TINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN …digilib.unila.ac.id/59743/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of TINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN …digilib.unila.ac.id/59743/3/SKRIPSI TANPA BAB...
`
TINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN DALAM
AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI INDONESIA
Oleh
DEVI SAHID S TRIENDY
SKRIPSI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
TINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN DALAMPEMBIAYAAN MUDHARABAH DI INDONESIA
Oleh
Devi Sahid
Akad Mudharabah telah diatur dalam FATWA DEWAN SYARI’AHNASIONAL Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah(Qiradh). Didalamnya dijelaskan bahwa dalam rangka mengembangkan danmeningkatkan dana lembaga keuangan syariah (LKS), pihak LKS dapatmenyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah dan di dalamakad tersebut terdapat jaminan. Adapun yang menjadi permasalahan dalampenulisan ini adalah: Apa sajakah bentuk-bentuk jaminan pada akad pembiayaanmudharabah? Dan Bagaimanakah pandangan hukum Ekonomi Islam terhadapjaminan dalam akad pembiayaan mudharabah?
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan tipe deskriptif.Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukumprimer,sekunder dan tersier. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studidokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, pemeriksaan data,klasifikasi data dan penyusunan data. Data yang telah diolah kemudian dianalisisdengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui bahwa :Mudharabah merupakan salah satu bentuk transaksi, di dalam transaksi tersebutdijelaskan ketentuan ketentuan mengenai jaminan dalam akad mudharabah,Islam memberikan kebebasan dalam mendisain transaksi (jaminan) itu, biasdengan barang, saham, harta benda/ surat berharga, dan lain lain. Namundemikian kebebasan tersebut tidaklah mutlak. Islam memberikan batasan bagimanusia dalam bertransaksi yakni tetap dalam koridor Tauhid. Artinya, segalamacam usaha manusia harus mengedepankan nilai-nilai syariat yang telahditentukan Kebolehan adanya jaminan yang kemudian dalam praktik Mudharabahmenjadi kewajiban sebagai dasar pemberian fasilitas dalam akad Mudharabah inimenurut pandangan penulis bukan dikarenakan Islam mengadopsi prinsipkedudukan kreditur-debitur sebagaimana dimaknai dalam hukum perikatan.
Devi SahidBerdasarkan uraian diatas maka yang menjadi saran penulis adalah: Prinsip utamadalam setiap transaksi tentunya harus tetap menjaga asas-asas dalam bermuamalatseperti keadilan, keseimbangan, menghindari mudharat dan mengedepankanmaslahat serta menghindari memakan harta sesamanya dengan cara yang bathildan cara- cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at sepertiriba, perjudian dan yang serupa dengan itu. Dalam hal jaminan pada transaksimudharabah kiranya lebih dilihat pada terjaganya asas-asas dalam bermuamalat.
Kata Kunci : Pembiayaan, Mudharabah, Jaminan
TINJAUAN HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP JAMINAN DALAM
AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI INDONESIA
Oleh
DEVI SAHID S TRIENDY
Skripsi
Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Devi Sahid S Triendy. Penulis
dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 6 Agustus 1995 dan
merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Sutan Agus Triendy dan Ibu Dayu Soneta.
Penulis mengawali pendidikan di TK Al Azhar 4 Way Halim Permai Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001, SDN 1 Tanjung Bintang Lampung
Selatan yang diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama
menempuh pendidikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung yang diselesaikan
pada tahun 2010, dan menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah di Darunnajah
2 Cipining, Bogor, Jawa Barat pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur SBMPTN pada tahun 2014 dan penulis mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Negeri Agung, Kecamatan Selagai Lingga,
Kabupaten Lampung Tengah.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif organisasi kemahasiswaan pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu sebagai anggota Persikusi
Universitas Lampung.
MOTO
“Dan Dia Mendapatimu Sebagai Seorang Yang Kekurangan,Lalu Dia Memberikan
Kecukupan”
(Q.S : 93:8)
sPERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku tersayang Ayah Sutan Agus Triendy dan Bunda
Dayu Soneta, yang selama ini telah membesarkan aku dengan penuh
cinta, kasih sayang, perhatian, kebahagiaan, doa, motivasi, semangat serta
pengorbanannya selama ini untuk keberhasilanku.
x
SANWACANA
Dengan mengucapkan syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Hukum Ekonomi
Islam Terhadap Jaminan Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah di
Indonesia”.
Penulis banyak mendapat ilmu pengetahuan, bimbingan dan masukan yang
bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Sunaryo S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Dr. Dra. Nunung Rodliyah, MA. selaku Pembimbing I yang telah banyak
membantu penulis dengan penuh kesabaran, bersedia meluangkan waktunya,
mencurahkan segenap pemikirannya, serta memberikan bimbingan, kritik,
dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
xi
4. Ibu Elly Nurlaili, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak
membantu penulis dengan penuh kesabaran, bersedia meluangkan waktunya,
mencurahkan segenap pemikirannya, serta memberikan bimbingan, kritik,
dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini.
6. Bapak M. Wendy Trijaya, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat membangun terhadap
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen, staff administrasi dan karyawan Fakultas Hukum Universitas
Lampung, atas jasa-jasa kalian penulis dapat menyelesaikan studi.
8. Teristimewa kedua orang tua tercinta, Ayah Sutan Agus Triendy dan Bunda
Dayu Soneta Meitawati serta Kakakku Fitri Sri mulyati dan adik-adikku Ghea
Meydi dan Chika Meisya, terima kasih atas segala doa, limpahan cinta dan
kasih sayang yang tulus dan ikhlas dalam mendidik penulis dengan penuh
kesabaran serta segala dukungan untuk meraih kesuksesan di masa depan.
9. Para Sabahat-sahabatku Randika, Faldi, Rico, Adji, Akbar, Dirta, Erik,
Leonardo, Pako, Rega, Yudi terima kasih untuk dukungan semangat dan
doanya selama ini.
10. Teman-Temanku Rio, Aldino, Imam, Dirgantara, Adit, Hengki terima kasih
untuk dukungannya.
11. Teman-Teman Persikusi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima
kasih untuk dukungan semangat dan doanya.
xii
12. Teman-Teman HIMA Perdata yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu
persatu, terima kasih atas dukungannya.
13. Teman-teman KKN Desa Negeri Agung, Kecamatan Selagai Lingga,
Kabupaten Lampung Tengah., Bapak Ibu Induk Semang, Bapak Lurah,
Bapak Camat, Warga Desa Negeri Agung terima kasih untuk 40 hari
kebersamaannya.
14. Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu hingga terselesainya penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan kalian selama ini.
Akhir kata Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, September 2019
Penulis
Devi Sahid S Triendy
69
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 9
C. Tujuan Peneltian ............................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Ekonomi Islam….…………………………………..……………….10
B. Lembaga Keuangan Syari‟ah.……………………………………..………...11
C. Jaminan……………………………………………..……………………….14
D. Pengertian Mudharabah……………………….……………………………16
E. Landasan Hukum Mudharabah ..................................................................... 19
F. Rukun dan Syarat Mudharabah ..................................................................... 24
1. Rukun Mudharabah .................................................................................. 24
2. Syarat Mudharabah ................................................................................... 24
3. Jenis-jenis Mudharabah ............................................................................. 28
D. Kerangka Berfikir .......................................................................................... 30
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 31
B. Tipe Penelitian ............................................................................................... 21
C. Pendekatan Masalah ....................................................................................... 32
D. Data dan Sumber Data ................................................................................... 32
E. Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 33
F. Pengolahan Data ............................................................................................ 34
G. Analisis Data .................................................................................................. 34
70
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk jaminan pada akad pembiayaan mudharabah ditinjau dari
sistem Ekonomi Islam indonesia ...................................................................... 36
1. Konsep dan Nilai Dasar dalam transaksi mudharabah ................................ 36
2. Jaminan dalam transaksi mudharabah ......................................................... 44
3. Jaminan/Agunan dalam perjanjian pembiayaan Bank Syari‟ah ................... 48
B. Pandangan Hukum Ekonomi Islam terhadap jaminan yang ada di dalam akad
pembiayaan mudharabah ................................................................................. 56
1. Praktik Ekonomi Islam dari masa ke masa .................................................. 56
2. Norma Jaminan dan Agunan dalam UU Perbankan Syari‟ah ...................... 63
V. PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................................... 69
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menekankan bahwa kegiatan ekonomi manusia merupakan salah satu
perwujudan dari pertanggungjawaban manusia sebagai khalifah di bumi agar
keseimbangan dalam kehidupan dapat terus terjaga. Dalam konteks ajaran Islam,
ekonomi Islam atau yang juga dikenal dengan ekonomi Syariah merupakan nilai-
nilai sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan ajaran Islam, sebagaimana
Muhammad bin Abdullah Al-Arabi mendefinisikan: “Ekonomi Islam adalah
kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari Al-Qur‟an
dan Sunnah, dan pondasi ekonomi yang dibangun diatas dasar pokok-pokok
tersebut dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu”.1
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya dalam
sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya. Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun,
definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak
kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong
1 Abdullah Abd al-Husain Al-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan,
Terjemahan,(Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), hlm. 14.
2
seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar
atau salah tetap harus diterima.2
Perekonomian yang berbasis pada nilai nilai dan prinsip Syariah yang
mengedepankan keIslaman, keadilan serta tidak terdapat unsur Riba sudah cukup
lama dinantikan ummat Islam di Indonesia maupun dari belahan dunia lainnya.
Penerapan nilai – nilai dan prinsip Syariah dalam segala aspek kehidupan dan
aktivitas transaksi antar ummat didasarkan pada aturan – aturan Syariah sudah
cukup lama diperjuangkan dan diharapkan eksis dalam pembangunan ekonomi.
Tujuan ekonomi Islam adalah untuk mewujudkan perekonomian jangka panjang
dan memaksimalkan kesejahteraan manusia3. Di Indonesia ekonomi Islam
memiliki fungsi sebagai pelengkap atau sebagai kontrol terhadap sistem ekonomi
konvensianal, karena ekonomi yang berjalaan saat ini kurang bisa memunculkan
keadilan dan belum efektif mengentaskan kemiskinan, oleh karena itu sudah
selayaknya ekonomi Islam memberikan perubahan untuk umatnya sebagai
alternatif atau solusi perkembangan ekonomi yang sudah berjalan saat ini Saat Ini
Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur tentang perbankan Syariah yaitu
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 diterangkan bahwa yang dimaksud
dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dari definisi perbankan
2 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 14. 3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari‟ah, Yogyakarta: Ekonisia,2004, hlm. 1.
3
syariah di atas ada dua kelembagaan yang terdapat pada perbankan syariah yaitu
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Munculnya dua kelembagaan ini pada
perbankan syariah di Indonesia terkait dengan dual banking sistem yang dianut
pada sistem perbankan di Indonesia.4
Bank Syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan
hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan
dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan
mengenakan bunga pinjaman (riba)5.Serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-
usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat
menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau
hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut
mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru
pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi
lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di
dunia.
Indonesia memiliki keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah adalah
regulasinya dimana kewenangan mengeluarkan fatwa yang terpusat pada satu
lembaga independen yaitu Dewan Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI) berbeda dengan di negara lain fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan
ulama sehingga kemungkinan terjadinya perbedaan regulasi satu sama lain lebih
4 Ibid, hlm. 8
5 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep, Produk
dan Implementasi Operasional, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001 hal 21
4
besar. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk
dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian
dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan
yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Bank syariah secara umum adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu,
usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagangan
utamanya.
Awal mula bank syariah berkembang, baik tanah air maupun di mancanegara,
sering kali dikatakan bahwa bank syariah adalah bank bagi hasil. Hal ini
dilakukan untuk membedakan bank syariah dengan bank konvensional yang
beroperasi dengan sistem bunga atau riba. Bagi hasil merupakan bagian dari
sistem operasi bank syariah. Bagi hasil adalah bentuk return dari kontrak
investasi, yakni yang termasuk ke dalam natural uncertainty contract6. Fiqih
Islam juga mengenal natural certainty contract. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan
syariah. Namum sebaliknya,praktik perbankan syariah belum tentu seluruhnya
menggunakan sistem bagi hasil.Oleh karena itu, sistem bagi hasil masih ada
sistem jual beli dan sewa menyewa yang digunakan dalam sistem operasi bank
syariah. Bank syariah mempunyai ruang yang lebih luas dari pada sistem bagi
hasil. Bank syariah memiliki banyak alternatif yang terbuka, maka diharapkan
6 Karim Adiwarman, Bank Islam,Jakarta:Raja Grafindo.2014.hlm 203
5
praktik bank syariah dapat menjadi lebih fleksibel dan sesuai dengan konteks
kebutuhan dan keadaan spesifik yang di hadapi di lapangan.7
Pada bank syariah, sistem perbankan yang diterapkan dinilai akan saling
menguntungkan untuk nasabah dan bank, menekankan aspek keadilan, investasi
yang beretika, memegang nilai kebersamaan dan persaudaraan, serta menghindari
hal-hal yang spekulatif dalam transaksi keuangan. Beberapa sistem yang di
terapkan pada bank syariah antara lain adanya sistem akad yang di mana transaksi
pada bank syariah mengacu pada kaidah dan aturan yang berlaku pada akad
syariah Islam yang sumbernya berdasarkan Al-Quran dan Hadist,serta sudah
difatwakan oleh Majelis ulama Indonesia (MUI). Sistem imbalan yang pendekatan
pada bank syariah ialah sistem bagi hasil. Dana yang diterima bank akan
disalurkan untuk pembiayaan, lalu keuntungan dari pembiayaan akan dibagi dua
yakni untuk nasabah dan bank sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati.
Dan sasaran kredit yaitu pembiayaan pada bank syariah dibatasi, dimana nasabah
yang sesuai dengan kriteria syariah saja yang diterima, seperti kredit untuk bisnis
yang halal.
Pembiayaan merupakan penyediaan dana yang diproses dengan transaksi bagi
hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam
bentuk Ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang
Mudharabah, Salam, dan Istisna8. Lembaga keuangan syariah seperti
bank syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah merupakan aplikasi dari
sistem ekonomi syariah yang merupakan bagian dari nilai-nilai dari ajaran Islam
7 Ibid, hlm 214
8 Fatwa DSN_MUI Nomor:07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh),
hlm. 3.
6
yang mengatur bidang perkonomian umat dan tidak terpisahkan dari aspek-aspek
lain ajaran Islam yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti ajaran
Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial
kemasyarakatan termasuk bidang universal. Universal bermakna bahwa syariah
Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tetmpat tampa melihat ras, suku,
golongan, dan agama sesuai prisip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”9
Mudharabah10
adalah akad yang dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi ,
bahkan telah dipraktikan oleh bangsa arab sebelum turunnya Islam. Mudharabah
berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam
menjalankan usaha. Secara terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan
Mudharabah atau Qiradh dengan Pemilik modal (investor) menyerahkan
modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan
keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan.
Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka
sesuai dengan syarat-syarat kontrak11
. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah
bahwa keuntungan jika ada akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan
proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Jika ada kerugian, maka akan
ditanggung sendiri oleh si investor.
9 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta,
2001 10
Mudharabah disebut juga qiradh. Makna keduanya sama. Mudharabah adalah istilah yang
digunakan di irak, sedangkn istilah qiradh digunakan oleh masyarakat hijaz. 11
http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-mudharabah-dan-bagi-hasil.html di akses
pada tanggal 20 november 2018
7
Dalam praktiknya dalam transaksi Mudharabah kbususnya di Indonesia, seorang
mudharib akan dibebani dengan jaminan. Hal ini sebagaimana diatur dalam
ketentuan bank Indonesia sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan bank
Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 pasal 6 huruf (o) yang menjelaskan bahwa:
“Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam
akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.”
Berikut adalah contoh pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT
Bismillah dengan mitra/nasabah:
Pembiayaan yang diajukan oleh nasabah Ibu Ena mengajukan pembiayaan
tambahan modal usaha kepada BMT Bismillah sebesar Rp. 50.000.000,- dengan
tempo 3 tahun dan dengan jenis pembayaran angsuran bulanan dan pencairan
pembiayaan tertanggal 23 Mei 2015.
Setiap bulannya ibu Ena berkewajiban membayar angsuran sebelum tanggal jatuh
tempo yaitu tanggal 23 dengan membayar sebesar Rp. 2.289.000,- kepada BMT
Bismillah dengan perincian pengembalian modal sebesar Rp. 1.389.000,- dan
nisbah keuntungan Rp. 900.000,-. Ibu Ena dalam pengajuan pembiayaannya
menggunakan Jaminan berupa BPKB.12
Ditetapkannya jaminan dalam transaksi mudharabah lebih didasarkan pada
penerapan metode ijtihad yang tidak dalam maksud mengasampinkan dari hukum
asalnya namun lebih disarkan pada prinsi penggunaan metode istihsan. Metode ini
12
http://www.bmtbismillah.com/akad-mudharabah.html, di akses tanggal 30 maret 2019.
8
pada prinsipnya mengutamakan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan-
kemaslahatan atau menolak bahaya secara khusus sebab dalil umum menghendaki
dicegahnya bahaya itu.13
Akad Mudharabah telah diatur dalam FATWA DEWAN SYARI‟AH
NASIONAL Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh). Didalamnya dijelaskan bahwa dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan dana lembaga keuangan syariah (LKS), pihak LKS dapat
menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad
kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-
mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua („amil, mudharib,
nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. bahwa agar cara
tersebut dilakukan sesuai dengan syariah Islam, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa tentang mudharabah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk menganalisis praktek jaminan dalam
pembiayan mudharabah dalam suatu lembaga keuangan syariah, apakah sudah
sesuai dengan kaidah-kaidah fiqih dan sesuai dan sesuai dengan fatwa DSN MUI.
Disini penulis akan menganalisis dengan judul “Tinjauan Hukum Ekonomi Islam
Terhadap Jaminan Dalam Pembiayaan Mudharabah”
13
Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1994, hlm 20.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian latar belakang diatas memunculkan adanya suatu pokok
permasalahan dalam akad pembiayaan Mudharabah.
Adapun penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah bentuk-bentuk jaminan pada akad pembiayaan mudharabah ?
2. Bagaimanakah pandangan hukum Ekonomi Islam terhadap jaminan dalam akad
pembiayaan mudharabah?
C. Tujuan Peneltian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami apa sajakah yang bentuk-bentuk jaminan pada akad
pembiayaan mudharabah.
2. Untuk memahami bagaimana pandangan hukum Ekonomi Islam terhadap
jaminan yang ada di dalam akad pembiayaan mudharabah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan khususnya Hukum Islam
terkait dengan penggunaan jaminan pada akad mudharabah.
2. Kegunaan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat
umum tentang prosedur dan pelaksanaan tentang penerapan akad mudharabah
berdasarkan hukum Islam.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip dasar yaitu Tawhid, Khilafah, dan
„Adalah. Dalam Sistem Ekonomi Syariah, ada landasan etika dan moral dalam
melaksanakan semua kegiatan termasuk kegiatan ekonomi, selain harus adanya
keseimbangan antara peran pemerintah, swasta, kepentingan dunia dan
kepentingan akhirat dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan, jika kapitalisme
menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan sosialisme pada kolektivisme,
maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu: kesatuan (unity),
keseimbangan (equilibrium), kebebasan (free will) dan tanggungjawab
(responsibility).14
Sistem Ekonomi dalam Islam ditegakkan di atas tiga tiang utama, yakni konsep
kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (al-thasharruf fi al-milkiyah)
dan distribute kekayaan diantara manusia (tauzi‟u tsarwah bayna al-naas).
Kepemilikan ini dibagi tiga, yakni (1) kepemilikan individu (milkiyatu al-
fardiyah), yaitu kepemilikan atas izin syar‟i pada seseorang untuk memanfaatkan
harta itu kerana sebab-sebab kepemilikan harta yang diakui oleh syara‟; (2)
kepemilikan umum (milkiyatul al-„amah), adalah harta yang mutlak diperlukan
manusia dalam kehidupan sehari-hari (api, padang rumput, sungai, danau, jalan,
lautan, mesjid, udara, emas, perak dan minyak wangi.dsb) yang dimanfaatkan
secara bersama-sama. Pengelolaan milik umum ini hanya dilakukan oleh negara
14
Chapra dalam Imamudin Yuliadi. Ekonomi Islam, Yogyakarta: LPII, 2001, hlm. 12
11
untuk seluruh rakyat, dengan diberikan percuma atau dengan harga murah hanya
mengambil sedikit upah perkhidmat; dan (3) kepemilikan negara (milkiyatul al-
daulah), harta yang pemanfaatannya berada ditangan seorang pemimpin sebagai
kepala negara. Misalnya harta ghanimah, fa‟I, khumus, kharaf, jizyah, 1/5 harta
rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tak memiliki ahli waris dan
tanah hak milik negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan yang
menjadi kewajiban negara, seperti menggaji pegawai negara, keperluan jihad dan
sebagainya. Kepemilikan individu adalah izin dari syara‟ (Allah SWT) yang
memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan dzat maupun kegunaan (utility)
suatu barang serta memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil
kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk
dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.15
Setiap orang bisa memiliki
barang atau harta melalui cara-cara tertentu, yang disebut sebab-sebab
kepemilikan (asbabu al-tamalluk).
B. Lembaga Keuangan Syari’ah
Lembaga keuangan syariah (Islam) pada saat ini tumbuh dengan cepat dan
menjadi bagian dari kehidupan di dunia Islam. Lembaga keuangan syariah ini
tidak hanya terdapat di negara-negara Islam, tetapi juga terdapat di negara-negara
yang ada masyarakat muslimnya. Kerangka dasar dari Lembaga keuangan Islam
yaitu serangkaian aturan main dan hukum secara keseluruhan berdasarkan syariah,
yang mengatur bidang ekonomi, sosial, politik dan aspek budaya. Jenis usaha dan
produk lembaga keuangan pada dasarnya sama dengan lembaga keuangan
konvensional yaitu, Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan
15
Muhammad Ismail Yusanto, Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas bisnis Islami,
Gema Insani, 1998, hlm. 25.
12
Bukan Bank (LKBB).16
Pertama, LKB seperti Bank Syariah, Unit Usaha Syariah
(UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Kedua, LKBB seperti
Asuransi Takaful, Asuransi Sosial dan Kesehatan, Dana Pensiun, Koperasi dan
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) serta Pasar Modal Syariah.
Sesuai dengan sistem keuangan yang ada di Indonesia, maka dalam
operasionalnya lembaga keuangan dapat berbentuk lembaga keuangan
konvensional dan lembaga keuangan syariah. Menurut SK Menkeu RI No. 792,
lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya bidang keuangan,
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna
membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan menurut Dahlan Siamat
adalah “badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan
atau tagihan (claims) dibandingkan dengan aset nonfinansial atau aset riil. Dengan
demikian, lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya
berkaitan dengan bidang keuangan.17
Prinsip utama yang membedakan dengan lembaga keuangan konvensional adalah
lembaga keuangan syariah “bebas bunga” yang tercermin dalam produk-produk
yang dihasilkannya. Misalnya Murabahah (pembiayaan dengan laba), Bai‟ As-
Salam (pesanan dibayar tunai), Bai‟ Al-Istishna (pesanan dibayar dengan cicilan),
Mudharabah (usaha dengan bagi hasil), Musyarakah (penyertaan modal), Al-
Hawalah (perpindahaan piutang), Al- Wakalah (pendeledasian) Al-qardhul Hasan
(pembiayan kebajikan), Ijarah (sewa-menyewa), Al-Kafalah (jaminan), Al-
16
M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Surakarta: MU Press, 2006, hlm. 4 17
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010, hlm 29
13
Wadi‟ah (simpanan deposito), Al- Rahn (gadai), saham, Sekuritas, dan Intrumen
dalam Kebijakan Moneter Pemerintah tetap didasarkan pada prinsip Syariah.
Lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan
fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya sehingga dapat
digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Namun Abdulkadir Muhammad
mengemukakan bahwa lembaga keuangan terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu
Lembaga Keuangan Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan
Lembaga Pembiayaan.18
a. Lembaga Keuangan Bank (LKB)
Salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam dunia bisnis adalah
lembaga keuangan perbankan. Institusi perbankan merupakan subsistem dari
keberadaan lembaga keuangan (financial instutiton). Menurut hukum perbankan
yang berlaku saat ini, Indonesia adalah negara yang menganut konsep perbankan
nasional dengan system ganda (dual banking system). Artinya bahwa selain ada
perbankan konvensional yang beroperasi berdasarkan sistem “bunga”, juga ada
perbankan lain yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Meskipun keduanya sama-sama lembaga perbankan, namun baik secara
konsep maupun implementasinya tetap berbeda antara satu dengan lainnya. Dalam
hukum bisnis syariah, penegasan adanya perbedaan diantara keduannya sangat
18
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2004, hlm. 8
14
diperlukan, terutama dimaksudkan untuk mengetahui sebab halal-haramnya, serta
akibat maslahat-mudharatnya.19
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang
dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut
non depository financial institutions.20
Di bawah ini
C. Jaminan
Jaminan secara sederhana dimaknai sebagai tanggungan atas pinjaman yang
diterima.21
Jaminan dalam nomenklatur hukum perdata di Indonesia ditemukan
dalam Pasal 1131 KHUPer dan Penjelasan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Hanya saja, kedua peraturan tersebut tidak mendefinisikan secara jelas
apa yang dimaksud dengan jaminan, kedua aturan ini menyatakan jaminan
berkaitan erat dengam masalah utang piutang. Sehingga, Jaminan dapat
didefinisikan sebagai suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur, di mana
debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang
menurut ketentuan peraturan yang berlaku, apabila dalam waktu yang telah
ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.22
Lembaga keuangan
bank terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
19
Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 110. 20
Burhanuddin S , Ibid. hlm 39 21
A. WangSAWidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
hal. 285. 22
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, (Jakarta:
Renika Cipta, 2009), hal. 196.
15
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang
dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut
non depository financial institutions.
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah
lembaga keuangan bukan bank mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan),
kedamaian, dan kesejahteraan.23
Baitul Mal wa Tamwil adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non
perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan
oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga
keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.24
Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) sebenarnya adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam
pengertian didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat.25
23
M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis, CV Pustaka Setia,
Bandung, 2012, hlm. 317. 24
H.A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.183. 25
Awalil Rizky, BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil, UCY Press, Yogyakarta, 2007,
hlm. 3.
16
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa pola pengembangan institusi keuangan
ini diadopsi dari bayt al-mal yang pernah dan sempat tumbuh dan berkembang
pada masa Nabi SAW dan Khulafa al-Rasyidin. Oleh karena itu, keberadaan BMT
selain bisa dianggap sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti
zakat, infaq dan shadaqah, juga bisa dianggap sebagai institusi yang bergerak di
bidang investasi yang bersifat produktif seperti layaknya bank.26
D. Pengertian Mudharabah
Salah satu bentuk kerja sama dalam menggerakkan antara pemilik modal dan
seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. Sebab ada
orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam
menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal dan
keahlian, tetapi tidak mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang mempunyai
keahlian dan waktu, tetapi tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada
kerja sama dalam menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belah pihak
akan mendapatkan keuntungan modal dan skill (keahlian) dipadukan menjadi
satu.27
Mudharabah merupakan salah satu akad yang banyak digunakan dalam lembaga
keuangan syariah. Mudharabah secara bahasa berasal dari kata al-dharb (الضزب)
yang berarti bepergian atau berjalan. Selain al-dharb disebut juga qiradh (القزاض)
dari al-qardhu ( القزض) yang berarti pinjaman atau pemberian modal untuk
26
Ibid. Awalil Rizky 27
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003, hlm. 169.
17
berdagang dengan memperoleh laba.28
Ulama Mazhab Hanafi memberikan
definisi bahwa mudharabah merupakan akad perjanjian untuk bersama-sama
dalam membagi keuntungan dengan lantaran modal dari satu pihak dan pekerjaan
dari pihak lain.29
Muhammad Syafi‟I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari
Teori Ke Praktek, menuliskan bahwa pengertian berjalan lebih tepatnya adalah
proses seseorang dalam menjalankan usaha.30
Menurut The New Encyclopedia of
Islam: Mudarabah is a business partnership where one partner puts up the capital
and the other puts up the labour.31
Mudarabah disebut juga dengan qiradh, ulama hijaz menyebutkan dengan qiradh
yaitu berasal dari kata qard yang berarti al-qath atau pemotongan. Hal ini karena
pemilik harta memotong dari sebagian hartanya sebagai modal dan menyerahkan
hak pengurusannya kepada orang yang mengelolanya dan pengelola memotong
untuk pemilik bagian dari keuntungan sebagian hasil dari usaha dan
kerjanya.Mudharabah bisa juga di ambil dari kata muqaradah yang berarti
muSAWa (kesamaan) sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang
sama terhadap laba. Ulama Hanafiyah mendefinisikan mudharabah adalah suatu
perjanjian untuk berkongsi di dalam keuntungan dengan modal dari salah satu
pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.
Sedangkan ulama Malikiyah menamai mudharabah sebagai Penyerahan uang di
muka oleh pemilik modal dalam jumlah uang yang ditentukan kepada seorang
28
Adib Bisri dan Munawwir, Al-Bisri Kamus Arab – Indonesia Indonesia –Arab, Surabaya
:Pustaka Progressif, 1999, hlm. 592 29
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh „ala Madzahib al-Arba‟ah, Juz III, Beirut: Dar al-Qalam, tanpa
tahun, hlm. 35. 30
Muhammad Syafi‟í Antonio, “Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktek”, Gema Insani, Jakarta,
2001, hlm. 95. 31
Huston Smith, The new Encyclopedia of Islam, North America: Altamira Press, Revised Edition,
2001, hlm. 319.
18
yang akan menjalankan usaha dengan uang itu dengan imbalan sebagian dari
keuntungannya. Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan mudharabah bahwa pemilik
modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam
suatu usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama antara keduanya.
Sedangkan menurut ulama Hambali mendefinisikan mudharabah dengan
pengertian penyerahan suatu barang atau sejenisnya dalam jumlah yang jelas dan
tertentu kepada orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian
tertentu dari keuntungannya. Menurut Sayyid Sabiq, dalam bukunya yang
berjudul “Fiqh al-Sunnah”, menjelaskan bahwa mudharabah adalah akad antara
kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan
sejumlah uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan dan keuntungannya dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan.32
Menurut fatwa DSN NO:07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa mudharabah adalah
pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan Syariah kepada pihak lain
untuk membuka suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi
lembaga keuangan sebagai sohibul maal dan membiayai 100% atas usaha
pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib.
Definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah suatu akad
yang memuat penyerahan modal dari seorang pemilik modal (shahibul maal)
kepada pengelola (mudharib) untuk dipergunakan sebagai usaha dengan ketentuan
jika usaha tersebut mendatangkan hasil maka hasil (laba) tersebut dibagi
32
Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah, diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin dalam “Fiqh al-
Sunnah”, Juz 3, Beirut: Darul-Falah al-Arabiyah, t.th,.hlm. 297.
19
berdasarkan kesepakatan sebelumnya, namun jika usaha tersebut tidak
mendatangkan hasil atau bangkrut maka kerugian materi sepenuhnya ditanggung
oleh pemilik modal dengan syarat dan rukun-rukun tertentu. Jika kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
E. Landasan Hukum Mudharabah
Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya di bolehkan
berdasarkan al-Quran, sunnah, ijma dan qiyas walaupun di dalam al Qur‟an tidak
menyebutkan secara khusus tentang mudharabah. Hal ini dikarenakan akad
mudharabah bertujuan untuk saling membantu dan tolong menolong antara
pemilik modal dengan seseorang yang ahli dalam memutarkan uang. Atas dasar
saling menolong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan
untuk saling bekerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil
dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Secara umum landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha, hal ini terlihat dalam ayat-ayat dan hadist-hadist berikut
ini:
a. Al-Qur‟an
1) Surat An-Nisa ayat 29:
…”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”…
20
2) Surat Al-Maidah ayat 1
…”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut
yang dikehendaki-Nya.”…
3) Surat Al-Baqarah ayat 283
…”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”…
4) Surat al-Muzzamil ayat 20:
…“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah”.33
…
Dalam ayat di atas dasar dilakukannya akad mudharabah adalah kata
“yadhribun” yang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki makna
melakukan suatu perjalanan usaha.
33
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Qur‟an, 2012, hlm.
575.
21
5) Al-Jumu‟ah ayat 10:
…“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.34
…
6) Al-Baqarah 198:
…“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu”. 35
…
Kedua ayat di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah,
yang menjelaskan bahwa mudharib adalah sebagian dari orang-orang yang
melakukan perjalanan (dharb) untuk mencari karunia Allah SWT.
b. Al-Hadits
Menurut pendapat Ibn Hajar yang dikutip Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqh
Muamalah berkata, Qirad atau mudarabah telah ada sejak zaman Rasulullah,
beliau tahu dan mengakuinya. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul,
Muhammad telah melakukan qiradh yaitu Muhammad mengadakan perjalanan
ke Syam untuk menjual barang-barang milik Khodijah ra yang kemudian
menjadi istri beliau.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Suhaib bahwa nabi Muhammad
SAW bersabda: Dari Suhaib bahwa Nabi bersabda: Ada tiga perkara yang
didalamnya mengandung keberkahan adalah jual beli tempo, muqaraḍah dan
34
Ibid, hlm. 555. 35
Ibid, hlm. 31.
22
mencampur gandum dengan jagung untuk makanan dirumah, bukan untuk
diperjualbelikan. (HR. Ibn Majah).
c. Ijma‟
Mudharabah telah ada sejak masa Jahiliah dan pada masa Islam tetap
dibenarkan sebagai praktek. Ibnu Hajar berkata, “Yang kita pastikan adalah
bahwa mudharabah telah ada pada masa Nabi SAW. Beliau mengetahui dan
mengakuinya. Seandainya tidak demikian, niscaya ia sama sekali tidak boleh.”
Para sahabat banyak melakukan akad mudharabah dengan cara memberikan
harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain, dan tidak ada riwayat yang
menyatakan bahwa para sahabat yang lain mengingkarinya. Oleh karena itu,
hal ini dapat dijadikan sebagai Ijma.36
d. Qiyas
Menurut Wahbah Zuhaili yang menjadi dasar dalil qiyas adalah bahwa
mudharabah diqiyaskan pada musaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola
kebun) karena sangat dibutuhkan di masyarakat. Hal tersebut di karenakan
dalam kehidupan nyata manusia ada yang kaya dan ada yang miskin. Kadang-
kadang ada orang kaya yang tidak memiliki keahlian berdagang, sedangkan
dipihak lain ada orang yang memiliki keahlian tetapi tidak memiliki harta yang
cukup untuk usaha. Dengan adanya kerjasama antara keduanya maka
36
Wahbah Zuhaily, Fiqih Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al- Kattani, dkk dalam “al-
Fiqh al-Islam wa Adilatuhu”, Damaskus, Darul Fikr, jilid IV, 1989.hlm. 838.
23
kebutuhan masing-masing pihak akan terpenuhi sehingga menghasilkan
keuntungan.37
Mudarabah juga dapat diqiyaskan sebagai bentuk interaksi antar sesama manusia
sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kebutuhan akan kerja sama antara
satu pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan
kebutuhan hidup atau keperluan keperluan lain tidak bisa diabaikan. Dengan
demikian, adanya mudarabah ditunjukkan antara lain untuk kemaslahatan umat
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka, yakni pemenuhan kebutuhan
kedua golongan di atas.
Menurut fatwa DSN NO:07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa ketentuan hukum dalam
pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Mudharabah boleh dibatasi pada waktu tertentu.
2) Kontrak tidak boleh dikaitkan dengan kejadian di masa depan yang tidak tentu
terjadi.
3) Pada dasarnya mudharabah tidak ada ganti rugi karena akad ini Bersifat
amanah, kecuali akibat dari kesalahan atau kelalaian yang disengaja maka
diperbolehkan adanya ganti rugi.
4) Apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah.
37
Ibid.
24
F. Rukun dan Syarat Mudharabah
1. Rukun Mudharabah
Menurut ulama Syafi‟iyah rukun mudharabah ada lima yaitu: Pemilik barang,
orang yang bhaliq, akad, mal, amal, keuntungan. Sedangkan menurut jumhur
ulama rukun mudharabah ada tiga yaitu: pertama: aqaid yaitu pemilik modal
dan pengelola, kedua: maqud alaih yaitu modal, tenaga (pekerjaan), dan
keuntungan, ketiga: shighot yaitu ijab dan qabul. Sedangkan Adiwarman A.
Karim membagi rukun mudharabah sebagai berikut:
a. Pemodal (shahibul maal)
b. Pengelola (mudharib)
c. Modal
d. Pekerjaan
e. Nisbah keuntungan
f. Ada ijab dan qabul
2. Syarat Mudharabah
Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun rukun mudharabah
itu sendiri. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :
a. Orang yang berakad
Orang-orang yang berakad atau melakukan transaksi disyaratkan orang yang
cakap bertindak hukum dalam hal ini adalah mampu mempertanggung
jawabkan dan menanggung segala akibat hukum yang timbul akibat akad atau
transaksi tersebut. Seperti kewajiban yang harus dilaksanakan dan hak-hak
yang menjadi miliknya. Bagi mudharib, selain syarat di atas juga harus cakap
25
dan diangkat sebagai wakil dalam hal ini disebabkan karena posisi orang yang
mengelola modal adalah wakil pemilik modal atau orang yang diberi amanat.
Para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul agar
memiliki akibat hukum, yaitu: pertama, Jala‟ul ma‟na, yaitu tujuan yang
terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad
yang dikehendaki; kedua, Tawafud, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan
qabul; ketiga, Jazmul Iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan
kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.38
b. Modal
Yang terkait dengan modal disyaratkan:
a). Berbentuk uang, Sayid Sabiq dalam fiqh sunnahnya mengatakan bahwa
meskipun modal itu berbentuk emas batangan maka tetap tidak sah karena
sulit menentukan keuntungannya.
b). Jelas jumlahnya, hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui modal pokok
dan keuntungan yang diperoleh dan yang akan dibagikan.
c). Tunai, modal yang berbentuk hutang tidak boleh dijadikan modal
mudarabah akan tetapi jika modal itu berupa wadiah (titipan) pemilik
modal kepada pedagang boleh dijadikan modal mudharabah.
d). Diserahkan sepenuhnya kepada pedagang / pengelola modal. Menurut
ulama Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanafiyah apabila modal tersebut tidak
diserahkan sepenuhnya kepada pengelola modal, akad mudharabah itu
tidak sah. Sedangkan ulama Hanabilah membolehkan modal tersebut
38
Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Fakultas hukum Universitas
Indonesia, 2006, hlm .48.
26
sebagiannya di tangan pemilik modal asal tidak mengganggu kelancaran
usahanya.
e). Keuntungan
Presentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus
dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum
dilakukan pembagian seluruh keuntungan menjadi milik bersama. Seperti
setengah (1/2), seperti (1/3) atau seperempat (1/4).
f). Pekerjaan
Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur
tangan pihak pemodal sekalipun demikian pada awal transaksi pihak
pemodal berhak menetapkan garis garis besar kebijakan pengelolaan
modal.
g). Sighot
Shighot aqad terdiri dari ijab (ungkapan penyerahan modal dari
pemiliknya) dan qabul (ungkapan menerima modal dan persetujuan
pengelola modal dari mudharib). Sighot mudarabah merupakan
konsekuensi prinsip antaraddin minkum (samasama rela) sehingga kedua
belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam
akad mudarabah si pemilik dana setuju dengan kerananya untuk
mengkontribusikan dana Sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan
peranannya untuk mengkontribusikan kerja.
Sedangkan menurut fatwa DSN NO:07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa rukun dan
syarat mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Sohibul maal dan mudharib harus cakap
27
2) Ijab dan qabul harus dinyatakan oleh kedua pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan akad, dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Penawaran dan permintaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan akad.
b) Penawaran dan permintaan dilaksanakan pada akad.
c) Akad dituangkan secara tertulis dengan menggunakan caracara komunikasi
modern.
3) Modal adalah sejumlah uang atau aset yang diberikan oleh penyedia dana
kepada mudharib untuk usaha dengan syarat modal harus diketahui jumlah dan
jenisnya, modal dapat berbentuk uang atau barang yang bernilai. Jika modal
tersebut berupa aset maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
Kemudian modal tidak boleh berupa piutang dan dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai.
4) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat dari kelebihan modal.
Syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a) Keuntungan harus diperuntukkan bagi kedua pihak tidak disyaratkan untuk
satu pihak.
b) Keuntungan ditentukan dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai dengan kesepakatan saat terjadinya kontrak. Salah satu segi penting
dalam mudharabah adalah pembagian keuntungan diantara dua pihak harus
secara proporsional dan tidak dapat memberikan keuntungan sekaligus atau
yang pasti kepada pemilik modal (shahibul maal).39
39
Mervyn K. Lewis dan Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah, diterjemahkan oleh Burhan
Wirasubrata dari “Islamic Banking”, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004, hlm. 66.
28
c) Shahibul maal menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika
mudharib melakukan kelalaian maka kerugian ditanggung mudharib.
5) Kegiatan usaha merupakan hak eksklusif mudharib tanpa ada campur tangan
dari sohibul maal. Sohibul maal tidak boleh membatasi usaha mudharib.
3. Jenis-jenis Mudharabah
Pada prinsipnya mudharabah bersifat mutlak. Artinya shahibul maal tidak
menetapkan syarat-syarat tertentu kepada mudharib. Hal ini disebabkan karena
ciri khas mudharabah pada zaman dulu yang berdasarkan hubungan langsung
dan personal yang melibatkan kepercayaan atau amanah yang tinggi. Ulama
fiqih, membagi akad mudharabah ke dalam dua bentuk berdasarkan transaksi
yang dilakukan antara pemilik modal dengan pekerja.
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi
kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan
apapun urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan
waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Investasi tidak terkait ini
pada Bank Syari‟ah diaplikasikan pada produk tabungan dan deposito.40
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah suatu akad mudharabah di mana pemilik
modal memberikan ketentuan atau batasanbatasan yang berkaitan dengan
tempat kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang menjadi objek usaha,
waktu, dan dari siapa barang tersebut dibeli.
40
Wiroso, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syari‟ah, Jakarta: PT Grasindo
2005, hlm. 35.
29
Adapun jenis mudharabah muqayyadah terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Mudharabah muqayyadah on balance sheet
Mudharabah muqayyadah on balance sheet (investasi terikat)yaitu
pemilik dana (shahibul maal) membatasi atau memberi syarat kepada
mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya melakukan
mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat tertentu saja.
2) Mudharabah muqayyadah of balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus dimana pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
Misalnya, disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan untuk
nasabah tertentu.41
41
Ibid
30
D. Kerangka Pikir
BANK
SYARIAH
PEMBIAYAAN
BANK
BANK
KONVENSIONAL
IJARAH
MURABAHAH
RESIKO
PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
MUSYARAKAH
MUDHARABA
H
ISTHISNA
31
III. METODE PENELITIAN
Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.42
A. Jenis Penelitian
Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus
normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang.
Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagi norma atau kaidah yang
berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga
penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas
dan doktrin hukum, penemuan hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi,
perbandingan hukum dan sejarah hukum.43
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Menurut
Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan
hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam
masyarakat. Dalam skripsi ini, penulis akan memberikan pemaparan dan
menjelaskan serta memberikan informasi mengenai Analisis Hukum Islam
Terhadap akad mudharabah.
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Pers,
1990), hlm.1. 43
Abdulkadir Muhammad. “Hukum dan Penelitian Hukum.” Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. 2004, Hal. 52
32
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kepustakaan juga Perundang-
Undangan (statue approach).44
Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga
disebut “legal Research” atau “Legal Research Instruction”. Penelitian hukum
semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang
diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai “library
based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary
materials”.
C. Pendekatan Masalah
Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum
tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan,
struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum pasal
demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta Bahasa
hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau
implementasinya.45
Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini,
pendekatan masalah yang dilakukan adalah pendekatan normatif. Pendekatan
Normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-
undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan
penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa, dan menelaah
berbagai peraturan perundang-undangan serta dokumen yang berhubungan dengan
44
Peter Mahmud Marzuki. 2008.Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana. Hal. 29 45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit. hlm 132
33
masalah dalam penelitian ini.46
D. Data dan Sumber Data
Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang
diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.
Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas
skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini
terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan:
1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah;
2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
3) Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
4) Fatwa DSN NO:07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah.
5) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah buku,
skripsi, jurnal yang berkaitan dengan Mudharabah pada bank syariah.
46
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit. hlm 164
34
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier pada penelitian ini yaitu kamus dan referensi internet.
Kamus digunakan untuk mencari pengertian-pengertian yang berkaitan
dengan penelitian. Referensi internet digunakan untuk menambah wawasan
terkait dengan penelitian yang dilakukan.
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data:
1. Studi Pustaka suatu pengkajian informasi yang tertulis mengenai hukum yang
berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan
dalam penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan untuk
memperoleh data sekunder yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi
dokumentasi dengan cara membaca dan mengutip literatur, mengkaji peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
2. Studi Dokumen, studi dokumen ialah suatu pengkajian informasi yang tertulis
mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum dan terbuka, tetapi
dapat diketahui oleh pihak-pihak tertentu. Pengkajian dan sebuah analisis
informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum
berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.
3. Wawancara dilakukan secara langsung dengan pihak yang terlibat dengan
permasalahan yang sedang diteliti
F. Pengolahan Data
Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik data primer maupun data
sekunder dilakukan pengolahan data dilakukan dengan cara :
35
1. Seleksi Data, yaitu dengan memilih data yang sesuai dengan pokok-pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
2. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali suatu data yang diperoleh mengenai
suatu kelengkapannya dan serta kejelasan sumbernya.
3. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data yang menurut pokok bahasannya
agar memudahkan dalam mendeskripsikannya.
4. Penyusunan data, yaitu data yang disusun menurut aturan – aturan yang
sistematis sebagai hasil suatu penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban
permasalahan yang akan di ajukan.
G. Analisis Data
Pengertian analisis secara kualitatif dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dan
interpretasi secara logis, sistematis dan konsisten. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka teknik yang dipakai dan sifat dari data yang diperoleh dari hasil
pengumpulanya, dapat dianalisis dengan menggunakan analisis taksonomi.
Sedangkan untuk mengecek keandalan dan keakuratan data yang telah terkumpul
maka digunakan analisis dan kualitatif. Dalam pengecekan ini, data atau informasi
yang diperoleh dari pihak kesatu, dicek kebenarannya dengan data dari pihak
kedua atau sebagai pembanding dengan data yang diperoleh.
68
V. PENUTUP
A. Simpulan
1. Mudharabah merupakan salah satu bentuk transaksi, di dalam transaksi
tersebut dijelaskan ketentuan ketentuan mengenai jaminan dalam akad
mudharabah, Islam memberikan kebebasan dalam mendisain transaksi
(jaminan) itu, bias dengan barang, saham, harta benda/ surat berharga, dan
lain lain. Namun demikian kebebasan tersebut tidaklah mutlak. Islam
memberikan batasan bagi manusia dalam bertransaksi yakni tetap dalam
koridor Tauhid. Artinya, segala macam usaha manusia harus
mengedepankan nilai-nilai syariat yang telah ditentukan
2. Kebolehan adanya jaminan yang kemudian dalam praktik Mudharabah
menjadi kewajiban sebagai dasar pemberian fasilitas dalam akad
Mudharabah ini menurut pandangan penulis bukan dikarenakan Islam
mengadopsi prinsip kedudukan kreditur-debitur sebagaimana dimaknai
dalam hukum perikatan. Kebolehan jaminan dalam praktik Mudharabah
ini lebih pada kesadaraan akan resiko munculnya moralhazard di samping
melihat praktik dan tafsiran atas dalil-dalil naqli dalam konsep jaminan
Mudharabah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamdani, Khalid Ismail, 2000, Al Nizam al Mashrafi fi Al Dawlah Al Islamiyyah, Islamiyah
Al Ma’rifah, Winter.
Ali Hasan, M.2003 Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Al-Jaziri, Abdurrahman, tanpa tahun, Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III, Beirut: Dar al-
Qalam
Anshori, Abdul Ghafur, 2010. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Antoni, Syafi’i, 1999, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Tazkia Institute, Jakarta.
Arifin, Zainul. 2002, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet,
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain, 2004, Eko- nomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan, Magistra
Insania Press, Yogyakarta.
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain, 2004, Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan, Magistra
Insania Press, Yogyakarta.
Az-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Dar. Al-Fkir, Mesir.
Bisri, Adib, dan Munawwir, 1999, Al-Bisri Kamus Arab – Indonesia Indonesia –Arab, Surabaya
:Pustaka Progressif
Chapra dalam Imamudin Yuliadi. , 2001, Ekonomi Islam, Yogyakarta: LPII
Chapra, M. Umer and Habib Ahmed, 2008, Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah,
(pen. Ihkwan Abidin Basri), Bumi Aksara, Jakarta.
Chapra, M. Umer, Toward a Just Monetary System, The Islamic Foundation, Leichester.
Departemen Agama RI, 2012, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Qur’an
Dewi, Ni Made Trisna, 2011. “Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan
Fidusia dalam Perjanjian Kredit Bank”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas
Udayana, Denpasar.
Djazuli, A., 2006. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana.
-------------dan Yadi Janwari, , 2002 Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Fuadi, Munir, 2013. Hukum Jaminan Hutang, Jakarta: Erlangga.
Gemala, Dewi dkk, 2006, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta.
Haroen, Nasrun, 2000, Perdagangan Saham di Bursa Efek: Tinjauan Hukum Islam, Yayasan
Kalimah, Jakarta.
Huda, Nurul. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta : Prena Media Group.
ibn Katsier, 1990, Tafsir Ibnu Katsier (penj. H. Salim Bahreisy dkk.), Bina Ilmu, Surabaya.
ibn Qudamah, 1981, Al Mugghni, Maktabat al Riyadh al Haditsah, Riyad
ibn Rusyd, Bidayah al-Mujathid, Dar. Al- Fkir, Mesir.
ibn Taimiyah, Majmu’ Fatwa Syaikh al-Islam XXIX.
Iskandar Usman, 1994, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ismail Yusanto, Muhammad. Muhammad Karebet Widjajakusuma, , 1998, Menggagas bisnis
Islami, Gema Insani
K. Lewis, Mervyn dan Lativa M. Algaoud, 2004, Perbankan Syariah, diterjemahkan oleh
Burhan Wirasubrata dari “Islamic Banking”, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Karim, Adiwarman. 2016. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Khaf, Monzer, 1995, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Ekonomi Islam (terj.
Machnun Husein, Cet. 1), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Luth, Thohir. 2005. Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahmud Marzuki, Peter. 2008.Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana
Majelis Ulama Indonesia, 2007, Himpunan Fatwa Majelis Ulama, Jakarta.
Maktabah al-Ruysd, 1422H/2001M.
Mervyn, K. Lewis dan Latifa M. Al-Qaoud, 2005, Perbankan Syari’ah: Prinsip, Praktik,
Prospek, Serambi, Jakarta.
Muhamad, 2000, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press, Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Murti, Indah Antari, 2010. “Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia Atas Kendaraan Bermotor
Yang Dijual Pada Pihak Ketiga Pada PT. Bank Danamon (Persero) Tbk Unit DSP
Pracimantoro Wonogiri”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universita
Diponogoro Semarang.
Nur Rianto, M. Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis, CV Pustaka Setia,
Bandung, 2012
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) , 2011, Ekonomi Islam, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Qardawi, Yusuf, 1997, Fiqh Peradaban: Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan (terj.
Faizah Firdaus, Cet. 1), Rabani Pers, Jakarta.
Rizky, Awalil, BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil, UCY Press, Yogyakarta, 2007
S. Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
-------------------, 2011 Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta
Saeed ,Abdullah. 1996, Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba and its
Contemporary Interpretation, Leiden: EJ Brill
Sayyid, Sabiq,Tanpa tahun Fiqih Sunnah, diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin dalam
“Fiqh al-Sunnah”, Juz 3, Beirut: Darul-Falah al-Arabiyah
Shiddiqi, Nourouzaman, 1997. Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Smith, Huston, 2001, The new Encyclopedia of Islam, North America: Altamira Press, Revised
Edition
Soehino, Hukum Tatanegara: Teknik Perundang-Undangan,Yogyakarta:Liberty,
1996.
Sudarsono, Heri. 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,
Yogyakarta:Ekonisia
-----------. 1992. Pokok Pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhendi, Hendi, 2002, Fiqih Muamalah, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
-------------------, 2014. Fiqh Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sumantri, Maman H, “Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia”, dalam Bangunan
Ekonomi yang Berkeadilan Teori, Praktek, dan Realitas Ekonomi Islam, 2004,
Magistra Insania Press kerjasama dengan MSI UII, Yogyakarta
Sumar’in. 2012. Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
________. 2013. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supramono, Gatot. 2009,Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,
Jakarta: Renika Cipta,
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta
Syarif, Chaudry Muhammad. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Taimiyah, Ibnu, Al-Qawa’id al-Nuraniyah al-Fiqhiyah, Juz II, Riyadah:
Usman, Achmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta, 2001.
Usman, Iskandar, 1994, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes III, 2007, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori, dan
Praktik, (pen. M. Sobirin Asnawi, Siwi Purwandari dan Waluyati Handayani),
Nusamedia, Bandung.
Wangsawidjaja Z. A.,2002, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wiroso, 2005, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syari’ah, Jakarta: PT
Grasindo
Yusuf, Muhammad. 2011. Bisnis Syariah Edisi II . Jakarta: Mitra Wacana Media.
Z., A. Wangsawidjaja, 2012. Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zuhaily, Wahbah, 1989. Fiqih Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al- Kattani, dkk dalam
“al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu”, Damaskus, Darul Fikr, jilid IV
Sumber-Sumber Lain
http://www.bmtbismillah.com/akad-mudharabah.html
Pandomo, Agus, “Diktat Kuliah: Sistem Hukum Lembaga Keuangan Konvensional Bank dan
Non Bank Jilid I dan II”, Program Studi Hukum Bisnis Syariah, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Tahun 2016.