Tanggapan terhadap Konsep Perluasan Kawasan Industri dan Permukiman Tanpa Alih Fungsi Lahan...
-
Upload
pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp -
Category
Documents
-
view
58 -
download
0
description
Transcript of Tanggapan terhadap Konsep Perluasan Kawasan Industri dan Permukiman Tanpa Alih Fungsi Lahan...
BAHAN RUJUKAN PENANGGAPKonsep Perluasan Kawasan Industri dan
Permukiman Tanpa Alih Fungsi Lahan Pertanian Guna Menjaga Sustainable
Development dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional
DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHANKEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Jakarta, 26 Agustus 2014
OUTLINE BAHAN RUJUKAN PENANGGAP
I. Kondisi IndonesiaA. Kondisi Pertanian dan KependudukanB. Tantangan Lahan PertanianC. Alih Fungsi Lahan PertanianD. Konsentrasi Pengembangan Industri di Pulau JawaE. Status Penetapan Perda RTRW
II. Persoalan PokokIII. Usulan Penyelesaian
A. Pengendalian Alih Fungsi Lahan PertanianB. Usulan Strategi Pengembangan Industri di Luar Pulau Jawa
III. Lampiran:A. Kilasan UU No. 3 Tahun 2014 tentang PerindustrianB. Kilasan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan BerkelanjutanC. Zona Industri dalam RDTRD. Program Aksi Jokowi-JK terkait PertanianE. Kemiskinan dan Kerawanan PanganF. Lahan Pertanian dan Kemiskinan
2
I. KONDISI INDONESIA
A. Kondisi Pertanian dan Kependudukan
Luas Daratan Indonesia (hasil kesepakatan bersama BIG): Luas wilayah darat NKRI: 1.890.739 Km2
(sumber: Surat BIG No. B-3.4/SESMA/IGD/07/2014, 3 Juli 2014)
Luas wilayah lahan sawah di Pulau Jawa (2010): 34.442,82 km2
Luas wilayah lahan sawah di luar Pulau Jawa (2012): 46.880,63 km2
(sumber: Pusdatin Kementerian Pertanian, diakses pada 22 Agustus 2014)
Jumlah Penduduk Indonesia (BPS): Menurut hasil proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2015,
maka penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 293,88 juta jiwa, berarti akan mengalami kenaikan 56,24 juta jiwa dari penduduk tahun 2010.
Sebanyak 60% beban penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa.
4
B. Tantangan Lahan Pertanian
Keterbatasan lahan yang ada mendorong praktik
alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan
Pertumbuhan penduduk yang menyebabkan
penambahan kebutuhan pangan dan lahan produksi pangan
5
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) selama Pelita VI tidak kurang dari 61.000 Ha lahan sawah telah berubah menjadi penggunaan lahan nonpertanian. Luas lahan sawah tersebut telah beralih fungsi menjadi perumahan (30%), industri (65%), dan sisanya (5%) beralih fungsi penggunaan tanah lain.
Penelitian yang dilakukan Irawan (2005) menunjukkan bahwa laju alih fungsi lahan di luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa (56 ribu ha per tahun). Sebesar 58,68 persen alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan sisanya untuk kegiatan bukan sawah. Alih fungsi lahan sebagian besar untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.
Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), lahan pertanian di Indonesia mengalami penyusutan setiap tahun dengan kisaran 50-100 ribu hektar per tahun. Penyusutan ini dikarenakan alih fungsi menjadi lahan industri, perumahan dan perkantoran, dengan penyusutan terbesar terjadi di Pulau Jawa, seiring kebijakan kepala daerah yang membuka pusat industri dan pembangunan infrastruktur.
(Pernyataan Kasubdit Optimasi Rehabilitasi Dan Konservasi Lahan pada Direktorat Jenderal Perluasan dan Pengelolaan Lahan Kementan, M . Husni dalam Ekspose Penas XIV di Stadiun Kanjuruhan Malang, Senin, 09 Juni 2014 (dikutip dari http://www.jatimprov.go.id))
C. Alih Fungsi Lahan Pertanian
6
D. Konsentrasi Pengembangan Industri di
Pulau Jawa (1)
Kendala pembangunan industri di Pulau Jawa: kompetisi penggunaan lahan oleh berbagai sektor, khusunya sektor pertanian lahan basah yang dengan yield tertinggi di seluruh Indonesia
Dampak pembangunan industri di Pulau Jawa: 1. Menurunkan daya dukung Pulau Jawa yang sudah sangat
rendah dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya2. Meningkatkan konsentrasi penduduk di Pulau Jawa
Namun, pulau Jawa memiliki seluruh faktor pendukung produksi yang diperlukan oleh sektor industri. Faktor pendukung lain adalah kedekatan dengan pasar dengan dengan hub penyebaran ke pasar internasional.
7
D. Konsentrasi Pengembangan Industri di
Pulau Jawa (2)
Kesenjangan kontribusi per pulau akan semakin tajam bila industri dikembangkan di Pulau Jawa
Pulau 1982
1987
1992
1997
2002
2007
2012
Sumatera 29.3 26.7 23.9 21.5 22.3 22.7 23.8Jawa 51.0 56.0 58.2 60.1 59.9 59.0 57.6Kalimantan 9.8 8.7 8.9 8.9 8.9 94 9.3Sulawesi 4.7 4.0 4.0 4.1 4.1 4.1 4.7Bali dan Nusra 2.9 3.0 3.1 3.2 2.9 2.7 2.5Maluku dan Papua 2.3 1.7 2.0 2.1 1.9 2.1 2.1Total 100.
0100.
0100.
0100.
0100.
0100.
0100.
0
KONTRIBUSI PDB PER PULAU TAHUN 1982-2012 (dalam persen)
Sumber: Presentasi Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi daerah pada Raker Penyusunan RT RPJMN 2015-2019
8
E. Status Penetapan Perda RTRW (sampai dengan 01
Agustus 2014)
No.Provinsi yang
Belum Menetapkan Perda RTRW
Perda
1 Sumatera Utara No. 7 Tahun 2003
2 Riau No. 10 Tahun 1994
3 Sumatera Selatan No. 14 Tahun 2006
4 Kep. Riau No. 10 Tahun 1994
5 Kalimantan Barat No. 5 Tahun 2004
6 Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003
7 Kalimantan Selatan No. 9 Tahun 2000
8 Kalimantan Timur No. 12 Tahun 1993
TOTAL PROVINSI: 8 PROVINSI
76%
24%
Status Penetapan RTRW Provinsi
Telah Ditetapkan Belum Ditetapkan
25 Provinsi8 Provinsi
Total: 33 Provinsi
9
II. PERSOALAN POKOK
Alasan, Pola dan Proses Alih Fungsi Lahan Pertanian
Alasan Alih
Fungsi
PolaAlih
Fungsi
Proses Alih
Fungsi
Sumber: Kajian Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas tahun 2006 tentang Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
• Secara cepat apabila alasanya:– kebutuhan sektor ekonomi yang menghasilkan surplus ekonomi jauh
lebih tinggi– memenuhi kebutuhan dasar (prasarana umum yang diprogramkan
pemerintah, atau lahan tempat tinggal pemilik bersangkutan)• Secara lambat apabila alasannya:
– Degradasi fungsi lahan sawah misal karena kerusakan jaringan irigasi
• Sistematis, apabila alih fungsi dilakukan untuk pembangunan kawasan industri, perkotaan, pemukiman, jalan raya, perkantoran. Pola ini mengakibatkan alih fungsi dalam skala besar
• Sporadis, apabila dilakukan sendiri oleh pemilik lahan sawah. Pola ini mengakibatkan alih fungsi dalam skala kecil dan terpencar.
• Progesif, artinya lahan sawah di sekitar lokasi yang telah dikonversi dalam waktu relatif singkat cenderung akan beralihfungsi pula dengan luas yang cenderung meningkat.
11
Persoalan Alih Fungsi Lahan
1. Belum optimalnya instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yaitu RDTR, dimana selama ini pemberian izin pemanfaatan ruang masih banyak hanya mengacu kepada RTRW sehingga kurang operasional sebagai acuan perizinan dan pengendalian alih fungsi lahan.
2. Masih terdapatnya perbedaan persepsi mengenai LP2B menyangkut : (i) Kriteria lahan yang menjadi bagian dari LP2B; dan (ii) Luasan minimal lahan yang perlu dipertahankan sebagai LP2B. Disamping itu, baru tersedia peta skala 1:10.000 hanya untuk sawah.
3. Berbagai kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian dipertanyakan efektivitasnya, hal ini terutama diakibatkan oleh berbagai regulasi yang berkaitan yang tidak berpihak pada petani, antara lain pengaturan tata niaga, kebijakan harga, tarif ekspor-impor akibatnya, nilai tukar petani semakin kecil dan daya belinya menjadi kian lemah. Dengan kata lain selama mata pencaharian di bidang pertanian dipandang tidak menguntungkan, akan sulit mengendalikan alih fungsi lahan pertanian.
12
III. USULAN PENYELESAIAN: Beberapa Pemikiran
A. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (1)
A1. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang melalui akselerasi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Perlunya alokasi efisien untuk: penetapan luasan minimal LP2B penetapan lahan cadangan yang dapat digunakan oleh sektor lain
Optimalisasi LP2B, melalui: Percepatan penyusunan peta LP2B Pendetailan pedoman pemberian insentif dan disinsentif LP2B
Pentingnya keberadaan PP Perwilayahan Industri sebagai turunan dari UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
14
A2. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Berdasarkan Kategori Wilayah
Kategori 1: Wilayah dengan ancaman konversi sawah telah mencapai level sangat tinggi sehingga pengendaliannya sangat tinggi (Jawa dan Bali)
Kategori 2: Wilayah yang status ancaman konversi lahan sawah termasuk tinggi sehingga urgensi pengendaliannya termasuk tinggi (Sumbar, NTB, dan Sulsel)
Kategori 3: Wilayah dengan status ancaman konversi lahan sawah sedang samapi rendah sehingga urgensi pengendaliannya termasuk sedang (Sumsel, Kalbar, Sulut, dan Gorontalo)
A. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (2)
Sumber: Kajian Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas tahun 2006 tentang Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian 15
A. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (3)
Sumber: Kajian Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas tahun 2006 tentang Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
A2. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Berdasarkan Kategori WilayahKategori 1
• Kompensasi terhadap kerugian akibat hilangnya manfaat dari sifat multi fungsi;
• Pengembangan/rehabilitasi infrastruktur ;
• Bantuan tehnis pengembangan teknologi ;
• Kebijakan harga (subsidi input dan output) :
• Asuransi pertanian; dan
• Keringanan pajak.
Kategori 2
• Kompensasi terhadap kerugian akibat hilangnya manfaat dari sifat multi fungsi;
• Pengembangan/rehabilitasi infrastruktur;
• Bantuan tehnis pengembangan teknologi;
• Kebijakan harga (subsidi input dan output);
• Asuransi pertanian;
Kategori 3
• Pengembangan/rehabi-litasi infrastruktur;
• Bantuan tehnis pengembangan teknologi; dan
• Kebijakan harga (subsidi input dan output).
16
B. Usulan Strategi Pengembangan Industri di
Luar Pulau Jawa (1)
Pembangunan industri di luar Pulau Jawa merupakan pilihan yang baik, untuk: 1. Penyebaran penduduk yang saat ini terkonsentrasi di
Pulau Jawa
2. Peningkatan kontribusi pulau-pulau di luar Pulau Jawa pada pertumbuhan nasional
3. Mendekatakan industri dengan sumber bahan baku yang banyak tersebar di luar Jawa.
17
B. Usulan Strategi Pengembangan Industri di
Luar Pulau Jawa (2)
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri baru yang diharapkan berimplikasi pada berkembangnya pusat-pusat permukiman.
Penguatan sistem industri melalui kebijakan ‘pengembangan industri hulu yang harus dibarengi dengan pengembangan industri hilir’ sehingga alur produksi dan pergerakan dapat terjadi di luar Pulau Jawa.
Perlu diperhatikan bahwa pengembangan industri di luar Pulau Jawa ini harus diimbangi dengan adanya pengendalian pemanfaatan ruang yang baik (melalui RDTR) sehingga tetap menjaga daya dukung lahan.
18
LAMPIRAN
A. Kilasan UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Rencana Induk Pembangunan Industri
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional: Sejalan dengan RPJP Disusun untuk jangka 20 tahun dengan waktu PK 5
tahun Memperhatikan RTRWN, RTRWP, dan RTRWK Ditetapkan dengan PP
Rencana Induk Pembangunan Industri Provinsi mengacu pada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional dan kebijakan Industri Nasional
RPI Kab/kota mengacu pada RIPINas dan kebijakan Industri Nasional (tidak mengacu pada RPI Prov).
21
Perwilayahan Industri
Tujuan: Percepatan penyebaran pemerataan pembangunan industri ke seluruh NKRI
Dilaksanakan melalui: Pengembangan wilayah pusat pertumbuhan
industri Pengembangan kawasan peruntukan industri Pembangunan kawasan industri Pengembangan sentra industri kecil dan
menengah
• Ketentuan lebih lanjut diatur melalui PP
22
Lokasi Industri
Untuk mendukung keg industri yang efisiensi dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan industri dibangun kawasan industri sebagai infrastruktur industri
Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri wajib berlokasi di Kawasan Industri, namun dikecualikan bagi Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi di daerah kabupaten/kota yang:a. belum memiliki Kawasan Industri;b. telah memiliki Kawasan Industri tetapi seluruh kaveling Industri dalam
Kawasan Industrinya telah habis; Pengecualian terhadap kewajiban berlokasi di Kawasan Industri juga
berlaku bagi:a. Industri kecil dan Industri menengah yang tidak berpotensi menimbulkan
pencemaran lingkungan hidup yang berdampak luas; ataub. Industri yang menggunakan Bahan Baku khusus dan/atau proses
produksinya memerlukan lokasi Perusahaan Industri yang dikecualikan dan Perusahaan Industri
menengah wajib berlokasi di kawasan peruntukan Industri.
23
B. Kilasan UU No. 41 Tahun 2009tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Amanat LP2B
Amanat LP2B dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
“Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk Pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan” (Pasal 48 Ayat (1) huruf e)
25
Penetapan LP2B
Pasal 9 ayat (2):Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan pada:- Kawasan pertanian pangan berkelanjutan;- Lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan- Lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 23Ayat (1):Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Nasional
Pasal 23 Ayat (2):Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi diatur dalam Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 23 Ayat (3):Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kab/Kota diatur dalam Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota 26
C. Zona Industri dalam RDTR
Fungsi dan Manfaat RDTR
Fungsi Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah Kab/kota berdasarkan RTRW Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang, dan Acuan dalam penyusunan RTBL
Manfaat Penentuan lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan
lingkungan permukiman Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan,
pelaksanaan pembangunan fisik kab/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kab/kota secara keseluruhan, dan
Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP/sub BWP.Sumber: Lampiran Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ
28
Posisi Industri dalam RDTR
Dalam rencana pola ruang RDTR sudah diamanatkan zona industri dalam zona budi daya.
Pada setiap zona telah ditentukan kriteria perencanaan yang berisi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan zona bagi kegiatan spesifik yang akan dilakukan
29
D. Program Aksi Jokowi-JK terkait Pertanian
1. Pembangunan Kualitas SDM;2. Membangun kedaulatan pangan berbasis pada Agribisnis
Kerakyatan;3. Daulat energi berbasis kepentingan nasional;4. Penguasaan Sumber Daya Alam;5. Membangun pemberdayaan Buruh;6. Membangun penguatan sektor Keuangan berbasis nasional;7. Penguatan investasi sumber domestik;8. Penguatan kapasitas fiskal negara Penguatan infrastruktur;9. Pembangunan ekonomi maritim;10. Penguatan Sektor Kehutanan;11. Membangun tata ruang dan lingkungan yang berkelanjutan;12. Membangun perimbangan pembangunan kawasan;13. Membangun karakter dan potensi Wisata;14. Mengembangkan kapasitas perdagangan nasional;15. Pengembangan industri manufaktur.
Program Aksi Berdikari Dalam Bidang Ekonomi (Jokowi -JK)
31
Kami akan membangun kedaulatan Pangan berbasis pada Agribisnis Kerakyatan melalui:
1. Penyusunan kebijakan pengendalian atas import pangan melalui pemberantasan terhadap ‘mafia’ impor yang sekedar mencari keuntungan pribadi/ kelompok tertentu dengan mengrobankan kepentingan pangan ansional. Pengembangan eksport pertanian berbasis pengolahan pertanian dalam negeri,
2. Penanggulangan Kemiskinan pertanian dan pertanian dalam negeri melalui:
a) Pencanangan 1.000 desa berdaulat benih hingga tahun 2019
b) Peningkatan kemampuan petani, organisasi tani dan pola hubungan dengan pemerintah, terutama petani, organisasi tani dan pola hubungan dengan pemerintah, terutama pelibatan aktif perempuan petani/ pekerja sebagai tulang punggung kedaulaatan pangan;
c) Pembanguna irigasi, bendungan, sarana jalan dan tranpsortasi, serta pasar dan kelembagaan pasar secara merata. Rehabilitasi jaringan irigasi yang rusak terhadap 3 juta ha pertanian dan 25 bendungan hingga tahun 2019
d) Peningkatan pembangunan dan atraktivitas ekonomi pedesaan yang ditandai dengan peningkatan investasi dalam negeri sebesar 15 %/ tahun dan rerata umur petani dan rakyat Indonesia yang bekerja di pedesaan semakin muda
Program Aksi Berdikari Dalam Bidang Ekonomi: Kedaulatan Pangan
Jokowi – JK (1)
32
Kami akan membangun kedaulatan Pangan berbasis pada Agribisnis Kerakyatan melalui:
3. Komitemen kami untuk implementasi reforma agrarian melalui:
a. Akses dan Aset reform Pendistribusian asset terhadap [etani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tahni; menyerahkan lahan sebesar 9 juta ha;
b. Meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0.3 ha menjadi 2.0 ha per KK tani, dan pembukaan 1 juta ha lahan pertanian kerong di luar Jawa dan Bali
4. Pembangunan Agri-Bisnis Kerakyatan melalui Pembangunan Bank Khusus untuk Pertanian, UMKM dan Koperasi.
Program Aksi Berdikari Dalam Bidang Ekonomi: Kedaulatan Pangan
Jokowi – JK (2)
33
E. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan
Data Penduduk Miskin (1)
YearNumber Of Poor People (Million) Percentage of Poor People
Urban Rural Urban+Rural Urban Rural Urban+Rural
2005 12.40 22.70 35.10 11.68 19.98 15.972006 14.49 24.81 39.30 13.47 21.81 17.752007 13.56 23.61 37.17 12.52 20.37 16.582008 12.77 22.19 34.96 11.65 18.93 15.422009 11.91 20.62 32.53 10.72 17.35 14.152010 11.10 19.93 31.02 9.87 16.56 13.33
March 2011 11.05 18.97 30.02 9.23 15.72 12.49March 2012 10.65 18.49 29.13 8.78 15.12 11.96March 2013 10.33 17.74 28.07 8.39 14.32 11.37
March 2014 10.51 17,77 28,28 8.34 14.17 11.25
Sumber: Susenas, 2005 s/d 2014
Mayoritas Penduduk Miskin berada di Perdesaan
35
Data Penduduk Miskin (2)
BPS me-release jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2014 sebesar 11,25%, dengan 60% diantaranya bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar pertanian pangan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yaitu hanya 2% per tahun.
36
Kerawanan Pangan & Kemiskinan
Untuk itu angka garis kemiskinan di Asia yang ideal diperkirakan sebesar $1,51/orang/hari.a. Dengan menggunakan angka kemiskinan tersebut maka
menjadikan tingkat kemiskinan Asia pada tahun 2010 bertambah 9,8% dari 20,7% menjadi 30,5%. Dengan demikian jumlah orang yang mengalami kemiskinan ekstrem juga bertambah menjadi 343,20 juta orang dan khusus untuk Indonesia tingkat kemiskinan akan bertambah sebesar 9,9%. Pada tahun 2030 kemiskinan akan menjadi sebesar 17,1%.
b. Kemudian bila dampak kerawanan pangan ikut dipertimbangkan maka tingkat kemiskinan ekstrem di Asia pada 2010 akan naik 4,0% atau tambahan kelompok miskin sebesar 140,52 juta orang. Hal ini disebabkan harga pangan di negara berkembang Asia meningkat lebih cepat daripada Indeks Harga Konsumen umum di kebanyakan negara.
Sumber: ADB mengenai “Key Indicators for Asia and the Pasific 2014
37
F. Lahan Pertanian dan Kemiskinan
Lebih dari 70 persen aset nasional produktif yang sebagian besar berupa tanah hanya dikuasai 0,02 persen penduduk (Winoto, 2007). Dari 13,5 juta hektar lahan perkebunan sawit, 65 persen dikuasai perusahaan perkebunan, termasuk perusahaan negara (Sawit Watch, 2013). Di kehutanan, terdapat 531 izin pengelolaan hutan dengan luas lahan mencapai 35,8 juta hektar untuk perusahaan kehutanan. Untuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan hutan rakyat hanya ada 57 izin dengan penguasaan lahan 0,32 juta hektar (Sirait, 2014).
Sepanjang 2004-2012 terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar melibatkan 731.342 kepala keluarga, utamanya di wilayah pedesaan/pedalaman (KPA, 2012).
Kesenjangan dan
ketegangan penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah antara
unit-unit penguasaan tanah skala
besar (perusahaan,
badan kehutanan, dll)
berbanding dengan
unit rumah tangga petani
skala kecil (petani gurem,
petani tak bertanah, atau
buruh tani)
39
Pada tahun 2012, 76 % orang miskin bekerja di sektor pertanian di pedesaan (45,87 % atau 2,838 juta orang berada di Jawa), sementara itu lahan pertanian untuk orang miskin semakin menyempit.
Antara 2003-2013, terjadi penurunan 5,04 juta petani yg menguasai dibawah 0,1 ha. Sementara itu, pertumbuhan perusahan pertanian dari 4011 (2003) menjadi 5486 (2013). Hal ini tidak disertai dengan meningkatnya luasan lahan yang digarap oleh rumah tangga petani miskin, tetapi ditandai pula dgn terjadinya alih profesi/migrasi petani ke sektor lain (sektor informal, buruh lepas, TKI, dll).
Terjadinya percepatan konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Dalam periode 1992–2002, laju tahunan konversi lahan baru 110.000 hektar. Selanjutnya, pada periode 2002-2006 melonjak menjadi 145.000 hektar per tahun. Artinya, selama 15 tahun laju penyusutan lahan pertanian mencapai 1,935 juta ha atau 120.000 ha/tahun (Khudori).
Kemiskinan terjadi melalui proletarisasi di
pedesaan sebagai hasil dari
konsentrasi penguasaan
tanah oleh unit-unit usaha
pertanian skala besar dan laju konversi lahan
pertanian menjadi non-
pertanian.40