TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai...

17

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

TINJAUAN PUSTAKA

Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi

pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang tercermin dari berkembang pesatnya

industri obat tradisional. Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan sebagai

bahan baku obat-obatan. Salah satu tanaman obat yang memanfaatkan rimpang

untuk digunakan adalah temu putih.

Gambar 1. Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).

Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) berasal dari daerah

Himalaya, kemudian menyebar ke beberapa daerah di kawasan Indo-Malaya. Di

Indonesia, temu putih tumbuh subur pada ketinggian 1000 m di atas permukaan

laut yaitu di daerah Sumatera dan Jawa. Temu putih merupakan salah satu

tanaman semak yang tergolong tanaman apotik hidup, yang digunakan sebagai

bahan baku dalam industri obat-obatan, minyak atsiri dan jamu tradisional.

Klasifikasi temu putih dapat dilihat di bawah ini :

divisi : Spermatophyta

sub-divisi : Angiospermae

kelas : Monocotyledoneae

ordo : Zingiberales

famili : Zingiberaceae

genus : Curcuma

species : Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

5

Menurut Syukur (2003), temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe)

dapat mengatasi beberapa jenis penyakit dan gangguan kesehatan antara lain

kanker dan tumor, peradangan dalam seperti maag, menurunkan kolesterol,

penurun demam dan peluruh keringat. Pemanfaatan temu putih dapat digunakan

dalam bentuk segar, simplisia, kapsul serbuk, dan kapsul ekstrak.

Menurut Depkes RI dalam SP. NO 383/12.01/1999, sejak lama temu putih

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk terapi penyakit diare, muntah dan disentri.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa temu putih sangat baik untuk penyakit yang

diakibatkan oleh gangguan paru-paru, diantaranya asma, TBC, dan sinusitis. Saat

ini temu putih telah banyak diolah secara modern sehingga menghasilkan rasa

enak dan bermanfaat untuk pengobatan alternatif.

Komposisi Kimia Temu Putih

Temu putih berbentuk rimpang mengandung komponen minyak atsiri,

cineole, resin, camphene, zingeberene, borneol, camhor, tepung, curcumin, dan

zedoarin. Minyak atsiri yang mudah menguap (volatil oil) merupakan komponen

pemberi aroma yang khas.

Menurut Rukmana (1994) kandungan minyak atsiri dalam temu putih

sekitar 0.85%. Komponen utama minyak atsiri temu putih yang menyebabkan

bau harum adalah zingiberene. Kadar pati pada temu putih sekitar 55.54%, kadar

serat 3.83%, dan kadar abu sekitar 5.87%. Indeks bias dan bobot jenis masing-

masing bernilai 1.49% dan 0.98%. Sedangkan warna minyak dari ekstraksi

rimpang temu putih ini berwarna putih jernih.

Perkembangan Biofarmaka

Perkembangan perdagangan biofarmaka dunia mencatat penjualan obat-

obatan tahunan dunia sekitar USD 300 milyar, dengan pertumbuhan 6% pertahun.

Total nilai pasar Eropa tahun 2002 mencapai USD 7 Milyar, dimana Jerman dan

Perancis merupakan konsumen terbesar yaitu masing-masing 37 dan 21%.

Sebagai gambaran, di Amerika Serikat sekitar 25% bahan farmasi diperoleh dari

ekstrak tumbuhan, sedangkan di Jerman sekitar 70% dokter yang berpraktrek

memberikan resep obat dari ekstrak tumbuhan kepada para pasiennya. Pada 2005

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

6

nilai ekspor biofarmaka Indonesia mencapai US $ 30-40 juta. Sementara itu

pangsa pasar biofarmaka dalam negeri berkisar USD 210 juta pertahun (Ditjen

Hortikultura 2006).

Susenas tahun 2001 menunjukkan bahwa penduduk yang meminum dan

memakai jamu/obat tradisional cukup tinggi, yaitu total 31.7%. Dari jumlah itu,

pengguna di lapisan ekonomi menengah ke bawah dan masyarakat pedesaan

jumlahnya jauh lebih besar yaitu 70%. Hal ini didukung oleh data omzet

penjualan industri jamu nasional yang mencapai Rp 4 triliun dari sekitar 900

pengusaha. Pelaku usaha industri biofarmaka tahun 1981 sebanyak 165 pelaku,

tumbuh menjadi 443 pelaku pada tahun 1990, dan meningkat lagi menjadi 997

pelaku pada tahun 2001. Nilai jual produk farmaka Indonesia terus meningkat,

pada tahun 1991 sebanyak Rp 95.5 miliar menjadi Rp 600 miliar pada tahun 1999,

dan total agribisnis biofarmaka diperkirakan mencapai Rp 4 triliun pada tahun

2013 (Sumarno 2004).

Pengolahan Simplisia Biofarmaka Rimpang

Dalam proses pengolahan biofarmaka rimpang (jahe, kunyit, kencur, temu-

temuan dan lain sebagainya), pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah

jadi harus memperhatikan kandungan senyawa yang berperan dalam

performansinya, karena berkaitan dengan mutu hasil akhir olahan. Bahan baku

biofarmaka rimpang dapat diproses menjadi berbagai produk yang sangat

bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan

pangan (makanan/minuman). Ragam bentuk hasil olahannya antara lain berupa

simplisia, tepung hasil penggilingan, oleoresin, minyak atsiri dan tepung kristal

(Paramawati 2006).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali pengeringan. Simplisia

dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia plikan atau mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh atau bagian tanaman.

Tahapan pengolahan temu putih meliputi penyortiran, pencucian,

pengirisan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Setelah panen, rimpang

harus secepatnya dibersihkan untuk menghindari kotoran yang tidak diinginkan.

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

7

Gambar 2. Rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).

Setelah pencucian, rimpang diangin-anginkan untuk mengeringkan air

pencucian. Pengupasan kulit rimpang merupakan tahap terpenting bila rimpang

akan dikeringkan. Pengupasan rimpang dimaksudkan untuk mempercepat proses

pengeringan dan meningkatkan kualitas karena penampakannya akan lebih baik

atau bersih. Pengupasan kulit rimpang dapat menggunakan jari atau pisau

(Syukur 2003).

Rimpang yang sudah dikupas, selanjutnya diiris. Ketebalan pengirisan

untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, sedangkan untuk kunyit dan kencur

adalah 3-5 mm (Sembiring 2007). Ketebalan pengirisan untuk temu putih 3-5

mm. Setelah itu temu putih dikeringkan dengan energi surya atau dengan

pengering buatan/oven. Umumnya suhu pengeringan 36 ºC - 46 °C. Bila kadar air

telah mencapai sekitar 8 - 10%, yaitu bila rimpang bisa dipatahkan, pengeringan

telah dianggap cukup. Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, karung atau

plastik yang kedap udara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila kadar airnya

rendah.

Pengeringan

Menurut Bala (1997) penelitian pertama pada teori pengeringan dilakukan

oleh Lewis pada tahun 1921 dan Sherwood pada 1929, dimana Sherwood

mengklasifikasikan mekanisme dasar yang terjadi selama proses pengeringan

dalam tiga bagian :

7

Gambar 2. Rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).

Setelah pencucian, rimpang diangin-anginkan untuk mengeringkan air

pencucian. Pengupasan kulit rimpang merupakan tahap terpenting bila rimpang

akan dikeringkan. Pengupasan rimpang dimaksudkan untuk mempercepat proses

pengeringan dan meningkatkan kualitas karena penampakannya akan lebih baik

atau bersih. Pengupasan kulit rimpang dapat menggunakan jari atau pisau

(Syukur 2003).

Rimpang yang sudah dikupas, selanjutnya diiris. Ketebalan pengirisan

untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, sedangkan untuk kunyit dan kencur

adalah 3-5 mm (Sembiring 2007). Ketebalan pengirisan untuk temu putih 3-5

mm. Setelah itu temu putih dikeringkan dengan energi surya atau dengan

pengering buatan/oven. Umumnya suhu pengeringan 36 ºC - 46 °C. Bila kadar air

telah mencapai sekitar 8 - 10%, yaitu bila rimpang bisa dipatahkan, pengeringan

telah dianggap cukup. Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, karung atau

plastik yang kedap udara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila kadar airnya

rendah.

Pengeringan

Menurut Bala (1997) penelitian pertama pada teori pengeringan dilakukan

oleh Lewis pada tahun 1921 dan Sherwood pada 1929, dimana Sherwood

mengklasifikasikan mekanisme dasar yang terjadi selama proses pengeringan

dalam tiga bagian :

7

Gambar 2. Rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe).

Setelah pencucian, rimpang diangin-anginkan untuk mengeringkan air

pencucian. Pengupasan kulit rimpang merupakan tahap terpenting bila rimpang

akan dikeringkan. Pengupasan rimpang dimaksudkan untuk mempercepat proses

pengeringan dan meningkatkan kualitas karena penampakannya akan lebih baik

atau bersih. Pengupasan kulit rimpang dapat menggunakan jari atau pisau

(Syukur 2003).

Rimpang yang sudah dikupas, selanjutnya diiris. Ketebalan pengirisan

untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, sedangkan untuk kunyit dan kencur

adalah 3-5 mm (Sembiring 2007). Ketebalan pengirisan untuk temu putih 3-5

mm. Setelah itu temu putih dikeringkan dengan energi surya atau dengan

pengering buatan/oven. Umumnya suhu pengeringan 36 ºC - 46 °C. Bila kadar air

telah mencapai sekitar 8 - 10%, yaitu bila rimpang bisa dipatahkan, pengeringan

telah dianggap cukup. Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, karung atau

plastik yang kedap udara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila kadar airnya

rendah.

Pengeringan

Menurut Bala (1997) penelitian pertama pada teori pengeringan dilakukan

oleh Lewis pada tahun 1921 dan Sherwood pada 1929, dimana Sherwood

mengklasifikasikan mekanisme dasar yang terjadi selama proses pengeringan

dalam tiga bagian :

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

8

1. Penguapan air pada permukaan bahan dan internal resistance dari difusi

cairan sangat kecil dibandingkan daya tahan menguapnya air dari

permukaan bahan.

2. Penguapan air pada permukaan bahan dan internal resistance dari difusi

cairan lebih besar dibandingkan daya tahan menguapnya air dari

permukaan bahan.

3. Penguapan air pada bagian dalam padatan dan internal resistance dari

difusi cairan lebih besar dibandingkan jumlah daya tahan menguapnya

keseluruhan air

Proses pengeringan menyangkut perpindahan massa uap dari bahan dan

energi panas ke bahan secara simultan Proses pengeringan merupakan proses

pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat

menghambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia

(Henderson dan Perry (1989); Brooker et al. (1992). Mujumdar dan Devahastin

(2001) dalam Mulyantara (2008) menyebutkan bahwa pengeringan adalah operasi

yang rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transien serta beberapa

laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada akhirnya dapat

menyebabkan perubahan mutu.

Pengeringan biasanya menggambarkan proses thermal dimana panas

dipindahkan dari medium fluida menjadi partikel cairan solid yang mudah

menguap. Pindah panas dapat terjadi dalam bentuk konduksi, konveksi dan

radiasi.

Pengeringan yang umum digunakan untuk bahan temu-temuan adalah

pengeringan lapisan tipis, dimana tiap permukaan bahan menerima panas dari

udara pengering. Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan bahan pertanian

terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan

pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a)

difusi antara cairan dan uap, b) gaya kapilaritas, c) gradien penyusutan dan

tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan kadar air.

Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang

diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat pada permukaan

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

9

bahan dan yang pertama-tama mengalami penguapan. Laju penguapan air bebas

sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap tekanan

uap pengering. Bila konsentrasi air permukaan cukup besar, maka akan terjadi

laju penguapan yang konstan.

Kandungan air dalam bahan merupakan indikator dari kualitas dan kunci

untuk proses penyimpanan (Bala 1997). Air dalam bahan terdiri dari air bebas

dan air terikat. Air bebas adalah bagian air yang terdapat pada permukaan bahan

dan mudah menguap pada proses pengeringan. Air bebas dapat digunakan oleh

mikroba untuk pertumbuhannya serta dijadikan sebagai media reaksi-reaksi kimia.

Untuk menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih kecil daripada

menguapkan air terikat.

Air terikat dibagi menjadi dua, yaitu air yang terikat secara fisik dan air

yang terikat secara kimiawi. Air yang terikat secara fisik merupakan bagian air

yang terdapat dalam jaringan matriks bahan karena adanya ikatan-ikatan fisik.

Apabila kandungan ini diuapkan maka pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan

(browning), hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi.

Gambar 3. Kurva pengeringan (Brooker et al. 1992)

Proses pelepasan air dan uap dari bahan ke permukaan terdiri dari beberapa

proses, yaitu pelepasan ikatan air dari bahan, difusi air dan uap air ke permukaan

bahan, perubahan fase menjadi uap, transfer uap dari permukaan bahan ke udara

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

10

sekitar. Semua proses terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada

bagian dalam dengan bagian luar bahan.

Sherwood (1929) dalam Bala (1997) menyebutkan bahwa pada proses

pengeringan terdapat laju pengeringan konstan (constant rate period) dan laju

pengeringan menurun (first falling rate period) dan laju pengeringan menurun

kedua (second falling rate period). Umumnya laju pengeringan konstan

merupakan periode yang singkat sehingga dapat diabaikan dalam proses

pengeringan (Henderson dan Perry 1976).

Besarnya laju pengeringan pada laju pengeringan konstan tergantung pada

(1) luas hamparan produk yang dikeringkan, (2) perbedaan kelembaban antara

udara yang mengalir dan permukaan yang masih basah, (3) koefisien pindah

massa, dan (4) kecepatan udara pengering. Hal ini seperti yang digambarkan pada

persamaan (Brooker et al. 1992; Bala 1997) :

( )wbfg

TTh

Ah

t

M −∞=∂

∂….............................................................(1)

Nilai h dipengaruhi oleh kecepatan udara pengering. Persamaan tersebut di

atas belum dapat digunakan untuk menentukan laju pengeringan konstan secara

teliti, karena nilai-nilai h, hfg dan A (luas permukaan pindah panas) sulit

ditentukan secara teliti (Brooker et al. 1992) .

Laju pengeringan menurun pertama terjadi pada saat berkurangnya

permukaan bahan yang basah karena kecepatan pergerakan air dari dalam lebih

kecil dibandingkan kecepatan penguapan di permukaan (Heldman dan Singh

1981). Sedangkan laju pengeringan menurun kedua terjadi pada saat air dari

bagian dalam bahan menguap dan uap air berdifusi ke permukaan.

Grafik laju pengeringan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Brooker

et al. (1992), laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan pada

produk dengan kadar air lebih besar dari 70% bb dan merupakan fungsi dari suhu,

kelembaban udara, dan kecepatan udara pengering.

Laju pengeringan menurun terjadi setelah akhir laju pengeringan konstan,

dimana kadar air bahan pada perubahan laju pengeringan ini disebut kadar air

kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry 1976).

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

11

Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam

bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada periode laju pengeringan menurun

terjadi penurunan tekanan uap dari permukaan produk di bawah tekanan uap

jenuh. Karena uap air secara terus menerus meninggalkan bahan, maka tekanan

uap dalam bahan semakin kecil, yang berarti perbedaan tekanan uap antara bahan

dengan udara disekitarnya semakin kecil. Kondisi tersebut akan menghasilkan

penurunan pada laju pengeringan produk, sehingga disebut dengan laju

pengeringan menurun (Gambar 4).

M

Gambar 4. Kurva karakteristik pengeringan (Bala, 1997)

dimana:

A-B : adalah periode pemanasan

B-C : adalah laju pengeringan konstan

C : adalah kadar air kritis

C-D : adalah periode penurunan laju pengeringan pertama

D-E : adalah periode penurunan laju pengeringan kedua

Besarnya laju pengeringan berbeda-beda pada setiap bahan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah:

1. Bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan.

Laju pengeringan menurun Laju pengeringan tetap

E

D

CB

A

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

12

2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik,

konduktifitas termal dan emisivitas termal.

3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal

4. Keadaan diluar bahan, seperti suhu, kelembaban udara

Pengeringan Lapisan Tebal

Pengeringan lapisan tebal dapat dianggap sebagai pengeringan lapisan tipis

yang berlapis-lapis, atau biasa dikenal dengan pengeringan tumpukan. Pada

pengeringan ini terjadi proses dimana difusi internal pergerakan air dari dalam

bahan (bagian bawah tumpukan) lebih besar jika dibandingkan difusi eksternal

pergerakan air dari permukaan (bagian atas tumpukan) ke udara luar.

Pengeringan lapisan tebal adalah pengeringan yang di dalam prosesnya

terdapat gradien kadar air pada lapisan pengeringan untuk setiap waktu

(Henderson dan Perry 1976).

Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan biji-

bijian, dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara pengering

bergerak dari bawah tumpukan ke bagian atas melewati bahan akan dikeringkan.

Pengeringan ini tidak cocok jika digunakan untuk bahan-bahan pertanian dengan

kadar air awal bahan yang tinggi.

Pengeringan Lapisan Tipis

Pada proses pengeringan lapisan tipis pergerakan air yang terjadi pada

bagian permukaan ke udara lebih cepat dibandingkan pergerakan air dari bagian

dalam bahan ke permukaan bahan.

Pengembangan model pengeringan memberikan perhatian yang lebih pada

laju pengeringan menurun. Brooker et al. (1992), mengemukakan untuk

memprediksi pengeringan lapisan tipis telah dikembangkan berbagai model

pendekatan, diantaranya adalah model teoritis, model semi-teoritis dan model

empiris. Persamaan teoritis dinyatakan dalam persamaan Luikov, dalam Brooker

et al. (1992), yang dinyatakan sebagai berikut :

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

13

PKTKMKP

PKTKMKT

PKTKMKM

332

322

312

232

222

212

132

122

112

∇+∇+∇=∂∂

∇+∇+∇=∂∂

∇+∇+∇=∂∂

....................... (2)

Dengan pendekatan teoritis, Luikov mengembangkan persamaan penduga

pengeringan lapisan tipis dalam bentuk persamaan diferensial berdasarkan

karakteristik fisik air atau uap air pada bahan berpori, dimana migrasi uap yang

terjadi disebabkan : perbedaan konsentrasi air, gaya kapiler, perbedaan tekanan,

perbedaan suhu, perbedaan konsentrasi uap dan difusi. Koefisien yang ada dalam

persamaan diferensial merupakan perpaduan dari keadaan suhu, uap air, gradient

tekanan uap air, energi dan total perpindahan massa.

Pada prakteknya menurut Brooker et al. (1992), pengaruh suhu dan tekanan

yang terdapat dalam model Luikov dapat diabaikan, sehingga menjadi :

DMM

atauMKM

2

112 ,

∇=∂∂

∇=∂∂

.............................................. (3)

Untuk menduga laju perubahan kadar air bahan pada pengeringan lapisan

tipis, parameter yang dianggap paling berpengaruh adalah parameter geometri dan

parameter difusi bahan. Distribusi air pada bahan diasumsikan seragam dan

pindah massa terjadi secara simetris pada bagian tengah, dimana kadar air

permukaan bahan mencapai kadar air keseimbangan jika penyusutan bahan

diabaikan maka MR (moisture ratio) untuk lapisan tipis menjadi :

( )

+−+

=−−= ∑

=2

22

022

0 4

.)12(exp

12

18

h

tDn

nMeM

MeMMR

n

.............. (4)

Untuk periode dehidrasi yang lama (MR<0.6), persamaan (4) untuk

pengeringan lapisan tipis dapat disederhanakan dengan mengambil hanya pada

segmen pertama (n=0) sehingga persamaan diatas menjadi :

−=2

2

2 4

.exp

8

h

tDMR

.......................................................(5)

Nilai dari difusi uap air efektif diperoleh dengan metode kemiringan (slop),

dimana perbandingan dengan ketepatannya diperoleh melalui difusi Fick’s dan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

14

metode implisit Euler. Menurut (Rizvi 2005 dan Wang et al. 2007), hubungan

antara kondisi pengeringan dan nilai dari difusivitas efektif dapat dilihat dengan

memakai persamaan Arrhenius seperti :

−=

abs

a

TR

EDD

.exp0

...........................................................................(6)

Model Semi Teoritis Pengeringan Lapisan Tipis

Henderson dan Perry (1976), memberikan model semi-teoritis untuk

memprediksi pengeringan lapisan tipis yang juga berdasarkan parameter difusi

dan geometri bahan seperti persamaan (7) berikut :

K

K

AeMR

atauAeMeM

MeM

=

=−−

,0 ........................................................... (7)

dimana A adalah konstanta yang ditentukan berdasarkan geometri bahan. Untuk

bahan berbentuk lempeng = 0.811, untuk bentuk bola = 0.608 dan 0.533 untuk

tumpukan balok.

Peneliti lainnya (Nellist 1974; Sharaf-Eldeen et al. 1979; Sharma et al.

1982; Bala dan Woods 1984; dalam Bala 1997) menggunakan persamaan two-

term eksponensial untuk menggambarkan pengeringan lapisan tipis pada bijian,

jagung, padi dan gandum dengan persamaan :

M = A exp (-k1t) + B exp (-k2t) + Me ………………………………… (8)

Dimana A dan B merupakan spesifik bahan dan juga fungsi dari suhu dan

kadar air, t adalah waktu pengeringan sedangkan MR adalah moisture rasio.

(Wang et al. 1978 dalam Brooker et al. 1992) merekomendasikan persamaan

empiris dimana a dan b merupakan fungsi dari suhu bahan dan RH udara seperti

persamaan 9 dibawah ini :

MR = 1 + at + bt2 ……………………………………………………………. (9)

Model difusi pada persamaan (4) diatas disederhanakan menjadi model

semi teoritis dengan k adalah koefisien laju pengeringan yang merupakan fungsi

difusivitas dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

15

memecahkan persamaan difusi, sehingga persamaan lapisan tipis menjadi

(Henderson dan Pabis 1961 dalam Bala 1997).

)exp(0

ktAMeM

MeMMR −=

−−= ...................................(10)

2

2

4h

Dk= ................................................................................... (11)

Model semi teoritis lainnya yang digunakan pada penelitian ini adalah model yang

dikemukakan oleh (Lewis 1921; Page 1949; dalam Bala 1997), dimana n

merupakan konstanta.

)exp(0

ktMeM

MeMMR −=

−−=

………………….(12)

)exp(0

nktMeM

MeMMR −=

−−=

………………… (13)

Penelitian eksperimental umumnya menggunakan model semi-teoritis untuk

mendapatkan model pengeringannya. Dari model-model semi teoritis yang ada

kemudian dibandingkan untuk mendapatkan salah satu model yang paling sesuai

dengan error paling minimum.

Penelitian karakteristik pengeringan temu putih (Curcuma zedoaria (Berg)

Roscoe) telah dilakukan Chrysanty (2009) dengan menggunakan mesin pengering

berakuisisi dengan sumber pemanas dari energi listrik 2000 Watt, dengan

beberapa perlakuan suhu, RH dan kecepatan aliran udara. Suhu 70 oC, RH 20%

dan kecepatan aliran udara 0.78 – 0.95 m/s memiliki waktu pengeringan 330

menit dengan kadar air keseimbangan 4.01 %bk, sedangkan suhu 40 oC, RH 60%

dan kecepatan aliran udara 0.15 – 0.28 m/s memiliki waktu pengeringan 1390

menit dengan kadar air keseimbangan 35.00 %bk.

Manalu et al. (2009) meneliti pengeringan temu putih dengan suhu 40 oC –

60 oC, dan RH 20 – 80%. Performa dari model pengeringan ini dibandingkan

dengan nilai efisiensi model dan disimpulkan bahwa model yang cocok untuk

pengeringan lapisan tipis temu putih adalah model yang dikemukakan oleh Page.

Penelitian pengeringan ampas buah zaitun (Doymaz et al. 2007 dalam

Kurniady et al. 2009), dimana metode yang digunakan untuk menentukan

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

16

koefisien difusi efektif persamaan difusi diselesaikan dengan menggunakan

persamaan difusi Crank untuk lapisan tipis.

Penyusutan dan Model Pengeringan

Permintaan untuk produk kering dengan kualitas tinggi sangatlah besar di

seluruh dunia. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kerusakan dan retak

yang terjadi pada produk kering tersebut. Berbagai model telah dikembangkan

untuk pemodelan proses pengeringan. Dalam sebagian besar model, penyusutan

selama pengeringan diasumsikan tidak terjadi (diabaikan).

Namun asumsi yang solid dan kaku jarang berlaku dalam pengeringan.

Teori penyusutan telah diterapkan oleh beberapa peneliti. Pendekatan lain yang

sesuai untuk mendeskripsikan perubahan bentuk dalam beberapa produk yang

ditemukan menjadi karakteristik viskoelastis.

Pada tahun 1988, Haghighi mempelajari persamaan modern dari analisis

stres dalam bahan viskoelastis selama pengeringan. Itaya (1995) melakukan

analisis perubahan 3 dimensi dan Kowalski (2001) mencoba satu pendekatan

termomekanik untuk melihat penyusutan dan keretakan yang terjadi selama

pengeringan (Chemkhi et al. 2004).

Pengeringan produk yang mempunyai kadar air yang tinggi dan sensitif

terhadap suhu tinggi memerlukan pengetahuan yang tepat dan kinetika kontrol

yang handal selama proses pengeringannya. Model fisika-matematika disusun

untuk mendeskripsikan panas dan perpindahan massa, dan ditambah dengan

perilaku elastis material. Untuk memeriksa keabsahan model matematis,

percobaan pengeringan dilakukan. Chemkhi et al. (2004) mengembangkan model

matematika dalam pengeringan dengan menggunakan kentang sebagai produknya.

Menguapnya air pada proses pengeringan menyebabkan penyusutan pada

bahan. Besar kecilnya penyusutan yang terjadi tidak berakibat terlalu penting

pada bahan bernilai ekonomis rendah, namun penyusutan ini akan menjadi

masalah jika terjadi pada bahan-bahan yang bernilai (mahal). Penyusutan dan

perubahan bentuk bahan yang dikeringkan tergantung pada struktur awal bahan

dan komposisi kimia (Lewicki et al. 1994). Penyusutan biasanya merupakan

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

17

karakteristik yang dapat diketahui dengan menentukan perubahan yang terjadi

pada volume dan atau dimensi bahan (Wang et al. 2002).

Penyusutan pada permukaan bahan menyebabkan pengerutan, keretakan dan

pembengkokan. Difusifitas pada bahan akan berkurang sejalan dengan

berkurangnya kadar air. Pada kasus yang ekstrim, difusivitas air terhalang oleh

kulit yang kedap air, sehingga kadar air pada bagian dalam bahan tidak berubah

(tetap). Hal ini disebut case hardening.

Pengerutan, pembengkokan, keretakan dan case hardening dapat

diminimalkan dengan penurunan laju pengeringan, sehingga penyusutan pada

permukaan bahan berkurang dan difusivitas bahan akan mendekati konstan.

Untuk itu perlu mengontrol laju pengeringan dengan mengontrol kelembaban

udara pengering.

Menurut Bala (1997) penyusutan dalam produk pertanian selama

pengeringan adalah kejadian yang dipengaruhi oleh laju pengeringan dan

distribusi udara. Beberapa peneliti yang meneliti tentang hal ini (Boyce 1966;

Nellist 1974 dan Spencer 1972 dalam Bala 1997) mengatakan bahwa penyusutan

sangat tergantung pada perubahan kadar air, sedangkan hasil penelitian Bala

(1983) menyebutkan bahwa penyusutan tidak dipengaruhi oleh penurunan kadar

air tetapi laju dari penyusutan selama pengeringan menurun dengan meningkatnya

penurunan kadar air.

Rohaeni (2003), menganalisa penyusutan biji coklat selama pengeringan

dengan menggunakan pengolahan citra. Biji coklat yang telah difermentasi

diambil citranya dengan menggunakan kamera digital. Citra dari memori kamera

dipindahkan ke komputer dengan resolusi 256x256 piksel. Diperoleh hasil bahwa

RH dan suhu selama pengeringan tidak banyak berpengaruh terhadap penyusutan

biji coklat, dan penyusutan terjadi sekitar 20%.

Analisis citra untuk mengetahui perubahan warna, bentuk dan penyusutan

selama pengeringan berlangsung juga telah dilakukan oleh Fernandez et al. (2004)

pada buah apel. Dengan menggunakan sistem standar pengambilan citra berupa

kamera digital, illuminasi, komputer (hardware dan software) semua parameter

yang berhubungan dengan bentuk (area, perimeter, fourier energi dll) diteliti.

Terjadi perubahan ukuran dan bentuk (penyusutan) serta perubahan warna

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

18

(browning) pada bahan selama pengeringan yang berlangsung dengan interval

waktu 3 – 7 jam. Kadar air akhir diperoleh sebesar 12%bb. Nilai-nilai dari

parameter yang diukur berubah drastis pada pengeringan 6 jam pertama, kecuali

pada bentuk kebundaran buah apel yang hampir mencapai konstan setelah 6 jam

pengeringan.

Esmaiili dan Sotudeh (2006), membuat model mengenai proses pengeringan

buah anggur dengan memperhatikan variabel difusivitas pada penyusutan, dimana

anggur dikeringkan dengan suhu 40 ºC – 70 0C dengan kecepatan alitan udara 0.5

– 1.5 m/s.

Peneliti lainnya Sturm dan Hofacker (2008), meneliti tentang perubahan

bentuk dan warna pada pengeringan irisan buah apel. Dengan bantuan analisis

citra, dimana sangat diperlukan sistem kontrol otomatis dan pengukuran secara

real time untuk menentukan bentuk dan warna pada bahan.

Yadollahinia dan Jahangiri (2009), meneliti tentang penyusutan terhadap

buah kentang selama pengeringan dengan pengolah citra. Hasilnya menunjukkan

bahwa penyusutan dari irisan kentang meningkat sejalan dengan menurunnya

kadar air bahan, dimana juga terlihat bahwa laju aliran udara pada suhu 70 0C

sangat berpengaruh terhadap pengecilan pada bahan dengan diameter 60 inci.

Penyusutan dari wortel selama pengeringan dengan menggunakan fluidized

bed dryer juga telah diteliti oleh Hatamipour dan Mowla (2002), sedangkan untuk

penyusutan selama pengeringan pada potongan buah apel diteliti oleh Sjoholm

dan Gekas (1994).

Pengolahan Citra

Pengolahan citra merupakan proses mengolah piksel-piksel dalam citra

digital untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukannya pengolahan

citra pada citra digital antara lain untuk memperoleh citra dengan karakteristik

tertentu dan cocok secara visual yang dibutuhkan untuk tahap lebih lanjut dalam

pemrosesan analisis citra. Dalam proses akuisisi, citra yang akan diolah

ditransformasikan dalam suatu representasi numerik (Rachmawati 2008).

Satuan atau bagian terkecil dari suatu citra disebut piksel (pixel atau picture

element). Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

19

sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel adalah sama pada seluruh

bagian citra (Ahmad 2005).

Kebanyakan kamera menangkap citra dalam bentuk gelombang analog yang

kemudian dilakukan pengambilan sampel dan dikuantisasi untuk

mengkonversinya ke dalam bentuk citra digital. Pada proses selanjutnya

representasi tersebutlah yang akan diolah secara digital oleh komputer.

Pengolahan citra pada umumnya sangat erat kaitannya dengan computer aided

analysis yang umumnya bertujuan untuk mengolah suatu objek citra dengan cara

mengekstraksi informasi penting yang terdapat di dalamnya. Dari informasi

tersebut dapat dilakukan proses analisis dan klasifikasi secara cepat

memanfaatkan algoritma perhitungan komputer.

Pengolahan citra sangat berhubungan dengan teknologi komputer dan

algoritma matematik untuk mengenali, membedakan serta menghitung gambar

dan terdiri dari langkah : Perolehan citra dan segmentasi

Sistem pengambilan citra (gambar) terdiri dari 4 (empat) komponen dasar

yaitu : illuminasi, kamera, hardware dan software. Untuk memperoleh gambar

digunakan penerangan yang juga berguna untuk memperoleh kontras ketajaman

pada bidang dari satu gambar (Hong et al. 2001).

Proses segmentasi suatu objek citra dilakukan dengan beberapa tahap : (1).

Menerapkan threshold dan mengurangi latar belakang untuk memperoleh citra

biner; (2). Memperkecil nilai noisy (gangguan) pada gambar (Da Fontoura dan

Marcondes 2001).

Thresholding atau binerisasi yaitu pengelompokan piksel-piksel dalam citra

berdasarkan batas nilai intensitas tertentu. Pada operasi ini hasil proses suatu titik

atau piksel tidak tergantung pada kondisi piksel-piksel disekitarnya. Dalam

operasi binerisasi, satu piksel pada citra asal akan dipetakan menjadi piksel objek

atau latar belakang (Ahmad 2005).

Menurut Ahmad (2009) operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya

melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau, atau sinyal biru, ataupun

dengan citra grayscale yang dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas

ketiga sinyal diatas. Keempat cara thresholding ini di gunakan untuk memberi

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA · Kekayaaan keanekaragaman hayati bio-farmaka memberikan potensi ... Berbagai bentuk tanaman obat dapat digunakan ... untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, ...

20

keleluasaan kepada pengguna untuk menghasilkan citra terbaik berdasarkan

kondisi citra warna yang akan diproses.

Analisis citra biner dapat dihasilkan dengan menjalankan sub menu

tersendiri, dalam hal ini adalah dengan menganalisis atau mengkalkulasi ukuran

obyek yang sudah dipisahkan dengan latar belakangnya melalui operasi

thresholding, dan diperbaiki melalui operasi morfologi. Ukuran obyek yang akan

dianalisis atau dikalkulasi adalah area, tinggi dan lebar obyek (Ahmad 2009).

Dalam ruang, cahaya harus datang dari segala arah agar tidak menimbulkan

bayangan, dan tidak terlalu kuat agar tidak menimbulkan efek pantulan pada

permukaan obyek, terutama untuk obyek-obyek yang mempunyai permukaan licin

dan berkilap. Adanya pantulan pada permukaan obyek akan menghilangkan

informasi warna karena permukaan akan menjadi putih dan sangat terang yang

berarti warna telah dinetralkan.