Suhan Keperawatan Paraplegi

53
suhan Keperawatan Paraplegi PARAPLEGI 1. Paraplegi merupakan Kehilangan gerak pada ekstrimitas bawah disebabkan adanya lesi di medulla spinali dimana hal tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan ekstremitas gerak. Epidemiologi Paraplegia Data epidemiologi dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian cidera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Penyebab Paraplegia 1. Cedera medulla spinalis. Akibat kecelakaan 2. Kista / tumor, siringomielina, meningioma, sarcoma, tumor metastase 3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis, herpes zoster. 4. Kelainan tulang vertebrae : kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat. Arthritis degenerative adalah terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan atau taji tulang yang bisa menekan akar saraf. 5. Hematoma spinalis Komplikasi yang dapat terjadi meliputi : · Kejang ditimbulkan dari ketidakseimbangan antara fasilitas dan hambatan yang mempengaruhi neuron keluar dengan normal. Daerah distal medulla yang mengalami cedera dan lesi menyebabkan terjadinya gangguan penghubung dari lokasi pusat hambatan yang lebih tinggi di otak. Infeksi dan sepsis dari berbagai sumber meliputi : saluran kemih, saluran pernapasan, dekubitus.

Transcript of Suhan Keperawatan Paraplegi

Page 1: Suhan Keperawatan Paraplegi

suhan Keperawatan Paraplegi

 PARAPLEGI1.   Paraplegi merupakan Kehilangan gerak pada ekstrimitas bawah disebabkan adanya lesi di

medulla spinali dimana hal tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan ekstremitas gerak.

Epidemiologi ParaplegiaData epidemiologi dari berbagai negara  menyebutkan bahwa angka kejadian cidera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

Penyebab Paraplegia1.      Cedera medulla spinalis. Akibat kecelakaan2.      Kista / tumor, siringomielina, meningioma, sarcoma, tumor metastase3.      Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis, herpes zoster.4.      Kelainan tulang vertebrae : kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan

tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat.Arthritis degenerative adalah terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan atau taji tulang yang bisa menekan akar saraf.

5.      Hematoma spinalis       

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :

·         Kejang ditimbulkan dari ketidakseimbangan antara fasilitas dan hambatan yang mempengaruhi neuron keluar dengan normal. Daerah distal medulla yang mengalami cedera dan lesi menyebabkan terjadinya gangguan penghubung dari lokasi pusat hambatan yang lebih tinggi di otak. Infeksi dan sepsis dari berbagai sumber meliputi : saluran kemih, saluran pernapasan, dekubitus.Perbedaan Kuadriplegi, Paraplegia, Tetraplegia, paralisis dan parese

·         Kuadriplegik mengacu pada kehilangan gerakan dan sensasi pada keempat ekstrimitas dan badan yang dikaitkan dengan cedera pada medulla spinalis servikalis.

·         Paraplegia mengacu pada kehilangan gerak dan sensasi pada ekstrimitas bawah dam semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal, medulla spinalis lumbal atau pada radiks sacral.

·         Paralysis merupakan hilangnya kekuatan untuk memindahkan bagian tubuh berhubungan dengan injury atau penyakit pada saraf yan mengatur otot dalam melakukan perpindahan atau pergerakan pada tubuh. Masalahnya terletak pada saraf yang mengatur otot.Tingkat keparahan paralisis dibagi menjadi 2 :Plegia : kehilangan kekuatan, benar-benar paralisisParesis : kelemahannya yang berarti pada otot yang terkenaMacam-macam kelumpuhan :Monoplegia/monoparesis

Page 2: Suhan Keperawatan Paraplegi

Hemiplegia/hemiparesisParaplegi/paraparesis à kerusakan torakal, lumbal, sakralTetraplegi/tetraparesis = quadripleg/paresis = diplegia pada kerusakan servical

·      Paraparese adalah kelemahan tonus otot pada ekstrimitas bawah ·      Tetraparese adalah kelemahan tonus otot melibatkan salah satu segmen servikal medulla

spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan kedua kakTemuan fisik pada penderita plegia atau kelumpuhan akan bervariasi, tergantung pada tingkat cidera, derajat syok spinal dan fase serta derajat pemeriksaan :C1-C3 : kehilangan fungsi pernafasan/ system muskuloskeletaC4-C5: dengan kerusakan menurunnya kapasitas paru ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hariC6-C7 : dengan beberapa erakn tangan dan lengan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hariC8 : keterbatasan menggunakan jari tangan. Meningkatkan kemandiriannyaC1-L1 : paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi. otot intercosta dan abdomen masih baik.L1-L2 dan atau dibawahnya : kehilangan fungsi motorik dan sensorik. Kehilangan fungsi defekasi dan berkemihPemeriksaan Penunjang & Diagnostik

Penatalaksanaan  cedera medula spinalis fase akut :1.      Hipotermia

Penyebaran hipotermia ke dareah cedera untuk mengatasi kekuata autodestruktif2.      Tindakan pernafasan

Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi.Anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik

3.      Traksi dan reduksi skeletImmobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolum vertebra

4.      FarmakoterapiPemberian kortikosteroid dosis tinggi 

5.      Intervensi bedahPembedahan diindikasi bila :Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi tidak ada kestabilan tulang servikalCedera terjadi pada daerah toraks atau lumbalStatus neurologik pasien memburuk

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic

Page 3: Suhan Keperawatan Paraplegi

Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/traumaElektromyograpi test (EMG) adanya perubahan gambaran EKG dapat membntu menentukan lokasi lesi, apakah di sel kornu anterior, saraf perifer atau di ototnya sndiri. Serum Elwktrolit terutama kalium dan kalsium. Kadar kalium yg kurang akan meninggikan kepekaan motor end plate (komponen LMN) shg titik depolarisasi menjd tinggi dan muatan listrik sukar dilepaskan. Dalam keadaan ini serabut otot tidak dpt dikontraksikan, sehingga otot menjadi paralisis( lumpuh). Bila kekurangan kalsium akan merendahkan ambang lepas muatan motor end plate dan serabut otot mudah terstimulasi. Shg otot akan berkonstraksi terus menerus (tetani)Biomekanika Biomekanika trauma utama di segmen thorakal medula spinalis adalah akibat hiperfleksi, sementara fleksi dan hiperekstensi merupakan gambaran utama cedera di segmen servikal medula spinalisMacam RP dan RF

1.      Refleks PatologisPada kelumpuhan lower motor neuron (LMN) tidak menunjukkan reflek patologis sedangkan pada kelumpuhan Upper Motor Neuronmenunjukkan refleks patologis.a.   Reflek Superficial 1. Reflek Kulit Dinding PerutKulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci. Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi lesi di susunan piramidal.2. Reflek Kremaster dan Reflek SkrotalPenggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci terhadap kulit bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral. Refleks kremaster menghilang pada lesi di segmen L I – II, juga pada usia lanjut.3. Reflek GlutealRefleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus ipilateral bilamana digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Refleks gluteal menghilang jika terdapat lesi di segmen L IV – S I.4. Reflek Anal EksternaRefleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau ketukan terhadap kulit atau mukosa daerah perianal.5. Reflek PlantarPenggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan ekstansi serta pengembangan jari – jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.b. Reflek PatologikReflek patologik yang sering diperiksa di dalam klinik ialah “Ekstensor Plantar Response” atau tanda Babinski.Metode-metode Perangsangan :

Page 4: Suhan Keperawatan Paraplegi

1. Refleks ChaddockPenggoresan terhadap kulit dorsum pedis pada bagian lateralnya atau penggoresan terhadap kulit di sekitar malcolus eksterna.2. Refleks OppenheimPengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. tibia atau pengurutan itu dilakukan dengan menggunakan sensi interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang mengepal.

3. Refleks GordonCara membangkitkan Ekstensor Plantar Response ialah dengan menekan betis secara keras.

4. Refleks ScaefferCara membangkitkan respon tersebut adalah dengan menekan tendon Achilles secara keras.

5. Refleks GondaRespon patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (plantar fleksi) maksimal dari jari kaki keempat.6. Refleks BingDibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.

2.      Refleks Fisiologi·         Reflex kulit perut : kontraksi dinding otot perut·         Reflek kornea : kedipan mata secara cepat ·         Reflek cahaya : kontraksi pupil (hololateral dank onlateral)·         Reflek periost radialis : fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi·         Reflek periost urinaris : pronasi tangan·         Stretch reflek (muscle spindle reflek)a.       Knee pess reflek : ekstensi tungkai disertai kontraksi otot quadrisepb.      Achilles pess reflek : plantar fleksi pada siku dan kntraksi gastronemusc.       Reflek biseps : fleksi lengan pada siku dan kontraksi otot bisepd.      Reflek trisep : ekstensi lengan dan kontraksi otot trisep

 

Page 5: Suhan Keperawatan Paraplegi

ASKEPA.    Kekuatan Otot

No Tingkat Fungsi Otot SkalaNilai % Normal Skala Lovett

1 Tidak ada bukti kontraktilitas

0 0 0 (nol)

2 Sedikit kontrakilitas, tidak ada gerakan

1 10 T (Trace/sedikit)

3 Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (pasif)

2 25 P (Poor/buruk)

4 Rentang gerak penuh dengan gravitasi

3 50 F (Fair/sedang)

5 Rentang gerak penuh, melawan gravitasi, beberapa retensi

4 75 G (Good/baik)

6 Rentang gerak penuh , melawan gravitasi, retensi penuh

5 100 N (Normal)

B.     Sistem neurologisNo Kategori Pengkajian Rasional1 Tentukan apakah klien menonsumsi

analgesic, antipsikotik,antidepresan,stimulant serabut saraf

Obat-obatan ttersebut dapat mempengaruhi tingkat perubahan perilaku

2 Kaji apakah klien menggunakan alkohol.hipnotik sedative

Penyalahgunaan dapat menyebabkan tremor, aaksia dan perubahan fungsi saraf perifer

C.     Pengkajian psikososial-          Mendengarkan kekuatiran yang diungkapkan-          Mengalami keadaan ini pada fase adaptasi à grieving process, penyangkalan, marah,

menawar, depresi, menerimaD.    Inspeksi-          Inspeksi pada semua daerah kulit à kemerahan /kerusakan kritis -          Pengembangan program defekasi dan berkemih

Diagnosa Keperawatan1. pola nafas tidak efektive berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot abdominal dan intercostal serta ketidak mampuan membersihkan sekresi.2. kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik3. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensorik dan mobilitas.

Page 6: Suhan Keperawatan Paraplegi

4. gangguan eliminasi urin : retensio urin berhubungan dengan ketidak mampuan berkemih spontan5. gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan atonik kolonNIC :

1.      Meningkatkan mobilitas·      Aktivitas Pembebanan benda berat akan membuat otot makin cepat kuat, sehingga makin

sedikit kemungkinan terjadi atrofi. Makin dini pasien diposisikan berdiri,maskin kecil kesempoatan adanya perubahan osteoporitik yang terjadi pada tulang panjang.

·      Program latihan pada bagian bagian tubuh yang tidak terkena untuk mengoptimalkan kekuatan dan meningkatkan perawatan diri yang maksimal, misal dengan push-up dengan posisi telengkup dan sit-u bila posisi duduk.

·      Mobilisasi bisa dengan mengembangkan kursi roda yang menggunakan mesin motor dan khusus dilengkapi dengan mobil gerbong, yang berkontribusi terhadap kemandirian pasien yang tinggi.

     Meningkatkan Integritas Kulit. Faktor-faktor yang berkontribusi antara lain kehilangan sensori permanen terhadap daerah tekan, imobilisasi yang membuat kesukaran dalam menurunkan tekanan, trauma akibat benturan ( terhadap kursi rodam toilet), kehilangan fungsi pertahanan pada kulit karena ekskoriasi kulit akibat inkontinensia urin dan fekal. Aktivitasnya meliputi ;

·      Pasien diminta meminta memantau status kulitnya sendiri di pagi dan malam hari·      Melakukan perubahan posisi setiap 2 jam·      Diet tinggi protein, vitamin dan kalori untuk menjamin kebutuhan otot minimal dan

mempertahankan kesehatan kulit3.      Memperbaiki penatalaksanaan berkemih, dengan :·      Perawat menekankan pentingnya mempertahankan aliran urin yang adekuat melalui

pemberian asupan cairan sekitar 2,5 liter setiap hari·      Melakukan perawatan perinial·      Pemasangan dan perawatan kateter secara maksimal

4.      Menetapkan Kontrol defekasiTeknik ini dipertimbangkan dalamcedera medulla spinalis di bagian atas segmen sacral atau akar saraf dan disana terdapat aktivitas reflex, maka sfingter anus dapat dipijat untuk menstimulasi defekasiyang dilakukan setiap 48 jam setelah makan

5.      Mekanisme Koping dengan :·      Peran perawat dalam meyakinkan kemapuan mereka terhadap pencapaian perawatan diri

yang mandiri·      Memberikan konseling keluarga terkait dukungan social pada pasien

6.      Mengatasi Komplikasi·      Kejang otot dapat diatasi dengan pemberan obat antispasodik. Selain itu bisa dengan

latihan ROM pasif dan sering mengubah posisi yang akan mencegah terjadinya kontraktur dan dekubitus

·      Infeksi dapat diterapi dengan antibiotic yang adekuat .Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Page 7: Suhan Keperawatan Paraplegi

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis yaitu : inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipoisointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan pada saraf ke-3. Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:

paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi

kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.

Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2 kondisi. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak menghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens.

Page 8: Suhan Keperawatan Paraplegi

BAB I

PENDAHULULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Cedera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor , dan cedera medulla

spinalis lebih dominant pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh

cedera. Setengah dari kasus ini adalah kecelakaan kendaraan bermotor; selain itu

banyak akibat jatuh, olahraga,kejadian industri dan luka tembak. Dua pertiga kejadian

adalah usia30 tahun atau lebih mudah

Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daera

servikal (leher) ke 5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini paling

rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral

dalam area ini.

Cedara kolumna vertebralis, dengan atau tampa defesit neurologist, harus selalu

dicari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera multiple. Setiap cedera diatas

klavikula harus dicuruigai adanyacedera tulang leher (c-spine). Sekitar 15% penderita

yang mengalami akan mengalami cedera pada spine sekitar 55% cedera tulang

belakang terjadi pada daera servikal. 15% pada daera torakal, 15% pada

torakolumbar, serta 15 % pada daera lumbo sacral, sekitar 5% dari penderita yang

mengalami cedera kepela juga menderita cedera tulang belakang. Dimana 25% cedera

tulang belakang menderita sedikitnya cedera kepala ringan.

Dokter dan tim medis yang menolong penderita cedera tulang belekang harus

selalu berhati – hati bahwa manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang tidak

adekuat akan menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis

penderita. Kurang lebih 5% akan timbul gejala neurologist atau memburuknya

Page 9: Suhan Keperawatan Paraplegi

keadaan setalah penderita mencapai UGD. Hal ini disebabkan karena iskemia atau

udema progresip pada sumsun tulang belakang.hal ini juga disebabkan oleh

kegagalan mempertahankan immobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang

penderita dilindungi, evaluasi tulang belakang dapat ditunda dengan aman, terutama

bila ditemukan instabilitas sistemik, seperti hipotensi dan pernapasan yang adekuat.

Pergerakan penderita dengan kolumna pertebralis yang tidak stabil akan memberikan

resiko kerusakan lebh lanjut sumsun tulang belakang.

Menyingkirkan kemungkinan adanya cedera tulang belakang lebih mudah pada

penderita sadar dibandingkan dalam keadaan koma atau penurunan tingkat kesadaran,

proses tidak sederhana dan dokter yang menangani berkewajiban memperoleh foto

rongsen yang tepat untuk menyingkirkan adanya cedera tulang belakang, dan bila

tidak berhasil maka immobilisasi pasien harus diperhatikan.

1. 2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengetahui lebih lanjut tentang

penatalaksanaan pada cedera medulla spinalis, maka kami menyusun rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan tentang pengertian Trauma medulla spinalis.

2. Menjelaskan tentang etiologi cedera medulla spinalis

3. Menjelaskan tentang anatomi dan patofisiologi medulla spinalis

4. Menjelaskan manifestasi klinik dari cedera medulla spinalis

5. menjelaskan bagaimana peñatalaksanaan umum (survey primer dan secunder)

6. Menyusun askep pada klien dengan masalah cedera medulla spinalis

Page 10: Suhan Keperawatan Paraplegi

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. PENGERTIAN

Cedera Medula spinalis dalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau

cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam

kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau tertekan.. kerusakan

pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan

korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.

2. 2. ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor,

jatuh,cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.

2.. 3. ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS

Page 11: Suhan Keperawatan Paraplegi

Medula Spinalis berasal dari bagian kaudal dari medulla oblongata pada foramen

magnum. Pada orang dewasa biasanya berakhir pada batas tulang L1 sebagai

konus medularis. Dibawah level ini terdapat kauda ekuina, yang lebih tahan

terhadap trauma .dari bayak traktus dari medulla spinalis hanya 3 yang dapat

diperiksa secara klinis:

1. Traktus kortikospinal

2. Traktus spinotalamikus

3. Kolum posterior

Tiap –tiap traktus terdapat satu pasang yang dapat mengalami kerusakan

pada satu sisi atau kedua sisi medulla spinalis, traktus kortikospinalis terdapat

pada daerah segmen posterolateral medulla spinalis dan fungsinya adalah

mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang sama pada tubuh yang dapat diuji

dengan kontraksi otot yang volunter atau respon involuter terhadap stimulus

nyeri. Traktus spinotslsmikus pada daerah antero lateral pada medulla spinalis

mentransmisikan sensasi nyeri dan termperatur dari sisi yang berlawanan dari

tubuh. Secara umum dapat dilakukan test dengan pin prick dan raba halus kolum

posterior membawa propriseptif, vibrasi dan sensasi raba halus dari sisi yang

sama dari tubuh, dan kolum ini diuji dengan rasa posisi pada jari atau vibrasi

dengan garfu tala.

Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun sensoris dibawah level, ini

dikenal sebagai complet spinal cord injury ( cedera medulla spinalis komplit).

Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai incomplete

injury dan perianal (sacral sparing)mungkin hanya satu – satunya tanda yang

tertinggal.

2.. 3. PATOFISIOLOGI

Page 12: Suhan Keperawatan Paraplegi

Kerusakan meduala spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana

pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substabsia

medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi)sampai transeksi lengkap medulla

( yang membuat pasiaen paralysis dibawah tingkat cedera)

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes

kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanal spinal.segera setelah terjadi

kontusion atau robekan akibat cedera, serabut –serabut saraf mulai membengkak

dan hancur. Sirkulasi drah dan subtansia grisea medulla spinalis, tetapi proses

patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh

darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan kerusakan

yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian –

kejadian yang menimbulkan iskemia,hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi,

yang pada gilirannya menyepabkan kerusakan meilin dan akson.

Reaksi ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla spinalis

pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversible sampai 6 jam setelah cedera.

Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode

mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat – obat

antiimflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari

perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap.

2. 4. MANIPESTASI KLINIK

Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada

belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering

mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat

menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala

bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.

Page 13: Suhan Keperawatan Paraplegi

Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan

motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami

paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus

besar (biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih , penurunan

keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan

retensi vaskuler perifer.

Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan :

level,beratnya deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.

1. Level

Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis yang

masih dapat ditemukan sensoris dan motoris yang normal di kedua sisi tubuh. Bila

kata level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian segmen bagian

kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada ke dua bagian

tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling kaudal

dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga 3/5 pada lesi komplit,

mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris maupun motoris di bawah level

sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi parsial”.

Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting. Terdapat perbedaan

yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera pada segmen servikal diatas

T1 medula spinalis menyebabkan quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1

menghasilkan paraplegia. Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan,

menyebabkan cedera pada medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari

cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat

ketidakcocokan antara level tulang dan neurologis disebapkan nervus spinalis

memasuki kanalais spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis

spinalis sebelem betul-betul masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan

akan lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal level

kerusakan menunjuk kepada kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level

neurologist.

Page 14: Suhan Keperawatan Paraplegi

2. Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit, paraplegia

komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia komplit. Sangat penting

untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla spinalis yang masih tersisa.

Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level cedera merupakan cedera yang

tidak komplit. Termasuk dalam cedera tidak komplit adalah :

1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunteer

pada ekstremitas bawah.

2. Sakra l sparing, sebagai contoh : sensasi perianal, kontraksi

sphincter ani secara volunter atau fleksi jari kaki volunter.

Suatu cedera tidak dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya dengan

dasar adanya reservasi refleks sacral saja, misalnya bulbocavernosus, atau

anal wink. Refleks tendo dalam juga mungkin dipreservasi pada cedera

tidak komplit.

3. Spinal Cord Syndrome

Beberapa tanda yang khas untuk cidera neurologist kadang-kadang dapat

dilihat pada penderita dengan cidera medulla spinalis.

Pada sentral cord syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga

pada ekstremitas atas, lebih besar disbanding ekstremitas bawah, dengan

tambahan adanya kehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini

terjadi biasanya terjadi cidera hiperekstensi pada penderita dengan riwayat

adanya stenosis kanalis sevikalis (sering disebabkan oleh osteoarthritis

degeneratif). Dari anamnesis umumnya ditemukan riwayat terjatuh ke depan

yang menyebabkan tumbukan pada wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau

dislokasi tulang servikal. Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang

Page 15: Suhan Keperawatan Paraplegi

khas dengan penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah.

Kemudian fungsi Kandung kencing lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas

atas dan berikutnya adalah tangan. Prognosis penyembuhannya sentral cord

syndrome lebih baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral

cord syndrome diduga disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah

medulla spinalis pada daerah distribusi arteries spinalis anterior. Arteri ini

mensuplai bagian tengah medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris ke

segmen servikal secara topografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah

bagian yang paling terkena.

Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan

dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi komna posterior

(kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih ditemukan.Biasanya anterior

cord syndrome disebabkan oleh infark medulla spinalis pada daerah yang

diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Sindrom ini mempunyai prognosis

yang terburuk diantara cidera inkomplik.

Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla spinalis

dan akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran klasik cukup

sering ditemukan.Dalam bentuk yang asli syndrome ini terdiri dari kehilangan

motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi

(kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan disosiasi sensori

kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah level cedera (traktus

spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan oleh cedera

penetrans pada medulla spinalis,penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya

akan terjadi.

4. Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera

medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera

penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil

Page 16: Suhan Keperawatan Paraplegi

dan tidak stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak

selalu seerhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu

terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan deficit

neurologist,harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang tidak

stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobolisasi sampai ada konsultasi

dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.

Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari

mekanisme cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3)

ekstensi, (4) rotasi, (5) lateral bending, dan (6) distraksi. Cedera dibawah ini

mengenai kolumna spinalis, dan akan diuraikan dalam urutan anatomis, dari

cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.

Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan

distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan

batang otak. Kerusakan neurologist yang berat ditemukan pada level saraf

karanial bawah.kadang –kadang penderita selamat bila resusitasi segera

dilakukan ditempat kejadian.

Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.

Fraktur C-1 yang palig umum terdiri dari burst fraktur (fraktur

Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala

tertimpa secara vertical oleh benda berat atau penderita terjatu dengan puncak

kepala terlebih dahulu. Fraktur jefeferson berupa kerusakan pada cincin

anterior maupun posterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur

akan terlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan

dapat dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus ditangani secara

awal dengan koral sevikal.

Page 17: Suhan Keperawatan Paraplegi

Rotary subluxation dari C-1

Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi spontan

setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita

dengan rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang

menetap. .pada cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama,

jangan dilakukan rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini,

sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.

Fraktur aksis(C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang

istimewah karena itu mudah mengalami cedera.

1. fraktur odontoid

kurarng 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu tonjolan tulang

berbentuk pasak. Fraktur ini daoat diidentifikasi dengan foto ronsen

servikal lateral atau buka mulut.

2. fraktur dari elemen posterior dari C-2

fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, pars interartikularis 20

% dari seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini.

Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam

imobilisasi eksternal.

Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)

Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan letaknya

berada diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang

tulang servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan

ekstensi tulang servikal terbesar.

Page 18: Suhan Keperawatan Paraplegi

Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)

Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1)

cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3)

fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi.

Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi pada

bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst disebabkan

oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang pada daerah T-

1 sampai T-10.

Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur lumbal

Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal,

tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau

terlambat mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan

pengemudi mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi

mempunyai resiko mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis

berakhir pada level ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula

pada daerah torakolumbal.

Trauma penetrans

Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang

disebabkan karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan

dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, foto

polos dan CT scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya

merupakan cedera yang stabil kecuali jika disebabkan karena peluru yang

menghancurkan bagian yang luas dari columna vertebralis.

2. 5. PENATALAKSANAAN

Page 19: Suhan Keperawatan Paraplegi

Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut

dan mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila

perlu, dan stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.

1. Penilaian Dan Pengelolaan Cedera Medulla Spinalis ( Fase Akut )

Primari survey resusitasi – penilaian cedera tulang belakang

1. Airway

Menilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher membuat

airway defenitif apabila diperlukan.

2. Breathing

Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan

ventilasi bila diperlukan.

3. Circulation

Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik ( penurunan

takanan darah, peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok

neurogenik (penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung, ekstremitas

hangat).

Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia

Bila terdapat cedera medulla spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan

monitor CVP.

Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus

dinilai kekuatan spinkter serta sensasi

4. Disability – pemeriksaan neurologik singkat

Page 20: Suhan Keperawatan Paraplegi

Tentukan tingakat kesadaran dan menilai pupil.

Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow coma scale

Kenali paralysis/paresis.

Survey sekunder – penilaian neurologist

1. Memperoleh anamnesis AMPLE

Anamnesis dan mekanisme trauma

Riwayat medis

Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang

dan selama pemeriksaan dan penatalaksanaan

2. Penilaian ulang tingkat kesadaran dan pupil

3. Penilaian ulang skor GCS

4. Penilaian tulang belakang

Palpasi

Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan

melakukan log roll penderita secara hati – hati yang dinilai;

1. Deformitas dan bengkak

2. Krepitus

3. Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi

4. Kontusio dan laserasi / luka tusuk.

Nyeri,paralysis,parastesia

Page 21: Suhan Keperawatan Paraplegi

1. Ada/tidak

2. Lokasi

3. Level neurologis

Sensasi

Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh

dermatom yang memberikan rasa.

Fungsi motoris

Refleks tendo dalam (kurang memberikan imformasih

Pencatatan dan pemeriksaan ulang

5. Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/cedera yang tersembunyi.

Pemeriksaan untuk level cedera medulla spinalis

Penderita dengan cedera medulla spinalis mungkin mempunyai level yang

bervariasi dari deficit neurologist. Level fungsi motoris dan sensasi harus

diliai ulang secara betkala dan secara hati-hati, dan didokumentasikan ,

karena tidak terlepas kemungkinan terjadi perubahan level.

1. Pemeriksaan motoris terbaik

Menentukan level kuadriplegia, level radiks saraf

Mengangkat siku sampai setinggi bahu – deltoid,C-5(,fleksi lengan

bawah-bisepsC-6, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan

dan jari – C-8, membuka jari- T-1)

Menentukan level paraplegia, level radiks saraf

Fleksi panggul – iloopsoas, L – 2 ,ekstensi lutut – kuadriseps,

Page 22: Suhan Keperawatan Paraplegi

L – 3, dorsofleksi ankle – tibialis anterior L -4,, plantar fleksi ankle

– gastroknemius S – 1.

2. Pemeriksaan sensoris

Menentukan level sensasi terutama dengan melakukan level

dermatom.

Prinsip terapi bagi penderita cedera medulla spinalis

1. Perlindungan terhadap trauma lebih lanjut

Perlingdungan ini meliputi pemasangan kolar servikal semi rigid dan

long back board, melakukan modoifikasi teknik log roll untuk

mempertankan kesegarisan bagi seluruh tulang belakang, dan

melepaskan long spine board secepatnya. Immobilisasi dengan long

spine board pada penderita yang mengalami paralysis akan

meningkatkan resiko terjadinya ulkus decubitus pada titik penekanan.

2. Resusitasi cairan dan monitorin

Monitoring CVP

Cairan intara vena yang dibutuhkan pada umumnya tidak banyak,

hanya untuk maintenance saja, kecuali untuk keperluan

pengelolaan syok.

Kateter urin

Pemasangan kateter dialakukan pada primary survey dan resusitasi.

Kateter lambung

Dipasang pada penderita dengan paraplegia dan kuadriplegia untuk

mencegah terjadinya distensi kandung kemih

Page 23: Suhan Keperawatan Paraplegi

3. Penggunaan steroid

Prinsip melakukan imobilisasi tulang belakang dan log roll

1. Penderita dewasa

Empat orang dibutuhkan untuk melakukan modifikasi log roll dan

immobilisasi penderita dan immobilisasi penderita, seperti pada long

spine board : (1) satu untuk mempertahankan immobilisasi segaris

kepala dan leher penderita; (2) satu untuk badan(termasuik pelvis dan

panggul); (3) satu untuk pelvis dan tungkai dan,(4) satu mengatur

prosedur ini mempertahankan seluruh tubuh penderita dalam

kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan minimal pada tulang

belakang. Saat melakukan prosedur ini, immobilisasi sudah

dilakukan pada ekstremitas yang diduga mengalami fraktur;

Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi penderita

Dilakukan in line immobilisasi kepala dan leher secara manual, kemudian

dipasang kolar servikal semirigid.

Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping badan

Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati – hati dan diletakkan dalam

posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang belakang, ke2 pergelangan kaki

diikat satu sama lainnya dengan plester.

Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang kedua

memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan.

Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan leher,

dilakukan log roll sebagai satu unit kearah kedua penolong yang berada pada sisis

penderita, hanya memerlukan spine board dibawah penderita.

Page 24: Suhan Keperawatan Paraplegi

Spine board terletak dibawah penderita, dan dilakukan log roll kearah spine

board.

Demi mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan kenyamanan penderita maka

diperlukan bantalan yang diletakkan dibawah leher penderita.

Bantalan, selimut yang dibulatkan diletakkan atau alat penyangga lainnya

diletakkan disebelah kiri dan kanan kepala dan leher penderitadan kepala diikat

dengan spine board.

1. Penderita anak

Untuk immobilisasi anak diperlukan long spine board pediatric. Bila tidak ada

maka dapat menggunakan long spine board untuk dewasa dengan gulungan

selimut diletakkan diseluruh sisi tubuh untuk mencegah pergerakan kearah lateral.

Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa,

olehnya itu harus dipasang bantalang dibah bahuuntuk menaikkan badan sehingga

kepala yang besar pada anak tidak menyebabkan fleksi tulang leher, sehingga

dapat mempertahankan kesegarisan tulang belakan anak.

Pengelolaan umum

Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan immobilisasi

sebelum transper penderita ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai harus

dilakukan imobilisasi dibagian atas dan bawah yang dicurigai menderita

cedera, sampai fraktur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rongsen.

Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita yaitu dengan posisi netral,

seperti berbaring terlentang tanpa rotasi atau membengkokkan tulang

belakang. Perlu digunakan bantalan yang tepat untuk mencegah

terbentuknya dekubitus. Bila terdapat deficit neurologist secepatnya

melepas penderita dari long spine board untuk mencegah terjadinya

dekubitus. Tempat tersering adalah pada daerah oksiput dan sacrum.

Page 25: Suhan Keperawatan Paraplegi

2. 6. Komplikasi dan pencegahan trauma medulla spinalis

1. Komplikasi

Syok neurogenik versus syok spinal

Syok neurogenik merupakan hasiol dari kerusakan jalur simpatik

yang desending pada medulla spinalis. Kondisi mengakibatkan

kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada

jantung. Keadaan ini menyebapkan vasodilatasi pembuluh darah

visceral serta ektremitas bawah, terjadi penumpukan darah dan sebagai

konsekuensinya terjadi hipotensi. Sebagai akibat kehilangan cardiac

sympatik tone. Penderita akan mengalami bradikardia atau setidak –

tidaknya gagal untuk menjadi takhikardia sebagai respon dari

hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik

hanya dengan impus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan

darah akan menyebabkan kelebihan cairan dan udema paru. Tekanan

darah biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi

perfusi yang adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan

darah belum normal.

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya repleks, terlihat

setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin

akan tampak seperti lesi komplit, walaupun tidak seluruh bagian rusak.

Efek terhadap organ lain.

Hipoventilasi yang disebabkan karena paralysis otot interkostal dapat

merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis didaerah

servikal bawah atau torakal atas. Bila bagian atas atu tengah medulla

spinalis didaerah servikal mengalami cedera, diagframa akan

mengalami paralysis yang disebabkan segmen

Page 26: Suhan Keperawatan Paraplegi

C3 –C5 terkena, yang mempersarafi diagfragma melalui

N. frenikus.

Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera medulla spinalis.

Pasien PVT berisiko mengalami embolisme pulmonal.

Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan oleh sakit

kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti nasal,piloereksi, bradikardi dan

hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan infeksi(infeksi

urinarius,dan tempat pin ).

2. pencegahan

factor –faktor resiko dominant untuk cedara medulla spinalis meliputi

usia, jenis kelamin, dan penyalahgunaan obat. Frekuensi factor resiko ini

dikaitkan dengan cedera medulla spinalis bertindak untuk menekankan

pentingnya pencegahan primer.untuk mencegah kerusakan dan bencana

cedera ini, langkah – langkah berikut perlu dilakukan : (1) menurungkan

kecepatan berkendara., (2) menggunakan sabuk pengaman, (3)

menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda, (4) program

pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk, (5)

mengajarkan penggunaan air yang aman, (6) mencegah jatuh,(7)

menggunakn alat – alat pelindung dan tekhnik latihan.

3. 7. ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULLA SPINALIS

Pengkajian

1. Aktivitas isterahat

Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada/

dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan adanya

kompresi saraf)

Page 27: Suhan Keperawatan Paraplegi

2. Sirkulasi

Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau

bergerak.

Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin dan

pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

3. Eliminasi

Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih.

Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltic usus hilang. Melena,

emesis berwarna seperti kopi tanah/hematemesis

4. Integritas Ego

Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.

Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.

5. Makanan/ Cairan

Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus

paralitik)

6. Higyene

Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

7. Neurosensori

Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis

flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi,

tergantung pada area spinal yang sakit.

Page 28: Suhan Keperawatan Paraplegi

Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi

perubahan pada syok spinal.

Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/ vasomotor,

kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam.

Perubahan reaksi pupil,ptosis, kehilangan keringat dari bagian

tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

8. Nyeri/kenyamanan

Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.

Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.

9. pernapasan

Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas.

Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan bunyi

napas, ronki,pucat, sianosis.

10. keamanan

gejala : suhu yang berfluktuasi

11. seksualitas

gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.

Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.

1. Penyuluhan / pembelajaran

Diagnosa

1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari

diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot interkostal.

Page 29: Suhan Keperawatan Paraplegi

2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan kolumna

spinalis.

3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan

ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan, paralisis,atropi.

4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi

intervensi

1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif

Kriteria evaluasi : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh

takadanya distress pernapasan dan GDA dalam batas

normal

Lakukan pengisapan bila perlu. Catat jumlah, jenis, dan karakteristik sekresi

Rasional ; jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk

mengeluarkan secret, meningkatkan distribusi udara, dan

mengurangi resiko infeksi pernapasan.

Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan napas

dalam.

Rasional ; Trauma pada C1 – C2 menyebabkan hilangnya fungsi

pernapasan secara menyeluruh, trauma C4-5

mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang

bervariasi tergantung pada tekanan saraf frenikusdan fungsi

diafragma.

Auskultasi suara napas.

Page 30: Suhan Keperawatan Paraplegi

Rasional; Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan

akumulasi/atelektasis atau pneumonia (komplikasi yang

sering terjadi).

Observasi warna kulit , adanya sianosis, keabu-abuan

Rasional; Menggambarkan akan terjadinya gagal napas yang

memerlukan evaluasi dan intervensi medis dengan segera.

.berikan oksigen dengan cara yang tepat seperti dengan kanul oksigen,

masker,intubasi

Rasional; Metode yang akan dipilih tergantung dari lokasi trauma,

keadaan insufisiensi pernapasan, dan banyaknya fungsi

otot pernapasan yang sembuh setelah fase syok spinal.

2. resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer

Kriteria evaluasi : Mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa

cedera medulla spinalis lanjut

Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halo brace, kolar

leher, bantal pasir dll.

Rasional; Menjaga kestabilan dari kolumna vertebra dan membantu

proses penyembuhan.

Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur jika diperlukan.

Rasional; Membuat keseimbangan untuk mempertahankan posisi

pasien dan tarikan traksi..

Ganti posisi, gunakan alat Bantu untuk miring dan menahanseperti alat pemutar,

selimut terrgulung, bantal dsb.

Page 31: Suhan Keperawatan Paraplegi

Rasional; Mempertahankan posisis kolumna spinalis yang tepat

sehingga dapat mengurangi resiko trauma.

Siapkan pasien untuk tindakan operasi, seperti laminektomi spinal atau fusi spinal

jika diperlukan.

Rasional; Operasi mungkin dibutuhkan pada kompresi spinal atau

adanya pemindahan fragmen –framen tulang yang fraktur

3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

Kriteria evaluasi : mempertahankan posisi posisi fungsi dibuktikan oleh

tidak adanya kontraktur footdrop. Meningkatkan

kekuatan bagian tubuh yang sakit atau kompensasi

Kaji secara teratur fungsi motorik

Rasional; mengevaluasi keadaan secara khusus karena pada beberapa

lokasi trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi,

Bantu atau lakukan latihan room pada semua ekstremitas dan sendi dengan

perlahan dan lembut.

Rasional; Meningkatkan sirkulasi ,mempertahankan tonus otot,dan

mobilisasi sendi, dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.

Gantilah posisi secaca periodik walaupun dalam keadaan duduk

Rasional; Mengurangi tekanan pada salah satu area dan meningkatkan

sirkulasi perifer.

Kaji rasa nyeri, kemerahan,bengkak, ketegangan otot jari

Page 32: Suhan Keperawatan Paraplegi

Rasional; Banyak sekali pasien denga trauma saraf servikal

mengalami pembentukan trombus karena gangguan

sirkulasi perifer,imobilisasi dan kelumpuhan flaksid.

Konsultasi dengan ahli terapi fisik

Rasional; membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan

secara individual dan mengidentifikasi alat-alat Bantu

untuk mempertahankan fungsi mobilisasi dan kemandirian

pasien.

4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi

Kriteria evaluasi : mengidentifikasi cara – cara untuk mengatasi nyeri

Kaji terhadap adanya, Bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri.

Rasional; Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera. Mis

dada, punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat

stabilizer.

Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor pencetus

Rasional; Nyeri terbakar dan spasme otot dicetuskan/ diperberat oleh

banyak factor mis,ansietas,tegangan, suhu eksternal.

Berikan tindakan kenyamanan, mis perubahan posisi,masase,kompres

hangat/dingin.

Rasional; Tindakan alternative mengontrol nyeri digunakan untuk

keuntungan emosianal, selain menurunkan kebutuhan

obat/efek tak diinginkan pada fungsi pernapasan.

Berikan obat sesuai indikasi : relaxan otot mis, dantern (dantrium)

Page 33: Suhan Keperawatan Paraplegi

Rasional; Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau

untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.

BAB III

PENUTUP

3. 1. KESIMPULAN

Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau cedera

lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam

kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau tertekan.

Page 34: Suhan Keperawatan Paraplegi

Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh,cedera olah

raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.

Cidera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan : level,beratnya

deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.

Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari mekanisme

cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3) ekstensi, (4) rotasi,

(5) lateral bending, dan (6) distraksi.

Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut dan

mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila perlu, dan

stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.

Komplikasi

Syok neurogenik versus syok spinal

Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera medulla spinalis.

Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan oleh sakit

kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti nasal,piloereksi, bradikardi dan

hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan infeksi(infeksi

urinarius,dan tempat pin ).

Diagnosa

1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari

diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot interkostal.

Page 35: Suhan Keperawatan Paraplegi

2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan kolumna

spinalis.

3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan

ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan, paralisis,atropi.

4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi

4. 2. SARAN

Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan

mengenai cedera medulla spinalis dan penatalaksaannya baik prahospital maupun

prehospital dan (asuhan keperawatan) yang profesional

Page 36: Suhan Keperawatan Paraplegi

DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta.

Sylvia & Lorraine, 1994, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta.

Brunner & suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit buku Kedokteran

Volume 3 ,EGC. Jakarta 2001

Manjoer , Arif M, dkk. Kapita Selekta Kedoteran . penerbit media aeculapius FKUI

Edisi III. Jakarta 2000

http://dc199.4shared.com/doc/Q4Oh6niw/preview.html