TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

16
TBntangan Pendidikan Dal8m Rangka Pefaksanaan Ofonomi Daerah TANTANGAN PENDIDlKAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh: Heru Pratomo Ar) dan Lis Permana Sari"") ABSTRACT Started from the year 200 1, regional autonomy is implement- ed and S9 autonomy in education. In orderto implement autonomy in education, every educational institution is expected to be able to develop income generating activities to cover its operational cost. An advanced education in a district could have a role as income generating resources for that district, for it could draw money from other district. It also generates taxes from boarding houses. To cope with the implementation of autonomy, educational institution should refonn itself, not to mention that education should be managed professionally. Refonn in education not only cover the whole component of education process, those are : in- put, curriculum and teaching-learning process, infrastructure, and academic staff, but also the placement of the graduate. The conclusions are: (I) in order to implement the autonomy, education should be managed profesionally since education is not only investment but also c6mmdity, and (2) refonn in educa- tion should cover the whole component of education system. Key word: autonomy, education refonn -) Heru Pratomo Al dan Lis Permana Sari, adalah StafPengajar padajurusan Pendidikan KimiaFMIPA UNY. 99

Transcript of TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Page 1: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

TBntangan Pendidikan Dal8m Rangka Pefaksanaan Ofonomi Daerah

TANTANGAN PENDIDlKAN DALAM RANGKAPELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Oleh: Heru Pratomo Ar) dan Lis Permana Sari"")

ABSTRACT

Started from the year 2001, regional autonomy is implement­ed and S9 autonomy in education. In order to implement autonomyin education, every educational institution is expected to be ableto develop income generating activities to cover its operationalcost. An advanced education in a district could have a role asincome generating resources for that district, for it could drawmoney from other district. It also generates taxes from boardinghouses.

To cope with the implementation of autonomy, educationalinstitution should refonn itself, not to mention that educationshould be managed professionally. Refonn in education not onlycover the whole component of education process, those are : in­put, curriculum and teaching-learning process, infrastructure, andacademic staff, but also the placement of the graduate.

The conclusions are: (I) in order to implement the autonomy,education should be managed profesionally since education isnot only investment but also c6mmdity, and (2) refonn in educa­tion should cover the whole component of education system.

Key word: autonomy, education refonn

-) Heru Pratomo Al dan Lis Permana Sari, adalah StafPengajar padajurusan PendidikanKimiaFMIPA UNY.

99

Page 2: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

C.kraw,', Pendidikan, Februari 2002, Th. XXi. No.1

PENDAHULUAN

Sejak tanggal 1 Januari 2001 resmi diberlakukan Undang-UndangRI No. 22 Th. 1999 tentang Pemerintahan Daerah, atau yang lebih

dikenal sebagai Otonomi Daerah. Dalam Bab I, Pasal l(h) dikatakanbahwa "Daerah otonom berwenang untuk mengatur dan menguruskepentingan masyarakat setempat menurutprakarsa sendiri, berdasarkanaspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan". Kewenangantersebut antara lain dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Dengan adanya otonomi, masyarakat akan merasakan beban yanglebih berat dalam hal pembiayaan pendidikan. Harapan masyarakatuntuk mendapatkan pendidikan secara murah semakin jauh darikenyataan. Kalau selama ini orang tua berusaha sekuat tenaga agarputra-putrinya dapat bersekolah di sekolah negeri dengan harapanbiayanya akan lebi4 murah, rasanya hal tersebut menjadi tinggal impiansejak diberlakukannya otonomi pendidikan,

Semangat perubahan pendidikan yang terkandung dalam UU no.22 tahun 1999 dan PP no. 25 tahun 2000 adalah melimpahkan sebagianbesar urusan pendidikan ke daerah. Masalah manajemen penyelenggara­an sepeimhnya diserahkan ke daerah, sedangkan masalah kualitas dansistem jaminannya menjadi urusan pusat (Surnamo, 2000). Lembagapendidikan negeri yang selama ini sangatbergantung kepadapemerintahakan berusaha mencukupi kebutuhan untuk biaya operasionainya darimasyarakat, yaitu parapeserta didik. Peserta didik di lembaga pendidik­an negeri akan dikenai biaya pendidikan yang tak lagi murah sepertiselama ini, bahkan mungkin akan menjadi mahal seperti sekolah swasta.Hal ini ai<:an lebih dirasakan berat apabila lembaga pendidikan tersebutsampai saat ini belum memiliki mitra kerja dengan instansi lain yangmampu bekerjasama dalam menyokong biaya operasionalnya. Dalamhal ini perlu disampaikan respekyang tinggi kepada lembagapendidikanswasta yang selama ini telah dapat mandiri dalam menggalang danauntuk mencukupi biaya operasionalnya.

100

Page 3: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidikan Da/am Rangka Pe/aksanstJn Otonomi Daerah

Menurut Suyanto (Kompas, 23 Maret 2001) dalam era desentraIisasiseperti saat ini dengan sektor pendidikanjuga dikelola secara otonom

. oleh pemerintah daerah, pendidikan hams ditingkatkan ke arah yanglebih baik, dalam arti relevansinya bagi kepentingan daerah maupunkepentingan nasional. Manajemen sekolah saat ini memilikikecederungan ke arah school based management. Dalam kontekstersebut, sekolah hams mampu meningkatkan keikutsertaan masyarakatdalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya.Namun demikian, otonomi pendidikanjuga tetap hams mengacu padaakuntabilitas terhadap masyarakat, orang tua, siswa, maupun pemerintahpusat dan daerah.

Penulisan makalah ini terutama bertujuan untuk mengkaji kaitanantara pendidikan dengan pelaksanaan otonomi, serta hal-hal yang perludibenahi dalam rangka'reforrnasi pendidikan.

PENDIDlKAN SEBAGAI KOMODITAS

Menarik sekali pemyataan K.i Supriyoko pada Seminar Pendidikanyang diselenggarakan oleh Foruni Pengkajian Pendidikan Primagama(Kedaulatan Rakyat, 26 Februari 2001). Beliau menyatakan bahwapendidikan itu bukan hanya suatu investasi tapi juga suatu komoditas.Menurut beliau, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan agarpelaksanaan desentralisasi pendidikan berhasil, yaitu (I) masalahpersepsi atau komitrnen, dan (2) masalah paradigma. Sudah saatnyadiubah persepsi bahwa pendidikan itu hanya merupakan suatu investasidan hasilnya bam dirasakan dalam jangka papjang. Saat ini tidak lagitepat jika kita masih beranggapan bahwa lembaga pendidikanmerupakan suatu lembaga sosial. Lembaga pendidikan hams dikelolasecara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.Di negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada dan Australia, yangsudah melaksanakan desentralisasi dalam bidang pendidikan, temyatapendidikan dikelola secara profesional sebagai komoditas. Sebagai

101

Page 4: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

e.k,....,. P,ndjdik... FebnJe,; 2002. Th. XXI, No.1

komoditas, pendidikan harus dipromosikan, agar semakin banyakpeminat yang ingin mendaftarkan diri sebagai peserta didik, dansemakin banyak pula pengguna lulusan yang tertarik untuk memakailulusannya. Kemudian yang perlu diperhatikan dalam rangka menujuterbentuknya suatu masyarakat informasi dan globalisasi adalahperlunya perubahan paradigma kehidupan manusia dalam kehidupanberbangsa dan bemegara.

Belaj ar dari universitas di Australia, maka Pemerintah DaerahIstimewa Yogyakarta, khususnya Pemerintah Daerah KabupatenSleman dan Pemerintah Kota Yogyakarta, harus mampu mendoronglembaga pendidikan untuk mewujudkan lulusan yang bermutuintemasional. Dengan mutu global masyarakat dari daerah lain akanberbondong-bondong ke Yogyakarta untuk belajar. Jika hal ini teIjadi,akan banyak aliran dana yang masuk ke Daerah Istimewa Yogyakarta,dan selanjutnya 'akan mendorong pertumbuhan ekonomi di DaerahIstimewa Yogyakarta. Ini penting, mengingat Daerah IstimewaYogyakarta kurang memiliki sumber daya alam yang berpotensi untukdigarap seperti propinsi lain, misalnya Nangroe Aceh Darussalam,Kalimantan Timur, Riau, dan Papua.

Agar pendidikan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomidi suatu daerah pendidikan di daerah itu harus benar-benar mampubersaing dengan daerah lainnya. Persaingan yang sehat sangat diperlu­kan sehingga kepala daerah perlu memiliki wawasan global dalam halpengelolaan pendidikan. Tidak tepat kalau kepala daerah hanya maumengangkat putra daerah untuk memajukan pendidikan di daerahnya.

, Yang sangat diperlukan adalah pengelolaan pendidikan yang profesionalOleh karena itu, diperlukan orang yang profesional yang mampu menge­lola lembaga pendidikan sehingga mampu bersaing secara global.Wawasan kedaerahan yang sempit justru akan mencerai-beraikan kitasebagai bangsa Indonesia. Keinginan untuk memajukan daerah tidakharus diikuti dengan mengorbankan persatuan kita sebagai bangsa.

102

Page 5: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidikan Da/am Rangka Pefsksansan Otonom; DS8rsh

Dengan bermutunya lembaga pendidikan di suatu daerah tentu akanmengundang siswa dari daerah lain. lni berarti akan membetikansumbangan ekonomi yang tidak sedikit. Di sekitar lembaga pendidikanitu tentu akan tumbuh banyak rumah pondokan atau asrama yang berartimerupakan penghasilan bagi warga setempat. Pemerintah daerah bisasaja menetapkan pajak bagi pemilik pondokan atau asrama sebab saatini bisnis rumah pondokan atau asrama telah menjadi lahan bisnis bamyang banyak ditekuni para pemilik modal. Di situ akan banyak tumbuhwarung atau rumah makan. Jadi pertumbuhan rumah pondokan danwarung makan, tak ubalmya dengan pertumbuhan hotel atau penginapandan restoran, dan tentunya ini merupakan sumberpajak bagi pemerintahdaerah. Namun demikian, dampak negatifnya juga perlu diantisipasidengan menerbitkan peraturan daerah mengenai rumah pondokan danasrama. Jangan sampai rumah itu disalahgunakan untuk hal-hal yangdilarang agama, atau melanggar norma masyarakat setempat. Hamsada peraturan yang ketat dan mengikat disertai sanksi tegas bagi parapelanggarnya terhadap keberadaan rumah kost atau pondokan ini.

Dalam mengelola pendidikan tinggi menurut Supardi (KedaulatanRakyat, 16 Maret 2001) diperlukan sikap profesional yang hams selaluberpijak pada paradigma pengembangan pendidikan tinggi. Denganetos keIja yang demikian manajemen pendidikan tinggi akan mampumemberikan semacam kepuasan kepada banyak pihak, yaitu parapemilik (yayasan atau pemerintah), masyarakat peminat sebagaipemasok (supplier), dan masyarakat pemakai lulusan (user), para dosen,para mahasiswa, serta pegawai administraSi yang terlibat. Manajemenpendidikan tinggi harus mampu mengintroduksikan etos kerjaprofesional pada sivitas akademika dan mengimplementasikan muatannormatifdan aspirasi dalam mengelola dirinya sendiri. Muatan normatifdan aspiratifyang terkandung dalam etos keIja profesional mempunyaiciri mengutamakanhasil keIja sesuai dengan tujuan/ sasaran (prestasi),bekeIja berdasarkan otonorni keahlian, mempunyai kode etik yangjelas,

103

Page 6: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

C.ktlwa/. Pendldlkln, Februari 2002, Th. XXI, No.1

prinsip-prinsip manajemen modem, serta bekerja dengan dukungankomitmen yang tinggi terhadap tugas.

PENDIDlKAN SEBAGAI PENGGERAK REFORMASI

Pada masa reformasi seperti saat ini, setelah lebih dari tiga dasawarsa berada dalam sistem pemerintahan yang sentralistik, sudahseharusnya p.endidikan menjadi ujung tombak reformasi. Agar dapatmenjadi motor penggerak reformasi, pendidikan hams lebih dulumelakukan reformasi diri. Reformasi dalam bidang pendidikan yangperlu dilakukan meliputi pembenahan sistem pendidikan, kurikulum,kesejahteraan tenaga kependidikan, dan pengembangan saranapendidikan.

Sebagai suatu sistem, pendidikan memiliki komponen yang takterpisahkan satu sama lain (Dirto, 1978). Komponen tersebut meliputi: masukan (input), proses pendidikan yang melibatkan kurikulum,proses belajar mengajar, tenaga pendidik dan sarana, serta keluaran(output). Reformasi dalam bidang pendidikan juga harus dilakukanterhadap komponen-komponen yang ada dalam sistem pendidikan itusendiri. Don Adams (Suyata, 1998), mengidentifikasi mutu suatusekolah meliputi (1) reputasi, (2) sumber-sumber dan masukan, (3)proses, (4) isi, (5) keluaran dan hasil, serta (6) nilai tambah.

Peserta Didik sebagai Masukan Pendidikan

Selama ini seleksi untuk mendapatkan masukan pada jenjangpendidikan yang lebih tinggi masih menggunakan nilai ebtanasmurni(selanjutnya disingkat dengan NEM). Artinya dengan NEMyang diperoleh pada tingkat di bawahnya siswa mempunyai ke­sempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebihtinggi. Rencanapemerintah untuk mengubah sistem seleksi berdasarkanNEM dengan seleksi berdasarkan hasil test yang diselenggarakan

104

Page 7: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangsn Pendidikan Da/am Rsngks Pefskssnaan Otonomi Daerah

oleh sekolah sasaran merupakan langkah yang cukup tepa!. lni akanmulai dilaksanakan sej ak dihapuskannya Ebtanas pada tingkatpendidikan dasar mulai tahun ajaran 2001/2002. Sementara itu,untuk masuk ke perguruan tinggi dilakukan dengan test seleksi tertulis(dikenal sebagai Sistem Penerimaan Mahasiswa BarulSPMB bagiPerguruan Iinggi Negeri), maupun lewat penelusuran bibit ungguldaerah (PBUD).

Berkaitan dengan otonomi daerah, dengan catatan kualitaspendidikan di berbagai daerah tidak selalu sarna, model seleksi denganmenggunakan tes yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikansasaran dapat dipandang sebagai hal yang paling obyektif. Oleh karenaitu, hal perlu segera dilakukan. Sebagai contoh, dengan dihapuskannyaEbtanas di Sekolah Dasar, lulusan SD yang akan masuk ke SLIP harnsdiseleksi melalui tes masuk yang. harns diselenggarakan oleh SLIPbersangkutan. Kredibilitas dan persaingan antarlembaga pendidikan(sekolah) menjadi hal yang perlu dicermati dalarn menjaring masukan.Dengan model seleksi demikian,jelas setiap lembaga pendidikan inginmendapatkan masukan yang sebaik-baiknya sesuai kriteria yangditetapkan. Baik buruknya kualitas lembaga pendidikan, sedikit banyaktergantung pada kualitas masukannya. Hanya dalarn hal seleksi ini,harns jelas kriterianya sehingga semuanya perlu transparan. Untuk itu,diperlukan Iembaga independen yang bertugas mengawasi pelaskanaanseleksi.

Kurikulum dan Proses Pembelajaran

Pada tahun 1994 pemerintah telah membakukan kurikulum nasionaIuntuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, namun demikianpemerintah juga memberikan alokasi untuk muatan lokal. Denganadanya otonomi daerah, kiranya akan sangat tepat apabila porsi untukmuatan Iokal diberikan lebih besar. Hal ini bisa dipertimbartgkansebagai masukan, Iebih-Iebih saat ini sedang dilakukan pembahasan .

lOS

Page 8: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

C.IuI_ PftldldlU., F.bnJlIfi 2002, Th. XXI, No.1

dalam rangka penyempumaan kurikulum yang berdasarkan padakompetensi bagi pendidikan dasar serta pendidikan menengah.

Kurikulum UNY tahun 1997 yang direvisi pada tahun 2000, jugaberisikan materi kurikulum nasional dan: lokal. Dengan adanya otonomi,kiranya porsi untuk muatan lokal harus lebih besar daripada kurikulumnasional. Kurikulum nasional hendaknya hanya berisi hal-hal yangberkaitan dengan isu nasional, serta standar meteri pelajaran pokok.Hendaknya setiap lembaga pendidikan diberi wewenang untukmengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Padatataran pendidikan dasar dan menengah diperlukan guru yang aktif,dan mumpuni sebagai pengembang kurikulum. Pemerintah cukupmenentukan jenis mata pelajaran dan standar minimalnya. Misalnya,mata pelajaran kimia diberikan mulai dari 8LTP, dengan alokasi sekianjam per minggu serta konsep-konsep apa saja yang harus diajarkan.Jadi, pemerintah cukup memberikan GBPP untuk setiap mata pelajaransecara garis besar saja. Kedalaman dan pengembangan setiap konsepdalam suatu mata pelajaran sebaiknya diserahkan kepada pemerintahdaerah setempat. Pemerintah daerah yang menentukan standar mini­mal untuk setiap mata pelajaran di daerahnya, yang mungkin sajaberbeda antara satu daerah dengan lainnya.

Kurikulum pendidikan tinggi memang seharusnya lebih dipercaya­kan kepada perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi akanmenyusun kurikulum sesuai dengan visi dan misinya. Pemerintah dapatmemonitor kurikulUin pendidikan tinggi, dan bahkan kineIja perguruantinggi secara keseluruhan melalui Badan Akreditasi Nasional (BAN),dan pemeriksaan ini dilakukan secara periodik dalam rangka akreditasi.

Pada tingkat pendidikan tinggi pemerintah harus menetapkanpersyaratan perolehan gelar dan penggunaan gelar akademik. Hal inidimaksudkan untuk menghindari adanya penggunaan gelar yang tidakbertanggungjawab. Akhir-akhir ini banyak lembaga pendidikan tinggiyang menawarkan gelar akademik dari tingkat 81 sampai dengan 83,

106

Page 9: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidikan Delllm Rengke Pele/c$an.1tl Dionomi DeereiJ

dan banyak masyarakat yang benninat untuk mendapatkannya demiuntuk meningkatkan status dan gengsinya, atau sekedar dituliskan dikartu nama. Sementara itu gelar tersebut sebenamya banyak yang tidakdiakui oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas. Para pengguna gelartersebut kebanyakan dari masyarakat non-kampus. Sangat disayangkankalau sampai ada masyarakat kampus yang tergiur dengan gelar-gelaryang ditawarkan, yang dapat diperoleh dengan membayar sejumlahbiaya tertentu. Pihak perguruan tinggi swasta atau lembaga pendidikanlainnya harns mencennati gelar seseorang dengan sungguh-sungguh.Namun kadang-kadang memang ada lembaga pendidikan tinggi yangsengaja karena demi status di masyarakat mencantumkan tenagaakademiknya lengkap dengan gelamya, yang mungkin saja ilegal.Masyarakat memang tidak tahu sah atau tidaknya gelar akademikseseorang, tetapi dalam suasana reformasi masyarakat boleh dandiharapkan berani menanyakan apabila menjumpai hal-hal yang pantasdicurigai.

Proses belajar mengajar di sekolah pada tingkat pendidikan dasardan menengah selayaknya tak lagi berorientasi pada pencapaian NEMtetapi lebih berdasarkan pada kompetensi, yaitu penguasaan minimalyang hams dicapai seorang siswa yang ditentukan oleh sekolah atauDinas P dan P di suatu Propinsi atau Kabupaten. Menjamumya lembagabimbingan belajar, di satu pihak sangat rnembantu siswa, tetapi di pihaklain kurang dapat dipertanggung jawabkan dalam hal menanamkankonsep yang benar kepada siswa. Siswa yang mempunyai penguasaankonsep lemah tentu akan merasakan kesulitan bila menghadapipersoalan yang lebih kompleks. Sebaliknya siswa yang benar-benartelah menguasai konsep, memerlukan latihan untuk mempertajampenguasaan konsepnya. Di sinilah sebenarnya peranan bimbinganbelajar diperlukan, yaitu memberikan latihan pemahaman konsepkepada siswa melalui latihan soal-soal. Banyak siswa yang berhasilmasuk ke pendidikanyang lebih tinggi setelah mengikuti bimbingan

107

Page 10: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

e,m"," Plndld/kln, FebruBrl2002, Th. XXI, No.1

test, tetapi banyak juga di antara mereka yang merasakan kesulitanketika mendapatkan materi pelajaran atau konsep yang baru.

Apabila proses pembelajaran masih berorientasi pada pencapaiannilaaia ebtanas mumi (NEM), tidak diperlukan ada persiapan mengaj arguru yang dalam membuatnya sangat menyita waktu. Terserah sajabagaimana guru akan mengajar yang penting siswa paham. Untuk apadilakukan kursusl penataran, kalau tujuan akhimya hanya untukEbtanas, tidak untuk meningkatkan keterampilan mengajar guru yangdapat meningkatkan pemahaman konsep kepada siswa. Dengan berlaku­nya otonomi, sudah selayaknya Ebtanas dihapuskan, dan kembali keujian sekolah seperti sebelum tahun 1985, tentunya dengan pelaksanaandan standar yang lebih baik. Hal ini kiranya telah akan dilaksanakanmulai tahun 2002 ini untuk tingkat pendidikan dasar.

Selama ini para orangtua siswa masih berpandangan bahwa NEM­lah segala-galanya. Pandangan ini akan berubah kalau memang NEMtidak menjadi sesuatu yang didewakan. Pendidikan adalah suatu prosespanjang, NEM hanyalah salah satu ukuran keberhasilan pendidikandan bukan satu-satunya kriteria keberhasilan pendidikan. Aspekkognitiflah yang dapat diketahui dengan NEM, sementara aspek lain(afektif dan psikomotor) juga perlu dikembangkan. Karena hanyamengejar NEM, tidak heran kalau siswa sekarang banyak kehilanganwaktu untuk mengembangkan sikap dan bersopan santun. Pendidikanbudi pekerti rasanya perlu dipertimbangkan sebagai mata pelajaran padatingkat pendidikan dasar dan menengah, mengingat adanya degradasimoral, sopan santun, dan tingkah laku pada sebagain besar anak sekolahakhir-akhir ini, terutama di kota-kota besar.

Sarana dan Prasarana PenunjangGuna menunjang proses pembelajaranjuga diperlukan sarana dan

·prasarana yang memadai. Beberapa sekolah perlu membenahi sarana

108

..~

Page 11: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidikan Dalam Rangka pelaksanaan Otonomi Daerah

dan prasarana yang ada demi meningkatkan kualitasnya. Dalammengantisipasi masuknya sekolah asing ke Indonesia karena adanyaglobalisasi, sekolah negeri yang selama ini sangat tergantung kepadapemerintah harus berusaha menggali dana, menjalin mitra strategisdengan perusahaan atau pihak swasta lainnya agar dapat mendapatkandana diluar dana rutin dari pemerintah. Untuk meningkatkan persainganagar menjadi fair, sudah seharnsnya sekolah negeri diberi kesempatanmenarik dana dari siswa dengan batasan yang ditetapkan olehpemerintah daerah. Kepala sekolah menjaeli manajer sekaligus pimpinanperusahaan yang bertanggungjawab penuh terhadap maju-mundurnyasekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah hendaknya memilikipengertian dan pengetahuan yang cukup luas tentang penyelenggaraanpendidikan modem di sekolah (Sukarto, dkk., 1984)

Menurut Suyanto (Kompas, 23 Maret 2001), seorang kepala sekolahperlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semuapotensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Ciri-cirigaya kepemimpinan transformasional menurut Luthans, seperti yangdikutip Suyanto (2001) adalah : (I) mampu mengidentifikasi dirinyasebagai agen perubahan, (2) memiliki sifatpemberani, (3) mempercayaiorang lain, (4) bertindak atas dasar sistem nilai, dan bukan atas dasarkepentingan individu atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya,(5) berusaha meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus, (6)memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yangrumit, tidakjelasdan tidak menentu, serta (7) memiliki visi ke depan. Kepala sekolahyang memiliki gaya kepemimpinan partisipatif-transformasionalmemiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide barn, cara barn,praktek barn dalam proses belajar di sekolahnya.

Sasaran subsidi pemerintah kepada sekolah negeri selama ini telahsalah alamat, terbukti dengan keadaan siswa yang bersekolah eli sekolahnegeri favorit justru dari golongan the haves, sementara siswa di sekolahswasta kebanyakan malahan dari keluarga yang berpenghasilan pas-

109

Page 12: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

C.krlw.l. Pendidik.n, Febru.ri 2002, Th. XXI, No.1

pasan. Pengurangan subsidi oleh pemerintah, memang pada awalnyamungkin akan menimbulkan gejolak, karena selama ini kita selalumerasakan nikmatnya disubsidi. Tetapi atas nama refonnasi dan demimenuju bangsa yang mandiri, sudah seharusnya subsidi tersebutdikurangi sedikit demi sedikit. Selama pemerintah belum mampumemberikan pendidikan yang layak dan murahbagi rakyatnya, kiranyapihak swasta atau perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia perludikenai peraturan agar mempunyai kepedulian dalam bidang pendidikansebab melalui pendidikan dapat dibangun suatu bangsa yang maju,kokoh dan beradab.

Setiap lembaga pendidikan hams mampu menggaii dana sesuaidengan kemampuannya. Lembaga pendidikan tinggi yang memilikihasil-hasil penelitian dapat menjuainya kepada industri yang benninat,penemuan yang berhasil dipatenkanjuga merupakan sumber dana bagikelangsungan I~mbagapendidikan tersebut. Jadi, penggalian dana tidaksemata-mata dari para peserta didik, tetapi lebih kepada bagaimanadapat memanfaatkan seluruh potensi dan fasilitas yang ada. Contohlain lagi, misalnya dengan menyewakan gedung, membuka programekstensi, menyewakan fasilitas olah raga, dan sebagainya.

Tenaga Kependidikan

Banyak usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkankualitas tenaga kependidikan melalui seminar, penataran, magang,sampai pada kesempatan untuk melanjutkan studio Para guru SDdiwajibkan menempuh Program D2, guru SLTP menempuh ProgramD3 dan guru SMU/ SMK mengikuti program penyetaraan SI. Akhimyadosen pada perguruan tinggi disyaratkan minimallulusan S2. Bahkanbanyak guru SD dan SLTP yang juga telah menyelesaikan Sl-nya.Untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan ini, diperlukanbiayayang tidak murah. Namun apakah semua itu telah dirasakan manfaat­nya? Jawaban terhadap pertanyaan ini sangat tidak sederhana. Sejauh

110

Page 13: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidikan Da/am Rangka Pe/aksanaBn Otonomi Daersh

para tenaga kependidikan belum merasakan peningkatan kesejahteraandan kualitas hidup, sejauh itu pula problema laten dalam bidangpendidikan tetap tidak beranjak.

Hal yang sarna juga dialami oleh dosen pada perguruan tinggi.Dengan keluarnya Keppres No.9 tahun 200 I tentang Tunjangan Dosen,sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menkowasbangpan No. 381 KepiMKWASPANI 81 1999 tentang Angka Kredit bagi Dosen, makamulailah "reformasi pendidikan" dialarni oleh dosen di perguruan tinggi.

Mencermati pemberian angka kredit bagi dosen, dalam halkomponen mengajar dan mene/iti, rasanya cukup alasan untukdipertanyakan. Tugas utarna dosen adalah Tri Dharma Perguruan Tinggiyang meliputi pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat,tetapi mengapa justru angka kredit untuk ketiga komponen tersebutsangat keci!. Bagaimana mungkin dosen akan naikjabatan dalarn waktusetahun seperti bunyi peraturan itu sendiri? Memang pada pihak lain,kredit untuk publikasi dan pembicara dalam seminar dihargai cukuptinggi, tentunya dengan maksud agar dosen lebih berani menunjukkankualitasnya di forum. Tetapi pertanyaannya, berapa persenkah dosenyang mempunyai kesempatan untuk publikasi dan menjadi pembicaradalam seminar.

Melihat dilema yang demikian, sudah seharusnya dosen pandaimenyiasati. Jika ada kesempatan penelitian, sebaiknya kalau memangada sisa dana sebaiknya dialokasikan untuk menyebar luaskan hasilpenelitiannya, misalnya dengan mengikuti seminar, memasukkan karyailmiah sebagai hasil penelitian ke dalam jurnaI, atau bekeIja sarnadengan instansi yang berminat untuk mengembangkan hasil peneliti­annya.

Penyaluran Lulusan

Pada tingkat pendidikan tinggi, mestinya perguruan tinggi menjalinmitra dengan perusahaan swasta dan instansi pemerintah sehingga

111

Page 14: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Clm..,/I Pend/dign, Feb",a" 2002, Th. XXI, No.1

perguruan tinggi tidak hanya bisa menghasilkan lulusan tetapi jugamampu menyalurkanlulusan ke duma kerja. Tanpa kerja sama kemitra­an karena semakin banyaknya lulusan perguruan tinggi tentu akansemakin banyak pula sarjana penggangguran. Semakin banyaknyalembaga pendidikan kejuruan (LPK) serta program-program keterampil­an khusus, perlu dicermati sebagai upaya nyata dalam menyikapikebutuhan duma kerja. Lulusan perguruan tinggi yang tidak tertampungoleh lapangan kerj a dari tahun ke tahun semakin membengkak. Sudahsaatnya dipertimbangkan untuk membatasi jumlah mahasiswa padaprogram studi tertentu, dan menambah daya tampung program studiyang lulusannya masih mudah diserap oleh dunia kerja. Pembiayaanyang mahal di perguruan tinggi akan menjadi percuma kalau lulusantidak segera dapat bekerj~ sementara untuk membuka lapangan kerjasendiri juga diperlukan kemampuan, kemauan dan modal yang tidaksemua mahasiswa memilikinya.

Program kuliah kerja nyata (KKN) yang selama ini masih dilaksana­kan oleh perguruan tinggi sudah saatnya ditinjau ulang. Akan lebihbaik kalau KKN diganti dengan praktek kerja lapangan (PKL) diperusahaan atau instansi. Semua ini hanya mungkin dapat dilakukanapabila perguruan tinggi memilikijalinan kerja sarna dengan institusilain sebagai mitra kerja. Dengan PKL mahasiswa akan mendapatkanpengalaman kerja yang sangat diperlukan sebagai syaratmelamar kerja.Khusus untuk UNY, KKN bagi para mahasiswa program kelanjutanstudi (PKS) atau program p~yetaraan bagi guru-guru yang benar-benarsudah bekerja, kiranya sudah tidak diperlukan lagi. KKN mungkinmasih diperlukan bagi para mahasiswa reguler yang sama sekali belummemiliki pengalaman kerja sehingga dinamakan kuliah kerja nyatakarena memang mereka belum memiliki pengalaman pekerjaan secaranyata,

Tuntutan indeks pr«stasi (IP) minimal yang disyaratkan olehpengguna lulusan pergururan tinggi, harus disikapi dengan

112

Page 15: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Tantangan Pendidiksn Da/am Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

meningkatkan mutu pendidikan agar benar-benar meningkatkankualitas lulusan. Untuk menghasilkan lulusan yang memiliki IPtinggi tidak harus dengan merubah sistem penilaian atau menurunkanstandar kelulusan agar mahasiswa mendapatkan nilai setinggi-tingginya.Pada akhirnya ma-syarakatlah yang akan menilai kualitas lulusansuatu perguruan tinggi, dan bukan perguruan tinggi itu sendiri.Bisa saja pergururan tinggi itu meluluskan dengan IP yang tinggi,tetapi untuk apa kalau lulusannya tidak mampu bersaing dalam duniakerja.

Para pengguna lulusan perguruan tinggi sebenarnya tidak perlumencantumkan IP minimal sebagai persyaratan untuk melamarpekerjaan. Seleksi dapat dilakukan melalui magang kerja ataumasa percobaan dalam jangka waktu tertentu, dan mereka ini akanterseleksi secara alamiah dalam hal kemampuannya bekerja sesuai yangdituntut oleh perusahaan atau instansi yang membutuhkan. Kalautuntutan akhir lulusan perguruan tinggi hanyalah IP, hal ini berartitidak ubahnya dengan tuntutan NEM pada tingkat pendidikan dasardan menengah.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas akhirnya dapat ditarik kesimpulanbahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi, pendidikan harusdikelola secara profesional karena pendidikan tidak lagi hanyasebagai investasi melainkan harus diperlakukan sebagai komoditas.Reformasi dalam pendidikan harus dilakukan terhadap semuakompenen yang terlibat dalam sistem pendidikan, yaitu meliputi : sistempenjaringan masukan, kurikulum dan proses pembelajaran, pengadaansarana dan prasarana penunjang, perbaikan kualitas dan kesejah­teraan tenaga kependidikan, serta sistem penyaluran dan pengadaanpegawai.

113

Page 16: TANTANGAN PENDIDlKAN DALAMRANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

CIokrllWl/. Pendidik.n, Februari 2002, Th. XXI, No.1

DAFTAR PUSTAKA

Hadisusanto, D. (1978). Pendidikan dan Masalah-masalah Pokoknya.Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.

Pratomo, H. (1998). "Peningkatan Kualitas Lingkungan Akademikdalam Menghadapi Abad XXI" dalam Cakrawala Pendidikan EdisiKhusus Dies Mei 1998.

Purwanto, N. (2000). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Pratis. Bandung:Remaja Rosda Karya.

Sekretariat Kabinet. (2000). Peraturan Pemerintah Rl No. 25 tahun2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan KewenanganPropinsi Sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Novindo PustakaMandiri.

Sekretariat Kabinet. (1999). Undang-Undallg Rl No. 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Novindo PustakaMandiri.

Sukarto Indra Fachrudi, dkk. (1984). Pengantar KepemimpinanPendidikan. Jakarta: Badan Penerbit ALDA.

Sumamo. (2000). Menuju Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah.Makalah Yogyakarta: Lemlit. UNY.

Suyanto. (23 Maret 2001). "Kepemimpinan Kepala Sekolah" dalamKompas (23 Maret 2001).

Suyata. (1998). Perbaikan Mutu Pendidikan Transformasi Sekolah danImplikasi Kebijakan. Pidato Dies IKIP Yogyakarta.

114