TIMPANOMETRI

30
TIMPANOMETRI I. PENDAHULUAN Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Audiologi terbagi atas: audiologi dasar dan audiologi khusus. Di mana audiologi dasar adalah ilmu pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan tes penala, tes berbisik, dan audio nada murni. Sedangkan audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi industri. (Adams,1997) Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus patologis penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misal ketulian dan sindrom Meniere, keduanya melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Itulah perlunya kita menentukan jenis ketulian melalui tes pendengaran, agar kita dapat mendeteksi lokalisasi kerusakan bagian telinga yang menjadi penyebabnya.(Adams,1997 dan Sedjawidada)

description

zx`c

Transcript of TIMPANOMETRI

Page 1: TIMPANOMETRI

TIMPANOMETRI

I. PENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan

rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran.

Audiologi terbagi atas: audiologi dasar dan audiologi khusus. Di mana audiologi dasar adalah

ilmu pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran, serta cara

pemeriksaannya. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan tes penala, tes berbisik, dan audio

nada murni. Sedangkan audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural

koklea dengan retrokoklea, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi industri.

(Adams,1997)

Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus

patologis penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah

yang sama (misal ketulian dan sindrom Meniere, keduanya melibatkan koklearis) melaporkan

pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometri yang

berbeda pula. Itulah perlunya kita menentukan jenis ketulian melalui tes pendengaran, agar

kita dapat mendeteksi lokalisasi kerusakan bagian telinga yang menjadi penyebabnya.

(Adams,1997 dan Sedjawidada)

Audiometri adalah pengukuran pendengaran dengan audiometer. Audiometer adalah alat

elektro-akustik yang mampu menghasilkan bunyi dengan sifat-sifat yang dikehendaki oleh

pemeriksa.(Sedjawidada)

Terdapat 4 cara pemeriksaan audiometri objektif, yaitu audiometri impedans,

elektrokokleografi (E.Coch.), evoked response audiometry. Oto Acoustic emmision (Emisi

otoakustik).(Soepardi,2007)

II. ANATOMI TELINGA

Page 2: TIMPANOMETRI

Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk

keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga

tengah, dan telinga dalam.(Haris,2009)

Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008)

a. Telinga Luar

Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula

dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus meatus akustikus

eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke dalam meatus akustikus

eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka di

bagian luar dan di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5

cm, terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial (⅔

bagian medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit, dinamakan

isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior. Di dalam lapisan submukosa

terdapat glandula seruminosa yang memproduksi serumen.(Bauman,1996)

b. Telinga Tengah

Page 3: TIMPANOMETRI

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula auditiva,

antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan dasar. Oleh karena

itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak terbuka, dengan:

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),

tingkap bundar (round window) dan promontorium. ((Faiz,2004

dan Soepardi,2007)

Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas

lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu

mutiara dan translusen.(Nursecerdas,2009)

Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira 36 mm,

letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital dan sudut 30-40

derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars ossea dan pars kartilaginis.

Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang 13 mm, berada di bagian lateral (pars

lateralis) dan terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus

merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis),

bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium

pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar

35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,

namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan

manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk

sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

(Haris,2009 dan Bauman,1996)

Page 4: TIMPANOMETRI

Gambar 2.Membran timpani (Netter,2010)

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi ossikula (tulang

telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan

beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Bagian ini merupakan

rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.(Nursecerdas,2009

dan Haris,2009)

Page 5: TIMPANOMETRI

Gambar 3. Cavum Tympani.(Netter,2010)

Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang

menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah

tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus).

Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu

tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan

jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang

memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,

otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.(Nursecerdas,2009)

Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor

timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah

posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga

timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai

Page 6: TIMPANOMETRI

maleus terus menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani,

yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini memungkinkan

getaran suara pada bagian membran timpani manapun dihantarkan ke maleus yang tidak

akan terjadi bila membran lemas. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang

berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke

dalam leher stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.

(Guyton, 2006 dan Pitnariah, 2010)

Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan dari sana ke

dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode laten selama hanya 40

sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari otot stapedius dan, berkurangnya

luas otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai malleus ke dalam

sementara otot stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu

sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan

rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi

frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000 cycle per detik(Guyton,2006).

Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh

dari kerusakan karena suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah.

Pengertiannya adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras

(intensitas > 80 dB) maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat

progresif yang dapat merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat

intensitas suara mencapai nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi

untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah

proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang mempertahankan input suara ke

telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan memperluas rentang dinamik sistem telinga

tengah, sebagai contoh: otot stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang

mengunyah dan bersuara (vokalisasi), sehingga dapat mereduksi bising yang timbul

akibat gerakan-gerakan yang berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi

protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.(Ayon,2010 dan

Jusuf,2003)

Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang

memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada

Page 7: TIMPANOMETRI

jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke

getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes

ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun

jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat

mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

(Nursecerdas,2009)

Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010)

c. Telinga Dalam

Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah kanalis

semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di anterior. Pada telinga

tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus akustikus internus. Labyrinthus

memiliki bagian vestibuler (pars superior) yang berhubungan dengan keseimbangan dan

bagian koklear (pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan

melintang koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah,

dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang

disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah

adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus

koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basillaris.(Bauman,1996)

Page 8: TIMPANOMETRI

III. FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi

fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh

anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan

penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari

membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi

dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan

telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran diteruskan melalui membran

Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-

40) di lobus temporalis.(Soepardi,2001 dan Berne, 2004)

Page 9: TIMPANOMETRI

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010)

Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi ke

membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan, juga

memperkuat daya dorong getaran bunyi(Haris,2009). Perkuatan daya dorong getaran bunyi

oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh 2 mekanisme, yaitu:

1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1, yang

memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.

2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum perkuatan

daya sebesar 1,3 kali.(Soepardi,2001 dan Grimes,1997)

Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan

terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan

berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan

gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan

hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan

rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan

kemampuan pendengaran.(Haris,2009)

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar

dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantarkan

melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya,

konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana

Page 10: TIMPANOMETRI

timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan

mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.

(Haris,2009)

IV. TIMPANOMETRI

Pada tahun 1946, Otto Metz secara sistematis mengevaluasi akustik imitans dari telinga

normal dan abnormal. Metz menerangkan dengan jelas perubahan-perubahan akustik

imitans yang dihubungkan dengan gangguan-gangguan di telinga tengah. Pengembangan

alat elektroakustik sederhana oleh Terkildsen dan Scott-Nielson pada tahun 1960 telah

memberikan banyak kemajuan, sehingga alat pengukur ini dapat digunakan dengan mudah

di klinik. Selanjutnya pada awal 1970, pengukuran imitans mulai dimasukkan ke dalam

rangkaian tes audiometri rutin.(Hidayat,2009)

Istilah akustik imitans digunakan untuk merujuk kepada baik masuknya akustik

(Kemudahan dengan yang mana energi mengalir melalui suatu sistem) atau impedansi

akustik (perlawanan total terhadap aliran energi udara). Pengukuran akustik imitans

digunakan secara klinis baik sebagai alat screening dan diagnostik untuk identifikasi dan

klasifikasi gangguan perifer (khususnya telinga tengah) dan sentral dan dapat digunakan

sebagai alat untuk memperkirakan sensitivitas pendengaran secara obyektif. Pengukuran

akustik imitans yang paling sering digunakan secara klinis termasuk timpanometri dan

pengukuran reflex stapedial. Timpanometri mengukur akustik imitans di dalam kanal

telinga sebagai fungsi dari variasi dalam tekanan udara.(Cummings,2005)

Karakteristik imitansi (impedansi dan/atau masuk) dari sistem telinga tengah dapat

disimpulkan secara obyektif dengan teknik elektropsikologi cepat dan noninvasif dan

kemudian terkait dengan pola yang sudah dikenal baik untuk berbagai temuan jenis lesi

telinga tengah. Tympanometry adalah rekaman terus-menerus impedansi telinga tengah

sebagaimana tekanan udara di kanal telinga

secara sistematis meningkat atau menurun. Awalnya di pengujian, volume saluran telinga

diperkirakan. Jika melebihi 2 cm3, kemungkinan perforasi dari membran timpani harus

dipertimbangkan. Sebuah sistem telinga tengah

dengan impedansi rendah (masuk tinggi) lebih mudah menerima

Page 11: TIMPANOMETRI

energi akustik, sedangkan telinga tengah dengan impedansi tinggi (masuk rendah) cenderung

untuk menolak energi akustik. Dalam timpanogram itu, pemenuhan statis (kekakuan yang

resiprokal) dari komponen telinga tengah diplot sebagai fungsi dari tekanan dalam saluran

telinga.(Snow,2002)

Pada pemeriksaan audiometri impedans diperiksa kelenturan membrane timpani dengan

tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna. (Soepardi,2007)

Didapatkan istilah:

a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya ada

cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan membrane

timpani dan membran timpani yang sangat lentur.

b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachian tube function), untuk mengetahui tuba Eustachius

terbuka atau tertutup.

c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-80

dB di atas ambang dengar. (Soepardi,2007)

Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan pada lesi di

retrokoklea, ambang itu naik. (Soepardi,2007)

Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam rangkaian

pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari

kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan

positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu

tabung tersumbat; sebagian diabsorpsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan

dikumpulkan oleh saluran kedua dari tabung tersebut. Bila telinga terisi cairan, atau bila

gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan

akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan

makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur

kelenturan.(Adams,1997)

Page 12: TIMPANOMETRI

Gambar 6. Timpanometer(Grason,2010)

Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri. Pada

dasarnya alat pengukur impedans terdiri dari 4 bagian yang semuanya dihubungkan ke liang

telinga tengah oleh sebuah alat kedap suara, sebagai berikut:

A. Oscilator : Alat yang menghasilkan/memproduksi bunyi/nada bolak-balik (biasanya 220

Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke earphone dan diteruskan ke liang telinga.

B. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang telinga.

C. Sebuah pompa udara dan manometer yang dikalibrasi dalam milimeter air (-600 mmH2O

s.d +1.200 mmH2O). Suatu mekanisme untuk mengubah dan mengukur tekanan udara

dalam liang telinga

D. Compliancemeter : untuk menilai bunyi yang diteruskan melalui mikrofon.

(Khoriyatul,2010 dan Hidayat,2009)

Page 13: TIMPANOMETRI

Gambar 7.Skema Alat yang Digunakan untuk Pemeriksaan

Timpanometri(Hidayat,2009)

Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat, sebagian

diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran dari

kedua tabung tersebut.(Khoriyatul,2009)

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran

timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah)

merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.(Soepardi,2007)

V. CARA PEMERIKSAAN

“Probe”, setelah dipasangi “tip” yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang telinga

sedemikian rupa sehingga tertutup dengan ketat. Mula-mula ke dalam liang telinga yang

tertutup cepat diberikan tekanan 200 mmH2O melalui manometer. Membrana timpani dan

untaian tulang-tulang pendengaran akan mengalami tekanan dan terjadi kekakuan

sedemikian rupa sehingga tak ada energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam

koklea. Dengan kata lain, jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam liang

telinga luar akan bertambah.(Sedjawidada,1978)

Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana energi bunyi diserap dalam jumlah

tertinggi; keadaan ini menyatakan membran timpani dan untaian tulang pendengaran dalam

“compliance” yang maksimal. Pada saat “compliance maksimal” ini dicapai, tekanan udara

dalam rongga telinga tengah sama dengan tekanan udara dalam liang telinga luar. Jadi

tekanan dalam rongga telinga tengah diukur secara tak langsung.(Sedjawidada,1978)

Tekanan dalam liang telinga luar kemudian diturunkan lagi sampai -400 mmH2O.

Dengan demikian akan terjadi lagi kekakuan dari membrana timpani dan untaian tulang-

tulang pendengaran, sehingga tak ada bunyi yang diserap, dan energi bunyi yang

dipantulkan akan meningkat lagi.(Sedjawidada,1978)

Timpanometri merupakan salah satu dari 3 pengukuran imitans yang banyak digunakan

dalam menilai fungsi telinga tengah secara klinis, di samping imitans statik dan ambang

refleks akustik.(Hidayat,2009)

Page 14: TIMPANOMETRI

Cara Kerja Impedans Meter

Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang dimasukkan ke dalam

liang telinga memancarkan sebuah nada dengan frekuensi 220 Hz. Alat lainnya mendeteksi

respon dari membran timpani terhadap nada tersebut.(Hidayat,2009)

Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan berbagai jenis

tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif ke dalam liang telinga. Jumlah energi

yang dipancarkan berhubungan langsung dengan compliance. Compliance menunjukkan

jumlah mobilitas di telinga tengah. Sebagai contoh, lebih banyak energi yang kembali ke

alat pemeriksaan, lebih sedikit energi yang diterima oleh membran timpani. Hal ini

menggambarkan suatu compliance yang rendah. Compliance yang rendah menunjukkan

kekakuan atau obstruksi pada telinga tengah. Data-data yang didapat membentuk sebuah

gambar 2 dimensi pengukuran mobilitas membran timpani. Pada telinga normal, kurva yang

timbul menyerupai gambaran lonceng.(Hidayat,2009)

Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan udara sama pada

kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang normal, penghantaran maksimum terjadi

pada atau mendekati tekanan atmosfir. Itulah sebabnya ketika tekanan udara di dalam liang

telinga sama dengan tekanan udara di dalam kavum timpani, imitans dari sistem getaran

telinga tengah normal akan berada pada puncak optimal dan aliran energi yang melalui

sistem ini akan maksimal. Tekanan telinga tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan

pada liang telinga yang ditutup probe sampai sound pressure level (SPL) berada pada titik

minimum. Hal ini menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum melalui telinga

tengah. Tetapi bila tekanan udara dalam salah satu liang telinga lebih dari (tekanan positif)

atau kurang dari (tekanan negatif) tekanan dalam kavum timpani, imitans sistem akan

berubah dan aliran energi berkurang. Dalam sistem yang normal, begitu tekanan udara

berubah sedikit di bawah atau di atas dari tekanan udara yang memproduksi imitans

maksimum, aliran energi akan menurun dengan cepat sampai nilai minimum.(Hidayat,2009)

Pada tekanan yang bervariasi di atas atau di bawah titik maksimum, SPL nada

pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah, menggambarkan sebuah penurunan dalam

penghantaran bunyi yang melalui telinga tengah.(Hidayat,2009)

Page 15: TIMPANOMETRI

VI. INTERPRETASI

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relative sistem

timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal

diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau

diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensoneural akan

memperlihatkan sistem timpani-osikular yang normal.(Adams,1997)

Liden (1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi timpanogram. Tipe-

tipe klasifikasi yang diilustrasikan adalah sebagai berikut(Adams,1997):

1. Tipe A

terdapat pada fungsi telinga tengah yang normal.

mempunyai bentuk khas, dengan puncak imitans berada pada titik 0 daPa dan

penurunan imitans yang tajam dari titik 0 ke arah negatif atau positif.

Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, memberi

kesan tekanan udara telinga tengah yang normal.  

Gambar 8.Timpanogram Normal(Hidayat,2009)

2. Tipe As.

Terdapat pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang berparut.

Page 16: TIMPANOMETRI

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), di mana puncak berada atau

dekat titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang secara signifikan

berkurang. Huruf s di belakang A berarti stiffness atau shallowness.

Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, tapi

kelenturan lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekauan sistem osikular

seringkali dihubungkan dengan tipe As.

Gambar 9.Timpanogram Tipe As(Hidayat,2009)

3. Tipe Ad.

Terdapat pada keadaan membran timpani yang flaksid atau diskontinuitas

(kadang-kadang sebagian) dari tulang-tulang pendengaran.

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), tetapi dengan puncak lebih

tinggi secara signifikan dibandingkan normal. Huruf d di belakang A berarti

deep atau discontinuity.

Kelenturan maksimum yang sangat tinggi terjadi pada tekanan udara sekitar,

dengan peningkatan kelenturan yang amat cepat saat tekanan diturunkan

mencapai tekanan udara sekitar normal. Tipe Ad dikaitkan dengan

diskontinuitas sitem osikular atau suatu membrana timpani mono metrik.

Page 17: TIMPANOMETRI

Gambar 10.Timpanogram Tipe Ad(Hidayat,2009)

4. Tipe B

Timpanogram tidak memiliki puncak melainkan pola cenderung mendatar,

atau sedikit membulat yang paling sering dikaitkan dengan cairan di telinga

tengah (kavum timpani), misalnya pada otitis media efusi. ECV dalam batas

normal, terdapat sedikit atau tidak ada mobilitas pada telinga tengah. Bila

tidak ada puncak tetapi ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi

pada membran timpani.

Gambar 11.Timpanogram Tipe B(Hidayat,2009)

5. Tipe C

Page 18: TIMPANOMETRI

Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan malfungsi dari

tuba Eustachius.

Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan negatif di luar -

150 mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah miskin karena tabung estachius

disfungsi. Pola timpanometrik, dalam kombinasi dengan pola audiogram, ijin

diferensiasi antara dan klasifikasi gangguan telinga tengah.

Gambar 12.Timpanogram Tipe C(Hidayat,2009)

Suatu timpanogram berbentuk huruf W dihubungkan dengan parut atrofik pada membrana

timpani atau dapat pula suatu adhesi telinga tengah, namun biasanya membutuhkan nada dengan

frekuensi yang lebih tinggi sebelum dapat didemonstrasikan.(Snow,2002 dan Hidayat,2009)

Page 19: TIMPANOMETRI

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p. 30,46

2. Sedjawidada R. Uraian Singkat Audiologi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan

Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. Hal 1-4,13-16.

3. Grimes T, et al. Audiologi: Ballenger J.J. In: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan,

Kepala, Leher. Binarupa Aksara. Grogol, Jakarta. Indonesia. 1997. p. 273-280.

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta; Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2007. p 15-18,27

5. Haris. Anatomi makhluk hidup [online] 2009 November 20th [cited 2010 November 4th].

Available from URL: http://anatomimakhlukhidup.blogspot.com/

6. Ismail K. Pendengaran [online] 2008 [cited on 27 Januari 2010]. Available from URL :

http://kumpulanfakta.blogspot.com/search?q=pendengaran

7. Bauman R, Dutton S. Human Anatomy and Physiology. Whittier Publications Inc. Lido

Beach New York. 1996. p. 187-190.

8. Nursecerdas. Anatomi Fisiologi Telinga [online] 2009 February 5th [cited 2010

November 4th]. Available from URL: http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/

9. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th]. Available from URL:

http://www.netterimages.com/image/265.htm

10. Faiz, O. & Moffat, D. At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2004. p.

153

11. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th]. Available from URL:

http://www.netterimages.com/image/439.htm .

12. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology Eleventh Edition.Mississippi; Elsevier

Saunders; 2006. p. 652

Page 20: TIMPANOMETRI

13. Pitnariah. Fisiologi Pendengaran (Penentuan Tinggi Nada dan Penentuan Keras Suara

[online] 2010 [cited 2010 November 10th].Available from URL:

http://abhique.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

14. Jusuf AA. Diktat Kuliah Sistem Pendengaran. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2003. p. 3.

15. Ayon. Anatomi Fisiologi Telinga [online] March 5th 2010 [cited on November 10th 2010].

Available from URL: http://ayoncrayon.blogspot.com/2010/03/anatomi-fisiologi-

telinga.html

16. Berne RM, Levy BM, Stanton BA. Physiology Fifth Edition. Mosby. Virginia. 2004.

p.133.

17. McWilliams T., Bass J. Earsn [online] 2010 [cited 2010 November 12th]. Available from

URL: http://asweknowit.net/MIDDLE_SCH/DWA%205%20ears.htm

18. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak dan Stadium

Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen THT-KL RSUP H. Adam

Malik Medan [online] 2009 [cited 2010 November 4 th]. Available from URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf

19. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck

Surgery Fourth Edition.

20. Snow JB. Diagnostic Audiology, Hearing Aids, and Habilitation Options. In: Ballenger’s

Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. BC Decker. Hamilton. London.

2002. p. 3-4

21. Grason-Stadler.GSI TympStar Version 2 Middle-Ear Analyzer [online] 2010 [cited 2010

November 4th]. Available from URL: http://www.msrwest.com/gsi/tstar.pdf

22. Khoriyatul. Timpanometri [online] 2010 [cited on November 9th 2010]. Available from

URL: http://khoriyatulj.multiply.com/journal

23. Sedjawidada R., Manukbua A.,Mangape D. Audiometri Impedans. Himpunan Naskah

Lokakarya Audiologi, Ujungpandang. Bagian THT FK-UH.1978.

Page 21: TIMPANOMETRI
Page 22: TIMPANOMETRI

DAFTAR LAMPIRAN: