TB PARU KASUS LALAI

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, penderita TB di Indonesia mencapai sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TB membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit TB ini. (1) Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke- 3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab 1

description

TB PARU KASUS LALAI

Transcript of TB PARU KASUS LALAI

Page 1: TB PARU KASUS LALAI

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB

baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB

dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.

Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, penderita TB di Indonesia

mencapai sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TB membunuh kira-

kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit

TB ini.(1)

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah

pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina

dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian

101.000 orang. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat secara drastis pada

dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini

biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat

sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi

penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi,

angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.(1)

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

penanggulangan TB sejak tahun 1995. Penanggulangan tuberculosis dengan

strategi DOTS bertujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,

memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB yang mana

salah satu faktor risiko terjadinya MDR TB adalah terapi TB yang terputus.

Perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi

keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan TB. Dalam perkembangannya saat

ini sekitar 40% dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia telah

melaksanakan strategi DOTS. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh

tim TB External Monitoring Mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang

1

Page 2: TB PARU KASUS LALAI

dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun

angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka keberhasilan

pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan angka default yang

mencapai 50% sampai 80%.(2,3)

Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%,

tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan. Karena

itu penanggulangan TB tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun

juga mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu

mendapat perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa,

secara dini dan melakukan pengobatan yang adekuat terhadap penderita TB.

2

Page 3: TB PARU KASUS LALAI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB biasanya mempengaruhi

paru-paru tetapi juga dapat mempengaruhi organ lain dari tubuh. Biasanya diobati

dengan regimen obat yang diambil selama enam bulan sampai dua tahun,

tergantung pada jenis infeksi.(4)

Bila seseorang menghirup droplet yang mengandung M.tuberculosis dari

orang yang terinfeksi, M.Tuberculosis aka masuk ke dalam tubuh bereaksi

dengan imunitas tubuh. Sebagian besar bakteri m.tuberculosis terjebak di jalur

nafas atas dan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia, hanya sedikit bakteri tb

sampai ke alveoli sehingga tidak ada aktivitas khusus oleh makrofag. Bila bakteri

sekresi C2a dari dindingnya + opsonisasi C3b dari bakteri untuk merusak

makrofag, barulah makrofag aktif.(4)

Pada fase inisial (asimptomatik), basil MTB multiplikasi dan dengan cepat

membunuh makrofag yang memberi signal kemotaksis sehingga monosit non

aktif datang dari darah ke tempat tersebut untuk memfagosit basil yang dihasilkan

dari makrofag yang lisis. Setelah 2-4 minggu, tubuh memberi respon terhadap

perkembangan MTB dengan terjadinya: 1. Kerusakan jaringan akibat dari

hipersensitivitas lambat. 2. Aktivasi makrofag untuk membunuh dan mencerna

MTB yang akibatnya terbentuk pengkijuan sebagai lesi primer.(4)

2.2. Patogenesis Tuberkulosis Paru

Tuberculosis Primer

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel

infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Bila partikel

infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau

jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5

3

Page 4: TB PARU KASUS LALAI

mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.(5)

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Dari sini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang

bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil

dan disebut sarang primer atau afek primer (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat

terjadi di setiap bagian jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain di luar paru.(5)

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju

hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local+ limfadenitis regional

membentuk kompleks primer. Semua proses ini selanjutnya dapat menjadi : (5)

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic,

kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant

Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen,

limfogen, dan hematogen.

Tuberculosis Pasca Primer

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-

tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa

(tuberculosis post primer/ TB sekunder). Tuberculosis sekunder terjadi karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,

gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang

berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).

Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.(1,5)

Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-

10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari

sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang

dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.(1,5)

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda

4

Page 5: TB PARU KASUS LALAI

menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas

pasien, sarang ini dapat menjadi : (1,5)

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan

fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju

dibatukkan keluar akan terjadi kavitas.

Di sini lesi sangat kecil, tetapi bakteri sangat banyak, kavitas dapat meluas

kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke

dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat

memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, menjadi cair dan

kavitas lagi. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.(1,5)

2.3. Penemuan Pasien TB

A. Gejala Klinis

Keluhan yang dapat dirasakan penderita antara lain:(6,7)

1. Demam. Demam biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi

kadang-kadang panas badan mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama

dapat sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali.

2. Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk

ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk

dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut

adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

3. Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis.

5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu

makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam,

dan lain-lain.

5

Page 6: TB PARU KASUS LALAI

B. Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik(6)

Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan

terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik.

Penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada

pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.

a. Inspeksi: Inspeksi keadaan umum pasien, mungkin ditemukan konjungtiva

mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus atau berat badan

menurun.

b. Palpasi : Sulit menilai dari palpasi dinding dada

c. Perkusi : Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian

apeks (puncak paru). Bila dicurigai ada infiltrate yang cukup luas, maka

didapatkan perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai pleura,

tejadi efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda.

d. Auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat yang luas didapatkan

auskultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan berupa

ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan

pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB Paru

menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar sama sekali pada

auskultasi toraks.

Pemeriksaan Penunjang(6)

a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Untuk pemeriksaan TB paru, semua pasien susupek TB diperiksa 3

spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB

paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak

mikroskopis juga digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan dan

menentukan potensi penularan.

Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

6

Page 7: TB PARU KASUS LALAI

Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua , segera setalah

bangun tidur.

Sewaktu : dahak dikumpulkandi UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan (kultur TB)

Berfungsi untuk mengidentifikasi M.tuberkulosis ( gold standard), dan

untuk mengetahui apakah kuman BTA pada pasien tersebut masih peka/sensitive

terhadap OAT yang digunakan atau sudah persisten. Indikasi kultur TB dan uji

resistensi OAT :

Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis

Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak

Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda

c. Pemeriksaan Radiologis

Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di apeks paru (segmen apikal lobus atau

segmen apikal lobus bawah), tetpai dapat juga, mengenai lobus bawah (bagian

inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis

endobronkial).

Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan

dan dengan batas-batas yang tida tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka

bayangan terlihat berupa bulatan batas yang tegas. Lesi ini disebut tuberkuloma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

terlihat bayang yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai

bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

Indikasi pemeriksaan foto thoraks adalah :

Hanya ada 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus

ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA

positif

Ketiga specimen dahak negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan

setelah pemberiaan antibiotic non OAT.

7

Page 8: TB PARU KASUS LALAI

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti : penumothoraks, pleuritis

eksudativa, efusi perikarditis, atau efusi pleura) dan hemoptisis berat,

untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma.

2.5. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan “defenisi

kasus yang meliputi 4 hal :(6)

8

Page 9: TB PARU KASUS LALAI

1. lokasi : organ tubuh yang sakit, TB Paru atau TB ekstraparu

2. bakteriologi : TB BTA positif atau TB BTA negatif

3. tingkat keparahan penyakit : TB ringan atau TB berat

4. riwayat pengobatan TB sebelumnya : TB baru atau TB sudah pernah diobati

Ada beberapa tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :(5)

a. kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)

b. kasus kambuh (relaps) : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan

pengobatan lengkap/dinyatakan sembuh, didiagnosis kembali dengan BTA positif.

c. kasus putus berobat (default) : pasien yang telah berobat dan putus berobat 2

bulan atau lebih dengan BTA positif

d. kasus gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.

e. pindahan (transfer in) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. lain-lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.6. Penatalaksanaan TB Secara Umum(6)

Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan

obat utama dan tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)(6)

Pengobatan TB DepKes RI 2007

Tujuan pengobatan TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

9

Page 10: TB PARU KASUS LALAI

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis OAT Sifat

Dosis yang direkomendasikan

(mg/kgBB)

Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid5

(4-6)

10

(8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid10

(8-12)

10

(8-12)

Pyrazinamide (Z) Bakterisid25

(20-30)

35

(30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid15

(12-18)

15

(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik15

(15-20)

30

(20-35)

Prinsip Pengobatan(6)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)(6)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam

2 bulan.

10

Page 11: TB PARU KASUS LALAI

Tahap Lanjutan(6)

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia(6)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

o Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara

ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini

disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang

mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien

dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas

obat dan mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

11

Page 12: TB PARU KASUS LALAI

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi

sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya(6,7,8)

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat BadanTahap Intensif tiap hari

selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap lanjutan 3 kali

seminggu selama 16

minggu

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap

Pengobata

n

Lama

Pengobata

n

Dosis per hari/kali Jumlah

hari/kal

i

menela

n obat

Tablet

Isoniazi

d @300

mgr

Kaplet

Rifampisi

n @450

mgr

Tablet

Pirazinami

d @500

mgr

Tablet

Etambut

ol @250

mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

12

Page 13: TB PARU KASUS LALAI

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)(6)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat badan

Tahap Intensif tiap hari RHZE

(150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan 3

kali seminggu

Berat RH

(150/150) +

E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4KDT + 500

mg Streptomisin

inj.

2 tab 4KDT2 tab 2KDT + 2

tab Etambutol

38-54 kg

3 tab 4KDT + 750

mg Streptomisin

inj.

3 tab 4KDT3 tab 2KDT + 3

tab Etambutol

55-70 kg

4 tab 4KDT + 1000

mg Streptomisin

inj.

4 tab 4KDT4 tab 2KDT + 4

tab Etambutol

≥71 kg

5 tab 4KDT +

1000mg

Streptomisin inj.

5 tab 4KDT5 tab 2KDT + 5

tab Etambutol

13

Page 14: TB PARU KASUS LALAI

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap

Pengobata

n

Lama

Pengobata

n

Tablet

Isoniasi

d @

300

mgr

Kaplet

Rifampis

in @ 450

mgr

Tablet

Pirazinam

id @ 500

mgr

Etambutol

Streptomis

in injeksi

Jumlah

hari/kal

i

menela

n obat

Tabl

et @

250

mgr

Tabl

et @

400

mgr

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

-

56

28

Tahap

Lanjutan

(dosis 3x

semggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Catatan:

• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin

adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. OAT Sisipan (HRZE)(7)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori

1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

14

Page 15: TB PARU KASUS LALAI

Dosis KDT untuk Sisipan

Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap

Pengobata

n

Lamanya

Pengobata

n

Tablet

Isoniasi

d @

300

mgr

Kaplet

Ripamfisi

n @ 450

mgr

Tablet

Pirazinami

d @ 500

mgr

Tablet

Etambut

ol @ 250

mgr

Jumlah

hari/kal

i

menela

n obat

Tahap

intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru

tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada

OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko

resistensi pada OAT lapis kedua.

Terapi Pembedahan(6)

Indikasi operasi

1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

15

Page 16: TB PARU KASUS LALAI

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi

secara konservatif

2. Indikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Satu kaviti yang menetap

Tindakan Invasif (Selain pembedahan)

Bronkoskopi

Punksi pleura

Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

2.7. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB(6)

Pemantauan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan

pengobatan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara

mikoskopis lebih baik dibandingkan dengan dengan pemeriksan radiologis dalam

pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan

dilakukan pemeriksaan spesimen sebayak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil

pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah

satu spesimen atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tesebut

dinyatakan positif.

Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopik :

1. Pasien baru BTA positif, dengan pengobatan kategori 1(Pada minggu

terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).

2. Pasien baru BTA negatif dan foto thoraks mendukung TB, dengan

pengobatan kategori 1(Pada minggu terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).

3. Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori 2 (Pada minggu terakhir

bulan ke 3, ke 7 dan ke 8).

Hasil pengobatan pasien TB BTA positif :(6)

Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

16

Page 17: TB PARU KASUS LALAI

pemeriksaan ulang dahak (folow up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP)

dan minimal satu pemeriksaan follow-up sebelmnya negatif.

Pengobatan lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal

Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab

apapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit pengobatan lain (dengan

register kartu TB 03) dan hasil pengobatannya tidak di ketahui.

Default (Putus Berobat/lalai)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum

masa pengobatan selesai dengan BTA positif

Gagal

Pasien yang hasil pemerisaan dahaknya tetap positif pada bulan ke lima

atau lebih selama pengobatan

2.8. Komplikasi TB Paru(6,7,9)

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini :

Pleuritis

Efusi pleura

Empiema

Laryngitis

TB usus

Komplikasi lanjut :

Obstruksi jalan napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis)

Kerusakan parenkim berat

Fibrosis paru

17

Page 18: TB PARU KASUS LALAI

Kor pulmonal

Amiloidosis

Karsinoma paru

Sindrom gagal napas dewasa

2.9. Multi Drug Resistant TB (MDR-TB)(6,7)

MDR TB adalah bentuk TB yang resistan terhadap obat di mana bakteri

TB tidak lagi dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibiotik terbaik,

isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF), biasanya digunakan untuk menyembuhkan

TB. Akibatnya, bentuk ini penyakit ini lebih sulit untuk mengobati daripada TB

biasa dan membutuhkan sampai dua tahun multidrug pengobatan.

Faktor risiko:

Terapi TB yang tidak sukses

Terapi TB yang terputus

Regimen OAT sebagai terapi TB tidak tepat

Durasi terapi TB tidak tepat

Prevalensi TB yang tinggi

HIV + tidak sebagai faktor tunggal

Tanda-tanda MDR-TB

Suspek MDR-TB bila pewarnaan/kultur positif saat akhir fase inisial

(2bulan) atau fase lanjutan (bulan ke-5)

Gejala klinis tidak membaik walaupun kepatuhan pasien baik.

2.10. Penatalaksanaan MDR-TB(6)

Salah satu masalah utama pengobatan TB adalah munculnya strain

M.tuberculosis yang bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi

ganda dapat berkembang dengan salah satu dari dua cara yaitu resistensi obat

primer dan resistensi obat sekunder. Resistensi obat primer berkembang pada

orang yang belum menerima pengobatan TB sebelumnya, yaitu mereka yang

terinfeksi strain resistan, sedangkan resistensi sekunder atau yang diperoleh

merujuk ke resistensi yang berkembang selama periode pengobatan.

18

Page 19: TB PARU KASUS LALAI

Untuk terapi MDR, obat anti-TB dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman

pengobatan, dan kelas obat. Semua obat lini pertama anti-TB masuk pada grup 1,

kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi pada grup 2.

Semua obat pada grup 2-5 (kecuali streptomisin) adalah lini kedua atau obat

cadangan. Resistensi silang maksudnya adalah terjadinya mutasi resisten (pada

M.tuberculosis) kepada satu obat anti-TB yang dapat terjadi resistensi terhadap

beberapa atau semua jenis obat yang berada pada famili yang sama.

Kelompok obat-obatan dalam pengobatan MDR-TB

Kelompok Obat (singkatan)

Kelompok 1: agen oral lini pertama Pyrazinamide (Z)

Ethambutol (E)

Rifabutin (Rfb)

Kelompok 2: agen injeksi Kanamycin (Km)

Amikacin (Am)

Capreomycin (Cm)

Streptomycin (S)

Kelompok 3: flouroquinolones Levofloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Ofloxacin (Ofx)

Kelompok 4: agen lini kedua

bakteriostatik oral

Para-aminosalicylic acid (PAS)

Cycloserine (Cs)

Terizidone (Trd)

Ethionamide(Eto)

Protionamide (Pto)

Kelompok 5: agen yang

mekanismenya belum pasti dalam

pengobatan MDR-TB

Clofazimine (Cfz)

Linezolid (Lzd)

Amoxicillin/clavilunate

(Amx/Clv)

Thioacetazone (Thz)

Imipenem/cilastatin (Ipm/Cln)

Isoniazid dosis tinggi (high-dose

H)

19

Page 20: TB PARU KASUS LALAI

Clarithromycin (Clr)

Monitoring Pasien MDR-TB

Perlu dilakukan monitoring ketat pada pasien MDR-TB. Untuk mengetahui

respon terapi, lakukan smear sputum dan kultur setiap bulan sampai hasilnya

mengalami konversi. Konversi maksudnya adalah dua kali berturut-turut hasilnya

negatif pada smear dan kultur dalam waktu yang terpisah dalam 30 hari.

Monitoring terhadap perubahan berat badan tiap bulannya.(6,7)

Durasi Pengobatan MDR TB

Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan sebagai lamanya

pengobatan dengan menggunakan agen injeksi. Agen injeksi harus dilanjutkan

selama 6 bulan , dan sekurangnya 4 bulan setelah pasien pertama kali pemeriksaan

kultur dan smear negatif. Melihat kembali hasil kultur, smear, x-ray, dan status

klinis dapat membantu dalam memutuskan apakah terapi dilanjutkan atau tidak.(6)

20

Page 21: TB PARU KASUS LALAI

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. R Y

Umur : 61 tahun

No. CM : 1-06-76-26

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sawang

Suku : Aceh

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal Masuk : 16 Oktober 2015

Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Batuk berdahak

Keluhan tambahan : Sesak nafas, demam pada malam hari,

lemas dan nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli paru RSUDZA

dengan keluhan batuk berdahak dan sesak

nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan demam pada malam hari,

lemas dan nafsu makan menurun. Pasien

pernah mengkonsumsi OAT 6 bulan pada

tahun 2014 namun hanya mengkonsumsinya

21

Page 22: TB PARU KASUS LALAI

selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien

berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa

keluhannya tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu : TB Paru dan Diabetes Mellitus

Riwayat Penggunaan Obat : OAT 6 bulan yang dikonsumsi selama 5

bulan secara tidak teratur.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami

keluhan yang sama dan tidak ada yang

mempunyai riwayat TB paru.

Riwayat Kebiasaan Sosial : Riwayat merokok (+)

3.3 Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Frekuensi nadi : 68 kali/ menit, regular, lemah, isi cukup

Frekuensi nafas : 20 kali/ menit, regular.

BB : 46 kg

3.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala : rambut hitam, sukar dicabut

Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya

langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor

Φ 3 mm/3 mm

Telinga : kesan normotia

Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil

hiperemis (-/-), T1 – T1.

Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),

benjolan dileher (-)

22

Page 23: TB PARU KASUS LALAI

Thoraks anterior

Pemeriksaa

n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, dinding pernafasan abdominotorakal,

retraksi interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengah

Bawah

Fremitus taktil/ vocal:

normal

Fremitus taktil/ vocal:

normal

Fremitus taktil/vocal: normal

Fremitus taktil/ vocal: normal

Fremitus taktil/ vocal : normal

Fremitus taktil/ vocal : normal

Perkusi

Atas

Tengah

Bawah

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler, rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

23

Page 24: TB PARU KASUS LALAI

Thoraks posterior

Pemeriksaan

Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengan

Bawah

Fremitus taktil/ vocal: normal

Fremitus taktil/ vocal : normal

Fremitus taktil/ vocal : normal

Fremitus taktil/vocal: Normal

Fremitus taktil/vocal: Normal

Fremitus taktil/vocal: Normal

Perkusi

Atas

Tengah

Bawah

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas-batas jantung

Atas : Sela iga III linea midclavicula sinistra

Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior

24

Page 25: TB PARU KASUS LALAI

Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan

Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : peristaltik (n)

Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium Darah 18 Oktober dan 19 Oktober 2015

Jenis Pemeriksaan

18/10/15 19/10/2015 Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,9* 10,3* 14,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 32* 31* 45-55 %

Eritrosit 4,0* 3,8* 4,7-6,1x106

Leukosit 12,7* 12,8* 4,5-10,5x103

Trombosit 478 566* 150-450x103

Diftel 3/0/0/74/17/6 4/0/0/70/20/6

MCV 79* 81 80-100 fl

MCH 27 27 27-31 pg

MCHC 34 33 32-36%

Na 132* 135-145 mmol/L

K 4,5 3,5-4,5 mmol/L

Cl 91 90-110 mmol/L

25

Page 26: TB PARU KASUS LALAI

LED 102*

Laki-laki: <10 mm/jam

Perempuan: <20 mm/jam

Bilirubin total 0,2-1,0 mg/dl

Bilirubin direct 0,29 0,05-0,30 mg/dl

Bilirubin indirect 0,2-0,9 mg/dl

SGOT 94* 0-35 U/ml

SGPT 89* 0-45 U/ml

Ureum 19 13-43 mg/dL

Kreatinin 0,52* 0,67-1,17 mg/dL

b) Sputum SPS 21 Oktober 2015

Hasil Pemeriksaan BTA sputum

Sewaktu Positif (3+)

Pagi Positif (3+)

Sewaktu Positif (3+)

c) Sputum Mo, 21 Oktober 2015

Tidak ada bakteri patogen terisolasi

d) Foto Thorax, 23 Januari 2015 dan 19 Oktober 2015

26

Page 27: TB PARU KASUS LALAI

Ekspertise 19 Oktober 2015Foto thorax AP

Cor : Besar dan bentuk normal

Pulmo : Tampak fibroinfiltrat di suprahiler kanan dan paru kiri.

Sinus costophrenicocostalis kanan tajam dan kiri tumpul.

Hemidiafragma kiri tampak tenting

Kesimpulan : TB paru

Efusi pleura kiri minimal

3.6 Diagnosa Banding

TB Paru Kasus Lalai

TB Paru Gagal Pengobatan

TB Paru MDR

3.7 Diagnosa

TB Paru Kasus Lalai + DM tipe II

3.8 Tatalaksana

IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/i

Inj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IV

Inj. Streptomisin 0,75 / hari IM

Inj. Novorapid 8-8-8 IU SC

Inj. Levemir 0-0-0-12 IU SC

Nebul Ventoline / 8 jam

Rimstar 1 x 3 tab

Curcuma 3 x 1 tab

Inadryl Syrup 3 x C 1

3.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad fungsionam : dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

27

Page 28: TB PARU KASUS LALAI

3.10 Follow Up harian

Tanggal/Hari

RawatanCatatan Instruksi

23/10/2015 S/ Batuk berdahak (+), Lemas (+)

O/ TD: 90/60 mmHg

HR: 68x/i

RR: 20 x/i

T : 36,7°C

PF/

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks:I: Simetris, retraksi intercostal (-)P: SF kanan = SF kiri P : Sonor/SonorA: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: I : simetrisP: soepel, H/L/R tidakteraba, P: timpani (+)

Th/

IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/iInj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IVInj. Streptomisin 0,75 / hari IMInj. Novorapid 8-8-8 IU SCInj. Levemir 0-0-0-12 IU SCNebul Ventoline / 8 jamRimstar 1 x 3 tabCurcuma 3 x 1 tabInadryl Syrup 3 x C 1

P/ Cek GeneExpert

28

Page 29: TB PARU KASUS LALAI

A: peristaltik usus (+)

Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-)

Ass/ TB Paru Kasus Lalai

Tanggal/Hari

Rawatan

Catatan Instruksi

24/10/2015 S/ Batuk berdahak (+), Lemas (+)

O/ TD: 100/70 mmHg

HR: 80x/i

RR: 20 x/i

T : 36,2°C

PF/

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks:

I: Simetris, retraksi intercostal (-)

P: SF kanan = SF kiri

P : Sonor/Sonor

A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen:

I : simetris

P: soepel, H/L/R tidak teraba,

P: timpani (+)

Th/

IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/iInj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IVInj. Streptomisin 0,75 / hari IMInj. Novorapid 8-8-8 IU SCInj. Levemir 0-0-0-12 IU SCNebul Ventoline / 8 jamRimstar 1 x 3 tabCurcuma 3 x 1 tabInadryl Syrup 3 x C 1

P/ Cek GeneExpert

29

Page 30: TB PARU KASUS LALAI

A: peristaltik usus (+)

Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-)

Ass/ TB Paru Kasus Lalai

BAB IV

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien

laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak dan sesak nafas

yang sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, disertai demam pada malam hari

dan nafsu makan menurun. Sesuai teori bahwa gejala klinis dari seorang penderita

penyakit tuberkulosis yaitu batuk lebih dari 2 minggu , batuk darah, sesak nafas

dan nyeri dada, gejala respiratori ini sangat bervariasi. Disertai pula dengan gejala

sistemik seperti demam, malaise, keringat malam, anoreksia, serta berat badan

yang menurun.

Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi terdengar suara vesikuler pada

seluruh lapangan paru tanpa disertai suara rhonki maupun wheezing. Pada

pemeriksaan fisik penderita tuberkulosis dapat ditemukan antara lain suara nafas

melemah, rhonki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Dari pemeriksaan foto thoraks pasien menunjukkan TB paru dan efusi

pleura kiri minimal. Foto thoraks merupakan pemeriksaan standar pada TB.

Gambaran foto thoraks pada kasus TB dapat memberikan gambaran bermacam-

macam bentuk seperti bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan

posterior lobus atas, kavitas yang dikelilingi oleh bayangan opak berawan, dan

bayangan bercak milier.

Pasien didiagnosa menderita TB pada tahun 2014 karena keluhan batuk

yang dialaminya dan berat badan pasien yang turun tanpa sebab, pasien mendapat

terapi selama 6 bulan namun pasien hanya mengkonsumsinya selama 5 bulan

secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa

keluhannya tidak berkurang. Lalu pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan

30

Page 31: TB PARU KASUS LALAI

keluhan batuk berdahak dan sesak nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu makan menurun. Pasien

lalu dinyatakan menderita TB paru kasus lalai. Pasien mendapatkan terapi Rimstar

1 x 3 tab (rifampicin 150 mg, INH 75 mg, pyrazinamide 400 mg, etambutol 275

mg) dan injeksi streptomisin 0,75 mg IM. Obat-obat tersebut adalah regimen

standar pengobatan TB paru kasus lalai di Indonesia.

Pasien ini mengalami terapi TB yang terputus oleh karena pasien merasa

keluhannya tidak berkurang, sehingga pasien ini memiliki faktor risiko MDR TB.

Sesuai dengan teori, faktor risiko terjadinya MDR TB adalah antara lain terapi TB

yang tidak sukses, terapi TB yang terputus, regimen OAT sebagai terapi TB tidak

tepat, durasi terapi TB tidak tepat, dan prevalensi TB yang tinggi. Sehingga

diperlukan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan. Oleh karena itu

pada setiap pasien harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya

resistensi OAT.

31

Page 32: TB PARU KASUS LALAI

BAB V

KESIMPULAN

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Prevalensi TB kasus lalai terus

meningkat. TB paru kasus lalai merupakan salah satu kategori suspek TB resisten

obat ganda, sehingga diperlukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya

resistensi OAT dan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan.

Terapi yang dianjurkan untuk TB kasus lalai adalah dengan kategori -2

(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Pemberian obat TB yang benar dan terawasi secara

baik merupakan salah satu kunci penting untuk mencegah dan mengatasi masalah

ini. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya dalam menjamin keteraturan

berobat penderita dan mencegah MDR TB.

32

Page 33: TB PARU KASUS LALAI

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Z., A. Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, A.W, dkk

(Editor). Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu penyakit Dalam FK UI,

Jakarta, Indonesia. Hal 988-993.

2. WHO. 2008. Guideline for the programmatic management of drug-

resistant tuberculosis . Emergency Update.

3. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis,

cetakan pertama (Edisi 2), Jakarta

4. WHO. 2010. Treatment of tuberculosis Guidelines. Fourth Edition.

Geneva: World Health Organization Press.

5. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsepklinis

Proses-Proses Penyakit, Buku II, edisi keempat. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC.

6. PDPI. 2015. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta.

7. PDPI. 2007. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta.

8. Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. 10th ed.

Nirmala WK, Yesdelita N, Susanto D, Dany F, editors. Jakarta: EGC.

9. Aditiya TY,dkk. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan. Jakarta: Perpari.

33