Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada...

44

Transcript of Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada...

Page 1: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh
Page 2: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

2

Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah

KNKS merupakan lembaga pemerintah non-struktural yang dibentuk berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah dan mulai aktif

beroperasi pada tanggal 03 Januari 2019. Lembaga ini bertugas mempercepat, memperluas,

dan memajukan pengembangan ekonomi Syariah dalam rangka mendukung pembangunan

ekonomi nasional. Dalam menjalankan tugasnya, KNKS berperan aktif dalam memberikan

rekomendasi arah kebijakan, mengoordinasikan para pemangku kepentingan, serta melakukan

evaluasi pelaksanaan kebijakan.

Sesuai dengan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia, KNKS berupaya membangun ekosistem

ekonomi Syariah yang meliputi industri halal, keuangan Syariah baik komersial maupun sosial,

serta infrastruktur pendukung lainnya seperti pembangunan sumber daya manusia, sistem

informasi, dan digitalisasi ekonomi. Dalam melakukan implementasi program strategis, KNKS

mengutamakan kerjasama dan sinergi dengan kementerian/lembaga, regulator, akademisi,

peneliti, praktisi, organisasi masyarakat. Serta pemangku kepentingan terkait lainnya. Informasi

lebih lanjut terkait KNKS dapat diperoleh melalui www.knks.go.id.

Page 3: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

3

Tim Penyusun Kajian Konversi, Merger, Holding, dan Pembentukan Bank BUMN Syariah

Komite Nasional Keuangan Syariah

Ronald Rulindo, Ph.D.Direktur Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah

Luqyan Tamanni, Ph.D.Kepala Divisi Pengembangan Infrastruktur Sistem KeuanganSyariah

Cindhi Cintokowati, M.Sc. Analis Kebijakan Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah

Ziyan Muhammad Farhan, S.E. Staf Analis Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah

Page 4: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Ringkasan Eksekutif

Rendahnya penetrasi perbankan syariah di Indonesia

menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pemangku

kepentingan industri ini di dalam negri. Meskipun

industri perbankan syariah telah memiliki hampir

semua prasyarat untuk berkembang pesat di Indonesia

seperti mayoritas penduduk Muslim, layanan

perbankan syariah terjangkau luas, dan pemahaman

yang sudah semakin baik di masyarakat, pangsa pasar

perbankan syariah masih berkutat di angka 5%, itu pun

setelah konversi dua Bank Pembangunan Daerah

menjadi Bank Syariah.

Apabila pengembangan perbankan syariah dapat

dilakukan dengan zero intervention atau business as

usual, dengan proyeksi pertumbuhan yang mengacu

pada data historis industri tahun-tahun sebelumnya

e.g CAGR 15%, dalam 5 tahun kedepan total aset

perbankan syariah hanya berkisar diangka Rp1.000

trilliun, dengan kenaikan pangsa pasar terhadap

industri perbankan keseluruhan yang tidak begitu

besar. Akan tetapi, jika terdapat intervensi penuh dari

pemerintah (full intervention) terdapat kemungkinan

total aset perbankan syariah dapat meningkat secara

lebih moderat (27%) atau agresif (36%), sehingga total

aset perbankan syariah dapat mencapai Rp2.000

trilliun atau Rp3.000 trilliun.

Meskipun demikian, ketiga skenario intervensi ini tidak

akan serta merta meningkatkan pangsa pasar

perbankan syariah secara signifikan mengingat

pertumbuhan perbankan konvensional masih cukup

tinggi. Hal ini disebabkan pasar perbankan nasional

masih cukup luas, terutama segmen yang selama ini

belum masuk dalam sistem perbankan (unbanked

population). Program inklusi keuangan yang secara

gencar dilaksanakan oleh regulator dan lembaga

keuangan perlahan mulai membuahkan hasil dimana

inklusi keuangan tahun 2016 sudah mencapai 63% dari

target 75% pada akhir 2019.

Oleh karena itu, tetap diperlukan bank syariah skala

besar yang dapat meningkatkan efektivitas perbankan

syariah. Adapun kehadiran bank syaria skala besar ini

dapat melalui beberapa opsi:

a. Konversi bank konvensional milik BUMN atau

swasta.

b. Merger bank syariah milik BUMN (4 BUS dan 1

UUS).

c. Holding bank syariah milik BUMN.

d. Pembentukan bank BUMN Syariah, dengan

pilihan:

i. Pendirian bank BUMN Syariah baru;

ii. Penguatan salah satu bank syariah milik

BUMN existing.

Setelah melakukan serangkaian kajian dan diskusi,

pilihan terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan

menjadikan salah satu Bank Umum Syariah (BUS) yang

ada sebagai bank BUMN Syariah skala besar (BUKU IV).

BUS tersebut kemudian dapat dibesarkan melalui

serangkaian kegiatan merger and aqcuisition (M&A)

dengan mengambil alih saham bank lain.

4

Page 5: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

5

1.1

1.2

1.3

7

9

9

10

11

11

12

15

17

21

22

24

Page 6: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

6

27

30

34

37

39

40

43

Page 7: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam

pengembangan keuangan syariah, salah satunya

melalui industri perbankan syariah yang sudah hadir

sejak tahun 1992. Perkembangan bank syariah

didukung oleh Undang-Undang No 21 Tahun 2008

tentang perbankan syariah (UU Perbankan Syariah)

sebagai landasan hukum mampu mengakomodasi

peraturan dan perkembangan industri perbankan

syariah pada saat itu. Pertumbuhan industri

perbankan syariah terus meningkat tercermin dari

jumlah lembaga keuangan syariah yang terus

bertambah. Sampai dengan akhir 2018, Indonesia

telah memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20

Unit Usaha Syariah (UUS) dengan jaringan kantor dan

layanan yang tersebar luas di seluruh Indonesia.

Setelah terbitnya UU Perbankan Syariah, Industri

perbankan syariah mengalami masa keemasan pada

periode 2007-2012 dengan pertumbuhan aset dua

digit (CAGR ±40%). Meski dalam beberapa tahun

terakhir terjadi pelambatan, total aset perbankan

syariah secara akumulatif masih menunjukkan

peningkatan. Namun disisi lain, pangsa pasar bank

syariah Indonesia masih terjebak pada angka

psikologis 5% hingga tahun 2018. Pangsa pasar ini

dinilai sangat rendah jika dibandingkan dengan

beberapa negara muslim lainnya yang memiliki

jumlah populasi dan skala ekonomi lebih kecil.

7

Page 8: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Diantara tantangan yang dihadapi dalam

pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah

keterbatasan modal. Terbatasnya modal bank syariah

membatasi kedalaman serta fasilitas layanan

perbankan syariah untuk bersaing dengan bank

konvensional. Selain itu, terbatasnya aspek

permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan

ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang

dapat dilayani oleh perbankan syariah Indonesia.

Penambahan sumber daya manusia yang lebih

kompeten juga terhambat karena modal yang

terbatas.

Keterbatasan skala usaha perbankan syariah

menyebabkan bank syariah kurang kompetitif dan

cenderung inefisien dalam mengelola sumber daya.

Komponen biaya modal yang dikeluarkan oleh bank

syariah dalam rangka memperoleh pendapatan masih

belum ideal sehingga pembiayaan yang ditawarkan

belum kompetitif dibandingkan dengan perbankan

konvensional. Di sisi lain, skala ekonomi yang terbatas

mengakibatkan inefisiensi dalam kegiatan operasional

bank syariah. Oleh karena itu, hasil dari pengelolaan

sumber daya menjadi kurang optimal untuk menarik

nasabah simpanan dan/atau investor.

Dengan kondisi sebagaimana dijelaskan diatas,

diperlukan intervensi secara signifikan agar perbankan

syariah bukan hanya tumbuh secara organik, namun

juga anorganik. Oleh karena itu, Komite Nasional

Keuangan Syariah (KNKS) mengambil inisiatif untuk

mengkaji strategi atau pilihan intervensi unorganik

yang dapat dilakukan untuk menciptakan quantum

leap bagi perbankan syariah nasional.

Dalam Road Map Perbankan Syariah Indonesia 2015-

20191, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan

beberapa perubahan mendasar yang sedang terjadi,

baik makro maupun mikro, dalam sektor perbankan.

Menurut OJK, dalam lima atau sepuluh tahun ke

depan, perubahan industri perbankan secara global

akan lebih drastis dan fundamental dibandingkan

dengan yang sudah pernah atau yang sedang terjadi,

dan akan sangat memengaruhi industri perbankan

syariah Indonesia. Diantara situasi yang akan

memengaruhi kinerja perbankan syariah ke depan

adalah sebagai berikut:

a. Adopsi standar dan komitmen internasional

setelah Indonesia menjadi anggota G20.

b. Integrasi sektor keuangan dalam kerangka

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2020.

c. Bonus demografis Indonesia mulai dari 2015

sampai 2035.

d. Rasio kredit/GDP Indonesia yang masih dibawah

50% sehingga terbuka potensi pertumbuhan

pembiayaan yang sangat besar.

e. Rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat

Indonesia yaitu sebesar 22%.

Sebagai upaya antisipisasi atas perubahan mendasar

ini, OJK sebagai regulator menyusun Road Map

Pengembangan Perbankan Syariah dari tahun 2015-

2019 yang dirangkum dalam visi ‘mewujudkan

perbankan syariah yang berkontribusi signifikan bagi

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pemerataan

pembangunan dan stabilitas sistem keuangan serta

berdaya saing tinggi’. Dalam rangka mencapai visi

tersebut, OJK mencanangkan tujuh arah kebijakan

yaitu:

81Otoritas Jasa Keuangan (2015). Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019, Jakarta.

Page 9: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

1. Memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas

dengan pemerintah dan stakeholder lain;

2. Memperkuat permodalan dan skala usaha bank

syariah, disertai perbaikan efisiensi;

3. Memperbaiki struktur dana untuk memperluas

segmen pembiayaan;

4. Memperbaiki kualitas layanan dan keragaman

produk;

5. Memperbaiki kuantitas dan kualitas SDM &

Teknologi Informasi (TI);

6. Meningkatkan literasi dan preferensi masyarakat;

dan

7. Memperkuat serta harmonisasi pengaturan dan

pengawasan.

Sejalan dengan arah kebijakan yang kedua,

memperkuat permodalan dan skala usaha bank

syariah, terdapat aspirasi agar ada bank syariah

dengan skala besar. Untuk mewujudkan hal tersebut,

terdapat beberapa opsi akselerasi pengembangan

perbankan syariah untuk menghasilkan bank syariah

skala besar tersebut, antara lain: (a) konversi, (b)

merger, (c) holding, dan (d) pembentukan bank BUMN

syariah baru. Intervensi tersebut diharapkan dapat

menghadirkan bank syariah dengan skala besar di

Indonesia sehingga mampu melakukan ekspansi secara

kuat dan berkesinambungan, termasuk dalam

membiayai proyek besar oleh pemerintah maupun

swasta.

9

Kajian ini bertujuan untuk menyediakan analisis yang

komprehensif untuk mengidentifikasi berbagai

intervensi kebijakan dalam rangka meningkatkan aset

industri perbankan syariah secara anorganik dan

menciptakan pertumbuhan secara eksponensial bagi

industri. Beberapa intervensi kebijakan yang dapat

dilakukan antara lain:

a. Konversi bank konvensional milik BUMN dan/atau

swasta.

b. Menyatukan (merger) tiga bank syariah dan satu

unit usaha syariah milik BUMN.

c. Menciptakan holding bank syariah milik BUMN.

d. Pembentukan bank BUMN Syariah, dengan cara:

i. Pendirian bank BUMN Syariah baru.

ii. Penguatan salah satu bank syariah milik

BUMN existing.

1.1 Tujuan

1.2 Ruang Lingkup

Lingkup kegiatan meliputi kajian analisis pembentukan

Bank BUMN Syariah yang mencakup:

a. Melakukan desk study dalam rangka analisis

informasi dan data terkait pembentukan bank

BUMN Syariah.

b. Melakukan pemetaan pada metode pembentukan

bank Syariah.

c. Melakukan indepth interview dalam rangka

mendapatkan analisis bersama pemangku

kepentingan terkait.

Page 10: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

d. Melakukan analisis data primer dan sekunder

termasuk hasil indepth interview untuk

menghasilkan kajian analisis dalam pilihan metode

pembentukan perbankan BUMN Syariah.

e. Pelaporan hasil akhir kajian analisis metode

pembentukan Bank BUMN Syariah.

10

Keluaran (deliverables) yang diharapkan dari kegiatan

ini adalah laporan akhir yang berisi kajian konversi,

merger, holding, dan pembentukan bank BUMN

Syariah yang mencakup:

a. Analisis pro dan kontra dari masing-masing pilihan

pembentukan bank BUMN Syariah.

b. Rekomendasi pendekatan terbaik sebagai strategi

penguatan perbankan syariah.

1.3 Deliverables

Page 11: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Perekonomian dunia sedang berada dalam fase

penting setelah mengalami pelambatan yang cukup

panjang sejak krisis tahun 2008/2009. Bank Dunia

menyebut periode 2016/2017 sebagai fase

pemulihan ekonomi global yang rapuh atau ‘fragile

recovery’.2

Hal ini dikarenakan proses pemulihan yang sudah

berjalan dari tahun 2009 terhambat oleh resesi

ekonomi yang terjadi pada tahun 2010. Bahkan,

setelah ekonomi dunia kembali pulih pada tahun

2012, pertumbuhan cenderung datar sehingga

lembaga global A.T. Kearney menyebutnya sebagai

‘delicate recovery’.3

11

2.1 Kondisi Perekonomian Global

2 Lihat: The World Bank, 2017. Global Economic Prospects: A Fragile Recovery. Washington D.C.3 Lihat: https://www.atkearney.com/web/global-business-policy-council/article?/a/global-economic-outlook-2017-2021-the-all-too-visible-hand

Page 12: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Meskipun masih rapuh dan datar, dari data yang

terangkum dalam Gambar 1, proses pemulihan

ekonomi dunia terus berlangsung dan momentum

pertumbuhan masih terus berlanjut. Oleh karena itu,

indikator yang cukup positif ini dapat memberikan

sedikit keyakinan bahwa ekonomi nasional dan

regional masih akan terus membaik lima tahun ke

depan.

Dapat disimpulkan bahwa kondisi perekonomian

secara makro cukup kondusif untuk beberapa tahun ke

depan sehingga memungkinkan bagi pelaku bisnis

untuk merencanakan perluasan usaha, merger,

konversi, akusisi, atau aksi korporasi lainnya. Sebagai

catatan, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia

relatif lebih baik dibandingkan negara maju dan rata-

rata negara berkembang lainnya sehingga dapat

menjadi insentif bagi pelaku usaha.

12

2.2 Kondisi Perekonomian Nasional

Seiring dengan meningkatnya integrasi perekonomian

dunia, ekonomi Indonesia mengalami situasi yang

serupa dengan perekonomian global sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1 diatas. Namun, dalam

krisis tahun 2008 – 2009, perekonomian Indonesia

relatif lebih stabil dibandingkan negara-negara Eropa

dan Amerika Serikat, atau sebagian kecil negara

berkembang yang terimbas. Hal ini terbukti dengan

tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih

positif selama periode krisis tersebut.

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia (%)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 20162017(

p)2018(

p)2019(

p)

N. Maju 2,51 0,07 -3,51 2,89 1,60 1,10 1,29 1,86 2,11 1,68 1,92 1,85 1,69

N. Berkembang 8,29 5,76 1,79 7,29 6,40 4,87 4,87 4,30 3,56 3,46 4,09 4,47 4,68

Dunia 4,24 1,84 -1,80 4,36 3,25 2,43 2,59 2,76 2,65 2,36 2,75 2,87 2,87

Indonesia 6,35 6,01 4,70 6,38 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88 5,02 5,16 5,26 5,38

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

Sumber: Diolah dari data The World Bank, www.worldbank.org

Page 13: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Dari proyeksi yang dilakukan oleh Bank Dunia (WB) dan

Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan

ekonomi Indonesia selama tiga sampai dengan lima

tahun terakhir masih sekitar 5%. Pertumbuhan yang

cukup tinggi ini dipicu oleh tingkat kepercayaan

konsumen yang masih tinggi atau pada level ‘optimis’,

misalnya mencapai 113,3 pada Agustus 2016 dan terus

meningkat menjadi 121,9 pada Agustus 2017.

Consumer Confidence Index cukup penting bagi

perekonomian Indonesia mengingat kontribusi sektor

konsumsi secara makro masih menjadi motor

penggerak pertumbuhan PDB nasional untuk lima

tahun kedepan.

Dengan tingkat keyakinan konsumen yang tinggi, maka

diperkirakan ekonomi nasional akan tetap mengalami

pertumbuhan yang positif.

Bahkan ketika dibandingkan dengan negara maju,

misalnya yang tergabung dalam OECD, Consumer

Confidence Index Indonesia dalam tiga tahun terakhir

hampir sama. Salah satu faktor pendukung tingginya

indeks tersebut adalah stabilitas perekonomian, baik

dari kondisi politik maupun kebijakan moneter yang

relatif bisa diprediksi dengan rezim bunga rendah.

13

Aspek kestabilan ini juga tercermin dalam berbagai

indikator makro ekonomi seperti laju inflasi, tingkat

suku bunga kredit, dan nilai tukar rupiah dengan mata

uang asing. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan

ekonomi Indonesia cenderung stabil dengan tren

menurun yang disebabkan oleh pelambatan ekonomi

dunia. Faktor ketidakpastian ekonomi dunia dan

lemahnya volume perdagangan dunia sepanjang

periode ini turut memberikan pengaruh pada ekonomi

Indonesia, termasuk realisasi pertumbuhan ekonomi.

94

95

96

97

98

99

100

101

102

2007-02

2007-06

2007-10

2008-02

2008-06

2008-10

2009-02

2009-06

2009-10

2010-02

2010-06

2010-10

2011-02

2011-06

2011-10

2012-02

2012-06

2012-10

2013-02

2013-06

2013-10

2014-02

2014-06

2014-10

2015-02

2015-06

2015-10

2016-02

2016-06

2016-10

2017-02

2017-06

OECD Indonesia

Gambar 2. Consumer Confidence Index

Sumber: OECD (www.oecd.org)

Page 14: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Meskipun demikian, tingginya permintaan rumah

tangga yang ditandai dengan kestabilan konsumsi

masyarakat turut mendukung momentum pemulihan

sektor perdagangan internasional serta kinerja sektor

penting lainnya.Perkembangan ini meningkatkan

optimisme terhadap asumsi pertumbuhan ekonomi

dalam APBN.

Sepanjang tahun 2018, tren perbaikan harga

komoditas ekspor nasional diperkirakan akan kembali

dan menjadi faktor pendukung peningkatan kinerja

pertumbuhan ekspor beberapa kuartal ke depan.

14

Bagi industri perbankan, terdapat beberapa kondisi

yang menyebabkan peningkatan pembiayaan ke

berbagai sektor perekonomian. Pertama, konsumsi

rumah tangga yang merupakan pendorong utama

pertumbuhan memberikan peluang bagi industri

perbankan untuk meningkatkan pembiayaan

konsumer dengan pertumbuhan yang diperkirakan

stabil. Kedua, berlanjutnya berbagai proyek

infrastruktur nasional yang memerlukan pembiayaan

perbankan dalam jumlah yang cukup signifikan.

Partisipasi bank syariah dalam sindikasi pembiayaan

infrastruktur menunjukkan tren meningkat dan terjadi

perluasan partisipasi jumlah bank syariah, termasuk

Unit Usaha Syariah bank daerah.

Di sisi lain, perekonomian nasional masih dibayangi

oleh lesunya sektor riil dan belum pulihnya sektor

manufaktur. Meski pertumbuhan ekonomi masih

relatif tinggi di kisaran 5,1% sampai 5,4% pada tahun

20184, namun sumber pertumbuhan masih menjadi

domain sektor konsumsi rumah tangga yaitu sebesar

56% pada tahun 2018.5 Sementara laju inflasi

diperkirakan stabil di kisaran 4,1 - 4,2% selama dua

tahun ke depan.

Secara historis, laju pertumbuhan ekonomi nasional

mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2012

sampai akhir 2016 yaitu dari 6,2% menjadi 5,2%.

Pelambatan ini dipicu oleh menurunnya harga

komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia

seperti batu bara dan crude palm oil (CPO) di pasar

internasional. Hal yang sama terjadi dengan nilai tukar

Rp yang melemah dari Rp9.400/USD menjadi lebih dari

Rp13.000/USD. Indikator lain seperti laju inflasi dan

suku bunga sempat memburuk selama beberapa

tahun, namun kembali membaik pada tahun 2017 dan

2018.

4Asumsi pertumbuhan Bank Indonesia, Statistik Triwulan, www.bi.go.id5Badan Pusat Statistik, www.bps.go.id .

Keterangan 2016 2017 2018 2019(p) 2020(p) 2021(p)

Pertumbuhan

PDB/GDP

4,9 5,3 5,4 5,8 6,0 6,0

Inflasi 4,3 4,5 3,13 4,3 4,1 4,0

Current Account

Balance

(% GDP)

-2,6 -2,8 -3,0 -3,0 -3,0 -3,0

BI-Rate 4,75 4,25 6 4-6 4-6 4-6

Tabel 1. Tren dan Proyeksi Indikator Kunci

Sumber: Diolah dari World Economic Outlook IMF; Bank Indonesiat

Page 15: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Dalam beberapa tahun ke depan, tingkat

pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan

stabil di kisaran 5,1 sampai 5,4% dan laju inflasi terjaga

dibawah 4,2%. Tingkat suku bunga masih akan

mengikuti irama yang dimainkan oleh Federal Reserve

(The Fed) mengingat potensi peningkatan suku bunga

The Fed masih tinggi.

Selama periode 2018-2022, secara umum beberapa

lembaga seperti Bank Dunia melansir laporan yang

optimistik terhadap indikator kunci perekonomian

Indonesia.

15

2.3 Industri Perbankan Syariah Nasional

Secara umum, pertumbuhan perbankan syariah

selama tiga tahun terakhir mengalami rebound yang

cukup signifikan dibandingkan tahun 2015 yaitu dari

8,78% menjadi diatas 12,00%. Tahun 2015 dapat

dikatakan sebagai titik terendah pertumbuhan

perbankan syariah selama sepuluh tahun terakhir

dimana pertumbuhan perbankan konvensional hampir

sama dengan perbankan syariah yaitu 8,55% dan

8,78% seperti pada Gambar 3. Data OJK menunjukkan

bahwa aset perbankan syariah terus meningkat

dengan pertumbuhan kembali mendekati angka

20,00%. Hal ini merupakan pertanda awal bahwa

perbankan syariah sudah mulai pulih.

Namun, perlu dicatat bahwa pertumbuhan tersebut

merupakan hasil dari konversi Bank Aceh dan Bank

NTB, bukan hasil dari pertumbuhan organik BUS yang

ada. . Dengan demikian, rencana beberapa bank

daerah yang sedang melakukan kajian untuk konversi

patut didorong sehingga diharapkan akan menjaga

momentum pertumbuhan perbankan syariah agar

tetap tinggi. Dengan dipicu adanya konversi dan

kewajiban pemisahan (spin-off) 22 Unit Usaha Syariah

sebelum 2023, diharapkan bisa menjaga momentum

pertumbuhan industri agar dapat mendekati level ideal

sepenuhnya yaitu pada kisaran 20-30%.

Keterangan 2014 2015 2016 2017 2018

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,50 5,70 5,20 5,07 5,18

Inflasi (%) y-o-y 8,36 3,35 3,02 3,61 3,13

Kurs (Rp/U$$1) 11.60

0

12.50

0

13.50

0

13,38

4

14,48

1

Suku Bunga SPN 3 Bulan (%) 6,0 6,2 5,5 5,0 5,2

Harga Minyak Mentah Indonesia

(USD/Barel)

105,0 60,0 40,0 50,0 67,5

Tabel 2. Data Historis Ekonomi Makro Indonesia

Sumber: Dari berbagai sumber; diolah.

Page 16: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

16

Pertumbuhan total aset perbankan syariah mengalami

tren peningkatan sejak tahun 2005 hingga 2018

seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Namun,

pertumbuhan total aset dengan CAGR 15% ini belum

mampu memperbesar pangsa pasar perbankan syariah

secara signifikan. Dari tahun 2005 hingga 2016, pangsa

pasar perbankan syariah masih bertengger dibawah

5%.

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan total aset

secara organik di kisaran 15-20% tersebut belum

mampu mengejar pertumbuhan industri perbankan

secara keseluruhan. Dengan demikian, diperlukan

strategi atau intervensi lain yang mampu mendorong

pertumbuhan industri perbankan syariah secara

eksponensial.

52,06 49,82

94,37 91,47

37,28

27,98 23,55

50,09

33,37

47,55 49,17

34,06

19,54 16,82

8,78

20,33 18,98

12,53

5,68

1,02

8,79 4,25

15,28

15,06

17,18

15,74

9,16

17,96 20,47 15,97 16,07

13,16 8,55 9,89 9,26 9,01 -

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gro

wth

To

tal A

set

(Dal

am P

erse

nta

se)

Growth Total Aset Perbankan Syariah (%) Growth Total Aset Perbankan Konvensional (%)

Gambar 3. Pertumbuhan Perbankan Syariah vs Total Perbankan

Sumber: Diolah dari data Statistik Perbankan Syariah 2018, OJK

Gambar 4. Tren Pertumbuhan Aset, DPK, Pembiayaan Syariah, dan Market Share

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

500000

Per

tum

bu

han

Mili

ar

Total Aset BUS dan UUS DPK Pembiayaan Market Share

Sumber: Diolah dari data SPS, OJK

Page 17: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Gambar 5 berikut menggambarkan secara jelas kondisi

stagnasi pertumbuhan industri perbankan syariah

selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2013

sampai 2015. Hanya pada tahun 2016, market share

perbankan syariah dapat bergeser melampaui 5%

setelah PT Bank Aceh dikonversi menjadi PT Bank Aceh

Syariah.

17

Peta persaingan industri perbankan syariah dapat

dijelaskan, diantaranya dengan menggunakan Five

Forces model dari Michael Porter.6 Menurut Porter,

potensi bisnis suatu industri ditentukan oleh intensitas

persaingan dalam industri tersebut; dan persaingan ini

dipetakan dengan lima kekuatan yang memengaruhi

sebuah bisnis yaitu (a) ancaman dari pesaing baru,

misalnya bank baru atau lembaga non bank, (b)

bargaining power dari pelanggan/nasabah, (c)

bargaining power dari pemasok yaitu penyedia dana

untuk bank, (d) ancaman dari produk/layanan

alternatif atau subsitusi, dan (e) pergulatan di antara

sesama pesaing existing, dalam hal ini bank-bank

syariah yang ada.

6Michael Porter (1997). The Competitive Strategy

2.4 Peta Persaingan: Five Forces

Gambar 5. Perkembangan Pangsa Pasar Perbankan Syariah

92% 93% 94% 95% 96% 97% 98% 99% 100%

2005

2007

2009

2011

2013

2015

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Asset 1.469.827 1.693.850 1.986.501 2.310.557 2.534.106 3.008.853 3.652.832 4.262.587 4.954.467 5.615.150 6.095.908 6.729.799

Asset iB 20.707 26.722 36.538 49.555 66.090 97.519 145.467 195.018 242.276 272.344 296.262 356.504

Sumber: Diolah dari data SPS, OJK

Page 18: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

18

A. Ancaman Pesaing Baru (New Entrants)

Bagi perbankan syariah, ancaman pendatang baru

dalam industri perbankan syariah relatif moderat

mengingat syarat permodalan untuk mendirikan bank

baru cukup besar yaitu Rp1 triliun untuk bank syariah7

dan Rp3 triliun untuk bank konvensional.8 Selain

modal, sebuah bank juga harus menyediakan dana

untuk sarana prasarana, SDM, dan modal bisnis awal

sehingga hambatan untuk memasuki industri

perbankan cukup tinggi. Dengan demikian, rivalitas

dalam industri perbankan bisa dikatakan tidak terlalu

besar. Seiring dengan tren industri perbankan baik

nasional maupun global, peluang munculnya bank

syariah baru relatif kecil. Di sisi lain, tren merger dan

akuisisi (M&A) diperkirakan akan sangat tinggi di tahun

2019 ini. Namun, perkembangan teknologi informasi

dapat membawa pesaing baru bagi bank syariah dalam

bentuk financial technology (fintech) yang

menawarkan produk atau jasa keuangan yang serupa

dengan perbankan syariah. Meski fintech masih dalam

tahap perkembangan dan belum diatur seketat

perbankan, namun biaya pengembangannya relatif

kecil sehingga hambatan masuknya menjadi cukup

rendah. Oleh karena itu, fintech bisa menjadi ancaman

serius pada waktu mendatang.

B. Bargaining Power of Customers

Secara umum, nasabah pembiayaan bank syariah

memiliki daya tawar sedang atau moderat, bahkan

dapat dikatakan cukup rendah untuk segmen nasabah

sektor pemerintahan (bagi bank syariah daerah/BPD)

atau segmen emosional. Bank cenderung lebih

dominan atas nasabah yang sebagian besar

merupakan pegawai tetap swasta dan Aparat Sipil

Negara (ASN) dimana mayoritas mengajukan

pembiayaan konsumtif dengan pelunasan melalui

pemotongan gaji setiap bulannya.

Adapun nasabah dalam segmen yang lebih luas, baik

individu maupun korporasi, bank syariah menghadapi

kondisi yang berbeda. Daya tawar nasabah

pembiayaan produktif cenderung lebih tinggi, terlebih

nasabah bisa dengan mudah membandingkan pricing

bank, dan jika berkehendak bisa pindah bank dengan

mudah. Oleh karena itu, perbankan syariah harus

mempersiapkan diri dengan bargaining power

customers yang secara keseluruhan akan semakin

tinggi, terutama ketika komposisi nasabah berubah

secara signifikan dengan semakin banyaknya nasabah

diluar segmen captive seperti pemerintahan atau

emosional.

7PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah8PBI No. 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum

5. Existing competitors

1. New Entrants

2. Customers

3. Substitutes

4. Suppliers

Page 19: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Menangani nasabah pembiayaan komersial dengan

karakter rasional akan menjadi tantangan tersendiri

bagi bank syariah.

C. Bargaining Power of Suppliers

Dalam laporan ini, pemasok yang dimaksud adalah

pihak-pihak penyedia berbagai sumber dana dan

layanan, khususnya pemilik dana baik Dana Pihak

Ketiga (DPK) maupun dana Non-DPK seperti likuiditas

antar bank. Secara umum, daya tawar penyedia dana

bank syariah cukup tinggi dimana nasabah institusi dan

korporasi besar lazimnya meminta rate khusus untuk

bersedia menempatkan dananya di bank syariah.

Sebagai contoh, Badan Pengelola Keuangan Haji

(BPKH) yang secara perundangan mempunyai kriteria

khusus untuk tingkat return penempatan dana di

lembaga keuangan syariah. Selain itu, nasabah

korporasi juga mensyaratkan special rate yang

menyebabkan struktur dana bank syariah kurang ideal

sehingga berdampak pada biaya dana (cost of funds)

yang tinggi. Secara umum, portofolio pendanaan dari

instansi pemerintah dan korporasi yang tinggi akan

semakin memperbesar bargaining power suppliers.

Namun jika ketergantungan terhadap dana jangka

panjang dari lembaga-lembaga tersebut bisa dkurangi

dan porsi dana murah (tabungan dan giro/ CASA) bisa

ditingkatkan, maka daya tawar pemilik dana dapat

berkurang.

D. Substitusi

Ancaman dari produk substitusi perbankan syariah

cukup tinggi, terutama dari lembaga keuangan yang

menawarkan biaya lebih rendah dan/atau proses yang

lebih mudah, sederhana dan cepat. Kemudahan proses

berpindah dan rendahnya biaya switching juga

menjadi ancaman yang cukup serius bagi perbankan

syariah. Lembaga yang berpotensi menjadi substitusi

bagi perbankan syariah diantaranya Bank BUMN

konvensional yang memiliki keunggulan jaringan dan

layanan, BPR/BPRS, koperasi simpan pinjam dan

lembaga pembiayaan konsumer (multifinance).

Namun, ancaman terbesar datang dari layanan

keuangan berbasis teknologi atau financial technology

(fintech/tekfin). Produk peer-to-peer (P2P) lending

menikmati pertumbuhan tiga digit dalam dua tahun

terakhir, yang menjadikan P2P lenders sebagai

ancaman terbesar perbankan, termasuk perbankan

syariah. Meskipun saat ini masih banyak P2P yang

bermasalah dan terindikasi melakukan predatory

lending, namun seiring diperkenalkannya aturan dan

regulasi yang lebih jelas dan ketat, industri fintech

secara keseluruhan akan semakin mapan dan bisa

menjadi pesaing kuat bagi lembaga keuangan pada

umumnya.

E. Kondisi Persaingan (Existing competitors)

Kondisi persaingan antar bank syariah sangat tinggi

mengingat jumlah jaringan yang dimiliki, potensi pasar

captive yang terbatas, serta inovasi produk yang

dilakukan pesaing. Adapun pelaku utama dalam

industri perbankan syariah antara lain Bank Umum

Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara bisnis dan

pangsa pasar, saat ini persaingan yang ketat hanya

terjadi antara 5-6 bank, baik BUS maupun UUS, yang

secara kolektif menguasai lebih dari 60% pangsa pasar

perbankan syariah nasional. Bank-bank syariah ini

umumnya memiliki kapitalisasi yang besar dan

mempunyai jaringan kantor atau layanan syariah yang

sangat luas.

19

Page 20: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Berdasarkan analisis lima aspek five forces diatas, maka tabel dibawah menyajikan ringkasan atas ancaman atau

tekanan yang dihadapi oleh perbankan syariah.

20

Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa

tingkat persaingan dan ancaman yang dihadapi oleh

perbankan syariah adalah moderat sampai dengan

tinggi. Oleh itu, perbankan syariah dapat merespon

melalui:

1. Diferensiasi dan inovasi produk,

yaitu memperkuat basis nasabah yang sudah ada

dengan diversifikasi ke segmen potensial yang selama

ini belum optimal dimanfaatkan seperti pembiayaan

komersial, korporasi, atau mikro. Bagi perbankan

syariah, inovasi produk juga sangat mungkin dilakukan

dengan ketersediaan berbagai skema, akad, dan

produk perbankan syariah beserta fatwa dan kompilasi

produknya. Keunggulan produk syariah perlu

menonjolkan keunikan prinsip dan nilai syariah

sehingga dapat menjadi ‘pembeda’ dengan produk

keuangan konvensionaL.

2. Orientasi pada kualitas layanan,

yaitu metode pengembangan jaringan dan layanan

kepada nasabah yang mengutamakan kemudahan

akses dan layanan terbaik. Peningkatan kualitas

layanan merupakan prasyarat untuk bisa

meningkatkan portofolio bisnis di luar segmen captive

konsumer, mengingat karakter nasabah segmen

produktif komersial atau korporasi sangat berbeda

dengan nasabah retail konsumtif.

3. Fokus pada pengembangan bisnis,

yaitu pengembangan bisnis yang mampu melayani

kebutuhan nasabah yang dinamis, dilengkapi sistem

pendukung seperti teknologi informasi dan sumber

daya insani (SDI) yang modern dan efisien.

4. Penguatan institusi,

baik permodalan yang kuat maupun sistem tata kelola

yang sesuai dengan standar Good Corporate

Governance (GCG) yang berlaku.

No. Five Forces Bentuk AncamanTingkat

Ancaman

1 Ancaman pesaing baru Modal > Rp1 triliun Sedang

2 Daya tawar konsumenTingkat imbal hasil bersaing; Porsi

nasabah rasional Sedang

3 Daya tawar pemasok Special rate; Dana korporasi Tinggi

4 Ancaman produk substitusi Konvensional; Fintech Tinggi

5 Kondisi persaingan saat ini BUS, UUS, BPRS Tinggi

Tabel 3. Analisis Five Forces

Page 21: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

21

Dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank NTB di

Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2017, terdapat hal

yang cukup menarik mengenai tingkat kepuasan

nasabah terhadap empat BUS terbesar yaitu Bank

Syariah Mandiri, Bank Muamalat, Bank BNI Syariah,

dan Bank BRI Syariah. Keempat BUS tersebut

merupakan pelaku utama perbankan syariah di

Indonesia yang bersaing ketat baik secara nasional

maupun provinsi. Hasil survei internal Bank NTB, yang

dilakukan oleh MarkPlus Inc. ini, menunjukkan bahwa

performa ke empat BUS hampir sama khususnya

dalam hal penerapan konsep syariah dan fitur produk

yang ditawarkan. Sementara untuk aspek

lokasi/fasilitas, layanan, loyalty program, dan

penggunaan teknologi relatif berbeda.

Meskipun demikian, hasil survei mengungkapkan

bahwa kepuasan pelanggan keempat BUS tersebut

masih rendah dalam hal lokasi, fasilitas dan program

loyalitas.

Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa

pola persaingan bank syariah masih berkutat pada

aspek layanan, fitur produk, dan lokasi. Sedangkan

program loyalitas pelanggan dan kualitas teknologi

informasi (TI) masih menjadi titik lemah sebagian BUS

ini. Belajar dari hal tersebut, bank syariah yang akan

dibentuk nanti harus lebih fokus untuk memperbaiki

aspek layanan yang masih lemah seperti loyalitas

nasabah dan TI.

2.5 Peluang dari survei tingkat kepuasan pelangganBUS pesaing

Page 22: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Dalam kajian ini, salah satu komponen penting yang

perlu diperhatikan adalah keterlibatan dan dukungan

para pemangku kepentingan kunci terhadap rencana

pengembangan perbankan syariah. Peran dan

keberpihakan masing-masing stakeholders berbeda-

beda, namun semuanya merupakan para pihak yang

harus diperhatikan dan diperlukan dukungannya.

Adapun profil tingkat dukungan dan pengaruh

stakeholders ini bagi industri perbankan syariah

adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Republik Indonesia, khususnya

Kementerian Keuangan (i.e. Dirjen Pajak, BKF)

dan Menteri BUMN.

2. Otoriras Jasa Keuangan (OJK).

3. Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI).

4. Potensial pemegang saham atau pesaing, yaitu

Bank Mandiri/Bank Syariah Mandiri, Bank

BNI/BNI Syariah, Bank Rakyat

Indonesia/BRIsyariah, dan Bank Tabungan

Negara/UUS BTN Syariah.

5. Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

6. Asosiasi Bank Pemerintah (Himbara).

7. Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia

(Asbisindo).

22

Page 23: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

23

Gambar 7. mengilustrasikan posisi beberapa

stakeholders kunci terkait kepentingan (interest)

masing-masing dalam pengembangan perbankan

syariah, serta tingkat pengaruh yang dimiliki terhadap

efektivitas intervensi yang mungkin akan dilakukan.

Dalam kuadran high interest-high influence yang

merupakan aspek kritikal, stakeholders utama adalah

otoritas (OJK), pemegang saham (Menteri BUMN dan

Bank BUMN), Direktorat Jenderal Perpajakan, dan

KNKS. Khusus untuk stakeholders tersebut, perlu

dilakukan pendekatan pada level manajemen tertinggi

oleh KNKS untuk memastikan dukungan dan komitmen

stakeholder terkait terhadap intervensi yang diusulkan.

Sementara stakeholders dalam kuadran yang lain tetap

perlu diperhatikan dan diminta dukungannya, baik

secara langsung, misalnya dalam proses pembentukan

Bank BUMN Syariah, maupun tidak langsung, seperti

dalam hal memastikan perbankan syariah dapat

tumbuh secara signifikan dalam lima tahun ke depan

dengan total aset mencapai Rp2.000 triliun.

Gambar 7. Stakeholders Map

Himbara

Kementrian

BUMN

OJK

Bappenas

Dirjen

Pajak

Asbisindo

Kementrian

Keuangan

Bank

BUMN

(induk)

DSN-

MUI

BI

LPS

BPKH

BPK

BPJS

Sumber: Diolah

Page 24: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD)

bersama empat bank Syariah milik Bank BUMN,

terdapat beberapa permasalahan utama yang

dihadapi oleh perlaku perbankan Syariah di

Indonesia. Permasalahan tersebut antara lain

keterbatasan modal, tingginya biaya dana (cost of

fund) dan kondisi perbankan syariah yang umumnya

mengalami kelebihan likuiditas. Ketiga permasalahan

tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan

berdampak pada kurang kompetitifnya perbankan

syariah secara umum.

Keterbatasan modal yang dimiliki bank Syariah

menjadi salah satu permasalahan pokok dalam

mengembangkan industri perbankan syariah. Selaras

dengan Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah

Indonesia (MAKSI) dan Masterplan Ekonomi Syariah

Indonesia (MEKSI) 2019 – 2024, isu permodalan ini

patut mendapat perhatian khusus karena dampaknya

yang cukup signifikan dalam kegiatan usaha bank.

Modal yang terbatas menjadi kendala ketika bank

Syariah akan melakukan ekspansi bisnis khususnya ke

sektor korporasi, institusi, atau pembiayaan proyek

pemerintah yang membutuhkan dana besar. Selain

itu, bank Syariah dengan ijin usaha devisa juga perlu

menjaga rasio Posisi Devisa Neto (PDN) yang

dikaitkan dengan modal bank. Dalam kerangka

perbankan yang diatur berdasarkan aspek risiko,

kekuatan modal menjadi salah satu kunci

keberhasilan usaha.

24

Page 25: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

25

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8, perbankan

konvensional memiliki jumlah modal hingga 8,5 kali

lebih besar dibandingkan modal perbankan Syariah

pada tahun 2018. Modal yang kuat ini tercermin dalam

rasio kecukupan modal bank konvensional yang selalu

diatas 20% selama periode 2015 – 2018.

Meskipun demikian, pertumbuhan modal bank Syariah

memiliki tren positif yang tercermin pula pada rasio

kecukupan modal yang semakin membaik setiap

tahunnya hingga mencapai 20,39% pada tahun 2018.

Rasio modal bank juga dipengaruhi oleh tingkat non-

performing financing (NPF); dimana penyebab NPF

sendiri dapat bervariasi. Salah satu faktor yang

berpengaruh adalah penerapan prinsip kehati-hatian

dalam penyaluran dana, termasuk pemilihan nasabah

dengan kualitas dan kinerja yang baik (prime

customer). Sesuai dengan profil risiko nasabah yang

rendah, prime customer biasanya akan memiliki

bargaining power tinggi sehingga meminta kompensasi

rate yang lebih menarik. Disinilah permasalahan kedua

muncul yaitu biaya dana perbankan syariah yang

relative lebih mahal sehingga kurang kompetitif dalam

menarik nasabah prima.

Struktur DPK perbankan Syariah yang didominasi oleh

deposito mengakibatkan biaya dana menjadi lebih

tinggi dibandingkan industri perbankan konvensional

sehingga pricing pembiayaan yang disalurkan pun

menjadi kurang kompetitif. Gambar 9 menunjukan

bahwa selama periode 2015 – 2018, rata-rata rasio

tabungan dan giro (CASA) bank konvensional selalu

berada diatas angka 54%; sebaliknya, bank Syariah

selalu berada dibawah 45%. Namun, angka tersebut

terus mengalami perbaikan meski masih terpaut jauh

dari bank konvensional.

12,41 14,49 16,05 21,93

152,22 162,2180,22 187,37

0

50

100

150

200

2015 2016 2017 2018

Modal Disetor (Triliun Rupiah)

Modal Disetor (Triliun Rupiah) PerbankanKonvensional

15,0216,63

17,91

20,39

21,3922,93 23,18 22,97

10

15

20

25

2015 2016 2017 2018

Capital Adequacy Ratio (%)

CAR (%) Perbankan Konvensional

Gambar 8. Perbandingan Aspek Permodalan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Page 26: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

26

Apabila dilihat dari motivasi nasabah menempatkan

dananya pada instrumen dana murah seperti tabungan

dan giro yang bersifat transaksional, maka

permasalahan struktur DPK ini erat kaitannya dengan

kualitas layanan bank Syariah; baik secara riil maupun

persepsi nasabah. Oleh karena itu, perbankan Syariah

perlu meningkatkan kualitas layanan serta berusaha

memberikan solusi keuangan yang terintegrasi kepada

nasabah baik individu maupun institusi. Selain itu,

perbankan syariah perlu menggencarkan upaya

promosi dan engagement untuk memperbaiki persepsi

masyarakat terhadap bank syariah.

Permasalahan selanjutnya berkaitan dengan financing

to deposit ratio (FDR) bank syariah yang berada

dibawah batas minimum yaitu 80%. Salah satu faktor

penyebabnya adalah pricing pembiayaan bank syariah

yang kurang menarik apabila dibandingkan dengan

pesaing. Penyaluran pembiayaan yang kurang optimal

memiliki berbagai konsekuensi bagi perbankan syariah

seperti (1) terjadinya kelebihan likuiditas karena DPK

tidak terserap secara optimal, (2) terkena disinsentif

penambahan Giro Wajib Minimum bagi bank dengan

FDR dibawah 80% dan (3) performa atau produktivitas

perbankan menjadi kurang optimal sehingga return

yang diberikan kepada deposan/ pemilik dana menjadi

berkurang.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 10, FDR bank

syariah selalu berada dibawah bank konvensional

selama periode tiga tahun terakhir; serta mengalami

tren penurunan dari 88,03% pada tahun 2015 menjadi

78,53% di tahun 2018. Kondisi ini diperburuk dengan

terbatasnya instrumen keuangan jangka pendek

syariah sebagai upaya optimalisasi pengelolaan

likuiditas perbankan syariah.

38,87 40,51 41,41 42,5

54,01 55,33 55,48 55,77

35

40

45

50

55

60

2015 2016 2017 2018

Current Account Saving Account (%) Perbankan Syariah

CASA (%) Perbankan Indonesia

Gambar 9. Perbandingan Rasio CASA Bank Syariah dan Industri Perbankan Nasional

Gambar 10. Perbandingan FDR Bank Syariah dan Konvensional

88,0385,99

79,61 78,53

92,11 90,7 90,04

94,78

70

75

80

85

90

95

100

2015 2016 2017 2018

Financing to Deposit Ratio (%) Loan to Deposit Ratio (%) Perbankan Konvensional

Page 27: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Latar belakang utama perlunya kajian ini adalah

masih rendahnya penetrasi perbankan syariah di

Indonesia, meskipun industri ini telah memiliki semua

prasyarat untuk berkembang pesat di Indonesia

antara lain mayoritas penduduk Muslim, layanan

perbankan syariah sudah terjangkau luas, dan

pemahaman yang sudah semakin baik di masyarakat.

Secara kuantitatif, alasan dan urgensi bank syariah

skala besar dapat dilihat dari data yang telah

disampaikan pada bagian awal laporan ini.

Namun secara kualitiatif, raison d’etre atau alasan

perlunya eksistensi bank syariah skala besar dapat

dievaluasi dari Laporan Master Plan Ekonomi Syariah,

dimana disajikan analisis SWOT perbankan syariah

sebagai berikut:

27

Page 28: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

28

Tabel 4. Analisis SWOT Perbankan Syariah

Sumber: Masterplan Ekonomi Syariah (2018)

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)

a. Sumber pendaanan berasal dari masyarakat

muslim loyalis syariah maupun non-muslim

yang percaya sistem syariah, atau dari

lembaga-lembaga bisnis dengan asas

operasional Syariah.

b. Kelimpahan dana setoran haji yang cukup

besar dan alokasi dari BPKH.

c. Regulasi dalam berbagai aktivitas

operasional Bank sudah jelas dari BI, OJK

dan lembaga lain yang terkait.

d. UUS dapat memanfaatkan semua fasilitas

bank induk dalam operasionalnya sehingga

dapat menekan biaya operasional yang

menimbulkan potensi peningkatan

keuntungan.

e. Kinerja (ROA, BOPO, NPF, NOM) beberapa

UUS lebih baik dibanding BUS.

a. Pendanaan masih didominasi oleh simpanan

berbiaya mahal (Deposito Berjangka) dan

jangka pendek sehingga tidak tepat jika

disalurkan ke pembiayaan jangka panjang;

serta pembiayaan mahal.

b. SDM baik dalam jumlah maupun kualitas

belum memadai.

c. Efek dari kebijakan spin-off terdapat BUS

yang masih terkendala permodalan dan

perluasan usaha karena membutuhkan

investasi tinggi.

d. Masih sedikitnya tenaga ahli yang dimiliki

Bank Syariah dengan pengalaman yang

cukup.

e. Kualitas SDI dalam manajemen risiko

pembiayaan dan analisis pembiayaan masih

kalah berpengalaman dibandingkan Bank

Konvensional.

f. Belum dapat mengalokasikan pembiayaan

secara maksimal karena terkendala

permodalan yang masih terbatas dan

adanya aturan CAR.

Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)

a. Perkembangan industri halal.

b. Perkembangan UMKM.

c. Potensi masyarakat yang belum memiliki

akun bank syariah masih tinggi

d. Pangsa pasar masih rendah sehingga

terdapat potensi pendanaan besar yang

belum terealisasi.

e. Dukungan pemerintah untuk

pengembangan ekonomi syariah sudah

mulai terlihat dengan kebijakan tentang

dana BPKH.

f. Perkembangan pengelolaan dana ZISWAF

dan berkembangnya instrumen sukuk.

g. Digital Banking dapat dimanfaatkan bank

syariah dalam mempermudah layanan

kepada nasabah/masyarakat.

h. Dana sosial lain yang belum sepenuhnya

dikelola melalui bank syariah.

a. Kuatnya eksistensi bank konvensional untuk

menarik konsumen skala besar.

b. Kualitas dan kuantitas SDM yang paham

tentang syariah masih rendah.

c. Permodalan yang sulit meningkat.

d. Skala Ekonomi yang masih rendah.

e. Masih kekurangan SDM yang paham syariah

maupun ilmu ekonomi sekaligus.

f. Sistem teknologi informasi yang dimiliki

masih belum secanggih Bank Konvensional.

g. Edukasi dan literasi perbankan syariah yang

masih rendah.

h. Ekonomi digital dapat merupakan ancaman

bagi bank syariah dalam upaya

meningkatkan segmen pembiayaan retail.

Page 29: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

29

Hasil analisis SWOT diatas memberikan gambaran

masih banyaknya peluang perbankan syariah yang

belum dimanfaatkan oleh industri, terutama karena

keterbatasan permodalan dan kapasitas bank syariah

yang ada. Secara singkat, kebutuhan akan bank

syariah skala besar didorong oleh beberapa hal

berikut:

1. Aspek permodalan

Banyak peluang ekspansi bisnis akan hilang sekiranya

pembiayaan yang dibutuhkan pelaku usaha tidak

ditangani oleh bank syariah. Bahkan dunia usaha bisa

saja mencari alternatif lain diluar perbankan syariah,

baik itu bank konvensional, institusi keuangan non-

bank, atau layanan teknologi finansial seperti P2P

atau crowd funding.

Oleh karena itu, peningkatan kapasitas industri

perbankan syariah merupakan kebutuhan yang

sangat mendesak, baik dengan pengembangan

beberapa bank inti secara organik maupun anorganik

seperti melalui aksi merger. Selain itu, pendirian bank

syariah baru yang mempunyai skala bisnis besar

minimal BUKU III juga patut dipertimbangkan. Berikut

merupakan beberapa peluang ekspansi bisnis bank

syariah yang seringkali terkendala oleh keterbatasan

modal.

No Peluang Bisnis Isu yang Dihadapi

1 Pembiayaan produktif

untuk sektor korporasi

atau infrastruktur

pemerintah

Terkait dengan peraturan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD)

dimana permodalan bank syariah yang jauh lebih kecil dibandingkan

perbankan konvensional menyebabkan maksimum penyaluran dana

kepada pihak ketiga juga terbatas sehingga tidak mampu mencukupi

kebutuhan dana dengan skala besar. Salah satu solusinya yaitu melalui

pembiayaan sindikasi bank syariah, tetapi sangat mungkin prosesnya akan

menjadi lebih rumit, lama dan biaya pembiayaan yang lebih tinggi.

2 Pembiayaan produktif

dalam valuta asing,

termasuk trade finance

Selain terkait peraturan BMPD, ketika bank syariah menyalurkan

pembiayaan dalam mata uang asing, maka perlu diperhatikan pula

ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) yang tidak boleh melebihi 20% dari

modal bank. Artinya, dana yang disalurkan pun menjadi terbatas.

3 Remittance dan penjualan

banknotes

Terkait dengan peraturan PDN. Hal ini juga menjadi isu pada saat musim

haji dimana Kementerian Agama melakukan lelang mata uang USD dan

SAR baik untuk kegiatan operasional maupun uang saku jemaah haji.

Umumnya, harga yang ditawarkan oleh bank syariah kurang kompetitif

dibandingkan bank konvensional karena persediaan valuta asing dan/atau

banknotes yang terbatas.

4 Bank syariah sebagai Bank

Operasional I (BO I)

Pemerintah

Terkait dengan peraturan yang mewajibkan BO I merupakan bank BUKU III

Page 30: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

30

2. Mayoritas pendanaan bank syariah bersifat

jangka pendek

Kondisi pendanaan bank syariah yang masih dominan

jangka pendek menyebabkan terjadinya risiko

likuiditas akibat short-term mismatch. Saat ini,

likuiditas perbankan syariah masih dominan DPK

jangka pendek, sedangkan produk pembiayaan

unggulan seperti musyarakah dan mudharabah

merupakan skema jangka panjang.

Bahkan, akad yang dominan digunakan seperti

murabaha pun minimal berjangka waktu satu tahun.

Kondisi ini juga menjadi hambatan bagi perbankan

syariah untuk meningkatkan portofolio pembiayaan

komersial atau korporasi. Tanpa pembiayaan

komersial yang signifikan dan berkualitas, akan sulit

bagi perbankan syariah untuk berkembang.

5.1 Target Pengembangan Industri PerbankanSyariah

Rencana pengembangan perbankan syariah dapat

dilakukan dengan zero intervention atau business as

usual dengan proyeksi pertumbuhan yang mengacu

pada data historis industri tahun-tahun sebelumnya

misalnya CAGR 15%, atau dengan full intervention

secara moderat (25%) atau agresif (37,5%). Simulasi

dalam Gambar 11 menunjukan bahwa aset industri

perbankan syariah akan bertambah menjadi Rp1.000

triliun jika tanpa intervensi, serta akan berkembang

dua atau tiga kali lipatnya dengan intervensi yang

dilakukan secara moderat atau agresif.

Namun, ketiga skenario intervensi ini tidak akan serta

merta menjadikan pangsa pasar perbankan syariah

bertambah secara signifikan mengingat pertumbuhan

perbankan konvensional masih cukup tinggi. Hal ini

disebabkan pasar perbankan nasional masih cukup

luas, terutama segmen yang selama ini belum masuk

dalam sistem perbankan (unbanked population).

Program inklusi keuangan yang secara gencar

dilaksanakan oleh regulator dan lembaga keuangan

perlahan mulai membuahkan hasil dimana inklusi

keuangan tahun 2016 sudah mencapai 63% dari

target 75% pada akhir 2019.

No Peluang Bisnis Isu yang Dihadapi

5 Hubungan BUKU bank

dengan tingkat imbal hasil

yang diharapkan oleh

nasabah pemilik dana

Umumnya, semakin tinggi BUKU suatu bank, maka akan diasumsikan lebih

aman sehingga pemilik dana berkenan untuk menempatkan dananya

dengan rate yang lebih rendah. Sedangkan bank dengan BUKU kecil, pada

umumnya, memberikan insentif lebih agar pemilik dana menempatkan

dananya di bank tersebut.

Page 31: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

31

Dengan demikian, target pertumbuhan perbankan

syariah diharapkan tidak hanya pada angka ‘business

as usual’, tetapi harus lebih tinggi dari pertumbuhan

perbankan konvensional baik skenario moderat atau

agresif. Dalam rangka mencapai pangsa pasar sebesar

10-15% pada tahun 2024, salah satu cara yang harus

dilakukan adalah pendekatan top-down yang selama

ini telah menjadi modus operandi regulator di negara

lain seperti Malaysia. Pendekatan buttom-up yang

selama ini menjadi pendekatan pilihan sebaiknya

ditinjau ulang atau minimal diimbangi dengan

intervensi dan keperpihakan dari sisi kebijakan.

Selain itu, intervensi yang dijalankan sebaiknya bukan

saja untuk meningkatkan pasar perbankan syariah,

tetapi juga harus bisa mendorong sistem perbankan

secara keseluruhan.

Dengan menggunakan skenario tanpa intervensi atau

business as usual, pangsa pasar perbankan syariah

pada tahun 2024 diproyeksikan mencapai 7,58%

dengan asumsi CAGR perbankan konvensional

sebesar 10%. Adapun dengan skenario intervensi

moderat dan agresif, pangsa pasar perbankan syariah

diproyeksikan mencapai 12,95% dan 18,33% seperti

pada Gambar 12.

Gambar 11. Target Aset Perbankan Syariah: Skenario business as usual vs intervensi

2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

Organik(CAGR: 15%)

424 477 549 631 725 834 959 1103

Intervensi Moderat(CAGR: 27%)

424 477 606 769 977 1241 1576 2001

Intervensi Agresif(CAGR: 36%)

424 477 649 882 1200 1632 2219 3018

424 477 549 631 725834

9591103

424 477606

769977

1241

1576

2001

424 477649

882

1200

1632

2219

3018

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Tota

l Ase

t P

erb

anka

n S

yari

ah(D

alam

Tri

liun

Ru

pia

h)

Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Syariah, www.ojk.go.id

Page 32: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

32

Dari tabel 5, terlihat bahwa belum terdapat bank

syariah yang masuk ke dalam daftar sepuluh bank

terbesar berdasarkan total aset pada tahun 2018.

Adapun bank syariah milik BUMN dengan aset

tertinggi, yaitu Bank Syariah Mandiri, masih

membutuhkan penambahan aset sebesar Rp65,28

triliun agar sejajar dengan bank peringkat ke sepuluh.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan intervensi yang

bersifat moderat atau agresif agar pertumbuhan aset

bank syariah lebih pesat. Dengan demikian, efisiensi

melalui peningkatan skala ekonomis dapat tercapai.

Gambar 12. Proyeksi Market Share Perbankan Syariah pada Tahun 2024

549 631 725 834 959 1.103

8.350 9.185 10.104 11.114 12.225 13.448

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2019 2020 2021 2022 2023 2024

Mar

ket

Shar

e

Proyeksi Market Share Perbankan Syariah (CAGR 15%)7,58% pada tahun 2024. 12,95% CAGR 27%. 18,33% CAGR 36%

Organic BUS UUS (CAGR: 15%) Organic Perbankan Konvensional (CAGR 10%)

No. Nama Bank Total Aset

(Triliun Rp)

No. Nama Bank Total Aset

(Triliun Rp)

1 Bank BRI 1.234,20 1. Bank Syariah Mandiri 98,58

2 Bank Mandiri 1.038,71 2. Bank BNI Syariah 41,05

3 Bank BCA 808,64 3. Bank BRI Syariah 38,48

4 Bank BNI 754,58 4. Bank BTN Syariah 27,98

5 Bank BTN 272,30

6 Bank CIMB Niaga 265,06

7 Bank Panin 189,24

8 Bank OCBC NISP 173,58

9 Bank MUFG 166,16

10 Bank Maybank

Indonesia

163,86

Tabel 5. Bank dengan Aset Terbesar (2018) Tabel 6. Bank Syariah Milik BUMN (2018)

Page 33: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

33

Apabila industri perbankan syariah dibiarkan tumbuh

secara organik dengan CAGR 15% dan asumsi CAGR

konvensional 10%, maka proyeksi total aset sepuluh

bank terbesar dapat dilihat pada tabel 7. Dengan

demikian, target total aset yang harus dilampaui oleh

bank syariah adalah Rp290,29 triliun supaya

menempati posisi sepuluh besar perbankan nasional.

Hal ini dengan asumsi bahwa pertumbuhan

perbankan konvensional tidak mengalami akselerasi

dan cenderung stagnan. Dari simulasi yang telah

dilakukan pada Tabel 7, setidaknya pemerintah perlu

melakukan intervensi yang bersifat moderat agar

salah satu bank syariah dapat masuk ke dalam top ten

bank secara nasional dengan proyeksi total aset Rp

413,64 triliun pada tahun 2024.

Intervensi yang dilakukan tentu tidak hanya

berpengaruh kepada BSM sebagai bank syariah

terbesar, tetapi juga meningkatkan jumlah aset

perbankan syariah secara agregat sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 13.

Dengan jumlah agregat yang besar, empat bank

Syariah milik BUMN dapat dijadikan sebagai acuan

dalam upaya penguatan perbankan Syariah nasional.

No. Nama BankTotal Aset

(Triliun Rp)

1. Bank BRI 2186,46

2. Bank Mandiri 1840,13

3. Bank BCA 1432,55

4. Bank BNI 1336,78

5. Bank BTN 482,40

6. Bank CIMB Niaga 469,58

7. Bank Panin 335,24

8. Bank OCBC NISP 307,51

9. Bank MUFG 294,37

10. Bank Maybank

Indonesia

290,29

Tabel 7. Bank dengan Total Aset Terbesar (Proyeksi 2024)

Page 34: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

34

Dalam penyusunan laporan ini, penyusun telah

melakukan indepth interview dengan beberapa

responden terdiri dari Divisi Perencanaan dari tiga

BUS dan satu UUS anak usaha empat bank BUMN.

Responden terdiri dari tim perencanaan Bank Syariah

Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank BRIsyariah, UUS

Bank BTN.

Selain bank syariah yang dimiliki oleh Bank BUMN,

penyusun dan tim KNKS juga mewawancarai Bank

BUMN terkait pengelolaan kredit program dan

penyaluran dana pemerintah melalui bank-bank ini.

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui peluang

dan hambatan yang akan dihadapi oleh Bank Syariah

ketika menjadi salah satu bank yang diberi mandat

pengelolaan program pemerintah sebagai salah satu

usulan intervensi yang dapat dipertimbangkan.

Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa

bank-bank dibawah Bank BUMN sangat mendukung

intervensi strategis yang akan dilakukan dengan

koordinasi KNKS. BUS dan UUS ini juga menyatakan

sudah menyiapkan berbagai sarana prasarana untuk

menerima tambahan bisnis dan nasabah sebagai hasil

dari intervensi yang nantinya akan diterapkan.

5.2 Pengumpulan Data: in-depth interviews

Gambar 13. Proyeksi Total Aset 4 Bank Syariah Milik BUMN (2019-2024)

206,09 231,52 260,48293,55

331,35374,65

424,31

206,09261,75

332,42

422,18

536,16

680,93

864,78

206,09280,30

381,21

518,44

705,08

958,91

1304,11

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

Tota

l Ase

t 4

Ban

k Sy

aria

h M

ilik

BU

MN

(Dal

am T

riliu

n R

up

iah

)

CAGR INDIVIDU BANK CAGR: 27% CAGR: 36%

Page 35: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

35

Namun demikian, terkait usulan merger diantara

semua BUS/UUS ini, pandangan yang diterima cukup

bervariasi. Tidak didapat kesatuan pandangan baik

mendukung atau sebaliknya. Namun, kesan yang kuat

adalah adanya ketidaksiapan dan kekhawatiran kalau

merger ini akan berakibat hilangnya fokus dan

orientasi bisnis selama proses merger berlangsung.

Bahkan, terdapat kekhawatiran jika proses merger

dapat menyebabkan pelambatan dalam pencapaian

rencana bisnis sekurangnya selama dua tahun.

Sementara terkait kesiapan bank syariah anak usaha

BUMN sebagai bank pengelolaan kredit program dan

bantuan langsung pemerintah, masih terdapat

beberapa hambatan yang mungkin dihadapi. Salah

satunya adalah biaya pengelolaan program yang

cukup signifikan, dimana bagi Bank BUMN pelaksana

sekarang masih dirasakan cukup berat terutama

terkait wilayah yang harus dijangkau. Bank BRI

diuntungkan dengan jaringannya yang sudah sangat

luas dan menjangkau pelosok terluar Republik

Indonesia, khususnya jaringan Teras BRI dan mobile

unit yang tersambung dengan satelit BRI. Sedangkan

Bank Mandiri dan Bank BNI juga masih bisa

menangani program pemerintah dengan jaringannya

yang cukup luas, terutama untuk Pulau Jawa,

Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

Berikut beberapa salinan pernyataan dan concern

dari hasil interview dengan pihak Bank Umum Syariah

dan Unit Usaha Syariah yang merupakan subsidiari

bank BUMN:

• “Konversi bank kecil, tidak (akan) dampak besar.

Kita butuh rumah besar, yang merangkum semua

BUS BUMN”

• “BTN dikonversi menjadi misalnya ‘Bank Syariah

Indonesia’, kemudian ketiga BUS digabungkan

dalam entitas baru ini.”

• “Bank Syariah Indonesia ini sebagai holding, dan

mempunyai SBU-SBU.”

• “Merger BUS/UUS anak usaha Bank BUMN tidak

ada nilai tambah. Akan ada delay selama dua

tahun”

• “Lebih bagus konversi Bank BTN, dan kemudian

mengakuisisi BSM, BNIS, BRIS”

• “Kompetensi ‘banking’ sudah ada di BTN (bank

BUMN yang ada), sehingga mudah untuk

berkembang. Sementara Islamic finance masih

baru”

Selain pandangan mengenai alternatif

pengembangan industri dan pembentukan bank

syariah BUMN, responden juga ditanyakan mengenai

format dan bentuk intervensi yang mereka anggap

perlu dalam rangka pengembangan industri

perbankan syariah, serta kesiapan keempat bank

syariah ini dalam menghadapi penambahan bisnis

yang signifikan pasca intervensi. Berikut adalah

ringkasan respon bank-bank syariah ini.

Page 36: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

36

Intervensi yang diharapkan Strategi alokasi pembiayaan

Keberpihakan dari pemerintah kepada

Perbankan syariah, dengan memberikan ‘Hak’

untuk mendapatkan layanan syariah, i.e. PNS

dimudahkan ke syariah

Peningkatan komposisi segmen korporasi &

komersial.

Tidak diperlukan insentif khusus pembiayaan,

karena bank syariah sudah bisa bersaing

Sinergi dengan Bank induk untuk penetrasi

segmen korporasi & komersial

Alokasi penggunaan jasa bank syariah untuk

transaksi APBN secara bertahap

Peningkatan kompetensi SDM dengan sinergi

(training, magang) dengan Bank induk.

Fokus pada pengelolaan anggaran BO2, dan

potensi payroll PNS (30.000 / 1,3 Juta)

Tabel 7. Respon BUS 1

Intervensi yang diharapkan Strategi alokasi pembiayaan

Membuka akses supaya BUMN tier-1 juga ke

Perbankan syariah

Pembiayaan sektor pendidikan Islam (Perguruan

Tinggi, Pesantren)

Insentif fiskal kepada nasabah (BUMN, halal

value chain) yang menggunakan layanan

perbankan syariah

Fokus pada pembiayaan sektor Halal dengan

target 10% dari potensi pembiayaan

Penghapusan PPN terhadap inventory

perbankan syariah (produk murabahah)

Penghapusan pajak atas asset inbreng, dari

penyertaan modal induk ke BUS

Sosialisasi bersama secara masif dalam bentuk

‘Shariah Day’

Tabel 8. Respon BUS 2

Intervensi yang diharapkan Strategi alokasi pembiayaan

Layanan syariah supaya diperluas, bukan hanya

funding tapi juga untuk financing

Fokus pada perguruan tinggi agama Islam negeri

(PTAIN) dibawah Kemenag - 58 lembaga

Insentif fiskal untuk nasabah misal pajak atas

imbal hasil deposito lebih rendah

Optimalisasi peluang yang sudah terbuka sebagai

Bank Operasional 2 (BO2)

Regulasi supaya memberikan perlakuan yang

berpihak kepada Perbankan syariah

(preferential treatment)

Sektor Halal, dengan fokus pada halal ecosystem.

Target BUS 3 mencapai 25% market share dari

sektor halal (food, fashion, travel)

Tabel 9. Respon BUS 3

Page 37: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

37

Intervensi yang diharapkan Strategi alokasi pembiayaan

Perbaikan regulasi penilaian kesehatan bank

supaya tidak mengunci pertumbuhan

perbankan syariah

Penguatan core business i.e. pembiayaan

properti, termasuk KPR subsidi 1 juta rumah

Lembaga pendidikan dan keagamaan Islam

supaya didorong/diharuskan untuk ‘masuk’ ke

Perbankan syariah

Peluang pembiayaan konstruksi bangunan

Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), termasuk

asrama

Aturan syariah mengenai sekuritisasi asset

pembiayaan berbasis murabahah

Industri halal

Tabel 10. Respon UUS 1

Peningkatan aset perbankan syariah tidak saja

diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat

yang semakin besar, tetapi juga selaras dengan

rencana induk (masterplan) pengembangan

perbankan syariah dan juga ekonomi syariah pada

umumnya. Selain itu, intervensi kebijakan yang akan

diambil selayaknya juga bisa memberikan manfaat

yang lebih luas bagi perekonomian nasional. Meski

kontribusi makro perbankan syariah masih relatif

kecil, dampak ekonomi perbankan syariah perlu

diukur sebagai acuan atau setidaknya sebagai

baseline mengingat sebelum ini belum pernah ada

kajian serupa dari regulator atau pemangku

kepentingan lain.

Impact analysis dalam laporan kajian ini masih

terbatas cakupannya dan metode yang digunakan

relatif sederhana. Analisis dibuat berdasarkan basis

data tahun 2018 untuk jumlah nasabah, jumlah

rekening, total aset, dan pembiayaan.

Dari data ini kemudian diekstrapolasi dampak

masing-masing indikator terhadap dua sasaran

impact yaitu nilai tambah (value added) terhadap

perekonomian dan kemampuan perbankan syariah

dalam menciptakan lapangan kerja (job creation/

employment).

Perhitungan dampak ini dilakukan dengan mengacu

pada dua framework, yaitu analisis dampak dari

beberapa aktivitas intervensi yang akan dilaksanakan

oleh KNKS atau Pemerintah Republik Indonesia.

Logical Framework sebagaimana dalam Tabel 11

menyajikan secara lengkap alur dampak intervensi

menjadi output, outcome dan impact. Logical

Framework ini mengacu pada model monitoring &

evaluation yang digunakan oleh lembaga keuangan

multilateral seperti Bank Dunia (WB) dan Bank

Pembangunan Asia (ADB).

5.3 Impact Analysis

Page 38: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

38

Tabel1

1 Lo

gica

l Fram

ewo

kIn

tervensiP

erb

ankan

Syariah

GO

AL: M

en

ingkatkan

aset p

erb

anka

n syariah

me

njad

i Rp

20

00

triliun

pa

da

tahu

n 2

02

4

AC

TIVITIES:

EXP

ECTED

OU

TPU

TS:

OU

TPU

T

IND

ICA

TOR

S:

EXP

ECTED

OU

TCO

MES:

OU

TCO

ME

IND

ICA

TOR

S:

EXP

ECTED

IMP

AC

T:

IMP

AC

T

IND

ICA

TOR

S:

Wh

at a

re we a

ctua

lly

do

ing

?

Wh

at a

re the im

med

iate resu

lts of o

ur

actio

n?

Wh

at sh

ou

ld b

e imp

lemen

ted?

Wh

ere it sho

uld

brin

g u

s at th

e

very en

d?

Ob

jective 1: M

end

irikan

Ba

nk B

UM

N Sya

riah

Ko

nversi salah

satu B

ank

BU

MN

Ban

k syariah skala

besar

Ban

k Syariah B

UK

U

III bertam

bah

(2),

atau B

ank syariah

pertam

a BU

KU

IV

Ban

k Syariah

mam

pu

men

angan

i

pem

biayaan

skala

besar

Po

rtfolio

pem

biayaan

korp

orasi

>4

0%

Perb

ankan

syariah

men

ciptakan

lapan

gan kerja

baru

Men

du

kun

g

pen

ciptaan

valu

e ad

ded

sektor in

du

stri

halal

5,4

juta

lapan

gan kerja

tercipta sam

pai

20

24

tahu

n

Rp

1,2

triliun

valu

e ad

ded

dari sekto

r

halal

bertam

bah

Merger B

US &

UU

S anak

usah

a Ban

k BU

MN

Ban

k Syariah skala

besar

Ban

k Syariah B

UK

U

III den

gan jarin

gan

luas

Ban

k Syariah

mam

pu

men

jangkau

segmen

nasab

ah

yang leb

ih lu

as

Pem

biayaan

men

ingkat d

i

semu

a lini

bisn

is

Page 39: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Dalam rangka mencapai sasaran sebagaimana hasil

simulasi dalam bagian 5.1, perlu diidentifikasi

sumber-sumber pertumbuhan bisnis bagi perbankan

syariah. Hasil sementara dari indepth interviews,

sumber pertumbuhan tersebut akan diperoleh dari

beberapa alternatif yang disajikan dalam Tabel

berikut:

39

No. Sumber Pertumbuhan Penambahan Aset Feasibility (Y/N)

1 Konversi Bank BNI 750 T Y/N

2 Konversi Bank BTN 300 T Y/N

3 Konversi aset bank konvensional di Aceh (3 th) 25-30 T Y

Tabel 12. Simulasi awal sumber penambahan aset perbankan syariah

Sumber: Diolah.

Page 40: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

40

Berdasarkan penjelasan beberapa kondisi eksisting

dan aspirasi terhadap pengembangan perbankan

syariah yang luar biasa, maka diperlukan strategi

utama yang akan menjadi pendorong pengembangan

skala bisnis dan jangkauan perbankan syariah

nasional.Berikut beberapa alternatif metode

pendirian Bank BUMN Syariah, beserta analisis pro-

con untuk masing-masing alternatif.

6.1 Alternatif Pilihan Metode Pengembangan: Pro-con Analysis

No Alternatif Metode Pro Con

1 Menjadikan BUS terbesar

sebagai kandidat Bank BUMN

Syariah

Kandidat utama: Bank Syariah

Mandiri

− Kandidat bank sudah

membangun kapasitas

dengan menjadi satu-satunya

BUS BUKU III

− Kapasitas internal (SDM, TI,

jaringan) sudah memadai

− Portofolio pembiayaan

bervariasi

− Resistensi induk karena

kehilangan salah satu

penyumbang laba konsolidasi

yang besar

− Kandidat bank akan melewati

lompatan besar (leap) dan ini

berisiko lamanya proses

transformasi, termasuk risiko

gagal

2 Konversi bank BUMN yang ada

Kandidat bank: Bank BTN, BNI

Biaya: Jasa konsultasi, legal,

dll. Rp10-20 miliar

− Pengambilan keputusan satu

tahap (Kementrian BUMN)

− Hanya melibatkan satu bank

sehingga proses konversi

cukup singkat (12-18 bulan)

− Bank sudah memiliki aset

yang besar (300-750 T)

sehingga dampaknya

signifikan

− Satu bank Syariah yang besar

di Indonesia menjadi image

yang baik pada dunia

keuangan internasional

− Potensi resistensi nasabah

dengan jumlah akun yang

sangat banyak

− Potensi resistensi

manajemen bank

− Kehilangan fokus saat pasar

sedang baik karena waktu

tersita untuk proses konversi

aset/ liabilitas

− Persetujuan pemilik saham

publik, bank yang sudah Tbk

butuh waktu

− Konsolidasi grup bisnis dan

anak usaha butuh waktu

3 Menyatukan 3 bank syariah

dan 1 unit usaha syariah

(merger)

Kandidat bank: BSM, BRIS,

BNIS, UUS BTN

Biaya: Jasa konsultasi, legal,

dll. Rp10-15 miliar

Merger

− Efisiensi arah kebijakan

strategis perbankan Syariah di

masa mendatang

− Solusi meningkatkan

permodalan sehingga dapat

mengakses transaksi dan

pembiayaan yang lebih besar

− Proses inklusi perbankan

Syariah dapat lebih terfokus

Merger

− Menimbulkan delay bisnis

karena proses adaptasi nilai,

budaya, struktural, dan

sistem

− Tidak memberikan nilai

tambah bagi perbankan

Syariah (Tetap BUKU III)

− Bank Induk tidak ingin

melepas anak usahanya

Tabel 11. Beberapa opsi metode pendirian Bank BUMN Syariah

Page 41: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

41

No Alternatif Metode Pro Con

Holding

− Merupakan jalan tengah

bagi regulator, bank induk,

dan bank BUMN Syariah

− Kebijakan strategis tetap

bisa dikontrol secara

terpusat dan tidak

mengganggu stabilitas

perbankan Syariah seperti

halnya merger

Holding

− Menunggu proses holding

bank BUMN yang belum

terealisasi

− Tidak menyelesaikan

permasalahan

permodalan perbankan

syariah

4 Mendirikan bank syariah

baru

Biaya:

Setoran modal: Rp1 triliun

Bangunan, SDM, IT, dll: +/-

Rp200-500 miliar

− Fresh start, format yang

dinginkan bisa diterapkan

dalam entitas baru

− Perizinan mendukung (ada

kemudahan)

− Biaya yang relatif tinggi

− Bank akan mulai dengan

skala kecil dengan brand

belum dikenal

− Rekrutmen perlu waktu

− Tidak menyelesaikan

permasalahan

permodalan

5 Membeli bank swasta

syariah yang sudah ada

Kandidat bank: Bank

Muamalat

Biaya: Akuisisi Rp3-4 triliun;

jasa konsultan legal &

keuangan/due diligence

Rp30-50 miliar

− Bank yang tersedia

dijual tersedia i.e. BMI

− Brand telah dikenal dan

bank telah beroperasi

(SDM, TI, dsb tidak

perlu setting dari awal)

− Tidak memerlukan

proses koversi aset-

liabilitas

− Persoalan legacy bank

yang diakuisi: reputasi

& pembiayaan

bermasalah

− Aset lebih kecil

dibandingkan growth

target (< Rp.100 triliun)

− Perlu injeksi modal

(untuk penyehatan &

pertumbuhan aset)

− Tidak memberikan nilai

tambah pada industri

perbankan syariah

6 Mengkonversi bank swasta

konvensional menjadi

syariah

Kandidat bank: Bank

Permata, Bank BPD

(gabungan), dll.

Biaya: Akuisisi (tergantung

size bank); Jasa konsultasi,

legal, dll. Rp8-10 miliar

− Bisa membeli bank

dengan skala yang

diinginkan, atau skala

kecil untuk kemudian di

recapitalised

− Customer base bisa

disesuaikan dengan

bank target

− Biaya akuisisi besar

− Proses konversi

operasional/ legal

cukup lama diatas 18

bulan

− Potensi resistensi

nasabah dan karyawan

untuk konversi

Page 42: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

42

Berdasarkan analisis pro-con diatas, serta hasil

indepth interview dan beberapa FGD dengan bank-

bank terkait, dapat disimpulkan bahwa rencana

pengembangan perbankan syariah secara agresif

dapat dilakukan dengan strategi utama berupa

mendirikan atau membentuk bank syariah skala besar

kemudian dilengkapi dengan berbagai kegiatan

afirmasi atau intervensi dalam kerangka preferential

treatment.

Pembentukan bank syariah skala besar yang idealnya

dimiliki langsung oleh negara sebagai Bank BUMN

merupakan strategi utama. Dengan menjadi bank

BUMN, bank syariah yang dibentuk akan mampu

menjalankan dan menerima manfaat yang optimal

dari berbagai intervensi yang akan dilakukan. Oleh

karena itu, skenario pertumbuhan yang optimis

berupa aset perbankan syariah mendekati Rp3.000

triliun akan terwujud pada 2024, sekiranya bank

syariah BUMN skala besar bisa dibentuk dalam 2-3

tahun ke depan.

Sebagai perbandingan dengan kondisi sekarang,

apabila BSM, BNIS, BRIS dan UUS BTN digabung,

maka bank hasil gabungan ini akan memiliki aset

lebih dari Rp200 triliun dengan distribusi kontribusi

masing-masing bank sebagai berikut.

Gambar 12. Skenario Aset BUS anak usaha Bank BUMN setelah merger

BTN Syariah13%

BRI Syariah19%

BNI Syariah20%

Bank Syariah Mandiri

48%

BTN Syariah BRI Syariah BNI Syariah Bank Syariah Mandiri

Page 43: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

Kajian Studi Kelayakan Pembentukan Bank BUMN

Syariah merupakan langkah awal untuk

meningkatkan aset serta peran signifikan perbankan

syariah di Indonesia sesuai dengan potensinya yang

sangat besar. Beberapa alternatif telah dikaji dan

didiskusikan dengan stakeholders utama sehingga

dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Merger BUS anak usaha BUMN adalah alternatif

yang banyak didiskusikan dalam berbagai

pertemuan (FGD) yang dilakukan KNKS. Namun,

hal ini bukanlah pilihan utama yang disepakati

oleh para stakeholders. Alternatif metode ini

diharapkan akan menjadi strategi jangka

menengah setelah anchor Bank Syariah BUMN

yang cukup besar tersedia.

b. Alternatif yang akan berdampak signifikan,

namun sulit direalisasikan dalam jangka waktu

lima tahun kedepan adalah konversi salah satu

Bank BUMN menjadi BUS. Bank BTN adalah bank

yang saat ini paling memungkinkan dan relatif

lebih mudah untuk dikonversi – dari segi ukuran,

jenis aset (mayoritas kredit properti) dan ‘sudah

ada ekspektasi’ publik. Namun, Bank BNI juga

patut dipertimbangkan mengingat Bank BNI

tidak memiliki mandat khusus dari pemerintah

sebagaimana BRI yang mempunyai mandat

kredit program dan mikro, Bank Mandiri fokus

pada korporasi/komersial, serta BTN fokus pada

perumahan.

43

Page 44: Tentang Komite Nasional Keuangan Syariah Konversi Merger... · permodalan ini juga berimbas pada keterbatasan ruang gerak, skala bisnis, serta segmen usaha yang dapat dilayani oleh

44

c. Alternatif yang cukup agresif dan relatif mudah

untuk direalisasikan adalah mengembangkan

salah satu BUS milik bank BUMN sebagai bank

syariah skala besar. Selain itu, bank ini juga patut

dipertimbangkan untuk menjadi Bank BUMN

penuh (bank BUMN ke-5). Salah satu kandidat

kuat adalah BUS terbesar saat ini Bank Syariah

Mandiri (BSM). BSM secara infrastruktur sudah

siap untuk dikembangkan menjadi anchor bank

untuk perbankan syariah.

d. Selain mendirikan bank syariah BUMN skala

besar (BUKU IV), sumber pertumbuhan dari

sektor industri halal dan sektor institusi

pendidikan Islam perlu dioptimalkan melalui

intervensi kebijakan yang terarah dan strategis.

Dengan hasil tersebut, maka pilihan yang

direkomendasikan untuk memperkuat industri

perbankan syariah adalah menjadikan BUS yang ada

sebagai bank syariah BUMN skala besar (BUKU IV)

dan diimbangi dengan beberapa kebijakan intervensi

berupa preferential treatment untuk perbankan

syariah.

Adapun langkah-langkah yang diusulkan untuk

dipersiapkan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pembahasan lanjutan dengan

pemegang saham bank terkait sesuai

rekomendasi kajian ini, seperti Bank BUMN

pemilik, Kementerian BUMN serta Direksi bank

terkait. Jika diperlukan, kajian khusus

transformasi bank dapat dilakukan untuk

mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil

dalam mewujudkan Bank Syariah BUMN dalam

jangka waktu lima tahun ke depan. Pilihan

mengenai model bisnis bank syariah skala besar

ini juga perlu dilakukan, serta kajian lebih detil

mengenai impact analysis untuk memperkuat

argumentasi kepada pemegang saham

pengendali dan pemegang saham publik.

2. Perlu dipersiapkan Policy Memo atau Policy

Recommendation kepada Kementerian

Keuangan, Kementerian Agama, serta

Kementerian dan Lembaga lainnya terkait

dengan intervensi yang dibutuhkan bagi

pengembangan perbankan syariah. Pendekatan

langsung dengan Perguruan Tinggi Agama Islam

Negeri juga perlu dipertimbangkan, terutama

melalui asosiasi perbankan syariah yang ada.

3. Komite Nasional Keuangan Syariah merupakan

‘lead arranger’ dalam mewujudkan rencana

pendirian Bank Syariah BUMN, untuk itu seluruh

proses yang akan dilakukan harus

dikoordinasikan dengan baik pada level tertinggi

dari KNKS, sehingga proses transformasi yang

akan diberlakukan untuk satu bank BUMN besar

dapat berjalan dengan baik.