Characterization and Toxicity of Temulawak Curcuminoid ...

11
Current Biochemistry CURRENT BIOCHEMISTRY ISSN: 2355-7877 Homepage: http://biokimia.ipb.ac.id E-mail: [email protected] 43 Characterization and Toxicity of Temulawak Curcuminoid Nanoparticles (Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak) Riki 1 , Popi Asri Kurniatin1, Laksmi Ambarsari 1,2 , Waras Nurcholis 1,2 , Latifah K. Darusman 2 , 1 Department of Biochemistry, Bogor Agricultural University, Bogor, 16680, Indonesia 2 Biopharmaca Research Center, Bogor Agricultural University, Bogor, 16128, Indonesia Received : 25 June 2015; Accepted: 1 December 2015 Corresponding author: Dr. Laksmi Ambarsari, M.Si; Departemen Biokimia, Jl. Agatis Gd. Fapet Lt. 5, Wing 5, Bogor 16680; Telp/Fax. +62251-8423267; E-mail: [email protected] ABSTRACT Temulawak exctract contains curcuminoids which have anticancer potential. However, clini- cal application of curcuminoid has been limited due to its low bioavailability. One of the efforts that can be developed to solve this problem is incorporated curcuminoids into Solid Lipid Nanoparticles (SLN) carriers system. The objective of this study was to characterize dan evaluate anticancer poten- tial of temulawak ethanolic fraction nanoparticles. HPLC method was used to determined curcumi- noids content of temulawak ethanolic fraction. Characterization indicators like polydispersity index, particle size, morpholgy, and entrapment efficiency. HPLC chromatogram has shown of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemethoxycurcumin were found in temulawak ethanolic fraction. The particle size of nanoparticles obtained in this study was 648.4 ± 95 nm with polydispersity index value of 0.216. A uniform size distribution of nanoparticles as observed by Transmission Electron Microscopy (TEM). The entrapment efficiency of curcuminoid in nanoparticles was about 29.8 %. Based on results of BSLT obtained temulawak extract Lethal Concentration (LC 50 ) value of 213.24 ppm and 828.78 ppm of nanoparticles. Keywords: anti cancer, bioavailability, curcuminoid, solid lipid nanoparticle, Temulawak Volume 3 (1): 43 - 53, 2016 ABSTRAK Ekstrak temulawak diketahui mengandung kurkuminoid yang berpotensi sebagai anti kanker. Namun, aplikasi klinis kurkuminoid sangat terbatas karena bioavailabilitasnya yang rendah. Salah satu upaya yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggabungkan kurku- minoid ke dalam sistem pembawa nanopartikel lemak padat. Tujuan penelitian ini adalah meng- karakterisasi dan menguji toksisitas nanopartikel kurkuminoid temulawak. Metode HPLC digunakan

Transcript of Characterization and Toxicity of Temulawak Curcuminoid ...

Current Biochemistry

CURRENT BIOCHEMISTRYISSN: 2355-7877

Homepage: http://biokimia.ipb.ac.idE-mail: [email protected]

43

Characterization and Toxicity of Temulawak Curcuminoid Nanoparticles(Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak)

Riki1, Popi Asri Kurniatin1, Laksmi Ambarsari1,2, Waras Nurcholis1,2, Latifah K. Darusman2,

1Department of Biochemistry, Bogor Agricultural University, Bogor, 16680, Indonesia2Biopharmaca Research Center, Bogor Agricultural University, Bogor, 16128, Indonesia

Received : 25 June 2015; Accepted: 1 December 2015

Corresponding author: Dr. Laksmi Ambarsari, M.Si; Departemen Biokimia, Jl. Agatis Gd. Fapet Lt. 5, Wing 5, Bogor 16680; Telp/Fax. +62251-8423267; E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Temulawak exctract contains curcuminoids which have anticancer potential. However, clini­cal application of curcuminoid has been limited due to its low bioavailability. One of the efforts that can be developed to solve this problem is incorporated curcuminoids into Solid Lipid Nanoparticles (SLN) carriers system. The objective of this study was to characterize dan evaluate anticancer poten­tial of temulawak ethanolic fraction nanoparticles. HPLC method was used to determined curcumi­noids content of temulawak ethanolic fraction. Characterization indicators like polydispersity index, particle size, morpholgy, and entrapment efficiency. HPLC chromatogram has shown of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemethoxycurcumin were found in temulawak ethanolic fraction. The particle size of nanoparticles obtained in this study was 648.4 ± 95 nm with polydispersity index value of 0.216. A uniform size distribution of nanoparticles as observed by Transmission Electron Microscopy (TEM). The entrapment efficiency of curcuminoid in nanoparticles was about 29.8 %. Based on results of BSLT obtained temulawak extract Lethal Concentration (LC50) value of 213.24 ppm and 828.78 ppm of nanoparticles.

Keywords: anti cancer, bioavailability, curcuminoid, solid lipid nanoparticle, Temulawak

Volume 3 (1): 43 - 53, 2016

ABSTRAK

Ekstrak temulawak diketahui mengandung kurkuminoid yang berpotensi sebagai anti kanker. Namun, aplikasi klinis kurkuminoid sangat terbatas karena bioavailabilitasnya yang rendah. Salah satu upaya yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggabungkan kurku­minoid ke dalam sistem pembawa nanopartikel lemak padat. Tujuan penelitian ini adalah meng­karakterisasi dan menguji toksisitas nanopartikel kurkuminoid temulawak. Metode HPLC digunakan

44

untuk menentukan kandungan kurkuminoid pada pada fraksi etanol temulawak. Parameter karak­terisasi nanaopartikel berupa indeks polidispersitas (IP), ukuran partikel, morfologi dan efisiensi penjerapan. Kromatogram HPLC menunjukkan adanya kurkumin, demetoksikurkumin, and bisde­metoksikurkumin dalam ekstrak temulawak. Ukuran nanopartikel yang diperoleh pada penelitian ini adalah 648.4 ± 95 nm dengan indeks polidispersitas 0.216. Ukuran nanopartikel tampak seragam sebagaimana ditunjukkan pada TEM. Efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel sebesar 29.8 %. Berdasarkan hasil uji BSLT diperoleh LC50 ekstrak temulawak sebesar 213.24 ppm sedang­kan nanopartikel sebesar 828.78 ppm.

Kata kunci: anti kanker, bioavailabilitas, kurkuminoid, nanopartikel lemak padat, Temulawak

1. PENDAHULUAN

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional dalam pengobatan berbagai macam penyakit an-tara lain gangguan hati, sembelit, diare, disentri, gangguan lambung, wasir dan gangguan kulit (Hwang et al. 2000). Temulawak diketahui men-gandung senyawa bioaktif berupa kurkuminoid (Cahyono et al. 2011). Beberapa penelitian me-laporkan bahwa kurkuminoid memiliki efek far-makologis antara lain antioksidan (Jayaprakasha et al. 2006), antialergi (Matsuda et al. 2004), antidemensia (Lim et al. 2001), antiinflamasi (Banerjee et al, 2003), dan antikanker (Piantino et al. 2009; Li et al. 2013). Ekstrak temulawak yang mengandung kurkuminoid memiliki akti-vitas antioksidan (Simanjuntak et al. 2008; Nur-cholis et al. 2012; Wijayanto 2013) dan antiin-flamasi (Nurcholis et al. 2012; Maulia 2014). Aktivitas inflamasi merupakan komponen pen-ting dari perkembangan tumor. Banyak kanker muncul dari daerah inflamasi, iritasi kronis dan infeksi (Basnet & Basnet 2012). Berdasarkan uraian tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak kurkuminoid temulawak berpotensi sebagai an-tikanker. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji penapisan awal aktivitas antikanker terhadap

ekstrak kurkuminoid temulawak. Metode yang sering digunakan adalah uji toksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode ini cepat, murah, prosedurnya sederhana dan hasil-nya dapat dipercaya. Senyawa yang toksik ber-dasarkan metode BSLT seringkali berkorelasi positif sebagai antikanker (Meyer et al. 1982; Alam 2002). Penggunaan ekstrak kurkuminoid temu-lawak sebagai antikanker sangat menjanjikan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa gabu-ngan beberapa komponen bioaktif dapat mem-berikan efek sinergis sehingga meningkatkan aktivitas. Aplikasi klinis kurkuminoid sangat terbatas karena sulit larut dalam air dan sistem bioavailabilitasnya yang rendah. Penggabungan kurkuminoid dengan makromolekul, formulasi nano, siklodekstrin, liposom dan hidrogel telah terbukti meningkatkan kelarutannya dalam air, dengan demikian meningkatkan waktu sirku-lasi dan bioavailabilitasnya (Dhule et al. 2012). Salah satu cara yang telah dikembangkan adalah menggabungkan kurkuminoid ke dalam sistem pembawa nanopartikel lemak padat (Waghmare et al. 2012). Mujib (2011) melakukan peneli-tian nanoemulsi kurkuminoid temulawak tersa-lut lemak padat yang memperoleh nanoemulsi dengan ukuran 199.03 ± 67.62 nm dan efisiensi

Riki ­ Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

45

penjerapan kurkuminoid sebesar 77.65 %. Na-noemulsi kurkuminoid temulawak memiliki ak-tivitas yang signifikan sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Wahid 2013; Maulia 2014). Na-noemulsi tidak stabil dalam waktu penyimpanan yang cukup lama (Shah et al. 2014), sehingga perlu dibuat sediaan dalam bentuk serbuk. Sedia-an serbuk obat memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah terdispersi, mudah dalam pemberian dosis dan stabil secara kimia. 2. METODOLOGI Bahan yang digunakan adalah simpli-sia temulawak dari Ciemas (Sukabumi), eta-nol 96 %, n-heksan, asam palmitat (MERCK), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosis (RO), metanol 99.99 %, maltodekstrin, air laut, dan larutan twin.

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Temulawak Sebanyak 100 g serbuk simplisia temu-lawak dimaserasi dengan 1 L etanol 96 % se-lama 24 jam. Maserat disaring dan filtratnya dikumpulkan dalam labu ekstraksi. Ekstrak eta-nol hasil maserasi difraksinasi cair-cair dengan n-heksana (1:1). Fraksi etanol yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan penguap putar (Sutrisno et al. 2008).

Analisis Kurkuminoid dengan HPLC Sampel kurkuminoid hasil ekstraksi ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan de-ngan metanol sampai volume 50 mL kemudian diencerkan 50 kali. Larutan dielusi secara gra-dien pada HPLC, laju alir 1 ml/menit, dan de-tektor UV 425 nm. Standar kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase gerak terdiri

dari metanol, asam asetat 2 %, asetonitril (Jaya-prakasha et al. 2002).

Produksi Nanopartikel fraksi Etanol Temu-lawak Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g ekstrak kurkuminoid dipanas-kan sampai suhu 75 °C dalam batch pemanas dan diultrasonikasi selama 5 menit. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188, 0.5 g maltodekstrin dan 100 mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan sampai suhu 75 °C diatas hot-plate sambil diaduk menggunakan stirer magne-tik. Fase lemak didispersikan ke dalam fase ber-air kemudian diaduk pada suhu 75 °C selama 5 menit. Emulsi yang dihasilkan dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit kemudian didinginkan pada suhu 10 °C selama 1 jam. Emulsi diultrasonikasi dengan amplitudo 20 % kemudian dikeringbekukan dengan freeze­dryer untuk mendapatkan serbuk nanopartikel (Ekaputra 2013).

Efisiensi Penjerapan Sebanyak 1 mg serbuk nanopartikel kurkuminoid ditambahkan dengan larutan cam-puran metanol dan air (perbandingan 8:1) kemu-dian disentrifugasi pada 14000 rpm pada suhu 4 °C selama 40 menit. Residu diambil dan di-tambahkan larutan campuran kemudian disen-trifugasi kembali dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4 °C selama 40 menit. Supernatan diambil kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Efisiensi penjerapan dihitung dengan persa-maan:

Curr. Biochem. 2016. 3 (1): 43 - 53

46

% Efisiensi penjerapan =

Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh me-lalui perhitungan dengan menggunakan persa-maan regresi linear dari deret standar kurkumi-noid (Yadav et al. 2009).

Analsis Ukuran dan Morfologi Nanopartikel Diameter Nanopartikel ekstrak kurku-minoid ditentukan dengan Photon Correlation Spectroscopy (PCS) menggunakan sebuah ins-trument laser light scattering (LS230; COUL-TER) dengan sudut 90 °C pada suhu 25 °C. Data analisis ukuran partikel ditentukan mengguna-kan distribusi volume (Luo et al. 2006). Analisis morfologi menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM) JEOL JEM 1400.

Uji Toksisitas Metode Meyer Sebanyak 10 mg telur udang Arthemia salina Leach direndam dalam 400 mL air laut yang telah disaring, kemudian diberi pencaha-yaan lampu TL dan diaerasi selama 48 jam sam-pai telur udang menetas dan siap diujicobakan. Setelah larva udang siap diujicobakan, sampel uji berupa nanopartikel dan fraksi etanol temu-lawak disiapkan untuk konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm dan 10 ppm. Perlakuan ter-hadap larva udang dilakukan dengan cara me-masukkan 900 µL air laut yang berisi 10 larva ke dalam plate kemudian masing-masing di-tambahkan 100 µL sampel uji. Setiap sampel dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Tingkat kematian larva dihitung pada setiap konsentrasi kemudian menentukan nilai LC50.

3. HASIL

Rendemen dan Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak Ciemas Rendemen ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi sebesar 8.32 %. Ekstrak dia-nalisis menggunakan HPLC untuk memastikan komponen utama yang terkandung pada ekstrak etanol rimpang temulawak yaitu kurkuminoid. Standar kurkuminoid yang digunakan adalah standar kurkuminoid komersial yang memiliki tiga komponen yaitu bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin dengan waktu retensi (Rt) berturut-turut 7.890 menit, 8.507 menit, dan 9.157 menit (Jayaprakarsha et al. 2002). Kromatogram HPLC menunjukkan ekstrak mengandung bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin (Gambar 1). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar kurkumi-noid temulawak Ciemas sebesar 71.686 mg/g dengan rincian kadar bisdemetoksikurkumin sebesar 2.299 mg/g, demetoksikurkumin sebe-sar 13.658 mg/g dan kurkumin sebesar 55.729 mg/g.

Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Nanopartikel yang diperoleh sebanyak 1.201 gram (Gambar 2). Nanopartikel dikarak-terisasi dengan parameter Indeks Polidispersitas (IP), ukuran partikel, morfologi dan efisiensi penjerapan. Nilai IP nanopartikel sebesar 0.216 dengan ukuran 648.4 ± 95 nm. Pengamatan morfologi nanopartikel dengan TEM ditunjuk-kan pada Gambar 3. Nanopartikel tampak beru-pa bulatan-bulatan hitam. Efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel sebesar 29.8 % (Tabel 1).

Riki ­ Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

Konsentrasi kurkuminoid yang terjerapKonsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan

x 100 %( )

47

Gambar 2 Serbuk Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

Tabel 1 Ukuran Partikel, Indeks Polidispersitas dan Efisiensi Penjerapan

Karakterisasi NanopartikelUkuran Partikel (nm) 648.4 ± 95.0Indeks Polidispersitas 0.216Efisiensi Penjerapan (%) 29.8

Gambar 3 Pengamatan morfologi nanopartikel fraksi etanol temulawak dengan TEM

Toksisitas Metode Meyer Toksisitas ekstrak dan nanopartikel kurkuminoid temulawak diuji menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Curr. Biochem. 2016. 3 (1): 43 - 53

A

B

Gambar 1 Kromatogram HPLC; A) Fraksi etanol temulawak dan B) standar kurkuminoid

48

Tingkat toksisitas ditentukan dari nilai LC50. Dari analisis regresi antara konsentrasi dan persentase mortalitas, nilai LC50 nanopartikel sebesar 828.78 ppm dan ekstrak temulawak sebesar 213.24 ppm (Gambar 4).

Gambar 4 Nilai LC50 oleh perlakuan ekstrak ( )

dan nanopartikel ( )

4. PEMBAHASAN

Kurkuminoid Fraksi Etanol Temulawak Kurkuminoid merupakan salah satu bahan bioaktif utama dalam temulawak yang berkhasiat sebagai obat (Hwang 2006). Kur-kuminoid berperan pada penampakan warna kuning tanaman curcuma yang terdiri atas tiga komponen utama yaitu kurkumin, demetoksi-kurkumin, and bisdemetoksikurkumin (Gam-bar 5) (Mishra 2009). Kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi simplisia temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol kemudian difraksinasi cair-cair dengan n-heksan. Ekstraksi dilakukan dengan etanol dimaksudkan agar senyawa kurkuminoid ter-sari dengan baik (Jayaprakasha et al. 2002; Po-thitirat & Gritsanapan 2005; Cahyono 2013). Etanol juga merupakan pelarut terbaik untuk mengekstrak simplisia tumbuhan untuk tujuan obat herbal (Faraouq 2003). Ekstrak etanol yang

diperoleh difraksinasi cair-cair menggunakan n-heksana untuk menghilangkan komponen non polar lain yang ikut terekstrak. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa ekstrak temulawak dari daerah Ciemas mengandung kurkumin, de-metoksikurkumin, and bisdemetoksikurkumin (Gambar 1) dengan munculnya kromatogram dengan waktu retensi 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit. Berdasarkan hasil penelitian ini juga diketahui bahwa temulawak dari daerah Cie-mas memiliki kadar kurkuminoid yang berbeda dengan daerah lain seperti sukabumi dan wono-giri. Kadar kurkuminoid temulawak Ciemas sebesar 71.686 mg/g sedangkan dari sukabumi dan wonogiri masing-masing sebesar 31.27 mg/

Riki ­ Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0

Lc50

1000900800700600500400300200100

0

LC50

Gambar 5 Struktur kimia komponen kurkuminoid Temulawak Ciemas

Curcumin

Demethoxycurcumin

Bisdemethoxycurcumin

49

g dan 75.78 mg/g (Nurcholis et al. 2012; Maulia 2014). Kemampuan suatu tanaman dalam mem-produksi metabolit sekunder termasuk kurkumi-noid dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya genetik, lingkungan, dan keseimbangan nutrisi karbon sehingga kadar kurkuminoid temulawak dari daerah yang berbeda cenderung berbeda (Laitinen et al. 2005; Lerdau 2002).

Karakteristik Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Karakterisasi merupakan hal yang sa-ngat penting untuk mengetahui mutu suatu sedia-an nanopartikel dalam penggunaannya sebagai pembawa obat. Nanopartikel dikarakterisasi dengan parameter Indeks Polidispersitas (IP), ukuran partikel, morfologi dan efisiensi penje-rapan. Ukuran partikel dari nanopartikel lemak padat berkaitan erat dengan penyerapannya di dalam tubuh. Kecilnya ukuran partikel akan me-ningkatkan luas permukaaan yang menyebabkan kelarutan tinggi sehingga memudahkan partikel tersebut untuk diserap kedalam tubuh (Awad et al. 2008) dan meningkatkan efektivitas pengo-batan (Yen et al. 2008). Nanopartikel kurkumi-noid temulawak yang diperoleh sebesar 648.4 ± 95 nm. Ukuran tersebut masih berada dalam rentang ukuran nanopartikel lemak padat yang yaitu 50-1000 nm (Ekambram et al. 2012). Na-mun, ukuran nanopartikel yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian se-belumnya. Mujib (2011) dan Ekaputra (2013) memperoleh nanopartikel kurkuminoid temu-lawak masing-masing 199.03 ± 67.62 nm dan 166.17 ± 39.64 nm. Pada penelitian ini, nanopar-tikel ditambahkan maltodekstrin sebagai bahan pengisi sehingga terjadi pertambahan ukuran. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Huda (2012) yang melakukan pembuatan nanopartikel

Curr. Biochem. 2016. 3 (1): 43 - 53

kurkumin tersalut lipid padat dengan penamba-han maltodekstrin, mendapatkan ukuran rata-rata 690.4 nm. Dewantari et al (2013) juga melaporkan bahwa nanopartikel ekstrak sirih merah yang ditambahkan dengan bahan pengisi maltodekstrin memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa bahan pengisi. Keseragaman ukuran partikel ditentu-kan dari nilai indeks polidispersitas (IP) partikel tersebut. Indeks polidispersitas adalah nilai yang menyatakan distribusi ukuran partikel. Nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel mempunyai distribusi yang sempit (Yen et al. 2008). Berdasarkan hasil analisis PSA diperoleh nilai IP nanopartikel 0.219 (Tabel 1) yang menunjukkan ukuran partikel berada pada distribusi yang sempit. Ukuran nanopartikel yang cukup seragam terlihat dari hasil analisis TEM (Gambar 2). Terdapat korelasi antara efisiensi penje-rapan dengan pelepasan obat, efisiensi penjera-pan yang tinggi akan meningkatkan pelepasan obat (Sonaje et al. 2008) sehingga efisiensi pen-jerapan kurkuminoid dalam nanopartikel perlu diketahui. Kurkuminoid yang terjerap ditentu-kan dengan metode langsung yaitu mengukur jumlah kurkuminoid yang terjerap dalam fase lemak. Berdasarkan hasil perhitungan di-peroleh efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel sebesar 29.8 % (Tabel 1) yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil pene-litian Mujib (2011) dan Ekaputra (2013) yang mendapatkan efisiensi penjerapan kurkuminoid masing-masing sebesar 77.65 % dan 86.02 %. Hal ini disebabkan karena kurukuminoid dalam fase lemak tidak larut sempurna sehingga se-bagian kurkuminoid tidak terjerap. Menurut Parhi dan Suresh (2010), efisiensi penjerapan dipengaruhi oleh kelarutan senyawa bioaktif di

50

dalam lemak cair. Apabila tidak larut sempurna dalam lemak cair, maka sebagian senyawa bio-aktif akan terlepas dari matriks lemak dan ter-larut dalam media pendispersi yang distabilkan oleh pengemulsi.

Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temu-lawak Penapisan awal tingkat toksisitas nanopartikel kurkuminoid temulawak diuji menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BLST merupakan metode yang sering digunakan untuk penapisan awal bahan yang toksik seperti ekstrak fungi, tumbuhan, logam berat, pestisida, substansi toksin dari sianobakteri (Carballo et al. 2002). Uji toksisi-tas dengan metode BSLT ini memiliki cakupan aktivitas farmakologi yang luas, cepat, murah, prosedurnya sederhana dan hasilnya dapat di-percaya. Selain itu, metode ini sering digunakan sebagai metode penapisan senyawa antikanker karena bahan yang toksik menurut metode ini seringkali berkorelasi positif sebagai antikan-ker. Tingkat toksisitas ditentukan dari nilai LC50. Suatu fraksi atau ekstrak dikatakan aktif bila mempunyai nilai LC50 ≤ 1000 µg/mL (Meyer 1982; Alam 2002). Berdasarkan hasil uji BSLT diperoleh LC50 nanopartikel sebesar 828.78 ppm dan ekstrak temulawak sebesar 213.24 ppm (Gam-bar 4). Jika dikonversi berdasarkan konsentrasi ekstrak, nilai LC50 nanopartikel sebesar 0.83 ppm sedangkan ekstrak sebesar 213.24 ppm. Ini menunjukkan bahwa nanopartikel lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak. Hal ini disebab-kan karena nanopartikel dapat masuk ke dalam sel membawa kurkuminoid dengan mekanisme endositosis. Nanopartikel diproses melalui in-teraksi spesifik antara permukaan nanopartikel

dan reseptor permukaan sel yang selanjutnya mengaktifkan berbagai jalur pensinyalan. Selain mekanisme endositosis, nanopartikel juga dapat masuk ke dalam sel melalui penetrasi bilayer pasif. Kemampuan nanopartikel untuk melekat dan melewati membran sel bergantung pada karakteristik fisikokimianya berupa ukuran, komposisi dan muatan permukaannya. Nanopar-tikel yang ukurannya kecil (< 200 nm) mudah melewati membran sel, sedangkan yang beru-kuran besar dapat melewati membran dengan menginduksi deformasi membran sel (Tsuda et al. 2015). Komposisi dan muatan partikel mem-pengaruhi pengambilan partikel. Partikel yang hidrofob akan diabsorbsi lebih cepat daripada partikel yang permukaanya bersifat hidrofil. Peningkatan hidrofobisitas partikel menambah permeabilitas melalui mukus tetapi mengurangi translokasi melalui dan melintasi sel absorbsi. Karena itu, kesetimbangan sifat hidrofil-lipofil optimum merupakan sifat yang perlu dimiliki matriks penyusun nanopartikel (Bhardwaj & Kumar 2006). Meyer et al (1982) menyatakan bahwa ekstrak dengan LC50 < 30 ppm termasuk ka-tegori sangat toksik, sedangkan 31 ppm < LC50

≤ 1000 ppm termasuk kategori cukup toksik. De-ngan demikian, baik ekstrak maupun nanopar-tikel termasuk kategori cukup toksik karena LC50 berada pada rentang 31 ppm < LC50 ≤ 1000 ppm. Tingkat toksisitas ekstrak temulawak Ciemas pada penelitian ini lebih rendah dari-pada ekstrak Ciemas hasil penelitian sebelum-nya yaitu 90.33 ± 23.9 ppm (Permasku 2014). Perbedaan tingkat toksisitas ini disebabkan oleh perbedaan kandungan komponen bioaktif pada temulawak walaupun dari aksesi yang sama. Baik ekstrak maupun nanopartikel kurkuminoid temulawak mempunyai efek toksik karena me-

Riki ­ Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

51

miliki LC50 lebih kecil dari 1000 ug/ml, sehing-ga dapat diteliti lebih lanjut efeknya toksiknya terhadap sel kanker.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Hibah Pene-litian Batch I Program Penelitian Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor: 083/SP2H/PL/Dit.Litab-mas/II/2015 yang diketuai Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS.

6. DAFTAR PUSTAKA

Alam G. 2002. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai bioassay dalam isolasi senyawa bio-aktif dari bahan alam. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 6(2):432-435.

Awad T, Helgason T, Kristbergsson K, Decker EA, Weiss J, McClements DJ. 2008. Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bio-active food components. Food Biophysics. 3:146–154.

Banerjee M, Tripathi LM, Srivastava VM, Puri A, Shukla R. 2003. Modulation of inflamma-tory mediators by ibuprofen and curcumin treatment during chronic inflammation in rat. Immunopharmacol. Immunotoxicol. 25:213–224.

Bhardwaj V. and Kumar MNVR. 2006. Nanoparticle technology for drug delivery; Polymeric nanoparticles for oral drug delivery. Tay-lor and Francis Group. New York. E-book. http://ajprd.com/downloadebooks_pdf/49.pdf.

Basnet P and Basnet NS. 2012. Curcumin: A Challenge in cancer treatment-A review. JNPA.26(1):19-47.

Cahyono B, Huda MDK, Limantara L. 2011. Penga-ruh proses pengeringan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza roxb) terhadap kan-dungan dan komposisi kurkuminoid. Reak­tor. 13(3):165-171.

Carballo J, Hernandez-Inda ZL, Perez P, and Garcia-Gravalos MD, 2002. A comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cy-totoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology. 2(1): 17 pp.

Dewantari KT, Yuliani S, Yasni S. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi nanopartikel ekstrak sirih merah (Piper crocatum). Jurnal Pasca Pa­nen. 10(2):58-65.

Dhule SS, Penfornis P, Frazier T, Walker R, Fieldman J, Tan G, He J, Alb A, John V, Pochampally R. 2012. Kurkumin-loaded gamma(γ)-cyclo-dextrin liposomal nanoparticles as delivery vehicles for osteosarcoma. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology, and Medicine. 8:440-451.

Ekambaram P, Sathali AAH, Priyanka K. 2012. Sol-id lipid nanoparticles: A review. Sci. Revs. Chem. Commun. 2(1):80-102.

Ekaputra HR. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam palmitat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengem-bangan bentuk obat tradisional. Dalam: Pro-siding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Jakarta. Hal: 45-52.

Hwang, J.K. 2006. Xanthorrizol; A new bioactive natural compound. Departement of Biotech-nology, Yonsei University, Yonsei.

Huda M. 2012. Pembuatan nanopartikel lipid padat untuk meningkatkan laju disolusi kurkumin [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.

Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for the deter-mination of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. J Agric Food Chem. 50:3668–3672.

Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2006. An-tioxidant activities of curcumin, demethoxy-curcumin and bisdemethoxycurcumin. Food chemistry. 98: 720-724.

Curr. Biochem. 2016. 3 (1): 43 - 53

52

Laitinen ML, Julkunen-Tiitto R, Tahvanainen J, Hei-nonen J, Rousi M. 2005. Variation in birch (Betula pendula) shoot secondary chemistry due to genotype, environment, and ontogeny. J. Chem. Ecol. 31:697717.

Lerdau, M. 2002. Benefits of the carbon-nutrient balance hypothesis. OIKOS 98:534-536.

Li Y, Gao J, Zhong Z, Hoi P, Lee SM, Wang Y. 2013. Bisdemethoxycurcumin suppresses MCF-7 cells proliferation by inducing ROS accu-mulation and modulating senescence-re-lated pathways. Pharmacological Reports. 65:700-709.

Lim GP, Chu T, Yang F, Beech W, Frautschy SA, Cole GM. 2001. The curry spice curcumin reduces oxidative damage and amyloid pa-thology in an alzheimer transgenic mouse. J. Neurosci. 21:8370–7.

Luo Y, Chen D, Ren L, Zhao X, Qin J. 2006. So-lid lipid nanoparticle for enhancing vinpo-cetine’s oral bioavibility. Journal of Con­trolled Release. 114:53-59.

Matsuda H, Tewtrakul S, Morikawa T, Nakamura A. 2004. Anti-allergic principles from thai zedoary: structural requirements of curcumi-noids for inhibition of degranulation and effect on the release of TNF-a and IL-4 in RBL-2H3 cells. Bioorg. Medicinal Chem. 12:5891-5898.

Maulia P. 2014. Aktivitas antiinflamasi sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid temu-lawak tersalut asam palmitat secara in vivo [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Meyer UN, Ferigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, and McLaughlin JL. 1982. Brine Shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica. 45:31-34.

Mishra, P. 2009. Isolation, spectroscopic character-ization and molecular modeling studies of mixture of Curcuma longa, ginger and seeds of fenugreek. IJPR. 1(1):79-95.

Mujib MA. 2011. Pencirian nanopartikel kurkumi-noid tersalut lemak padat [tesis]. Bogor: In-stitut Pertanian Bogor.

Nurcholis W, Ambarsari L, Sari NLPE, Darusman LK. 2012. Curcuminoid contents, antioxidant and anti-inflammatory activities of Curcuma xanthorrhiza RoxB. and Curcuma domestica Val. promising lines from Sukabumi of In-donesia. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Surabaya, 25 Pebruari 2012.

Parhi R, Suresh P. 2010. Production of solid lipid nanoparticles-drug loading and release mechenism. JCPR. 2:211–227.

Permasku G. 2014. Aktivitas inhibisi enzim α-glu-kosidase dan sitotoksisitas ekstrak kurku-minoid rimpang temulawak dari berbagai aksesi (in vitro) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Piantino CB, Salvadori FA, Ayres PP, Kato RB, Srougi V, Leite KR, Srougi M. 2009. An Evaluation of the Anti-neoplastic Activity of Kurkumin in Prostate Cancer Cell Lines. International Braz J Urol. Vol. 35 (3): 354-361.

Pothitirat W and Gritsanapan W. 2005. Quantitative analysis of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin in the crude curcuminoid extract from Curcuma longa in thailand by tlcdensitometry. MUJ Pharm Scien.32(1-2): 23-30.

Shah R, Eldridge D, Palombo E, Harding I. 2014. Optimisation and stability assessment of so-lid lipid nanoparticles using particle size and zeta potential. Journal of Physical Sci­ence. 25(1):59–75.

Simanjuntak P, Rachman F, Logawa ED, Hegartika H. 2008. Aktivitas antioksidan ekstrak tung-gal dan kombinasinya dari tanaman Curcu­ma spp. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indone­sia. 2(6):69-74.

Sonaje K, Italia JL, Sharma G, Bhardwaj V, Tikoo K, Kumar MN. 2007. Development of bio-degradable nanoparticles for oral delivery of ellagic acid and evaluation of their anti-oxidant efficacy against cyclosporine A-in-duced nephrotoxicity in rats. Pharm Res. 24:899-908.

Riki ­ Karakterisasi dan Toksisitas Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

53

Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Ku-sumaningtyas DI. 2008. Curcuminoids from Curcuma xanthorriza Roxb: Isolation, cha-racterization, identification, and analysis of antioxidant activity. Proceedings of the first international symposium on temulawak. Bo-gor, 27–29 Mei 2008.

Tsuda Akira and Gehr Peter. 2015. Nanoparticles in the lung environmental exposure and drug delivery. CRC Press. Amerika Serikat. E-book.https://onlybooks.org/nanoparticles-in-the-lung-environmental-exposure-and-drug-delivery-18241.

Waghmare AS, Grampurohit ND, Gadhave MV, Gaikwad DD, Jadhav SL. 2012. Solid lipid nanoparticle: A promising drug delivery system. International Research Journal of Pharmacy. 4(3):100-107.

Wahid MBR. 2013. Aktivitas antioksidan nanokurku-minoid varietas temulawak asal balitro pada hati tikus jantan sprague dawley [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wijayanto EA. 2013. Kandungan kurkuminoid dan daya antioksidan aksesi temulawak (Cur­cuma xanthorrhiza roxb.) asal Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2009. Kur-kumin loaded palmitic acid microparticles. InPharm Communique. 1:15.

Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC. 2008. Nanoparticles formulation of Cucuta chi­jnensis prevents acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats. Food and Chemical Toxicology. 46:1771–1777.

Curr. Biochem. 2016. 3 (1): 43 - 53