status gizi

13
 Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI  13 Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008  Status Gizi Masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku Veni Hadju dan A Razak Thaha  Pusat Studi Pangan, Gizi dan Kesehatan, Univer sitas Hasanuddin, Makassar  ARTIKEL ASLI Status Gizi Propinsi Maluku  Abstrak Survei status gizi masyarakat telah dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara (MT) dan Maluku Tengg ara Barat (MTB), Prop insi Maluku. Sebanyak 300 ke luarga  yang mempunyai Balita (0-59 bln) di masing-masing kabupaten diambil sebagai sampel (total 600 keluarga). Pengukuran antropometri dan konsumsi Balita s erta po la konsumsi keluarga dilakukan oleh petugas lapangan yang telah dilatih sebelumnya. Status gizi anak dihitung berdasarkan stándar NCHS-WHO dan ditampilkan berdasarkan berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB). Data lainnya dikumpulkan melalui kuesioner. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperoleh berturut-turut sebesar 20.0% dan 7.3% sedangkan s tunting dan wasting ditemukan sebesar 30.0% dan 12.0%. Gizi kurang dan gizi buruk ditemukan tertinggi pada usia 24-35 bln (berturut-turut 33.3% dan 13.3%), stunting terbesar pada usia 48-59 bln, sedangkan wasting tertinggi pada usia 12-23 bulan (26 %). Hampir semua anak memperole h ASI namun setelah umur 1 2 bulan, jumlah ibu yang masih menyu sui menurun sampai 66%. Asupan gizi makro maupun mikro pada Balita jauh lebih rendah dibanding rekomendasi WHO. Proporsi lemak dan protein pada asupan Balita ini tanpak rendah dibanding rekomendasi WHO. Ikan merupakan makanan hewani yang paling sering dikonsumsi keluarga (76%) sedangkan sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang tersering dikonsumsi (77%). Konsumsi keluarga terlihat rata-rata 1585kkal per kapita di mana lebih rendah dari yang dianjurkan di tingkat nasional. Disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi Balita dan keluarga di wilayah  penelitian ini rendah dan diperlukan intervenís gizi khususnya pada keluarga yang mempunyai anak balita di atas 12 bulan. Kata kunci: Balita, stunting, wasting, dan gizi buruk.

description

gbusss

Transcript of status gizi

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    13

    Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008

    Status Gizi Masyarakat di Kabupaten

    Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

    Propinsi Maluku

    Veni Hadju dan A. Razak Thaha

    Pusat Studi Pangan, Gizi dan Kesehatan, Universitas Hasanuddin, Makassar

    ARTIKEL ASLI

    Status Gizi Propinsi Maluku

    Abstrak

    Survei status gizi masyarakat telah dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara

    (MT) dan Maluku Tenggara Barat (MTB), Propinsi Maluku. Sebanyak 300 keluarga

    yang mempunyai Balita (0-59 bln) di masing-masing kabupaten diambil sebagai sampel

    (total 600 keluarga). Pengukuran antropometri dan konsumsi Balita serta pola

    konsumsi keluarga dilakukan oleh petugas lapangan yang telah dilatih sebelumnya.

    Status gizi anak dihitung berdasarkan stndar NCHS-WHO dan ditampilkan

    berdasarkan berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat

    badan per tinggi badan (BB/TB). Data lainnya dikumpulkan melalui kuesioner.

    Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperoleh berturut-turut sebesar 20.0%

    dan 7.3% sedangkan stunting dan wasting ditemukan sebesar 30.0% dan 12.0%. Gizi

    kurang dan gizi buruk ditemukan tertinggi pada usia 24-35 bln (berturut-turut 33.3%

    dan 13.3%), stunting terbesar pada usia 48-59 bln, sedangkan wasting tertinggi pada

    usia 12-23 bulan (26%). Hampir semua anak memperoleh ASI namun setelah umur 12

    bulan, jumlah ibu yang masih menyusui menurun sampai 66%. Asupan gizi makro

    maupun mikro pada Balita jauh lebih rendah dibanding rekomendasi WHO. Proporsi

    lemak dan protein pada asupan Balita ini tanpak rendah dibanding rekomendasi WHO.

    Ikan merupakan makanan hewani yang paling sering dikonsumsi keluarga (76%)

    sedangkan sayuran hijau merupakan jenis sayuran yang tersering dikonsumsi (77%).

    Konsumsi keluarga terlihat rata-rata 1585kkal per kapita di mana lebih rendah dari yang

    dianjurkan di tingkat nasional.

    Disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi Balita dan keluarga di wilayah

    penelitian ini rendah dan diperlukan intervens gizi khususnya pada keluarga yang

    mempunyai anak balita di atas 12 bulan.

    Kata kunci: Balita, stunting, wasting, dan gizi buruk.

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    14

    Pendahuluan

    Kondisi status gizi masyarakat di

    Indonesia telah memperlihatkan perbaikan

    dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil peng-

    ukuran status gizi anak balita melalui

    Susenas (Jahari dkk., 1999) terlihat bahwa

    prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5%

    pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun

    1999. Namun, kondisi yang terjadi di setiap

    propinsi berbeda satu dengan yang lain. Ada

    yang terus menurun namun ada juga yang

    menetap bahkan memburuk. Dilain pihak,

    masalah gizi pada keluarga miskin tetap

    sangat tinggi (Hadju dkk., 1999; Marjan dkk.,

    1998). Data dasar studi intervensi pada

    keluarga miskin yang dilaksanakan

    sebelum dimulainya

    program Jaring Pengaman Sosial (JPS)

    memperlihatkan bahwa 29.2% anak balita

    dari keluarga miskin mengalami gizi kurang

    dan 13.3% mengalami gizi buruk (Thaha dkk.,

    2000).

    Upaya untuk menanggulangi masalah

    gizi ini telah banyak dilakukan oleh

    pemerintah baik pusat maupun daerah

    (propinsi). Salah satu program yang

    diharapkan dapat memperbaiki gangguan

    gizi akut adalah program pemberian

    makanan tambahan (PMT) kepada seluruh

    anak yang mengalami gizi kurang dan

    diutamakan yang berasal dari keluarga

    miskin (Gakin). Mereka menerima bantuan

    makanan berupa susu, kacang kedelei, telur,

    dan beberapa jenis makanan yang kaya

    protein yang diperlukan oleh anak-anak.

    Puskesmas menerima bahan makanan dari

    propinsi dan seterusnya meneruskannya

    kepada keluarga yang memerlukan. Kegiatan

    lainnya adalah program Revitalisasi

    Posyandu. Namun, dalam beberapa

    penelitian yang telah dilakukan

    memperlihatkan banyak Posyandu

    mengalami masalah (Hadju dkk., 2002a).

    Dalam meningkatkan efektifitas program

    penanggulangan gizi, survey data dasar

    pada suatu wilayah perlu dilakukan.

    Berdasarkan data yang diperoleh,

    perencanaan program akan lebih optimal

    dan efektifitas program intervensi dapat

    diketahui. Penelitian ini ingin memperoleh

    data dasar tentang kondisi status gizi

    masyarakat melalui pengukuran status gizi

    anak balita dan konsumsi makanan di

    tingkat keluarga.

    Bahan dan Metode

    Lokasi penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di 2

    kabupaten, Propinsi Maluku yaitu

    Kabupaten Maluku Tenggara (Maltra) dan

    Maluku Tenggara Barat (MTB). Kedua

    kabupaten ini berdekatan satu sama lainnya

    di mana tadinya satu dan kemudian

    berpisah. Di setiap kecamatan dipilih 5

    kecamatan secara acak. Dari kecamatan

    terpilih, dipilih lagi 2 desa di mana satunya

    terletak dekat dengan ibu kota kecamatan

    dan satunya lagi terletak agak jauh namun

    dapat dijangkau oleh petugas lapangan.

    Total desa yang diteliti adalah 20 desa.

    Sampel dan cara pengambilan sampel

    Sample dalam penelitian ini adalah

    rumah tangga yang mempunyai balita (0-59

    bulan). Jumlah sampel sebesar 30 balita

    untuk setiap desa. Pengambilan sampel

    dilakukan berdasarkan 6 kategori umur

    yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-

    35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan.

    Dengan demikian, di setiap desa dipilih 5

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    15

    orang untuk setiap kategori umur tersebut.

    Pemilihan sampel dilakukan dengan metode

    obat nyamuk dimana titik pertama

    ditentukan terlebih dahulu dan selanjutnya

    dicari seluruh anak balita yang memenuhi

    syarat dari titik tersebut. Apabila sudah

    terpenuhi setiap kelompok umur maka

    pelaksanaan pengambilan sampel dihentikan.

    Seluruh desa dalam penelitian ini dapat

    mengumpulkan 30 sampel anak balita.

    Metode pengumpulan data

    Status gizi: diukur secara

    antropometri yaitu melalui pengukuran berat

    badan dan tinggi badan. Tiga indikator status

    gizi secara antropometri digunakan dalam

    menentukan status gizi anak balita dalam

    penelitian ini. Ketiga indikator tersebut yaitu

    berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

    badan menurut umur (TB/U), dan berat

    badan menurut tinggi badang (BB/TB)

    Standar International NCHS-WHO (1983)

    digunakan dalam survei ini.

    Asupan makanan balita: diperoleh

    dengan menanyakan frekuensi makanan

    tertentu yang dikonsumsi dalam 1 bulan

    terakhir dan juga seluruh makanan yang

    telah dikonsumsi selama 24 jam terakhir

    (sehari sebelum wawancara). Praktek

    pemberian MP-ASI yang dilakukan sejak

    pertama kali dianalisis dalam penelitian ini.

    Pola konsumsi keluarga. Dalam

    penelitian ini juga dilakukan survei konsumsi

    gizi di tingkat rumah tangga. Makanan yang

    dikonsumsi di tingkat rumah tangga oleh

    seluruh anggota keluarga ditanyakan melalui

    kuesioner yang tersedia. Di samping itu, jenis

    makanan yang sering dikonsumsi di tingkat

    rumah tangga terutama yang merupakan

    jenis makanan hewani, sayur-sayuran dan

    buah-buahan ditanyakan melalui kuesioner

    yang tersedia.

    Data lainnya: data yang mendukung

    dalam penelitian ini meliputi status

    imunisasi, morbiditas, serta status sosial

    ekonomi keluarga seperti pendidikan dan

    pekerjaan orang tua, jumlah anggota

    keluarga, dan kondisi sanitasi lingkungan.

    Metode Pengambilan data

    Pengukuran berat badan dan

    panjang/tinggi badan dilakukan sesuai

    dengan prosedur yang telah ditetapkan

    (Lohman dkk., 1988). Berat badan anak

    diukur dengan menggunakan Salter

    (timbangan gantung) dengan ukuran terkecil

    sebesar 0.1 kg. Pengukuran panjang badan

    dilakukan pada anak dibawah 2 tahun

    dengan menggunakan length board yang

    direkomendasikan oleh WHO (1983) dengan

    ukuran terkecil 0.1 cm. Anak di atas 2 tahun

    diukur tinggi badannya dengan

    menggunakan Microtoice dengan ukuran

    terkecil juga sebesar 0.1 cm.

    Data lainnya diperoleh melalui

    wawancara dengan menggunakan kuesioner

    yang telah terstandarisasi. Data yang

    diperoleh dengan kuesioner meliputi status

    social ekonomi keluarga (jumlah anak,

    pendidikan orang tua, dan pekerjaan), status

    morbiditas anak dalam 1 bulan terakhir,

    asupan makanan yang diperoleh dengan

    metode food frekuensi dan recall 24 jam.

    Selain itu juga ditanyakan paktek pemberian

    ASI, penggunaan makanan lokal, serta pola

    konsumsi keluarga.

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    16

    Analisis data

    Data antropometri yang diperoleh

    dibandingkan dengan standar NCHS-WHO

    dengan menggunakan program Epiinfo

    (Dean dkk., 1995). Indikator yang digunakan

    adalah nilai z-score dari BB/U, TB/U dan

    BB/TB seperti yang direkomendasikan oleh

    Gorstein dkk. (1994). Ke tiga indikator ini

    dapat memberin informasi tentang jumlah

    anak yang mempunyai berat badan yang

    lebih rendah (gizi kurang) dan sangat rendah

    dibanding standar (gizi buruk). Disamping

    itu dapat diketahui anak yang mengalami

    stunting (pendek) dan wasting (kurus). Nilai

    rata-rata z-score dan angka prevalensi

    malnutrisi juga dibedakan menurut jenis

    kelamin, kelompok umur, dan lokasi

    kabupaten.

    Data konsumsi makanan (24 jam

    recall) dianalisis dengan menggunakan

    program WorldFood2 (California University,

    Davis). Setiap rata-rata nilai zat gizi yang

    dikonsumsi ditampilkan berdasarkan

    kelompok umur dan dibandingkan dengan

    angka kecukupan gizi (AKG) yang

    direkomendasikan oleh WHO (1998).

    Hasil Penelitian

    Keseluruhan sampel yang dianalisis

    dalam penelitian ini sebanyak 600 keluarga

    dengan anak balita. Tabel 1 memperlihatkan

    tingkat pendidikan dan pekerjaan dari orang

    tua sampel. Keluarga sampel yang terlibat

    dalam penelitian ini paling banyak dengan

    pendidikan ayah dan ibu di atas SMA (40%

    dan 36%). Walaupun masih ada juga yang

    tidak pernah sekolah tapi sangat sedikit (0.8%

    dan 1.7%). Pada umumnya ayah dari balita

    yang ikut dalam penelitian ini adalah petani

    dan pegawai negeri/swasta (berturut-turut

    49% dan 13.7%). Jumlah anak laki-laki

    dalam penelitian ini lebih banyak dibanding

    anak perempuan (306 vs. 294 anak). Namun

    demikian perbedaan masing-masing jenis

    kelamin ini pada setiap kategori umur

    tampak proporsional (data tidak terlihat).

    Prevalensi status gizi anak balita di

    daerah penelitian ini dapat dilihat pada

    Tabel 2-4. Berdasarkan indikator BB/U,

    TB/U dan BB/TB, secara keseluruhan terlihat

    prevalensi anak gizi kurang, pendek, dan

    kurus (di bawah 2 z-score) berturut-turut

    sebesar 27.3%, 25.7%, 12.1%. Tidak terdapat

    perbedaan yang nyata dari prevalensi

    terhadap jenis kelamin. Berdasarkan

    kelompok umur anak dari ketiga indikator

    status gizi yang digunakan, terlihat bahwa

    untuk indicator TB/U, terlihat peningkatan

    prevalensi yang sangat mencolok pada

    setiap kategori umur. Di lain pihak, untuk

    indikator BB/TB, prevalensi tertinggi terlihat

    pada anak yang berumur 1223 bulan dan

    untuk indikator BB/U tertinggi pada anak

    yang berumur 2435 bulan.

    Apabila dibedakan antara gizi kurang

    (antara 2 dan 3 z-score BB/U) dan gizi

    buruk (di bawah 3 z-score BB/U) maka

    angka gizi buruk tampak rendah (7.3%).

    Asupan makanan oleh anak balita

    memperlihatkan jumlah asupan gizimakro

    yang lebih tinggi dari yang dianjurkan

    (WHO) utamanya untuk anak di bawah 2

    tahun (data tidak terlihat). Namun

    demikian, beberapa gizimikro tampak lebih

    rendah dari yang dianjurkan (data tidak

    terlihat). Tabel 5-6 memperlihatkan

    besarnya asupan zat gizi oleh anak balita

    umur 6-23 bulan di Kabupaten Maltra dan

    MTB. Seperti yang terlihat, asupan gizi

    mikro seperti besi dan zink serta vitamin B

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    17

    lebih rendah dibanding yang dianjurkan.

    Dilain pihak kontribusi lemak dan protein

    terhadap total kalori sangat rendah utamanya

    pada anak di bawah 2 tahun (berturut-turut

    untuk 6 11 bulan, 12 23 bulan dan 24 59

    bulan adalah 13.0%, 15.1% dan 23.6% untuk

    lemak, 10.9%, 11.9% dan 12.0% untuk protein

    pada kabupaten Malra serta 9.1%, 19.3% dan

    23.8% untuk lemak, 10.5%, 12.1% dan 12.2%

    untuk protein pada kabupaten MTB).

    Tabel 7 memperlihatkan pola

    konsumsi keluarga yang ada di daerah

    penelitian. Bahan makanan hewani yang

    paling banyak dikonsumsi adalah ikan

    (38.8%) dengan frekuensi konsumsi 6 7 hari

    per minggu. Bahan makanan sayuran yang

    paling banyak dikonsumsi adalah sayuran

    berwarna hijau (32.5%) dan tomat (8.5%).

    Adapun buah yang paling banyak

    dikonsumsi adalah pepaya (9.7%).

    Tabel 8 memperlihatkan perhitungan

    skor pola pangan harapan (PPH) di

    Kabupaten Maltra dan MTB. Jumlah total

    kalori yang dikonsumsi oleh rata-rata setiap

    anggota rumah tangga dalam sehari masih

    kurang (1585 Kkal). Sedangkan jumlah skor

    PPH pada daerah penelitian tersebut cukup

    tinggi yakni 77.8. Tingginya angka ini tampak

    dari tingginya nilai yang diperoleh dari

    bahan makanan padi-padian (24.5) dan

    hewani (18.8).

    Pembahasan

    Status gizi anak balita yang

    ditemukan pada penelitian ini menunjukkan

    bahwa anak yang mengalami gizi kurang dan

    gizi buruk berturut-turut sebesar 20% dan

    7.3%. Ini menunjukkan ada masalah gizi

    yang cukup serius di daerah ini. Apabila

    dilihat jumlah anak yang mengalami

    stunting dan wasting maka akan diperoleh

    angka sebesar 25.7% dan 12%. Angka ini

    terlihat sangat tinggi terutama untuk

    gangguan gizi akut (wasting) karena dapat

    menyebabkan tingginya angka kematian

    pada anak (WHO, 1986). Angka status gizi

    seperti ini sedikit lebih tinggi dibandingkan

    dengan angka yang diperoleh dari hasil

    survey di Propinsi Maluku Utara (Hadju

    dkk., 2002) yaitu sebesar 17.8% dan 3.9%

    (berturut-turut untuk gizi kurang dan

    buruk) sedangkan untuk stunting dan

    wasting masing-masing sebesar 22.7% dan

    9.6%.

    Masalah stunting dan wasting yang

    tinggi menunjukkan bahwa masalah gizi di

    kedua kabupaten ini adalah masalah kronik

    dan akut. Masalah kronik dapat

    berhubungan dengan tingkat kesejahteraan

    masyarakat dan juga tingkat kebiasaan

    masyarakat dalam hal pemberian makanan

    kepada anak. Seperti yang terlihat dalam

    penelitian ini, berapa banyak anak yang

    tidak diberikan makanan bergizi sejak

    mereka berumur 6 bulan. Walaupun

    diketahui ikan tersedia dalam jumlah yang

    banyak di daerah ini tapi hanya sekitar 25%

    anak yang mendapat ikan setiap hari.

    Pada penelitian ini juga ditemukan

    asupan energi yang rendah khususnya pada

    anak yang berada di atas 23 bulan. Namun

    demikian, jumlah ini tampak lebih tinggi

    dibanding asupan energi yang terlihat pada

    penelitian di Maluku Utara (Hadju dkk.,

    2002) dan di Kabupaten Barru, Sulawesi

    Selatan (Thaha dkk., 2001) yaitu hanya

    sebesar 40-50% RDA. Konsumsi protein

    yang tinggi di daerah penelitian ini

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    18

    tampaknya memberikan total keseluruhan

    asupan energi yang lebih baik.

    Hal yang mengherankan adalah

    rendahnya konsumsi ikan pada anak di atas 1

    tahun dibandingkan dengan hasil yang

    diperoleh di Maluku Utara (Hadju dkk., 2002

    dan juga di daerah pantai Sulawesi Selatan

    (data tidak dipublikasi). Hasil penelitian di

    Maluku Utara memperlihatkan konsumsi

    ikan sebanyak 56.9% sedangkan di

    Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

    memperlihatkan hasil konsumsi sebesar

    72.9%. Perlu diteliti lebih jauh mengapa

    anak-anak di wilayah penelitian ini tidak

    diberikan ikan.

    Penelitian ini juga memperlihatkan

    asupan kalori rata-rata anggota keluarga

    yang lebih rendah (1508 Kkal dan 1661 Kkal,

    masing-masing di Malra dan MTB).dari target

    nasional (2150kkal). Perlu diteliti lebih lanjut

    rendahnya asupan kalori di kedua daerah

    penelitian ini. Namun demikian skor PPH

    untuk setiap kabupaten yang mendekati

    bahkan melebihi angka nasional (84.4 dan

    72.9 berturut-turut untuk Malra dan MTB).

    Ini dapat terlihat dari variasi konsumsi yang

    lebih tinggi pada jenis-jenis sayuran dan

    hewani.

    Kesimpulan dan Rekomendasi

    Penelitian ini memperlihatkan

    tingginya anak balita yang mengalami

    masalah gizi baik underweight (BB/U),

    stunting (TB/U) maupun wasting (BB/TB).

    Gangguan gizi yang akut dan juga kronik

    diiringi dengan asupan gizi di tingkat

    keluarga yang lebih rendah dibanding jumlah

    yang dianjurkan secara nasional. Disamping

    itu kualitas MP-ASI, khususnya jumlah

    asupan gizimikro pada anak balita tampak

    rendah. Proporsi lemak dalam makanan

    yang relatih rendah sangat terkait dengan

    asupan gizi mikro yang rendah.

    Disarankan agar upaya peningkatan

    pengetahuan dan keterampilan masyarakat

    dalam memberikan makanan dan perawatan

    (asuhan) sejak ibu hamil dapat dilakukan

    dengan mempersiapkan seorang petugas

    gizi masyarakat di desa atau wilayah yang

    sangat memerlukan. Kualitas MP-ASI yang

    terbatas, terutama mereka yang tidak

    sanggup untuk menyediakan bubur susu

    buatan pabrik kepada bayinya, harus

    diiringi oleh keterampilan ibu dalam

    menggunakan bahan makanan pokok lokal

    seperti ikan dalam setiap pemberian bubur

    kepada anaknya. Disamping itu keterlibatan

    lintas sektor dalam menanggulangi masalah

    gizi dan pangan harus terus dibina. Masalah

    gizi tidak bisa hanya diselesaikan oleh orang

    kesehatan saja. Pemerintah harus

    melakukan koordinasi dengan berbagai

    lintas sektor seperti Dinas Pertanian, Dinas

    Perikanan, Dinas Sosial, dan Dinas

    Pendidikan dalam mendukung usaha

    mengatasi masalah ini secara bersama-sama.

    Daftar Pustaka

    Dean AG, Dean JA, Burton AH, and Dicker RC.

    Epi Info, version 6: a word processing, database,

    and statistics program for epidemiology on

    microcomputers. Stone Mountain, Georgia: USD,

    Incorporated, 1995.

    Gorstein J, Sullivan K, Yip R, De Onis M,

    Trowbridge F, Fajans P, and Clugston G.

    Assessment of nutritional status using

    anthropometry. Bull WHO 1994;72:273-83.

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    19

    Hadju V, Thaha AR, Dahlan DM, dan Ramli.

    Status gizi anak balita pada keluarga miskin di

    Propinsi Sulsel. Medika edisi khusus September,

    1999:27-32.

    Hadju V, Dachlan DM, Taslim NA, dkk. Kinerja

    Posyandu dan distribusi Vitadele pada anak balita

    di Kabupaten Takalar. Pada: Pangan dan Gizi:

    Masalah, Program Intervensi dan teknologi tepat

    guna. Tawali dkk., (editor). Makassar: Pusat

    Pangan Gizi dan Kesehatan Unhas, 2002a.

    Hadju V, Thaha AR, Albar A. Survey status gizi

    pada anak balita di daerah pengungsi Maluku

    Utara. Makassar: Pusat Studi Pangan, Gizi, dan

    Kesehatan, 2002.

    Jahari AB, Sandjaja, Sudiman H, Jusat I, Jalal F,

    and Minarto. The hidden problem, an analyses on

    anthropometric indicators of protein energy

    malnutrition based on Susenas data, 1999.

    Lohman TG, Roche AF, dan Martorell R, eds.

    Anthropometric standardization reference

    manual. Champaign, IL: Human Kinetics Press,

    1988.

    Marjan ZM, Taib MNM, Lin KG, dan Siong TE.

    Socio-economic determinants of nutritional status

    of children in rural penisular Malaysia. Asia

    Pacific Journal of Clinical Nutrition

    1998;3(314):307-310.

    Thaha AR, Hadju V, dan Dachlan DM. Changes

    of nutritional status at first year longitudinal

    studies of social safety net in Indonesia. Jurnal

    Medika Nusantara 2000;21(1):27-33.

    Thaha AR. Breastfeeding and macronutrient

    intake of children in Barru Subdistrict, South

    Sulawesi. Majalah Kedokteran Indonesia 2001,

    51;4:116-121

    World Health Organization (WHO). Measuring

    change in nutritional status. Geneva: World

    Health Organization, 1983.

    WHO working group. Use and

    interpretation of anthropometric indicators

    of nutritional status. Bull WHO 1986;64:929-

    41.

    World Health Organization (WHO).

    Complementary feeding of young children

    in developing countries: a review of current

    scientific knowledge. Geneva: World Health

    Organization, 1998.

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    20

    Lampiran

    :

    Tabel 1. Karakteristik pendidikan dan pekerjaan orang tua di Maluku Tenggara dan Maluku

    Tenggara Barat.

    Variabel

    Maluku

    Tenggara

    (n=300)

    Maluku

    Tenggara Barat

    (n=300)

    Total

    (n=600)

    n % n % n %

    Pendidikan ayah

    Tidak penah sekolah

    Tidak tamat SD

    Tamat SD

    Tamat SMP

    Tamat SMA(+)

    2

    14

    57

    74

    143

    0.7

    4.7

    19.0

    24.7

    48.4

    3

    24

    73

    71

    117

    1.0

    8.0

    24.3

    23.7

    39.0

    5

    38

    130

    145

    260

    0.8

    6.3

    21.7

    24.2

    43.3

    Pekerjaan ibu

    Ibu rumah tangga

    Ibu bekerja

    154

    145

    51.3

    48.3

    101

    199

    33.7

    66.3

    255

    344

    42.5

    57.3

    Pekerjaan ayah

    Petani

    Buruh harian

    Nelayan

    Pegawai negeri/swasta

    Tukang

    Supir

    Lainnya

    Tidak bekerja

    137

    12

    25

    49

    18

    16

    8

    21

    45.7

    4.0

    8.3

    16.3

    6.0

    5.4

    2.7

    7.0

    157

    4

    38

    33

    23

    7

    9

    4

    52.3

    1.3

    12.6

    11.0

    7.7

    2.4

    3.0

    1.3

    294

    16

    63

    82

    41

    23

    17

    25

    49.0

    2.7

    10.5

    13.7

    6.8

    3.9

    2.8

    4.2

    Tabel 2. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Kabupaten Maluku

    Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

    n Rata-rata

    -3 (-3)-(-2) -2

    Total 600 -1.23 7.3 20.0 72.7

    Sex

    Pria 306 -1.34 7.8 21.9 70.3

    Wanita 294 -1.13 6.8 18.0 75.2

    Kel. Umur

    0 5 bln 98 0.20 1.0 1.0 98.0 6 11 bln 96 -0.90 3.1 10.4 86.5 12 23 bln 109 -1.67 12.8 27.5 59.6

    24 35 bln 105 -1.83 13.3 33.3 53.3

    36 47 bln 97 -1.58 7.2 21.6 71.1 48 59 bln 95 -1.55 5.3 24.2 70.5

    Kabupaten

    Maluku Tenggara 300 -1.12 6.0 17.7 76.3

    Maluku Teng. Barat 300 -1.35 8.7 22.3 69.0

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    21

    Tabel 3. Status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan per umur (TB/U) di Kabupaten Maluku

    Tenggara dan Maluku Tenggara Barat.

    n Rata-rata

    -2 -2

    Total 600 -1.11 25.7 74.3

    Sex

    Pria 306 -1.22 28.4 71.6

    Wanita 294 -0.99 22.8 77.2

    Kel. Umur

    0 5 bln 98 0.69 5.1 94.9

    6 11 bln 96 -0.61 13.5 86.5

    12 23 bln 109 -1.32 28.4 71.6

    24 35 bln 105 -1.45 33.3 66.7

    36 47 bln 97 -1.57 34.0 66.0

    48 59 bln 95 -1.71 38.9 61.1

    Kabupaten

    Maluku Tenggara 300 -0.95 21.0 79.0

    Maluku Teng. Barat 300 -1.26 30.0 69.7

    Tabel 4. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB) di Kabupaten

    Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

    n Rata-rata

    -3 (-3)-(-2) -2

    Total 600 -0.71 2.8 9.3 87.8

    Sex

    Pria 306 -0.77 2.9 9.8 87.3

    Wanita 294 -0.65 2.7 8.8 88.4

    Kel. Umur

    0 5 bln 98 0.81 2.0 4.1 93.9

    6 11 bln 96 -0.52 0.0 4.2 95.8

    12 23 bln 109 -1.19 6.4 19.3 74.3

    24 35 bln 105 -1.08 2.9 9.5 87.6

    36 47 bln 97 -0.79 2.1 12.4 85.6

    48 59 bln 95 -0.67 3.2 5.3 91.6

    Kabupaten

    Maluku Tenggara 300 -0.68 3.3 9.0 87.7

    Maluku Teng. Barat 300 -0.74 2.3 9.7 88.0

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    22

    Tabel 5. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk

    Kabupaten Maluku Tenggara

    6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=56)

    WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi %

    Protein 3.1 10.0 323 5 15 300

    Vitamin A 42 214 509 126 364 289

    Folate 0 27 - 3 36.7 1223

    Niasin 4 1.50 27.5 7 2.9 41.4

    Asam pantotent 0.6 1.18 197 0.7 1.4 200

    Riboflovin 0.2 0.21 100 0.4 0.15 37.5

    Thianin 0.2 0.12 60 0.4 0.19 47.5

    Vitamin B6 0 0.28 - 0 0.43 -

    Vitamin B12 0 0.40 - 0 0.78 -

    Vitamin C 0 10.24 - 8 19.8 247

    Vitamin D 6.7 1.33 19.9 6.7 4.5 67.2

    Kalsium 353 120 34.0 196 71.3 36.4

    Fhosfor 314 186 59.2 193 242 125

    Magnesium 58 48 82.8 66 69 105

    Kalium 377 306 81.2 512 466 91.1

    Besi 20.8 1.46 7.02 11.8 1.8 15.3

    Zinc 2.3 1.24 53.9 2.4 1.42 59.2

    Mangan 12 2.57 21.42 13 1.5 11.5

    *Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI

    Tabel 6. Perbandingan konsumsi MP-ASI anak balita (6-23 bln) dengan yang dianjurkan untuk

    Kabupaten Maluku Tenggara Barat

    6-11 bln (n=48) 12-23 bln (n=53)

    WHO* Konsumsi % WHO* Konsumsi

    %

    Protein 3.1 7.28 235 5 16.6 332

    Vitamin A 42 146 348 126 531 421

    Folate 0 28 - 3 48.1 1603

    Niasin 4 1.37 34.3 7 3.6 51.4

    Asam pantotent 0.6 1.04 173 0.7 1.5 214

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    23

    Riboflovin 0.2 0.20 100 0.4 0.25 62.5

    Thiamin 0.2 0.14 70 0.4 0.3 75

    Vitamin B6 0 0.26 - 0 0.6 -

    Vitamin B12 0 0.20 - 0 0.7 -

    Vitamin C 0 7.74 - 8 21.4 268

    Vitamin D 6.7 0.23 3.4 6.7 4.13 62

    Kalsium 353 73 20.7 196 81.6 41.6

    Fhosfor 314 138 44.0 193 259 134

    Magnesium 58 54 93.1 66 108 164

    Kalium 377 248 65.8 512 625 122

    Besi 20.8 0.99 4.76 11.8 2.2 18.6

    Zinc 2.3 0.93 40.4 2.4 1.69 704

    Mangan 12 0.73 6.08 13 1.61 12.4

    *Nilai yang dianjurkan WHO bila anak mendapat ASI

    Tabel 7. Frekuensi konsumsi keluarga di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat

    (n=600).

    Jenis bahan makanan

    Frekuensi Konsumsi

    6 7 hari / minggu

    1 5 hari / minggu

    1 3 hari / bulan

    Tidak

    pernah

    Bahan makanan hewani

    Telur 4.3 11.5 32.0 52.2

    Daging; ayam/kambing/sapi/kerbau 1.5 5.2 24.7 68.7

    Ikan 38.8 37.5 17.2 6.5

    Udang/cumi/kepiting/kerang 1.2 7.7 20.0 71.2

    Hati 0.0 0.0 4.2 95.8

    Jeroan 0.2 0.2 0.7 99.0

    Bahan makanan sayuran

    Daun hijau tua 24.5 52.0 20.2 3.3

    Daun hijau muda 8.0 35.5 26.5 30.0

    Kacang panjang/kacang-kacangan 2.0 8.5 25.2 64.3

  • Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

    24

    Labu-labuan 0.7 3.8 10.5 85.0

    Wortel 1.0 3.2 12.7 83.2

    Tomat 8.5 19.7 30.3 41.5

    Jagung muda 0.2 0.0 4.0 95.8

    Buah-buahan

    Pepaya 9.7 28.2 38.3 23.8

    Nangka 0.7 2.2 10.5 86.7

    Mangga 1.5 5.7 9.8 83.0

    Nenas 0.3 3.2 6.3 90.2

    Pisang 6.0 29.3 39.8 24.8

    Sawo 0.3 1.2 3.2 95.3

    Tabel 8. Pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara

    Barat (n=600).

    No Kelompok

    Bahan Makanan Bobot

    Konsumsi Energi

    Skor

    PPH Kkal

    %

    Terhadap

    Total Kkal

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    1 Padi-padian 0.5 778 49.09 24.5

    2 Umbi-umbian 0.5 214 13.50 6.8

    3 Hewani 2.0 149 9.40 18.8

    4 Minyak / Lemak 1.0 123 7.76 7.8

    5 Kacang-kacangan 2.0 28 1.77 3.5

    6 Buah / Biji berminyak 0.5 153 9.65 4.8

    7 Gula 0.5 65 4.10 2.1

    8 Sayur-sayuran dan buah-

    buahan 2.0 75 4.73 9.5

    Jumlah 1585 100% 77.8