dengan peningkatan konsentrasi

pati yang digunakan sehingga menjadi penghalang masuknya uap air ke dalam

produk pangan yang dikemas menggunakan edible film. Mulyadi et al. (2016)

dalam penelitiannya (Tabel 3) juga menunjukkan bahwa edible film dari pati

jagung yang ditambahkan dengan ekstrak daun beluntas dapat menurunkan jumlah

total bakteri pada ikan nila.

Tabel 3 Hasil perhitungan total bakteri pada fillet ikan nila

Dengan

edible film

Tanpa

edible film

Suhu ruangan (ALT)

35.4 x 105

koloni/g

150.2 x 105

koloni/g

Suhu chiller (ALT)

1.51 x 105

koloni/g

124.18 x 105

koloni/g

SNI 7388:2009

5 x 105 koloni/g

5 x 105 koloni/g

Sumber: Mulyadi et al. (2014)

Pada proses pelapisan fillet ikan nila terdapat dua suhu untuk membandingkan jumlah total bakteri yang dapat dihambat, yaitu pada suhu

ruangan 25oC ± 5oC dan pada suhu chiller (lemari pendingin) ± 4oC. Hasilnya

fillet ikan nila yang telah dikemas dengan edible film memiliki total bakteri yang

lebih sedikit dari pada fillet ikan nila yang tidak dilapisi edible film sama sekali.

Mengacu pada SNI 7388:2009, jumlah total bakteri yang terdapat pada fillet ikan nila yang dilapisi oleh edible film telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Page 25: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

11

Penelitian lebih lanjut mengenai pati jagung sebagai edible film secara singkat

tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4 Penelitian mengenai pati jagung sebagai edible film

Kombinasi pati jagung

dengan berbagai macam bahan

Hasil penelitian Referensi

Penambahan ekstrak kunyit putih (1%, 4%,

dan 7%)

Penambahan ekstrak

temu hitam (3%, 5%, dan

7%)

Penambahan gliserol

(8%, 10%, dan 12%) dan

ekstrak daun beluntas

(20%, 25%, dan 30%)

Penambahan glukomanan

yang diisolasi dari umbi

iles-iles sebesar 15%

Penambahan ekstrak jahe

(10%, 20%, dan 30%)

Edible film memiliki daya hambat

terhadap bakteri indikator S.

aureus dan E. coli dan semakin

besar seiring peningkatan

konsentrasi ekstrak kunyit putih

Edible film memiliki aktivitas

antioksidan dan total senyawa

fenol yang tinggi seiring

peningkatan konsentrasi ekstrak

temu hitam

Edible film belum dapat

melindungi fillet ikan nila pada

suhu ruang sesuai dengan yang

telah ditentukan dalam SNI

7388:2009

Glukomanan menyebabkan laju

transmisi uap air rendah sehingga

mampu menghambat susut bobot

serta pencokelatan buah apel

hingga 3 hari. Peningkatan

konsentrasi glukomanan

meningkatkan ketebalan,

kelarutan, kekuatan regang putus,

dan elongasi edible film

Terjadi peningkatan angka TBA

pada sosis, penurunan tingkat

kerusakan oksidatif lemak dan

nilai asam lemak bebas seiring

dengan peningkatan konsentrasi

ekstrak jahe dan lama waktu

penyimpanan. Penambahan

ekstrak jahe 10% tidak

berpengaruh nyata terhadap laju

transmisi uap air, elongasi, kuat

tarik, dan ketebalan.

Amaliya dan Putri (2014)

Kusumawati dan

Putri (2013)

Mulyadi et al.

(2016)

Siswanti et al. (2013)

Estiningtyas et al.

(2012)

Page 26: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

12

3.1.4 Edible Film dari Pati Sagu

Pati sagu (Gambar 9) seperti halnya jenis pati yang lain juga tersusun atas

amilosa dan amilopektin, yang mana keduanya memengaruhi pembuatan edible

film. Sifat amilosa adalah dapat larut air sehingga semakin tinggi kadar amilosa

maka semakin mudah edible film dapat diangkat atau dilepas dari cetakan. Hal ini

dapat meminimalisir kerusakan edible film berupa sobek ketika proses

pengangkatan atau pelepasan dari cetakan. Berdasarkan pengukuran kadar amilosa

dan amilopektin yang dilakukan oleh Mudaffar (2018), pati sagu mengandung

7,2% amilosa dan 77,36% amilopektin. Oleh karena kadar amilosa yang rendah,

hal ini menyulitkan pada saat pengangkatan atau pelepasan edible film dari

cetakannya.

Gambar 9 Pati sagu (Sumber: www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id)

Pati sagu termodifikasi dilakukan bertujuan memperbaiki sifat-sifat pati

sekaligus sifat edible film yang dihasilkannya (Polnaya et al. 2012). Salah satu

modifikasinya, yaitu pati fosfat (Lim dan Seib 1993; Muhammad et al. 2000) dan

pati sagu yang difosforilasi (Polnaya et al. 2012). Polnaya et al. (2012)

menghasilkan pati sagu fosfat dengan cara mereaksikannya dengan menggunakan

reagen modifikasi natrium tripolifosfat (STTP) untuk menghasilkan monostarch

phosphate. Gugus fosfat ini akan menggantikan gugus hidroksil pada pati sagu

sehingga pati fosfat yang dihasilkan dapat meningkatkan stabilitas dan

memperbaiki tekstur pada edible film dibandingkan dengan edible film yang

berasal dari pati sagu alami.

Penelitian yang dilakukan oleh Wattimena et al. (2016) menunjukkan

bahwa edible film yang menggunakan bahan dari pati sagu fosfat memiliki

kelarutan lebih tinggi dibandingkan pati sagu alami. Hal ini disebabkan

meningkatnya kemampuan film untuk berikatan dengan air karena substitusi

gugus hidroksil pada pati dengan gugus fosfat. Selain meningkatkan kemampuan

mengikat air, pati fosfat juga dapat meningkatkan kejernihan pasta dan viskositas

(Lim dan Seib 1993). Namun, pati sagu fosfat hanya memengaruhi kelarutan

edible film di dalam air saja dan tidak berpengaruh pada sifat-sifat edible film

lainnya, seperti elongasi, laju transmisi uap air, kuat tarik, dan kejernihan.

Page 27: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

13

Penelitian mengenai pati sagu sebagai edible film secara singkat tercantum

pada Tabel 5.

Tabel 5 Penelitian mengenai pati sagu sebagai edible film

Kombinasi pati sagu

dengan berbagai macam

bahan

Hasil penelitian Referensi

Pati sagu diasetilasi dan

dikombinasikan dengan

ekstrak bawang putih (0,

0.2, dan 0.4)

Modifikasi pati sagu

fosfat dengan plasticizer

gliserol

Penambahan gelatin dan

beeswax (lilin lebah)

Penggunaan modifikasi

pati sagu asetat (0.05%,

2.5%, dan 5%)

Edible film yang dibuat dari pati

asetat (4%) menghasilkan

karakteristik yang lebih baik

daripada edible film pati

defatted dan penambahan

ekstrak bawang putih dapat

menghasilkan zona

penghambatan lebih besar

daripada kitosan

Perlakuan pati sagu fosfat hanya

menyebabkan meningkatnya

kelarutan edible film, namun

tidak memengaruhi sifat-sifat

film lainnya

Edible film memiliki kuat tarik

yang tinggi seiring peningkatan

konsentrasi beeswax karena

memiliki fase kristalin. Hal ini

menyebabkan jumlah matriks

polimer meningkat dan

membentuk film dengan struktur

polimer rapat dan tidak mudah

sobek

Pati sagu asetat hasil modifikasi

ikat silang asam asetat mampu

meningkatkan kejernihan pasta

dan freeze thaw stability serta

menurunkan sifat kelarutan dan

swelling power sehingga film

mudah dibentuk. Edible film

yang dihasilkan memiliki sifat

fisik dan mekanis yang baik dan

resisten terhadap uap air

sehingga dapat diaplikasikan

pada pangan berkadar air tinggi

Rusmawati (2020)

Wattimena et al.

(2016)

Mudaffar (2018)

Larasati (2017);

Suwarda (2019)

3.1.5 Edible Film dari Pati Kentang

Kentang merupakan sumber karbohidrat yang baik untuk dijadikan bahan

baku dalam pembuatan edible film. Kentang mengandung kadar pati sebesar 22-

28%. Berdasarkan penelitian karakterisasi pati yang dilakukan oleh Niken dan

Page 28: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

14

Adepristian (2013), kadar amilosa yang terdapat di dalam pati kentang (Gambar

10) sebesar 23% dan amilopektin sebesar 77%.

Gambar 10 Pati kentang (Sumber: www.tabloidsinartani.com)

Sama halnya dengan edible film yang terbuat dari pati-patian lainnya, edible

film dari pati kentang dapat diterima secara organoleptik. Hal ini didukung oleh

penelitian Sjamsiah et al. (2017) yang menggunakan edible film berbahan pati

kentang pada permen jelly dan diuji hedonik (kesukaan) kepada 30 orang panelis.

Dalam pengisian kuesioner, panelis memberikan komentar warna edible film

memiliki aroma wangi khas pati kentang, tidak memiliki rasa, dan tidak memiliki

warna khas (transparan) sehingga dapat diterima oleh konsumen.

3.1.6 Edible Film dari Pati Beras

Pati beras (Gambar 11) yang mengandung amilosa dan amilopektin

merupakan bahan yang baik digunakan sebagai bahan pengemas (Phattaraporn et

al. 2011) Kandungan amilosa pada pati beras yang tinggi (30%) akan

menghasilkan kekuatan film yang baik. Hal ini dikarenakan struktur linear dari

amilosa mudah terikat dengan amilosa lainnya melalui ikatan hidrogen

dibandingkan amilopektin (Safira 2020). Kini pati beras telah diaplikasikan

sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik secara parsial.

Namun, edible film yang terbuat dari pati beras memiliki kelemahan, yaitu sifat

mekaniknya rendah dan memiliki sifat hidrofilik sehingga perlu adanya

penambahan plasticizer.

Gambar 11 Pati beras (Sumber: www.sehatq.com)

Tarigan dan Damanik (2018) pada penelitiannya telah menunjukkan bahwa

pati beras yang dikombinasikan dengan sorbitol berpengaruh nyata pada hari 1-6

sehingga mampu meningkatkan daya tahan buah salak. Buah salak dapat

mempertahankan warna dan teksturnya dan pada hari selanjutnya baru mengalami

kerusakan karena meningkatnya respirasi.

Page 29: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

15

3.1.7 Edible Film dari Pati Buah Lindur

Pati buah lindur berasal dari buah lindur yang berwarna hijau berbentuk

silinder dengan panjang antara 12–3 cm dan diameter 1.5–3 cm, memiliki kelopak

berwarna merah pada pangkal buah, dan termasuk jenis buah dari tumbuhan

mangrove spesies Bruguiera gymnorrhia. Buah lindur (Gambar 12) ini banyak

ditemukan di Pulau Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua

di mana sebagian masyarakat pesisir Indonesia di bagian timur sudah

memanfaatkan buah ini sebagai alternatif makanan pokok pengganti nasi (Rosyadi

et al. 2014).

Gambar 12 Buah lindur (Sumber: www.mangrovemagz.com)

Karbohidrat yang terkandung di dalam buah lindur cukup tinggi dengan

komposisi pati 57%, amilosa 31.56%, amilopektin 26.17%, dan dapat menjadi

sumber energi sebesar 371 kal/100 g (Seknun 2013). Pati buah lindur didapatkan

dengan beberapa tahapan sebagai berikut, yaitu pengupasan dan pemotongan buah lindur, penghalusan dengan penambahan natrium metabisulfit untuk mempertahan

derajat putihnya, penyaringan antara pati dan ampas, pengendapan selama 6 jam

di suhu ruang, pengeringan endapan pati pada suhu 50oC selama ±12 jam, dan

kemudian penghalusan serta pengayakan dengan saringan 150 mesh (Nurindra

2015).

Kandungan pati yang cukup tinggi pada buah lindur berpotensi untuk

dijadikan sebagai bahan baku penyusun edible film. Beberapa penelitian terkait

telah dilakukan, salah satunya oleh Jacoeb et al. (2014) yang membuat edible film

dari pati buah lindur dengan penambahan karagenan dan gliserol, namun belum

menghasilkan sifat mekanis yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Nurindra

(2015) menunjukkan bahwa penambahan carboxymethyl cellulose (CMC) pada

edible film berbasis pati buah lindur dengan konsentrasi yang bervariasi

memberikan pengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap ketebalan, kuat tarik,

elongasi, dan laju transmisi uap air. Penambahan konsentrasi CMC menghasilkan

peningkatan nilai ketebalan dan elongasi, namun menurunkan nilai laju transmisi

uap air dan kuat tarik.

3.1.8 Edible Film dari Pati Buah Sukun

Buah sukun atau Artocarpus altilis (Gambar 13) memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi dan mengandung sumber pati cukup tinggi yaitu sebesar

60%. Pati yang diperoleh dari buah sukun menghasilkan 18.5 g/100 g dengan

kemurnian 98.86% serta kandungan amilosa 27.68% dan amilopektin 72.32%

(Rincom dan Fanny 2004). Proses pembuatan pati sukun yang dilakukan pada

penelitian Putra et al. (2017) yaitu dimulai dengan proses pengupasan kulit,

Page 30: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

16

pengecilan ukuran dengan cara dipotong-potong, perendaman dengan larutan

natrium metabisulfit, blansir, penghalusan dengan blender, pelarutan dengan air,

pengendapan, pengeringan pati, dan kemudian pengayakan.

Gambar 13 Buah sukun (Sumber: www.sehatq.com)

Secara fisik, penggunaan pati sukun sebagai bahan baku edible film

memiliki kelebihan, di antaranya tingkat kecerahan pati dengan nilai L sebesar

80.49 (Setiani et al. 2013) menghasilkan film yang transparan sehingga

meningkatkan nilai jual dan estetika serta tidak ada gugus fungsi baru yang

terbentuk selama proses pembentukan edible film setelah diuji dengan FTIR

(Fourier Transform Infrared Spectroscopy).

Secara singkat, kelebihan dan kekurangan jenis pati sebagai bahan dasar pembuatan edible film tercantum pada Tabel 6.

Page 31: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

17

Tabel 6 Kelebihan dan kelemahan berbagai jenis pati sebagai bahan baku edible film

Jenis pati Kelebihan Kelemahan Referensi

Tapioka Film yang dihasilkan tidak berbau, tidak berasa, Film yang dihasilkan bersifat rapuh Pamuji (2014);

(Singkong) tidak berwarna, tidak beracun, memiliki tingkat kejernihan tinggi; bahan mudah didapat dan murah

Ulyarti et al.(2020)

Maizena

(Jagung)

Kadar amilosa yang tinggi (30%) menyebabkan

edible film memiliki permeabilitas O2, CO2, dan uap air rendah; permukaan film halus, kompak, dan fleksibel

Permukaan film tanpa penambahan plasticizer

tampak berpori, rapuh, dan patah; permeabilitas O2,

CO2, dan uap air tinggi

Garcia et al. 1998

Sagu Sifat film lebih fleksibel dan lebih kuat; permukaan Film tanpa plasticizer memiliki sifat mekanik kuat Maizura et al. 2007; film halus tanpa pori; permeabilitas O2, CO2, dan

uap air rendah; mudah diperoleh, harga murah, dan mudah dimodifikasi

tarik rendah dan bersifat hidrofilik Fazila et al. 2011; Nafchi et al. 2012

Kentang Kadar amilosa yang tinggi (23%) menyebabkan Permukaan film tanpa penambahan plasticizer Garcia et al. 1998 edible film memiliki permeabilitas O2, CO2, dan uap

air rendah; permukaan film halus, kompak, dan fleksibel

tampak berpori, rapuh, dan patah; permeabilitas O2,

CO2, dan uap air tinggi

Beras Kadar amilosa yang tinggi (30%) menyebabkan Sifat mekanik film yang dihasilkan rendah dan Safira (2020); lebih mudah terikat dengan amilosa lain melalui kurangnya penahan yang efisien terhadap senyawa Wittaya (2012) ikatan hidrogen sehingga film yang dihasilkan halus dengan polaritas tinggi karena pati beras bersifat

dan kompak hidrofilik

Buah Lindur Kandungan karbohidrat lebih tinggi dari beras dan jagung sehingga pati yang terkandung lebih banyak

Penggunaan bahan tunggal menghasilkan film yang bersifat rapuh dan tidak elastis

Nurindra et al. (2015)

Buah Sukun Film yang dihasilkan dapat tercampur secara fisika Kandungan amilopektin yang tinggi dan bersifat Setiani et al. (2013) karena tidak terbentuk gugus fungsi yang baru amorf, maka banyak ruang kosong sehingga film

yang dihasilkan memiliki ketahanan air rendah;

kekakuan masih jauh dari standar plastik propilena

Page 32: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

18

3.2 Plasticizer yang Ditambahkan pada Edible Film

Edible film yang terbuat dari pati juga memiliki beberapa kelemahan, di

antaranya rendahnya resistensi terhadap air dan sifat penghalang terhadap uap air

juga rendah yang disebabkan oleh sifat hidrofilik pati dapat memengaruhi

stabilitas dan sifat mekanisnya (Garcia et al. 2011). Rendahnya stabilitas film akan

memperpendek umur simpan karena uap air dan mikroba dapat masuk dan

akhirnya merusak bahan pangan (Tarigan dan Damanik 2018). Oleh sebab itu,

untuk meningkatkan karakteristik fisik dan mekanis dari film pati, maka perlu

penambahan biopolimer atau bahan lain yaitu plasticizer.

Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan

pembentuk film untuk meningkatkan fleksibilitasnya karena dapat menurunkan

gaya intermolekuler sepanjang rantai polimernya sehingga film akan lentur ketika

dibengkokkan (Yulianti dan Ginting 2012). Penambahan plasticizer dapat

mengurangi kerapuhan dan memudahkan pencetakan film, serta mampu

meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu

rendah (Winarti et al. 2012). Secara umum, mekanisme kerja plasticizer sebagai

bahan pemlastis pada edible film menurut Guilbert et al. (1999) yaitu bermula dari

pembasahan dan adsorpsi dari polimer, kemudian terjadi penetrasi molekul pada

permukaan. Selanjutnya terjadi absorpsi serta difusi pada bagian dalam polimer

dan pemutusan pada bagian amorf dan pemotongan struktur yang menyebabkan

elastisitas meningkat.

Jenis bahan dan konsentrasi plasticizer dapat memengaruhi karakteristik

edible film yang dihasilkan. Menurut Guilbert et al. (1996), beberapa jenis

plasticizer yang sering digunakan dalam pembuatan edible film, yaitu 1)

monosakarida, disakarida, dan oligosakarida, 2) poliol (gliserol dan turunannya,

polietilen glikol, sorbitol), dan 3) lipid dan turunannya (asam lemak,

monogliserida dan esternya, asetogliserida, pospholipida, dan emulsifier lainnya).

Plasticizer yang umumnya digunakan adalah gliserol dan sorbitol. Beberapa jenis

plasticizer lainnya yang termasuk pemanis karbohidrat, seperti sukrosa, fruktosa,

glukosa, dan manosa digunakan sekaligus untuk menambah rasa yang lebih enak

pada makanan (Afifah et al. 2018). Menurut Kokoszka dan Lenart (2007),

kemampuan plasticizer juga bergantung pada tipe polimer, ukuran molekul,

konfigurasi molekul, jumlah gugus hidroksil bebas, dan kompatibilitas plasticizer

dengan polimer).

Pada tinjauan sistematis ini penelitian yang dipilih adalah yang

menggunakan plasticizer jenis poliol, yaitu sorbitol, gliserol, dan polietilen glikol.

Menurut Mchugh dan Krochta (1994), kelompok poliol adalah plasticizer yang

efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak

intermolekulnya. Penggunaannya diketahui lebih efektif sehingga dapat dihasilkan

film dengan permeabilitas oksigen yang lebih rendah.

3.2.1 Sorbitol

Sorbitol (C6H14O6) merupakan salah satu gula alkohol yang merupakan hasil

reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol

yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, atau disebut juga

dengan kelompok polyhidric alcohol (poliol). Sorbitol digolongkan sebagai

kelompok poliol asiklik dengan enam rantai karbon.

Page 33: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

19

Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong.

Selain pada singkong, sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia

scorpiodes sebanyak 13.6% dan 10% pada tanaman beri dari spesies Rosaceace,

seperti buah pir, apel, ceri, peach, dan aprikot. Sorbitol juga bisa diproduksi dalam

jaringan tubuh manusia yang merupakan katalisasi dari D-glukosa oleh enzim

aldose reductase, yang mengubah struktur aldehida (CHO) dalam molekul

glukosa menjadi alkohol (CH2OH). Struktur kimia sorbitol dapat dilihat pada

Gambar 14.

Berdasarkan hasil SEM (Gambar 14) pada penelitian Wijaya (2013),

penyebaran bahan penyusun film tampak tersebar merata dan tidak ada perbedaan

antara bahan penyusunnya. Edible film yang dihasilkan tidak menunjukkan

adanya granula pati, menandakan bahwa granula pati telah mengalami proses

gelatinisasi pada pembuatan edible film berbahan pati buah sukun dan Wijaya

(2013).

(a) (b)

Gambar 14 (a) Struktur kimia sorbitol dan (b) Hasil foto SEM pada

permukaan edible film dengan perbesaran 5000x. Sumber:

Soesilo et al. (2005) dan Wijaya (2013)

Sorbitol dipilih karena dianggap lebih efektif, yaitu memiliki kelebihan

untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler sehingga

baik untuk menghambat penguapan air dari produk, dapat larut dalam tiap rantai

polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer, sifat

permeabilitas O2 yang lebih rendah, ketersediaannya di alam dalam jumlah yang

banyak, harganya cukup terjangkau, dan bersifat non toksik (Astuti 2011).

Penggunaan sorbitol juga dapat menghasilkan edible film yang mengandung kadar

air rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Mc Hugh dan Krochta (1994), sorbitol

memiliki kemampuan yang rendah dalam mengikat air dibandingkan gliserol dan

polietilen glikol (PEG). Hal ini juga berpengaruh pada ketebalan edible film yang

dihasilkan. Semakin banyak air yang terikat, maka film yang dihasilkan akan

semakin tebal (Syarifudin (2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitompul dan Zubaidah (2017)

yang membandingkan penggunaan plasticizer sorbitol, gliserol, dan polietilen

glikol (PEG), bahwa edible film yang menggunakan sorbitol sebagai plasticizer

memiliki rata-rata kekuatan tarik dengan nilai yang lebih besar dibandingkan

gliserol dan PEG. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bourtoom (2009),

bahwa kekuatan tarik dari film yang menggunakan sorbitol lebih baik daripada

plasticizer gliserol dan PEG. Hal ini disebabkan oleh struktur cincin sorbitol yang

menghalangi penyisipan antar rantai yang mengakibatkan kurang efektif dalam

Page 34: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

20

menghambat interaksi antara rantai polimer. Sorbitol yang memiliki kemampuan

rendah dalam mengikat air juga menyebabkan menurunnya ikatan hidrogen rantai

polimer dibandingkan PEG dan gliserol (Sitompul dan Zubaidah 2017).

3.2.2 Gliserol

Gliserol yang memiliki rumus kimia C3H8O3 (Gambar 15) merupakan senyawa alkohol polihidrat dengan tiga gugus molekul hidroksil sehingga mudah

berikatan dengan air dan bila mengalami pemanasan air yang terikat akan mudah menguap (Gontard et al. 1993). Gliserol memiliki sifat fisik tidak berwarna, tidak

berbau, rasanya manis, berwujud cairan seperti sirup, titik lelehnya 17.8 oC, titik

didihnya 290 oC, dan larut dalam air dan etanol.

Gambar 15 Struktur kimia gliserol. Sumber: Ningsih (2015)

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer karena mampu mengurangi

ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekul sehingga melunakkan struktur

film, meningkatkan mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat mekanik

film. Gliserol juga bersifat humektan dan memiliki kemampuan dalam menahan

air pada edible film (Lieberman dan Gilbert 1973).

Penambahan gliserol dapat meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas

film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut. Gliserol juga memberikan pengaruh

terhadap kehalusan permukaan film. Yusmarlela (2009) menyatakan bahwa hal ini

dikarenakan gliserol membantu kelarutan pati sehingga dapat membentuk ikatan

hidrogen antara gugus OH pati dan gugus OH gliserol yang mana akan

meningkatkan sifat mekanik. Jumlah gliserol yang bertambah juga dapat

mengurangi nilai tegangan dan elongasi, begitu pula akan menambah daya kuat

tarik film (Larotonda et al. 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jacoeb et al. (2014), penambahan

gliserol pada edible film berbahan baku pati buah lindur dan karagenan

mengakibatkan penurunan gaya intermolekul yang akan menyebabkan

menurunnya kekuatan tarik pada formula A (pati buah lindur 4%, gliserol 1%, dan

karagenan 2%) dan D (pati buah lindur 4%, gliserol 1,5%, dan karagenan 2%).

Gliserol yang ditambahkan akan larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga

akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu

transisi gelas. Jika suhu transisi gelas diturunkan, maka polimer yang terbentuk

akan semakin lunak dan menurunkan kuat tarik polimer (Park et al. 1996).

3.2.3 Polietilen Glikol (PEG)

Menurut Su (2009), polietilen glikol (PEG) adalah senyawa biokompatibel

yang bersifat sangat hidrofilik dan anti fouling. PEG dibuat secara komersial

melalui reaksi etilen oksida dengan air atau etilen glikol dengan sejumlah kecil

katalis natrium klorida. PEG merupakan salah satu bahan yang sering digunakan

Page 35: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

21

sebagai bahan tambahan campuran polimer untuk meningkatkan

biokompabilitasnya. Secara umum, PEG memiliki sifat fisik mudah larut dalam

air, tidak toksik, dan tidak mudah diserap (Septiana 2017). Struktur kimia PEG

dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Struktur kimia PEG. Sumber: Banerjee et al. (2015)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska et al. (2018), edible

film yang terbuat dari κ-karagenan dengan penambahan PEG 8% tampak mengilat

dan sedikit berminyak. Penambahan konsentrasi PEG dapat meningkatkan titik

leleh dan menurunkan entalpi pada film κ-karagenan. Titik leleh yang meningkat

pada film κ-karagenan diharapkan bisa digunakan pada produk-produk pangan

yang memerlukan pemanasan pada batas suhu tertentu. Penambahan PEG sebagai

plasticizer juga dapat menurunkan kuat tarik dan mengurangi gaya antarmolekul

(Sogiana 2013). Hal ini dibuktikan pada penambahan PEG dari konsentrasi 6%

menjadi 8% dan 10%, film κ-karagenan mengalami penurunan kuat tarik.

3.3 Karakteristik Edible Film Berdasarkan Japanese Industrial Standard

(JIS) 1975

3.3.1 Ketebalan

Secara umum, penambahan pati berpengaruh nyata terhadap ketebalan

edible film. Semakin tinggi penambahan pati maka ketebalan edible film semakin

meningkat (Amaliya dan Widya 2014). Ketebalan merupakan salah satu

karakteristik edible film yang penting karena berpengaruh pada sifat penghalang

(barrier) terhadap uap air serta umur simpan produk. Semakin tinggi nilai

ketebalannya maka sifat edible film yang dihasilkan akan semakin kaku dan keras.

Di samping itu, produk yang dikemas akan semakin terlindungi dari pengaruh luar

(Jacoeb et al. 2014).

Nilai ketebalan didapatkan dari pengukuran menggunakan mikrometer.

Nilai yang ditunjukkan pada Tabel 7 memiliki hasil yang berbeda-beda,

dipengaruhi oleh kadar pati dan konsentrasi plasticizer yang ditambahkan.

Ketebalan edible film pada hasil penelitian 20 sumber pustaka memiliki nilai

antara 0.026 – 3.157 mm. Dari 54 data hasil penelitian literatur, terdapat 5 data

pada pati singkong (tapioka) yang melebihi nilai standar edible film yang

ditentukan pada Japanese Industrial Standard (1975), yaitu maksimal 0.25 mm.

Sementara itu, nilai ketebalan edible film dari pati yang lain, seperti maizena (pati

jagung), kentang, sagu alami dan asetat modifikasi, buah lindur, dan buah sukun,

sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dapat diketahui secara

umum, semua jenis pati dapat menghasilkan nilai ketebalan yang sesuai standar.

Peningkatan nilai ketebalan menurut Nugroho et al. (2013) disebabkan oleh

penambahan konsentrasi bahan penyusun edible film. Hal ini mengakibatkan total

padatan terlarut setelah proses pengeringan mengalami peningkatan karena

penyusun matriks edible film yang semakin banyak. Semakin banyak kadar pati

Page 36: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

22

Tabel 7 Hasil pengukuran ketebalan edible film dengan sumber pati dan plasticizer yang beragam

Jenis pati Kondisi Ketebalan

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume larutan

Bobot pati (g)

[pati] (%) (b/v)

Volume plasticizer

[plasticizer] (%) (b/b)

(Maks. 0.25 mm)

Referensi

(mL) (mL)

1 Gliserol 800 8.0 1.0 1.6 20 0.090 Pamuji et al. (2014)

2 Gliserol 50 0.8 1.6 0.2 25 0.026 Amalina (2013)

3 Gliserol 100 2.0 2.0 0.4 50 0.060 Moulia (2018)

4 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.102 Kawija (2017)

5 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 0.216 Saleh et al. (2017)

6 Gliserol 100 3.0 3.0 1.8 60 0.358 Saleh et al. (2017)

7 Gliserol 100 3.0 3.0 2.0 66 0.138 Saleh et al. (2017)

8 Gliserol 100 3.5 3.5 1.5 43 0.278 Saleh et al. (2017)

9 Gliserol 100 3.5 3.5 1.8 51 0.191 Saleh et al. (2017)

10 Gliserol 100 3.5 3.5 2.0 57 0.265 Saleh et al. (2017)

11 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 2.477 Saleh et al. (2017)

12 Gliserol 100 4.0 4.0 1.8 45 3.157 Saleh et al. (2017)

13 Gliserol 100 4.0 4.0 2.0 50 2.707 Saleh et al. (2017)

14 Gliserol 100 4.0 4.0 1.0 25 0.084 Muin (2017)

15 Gliserol 100 4.0 4.0 1.3 32.5 0.104 Muin (2017)

16 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 0.106 Muin (2017)

17 Gliserol 100 4.0 4.0 1.8 45 0.110 Muin (2017)

18 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.137 Utami et al. 2017)

19 Gliserol 100 4.0 4.0 1.75 43.75 0.188 Ulyarti et al. (2020)

20 Gliserol 100 5.0 5.0 1.5 30 0.174 Nata et al. (2020)

Page 37: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

23

Jenis pati Kondisi

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume

larutan

(mL)

Bobot

pati (g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume

plasticizer

(mL)

[plasticizer]

(%) (b/b)

Ketebalan (mm)

Referensi

21 Gliserol 100 4.0 4.0 1.7 42.5 0.122 Caetano et al. (2018)

22 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 0.110 Luchese et al. (2017)

23 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 0.130 Luchese et al. (2017)

24 Sorbitol 100 1.8 1.8 1.5 83.33 0.194 Saleh et al. (2017)

25 Sorbitol 100 1.8 1.8 1.8 100 0.096 Saleh et al. (2017)

26 Sorbitol 100 1.8 1,8 2.0 111 0.175 Saleh et al. (2017)

27 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.5 75 0.257 Saleh et al. (2017)

28 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.8 90 0.135 Saleh et al. (2017)

29 Sorbitol 100 2.0 2.0 2.0 100 0.201 Saleh et al. (2017)

30 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.5 65 1.150 Saleh et al. (2017)

31 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.8 78 0.140 Saleh et al. (2017)

32 Sorbitol 100 2.3 2.3 2.0 87 0.247 Saleh et al. (2017)

Kentang

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.4 13.33 0.058 Sjamsiah et al. (2017)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 0.6 20 0.062 Sjamsiah et al. (2017)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 0.8 26.66 0.071 Sjamsiah et al. (2017)

Maizena (Jagung)

1 Gliserol 300 15.0 5.0 3.0 50 0.135 Estinigtyas et al. (2012)

2 Gliserol 300 5.2 0.02 2.6 50 0.161 Siswanti et al. (2013)

3 Gliserol 1000 20 2.0 9.0 45 0.070 Luchese et al. (2017)

4 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 0.120 Luchese et al. (2017)

Page 38: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

24

Jenis pati Kondisi

Maizena Plasticizer

(Jagung)

Volume

larutan

(mL)

Bobot

pati (g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume

plasticizer

(mL)

[plasticizer]

(%) (b/b)

Ketebalan (mm)

Referensi

5 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 0.160 Luchese et al. (2017)

6 Gliserol 100 5.0 5.0 2.5 50 0.266 Ghasemlou et al. (2013)

7 Gliserol 100 7.5 7.5 3.0 40 0.148 Dai et al. (2015)

8 Sorbitol 100 0.6 0.6 0.06 10 0.147 Zuo et al. (2017)

9 Sorbitol 100 0.48 0.48 0.048 10 0.127 Zuo et al. (2017)

Sagu Alami

1 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 0.185 Rusmawati (2020)

Sagu Asetat Modifikasi

1 Gliserol 100 3.0 3.0 1.2 40 0.125 Rusmawati (2020)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 0.145 Rusmawati (2020)

3 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.175 Rusmawati (2020)

Buah Sukun

1 100 5.0 5.0 0.046 Marpongahtun (2013)

2 Silitol 100 5.0 5.0 1.0 20 0.041 Marpongahtun (2013)

3 Sorbitol 100 5.0 5.0 1.0 20 0.043 Marpongahtun (2013)

4 PEG 400 100 5.0 5.0 1.0 20 0.045 Marpongahtun (2013)

Buah Lindur

1 Gliserol 100 4.0 4.0 1.0 25 0.200 Jacoeb et al. (2014)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 0.130 Jacoeb et al. (2014)

Page 39: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

25

singkong yang digunakan, maka ketebalan edible film semakin meningkat. Hal ini

sejalan dengan Park et al. (1996) yang menyatakan bahwa ketebalan edible film

dipengaruhi oleh luas cetakan, volume larutan, dan banyaknya total padatan dalam

larutan. Semakin banyak jumlah pati dan plasticizer yang ditambahkan akan

meningkatkan total padatan dalam larutan sehingga yang mengendap sebagai

edible film akan semakin tebal.

Penambahan plasticizer berupa gliserol, sorbitol, silitol, dan PEG 400 akan

meningkatkan total padatan dalam larutan sehingga yang mengendap sebagai

edible film semakin tebal. Yulianti dan Ginting (2012) mengungkapkan bahwa

ketebalan dapat memengaruhi laju uap air, gas, dan senyawa volatil lainnya.

Semakin tebal edible film yang dihasilkan, akan meningkatkan kemampuannya

untuk menghambat laju gas dan uap air sehingga memperpanjang umur simpan

produk pangan. Namun, jika terlalu tebal akan memengaruhi penampilan dan rasa

serta tekstur produk pangan saat dikonsumsi. Faktor lainnya yang menyebabkan

peningkatan nilai ketebalan, yaitu adanya interaksi antara pati dan pemlastis

selama gelatinisasi sehingga menghasilkan film yang lebih tebal (Gutierrez et al.

2009).

Edible film yang terplastisasi PEG memiliki nilai ketebalan yang paling

tinggi dibandingkan yang lainnya. Hal ini dikarenakan PEG memiliki bobot

molekul cukup besar yaitu 200, 400, 600, 1000, 1500, 4000, dan 6000 g/mol

(Astuti 2008). Bobot molekul ini lebih besar dibandingkan plasticizer lainnya,

seperti sorbitol (182.17 g/mol) , gliserol (92.09 g/mol) dan silitol (152.15 g/mol).

Ukuran molekul PEG yang lebih besar dari sorbitol dan silitol akan memperbesar

volume bebas antar rantai polimer sehingga mempermudah pemindahan molekul

air dan menyebabkan penambahan jumlah total padatan.

3.3.2 Water Vapour Transmission Rate (WVTR)

Water vapour transmission rate (WVTR) merupakan laju transmisi uap air

melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata, dengan ketebalan

tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua

permukaan tertentu pada kondisi dan suhu tertentu (Krochta et al. 1997).

Pengujian laju transmisi uap air dilakukan menggunakan metode gravimetri

kemudian hasil yang diperoleh dimasukkan ke dalam Persamaan 1 (Gontard et al.

1993).

... (1)

Tabel 8 menunjukkan nilai laju transmisi uap air hasil penelitian dari 18

pustaka dengan 32 percobaan berada di antara 0.193 – 198.980 g/m2/24 jam. Nilai

WVTR tertinggi sebesar dimiliki oleh edible film berbahan pati singkong 2% dan plasticizer gliserol 0.4% (Moulia 2018), sedangkan nilai WVTR terendah dimiliki oleh edible film berbahan pati jagung 6.7% dan sorbitol (Murni 2013). Dari data

hasil penelitian literatur, terdapat 8 data pada yang memenuhi nilai standar edible film yang ditentukan pada Japanese Industrial Standard (1975), yaitu maksimal

10 g/m2/24 jam. Nilai WVTR yang telah memenuhi standar adalah edible film

yang berbahan pati jagung 5% dan gliserol 1% sebesar 6.847 g/m2/24 jam

(Estiningtyas et al. 2012); pati jagung 6.7% dan sorbitol 0.193 g/m2/24jam sebesar

Page 40: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

26

Tabel 8 Hasil pengukuran water vapor transmission rate (WVTR) edible film dengan sumber pati dan plasticizer yang beragam

Jenis pati K ondisi

Tapioka Volume

Bobot [pati] (%) Volume

[plasticizer] Plasticizer larutan plasticizer

WVTR (g/m2/24jam) Referensi

(Singkong) (mL) pati (g) (b/v) (mL) (%) (b/b)

1 Gliserol 800 8.0 1.0 1.6 20 10.330 Pamuji et al. (2014)

2 Gliserol 50 0.8 1.6 0.2 25 165.240 Amalina (2013)

3 Gliserol 100 2.0 2.0 0.4 20 198.980 Moulia (2018)

4 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 114.877 Kawija (2017)

5 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 27.321 Utami et al. 2017)

6 Gliserol 100 4.0 4.0 1.75 43.75 53.34 Ulyarti et al. (2020)

7 Gliserol 100 4.0 4.0 1.7 42.5 0.43 Caetano et al. (2018)

8 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 8.64 Luchese et al. (2017)

9 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 6.00 Luchese et al. (2017)

Maizena (Jagung)

1 Gliserol 300 15.0 5.0 3.0 20 6.847 Estinigtyas et al. (2012)

2 Gliserol 300 5.2 0.02 2.6 50 15.600 Siswanti et al. (2013)

3 Gliserol 1000 20 2.0 9.0 45 8.16 Luchese et al. (2017)

4 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 7.68 Luchese et al. (2017)

5 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 6.96 Luchese et al. (2017)

6 Gliserol 100 5.0 5.0 2.5 50 3.37 Ghasemlou et al. (2013)

7 Gliserol 100 7.5 7.5 3.0 40 2.74 Dai et al. (2015)

8 Sorbitol 150 10.0 6.7 0.193 Murni (2013)

9 Sorbitol 100 0.6 0.6 0.06 10 5.2 Zuo et al. (2017)

10 Sorbitol 100 0.48 0.48 0.048 10 5.0 Zuo et al. (2017)

Page 41: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

27

Sagu Plasticizer

larutan Bobot [pati] (%)

plasticizer [plasticizer]

Jenis pati K ondisi

Volume Volume WVTR (g/m2/24jam) Referensi

Alami (mL) pati (g) (b/v)

(mL) (%) (b/b)

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.5 16.66 7.79 Wattimena et al. (2016)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 1.0 33.33 10.64 Wattimena et al. (2016)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 14.87 Wattimena et al. (2016)

4 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 1.16 Rusmawati (2020)

Sagu Asetat Modifikasi

1 Gliserol 100 3.0 3.0 1.2 40 1.19 Rusmawati (2020)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 0.88 Rusmawati (2020)

3 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.77 Rusmawati (2020)

Buah Sukun

1 100 5.0 5.0 120 Rusmawati (2020)

2 Silitol 100 5.0 5.0 1.0 20 100 Marpongahtun (2013)

3 Sorbitol 100 5.0 5.0 1.0 20 60 Marpongahtun (2013)

4 PEG 400 100 5.0 5.0 1.0 20 100 Marpongahtun (2013)

Buah Lindur

1 Gliserol 100 4.0 4.0 1.0 25 9.63 Jacoeb et al. (2014)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 10.82 Jacoeb et al. (2014)

Page 42: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

28

0.193 g/m2/24 jam (Murni 2013); pati sagu alami 3% dan gliserol 1% sebesar 7.79

g/m2/24 jam (Wattimena et al. 2016); pati sagu alami 4% dan gliserol 1.6%

sebesar 1.16 g/m2/24 jam (Rusmawati 2020); pati sagu asetat 3% dan gliserol

1.2% sebesar 1.19 g/m2/24 jam (Rusmawati 2020); pati sagu asetat 4% dan

gliserol 1.6% sebesar 0.88 g/m2/24 jam (Rusmawati 2020); pati sagu asetat 5%

dan gliserol 2% sebesar 0.77 g/m2/24 jam (Rusmawati 2020).

Menurut Fatnasari et al. (2018), penambahan plasticizer dapat

meningkatkan nilai WVTR yang diduga karena plasticizer bersifat hidrofilik dan

mampu menurunkan tegangan antar molekul pada matriks edible film. Gliserol

sebagai salah satu jenis plasticizer yang sering ditambahkan ke dalam formulasi

edible film juga bersifat hidrofilik, menambah sifat polar dan mudah larut dalam

air. Hal ini mengakibatkan semakin banyak konsentrasi gliserol yang

ditambahkan, maka permeabilitas terhadap uap air akan meningkat.

Nilai WVTR juga dipengaruhi oleh ketebalan edible film. Semakin tebal

film akan meningkatkan laju uap airnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianti

dan Ginting (2012) bahwa ketebalan dapat memengaruhi laju uap air, gas, dan

senyawa volatil lainnya. Semakin tebal edible film yang dihasilkan, akan

meningkatkan kemampuannya untuk menghambat laju gas dan uap air sehingga

memperpanjang umur simpan produk pangan.

3.3.3 Kuat tarik

Kuat tarik adalah tarikan maksimum yang dapat dicapai edible film sebelum

putus. Pengukuran kuat tarik bertujuan untuk mengetahui besarnya gaya

merenggang atau memanjang yang dicapai tarikan maksimum pada satuan luas

area. Nilai kuat tarik edible film dapat dihitung dengan membagi nilai gaya tarik

yang dihasilkan ketika film putus dibagi dengan luas film seperti pada Persamaan

2. Nilai kuat tarik yang besar menandakan semakin kuat film yang dihasilkan,

sedangkan nilai kuat tarik yang rendah menunjukkan film lebih lentur dan tidak

mudah putus (Moulia 2018). Nilai kuat tarik yang maksimal pada edible film

mengindikasikan kemampuan menahan kerusakan fisik yang maksimal sehingga

akan meminimalkan kerusakan produk pangan dari gangguan mekanis dengan

baik (Supeni et al. 2015).

= ( ) ( 2)

... (2)

Nilai kuat tarik ditunjukkan pada Tabel 9 yang bersumber dari 20 pustaka

dan 53 satuan percobaan berkisar antara 0.109 – 75.0 MPa. Nilai kuat tarik

tertinggi sebesar dimiliki oleh edible film berbahan pati kentang 3% dan

plasticizer gliserol 0.4% (Sjamsiah et al. 2017), sedangkan nilai kuat tarik

terendah dimiliki oleh edible film berbahan pati singkong 5.0% dan plasticizer

gliserol 2.0% sebesar (Utami et al. 2017). Berdasarkan data hasil penelitian

literatur, terdapat 2 data pada pati singkong (tapioka) yang melebihi nilai standar

edible film yang ditentukan pada Japanese Industrial Standard (1975), yaitu

minimal 0.3 MPa. Berbanding terbalik dengan ketebalan, penambahan plasticizer

menunjukkan adanya penurunan nilai kuat tarik (Tabel 9). Hal ini disebabkan

plasticizer akan menurunkan gaya kohesi antar rantai (Wijaya 2013). Makin tinggi

konsentrasi plasticizer yang ditambahkan maka semakin menurun nilai kuat tarik

Page 43: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

29

Tabel 9 Hasil pengukuran kuat tarik edible film dengan sumber pati dan plasticizer yang beragam

Jenis pati Kondisi

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume

larutan

Bobot pati

(g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume plasticizer

[plasticizer]

(%) (b/b)

Kuat tarik

(MPa) Referensi

(mL) (mL)

1 Gliserol 800 8.0 1.0 1.6 20 52.720 Pamuji et al. (2014)

2 Gliserol 50 0.8 1.6 0.2 25 15.245 Amalina (2013)

3 Gliserol 100 2.0 2.0 0.4 20 4.300 Moulia (2018)

4 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.128 Kawija (2017)

5 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 0.654 Saleh et al. (2017)

6 Gliserol 100 3.0 3.0 1.8 60 0.523 Saleh et al. (2017)

7 Gliserol 100 3.0 3.0 2.0 66.66 0.425 Saleh et al. (2017)

8 Gliserol 100 3.5 3.5 1.5 43 1.340 Saleh et al. (2017)

9 Gliserol 100 3.5 3.5 1.8 51 0.850 Saleh et al. (2017)

10 Gliserol 100 3.5 3.5 2.0 57 0.916 Saleh et al. (2017)

11 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 2.387 Saleh et al. (2017)

12 Gliserol 100 4.0 4.0 1.8 45 0.915 Saleh et al. (2017)

13 Gliserol 100 4.0 4.0 2.0 50 0.818 Saleh et al. (2017)

14 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 0.109 Utami et al. 2017)

15 Gliserol 100 5.0 5.0 1.5 30 1.500 Nata et al. (2020)

16 Gliserol 100 4.0 4.0 1.7 42.5 0.43 Caetano et al. (2018)

17 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 8.64 Luchese et al. (2017)

19 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 6.00 Luchese et al. (2017)

20 Sorbitol 100 1.8 1.8 1.5 83.33 14.388 Saleh et al. (2017)

21 Sorbitol 100 1.8 1.8 1.8 100 0.850 Saleh et al. (2017)

Page 44: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

30

Jenis pati Kondisi

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume

larutan

Bobot pati

(g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume

plasticizer

[plasticizer]

(%) (b/b)

Kuat tarik

(MPa) Referensi

(mL) (mL)

22 Sorbitol 100 1.8 1.8 2.0 111 0.621 Saleh et al. (2017)

23 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.5 75 1.112 Saleh et al. (2017)

24 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.8 90 0.981 Saleh et al. (2017)

25 Sorbitol 100 2.0 2.0 2.0 100 0.948 Saleh et al. (2017)

26 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.5 65 1.537 Saleh et al. (2017)

27 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.8 78 1.472 Saleh et al. (2017)

28 Sorbitol 100 2.3 2.3 2.0 87 1.247 Saleh et al. (2017)

Maizena (Jagung)

1 Gliserol 300 15.0 5.0 3.0 20 2.039 Estinigtyas et al. (2012)

2 Gliserol 300 5.2 0.02 2.6 50 1.250 Siswanti et al. (2013)

3 Gliserol 1000 20 2.0 9.0 45 2.90 Luchese et al. (2017)

4 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 2.90 Luchese et al. (2017)

5 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 3.90 Luchese et al. (2017)

6 Gliserol 100 5.0 5.0 2.5 50 8.90 Ghasemlou et al. (2013)

7 Gliserol 100 7.5 7.5 3.0 40 1.20 Dai et al. (2015)

8 Sorbitol 150 10.0 6.7 11.120 Murni (2013)

9 Sorbitol 100 0.6 0.6 0.06 10 9.00 Zuo et al. (2017)

10 Sorbitol 100 0.48 0.48 0.048 10 8.00 Zuo et al. (2017)

Sagu Alami

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.5 16.66 28.230 Wattimena et al. (2016)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 1.0 33.33 7.910 Wattimena et al. (2016)

Page 45: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

31

Jenis pati Kondisi

Sagu Alami

Plasticizer

Volume Bobot pati [pati]

Volume [plasticizer]

Kuat tarik Referensi

larutan (g) (%) (b/v)

plasticizer (%) (b/b)

(MPa)

(mL) (mL)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 3.590 Wattimena et al. (2016)

4 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 0.814 Rusmawati (2020)

Sagu Asetat Modifikasi

1 Gliserol 100 3.0 3.0 1.2 40 0.650 Rusmawati (2020)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 1.635 Rusmawati (2020)

3 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 2.180 Rusmawati (2020)

Kentang

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.4 13.33 75.0 Sjamsiah et al. (2017)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 0.6 20 69.0 Sjamsiah et al. (2017)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 0.8 26.66 35.0 Sjamsiah et al. (2017)

Buah Sukun

1 100 5.0 5.0 4.90 Marpongahtun (2013)

2 Silitol 100 5.0 5.0 1.0 20 2.94 Marpongahtun (2013)

3 Sorbitol 100 5.0 5.0 1.0 20 3.43 Marpongahtun (2013)

4 PEG 400 100 5.0 5.0 1.0 20 4.41 Marpongahtun (2013)

Buah Lindur

1 Gliserol 100 4.0 4.0 1.0 25 15.64 Jacoeb et al. (2014)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 13.04 Jacoeb et al. (2014)

Page 46: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

32

yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan plasticizer juga dapat

meningkatkan kelembapan film karena plasticizer bersifat higroskopis (Fatnasari

et al. 2018).

Penambahan plasticizer gliserol pada edible film dapat mengakibatkan

menurunnya nilai kuat tarik. Semakin tinggi konsentrasi maka akan menurunkan

tegangan antar molekul yang menyusun matriks film sehingga edible film yang

dihasilkan semakin lemah terhadap gaya yang besar. Gliserol yang ditambahkan

akan larut ke dalam tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan

molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas. Jika suhu transisi

gelas menurun, maka film yang terbentuk akan semakin lunak dan menyebabkan

kuat tariknya semakin rendah (Jacoeb et al. 2014).

Pada penelitian Wijaya (2013) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi

plasticizer sorbitol pada edible film mengakibatkan penurunan nilai kuat tariknya.

Peningkatan konsentrasi gliserol pada penelitian Saleh et al. (2017) juga

mengakibatkan penurunan nilai tarik. Selain itu, penurunan nilai kuat tarik juga

disebabkan dengan penurunan kadar pati yang ditambahkan. Semakin banyak

kadar pati yang ditambahkan, nilai kuat tarik yang dihasilkan semakin tinggi.

Bobot molekul plasticizer juga memengaruhi nilai kuat tarik. Nilai kuat

tarik edible film akan mengalami peningkatan seiring meningkatnya berat

molekul. Pada penelitian Marpongahtun (2013) nilai kuat tarik tertinggi pada

edible film yang ditambahkan PEG 400 dengan bobot molekul sebesar 400 g/mol,

sementara nilai kuat tarik terendah terdapat pada edible film yang terplastisasi

silitol dengan bobot molekul 152.15 g/mol). Sementara pada penelitian Saleh et

al. (2017), penambahan plasticizer sorbitol dengan bobot molekul 182.17 g/mol

memiliki nilai kuat tarik lebih tinggi dibandingkan edible film yang terplastisasi

gliserol dengan bobot molekul 92.09 g/mol.

3.3.4 Elongasi

Elongasi adalah persen pertambahan panjang bahan materi film yang diukur

mulai dari panjang awal pada saat mengalami penarikan hingga putus

(Marpongahtun 2013). Elongasi dikorelasikan dengan fleksibilitas dan keplastisan

yang merupakan salah karakteristik penting film. Tingkat keplastisan yang tinggi

menunjukkan karakteristik yang kurang baik karena film yang dihasilkan akan

sulit putus dengan gaya rendah. Di sisi lain, kelebihannya adalah memiliki

kemampuan menyesuaikan bentuk kemasan dengan bahan pangan yang dikemas.

Nilai elongasi dapat dihitung dengan membagi panjang akhir dengan panjang

awal lalu dikalikan seratus persen seperti pada Persamaan 3 (Pamuji 2014).

... (3)

Persen elongasi ditunjukkan pada Tabel 10 yang bersumber dari 19 pustaka

dan 51 satuan percobaan berkisar antara 0.14 – 184.32 MPa. Nilai kuat tarik

tertinggi sebesar dimiliki oleh edible film berbahan pati singkong 5% dan

plasticizer gliserol 2% (Utami et al. 2017), sedangkan nilai kuat tarik terendah

dimiliki oleh edible film berbahan pati singkong 1.8% dan plasticizer sorbitol 2%

sebesar (Saleh et al. 2017). Dari data hasil penelitian literatur, terdapat 4 data pada

Page 47: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

33

Tabel 10 Hasil pengukuran elongasi edible film dengan sumber pati dan plasticizer yang beragam

Jenis pati Kondisi

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume

larutan

Bobot pati

(g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume plasticizer

[plasticizer]

(%) (b/b)

Elongasi

(%) Referensi

(mL) (mL)

1 Gliserol 800 8.0 1.0 1.6 20 117.72 Pamuji et al. (2014)

2 Gliserol 50 0.8 1.6 0.2 25 30.75 Amalina (2013)

3 Gliserol 100 2.0 2.0 0.4 20 61.00 Moulia (2018)

4 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 145.99 Kawija (2017)

5 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 17.30 Saleh et al. (2017)

6 Gliserol 100 3.0 3.0 1.8 60 15.50 Saleh et al. (2017)

7 Gliserol 100 3.0 3.0 2.0 66 23.79 Saleh et al. (2017)

8 Gliserol 100 3.5 3.5 1.5 43 31.00 Saleh et al. (2017)

9 Gliserol 100 3.5 3.5 1.8 51 32.37 Saleh et al. (2017)

10 Gliserol 100 3.5 3.5 2.0 57 38.67 Saleh et al. (2017)

11 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 12.04 Saleh et al. (2017)

12 Gliserol 100 4.0 4.0 1.8 45 10.25 Saleh et al. (2017)

13 Gliserol 100 4.0 4.0 2.0 50 13.67 Saleh et al. (2017)

14 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 184.32 Utami et al. 2017)

15 Gliserol 100 5.0 5.0 1.5 30 35.00 Nata et al. (2020)

16 Gliserol 100 4.0 4.0 1.7 42.5 136 Caetano et al. (2018)

17 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 107 Luchese et al. (2017)

18 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 124 Luchese et al. (2017)

19 Sorbitol 100 1.8 1.8 1.5 83 0.22 Saleh et al. (2017)

20 Sorbitol 100 1.8 1,8 1.8 100 0.36 Saleh et al. (2017)

Page 48: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

34

Jenis pati Kondisi

Tapioka Plasticizer

(Singkong)

Volume

larutan

Bobot pati

(g)

[pati]

(%) (b/v)

Volume

plasticizer

[plasticizer]

(%) (b/b)

Elongasi

(%) Referensi

(mL) (mL)

21 Sorbitol 100 1.8 1.8 2.0 111 0.14 Saleh et al. (2017)

22 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.5 75 0.28 Saleh et al. (2017)

23 Sorbitol 100 2.0 2.0 1.8 90 0.19 Saleh et al. (2017)

24 Sorbitol 100 2.0 2.0 2.0 100 0.26 Saleh et al. (2017)

25 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.5 65 2.48 Saleh et al. (2017)

26 Sorbitol 100 2.3 2.3 1.8 78 3.16 Saleh et al. (2017)

27 Sorbitol 100 2.3 2.3 2.0 87 2.71 Saleh et al. (2017)

Maizena (Jagung)

1 Gliserol 300 15.0 5.0 3.0 20 18.77 Estinigtyas et al. (2012)

2 Gliserol 300 5.2 0.02 2.6 50 15.56 Siswanti et al. (2013)

3 Gliserol 1000 20 2.0 9.0 45 70.00 Luchese et al. (2017)

4 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 103 Luchese et al. (2017)

5 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 122 Luchese et al. (2017)

6 Gliserol 100 5.0 5.0 2.5 50 162.45 Ghasemlou et al. (2013)

7 Gliserol 100 7.5 7.5 3.0 40 84.5 Dai et al. (2015)

8 Sorbitol 100 0.6 0.6 0.06 10 76.00 Zuo et al. (2017)

9 Sorbitol 100 0.48 0.48 0.048 10 78.00 Zuo et al. (2017)

Sagu Alami

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.5 16 3.55 Wattimena et al. (2016)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 1.0 33 8.98 Wattimena et al. (2016)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 1.5 50 17.55 Wattimena et al. (2016)

Page 49: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

35

Jenis pati Kondisi

Sagu Alami

Plasticizer

Volume Bobot pati [pati]

Volume [plasticizer]

Elongasi Referensi

larutan (g) (%) (b/v)

plasticizer (%) (b/b)

(%)

(mL) (mL)

4 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 38.93 Rusmawati (2020)

Sagu Asetat Modifikasi

1 Gliserol 100 3.0 3.0 1.2 40 35.72 Rusmawati (2020)

2 Gliserol 100 4.0 4.0 1.6 40 49.10 Rusmawati (2020)

3 Gliserol 100 5.0 5.0 2.0 40 63.92 Rusmawati (2020)

Kentang

1 Gliserol 100 3.0 3.0 0.4 13 4.96 Sjamsiah et al. (2017)

2 Gliserol 100 3.0 3.0 0.6 20 9.04 Sjamsiah et al. (2017)

3 Gliserol 100 3.0 3.0 0.8 27 9.51 Sjamsiah et al. (2017)

Buah Sukun

1 100 5.0 5.0 15.0 Marpongahtun (2013)

2 Silitol 100 5.0 5.0 1.0 20 25.0 Marpongahtun (2013)

3 Sorbitol 100 5.0 5.0 1.0 20 25.0 Marpongahtun (2013)

4 PEG 400 100 5.0 5.0 1.0 20 35.0 Marpongahtun (2013)

5 Gliserol 100 4.0 4.0 1.0 25 52.25 Jacoeb et al. (2014)

6 Gliserol 100 4.0 4.0 1.5 37.5 126.54 Jacoeb et al. (2014)

Page 50: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

36

yang memenuhi nilai standar edible film yang ditentukan pada Japanese Industrial

Standard (1975), yaitu minimal 70%. Nilai persen elongasi yang telah memenuhi

standar adalah edible film yang berbahan pati singkong 1% dan gliserol 0.2%

sebesar 117.72% (Pamuji 2014); pati singkong 5% dan gliserol 2% sebesar

145.99% (Kawija 2017); pati singkong 5% dan gliserol 2% (Saleh et al. 2017)

sebesar 184.32%; dan pati buah sukun 4% dan gliserol 1.5% sebesar 126.54%.

Putra et al. (2017) menyebutkan bahwa plasticizer dapat mengurangi energi

aktivasi untuk pergerakan molekul dalam matriks. Semakin berkurangnya

pergerakan molekul dapat menyebabkan bertambahnya daya elastis dari edible

film sehingga peningkatan konsentrasi plasticizer hingga titik tertentu dapat

menaikkan elongasi. Namun, peningkatan konsentrasi plasticizer akan

menghasilkan edible film yang memiliki persen elongasi lebih tinggi hingga

batasan tertentu sampai film yang dihasilkan tidak lembek (Siregar dan Irma

2012). Hal ini disebabkan adanya gliserol akan menurunkan gaya antar molekul

sehingga mobilitas antar rantai molekul makin meningkat dan persen elongasi

edible film pun semakin meningkat. Plasticizer akan menurunkan ikatan kohesi

antar polimer yang membentuk film bersifat lebih elastis (Sitompul dan Zubaidah

2017). Semakin tinggi persen elongasinya, maka elongasi film juga akan

meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

Bourtoom (2007) juga menjelaskan gliserol menurunkan kekakuan dan

meningkatkan fleksibilitas film.

3.3.5 Karakteristik edible film yang telah sesuai dengan Japanese Industrial

Standard 1975

Edible film yang baik memiliki standar yang telah ditetapkan pada Japanese Industrial Standard 1975, yaitu ketebalan maksimum 0.25 mm, laju transmisi uap

air (water vapor transmission rate) maksimum 10 g/m2/24 jam, kuat tarik (tensile

strengh) minimum 0.3 MPa, dan elongasi minimum 70 %. Edible film yang baik

dapat berfungsi sebagai pembatas (barrier) dari kelembapan, oksigen, flavor, dan minyak untuk mempertahankan kualitas pangan (Maharani et al. 2017).

Berdasarkan 22 pustaka dengan 59 satuan percobaan yang telah ditelaah, terdapat

10 satuan percobaan penelitian edible film yang telah memenuhi syarat pada

Japanese Industrial Standard 1975 yang terangkum pada Tabel 11.

Ketebalan edible film yang dihasilkan adalah 0.070 – 0.226 mm telah

memenuhi standar maksimum 0.25 mm. Edible film yang terlalu tebal atau

melebihi batas maksimum akan memengaruhi bahan yang dikemas, seperti

mengubah aroma dan rasa (Maharani et al. 2017) serta dapat menurunkan nilai

estetika dan pemasaran dari produk pangan yang dikemas.

Laju transmisi uap air (water vapor transmission rate) yang dihasilkan

adalah 0.43 – 8.64 g/m2/24 jam dan tidak melebihi standar, yaitu maksimum 10

g/m2/24 jam. Menurut Dai et al. (2015), edible film yang baik untuk kemasan

pangan adalah yang memiliki nilai WVTR sekecil mungkin dan mampu

mengurangi perpindahan uap air dan kelembapan antara atmosfer di sekitarnya

sehingga produk yang dikemas dapat terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh udara. Edible film yang menjadi bahan pengemas tersebut harus dapat

berperan sebagai penghambat transfer massa, yaitu kelembapan, oksigen, cahaya,

lipid, dan zat terlarut (Maharani et al. 2017). Penambahan gliserol berperan untuk

Page 51: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

37

Tabel 11 Karakteristik edible film yang telah sesuai dengan Japanese Industrial Standard (JIS) 1975

kong)

(mL)

(b/v)

cizer 24jam) %)

Jenis pati Kon disi

Volu- [plasti- Ketebalan

WVTR Kuat tarik Elongasi

Tapioka Plasti-

Volume Bobot

[pati] me cizer] (Maks.

(maks. 10 (min.

(Sing-

cizer larutan

pati (g) (%) plasti-

(%) 0.25 mm) g/m2/

0.3MPa)

(min. 70 Referensi

(mL) (b/b)

1 Gliserol 100 4.0 4.0 1.7 42.5 0.122 0.43 1.74 136 Caetano et al. (2018)

2 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 0.110 8.64 3.10 107 Luchese et al. (2017)

3 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 0.130 6.00 3.80 124 Luchese et al. (2017)

Maizena (Jagung)

4 Sorbitol 100 0.6 0.6 0.06 10 0.147 5.2 9.00 76 Zuo et al. (2017)

5 Sorbitol 100 0.48 0.48 0.048 10 0.127 5.0 8.00 78 Zuo et al. (2017)

6 Gliserol 1000 20 2.0 9.0 45 0.070 8.16 2.90 70 Luchese et al. (2017)

7 Gliserol 1000 30 3.0 9.0 30 0.120 7.68 2.90 103 Luchese et al. (2017)

8 Gliserol 1000 40 4.0 9.0 22.5 0.160 6.96 3.90 122 Luchese et al. (2017)

9 Gliserol 100 5.0 5.0 2.5 50 0.226 3.37 8.90 162.45 Ghasemlou et al. (2013)

10 Gliserol 100 7.5 7.5 3.0 40 0.148 2.74 1.20 84.5 Dai et al. (2015)

Page 52: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

38

mengurangi kepadatan polimer yang digunakan dalam pembuatan film, dengan

demikian laju transmisi uap air dapat meningkat.

Kuat tarik (tensile strengh) dari 10 satuan percobaan yang memenuhi

standar minimum 0.3 MPa memiliki nilai antara 1.20 – 9.00 MPa. Kuat tarik

menunjukkan nilai maksimum gaya yang diproduksi jika dilakukan uji tarik.

Edible film yang baik memiliki kuat tarik tinggi sehingga mampu melindungi

produk pangan yang dikemasnya dari gangguan mekanis dengan baik.

Elongasi yang dihasilkan dari 10 satuan percobaan memiliki nilai antara 70

– 162.45 % dan telah memenuhi syarat minimum 70 %. Dari 10 satuan percobaan,

dengan penambahan sorbitol 10 % yang dilakukan oleh Zuo et al. (2017) dengan

menggunakan pati jagung sebagai bahan dasar edible film sudah mampu

menghasilkan nilai elongasi sebesar 76 %, sedangkan Luchese et al. (2017)

menggunakan gliserol 30 % untuk mendapatkan nilai elongasi film sebesar 107 %.

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Pati-patian merupakan material yang berpotensi untuk dijadikan edible film

karena memiliki ketersediaannya melimpah, ekonomis, bersifat biodegradable,

dan dapat memberikan karakteristik fisik dan mekanis yang baik. Edible film yang

terbuat dari pati memiliki kekurangan, yaitu rendahnya resistensi terhadap air dan

sifat penghalang terhadap uap air yang berpengaruh terhadap kestabilan film.

Penambahan plasticizer dapat mengurangi kerapuhan dan memudahkan

pencetakan film, serta mampu meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film,

terutama jika disimpan pada suhu rendah.

Karakteristik terbaik edible film mengacu pada standar edible film yang

ditentukan pada Japanese Industrial Standard (1975). Terdapat 10 dari 59 satuan

percobaan yang memenuhi standar dengan perbandingan kadar pati dan plasticizer tertentu. Penambahan plasticizer minimum yaitu sorbitol 10 % pada edible film

berbahan dasar pati jagung sudah cukup menghasilkan karakteristik yang sesuai

standar, yaitu ketebalan 0.147 mm, WVTR 5.2 g/m2/24 jam, kuat tarik 9.00 MPa,

dan elongasi sebesar 76 %. Penambahan plasticizer pada kadar tertentu dapat

menurunkan kualitas dari karakteristik edible film.

4.2 Saran

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk pengolahan data lebih

lanjut dalam systematic review dan meta analisis mengenai edible film berbasis

pati-patian. Pembuatan edible film dengan penambahan plasticizer yang minimum

dapat menggunakan komposisi bahan pati jagung dengan konsentrasi plasticizer

sorbitol 10%.

Page 53: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

39

DAFTAR PUSTAKA

Afifah N, Sholichah E, Indrianti N, Darmajana DA. 2018. Pengaruh kombinasi

plasticizer terhadap karakteristik edible film dari karagenan dan lilin lebah.

Bioproposal Industri. 9(1):49–60. doi: 10.36974/jbi.v9i1.3765.

Amalina YN. 2013. Edible film pati tapioka terplastisasi gliserol dengan

penambahan agar. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Amaliya RR dan Putri WDR. 2014. Karakterisasi edible film dari pati jagung

dengan penambahan filtrat kunyit putih sebagai antibakteri. Jurnal Pangan dan

Agroindustri. 2(3):43–53.

Astuti AW. 2011. Pembuatan edible film dari semirefine carrageenan (kajian

konsentrasi tepung SRC dan sorbitol). PKM.

Banerjee SS, Aher N, Patil R, Khandare J. Review article: poly(ethylene glycol)-

prodrug conjugates: concept, design, and applications. Journal of Drug

Delivery. 1–7. doi: 10.1155/2012/103973.

Boediono MPADR. 2012. Pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin dari

pati jagung dan pati kentang pada berbagai suhu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Bourtoom T. 2007. Effect of some process parameters on the properties of edible

film prepared from starches. Songkhala: Department of Material Product

Technology.

Caetano KS, Lopes NA, Costa TMH, Brandelli A, Rodrigues E, Flores SH,

Cladera-Olivera F. 2018. Food Packaging and Shelf Life. 16:138–147. doi:

10.1016/j.fpsl.2018.03.006.

Dai L, Qiu C, Xiong L, Sun Q. 2015. Characterisation of corn starch-based films

reinforced with taro starch nanoparticles. Food Chemistry. 174:82–88. doi:

10.1016/j.foodchem.2014.11.005.

Darmajana DA dan Ghaffar RM. 2018. Sensory testing of dodol made from

pinapple (Ananas commosus L.) with edible film pakcaging made from starch

of the plant garut (Maranta arundinacea L.). Proceeding of the 4th

International Symposium on applied Chemistry. doi: 10.1063/1.5064342.

Estiningtyas HR, Kawiji, Manuhara GJ. 2012. Aplikasi edible film maizena

dengan penambahan ekstrak jahe sebagai antioksidan alami pada coating sosis

sapi. Biofarmasi. 10(1):7–16. doi: 10.13057/biofar/f100102.

Fatnasari A, Nocianitri KA, Suparthana IP. 2018. The effect og glycerol

concentration on the characteristic edible film sweet potato starch (Ipomoea

batatas L.). Scientific Journal of Food Technology. 5(1):27–35.

Fazilah A, Maizura M, Karim AA, Bhupinder K, Bhat R, Uthumporn U, Chew S.

2011. Physical and mechanical properties of sago starch-alginate films

incorporated with calcium chloride. International Food Research Journal.

18(3):1027–1033.

Fransiska D, Giyatmi, Irianto HE, Darmawan M, Melanie S. 2018. Karakteristik

film k-karegenan dengan penambahan plasticizer polietilen glikol. JPB

Kelautan dan Perikanan. 13(1):13–20. doi: 10.15578/jpbkp.v13i1.504.

Garcia MA, Martino MN, Zaritzky NE. 1998. Plasticized starch-based coatings to

improve strawberry (Fragaria x ananassa) quality and stability. Journal Agri

Food Chem. 46:58–67. doi: 10.1021/jf980014c.

Page 54: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

40

Garcia NL, Ribba L, Dufresne A, Aranguren M, Goyanes S. 2011. Effect of

glyserol on the morphology of nanocomposites made from thermoplastic starch

and starch nanocrystals. Carbohydrate Polymers. 84(1):203–210. doi:

10.1016/j.carbpol.2010.11.024.

Gennadios A dan Weller CL. 1998. Edible films and coating from wheat and corn

proteins. Food Technol. 44(10):63–69.

Ghasemlou M, Aliheidari N, Fahmi R, Shojaee-Aliabadi S, Kechavarz B, Cran

MJ, Khaksar R. 2013. Physical, mechanical dan barrier properties of corn

starch films incorporated with plant essential oils. Carbohydrate Polymers.

98:1117–1126. doi: 10.1016/j.carbpol.2013.07.026.

Guilbert S, Gontard N, Gorris LGM. 1996. Prolongation of the shelf life

perishable food products using biodegradable films and coatings. Lebensm.

Wiss. Technol. 29:10–17. doi: 10.1006/fstl.1996.0002.

Gutierrez J, Barry-Ryan C, Bourke. 2009. Antimicrobial activity of plant essential

oils using food model media: efficacy, synergistic potential and interactions

with food components. Food Microbiol. 26(2):142–150. doi:

10.1016/j.fm.2008.10.008.

Harsojuwono dan Amata. 2017. Teknologi Polimer Industri Pertanian. Malang

(ID): Intimedia.

Jacoeb AM, Nugraha R, Utari SPSD. 2014. Pembuatan edible film dari pati buah

lindur dengan penambahan gliserol dan karaginan. Jurnal Pengolahan Hasil

Perikanan Indonesia. 17(1):14–21. doi: 10.17844/jphpi.v17i1.8132.

Jaya D dan Sulistyawati E. 2010. Pembuatan edible film dari tepung jagung.

Eksergi. 10(2):5–10. doi: 10.31315/e.v10i2.333. Kawiji, Atmaka W, Lestariana S. 2017. Studi karakteristik pati singkong utuh

berbasis edible film dengan modifikasi cross-linking asam sitrat. Jurnal

Teknologi Pertanian. 18(2):143–152. doi: 10.21776/ub.jtp.2017.018.02.14.

Kechichian V, Dield C, Veiga-Santos P, Tadini CC. 2010. Natural antimicrobial

ingredients incorporated in biodegradable films based on cassava starch. LWT

– Food Sci. Technol. 43(7):1088–1094. doi: 10.1016/j.lwt.2010.02.014. Kemala T. 1998. Pengaruh zat pemlastis dibutil ftalat pada polybend polistirena-

pati. [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Knoll T, Omar MI, Maclennan S, Hernandez V, Canfield S, Yuan Y, Bruins,

Marconi, Poppel HV, N’Dow J, Sylvester R. 2018. Key steps in conducting

systematic reviews for underpinning clinical practice guideline: methodology

of the European association of urology. European Urology. 290–300. doi:

10.1016/j.eururo.2017.08.016.

Kokoszka S dan Lenart A. 2007. Edible coatings–formation, characteristics and

use–a review. Polish J. Food Nutr. Sci. 57(4):399–404.

Krochta JM dan Johnston CDM. 1997. Edible and biodegradable polymer film.

Journal of Food Technology. 52(2):1–20.

Kusumawati DH dan Putri WDR. 2013. Karakteristik fisik dan kimia edible film

pati jagung yang diinkorporasi dengan perasan temu hitam. Jurnal Pangan dan

Agroindustri. 1(1):90–100.

Larasati DA. 2017. Sifat fisik mekanik coating film berbasis pati sagu

(Metroxylon sp.) ikat silang asam sitrat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 55: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

41

Larotonda FDS, Matsui KN, Soldi V, Laurindo JB. 2004. Biodegradable films

made from raw and acetylated cassava starch. Brazilian arch. Biol. Technol.

47(3):477–484. doi: 10.1590/S1516-89132004000300019.

Lieberman ER dan Gilbert SG. 2007. Gas permeation of collagen film as affected

by cross-linkage, moisture and plasticizer content. Journal Polymer Science

Symp. 41:33–43. Doi: 10.1002/POLC.5070410106.

Lim S dan Seib PA. 1993. Preparation and pasting properties of wheat and corn

starch phosphates. Cereal Chemistry. 70:137–144.

Liu F, Qin B, He L, Song R. 2009. Novel starch/chitosan blending membrane:

antibacterial, permeable and mechanical properties. Carbohydrate Polumers.

78(1):146–150. doi: 10.1016/j.carbpol.2009.03.021.

Luchese CL, Spada JC, Tessaro IC. 2017. Starch content affects physicochemical

properties of corn and cassava starch-based films. Industrial Crops &

Products. 109:619–626. doi: 10.1016/j.indcrop.2017.09.020.

Maizura M, Fazilah A, Norziah MH, Karim AA. 2007. Antibacterial activity and

mechanical properties of partially hydrolyzed sago starch-alginate edible film

containing lemongrass oil. Journal Food Science. 72(6):324–330. doi:

10.1111/j.1750-3841.2007.00427.x

Maharani Y, Hamzah F, Rahmayuni. 2017. Pengaruh perlakuan sodium

tripolyphosphate (STPP) pada pati sagu termodifikasi terhadap

ketebalan,transparansi dan laju perpindahan uap air edible film. JOM

FAPERTA. 4(2):11.

Marpongahtun CFZ. 2013. Physical-mechanical properties and microstructure of

breadfruit starch edible films with various plasticizer. Eksakta. 13(1).56–62.

doi: 10.20885/eksakta.vol13.iss1-2.art7.

Matsui T, Ebuchi S, Mtsugano K, Terahara N,Matsumoto K. 2004.

Caffeoylsophore, a new natural α-glucosidase inhibitor, from red vinegar by

fermented purple-fleshed sweet potato. Biosci. 6:2239–2246. doi:

10.1271/bbb.68.2239.

Mc Hugh TH dan Krochta JM. 1994. Sorbitol and glycerol plasticized whey

protein edible film: Integrated oxygen permeability and tensite property

evaluation. Journal Agriculture and Food Chemistry. 42(4):841–845. doi:

10.1021/jf00040a001.

Miskiyah, Widaningrum, Winarti C. 2009. Formulasi dan aplikasi edible coating

pada paprika (Capsium annuum) untuk meningkatkan masa simpan minimal 10

hari. Laporan Akhir Tahun. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Moulia MN. 2018. Bionanokomposit edible coating/film dari pati ubi kayu,

nanopartikel ZnO dan ekstrak bawang putih dengan kapasitas antibakteri.

[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mudaffar RA. 2018. Karakteristik edible film komposit dari pati sagu, gelatin, dan

lilin lebah (beeswax). Journal TABARO. 2(2):247–256. doi:

10.35914/tabaro.v2i2.134.

Muhammad K, Hussin F, Man YC, Ghazali HM, Kennedy JF. 2000. Effect of pH

on phosphorylation of sago starch. Carbohydrate Polymers. 42(1):85–90. doi:

10.1016/S0144-8617(99)00120-4.

Page 56: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

42

Muin R, Anggraini D, Malau F. 2017. Karakteristik fisik dan antimikroba edible

film dari tepung tapioka dengan penambahan gliserol dan kunyit. Jurnal Teknik

Kimia. 23(3):191–198.

Mulyadi AF, Pulungan MH, Qayyun N. 2016. Pembuatan edible film maizena dan

uji aktifitas antibakteri (kajian konsentrasi gliserol dan ekstrak daun beluntas

(Pluchea indica L.)). Jurnal Teknologi dan Manajeman Agroindustri.

5(3):149–158. doi: 10.21776/ub.industria.2016.005.03.5.

Murni SW, Pawignyo H, Widyawati D, Sari N. 2013. Pembuatan edible film dari

tepung jagung (Zea mays L.) dan kitosan. Prosiding Seminar Nasional Teknik

Kimia Kejuangan.

Nafchi AM, Karim AA, Mahmud S, Robal M. 2012. Antimicrobial, rheological,

and physicochemical properties of sago starch films filled with nanorod-rich

zinc oxide. Journal Food Eng. 113(4):511–519. doi:

10.1016/j.jfoodeng.2012.07.017.

Narendro MP. 2014. Edible film komposit pati tapioka-agar kertas terplastisasi

gliserol dan limonena. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nata IF, Irawan C, Adawiyah M, Ariwibowo S. 2020. Edible film cassava

starch/eggshell powder composite containing antioxidant: preparation and

characterization. IOP Conf. Series: Earth and Environment Science. 524:1–7.

doi: 10.1088/1755-1315/524/1/012008. Niken A dan Adepristian D. 2013. Isolasi amilosa dan amilopektin dari pati

kentang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(3):57–62.

Ningsih SH. 2015. Pengaruh plasticizer gliserol terhadap karakteristik edible film

campuran whey dan agar. [Skripsi]. Makassar (ID: Universitas Hasanuddin.

Nisah K. 2017. Study pengaruh kandungan amilosa dan amilopektin umbi-umbian

terhadap karakteristik fisik plastik biodegradable dengan plasticizer gliserol.

Jurnal Biotik. 5(2):106–113. doi: 10.22373/biotik.v5i2.3018.

Nugroho A, Basito, Katri RBA. 2013. Kajian pembuatan edible film tapioka

dengan pengaruh penambahan pektin beberapa jenis kulit pisang terhadap

karakteristik fisik dan mekanik. Jurnal Teknosains Pangan. 2(1):73–79.

Nurindra AP, Alamsjah MA, Sudarno. 2015. Karakterisasi edible film dari pati

propagul mangrove lindur (bruguiera gymnorrhiza) dengan penambahan

carboxymethil cellulose (CMC) sebagai pemlastis. Jurnal Ilmiah Perikanan

dan Kelautan. 7(2):125–132. doi: 10.20473/jipk.v7i2.11195.

Pamuji MW. 2014. Pengembangan bionanokomposit film berbasis pati tapioka

dan nanopartikel ZnO dengan plasticizer gliserol. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Park JW, Testin RF, Vergano DJ, Park HJ, Weller CL. 1996. Application of

laminated edible film to potato chip packaging. Journal Food Science.

61(4):66–76. doi: 10.1111/j.1365-2621.1996.tb12200.x.

Permanasari ED. 1998. Aplikasi edible coating dalam upaya mempertahankan

mutu dan masa simpan paprika (Capsium annuum var. Grossum). [Tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Perry A dan Hammond N. 2002. Systematic review: the experience of a PhD

student. Psychology Learning and Teaching. 2(1):32–35. doi:

10.2304/2Fplat.2002.2.1.32.

Page 57: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

43

Phattaraporn T, Waranyou S, Thawien W. 2011. Effect of palm pressed fiber

(PPF) surface treatment on the properties of rice starch films. International

Food Research Journal. 18(1):287–302.

Polnaya FJ, Haryadi, Marseno DW, Cahyanto MN. 2012. Preparation and

properties of sago starch phosphates. Sago Palm. 20:3–11.

Rincom AM dan Fanny CP. 2004. Physicochemical properties of venezuelan

breadfruit (Artocarpus altilis) starch. Archivos Latinoamericanos De Nutrition.

53:449–456.

Rojas-Grau MA, Tapia MS, Martin-Belloso O. 2008. Using polysaccharide-based

edible coating to maintain quality of fresh-cut Fuji apples. LWT. 41:139–147.

doi: 10.1016/J.LWT.2007.01.009.

Rosyadi E, Widjanarko SB, Ningtyas DW. 2014. Pembuatan lempeng buah lindur

(Bruguiera gymnorrhiza) dengan penambahan tepung ubi kayu (Manihot

esculenta crantz). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):10–17.

Rusmawati DA. 2020. Asetilasi pati sagu (Metroxylon sp.) untuk meningkatkan

kinerja edible film. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Safira KR. 2020. Rice starch-based film incorporated with zinc oxide

nanoparticles. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saleh FHM, Nugroho AY, Juliantama. 2017. Pembuatan edible film dari pati

singkong sebagai pengemas makanan. Teknoin. 23(1):43–48. doi:

10.20885/teknoin.vol23.iss1.art5.

Sariningsih N, Handayani DS, Kusumaningsih T. 2019. Development and

characterization of the medical properties of edible film from ginger starch,

chitosan with glycerin as plasticizer to food packaging. IOP Conf. Series:

Materials Science and Engineering. 1–6. doi: 10.1088/1757-

899X/600/1/012011.

Seknun N. 2012. Pemanfaatan tepung buah lindur dalam pembuatan dodol sebagai

upaya dalam meningkatkan nilai tambah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Septiana SA. 2017. Pengaruh penambahan polietilen glikol (PEG) pada campuran

poli asam laktat dnegan sleulosa dari limbah padat tapioka. [Skripsi]. Bandar

Lampung (ID): Universitas Lampung.

Setiani W, Sudiarti T, Rahmidar L. 2013. Preparasi dan karakterisasi edible film

dari poliblend pati sukun-kitosan. Jurnal Valensi . 3(2):100–109. doi:

10.15408/JKV.V3I2.506.

Siregar S H dan Irma W. 2012. Pemanfaatan kulit singkong sebagai alternatif

bahan baku edible film. Jurnal Photon. 3(1):15–21. doi: 10.37859/jp.v3i1.144.

Siswanti, Anandito RBK, Manuhara GJ. 2013. Karakterisasi edible film komposit

dari glukomanan umbi iles-iles (Amorphopallus muelleri Blume) dan maizena.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 6(2):111–118. doi:

10.13057/biofar/f070102.

Sitompul AJWS dan Zubaidah E. 2017. Pengaruh jenis dan konsentrasi plasticizer

terhadap sifat fisik edible film kolang kaling (Arenga pinnata). Jurnal Pangan

dan Agroindustri. 5(1):13–25. Sjamsiah, Saokani J, Lismawati. 2017. Karakteristik edible film dari pati kentang

(Solanum tuberosum L.) dengan penambahan gliserol. Al-Kimia. 5(2):181–192.

doi: 10.24252/al-kimia.v5i2.3932.

Page 58: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

44

Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan

kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies.Maj. Ked. Gigi (Dent. J).

38(1):25–28. doi: 10.20473/j.djmkg.v38.i1.p25-28.

Sogiana MB. 2013. Pencirian bioplastik tepung tapioka terplastisasi gliserol

dengan penambahan karaginan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Su YL, Cheng W, Li C, Jiang Z. 2009. Preparation of antifouling ultrafiltration

membranes with polyethylen glicol graft polyacrylonitrile copolymers. Journal

of Membrane Science. 41:246–252. doi: 10.1016/j.memsci.2009.01.002.

Sudarno, Prima A, Alamsjah MA. 2015. Karakteristik edible film dari pati

propagul mangrove lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dengan penambahan

carboxymethyl cellulose (CMC) sebagai pemlastis. Jurnal Ilmiah Perikanan

dan Kelautan. 7(2):127–130. doi: 10.20473/jipk.v7i2.11195.

Supeni G, Cahyaningtyas AA, Fitrina A. 2015. Karakterisasi sifat fisik dan

mekanik penambahan kitosan pada edible film karagenan dan tapioka

termodifikasi. Jurnal Kimia Kemasan. 37(2):103–110. doi:

10.24817/jkk.v37i2.1819.

Supriyadi. 2016. Community of practitioners: solusi alternatif berbagi

pengetahuan antar pustakawan. Lentera Pustaka. 2(2):83–83. doi:

10.14710/lenpust.v2i2.13476.

Suwarda R. 2019. Pati sagu modifikasi sebagai bahan edible film. [Disertasi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syarifuddin A. 2014. Karakteristik edible film dari pektin albedo jeruk bali dan

pati garut. [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Tan X, Gu B, Li X, Xie C, Chen L, Zhang B. 2017. Effect of growth period on the

multi-scale structure and physicochemical properties of cassava starch.

International Journal of Biological Macromolecules. 101:9–15. doi:

10.1016/j.ijbiomac.2017.03.031.

Tarigan S dan Damanik HC. 2018. Pengaruh komposisi sorbitol dan pati beras

sebagai edible coating terhadap mutu buah salak (Slaca zalacea) selama

penyimpanan. Jurnal Agroteknosains. 2(1):194–203. doi:

10.36764/ja.v2i1.144.

Tawfik GM, Dila KAS, Mohamed MYF, Tam DNH, Kien ND, Ahmed AM, Huy

NT. A step by step guide for conducting a systemetic review and meta-analysis

with simulation data. Tropical Medicine and Health. 47(46):1–9. doi:

10.1186/s41182-019-0165-6.

Thirathumthavorn D dan Charoenrein S. 2007. Aging effect on sorbitol-and non-

crystallizing sorbitol-plasticized tapioca starch films. Starch. 59:493–497. doi:

10.1002/star.200700626.

Ulfiah. 2013. Pencirian edible film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan

penambahan natrium alginat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ulyarti U, Nazarudin N, Surhaini, Lisani, Ramadon R, Lumbanraja P. 2020.

Cassava starch edible film with addition of gelatin or modified cassava starch.

IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. 515:1–5. doi:

10.1088/1755-1315/515/1/012030.

Utami R, Khasanah LU, Yuniter KK, Manuhara GJ. 2017. Pengaruh oleoresin

daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) dua tahap terhadap karakteristik

edible film tapioka. Journal of Sustainable Agriculture. 32(1):55–67. doi:

10.20961/carakatani.v32i1.15474.

Page 59: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

45

Warkoyo, Rahardjo B, Marseno DW, Karyadi JNW. 2014. Sifat fisik, mekanik,

dan barrier edible film berbasis pati umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

yang diinkorporasi dengan kalium sorbat. Agritech. 34(1):72–81. doi:

10.22146/agritech.9525.

Waryat, Romli M, Suryani A, Yuliasih I, Johan S. 2013. Karakteristik morfologi,

termal, fisik-mekanik, dan barrier plastik biodegradable berbahan baku

komposit pati termoplastik LLDPE/HDPE. Agritech. 33(2):197–207.

Wattimena D, Ega L, Polnaya FJ. 2016. Karakteristik edible film pati sagu alami

dan pasti sagu fosfat dengan penambahan gliserol. Agritech. 36(3):247–252.

doi: 10.22146/agritech.16661.

Widodo LU, Wati SN, Vivi NM. 2019. Pembuatan edible film dari labu kuning

dan kitosan dengan gliserol sebagai plasticizer. Jurnal Teknologi Pangan.

13(1):59–65. doi: 10.33005/jtp.v13i1.1511.

Wijaya DR. 2013. Pencirian edible film pati tapioka terplastisasi sorbitol dengan

penambahan natrium alginat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

Utama

Winarti C, Miskiyah, Widaningrum. 2012. Teknologi produksi dan aplikasi

pengemas edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31(3):85–

93. doi: 10.21082/jp3.v31n3.2012.p/25p.

Wittaya T. 2012. Rice starch-based biodegradable films: properties enhancement

in: structure and function of food engineering. IntechOpen. 103–134. doi:

10.5772/47751.

Yulianti R dan Ginting E. 2012. Perbedaan karakteristik fisik edible film dari

umbi-umbian yang dibuat dengan penambahan plasticizer. Penelitian

Pertanian Tanaman Pangan. 31(2):131–136. doi:

10.21082/jpptp.v31n2.2012.p/25p.

Yusmarlela. 2009. Studi pemanfaatan plasticizer gliserol dalam film pati ubi

dengan pengisi serbuk batang ubi kayu. [Tesis]. Medan (ID): Universitas

Sumatera Utara. Zed M. 2003. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta (ID): Yayasan Obor

Indonesia.

Zulmanwardi, Todingbua A, Saleh M. 2018. Optimasi rasio kitosan-pati umbi uwi

dan pelarut untuk proses pembuatan plastik biodegradable dari pati umbi

uwi (Deoscorea alata). Prosiding Seminar Hasil Penelitian. 35–41.

Zuo G, Song X, Chen F, Shen Z. 2019. Physical and structural characterization of

edible bilayer films made with zein and corn-wheat starch. Journal of the

Saudi Society of Agricultural Sciences. 18:324–331. doi:

10.1016/j.jssas.2017.09.005.

Page 60: TINJAUAN SISTEMATIS: PENGARUH JENIS PATI DAN …

46

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Melati Maeky Permata,

dilahirkan di Banyuwangi, 24 November 1997 dari

pasangan Bapak Rohmanuadi Al Herman Tetuko dan

Ibu Siti Kulwati. Ia merupakan anak keempat dari lima

bersaudara. Ia menyelesaikan pendidikan di SD

Muhammadiyah 1 Jember (2004-2010), SMP Negeri 2

Jember (2010-2013), SMA Negeri 1 Jember (2013-

2016), dan melanjutkan studi di Program Studi

Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2016.

Selama masa perkuliahan, ia aktif dalam beberapa kegiatan organisasi dan

kepanitiaan. Ia tergabung ke dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Peduli

Pangan Indonesia (Pusat) 2020 sebagai Biro Kesekretariatan, Himpunan

Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (Komisariat IPB) tahun 2018/2019 menjabat

sebagai Sekretaris Umum dan tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Jember di

Bogor. Ia juga pernah berkontribusi menjadi Bendahara BAUR ITP 2018, Ketua

Divisi Dana Usaha Reds Cup 2018, Ketua Divisi Acara Agrido IGTS 2018, dan

anggota Divisi Dana Usaha Suksesi 2017.

Selain berpartisipasi dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan, selama

masa perkuliahan ia juga telah meraih beberapa penghargaan di antaranya Juara 1

Tulis Cerpen Pensodent 2019, Juara 1 Tulis Cerpen FAC 2019, dan Juara 1 LKTI

Agritech Exhibiton 2020 di Universitas Hasanuddin.