Suhan Keperawatan Paraplegi
-
Upload
ahmad-syafii -
Category
Documents
-
view
122 -
download
6
Transcript of Suhan Keperawatan Paraplegi
suhan Keperawatan Paraplegi
PARAPLEGI1. Paraplegi merupakan Kehilangan gerak pada ekstrimitas bawah disebabkan adanya lesi di
medulla spinali dimana hal tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan ekstremitas gerak.
Epidemiologi ParaplegiaData epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian cidera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Penyebab Paraplegia1. Cedera medulla spinalis. Akibat kecelakaan2. Kista / tumor, siringomielina, meningioma, sarcoma, tumor metastase3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis, herpes zoster.4. Kelainan tulang vertebrae : kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan
tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat.Arthritis degenerative adalah terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan atau taji tulang yang bisa menekan akar saraf.
5. Hematoma spinalis
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :
· Kejang ditimbulkan dari ketidakseimbangan antara fasilitas dan hambatan yang mempengaruhi neuron keluar dengan normal. Daerah distal medulla yang mengalami cedera dan lesi menyebabkan terjadinya gangguan penghubung dari lokasi pusat hambatan yang lebih tinggi di otak. Infeksi dan sepsis dari berbagai sumber meliputi : saluran kemih, saluran pernapasan, dekubitus.Perbedaan Kuadriplegi, Paraplegia, Tetraplegia, paralisis dan parese
· Kuadriplegik mengacu pada kehilangan gerakan dan sensasi pada keempat ekstrimitas dan badan yang dikaitkan dengan cedera pada medulla spinalis servikalis.
· Paraplegia mengacu pada kehilangan gerak dan sensasi pada ekstrimitas bawah dam semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal, medulla spinalis lumbal atau pada radiks sacral.
· Paralysis merupakan hilangnya kekuatan untuk memindahkan bagian tubuh berhubungan dengan injury atau penyakit pada saraf yan mengatur otot dalam melakukan perpindahan atau pergerakan pada tubuh. Masalahnya terletak pada saraf yang mengatur otot.Tingkat keparahan paralisis dibagi menjadi 2 :Plegia : kehilangan kekuatan, benar-benar paralisisParesis : kelemahannya yang berarti pada otot yang terkenaMacam-macam kelumpuhan :Monoplegia/monoparesis
Hemiplegia/hemiparesisParaplegi/paraparesis à kerusakan torakal, lumbal, sakralTetraplegi/tetraparesis = quadripleg/paresis = diplegia pada kerusakan servical
· Paraparese adalah kelemahan tonus otot pada ekstrimitas bawah · Tetraparese adalah kelemahan tonus otot melibatkan salah satu segmen servikal medulla
spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan kedua kakTemuan fisik pada penderita plegia atau kelumpuhan akan bervariasi, tergantung pada tingkat cidera, derajat syok spinal dan fase serta derajat pemeriksaan :C1-C3 : kehilangan fungsi pernafasan/ system muskuloskeletaC4-C5: dengan kerusakan menurunnya kapasitas paru ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hariC6-C7 : dengan beberapa erakn tangan dan lengan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hariC8 : keterbatasan menggunakan jari tangan. Meningkatkan kemandiriannyaC1-L1 : paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi. otot intercosta dan abdomen masih baik.L1-L2 dan atau dibawahnya : kehilangan fungsi motorik dan sensorik. Kehilangan fungsi defekasi dan berkemihPemeriksaan Penunjang & Diagnostik
Penatalaksanaan cedera medula spinalis fase akut :1. Hipotermia
Penyebaran hipotermia ke dareah cedera untuk mengatasi kekuata autodestruktif2. Tindakan pernafasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi.Anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik
3. Traksi dan reduksi skeletImmobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolum vertebra
4. FarmakoterapiPemberian kortikosteroid dosis tinggi
5. Intervensi bedahPembedahan diindikasi bila :Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi tidak ada kestabilan tulang servikalCedera terjadi pada daerah toraks atau lumbalStatus neurologik pasien memburuk
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic
Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/traumaElektromyograpi test (EMG) adanya perubahan gambaran EKG dapat membntu menentukan lokasi lesi, apakah di sel kornu anterior, saraf perifer atau di ototnya sndiri. Serum Elwktrolit terutama kalium dan kalsium. Kadar kalium yg kurang akan meninggikan kepekaan motor end plate (komponen LMN) shg titik depolarisasi menjd tinggi dan muatan listrik sukar dilepaskan. Dalam keadaan ini serabut otot tidak dpt dikontraksikan, sehingga otot menjadi paralisis( lumpuh). Bila kekurangan kalsium akan merendahkan ambang lepas muatan motor end plate dan serabut otot mudah terstimulasi. Shg otot akan berkonstraksi terus menerus (tetani)Biomekanika Biomekanika trauma utama di segmen thorakal medula spinalis adalah akibat hiperfleksi, sementara fleksi dan hiperekstensi merupakan gambaran utama cedera di segmen servikal medula spinalisMacam RP dan RF
1. Refleks PatologisPada kelumpuhan lower motor neuron (LMN) tidak menunjukkan reflek patologis sedangkan pada kelumpuhan Upper Motor Neuronmenunjukkan refleks patologis.a. Reflek Superficial 1. Reflek Kulit Dinding PerutKulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci. Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi lesi di susunan piramidal.2. Reflek Kremaster dan Reflek SkrotalPenggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci terhadap kulit bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral. Refleks kremaster menghilang pada lesi di segmen L I – II, juga pada usia lanjut.3. Reflek GlutealRefleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus ipilateral bilamana digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Refleks gluteal menghilang jika terdapat lesi di segmen L IV – S I.4. Reflek Anal EksternaRefleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau ketukan terhadap kulit atau mukosa daerah perianal.5. Reflek PlantarPenggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan ekstansi serta pengembangan jari – jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.b. Reflek PatologikReflek patologik yang sering diperiksa di dalam klinik ialah “Ekstensor Plantar Response” atau tanda Babinski.Metode-metode Perangsangan :
1. Refleks ChaddockPenggoresan terhadap kulit dorsum pedis pada bagian lateralnya atau penggoresan terhadap kulit di sekitar malcolus eksterna.2. Refleks OppenheimPengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. tibia atau pengurutan itu dilakukan dengan menggunakan sensi interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang mengepal.
3. Refleks GordonCara membangkitkan Ekstensor Plantar Response ialah dengan menekan betis secara keras.
4. Refleks ScaefferCara membangkitkan respon tersebut adalah dengan menekan tendon Achilles secara keras.
5. Refleks GondaRespon patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (plantar fleksi) maksimal dari jari kaki keempat.6. Refleks BingDibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.
2. Refleks Fisiologi· Reflex kulit perut : kontraksi dinding otot perut· Reflek kornea : kedipan mata secara cepat · Reflek cahaya : kontraksi pupil (hololateral dank onlateral)· Reflek periost radialis : fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi· Reflek periost urinaris : pronasi tangan· Stretch reflek (muscle spindle reflek)a. Knee pess reflek : ekstensi tungkai disertai kontraksi otot quadrisepb. Achilles pess reflek : plantar fleksi pada siku dan kntraksi gastronemusc. Reflek biseps : fleksi lengan pada siku dan kontraksi otot bisepd. Reflek trisep : ekstensi lengan dan kontraksi otot trisep
ASKEPA. Kekuatan Otot
No Tingkat Fungsi Otot SkalaNilai % Normal Skala Lovett
1 Tidak ada bukti kontraktilitas
0 0 0 (nol)
2 Sedikit kontrakilitas, tidak ada gerakan
1 10 T (Trace/sedikit)
3 Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (pasif)
2 25 P (Poor/buruk)
4 Rentang gerak penuh dengan gravitasi
3 50 F (Fair/sedang)
5 Rentang gerak penuh, melawan gravitasi, beberapa retensi
4 75 G (Good/baik)
6 Rentang gerak penuh , melawan gravitasi, retensi penuh
5 100 N (Normal)
B. Sistem neurologisNo Kategori Pengkajian Rasional1 Tentukan apakah klien menonsumsi
analgesic, antipsikotik,antidepresan,stimulant serabut saraf
Obat-obatan ttersebut dapat mempengaruhi tingkat perubahan perilaku
2 Kaji apakah klien menggunakan alkohol.hipnotik sedative
Penyalahgunaan dapat menyebabkan tremor, aaksia dan perubahan fungsi saraf perifer
C. Pengkajian psikososial- Mendengarkan kekuatiran yang diungkapkan- Mengalami keadaan ini pada fase adaptasi à grieving process, penyangkalan, marah,
menawar, depresi, menerimaD. Inspeksi- Inspeksi pada semua daerah kulit à kemerahan /kerusakan kritis - Pengembangan program defekasi dan berkemih
Diagnosa Keperawatan1. pola nafas tidak efektive berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot abdominal dan intercostal serta ketidak mampuan membersihkan sekresi.2. kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik3. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensorik dan mobilitas.
4. gangguan eliminasi urin : retensio urin berhubungan dengan ketidak mampuan berkemih spontan5. gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan atonik kolonNIC :
1. Meningkatkan mobilitas· Aktivitas Pembebanan benda berat akan membuat otot makin cepat kuat, sehingga makin
sedikit kemungkinan terjadi atrofi. Makin dini pasien diposisikan berdiri,maskin kecil kesempoatan adanya perubahan osteoporitik yang terjadi pada tulang panjang.
· Program latihan pada bagian bagian tubuh yang tidak terkena untuk mengoptimalkan kekuatan dan meningkatkan perawatan diri yang maksimal, misal dengan push-up dengan posisi telengkup dan sit-u bila posisi duduk.
· Mobilisasi bisa dengan mengembangkan kursi roda yang menggunakan mesin motor dan khusus dilengkapi dengan mobil gerbong, yang berkontribusi terhadap kemandirian pasien yang tinggi.
Meningkatkan Integritas Kulit. Faktor-faktor yang berkontribusi antara lain kehilangan sensori permanen terhadap daerah tekan, imobilisasi yang membuat kesukaran dalam menurunkan tekanan, trauma akibat benturan ( terhadap kursi rodam toilet), kehilangan fungsi pertahanan pada kulit karena ekskoriasi kulit akibat inkontinensia urin dan fekal. Aktivitasnya meliputi ;
· Pasien diminta meminta memantau status kulitnya sendiri di pagi dan malam hari· Melakukan perubahan posisi setiap 2 jam· Diet tinggi protein, vitamin dan kalori untuk menjamin kebutuhan otot minimal dan
mempertahankan kesehatan kulit3. Memperbaiki penatalaksanaan berkemih, dengan :· Perawat menekankan pentingnya mempertahankan aliran urin yang adekuat melalui
pemberian asupan cairan sekitar 2,5 liter setiap hari· Melakukan perawatan perinial· Pemasangan dan perawatan kateter secara maksimal
4. Menetapkan Kontrol defekasiTeknik ini dipertimbangkan dalamcedera medulla spinalis di bagian atas segmen sacral atau akar saraf dan disana terdapat aktivitas reflex, maka sfingter anus dapat dipijat untuk menstimulasi defekasiyang dilakukan setiap 48 jam setelah makan
5. Mekanisme Koping dengan :· Peran perawat dalam meyakinkan kemapuan mereka terhadap pencapaian perawatan diri
yang mandiri· Memberikan konseling keluarga terkait dukungan social pada pasien
6. Mengatasi Komplikasi· Kejang otot dapat diatasi dengan pemberan obat antispasodik. Selain itu bisa dengan
latihan ROM pasif dan sering mengubah posisi yang akan mencegah terjadinya kontraktur dan dekubitus
· Infeksi dapat diterapi dengan antibiotic yang adekuat .Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis yaitu : inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipoisointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan pada saraf ke-3. Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:
paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi
kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.
Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2 kondisi. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak menghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens.
BAB I
PENDAHULULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Cedera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor , dan cedera medulla
spinalis lebih dominant pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh
cedera. Setengah dari kasus ini adalah kecelakaan kendaraan bermotor; selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga,kejadian industri dan luka tembak. Dua pertiga kejadian
adalah usia30 tahun atau lebih mudah
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daera
servikal (leher) ke 5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini paling
rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral
dalam area ini.
Cedara kolumna vertebralis, dengan atau tampa defesit neurologist, harus selalu
dicari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera multiple. Setiap cedera diatas
klavikula harus dicuruigai adanyacedera tulang leher (c-spine). Sekitar 15% penderita
yang mengalami akan mengalami cedera pada spine sekitar 55% cedera tulang
belakang terjadi pada daera servikal. 15% pada daera torakal, 15% pada
torakolumbar, serta 15 % pada daera lumbo sacral, sekitar 5% dari penderita yang
mengalami cedera kepela juga menderita cedera tulang belakang. Dimana 25% cedera
tulang belakang menderita sedikitnya cedera kepala ringan.
Dokter dan tim medis yang menolong penderita cedera tulang belekang harus
selalu berhati – hati bahwa manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang tidak
adekuat akan menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis
penderita. Kurang lebih 5% akan timbul gejala neurologist atau memburuknya
keadaan setalah penderita mencapai UGD. Hal ini disebabkan karena iskemia atau
udema progresip pada sumsun tulang belakang.hal ini juga disebabkan oleh
kegagalan mempertahankan immobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang
penderita dilindungi, evaluasi tulang belakang dapat ditunda dengan aman, terutama
bila ditemukan instabilitas sistemik, seperti hipotensi dan pernapasan yang adekuat.
Pergerakan penderita dengan kolumna pertebralis yang tidak stabil akan memberikan
resiko kerusakan lebh lanjut sumsun tulang belakang.
Menyingkirkan kemungkinan adanya cedera tulang belakang lebih mudah pada
penderita sadar dibandingkan dalam keadaan koma atau penurunan tingkat kesadaran,
proses tidak sederhana dan dokter yang menangani berkewajiban memperoleh foto
rongsen yang tepat untuk menyingkirkan adanya cedera tulang belakang, dan bila
tidak berhasil maka immobilisasi pasien harus diperhatikan.
1. 2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengetahui lebih lanjut tentang
penatalaksanaan pada cedera medulla spinalis, maka kami menyusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang pengertian Trauma medulla spinalis.
2. Menjelaskan tentang etiologi cedera medulla spinalis
3. Menjelaskan tentang anatomi dan patofisiologi medulla spinalis
4. Menjelaskan manifestasi klinik dari cedera medulla spinalis
5. menjelaskan bagaimana peñatalaksanaan umum (survey primer dan secunder)
6. Menyusun askep pada klien dengan masalah cedera medulla spinalis
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. PENGERTIAN
Cedera Medula spinalis dalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau
cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam
kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau tertekan.. kerusakan
pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan
korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.
2. 2. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor,
jatuh,cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.
2.. 3. ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS
Medula Spinalis berasal dari bagian kaudal dari medulla oblongata pada foramen
magnum. Pada orang dewasa biasanya berakhir pada batas tulang L1 sebagai
konus medularis. Dibawah level ini terdapat kauda ekuina, yang lebih tahan
terhadap trauma .dari bayak traktus dari medulla spinalis hanya 3 yang dapat
diperiksa secara klinis:
1. Traktus kortikospinal
2. Traktus spinotalamikus
3. Kolum posterior
Tiap –tiap traktus terdapat satu pasang yang dapat mengalami kerusakan
pada satu sisi atau kedua sisi medulla spinalis, traktus kortikospinalis terdapat
pada daerah segmen posterolateral medulla spinalis dan fungsinya adalah
mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang sama pada tubuh yang dapat diuji
dengan kontraksi otot yang volunter atau respon involuter terhadap stimulus
nyeri. Traktus spinotslsmikus pada daerah antero lateral pada medulla spinalis
mentransmisikan sensasi nyeri dan termperatur dari sisi yang berlawanan dari
tubuh. Secara umum dapat dilakukan test dengan pin prick dan raba halus kolum
posterior membawa propriseptif, vibrasi dan sensasi raba halus dari sisi yang
sama dari tubuh, dan kolum ini diuji dengan rasa posisi pada jari atau vibrasi
dengan garfu tala.
Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun sensoris dibawah level, ini
dikenal sebagai complet spinal cord injury ( cedera medulla spinalis komplit).
Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai incomplete
injury dan perianal (sacral sparing)mungkin hanya satu – satunya tanda yang
tertinggal.
2.. 3. PATOFISIOLOGI
Kerusakan meduala spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substabsia
medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi)sampai transeksi lengkap medulla
( yang membuat pasiaen paralysis dibawah tingkat cedera)
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanal spinal.segera setelah terjadi
kontusion atau robekan akibat cedera, serabut –serabut saraf mulai membengkak
dan hancur. Sirkulasi drah dan subtansia grisea medulla spinalis, tetapi proses
patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan kerusakan
yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian –
kejadian yang menimbulkan iskemia,hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi,
yang pada gilirannya menyepabkan kerusakan meilin dan akson.
Reaksi ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla spinalis
pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversible sampai 6 jam setelah cedera.
Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat – obat
antiimflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap.
2. 4. MANIPESTASI KLINIK
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering
mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat
menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala
bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.
Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan
motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami
paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus
besar (biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih , penurunan
keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan
retensi vaskuler perifer.
Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan :
level,beratnya deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.
1. Level
Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis yang
masih dapat ditemukan sensoris dan motoris yang normal di kedua sisi tubuh. Bila
kata level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian segmen bagian
kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada ke dua bagian
tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling kaudal
dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga 3/5 pada lesi komplit,
mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris maupun motoris di bawah level
sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi parsial”.
Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting. Terdapat perbedaan
yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera pada segmen servikal diatas
T1 medula spinalis menyebabkan quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1
menghasilkan paraplegia. Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan,
menyebabkan cedera pada medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari
cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat
ketidakcocokan antara level tulang dan neurologis disebapkan nervus spinalis
memasuki kanalais spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis
spinalis sebelem betul-betul masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan
akan lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal level
kerusakan menunjuk kepada kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level
neurologist.
2. Beratnya Defisit Neurologis
Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit, paraplegia
komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia komplit. Sangat penting
untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla spinalis yang masih tersisa.
Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level cedera merupakan cedera yang
tidak komplit. Termasuk dalam cedera tidak komplit adalah :
1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunteer
pada ekstremitas bawah.
2. Sakra l sparing, sebagai contoh : sensasi perianal, kontraksi
sphincter ani secara volunter atau fleksi jari kaki volunter.
Suatu cedera tidak dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya dengan
dasar adanya reservasi refleks sacral saja, misalnya bulbocavernosus, atau
anal wink. Refleks tendo dalam juga mungkin dipreservasi pada cedera
tidak komplit.
3. Spinal Cord Syndrome
Beberapa tanda yang khas untuk cidera neurologist kadang-kadang dapat
dilihat pada penderita dengan cidera medulla spinalis.
Pada sentral cord syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga
pada ekstremitas atas, lebih besar disbanding ekstremitas bawah, dengan
tambahan adanya kehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini
terjadi biasanya terjadi cidera hiperekstensi pada penderita dengan riwayat
adanya stenosis kanalis sevikalis (sering disebabkan oleh osteoarthritis
degeneratif). Dari anamnesis umumnya ditemukan riwayat terjatuh ke depan
yang menyebabkan tumbukan pada wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau
dislokasi tulang servikal. Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang
khas dengan penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah.
Kemudian fungsi Kandung kencing lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas
atas dan berikutnya adalah tangan. Prognosis penyembuhannya sentral cord
syndrome lebih baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral
cord syndrome diduga disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah
medulla spinalis pada daerah distribusi arteries spinalis anterior. Arteri ini
mensuplai bagian tengah medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris ke
segmen servikal secara topografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah
bagian yang paling terkena.
Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan
dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi komna posterior
(kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih ditemukan.Biasanya anterior
cord syndrome disebabkan oleh infark medulla spinalis pada daerah yang
diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Sindrom ini mempunyai prognosis
yang terburuk diantara cidera inkomplik.
Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla spinalis
dan akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran klasik cukup
sering ditemukan.Dalam bentuk yang asli syndrome ini terdiri dari kehilangan
motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi
(kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan disosiasi sensori
kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah level cedera (traktus
spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan oleh cedera
penetrans pada medulla spinalis,penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya
akan terjadi.
4. Morfologi
Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera
medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera
penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil
dan tidak stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak
selalu seerhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu
terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan deficit
neurologist,harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang tidak
stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobolisasi sampai ada konsultasi
dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.
Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari
mekanisme cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3)
ekstensi, (4) rotasi, (5) lateral bending, dan (6) distraksi. Cedera dibawah ini
mengenai kolumna spinalis, dan akan diuraikan dalam urutan anatomis, dari
cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.
Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)
Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan
distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan
batang otak. Kerusakan neurologist yang berat ditemukan pada level saraf
karanial bawah.kadang –kadang penderita selamat bila resusitasi segera
dilakukan ditempat kejadian.
Fraktur atlas (C-1)
Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.
Fraktur C-1 yang palig umum terdiri dari burst fraktur (fraktur
Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala
tertimpa secara vertical oleh benda berat atau penderita terjatu dengan puncak
kepala terlebih dahulu. Fraktur jefeferson berupa kerusakan pada cincin
anterior maupun posterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur
akan terlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan
dapat dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus ditangani secara
awal dengan koral sevikal.
Rotary subluxation dari C-1
Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi spontan
setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita
dengan rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang
menetap. .pada cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama,
jangan dilakukan rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini,
sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.
Fraktur aksis(C-2)
Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang
istimewah karena itu mudah mengalami cedera.
1. fraktur odontoid
kurarng 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu tonjolan tulang
berbentuk pasak. Fraktur ini daoat diidentifikasi dengan foto ronsen
servikal lateral atau buka mulut.
2. fraktur dari elemen posterior dari C-2
fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, pars interartikularis 20
% dari seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini.
Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam
imobilisasi eksternal.
Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)
Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan letaknya
berada diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang
tulang servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan
ekstensi tulang servikal terbesar.
Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)
Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1)
cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3)
fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi.
Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi pada
bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst disebabkan
oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang pada daerah T-
1 sampai T-10.
Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur lumbal
Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal,
tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau
terlambat mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan
pengemudi mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi
mempunyai resiko mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis
berakhir pada level ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula
pada daerah torakolumbal.
Trauma penetrans
Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang
disebabkan karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, foto
polos dan CT scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya
merupakan cedera yang stabil kecuali jika disebabkan karena peluru yang
menghancurkan bagian yang luas dari columna vertebralis.
2. 5. PENATALAKSANAAN
Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut
dan mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila
perlu, dan stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.
1. Penilaian Dan Pengelolaan Cedera Medulla Spinalis ( Fase Akut )
Primari survey resusitasi – penilaian cedera tulang belakang
1. Airway
Menilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher membuat
airway defenitif apabila diperlukan.
2. Breathing
Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan
ventilasi bila diperlukan.
3. Circulation
Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik ( penurunan
takanan darah, peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok
neurogenik (penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung, ekstremitas
hangat).
Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia
Bila terdapat cedera medulla spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan
monitor CVP.
Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus
dinilai kekuatan spinkter serta sensasi
4. Disability – pemeriksaan neurologik singkat
Tentukan tingakat kesadaran dan menilai pupil.
Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow coma scale
Kenali paralysis/paresis.
Survey sekunder – penilaian neurologist
1. Memperoleh anamnesis AMPLE
Anamnesis dan mekanisme trauma
Riwayat medis
Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang
dan selama pemeriksaan dan penatalaksanaan
2. Penilaian ulang tingkat kesadaran dan pupil
3. Penilaian ulang skor GCS
4. Penilaian tulang belakang
Palpasi
Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan
melakukan log roll penderita secara hati – hati yang dinilai;
1. Deformitas dan bengkak
2. Krepitus
3. Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi
4. Kontusio dan laserasi / luka tusuk.
Nyeri,paralysis,parastesia
1. Ada/tidak
2. Lokasi
3. Level neurologis
Sensasi
Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh
dermatom yang memberikan rasa.
Fungsi motoris
Refleks tendo dalam (kurang memberikan imformasih
Pencatatan dan pemeriksaan ulang
5. Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/cedera yang tersembunyi.
Pemeriksaan untuk level cedera medulla spinalis
Penderita dengan cedera medulla spinalis mungkin mempunyai level yang
bervariasi dari deficit neurologist. Level fungsi motoris dan sensasi harus
diliai ulang secara betkala dan secara hati-hati, dan didokumentasikan ,
karena tidak terlepas kemungkinan terjadi perubahan level.
1. Pemeriksaan motoris terbaik
Menentukan level kuadriplegia, level radiks saraf
Mengangkat siku sampai setinggi bahu – deltoid,C-5(,fleksi lengan
bawah-bisepsC-6, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan
dan jari – C-8, membuka jari- T-1)
Menentukan level paraplegia, level radiks saraf
Fleksi panggul – iloopsoas, L – 2 ,ekstensi lutut – kuadriseps,
L – 3, dorsofleksi ankle – tibialis anterior L -4,, plantar fleksi ankle
– gastroknemius S – 1.
2. Pemeriksaan sensoris
Menentukan level sensasi terutama dengan melakukan level
dermatom.
Prinsip terapi bagi penderita cedera medulla spinalis
1. Perlindungan terhadap trauma lebih lanjut
Perlingdungan ini meliputi pemasangan kolar servikal semi rigid dan
long back board, melakukan modoifikasi teknik log roll untuk
mempertankan kesegarisan bagi seluruh tulang belakang, dan
melepaskan long spine board secepatnya. Immobilisasi dengan long
spine board pada penderita yang mengalami paralysis akan
meningkatkan resiko terjadinya ulkus decubitus pada titik penekanan.
2. Resusitasi cairan dan monitorin
Monitoring CVP
Cairan intara vena yang dibutuhkan pada umumnya tidak banyak,
hanya untuk maintenance saja, kecuali untuk keperluan
pengelolaan syok.
Kateter urin
Pemasangan kateter dialakukan pada primary survey dan resusitasi.
Kateter lambung
Dipasang pada penderita dengan paraplegia dan kuadriplegia untuk
mencegah terjadinya distensi kandung kemih
3. Penggunaan steroid
Prinsip melakukan imobilisasi tulang belakang dan log roll
1. Penderita dewasa
Empat orang dibutuhkan untuk melakukan modifikasi log roll dan
immobilisasi penderita dan immobilisasi penderita, seperti pada long
spine board : (1) satu untuk mempertahankan immobilisasi segaris
kepala dan leher penderita; (2) satu untuk badan(termasuik pelvis dan
panggul); (3) satu untuk pelvis dan tungkai dan,(4) satu mengatur
prosedur ini mempertahankan seluruh tubuh penderita dalam
kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan minimal pada tulang
belakang. Saat melakukan prosedur ini, immobilisasi sudah
dilakukan pada ekstremitas yang diduga mengalami fraktur;
Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi penderita
Dilakukan in line immobilisasi kepala dan leher secara manual, kemudian
dipasang kolar servikal semirigid.
Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping badan
Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati – hati dan diletakkan dalam
posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang belakang, ke2 pergelangan kaki
diikat satu sama lainnya dengan plester.
Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang kedua
memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan.
Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan leher,
dilakukan log roll sebagai satu unit kearah kedua penolong yang berada pada sisis
penderita, hanya memerlukan spine board dibawah penderita.
Spine board terletak dibawah penderita, dan dilakukan log roll kearah spine
board.
Demi mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan kenyamanan penderita maka
diperlukan bantalan yang diletakkan dibawah leher penderita.
Bantalan, selimut yang dibulatkan diletakkan atau alat penyangga lainnya
diletakkan disebelah kiri dan kanan kepala dan leher penderitadan kepala diikat
dengan spine board.
1. Penderita anak
Untuk immobilisasi anak diperlukan long spine board pediatric. Bila tidak ada
maka dapat menggunakan long spine board untuk dewasa dengan gulungan
selimut diletakkan diseluruh sisi tubuh untuk mencegah pergerakan kearah lateral.
Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa,
olehnya itu harus dipasang bantalang dibah bahuuntuk menaikkan badan sehingga
kepala yang besar pada anak tidak menyebabkan fleksi tulang leher, sehingga
dapat mempertahankan kesegarisan tulang belakan anak.
Pengelolaan umum
Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan immobilisasi
sebelum transper penderita ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai harus
dilakukan imobilisasi dibagian atas dan bawah yang dicurigai menderita
cedera, sampai fraktur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rongsen.
Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita yaitu dengan posisi netral,
seperti berbaring terlentang tanpa rotasi atau membengkokkan tulang
belakang. Perlu digunakan bantalan yang tepat untuk mencegah
terbentuknya dekubitus. Bila terdapat deficit neurologist secepatnya
melepas penderita dari long spine board untuk mencegah terjadinya
dekubitus. Tempat tersering adalah pada daerah oksiput dan sacrum.
2. 6. Komplikasi dan pencegahan trauma medulla spinalis
1. Komplikasi
Syok neurogenik versus syok spinal
Syok neurogenik merupakan hasiol dari kerusakan jalur simpatik
yang desending pada medulla spinalis. Kondisi mengakibatkan
kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada
jantung. Keadaan ini menyebapkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ektremitas bawah, terjadi penumpukan darah dan sebagai
konsekuensinya terjadi hipotensi. Sebagai akibat kehilangan cardiac
sympatik tone. Penderita akan mengalami bradikardia atau setidak –
tidaknya gagal untuk menjadi takhikardia sebagai respon dari
hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik
hanya dengan impus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan
darah akan menyebabkan kelebihan cairan dan udema paru. Tekanan
darah biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi
perfusi yang adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan
darah belum normal.
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya repleks, terlihat
setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin
akan tampak seperti lesi komplit, walaupun tidak seluruh bagian rusak.
Efek terhadap organ lain.
Hipoventilasi yang disebabkan karena paralysis otot interkostal dapat
merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis didaerah
servikal bawah atau torakal atas. Bila bagian atas atu tengah medulla
spinalis didaerah servikal mengalami cedera, diagframa akan
mengalami paralysis yang disebabkan segmen
C3 –C5 terkena, yang mempersarafi diagfragma melalui
N. frenikus.
Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera medulla spinalis.
Pasien PVT berisiko mengalami embolisme pulmonal.
Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan oleh sakit
kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti nasal,piloereksi, bradikardi dan
hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan infeksi(infeksi
urinarius,dan tempat pin ).
2. pencegahan
factor –faktor resiko dominant untuk cedara medulla spinalis meliputi
usia, jenis kelamin, dan penyalahgunaan obat. Frekuensi factor resiko ini
dikaitkan dengan cedera medulla spinalis bertindak untuk menekankan
pentingnya pencegahan primer.untuk mencegah kerusakan dan bencana
cedera ini, langkah – langkah berikut perlu dilakukan : (1) menurungkan
kecepatan berkendara., (2) menggunakan sabuk pengaman, (3)
menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda, (4) program
pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk, (5)
mengajarkan penggunaan air yang aman, (6) mencegah jatuh,(7)
menggunakn alat – alat pelindung dan tekhnik latihan.
3. 7. ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
Pengkajian
1. Aktivitas isterahat
Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada/
dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan adanya
kompresi saraf)
2. Sirkulasi
Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau
bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin dan
pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3. Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltic usus hilang. Melena,
emesis berwarna seperti kopi tanah/hematemesis
4. Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
5. Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus
paralitik)
6. Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
7. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis
flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi,
tergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal.
Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/ vasomotor,
kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil,ptosis, kehilangan keringat dari bagian
tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.
9. pernapasan
Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan bunyi
napas, ronki,pucat, sianosis.
10. keamanan
gejala : suhu yang berfluktuasi
11. seksualitas
gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.
1. Penyuluhan / pembelajaran
Diagnosa
1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari
diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot interkostal.
2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan kolumna
spinalis.
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan, paralisis,atropi.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi
intervensi
1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif
Kriteria evaluasi : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh
takadanya distress pernapasan dan GDA dalam batas
normal
Lakukan pengisapan bila perlu. Catat jumlah, jenis, dan karakteristik sekresi
Rasional ; jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk
mengeluarkan secret, meningkatkan distribusi udara, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.
Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan napas
dalam.
Rasional ; Trauma pada C1 – C2 menyebabkan hilangnya fungsi
pernapasan secara menyeluruh, trauma C4-5
mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang
bervariasi tergantung pada tekanan saraf frenikusdan fungsi
diafragma.
Auskultasi suara napas.
Rasional; Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan
akumulasi/atelektasis atau pneumonia (komplikasi yang
sering terjadi).
Observasi warna kulit , adanya sianosis, keabu-abuan
Rasional; Menggambarkan akan terjadinya gagal napas yang
memerlukan evaluasi dan intervensi medis dengan segera.
.berikan oksigen dengan cara yang tepat seperti dengan kanul oksigen,
masker,intubasi
Rasional; Metode yang akan dipilih tergantung dari lokasi trauma,
keadaan insufisiensi pernapasan, dan banyaknya fungsi
otot pernapasan yang sembuh setelah fase syok spinal.
2. resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer
Kriteria evaluasi : Mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa
cedera medulla spinalis lanjut
Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halo brace, kolar
leher, bantal pasir dll.
Rasional; Menjaga kestabilan dari kolumna vertebra dan membantu
proses penyembuhan.
Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur jika diperlukan.
Rasional; Membuat keseimbangan untuk mempertahankan posisi
pasien dan tarikan traksi..
Ganti posisi, gunakan alat Bantu untuk miring dan menahanseperti alat pemutar,
selimut terrgulung, bantal dsb.
Rasional; Mempertahankan posisis kolumna spinalis yang tepat
sehingga dapat mengurangi resiko trauma.
Siapkan pasien untuk tindakan operasi, seperti laminektomi spinal atau fusi spinal
jika diperlukan.
Rasional; Operasi mungkin dibutuhkan pada kompresi spinal atau
adanya pemindahan fragmen –framen tulang yang fraktur
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
Kriteria evaluasi : mempertahankan posisi posisi fungsi dibuktikan oleh
tidak adanya kontraktur footdrop. Meningkatkan
kekuatan bagian tubuh yang sakit atau kompensasi
Kaji secara teratur fungsi motorik
Rasional; mengevaluasi keadaan secara khusus karena pada beberapa
lokasi trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi,
Bantu atau lakukan latihan room pada semua ekstremitas dan sendi dengan
perlahan dan lembut.
Rasional; Meningkatkan sirkulasi ,mempertahankan tonus otot,dan
mobilisasi sendi, dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.
Gantilah posisi secaca periodik walaupun dalam keadaan duduk
Rasional; Mengurangi tekanan pada salah satu area dan meningkatkan
sirkulasi perifer.
Kaji rasa nyeri, kemerahan,bengkak, ketegangan otot jari
Rasional; Banyak sekali pasien denga trauma saraf servikal
mengalami pembentukan trombus karena gangguan
sirkulasi perifer,imobilisasi dan kelumpuhan flaksid.
Konsultasi dengan ahli terapi fisik
Rasional; membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan
secara individual dan mengidentifikasi alat-alat Bantu
untuk mempertahankan fungsi mobilisasi dan kemandirian
pasien.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi
Kriteria evaluasi : mengidentifikasi cara – cara untuk mengatasi nyeri
Kaji terhadap adanya, Bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri.
Rasional; Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera. Mis
dada, punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat
stabilizer.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional; Nyeri terbakar dan spasme otot dicetuskan/ diperberat oleh
banyak factor mis,ansietas,tegangan, suhu eksternal.
Berikan tindakan kenyamanan, mis perubahan posisi,masase,kompres
hangat/dingin.
Rasional; Tindakan alternative mengontrol nyeri digunakan untuk
keuntungan emosianal, selain menurunkan kebutuhan
obat/efek tak diinginkan pada fungsi pernapasan.
Berikan obat sesuai indikasi : relaxan otot mis, dantern (dantrium)
Rasional; Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau
untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.
BAB III
PENUTUP
3. 1. KESIMPULAN
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau cedera
lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam
kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau tertekan.
Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh,cedera olah
raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.
Cidera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan : level,beratnya
deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.
Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari mekanisme
cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3) ekstensi, (4) rotasi,
(5) lateral bending, dan (6) distraksi.
Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut dan
mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila perlu, dan
stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.
Komplikasi
Syok neurogenik versus syok spinal
Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera medulla spinalis.
Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan oleh sakit
kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti nasal,piloereksi, bradikardi dan
hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan infeksi(infeksi
urinarius,dan tempat pin ).
Diagnosa
1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari
diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot interkostal.
2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan kolumna
spinalis.
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan, paralisis,atropi.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi
4. 2. SARAN
Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan
mengenai cedera medulla spinalis dan penatalaksaannya baik prahospital maupun
prehospital dan (asuhan keperawatan) yang profesional
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Sylvia & Lorraine, 1994, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Brunner & suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit buku Kedokteran
Volume 3 ,EGC. Jakarta 2001
Manjoer , Arif M, dkk. Kapita Selekta Kedoteran . penerbit media aeculapius FKUI
Edisi III. Jakarta 2000
http://dc199.4shared.com/doc/Q4Oh6niw/preview.html