TERAPAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DI...
Transcript of TERAPAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DI...
TERAPAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
DI MADRASAH
Oleh:
SYAIFUDDIN YULIANTO
Abstract:Madrasah as an institution conducting a public education and must have
essentially required to provide the best possible service for the purpose ofeducation can be achieved. Adherence to education grip is commonly calledthe curriculum is a very necessary skill mastered by every executive involvedin the educational process of the elements of educators and educationpersonnel to reinforce and facilitate the achievement of predetermined.
Key words: Curriculum, Islamic Education, Islamic School
PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai salah satu wujud kegiatan yang dapat membantu
pertumbuhan seluruh unsur kepribadian manusia secara seimbang ke arah yang
positif, telah lama menjadi perhatian. Sehingga dari kegiatan tersebut
bermunculan teori-teori serta konsep-konsep baru yang saling mendukung
maupun sebaliknya.
Rumusan-rumusan teori serta konsep tentang pendidikan memiliki
banyak sudut pandang; ada yang mengkaji dari sudut pandang difinisi, ada
yang mengkaji dari sudut pandang proses, ada yang mengkaji dari sudut
pandang hasil, dan lain-lain.
Pada sudut pandang proses pendidikan akan di kelompokkan dalam dua
jalur pendidikan yakni: jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah yang meliputi pendidikan keluarga, pondok pesantren dan masyarakat
(lingkungan tempat tinggal). Dalam masalah ini Abd. Halim Soebahar (2002:
115-128) menyebutkan lebih rinci tentang Panca Pusat pendidikan yang
meliputi:
2
1. Keluarga
2. Perguruan
3. Rumah ibadah
4. Masyarakat, dan
5. Media massa
Bertolak dari Panca Pusat pendidikan tersebut, maka dapat diputuskan
bahwa perguruan adalah merupakan pusat pendidikan sekolah (formal) yang
lahir dan berkembang dari pemikiran efesiensi dan efektifitas dalam
prosesnya. Dengan demikian ia memiliki baberapa perangkat yang harus
tersedia, baik perangkat keras (hard ware) sebagaimana sarana fisik maupun
perangkat lunak (soft ware) sebagaimana kurikulum pendidikan yang di
dalamnya memuat komponen-komponen terorganisir dari proses pendidikan
yang mana “pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta
didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan
pendidikan.” (Nana Syaodih Sukmadinata, 2000: 1)
Berikutnya terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara lembaga
perguruan dan ke-empat lembaga pendidikan yang lain terletak pada:
1. Pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum
tertulis yang tersusun secara sitematis, jelas dan rinci.
2. Pendidikan formal dilaksanakan secara formal dan terencana, ada
pengawasan dan ada pula penilaian.
3. Pendidikan formal diberikan oleh guru yang memiliki ilmu pengetahuan
serta ketrampilan khusus dalam bidang pendidikan.
4. Interaksi pendidikan formal berlangsung dalam lingkungan tertentu,
dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu. (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2000: 2)
3
Dalam pendidikan formal kurikulum menjadi bagian yang sangat
penting, karena di dalamnya memuat komponen-komponen berikut:
1. Tujuan; yaitu sesuatu yang ingin dicapai dalam proses belajar-mengajar
(Ahmad Tafsir 2000: 54)
2. Isi; yaitu materi yang hendak disajikan, disesuaikan dengan tujuan yang
ada pada tujuan pengajaran yang telah ditetapkan baik secara umum
maupun dalam bagian-bagian kecil yang dirumuskan dalam rencana
pengajaran
3. Proses Belajar Mengajar (PBM); yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
guru dan siswa dalam dalam pembelajaran.
4. Evaluasi; yaitu penentuan hasil atas tujuan yang telah ditetapkan.
Keempat komponen kurikulum ini memiliki kaitan yang sangat erat
terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan di lembaga formal keguruan. Sebab
dengan penterjemahan kurikulum dan penerapan yang tepat akan sangat
membantu tercapainya tujuan pendidikan, terlebih dengan matangnya isi
pengajaran, efektifnya Proses Belajar Mengajar, serta baiknya mutu evaluasi.
TINJAUAN TENTANG KURIKULUM
Kurikulum sebagai bahagian penting dalam mempersiapkan dan
merencanakan berbagai kegiatan dan berbagai langkah dalam Proses Belajar
dan Mengajar (PBM), perlu mendapat perhatian lebih. Karena di dalamnya
memuat komponen-komponen pendidikan yang komplit meliputi : tujuan, isi,
proses serta evaluasi.
Sebelum memahami kurikulum secara utuh terlebih dahulu perlu
mengkaji kurikulum tersebut dari beberapa sisi, di antaranya:
A.1. Difinisi Kurikulum
4
Di dalam UUSPN (Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional) Nomor
2 tahun 1989 pasal 1 ayat 9 menyebutkan bahwasannya: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Kegiatan Belajar Mengajar
(Depdikbud, 1989 : 3)
Menurut nana Sujana (2002 : 2), kurikulum lebih dari sekedar rencana
pelajaran, tetapi juga semua kegiatan siswa dari semua pengalaman belajar
siswa di sekolah, yang mempengaruhi pribadi siswa sepanjang menjadi
tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pada bagian lain Arifin (2000: 85) juga memberikan difinisi tentang
kurikulum yang meliputi segala mata pelajaran dan juga semua pengalaman
yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang dilakukan oleh anak didik.
Memahami beberapa difinisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
kurikulum adalah:
a. Kurikulum adalah rencana program pengajaran atau pendidikan yang akan
diberikan kepada peserta didik.
b. Kurikulum adalah proses yang harus dilakukan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar oleh guru dan siswa peserta didik.
c. Evaluasi terhadap pencapaian tujuan dalam pendidikan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian kurikulum bukanlah sekedar daftar nama dari susunan
mata pelajaran beserta GBPP (Garis-garis Besar Pedoman Pendidikan) belaka,
namun ia memiliki dua bagian penting yang meliputi kegiatan ko kurikuler
(kegiatan-kegiatan wajib yang harus diberikan kepada siswa) dan ekstra
kurikuler (kegiatan-kegiatan tambahan yang dapat diberikan pada siswa).
Selain itu untuk kelengkapannya, kurikulum haruslah memiliki
kesesuaian atau relevansi. Kesesesuaian yang dimaksud adalah:
5
a. Kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan yang ada dan terjadi di masyarakat.
b. Kesesuaian kurikulum dengan komponen-komponen kurikulum.
Penjelasan tentang komponen kurikulum sesuai dengan pembahasan
pada Bab I, sebagaimana pendapat Ahmat Tafsir 2000: 54, yang menyebutkan
empat komponen yang terdiri dari; Tujuan, isi, Proses serta Evaluasi. Maka
pendapat ini dapat di padukan dengan pendapat Ralph W. Taylor (1949)
dalam Nasution (2001: 18) yang menyebutkan tentang empat komponen
kurikulum dengan perincian sebagai berikut: (1) tujuan, (2) bahan pelajaran,
(3) proses belajar mengajar, dan (4) evaluasi atau penilaian.
1.a. Komponen Tujuan dalam kurikulum
Tujuan yaitu sesuatu yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar.
Tujuan pada mulanya bersifat umum yang meliputi keseluruhan dalam
suatu unit atau lebih dikenal dengan istilah (TPU). Dalam
operasionalnya TPU tersebut yang pada mulanya bersifat umum
dibagi-bagi menjadi unit-unit yang lebih kecil yang dapat dirumuskan
dalam rencana pengajaran (lesson plan). Pembagian ke dalam unit yang
lebih kecil ini disebut (TPK). Perumusan TPU dan TPK ini lazim
disebut dengan Persiapan mengajar, yang mana tujuan yang ada
tersebut menunjukkan sesuatu yang hendak dicapai dan dituju dalam
proses belajar mengajar.
Untuk memperjelas tujuan tersebut, dapat ditampilkan sistimatika
hirarki tujuan kurikulum Indonesia (Dimyati dan Mujiono, 1994: 275)
Jenjang Tujuan Dokumen Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan UUSPN dan GBHN Menteri Pendidikan
6
dan Kebudayaan
Tujuan kelembagaanKurikulum tiap
lembagaKepala Sekolah
Tujuan kurikuler SisdiknasGuru mata pelajaran /
bidang studi / kelas
Tujuan Pengajaran GBPP*) dan
rancangan
pembelajaran
Guru
*) Saat ini dapat dibaca (diterjemahkan) dengan Silabus KTSP
Tabel 01 : Sistimatika hirarki tujuan kurikulum di Indonesia
1.b. Komponen Isi/ Bahan pelajaran
Bahan Pelajaran adalah isi yang diberikan kepada siswa saat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini
siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran. ( Nana Sudiana, 1991:67)
tujuan yang dimaksud adalah sesuai dengan yang ditetapkan baik
secara umum maupun dalam bagian –bagian kecil yang dirumuskan
dalam rencana pengajaran.
Pada hakekatnya bahan pengajaran adalah isi dari bidang studi yang
diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya.
Namun secara umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan menjadi
beberapa kategori , yakni; fakta (yang dapat dipelajari melalui
informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, dan istilah yang dapat
dipelajari dengan cara menghafal), konsep (klasifikasi dari pola yang
bersamaan dalam maksud maupun pengertian=hukum), peristiwa,
benda yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca indra manusia.
7
Oleh karena antara bahan pengajaran dan tujuan harus sesuai, maka
menurut Nana Sujana (1991: 69 – 70) terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan bahan pengajaran, yaitu:
a. Bahan harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan
b. Bahan yang ditulis dalam perencanaan mengajar, terbatas pada
konsep saja, atau berbentuk garis besar bahan tidak pula diuraikan
terinci.
c. Menetapkan bahan pengajaran harus serasi dengan urutan tujuan.
d. Urutan bahan harus memperhatikan kesinambungan (kontinuitas).
e. Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari
yang mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang
abstrak,. Dengan cara ini diharapkan siswa mudah memahaminya.
f. Sifat bahan ada yang factual (konkrit dan mudah diingat), dan ada
pula yang konseptual yang berisikan konsep-konsep abstrak serta
memerlukan penmahaman. Tentunya mempelajari bahan yang
bersifat factual akan lebih mudah disbanding mempelajari bahan
yang konseptual.
Perkembangan pembahasan selanjutnya adalah tentang macam isi
pengajaran yang meliputi:
Bidang keagamaan
Bidang moral/ kesusilaan
Bidang keindahan/estetika
Bidang social
Bidang sivics/kewarganegaraan
Bidang kecerdasan/intelektual
Bidang ketrampilan
Bidang jasmani
8
1.c. Komponen Metode atau Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah gabungan kegiatan anak belajar dan
guru mengajar yang tidak terpisahkan (Ahmad tafsir, 2000: 55).
Metode atau proses belajar mengajar harus mengandung potensi yang
bersifat mengarah materi pengajaran kepada tujuan pendidikan yang
hendak dicapai (Arifin, 2000: 198)
Dengan penekanan pada adanya hubungan timbal balik antara guru
pengajar dan anak belajar yang dibarengi dengan materi pengajaran,
maka dibutuhkanlah situasi yang dapat mendukung dalam prosesnya.
Oleh sebab itu diperlukan kesiapan antara masing-masing bagian yang
meliputi:
a. Guru
Guru yang mengajar menurut Glesser dalam Hamid Syarif (1992: 21)
harus memiliki empat kompetensi, yakni:
1. Menguasai bahan pelajaran
2. Kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa
3. Kemampuan melaksaanakan proses pengajaran
4. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Hamid Syarif (1992 :
21 –22 ) ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki guru,
yaitu:
1. Menguasai bahan
2. Mengelola program belajar mengajar
3. Mengelola kelas
4. Menggunakan media/sumber belajar
5. Menguasai landasan pendidikan
6. Mengelola interaksi belajar mengajar
7. Menilai prestasi belajar
9
8. Menguasai fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.
Dari kedua pendapat tersebut, pada dasarnya pendapat Nana
Sudjana memang lebih lengkap, akan tetapi rincian tersebut
untuk sementara dalam proses interaksi di kelas pendapat
Glesser kiranya telah cukup dijadikan panduan, sedang
selanjutnya dapat dikonsultasikan dengan potensi
pengembangan yang ditawarkan oleh Nana Sudjana.
b. Siswa
Dalam proses belajar mengajar siswa juga memegang peranan
yang sangat penting, sehingga kesiapan siswa secara individu
maupun kelompok akan sangat mempengaruhi pada berhasil
tidaknya proses yang dilalui guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
1.d. Komponen Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan kurikuler berupa penilaian untuk mengetahui
kebarhasilan tujuan proses belajar mengajar yang sudah dirumuskan
(Depag RI, 2001: 17). Oleh karena evaluasi adalah merupakan sebuah
alat pengukur, maka diperlukan persiapan-persiapan khusus untuk
suatu tindakan evaluasi yang dapat dibagi dalam beberapa step, yaitu:
1. Merumuskan tujuan evaluasi
2. Menetapkan aspek-aspek yang dinlai
3. Menetapkan metode
4. Menyiapkan alat-alat
(Wayan Nurkancana dan Sumartana, 1986: 18 )
10
Evaluasi yang telah dilakukan, hasilnya dapat digunakan untuk
menentukan relevan atau tidaknya antara isi dengan tujuan. Jika hasil
penilaian diketahui tingkat pencapaiannya rendah, maka kita harus
memeriksa proses belajar mengajarnya, perlu pula dipertimbangkan
kembali isi pengajaran, bahkan kita perlu pula merevisi tujuan yang
kurang jelas atau terlalu dalam, mungkin pula kita harus melihat
kembali tehnik serta alat evaluasi yang mungkin kurang valid dan
kurang reliable.
Sementara itu dalam melakukan evaluasi guru diharuskan
menyesuaikan antara materi evaluasi dengan rumusan butir soal yang
dijabarkan dalam tujuan pendidikan. Dengan demikian perlu dilakukan
kegiatan berupa menderetkan semua TIK/TPK dalam tabel persiapan
yang memuat pula aspek tingkah laku.Tabel ini digunakan untuk
mengadakan identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar
tidak terlewati.
Tabel persiapan ini sangat dibutuhkan dalam semua bidang pendidikan
terlebih pendidikan agama yang lebih menekankan pada aspek
moralitas dalam kehidupan humaniora.
Contoh tabel tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Nana Sudjana
(1991: 92) berikut ini
No Langkah Jenis Kegiatan
1
2
Persiapan
Pelaksanaan
1. Menciptakan kondisi belajar
2. Penyajian, tahap guru menyampaikan
bahan materi pelajaran
3. Asosiasi/komparasi, memberikan
kesempatan pada siswa untuk
11
5 Evaluasi
membandingkan dan menghubungkan
materi
4. Generalisasi/kesimpulan, memberikan
tugas pada siswa untuk membuat
kesimpulan
5. Mengadakan penilain terhadap siswa
Tabel 02: Materi pembuatan persiapan mengajar
2. Kurikulum Pendidikan Islam
Karena kurikulum pendidikan pada dasarnya mempunyai
pengembangan pada masing-masing tingkat lembaga maka unsur kebijakan
lembaga sangat berperan dalam menentukannya. Namun meski demikian
acuan penerapan kurikulum haruslah berpedoman pada kurikulum Nasional.
Demikian pula sebagaimana kolom sistimatika hirarki kurikulum
tergambar jelas bahwa proses interaksi dalam kelas sangat ditentukan oleh
guru dalam menterjemahkan butir-butir tujuan penjabaran GBPP, bukan
lantas berarti program dapat disusun sesuai dengan kehendak guru. Melainkan
harus mencerminkan pada landasan pijak yang ada.
Demikian pula kurikulum Pendidikan Islam pasca diterbitkannya Surat
Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) pada tahun 1975, tentang
peningkatan mutu pendidika pada Madrasah.
Dalam Surat Keputusan Bersama tersebut dijabarkan bahwasannya
Madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama
12
Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30 %
di samping mata pelajaran umum.
Untuk merealisasikan Surat Keputusan Bersama tersebut, Departemen
Agama pada tahun 1976 mengeluarkan kurikulum sebagai standart untuk
dijadikan acuan oleh Madrasah yang bertujuan untuk menyeragamkan
madrasah dalam bidang studi agama, baik kualitas maupun kuantitasnya
(Hasbullah, 1996 : 74).
Keseragaman yang dimaksud sesuai dengan konsep keilmuan dan
keimanan sebagaimana ditetapkan dalam Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 yang
berbunyi:
االعلم د رجاتیرفع هللا الذ ین امنوا منكم والذ ین او تو
Artinya: “ Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu
dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.”
Pencapaian target keseimbangan keilmuan dan keimanan membutuhkan
pedoman operasional pendidikan Islam dengan beberapa persyaratan yang
ditetapkan dalam dunia akademik, yang meliputi:
1. Memiliki obyek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami
meskipun memerlukan ilmu enunjang dari yang non Islami.
2. Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi hipotesa serta teori dalam
lingkup kependidikan Islami yang bersumber pada ajaran Islam.
3. Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan
ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistim pendekatan
pendekatan yang seirama dengan corak keislaman sebagai kultur.
4. Memiliki struktur keilmuan yang sistimatis mengandung totalitasyang
tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu
sama lain dan menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
(Arifin, 1993: 21)
13
Upaya yang tiada hentinya untuk selalu membuat terobosan dalam
bidang kependidikan agama Islam sesuai dengan semboyan yang seharusnya
menjadi dasar dan etos kerja tenaga pendidik Islam, yakni Q.S. Al-Ra’du, 11)
yang berbunyi:
ان هللا ال یغیر ما بقوم حتي یغیروا ما باْنفسھم
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum,
sehingga mereka sendiri mengubahnya.”
Hasil dari upaya keras tersebut adalah diterbitkannya ketentuan-
ketentuan mengenai kurikulum madrasah oleh Menteri Agama RI berupa
Surat Keputusan Nomor 372 tahun 1993 tentang Kurikulum Madrasah
Tsanawiyah.
Di antara bagian pokok ketentuan di atas ialah mengenai program
pengajaran, di mana setiap madrasah wajib melaksanakan kurikulum mata
pelajaran yang disusun secara nasional (kurikulum 1994) (Hasbullah, 1996:
80).
Dalam kurikulum 1994 terdapat beberapa penjelasan pokok yang
berbeda dengan kurikulum 1984, di antaranya memuat:
a. istilah bidang studi diganti dengan mata pelajaran
b. pendidikan agama yang semula lebih kurang 30 % menjadi hanya
lebih kurang 10 %. (Hasbullah, 1996 : 80)
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 372 tahun 1993 tanggal 22-12-
1993 tentang kurikulum pendidikan dasar berciri khas Agama Islam.
3. Kompetensi dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Mengacu pada perimbangan kurikulum pendidikan Islam yang tersisa
hanya kurang lebih 10 %, diperlukan pensiasatan yang tepat terhadap agar
14
pencapaian harapan bahwa Lembaga Pendidikan Islam memiliki kemampuan
guna mengantarkan anak didik yang mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai kemampuan pengetahuan agama yang
mendalam.
Contoh yang dapat dikemukakan adalah dengan minimnya jumlah jam
mata pelajaran Bahasa Arab, kecil kemungkinannya seorang siswa memahami
betul dan menguasa bahasa tersebut, tanpa adanya penambahan jam belajar.
Di sisi lain penambahan jam belajar juga merupakan dilema dikarenakan akan
mengorbankan mata pelajaran lain yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan adanya konsep kompetensi kurikulum, maka pendidikan
Islam juga perlu diarahkan pada pola tersebut dengan pemahaman yang benar
serta praktek yang sesuai dengan konsep School Base management (SBM)
atau dikenal pula dengan istilek Management Berbasis Sekolah (SBM) yang di
dalamnya terdapat cirri-ciri pengelolaan sekolah secara detail effective school
yang menurut Caldwell (1988) dalam Suprat (2003: 7) sebagai berikut :
a. Sekolah punya tujuan pendidikan yang dinyatakan dengan jelas
b. Sekolah mempunyai program yang terencana, terkait dan terorganisir
dengan baik sesuai dengan kebutuhan murid.
c. Sekolah mempunyai program yang melayani murid yang memiliki
handicapt (murid dengan kebutuhan khusus)
d. Tingkat keterlibatan orang tua cukup tinggi dalam aktifitas pendidikan
anak.
Ke-empat ciri di atas sangat dibutuhkan dalam mengembangkan empat
pilar Pendidikan yang mengacu pada kompetensi dalam kurikulum pendidikan
yang termuat dalam:
1. Belajar untuk mengetahui (learning to know)
2. Belajar untuk melakukan (learning to do)
3. Belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be)
15
4. Belajar untuk kebersamaan (learning to life together)
(Balitbang Depdiknas, : )
Mengacu pada empat pilar ini , maka pendidikan tidak lantas berarti hanya
mendudukkan siswa di kelas sebagai pendengar ceramah dari sang guru.
Tetapi lebih memberikan peran kepada para siswa untuk melakukan
improvisasi sekaligus menentukan alternatif kurikulum yang tepat dengan
menyusun kegiatan ekstra kurikuler yang sekiranya dapat mendukung
kegiatan belajar siswa dikelas.
Contoh konkritnya adalah dengan memberikan anjuran maupun program
terencana kepada para siswa guna mencari tambahan pengetahuan ilmu
Nahwu, Fiqih dan sebagainya di luar sekolah dalam bentuk pengajian rutin
dan pondok pesantren guna menunjang kemampuan penguasaan Bahasa Arab,
Fiqih, dan semua mata pelajaran agama islam yang diajarkan di sekolah.
Dengan demikian diperlukan bangunan kerjasama masyarakat agar
memberikan sumbangsihnya dalam program pendidikan nasional dengan pihak
sekolah selaku pengelola pendidikan formal. Karena dengan adanya bangunan
kerjaama tersebut sangat dimungkinkan tercapainya tujuan pendidikan
nasional berdasarkan sistim demokratisasi Pendidikan yang terjadi antara
lembaga –masyarakat – dan orang tua.
PELAKSANAAN KURIKULUM
Apabila mengacu pada konsep kompetensi dalam kurikulum maka
pelaksanaan kurikulum pendidikan Islam di madrasah dapat melibatkan
beberapa pihak antara siswa dalam bentuk tawaran kegiatan maupun
masyarakat dan orang tua yang dikoordinir oleh guru terlebih dalam
penentuan kegiatan kegiatan ekstra. Juga diperlukan keterlibatan beberapa
kegiatan dan sarana serta prasarana pendukung lainnya.
16
Komponen-komponen yang penting dalam pelaksanaan kurikulum yang
efektif meliputi: menyusun jadwal kandungan kurikulum persemester untuk
tiap pelajaran, alokasi waktu mingguan, jadwal waktu, sosialisasi kurikulum
kepada semua yang berkepentingan, orientasi guru agar mampu mengajar
dengan kurikulum baru , ujian dan evaluasi metode, dan penyediaan keperluan
dasar, menjamin tersedianya buku teks, guru bermutu, pedoman guru, alat
Bantu mengajar, bahan bacaan tambahan, dan sebagainya.
Sebagaimana pendapat Nana Sudjana (2000: 7) strategi pelaksanaan
kurikulum memnyangkut operasionalisasi kurikulum disekolah yakni:
a. kegiatan pengajaran
b. kegiatan administrasi supervisi
c. Kegiatan bimbingan penyuluhan
d. Kegiatan penilaian
Empat hal tersebut menunjukkan bahwasannya kurikulum menitik
beratkan pada berbagai usaha usaha yang perlu dilakukan dalam rupaya
pembinaan situasi dan proses belajar disuatu kelas/sekolah, dengan asumsi
bahwa bila kurikulum dilaksanakan dengan baik maka diharapkan akan
menghasilkan output yang baik pula.
Dan oleh sebab itu kemapanan kegiatan pendidikan Islam ditentukan
oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Guru
Melihat fungsi guru sebagai mediator, fasilitator, motifator ,dan
konseptor di kelas, maka tidak secara serta merta semua orang dapat
melakukan tugas tersebut. Karena dalam kenyataannya tidaklah semua orang
memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Guna menunjang tugasnya pada dasarnya seorang guru dituntut untuk
melengkapi dirinya dengan beberapa syarat paedagogis, yaitu:
17
1. Knowledge, artinya mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu yang
diperlukan dalam pekerjaan mendidik
2. Skill, artinya seorang guru tidak hanya sekedar dapat mengajar dan
mendidik tetapi juga harus terampil dalam melaksanakan tugasnya.
3. Attitude, yaitu adanya sikap mental yang positif terhadap pekerjaan
mendidik. (Suwarno, 1988: 92)
Apabila seorang guru telah memiliki ketiga unsur tersebut maka akan
mudah baginya untuk menguasai kurikulum dengan segala komponennya, juga
menguasai bahan ajar, serta mampu menetapkan dan menjabarkan kurikulum
dalam suatu program yang lebih operasinal, sehingga ia siap
mentranformasikan kepada siswa. Penjabaran ini dilakukan melalui
penyusunan program pengajaran atau rencana pengajaran yang lebih dikenal
dengan satuan pelajaran.
Menurut Malik Fadjar ( 1993: 37) Penyelenggaraan kurikulum sekolah,
yang merupakan semua kegiatan yang dapat melancarkan pendidikan, ada
beberapa kegiatan yang harus ditangani, antara lain:
Penentuan kriteria penerimaan murid
Menyusun murid ke dalam kelompok kelas-kelas
Menyusun program tahunan dan semester
Mengadakan ulangan dan mencatat hasilnya
Merencanakan kegiatan ekstra
Menyusun daftar buku yang diperlukan
Tujuan pendidikan Islam yang lebih bersifat normative dengan
mengedepankan aspek moral dalam pelaksanaannya membutuhkan
penyusunan kurikulum yang cermat, yang di dalamnya memuat aspek tujuan,
isi, proses serta didukung oleh evaluasi.
Karena sifatnya yang normative maka tidak semua bentuk kegiatan
penilaian juga berdasar pada angka-angka, melainkan juga dipengaruhi oleh
18
perubahan sikap dan tingkah laku. Oleh karenanya muatan evaluasi yang
dilakukan oleh guru sebaiknya mengarah pada konsep moral sebagaimana
tabel berikut.
TIK
Aspek tingkah laku
Ingatan Pemaham
an
Aplikasi Keterang
an
1. Siswa dapat
menghitung jumlah
pembayaran zakat
emas.
2. Siswa dapat
menjelaskan maksud
istilah istitha’ah
dalam kaitannya
dengan ibadah haji
v
v
v
v
Tabel 04: (Contoh) tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
2. Siswa
Siswa dalam pandangan kurikulum modern bukanlah sebatas obyek
didik semata, namun ia lebih dihargai sebagai subyek yang memiliki
kewenangan untuk diajak menentukan muatan materi, sistim yang digunakan
serta dapat pula dilibatkan dalam penyusunan rumusan kegiatan dalam
belajar.
Peran aktif siswa dalam belajar pada dasarnya memberikan fasilitas agar
beberapa keperluan siswa mustinya terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan siswa
dalam belajar secara hirarki oleh Maslow dalam Suwarno (1988: 82) di rinci
menjadi:
19
1. Kebutuhan biologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan rasa kasih saying
4. Kebutuhan rasa harga diri
5. Kebutuhan self realisasi
Berangkat dari pendapat Maslow tersebut, dapat diketahui bahwasannya
siswa juga perlu mendapat penghargaan terhadap dirinya akan segala sesuatu
yang dilakukan. Berikutnya self realisasi adalah juga merupakan bagian yang
harus terpenuhi dalam rangka aktualisasi cita, rasa dan karsa siswa. Apabila
keduanya terpenuhi maka aspek pengembangan afektif, kognitif dan
psikomotor dalam rangkaian pembelajaran juga terpenuhi.
Permasalahannya adalah sejauh mana mereka dapat diarahkan dan
dikembangkan agar tujuan pendidikan agama tercapai. Caranya adalah
dengan menetapkan tujuan pendidikan dalam koridor pendidikan akhlaq dan
tingkah laku. Penyair besar Syauqi dalam Atiyah Al-Abrosyi terj. Bustami A.
Gani dan Djohar bahri (1970: 104) menulis
فان ھموا ذھبت ْاخال قھم ذھبوا* انما االمم االخال ق ما بقیت
Artinya: Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaqnya tetap baik * bila
akhlaq mereka sudah rusak, maka sirnalah bangsa itu.
Merujuk pada syair syauqi bahwa pendidikan akhlaq merupakan salah
satu unsur kemapanan suatu bangsa (dalam artian intrinsik) maka tidak
berlebihan jika lembaga pendidikan Islam menjadi salah satua bagia darinya.
Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan agama pada
sekolah agama relatif lebih tinggi dari pada yang lain.
Sementara itu untuk motivasi para siswa dalam belajar merupakan
factor yang sangat penting guna pencapaian hasil dan tujuan belajar.
20
Karenanya membangun motivasi siswa juga menjadi penting. Dua hal yang
perlu dimunculkan dalam membangun motivasi siswa adalah:
a. memberikan jawaban atas segala rasa ingin tahu siswa dengan media
yang tersedia baik itu media yang ada di dalam kelas maupun di luar
kelas. Misalnya dengan memberikan jam tambahan (ekstra kurikuler
pada siswa).
b. Menumbuhkan keyakinan diri akan kemampuan sendiri, dengan cara
memberikan penguatan pada siswa bahwa mereka pasti mampu
menyelesaikan tugas yang dimiliki.
Akumulasi dari dua bangunan motivasi akan berlanjut pada lahirnya
prinsip-prinsip motivasi yang meliputi:
a. Prinsip kebermaknaan, yaitu motivasi siswa yang muncul karena materi
belajar dirasakan bermakna bagi dirinya. Kebermaknaan lazimnya
terkait dengan bakat, minat, pengetahuan dan tata nilai siswa.
b. Prinsip pengetahuan dan ketrampilan, yaitu motifasi yang dibangun dari
dalam diri siswa yang telah menguasai bahan/ materi pelajaran terlebih
dahulu, sehingga dia mampu memberikan penafsiran awalnya berdasar
pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan informasi dan pengalaman
yang dilaluinya dalam kegiatan belajar.
3. Proses
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kurikulum adalah
proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.Di sini diperlukan strategi
yang tepat yang menyangkut pada masalah bagaimana melaksanakan proses
pendidikan terhadapa tujuan pendidikan dengan melihat pada situasi dan
kondisi yang ada dan juga bagaimana agar dalam proses tersebut tidak ada
hambatan serta gangguan baik secara internal maupun eksternal yang
menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya.
21
Strategi pendidikan menurut Arifin (1993: 58) pada hakikatnya adalah
pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk
mengamankan sasaran pendidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan
dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan yang ada.
Untuk mencapai hal itu strategi pendidikan dalam prosesnya dapat
menggunakan materi dan metode yang tepat. Metode tersebut adalah bahan
ajar yang terumuskan dalam satuan pelajaran dengan menggunakan beberpa
pendekatan, misalnya; pendekatan psikologis, metode mutual education
dengan memberikan contoh-contoh sejarah yang baik, metode diskusi, maupun
penyajian yang menyeluruh dengan data pendukung yang dapat diterima oleh
siswa.
Dalam Q.S. Yusuf ayat 111 Allah menegaskan:
ھم عبرة الولي االلبابلقد كان في قصص
Artinya: Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi orang
yang berakal.
Apabila penyajian materi di dalam kelas dirasa belum memenuhi maka
dapat diberikan jam tambahan belajar dengan cara memberikan tugas maupun
menganalisa hasil pembahasan juga dengan mencari materi pembanding di
luar kelas. Sehingga pelaksanaan kurikulum dalam kaitannya dengan metode
mengajar, alat Bantu mengajar dan penilaian dapat terlasana dengan baik.
Dengan demikian diharapkan pula terjadi keseimbangan dan keserasian
antara semua unsur dalam proses belajar mengajar.
KESIMPULAN
22
1. Kurikulum adalah komponen yang sangat penting dalam dunia
pendidikan, karena dengan kurikulum dapat ditentukan dasar
pengajaran, sumber pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta proses
dan bagaimana evaluasi dapat dilaksanakan
2. Sama halnya kurikulum pendidikan pada umumnya, kurikulum
pendidikan agama juga memuat komponen-komponen yang sama dan
keharusan untuk mematuhi aturan dan ketetapan yang telah disepakati.
3. Pelaksanaan kurikulum dalam proses pembelajaraan sangatlah
tergantung pada guru yang mengajar, sumber dan bahan ajar, juga
siswa dan media dalam pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arifin, 1993, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan PraktisBerdasarkan Pendekatan Interdipliner), Jakarta, Bumi Aksara
Arifin, 1993, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta BumiAksara
Athiyah Al-Abrasyi terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahri, Dasar-dasarPokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang
Bawani, Imam, 1987, Segi-segi Pendidikan Islam, Surabaya, Al-Ikhlas
Depag RI Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001, Kendali MutuPendidikan Agama Islam, Jakarta
Depdikbud Kanwil Jatim, tt, UU RI Nomor 2 tentang Sistim PendidikanNasional, Surabaya
Dimyati dan Mujiono, 1994, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta
23
Hamid Syarif, A, 1992, Pengembangan Kurikulum, Biro Penerbitan danPengembangan Ilmiah, FT. IAIN Sunan Ampel, Surabaya
Nasution, 2001, Asas-asas Kurikulum, Jakarta, Bumi Aksara
Nurkancana, wayan dan Sumartana, 1986, Evaluasi Pendidikan, Surabaya,Usaha nasional
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002, Kurikulum BerbasisKompetensi, Jakarta, __________
Soebahar, Abdul Halim, 2000, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta,Kalam Mulia
Sudjana, Nana, 1991, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung, SinarBaru
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2000, Pengembangan Kurikulum, Bandung,Rosda Karya
Suwarno, 1988, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta, Aksara Baru
Tafsir, Ahmad, 2000, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, RemajaRosda Karya
Zuhairini, dkk, tt, Metodik Khusus Pendidikan Agama (dilengkapi sistimmodul dan permainan Simulasi), Surabaya, Usaha Nasional