Tatalaksana Trauma MuskuloskeletalTatalaksana Trauma ...
Transcript of Tatalaksana Trauma MuskuloskeletalTatalaksana Trauma ...
Tatalaksana Trauma MuskuloskeletalTatalaksana Trauma Muskuloskeletaluntuk Dokter Umum 2020untuk Dokter Umum 2020Tatalaksana Trauma Muskuloskeletaluntuk Dokter Umum 2020
Lecture Notes : Simposium
Penulis :Tamara Audrey Kedarusman, S.KedEditor :Salma Mazkiyah, dr
PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA
Lecture Notes : Simposium
Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter
Umum 2020 Penulis : Tamara Audrey Kadarusman, S.Ked
Editor : Salma Mazkiyah, dr
Daftar Isi
1. Dasar-Dasar Ortopedi dan
Traumatologi 1
2. Tatalaksana Kegawatdaruratan
Fraktur Terbuka di Faskes Primer 16
3. Tatalaksana Kegawatdaruratan
Cedera Tangan di Faskes Primer 30
4. Pembebatan dan Pembidaian
Ekstremitas untuk Dokter Umum 48
5. Casting, Slab, dan Traksi untuk 61
Dokter Umum
6. Tatalaksana Sindrom Kompartemen
di Faskes Primer 73
Halaman
1
Dasar-Dasar Ortopedi dan Traumatologi
A. Pendahuluan
Istilah ortopedi dicetuskan oleh dokter
dari Prancis bernama Nicholas Andry pada
tahun 1741. Istilah itu berasal dua kata yakni
Ortho yang berarti lurus dan Pedics yang
berarti anak tahun. Pada abad ke-18, ortopedi
memang banyak dimanfaatkan untuk me-
ngoreksi kelainan pada anak. Hal ini
disebabkan karena banyaknya trauma yang
terjadi pada anak akibat sangat aktif
beraktivitas (Sjamsuhidajat, 2010). Ortopedi
kemudian menjadi keahlian khusus yang
lengkap dengan cakupan yang beragam, mulai
dari perawatan sederhana, seperti yang
dilakukan oleh ahli tulang tradisional hingga
operasi sendi, tulang belakang, dan tangan
yang sangat canggih.
Perkembangan ortopedi sebagai spe-
sialisasi mulai meroket sejak penemuan
anestesi dan teknik bedah aseptik ditemukan.
Penemuan sinar-X oleh Roentgen dan pe-
ngenalan penggunaan laster of Paris oleh
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
2
Albert Mathysen pada tahun 1852 merevolusi
diagnosis dan manajemen bidang ortopedi.
Namun, yang menjadi titik tolak perkem-
bangan spesialisasi ortopedi adalah ketika di
era modern, angka kecelakaan lalu lintas yang
tinggi, baik di negara maju maupun di negara
berkembang.
B. Ruang Lingkup Ortopedi
Ruang lingkup ortopedi tidak hanya
menangani tentang trauma saja, tetapi juga
kasus-kasus lainnya yang juga termasuk
dalam ruang lingkup ortopedi, antara lain:
a. Abnormalitas kongenital dan tumbuh
kembang
b. Infeksi dan inflamasi
c. Artritis dan reumatik,
d. Tumor dan lesi yang menyerupainya.
e. Kelainan saraf dan kelemahan otot.
f. Jejas dan ketidaksinambungan me-
kanik.
Ruang lingkup ortopedi juga tidak
terbatas pada tulang saja, tetapi pada satu
kesatuan sistem musculoskeletal. Sistem
musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot,
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
3
tendon, dan saraf yang menginervasi bagian-
bagian tersebut. Oleh karena itu, ketika
membahas kasus ortopedi dan traumatologi,
pemeriksaan secara menyeluruh sangat
penting untuk dilakukan.
C. Prinsip Umum Ortopedi dan Trauma-
tologi
Prinsip umum penanganan ortopedi dan
traumatologi adalah melakukan penatalak-
sanaan secara komprehensif, yaitu melakukan
tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Penatalaksanaan ini dapat dimulai dari fasilitas
layanan kesehatan primer sampai pada
fasilitas layanan kesehatan tersier oleh dokter
spesialis. Penting untuk mengetahui prinsip-
prinsip ini berdasarkan prinsip dasar pena-
talaksanaan umum penyakit.
Hukum alam yang berlaku pada tubuh
manusia menjadi pedoman untuk langkah-
langkah penyembuhan yang rasional. Upaya
kesehatan ini bertujuan supaya pasien dapat
terbebas dari penyakit dan dapat melakukan
aktivitasnya seperti sedia kala. Dalam rangka
pencapaiannya, penatalaksanaan kasus bedah
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
4
ortopedi harus berpedoman pada beberapa
prinsip yang umum dan universal.
1. Prinsip Umum Penanganan Kelainan
Bedah Ortopedi
Secara umum prinsip pengobatan pada
bedah ortopedi yang harus dilaksanakan dan
diperhatikan antara lain :
Asas Menguntungkan (Beneficience) dan
Tidak Menambah Kecacatan (Do No Harm)
Penatalaksanaan ortopedi harus sesuai
dengan asas kedokteran yaitu asas
menguntungkan (beneficience) dan asas
tidak menambah kecacatan (do no harm).
Misalnya pada kasus trauma, tidak jarang
pertolongan pertama yang diberikan malah
menimbulkan komplikasi yang tidak di-
inginkan jika tidak dilakukan dengan tepat.
Proses tatalaksana awal, proses perujukan,
hingga penatalaksanaan di pusat layanan
kesehatan penting untuk diperhatikan
supaya kita dapat memberikan tatalaksana
yang tepat untuk menolong kondisi pasien,
bukan sebaliknya.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
5
Tepat Diagnosis dan Tatalaksana
Diagnosis yang tepat penting didapatkan
supaya dapat memberikan penatalaksana-
an yang tepat pula untuk pasien. Diagnosis
yang tepat dapat dibangun dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan peme-
riksaan penunjang berupa laboratorium
dan radiologis. Setelah itu, seorang dokter
dapat memberikan penatalaksanaan ber-
dasarkan diagnosis tersebut dengan
keilmuan terbaik yang diketahuinya.
Pengobatan Rasional
Setelah seorang dokter dapat memberikan
diagnosis yang tepat, seorang dokter juga
harus memilih pengobatan yang rasional
untuk pasien. Rasional berarti obat yang
bersifat personal, satu pasien dengan
pasien yang lain dengan diagnosis yang
sama belum tentu menerima terapi yang
sama pula. Pengobatan yang diberikan
disesuaikan dengan keadaan umum yang
khusus di masing-masing pasien. Selain
itu, aspek lain seperti ekonomi, sosial,
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
6
kepercayaan, dan agama juga penting
dalam pemberian obat secara rasional.
Memperhatiakan Hukum Penyembuhan
Alami.
Tubuh manusia memiliki kemampuan
untuk melakukan upaya penyembuhannya
sendiri sebagai bagian dari menjaga
homeostasis. Oleh karena itu, pertim-
bangan untuk tidak merusak jaringan yang
sehat harus diperhatikan. (Swiontkowski
dan Cross III, 2018).
2. Metode Penatalaksanaan Kelainan
Bedah Ortopedi
Berdasarkan prinsip-prinsip umum pada
terapi bedah ortopedi, terapi dapat dibagi
menjadi 2 yakni tanpa pengobatan dan
dengan pengobatan konservatif serta operatif.
Tanpa Pengobatan
Banyak orang melihat ilmu ortopedi dan
traumatologi sebagai ilmu yang selalu
menggunakan obat-obatan atau teknik-
teknik tertentu dalam pengobatannya.
Nyatanya, hampir 50% penderita kelainan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
7
bedah ortopedi tidak memerlukan tindakan
pengobatan.
Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif adalah pengo-
batan tanpa melakukan intervensi pem-
bedahan. Pengobatan konservatif dapat
dilakukan dalam bentuk:
o Tirah baring
o Pemberian obat berupa analgesik,
antibiotik, atau sitostatika jika di-
curigai terdapat sel kanker. Rute
pemberian obat-obatan pun beragam,
dapat melalui oral, intravena, intra-
muskuler, dan lain-lain.
o Pemakaian alat bantu. Alat bantu
yang diberikan bertujuan untuk
mengistirahat-kan bagian tubuh yang
mengalami kelainan atau gangguan.
o Fisioterapi aktif dan pasif yang
bertujuan untuk mengembalikan fung-
si organ yang mengalami kelainan
o Radioterapi pada kasus kasus tumor
ganas.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
8
Pengobatan Operatif
Pengobatan operatif dapat dilakukan
secara elektif atau emergency. Pengo-
batan ini harus dilakukan dengan sesuai
indikasi medis. Selain itu, usia, jenis
kelamin, pekerjaan dan kemampuan
penderita juga harus dipertimbangkan.
Penatalaksanaan secara operatif yang
dulunya dengan menganut semboyan
“best surgeon wide incision” saat ini mulai
ditinggalkan. Pada masa ini, operasi lebih
mengarah pada teknik minimal invasif
menggunakaninstrument dan alat bantu
yang serba computerized. Tujuannya agar
mendapatkan hasil yang maksimum
dengan masa rawatan yang lebih pendek
serta bekas operasi yang minimal dan
bahkan tidak ada sama sekali.
Secara umum, tindakan operasi pada ortopedi
dapat meliputi:
Debridement
Debridement adalah membuang jaringan
yang terkontaminasi. Prinsipnya adalah
membuat luka kotor menjadi luka bersih.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
9
Eksisi tulang
Eksisi tulang merupakan tindakan pem-
buangan tulang. Biasanya dilakukan pada
tumor tulang atau pada bagian tulang
yang mengganggu pergerakan muskulos-
keletal. Eksisi dapat berupa eksisi
sederhana maupun eksisi luas.
Reposisi tulang
Reposisi tulang adalah tindakan untuk
mengembalikan posisi tulang yang
beranjak sesudah fraktur. Dapat dilakukan
dengan secara terbuka atau tertutup.
Operasi dapat dilanjutkan dengan
pemasangan fiksasi baik internal ataupun
eksternal.
Osteotomi
Osteotomi adalah operasi pemotongan
tulang dengan tujuan mengembalikan
bentuk tulang pada keadaan normal.
Tulang dapat diperpendek, diperpanjang
atau diperlurus. Tindakan ini biasanya
dilakukan untuk mengoreksi kelainan
bentuk tulang seperti pada cubitus varus
akibat malunion fraktur suprakondiler,
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
10
osteotomi proksimal tibia untuk me-
ngurangi nyeri osteoarthritis pada sendi
lutut dan lainnya.
Osteosyntesis
Osteosyntesis adalah operasi penyam-
bungan dua bagian tulang yang kemudian
memakai alat fiksasi seperti plate, skrew,
wire, dan nail. Tujuannya adalah agar
tulang yang disambung dapat dipertahan-
kan sampai terbentuk penyambungan
sempurna.
Bone Grafting (Mencangkok Tulang)
Tindakan Amputasi
Amputasi adalah tindakan membuang
sebagian dari satu atau beberapa tulang.
Amputasi dilakukan pada penyakit pem-
buluh darah seperti komplikasi diabetes
mellitus, trauma berat, kelainan ko-
ngenital, infeksi yang tidak respon terapi
dan keganasan muskuloskeletal. Teknik
amputasi sudah jauh lebih baik, ditunjang
dengan teknologi protese yang juga telah
jauh berkembang. Sehingga pasien pasca
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
11
amputasi dapat tetap produktif meskipun
telah kehilangan anggota geraknya.
Operasi pada sendi.
Sama halnya dengan operasi tulang,
beberapa Tindakan yang dapat dilakukan
pada sendi misalnya: Debridement,
Artrodesis (mengakukan sendi), Artro-
plasty (memperbaiki sendi termasuk
dalamnya mengganti sendi dengan sendi
palus).
Operasi pada jaringan lunak.
Operasi jaringan lunak adalah operasi yang
dilakukan pada ligamen, syaraf, otot dan
tendon. Beberapa operasi yang sering
dilakukan sehari hari misalnya: Tendorafi
(penyambungan tendon yang putus),
Tendon graft (pencangkokan tendon),
Muskulorafi (menyambung tendon),
neurorafi (menyambung sayar yang putus)
dan lain-lainnya.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
12
3. Penanganan Trauma pada Muskulos-
keletal
Trauma pada alat gerak merupakan
trauma yang paling sering dijumpai.
Hampir dua pertiga dari seluruh cedera
yang menimpa tubuh akan mencederai
alat gerak. Cedera alat gerak umumnya
mengenai otot, ligamen tulang dan sendi.
Dibandingkan dengan cedera pada organ
tubuh lain, cedera pada alat gerak lebih
banyak menyebabkan kecacatan dari pada
kematian.
Peningkatan trauma itu terjadi seiring
dengan perubahan dinamika kebudayaan
manusia dan kemajuan zaman. Beberapa
faktor penyebabnya antara lain :
a) Jumlah dan kecepatan kendaraan
yang meningkat, disertai jalan yang
semakin sempit sehingga dapat
meningkatkan kecelakaan lalu lintas,
b) Tempat bekerja manusia semakin
banyak pada mesin industri yang
mempergunakan alat-alat berat dan
berbahaya
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
13
c) Semakin banyaknya jenis olahraga
yang menantang dan risiko cedera
d) Peningkatan jumlah penduduk lanjut
usia yang tulangnya semakin rapuh
dan berkurangnya reflek dalam
mengindari trauma.
Umumnya, trauma berat dapat me-
ningkatkan jumah kecacatan manusia
terutama pada masyarakat berusia produktif.
Oleh karena itu, penanganan yang kom-
prehensif dari pertolongan pertama sampai
pada pengobatan yang definitif harus
dilakukan.
Tujuan akhir dari tindakan bedah
ortopedi adalah maksimum rehabilitasi
penderita secara menyeluruh. Pada trauma,
Tindakan ortopedi bertujuan agar anggota
gerak itu dapat berfungsi sebaik-baiknya
dengan memegang beberapa prinsip.
Sebagaimana penatalaksanaan trauma
secara umum, trauma muskuloskeletal juga
harus melalui primary dan secondary survey.
Prioritas utama adalah memperbaiki keadaan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
14
umumnya terlebih dahulu kemudian menye-
lamatkan anggota gerak yang terkena.
Primary survey dilakukan evaluasi secara
cepat untuk mengidentifikasi hal-hal yang
mengancam jiwa sesuai prioritas ABCDE yaitu:
A – Airway: Jalan napas disertai proteksi
vertebrae cervical
B – Breathing: Pernapasan disertai ventilasi
C – Circulation: Sirkulasi disertai kontrol
perdarahan eksternal.
D – Disability: Menilai dan mengatasi
gangguan saraf pusat.
E – Exposure/Environment: Membuka
pakaian pasien dan mengontrol suhu.
Urutan ABCDE dilatihkan secara
berurutan, namun idealnya dilakukan secara
simultan dalam sebuah tim yang terlatih.
Setelah menyelesaikan primary survey,
kemudian beralih pada secondary survey
dengan tetap memperhatikan aspek re-
evaluasi agar kondisi pasien terus terkontrol
dan tidak ada yang terlewatkan (Gardner dan
Siegel, 2014).
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
15
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, M. and Siegel, J., 2014. Minimally Invasive Orthopaedic Trauma. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins.
Sjamsuhidajat, R., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Swiontkowski, M. and Cross III, W., 2008. Treatment Principles in the Management of Open Fractures. Indian Journal of Orthopaedics, [online] 42(4), p.377. Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2740354/> [Accessed 22 August 2020].
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
16
Tatalaksana Kegawatdaruratan Fraktur
Terbuka di Faskes Primer
Fraktur didefinisikan sebagai diskontinui-
tas tulang sebagai akibat dari rudapaksa
(trauma). Jenis trauma berupa trauma
langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung adalah trauma yang mengenai
bagian permukaan tulang secara langsung,
misalnya akibat kecelakaan atau terjatuh.
Trauma tidak langsung terjadi jika trauma
tersebut disebabkan karena adanya gangguan
sistemik yang berpengaruh pada kondisi
tulang, misalnya jika seseorang mengalami
osteoporosis, maka dia akan lebih mudah
mengalami fraktur patologis (Sjamsju-hidajat,
2010).
Berdasarkan posisi fragmen tulang
terhadap paparan dengan dunia luar, fraktur
dapat dibagi menjadi dua yaitu fraktur
tertutup dan frakur terbuka. Fraktur tertutup
adalah diskontinuitas tulang yang fragmen
tulangnya masih tertutup oleh jaringan tubuh
sehingga tidak terpapar dengan dunia luar.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
17
Fraktur terbuka adalah diskontinuitas tulang
yang fragmen tulangnya menembus jaringan
tubuh yang menutupinya sehingga terpapar
dengan dunia luar. Fraktur termasuk dalam
kegawat-daruratan ortopedi dan memiliki
kompetensi 3B untuk dokter umum, artinya
seorang dokter umum dapat membuat
diagnosis klinis dan memberi tatalaksana awal
pada keadaan gawat darurat untuk me-
nyelamatkan nyawa, serta mencegah ke-
parahan atau kecacatan pasien, dan mampu
melakukan proses perujukan yang tepat.
Di Amerika Serikat, terjadi sekitar 3,5 –
6 juta kasus fraktur setiap tahunnya. Estimasi
kasus fraktur terbuka adalah 3% dari kasus
fraktur keseluruhan, maka setidaknya ada
150.000 kasus setiap tahunnya. Di Indonesia,
tidak ada data pasti yang menyebutkan
jumlah kasus fraktur terbuka setiap tahunnya.
Namun, mengacu pada pernyataan bahwa
kasus fraktur meningkat pada negara dengan
berkembang dengan overpopulasi, dapat
disimpulkan bahwa angka yang tidak jauh
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
18
berbeda dengan Amerika Serikat juga terjadi
di Indonesia.
Diagnosis Fraktur Terbuka
Setiap fraktur memiliki penatalaksanaan
yang berbeda tergantung dari kondisi pasien,
mekanisme jejas, dan lokasi frakturnya.
Tujuan dari tatalaksana fraktur terbuka adalah
pencegahan infeksi, penyatuan tulang, dan
pengembalian fungsi.
Prinsip diagnosis fraktur terbuka tetap
melalui tahapan-tahapan anamnesis, pemerik-
saan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selagi
melakukan langkah-langkah diagnosis ini,
seorang dokter umum juga harus segera
memberikan tatalaksana yang tepat terkait
dengan kondisi kegawatdaruratan yang
dialami oleh pasien. Jika diperlukan, seorang
dokter juga dapat bekerja sama dalam tim
untuk penatalaksanaan yang lebih cepat dan
tepat.
Berikut adalah empat evaluasi utama dan
satu evaluasi tambahan yang dapat dilakukan
seorang dokter umum ketika menerima pasien
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
19
dengan kecurigaan fraktur terbuka (Jung,
2010).
1. Mekanisme jejas
Sebelum melakukan penatalaksanaan,
penting untuk mengetahui mekanisme
terjadinya fraktur. Seorang dokter
harus dapat memahami mekanisme
jejas dengan baik mulai dari arah
gaya, mekanika dan gerak serta
besarnya energi saat terjadi jejas. Hal
itu dilakukan untuk memperkirakan
tingkat keparahan jejas dan tata-
laksananya. Penting untuk menanya-
kan kepada pasien, keluarga, atau
mungkin saksi mata tentang bagai-
mana mekanisme jejas tersebut
terjadi.
2. Kerusakan jaringan lunak
Kasus fraktur terbuka tidak hanya
berfokus pada kerusakan tulang saja.
Patofisiologi terjadinya fraktur terbuka
adalah adanya fragmen tulang yang
merusak jaringan lunak dan
menembus kulit. Oleh karena itu,
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
20
kerusakan jaringan lunak juga harus
dievaluasi dan ditatalaksana dengan
baik.
3. Derajat kontaminasi
Oleh karena terdapat paparan dari
luar pada fraktur terbuka, maka
sangat mungkin terjadi kontaminasi
patogen. Perhatikan adanya tanda-
tanda infeksi dan inflamasi serta
derajat konta-minasinya.
4. Konfigurasi fraktur
Konfigurasi fraktur yang terjadi juga
akan menentukan tatalaksana dari
fraktur terbuka, misalnya pelaksanaan
pada fraktur dengan satu segmen
akan berbeda dengan penatalaksana-
an pada fraktur dengan fragmen
kominutif.
5. Lesi vaskuler
Selain empat evaluasi utama di atas,
penting untuk mengetahui adanya lesi
vaskuler. Tentukan ada tidaknya
pendarahan dan lakukan tatalaksana
untuk menghentikan pendarahan.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
21
Tentukan sumber pendarahan berasal
dari arteri atau vena. Jika pendarahan
berasal dari vena, darah yang keluar
akan berwarna lebih gelap dan
mengalir. Sedangkan, pendarahan
yang berasal dari arteri akan
berwarna merah terang, dan bersifat
pulsatif.
Prinsip pemeriksaan fisik pada pasien
ortopedi adalah Look – Feel – Move. Dalam
prinsip Look, perhatikan ukuran luka dan
kedalaman luka, ada tidaknya deformitas
(angulasi, posisi, dan diskrepansi), edema,
dan gambaran dari bagian yang lebih distal.
Dalam prinsip Feel, lakukan perabaan dengan
halus pada bagian fraktur dan bagian
sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya fraktur di bagian
lain. Lakukan juga pengecekan suhu, pulsasi
arteri pada bagian distal, fungsi sensoris, dan
titik nyeri. Perlu diingat bahwa dalam hal ini,
seorang dokter umum harus memiliki
kemampuan untuk membandingkan pasien
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
22
dengan struktur anatomi yang sudah dipelajari
sebelumnya.
Pada prinsip Move, mintalah pasien
secara mandiri menggerakkan perlahan
bagian yang mengalami luka. Tanyakan lokasi
nyeri yang dirasakan, ada tidaknya gangguan
ROM (Ronge of Motion), bandingkan antara
kanan dan kiri jika terjadi fraktur di bagian
ekstremitas. Pemeriksaan fisik yang sistematis
sangat penting dilakukan dari proksimal
menuju distal.
Pada pemeriksaan penunjang, peran sinar
X sangatlah penting. Penggunaan sinar X
mengikuti aturan dua, antara lain :
- Dua sudut pandang yaitu antero-
posterior dan lateral
- Melibatkan dua sendi, yaitu di bagian
proksimal dan bagian distal dari letak
fraktur terbuka
- Melibatkan dua sisi bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang tidak harus
dilakukan di fasilitas layanan kesehatan
primer, karena tidak semua fasilitas layanan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
23
kesehatan primer di Indonesia memiliki akses
untuk melakukannya. Segera setelah keadaan
umum dan tanda vital pasien stabil, rujuk ke
fasilitas layanan kesehatan lanjutan supaya
pasien segera mendapatkan penanganan
definitif.
Klasifikasi Fraktur Terbuka
Klasifikasi pasien dengan fraktur terbuka
bertujuan untuk mempermudah komunikasi
yang dilakukan kepada pasien maupun
keluarga terkait dengan karakter fraktur,
pilihan tatalaksana yang tepat, dan
menentukan prognosis fraktur. Klasifikasi yang
sering digunakan adalah menggunakan tabel
gambar klasifikasi Gustillo Anderson. Sistem
klasifikasi ini sudah mempertimbangkan energi
fraktur, kerusakan pada jaringan lunak, dan
derajat kontaminasi.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
24
Gambar 1 : tabel klasifikasi gustilo Anderson
(Gustilo et al., 1984)
Pada gambar diatas, tipe 3 terbagi
menjadi a,b dan c. Perbedaan antara tiga
subtipe tersebut adalah tipe IIIA, luka yang
terbentuk akibat fragmen tulang bisa ditutup
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
25
kembali oleh kulit. Pada tipe IIIB, luka yang
terbentuk akibat fragmen tulang tidak bisa
ditutup kembali oleh kulit. Pada tipe IIIC,
ditemukan adanya gejala lesi vaskuler,
terutama lesi pada arteri. Tanda-tanda lesi
vaskuler yang dapat muncul adalah
menurunnya pulsasi pada arteri distal dari
jejas, menurunnya saturasi oksigen di perifer,
dan perabaan dingin, basah, pucat. Pada tipe
IIIA, karena masih didapatkan penutupan dari
jaringan yang adekuat, derajat kesembuhan-
nya akan lebih baik, dibandingkan dengan tipe
IIIB dan IIIC.
Pemberian antibiotik pada kasus fraktur
harus sesuai dengan kebutuhan. Pada pasien
fraktur terbuka yang terpapar dengan air
tawar atau air asin, antibiotik yang digunakan
adalah golongan Floroquinolon. Golongan ini
juga dapat digunakan apabila pasien memiliki
alergi terhadap sefalosporin dan klindamisin.
Antibiotik lainnya seperti Doksasiklin dan
Seftazidin juga dapat digunakan apabila luka
akibat fraktur terpapar dengan air asin (air
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
26
laut) dan tidak tersedia golongan
Floroquinolon.
Prinsip Tatalaksana Fraktur Terbuka
Prinsip tatalaksana fraktur terbuka
adalah mencegah terjadinya infeksi, penyem-
buhan jaringan lunak, penyatuan tulang,
restorasi anatomis, dan pemulihan fungsional.
Prinsip 4R harus dilakukan dalam tatalaksana
fraktur terbuka: Recognize, Reduce, Retain,
dan Rehabilitation. Recognize artinya menge-
nali kasus fraktur terbuka pada pasien dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang tepat. Reduce
artinya mengurangi keparahan kondisi pasien.
Cara yang dapat dilakukan adalah reposisi
dengan traksi. Ada tiga jenis traksi yang biasa
dilakukan, yaitu traksi manual, kulit, dan
tulang. Retain artinya menjaga posisi fraktur
terbuka supaya tidak bergeser dengan
melakukan fiksasi atau dengan pemasangan
bidai. Rehabilitation dilakukan untuk mengem-
balikan fungsi gerak, terutama pada sendi.
Fraktur dapat mengakibatkan imobilisasi lama
pada pasien karena nyeri yang dirasakan. Jika
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
27
rehabilitasi tidak dilakukan dengan baik,
kondisi sendi secara fungsional tidak bisa
digerakkan (Swiontkowski, M. and Cross III,
2008).
Pencegahan infeksi memiliki golden
period selama kurang lebih 6 jam. Luka
fraktur terbuka sangat mudah menjadi tempat
kolonisasi bakteri karena sawar kulit rusak
ketika terjadi trauma. Proses kolonisasi bakteri
dan infeksi mem-butuhkan waktu 6 jam,
sehingga diperlukan pencegahan infeksi yang
tepat dengan pem-berian antibiotik profilaksis.
Selain itu, de-bridement juga dapat dilakukan
untuk mencegah infeksi karena tujuan
debridement adalah membuang jaringan mati
yang dapat menjadi kultur media untuk
pertumbuhan bakteri. Pencucian luka dengan
NaCl 0,9% dapat mengurangi jumlah bakteri
dalam luka.
Prinsip debridement dapat dilakukan
secara radikal yakni membuang langsung
seluruh jaringan nekrotik ataupun
terkontaminasi. Dapat dilakukan juga langkah-
langkah dekompresi untuk mencegah adanya
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
28
sindrom kompartemen akibat pembuluh darah
yang sehat terjerat jejas. (Gardner dan Siegel,
2014).
Demikian berbagai tatalaksana kegawat-
daruratan pada fraktur terbuka yang dapat
dilakukan oleh seorang dokter umum di
fasilitas layanan kesehatan primer. Dengan
menangani kasus kegawatdaruratan ortopedi
dengan baik sejak dari fasilitas layanan
kesehatan primer, dokter umum sudah ber-
kontribusi dalam mencegah adanya morbiditas
dan mortalitas akibat fraktur terbuka.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
29
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, M. and Siegel, J., 2014. Minimally Invasive Orthopaedic Trauma. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins.
Gustilo, R., 1984. Overview in Fracture Management. Orthopaedic Nursing, 3(5), pp.25-30.
Jung, G., 2010. Management of Open Fracture. Journal of the Korean Fracture Society, 23(2), p.236.
Sjamsuhidajat, R., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Swiontkowski, M. and Cross III, W., 2008. Treatment Principles in the Management of Open Fractures. Indian Journal of Orthopaedics, [online] 42(4), p.377. Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2740354/> [Accessed 22 August 2020].
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
30
Tatalaksana Kegawatdaruratan Cedera
Tangan di Faskes Primer
Cedera tangan adalah jenis cedera yang
sering terjadi dan dihadapi oleh seorang
dokter umum di Instalasi Gawat Darurat.
Setidaknya 5 hingga 10% kasus di fasilitas
kesehatan primer adalah kasus cedera tangan.
Oleh karena itu, penting bagi seorang dokter
umum untuk mengetahui tatalaksana
kegawatdaruratan cedera tangan di faskes
primer.
Anatomi Tangan: Sebuah Tinjauan
Singkat
Tangan terdiri dari 27 tulang penyusun
mulai pergelangan tangan. Jika diklasifikasikan
berdasarkan lokasinya, maka dapat dibagi
menjadi tulang-tulang karpal, metakarpal, dan
falanges. Berikut ini adalah susunan tulang
yang menyusun tangan.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
31
Gambar 2 : Susunan Tulang Tangan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
32
Otot-otot tangan diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok otot penting: thenar,
hipothenar, dan otot-otot profundus.
1. Thenar
Thenar dibentuk oleh:
1. M. abductor pollicis brevis
2. M. opponens pollicis
3. M. flexor pollicis brevis
4. M. abductor pollicis
2. Hipothenar
Hipothenar dibentuk oleh:
1. M. palmaris brevis
2. M. abductor digiti quinti (V)
3. M. flexor digiti quinti (V) brevis (= m.
flexor digiti minimi)
4. M. opponens digini quinti (V)
3. Gugusan profundus
Gugusan profundus terdiri dari:
1. Mm. lumbericales
2. Mm. interossei
Mm. interossei terdiri dari Mm. interossei
volares dan Mm. Interossei dorsales.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
33
Gambar 3 : Susunan Otot Tangan, Thenar
dan Hipothenar.
Gambar 4 : Otot-Otot Profundus Tangan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
34
Gambar 5 : Otot-Otot Interosei Tangan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
35
Tangan mendapatkan vaskularisasi dari
arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri radialis
memberikan vaskularisasi pada ibu jari dan
bagian lateral telunjuk, sementara arteri
ulnaris memberikan vaskularisasi pada bagian
medial telunjuk dan jari yang lainnya. Arteri
radialis dan ulnaris akan membentuk arkus
palmaris super-fisial dan profundus. Arkus
palamaris memiliki cabang yaitu arteri digitalis
komunis yang memberikan vaskularisasi pada
jari tangan. Vena secara umum mengikuti
aliran arteri dalam sebagai vena komitan.
Terdapat aliran vena superfisial pada dorsum
tangan dan bermuara ke vena basilica dan
vena sefalika.
Persarafan tangan berasal dari 3 nervus
yaitu nervus radialis, nervus medianus, dan
nervus ulnaris. Nervus medianus bertanggung
jawab terhadap ketepatan gerakan dan fungsi
mencubit. Nervus medianus melewati carpal
tunnel dan dengan cabang motorik
menginervasi otot thenar (abductor pilicis
brevis, oponens policis, bagian superfisial dari
fleksor polisis brevis). Cabang sensoris
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
36
memberikan sensasi pada ibu jari, telunjuk,
jari tengah, dan medial jari manis. Nervus
ulnaris bertanggung jawab terhadap kekuatan
genggaman tangan.
Jenis-Jenis Cedera Tangan
1. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah diskontinuitas
pada tulang yang fragmen tulangnya
menembus jaringan di atasnya hingga
tampak di permukaan kulit. Berdasarkan
klasifikasi Gustilo-Anderson, tipe fraktur
terbuka, antara lain
a. Tipe I : Luka lebih kecil dari 1 cm,
bersih dan disebabkan oleh
fragmen tulang yang
menembus kulit.
b. Tipe II : Ukuran luka antara 1 – 10
cm, tidak terkontaminasi
dan tanpa cedera jaringan
lunak yang major.
c. Tipe III : Luka lebih besar dari 10 cm
dengan kerusakan jaringan
lunak yang signifikan. Tipe
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
37
III juga dibagi menjadi
beberapa sub tipe:
IIIA : Luka memiliki jaringan yang cukup
untuk menutupi tulang tanpa
memerlukan flap.
IIIB : Kerusakan jaringan yang luas
membuat diperlukannya local atau
distant flap coverage.
IIIC : Fraktur apapun yang menyebab-
kan cedera arterial yang mem-
butuhkan perbaikan segera.
Diagnosis pada fraktur terbuka dapat
dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis, tanyakan mekanisme terjadinya
cedera tangan, waktu kejadian, seberapa
parah kejadiannya, dan penanganan awal
yang sudah dilakukan. Pada pemeriksaan fisik,
lakukan dengan prinsip look-feel-move. Pada
inspeksi, perhatikan penampakan cedera
tangan yang terjadi, dan lakukan klasifikasi
Gustilo-Anderson di awal untuk menentukan
tatalaksana selanjutnya. Pada palpasi, secara
perlahan telusuri di bagian mana tulang terasa
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
38
mengalami deformitas, diskon-tinuitas, atau
krepitasi. Pada move, mintal pasien secara
mandiri menggerakkan tangannya sesuai
dengan sendi-sendi tangan. Perhatikan ada
tidaknya gangguan pada ROM (Range of
Motion). Pemeriksaan ekstremitas juga harus
melingkupi vaskularitas dari ekstremitas
termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan
denyut nadi, capillary refill time (normalnya <
2 detik) dan pulse oximetry.
Tujuan utama dalam penanganan awal
fraktur adalah untuk mempertahankan ke-
hidupan pasien (life saving) dan memper-
tahankan anatomi dan fungsi ekstremitas
(limb salvage) sebaik mungkin. Adapun
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penanganan fraktur yang tepat, antara lain :
a. Survei primer yang meliputi Airway,
Breathing, Circulation.
b. Survei sekunder dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Ambil riwayat AMPLE
dari pasien (Allergies, Medication, Post
Medical History, Last Ate and Event).
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
39
c. Meminimalisasi rasa nyeri. Berikan
analgesik sesuai dengan penilaian nyeri
pada pasien, dapat menggunakan VAS
atau Wong-Baker Face Scale.
d. Mencegah cedera iskemia-reperfusi.
e. Menghilangkan dan mencegah
sumber-sumber potensial kontami-
nasi. Lang-kah-langkah yang dapat
dilakukan adalah mengirigasi luka
dengan saline dan menyelimuti luka
fraktur dengan kasa steril lembab
atau juga bisa diberikan betadine
pada kasa. Berikan vaksinasi tetanus
dan antibiotik profilaksis. Antibiotik
yang dapat diberikan sesuai
klasifikasi Gustilo-Anderson adalah
untuk fraktur tipe I diberikan
golongan Sefalosporin generasi I-II,
tipe II dan III diberikan golongan
Sefalosporin generasi III dan
golongan Aminoglikosid. Antibiotik
diberikan 72 jam setelah luka
ditutup. Debridement luka di kamar
operasi juga sebaiknya dilakukan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
40
sebelum 6 jam pasca trauma untuk
menghindari adanya sepsis paska
trama.
f. Lakukan reposisi dan imobilisasi
sesuai anatomis.
2. Dislokasi Sendi
Dislokasi sendi yang paling sering terjadi
disebabkan oleh karena olahraga atau karena
kecelakaan lalu lintas. Dislokasi sendi dapat
dipastikan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penun-
jang. Berikut ini adalah jenis-jenis dislokasi
sendi tangan.
a. Dislokasi karpo-metakarpal
Ditemukan dengan tangan
membengkak secara cepat dan
gambaran sinar X menunjukkan luksasi
atau dislokasi karpo-metakarpa1 tanpa
fraktur. Reduksi mudah dilakukan
dengan traksi dan hiperpronasi dan
dapat dipertahankan dengan finger
splint yang dipasang selama 4 minggu.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
41
b. Dislokasi Metakarpo-Phalangeal
Biasanya terjadi pada ibu jari, kadang
pada jari kelima dan jarang mengenai
jari lain. Terdapat dua tipe dislokasi,
yakni simple dan kompleks. Pada
dislokasi simple, jari ekstensi sekitar 75
derajat dan biasanya mudah direduksi
dengan traksi. Jari kemudian dipasang
strap ke jari sebelahnya. Pada dislokasi
kompleks terdapat avulse palmar plate
di sendi yang menghalangi reduksi
dengan posisi jari mengalami ekstensi
sebesar 30 derajat.
c. Dislokasi interfalangeal
Lebih umum terjadi pada sendi
interphalanx proksimal. Dislokasi dapat
direduksi dengan menarik jari. Sendi
dipasang strap ke jari sekitar selama
beberapa hari dan gerakan dapat
dimulai segera. Apabila reduksi tidak
dapat dilakukan, maka dirujuk untuk
dilakukan fiksasi dengan screw atau
small wire loop.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
42
3. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu
kondisi terjadinya peningkatan tekanan
intertisial di dalam kompartemen osteofasial
yang tertutup sehingga menyebabkan
gangguan vaskularisasi ke daerah tersebut.
Tanda klinis yang umum adalah nyeri,
paresthesia, paresis, disertai denyut nadi yang
hilang. Penyebab umum teradinya sindrom
kompartemen akut adalah fraktur, cedera
jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka
bakar.
Sindrom kompartemen dapat didiagnosis
berdasarkan pengetahuan tentang faktor
risiko, keluhan subjektif dan adanya suatu
tanda-tanda fisik dan gejala klinis. Adapun
faktor risiko pada sindrom kompartemen
meliputi fraktur yang berat dan trauma pada
jaringan lunak, penggunaan bebat.
Gejala klinis yang umum ditemukan
pada sindrom kompartemen meliputi 5 P,
yaitu:
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
43
1. Pain (nyeri): nyeri pada jari tanan
atau jari kaki pada saat peregangan
pasif pada otot-otot yang terkena.
2. Pallor (pucat): kulit terasa dingin jika
di palpasi. Warna kulit biasanya
pucat, abu-abu atau keputihan.
3. Paresthesia: biasanya memberikan
gejala rasa panas dan gatal pada
daerah lesi.
4. Paralisis: biasanya diawali dengan
ketidakmampuan untuk menggerak-
kan sendi.
5. Pulselesness (berkurang atau
hilangnya denyut nadi): akibat
adanya gangguan perfusi arterial.
Tujuan tatalaksana sindrom kompar-
temen adalah mengembalikan perfusi dengan
me-longgarkan tahanan atau ikatan yang ada
di sekitar lengan. Pada terapi operatif dapat
dilakukan dekompresi dalam waktu 6 jam
sesuai periode emasnya. Salah satu teknik
yang dapat digunakan adalah insisi fasiotomi.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
44
4. Fingertip Injury
Fingertip merupakan bagian dari phalanx
terminal yang terletak distal dari insersi
tendon ekstensor dan fleksor. Cedera fingertip
sangat sering ditemukan terutama pada ibu
rumah tangga yang melakukan kegiatan
rumah tangga seperti memotong. Tatalaksana
yang penting bagi fingertip injury adalah
menghentikan perdarahan dan mengembali-
kan kondisi fisiologis pada fingertip.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pra-
rumah sakit jika ada bagian yang teramputasi
adalah dengan membungkus amputate
dengan kasa steril kering, diletakkan di
kantong kedap air dan dimasukkan ke
kantong lain yang diisi es untuk mem-
perlambat iskemia jaringan yang teramputasi.
Lakukan bebat tekan terhadap fingertip yang
teramputasi.
Jika pasien sudah tiba di IGD, lakukan
langkah-langkah berikut ini.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
45
a. Laserasi
Pada luka laserasi biasa, lakukan
debridement dan jahit dengan nylon 4-0
sampai 6-0. Jahit subkutan atau jahit
dalam kulit tidak diindikasikan. Angkat
kuku, periksa matriks bila laserasi
melibatkan kuku dan cedera yang
mengavulsi, membelah atau menganggu
kuku. Perbaiki matrix kuku dengan urutan:
berikan anestesi dengan blok digital,
angkat kuku, Debridement secara gentle,
perbaiki matriks kuku dengan benang
absorbable (6-0 monocryl), pasang
kembali lempeng kuku atau penggantinya,
gunakan salap antibiotik sebagai adhesive,
pasang dressing non adherent yang steril
dan splint.
b. Hematom subungual
Pasien dengan kerusakan yang berat
atau hematom subungual dengan
keterlibatan laserasi lipat kulit atau
mengganggu kuku, angkat kuku dan
periksa matriks kuku. Penatalaksanaan
konservatif tanpa pengangkatan kuku
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
46
direkomendasikan untuk pasien dengan
hematom tertutup dan kuku yang intak
tanpa adanya laserasi pada lipat kulit atau
kerusakan kuku. Terapi konservatif juga
diindikasikan untuk crush injury yang
menyebabkan fraktur phalanx terminal
namun tidak menyebakan hematom
subungual.
c. Amputasi Fingertip
Tatalaksana dapat berupa pem-
bedahan atau konservatif. Batasan antara
pembedahan dan terapi konservatif
bergantung pada luas keterlibatan dari
pulp, kuku, dan tulang. Berbagai metode
bedah digunakan untuk mengamputasi
luka, termasuk simple revision amputation,
full atau partial thickness skin graft, local
flaps, distal flaps, kite flaps, dan
neurovascular island pedicle flaps.
Amputasi fingertip distal dapat dilakukan
secara konservatif di UGD.
Cedera tangan memang memiliki
mekanisme yang sangat berbeda dengan
patofisiologi yang berbeda pula. Oleh
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
47
karena itu, sebagai dokter umum, penting
untuk memahami masing-masing jenis
cedera tangan dengan harapan dapat
membutuhkan penatalaksanaan yang
cepat dan tepat untuk menghindari
kerusakan anatomi dan fungsional tangan.
DAFTAR PUSTAKA
Parahita P.S., Kurniayata, P. (2013) Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Cedera Fraktur Ekstermitas, Denpasar: FK Universitas Udayana.
Ramarao, U.D., Afliani, A.P.F. (2012) Anatomi Tangan. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/102164507/ANATOMI-TANGAN
Vaughn, G. (2013) Fingertip Injuries, Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/824122-overvierw.
Warwick, D. (2009) ‘Hand Injuries’, dalam Solomon, L, Warwick D, Nayagam, S., Apley’s System of Orthopaedic and Fractures, 9th Ed, London: Hodder Arnold.
Willhermi, B.J., Marriro, I.C., Sahin, B. (2013) Hand Anatomy, Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1285060-overvoew#showall
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
48
Pembebatan dan Pembidaian
Ekstremitas untuk Dokter Umum
Pembebatan (bandage) dan pembidaian
(splinting) adalah bentuk pertolongan pertama
yang dapat diberikan oleh seorang dokter
umum pada kasus trauma, seperti pada kasus
kecelakaan lalu-lintas yang menyebabkan
adanya kecurigaan fraktur. Pembebatan
adalah upaya untuk melakukan penekanan
efektif secara sementara. Pembidaian adalah
upaya untuk melakukan imobilisasi secara
sementara supaya tidak terjadi trauma
lanjutan. Dengan melakukan pembebatan dan
pembidaian, seorang dokter umum telah
melakukan langkah awal penanganan
kegawatdaruratan bagi pasien dengan
gangguan musculoskeletal (Gardner dan
Siegel, 2014).
Pembebatan
Prinsip dasar dilakukannya pembebatan
adalah untuk menutup luka dan melakukan
penekanan efektif pada luka. Pembebatan
bertujuan untuk menghentikan perdarahan,
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
49
mengurangi risiko kontaminasi pada luka, dan
imobilisasi parsial dengan membatasi ruang
gerak sendi. Manfaat dilakukannya
pembebatan adalah menopang suatu luka jika
ada bagian yang patah, imobilisasi, pemberian
tekanan, menopang bidai, dan menutup luka
(Gustilo, 1984).
Besarnya penekanan yang diberikan
kepada sendi bergantung kepada
1. Bahan dasar pembebat. Pembebat
biasanya menggunakan kasa steril,
yang cenderung kuat tetapi juga
elastis dan menyerap rembesan
darah yang masih mungkin terjadi
pada luka akut.
2. Ukuran dan bentuk ekstremitas yang
akan dibebat.
3. Keterampilan tenaga yang
melakukan bebat, dalam hal ini
adalah dokter umum.
4. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh
pasien.
Pemilihan lebar dan tebal pembebat
harus tepat karena lebar dan tebal pembebat
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
50
juga menentukan hasil pembebatan. Semakin
tebal bebat yang diberikan, maka semakin
besar tekanan yang diberikan pada luka,
tetapi juga harus dipertimbangkan perfusi
vaskuler, sensoris, dan motoris pasien.
Cara melakukan pembebatan yang
benar adalah sebagai berikut :
1. Memilih bebat dengan menggunakan
kasa steril atau dengan bahan bebat
lain.
2. Cuci luka pasien sebersih dan sekering
mungkin dengan NaCl 0,9%.
3. Lakukan pengecekan untuk perfusi ke
bagian distal, saturasi oksigen distal,
fungsi sensorik dan motorik pasien.
4. Pasang bantalan (padding) pada
tempat yang luka untuk menekan
tempat yang luka.
5. Bagian yang akan dibebat ditopang
pada posisi segaris dengan sendi
sedikit fleksi.
6. Melakukan pembebatan berhadapan
dengan bagian tubuh yang akan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
51
dibebat, dengan teknik pembebatan
yang dipilih.
7. Setelah bebat terpasang dengan baik,
lakukan pengecekan kembali pada
perfusi ke bagian distal, saturasi
oksigen distal, fungsi sensorik dan
motorik pasien. Bebat yang terpasang
dengan baik tidak mempengaruhi nilai
dari pengecekan ini pada sebelum dan
sesudah pemasangan.
Jenis-jenis pembebatan yang sering dapat
dilakukan di fasilitas layanan primer adalah
sebagai berikut :
1. Putaran spiral
Putaran spiral dapat digunakan untuk
pembebatan bagian tubuh yang memiliki
keliling lingkaran yang sama misalnya
sepanjang lengan bawah atau sepanjang
regio cruris. Putaran dibuat dengan sudut
kecil, kurang lebih 30o dengan cara
memiringkan bebat, dan setiap putaran
menutup 2/3 dari lebar bandage
sebelumnya. Putaran spiral akan terlihat
seperti Gambar 5.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
52
Gambar 5 : Pembebatan dengan Putaran
Spiral.
2. Putaran sirkuler
Putaran ini biasanya digunakan untuk
mengunci bebat sebelum melakukan
pembidaian pada area yang fraktur. Teknik
pembebatan ini dapat digunakan untuk
membebat area yang memiliki luas
permukaan kecil atau membutuhkan bebat
dengan tekanan lebih. Cara memasang
bebat dengan putaran sirkuler adalah
dengan melilitkan bebat dua sampai tiga
kali pada satu area yang sama.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
53
Gambar 6 : Pembebatan dengan Putaran
Sirkuler.
3. Putaran spiral terbalik
Teknik pembebatan dengan putaran
spiral terbalik paling sering digunakan
dalam teknik pembebatan, terutama jika
area yang dibebat cukup luas dan memiliki
keterbatasan panjang bebat. Cara mema-
sang bebat dengan teknik ini adalah
dengan membebat diarahkan ke atas
dengan sudut 30o, kemudian ibu jari
menahan di sudut bagian atas bebat, lalu
bebat diputar membalik sepanjang sekitar
satu jengkal tangan dan tangan yang
membawa bebat diposisikan pronasi,
sehingga beban menekuk ke atas dan
lanjutkan seperti putaran sebelumnya.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
54
Gambar 7 : Pembebatan dengan Putaran
Spiral Terbalik
4. Putaran berulang
Putaran berulang digunakan untuk
menutup bagian distal dari ekstremitas,
misalnya pada pergelangan tangan,
pergelangan kaki, ataupun jari-jari. Cara
memasang bebat dengan teknik ini adalah
bebat diputar secara sirkuler di bagian
proksimal, kemudian ditekuk membalik dan
dibawa ke arah sentral menutup semua
bagian distal. Kemudian kebagian inferior
dengan dipegang tangan lain dan dibawa
kembali menutupi bagian distal tapi kali ini
menuju ke bagian kanan dari sentral bebat.
Putaran kembali dibawa ke arah kiri dari
bagian sentral bebat. Pola ini dilanjutkan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
55
bergantian ke arah kanan dan kiri, saling
tumpang-tindih pada putaran awal dengan
2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri
dengan dua putaran sirkuler yang bersatu di
sudut lekukan dari bebat.
Gambar 8 : Pembebatan dengan Putaran
Berulang.
Pembidaian
Pembidaian dilakukan untuk imobilisasi
parsial pada bagian tubuh yang cedera pada
pasien. Imobilisasi parsial dilakukan dengan
tujuan untuk membatasi (bukan meniadakan)
ruang gerak sendi dengan harapan tidak ada
cedera lanjutan setelah cedera utama karena
aktivitas fisik yang dilakukan oleh pasien.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
56
Prinsip dilakukannya pembidaian adalah
sebagai berikut :
1. Bebaskan bagian yang akan dibidai
dari pakaian. Biarkan seluruh bagian
yang akan dibidai terekspos.
2. Lakukan evaluasi vaskuler, sensorik,
dan motorik sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan pembidaian.
Tindakan pembidaian yang benar
tidak mengurangi fungsi vaskuler,
sensorik, dan motorik pasien sesuai
dengan setelah terjadinya trauma.
3. Tutup semua luka dengan kasa steril
setelah membilas luka dengan cairan
NaCl 0,9% steril. Langkah
kegawatdaruratan ini penting untuk
mengurangi kontaminasi bakteri.
4. Lakukan penopangan pada ekstre-
mitas yang akan dilakukan
pembidaian. Ingat bahwa langkah ini
harus dilakukan dengan hati-hati. Jika
membutuhkan bantuan, usahakan
yang menopang bagian tubuh
mengerti bahwa gerakan yang
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
57
dilakukan harus sehati-hati mungkin
untuk mengurangi kemungkinan
cedera lebih lanjut akibat penolong.
5. Jangan memindahkan atau menggeser
anggota gerak sebelum dilakukan
pembidaian. Pasien yang merasakan
sangat nyeri karena adanya fraktur
harus diedukasi seefektif mungkin
supaya tidak menggerakkan anggota
badannya yang cedera dan tetap
tenang.
6. Pembidaian bertujuan juga untuk
mengurangi nyeri (Swiontkowski and
Cross III, 2008).
Pelaksanaan pembidaian simultan
setelah dilakukan pembebatan pada luka
terbuka dan titik perdarahan. Pelaksanaan
pembidaian menggunakan prinsip melewati
dua sisi, yaitu sisi proksimal dan sisi distal
tempat terjadinya trauma. Selanjutnya
dilakukan di dua sisi, medial dan lateral. Selain
itu, dapat ditambahkan bantalan (padding)
pada bagian penonjolan tulang atau area yang
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
58
luka untuk mencegah nyeri penekanan dari
bidai yang keras.
Beberapa contoh kasus untuk pelaksana-
an pembebatan dan pembidaian, antara lain :
1. Pada kasus fraktur humerus: gunakan
arm sling pada pasien dengan
bantalan yang ditaruh di bagian
lateral. Jika ada kecurigaan fraktur
klavikula atau skapula, dapat
digunakan arm sling yang lebih
nyaman dan aman bagi pasien.
2. Pada kasus fraktur antebrachii:
letakkan bantalan di posisi jari
menggenggam padding agak fleksi.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kontraktur. Pada fleksi dengan sudut
45o, otot fleksor dan ekstensor jari-jari
tangan berada dalam kondisi netral.
3. Pada kasus fraktur jari, posisi volar,
karena otot jari tarikannya lebih
dominan, posisikan normal fleksi 20o-
30o untuk sendi interfalanges
proksimal dan distal. Gunakan
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
59
bantalan di bagian jari-jari dan
lakukan pembidaian dengan dua
tongue spattle.
4. Pada kasus dislokasi panggul, posisi
yang nyaman dan tidak nyeri bagi
pasien adalah posisi fleksi sendi paha
dan fleksi sendi lutut. Untuk
menambah kenyamanan pasien,
berikan bantal di bawah lutut dan
edukasi pasien untuk tidak melakukan
gerakan menggeser badan atau
mencoba berguling.
5. Pada kasus fraktur femur, lakukan
imobilisasi dengan dibebat pada
bagian pinggul (seperti memasang
sabuk) dan di sendi lutut kedua kaki.
6. Pada kasus fraktur sendi lutut,
lakukan dengan posisi kaki ekstensi di
sendi lutut (Jung, 2010).
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
60
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Pembebatan dan Pembidaian. Surakarta: 2019.
Gardner, M. and Siegel, J., 2014. Minimally Invasive Orthopaedic Trauma. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins.
Gustilo, R., 1984. Overview in Fracture Management. Orthopaedic Nursing, 3(5), pp.25-30.
Jung, G., 2010. Management of Open Fracture. Journal of the Korean Fracture Society, 23(2), p.236.
Swiontkowski, M. and Cross III, W., 2008. Treatment Principles in the Management of Open Fractures. Indian Journal of Orthopaedics, [online] 42(4), p.377. Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2740354/> [Accessed 22 August 2020].
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
61
Casting, Slab, dan Traksi untuk
Dokter Umum
Pada pasien dengan fraktur, prosedur
untuk mempertahankan fungsi tubuh
(preservation of function) sangatlah penting.
Prinsip dasar penanganan fraktur yang dapat
dilakukan oleh dokter umum adalah reduksi
dan retain. Dalam upaya imobilisasi fraktur
dapat dicapai dengan cara memasang casting,
slab, dan traksi.
Casting dan Slab
Pemasangan casting atau disebut juga
dengan gips adalah salah satu prosedur
imobilisasi pada kasus fraktur ekstremitas.
Casting memiliki bahan dasar kalsium sulfat
yang dapat menghasilkan panas ketika
dicampurkan dengan air, tergantung dari
jumlah plaster yang digunakan dan suhu air.
Fungsi pemasangan casting antara lain:
1. Imobilisasi fraktur, dislokasi,
kerusakan tendon dan sendi.
2. Mengurangi nyeri dan untuk
memfasilitasi proses penyembuhan.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
62
3. Untuk mempercepat mobilisasi
dengan stabilisasi fraktur.
4. Memperbaiki fungsi melalui stabilisasi
sendi.
5. Koreksi defrmitas seperti pada pasien
clubfoot atau pada kontraktur sendi.
6. Mencegah timbulnya deformitas
karena adanya gangguan
neurovaskuler.
Pemasangan casting dapat dilakukan
dengan dua teknik yaitu casting sirkuler dan
teknik slab. Pada casting sirkuler, teknik
pemasangan gips sehingga didapatkan
imobilisasi. Pada teknik slab, digunakan
beberapa lapisan gips yang dipertahankan
pada tungkai dengan dilapisi perban elastis.
Langkah-langkah pemasangan casting
adalah dengan melakukan penilaian terhadap
pasien, terutama pada fraktur yang terjadi.
Fase dari pembuatan casting pertama adalah
waktu celup yakni saat mencampurkan casting
dengan air selama 2-6 detik. Kedua adalah
waktu aplikasi selama 2-6 menit, dan waktu
pengeringan selama 1-2 hari. Persiapan alat
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
63
yang perlu dilakukan adalah plaster, bebat,
baskom, kapas untuk bantalan, pemotong
gips, pensil untuk penanda, dan bantal.
Pemasangan gips dibantu oleh dua
orang. Langkah langkahnya pertama adalah
siapkan semua peralatan untuk memasang
gips. Kedua, siapkan semua perlengkapan
yang dibutuhkan diatas trolley. Tentukan
penggunaan plester of paris atau sintetik
(fiberglass), padding, stockinette, sarung
tangan, verban elastis (untuk slab), serta air
dalam wadah yang cukup untuk merendam
gips.
Pasangkan stockinette dan padding.
Perhatikan pada penonjolan tulang perlu
dipasangkan bantalan yang lebih tebal. Gips
direndam dengan air dengan suhu 25-35o.
Semakin panas suhu air, semakin cepat gips
mengeras. Kemudian, gips dipegang dan
dilapiskan di kulit dengan gerakan melingkar
tungkai dari proksimal hingga ke distal secara
merata dan menunggu untuk gips mengering.
Pemasangan gips yang baik adalah:
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
64
1. Tidak terlalu kencang atau terlalu
longgar. Gips yang terlalu kencang akan
mengganggu neurovaskuler. Sedangkan
kalau terlalu longgar tidak memberikan
efek fixasi yang adekuat dan dapat
menimbulkan lecet pada kulit.
2. Tidak boleh ada lipatan pada bagian
dalam gips yang akan menimbulkan
tekanan pada kulit.
3. Gunakan gips seperlunya dan tidak
berlebihan sehingga gips yang dibuat
tetap ringan.
4. Lapisan gips harus menyatu meyeluruh
yang dicapai dengan cara aplikasi yang
cepat dan moulding secara konstan
agar tiap lapisan menyatu.
Penggunaan gips sirkuler atau slab
membutuhkan evaluasi untuk mengetahui baik
tidaknya imobilisasi daerah fraktur telah
diaplikasikan. Komplikasi yang dapat ditim-
bulkan oleh pemasangan gips antara lain:
1. Gangguan aliran darah baik berupa
compartement syndrome atau
gangguan fungsi saraf. Adanya nyeri
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
65
dan pembengkakan jari-jari merupakan
pertanda adanya gangguan sirkulasi
akibat gips yang ketat.
2. Luka lecet terutama pada daerah
tonjolan tulang.
3. Reaksi alergi dan dermatitis
4. Kekakuan sendi
Pemasangan slab seringkali dilakukan
pada pasien dengan kondisi akut. Slab
cenderung dipasangkan lebih cepat dan tidak
menyebabkan gangguan sirkulasi pada
tungkai yang masih terjadi tanda-tanda
inflamasi akut.
Cara pemasangan slab adalah dengan
mula-mula mengukur panjang slab yang
dibutuhkan dan buat lapisan gips sesuai yang
diperlukan. Tungkai atas dewasa biasanya
dibutuhkan seitar 10 lapis sedangkan pada
tungkai bawah diperlukan sekitar 12 hingga
15 lapis.
1. Rendam slab dengan memegang
kedua ujungnya selama beberapa
saat.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
66
2. Angkat dari air dengan memegang
salah satu ujungnya kemudian
keluarkan sisa air dengan mengurut
diantara dua jari dari atas ke bawah.
Hal ini akan menyebabkan slab
menyatu. Cara lain adalah dengan
cara meletakkan diatas meja dan
diratakan dengan pinggir telapak
tangan.
3. Letakkan lapisan slab yang basah
diatas padding dan diaplikasikan
pada tungkai sambil meratakannya
sesuai kontur tungkai. Slab
dipertahankan pada posisinya
dengan verban elastic.
Traksi
Pada kasus fraktur regio ekstremitas
yang berukuran panjang, pemasangan gips
akan lebih sulit dilakukan karena terdapat
tarikan elastis dari otot terhadap tulang yang
disebut deforming muscle. Traksi merupakan
salah satu cara terapi konservatif pada fraktur
dengan penarikan bagian tubuh untuk
mengubah atau menahan posisi fragmen
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
67
fraktur. Traksi adalah metode untuk
memasangkan beban sehingga mencegah
adanya tarikan dari deforming muscle atau
akibat dari aktivitas fisik pasien.
Berdasarkan metode pemasangannya,
pemasangan traksi dibedakan menjadi tiga,
yaitu metode traksi manual, traksi kulit, atau
traksi tulang.
1. Traksi Kulit
Traksi kulit menggunakan plaster lebar
yang direkatkan pada kulit dan diperkuat
dengan perban elastis. Berat maksimum yang
dapat diberikan adalah 5 kg yang merupakan
batas toleransi kulit. Jenis-jenis traksi kulit,
yaitu:
a. Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi
kulit dimana plaster melekat secara
sederhana dengan memakai katrol.
b. Traksi dari Dunlop, dipergunakan
pada fraktur suprakondiler humeri
anak-anak.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
68
c. Traksi dari Gallow atau traksi dari
Bryant, dipergunakan pada fraktur
femur anak-ana usia dibawah 2 tahun.
d. Traksi dari Hamilton Russel,
digunakan pada anak-anak usia lebih
dari 4 tahun.
Indikasi penggunaan traksi kulit antara lain:
a. Traksi kulit merupakan terapi pilihan
pada fraktur femur dan beberapa
fraktur suprakondiler humeri anak-
anak
b. Pada reduksi tertutup Ketika
manipulasi dan imobilisasi tidak dapat
dilakukan.
c. Merupakan pengobatan sementara
pada fraktur sambil menunggu terapi
definitif
d. Fratur-fraktur yang sangat bengkak
dan tidak stabil
e. Traksi pada spasme otot atau pada
kontraktur sendi misalnya sendi lutut
dan panggul
f. Traksi pada kelainan-kelainan tulang
belakang seperti hernia nukleus
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
69
pulposus (HNP) atau spasme otot
tulang belakang.
Komplikasi yang dapat terjadi pada
traksi kulit adalah:
a. Penyakit tromboemboli
b. Aberasi, infeksi serta alergi pada kulit
2. Traksi tulang
Traksi tulang biasanya menggunakan
kawat Kirschner (K-wire) atau batang dari
Steinmann pada lokasi-lokasi tertentu yaitu
proksimal tibia, kondilus femur, olecranon,
kalkaneus, traksi pada tengkorak, trokanter
mayor, bagian distal metakarpal. Jenis-jenis
traksi tulang, yaitu:
a. Traksi tulang dengan menggunakan
kerangka dari Bohler Braum pada
fraktur orang dewasa
b. Thomas Splint dengan pegangan lutut
atau alat traksi dari Pearson
c. Traksi tulang dari olecranon, pada
fraktur humerus
d. Traksi yang igunakan pada tulang
tengkorak misalnya Gardner Well Skull
Calipers, Crutchfield Canial Tong.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
70
Indikasi penggunaan traksi tulang, yaitu:
a. Apabila diperlukan traksi yang lebih
berat dari 5 kg
b. Traksi pada anak-anak yang lebih besar
c. Pada fratur yang bersifat tidak stabil,
oblik atau komunitif
d. Fraktur-fraktur tertentu pada daerah
sendi
e. Fraktur terbuka dengan luka yang
sangat jelek ketika fiksasi eksterna
tidak dapat dilakukan
f. Traksi langsung pada traksi yang
sangat berat misalnya dislokasi panggul
yang lama sebagai persiapan terapi
definitif
Komplikasi traksi tulang, yaitu:
a. Infeksi, misalnya infeksi melalui
kawat/pin yang digunakan
b. Kegagalan penyambungan tulang
(nonunion) akiat traksi yang berlebihan
c. Luka akibat tekanan misalnya tekanan
Thomas splint pada tuberositas tibia
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
71
d. Parese saraf akibat traksi yang
berlebihan (overtraksi) atau bila pin
mengenai saraf.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
72
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, A.S. (2009) ‘Principles of casting and Splinting’, American Family Physician: 79 (1). 1-7.
Miles, S. (2000). A Practical Guide to Casting. 2nd Ed, New York: BSN medical Ltd.
McRae, R. (1999) Pocketbook of Orthopaedic and Fractures, London: Churchill Livingstone: 229-237.
Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D. (2004) Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 829-949.
Williams, N.S., Bulstrode, C.J.K., O’connell, P.R. (2004) Biley and Love’s Short Practice of Surgery, 25th Edition, 353-376.
Rasjad, C. 20090 Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta: Yarsif Watampone, hal 81-100.
The chidren’s hospital at Westmead (2010). Orthopaedic Traction: Care and Management, Practice Guideline 2010, The children’s hospital at Westmead.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
73
Tatalaksana Sindrom Kompartemen
di Faskes Primer
Sindrom kompartemen terjadi ketika
terjadi tekanan pada bagian tubuh yang
memiliki rongga sehingga seakan-akan
struktur yang terdapat di dalam rongga
tersebut tertekan. Sindrom kompartemen
dapat menyebabkan perdarahan, iskemia,
atau bengkak pada daerah yang terkena
trauma. Insiden sindrom kompartemen terjadi
pada 3,1 dari 100.000 penduduk. Kasus pada
laki-laki 10 kali lebih banyak dari wanita dan
umur rata-rata 30 hingga 35 tahun.
Sedangkan urutan tempat terbanyak adalah
tungkai bawah kemudian diikuti lengan
bawah, lengan atas, daeral gluteal, paha dan
kaki.
Berdasarkan waktunya, sindrom kom-
partemen dapat dibagi menjadi dua yaitu
sindrom kompartemen akut dan kronis.
Sindrom kompartemen akut sering terjadi
pada kasus cedera musculoskeletal. Sekitar
2/3 kasus dari sindrom kompartemen
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
74
berhubungan dengan kasus fraktur
ekstremitas. Sindrom kompartemen akut
membutuhkan waktu dalam hitungan jam
ataupun hari. Cedera yang terjadi pada
jaringan yang menyebabkan perdarahan atau
edema berlebihan, dapat menyebabkan
sindrom kompartemen. Begitu juga dengan
tindakan seperti pembebatan atau
pemasangan casting. Oleh karena itu, penting
bagi dokter umum untuk mencegah dan
memberikan tatalaksana yang tepat bagi
sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen kronis dapat
disebabkan karena aktivitas yang berlebihan
pada ekstremitas (exertional compartment
syndrome). Tanda dari syndrom ini adalah
nyeri pada seluruh otot, seperti otot pada
pantat, paha, atau betis. Sindrom ini sering
terjadi juga pada abdomen pada pasien
dengan kondisi serius di rumah sakit. Hal itu
ditandai dengan perut yang mengalami
distensi, tegang, keluaran urin yang sangat
sedikit atau tidak ada sama sekali, dan tanda-
tanda syok.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
75
Gejala klinis yang dirasakan oleh pasien
dengan sindrom kompartemen adalah adanya
nyeri hebat pada bagian kaki atau tangan,
kebas, kesemutan, atau seperti tertusuk jarum
secara terus menerus pada suatu bagian,
bengkak, dan muncul seperti tanda-tandan
lebam.
Diagnosis pada pasien sindrom kompar-
temen dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang jika diperlukan. Pada anamnesis,
didapatkan nyeri yang berlebihan dibanding-
kan dengan jejas yang terjadi. Nyeri bisa
terjadi pada daerah ekstremitas yang
mengalami trauma dan di dekat tempat
fraktur. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan
lebam, kemerahan, yang timbul perlahan-
lahan dan tidak bersamaan dengan terjadinya
luka. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
dengan mengukur tekanan pada kom-
partemen. Cara pengukuranya adalah mema-
sukkan jarum untuk mengukur tekanan dalam
kompartemen atau dengan kateter yang
dimodifikasi.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
76
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada
sindrom kompartemen, antara lain :
1. Terapi Medikal/Non-Bedah
Menempatkan tangan setinggi jantung
untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal. Gips harus
dibuka dan pembalur kontriksi dilepas.
Mengoreksi hipoperfusi dengan cara
kristaloid dan produk darah
Memberikan oksigenasi yang adekuat
kepada pasien
2. Terapi Pembedahan
Fasciotomi adalah pengobatan ope-
ratif pada sindrom kompartemen dengan
membuat sayatan pada kulit dan
menembus fascia dengan maksud untuk
menghilangkan tekanan yang meningkat di
dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka
(ditutup dengan pembalur steril) dan
ditutup pada operasi kedua. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah
6 jam. Insisi fasciotomi pada lengan atas
dan tangan. Indikasi untuk melakukan
fasciotomi ini adalah:
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
77
Ada tanda-tanda klinis dari
sindrom kompartemen
Tekanan intrakompartemen mele-
bihi 30 mmHg
Prognosis
Sindrom kompartemen kronis pertama-
tama dapat diobati dengan menghindari
aktivitas yang menyebabkannya dan dengan
latihan peregangan dan terapi fisik.
Pembedahan tidak begitu mendesak pada
sindrom kompartemen kronis atau aktivitas,
tetapi mungkin diperlukan untuk mengurangi
tekanan.
Sindroma Kompartemen dapat menimbul-
kan komplikasi sebagai berikut:
Nekrosis jaringan
Volksman Iskemic Contracture
Infeksi
Hipestesia dan nyeri
Komplikasi sistemik seperti gagal
ginjal akut, sepsis, dan Acute
Respiratory Distress Syndrome
(ARDS).
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
78
Toleransi otot untuk terjadinya iskemia
adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi
bila lebih dari 8 jam. Keterlambatan diagnose
dapat menyebabkan trauma saraf dan
hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi
dilakukan dengan cepat dan awal, hampir
20% pasien mengalami defisit motorik dan
sensorik yang persisten.
DAFTAR PUSTAKA
Amendola, A., Twaddle, B.C. (2003). Compartment Syndrome, New York: Elsevier Science, hal. 268-292.
Blick, S.S., Brumback, R.J., Poka, A. (1986) ‘Compartment syndrome in opean tibial fractures’, J Bone Joint Surg. Am; 68A: 1348-1353.
Duckworth, A.D., McQueen, M.M. (2011). ‘Focus on diagnosis of acute compartement syndrome’. The Journal of Bone and Joint Surgery: 1-7.
Mabvuure, T.N., Malahias, M., Hindocha, S., Khan, W. (2012) ‘Acute Compartement Syndrome of the Limbs: Current
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
79
Conceps and Management’, The open Orthopaedic Journal: 535-534.
Sheridan, G.W., Matsen, F.A. (1976) ‘Fasciotomy in the treatment of Acute compartment syndrome’. J Bone Joint Surg. Am; 58A: 112-115.
Solomon, L., Warwick, D., Nayagam, S., (2001) Principles of Fractures in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed., London: Arnold, hal. 563-564.
Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Trauma Muskuloskeletal untuk Dokter Umum 2020
"DokterPost" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia