Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

13
Muhammad. Tinjauan Kiitis Terhadap Kebijakan Pengaturan ... Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan Masalah Pidana Dan Pemidanaan Dalam RUU KUHP Rusli Muhammad Abstrak The tendency of criminal regulation and punishment in the Criminai Cocfe Draft more emphasize to the relative theory than other theories. Nevertheless, the imprisonment sanction still becomes the priority, and the great sanction is imposed to the crime ap pointed to the state which is greater than crime to the reiigion. Pendahuluan Masalah pidana dan pemidanaan sebagai salah satu persoalan pokok dalam hukum pidana ternyata tidak pernah selesai dibicarakan dan tidak akan habis-habisriya menjadi topik pembicaraan baik di kalangan praktisi maupun kalangan akademisi. Terkadang pidana dan pemidanaan menjadi sorotan ketlka efektifitasnya tidak mampu menjadi sarana pengendalian kejahatan, namun demikian menurut Muladi, stelsel pidana dapat dijadikan ukuran sampal seberapa jauh tingkat peradaban bangsa yang bersangkutan.^ Pembicaraan tentang pidana dan pemidanaan, baik menyangkut tujuan, stelsel pidana, berat ringannya pidana sampai pada pedoman penjatuhan pidana sebenarnya sudah lama dan sering dilakukan, dan hasilnya sebagian telah tertuang dalam berbagai Kqnsep Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, yang dikeluarkan Departemen Kehakiman sejak pada tahun 1964, hingga terakhir dikeluarkan pada tahun 2004 oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang—Undangan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia hasil kerja Panitia Terpadu Penyusunan Rancangan KUHP di bawah Koordinator Prof. Dr. Muladi, SH yang sekarang in! menjadi bahan dan acuan penulisan. Bahwa apa yang terdapat di dalam berbagai Konsep Rancangan Undang Undang KUHP dari yang satu kepada yang lainnya, telah mehgalami perubahan dan ^ Muladi, dalam makalah Jenis-Jenis Pidana Pokok Dalam K.U.H.P. Bam, disampaikan padaLokakarya Bab-Bab Kodifikasi Hukum Pidana Tentang Sanksi Pidana di Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta tanggal 5-7 Febmaii 1986. 157

Transcript of Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Page 1: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Tinjauan Kiitis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan PengaturanMasalah Pidana Dan Pemidanaan

Dalam RUU KUHP

Rusli Muhammad

Abstrak

The tendency ofcriminal regulation and punishment in the Criminai Cocfe Draft moreemphasize to the relative theory than other theories. Nevertheless, the imprisonmentsanction still becomes the priority, and the great sanction is imposed to the crime appointed to the state which isgreater than crime tothe reiigion.

Pendahuluan

Masalah pidana dan pemidanaansebagai salah satu persoalan pokok dalamhukum pidana ternyata tidak pernah selesaidibicarakan dan tidak akan habis-habisriyamenjadi topik pembicaraan baik di kalanganpraktisi maupun kalangan akademisi.Terkadang pidana dan pemidanaan menjadisorotan ketlka efektifitasnya tidak mampumenjadi sarana pengendalian kejahatan,namun demikian menurut Muladi, stelselpidana dapat dijadikan ukuran sampalseberapa jauhtingkat peradaban bangsa yangbersangkutan.^

Pembicaraan tentang pidana danpemidanaan, baik menyangkut tujuan, stelselpidana, berat ringannya pidana sampai pada

pedoman penjatuhan pidana sebenarnyasudahlama dansering dilakukan, dan hasilnyasebagian telah tertuang dalam berbagaiKqnsep Rancangan Undang-Undang HukumPidana Indonesia, yang dikeluarkanDepartemen Kehakiman sejak pada tahun1964, hingga terakhir dikeluarkan pada tahun2004 oleh Direktorat Jenderal Peraturan

Perundang—Undangan Departemen HukumDan Hak Asasi Manusia hasil kerja PanitiaTerpadu Penyusunan Rancangan KUHP dibawah Koordinator Prof. Dr. Muladi, SH yangsekarang in! menjadi bahan dan acuanpenulisan.

Bahwa apa yang terdapat di dalamberbagai Konsep Rancangan UndangUndang KUHP dari yang satu kepada yanglainnya, telah mehgalami perubahan dan

^Muladi, dalam makalah Jenis-Jenis Pidana Pokok Dalam K.U.H.P. Bam, disampaikan padaLokakaryaBab-Bab Kodifikasi Hukum Pidana Tentang Sanksi Pidana di Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakartatanggal 5-7Febmaii 1986.

157

Page 2: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

perkembangan dalam berbagai aspek,termasuk dl dalamnya materi tentang pidanadan pemidanaan. Meskipun demikian tidakberarti bahwa dengan Konsep KUHP yangterakhir itu telah memperlihatkan kelengkapandan kesempurnaan sehingga seolah-olahtidak terdapat lag! celah-celah ataupermasaiahan-permasaiahan yang dapatdidiskusikan. Tentu pendapat yang demikiantidak seluruhnya benar, karena konsep yangada itu, masih meninggalkan berbagaipersoaian yang periu mendapat pembahasan.Tulisan ini mencoba mengangkat danmengungkapkan berbagai persoaian yangmasih tersisa di sekitar RUU KUHP khususnyakaita'nnya dengan masalah pidana danpemidanaan. Untuk itu, maka tulisan in!pertama-tama akanmencoba mengkritisi teori-teori yang dianut oleh RUU KUHP dalammerumuskan tujuan pemidanaan. Seteiah itumencoba mengkritisi sistem dan polapengancaman (pembobotan tentang beratringannya sanksi) pidana. Bagian akhir daritulisan ,ini adalah mencoba mengkritisi tentangpola penerapan pidana dikaitkan dengankebebasan hakim dan upaya pengendaliankejahatan.

Teori Pemidanaan yang Dianut dalamRUU KUHP

Sebelum mempersoalkan tentang teori-teori yang dianut dalam RUU KUHP, terlebihdahulu tulisan ini sekedaruntuk mengingatkankembali, bahwa dalam perkembangan hukum

pidana telah berkembang berbagai teoripemidanaan seirama dengan perkembanganaliran-aliran yang terdapat di dalam hukumpidana itu sendiri.

Teori pemidanaan yang selama dikenal,pertama adalah Teori Absolut atau sering jugadisebut dengan Tosh Pembalasar} {retributive/vergeldings theorieen). Teori ini mengajarkanbahwa pidana adalah akibat mutlak yang harusada sebagai suatu pembalasan kepada orangyangmelakukan kejahatan. Menurut JohannesAndenes tujuan utama (primer) dari pidanamenurut teori absolute iaiah "untuk

memuaskan tuntutan keadilan" (fo satisfy theclaims of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang menguntungkan adalahsekunder.^ Sementara Itu John Kaplanmembagi teori retribution ini menjadi dua teori,yaitu teori pembalasan (the revenge theory),dan teori penebusan dosa {the expiationtheory)? Dalam teori pembalasan misalnyadikatakan: kamu telah melukai X, maka kamiakan melukai kamu". Di sini pembalasanmengandung arti bahwa hutang si penjahat"telah dibayarkan kembali" {the criminal ispaidback). Sementara itu dalam teori penebusanmisalnya dikatakan : "Kamu telah mengambilsesuatu dari X, maka kamu harus memberlkansesuatu yang nilainya seimbang". Dalam halIni penebusan mengandung arti bahwa sipenjahat "membayar kembali hutangnya" {thecriminal pays back).

Teori Absolut adalah dikembangkandalam Allran Klasik, yang muncul sebagaireaksi terhadap ancient regime yang banyakmenimbuikan ketidakpastian hukum, ketidak-

JohannesAndenes, dalam Muladi dan Barda NawawiA. Teori-Teoridan Kebljakan Pidana, (Bandung; PenerbitAlumni, 1984), him. 11.

3/Wd.,hIm.13.

158 • JURNAL HUKUM NO. 2 VOL. 13 MB 2003; 157-169

Page 3: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Tlnjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan...

samaan dalam hukum dan ketidak-adilan. Allran

ini menganut faham indeterministik yangmengakui adanya kebebasan kehendakmanusia untuk menentukan perbuatan manayang baik danmanayang buruk. Itulah sebabnyamaka aliran ini lebih cenderung menltik beratkanpada perbuatan bukannya pada orang yangmelakukan pertuMan Itu. Aliran Klaslkini berpijakpadatigatianga. azas legalltas, yang menyatakan bahwa

tiada pidana tanpa undang-undang, tiadatindak pidana tanpa undang-undang dantiada penuntutan tanpa undang-undang;

b. azas kesalahan, yang berisi, bahwa oranghanyadapat dipidana untuk tindak pidanayang dilakukannya dengan sengaja ataukarena kealpaan;

c. azas pengimbalan (pembalasan) yangsekuler, yang berisi bahwa pidana secarakcnkrit tidak dikenakan dengan maksuduntuk mencapai sesuatu hasil yangbermanfaat, melainkan setimpal denganberatringannya perbuatan yang dilakukan.Teori pemidanaan kedua adalah Teori

Relative. Teori ini berpandangan bahwamemidana bukanlah untuk pembalasansebagai tuntutan absolut keadiian melainkanpemidanaan hanyalah sebagai sarana untukmeiindungi kepentingan masyarakat. Olehkarena itu teori ini dapat disebut pula sebagai"teori perlindungan masyarakat" {thetheoryofsocial defence). Selain itu teori inimenyebutkan bahwa pidanabukanlah sekedaruntuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang teiah melakukantindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan

tertentu yang bermanfaat. Dengan tujuan sepertiItu, maka teori Inipun sering juga disebut teoritujuan (Utilitarian theory).

Menurut teori relatif, maka dasar hukumdari hukuman adalah pertahanan tata tertibmasyarakat. Oleh sebab itu tujuan darlhukuman adalah menghindarkan (prevensi)dilakukannya suatu pelanggaran hukum.^ Sifatprevensi dari hukuman itu dapat berupa"prevensi umum" (generate preventie) danprevensi khusus (speciale preventie). Prevensiumum bertujuan agar supaya orang padaumumnya tidak melanggar atau melakukanperbuatan yang dilarang. Sedangkan prevensikhusus bertujuan agar supaya pelakukejahatan (dader) tidak lagi mengulangiperbuatan yang melanggar hukum.

Jika teori absolut muncul dan

dikembangkan di dalam Allran Klaslk, makateori relatif muncul dan dikembangkan dalamAliran Modern. Aliran ini juga disebut aliranpositif karena mencoba memahami kejahatandengan menggunakan metode ilmu alam danbermaksud mendekati dan mempengaruhlpenjahat secara positif sejauh penjahattersebut maslh dapat diperbalki. Allran Modern muncul sebagai reaksl terhadap AliranKlasik yang bertltik tolak pada pandangandeterminisme, yakni memandang manusiatidak mempunyai kebebasan kehendak,perbuatannya dipengaruhi oleh watakpribadinya, faktor-faktor biologis maupunfaktorlingkungannya. Oleh karena la tidak dapatdipersalahkan atau dlpertanggung jawabkandan dipidana. Kalau toh digunakan istilahpidana, maka menurut aliran ini pidana harus

'lbid.Mm.27.®E. Utrecht. Ringkasan SariKuliah Hukum Pidana I. {Surabaya: Penerbit Pustaka Tinta Mas, 1986), him.

179.

159

Page 4: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

diorientasikan pada sifat-sifat si pembuat. Jadialiran ini menghendaki adanya individualisasipidana yang bertujuan mengadakanresosialisasi sj pembuat.®

Teori pemidanaan yang ketiga adalahTeori Gabungan. Teori ini pertama kalidiajukan oleh Peiiegrino Rossi (1787-1848).la mengatakan bahwa pembalasan sebagaiasas dari pidana dan bahwa beratnya pidanatldak boleh melampaui suatu pembalasan yangadil, selain Itu pidana mempunyal berbagaipengaruh antara lain perbalkan sesuatu yangnisakdalam masyarakat dan prevensi general.^Sejalan dengan Itu Pompe menyebutkanbahwa teori gabungan selain menitlk beratkanpada pembalasan, tetapi hukuman harus jugabermaksud mempertahankan tata tertibmasyarakat supaya kepentlngan umum dapatdiselamatkan.®

Teori gabungan dapat dibagi dalam tigagolongana. teori gabungan yang menitikberatkan

pembalasan, tetapi pembalasan itu tidakboleh melampaui batasapa yang periu dansudahcukup untuk dapatmempertahankantata tertib masyarakat;

b. teori gabungan yang menitikberatkanpertahanan tata tertib masyarakat, tetapihukuman tidaklebih berat dari pada suatupenderitaan yang beratnyasesuai denganberatnya perbuatan yang dilakukan oleh

si terhukum.

c. Teori gabungan yang menganggap keduaasas tersebut harus ditltikberatkan sama.

Teori gabungan mendapat perhatian didalam Aliran neo-klasik yang berkembangselama abad 19 dan mempunyal dasar yangsama dengan aliran klaslk dengan doctrine offree w///-nya tetapi dengan modifikasi tertentu.Aliran neo-klasik ini sebenamya berpangkal padaaliran klasik namun dalam perkembangannyadipengaruhi oleh aliran modem, sehinga pidanatetap diperiukan sebagai Imbangan perbuatan,namun dalam penerapan pidana itu diterlmaberiakunya keadaan-keadaan yang meringankanbaik fisik, lingkungan maupun mental.

Persoaiannya adalah teori mana yangdianut oleh Konsep KUHP ? Untuk menjawabhal tersebut dapat ditelusuri denganmemperhatikan rumusan tujuan pemidanaanyang dikembangkan di dalam Konsep RUUKUHP tersebut. Adapun tujuan pemidanaandalam RUU KUHP dirumuskan sebagaiberikut:

(1) Pemidanaan bertujuana. mencegahdllakukannya tindak pidana

dengan menegakkan norma hukumdemi pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana denganmengadakan pembinaan sehinggamenjadi orang yang baik danberguna;

^Muladi dan Barda NawawiA Loc.Cit., hlm.32.'/b/cf..him. 19.®Pompe,Dalam E.Utrecht Ringkasan San Kuliah Hukum PidanaI,him. 186.®Pembagian teori gabungan Ini, dikemukakan oleh E. Utrecht, namun istilah yang digunakan bukan

dengan istilah "teori gabungan" melainkan "teori-teori menggabungkan". Menurut Utrecht teori-teorimenggabungkan itu.hendak mendasarkan hukuman atas azas pembalasanmaupun azas pertahanan tatatertib masyarakat. Teori-teori menggabungkan itumembuat suatukombinasi antarateori-teoripembalasandanteon'-feori relatif. Sebagaimana terlihat dalam bukunya "Ringkasan Sari Kuliah Hukum Pidana Ihim. 186.

160 JURNAL HUKUM NO. 2 VOL 13 MB 2006; 157-m

Page 5: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

c. menyelesaikan konflik yangditimbulkan oleh tindak pidana,memulihkan keseimbangan, danmendatangkan rasa damai dalammasyarakat;

d. membebaskan rasa bersalah padaterpidana.

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untukmenderitakan dan merendahkan

martabat manusia.

Memperhatikan rumusan tujuan pidanatersebut, jelas sekali memperiihatkan bahwateori pemidanaan yang mendasari tujuantersebut adaiah teori relatif. Hal in! ditandai

dengan adanya tujuan prevensi umum {generalepreventie) sebagaimana terlihat padapoln a danc serta prevensi khusus {speciale preventie)sebagaimana pada poin b dan d, kemudiandipertegas pula dengan pencantuman ayat (2)yang cenderung member] periindungan kepadasi pelaku kejahatan. Pertanyaannya adaiah,apakah sudah tepat jika cukup dengan hanyamenggunakan teori relatif dalam.menyusuntujuan pemidanaan? Jika ^mengamatiperkembangan kejahatan yang terjadi yangcenderung meningl^t, maka ada keraguan jikahanya mengandalkan teori relatif saja, sebabJangankan hanya mengandalkan satuteori, lebihdari satu teori pun belum tentu mampumencegah terjadinya kejahatan.

Diakui, bahwa telah banyak pemikirhukum mencoba meninggalkan teori absolutmengingat dampak negatif yangditimbulkannya, namun tidak dapat dilupakanbahwa teori inipun tidak kurang pulapendukungnya. Selain itu daiam teori inimemperiihatkan suatu ajaran yangberdasarkan suatu pandangan hidup yang

"/M. him. 173

religius. Dalam hukum Islam misalnya,sebagian hukuman-hukuman (hukuman hacf)dilihat sebagai pembalasan Tuhan yang olehkadi, sebagai wakil dari Tuhan di dunia,dijatuhkan atas pelanggaran hukum Islam.'®Selain hukuman had dikenal pula hukumanqishash yang cenderung memiliki titikpersamaan dengan teori pembalasan,sekalipun dalam lain hai terdapat perbedaanyang menyolok. Titik persamaannya adaiahkeduanya menilai bahwa hukuman sebagaiimbalan (balasan) yang setimpal atauseimbangdengan perbuatan jahat yang dilakukanterhadap korban. Hukuman qishash ini mutlakdilakukan jika si korban menghendakinya,namun sesungguhnya pemberian maaf darisikorban adaiah lebih diutamakan.

Dengan memperhatikan ajaran-ajaran diatas maka mestinya tujuan pemidanaan yangdirumuskan dalam Konsep RULI KUHP perlupula disesuaikan dan mendasarkan padaajaran-ajaran tersebut, sehingga tidak hanyaberdasarkan pada teori relatif melainkandidasarkan pula pada teori absolut atau denganteori gabungan. Oleh karena itu, kedepan tujuanpemidanaan tidak sekedar untuk kepentinganpencegahan kejahatan dan pembinaan si pelakumelainkan pula bertujuan untuk memberibalasan (imbalan atau ganjaran) atas perbuatanyang dilakukan sehingga si pelaku merasakanpula bagaimana akibat dari perbuatannya itu.

Adapun Pemidanaan tidak dimaksudkanuntuk menderitakan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) di atas, nampaknya perlumendapat penjelasan yang lebih konkrit, sebabjika yang dimaksudkan menderitakan ituadaiah menimbulkan rasa sakit atau

kesengsaraan karena pidana yang diberikan.

161

Page 6: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

maka pernyataan tersebut menjadibermasalah, sebab pada penderitaan beruparasa sakit atau kesengsaraan itu justrumerupakan unsur yang harus ada di dalampidana sehingga dapat menimbulkan dayapreventif, karena kalau tidak, bagaimanamungkin dapat menghentikan pengulangankejahatan ataumencegah orang lain melakukan"ha! yang sama jika pidana yang diberikan tidakmenimbulkan derita bagi si pelaku ? Dengandemikian, kata "tidak dimaksudkan menderita-kan" dalam ayat (2) dapat ditinjau kembali agartidak menimbulkan salah penafsiran, lagi pulapernyataan tersebut nampaknya tidak sesuaidengan toerl-teori pemidanaan dan ajaran-ajaran agama yang ada.

Pola Jenis Sanksi Pidana dan Berat

Ringannya PidanaX

Pola perumusan jenis sanksi pidana yangdigunakan dalam RUU KUHP 2004 terdiri darijenis "pidana" dan "tindakan". Masing-masingjenissanksi tersebut terdiri dari; a. Pidana : a.1. Pidana Pokok : (1). Pidana penjara, (2)Pidana tutupan (3) Pidana pengawasan. (4)Pidana denda. (5) Pidanakerja sosial. Pidanamati sekalipun termasuk pidana pokok namunbersifat khusus dan selalu diancamkan secara

alternatif. a.2. Pidana Tambahan : (1)Pencabutan hak-haktertentu. (2) Perampasanbarang-barang tertentu dan/atau tagihan. (3)Pengumuman putusan hakim. (4)Pembayaran ganti kerugian. (5) Pemenuhan.kewajiban adat setempat dan/atau kewajibanmenurut hukum yang hidup. b. Tindakan : b.1Tindakan yang dilakukan terhadap anak yangtidak mampu atau kurang mampubertanggung jawab yaitu: (1) perawatan dirumah sakit jiwa. (2) penyerahan kepada

pemerintah; atau (3) penyerahan kepadaseseorang. b.2. Tindakan yang dilakukanterhadap anak tanpa menjatuhkan pidanapokok adaiah.: (1) pengembalian kepada orang tua, atau pengasuhnya; (2) penyerahankepada Pemerintah; (3) penyerahan kepadaseseorang; (4) keharusan mengikuti iatihanyang diadakan oieh pemerintah atau badanswasta;(5) pencabutan surat izin mengemudi;(6) perampasan keuntungan yang diperoiehdari tindak pidana; (7) perbaikan akibat fndakpidana; (8) rehabiiitiasi; dan/atau (9) perawatandi lembaga.

Selain jenis-jenis sanksi yangdikemukakan di atas, dalam RUU KUHPditentukan pola sanksi pidana yang khususuntuk anak, poianya sama yakni terdiri daripidana pokok, pidanatambahan dan tindakan.Sekalipun poianya sama namun dalampembagiannya terdapat perbedaan. Selain ituuntuk anaktidak ada pidana mati dan penjaraseumur hidup.

Pola penentuan jenis-pidana denganmencantumkan pidana penjara beserta yangiainnya sebagai pidana pokok menarik untukdipersoaikan jika dikaitkan dengan tindakpidana yang ada. Tindak pidana dalamberbagai kiasifikasi yang dirumuskan didalamRUU KUHP memperiihatkan jenis pidanapenjara masih mendominasi sebagai pilihanutama, meskipun terkadang diaiternatifkandengan pidana lain untuk berbagai tindakpidana. Hanya untuk deiik yang sangat ringanmenggunakan jenis pidana denda yangdirumuskan secara tunggai. Kebijakanpenggunaan pidana penjara untuk sebagianbesar tindak pidana yang ada di dalam RUUKUHP sangat berbeda sekali dengan sistempemidanaan di dalam islam, sebab pidanapenjara dalam islam bukan sesuatu yang

162 JURNAL HUKUM NO. 2 VOL 13 MEI2006; 157-169

Page 7: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

diwajibkan." Dan kalau toh daiam tradisi Islam dikenal pula pidana penjara, namunbentuk-bentuk kejahatan atau tindak pidanayang dimungkinkan dapat dikenakan sangat-terbatas sekali, ditentukan khususnya untukduajenis kejahatan, yaitu delik perzinaan yangbukan mukhsan dengan rumusan alternatifpidana penjara dan pidana cambuk dan delikperampokan atau kerusuhan lainnya yangmenlmbulkan ancaman terhadap harta dan

12jiwa.

Tanpa mengurangi makna pidanapenjara, namun jika penerapannya tidak tepatdan tidakdibatasi untuktindak pidanatertentu,maka tidak mustahil justru dapat menjadi faktorkriminogen yang semakin memperburukkeadaan.Untuk itu dalam pencantumanpidana penjara hendaknya dibatasi pada delik-delik tertentu dengan rumusan alternatif, dankhusus untuk delik perzinaan alternatif yangditawarkan adalah hukuman cambuk,sebagaimana yang telah diperlakukan di Malaysia. Sementara deiik-delik lainnya tidakmemeriukan hukuman penjara, namun denganmenentukan jenis-jenis pidana lainnya .

Kembali pada kebijakan dalammenentukan jenis-jenis pidana, satupertanyaan kritis lainnya adalah, apakahdengan kebijakan penentuan jenis pidana

seperti itu dapat diharapkan tercapainya tujuanpemidanaan? Nampaknya ada keraguan akanhal itu. Sebab, kebijakan jenis pidana yangdipilih yang lebih banyak bertumpu padapidana penjara dan denda, tidak langsungmenyentuh pada akar terjadinya setiapkejahatan sehingga daya tangkalnya menjadiberkurang atau bahkan tidak terasa samasekali, misalnya saja, untuk delik perzinaan,delik pembunuhan atau delik terhadap hartakekayaan pelakunya sudah sekian banyaktelah mendapatkan pidana penjara, namunhasllnya kejahatan-kejahatan tersebut tetapsaja berlangsung hingga sekarang. Olehkarean itu, berdasarkan kenyataan danpengalaman, perlu meninjau kembalikebijakan dalam menentukan jenis-jenispidana sebagaimaan yang ada dalam RUUKUHP itu.

Sekedar bahan pertimbangan danbarangkali pula seklranya relevan untukdijadikan bahan alternatif dalam rangkapembaharuan hukum pidana di Indonesia,berikut ini dikemukakan bentuk-bentuk pidanadalam tradisi fiqh Islam yakni terdiri atas 1.Pidana qishash dan diyat, berupa : a). Pidanamati {qishash atas jiwa): b). Pidana pelukaanatau imbalan fisik/anggota badan lainnya(qishash atas badan). c). Pidana denda atas

Sebagaimana telah diungkapkan Prof Dr Hazairin bahwa negara tanpa penjara sudah dimulai 13setengah abad yang lampau cleh Muhammad SAW. Berdasarkan atas kemauan Allah yang disampaikankepadanya melalui ayat-ayat Qur'an. Qur'an yang mengatur hidup kerohaniaan dan hidup kemasyarakatanumat Islam dankarena itu mengatur pula hukum perdata danhukum pidana bagi mereka, temyata sungguh-sungguh tidak pemah menetapkan wajib adanya hukum penjara. Qur'an tidak pemah mewajibkan ummat Islammenyediakan penjara, malahan tidak pernah menganjurkan atau mengajarkannya, karena Qur'an tidak adamengandung sebuah pelanggaranpun yang atasnya harus dikenakan hukuman penjara atau hukuman kurungan.Lihat Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Penerbit BinaAksara, 1981), him. 14.

" JimlyAsshiddiqie. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. (Bandung: PenerbitAngkasa. 1995), him.104.

^3/b/d,hlm217.

163

Page 8: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

jiwa (diyat atas jiwa); dan d). Pidana dendaatas pelukaan (diyat pelukaan). 2. Pidana hadatau hudud, menjadi : a) Pidana atas jiwa,berupa; (1). Pidana bunuh dengan pedang;(2). Pidana mati dengan penyaliban (saiib); (3).Pidana mati dengan perajaman (rajam). b).Pidana atas anggota badan, berupa; (1).Pidana potong tangan dan kaki; (2). Pidanapotong tangan atau kaki; (3). Pidana cambuk(dera); (4). Pidana pemukuian dan/ataupenamparan dengan tangan; (5). Pidanapemukuian dengan tongkat. c). Pidana ataskemerdekaan, berupa: (1). Pidana pembuanganatau penguslran; (2). Pidana penahanan ataupidana penjara. (3). Pidana atas hartakekayaan, berupa pidana denda (diyat). 3.Bentuk-bentuk pidana pengembangan:a).Pidana ta'zir, b).Pidana hukumah

Dengan menyimak berbagal jenis pidanadalam tradlsl Islam di atas, leblh memberlnuansa yang leblh bervariasi dan ternyatamasing-masing jenIs pidana menunjukkanpada tindak pidana tertentu saja, sehinggatidak ada satu jenis pidana tertentu yangdiancamkan kepada sekian banyak tindakpIdana.Oleh karena Itu untuk mengurangipenggunaan pidana penjara. maka apakahtIdak lebih baik beberapa tindak pidana yangterjadi tidak iagi menggunakan pidana penjaramelainkan menggunakan beberapa jenispidana dalam tradisi islam di atas.

Setelah membicarakan jenis pidana,berikut ini akan dibahas tentang pola lamanyapidana. Pola lamanya (berat-ringannya)pidana yang akan dibicarakan dl sini adalahkhusus pidana penjara. Untuk pidana penjaradl dalam RUU KUHP masih mengenal polapidana penjara seumur hidup dan penjarauntuk waktu tertentu. Untuk pidana penjaradalam waktu tertentu. polanya terbagi kedalam

pola minimum dan Pola makslmum. Polaminimum terbagi menjadi pola minimumkhusus dan minimum umum. Demikian pulapola makslmum dibagi menjadi makslmumkhusus dan makslmum umum. Untukmenggambarkan berapa lama masing-masing pola dapat dilihat dalam tabel In!:

label 1

Pola Minimum Pola makslmum

Umum Khusus Umum Khusus

1 had bervariasi

antara 1-5

tahun

15/20tahun

Bervariasi

s e s u a i

dengandeliknya

Untuk lamanya pidana penjara baik yangpola makslmum maupun pola minimumadalah bervariasi jika dihubungkan dengankategori delik yang ada sebagalmana terllhatdalam tabel berikut: - - • -

Tabel 2

Kategori Delik Ancaman

Maksimum. Ancaman

Minimum1. Berat 4 s/d 7 Tahun 1 Tahun

2.SangatSerius 7s/d 1GTahunl2s/d 15 Tahun20Tahun/Seumur

hidup/Mati

2 Tahun

3 Tahun5 Tahun

Sesungguhnya kategori delik tidak hanyadua kategori sebagalmana terllhat dalam tabelmelainkan tiga kategori, namun kategorilainnya yakni "sangatringan" tidak disebutkanmengingat kategori ini ancaman pidananyabukan penjara melainkan pidana denda.Sementara pada masing-masing delik beratmaupun delik sangat serius ancamanmakslmum berbeda dan perbedaan inimempengaruhi pula ancaman minimumnya,sebagalmana terllhat dalam tabel di atas.

164 JURNAL HUKUM NO. 2 VOL 13MEI2006; 157-169

Page 9: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Jinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

Memperhatikan pola lamanya atau beratringannya pidana yang digunakan oleh RUUKUHP tersebut di atas tidak menimbulkanpersoalan, namun persoalannya adalah ketikabobot ancaman pidana yang dirumuskanpada setiap delik tidak aspiratif denganperasaan hukum masyarakat atau praktek-praktek tradisi hukum yang pernah terjadi digolongan agama yang diakui. Ternyataditemukan di daiam RUU KUHP beberapatindak pidana yang bila dillhat dari kaca mataagama seharusnya bobot pidananya adalahtinggi bahkan mendapat pidana mati, cambuk,pidana rajam, pidana potong tangan dan kaki,namun tidak demikian yang tegadi dalam RUUKUHP. Peiakuzina mt/bsonmisalnya ternyatapidananya hanya kurang dari 10 tahun,pencurian sampai berakibat matlnya orangtidak lebih dari 15tahun, korupsi tidak sampaipidana mati. Lebih menyakitkan adalah delik-delik agama yang bersinggungan denganTuhan, Rasul beserta ajarannya, pidananyalebih rendah dengan delik yang ditujukankepadff Presiden.

KondisI yang demikian memerlukankajian uiahg terhadap penggunaan lamanyapidana serta jenis pidana yang digunakanmengancam suatu delik yang terjadi.Barangkali perlu difikirkan adalah menyusunkembali delik-delik yang menurut pandanganagama adalah delik-delik yang berbahayamaka mestinya mendapat pidana yang lebihberat, kalau perlu hukuman yang sudahditentukan oleh agama itu sendiri dapatdigunakan untuk delik yang bersangkutan.Sebagai orang yang beragama mestinyasangat percaya terhadap keberhasilanketentuan Tuhan dan RasulNya ketimbangketentuan manusia.

Pedoman Pemidanaan dan PenerapanPidana dalam RUU KUHP

Dibanding dengan KUHP yang berlakusekarang, RUU KUHP nampaknya lebih maju,seVab di dalamnya telah memuat pedomanpemidanaan dan penerapan pidana.Pedoman pemidanaan yang diatur dalamRUU KUHP berkaitan dengan hal-hal yangwajib dipertimbangkan oleh hakim di daiammenjatuhkan pidana kepada terdakwa.Adapun pedoman pemidanaan yang wajibdipertimbangkan hakim sebagaimanadisebutkan dalam Pasal52 ayat (2) adalah: a.kesalahan pembuat tindak pidana; b. motif dantujuan meiakukan tindak pidana; c.sikap batinpeihbuat tindak pidana; d. apakah tindakpidana dilakukan dengan kekerasan; e. carameiakukan tindak pidana; f.sikap dantindakanpembuat setelelah meiakukan tindak pidana:g. riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomipembuat tindak pidana; h. pengaruh pidanaterhadap masa depan pembuat tindak pidana;i. pengaruh tindak pidana terhadap korbanatau keluarga korban; j. pemaafan korban dan/atau keluarganya; dan/atau k. pandanganmasyarakat terhadap tindak pidana yangdilakukan.

Selintas ketentuan ini tidak bermasalah,namun jika di cermati lebih dalam dapatmenimbulkan pertanyaan, yaitu apakahpedoman ini jika ternyata justru lebih memberidampak positif atau lebih menguntungkankepada terdakwa, apakah kemudian hakimtetap menjatuhkan pidana kepada terdakwa,atau sebaliknya membebaskan atau melepaskanterdakwa? Pertanyaan ini barangkali dapatdijawab dengan menggunakan ketentuan ayat(2) dari pasal tersebut, yang menyebutkan bahwa"Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat

165

Page 10: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

atau keadaan pada waktu dilakukannyaperbuatan atau terjadi kemudian, dapatdijadikan dasar pertimbangan untuk tidakmenjatuhkan pidana atau mengenakantindakan dengan mempertimbangkan segikeadilan dan kemanusiaan".

Memperhatikan ketentuan ayat (2)tersebut, diketahui bahwa dapat dimungkinkanseorang pelaku delik tidak dijatuhkan pidanaatau tindakan tertentu asalkan memenuhi

kriteria-kriteria sebagaimana yang ditentukan.Namun tidak berarti Jika terdapat kriteria-kriteriatersebut lantas kemudian dengan sendirinyahakim menjatuhkan putusan selain putusanpidana. Terdapat kemungkinan lain yaknihakim tetap menjatuhkan pidana sekalipunterdapat kriteria tersebut, kenapa demikian?Karena rumusan Pasal 52 ayat (2) di atas,menggunakan kata "dapat" yang mengandungpengertian altematif yakni boleh menjatuhkanpidana juga boleh tidak. Rumusuan demikiantidak mendukung adanya kepastian hukumdan tidak tertutup kemungkinan justrumempersulit hakim dalam menjatuhkanputusannya karena dihadapkan pada pilihanpidana atau bukan. Oleh karena itu agardiperoleh aturan yang tegas, serta menghindaritimbulnya putusan yang berbeda dalam kasusyang sejenis, barangkali adalah leblh balk jikakata "dapat" dalam ayat (2) tersebut dihiiangkan.Dengan demikian berarti bahwa bila terjadikriteria-kriteria tersebutayat (2) atau bila poin-poin yang wajib dipertimbangkan itu lebihmeringankan atau menguntungkan terdakwatanpa melihat deliknya terdakwa harusdibebaskan ataudilepaskan dari segalatuntutanhukum.

Adapun pedoman penerapan pidanayangditentukan dalam RUU KUHP, dibedakanmenjadi Pedoman Penerapan Pidana Penjara

dengan Perumusan Tunggal dan PedomanPenerapan Pidana dengan PerumusanAltematif. Yang pertama lebih menekankankepada penerapan pidana penjara. SementaraPedoman yang kedua lebih kepada penerapanpidana selain pidana penjara, kecuaii padaPasal 58 ayat (2) yang masih menyebutkanpidana penjara. Kedua pedoman ini yang perlumendapat perhatian adalah yang pertama .

Pedoman penerapan pidana penjaradengan perumusan tunggal diatur dalamPasal 56 yang antara lain disebutkan bahwajika seseorang melakukan tindak pidana yanghanya diancam dengan pidana penjara,sedangkan hakim berpendapat tidak perlumenjatuhkan pidana penjara setelahmempertimbangkan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 51dan 52 maka orangtersebut dapat dijatuhi pidana denda. Namunketentuan ini tidak berlaku bagi orang yangpernah dijatuhi pidana penjara untuk tindakpidana yang dilakukan setelah berumur 18(delapan belas) tahun. Sementara itu dendayang dapat dijatuhkan sebagai penggantipidana penjara adalah paling banyak menurutkategori V dan denda paling sedikit menurutKategori !!!. Dimungkinkan pula jika tujuanpidana tidak dapat dicapai hanya denganpenjatuhan pidana penjara, maka untuk tindakpidana terhadap harta benda yang hanyadiancam dengan pidana penjara danmempunyai sifat merusak tatanan sosialdalam masyarakat dapat dijatuhi pidanadenda paling banyak kategori V bersama-sama dengan pidana penjara.

Jika memperhatikan Pedoman penerapanpidana penjara dengan perumusan tunggal diatas hanya menentukan pidana denda sajayang dapat dijadikan piliahan hakim sebagaipenganti pidana penjara. Ini menunjukkan

166 JURNAL HUKUM NO. 2 VOL 13MEI2006; 157-169

Page 11: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

Muhammad. Tlnjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

bahwa peluang jenis pidana lainnya sebagaialternatif pengganti tidak ada. Ketentuan inikelihatannya tidak seiaras dengan ketentuanlainnya yang memungkinkan dijatuhkannyapidana tutupan atau pidana pengawasansebagai pengganti pidana penjarasebagaimana tersebut dalam Pasal 73 ayat(1) dan Pasal 74. Sehingga dengan demikiansebetulnya masih dimungkinkan penerapanpidana penjara dapat dialternatifkan tidakhanya dengan pidana denda melainkan jugapidana tutupan dan pidana pengawasan.

Pertanyaan lebih lanjut adalah apakahtidak dimungkinkan pilihan itu diperluas padajenis-jeniS'Pidana lain termasuk di dalamnyapidana tambahan.'misalnya pidana gantikerugian sehingga tidak hanya pidana pokoklainnya saja sebagai alternatif penggantipidana penjara, tentunya penggantian inidisesuaikan dengan jenis tindak pidana yangdilakukan dengan mengacu pada hukum-hukum agama yang dianut di Indonesia.

Persoalan lain kaitannya denganPedoman pemidanaan dan penerapanpidana, pada satu segi mempunyal segi-segipositif dansangat menguntungkan bagi pelakukejahatan karena terbuka kemungkinanpelakunya tidak mendapatkan pidana penjaraatau pidana penjara diganti dengan pidanadenda. Namun padasisi lain jika dihubungkandengan kebebasan hakim, pedomanpemidanaan dan penerapan pidana tersebutmenjadi masalah. Masalahnya adalah apakahhakim memiliki kebebasan untuk menentukan

putusan sesuai dengan piiihan dankeyakinannya atas perkara yang dihadapinyasementara ia sendiri dibatasi dengan ketentuanyang secara ketat dirumuskan dalam undang-undang ?

- Batasan-batasan yang menjadi pedoman

hakim dalam menjatuhkan atau menerapkanpidana seperti tersebut dalam RUU KUHPadalah jelas mengganggu dan mereduksikebebasan hakim, sebab hakim tidak bebasiagi menentukan pilihan-piiihan karena pilihanitu telah dibatasi oleh undang-undang,kalauiah terdapat pilihan, namun pilihan itusangat terbatas. Oleh karena itu pilihan hakimketika menjatuhkan pidana tidak dapat keluardari piiihan pidana penjara atau pidana denda.dan dalam keadaan sangat terbatas dapatmemilih pidana tutupan dan pengawasan,selain itu tertutup kemungkinan hakimmenjatuhkan pilihan lainnya.

Barangkali persoalan ini dapat diatasi jikapilihan atau aitematif daiam penentuan danpenerapan pidana tidak terbatas padawilayahpidana pokok saja namun diperluas hinggapidana tambahan. Daiam hal ini perlu puladipertimbangkan untuk menambah ataumemperiuas jenis-jenis pidana pokoksehingga memperiuas pula alternatif jenispidana yang ditawarkan, sehingga dengandemikian menambah pula ruang kebebasanhakim.

Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapatdisimpulkan bahwa, tujuan pemidanaan yangdirumuskan di dalam RUU KUHP lebih

cenderung mengakomodasi teori pemidanaan relatif ketimbang teori lainnya, hal iniditandai dengan lebih menekankan kepadatercapainya prevensi umum {generalepreventie) dan prevensi khusus {specialepreventie). Tanpa mengurangi arti tujuanpemidanaan yang demikian, namun tetapperlu mempertimbangkan pula kemampuanteori-teori lainnya yang mendukung

167

Page 12: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

pemidanaan Itu sehingga lebih variatif dalamupaya menaggulangi terjadinya kejahatan.

Bahwa pola jenis pidana yangdikembangkan oleh RUU KUHP yang terbagike dalam jenis pidana pokok dan pidanatambahan-blla dibandingkan dengan polajenis pidana dalam tradisi fiqh Islammemperlihatkan jumlah jenis pidana yangrelatif sedikit dandalam penggunaannya untuksemua delik dalam RUU KUHP memperlihatkan bahwa jenis pidana penjara lebihdominan dibanding dengan jenis pidanalainnya. Dengan memperhatikan kemampuandan efektifitas pidana penjara serta

-memperhatikan tradisi pemidanaan dalam Islam, maka kebijakan yang diambii dalam RUUKUHP nampaknya perlu ditinjau uiang terutamaposisi pidana penjara sehingga tidak lagidigunakan untuk berbagai jenis delik melainkandigunakan untuk beberapa delik tertentu saja.

Dalam penentuan bobot (berat-ringannya) pidana penjara, RUU KUHPmengenal adanya batas maksimal umum danminimum umum. Seiain itu dikenal pulamaksimum khusus dan minimum khusus.

RUU KUHP ternyata lebih memberikan bobotpidana yang lebih tinggi terhadap kejahatan-kejahatan polltik korupsi dan sabotase,sementara beberapa tindak pidana yang biladilihat dari kaca mata agamaseharusnya bobotpidananya adalah tinggi bahkan mendapatpidana mati, cambuk, pidana rajam, pidanapotong tangan dan kaki, namun tidakdemikianyang terjadi dalam RUU KUHP. Bahkan delik-delik agama yang bersinggungan denganTuhan, Rasul beserta ajarannya, pidananyalebih rendah dengan delik yang ditujukankepada Presiden. Sebagai negara yangberagama bobot pidana mestinya disesuaikandengan-bobot delik menurut kaca mata

agama yang dianut.Meskipun.ketentuan tentang Pedoman'

Penerapan Pidana Penjara yang memungkin-kan tidak diterapkannya pidana penjara denganaitematif pengganti hanya pada pidana denda,-namun ternyata aitematif pengganti tidak hanyapidana denda melainkan dapat pula pidanatutupan dan pidana pengawasan dengankualifikasi tertentu. Perluasan aitematif

pengganti pidana demikian nampaknya tidakhanyadimungkinkan dalam ruang jenispidanapokok, melainkan perlu diperluas untuk pidanatambahan utamanya pidana ganti kerugian.Selaras dengan itu pula daiam rangka menjaminkebebasan hakim perlu mempertimbangkanmemperluas jenis-jenis pidana pokok yangdiselaraskan dengan nafas ajaran agamayang dianut.

Daftar Pustaka

Asshiddiqie. Jimly Pembaharuan HukumPidana Indonesia. Bandung : PenerbitAngkasa. 1995.

Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum,Jakarta: Penerbit BinaAksara, 198

Jongkers, J.E.,Hukum Pidana Hindida Belanda,Jakarta: PenerbitPT BinaAksara, 1987.

MuladI dan Barda Nawawi A. Teori-Teori Dan

kebijakan Pidana, Bandung : PenerbitAlumni. 1984

Muladi, makalah Jenis-Jenis Pidana PokokDalam K.U.H.P. Baru, disampaikanpada Lokakarya Bab-Bab KodifikasiHukum Pidana Tentang SanksiPidanadi Badan Pembinaan Hukum Nasional,Jakarta tanggal 5-7 Februasri 1986.

Sholehuddin. Sistem Sanksi Daiam Hukum

Pidana Jakarta : PT Raja GrafindpPersada. Get. 2,2004.

168 JURNAL HUKUM NO. 2 VOL 13 MB 2006; 157-169

Page 13: Tinjauan Kritls Terhadap Kebijakan Pengaturan

. v.. " J .

Muhammad. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengaturan ...

Utrecht. E. Ringkasan Sari Kuliah Hukum. . Tinta Mas, 1986Pidana I. Surabaya : Penerbit Pustaka RUU KUHP, tahun 1999-2000.

169