SURAT PERSETUJUAN DOSEN...
Transcript of SURAT PERSETUJUAN DOSEN...
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa
yang disebut dibawah ini :
Nama : ISNAINY
NIM : 100563201086
Jurusan/Prodi : ILMU ADMINISTARSI NEGARA
Alamat : KAMP. DATUK, PULAU PENYENGAT
Nomor Telp : 081364161153
Email : [email protected]
Judul Naskah : PENGARUH PROFESIONALISME PEGAWAI
TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PADA
BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN
PENANAMAN MODAL KOTA TANJUNGPINANG
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah
ilmiah dan untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 05 Maret 2015 Yang menyatakan, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Suradji, M.Si Rudy Subiyakto, S.sos.,MA NIDN. 1029127803 NIDN. 1016127402
2
PENGARUH PROFESIONALISME PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL
KOTA TANJUNGPINANG
ISNAINY SURADJI, M.Si
RUDY SUBIYAKTO, S.Sos.,MA Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISP, UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Pada penelitian ini dapat dilihat pentingnya profesionalisme pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang menjadikan ini sebagai tantangan bagi setiap Negara. Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Profesionalisme Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Tanjungpinang dengan perumusan masalah yang dituangkan dalam bentuk kalimat Tanya yaitu seberapa besar pengaruh profesionalisme terhadap kualitas pelayanan. Profesionalisme pegawai dapat dilihat melalui indikator perlakuan yang sama dan adil, kesetiaan, dan tanggungjawab. Dan untuk kulitas pelayanan dapat dilihat melalui indikator adanya bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 965 orang kemudian menentukan sampel dengan tehnik purposive sampling menggunakan rumus Slovin. Penelitian asosiatif ini penulis gunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dari variabel profesionalisme terhadap variabel kualitas pelayanan. Untuk pengumpulan data penulis menggunakan angket atau koesioner. Teknik pengolahan data dengan menggunakan perhitungan komputerisasi Program Statistical Product and Service Solution (SPSS) dan Hipotesis di uji dengan menggunakan analisa statistic yang meliputi teknik koefisien korelasi (keeratan hubungan dua variabel) dan koefisien regresi (keterikatan dua variable)
Kesimpulannya berdasarkan uji korelasi dengan hasil sebesar 7,26% artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara profesionalisme pegawai terhadap kualitas pelayanan. Untuk hasil uji koefisien determinasi dengan hasil sebesar 52,7% yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara variabel profesionalisme dan kualitas pelayanan. Sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti
key word : Profesionalisme Pegawai, Kualitas Pelayanan
3
PENGARUH PROFESIONALISME PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN
PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA TANJUNGPINANG
ISNAINY SURADJI, M.Si
RUDY SUBIYAKTO, S.Sos.,MA Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISP, UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
To research this can be seen the importance of profesionalismof
employees in improving the quality of services that make this I challenge for every country.In research was headlined the influence of professionalism on a body of employees againt the quality of service integrated permit service and investement Tanjungpinang city with formularisation problem that is poured in the form of the sentence ask that is how big the influence of professionalism of the quality of service. Professionalism employees can be seen throught indicators the same treatment an fair, allegiance and responsibilities. And to quality service can be viewed throught an indicator of the presence of direct evidence, dependability, responsiveness, assurance and empathy.
Population in this study consisted of 965 people than determine samples
with technical purposive of sampling using formulas slovin. Research associative this writer use to know the relation or influence of a variabel professionalism against variabel the quality of service. For the collection of data and the use writers koesioner observation.Tehnical process of data using computerized, calculation program statistical product and service solution (SPSS) and hypotheses in a test using statisc analysis which includes the technique a correlation coefficient.
The conclusion based on correlation with the yield at 7,26% means that
there is a positive and significant relationship between multiple professionalism of employees to service quality, and test result of a coefficient with the yield at 52,7% , that there are significant and positive relationship between the variables of service quality and profesionalismofemploye. While influenced by other variables not examined.
Key word: professionalism of employee, the quality of service
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu fungsi pemerintahan yang
kini semakin disorot masyarakat adalah
pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh instansi-instansi pemerintah yang
menyelenggarakan pelayanan publik.
Pelayanan merupakan tugas utama yang
hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat. Tugas ini
telah jelas digariskan dalam pembukaan
UUD 1945 alenia keempat, yang
meliputi 4 (empat) aspek pelayanan
pokok aparatur terhadap masyarakat,
yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Persoalan kualitas pelayanan publik
pada saat ini selalu menjadi pusat
perhatian di berbagai negara. Pemberian
pelayanan publik yang semakin baik
merupakan salah satu tolak ukur bagi
legitimasi, kredibilitas dan sekaligus
kapasitas politik pemerintah (Wahab,
1999). Menyadari keadaan yang
demikian ini, pemerintah Indonesia sejak
lama telah berupaya melakukan
perbaikan kualitas pelayanan publiknya
Dalam pelaksanaan otonomi daerah
terdapat berbagai macam dampak
terhadap masyarakat salah satunya yaitu
terbukanya komunikasi antara
pemerintah daerah dengan masyarakat
yang selama ini terkesan tidak berjalan
dengan baik. Di satu sisi pemerintah
daerah menjadi lebih terbuka terhadap
masyarakat termasuk proses
penyelenggaraan pemerintahan dan disisi
lain kekuatan tawar masyarakat yang
semakin besar. Dengan begitu apa yang
menjadi keinginan dan tuntutan oleh
masyarakat bisa lebih didengar dan
diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Sebagaimana kita ketahui keinginan serta
tuntutan masyarakat tak lain adalah
peningkatan pelayanan publik bagi
masyarakat.
Namun, berbagai tuntutan itu
tidaklah akan terbentuk secara otomatis.
Banyak langkah yang mesti
direncanakan, dilakukan, dan dinilai
secara sistematis dan konsisten. Dalam
konteks ini, penataan sumber daya
aparatur menjadi hal yang sangat penting
dilakukan. Terlebih lagi di era otonomi
daerah seperti sekarang. Penataan sumber
daya aparatur yang profesional dalam
manajemen otonomi daerah harus di
prioritaskan, karena reformasi dibidang
administrasi pemerintahan
mengharapkan hadirnya pemerintah yang
lebih berkualitas, lebih mampu
mengemban fungsi-fungsi pelayanan
publik, pemberdayaan masyarakat, dan
pembangunan sosial ekonomi.
Aparatur pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan bagi
masyarakat sekaligus sebagai
penanggung jawab fungsi pelayanan
1
5
umum di Indonesia yang mengarahkan
tujuannya kepada public service,
memikirkan dan mengupayakan
tercapainya sasaran pelayanan kepada
seluruh masyarakat dalam berbagai
lapisan. Hal ini mengharuskan pihak
pemerintah senantiasa mengadakan
pembenahan menyangkut kualitas
pelayanan yang dihasilkan. Pelayanan
yang berkualitas berarti pelayanan yang
mampu memberi kepuasan kepada
pelanggan (masyarakat) dan mampu
memenuhi harapan masyarakat. Sebab
pelanggan adalah orang yang menerima
hasil pekerjaan. Oleh sebab itu hanya
pelanggan (masyarakat) yang dapat
menentukan kualitas pelayanan dan
mereka pula yang dapat menyampaikan
apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
Pelayanan publik merupakan
tanggung jawab pemerintah atas kegiatan
yang ditujukan untuk kepentingan publik
atau masyarakat. Dengan demikian,
kegiatan tersebut mengandung adanya
unsur-unsur perhatian dan kesediaan
serta kesiapan dari pegawai pemerintah.
Rasa puas masyarakat dalam pelayanan
publik akan terpenuhi ketika apa yang
diberikan oleh pegawai sesuai dengan
apa yang mereka harapkan selama ini,
dimana dalam pelayanan tersebut
terdapat tiga unsur pokok yaitu biaya
yang relatif lebih murah, waktu untuk
mengerjakan relatif lebih cepat dan mutu
yang diberikan relatif lebih bagus.
Namun kenyataannya dalam
memberikan pelayanan publik tidak
diikuti oleh peningkatan kualitas
birokrasi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Kita semua
menyadari pelayanan publik selama ini
bagaikan rimba raya bagi banyak orang.
Amat sulit untuk memahami pelayanan
yang diselenggarakan oleh birokrasi
publik. Masyarakat pengguna jasa sering
dihadapkan pada begitu banyak
ketidakpastian ketika mereka berhadapan
dengan birokrasi. Amat sulit
memperkirakan kapan pelayanan itu bisa
diperolehnya. Begitu pula dengan harga
pelayanan. Harga bisa berbeda-beda
tergantung pada banyak faktor yang
tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh
para pengguna jasa. Baik harga ataupun
waktu seringkali tidak bisa terjangkau
oleh masyarakat sehingga banyak orang
yang kemudian enggan berurusan dengan
birokrasi publik.
Pemerintah Kota Tanjungpinang
dalam upaya dan terobosan yang
dilakukan untuk mewujudkan good
governance dengan perubahan
paradigma baru dalam bentuk pelayanan
masyarakat maupun dunia usaha. Salah
satu contoh pelayanan, berupa kemajuan
dalam bidang administrasi dunia usaha
adalah kemudahan dalam penerbitan
izin usaha seperti Izin Mendirikan
6
Bangunan (IMB), Surat Izin Tempat
Usaha (SITU), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Surat Izin
Gangguan, Tanda Daftar Perusahaan
(TDP), Izin Penyelenggaraan Reklame
dan Izin Usaha Kepariwisataan.
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Dan Penanaman Modal ini
merupakan wujud dari perangkat daerah
penyelenggara pelayanan terpadu satu
pintu di Kota Tanjungpinang.
Sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
24 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Pasal 1 ayat (6) menyebutkan
bahwa “Perangkat Daerah
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PPTSP) adalah perangkat
pemerintah daerah yang memiliki tugas
pokok dan fungsi mengelola semua
bentuk pelayanan perizinan dan non
perizinan di daerah dengan system satu
pintu.”
Sebagaimana juga yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 24 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, Pasal 2
menyebutkan tentang tujuan
Penyelenggara Pelayanan Satu Pintu
adalah :
1. Meningkatkan kualitas
pelayanan publik
2. Memberikan akses yang lebih
luas kepada masyarakat
untuk memperoleh pelayanan
publik.
Sedangkan pada pasal 3 menjelaskan
sasaran Penyelenggaraan Pelayanan Satu
Pintu adalah :
1. Terwujudnya sasaran
penyelenggaraan publik
yang cepat, murah, mudah,
transparan, pasti dan
terjangkau.
2. Meningkatnya hak-hak
masyarakat terhadap
pelayanan publik.
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu memiliki 17 jenis pelayanan
perizinan yang diterbitkan oleh Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu yaitu: Izin
Mendirikan bangunan (IMB), Izin Usaha
Jasa Kontruksi (IUJK), Surat Izin
Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Gudang
(TDG), Izin Gangguan (HO), Izin
Penyelenggaraan Reklame, Izin Usaha
Penginapan/hotel/wisma, Izin Usaha
Tour & Travel, Biro Jasa, Izin Usaha
Keimigrasian, Biro Perjalanan Jasa, Izin
Usaha Panti Pijat/spa/massage, Izin
Usaha Restoran, Pujasera Terbuka, Izin
Usaha Tempat Hiburan, Tanda Daftar
Industri, Izin Usaha Industri dan Izin
Perluasan.
Pada penelitian ini penulis hanya
meneliti tentang pengaruh
profesionalisme terhadap kualitas
pelayanan pada 1 jenis pelayanan
7
perizinan yaitu pelayanan perizinan Surat
Izin Tempat Usaha (SITU). Adapun yang
menjadi dasar hukum pada pelayanan
perizinan ini adalah Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 24 Tahun 2008,
dimana dalam proses pelayanan
perizinan ini untuk perizinan baru waktu
penyelesaian selama 6 hari, kemudian
untuk perpanjang perizinan waktu
penyelesaian selama 4 hari.
Pada Kota Tanjungpinang
penanganan perizinan dunia usaha
berada pada instansi Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Dan Penanaman
Modal. Pemerintah Kota Tanjungpinang
telah menetapkan standar waktu
pelayanan dimana bagi setiap pengguna
pelayanan mengetahui akan kejelasan
waktu perizinan selesai. Ini dibuktikan
dengan pemberian papan informasi
tentang standar waktu perizinan didepan
pintu masuk. Dimana ini bertujuan untuk
agar adanya kontrol bagi setiap
pengguna layanan dunia usaha Kota
Tanjungpinang.
Namun pada pelaksanaannya
terlihat masih adanya masyarakat atau
pengguna layanan yang mengeluh atas
pelayanan perizinan yang diberikan,
seperti ketika ingin membuat perizinan
maupun perizinan non teknis mereka
harus bolak balik kedinas satu kemudian
kembali lagi ke BPPT ini menyebabkan
pengguna layanan merasa tidak nyaman
karena merasa menghabiskan banyak
waktu dan uang. Selain itu kepastian
waktu pelayanan yang diberikan belum
sesuai dengan standar operasional
pelayanan nya. Masih belum sampai nya
pelayanan yang diberikan sesuai slogan
dari kantor tersebut. Kemudian
perbandingan dari aktual pelayanan dari
sistem yang dibuat belum sejalan masih
adanya simpang siur. Seperti misalnya
untuk standar operasional prosedur
(SOP) dalam pembuatan Surat Izin
Tempat Usaha (SITU) dapat diselesaikan
dalam waktu 6 hari dengan biaya yang
sudah ditetapkan namun pada realisasi
perizinan diselesaikan selama lebih dari
2 minggu dan masih adanya biaya-biaya
tambahan yang harus diselesaikan.
Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa masalah ini terjadi
akibat minimnya kinerja pegawai
terhadap tanggung jawab mereka sebagai
pekerja, rendahnya mutu pelayanan
publik yang diberikan oleh pegawai
tersebut menjadi citra buruk kantor dinas
itu sendiri ditengah masyarakat. Bagi
masyarakat yang pernah berurusan
dengan birokrasi selalu mengeluh dan
kecewa terhadap tidak layaknya pegawai
dalam memberikan pelayanan. Pelayanan
kepada masyarakat tidak akan dapat
terlaksana secara optimal tanpa adanya
kesiapan pegawai yang professional
untuk melaksanakan visi dan misi
pemerintah kabupaten /kota.
Dalam hal ini diperlukan pegawai
yang profesional agar mampu
meningkatkan mutu, pengetahuan,
keterampilan karena didorong dengan
banyaknya tanggung jawab tugas
8
pemerintah serta pengabdiannya kepada
masyarakat sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki pegawai. Pegawai atau
aparatur pemerintah yang profesional
sangat berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap kemajuan dan
peningkatan kualitas pelayanan
organisasi pemerintah. Hal ini
disebabkan bahwa pegawai pemerintah
sebagai penentu, perencana, pelaksana,
dan pengawas administrasi
pemerintahan.
Kurangnya profesionalisme
aparatur dalam pengelolaan pelayanan
publik mengakibatkan kurangnya
kemauan untuk berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan dan adanya
rasa apatis masyarakat terhadap
pemerintahan mengakibatkan masyarakat
merasa tersisihkan dari proses
pemerintahan. Dari berbagai bidang
pekerjaan yang digeluti aparatur
pemerintah jelas sekali yang menjadi
permasalahan adalah menyangkut
kekurang-profesionalan pegawai dalam
melaksanakan tugas-tugas penting yang
dipercayakan kepadanya sehingga
mengakibatkan banyak kerugian di pihak
masyarakat yang sangat menginginkan
hasil kerja pegawai yang optimal dalam
memberikan pelayanan publik.
Mengingat pentingnya
profesionalisme pegawai sebagai
persyaratan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik, maka setiap pegawai
dituntut untuk senantiasa meningkatkan
profesionalismenya, berdasarkan asumsi
saya terlihat bahwa profesionalisme
pegawai belumlah sesuai dengan kondisi
yang diharapkan yaitu profesionalisme
pegawai yang dapat mendukung
terlaksananya dan terwujudnya kualitas
pelayanan yang lebih baik.
Berdasarkan uraian pada latar
belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti tentang “Pengaruh
Profesional Pegawai Terhadap
Kualitas Pelayanan Perizinan Pada
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Dan Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang”
Dalam penelitian ini untuk
meminimalisir waktu dan biaya
penilitian, peneliti memfokuskan
penelitian pada satu jenis pelayanan saja
yaitu pelayanan perizinan Surat Izin
Tempat Usaha (SITU)
1.2 Rumusan Masalah
Arikunto (1996:19) menyatakan
bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
maka peneliti haruslah merumuskan
masalahnya dengan jelas, sehingga akan
jelas darimana harus memulai kemana
harus pergi dan dengan apa. Perumusan
masalah juga diperlukan untuk
mempermudah menginterpretasikan data
dan fakta yang diperlukan dalam suatu
penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, maka dapat dilihat bahwa penting
adanya kinerja yang berkualitas dan
berkuantitas serta profesionalisme demi
meningkatnya kualitas pelayanan Kota
9
Tanjungpinang. Penulis merumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu
“Seberapa Besar Pengaruh
Profesionalisme Pegawai Terhadap
Kualitas Pelayanan Perizinan Pada
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPPT) dan Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang ”
1.3 Tujuan dan Kegunaan
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini
adalah
a. Untuk mengetahui
profesionalisme pegawai
pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang
b. Untuk mengetahui kualitas
pelayanan pada Badan
Pelayanan Perizinan
Terpadu dan Penanaman
Modal Kota Tanjungpinang
c. Untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh
profesionalisme pegawai
terhadap kualitas pelayanan
pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi
kegunaan dalam penelitian ini
adalah
a. Secara teoritis dapat
memberikan wawasan
pentingnya profesionalisme
pegawai dalam memberikan
pelayanan dan pentingnya
profesionalisme pegawai
dalam meningkatkan kualitas
pelayanan pada pemerintahan
agar tujuan yang dicapai
sesuai dengan hasil yang
diharapkan dengan
membandingkan dengan
teori-teori yang berkaitan
dengan profesionalisme dan
kualitas pelayanan
b. Secara praktis dapat
memberikan informasi dan
masukan kepada instansi
pemerintah yang terkait
maupun pihak-pihak lain yang
membutuhkan nya guna
mengetahui pengaruh
profesionalisme pegawai
terhadap kualitas pelayanan
1.4 Kerangka Teoritis
Singarimbun (1999:37),
menyebutkan bahwa teori adalah
serangkaian asumsi, konsep,
defenisi dan proposisi untuk
mengembangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar
konsep. Sebagai landasan berpikir
dalam menyelesaikan atau
memecahkan masalah yang ada,
perlu adanya pedoman teoritis yang
dapat membantu dan sebagai bahan
10
referensi dalam penelitian.
Kerangka teori ini diharapkan
memberikan pemahaman yang
jelas dan tepat bagi penulis dalam
memahami masalah yang diteliti.
1.4.1 Pengertian Profesionalisme
Tuntutan atas
profesionalisme, sebagai suatu
faham dan konsep idealisme
profesional, sering dijadikan
tuntutan terhadap keberadaan
pegawai di lingkungan birokrasi
pemerintahan. Namun pemahaman
akan profesionalisme itu sendiri
masih belum jelas dan belum ada
standar penilaiannya. Sebutan
“Profesionalisme” itu sendiri
berasal dari kata “profesi”. Jadi,
berbicara tentang profesionalisme
tentu mengacu pada pengertian
profesi, sebagai suatu bidang
pekerjaan.
Istilah profesi telah
dimengerti oleh banyak orang
bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak orang
yang bekerja tetap sesuai. Tetapi
dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan,
juga belum cukup disebut profesi.
Tetapi perlu penguasaan teori
sistematis yang mendasari praktek
pelaksanaan, dan hubungan antara
teori dan penerapan dalam praktek.
Profesionalisme berasal
dan kata profesional yang
mempunyai makna yaitu
berhubungan dengan profesi dan
memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya, (KBBI,
1994). Sedangkan profesionalisme
adalah tingkah laku, keahlian atau
kualitas dan seseorang yang
professional (Longman, 1987).
Soedijarto (1990:57)
mendefinisikan profesionalisme
sebagai perangkat atribut-atribut
yang diperlukan guna menunjang
suatu tugas agar sesuai dengan
standar kerja yang diinginkan. Dari
pendapat ini, sebutan standar kerja
merupakan faktor pengukuran atas
bekerjanya seorang atau kelompok
orang dalam melaksanakan tugas.
Sementara itu Philips
(1991:43) memberikan definisi
profesionalisme sebagai individu
yang bekerja sesuai dengan standar
moral dan etika yang ditentukan
oleh pekerjaan tersebut.
Berdasarkan kedua pendapat diatas,
terdapat sejumlah faktor dominan
dalam mempersoalkan
profesionalisme dikalangan
pegawai. Pertama, kapasitas
intelektual pegawai yang relevan
dengan jenis dan sifat
pekerjaannya. Kapasitas intelektual
ini tentu berhubungan dengan jenis
dan tingkat pendidikan yang
menjadi karakteristik pengetahuan
11
dan keahlian seseorang dalam
bekerja. Kedua, standar kerja yang
sekurang-kurangnya mencakup
prosedur, tata cara dan hasil akhir
pekerjaan. Ketiga, standar moral
dan etika dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut. Hal ketiga inilah
yang sulit dirumuskan dan
dinyatakan secara utuh, karena
proses aktualisasinya tidak hanya
ditentukan oleh sifat dan watak
seseorang, tetapi ditentukan juga
oleh sistem nilai yang berlaku
dalam suatu lingkungan kerja.
Menurut Siagian
(2000:164) faktor-faktor yang
menghambat terciptanya aparatur
yang profesional antara lain lebih
disebabkan profesionalisme
aparatur sering terbentur dengan
tidak adanya iklim yang kondusif
dalam dunia birokrasi untuk
menanggapi aspirasi masyarakat
dan tidak adanya kesediaaan
pemimpin untuk memberdayakan
bawahan.
Sedangkan Nawawi
(2007:188) menyatakan bahwa
“pengembangan profesionalisme
didefinisikan sebagai upaya yang
sengaja dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan agar
mampu bekerja secara baik sesuai
dengan bidang pekerjaannya.”
Nawawi (2007:188) menegaskan
kembali bahwa karakteristik
profesionalisme dapat dilihat
melalui :
1. Ahli di bidangnya
(expertise)
2. Bersikap mandiri
(autonomy)
3. Bertanggung jawab
terhadap komitmen
(commitment to the work)
4. Bekerja dengan sepenuh
kemampuan, bukan asal-
asalan dan tidak asal jadi
5. Memperlihatkan bahwa
dirinya adalah seorang
professional
6. Memegang teguh etika
profesi (ethics), bersikap
jujur, tidak berbuat curang
7. Mampu memelihara
hubungan baik dengan
pihak lain termasuk klien
atau kolega.
Karakteristik
profesionalisme ini dapat ditafsir
lebih dalam karena memuat nilai-
nilai moral dan mental yang sangat
kaya. Apalagi bagi aparatur
pemerintah yg berprofesi sebagai
pelayan masyarakat. Jelaslah bahwa
seseorang dikatakan profesional
jika menguasai pekerjaan nya
dengan baik dan bekerja dengan
prinsip kerja yang cerdas
(smartwork). Sumber daya aparatur
pemerintah pun dapat digelari
profesional jika ia mampu
12
memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat.
Kemudian berkaitan
dengan hal ini Mertin Jr. dalam
Kurniawan (2005:74) menyebutkan
bahwa, karakteristik
profesionalisme aparatur
diantaranya:
1. Perlakuan yang sama atas
pelayanan yang diberikan (
equality )
2. Perlakuan yang adil
(equity)
3. Kesetiaan diberikan
kepada konstitusi, hokum,
pimpinan, bawahan dan
rekan kerja (loyalty)
4. Setiap aparat pemerintah
harus siap menerima
tanggung jawab atas
apapun yang ia kerjakan
dan harus menghindarkan
dari dari syndrome “saya
sekedar melaksanakan
perintah
atasan”(accountability)
Selain itu untuk
menciptakan kadar profesionalisme
dalam melaksanakan misi institusi,
persyaratan dasarnya adalah
tersedianya sumber daya manusia
yang handal, pekerjaan yang
terprogram dengan baik, dan waktu
yang tersedia untuk melaksanakan
program tersebut serta adanya
dukungan dana yang memadai serta
fasilitas yang mendukung. Sumber
daya aparatur memiliki peranan
yang sangat penting dalam
pencapaian tujuan organisasi, maka
dengan demikian setiap aparatur
perlu antusias untuk terus belajar
menambah ilmu dan pengetahuan
agar mampu menyikapi setiap
gerakan perubahan yang terjadi.
Menurut Tjokrowinotono
(1996:193) menyatakan bahwa:
Profesionalisme tidak hanya cukup
dibentuk dan dipengaruhi oleh
keahlian dan pengetahuan agar
aparat dapat menjalankan tugas dan
fungsi secara efektif dan efisien,
akan tetapi juga turut dipengaruhi
oleh filsafat-birokrasi, tata-nilai,
struktur, dan prosedur kerja dalam
birokrasi. Untuk mewujudkan
aparatur yang profesional
diperlukan political will dari
pemerintah untuk melakukan
perubahan besar dalam organisasi
birokrasi publik agar dapat bekerja
secara profesional dan responsif
terhadap aspirasi dan kebutuhan
publik. Perubahan tersebut meliputi
perubahan dalam filsafat atau cara
pandang organisasi dalam mencapai
tujuan yang dimulai dengan
merumuskan visi dan misi yang
ingin dicapai dan dijalankan oleh
organisasi, membangun struktur
yang flat dan tidak terlalu hirarkis
serta prosedur kerja yang tidak
terlalu terikat kepada aturan formal.
13
Menurut Solihin (2007),
wujud nyata kompetensi dapat
dilihat dari upaya penilaian dari
prinsip profesionalisme dan
kebutuhan dan evaluasi yang
dilakukan terhadap tingkat
kemampuan dan profesionalisme
sumber daya manusia yang ada, dan
dari upaya perbaikan atau
peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Indikator minimal untuk
mengukur profesionalisme adalah
berkinerja tinggi, taat asas, kreatif
dan inovatif, memiliki kualifikasi di
bidangnya. Sedangkan perangkat
pendukung indikator adalah standar
kompetensi yang sesuai dengan
fungsinya, kode etik profesi, sistem
reward and punishment yang jelas,
sistem pengembangan sumber daya
manusia (SDM), dan standar
indikator kinerja.
Menurut pendapat tersebut
dapat ditarik suatu benang merah
bahwa untuk melakukan perubahan
dalam organisasi dan meningkatkan
profesionalisme aparatur maka
penting untuk mendefinisikan
kembali apa yang hendak di capai
oleh organisasi, membangun sistem
penggajian yang yang
mengedepankan nilai keadilan serta
membangun struktur organisasi
yang memungkinkan untuk
terjadinya proses pengambilan
keputusan yang cepat.
Dari berbagai pendapat
para ahli tentang profesionalisme
aparatur di atas maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa profesionalisme
sumber daya aparatur adalah
kemampuan aparatur dalam
menyelenggarakan tugas agar dapat
memberikan pelayanan secara sama
dan konsisten, adil, setia sebagai
abdi masyarakat dan abdi negara
serta bertanggungjawab kepada
masyarakat secara baik.
1.4.2 Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas atau mutu
merupakan kata yang sering kita
dengar. Mutu merupakan sesuatu
yang menjadikan suatu barang atau
jasa memiliki arti atau berharga
tergantung dari sisi mana orang
memandangnya dan tentu dari
perspektif yang bermacam-macam.
Individu mengartikan kualitas atau
mutu tentu tidak sama dengan
individu lainnya, karena mutu
memiliki banyak dimensi
tergantung dari mana individu
tersebut menilainya. Ada mutu
dalam produk atau barang ada juga
yang berbentuk jasa atau
pelayanan.
Menurut Philip B. Crosby
mendefinisikan mutu atau kualitas
sebagai kesesuaian dengan apa
yang disyaratkan atau distandarkan
(Conformance to requirement).
Secara sederhana sebuah produk
dikatakan berkualitas apabila
14
produk tersebut sesuai dengan
standar kualitas yang telah
ditentukan yang meliputi bahan
baku, proses produksi, dan produk
jadi dari definisi ini, mutu atau
kualitas itu diartikan sebagai
kesesuaian dengan standar yang
ada. Sebagai contoh dalam sebuah
organisasi memproduk sebuah
produk atau barang akan dikatakan
bermutu jika barang atau produk
tersebut sudah sesuai dengan
standar yang ada. Dalam organisasi
nonprofit misalnya, didunia
pendidikan memiliki beberapa
standar. Organisasi pendidikan itu
dikatakan bermutu jika organisasi
tersebut telah memenuhi standar-
standar yang ada.
Menurut W. Edwards
Deming menyatakan bahwa
kualitas atau mutu adalah
kesesuaian dengan kebutuhan pasar
atau konsumen. Dalam arti ini,
mutu adalah apa saja yang menjadi
kebutuhan dan keinginan
konsumen. Kalau dillihat dari
definisi di atas, keinginan
konsumen yang selalu berubah-
berubah akan memengaruhi mutu
suatu produk sesuai dengan yang
dikehendaki konsumen. Dapat
disimpulkan mutu di sini bukanlah
hal yang tetap, melainkan hal yang
selalu berubah-ubah mengikuti
keinginan pelanggan.
Kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berpengaruh
dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan
(Tjiptono, 2001). Sehingga definisi
kualitas pelayanan dapat diartikan
sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen
serta ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi harapan
konsumen (Tjiptono, 2007).
Kualitas pelayanan (service quality)
dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para
konsumen atas pelayanan yang
nyata-nyata mereka terima/peroleh
dengan pelayanan yang
sesungguhnya mereka
harapkan/inginkan terhadap atribut-
atribut pelayanan suatu perusahaan.
Jika jasa yang diterima atau
dirasakan (perceived service) sesuai
dengan yang diharapkan, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan
baik dan memuaskan, jika jasa yang
diterima melebihi harapan
konsumen, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah dari
pada yang diharapkan, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan
buruk. Dengan demikian baik
buruknya kualitas pelayanan
tergantung kepada kemampuan
penyedia layanan dalam memenuhi
15
harapan masyarakat (para penerima
layanan) secara konsisten.
Menurut Kotler (2002:83)
definisi pelayanan adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksinya dapat
dikaitkan atau tidak dikaitkan pada
satu produk fisik. Pelayanan
merupakan perilaku produsen
dalam rangka memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen demi
tercapainya kepuasan pada
konsumen itu sendiri. Kotler juga
mengatakan bahwa perilaku
tersebut dapat terjadi pada saat,
sebelum dan sesudah terjadinya
transaksi.
Pada umumnya pelayanan
yang bertaraf tinggi akan
menghasilkan kepuasan yang tinggi
serta pembelian ulang yang lebih
sering. Kata kualitas mengandung
banyak definisi dan makna, orang
yang berbeda akan mengartikannya
secara berlainan tetapi dari
beberapa definisi yang dapat kita
jumpai memiliki beberapa
kesamaan walaupun hanya cara
penyampaiannya saja biasanya
terdapat pada elemen sebagai
berikut:
1. Kualitas meliputi usaha
memenuhi atau
melebihkan harapan
pelanggan.
2. Kualitas mencakup
produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan
3. Kualitas merupakan
kondisi yang selalu
berubah.
Kualitas pelayanan
diartikan sebagai tingkat
keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Kualitas pelayanan bukanlah dilihat
dari sudut pandang pihak
penyelenggara atau penyedia
layanan, melainkan berdasarkan
persepsi masyarakat (pelanggan)
penerima layanan.
Aparat pemerintah sebagai
unsur pemerintah (melayani) terkait
langsung dengan pelayanan kepada
masyarakat sebagai unsur lain
(yang dilayani). Sikap dan perilaku
aparat pemerintah akan menjadi
suatu ukuran keberhasilan
pemerintah untuk mencapai tujuan
organisasi dan memenuhi
kebutuhan masyarakat sesuai
dengan harapan, dan masyarakat
akan merasa puas serta tidak
mengeluh.
Dari determinan kualitas
pelayanan tersebut jika kita rujuk
pendapat Gaspersz (dalam Lukman,
1998:8) yang mendefinisikan
16
dimensi kualitas pelayanan
meliputi:
1. Ketepatan waktu
pelayanan;
2. Akurasi pelayanan;
3. Kesopanan, keramahan
dalam memberikan
pelayanan;
4. Tanggung jawab;
5. Kelengkapan;
6. Kemudahan mendapatkan
pelayanan;
7. Variasi model pelayanan;
8. Pelayanan pribadi;
9. Kenyamanan dalam
memperoleh pelayanan;
dan
10. Atribut pendukung
pelayanan lainnya.
Menurut Parasuraman,
Zeithmal, dan Leonard Berry 1985
dalam yamit(2004:10-11),berhasil
mengidentifikasikan lima dimensi
karakteristik yang digunakan oleh
masyarakat dalam mengevaluasi
kualitas pelayanan publik. Kelima
dimensi kualitas pelayan tersebut
adalah :
1. Bukti langsung (tangibles),
meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reability),
yakni kemampuan
memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan
segera, akurat dan
memuaskan.
3. Daya tanggap
(responsiveness),
keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan
dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance),
mencakup pengetahuan,
kemampuan, kesopanan
dan sifat yang dipercaya,
bebas dari bahaya resiko
atau keragu-raguan.
5. Empati (emphaty),
meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan,
komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan
memahami kebutuhan para
pelanggan.
Hal serupa juga
dikemukakan Oliver (dalam
Supranto, 2001: 233) bahwa :
Kepuasan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan
kinerja/hasil yang dirasakan dengan
harapannya. Jadi tingkat kepuasan
merupakan fungsi dari perbedaan
antara kinerja yang dirasakan
dengan harapan. Apabila kinerja
dibawah harapan, maka pelanggan
akan kecewa. Bila kinerja sesuai
dengan harapan, pelanggan akan
puas. Sedangkan bila kinerja
melebihi harapan, pelanggan akan
sangat puas. Harapan pelanggan
17
dapat dibentuk dari pengalaman
masa lalu, komentar dari
kerabatnya serta janji dan informasi
pemasar dan saingannya.
Merujuk pada pemikiran di
atas maka kualitas pelayanan
kepada masyarakat yang baik
mempunyai variabel; kehandalan,
jaminan, bukti langsung, mutu,
kecepatan, kepuasan masyarakat,
kepercayaan terhadap pemerintah.
Diharapkan seluruh unsur
pelayanan yang diterima sedikitpun
tidak menimbulkan keluhan bagi
masyarakat yang dilayani serta
masyarakat merasa puas.
1.5 Hipotesis
Hipotesis adalah penyusunan
sementara yang menghubungkan dua
variabel atau lebih. Kesimpulan yang
tarafnya rendah masih membutuhkan
pengujian secara empiris (Sugiyono,
2004:70)
Hipotesis dalam penelitian ini
terdiri dari dua variabel yaitu Variable
independent (variabel bebas) yaitu
Profesionalisme Kerja Pegawai pada
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPPT) dan Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang dengan indikator sebagai
berikut :
1. Perlakuan yang sama dan
konsisten (equality)
2. Perlakuan yang adil (equity)
3. Kesetiaan (loyalty)
4. Tanggung jawab
(accountability)
Variable Dependent (variabel
terikat ) yaitu Kualitas Pelayanan
Perizinan Pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) dan
Penanaman Modal Kota Tanjungpinang
dengan indikator sebagai berikut :
1. Bukti Langsung ( tangibles )
2. Kehandalan (reliability)
3. Daya Tanggap (
responsiveness)
4. Jaminan (assurance)
5. Empati (emphaty)
Berdasarkan konsep teoritis yang
telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
(Ha): Ada Pengaruh yang signifikan
antara profesionalisme
pegawai dengan kualitas
pelayanan BPPT dan
Penanaman Modal
(Ho): Tidak Ada Pengaruh yang
signifikan antara
profesionalisme pegawai
dengan kualitas pelayanan
BPPT dan Penanaman
Modal
1.6 Konsep Operasional
Profesionalisme sumber daya
aparatur dalam penelitian ini adalah
kemampuan aparatur dalam
menyelenggarakan tugas agar dapat
memberikan pelayanan secara sama dan
konsisten,adil, setia sebagai abdi
masyarakat dan abdi negara serta
bertnaggung jawab kepada masyarakat
secara baik. Menurut Mertin Jr. dalam
Kurniawan (2005:74) Profesionalisme
18
sumber daya aparatur ini dapat dilihat
melalui :
1. Perlakuan yang sama dan
konsisten (equality) yaitu
kemampuan pegawai dalam
memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan sikap dan
prilaku yang baik serta jujur
tanpa membedakan status sosial
atau golongan agar tercipta
kepuasan masyarakat sebagai
penerima pelayanan. Adapun
indikatornya meliputi:
a. Perbedaan status sosial dan
golongan
b. Sikap dan prilaku
c. Kejujuran
2. Perlakuan yang adil (equity)
yaitu kemampuan pegawai
dalam memberikan pelayanan
dengan mengutamakan keadilan
atas hak-hak mayarakat selaku
penerima pelayanan. Adapun
indikatornya meliputi :
a. Tidak ada pungutan liar dan
pencaloan
b. Keteraturan dalam antrian
pelayanan
c. Kemudahan dalam
memperoleh informasi
3. Kesetiaan (loyalty) yaitu
kemampuan pegawai dalam
memberikan peayanan dengan
kedisiplinan dan berlandaskan
aturan-aturan yang berlaku.
Adapun indikatornya :
a. Ketaatan terhadap
ketentuan yang berlaku
b. Pelayanan diberikan
berdasarkan Standart
Operation Procedur ( SOP)
c. Kedisiplinan
4. Tanggung jawab
(accountability) yaitu
kemampuan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya
dengan ketelitian dan ketepatan
waktu yang telah dijanjikan.
Adapun indikatornya meliputi :
a. Ketelitian
b. Tepat waktu
c. Bertanggung jawab dalam
menyelesaikan
pekerjaannya
d. Adanya maklumat
pelayanan atau janji
pelayanan.
Kualitas pelayanan publik
merupakan kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan dimana
penilaian kualitasnya diberikan pada saat
pemberian pelayanan publik tersebut.
Maka diperlukan pula pengelolaan
pelayanan publik yang baik agar standar
kualitas pelayanan pelayanan publik
yang baik dapat trwujud dengan nyata.
Menurut Parasuraman, zeithmal dan
leonard Berry dalam yamit (2004:10-11)
19
Ada lima dimensi kualitas
pelayanan publik yaitu:
1. Bukti Langsung (tangibles)
yaitu keadaan fisik dari gedung
kantor, peralatan, pegawai dan
fasilitas-fasilitas pendukung
lainnya yang dimiliki oleh
penyedia layanan dalam hal
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Tanjungpinang.
Adapun yang menjadi
indikatornya :
a. Tersedianya sarana dan
prasarana
Tersedianya sarana dan
prasarana ini merupakan
daya tarik bagi pemohon
izin, selain itu juga faktor
pendukung kelancaran kerja
bagipara pegawai sebagai
pemberi layanan.
b. Tersedianya pegawai
pelayanan
selain sarana dan prasarana,
faktor sumber daya
manusia juga
memepengaruhi kelancaran
kinerja pelayanan. Faktor
manusia merupakan salah
satu peran paling penting
dalam suatu instansi dan
juga yang berperan dalam
memanfaatkan sarana dan
prasarana yang dimiliki.
2. Kehandalan (reliability) yaitu
merupakan kemampuan dalam
memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat
dan memuaskan sesuai dengan
apa yang ditawarkan. Adapun
yang menjadi indikatornya yaitu
:
a. Kemudahan Prosedur
Perizinan
Prosedur perizinan yang
mudah dan sesuai dengan
apa yang telah dijanjikan
sebelumnya, merupakan
komitmen dalam
menjalankan
profesionalisme dan
meningkatkan kepuasan
pengguna jasa layanan.
b. Ketepatan Jadwal
Pelayanan
Ketepatan jadwal pelayanan
atau durasi waktu
pelayanan yang sesuai
dengan apa yang telah
dijanjikan merupakan unsur
penting dalam penilaian
dari masyarakat terhadap
kinerja pelayanan dari
instansi publik dengan
tepatnya jadwal
penyelesaian pelayanan
membuat masyarakat
pengguna jasa akan merasa
jelas dan memiliki
kepastian.
3. Daya Tanggap
(responsiveness) yaitu suatu
20
respon atau kesigapan petugas
dalam membantu para pengguna
jasa layanan dan memberikan
pekayanan dengan tanggap dan
cepat, yang meliputi kesigapan
dan kecepatan karyawan dalam
melayani pelayanan juga dalam
penanganan keluhan pengguna
jasa. Adapun yang menjadi
indikatornya :
a. Ketanggapan mengahadapi
keluhan
Keluhan dari pengguna jasa
merupakan salah satu
ungkapan penilaian akan
kualitas yang diperoleh
pengguna jasa.
4. Jaminan (assurance) yaitu
mencakup kemampuan pegawai
atas pengetahuan terhadap
produk secara tepat, kualitas
keramah tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberikan
pelayanan serta keterampilan
dalam memberikan informasi.
Adapun yang menjadi
indikatornya yaitu :
a. Kejujuran petugas
Kejujuran merupakan salah
satu modal yang penting
untuk membangun citra
baik instansi tersebut.
b. Keramahan dan kesopanan
pegawai
Dalam memberikan
jaminan atas pelayanan
terhadap permohonan
izinsikap petugas dalam
memberikan pelayanan juga
berpengaruh terhadap
pelayanan yang diberikan.
5. Empati (empathy) yaitu
meliputi perhatian secara
individual yang diberikan
instansi terhadap pengguna jasa,
seperti kemudahan untuk
menghubungi instansi,
kemampuan pegawai untuk
berkomunikasi dengan
pengguna jasa dan usaha
instansi untuk memahami
keinginan dan kebutuhan
masyarakat. Adapun yang
menjadi indikatornya yaitu:
a. Perhatian kepada
masyarakat
Sebagaimana ungkapan
bahwa pelanggan adalah
raja. Dengan begitu
pemohon atau pengguna
jasa akan merasa demikian
bila semua kepentingannya
diutamakandan
kebutuhannya terpenuhi.
b. Komunikasi kepada
masyarakat
Komunikasi merupakan hal
yang paling penting suatu
hubungan dimana
dimaksudkan untuk
memberi informasi terbaru
jika terjadi perubahan
21
dalam pelayanan di instansi
tersebut.
Pengukuran untuk penelitian ini
peneliti menggunakan skala Likert yaitu
skala untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial Sugiyono
(2010:93). Setiap instrument yang
menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari yang sangat positif sampai
sangat negative.
Penilaian terhadap indikator yang
berkaitan dengan permasalahan dan
jawaban responden dibuat dalam bentuk
pernyataan dan skor guna keperluan
analisis kuantitatif. Adapun jawaban
responden dalam penelitian ini, meliputi
:
a. Sangat setuju/sangat bauk, diberi
skor (5)
b. Setuju/baik, diberi skor (4)
c. Ragu-ragu/Kurang setuju, diberi
skor (3)
d. Kurang Setuju, diberi skor (2)
e. Tidak setuju/tidak baik,diberi skor
(1)
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan
ini bersifat asosiatif, yaitu
penelitian mencari hubungan
antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Sugiyono
(2006:6) menjelaskan bahwa :
“Pada penelitian asosiatif minimal
terhadap dua variabel yang
dihubungkan. Jadi penelitian
asosiatif ini merupakan suatu
penelitian yang mencari
hubungan/pengaruh antara satu
variabel dengan variabel lain.
Hubungan/pengaruh antara
variabel ada tiga bentuk yaitu :
simetris, kausal dan interaktif”.
1.7.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan
pada Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPPT) dan Penanaman
Modal Kota Tanjungpinang di jl.
Jend. A.yani Km5. Adapun
beberapa alasan diadakan penelitian
disini, yaitu :
a. Pentingnya profesionalisme
pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan
dalam meningkatkan
kualitas pelayanan.
b. Belum pernah diadakannya
penelitian yang berkaitan
dengan profesionalisme
pegawai di lembaga ini.
c. Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu dan Penanaman
Modal sangat sesuai untuk
dijadikan sasaran peneliti,
karena pekerjaan yang di
tanggung sangat banyak
sedangkan pegawai
cenderung belum
professional dalam
melaksanakan tugasnya
membuat pekerjaan sulit
22
dikerjakan dengan tepat
waktu.
1.7.3 Sumber Data
Dalam Penelitian ini,
diamati secara seksama aspek-
aspek tertentu yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti
sehingga diperoleh data-data yang
menunjang penyusunan laporan
penelitian, baik berupa data
primer maupun data skunder.
a. Data Primer yaitu data
pokok yang diambil
langsung dari sumber
aslinya melalui
wawancara dan lainnya.
b. Data Skunder merupakan
data primer yang sudah
tersedia di lokasi tempat
penelitiannya, berupa
dokumen-dokumen dan
sebagainya.
1.7.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Sugiyono
(2009;90) menyatakan,
bahwa “Populasi adalah
wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai
kuantitas dan karateristik
tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian
ditarik kesimpulannya.
Dalam Penelitian ini
populasi yang digunakan
adalah penerima
Pelayanan Surat Izin.
Tempat Usaha (SITU)
terhitung dari bulan
Maret sampai dengan
Mei pada kantor Badan
Pelayanan Perizinan
Terpadu Dan Penanaman
Modal di Kota
Tanjungpinang Tahun
2014.
b. Sampel
Sugiyono
(2009:91) Sampel adalah
bagian darijumlah dan
karakteristik yang
dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel adalah
bagian anggota populasi
yang diambil dengan
bagian menggunakan
teknik tertentu yang
disebut dengan teknik
random sampling. Teknik
pengambilan sampel
yaitu menggunakan
sampel acak atau random
sampling. Sementara,
rumus yang digunakan
dalam menghitung
jumlah sampel adalah
rumus Slovin.
Berdasarkan
hasil perhitungan dengan
menggunakan rumus
Slovin, dapat diketahui
bahwa jumlah populasi
23
sebanyak 965 dengan
tingkat kesalahan
(Sampling error) sebesar
10% (0,01), maka
diperoleh hasil sampel
sebanyak 9 1 s ampel.
1.7.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. kuesioner Sugiyono
(2012:137) angket yaitu
pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara
memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden
untuk dijawabnya.
b. Observasi Menurut
Supardi (2006), “Metode
Observasi merupakan metode
pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat
secara sistematik gejala-gejala
yang diselidiki.”
1.7.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah
proses penyederhanaan data
kedalam bentuk yang lebih mudah
diinterprestasikan teknik analisis
data yang dipergunakan dalam
penelitian ini menggunakan
tekhnik desktriptif – kuantitatif,
data yang diperoleh dari
responden dikumpulkan lalu
dipisahkan menurut jenis data,
kelompok data. Kemudian data
tersebut dianalisis, disajikan
dalam bentuk tabel dan penjelasan
hasil tanggapan responden yang
menunjukan penilitian terhadap
kualitas pelayanan perizinan
untuk mendeskripsikan data agar
mudah dimengerti teknik
penentuan skor oleh nilai yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah memakai skala Likert
untuk menilai jawaban kuisioner
yang akan disebarkan kepada
responden.
Karena itu pengolahan
data dalam penelitian ini akan
meliputi Teknik pengolahan data
menggunakan penghitungan
komputerisasi program SPSS 17
(Statistical Product and Service
Solution) dan Hipotesis di uji
dengan menggunakan analisis
statistik yang meliputi beberapa
teknik guna mengetahui
signifikan pengaruh, yaitu
koefisien korelasi. Untuk
menghitung hubungan antara dua
variabel yang saling berhubungan
erat dan mempengaruhi.
IV. PEMBAHASAN
Analisis
Berdasarkan tabel di atas
dapat di lihat bahwa indikator
pernyataan yang berhubungan
dengan Variabel
Profesionalisme Pegawai
tersebut, 91 responden yang
24
menjawab sangat setuju
berjumlah 286 orang dengan
persentase setelah di rata-
ratakan yaitu (31,4%),
kemudian responden yang
menjawab setuju berjumlah
461 orang dengan persentase
setelah dirata-ratakan yaitu
(50,7 %), kemudian responden
yang menjawab ragu 45 orang
dengan persentase setelah di
rata-ratakan yaitu (4,9%),
responden yang menjawab
tidak setuju berjumlah 76
orang dengan persentase
setelah di rata-ratakan yaitu
(8,4%), kemudian responden
yang menjawab sangat tidak
setuju berjumlah 42 orang
dengan pesentase setelah
dirata-ratakan yaitu (4,6%).
Dan dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar masyarakat
Kota Tanjungpinang yang
menerima pelayanan perizinan
Surat Izin Tempat Usaha pada
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Tanjungpinang
menyatakan setuju terhadap
variabel Kualitas pelayanan.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang
dilakukan tentang pengaruh
profesionalisme pegaweai terhadap
kualitas pelayanan pada Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Dan
Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh profesionalisme
pegawai terhadap kualitas
pelayanan dikategorikan
“baik” dengan persentase
43,5%, dapat dilihat dari
hasil tanggapan kuesioner
yang dibagikan kepada
responden. Namun masih
ada yang perlu ditingkatkan
lagi hal ini dilihat dari
perhitungan rata-rata
tanggapan dari indikator-
indikator yang menunjukkan
bahwa sebagian besar
responden memberi jawaban
pada kriteria setuju, yaitu :
a. Perlakuan yang sama
dan konsisten pada
presentase skor aktual
44,5%
b. Perlakuan yang adil
pada presentase skor
aktual 37,4%
c. Kesetiaan pada
presentase skor aktual
44,3%
d. Tanggung jawab pada
presentase skor aktual
50,5%
2. Kualitas pelayanan pada
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota
Tanjungpinang dinilai baik
dengan persentase 50,7%.
25
Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan rata-rata
tanggapan besar responden
memberi tanggapan pada
kriteria setuju, yaitu :
a. Bukti Langsung pada
presentase skor aktual
56,6%
b. Kehandalan pada
presentasi skor aktual
46,7%
c. Daya Tanggap pada
presentasi skor aktual
44,5%
d. Jaminan pada
presentase skor aktual
47,3%
e. Empati pada presentase
skor aktual 58,2%
3. Pengaruh profesionalisme
pegawai terhadap kualitas
pelayanan pada Badan
Pelayanan Perzinan Terpadu
Dan Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang mempunyai
pengaruh yang kuat yaitu
sebesar 0,726 atau 72,6%
dengan perhitungan korelasi
product moment, berarti
adanya pengaruh yang kuat
dengan rentang skor 0,60-
0,799. Maka pengaruh kedua
variabel tersebut signifikan.
Dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang kuat
antara profesionalisme
pegawai dengan kualitas
pelayanan pada Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu
Dan Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang.
Karena thitung(8,063) lebih
besar dari ttabel (1,985) berarti Ha
diterima dan Ho ditolak. Adapun
maknanya adalah hipotesis yang
menyatakan bahwa
profesionalisme pegawai
berpengaruh kuat terhadap
kualitas pelayanan.Pengaruh
profesionalisme terhadap kualitas
pelayanan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Dan
Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang memperoleh
koefisien determinan sebesar
52,7% sedangkan selebihnya
variabel lain yang tidak diteliti.
Dapat disimpulkan bahwa dari
perhitungan koefisien
determinasi dari kedua
perhitungan korelasi yaitu
besarnya pengaruh yang
signifikan dan positif antara
profesionalisme pegawai
terhadap kualitas pelayanan pada
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Tanjungpinang.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang
dipaparkan diatas mengenai
pengaruh profesionalisme pegawai
terhadap kualitas pelayanan pada
Badan Pelayanan perizinan
Terpadu Dan Penanaman Modal
26
Kota Tanjungpinang, maka
penulis memberi saran-saran yang
diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran serta
masukan agar dapat
dipertimbangkan dalam upaya
meningkatkan pengaruh serta
hubungan profesionalisme
pegawai terhadap kualitas
pelayanan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu Dan
Penanaman Modal Kota
Tanjungpinang.
Adapun yang menjadi saran
dari peneliti yaitu :
1. Agar dilakukan
pengawasan langsung dari
pimpinan kepada pegawai
yang masih kurang
professional dalam
memberikan pelayanan
perizinan kepada
masyrakat serta diberikan
arahan atau teguran agar
terciptanya kualitas
pelayanan yang lebih baik.
2. Hendaknya pimpinan
memberikan perhatian
kepada pegawai dengan
memberikan penghargaan
kepada pegawai yang
memiliki kinerja yang baik
dan disiplin begitu pula
sebaliknya pimpinan
hendaknya memberikan
sanksi secara tegas kepada
pegawai yang melanggar
peraturan yang ada.
3. Kemudian hendaknya
dilakukan himbauan oleh
pimpinan tentang
kecepatanan pelayanan
perizinan yang diberikan
agar meningkatkan
kualitas pelayanan. Agar
memberikan kepuasan
kepada masyarakat selaku
penerima pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2011, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Dan Skripsi Serta Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjungpinang
Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Edisi kedua), Badan Penerbitan Universitas Diponogoro, Semarang.
Kurniawan, Agung. 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaharuan
Moenir, H. A.S. 2008, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara: Jakarta
Nawawi, Zaidan, 2007, Analisis Tentang Profesionalisme Aparatur Dan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Volume 8 nomor 2
Pasaribu, Refi, 2009, Peranan Pembinaan Dalam Meningkatkan Prefesionalisme Kerja Pegawai Negeri Sipil, (http://repository.usu.ac.id., diakses 15 juni 2014, 13.45 WIB)
Seridawati, 2010, Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik,
27
(http://repository.usu.ac.id, diakses 2 Maret 2014, 14.24 WIB)
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta
Yamit, Zuliant. 2004, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Ekonesia: Yogyakarta
Yuwono, Ismantoro Dwi, 2011, Memahami
Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia
DOKUMEN : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24
Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelengaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perzinan Terpadu Dan Penanaman Modal.
28