TheLight Photography Magazine #23

download TheLight Photography Magazine #23

of 82

Transcript of TheLight Photography Magazine #23

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    1/82

    ED

    ISI23/2009

    FREE

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    2/82

    2 EDISI XXIII / 2009

    THEEDITORIAL

    EDISI XXIII / 2009 3

    THEEDITORIAL

    PT Imajinasia Indonesia,

    www.thelightmagz.comPEMIMPIN PERUSAHAAN:

    Ignatius Untung,

    PEMIMPIN REDAKSI:Siddhartha Sutrisno,

    KONTRIBUTOR:Thomas Herbrich, Dwi Oblo Pra-

    setyo Budi, Ully Zoelkarnain, Mi-

    chael Kenna, Siddhartha Sutrisno,

    Ignatius Untung

    WEBMASTER:

    Gatot Suryanto

    LAYOUT & GRAPHIC:Imagine Asia Indonesia

    Hak cipta semua oto dalam majalah ini milik otograer yang bersangkutan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatannya, serta dilindungi oleh Undang-undang. Penggunaan oto-oto dalam

    majalah ini sudah seijin otograernya. Dilarang menggunakan oto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa ijin tertulis pemiliknya.

    COVER BY: MICHAEL KENNA

    HARMONI & ANTI HARMONI

    Jean-Jacques Rousseau pernah mengatakan, Man is born ree, and everywhere he is in shackles. Mungkin kalimat itu dapat mewakili apa

    yang dialami oleh kebanyakan otograer. Ketika masih belajar memotret pikiran dan hati mereka penuh dengan hal-hal ideal akan karya-

    karya yang memiliki nilai kebebasan, meskipun akhi rnya kenyataan yang membuntuti kemudian penuh dengan kondisi pragmatis yang

    membelenggu. Ungkapan yang umum digunakan adalah kompromi, dengan berbagai alasan yang jika dikalkulasi akan kita temukan kalimat

    ...yang penting tetap eksis di otogra! Artinya, muncul ideal-ideal baru yang memberangus ideal-ideal lama di awal langkah berotogra.

    Dialektika Hegel pasti mengamini bahwa kondisi i tu memang harus terjadi dalam perjalanan sejarah untuk sampai pada kondisi Ideal suatu

    ketika nanti, yang entah kapan. Sungguh optimisme yang menyenangkan.

    Persoalan yang selalu menyertai, jika diandaikan seperti sejarah yang selalu di ikuti oleh mitos dengan berbagai kisah dimana posisi kreatitas

    atau ide pribadi menjadi hilang entah kemana. Fotograer yang mau atau tidak mau dalam porsi proesional harus berkolaborasi kolaborasi

    dalam pengertiannya yang paling purba adalah bekerjasama dengan musuh- yang berarti berusaha mempertahankan harmoni dengan berb-

    agai kompromi tadi, demi tercapai apa yang diinginkan bersama. Dari sini telah terlihat sebuah paradoks dalam wilayah yang paling personal.Bagaimana pun siat kreasi yang paling pribadi tidak akan mendapatkan titik temu dalam kebersamaan berkenaan dengan latar belakang

    yang pasti berbeda dalam diri setiap k reator. Artinya, kreatitas yang mempribadi itu dalam konteks pembicaraan ini adalah anti harmoni,

    bahkan dalam paham yang relati luas pun demikian karena kreatitas selalu mendobrak apa yang disebut dengan mapan. Seolah kembali

    kepada trah manusia dalam kelahirannya, seperti yang diungkap oleh Rousseau tadi.

    Narasumber kali ini, salah satunya adalah pemberontak dalam keluarga. Berani mendobrak harmoni kekeluargaan demi eksistensi yang

    diinginkannya. Juga ungkapan bahwa otograer harus peka terhadap ide-ide yang mendedahkan bahwa kreatitas membutuhkan kepekaan

    yang besar akan ide dan konsep dimana setiap manusia memiliki jalannya sendiri. Yang juga penting adalah narasumber asing yang lagi-lagi

    mengajarkan tentang articulate dengan kemampuan pemaparan yang menunjukkk an inteligensinya dengan bahasa ungkap yang dalam,

    metaoris, dan seindah karya-karya otogranya.

    Selamat membaca

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    3/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    4/82

    6 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 7

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    Dwi Oblo,PewartaFoto Lupa

    RumahBerbagai macam otograer dengan berbagai macam latar belakang pendidi-kan sudah kami hadirkan di sini. Arsitek, insinyur, ekonom dan tentunya latarbelakang pendidikan otogra. Pada kesempatan kali ini kami tertarik untuk

    menghadirkan Dwi Oblo Prasetyo Budi yang memiliki latar belakang pendidik an

    Arkeologi di UGM.

    Lelaki yang biasa dipanggil Oblo yang merupakan singkatan dari sebuah rase

    dalam bahasa jawa Ono Bocah Lali Omah yang artinya ada anak lupa rumah

    ini mulai jatuh hati p ada otogra ketika rajin mengikuti aktitas pecinta alam di

    saat kuliah. Dulu setiap naik gunung yang disuruh pegang kamera pasti saya.

    Ungkap lelaki yang memiliki bisnis kaos ini. Dan hobby naik gunungnya tersebut

    juga yang membuatnya memiliki banyak sekali oto-oto gunung Merapi diwaktu

    akti. Foto-oto merapinya itu pula yang membawa lelaki yang kini bermukim di

    Yogyakarta ini berhubungan dengan dunia otogra jurnalistik. Waktu itu saya di-

    rekomendasikan oleh mas Eddy Hasby kepada Mbak Enny Reuters yang waktu itu

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    5/82

    8 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 9

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    6/82

    10 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 11

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    7/82

    12 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 13

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    8/82

    14 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 15

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    lagi butuh oto-oto Merapi. Kenang-

    nya. Sejak saat itu, Oblo sering sekali

    berhubungan dengan kantor berita

    Reuters termasuk dengan Beawiharta

    yang sudah ia kenal sebelumnya saat

    masih sama-sama menjadi mahasiswapecinta alam.

    Oblo mengakui bahwa kecintaannya

    kepada otogra jurnalistik didasari

    oleh tantangan tersendiri yang

    terdapat pada dunia pewarta oto

    tersebut. Jurnalistik itu dinamis dan

    lengkap. Harus bisa semuanya, ya

    motret ashion, ya motret demo karena

    obyek yang dioto tidak selalu bisa

    direncanakan. Untuk itu skillnya harussiap. Tegasnya. Oblo juga mengaku

    domisilinya di Yogyakarta juga san-

    gat membantunya mengembangkan

    kemampuan ber otogranya. Yogya

    sangat seru untuk otogra karena

    banyak sekali kampus dan mayoritas

    punya UKM otogra, jadi banyak

    temannya, bisa saling tukar pikiran dan

    saling belajar. Makanya nggak heran

    kalau banyak otograer bagus lahir

    dari Yogya. Ungkapnya.

    Selain melalui jalur otodidak, Oblo juga

    sempat sedikit mencicipi pendidikan

    otogra ormal pada mata kuliah

    etnophotography yang ia dapatkan

    Jurnalistik itudinamis danlengkap. Harusbisa semuanya,ya motret ash-ion, ya motretdemo karenaobyek yangdioto tidak se-lalu bisa diren-canakan. Untukitu skillnya ha-

    rus siap.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    9/82

    16 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 17

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    10/82

    18 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 19

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    11/82

    20 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 21

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    12/82

    22 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 23

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    di jurusan arkeologi UGM tersebut.

    Sedikit banyak pendidikan arkeologi

    saya juga berperan dalam kemampuan

    berotogra saya. Ungkapnya.

    Dalam menjalani proesi sebagai

    pewarta oto, Oblo mengaku ban-

    yak bertanya dan banyak mencari

    inormasi dari siapapun. Kalau kenal

    otograer yang lebih senior ya banyak-

    banyak tanya lah. Banyak-banyak lihat

    internet juga. Melalui internet kita bisa

    menemukan banyak sekali oto-oto

    yang bagus yang mampu memperkaya

    reerensi kita. Tegasnya. Selain un-

    tuk memperkaya dan meningkatkan

    kemampuan otogra, internet jugasangat berguna untuk memperkaya in-

    ormasi yang sangat berguna di lapan-

    gan pada saat bekerja. Jurnalis harus

    punya network yang luas, mulai dari

    wartawan lain, polisi, dan siapapun.

    Ungkapnya. Rajin-rajinlah mencari ino

    mengenai hal-hal yang bisa dijadikan

    sumber berita. Ingat kita harus sadar

    bahwa kita harus terus produksi agar

    bisa dapat penghasilan. Sambungnya.

    Oblo berpendapat bahwa menjadi

    pewarta oto tidak harus selalu men-

    gandalkan peristiwa. Obyek jurnalis

    tidak harus berupa peristiwa besar

    seperti demo, kerusuhan, bencana dan

    kejadian-kejadian lainnya. Banyak hal

    yang unik dan menarik yang bisa di-

    angkat dan dikupas mendalam sebagai

    bahan yang menarik untuk disajikan ke

    pembaca juga. Ungkapnya. Sebagai

    contoh, saya pernah bikin seri oto ten-

    tang desa Tutup Ngisor yang ada di le-

    reng Merapi. Desa itu walaupun bukan

    desa yang modern tapi tidak pernah

    absen mengadakan pentas seni selam

    37 tahun. Sambungnya. Untuk itu,

    Oblo menganggap penting kemam-

    puan seorang pewarta oto untuk bisa

    membuat cerita atau mengkonsep.

    Ditanya mengenai pendapatnya

    tentang apresiasi terhadap karya

    jurnalis local, Oblo berpendapat bahwaapresiasi terhadap karya oto jurnalis

    local masih sangat kurang baik dari

    segi bayaran, space yang disediakan

    media, maupun hak cipta. Oblo

    sering mendapati oto-oto jurnalis

    yang dipakai tanpa ijin untuk keper-

    luan komersil. Sementara dari sisi

    otograernya, Oblo menilai bahwa

    akhir-akhir ini kualitas otograer jur-

    nalis local meningkat. Untuk itu saya

    mengapresiasi usaha teman-teman

    di Antara dengan kursus otogra

    jurnalistiknya. Ungkapnya. sayangnya

    dari segi kuantitas, pendidikan oto-

    gra jurnalistik masih sangat kurang.

    Indonesia masih butuh banyak sekali

    ... Ingatkita harussadar bah-wa kita ha-

    rus terusproduksiagar bisa

    dapatpenghasi-lan.

    Motretbudaya

    lebih bera-gam din-amikanyabuat saya.Dan yangpenting

    skill teknissudah ha-rus selesaidulu.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    13/82

    24 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 25

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    14/82

    26 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 27

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    15/82

    28 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 29

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    16/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    17/82

    32 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 33

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    18/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    19/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    20/82

    38 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 39

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    juga bisa menggugah penikmat oto.

    Namun Oblo juga menekankan pent-

    ingnya penguasaan teknis otogra

    sebelum menceburkan diri ke dunia

    jurnalis. Teknisnya harus selesai dulu

    supaya ketika kita memotret tidak dire-

    potkan oleh masalah teknis. Tegasnya.

    Dimintai pendapatnya tentang

    kekurangan-kekurangan yang masih

    sering dilakukan oleh otograer pemu-

    la, Oblo berpendapat bahwa otograer

    pemula seringkali tidak memperha-

    tikan kode etik dalam berotogra.

    Sering saya melihat otograer yang

    memotret tanpa pendekatan ke obyek.

    Pada akhirnya obyek merasa tidak

    dihargai dan jadi kurang kooperati.Ungkapnya.

    Selain itu, Oblo merasa masih banyak

    otograer pemula yang terlalu bergan-

    tung pada teknologi digital sehingga

    malas menyelesaikan kemampuan

    teknis yang menjadi hal mutlak.

    Dan kekurangan terakhir yang juga

    sangat disayangkan adalah kemalasan

    otograer untuk membuat karya yang

    berbeda. Setiap tahun ada ritual dan

    seremoni yang itu-itu lagi di beberapadaerah, seperti di yogya ada grebek

    gunungan di mana rakyat berlomba-

    lomba mengambil berbagai macam

    bahan makanan yang menempel di

    gunungan yang dikeluarkan oleh pihak

    kraton. Tapi jangan sampai setiap

    tahun otonya begitu-begitu saja.

    Ambil sudut pandang yang berbeda.

    Nggak perlu okusnya di situ-situ terus

    walaupun seremoninya i tu-itu terus.

    Tegasnya. Dengan kemauan untuk

    menciptakan oto yang berbeda dan

    lebih baik, Oblo tidak melihat alas an

    otogra menjadi sesuatu yang mem-

    bosankan dan memalukan.

    Teknisnyaharus se-

    lesai dulusupaya ke-tika kitamemotret

    tidak di-repotkanoleh ma-

    salah tek-nis.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    21/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    22/82

    42 EDISI XXIII / 2009

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 43

    JOURNALISMPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    23/82

    44 EDISI XXIII / 2009

    LIPUTANUTAMA

    EDISI XXIII / 2009 45

    LIPUTANUTAMA

    COMING SOON...

    WITH VIDEO CONTENT

    BEHIND THE SCENE

    TUTORIAL

    PHOTOGRAPHY TRIP

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    24/82

    46 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 47

    MASTERTOM

    The Truth AboutThe Moon LandingDear riends o The Light magazine!

    On 20 July 2009, we celebrate the 40th anniversary o mans rst

    landing on the Moon. The big question (and the mother o all

    conspiracy theories) is: were the Americans really the rst on the

    Moon, or was it all staged in a studio?

    The simple answer is: BOTH !

    My uncle, Stanley Herbrich, was NASAs Director o Special Tasks.

    From his legacy, I can show you here - or the very rst time -

    how these photos came about under a great mantle o secrecy.

    Stanley Herbrich spent several years working or Wernher von

    Braun, the ather o the Moon landing. His unconventional

    methods were extremely helpul to NASA. He literally saved

    them on several occasions.

    Stanley Herbrich (right), NASA Director o Special Tasks. To his let: Wernher von Braun

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    25/82

    48 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 49

    MASTERTOM

    Stanley Herbrich was an old riend o

    Wernher von Braun. His was what you

    might call a really explosive career:

    rom being rocket builder or the Nazis

    to becoming NASA production direc-

    tor. Von Braun is also seen as the ather

    o the Moon landing as he built the

    huge Saturn rocket which resulted in

    the Americans taking the rst humans

    to the Moon.

    Stanley and Wernher worked together

    or a long time. They were actually a

    pretty odd couple; Wernher being the

    proverbial proessor and Stanley the

    jack-o-all-trades who made educa-

    tional lms or NASA and, as an aside,tted airgrounds out with ghost trains.

    A real bu and inventor with the odd

    moment o genius.

    Wernher von Braun held Stan in high

    esteem because he could always be

    relied upon to come up with solutions

    or seemingly impossible problems.

    What not many people know is that

    Stanley invented the countdown. In the

    early days, rockets were launched witha prior warning o Here we goooo!,

    whereupon everyone immediately

    ducked or cover.

    Stanley came up with the idea o

    counting down rom 10 to zero

    through a loudspeaker, so that every-

    one would know in good time when

    to run or cover. And thats how its still

    done today.

    Stanley Herbrich (let,

    wearing a hat) at an

    early rocket test

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    26/82

    50 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 51

    MASTERTOM

    Everyone duck!

    Herbrich belonged to the management circle at NASAs head-

    quarters in Cape Canaveral, and Wernher created the position o

    Special Tasks just or him. And whether he was controlling the

    uel quality o Mercury engines (simplest test method: lick to

    taste) or chasing o coyotes rom the premises - Stanley Herbrich

    ound an u northodox solution or every special task.

    As a rocket pioneer, Stanley Herbrich made some signicant

    research on the development o high-power uels. Thanks to his

    experiences as a Chicago barkeeper in the 1940s, he managed to

    concoct some extraordinarily explosive high-power uels. These

    made the ights to the Moon possible in the rst place!

    Herbrich belonged to the management circle at NASAs head-

    quarters in Cape Canaveral, and Wernher created the position o

    Special Tasks just or him. And whether he was controlling the

    uel quality o Mercury engines (simplest test method: lick totaste) or chasing o coyotes rom the premises - Stanley Herbrich

    ound an u northodox solution or every special task.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    27/82

    52 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 53

    MASTERTOM

    Stanley Herbrich

    develops super uel

    in 1965

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    28/82

    54 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 55

    MASTERTOM

    Not only did he solve small everyday

    problems, he also always had an eye

    or the big picture, particularly dur-

    ing the rst NASA crisis. That was in

    1967, when Congress reused to invest

    additional billions in the Apollo pro-

    gramme, NASAs prestige project with

    the key task o landing the rst humans

    on the Moon. But the project turned

    out to be absurdly expensive. And with

    additional oul-ups like satellites alling

    into the sea, astronauts entailed in

    scandals, and the odd rocket explod-

    ing beore even being launched, the

    project seemed doomed.

    So Congress didnt want to release anymore unds, and public opinion wasnt

    exactly enthusiastic either even the

    press made un o the plans or the

    Moon landing.

    Things came to a head in March 1968

    when Stanley was invited to join the

    Strategic Department as an inormal

    consultant. At the time, Wernher von

    Braun was chairing an emergency ses-

    sion on cartography. Our budget is stilllacking 1.1 billion dollars or the map-

    ping o the back side o the Moon, as

    Congress has commissioned us to do.

    Who the **k is interested in the back

    side o the Moon?

    This was Stanley Herbrichs big mo-

    ment. Ill give you photographs o the

    back o the Moon, theres no need to

    actually send anyone up there! Hold

    on a moment ... how on Earth (excuse

    the pun!) was he going to do that? We

    can only see the ront o the Moon

    rom here what does the b ack even

    look like?

    This is the Moon, isnt it?

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    29/82

    56 EDISI XXIII / 2009

    MASTERTOM

    EDISI XXIII / 2009 57

    MASTERTOM

    Stanley opened his older and unveiled

    his photos. Here are some pictures

    o the back side o the Moon. And

    indeed, there they were - dozens o

    pictures o craters like you could see on

    the Moon ... yet every single one previ-

    ously unseen by mankind. Stanley had

    done it! Von Braun opened a bottle o

    champagne to celebrate the occasion

    another rst.

    Beore I reveal the tricks my uncle used

    ... can you remember the pictures o

    the back side o the Moon? Probably

    not! That, you see, was exactly NASAs

    intention, and Stanley did his job

    perectly. To be honest, he sim ply akedthe photos.

    What he needed or the pictures was

    a rough surace, ideally grey and u ll

    o craters. And where better to nd all

    this than on the rusty varnish o his old

    Dodge behind the shed o Freddys

    barber shop? Up close, the varnish

    looked exactly like the amous lunar

    craters. With his old school microscope,

    Stanley made hundreds o Moon

    photos.NASAs cartography team made a

    wonderul atlas o the rear side o the

    Moon - i.e. the damage in the Dodges

    paintwork - and Congress was satised.

    This saving alone made the nancing

    o the Moon landing possible at all!Stanley Herbrich takes photos o the paintwork o an old Dodge with a microscope

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    30/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    31/82

    60 EDISI XXIII / 2009

    LIPUTANUTAMA

    EDISI XXIII / 2009 61

    LIPUTANUTAMA

    COMING SOON...

    WITH VIDEO CONTENT

    BEHIND THE SCENE

    TUTORIAL

    PHOTOGRAPHY TRIP

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    32/82

    62 EDISI XXIII / 2009

    LIPUTANUTAMA

    EDISI XXIII / 2009 63

    LIPUTANUTAMA

    Menguak Citra NegatiPehobi FotograSetiap orang, kelompok, proesi

    atau grup apapun yang telah eksis

    selama satu periode waktu tertentu

    selalu secara otomatis menciptakan

    identitas-identitas dan atribut-atribut

    yang menempel pada kelompok

    atau perorangan tersebut. Ketika kitamenyebut tentara, maka kata-kata

    seperti tegas, atau disiplin muncul.

    Ketika kita menyebut penegak hu-

    kum, kata-kata seperti kaku, pungli

    mungkin muncul. Begitu juga ketika

    kita menyebut proesi seniman, maka

    identitas nyeleneh, anti kemapanan

    dan bahkan aneh kerap menempel

    pada proesi ini.

    Atribut-atribut yang mencerminkan

    identitas tiap orang, tiap proesi atau

    tiap kelompok tercipta secara alami

    atas tindak-tanduk orang atau kelom-

    pok tersebut, bukan hasil dari penilaian

    orang yang tanpa dasar atau berdasar

    tendensi tertentu. Proses ini yang

    dalam bahasa komunikasi dan market-

    ing disebut sebagai pencitraan.

    Proses persiapan pemilu legislati dan

    pemilihan presiden bisa menjadi suatu

    pelajaran yang berharga mengenaibagaimana partai politik serta capres

    dan cawapres berusaha membentuk

    citra mereka. Setiap partai, capres

    dan cawapres boleh saja berusaha

    membentuk citra dengan pesan-pesan

    propaganda dalam iklan-iklan politik

    mereka. Namun harus diingat bahwa

    proses pencitraan bukanlah sebuah

    proses yang berlangsung dan sele-

    sai dalam waktu satu malam. Proses

    pencitraan adalah proses yang butuh

    waktu yang panjang. Di waktu yang

    tidak pendek itu audience berusaha

    menangkap tindak-tanduk yang secara

    konsisten dilakukan oleh partai-partai

    politik serta capres dan cawapres.

    harus diingatbahwa prosespencitraan bu-kanlah sebuah

    proses yangberlangsungdan selesaidalam waktusatu malam.Proses pen-citraan adalahproses yang bu-

    tuh waktu yangpanjang.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    33/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    34/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    35/82

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    36/82

    70 EDISI XXIII / 2009

    LIPUTANUTAMA

    EDISI XXIII / 2009 71

    LIPUTANUTAMA

    orang otograer saja. kalau dikasih

    job pemotretan rame-rame biasanya

    saya terima karena uangnya saja. Kalau

    hasilnya jadi bosenin, selain nggak

    maksimal otonya jadi mirip-mirip satu

    dengan yang lainnya. Sambungnya.

    Yang lebih disesali lagi adalah ketika

    beramai-ramai permintaan dari oto-

    graer yang terlibat terkadang macam-

    macam. kalau motretnya rame-rame

    pasti mintanya mengarah ke yang

    aneh-aneh, suruh buka kancing lah,

    suruh angkat rok lah. Lucunya ketika

    satu lawan satu otorgaernya malah

    nggak berani minta yang aneh-aneh.

    Ungkapnya.

    Hal selanjutnya yang juga dominan

    di kelompok model adalah ketidakta-

    huan sang otograer akan apa yang ia

    inginkan. banyak otograer yang ng-

    gak tahu maunya apa. Di suruh ini, di

    suruh itu, akhirnya disuruh terserah aja.

    Jadi otonya jadi nggak jelas konsep

    dan arahannya. Ungkap Nita, model

    yang berada dalam satu managemen

    dengan Bunga.

    Di kelompok proesi pendukung

    otograer, keluhan yang keluar adalah

    ketidak mengertian sang otograer

    mengenai bidang pendukung otogra

    tersebut sehingga menyulitkan ko-

    munikasi di antara mereka. Seringkali

    saya memulai make up tanpa arahan

    dari otograernya karena otorgaernya

    nggak ngerti mau diapain modelnya.

    Akhirnya biasanya mereka cuma bi-

    lang, yang bagus deh, supaya kelihatan

    lebih muda, lebih cakep, lebih tirus,dll ungkap JL seorang make up artist.

    Lebih parah lagi, seringkali JL menemui

    otograer yang justru salah memberi

    lighting kepada model tertentu yang

    pada akhirnya make upnya jadi hampir

    tidak ada gunanya atau malah bah-

    kan ditabrak. seharusnya kalau mau

    motret, setidaknya otograer komuni-

    kasi dengan make up artist hasil yang

    mau mereka dapatkan kayak apa sih,

    kalau perlu tunjukin reerensinya, nanti

    kita yang Bantu. Ungkap JL.

    Di kategori terakhir (pedagang pera-

    latan otogra), muncul jawaban gad-

    get mania pada para pehobi otogra.

    Yang masih tanggung-tanggung

    senengnya diracunin soal lensa baru,

    kamera baru, asesoris baru. Dalam

    hitungan hari pasti dibeli. Ungkap AH,

    seorang pedagang peralatan otogra.

    Dari datangnya saja sudah kelihatan,

    kalau datangnya bawa tas kamera yang

    lumayan gede, dan biasanya bawa

    kamera atau bahkan lensa-lensanya

    biasanya itu para gadget mania. Se-

    bagian besar otonya biasa aja, tapi

    alatnya memang lengkap banget.

    Sambungnya. Akhirnya otograer-

    otograer semacam ini yang menjadi

    korban dari siasat bisnis pedagang

    peralatan otogra.

    Bagi kita semua, mungkin hasil temuandi atas bukan sesuatu yang mengejut-

    kan lagi karena kita temui di sekeliling

    kita atau bahkan kita lakukan setiap

    harinya. Tanpa berusaha menghakimi,

    sebenarnya temuan-temuan yang

    sudah tidak istimewa ini diangkat dan

    disajikan sebagai upaya untuk sekali

    lagi mengingatkan pelaku otogra di

    Indonesia untuk lebih mengedepankan

    kualitas oto di atas hal-hal lain yang

    tidak berhubungan langsung dengan

    kualitas otogra itu sendiri.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    37/82

    72 EDISI XXIII / 2009

    CONTEMPORARYPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 73

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    Ully

    Zoelkarnain,MemberontakDemi FotograBanyak otograer proessional yang mengawali jalan hidupnya di dunia otogra

    melalui klub otogra. Klub otogra memang dipercaya sebagai sebuah sarana

    yang baik untuk mengembangkan kemampuan berotogra. Begitu juga denganUlly Zoelkarnain, kecintaannya pada otogra yang kurang tersalurkan melalui

    jalur pendidikan otogra atau desain mendorongnya bersama beberapa orang

    teman satu kampus yang memiliki hobby otogra untuk membentuk sebuah

    komunitas otogra di Universitas Atma Jaya Jakarta tempatnya menimba ilmu.

    Namun sebenarnya hobby otogra Ully sudah dimulai beberapa tahun sebel-

    umnya ketika duduk di bangku SMA. Berawal dari hadiah kamera yang diberikan

    oleh orang tua, Ully memulai kecanduannya yang pada akhirnya malah menjadi

    senjata makan tuan bagi orang tua yang membelikan kamera tersebut. Sempat

    suatu waktu kamera saya disita orang tua karena n ilai kuliah saya nasakom alias

    satu koma. Kenangnya.

    Keseriusan Ully dalam menekuni otogra memang begitu menggebu-gebu

    terlebih karena tidak diijinkannya memilih jurusan yang diminatinya di bangku

    kuliah. Fotogra seolah-olah menjadi pelarian bagi Ully yang sebelumnya tertarik

    untuk berkuliah di bidang desain. Namun keseriusan Ully dalam menekuni

    otogra rupanya tidak bisa dianggap remeh. Selain bergabung dengan klub

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    38/82

    74 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 75

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    39/82

    76 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 77

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    40/82

    78 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 79

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    41/82

    80 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 81

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    42/82

    82 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 83

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    otogra 51 di Universitas Atma Jaya

    Jakarta, Ully juga ikut klub otogra

    otomedia sebelum akhirnya bekerja di

    majalah otogra yang cukup popular

    di masanya itu. Biarpun belajar di klub,

    tapi gue nggak cuma sekedar seneng-

    seneng. Gue belajar dark room juga di

    sana. Ungkapnya.

    Setelah bekerja di majalah Fotome-

    dia dan berkenalan dengan banyak

    otograer senior Ully mulai menyadari

    bahwa otogra bisa dijadikan sumber

    penghidupan. Titik balik gue mungkin

    ketika ketemu Davy Linggar. Mulai saat

    itu gue menjadikan otogra sebagai

    way o lie. Ungkap Ully. Kesempatan

    bergabung dengan majalah otogra

    yang juga membawa kesempatan bagi

    Ully untuk bertemu banyak otograer

    proessional benar-benar membawa

    pencerahan bagi Ully. Selain tertarik

    untuk mendalami otogra ashion,

    Ully juga menjadi sangat tertarik den-

    gan dunia jurnalistik terutama setelah

    bertemu Rama Surya.

    Pada tahun 2000 Ully bergabung den-gan majalah ashion a+. Saya start di

    a+ dari bawah, segala macam kerjaan

    asisten saya lakukan sampai akhirnya

    dapat kesempatan untuk boleh motret

    ashion oleh m as Bambang Santoso.

    Ungkapnya. Setelah puas menimba

    ilmu di majalah a+, Ully pindah ke

    majalah Soap yang sebagian awaknya

    juga berasal dari majalah a+. Bekerja

    di majalah Soap, Ully mengaku lebih

    banyak mendapat kesempatan untuk

    mengeksplorasi kemampuan beroto-

    granya seiring banyaknya kesempatan

    melakukan pemotretan ashion yang

    ia lakukan. Namun begitu, perlahan-

    lahan Ully mulai sadar bahwa ia buk an

    otograer ashion. Gue sadar gue bu-

    kan otograer ashion. Gue lebih suka

    oto-oto yang bercerita. Ungkapnya.

    Gue juga suka gambar-gambar yang

    orang harus berpikir sedikit waktu

    melihatnya sebelum paham maksud-

    nya. Lanjutnya. Ketertarikannya akan

    oto jurnalistik yang diduga mendasari

    ketertarikannya pada oto-oto essay.

    Lama kelamaan Ully mulai tertarik

    untuk memotret untuk keperluan

    iklan. Hingga pada akhirnya suatu

    saat Sam Nugroho menghubunginya

    dan menawarinya untuk bergabung

    dengan The Looop yang baru saja

    ditinggalkan Heret Frasthio dan HenkyChristianto. Karena sudah mengenal

    reputasi Sam Nugroho ditambah

    keinginannya untuk menjadi otograer

    iklan, Ully pun menerima tawaran Sam

    dan bergabung dengan The Looop.

    Biarpunbelajar diklub, tapigue ng-gak cuma

    sekedarseneng-seneng.

    Gue be-lajar darkroom juga

    di sana.

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    43/82

    84 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 85

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    44/82

    86 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 87

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    45/82

    88 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 89

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    46/82

    90 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 91

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    47/82

    92 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 93

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    Sebelumnya gue cuma otograer

    majalah yang nggak punya banyak

    network di dunia advertising. Jadi

    bergabung dengan The Looop adalah

    pilihan yang sangat menarik karena

    The Looop punya reputasi dan network

    yang sangat baik di kalangan advertis-ing. Ungkap Ully menceritakan alasan-

    nya menerima tawaran Sam Nugroho.

    Di The Looop gue nggak perlu pusing

    mikirin management dan marketing

    seperti banyak otograer iklan yang

    memulai sendiri usaha otogra komer-

    silnya. Semuanya sudah disediakan

    oleh The Looop. Lanjutnya.

    Ully menilai setiap detik langkahnya

    meniti jalur karir otogra sebagai sebuah proses pendewasaan yang

    mendidik dia untuk lebih baik lagi.

    Buat gue Fotomedia seperti SMP gue,

    a+ dan Soap kayak SMA dan masa-ma-

    sa kuliah. Sekarang The Looop kayak

    S2 gue. Gue banyak dapat ilmu di sini.

    Lompatannya jauh beda. Ungkapnya.

    Di sini gue belajar lebih dalam, ada

    proses mengevaluasi dan menganalisa

    pekerjaan yang sudah gue lakukan.

    Dan banyak pekerjaan yang lebih varia-ti di sini. Lanjutnya.

    Di tanya mengenai ciri khas, Ully

    merasa dirinya tidak memiliki cir i. Gue

    nggak ngerasa punya ciri dan memang

    nggak mau punya ciri. Ini karena gue

    selalu mau nyoba dan belajar hal baru.

    Jadi selalu ada perubahan dan perkem-

    bangan. Jelasnya.

    Menjalani karir di otogra komersil

    tidak membuat Ully melupakan ideal-

    ismenya. Walaupun diakuinya bahwa

    memotret untuk keperluan iklan

    memerlukan lebih banyak kompromi

    dibandingkan dengan bidang lain. Iapun merasa belum punya cukup kekua-

    saan untuk mendominasi terutama dari

    sisi konsep. Gue belum bisa kayak Sam

    yang bisa lebih mengarahkan klien

    sesuai kemampuan dia dan dituruti

    klien dengan senang hati. Jelasnya.

    Ully mengakui bahwa dalam hal meng-

    konsep ia mendapat kebebasan lebih

    banyak ketika berada di majalah karena

    tidak harus selalu menuruti keinginan

    klien. Selain itu segala sesuatu yang

    berhubungan dengan iklan dan oto-graer iklan relati lebih mahal. Kalau

    motret untuk majalah, model nggak

    usah dipusingin bayarnya gimana,

    karena dibayarin sama majalah. Kalau

    di advertising nggak bisa begitu karena

    sesuatunya harus terkontrol. Jelasnya

    lagi.

    Berbicara mengenai pemberontakan-

    nya terhadap keinginan orang tua

    Bukan masalah benaratau salah, tapi yang

    penting lo tahu kon-sekuensinya. Dan yangpaling penting beru-

    saha sekuat tenaga buk-tiin bahwa pilihan lo ini

    benar.

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    48/82

    94 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 95

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    49/82

    96 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 97

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    50/82

    98 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 99

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    51/82

    100 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 101

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    52/82

    102 EDISI XXIII / 2009

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    EDISI XXIII / 2009 103

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY

    Gue nggak ngerasa punya ciri

    dan memang nggak mau pu-nya ciri. Ini karena gue selalumau nyoba dan belajar hal baru.Jadi selalu ada perubahan dan

    perkembangan.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    53/82

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    54/82

    106 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 107

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    55/82

    108 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 109

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    56/82

    110 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 111

    Kalau ada uang, jangan

    buru-buru buka studio,lebih baik sekolah oto-gra yang benar, kalau

    perlu di luar negeri.

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    57/82

    112 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 113

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    58/82

    114 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 115

    COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    59/82

    116 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 117

    buka studio, lebih baik sekolah oto-

    gra yang benar, kalau perlu di luar

    negeri. Tegasnya.

    Di akhir pembicaraan kami dengannya,

    Ully menggarisbawahi kepeduliannya

    akan banyaknya otograer yang meng-gunakan sotware editing oto sebagai

    alat untuk menolong oto yang tidak

    sempurna. Boleh saja oto diolah pakai

    photoshop. Tapi sebaiknya proses digi-

    tal imaging tersebut sudah diketahui

    dan direncanakan di awal. Jadi bukan

    jawaban atas kegagalan kita dalam

    berotogra. Tutupnya.

    Dulu per-nah diaja-rin orang

    bahwa ka-lau maumenilai

    oto por-trait, coba

    dibalik 180

    derajat,masih ba-gus nggakkelihatan-

    nya. Ka-lau masih

    bagus be-rarti sudahbenar.

    THEINSPIRATION THEINSPIRATION

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    60/82

    118 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 119

    Mempertanyakan keharusan!Beberapa bulan yang lalu saya ber-

    bincang-bincang dengan sekelompokmahasiswa yang tergabung dalam

    sebuah komunitas otogra. Mereka

    bertanya, mas, apa yang harus saya

    kami lakukan untuk bisa jadi otograer

    proessional yang b aik.

    Pada kesempatan lain, di sebuah sesi

    workshop otogra seorang peserta

    bertanya kepada pembicara yang

    merupakan otograer proessional

    yang cukup terkenal, pak, untuk bisa

    bikin oto sebagus itu peralatan dan

    props apa saja yang harus disiapkan?

    Saya jadi teringat suatu waktu ketika

    saya masih duduk di bangku sekolah

    dasar. Hari itu adalah hari terakhir se-

    belum saya dan teman-teman sekelas

    pergi berkemah di luar kota. Wali kelas

    yang waktu itu seharusnya tidak men-

    gajar, tiba-tiba masuk ruang kelas dan

    menyampaikan pengumuman menge-

    nai datar barang-barang yang harus

    di bawa pada saat berkemah besok.

    Beberapa barang yang ada di datar itu

    memang barang-barang yang wajib di

    bawa karena merupakan tugas. Semen-

    tara sebagian lainnya walaupun berupabarang-barang pribadi seperti pera-

    latan mandi, snack, obat-obatan, se-

    limut tetap disampaikan dalam datar

    bawaan yang masih diberi penekanan

    harus dibawa.

    Mungkin cara kita dididik yang lebih

    menyerupai disuapi dibandingkan

    dengan mengamati, mencerna,

    mengerti dan memilih sendiri yang

    membuat kita seringkali menggunakan

    kata-kata harus. Sehingga banyak

    orang yang ketika memperdalam ke-

    mampuan berotogra sering dihantui

    dan dikuasai oleh kata-kata harus

    ini dan harus itu. Tapi apakah benar

    bahwa segala sesuatunya merupakan

    sebuah keharusan? Mengutip perkata-

    an seorang sahabat pada sebuah sesi

    tanya jawab sebuah seminar ia berkata

    kira-kira seperti ini, kalau kita berbi-

    cara tentang harus, seolah-olah kita

    membicarakan sesuatu yang tertulis di

    kitab suci sehingga kealphaan untuk

    melakukannya merupakan dosa.

    Ada sekelompok orang yang meyakini

    bahwa hidup manusia sudah ditentu-kan oleh Yang Maha Pencipta lengkap

    dengan detail tindakan dan perkataan

    seperti pada sebuah screenplay se-

    buah lm. Orang-orang ini meyakini

    bahwa semua sudah digariskan oleh

    kalau kitaberbicaratentang ha-rus, seolah-olah kitamembicara-

    kan sesuatuyang tertulisdi kitab sucisehingga ke-alphaan un-tuk melaku-kannyamerupakandosa.

    THEINSPIRATION THEINSPIRATION

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    61/82

    120 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 121

    Yang Maha Pencipta sedangkan kita manusia hanya sebagai boneka yang sudah

    tinggal mengikuti screenplay yang sudah digariskan saja tanpa perlu melakukan

    improvisasi apalagi memiliki pilihan.

    Tapi apakah benar hal tersebut adalah keyakinan yang benar adanya?

    Banyak dari kita yang merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi

    orang yang kreati sehingga berhak mengklain diri sebagai orang kreati namunhidupnya masih dijajah oleh keharusan. Kalau bangun harus pagi, makan harus

    tiga kali sehari, setiap malam harus mengcharge handphone, bertemu klien harus

    berpakaian rapi, memotret harus dengan persiapan matang, menjadi proessional

    harus melalui proses panjang, menjadi otograer harus sekolah terlebih dahulu,

    kalau mau kreati harus banyak baca dan bergaul, dan lain sebagainya.

    Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bukankah kata-kata harus membuat

    kita mengalami sebuah rutinitas yang rasanya mirip-mirip setiap kita lakukan.

    Rutinitas yang rasanya semakin lama semakin hambar dan bahkan tidak ada

    rasanya lagi. Kalau sudah tidak ada rasanya lagi, bagaimana proses penemuan

    pengalaman baru, rasa baru, ketakutan baru, adrenalin baru yang pada akhirnya

    akan mentriger indra kreatitas kita bisa terjadi?

    Selama dua tahun lebih majalah ini eksis dan berusaha memberi pencerahan,

    anda tentunya akan menemui beberapa perkataan dan keyakinan yang berto-lak belakang antara satu nara sumber dengan nara sum ber yang lain? Lalu ada

    seorang pembaca setia yang bertanya kepada saya, mas yang benar yang mana

    sih? Kok kemarin ngomongnya A , sekarang ngomongnya B? Dan jawaban saya

    sederhana, memang siapa yang bilang harus A dan siapa yang bilang harus B?

    Bagi sebagian yang masih dalam tahap pencarian kebenaran, maka ia mendapat-

    kan makna kebenaran ketika m enemukan kesalahan. Tapi bagi orang lain yang

    sudah bosan dengan kebenaran yang selalu mengucilkan kesalahan, ia akan den-

    bukankah kata-kata harus membuat kita men-galami sebuah rutinitas yang rasanya mirip-miripsetiap kita lakukan. Rutinitas yang rasanya sema-kin lama semakin hambar dan bahkan tidak adarasanya lagi. Kalau sudah tidak ada rasanya lagi,

    bagaimana proses penemuan pengalaman baru,rasa baru, ketakutan baru, adrenalin baru yangpada akhirnya akan mentriger indra kreatitas kitabisa terjadi?

    THEINSPIRATION THEINSPIRATION

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    62/82

    122 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 123

    gan begitu gembiranya menemukan

    kebenaran lain pada sebuah keyakinan

    yang diakui orang lain sebagai kesala-

    han.

    Jalan menuju kreatitas adalah jalan

    yang dinamis, selalu berubah dan se-lalu menjauh dari apa yang ki ta jalani.

    Ketika kita dan banyak orang menjalani

    pilihan A, maka jalan kreatitas meng-

    klaim bahwa kreatitas ada pada pili-

    han B. Namun ketika kita dan banyak

    orang melakukan pilihan B, maka jalan

    kreatitas berpihak ke tempat lain lagi.

    Namun, walaupun menyebalkan dan

    melelahkan kreatitas memang telah

    menjadi jalan yang selalu berubah

    karena anti kemapanan, anti statis

    dan anti keharusan. Di mana ujung-

    nya, tidak ada yang tahu dan bahkan

    mungkin memang tidak ada ujungnya

    karena semuanya hadir dengan pilihan

    dan konsekuensinya masing-masing.

    Namun menyerah pada proses penge-

    jaran yang melelahkan dan tak ada

    ujungnya mungkin juga bukan pilihan

    yang baik.

    Kalau begitu, apa yang harus kita per-

    cayai? Bagaimana kita harus menjalani?

    Jalan kreatitas mengajarkan kita

    untuk mempertanyakan setiap keharu-

    san yang menjajah diri k ita. Termasuk

    keharusan untuk mempercayai dan

    menjalankan semua pemikiran dalam

    majalah ini, dan juga majalah-majalah

    lainnya? Apakah harus selalu diper-

    caya?

    Pada akhirnya, pencarian kreati-

    tas mungkin saja menjadi pencarian

    terpanjang dan tak berujung di mana

    tidak ada yang bisa menjamin dan

    menunjukkan jalannya. Terlebih lagi

    karena seolah-olah kreatitas se-

    lalu menghindar dari pencarian yang

    dilakukan banyak orang. Bagaikan

    selebriti yang takut dikerumuni masa,

    pakem-pakem kreatitas juga tiba-tiba

    berubah ketika mulai banyak orang

    yang menganutnya. Atau mungkin bisa

    disimpulkan bahwa kreatitas sudah

    ditemukan bagi mereka yang justru

    tidak pernah merasa menemukannya

    dan selalu terus mencarinya?

    Ataumungkinbisa dis-

    impulkanbahwakreati-

    tas sudahditemu-

    kan bagi

    merekayang jus-tru tidak

    pernahmerasa

    menemu-

    kannyadan selaluterus men-

    carinya?

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    63/82

    124 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 125

    Michael Kenna:

    I am privileged to witnessamazing thingsSeorang bijak pernah berkata, otograer dapat dikatakan sebagai orang besar

    bukan sekedar karena kar yanya yang mempesona. Tapi juga pemikirannya.

    Banyak orang bahkan tanpa title otograer sekalipun pernah menghasilkan oto

    yang begitu mempesona, namun otograer besar selain membuat karya-karya

    besar juga terlihat kebesaran dan kedalaman kualitasnya lewat kata-kata dan

    pemikirannya. Setelah puluhan otograer yang telah terbukti kualitasnya kami

    hadirkan di sini, satu lagi kami menemukan seorang yang membuat semua yang

    mendengar pemikirannya menjadi merasa tidak mengerti apa-apa, merasa bukan

    siapa-siapa. Adalah Michael Kenna, seorang otograer kelahiran Inggris yang

    selain memiliki karya yang begitu mempesona, namun juga memiliki pemikiran

    yang luar biasa. Tanpa perlu berpanjang lebar, berikut cuplikan pembicaraan kami

    dengannya.

    How did you know photography? Tell us rom the beginning.

    I was born in 1953 in Widnes, Lancashire, England, The youngest o six chi ldren

    in a working class, Irish-Catholic amily. There was certainly no tradition o artamong my amily at the time. Growing up I was highly impressed by the Catholic

    Church and just beore I became 11 years old, I entered a seminary school to train

    to become a priest. I let the school when I was 17. Art had been one o my stron-

    gest subjects and I went on to study at the Banbury School o Art in Oxordshire.

    Photography was one o many art mediums that I was exposed to as part o the

    I am sure thatthere have beenthousands o paint-ers, sculptors, pho-tographers, writers,musicians, poets,etc., who have

    greatly inuencedme. The list wouldbe very long.

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    64/82

    126 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 127

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    65/82

    128 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 129

    course-work. I made images o my sur-

    roundings. It was very exciting. I think

    I took pictures in my mind rom when I

    was a child, but my rst serious eorts

    were made at this time.

    I later went onto the London College o

    Printing, where I studied photography

    or three years. Initially I studied more

    commercial aspects o the medium;

    ashion, advertising, sports, still lives,

    photojournalism, etc., and did not

    know about the rich tradition o land-

    scape photography. Later on, I saw the

    works o such luminaries as Bill Brandt,

    Jose Sudek, Eugene Atget, and Alred

    Steigliz. They were prooundly impres-

    sive and inuential. I had studied thehistory o art in other courses and I was

    particularly entranced by the painters

    Casper David Friedrich, John Constable

    and Joseph Turner. But who knows

    where inuences come rom. I am

    sure that there have been thousands

    o painters, sculptors, photographers,

    writers, musicians, poets, etc., who

    have greatly inuenced me. The list

    would be very long.

    Ater graduating, I did some assisting

    and printing or an advertising pho-

    tographer, Anthony Blake. Landscape

    photography became my hobby and

    Imagine be-ing out at night,

    alone, under star-ry skies, listeningto silence, watch-ing the worldslowly move,all senses alive,thinking, imagin-ing, and dream-ing. The camera isrecording, creat-ing, documenting,seeing what theeye cannot see -cumulative time.

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    66/82

    130 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 131

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    67/82

    132 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 133

    passion which I did in the mornings,

    evenings and on the weekend when

    I wasnt working. It was really only

    when I went to the USA in the mid sev-

    enties that I considered the possibility

    o making a living in the ne arts. There

    were photography galleries in NewYork and there seemed to be a higher

    acceptance o photography as an art

    orm. I decided to base mysel in San

    Francisco, and subsequently lived there

    or many years, beore moving North

    to Portland, Oregon in 2004, and then

    Seattle, Washington in 2007, where I

    currently live.

    What interest you on photography?

    Imagine being out at night, alone,

    under starry skies, listening to silence,

    watching the world slowly move, all

    senses alive, thinking, imagining, and

    dreaming. The camera is recording,

    creating, documenting, seeing what

    the eye cannot see - cumulative time.

    Or imagine the sensation o being in

    a eld as the snow alls on a single,

    exquisite tree. White all around. Just

    the sound o snow alling. Or again,

    the crashing o angry waves, pre dawn,

    against white sand, clouds in the sk y,

    a glow on the horizon rom the slowly

    wakening sun. Then call that work.

    There are moments when the elements

    o lie come together magically; condi-

    tions, places, subject matter, inner con-

    nections; moments that are singular

    and very special. It is a privilege to be

    present at such times and to have the

    possibility to integrate into the scene

    and subjectively interpret. It is an expe-rience that dees description, at least

    rom me. These experiences drive my

    photography. I think it is a wonderul

    way to go through lie. I love almost all

    aspects o the photographic process;

    planning, traveling, searching, image

    making, seeing the rst contact sheets,

    printing, exhibiting, making books,

    everything. I am a very lucky person to

    have ound this path and am extremely

    content.

    It seems that you love doing black &

    white photography, Please explain

    why.

    I believe black and white is immedi-

    ately more mysterious because we

    see in color all the time. It is also more

    subjective. I think it is quieter and more

    calm than color. I like to print all my

    own work and I can interpret black and

    white very subjectively in the dark-

    room. It is a personal preerence.

    Everybody shoot landscape. But

    only selected create some good

    There are mo-ments when theelements o liecome together

    magically; con-ditions, places,subject matter,

    inner connec-tions; moments

    that are sin-gular and very

    special. It is aprivilege to be

    present at suchtimes and to

    have the pos-sibility to inte-grate into the

    scene and sub-jectively inter-

    pret.

    Art, in allorms, is

    immenselysubjec-tive. I dontknow ianybodycan giveuniver-sal rea-sons whysomethingshould becatego-rized asgood orbad.

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    68/82

    134 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 135

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    69/82

    136 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 137

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    70/82

    138 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 139

    ones. What did they missed to make

    it good?

    Art, in all orms, is immensely subjec-

    tive. I dont know i anybody can give

    universal reasons why something

    should be categorized as good or

    bad. I certainly do not have that un-derstanding. Some photographs touch

    us emotionally, more deeply than oth-

    ers. There are many reasons why this

    could be, including; choice o subject

    matter, technical excellence, aesthetic

    pleasure, personal resonance, intellec-

    tual curiosity, etc.

    You do very intense personal project

    and also commercial project. What

    interesting or us is both project

    output have the same style and the

    same character. While some photog-rapher do a very diferent style &

    character o output when shooting

    or personal & commercial project.

    What do you think about this? Why

    cant they do the same?

    I am very ortunate and due to the

    success o my landscape work, I have

    been able to accept commercial work

    which allows me to use my personal

    style o photographing. There would

    really be no reason or anybody to

    commission me i they didnt want the

    resulting images to be in my style. I am

    also not sure I could photograph very

    well in any other way. Practically speak-

    ing, most photographers are not in a

    position to turn down work and it is

    necessary or them to adapt their style

    and technique to the clients needs and

    wishes. I would certainly do the same

    i my ne art work did not give me any

    income!

    Mention one word that describe

    your photos

    Sorry, I cant : ) I will leave that answer

    or somebody else

    What kind o picture deserve labeled

    as the great one?

    There would reallybe no reason oranybody to com-mission me i theydidnt want the re-

    sulting images tobe in my style.

    There are great pho-tographs by ordinaryphotographers, andordinary photographsby great photog-raphers. Ultimately,great is a label, sub-jectively applied.

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    71/82

    140 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 141

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    72/82

    142 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 143

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    73/82

    144 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 145

    I think a book could be written on

    this subject! In act, many have been.

    I believe a great photograph is in

    the mind, heart, soul and spirit o the

    beholder. Some photographs may be

    considered great by consensus, others

    by single individuals. There are greatphotographs by ordinary photogra-

    phers, and ordinary photographs by

    great photographers. Ultimately,

    great is a label, subjectively applied.

    You regularly do exhibition. Do you

    think all photographers should do

    exhibitions regularly? How oten?

    And please explain the reasons.

    I cannot speak or other photogra-

    phers. For mysel, I think it is importantto share images, whether it is through

    exhibitions, web sites, books, calen-

    dars, posters, notecards, etc. I think one

    o the prime reasons to be a photog-

    rapher is the willingness and even

    necessity to exhibit what is created.

    Being a photographer means that I

    hunt or experiences. I am privileged to

    witness amazing things. I try to record

    and interpret them. I dont believe I

    should hoard the results. I like to think

    that I am a medium or others to see

    things they might not otherwise have

    the opportunity to see. I think that I am

    really a guide.

    Practically, exhibitions give me dead-

    lines to nish prints. They help m e to

    survey a body o work objectively, and

    I am always interested in the viewers

    reactions and responses. Exhibitions

    also enable to me to survive because

    my livelihood is very much based inprint sales.

    I there is some kind o checklist

    to achieved beore you press the

    shutter release, what aspect/point

    should be on the list?

    I would suggest that there is some sor t

    o resonance, connection or personal

    response with the subject matter. But it

    is dierent or everybody. Sometimes,

    it is a orm o therapy just to wanderand photograph. The results may not

    even matter. Sometimes it helps to

    see, understand and connect us the

    world. Sometimes, it does precisely the

    opposite and rather than experience

    the world itsel we hide behind the

    camera. I like to think that I am having

    a conversation with whatever I photo-

    graph. I try not to steal an image, but

    rather acknowledge that a photograph

    is being made.

    I look or an interesting composition,

    an arrangement o shapes and to-

    nalities. I am drawn to certain lighting

    Being aphotog-rapher

    meansthat I huntor experi-ences. I amprivilegedto witness

    amazingthings.

    I like tothink that

    I am a me-

    dium orothers tosee things

    they mightnot other-wise have

    the oppor-tunity tosee.

    FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    74/82

    146 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 147

    FINEARTPHOTOGRAPHY WATCHERSANECDOTES

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    75/82

    148 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 149

    conditions and atmospheres. But it is

    all so personal. For example Ive always

    liked to photograph in conditions;

    mist, rain, snow, etc., where distracting

    backgrounds are eliminated or sub-

    dued. Sunshine and blue sky has never

    appealed to me. Too much light tendsto reveal all the details o a scene and

    I am not interested in a perect photo-

    copy. I preer suggestion over descrip-

    tion. I like to use the analogy o haiku

    poetry where just a ew elements act as

    catalysts or ones imagination. Oten

    I make long time exposures so that

    detailed water becomes oating mist,

    clouds in the sky become blurred mass-

    es o tonality and a pop ulated scene

    becomes empty. The world is prettychaotic, seemingly always speeding up

    and getting louder and more visually

    dense. I am interested in nding and/or

    creating calm shelters rom the storm,

    places where quiet solitude is encour-

    aged and inner contemplation is pos-

    sible. I think we could all use a break

    rom time to time...

    OmongOmongTentang

    IdeAku makhluk pelihat yang hidup

    (Johann Gottlieb Fichte)

    Dalam dunia otogra, dalam koridor Aksiologi, yang sering disebut

    dengan lsaat nilai (kegandrungan pemikiran akan untuk apa dan mengetahui),

    dimana logika, etika, dan estetika, yang berar ti permasalahan dengan benar-

    salah, baik-buruk, dan indah-jelek menjadi kajiannya. Salah satu hal yang menjadi

    ukuran dari penilaian itu adalah ide. Seperti biasa, saya akan mengajak Anda

    untuk berputar-putar ke masa lalu untuk bermanis-manis kata, mendiskusikan

    secara singkat, apa yang saya maksud dengan judul di atas.

    I like tothink thatI am hav-

    ing a con-versationwith what-ever I pho-tograph.I try not

    to stealan image,but ratheracknowl-edge thata pho-

    tographis beingmade.

    WATCHERSANECDOTES WATCHERSANECDOTES

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    76/82

    150 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 151

    IDE DAN IDEALISME

    Sebelumnya saya ajak Anda

    untuk membuka catatan untuk

    menjawab pertanyaan, Apakah ide?

    Barangkali catatan saya tidak berbeda

    dengan catatan Anda. Mari kita bukti-kan saja:

    Dalam pemahaman sehari-hari, sangat

    mudah menunjuk apa itu ide. Anda

    memiliki ide untuk memotret Pulau

    Ambalat sekaligus memotret Mano-

    hara Odelia Pinot yang mungkin segera

    menjadi janda kembang, misalnya! Ide

    itu adalah suatu gambaran di dalam

    kepala kita yang belum diwujudkan

    ke luar. Pertanyaan manakah yang

    lebih nyata, ide di dalam kepala kita

    atau kenyataan yang terwujud dari

    ide itu. Dijawab oleh rasionalisme

    dengan jawaban bahwa ide di dalamkepala itulah yang nyata, sedangkan

    kenyataan di luarnya hanyalah turunan

    dari ide itu. Ini mengingatkan pada

    pandangan kuno dari Platon tentang

    dunia ide. Namun, berbeda dengan

    lsaat Platon, idea dalam rasionalisme

    modern dimengerti sebagai struktur-

    struktur a priori yang melekat di dalam

    rasio kita, maka bersiat bawaan sejak

    manusia lahir. Jadi, sementara konsep

    ide Platonik bersiat metasik, konsep

    rasionalitas tentang ide lebih bersi-

    at epistemologis. Descartes belum

    sempurna membersihkan diri dari

    asumsi-asumsi metasis di balik kon-

    sep ide, karena ia beranggapan bahwa

    ide dapat mengkonstitusi kenyataan

    diluarnya. Pandangan Cartesian ini

    disebut representasionisme. Konsep

    ide menjadi semakin epistemologisdi dalam lsaat Immanuel Kant. Ia

    berpendapat bahwa ide tidak memiliki

    ungsi konstituti, melainkan hanyalah

    ungsi regulati. Maksudnya, kenyataan

    di luar itu tidak diciptakan oleh ide,

    melainkan diketahui melalui ide. Ide itu

    dapat dibayangkan sebagai kacamata

    yang menentukan dalam cara kita

    melihat kenyataan. Tanpa kacamata itu,

    kenyataan di luar menjadi kabur, tetapi

    kacamata akan membuat struktur

    kenyataan itu terlihat. Ide itulah yang

    menstrukturisasi atau mengkonstruksi

    kenyataan di luarnya. Di dalam ideal-

    isme Hegel, konsep ide mendapatkan

    prana metasis lagi, karena Hegel

    berpandangan bahwa kenyataan

    terakhir yang paling nyata itu tak lain

    daripada ide itu sendiri. Antinomi dari

    ide di sini adalah materi. Materi, yaitudunia inderawi yang berubah-ubah

    itu, tak lain daripada ide dalam bentuk

    yang terasing. Ia merupakan ide dalam

    bentuk lahiriah.

    Sehingga saya yakin dengan deskripsi

    umum di atas, segera mengingatkan

    dikotomi antara idealisme dengan

    materialisme. Anda yang menyebut

    diri idealis tentu memiliki catatan yang

    telah anda haal dan pahami tentang

    idealisme. Karena saya belum haal

    dan paham benar maka saya tuliskan

    kembali tentang idealisme. Istilah ini

    mengacu pada satu aliran di dalam

    sejarah lsaat Barat modern yang

    WATCHERSANECDOTES WATCHERSANECDOTES

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    77/82

    152 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 153

    berpandangan bahwa kenyataan

    akhir yang sungguh-sungguh nyata itu

    adalah pikiran (idea) dan bukanlah di

    luar pikiran (materi). Realitas itu sama

    luasnya dengan pikiran, maka yang

    nyata itu rasional dan yang rasional

    itu nyata. Benda-benda di luar pikiran,

    seperti alam, masyarakat, dsb. Tidak

    mempunyai status ontologisnya, yaitu

    tidak sungguh-sungguh nyata. Tak ada

    benda-benda di luar pikiran, seperti

    misalnya kamera di depan kita, sebena-

    rnya adalah ide atau pikiran dalambentuk lahiriah. Di sini, idealisme meru-

    pakan radikalisasi dari rasionalisme

    Barat yang dimulai sejak Descartes.

    Berbeda dari rasionalisme yang lebih

    epistemologis, yakni ajaran tentang

    pengetahuan, idealisme adalah se-

    buah pandangan metasis, yakni aja-

    ran tentang realitas. Itu dalam bahasa

    F. B. Hardiman. Setali tiga uang, S. G.

    Ajidarma mengatakan dalam pan-

    dangan idealisme bahwa kenyataan

    dunia ini bergantung pada kepen-gamatan subyek, sedangkan yang

    diamati tidak mempunyai obyekti-

    tas sama sekali. Sehingga, dunia

    yang dirasakan oleh panca indera

    pun tetap bergantung dari subyek

    pemilik indera-indera tersebut. Jadi,

    jika Anda adalah otograer idealis,

    bagaimana bentuk otogra-otogra

    Anda? Jika Anda adalah penikmat

    otogra yang idealis, bagaimana cara

    Anda memandang otogra-otogradi hadapan Anda?

    MANUSIA GUA

    Marilah, kita dengar kembali sebuah

    cerita, yang saking terkenalnya sem-

    pat saya pikir untuk tidak perlu ditulis

    kembali pada rubrik ini. Tapi apa

    salahnya mendengar kisah purba

    jika barangkali masih memiliki man-

    aat?!

    Anda pasti pernah mendengar

    tentang kisah Mitos G ua dari tulisan

    Platon yang berjudul Republik.

    Platon memetakan pandangannya

    tentang kondisi manusia atau tentang

    pengetahuan manusia. Tentu saja

    dalam bentuk simbolik yang berkaitan

    dengan realitas secara keseluruhan

    (versi kisah ini seperti yang dituturkan

    kembali oleh Bryan Magee).

    Imajinasikan, kata Platon,

    sebuah gua besar di bawah tanah yang

    terhubung dengan dunia luar melalui

    sebuah lorong sangat panjang se-

    hingga cahaya matahari tidak mampu

    menerobos ke dalam gua itu. Sekelom-

    pok manusia gua sebagai narapidana

    yang melihat ke arah dinding, membe-

    lakangi pintu masuk gua. Tangan dan

    kaki mereka terikat rantai yang sangatkuat, leher mereka pun dipasangi alat

    yang membuat mereka tidak dapat

    menggerakkan kepala, terpasung.

    Jangankan untuk memandang satu

    sama lainnya, bahkan untuk melihat

    anggota tubuh sendiri pun mereka

    tidak mampu. Yang dapat mereka lihat

    hanyalah dinding di depan mereka

    saja. Mereka telah berada dalam situasi

    semacam itu sepanjang hidup mereka,

    yang mengakibatkan mereka tidak

    mengetahui hal lain apa pun, sedikit

    pun.

    Di belakang punggung

    mereka, terdapatlah api unggun yang

    menyala besar. Tanpa sepengetahuan

    mereka, terdapat sebuah dinding set-inggi kepala manusia dewasa di antara

    api unggun dan mereka. Di seberang

    dinding terdapat orang-orang yang hi-

    buk-sibuk, hilir-mudik, kesana-kemari,

    mengangkut barang di atas kepala.

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    78/82

    WATCHERSANECDOTES WATCHERSANECDOTES

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    79/82

    156 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 157

    perupakan kesamaan padanannya, misalnya oidos/eidos dari Platon atau milik

    Immanuel Kant dalam noumenanya. Penggambaran mengenai dunia kenyataan

    dan dunia seni, merupakan gambaran logosentrisme, yakni gambaran tentang

    dunia sebagai perwujudan ide-ide transenden di dalam dunia sik yang bersiat

    konkret.

    Ketika Sokrates, guru Platon bertanya, Apa itu keindahan?, ia tidak mengingink-an penjelasan tentang denisi kata, melainkan hendak menemukan hakikat dari

    suatu entitas abstrak yang ada. Sokrates memandang entitas-entitas itu buk an

    sebagai sesuatu yang berada di suatu tempat atau pada waktu tertentu, melain-

    kan sebagai sesuatu yang mempunyai keberadaan umum, menyeluruh, universal,

    yang tidak menggantungkan diri pada r uang dan waktu. Sebuah otogra yang

    indah yang kita jumpai di sekitar kita dan tindakan berani yang dilakukan ses-

    eorang selalu berlangsung dengan cepat, tetapi hal itu merupakan p engambilan

    bagian dalam hakikat keindahan sejati atau keberanian sejati. I tulah ideal-ideal

    yang tak dapat punah, yang mempunyai keberadaannya sendiri.

    Pemikiran yang tersirat tentang siat moral dan nilai-ni lai itu digeneralisasi olehPlaton terhadap seluruh kenyataan. Seluruhnya di dunia, tanpa kecuali, hanya

    bersiat sementara saja, sekedar tiruan yang ana mimesis- dari sesuatu yang

    bentuk idealnya -dari situlah asal-usul kosa kata Ideal dan Form/Bentuk- mem-

    punyai keberadaan yang abadi, tak bisa rusak di luar ruang dan waktu.

    Platon mendukung kesimpulan gurunya dengan alasan-alasan dari berbagai sum -

    ber. Sebagai contoh, Platon rupanya melihat bahwa semakin manusia mendalami

    dunia sik, kian jelas hubungan-hubungan matematika ternyata terwujud dalam

    segala hal di dunia jasmani. Seluruh kosmos, alam semesta seumpama memberi

    contoh tentang keteraturan, harmoni, proporsi, atau keseluruhan dunia sik

    dapat diungkapkan dengan menggunakan rumus-rumus matematika. Sejalan

    dengan Pythagoras, bagi Platon hal itu mengungkapkan bahwa, di balik segala

    ketidakteraturan dan kekacauan di muka bumi, terdapat suatu keteraturan yang

    memiliki idealitas dan kesempurnaan matematika. Keteraturan ini memang

    sering tidak tampak oleh mata, namun dapat ditangkap dengan jelas oleh pikiran,

    dan dapat dipahami oleh akal budi.

    Sehingga yang paling penting adalah

    bahwa keteraturan itu sesungguhnya

    eksis.

    Masih dalam pendapat Platon,

    bahwa dunia kenyataan tak kurang

    dari sebuah perwujudan sesuatu yang

    memiliki siat transenden, yang dise-

    butnya oidos/eidos ide, bentuk-. Pada

    sebuah kanvas, secara esensial sudah

    terlukis ide atau bentuk yang bermula

    dari sesuatu yang berada di luar diri

    manusia. Seorang otograer, misalnya,

    jika menggunakan pemikiran Platon,

    hanya merealisasikan ide-ide transen-

    den ini ke dalam wujud nyata sebuah

    otogra. Tentu saja pengertian Platon

    mengenai eidos berbeda seratus

    delapan puluh derajad dengan pema-

    haman dunia modern mengenai ide

    sejak Descartes mengemukakan je

    pense, donc je suis- yang merupakan

    bangunan mental manusia, yang bersi-

    at subyekti. Bukan penilaian-penilaian

    berdasarkan selera-selera subyektiyang dimaksud di sini, melainkan

    kekuatan subyek. Konsep ini mengacu

    pada kesadaran manusia atau kemam-

    puan rasionalnya. Setiap aktivitas pen-

    getahuan selalu mengandung dua hal:

    subyek atau sesuatu yang mengetahui

    dan obyeknya atau sesuatu yang ia ke-

    tahui. Dengan subyektitas kemudian

    dimaksudkan bahwa kenyataan yang

    diketahui itu lebih merupakan hasil

    konstruksi pihak yang mengetahuidan bukanlah sesuatu yang ada pada

    dirinya lepas dari bayangan pihak yang

    mengetahui. Kemampuan rasional ini

    juga yang membuat individu-individu

    dalam masyarakat modern menjadi

    yakin bahwa manusia adalah pemeran

    sejarah dan bukan obyek atas nasib

    WATCHERSANECDOTES WATCHERSANECDOTES

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    80/82

    158 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 159

    buta. Konsep-konsep lain, seperti

    individualitas, kebebasan eksisten-

    sial, otonomi moral dapat ditautkan

    dengan konsep epistemologis tentang

    subjectum itu. Dengan memusatkan

    diri pada kesadaran manusia, lsaat

    modern merupakan lsaat subyek.Dalam rasionalisme, subyektitas ini

    tak lain dan tak bukan daipada cogito

    atau kesadaran murni. Dalam empir-

    isme dia adalah subyek yang mengob-

    servasi. Dalam idealisme ia adalah Roh

    atau Idea. Dalam lsaat Jean-Jacques

    Rousseau, dia adalah kami otentik,.

    Dalam lsaat eksistensialisme Soren

    Aabye Kierkegard dia adalah aku

    otentik. Kembali kepada Platon, pusat

    dalam pemahamannya mengenaikenyataan, adalah keutamaan peran

    eidos dalam merumuskan kenyataan,

    sementara obyek-obyek sik yang tam-

    pak sebagai kenyataan itu sendiri, tak

    lebih dari perwujudan darinya. Eidos

    bukanlah sebuah abstraksi konseptual

    yang diciptakan oleh pikiran manusia,

    melainkan sebuah kategori maniesta-

    si, tingkat kenyataan, yang memiliki

    siat superior, adimanusia terhadap

    dunia konkret.

    Bagi seniman, misalnya dalam

    Abad pertengahan, yang melihat dunia

    sebagai pancaran roh adimanusia,

    begitu tidak mungkin menggambar-

    kan manusia dan seni tanpa dimensi

    spiritual, berbanding terbalik dengan

    dunia modern, yang selalu mencoba

    melenyapkan dimensi-dimensi adima-

    nusia itu, dan memokuskan perhatian-

    nya pada dunia sik. Di dalam dunia

    spiritual, citra ketuhanan menguasai

    representasi. Tanda-tanda ketuhanan

    memenuhi dunia citraan. Semangat

    ketuhanan menampakkan dirinya ke

    dalam dunia benda-benda, dunia oidos

    menampakkan dirinya pada dunia

    enomena. Karl Popper, lsu abad ke-

    20 berpendapat bahwa yang kita sebut

    pengetahuan yang mewujud misalnya

    dalam paham akan ide-ide dan ideal-

    ideal sebenarnya hanyalah pendapat

    atau kesimpulan yang didasarkan atas

    inormasi yang tidak lengkap, dan

    secara undamental selalu dapat digan-tikan dengan sesuatu yang mungkin

    lebih mendekati kebenaran. Menu-

    rut Popper gagasan itu pertama kali

    dikemukakan oleh Xenophanes, lsu

    pra-Sokrates. Kata Xenophanes:

    Pengertian manusia tentang berbagai

    hal merupakan

    ciptaan manusia sendiri, demikian pula

    halnya dengan pengetahuan.

    Dengan belajar semakin banyak, dan

    mengubah ide-ide

    berkat apa yang kita pelajari, kita se-

    makin mendekati

    Kebenaran. Namun ide-ide itu tetaplah

    selalu

    Ide-ide kita sendiri. Selalu ada unsur-unsur menebak di dalamnya.

    Pertanyaan kita kemudian

    adalah mengapa seseorang (misalnya

    otograer) memilih ide yang satu dan

    menolak yang lain? Menurut Fichte pili-

    han itu tergantung pada macam orang

    yang memilihnya; jadi tergantung pada

    kepentingan dan kecenderungan.

    Fichte berkata:

    Was ur eine Philosophie man wahle,

    hangt davon ab, was man ur ein

    Mensch ist.

    Ah iyabukankah otograer adalah

    juga makhluk pelihat yang hidup?

    Siddhartha Sutrisno

    WHERETOFIND WHERETOFIND

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    81/82

    160 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 161

    JAKARTA

    Telefkom Fotograf Universitas Pro. D r.

    Moestopo (B) Jalan Hang Lekir I, JakSel;

    Indonesia Photographer Organization (IPO)

    Studio 35, Rumah Samsara, Jl.Bunga

    Mawar, no. 27, Jakarta

    Selatan 12410; Unit Seni Fotograf

    IPEBI (USFIPEBI) Komplek Perkantoran

    BankIndonesia, Menara Sjaruddin-

    Prawiranegara lantai 4, Jl.MH.Thamrin

    No.2, Jakarta; UKM mahasiswa IBII, Fotograf

    Institut Bisnis Indonesia (FOBI) Kampus

    STIE-IBII, Jl Yos SudarsoKav 87, Sunter,

    Jakarta Utara; Perhimpunan Penggemar

    Fotograf Garuda Indonesia(PPFGA) PPFGA, Jl.

    Medan Merdeka SelatanNo.13, Gedung

    Garuda Indonesia Lt.18 ; Komunitas

    Fotograf Psikologi Atma Jaya, JKT Jl. JendralSudirman 51, Jakarta.Sekretariat Bersa-

    ma Fakultas Psikologi Atma Jaya Ruang

    G. 100; Studio 51 Unversitas Atma Jaya, Jl.

    Jendral Sudirman 51, Jakarta; Perhim-

    punan Fotograf Tarumanegara Kampus I

    UNTAR Blok M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen

    S. Parman I JakBar; Pt. Komatsu Indonesia

    Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta

    Utara 14140; LFCN (Lembaga Fotograf Can-

    dra Naya) Komplek Green Ville -AW / 58-

    59, Jakarta Barat 11510; HSBC Photo Club

    Menara Mulia Lt. 22, Jl. Jendral Gatoto

    Subroto Kav. 9-11, JakSel 12930; XL Pho-

    tograph Jl. Mega Kuningan Kav. E4-7 No.

    1 JakSel; FreePhot (Freeport Jakarta Photog-

    raphy Community) PT Freeport Indonesia

    Plaza 89, 1st Floor Jl. Rasuna Said Kav

    X-7 No. 6 PSFN Nothoagus (Perhimpunan

    Seni Fotograf PT Freeport Indonesia) PT

    Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor

    Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6; CybiLens PT

    Cyberindo Aditama, Manggala Wa-

    nabakti IV, 6th oor. Jl.Gatot Subroto,jakarta 10270;\FSRD Trisakti , Kampus A.

    Jl. Kyai Tapa, Grogol. Surat menyurat:

    jl.Dr. Susilo 2B/ 30, Grogol, Jakbar; SKRAF

    (Seputar Kamera Fikom) Universitas SAHID Jl.

    Pro. Dr.Soepomo, SH No. 84, Jak-Sel

    12870 One Shoot Photography FIKOM UPI YAI

    jl. Diponegoro no.74, JakPus Lasalle Col-

    lege Sahid Ofce Boutique Unit D-E-F\

    (komp. Hotel Sahid Jaya). Jl. Jend Sudir-

    man Kav. 86, Jakarta 1220 Jurusan Ilmu

    Komunikasi Universitas Al-Azhar IndonesiaJl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru,

    Jak-Sel, 12110; LSPR Photography Club

    London School o Public Relation Campus

    B (Sudirman Park Ofce Complex) Jl.

    KH Mas Mansyur Kav 35 Jakarta Pusat

    10220 FOCUS NUSANTARA Jl. KH Hasyim

    Ashari No. 18, Jakarta; e-Studio Wisma

    Starpage, Salemba Tengah No. 5, JKT

    10440; Roxy Square Lt. 1 Blok B2 28-29,

    Jkt; Neeps Art Institute Jl. Cideng Barat

    12BB, Jakarta ; POIsongraphy ConocoPhillips

    d/a Ratu Prabu 2 Jl.TB.Simatupang kav

    18 Jakarta 12560; NV Akademie Jl. Janur

    Elok VIII Blok QG4 No.15 Kelapa Gading

    permai Jakarta 14240

    BANDUNG

    PAF Bandung Kompleks Banceuy Per-

    mai Kav A-17,Bandung 40111; Jepret

    Sekretariat Jepret Lt. Basement Labtek IXB

    Arsitektur ITB, Jl Ganesha 10, Bandung

    Spektrum (Perkumpulan Unit Fotograf Unpad)

    jl. Raya Jatinangor Km 21 Sumedang,Satyabodhi Kampus Universitas Pasundan Jl.

    Setiabudi No 190, Bandung Air Photogra-

    phy Communications Jalan Taman Pramu-

    ka 181 Bandung 40114

    PURWOKERTO

    ECOLENS Sekretariat Bersama FE UN-

    SOED, Jl HR Bunyamin No.708 Pur-

    wokerto 53122

    SEMARANGPRISMA (UNDIP) PKM (Pusat Kegiatan Maha-

    siswa) Joglo Jl. Imam Bardjo SH No. 1

    Semarang 50243

    MATA Semarang Photography Club FISIP UNDIP

    Jl. Imam Bardjo SH. No.1, Semarang;

    DIGIMAGE STUDIO Jl. Setyabui 86A, Sema-

    rang Jl. Pleburan VIII No.2, Semarang

    50243

    SOLO

    HSB (Himpunan Seni Bengawan) Jl. Tejo-moyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo 57156;

    Lembaga pendidikan seni dan design visimedia

    college Jl. Bhayangkara 72 Solo, FISIP

    Fotograf Club (FFC) UKM FFC

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami

    36A 57126 Solo, Jawa Tengah

    YOGYAKARTA

    Atmajaya Photography club Gedung

    PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. babarsari

    no. 007 yogyakarta; UKM MATA Akademi

    Seni Rupa dan Desain MSD Jalan Taman

    Siswa 164 Yogyakarta 55151; Uni

    Fotograf UGM (UFO)Gelanggang mahasiswa

    UGM,Bulaksumur, Yogya; Fotograf Jurnalis-

    tik Club Kampus 4 FISIP UAJY Jl Babarsari

    Yogyakarta; FOTKOM 401 gedung Ahmad

    Yani Lt.1 Kampus FISIPOL UPN Veter-

    an Jl Babasari No.1, Tambakbayan, Yo-

    gyakarta, 55281;Jurusan Fotograf Fakultas

    Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Jl.

    Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta KotakPos 1210; UKM Fotograf Lens Club Universi-

    tas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29

    Yogyakarta 55281

    SURABAYA

    Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotograf

    (HIMMARFI) Jl. Rungkut Harapan K /

    4, Surabaya; AR TU PIC; UNIVERSITAS

    CIPUTRA Waterpark Boulevard, Citra

    Raya. Surabaya 60219; FISIP UNAIR JL.

    Airlangga 4-6, Surabaya;

    MALANG

    MPC (Malang Photo Club) Jl. Pahlawan Trip

    No. 25 MalangJUFOC (Jurnalistik Fotograf

    Club) student Centre Lt. 2 Universitas

    WHERETOFIND WHERETOFIND

  • 8/8/2019 TheLight Photography Magazine #23

    82/82

    Muhammadiyah Malang. Jl. Raya

    Tlogomas No. 246 malang, 65144; UKM

    KOMPENI (Komunitas Mahasiswa Pecinta Seni)

    kampus STIKI (Sekolah Tinggi Inorma-

    tika Indonesia) Malang, Jl. Raya Tidar

    100

    JEMBER

    UFO (United Fotograer Club) Perum taman

    kampus A1/16 Jember 68126, Jawa

    Timur;Univeritas Jember (UKPKM Tegal-

    boto) Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa

    Universitas Jember jl. Kalimantan 1 no 35

    komlek ged. PKM Universitas Jember

    68121

    BALI

    Magic Wave Kubu Arcade at Kuta Bun-

    galows Bloc A3/A5/A6 Jl. Benesari,

    Legian-kuta

    MEDAN

    Medan Photo Club Jl. Dolok Sanggul Ujung

    No. 4 Samping Kolam Paradiso Medan,

    Sumatra Utara

    20213 UKM FOTOGRAFI USU Jl. Perpusta-

    kaan no.2 Kampus USU Medan 20155

    BATAM

    Batam Photo Club Perumahan Muka kun-

    ing indah Blok C-3, Batam 29435

    PADANG

    KOMUNITAS FOTOGRAFI SINKRO

    Jl. Komplek Monang B/16 Lubuk Buaya

    Padang - Sumatra Barat

    PEKANBARU

    CCC (Caltex Camera Club) PT. Chevron Pasic

    Indonesia, SCMPlanning, Main Ofce

    229, Rumbai, Pekanbaru 28271

    LAMPUNG

    Malahayati Photography Club Jl. Pramuka

    No. 27, Kemiling, Bandar Lampung,

    35153. Lampung-Indonesia. Telp.

    (0721) 271114

    BALIKPAPAN

    Total Photography Club (TPC). ORSOSBUD -

    Seksi Budaya Total E&P Indonesie

    Jl. Yos Sudorso Balikpapan

    KALTIM

    Badak Photographer Club (BPC) ICS Depart-

    ment, System Support Section, PT

    BADAK NGL, Bontang,

    Kaltim, 75324; KPC Click Club/PT Kaltim

    Prima Coal Supply Department (M7 Bu-

    liding), PT Kaltim Prima Coal, Sangatta

    SAMARINDA

    MANGGIS-55 STUDIO (Samarinda Photog-

    raphers Community) Jl. Manggis No. 55

    Vooro, Samarinda

    Kaltim

    SOROWAKO

    Sorowako Photographers Society General

    Facilities & Serv. Dept - DP. 27, ( Town

    Maintenance) - Jl.

    Sumantri Brojonegoro, S OROWAKO

    91984 - LUWU TIMUR, SULAWESI SELA-

    TAN

    GORONTALO

    Masyarakat Fotograf Gorontalo Graha

    Permai Blok B-18, Jl.Rambutan,

    Huangobotu,Dungingi, Kota Gorontalo

    AMBON

    Perorma (Perkumpulan Fotograer Maluku)

    jl. A.M. Sangadji No. 57 Ambon.(Depan

    Kantor Gapensi

    kota Ambon/ Vivi Salon)

    ONLINE PICK UP

    POINTS:

    www.thelightmagz.com

    www.estudio.co.id

    http://charly.silaban.net/;

    www.studiox-one.com ;

    http://www.ocusnusantara.com/articles/

    thelightmag.php

    MAILING LIST:

    [email protected]