Struma Nodosa Non Toksik

25
BAB I PENDAHULUAN Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme. Pembesaran kelenjar tiroid ini bukan merupakan proses inflamasi atau neoplastik dan tidak berhubungan dengan abnormalitas fungsi tiroid. Kelainan ini dapat terjadi akibat proses fisiologis ataupun patologis. Keadaan ini normal terjadi pada masa pubertas, menstruasi, ataupun pada kehamilan. Sedangkan pada kekurangan iodium, kelainan kongenital, atau akibat konsumsi makanan atau obat-obatan yang bersifat goitrogenik keadaan ini merupakan proses patologis yang harus diterapi. Kelainan ini sangat sering terjadi terutama di daerah endemik dengan defisiensi iodin. Struma nodosa endemik terjadi pada 10% populasi suatu daerah. Sedangkan struma nodosa yang bersifat sporadik disebabkan oleh multifaktor seperti lingkungan dan genetik dan tidak melibatkan populasi umum. Perbandingan struma nodosa pada perempuan dan laki –laki adalah 5-10 : 1. Struma yang bersifat sporadik akibat dari dishormogenesis. Struma endemis biasanya timbul pada masa kanak – kanak. Struma sporadik karena penyebab lain jarang terjadi sebelum pubertas dan tidak memiliki usia insiden puncak. Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang berinvolusi. Pada awalnya, 1

Transcript of Struma Nodosa Non Toksik

Page 1: Struma Nodosa Non Toksik

BAB I

PENDAHULUAN

Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda

hipertiroidisme. Pembesaran kelenjar tiroid ini bukan merupakan proses inflamasi atau

neoplastik dan tidak berhubungan dengan abnormalitas fungsi tiroid.

Kelainan ini dapat terjadi akibat proses fisiologis ataupun patologis. Keadaan ini normal

terjadi pada masa pubertas, menstruasi, ataupun pada kehamilan. Sedangkan pada kekurangan

iodium, kelainan kongenital, atau akibat konsumsi makanan atau obat-obatan yang bersifat

goitrogenik keadaan ini merupakan proses patologis yang harus diterapi.

Kelainan ini sangat sering terjadi terutama di daerah endemik dengan defisiensi iodin.

Struma nodosa endemik terjadi pada 10% populasi suatu daerah. Sedangkan struma nodosa yang

bersifat sporadik disebabkan oleh multifaktor seperti lingkungan dan genetik dan tidak

melibatkan populasi umum.

Perbandingan struma nodosa pada perempuan dan laki –laki adalah 5-10 : 1. Struma yang

bersifat sporadik akibat dari dishormogenesis. Struma endemis biasanya timbul pada masa kanak

– kanak. Struma sporadik karena penyebab lain jarang terjadi sebelum pubertas dan tidak

memiliki usia insiden puncak. Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut,

dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian

yang berinvolusi. Pada awalnya, sebagian dari struma multinodosa dapat dihambat

pertumbuhannya dengan hormon tiroksin. Tiga sampai 5% struma nodosa nontoksik berisiko

menjadi ganas. 6

1

Page 2: Struma Nodosa Non Toksik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan

patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma. 1

Embriologi

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar tyroid

mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama

kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan

kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah

bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk

sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap.

Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten

duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan

membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,

merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid

janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. 1,2

Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia

prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan

syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga

perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang.

2

Page 3: Struma Nodosa Non Toksik

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea

2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap

gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan

dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar

tyroid atau tidak. 2

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis

Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh

jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular.2

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang

kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.

Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus

thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2

3

Page 4: Struma Nodosa Non Toksik

Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas

banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri

dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya

menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk

membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).2

Fisiologi Hormon Tyroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif

hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di

perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap

dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi

menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam

tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang

terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang

kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,

hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)

atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). 1

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen

(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang

mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan

hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang

tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. 2

4

Page 5: Struma Nodosa Non Toksik

Pengaturan faal tiroid : 2

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH

(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi

hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan

meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek

hormonal yaitu produksi hormon meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya

hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.

Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid : 2

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam

dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,

cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis

farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5

Page 6: Struma Nodosa Non Toksik

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol

dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid

kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester

dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.

Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,

anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

Klasifikasi Struma.3,4

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan).

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis

kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih

kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.

Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum

diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

6

Page 7: Struma Nodosa Non Toksik

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium

yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari

25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit

tiroid autoimun

3. Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,

expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol

berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina,

brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam

rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid.

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak

mengakibatkan nodul benigna dan maligna.

2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi :

1. Defisiensi Iodium.

2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis.

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan

pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis

terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis

hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi.

7. Penyakit deposisi.

8. Resistensi hormon tiroid.

7

Page 8: Struma Nodosa Non Toksik

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis).

10. Silent thyroiditis.

11. Agen-agen infeksi.

12. Suppuratif Akut : bacterial.

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.

14. Keganasan Tiroid.

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.

2. Aktivasi reseptor TSH.

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G.

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth

factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan

penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.

Patofisiologi : 3,4

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam

struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-

Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan

struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke

kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan

produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar

tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk

8

Page 9: Struma Nodosa Non Toksik

struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,

defisiensi iodida dan goitrogen.

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk

stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap

hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi

human chorionic gonadotropin.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu

morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui

dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

Batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

9

Page 10: Struma Nodosa Non Toksik

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu

melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

10

Page 11: Struma Nodosa Non Toksik

Status Lokalis :

1. Inspeksi

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideu

STRUMA NON TOKSIK5

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak

berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder yang

menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid tersebut berguna

untuk mempertahankan pasien dalam keadaan eutiroid. Struma dapat berbentuk difus,

uninodular, atau multinodular. Struma familial diakibat oleh kurangnya enzim yang diperlukan

untuk sintesis hormon tiroid secara keseluruhan atau parsial dan bersifat genetik.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma

11

Page 12: Struma Nodosa Non Toksik

nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan

karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita

usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi.

Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang

menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau

adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa

gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu

pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea

jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto

Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan

sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter

(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan

nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Hampir semua pasien struma nodusa non toksis tidak memiliki keluhan. Pada umumnya

pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala

mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Jika ada pasien

yang datang dengan keluhan kelumpuhan nervus rekuren laringeal seperti suara parau sebaiknya

dicurigai kearah keganasan.

12

Page 13: Struma Nodosa Non Toksik

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah

lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,

sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena

benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

Diagnosis

Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari

struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan

banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita

pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis

kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma

tiroid tipe meduler).

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :

1. jumlah nodul

2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah

yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah

hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan

jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)

o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

o konsistensi

o mobilitas

13

Page 14: Struma Nodosa Non Toksik

o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian

yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya

pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang

multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih

keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya

metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Pemeriksaan penunjang meliputi :

1. Pemeriksaan sidik tiroid.

Pemeriksaan tiroid dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka Tc99m per

technetate untuk angka penangkapan tiroid (uptake) dan sidik tiroid, serta pemeriksaan in

vitro menggunakan I125 untuk T3, T4, dan TSH (RIA).

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop yang utama ialah mengetahui fungsi bagian-

bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara

fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil

sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

o Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan keadaan sekitarnya.

o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

14

Page 15: Struma Nodosa Non Toksik

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,

tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan

yang dapat didiagnosis dengan USG :

o kista

o adenoma

o kemungkinan karsinoma

o tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi

kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau

positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Petanda Tumor.

5. Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg

serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada

keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:

1. keganasan

15

Page 16: Struma Nodosa Non Toksik

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya

satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal

tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi

kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya

ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai

supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi

baik (TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak

resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet dengan dosis : 3x75 Ug/hari p.o

16

Page 17: Struma Nodosa Non Toksik

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,

Jakarta.

2. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :

Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta.

3. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

4. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

5. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In

: Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,

Newyork.

6. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta

Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

17

Page 18: Struma Nodosa Non Toksik

18