Skripsi Vitamin A
-
Upload
norman-ahmad-riyandi -
Category
Documents
-
view
387 -
download
42
Transcript of Skripsi Vitamin A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
nyata di lebih 70 negara (Chakravarty, 2000) termasuk Asia tenggara (Combs
et al , 1998). Pada tahun 1995, diperkirakan sekitar 3 juta anak –anak di
seluruh dunia setiap tahun menunjukkan Xerophthalmia, yaitu, mereka secara
klinis defisien vitamin A dan berada dalam resiko kebutaan. Selain itu, sekitar
250 juta lagi anak-anak Balita diperkirakan mengalami defisien vitamin A
secara subklinis dan berada dalam resiko morbiditas yang parah dan kematian
premature (Howson et al ,1998). Tergantung kepada kriteria yang digunakan,
jumlah orang dengan defisiensi vitamin A di dunia dapat mencapai lebih dari
500 juta (West, 1998).
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan
kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi
utama di Indonesia. Kebutaan karena kekurangan vitamin A terutama
dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerah-daerah. Dari
hasil survei karakterisasi defisiensi dan xeropthalmia yang dilaksanakan pada
tahun 1976-1979 ternyata di Indonesia 60.000 anak pra sekolah terancam
corneal xeropthalmia, lebih dari 1 juta orang menderita buta. Penyebab utama
1
kebutaan yang terjadi pada anak-anak adalah karena kekurangan vitamin A
(R. Soehadi, 1994).
Hasil penelitian HKI tentang kecukupan gizi Balita tahun 1999
memperlihatkan 50 % atau hampir 10 juta Balita Indonesia tidak mendapatkan
makanan yang cukup kandungan vitamin A nya. Di Indonesia, sekitar 10 juta
Balita dari jumlah populasi target sebesar 20 juta Balita beresiko KVA.
Prevalensi KVA menurut survei vitamin A tahun 1992 antara lain pada
xeropthalmia sebesar 0,33 %. Namun, secara subklinis prevalensi KVA
terutama pada kadar serum retinol dalam darah (kurang dari 20µg/dl) pada
balita sebesar 50 %. Survei nasional xeropthalmia di Indonesia sebesar 1,34 %
atau sekitar hampir tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan
WHO (XIB<0,5 %) (Siswono, 2004).
Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia pada tahun
1992.Walaupun bebas dari xeropthalmia, survei nasional vitamin A tahun
1992 masih menjumpai 50% dari Balita mempunyai serum retinol
<20mcg/100 ml ini. Tingginya proporsi Balita dengan serum retinol
<20mcg/100 ml ini menyebabkan anak Balita di Indonesia berisiko tinggi
untuk terjadinya xeropthalmia, dan menjadi sangat tergantung dengan kapsul
vitamin A dosis tinggi. Selain itu penyuluhan untuk menkonsumsi sayur dan
buah berwarna menjadi sangat penting untuk mempertahankan Indonesia tetap
bebas dari xeropthalmia. Ada kemungkinan penyuluhan kurang berhasil,
maka cakupan kapsul vitamin A yang <80% akan membuka kemungkinan
2
munculnya kasus xeropthalmia.Hal ini terbukti dengan laporan NTB pada
tahun 2000 lalu yang masih menemukan kasus xeropthalmia. Ada
kemungkinan provinsi lain yang belum berhasil mencakup >80% kapsul
vitamin A terdistribusi pada balita akan menemukan kembali kasus
xeropthalmia.Oleh karenanya cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi
diharapkan 80% minimal untuk mencegah munculnya kasus xeropthalmia,
kecuali konsumsi sayur dan buah berwarna sudah memadai/mencukupi
kebutuhan sehari-hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).
Berdasarkan indikator klinis, yaitu xeropthalmia prevalensi KVA telah
menurun tajam dari 1,33% pada tahun 1978 menjadi 0,33% pada tahun 1992.
Dengan keberhasilan ini maka kebutaan akibat KVA secara nasional sudah
bukan masalah kesehatan masyarakat lagi jika mengacu pada kriteria WHO
(xeropthalmia< 0,5%). Namun demikian, masih terdapat tiga propinsi dengan
prevalensi diatas kriteria WHO, propinsi tersebut adalah Sulawesi Selatan
2,9%, Maluku 0,8%, Sulawesi Tenggara 0,6 (Rimbawan dan Yayuk F
Baliwati, 2004).
Ditinjau dari indikator subklinis berdasarkan kadar vitamin A dalam
darah (serum retinol < 20 µg/dl). Masih terdapat 50,2 % Balita menderita
KVA subklinis. Dengan indikator ini, KVA masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena batas terendah menurut WHO adalah 5 %. Hal
ini berarti terdapat satu juta Balita yang beresiko tinggi menjadi buta karena
KVA (Rimbawan dan Yayuk F Baliwati, 2004).
3
Dalam menanggulangi masalah KVA telah dilakukan program
pemberian kapsul vitamin A kepada anak Balita setiap Bulan Februari dan
Agustus serta kepada Ibu yang baru melahirkan. Untuk penanggulangan
dalam jangka panjang dilakukan program peningkatan konsumsi makanan
sumber vitamin A alamiah (SUVITA) baik sayur-sayuran maupun buah-
buahan (Hadju, 1997).
Penelitian di Jateng tahun 1988 menunjukkan bahwa Ibu-Ibu Balita
pada umumnya pernah tahu dan melihat kapsul vitamin A, salah mengerti
tentang guna vitamin A, namun secara garis besar baik bahwa vitamin A baik
untuk kesehatan anak,lupa dan tak jelas tata cara pemberian dan mendapatkan
kapsul vitamin A, serta tak tahu harga vitamin A (Purjanto, 1994).
Pada studi tahun 1991 di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulsel dan
NTB tahun 1991 menunjukkan 76,6% responden pernah mendengar kapsul
vitamin A dari jumlah tersebut 73,5%nya pernah memberikan kepada balita.
Diantara yang belum memberikan kapsul vitamin A sebanyak 38,7%
menyatakan anaknya belum cukup umur, 26,4% menyatakan alasan lain dan
19,9 % tak tahu apa perlu vitamin A untuk anak. Hal lain bahwa di posyandu
tak ada pelayanan kapsul vitamin A(9%) dan terlihat nyata di NTB 16,1%
(Purjanto, 1994).
Menurut hasil penelitian Syafruddin Nurdin (2002) dalam tesisnya
yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
kunjungan Ibu ke posyandu terhadap cakupan imunisasi serta kapsul vitamin
4
A di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2002
didapatkan hasil bahwa ada hubungan pengetahuan ibu tentang manfaat
pemberian imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A pada Balitanya dengan
kunjungan Ibu ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi dan kapsul vitamin
A. Dengan banyaknya Ibu-Ibu yang berkunjung ke Posyandu untuk
memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A terhadap Balitanya maka
cakupan imunisasi dan kapsul vitamin A akan tinggi pula karena banyaknya
jumlah sasaran yang mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh A. Chandrawali
(2000) dijelaskan bahwa jarak yang dekat dengan tempat tinggal ibu ke
posyandu merupakan salah satu faktor pendukung Ibu-Ibu untuk membawa
Balitanya ke posyandu, dimana posyandu tersebut mereka beranggapan bahwa
Balita mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis seperti pemberian
imunisasi, PMT, kapsul vitamin A dan lainnya. Selain itu dukungan dari kader
posyandu atau keaktifan kader posyandu dengan hadirnya mereka pada saat
imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A di posyandu dapat berjalan dengan
lancar.
Wawancara ibu-ibu pengguna Posyandu di Kecamatan Bulukumpa
memberikan tanggapan dan pendapatnya tentang adanya Ibu yang tidak
berkunjung ke Posyandu antara lain karena Ibu-Ibu tersebut tidak ingat
tentang pelaksanaan hari Posyandu dan jadwal pemberian kapsul vitamin A
pada Balitanya, adapula yang beralasan karena malas ataupun sibuk, jarak
5
yang jauh dan paling menarik tanggapan Ibu yang mengungkapkan bahwa ada
yang tidak datang karena tidak ada PMT, imunisasi Balitanya sudah lengkap,
penimbangan dan pemberian kapsul vitamin A terhadap Balitanya mereka
rasa tidak begitu penting. Hal yang diungkapkan Ibu-Ibu pengguna Posyandu
tersebut merupakan faktor yang menyebabkan cakupan imunisasi dan
pemberian kapsul vitamin A pada Balita masih rendah karena kurangnya
Balita yang berkunjung ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A.
Hasil cakupan vitamin A pada tahun 2002 yang sangat terintegrasi
dengan Pekan Imunisasi Nasional Polio pada Agustus 2002 mencapai 83,6 %
pada bayi dan 85,1 % pada Balita. Hal ini cukup menggembirakan karena
telah melampaui 80 % sebagai target nasional yang ditetapkan. Namun
cakupan tersebut menurun kembali pada bulan Februari dan Agustus tahun
2003 menjadi sebesar 56,63 % pada bayi dan 71,53 % pada Balita
(www.Depkes.go.id di akses tanggal 3 Juni 2005).
Berdasarkan laporan dari petugas Gizi Dinas kesehatan Kabupaten
Pangkep mengenai cakupan distribusi vitamin A pada Balita di semua wilayah
kerja puskesmas yang ada di Kabupaten Pangkep pada Bulan Februari 2004
rata- rata cakupannya sudah tinggi yakni rata-rata 80% dan bahkan ada yang
melampui target namun ada satu wilayah kerja puskesmas yaitu Puskesmas
Bontoperak yang cakupannya masih rendah yakni 51,7 % sementara yang
diharapkan minimal 80 % (Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, 2004).
6
Penelitian tentang vitamin A sudah sering dilakukan, sehingga peneliti
ingin menggali informasi secara mendalam faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep tahun 2005.
B. Rumusan Masalah
Cakupan kapsul vitamin A bagi anak Balita tahun 2003 turun sekitar
64% dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, sekitar 10 juta anak Balita di
Indonesia terancam kekurangan pasokan vitamin A. Jika hal ini terus
dibiarkan, potensi Balita Indonesia terkena gangguan penglihatan dan
penurunan daya tahan tubuh akan makin terbuka.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini yakni dengan menggali informasi dari petugas puskesmas, kader posyandu
serta ibu dari Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul vitamin A tentang
variabel input dan proses dalam hal pelayanan pemberian kapsul vitamin A
pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep Tahun
2005.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menggali informasi secara mendalam faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak kabupaten Pangkep tahun
2005.
7
2. Tujuan khusus
a. Untuk menggali informasi tentang pelayanan kapsul vitamin
A dengan mengetahui variabel input pada program pelayanan kapsul
vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
Kabupaten Pangkep tahun 2005.
b. Untuk menggali informasi tentang pelayanan kapsul vitamin
A pada Balita dengan mengetahui variabel proses pada program
pelayanan kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak Kabupaten Pangkep tahun 2005.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah
Kabupaten Pangkep dapat dijadikan acuan dalam menentukan program
penanggulangan KVA dan distribusi kapsul vitamin A di Kabupaten
Pangkep.
2. Bagi kepala Puskesmas Bontoperak dapat menjadi masukan dalam
memperbaiki sistem pengelolaan kapsul vitamin A pada Balita yang ada di
wilayah kerjanya.
3. Bagi peneliti lain merupakan bahan referensi yang dapat dijadikan acuan
khususnya dalam penelitian tentang vitamin A.
4. Bagi penulis merupakan pengalaman berharga dalam melakukan
penelitian ilmiah dimasa yang akan datang.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Vitamin A
1. Bentuk dan Sifat Vitamin A
Vitamin A adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan seluruh
retinal yang mempunyai aktivitas biologi dari all-trans retinal. Vitamin A,
suatu alkohol kristal yang berwarna kuning muda, dinamakan retinal
berdasarkan fungsi spesifiknya dalam retina mata. Bentuk yang aktif
secara biologi dari vitamin A adalah yang berhubungan dengan aldehyde
(retinal) dan asam (asam retinoat) (krauses’s 1992 dalam Hadju, 1997).
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak adalah istilah
umum bagi beberapa campuran kimia yang sejenis. Campuran tersebut
terdapat kalau bukan sebagai vitamin A dalam bentuk retinal, adalah
sebagai provitamin dalam zat warna karotenoid tanaman. Oleh karena
bahan tesebut dapat dirubah menjadi vitamin A dalam tubuh, jumlah
pendahuluannya atau provitamin A dalam pangan dinyatakan sebagai nilai
vitamin A.
Sumber vitamin A dapat diperoleh dalam dua bentuk yaitu preformed
vitamin A atau retinal yang hanya terkandung dalam bahan makanan
hewani serta merupakan vitamin A yang aktif. Dan prekursor vitamin A
9
atau vitamin A yang dalam tubuh diubah menjadi vitamin A aktif yang
terkandung dalam bahan makanan nabati (Sedioetama, 1999).
Dalam bahan makanan terdapat vitamin A dalam bentuk karoten
sebagai ester dari vitamin A dan vitamin A bebas. Keaktifan biologis
karoten jauh lebih rendah dibandingkan dengan vitamin A bagi
masyarakat di negara sedang berkembang, maka absorpsi dan ketersediaan
karoten perlu diketahui.
2. Sumber-sumber Vitamin A
Vitamin A tidak dapat disintesa dalam tubuh. vitamin A biasanya
didapatkan dari makanan sehari-hari sebagai vitamin A (Preformed
vitamin A). atau sebagai karoten (provitamin A) atau campuran dari
keduanya. Sumber-sumber vitamin A dalam makanan terdiri dari :
a. Nabati
Provitamin A biasanya dalam bentuk beta karoten ditemukan
dalam pangan seperti jagung kuning, wortel, labu, semangka, tomat,
sayuran berdaun hijau tua, beberapa jenis ceri dan berbagi buah yang
dagingnya berwarna kuning dan jingga. Beberapa buah yang terdapat
di Asia Tenggara yang menyediakan vitamin A adalah mangga dan
pepaya. Sayuran berdaun hijau tua merupakan sumber Vitamin A yang
lebih baik daripada sayuran berwarna muda (Suhardjo dkk, 1986).
Pada sayuran hijau yang berwarna tua, warna kuning atau
jingga pigmen karotenoid tidak dapat dilihat karena pigmen tersebut
10
diliputi hijau daun pada tanaman tersebut. Daun hijau tua dari banyak
tanaman yang biasanya tidak dimakan teratur seperti akar dan
buahnya, merupakan sumber yang kaya akan nilai Vitamin A.
Penggunaan lebih banyak daun yang empuk seperti daun singkong,
kacang polong, labu, semangka, ubi jalar dan daun pepaya harus
digalakkan.
b. Hewani
Dalam bahan makanan hewani sumber vitamin A biasanya
terdapat dalam bentuk retinal seperti susu, mentega, keju, kuning telur
dan hati serta berbagai jenis ikan yang tinggi kandungan lemaknya.
Lemak binatang dan lemak jenuh mempunyai kemampuan lebih besar
untuk melarutkan vitamin A daripada lemak tidak jenuh atau lemak
nabati.
c. Makanan Hasil fortifikasi
Sumber vitamin A dari hasil fortifikasi adalah margarine, susu,
kental manis, susu bubuk, makanan bayi (bubur).
3. Fungsi vitamin A
Fungsi vitamin A dalam tubuh mencakup tiga golongan besar yaitu
proses melihat, metabolisme umum dan proses reproduksi. Selain itu,
vitamin A juga menaikkan daya tahan tubuh karena kadar vitamin A yang
cukup dalam serum darah akan meningkatkan respon tubuh untuk
11
memproduksi sel darah putih yang berfungsi dalam sintesa pertahanan
tubuh khususnya unuk melawan penyakit infeksi (sediaoetama, 1999).
4. Angka kecukupan vitamin A
Kekurangan maupun kelebihan dalam asupan vitamin A dapat
memunculkan resiko yang merugikan kesehatan. Karenanya angka
kecukupan vitamin A yang ditetapkan adalah vitamin A yang harus
didapatkan setiap hari untuk mempertahankan status vitamin A pada level
atau tingkat yang memuaskan atau cukup, tingkat konsentrasi vitamin A
yang cukup dalam hati adalah 20 µg/berat basah. Tanda-tanda klinis dari
defesiensi vitamin A akan muncul jika cadangannya tak berarti lagi. Hal
itu hanya terjadi bilamana rata-rata asupan harian vitamin A sangat rendah
untuk jangka waktu lama. Orang yang mempunyai tingkat vitamin A yang
cukup dalam hatinya, tidak akan menunjukkan tanda-tanda difesiensi
walaupun mereka tidak mempunyai asupan vitamin A untuk jangka waktu
sekitar tiga bulan (Widyakarya Nasional Pangan dan gizi, 2004).
12
Berikut angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan bagi orang
Indonesia berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan gizi, 2004.
Tabel 1.Kecukupan Vitamin A Yang Dianjurkan (orang/hari)
Golongan umur Vitamin A (RE)
0-6 bulan7-12 bulan1-3 tahun4-6 tahun7-9 tahun
Pria10-12 tahun13-15 tahun16-18 tahun19-29 tahun30-49 tahun50-64 tahun65+ tahun
Wanita10-12 tahun13-15 tahun16-18 tahun19-29 tahun30-49 tahun50-64 tahun65+ tahun
HamilTrim. ITrim. IITrim.III
Menyusui
375400400450500
600600600600600600600
600600600500500500500
+300+300+300
13
6 bln ft6 bln nd
+300+300
Sumber : Widyakarya nasional pangan dan gizi 2004.
5. Epidemiologi defisiensi vitamin A
Penyebab defisiensi vitamin A bisa sangat kompleks, dan tergantung
pada jenis serta jumlah vitamin dan provitamin yang dicerna dan
tergantung pada penyerapan, pengangkutan dan kapasitas penyimpanan
dan kebutuhan metabolik individu. Nampaknya keadaan penyakit yang
tidak saling berkaitan dapat mengubah setiap faktor ini secara dramatis
dan pada gilirannya mengubah keseimbangan vitamin A pada individu.
Penyebab dan kontribusi setiap faktor ini dapat bervariasi dari suatu
masyarakat ke masyarakat lainnya menyebabkan pola epidemiologi yang
berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, musim, jumlah orang yang terkena
dan proporsi relatif kasus dengan dan tanpa xeropthalmia serta
keterlibatan kornea. Namun pada umumnya defisiensi vitamin A yang
penting secara klinis yang menyebabkan peningkatan mortalitas atau
kebutaan adalah terutama merupakan penyakit anak-anak kecil,
kebanyakan dari mereka berasal dari masyarakat pedesaan yang miskin
dan perkampungan kumuh di kota.
1. Usia
14
Anak-anak dilahirkan dengan cadangan vitamin A yang terbatas,
dan bila seorang ibu kekurangan vitamin A maka simpanan pada bayi
yang baru lahir akan lebih sedikit lagi. Kolostrum dan air susu ibu
yang awal adalah sumber vitamin A pekat. Selama 6-12 bulan pertama
kehidupan, kebanyakan bayi hampir sepenuhnya tergantung pada
vitamin A yang terdapat pada air susu ibu yang siap diserap. Bila
seorang ibu menderita defisiensi vitamin A maka jumlah vitamin A
yang terdapat dalam air susunya juga turun. Anak yang disapih sering
kurang beruntung terutama bila anak tersebut menerima susu skim
tidak difortifikasi yang memang rendah vitamin A atau susu murni
yang terlalu diencerkan dengan air. Setelah 4-6 bulan kehidupan,
seorang anak memerlukan makanan tambahan dengan makanan kaya
vitamin atau provitamin A. Karena berbagai macam alasan terutama
karena ketidaktahuan,pilihan,biaya, atau tidak tersedia maka makanan
ini tidak dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.
Walaupun rata-rata mortalitas untuk anak pra-sekolah yang
lebih besar dan anak usia sekolah yang lebih muda adalah rendah
dibandingkan dengan rata-rata untuk tahun pertama atau tahun kedua
kehidupan, status vitamin A dapat mempunyai pengaruh lebih besar
terhadap angka mortalitas anak yang lebih tua dibanding anak yang
lebih muda.
2. Jenis kelamin
15
Anak laki-laki sering lebih beresiko lebih tinggi terhadap
xeropthalmia (rabun senja dan bercak bitot) dibanding anak
perempuan. Namun, pada kebanyakan masyarakat atau kebudayaan,
risiko kebutaan, risiko kebutaan xeropthalmia yang berat (ulserasi
kornea dan keratomalasia) sama pada kedua jenis kelamin; perbaikan
status vitamin A umumnya sama-sama menurunkan mortalitas kedua
jenis kelamin.
3. Musim.
Xeropthalmia terjadi lebih merata pada waktu-waktu tertentu
sepanjang tahun, pola ini ditentukan oleh keparahan dan keterkaitan
bersama macam-macam faktor yang mengganggu status vitamin A.
sebagai contoh, pada banyak daerah di dunia, sumber vitamin A dan
makanan keseluruhan cadangannya sedikit pada musim panas dan
kering, dan campak serta diare sering terjadi. Campak adalah faktor
musiman yang penting, mencetuskan sebanyak 25-50 % kasus
kebutaan xeropthalmia di Asia dan bahkan lebih banyak di Afrika.
Campak dikatakan penyakit yang paling sering menyebabkan kebutaan
pada masa anak-anak, sebagian besar kebutaan masa anak-anak
disebabkan dekompensasi status vitamin A yang diinduksi oleh
campak (Sommer, Alfred dalam Vivi Sadikin, 2004).
6. Defisiensi vitamin A
16
Defisiensi vitamin A didiagnosa berdasarkan kadar vitamin A dalam
darah, gejala-gejala xeropthalmia dan anamnesa konsumsi makanan serta
kelainan kulit.
Faktor-faktor penyebab defesiensi vitamin A adalah multiple, yang
disebabkan oleh berbagai faktor penyebab yang dapat dilihat pada bagan
berikut :
Bagan 1. Sistem Yang Mendukung Timbulnya Defesiensi Vitamin A
Sumber : Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi, 1999
Gejala pada mata yang berhubungan dengan defesiensi vitamin A
disebut xeropthalmia dan menurut WHO (1982) dibuat kriteria kelainan
tersebut menjadi beberapa keadaan yaitu:
a. Buta senja (XN)
17
Pendidikan umum dan pengetahuan gizi
Pekerjaan sulit
Daya beli rendah
Kebiasaan makan salah
Konsumsi vitamin A dan karoten kurang gizi
Defisiensi vitamin A
Hygiene kurang
Infeksi dan investasi parasit
Absorpsi dan utilitasi terhambat
Diarrhoea dan stearrhoe
Konsumsi lemak dan protein kurang
b. Kekeringan pada konjuctiva (X1A)
c. Bercak bitot (X1B)
d. Kekeringan pada kornea (X2)
e. Ulkus pada kornea < 1/3 permukaan (X3A)
f. Ulkus pada kornea >1/3 permukaan (X3B)
g. Jaringan parut pada kornea (XS)
h. Xeropthalmia fundus (XF)
Sumber : Agusman, Suharti, 1996 dalam Marlinda P, 2002.
Defesiensi vitamin A dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat
apabila dalam suatu daerah terdapat kriteria sebagai berikut:
1. X1B 0,5 % dari populasi yang mempunyai resiko.
2. X2 + X3A + X3B 0,01 % dari populasi yang mempunyai risiko.
3. XS 0,1 % dari populasi yang mempunyai risiko.
4. XN 1 % dari populasi yang mempunyai risiko.
5. Serum vitamin A < 10 uq/dl sebanyak 5 % dari populasi yang
mempunyai risiko.
B. Tinjauan Umum tentang Kapsul Vitamin A
Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (esensial) bagi manusia.
Karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari
luar. Tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui :
1. Bahan makanan seperti : bayam, daun singkong, pepaya matang, hati
kuning telur dan juga ASI.
18
2. Bahan makanan yang diperkaya dengan vitamin A.
3. Kapsul vitamin A dosis tinggi.
Vitamin A sangat penting untuk kesehatan mata dan mencegah
kebutaan dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh,
anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak atau
penyakit infeksi lain maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi
parah sehingga tidak membahayakan jiwa anak.
Bukti-bukti menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan
angka kematian yaitu sekitar 30 %-54 %, maka selain untuk mencegah
kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan
hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak (Depkes RI, 1996).
Departemen Kesehatan RI, melalui program suplementasi kapsul
vitamin A, menyediakan kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 IU. Anak
balita bisa mendapatkan satu kapsul secara langsung di Posyandu pada Bulan
Februari dan Agustus. Satu kapsul vitamin A setiap enam bulan mulai usia 1
hingga 5 tahun, ditambah pemberian makanan yang mengandung vitamin A
setiap hari akan menjamin kecukupan vitamin A anak Balita. Upaya
peningkatan konsumsi makanan kaya vitamin A ternyata merupakan cara
yang paling sesuai untuk jangka panjang. Sekarang ini, pemberian kapsul
vitamin A dipilih sebagai cara yang mudah, murah dan cepat untuk menjamin
agar anak Balita di Indonesia tidak menderita kekurangan vitamin A.
19
Kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 IU diberikan
kepada bayi berusia 6-11 bulan, sedangkan kapsul vitamin A berwarna merah
dengan dosis 200.000 IU untuk anak Balita usia 12-59 bulan. Vitamin A dosis
tinggi, baik yang biru maupun yang merah, tidak diperjualbelikan secara
bebas dapat diperoleh di posyandu atau puskesmas pada setiap bulan Februari
dan Agustus secara gratis (Depkes RI, 2003).
C. Tinjauan Umum tentang Perilaku
Solita Sarwono (1993) dalam Hayati (2002) menyatakan bahwa
masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang, pada dasarnya
menyangkut dua aspek utama yaitu yang pertama ialah aspek fisik seperti
tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua
adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku
ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu
maupun masyarakat.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan:
berpikir,berpendapat,bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala
bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya
20
yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya
yang berhubungan dengan kesehatan.
Skinner (1993) dalam Hayati (2002) seorang ahli perilaku,
mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus) dengan respon.
Robert Kwick (1974) dalam Hayati (2002) perilaku adalah tindakan
atau pembuatan suatu organisasi yang diamati bahkan dipelajari.
Rogers (1974) dalam Hayati (2002) mengungkapkan bahwa sebelum
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan yaitu :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik), sikap subjek mulai tumbuh.
c. Evaluation(menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Lawrence Green (1980) dalam Hayati (2002) menganalisa perilaku
berangkat dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor perilaku (behaviour cause) dan
21
faktor diluar perilaku (non behaviour cause). Selanjutnya perilaku dibentuk
oleh tiga faktor :
- Faktor predisposisi (predisposising factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap dan kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
- Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-prasarana
kesehatan misalnya : puskesmas, obat-obatan,alat alat kontrasepsi, jamban dan
sebagainya.
- Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan yang lain merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
Disamping itu, bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,tradisi dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan ketersediaan
fasilitas dan sikap perilaku para petugas kesehatan akan mendukung dan
memperkuat perilaku seseorang.
Benyamin Bloom (1908) dalam Hayati (2002) membagi perilaku
kedalam 3 domain yaitu : cognitive domain, effective domain, psychomotor
domain. Ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), praktik atau tindakan (practice).
1. Pengetahuan
22
Pengetahuan juga dijelaskan sebagai hasil tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 1999).
Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Hayati (2002) seorang ahli
psikologi pendidikan, pengetahuan merupakan bagian dari kognitif domain
yang mencakup 6 tingkatan yaitu :
1. Tahu (Know).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2. Memahami (Comprehension).
Memahami yaitu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
23
Analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau
objek kedalam komponen-komponen yang masih ada kaitannya satu sama
lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam menganalisa dan juga mampu menyusun kembali
baik bentuk semula maupun kebentuk yang lain.
6. Evaluasi (evaluation).
Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian atau justifikasi
terhadap suatu materi atau objek.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Purjanto di Sulawesi
Selatan pada tahun 1986 bahwa sebagian besar ibu-ibu belum dan tidak
mengetahui manfaat kapsul vitamin A dan bahan sumber vitamin A.
Kekurangtahuan ini karena kurangnya informasi yang disampaikan oleh
petugas puskesmas. Sementara hasil penelitiannya di Jatim, Jateng, Jabar
dan DKI Jakarta tahun 1990 ditemukan 64,4 % ibu-ibu mengetahui sumber
vitamin A, hanya 38 % tahu guna vitamin A, 29,1 % mengangap vitamin A
perlu untuk anak Balitanya.
2. Sikap
Mar′at (1994) dalam Hayati (2002) mengatakan bahwa : sikap
merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai
dengan rangsang yang diterimanya.
24
Newcomb, adalah seorang ahli psikologi sosial yang menyatakan
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesadaran untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan/aktivitas akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku.
Feishbern dan Ajsen (1975) dalam Hayati (2002) juga mengatakan
bahwa sikap merupakan predisposisi dari respon, suatu kebiasaan yang
menetap untuk menyukai atau tidak menyukai objek tertentu.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai
tingkatan yakni :
a. Menerima ( receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat
dilihat dari kebiasaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah
tentang gizi.
b. Merespon ( responding).
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan, setelah pekerjaan itu apakah benar atau salah adalah berarti
bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
25
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu
mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk
pergi menimbang anaknya di posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi,
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible).
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (sikap manusia).
3. Praktik atau tindakan (practice).
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over
behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perubahan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan factor
fasilitas, dukungan atau support dari pihak lain.
a. Persepsi (perception).
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan tingkat pertama.
b. Respons terpimpin (guided respons).
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
contoh.
c. Mekanisme (mechanism).
26
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu telah merupakan kebiasaan.
d. Adaptasi (adaption).
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut. Misalnya pegawai kesehatan sudah biasa
menghidangkan makanan seimbang setiap hari.
D. Tinjauan Umum tentang Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah bentuk operasional dari keterpaduan KB kesehatan
dimana terdapat pertemuan antara pelayanan professional dan non
professional (kader) yang diselenggarakan atas usaha masyarakat atau
swakelola masyarakat (Warta Posyandu 1994 dalam Andi Asri Adikusuma,
2004).
Pengertian Posyandu bila dilihat dari segi kualitatif dibagi menjadi dua
Posyandu yaitu Posyandu secara sederhana dan Posyandu dengan jenis
pelayanan yang terbatas dan tertentu yang dapat dilaksanakan oleh
masyarakat sendiri atau bersama dengan petugas kesehatan (Puskesmas).
Tenaga pelaksana dari masyarakat adalah kader, sedangkan dari petugas
Puskesmas adalah juru imunisasi, perawat atau petugas PLKB dan lain-lain.
Sedangkan secara paripurna adalah Posyandu dengan jenis pelayanan
yang lengkap, termasuk pelayanan profesional lengkap (KIA, KB, Gizi,
27
imunisasi, pencegahan diare, dan lain-lain). Sebagai tenaga pelaksana dari
masyarakat adalah kader dengan petugas lainnya dengan didampingi
petugas Puskesmas dan petugas BKKBN sehingga dapat menyelenggarakan
pelayanan paripurna sesuai dengan sistem lima meja (Alwy ashaby,1998
dalam Andi asri adikusuma, 2004).
2. Penyelenggaraan Posyandu
Posyandu direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala
desa dan LKMD (seksi KB-kesehatan dan PKK) dengan bimbingan tim
pembina LKMD tingkat kecamatan. Penyelenggaraan dilakukan oleh kader
yang terlatih dibidang KB kesehatan. Posyandu melayani semua anggota
masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak Balita serta
pasangan usia subur (PUS). Posyandu sebaiknya melayani sekitar 100
Balita (120 kk) atau sesuai dengan petugas dan keadaan setempat, seperti
keadaan geografis, jarak antara kelompok rumah, jumlah kelompok
keluarga dalam satu kelompok.
Penyelenggaraan Posyandu dilakukan dengan “pola lima meja”
sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
Meja 1 : Pendaftaran.
Meja 2 : Penimbangan bayi dan anak Balita.
Meja 3 : Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat).
Meja 4 : Penyuluhan perorangan
28
a. Mengenai Balita berdasarkan hasil penimbangan berat
badannya naik atau turun, diikuti dengan pemberian makanan
tambahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi.
b. Terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi,
diikuti dengan pemberian tablet besi.
c. Terhadap PUS agar menjadi peserta KB lestari diikuti dengan
pemberian kondom, pil atau tablet besi.
Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional (dokter, bidan, jurim,
perkarya, sanitarian) meliputi pelayanan KIA, KB, imunisasi
dan pengobatan serta pelayanan lain sesuai dengan
kebutuhan setempat.
3. Kegiatan Posyandu
Kegiatan posyandu meliputi lima kegiatan program :
a. Keluarga Berencana
1)Komunikasi, informasi dan edukasi tentang KB.
2)Motivasi keluarga berencana.
3)Pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta.
4)Pelayanan ulang bagi peserta KB.
5)Pembinaan dan pengayoman peserta KB termasuk upaya pengalihan ke
sejenis kontrasepsi yang lebih mantap.
6)Pendataan dan pemetaan.
7)Pencatatan dan pelaporan.
29
b.Kesejahteraan Ibu dan Anak
1)KIE tentang KIA
2)Pemeriksaan ibu hamil dalam rangka penjaringan ibu hamil risiko tinggi
dengan menggunakan kartu monitoring ibu hamil.
3)Identifikasi ibu hamil dengan risiko tinggi.
4)Pemeriksaan bayi masa nifas dan menyusui.
5)Pencatatan dan pelaporan.
6)Rujuk kasus-kasus sulit ke Puskesmas.
c.Perbaikan gizi
1) Penyuluhan tentang gizi.
2)Monitoring pertumbuhan Balita dengan KMS dalam rangka penjaringan
Balita dengan gizi kurang buruk.
3)Pemberian makanan tambahan dan pendidikan menu seimbang
4)Pemberian vitamin A dosis tinggi.
5)Pemberian tablet Fe bagi ibu hamil.
6)Penanggulangan Balita dengan gizi kurang atau buruk dan ibu hamil dengan
gizi kurang atau buruk.
7)Pencatatan dan pelaporan.
d.Imunisasi
1)Penyuluhan tentang imunisasi dan efek sampingnya.
2)Melakukan imunisasi BCG, DPT, polio dan campak pada bayi dan Balita.
3)Melakukan imunisasi TT pada ibu hamil.
30
4)Pencatatan dan pelaporan.
e.Penanggulangan Diare
1)Penyuluhan tentang penyakit diare atau mencret.
2)Memasyarakatkan pemakaian oralit/larutan gula garam dan cara
pembuatannya.
3)Penyuluhan dan pengobatan kasus diare
4)Rujukan kasus-kasus dengan dehidrasi ke puskesmas
4. Kunjungan ibu ke Posyandu
Yang dimaksud dengan kunjungan ibu ke Posyandu pada penelitian ini
adalah seberapa sering ibu ke Posyandu membawa Balitanya untuk
mendapatkan kapsul vitamin A. Dengan rutinnya ibu-ibu membawa
Balitanya setiap ada pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A yaitu pada
saat hari Posyandu maka tentunya diharapkan cakupan kapsul vitamin A
akan tinggi pula serta akan memudahkan kader Posyandu maupun petugas
Puskesmas dalam menangani distribusi kapsul vitamin A terhadap Balita.
Selain itu, sweeping atau kunjungan ke rumah-rumah warga yang
mempunyai Balita dan belum mendapatkan kapsul vitamin A karena tidak
hadir pada saat pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A tidak perlu lagi
dilakukan bila seluruh Balita yang menjadi sasaran dalam pemberian kapsul
vitamin A di satu wilayah kerja Puskesmas tertentu hadir dan telah
menerima kapsul pada saat hari Posyandu. Semakin banyak ibu-ibu yang
31
berkunjung ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A, maka
cakupan kapsul vitamin A pada Balita akan tinggi pula.
5. Keaktifan kader Posyandu
Kader adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat, dipilih dan
mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat dan telah mendapatkan
latihan serta merasa terpanggil untuk melaksanakan, memelihara dan
mengembangkan kegiatan kesehatan yang tumbuh ditengah-tengah
masyarakat dalam upaya pengembangan dan peningkatan kesejahteraan
(wanita Posyandu, 1994 dalam Andi asri adikusuma, 2004).
Adapun tugas seseorang kader Posyandu adalah :
a. Menyiapkan pelaksanaan kegiatan UPGK di Posyandu:
menyampaikan pemberitahuan kepada ibu Balita, ibu hamil dan ibu
menyusui tentang jadwal kegiatan hari buka Posyandu, menyiapkan
sarana kegiatan (buku register, tablet tambah darah, kapsul vitamin
A, lembar balik menuju keluarga sehat), mengatur pembagian tugas
pelaksana.
b. Melaksanakan kegiatan UPGK di Posyandu: melakukan
pendaftaran peserta, menimbang Balita, mencatat hasil penimbangan
dalam buku register dan memasukkan dalam KMS, menilai hasil
penimbangan, melakukan penyuluhan sesuai hasil penimbangan,
membagikan kapsul vitamin A kepada bayi dan anak Balita setiap
Bulan Februari dan Agustus, melakukan penyuluhan bagi ibu hamil
32
dan ibu menyusui, mengkoordinir PMT, merujuk ke Puskesmas bagi
yang memerlukan dan mengerjakan pencatatan kegiatan.
Apabila setiap kader yang bertugas sesuai dengan tugasnya masing-
masing dan melaksanakan tugasnya tersebut dengan baik terutama
kader yang bertugas dalam mendistribusikan kapsul vitamin A kepada
Balita maka diharapkan cakupan kapsul vitamin A pada Balita di
wilayah kerja kader yang bersangkutan dapat meningkat dan seluruh
sasaran Balita dapat tercapai sesuai dengan target yang inginkan.
6. Jarak rumah ke Posyandu
Jarak rumah ibu dari Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul
vitamin A juga berpengaruh terhadap cakupan kapsul vitamin A pada balita
dimana ibu yang rumahnya jauh dari tempat pemberian kapsul vitamin A
seperti Posyandu merasa enggan dan malas membawa Balitanya ke
Posyandu. Selain itu, kadang informasi tentang pelaksanaan hari Posyandu
tidak sampai ke telinga mereka sehingga mereka tidak mengetahui kapan
pelaksanaannya disamping dari faktor petugas kesehatan Puskesmas yang
kurang mengadakan sosialisasi program pemberian kapsul.
E. Tinjauan umum tentang Pelayanan dan Proses Distribusi Kapsul
Vitamin A
1. Proses pengadaan kapsul vitamin A
Pengadaan kapsul di Posyandu/tempat-tempat lain yang telah
disepakati, kapsul vitamin A sudah harus tersedia dalam jumlah yang cukup
33
sebelum bulan pembagian kapsul. Dengan demikian pengadaan kapsul
ditingkat yang lebih atas (kecamatan, kabupaten, propinsi, dan pusat) harus
dilakukan jauh sebelumnya sehingga tidak terlambat sampai ditingkat
Posyandu.
Kapsul yang dipesan disesuaikan dengan jumlah sasaran yang ada
jumlah sasaran ditentukan berdasarkan registrasi ditingkat Posyandu dan
hasil rekapitulasi ditingkat kecamatan/Puskesmas sampai dengan tingkat
nasional. Karena pengadaan kapsul mulai dari pemesanan ditingkat pusat
sampai ke tingkat Posyandu/ tempat lain yang telah disepakati, memerlukan
waktu yang cukup lama (sekitar setahun), maka untuk menentukan jumlah
kebutuhan periode ini, dapat digunakan data periode sebelumnya dengan
perkiraan penambahan/pengurangan jumlah tertentu sesuai pengalaman
setempat. Jumlah kapsul yang diperlukan adalah 2 kali jumlah sasaran
untuk 2 kali pemberian. Dalam memesan jumlah kapsul harus
memperhatikan stok yang masih ada, yaitu jumlah diperlukan dikurangi
dengan persediaan yang masih ada. Dalam penggunaannya hendaknya
mendahulukan yang lama.
Kemasan kapsul merupakan hal yang perlu pula mendapat perhatian.
Satu kemasan (botol plastik) berisi 50 kapsul. Untuk pengiriman ke
Posyandu sebaiknya tepat dalam kemasan tersebut (jarang dibuka). Jadi
misalnya jumlah sasaran disuatu posyandu adalah 70 anak, sebaiknya
dikirim 2 botol. Sisanya tetap disimpan dalam botol diPosyandu/ tempat
34
lain yang telah disepakati dan untuk periode pemberian berikutnya bila
jumlah sasaran tetap sama, Puskesmas hanya perlu mengirim satu botol
saja.
Pengadaan kapsul dilaksanakan oleh kantor wilayah Departemen
Kesehatan tingkat propinsi yang dikirim langsung ke Kandep/Dinas
Kesehatan Dati II melalui gudang farmasi kabupaten, selanjutnya dikirim
ke Puskesmas dan Posyandu. Pengiriman ke Posyandu/ tempat lain yang
telah disepakati dilakukan menjelang bulan kapsul. Ini dapat dilakukan oleh
petugas Puskesmas dibantu koordinator kader saat mencatat hasil registrasi
(Depkes RI, 1996).
2. Proses Pemberian kapsul Vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) terbukti efektif
untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya tinggi
(minimal 80 %). Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran
kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-
masing dengan baik.
Adapun sasaran pemberian kapsul vitamin A yaitu :
1. Anak-anak umur 1-5 tahun (anak Balita)
Diberikan kapsul vitamin A tiap 6 bulan dalam setahun dengan
dosis 200.000 SI secara oral yaitu pada Bulan Februari dan Agustus.
2.Ibu nifas
35
Ibu nifas juga diberikan kapsul vitamin A dengan dosis
200.000 SI sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang
cukup melalui ASI. Untuk keamanan kapsul diberikan paling
lambat 30 hari setelah melahirkan. Adapun yang harus diperhatikan
dalam pemberian kapsul vitamin A dosis 200.000 SI yaitu tidak
diberikan kepada bayi umur 0-12 bulan dan ibu hamil, karena
merupakan kontraindikasi. Sedangkan cara pemberian kapsul
berdasarkan kejadian tertentu misalnya xeropthalmia sebagai
berikut :
Bila ditemukan seseorang dengan salah satu tanda
xeropthalmia seperti :buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata
keruh atau kering, saat ditemukan segera diberi satu kapsul vitamin
A dosis 200.000 SI. Hari berikutnya satu kapsul vitamin A 200.000
SI. Empat minggu berikutnya satu kapsul Vitamin A 200.000 SI.
Pada kejadian campak yang diderita oleh balita segera diberi satu
kapsul vitamin A 200.000 SI.
Periode pemberian kapsul vitamin A diberikan secara
serempak dalam Bulan Februari dan Agustus. Pemberian secara
serempak ini mempunyai beberapa keuntungan :
a. Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul,
termasuk pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak
mempunyai jadwal pemberian yang sama.
36
b. Memudahkan dalam upaya penggerakan masyarakat karena
kampanye dapat dilakukan secara nasional disamping secara
spesifik daerah.
c. Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan
(spot TV, spot radio, barang-barang cetak) terutama yang
dikembangkan, diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat
pusat.
d. Dalam rangka hari proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak
kegiatan yang dapat digunakan untuk mempromosikan vitamin
A, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (Depkes
RI, 1996).
Pada studi tahun 1990 di Jateng, menunjukkan 57,9 %
ibu-ibu menyatakan anak Balitanya mendapat kapsul vitamin A,
dan yang mendapat lengkap hanya 36,2 % saja. Di Jatim 36,2 %
mendapat vitamin A satu kali, 14,2 % mendapat vitamin A
lengkap dua kali. Sedangkan di Jabar 53,6 % mendapat vitamin
A sekali dan 31,6 % mendapat dua kali. Di DKI Jakarta 36,6 %
mendapat sekali dan 21 % saja mendapat dua kali.
Program Posyandu yang menyediakan pelayanan
kapsul vitamin A setahun 2 kali, dalam 1 tahun terakhir ternyata
yang menerima kapsul vitamin A sebanyak 2 kali sebesar 58,7
%. Yang menerima 1 kali sebanyak 37,3 %. Hal ini berdasarkan
37
pada penyelenggaraan pemberian kapsul vitamin A di daerah
Sumatera Barat, Jawa Tengah, NTB dan Sulawesi Selatan pada
tahun 1991 (Purjanto, 1994).
3. Pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara berjenjang mulai dari
tingkat Posyandu/pos vitamin A sampai dengan tingkat pusat. Adapun cara
pencatatan ditingkat Posyandu sebagai berikut :
a. Menjelang bulan pemberian kapsul vitamin A, tiap Posyandu/ tempat
lain yang telah disepakati, harus sudah siap dengan daftar nama
semua anak umur 1-5 tahun di wilayahnya, yang dicatat pada
formulir registrasi.
b. Setiap pemberian kapsul vitamin A, baik yang diberikan di
Posyandu/tempat lain yang telah disepakati maupun yang diberikan
melalui sweeping harus dicatat di KMS dan diformulir registrasi.
c. Pemberian di luar periode sweeping harus dicatat tersendiri dan
dimasukkan sebagai cakupan periode berikutnya. Jadi, anak yang
dicakup setelah Bulan Maret, dilaporkan sebagai cakupan periode
Agustus. Demikian pula anak Balita yang dicakup setelah bulan
September, dilaporkan sebagai cakupan Bulan Februari.
Adapun cara pencatatan dan pelaporan di tingkat desa sebagai berikut :
a. Pada minggu keempat Bulan
Maret/September, yaitu setelah selesai sweeping koordinator kader
38
mengumpulkan hasil pemberian vitamin A dari seluruh
Posyandu/tempat lain yang telah disepakati di wilayahnya.
b. Dengan menggunakan formulir A,
dicatat/dihitung cakupan dari masing-masing tempat, kemudian
direkapitulasi untuk memperoleh cakupan tingkat desa.
c. Catatan/laporan dibuat rangkap dua,
masing-masing untuk Puskesmas dan untuk arsip di tingkat desa.
Adapun cara pencatatan dan pelaporan di tingkat Puskesmas yaitu :
a. Pada minggu pertama Bulan April/Oktober koordinator gizi
Puskesmas mengumpulkan hasil pencatatan dari desa-desa di
wilayahnya (formulir A).
b. Dengan menggunakan formulir B, koordinator gizi Puskesmas
mencatat hasil cakupan tiap desa, kemudian direkapitulasi untuk
memperoleh cakupan tingkat desa. Bila desa yang belum melapor,
petugas Puskesmas hendaknya membicarakan hal ini dengan
koordinator kader dan kepala desa dan membantu membuat laporan
tersebut.
c. Catatan/laporan tersebut dibuat rangkap tiga, masing-masing dikirim
ke Dinkes Dati II, tembusan ke Kandep kesehatan Kabupaten dan
untuk arsip Puskesmas.
d. Setiap ibu nifas yang telah mendapat kapsul vitamin A agar dicatat
dalam kohort ibu dan dilaporkan melalui SP2TP dalam formulir LB3.
39
Adapun contoh formulir registrasi kapsul vitamin A adalah sebagai berikut:
Tabel 2
FORMULIR REGISTRASI KAPSUL VITAMIN A
UNTUK ANAK UMUR 1-5 TAHUN (12-60 BULAN)
RT/RW : ......./..... (FVA/JT/2004) dusun : ......
Posyandu : ........ Tahun 2004 desa : .....
Nama Anak
L/P Tgl Lahir Orang tua Tgl Pemberian Kapsul Keterangan
Februari Agustus
Sumber : Pedoman pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, Depkes RI, 1996.
4. Sweeping/kunjungan rumah
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan
pemberian kapsul vitamin A yaitu dengan cara :
40
1. Bila masih ada anak yang belum mendapat kapsul vitamin
A pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu dilakukan
sweeping yaitu melacak/mencari anak-anak balita tersebut untuk
diberi kapsul vitamin A dengan melakukan kunjungan rumah.
2. Sweeping/ kunjungan rumah sebaiknya dilakukan segera
setelah hari pemberian dan paling lambat sebulan setelahnya. Untuk
memudahkan pencatatan dan pelaporan, akhir minggu ketiga Bulan
Maret (untuk periode Februari) dan akhir minggu ketiga Bulan
September (untuk periode Agustus) seluruh kegiatan sweeping
hendaknya selesai.
3. Bila setelah sweeping masih ada anak Balita yang belum
mendapatkan kapsul, maka agar diupayakan lagi meskipun sudah
diluar periode pemberian (Depkes RI,1996).
41
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Dalam menanggulangi masalah KVA telah dilakukan program
pemberian kapsul vitamin A kepada anak Balita usia 12-59 bulan setiap Bulan
Februari dan Agustus hingga berusia 5 tahun. Pemberian satu kapsul vitamin
A setiap enam bulan pada Balita mulai usia 1 hingga 5 tahun ditambah
pemberian makanan yang mengandung vitamin A setiap hari akan menjamin
kecukupan vitamin A. Pemberian makanan yang mengandung vitamin A dan
pemberian kapsul vitamin A tentunya harus didukung oleh pengetahuan
ibunya tentang manfaat dari pemberian tersebut. Tanpa adanya pengetahuan
tentang itu, maka mustahil ibu mau memberikan makanan yang mengandung
42
cukup vitamin A dan membawa anaknya ke Posyandu untuk diberikan kapsul
vitamin A.
Kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) terbukti efektif untuk
mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya tinggi
(minimal 80 %). Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran
kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-
masing dengan baik. Dari penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui
sejauh mana proses pelayanan kapsul vitamin A pada Balita dari petugas yang
terkait dengan program tersebut dan mengetahui masalah yang dihadapi yang
terkait dengan program pemberian kapsul vitamin A pada Balita, bagaimana
mana perilaku ibu dalam hal pengetahuan tentang manfaat pemberian kapsul
vitamin A, sikap dan tindakan yang dilakukan oleh ibu dalam memberikan
kapsul vitamin A terhadap Balitanya serta sikap dan tindakan yang dilakukan
oleh petugas Puskesmas dan kader Posyandu yang menangani distribusi
kapsul vitamin A pada Balita kaitannya dengan masih rendahnya cakupan
kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
Kabupaten Pangkep.
B. Pola pikir Variabel yang diteliti
INPUT
43
Anggaran
Sarana/Fasilitas
Tenaga
PROSES
C. Definisi Operasional
1. Input
Input dalam penelitian ini adalah bagaimana anggaran yakni biaya
operasional dalam melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A,
ketenagaan, keadaan sarana/fasilitas yang dimiliki Puskesmas
Bontoperak dalam melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A,
jarak rumah sasaran ke tempat pemberian kapsul vitamin A, keaktifan
kader Posyandu pada program pemberian kapsul vitamin A pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep.
Perilaku Ibu yakni bagaimana pengetahuan yang ibu miliki tentang
manfaat vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A pada Balitanya,
sikap maupun tindakan yang ibu lakukan dalam hal setuju/tidak setuju
dalam memberikan kapsul vitamin A pada Balitanya dengan
44
Perilaku Ibu, petugas PKM/Kader Posyandu
Jarak Rumah Ketempat Pemberian Kapsul Vitamin A
Keaktifan Kader Posyandu
Pengadaan
Pemberian
Sweeping
Pencatatan & Pelaporan
Cakupan Kapsul
vitamin A pada Balita
mengunjungi posyandu.Perilaku petugas Puskesmas/kader Posyandu
yakni bagaimana sikap petugas Puskesmas/kader Posyandu terhadap ibu
dari Balita yang datang maupun yang tidak datang ke Posyandu untuk
mendapatkan kapsul vitamin A serta tindakan mereka baik tindakan
penyuluhan tentang manfaat kapsul vitamin A maupun tindakan dalam
memberikan kapsul vitamin A terhadap Balita yang menjadi sasaran
pemberian kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
Kabupaten Pangkep.
2. Proses
Proses yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana
pelayanan dan proses distribusi kapsul vitamin A terhadap Balita mulai
dari proses pengadaan kapsul vitamin A, proses pelaksanaan pemberian
kapsul vitamin A, pencatatan dan pelaporan dan sweeping atau
kunjungan ke rumah-rumah warga yang mempunyai Balita dan belum
mendapatkan kapsul vitamin A yang dilakukan oleh petugas Puskesmas
dan kader Posyandu terkait dengan program pemberian kapsul vitamin A
pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep.
45
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan
maksud mengeksplorasi faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
cakupan kapsul vitamin A terhadap Balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Bontoperak kabupaten Pangkep tahun 2005.
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Bontoperak
Kabupaten Pangkep.
C. Pemilihan Informan
1. Informan biasa adalah ibu rumah tangga yang mempunyai balita usia 12-
59 bulan disetiap kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak baik yang mendapatkan kapsul maupun yang tidak
46
mendapatkan kapsul vitamin A yang dipilih dengan menggunakan
metode Purpossive Sampling yaitu dengan memilih informan yang
dianggap mampu memberikan informasi yang akurat terkait dengan
variabel penelitian. Adapun kriteria pemilihan informan biasa sebagai
receiver/penerima kapsul vitamin A yaitu sebagian informan berusia
muda dan yang lainnya sudah tua. Sebagian berpendidikan rendah dan
yang lainnya berpendidikan tinggi.
2. Informan kunci adalah petugas Puskesmas dan kader Posyandu yang
menangani proses distribusi kapsul vitamin A pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Bontoperak. Adapun kriteria pemilihan informan kunci
dalam hal ini petugas puskesmas sebagai provider/penyedia kapsul
vitamin A yakni petugas Puskesmas yang berwenang dan bertanggung
jawab dalam mendistribusikan kapsul vitamin A pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Bontoperak. Sedangkan kriteria kader Posyandu yaitu
sebagian berusia muda dan yang lainnya berusia tua. Sebagian
berpendidikan rendah dan yang lainnya berpendidikan tinggi.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
utama, pedoman wawancara, alat tulis, tape recorder dan kamera.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data primer
47
Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth
interview) terhadap ibu dari Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul,
petugas Puskesmas serta kader Posyandu yang menangani proses distribusi
dan pemberian kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak dengan menggunakan pedoman wawancara.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Puskesmas Bontoperak.
F. Pengolahan dan penyajian data
Pengolahan dan penyajian data yang dilakukan secara manual dan dibuat
dalam bentuk matriks dari hasil wawancara kemudian dilakukan analisis
(content analysis) selanjutnya diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk
narasi.
48
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
Kabupaten Pangkep yang berlangsung mulai dari tanggal 5 Agustus sampai dengan
tanggal 30 Agustus 2005.
1. Gambaran umum lokasi penelitian
Wilayah kerja Puskesmas Bontoperak meliputi 6 kelurahan yakni kelurahan
Bontoperak, Tumampua, Mappasaile, Jagong, Tekolabbua dan Anrong Appaka.
Puskesmas Bonto perak memiliki luas wilayah kerja yaitu 31,86 km² dan memiliki 17
Posyandu yang tersebar di 6 kelurahan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
memperoleh informasi dari informan yang menangani distribusi dan pelaksanaan
49
pemberian kapsul vitamin A pada Balita tentang pelayanan kapsul vitamin A pada
Balita dengan mengetahui aspek input dan proses pelaksanaan pemberian kapsul
vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep
tahun 2005. Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat.
Jumlah informan sebanyak 13 orang yang dipilih dengan menggunakan metode
purpossive sampling.
2. Karakteristik Informan
Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini seperti pada tabel 3
berikut:
Tabel 3
Karakteristik Informan Penelitian
No Karakteristik Informan Jumlah
1 Umur :
a. 15-20 tahun
b. 21-25 tahun
c. 26-30 tahun
d. 31-35 tahun
3
3
3
4
50
2 Tingkat pendidikan :
a. Tamat SD sederajat
b. Tamat SMP sederajat
c. Tamat SMU sederajat
d. Tamat akademi/PT
3
1
6
3
3 Pekerjaan :
a. Ibu rumah tangga
b. PNS
c. Kader Posyandu
6
1
6
Sumber : Data primer 2005.
Adapun hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam
terhadap beberapa aspek input yang berkaitan dengan program pemberian kapsul
vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bonto Perak adalah sebagai
berikut :
1. Anggaran dalam melaksanakan program pemberian kapsul
vitamin A pada Balita
Anggaran distribusi kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak semuanya ditanggung oleh pihak Puskesmas sendiri. Distribusi kapsul
vitamin A ke Posyandu-Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas biaya operasionalnya ditanggung oleh
pihak Puskesmas kecuali biaya distribusi kapsul vitamin A dari GFK Kabupaten ke
51
Puskesmas-Puskesmas yang ada di Kabupaten Pangkep. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan berikut ini :
“... Pendistribusian kapsul vitamin A untuk Balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak ke posyandu-posyandu biaya operasionalnya ditanggung sendiri oleh Puskesmas kecuali pendistribusian kapsul vitamin A dari GFK ke puskesmas biayanya ditanggung oleh kabupaten termasuk biaya transpor kader ditanggung pula kabupaten...”. ( wawancara NN, 15 Agustus 2005 )
Sesuai dengan petikan wawancara diatas, diketahui pula bahwa ada dana
khusus yang diterima Puskesmas dari kabupaten untuk transpor kader-kader
Posyandu setiap ada pelaksanaan Posyandu. Ditambahkan pula, bahwa pelaksanaan
pemberian kapsul vitamin A pada Balita di Posyandu-Posyandu tidak ada dana
khusus yang dipersiapkan Puskesmas. Petugas gizi Puskesmas terkadang
mengantarkan langsung kapsul vitamin A ke Posyandu-Posyandu pada saat ada
pelaksanaan Posyandu dan pemberian vitamin A terutama Posyandu yang tidak ada
bidan desanya atau koordinator kader Posyandu tersebut tidak datang ke Puskesmas
untuk mengambil kapsul vitamin A. Namun adapula bidan desa atau kader Posyandu
yang datang ke Puskesmas untuk mengambil kapsul vitamin A.
Biaya pelaksanaan Posyandu tersebut ditanggung sendiri warga setempat
terutama para ibu dari Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul vitamin A.
Pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A di Posyandu-Posyandu terselenggara
dengan baik berkat kerjasama berbagai pihak baik dari pihak kelurahan maupun dari
warga setempat seperti ibu-ibu pkk, kader Posyandu dan tokoh agama setempat.
52
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui bahwa tidak
ada anggaran khusus dalam mendistribusikan kapsul vitamin A semua biaya
dimasukkan dalam biaya operasional Puskesmas. Kendala sebenarnya yang dihadapi
Puskesmas dalam mendistribusikan kapsul vitamin A ke Posyandu-Posyandu bukan
dari faktor biaya melainkan dari faktor lain seperti sarana transportasi yang terbatas
dan jumlahnya belum memadai untuk dipakai dalam mendistribusikan kapsul vitamin
A. Puskesmas hanya memiliki 1 unit mobil Puskesmas dan hanya mobil itulah yang
dipakai Puskesmas bila ada urusan termasuk urusan dalam mengangkut kapsul
vitamin A ke Posyandu-Posyandu. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan
informan berikut ini :
“... Tidak ada anggaran khusus yang disediakan Puskesmas setiap ada pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada Balita di Posyandu- Posyandu ... kendalanya sekarang jumlah sarana transportasi dalam hal ini mobil atau kendaraan lain yang sangat diperlukan untuk dipakai mendistribusikan vitamin A masih perlu ditambah pengadaannya, setidaknya ada motor dinas yang dimiliki Puskesmas untuk dipakai mengantar kapsul vitamin A ke Posyandu dan melayani semua sasaran yang jumlahnya banyak dengan wilayah kerja Puskesmas yang cukup luas ...” ( wawancara NN, 15 Agustus 2005 )
Puskesmas Bontoperak tidak membuat perencanaan anggaran dalam
melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A namun ada dana yang diterima
dari kabupaten yang berasal dari anggaran DAU (dana alokasi umum) kabupaten
namun hanya sebatas untuk biaya transpor kader saja dimana setiap kader
mendapatkan Rp 5000,- setiap bulannya pada pelaksanaan program pemberian kapsul
vitamin A tahun lalu. Untuk tahun ini, Puskesmas Bontoperak belum menerima dana
tersebut sampai sekarang sehingga hal tersebut dapat menghambat jalannya
53
pelaksanaan program pemberian kapsul vitamin A pada Balita terutama untuk biaya
transpor kader dalam melakukan sweeping agar cakupan kapsul vitamin A pada
Balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak dapat meningkat. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan informan berikut ini :
“... Tidak ada perencanaan anggaran yang dibuat Puskesmas karena saya rasa anggaran untuk melaksanakan program ini tidak terlalu perlu dan saya tidak tahu harga 1 kapsul vitamin A berapa jadi tidak saya buat mi’ anggarannya,tahun lalu ada anggaran yang diterima Puskesmas dari kabupaten yang berasal dari anggaran DAU hanya sebatas untuk dana transpor kader saja dimana setiap kader mendapatkan Rp 5000,- namun untuk tahun ini dana yang serupa belum diterima oleh Puskesmas...”.( wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Dana yang diterima oleh para kader Posyandu dirasakan belum cukup untuk
melaksanakan program yang ada di Posyandu terutama kegiatan sweeping kapsul
vitamin A ke rumah-rumah sasaran yang belum mendapatkan kapsul vitamin A
apalagi untuk tahun ini karena dana tersebut belum juga diterima sampai sekarang.
Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut ini :
“... Uang untuk transpor yang diberikan Puskesmas belum memadai untuk melakukan sweeping kapsul vitamin A ke rumah-rumah Balita apalagi kalau rumah Balita tersebut cukup jauh dan butuh ongkos jalan yang lebih apalagi sekarang kami belum menerima sama sekali uang pengganti transpor dari Puskesmas jadinya kami tidak sweeping pada Balita yang rumahnya jauh...”. (wawancara RY, 23 Agustus 2005)
2. Ketenagaan
Dari aspek ketenagaan, dalam hal ini orang-orang yang terlibat dalam
melaksanakan pemberian kapsul vitamin A dapat diketahui sesuai dengan apa yang
dituturkan informan berikut ini :
54
“... Yang terlibat dalam program pemberian vitamin A pada Balita di Puskesmas ini adalah saya sendiri selaku petugas gizi Puskesmas dibantu teman saya yang satu, kadang staf Puskesmas dibagian lain turut pula membantu ... Selain itu ada kader Posyandu, bidan desa ... saya rasa hanya orang- orang tersebut yang terlibat dalam program ini...”.( wawancara NN, 15 Agustus 2005 )
Jumlah tenaga yang tersedia dalam mendistribusikan kapsul vitamin A dan
melayani semua Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul vitamin A cukup
memadai kecuali satu kelurahan yaitu kelurahan Tumampua yang jumlah kadernya
masih kurang sementara wilayahnya luas serta hanya mempunyai 1 Posyandu. Hal ini
sesuai dengan pernyataan informan berikut ini :
“...Jumlah kader Posyandu rata-rata sudah memadai kecuali satu kelurahan yaitu kelurahan Tumampua... wilayahnya besar sementara Posyandunya hanya satu serta kadernya juga kurang... tidak bisa ki´ ambil kader di kelurahan lain karena bukan wilayah kerjanya tawwa... terkadang saya yang turun langsung untuk kasi ki´ kapsul vitamin A jika tidak ada kader datang pada saat ada Posyandu...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
3. Sarana/fasilitas
Keadaan sarana yang dimiliki puskesmas terutama mobil Puskesmas yang
cuma satu dan terkadang mogok. Mobil itulah yang biasanya dipakai bila ada
keperluan Puskesmas termasuk urusan dalam pelaksanaan pemberian vitamin A di
Posyandu-Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak. Kadang pula,
petugas Puskesmas mengeluarkan ongkos pribadi bila ingin pergi ke tempat
pemberian kapsul vitamin A, biasa pula dibonceng oleh teman di Puskesmas yang
mempunyai motor. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut ini :
“...Puskesmas hanya punya 1 mobil dan mobil itulah yang biasa dipake´ pergi-pergi kalau ada kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan pemberian vitamin A pada Balita... Biasa juga saya dibonceng sama teman di puskesmas yang punya motor atau bila
55
lagi tidak ada mobil Puskesmas atau nggak ada yang bisa membonceng saya naik bentor atau dokar mi´ pakai ongkos sendiri...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Ditambahkan pula oleh informan, selain masalah terbatasnya jumlah
kendaraan adalagi masalah lain yang bisa menghambat pemberian vitamin A pada
Balita yakni kurangnya stok/persediaan kapsul vitamin A terutama kapsul vitamin A
warna merah yang ditujukan kepada Balita dimana Puskesmas kekurangan 7 botol
kapsul vitamin A warna merah yaitu sekitar 350 kapsul sementara jumlah sasaran
yang terdaftar sekarang ini adalah 1744 Balita. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan informan berikut ini :
“...kalau sekarang ini masalahnya stok kapsul vitamin A yang masih minim, jumlah Balita yang harus diberikan kapsul vitamin A sebanyak 1744 orang dan Puskesmas kekurangan 7 botol sekitar 350 kapsul vitamin A, jumlahnya tidak memadai dibanding jumlah sasaran yang ada terutama sasaran yang tinggal di sekitar Puskesmas... mauka´ adakan pemberian vitamin A tapi takutka nanti tidak cukup kapsul vitamin A nya bela...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005).
Petugas gizi Puskesmas telah mengupayakan untuk mengatasi minimnya stok
kapsul tersebut dengan melakukan lobi ke GFK kabupaten agar kapsul vitamin A
tersebut segera dikirim ke Puskesmas sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan
telah diampra oleh pihak Puskesmas. Kepala puskesmas Bontoperak sendiri sudah
menginstruksikan agar masalah ini segera dapat teratasi agar tidak menghambat
pemberian kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas ini. Namun bila
kapsul vitamin A tersebut belum juga dikirim oleh GFK maka petugas gizi
Puskesmas akan pergi ke GFK untuk mengambil kapsul vitamin A tersebut bila sudah
56
tiba saatnya untuk dipakai. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan informan
berikut ini:
“...Kepala Puskesmas sudah menginstruksikan agar masalah ini segera diatasi dan saya sudah ampra kapsul vitamin A tersebut dan telah dikirim ke GFK...namun saya tidak tahu juga mengapa kapsul vitamin A itu belum dikirim kesini...jika belum datang juga padahal sudah saatnya untuk dipakai maka saya akan kesana untuk mengambilnya...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
4. Perilaku Ibu, petugas Puskesmas/kader Posyandu
a. Perilaku ibu
Perilaku ibu dalam penelitian ini meliputi bagaimana pengetahuan ibu tentang
manfaat vitamin A, sumber vitamin A, akibatnya pada Balita bila kekurangan vitamin
A dan gejalanya bila kekurangan vitamin A, sikap ibu terhadap petugas
Puskesmas/kader Posyandu pada saat pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A serta
tindakan yang Ibu lakukan dalam memberikan kapsul vitamin A pada Balitanya
dengan menanyakan alasan mengapa mereka berkunjung ke Posyandu atau tempat
lain yang dijadikan tempat pemberian kapsul vitamin A.
Pengetahuan ibu seputar vitamin A dapat diketahui sesuai dengan apa yang
diungkapkan informan berikut ini :
“...Iyaa, kapsul vitamin A setahu saya hanya berguna untuk kesehatan mata anak saya...itu ji´ yang saya tahu...”.(wawancara SD, 13 Agustus 2005)
Namun adapula ibu dari Balita yang tidak mengetahui apa manfaat kapsul
vitamin A, seperti penuturan informan berikut ini :
57
“...Tena kuissengi apa gunana risareangi kammanjo...kuciningi rampi balla’ku naerangi ana’na mae ri Posyandua kuerang tommi ana’ku,nakana bede’ tawwa bajiki punna risareangi kamma anjo’...”.(wawancara HN, 22 Agustus 2005)
Berdasarkan kutipan diatas informan mengaku tidak mengetahui apa manfaat
kapsul vitamin A karena melihat tetangganya membawa anaknya ke Posyandu maka
informan tersebut ikut-ikutan membawa anaknya ke Posyandu serta menurut
informasi yang didengar dari orang lain bahwa kapsul vitamin A memang bagus
diberikan kepada anak Balita.
Adapula informan yang menuturkan seperti ini :
“...Untuk kesehatan matanya mungkin anakku...untuk tulang dan otak juga...”.
(wawancara KD, 13 Agustus 2005)
Berdasarkan apa yang diungkapkan informan diatas, ada berbagai macam
jawaban yang diungkapkan, ada informan yang mengetahui apa manfaat vitamin A
namun adapula informan yang tidak mengetahuinya. Sedangkan pengetahuan
informan mengenai sumber-sumber vitamin A bisa didapatkan serta gejala dan
akibatnya bila kekurangan vitamin A pada Balita dapat diketahui berdasarkan
pernyataan informan berikut ini
“...Setahu saya kalau dari sayuran seperti wortel, itu ji’ kutau...kalau daging mungkin daging ayam...”.(wawancara SD, 13 Agustus 2005)
“... Gejalanya bila kekurangan vitamin A anak-anak mungkin penglihatannya bisa terganggu dan bisa jadi buta...”.(wawancara SD, 13 Agustus 2005)
Adapula informan yang mengungkapkan seperti ini :
58
“...Sayuran berwarna biru, eh bukan warna hijau seperti sawi,kacang ijo, buah seperi mangga,pisang dan kalau daging mungkin daging ayam...”.(wawancara KD, 13 Agustus 2005)
“... Gejalanya mungkin penglihatan anak bisa rabun dan berakibat matanya buta...”.(wawancara KD, 13 Agustus 2005)
Berdasarkan petikan wawancara diatas,sebagian besar informan mengetahui
sumber-sumber vitamin A, gejala dan akibatnya bila kekurangan vitamin A. Mereka
beranggapan bahwa sumber vitamin A bisa didapatkan dari sayuran seperti wortel,
sawi, kacang ijo, kalau dari hewani seperti daging ayam. Ditambahkan pula, bahwa
bila Balita kekurangan vitamin A penglihatannya bisa rabun dan bisa sampai buta.
Sikap ibu terhadap petugas Puskesmas/kader Posyandu pada saat ada
pelaksanaan Posyandu dan pemberian kapsul vitamin A terhadap Balita dapat
diketahui berdasarkan apa yang diungkapkan informan berikut ini:
“...Ibu-ibu yang pada umumnya membawa Balitanya kesini untuk mendapatkan kapsul vitamin A menunjukkan sikap yang baik,sopan,dan sabar menunggu anaknya ditimbang,diberi vitamin A dan diimunisasi...namun kadang pula ada ibu-ibu yang tidak sabar menunggu agar anaknya segera dilayani, mungkin ibu yang bersangkutan buru-buru karena ada keperluan lain..”.(wawancara MN, 22 Agustus 2005)
Adapula ibu-ibu yang tidak menghiraukan imbauan petugas agar anaknya
dibawa ke Posyandu untuk diberikan kapsul vitamin A terutama ibu-ibu yang
rumahnya jauh dari posyandu. Meskipun rumahnya jauh, petugas Puskesmas/kader
Posyandu datang mengunjungi ibu-ibu tersebut ke rumahnya dan tidak membawa
Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A. Hal ini sesuai dengan
yang dituturkan informan berikut ini :
59
“... Ibu-ibu yang Balitanya tidak mendapatkan kapsul vitamin A pada saat Posyandu kami datangi rumahnya untuk diberi kapsul vitamin A...namun ada ibu yang tidak menerima kehadiran kami adapula yang menerima, yang menolak kehadiran kami mengatakan bahwa kapsul vitamin A tersebut tidak begitu penting diberikan pada anaknya, biar tidak diberi kapsul vitamin A tetap tonji sehat bede’ anaknya..”.(wawancara EJ,13 Agustus 2005)
Berdasarkan beberapa petikan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa ada
ibu yang menunjukkan sikap yang baik tehadap petugas baik petugas dari Puskesmas
maupun kader Posyandu setempat serta memahami apa yang disampaikan oleh
petugas pada saat pelaksanaan Posyandu terutama ibu-ibu yang datang membawa
Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A. Sedangkan ibu-ibu
yang tidak hadir pada saat Posyandu dan yang dikunjungi rumahnya oleh petugas ada
yang menunjukkan sikap yang ramah terhadap petugas dan adapula yang menolak
kehadiran petugas yang mengunjungi rumahnya untuk diberikan kapsul vitamin A
dengan alasan vitamin A tidak begitu penting diberikan pada Balita mereka.
Adapun tindakan dalam membawa Balitanya ke Posyandu atau tempat lain
yang dijadikan tempat pemberian kapsul vitamin A dapat diketahui alasannya
berdasarkan apa yang diungkapkan informan berikut ini :
“...Saya bawa anakku kePosyandu supaya sehat ki’, tidak sakit-sakitan ki’ juga... kalo dapat vitamin A baik juga untuk matanya nanti kalo besar mi’...”.(wawancara NY, 22 Agustus 2005)
Adapula informan yang menyatakan seperti ini :
“...Kubawa ki’ anakku ke Posyandu karena saya dengar diumumkan di mesjid bilang ada Posyandu jadi saya bawa mi’ kesini... saya liat banyak ibu-ibu kesini jadi kubawa tommi juga anakku kesini...”.(wawancara KD, 13 Agustus 2005)
60
Sementara ibu-ibu yang tidak datang ke Posyandu dan dimintai keterangannya
apa alasan mereka tidak membawa Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul
vitamin A dapat diketahui berdasarkan apa yang diungkapkan informan berikut ini :
“...Saya tidak bawa anakku ke Posyandu karena saya sibuk berjualan di pasar ...tapi, kalau sakit ki’ anakku baru ki’ saya bawa ke Puskesmas...”.(wawancara RK, 22 Agustus 2005)
Adapula informan yang menyatakan seperti ini :
“...Tidak kubawa ki’ anakku ke Posyandu karena jauh Posyandu dari rumah, tidak apa-apa ji’ mungkin bila anakku tidak dapat kapsul vitamin A...buktinya tetap tonji sehat anakku saya liat...”.(wawancara HN, 22 Agustus 2005)
Berdasarkan beberapa wawancara diatas, dapat diketahui bahwa alasan ibu-
ibu membawa Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A adalah
supaya anak mereka sehat, cerdas dan adapula yang tidak mengetahui apa alasannya
mengapa mereka mau membawa anaknya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul
vitamin A. Sementara alasan ibu-ibu yang tidak membawa Balitanya ke Posyandu
disebabkan karena jarak rumah ibu tersebut dari Posyandu yang jauh, ada yang
beralasan karena sibuk bekerja seperti berjualan di pasar untuk ibu-ibu yang tinggal
di sekitar lingkungan pasar Pangkajene,bahkan ada ibu yang mengatakan bahwa
kapsul vitamin A tidak begitu penting diberikan kepada Balita mereka.
Dari segi frekuensi mendapatkan kapsul vitamin A berbagai macam yang
diungkapkan oleh informan seperti yang dinyatakan informan berikut ini :
“...Anak saya sudah 4 tahun lebih sekarang usianya dan sudah 4 kali dapat kapsul vitamin A...saya selalu ji’ bawa anakku ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A kalo’ saya tahu ada pelaksanaan Posyandu...”.(wawancara NY, 23 Agustus 2005)
61
“...Anak saya baru dapat kapsul vitamin A sebanyak 2 kali...periode pemberian yang lalu tidak dapat ki’ karena saya lupa bawa anakku ke tempat pemberian kapsul vitamin A tersebut...”.(wawancara KD, 23 Agustus 2005)
“...Tidak rutin ki’ dapat anakku kapsul vitamin A , karena saya sering pindah-pindah tempat ikut suami merantau...jadinya tidak kuperhatikan betul pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A yang ada di daerah ini...”.(wawancara SD, 13 Agustus 2005)
Dari petikan wawancara diatas, ada informan yang Balitanya rutin
mendapatkan kapsul vitamin A dan adapula informan yang Balitanya tidak rutin
mendapatkan kapsul vitamin A karena alasan tertentu.
Jarak rumah yang jauh dari Posyandu atau tempat lain yang dijadikan sebagai
tempat pemberian kapsul vitamin A tidak menjadi halangan bagi sebagian ibu-ibu
yang hadir pada saat pemberian kapsul vitamin A sesuai dengan yang diutarakan
informan berikut ini :
“...Saya ke Posyandu harus pi’ naik bentor soalnya rumah saya agak jauh dari Posyandu ini dan tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki saja...begitu saya dengar diumumkan di mesjid bilang ada Posyandu saya langsung saja bawa anakku kePosyandu ini...”.(wawancara KD, 22 Agustus 2005)
Namun adapula sebagian ibu-ibu yang tidak datang ke Posyandu karena faktor
jarak rumah mereka yang jauh dari Posyandu tersebut sebagai tempat diadakannya
pemberian kapsul vitamin A seperti pengakuan informan berikut ini :
“...Karena jauh ki’ Posyandu dari rumah jadi tidak kubawa mi’ anakku ke Posyandu...biar mi’ tidak dapat kapsul vitamin A tidak apa-apa ji’ mungkin bila ndak dapat vitamin A, buktinya sekarang tetap tonji sehat anakku...”.(wawancara RK, 22 Agustus 2005)
62
Berdasarkan beberapa wawancara diatas, diketahui bahwa ada sebagian ibu-
ibu yang datang ke Posyandu dan mendapatkan kapsul vitamin A meskipun
rumahnya jauh dari tempat pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A namun ada juga
sebagai ibu-ibu yang malas membawa Balitanya ke Posyandu karena jarak rumah
yang jauh dari tempat pemberian kapsul vitamin A.
b. Perilaku petugas Puskesmas/kader Posyandu
Perilaku petugas Puskesmas/kader Posyandu meliputi sikap dan tindakan yang
mereka lakukan terhadap ibu-ibu dari Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul
vitamin A baik yang datang ke Posyandu maupun yang tidak datang ke Posyandu.
Sikap petugas Puskesmas/kader Posyandu dapat diketahui dengan menanyakan
kepada ibu-ibu Balita baik yang datang maupun yang tidak datang ke Posyandu.
Sikap petugas Puskesmas/kader Posyandu dapat diketahui seperti yang
diutarakan informan berikut ini :
“...Ramah-ramah dan baik-baik ji’ petugas Puskesmas dan kader Posyandu yang ada disini, saya puas dengan pelayanan yang diberikan oleh mereka...Cuma alangkah baiknya bila kadernya ditambah supaya kita ndak lama nunggu...”(wawancara SD, 22 Agustus 2005)
Adapula informan yang mengungkapkan seperti ini :
“...Kalo petugas Puskesmas ramah ji’ sama kita tapi ada juga kader yang kadang tidak mempedulikan kami, tinggal ji’ duduk-duduk atau ngobrol dengan sesamanya kader...”(wawancara KH, 22 Agustus 2005)
63
Ibu-ibu yang tidak datang ke Posyandu dan dikunjungi kader Posyandu
menyatakan hal seperti ini :
“...kader yang datang ke rumah saya untuk kasi ki’ kapsul vitamin A anakku baik-baik ji’,mereka biasanya datang tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saya jadi ndak ditauki mauki apa datang dirumahku...”(wawancara RK, 22 Agustus 2005)
Adapula informan yang mengungkapkan seperti ini :
“...kader yang datang langsung-langsung ji’ datang dan bilang mauki na kasi apa itu namanya...kapsul vitamin A buat anakku sudah ki’ nakasi langsung ji’ pulang...”(wawancara HN, 22 Agustus 2005)
Tindakan dalam memberikan kapsul vitamin A yang dilakukan oleh petugas
Puskesmas dan kader Posyandu dapat diketahui seperti apa yang diungkapkan
informan berikut ini:
“...Setiap ibu-ibu yang datang ke Posyandu kami berusaha melayaninya dengan baik, anaknya langsung kami timbang, ditetesi kapsul vitamin A...biasanya kami yang mengerjakan itu semua bila petugas dari Puskesmas tidak sempat datang...”(wawancara ML, 15 Agustus 2005)
Adapula informan yang menyatakan seperti ini:
“...Iyaa, kami berusaha memberikan pelayanan yang terbaik terhadap ibu-ibu yang datang ke Posyandu serta ibu-ibu yang tidak sempat membawa Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A kami datangi rumahnya segera setelah pelaksanaan Posyandu...kami tidak melakukan penyuluhan yang sifatnya formal biasanya setiap ibu yang datang ke Posyandu langsung saja dikasi tau tentang manfaat pemberian kapsul vitamin A pada Balitanya...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Adapun tindakan petugas Puskesmas dalam memberikan penyuluhan tentang
manfaat pemberian kapsul vitamin A tercermin melalui petikan wawancara berikut
ini:
64
“...Penyuluhan kepada ibu-ibu yang datang ke Posyandu mengenai manfaat kapsul vitamin A itu sendiri tidak dilakukan secara menyeluruh namun kami biasanya melakukan penyuluhan langsung kepada setiap ibu yang datang ke Posyandu artinya kami memberitahukan langsung kepada ibu-ibu tersebut tentang kegunaan vitamin A itu apa dan yang lainnya...pernah ji’ Puskesmas adakan penyuluhan namun sifatnya umum bukan hanya penyuluhan tentang manfaat vitamin A namun semua masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dan semua warga diundang untuk hadir dalam penyuluhan tersebut...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
5. Keaktifan kader Posyandu
Keaktifan kader Posyandu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bagaimana keterlibatan kader P[osyandu setiap ada pelaksanaan pemberian kapsul
vitamin A di Posyandu-Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak.
Peran serta kader Posyandu pada saat pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada
Balita dapat diketahui berdasarkan apa yang diungkapkan informan berikut ini:
“...Setiap ada penimbangan,imunisasi,pemberian kapsul vitamin A di Posyandu saya selalu ji’ datang bila tidak ada ji’ keperluan lain...di Posyandu kerja saya hanya mendaftar Balita yang hadir, biasanya petugas dari Puskesmas juga hadir bantu-bantu dan biasanya pula mereka yang tetesi kapsul vitamin A pada Balita tapi biasa tonja’ saya kutau ji’ kerjakan itu...”(wawancara RY, 23 Agustus 2005)
Adapula informan yang mengungkapkan seperti ini:
“...Kalo ada kegiatan di Posyandu kadang saya bisa datang dan kadang saya tidak datang, tidak datang ka’ kalo tidak ada informasi yang saya dengar bilang ada kegiatan di Posyandu tapi kalo na panggilka temanku sesama kader pasti datang ja’...”(wawancara MT, 23 Agustus 2005)
Ada sebagian kader Posyandu yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak
mengerti sistem pengelolaan kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskemas Bonto
perak baik dari segi distribusi, bagaimana cakupannya serta apa yang dimaksud
65
sweeping namun setelah diberi penjelasan barulah mereka mengerti apa yang
dimaksud sweeping. Ada kader Posyandu yang pernah melakukan sweeping dan
adapula yang jarang melakukannya seperti apa yang diungkapkan informan berikut
ini:
“...Saya tidak tahu bagaimana pengelolaan kapsul vitamin A di Puskesmas,saya kira itu menjadi tugas petugas Puskesmas bukan tugasnya kader,saya juga tidak tahu apa itu sweeping namun kalau kunjungan kerumah-rumah Balita untuk beri kapsul vitamin A pernah ja’ lakukan itu...”(wawancara ML, 23 Agustus 2005)
“...Ndak kutauki bagaimana kapsul vitamin A itu dikelola Puskesmas...ndak kutauki juga apa itu sweeping...”(wawancara MN, 23 Agustus 2005)
Adapula kader Posyandu yang rajin mengejar target yang belum mendapatkan
kapsul vitamin A seperti apa yang diungkapkan informan berikut ini:
“...Balita yang belum dapat vitamin A kita datangi rumahnya untuk diberi kapsul vitamin A bila rumah Balita tersebut masih bisa ditempuh dengan jalan kaki dan persediaan kapsul vitamin A masih ada juga...”(wawancara ML, 23 Agustus 2005)
Adapula informan yang menyatakan seperti ini:
“...Kalo ibu Balita yang tidak dapat vitamin A pada saat hari Posyandu saya tidak datangi rumahnya karena biasanya mereka pergi ke bidan yang membuka praktek untuk beli kapsul vitamin A sekalian mereka berobat bila anaknya sakit dan bagi ibu hamil juga memeriksakan kehamilannya...”(wawancara EJ, 13 Agustus 2005)
Kader posyandu hanya mencatat Balita yang mendapatkan kapsul vitamin A
pada saat hari Posyandu sementara adapula kader yang lupa mencatat Balita yang
diberikan kapsul yang didatangi rumahnya. Menurut pengakuan informan berikut ini:
“...Kader Posyandu rajin ji’ mencatat dan melaporkan berapa Balita yang sudah mendapatkan kapsul vitamin A pada saat hari posyandu namun lewat dari hari itu
66
mereka malas mi’ laporkan dan catat berapa Balita yang telah mereka beri kapsul vitamin A...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Berikut gambaran bagaimana proses pelayanan kapsul vitamin A pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak Kabupaten Pangkep mulai dari proses
pengadaan kapsul vitamin A, proses pemberian kapsul vitamin A, proses pencatatan
dan pelaporan kegiatan pemberian kapsul vitamin A pada Balita, serta proses
sweeping kapsul vitamin A pada Balita.
Berikut proses pengadaan kapsul vitamin A pada Balita sesuai dengan apa
yang diutarakan informan berikut ini:
“...Kalau pengadaan dan pengiriman kapsul vitamin A setahu saya dari provinsi kemudian provinsi dalam hal ini Dinkes provinsi yang kirim ke kabupaten-kabupaten yang ada dalam satu wilayah provinsi melalui GFK (Gudang Farmasi Kabupaten), sesudah itu petugas GFK kirim ke Puskesmas-Puskesmas yang ada dalam satu wilayah kabupaten setelah petugas dari Puskesmas telah mengampra berapa jumlah kapsul vitamin A yang harus dikirim,petugas Puskesmas kirim ke Posyandu-Posyandu yang ada dalam satu wilayah kerja Puskesmas pada saat ada pelaksanaan Posyandu namun kalau di Puskesmas ini biasa ada bidan desa yang datang sendiri ke Puskesmas untuk mengambil kapsul vitamin A pada saat ada lokmin atau pada waktu lain bila ada keperluan di Puskesmas...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat diketahui bahwa pengadaan kapsul
vitamin A itu sendiri melalui beberapa jalur khusus dan rumit hingga tiba di
Puskesmas. Pengadaan kapsul vitamin A merupakan program pemerintah yang
dilaksanakan Departemen Kesehatan RI yang ditangani Dinkes Provinsi masing-
masing. Dinkes Provinsi tertentu mengirimkan kapsul vitamin A ke kabupaten-
kabupaten yang ada dalam satu wilayah provinsi tertentu melalui GFK (Gudang
Farmasi Kabupaten), lalu petugas GFK mengirimkan ke Puskesmas-Puskesmas yang
67
ada dalam satu wilayah kabupaten sesuai dengan yang telah diampra pihak
Puskesmas yang bersangkutan berapa jumlah kapsul vitamin A yang harus dikrim ke
Puskesmas tertentu.
Ditambahkan lagi oleh informan:
“...Masalahnya sekarang terkadang kapsul vitamin A tersebut terlambat dikirim petugas GFK sehingga biasa kita sudah mau adakan pemberian kapsul vitamin A pada Balita terlambat mi’ juga diadakan,tidak kutauki juga apa yang menyebabkan sehingga kapsul vitamin A tersebut terlambat dikirim oleh petugas GFK apakah stok dari pusat yang memang terlambat tiba di kabupaten ataukah petugas GFKnya yang memang malas mengirim itu kapsul,Puskesmas meminta 34 botol kapsul vitamin A warna merah namun yang dikirim oleh GFK hanya 27 botol...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Pengiriman kapsul vitamin A terkadang menemui hambatan sehingga
menyebabkan kapsul vitamin A itu sendiri terlambat tiba di Puskesmas dan dapat
menunda pula jalannya pemberian kapsul vitamin A pada Balita di Posyandu-
Posyandu sesuai dengan yang diungkapkan informan diatas. Ditambahkan lagi oleh
informan, faktor penyebab keterlambatan pengiriman kapsul vitamin A tersebut tidak
diketahui penyebab pastinya oleh informan.
Adapun gambaran pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada Balita di
Posyandu-Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak dapat
diketahui sesuai dengan apa yang diungkapkan informan berikut ini:
“...Pada saat pemberian vitamin A di Posyandu-Posyandu belum ditemukan masalah yang berarti dan pelaksanaannya lancar-lancar saja asalkan ada semua ji’ kadernya,ada ji’ kapsul vitamin A serta banyak ji’ ibu-ibu yang datang bawa Balitanya ke Posyandu untuk diberi kapsul vitamin A...saya rasa bukan dari segi pelaksanaannya yang menyebabkan cakupan kapsul vitamin A pada Balita masih rendah terutama periode pemberian yang lalu melainkan karena beberapa faktor tertentu terutama karena faktor ketersediaan kapsul vitamin A di Puskesmas...”. (wawancara NN, 15 Agustus 2005)
68
Menurut informan, faktor utama yang menyebabkan cakupan kapsul vitamin
A masih rendah karena ketersediaan kapsul di Puskesmas masih minim dengan
alasan bagaimana bisa memberi Balita kapsul bila kapsulnya sendiri stoknya sudah
habis.
Untuk menjangkau Balita yang tinggal di satu pulau kecil yang juga
merupakan wilayah kerja Puskesmas Bontoperak, petugas Puskesmas
mempercayakan pada bidan desa yang tinggal di pulau tersebut untuk
mendistribusikan dan melaksanakan pemberian kapsul vitamin A pada semua Balita
yang ada di pulau tersebut. Bidan desa biasa datang ke Puskesmas untuk mengambil
kapsul vitamin A pada saat ada lokmin atau jika ada waktu luang. Bidan desa ini pula
yang betanggung jawab dalam menangani pemberian kapsul vitamin A pada Balita di
pulau tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut ini:
“...Untuk Balita yang ada di pulau menjadi tanggung jawab bidan desa dalam memberikan kapsul vitamin A, bidan desa tersebut biasanya dibantu beberapa kader...ibu-ibu yang mempunyai Balita datang ke Polindes yang ada di pulau tersebut untuk mendapatkan kapsul vitamin A...saya rasa tidak ada masalah tentang pelaksanaan pemberian vitamin A di pulau itu, saya lihat juga di laporannya cakupan kapsul vitamin Anya juga cukup memadai...”(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Dari segi proses pencatatan dan pelaporan kegiatan pemberian vitamin A,
masih ditemukan beberapa masalah yang dihadapi Puskesmas Bontoperak. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan informan berikut ini:
“...Dari segi proses pencatatan dan pelaporan kegiatan pemberian kapsul vitamin A pada Balita yakni masih kurang terkoordinirnya laporan kegiatan antara petugas di Puskesmas, bidan desa serta kader Posyandu,kader Posyandu ada yang rajin memberi kapsul vitamin A tetapi lupa untuk mencatatnya dan keterlambatan pengiriman laporan begitu juga,kami juga tidak jemput Balita yang lari ke BPS
69
(Bidan Praktek Swasta) untuk mendapatkan kapsul vitamin A sehingga Balita tersebut tidak dimasukkan dalam laporan sebagai Balita yang sudah mendapatkan kapsul...Biasa juga kader laporannya yang salah dalam menghitung cakupan,salah dalam menjumlah Balita yang sudah dapat vitamin A dan berapa lagi yang belum dapa, salah satu faktor itulah yang menyebabkan masih rendahnya cakupan kapsul vitamin A pada Balita untuk periode pemberian tahun lalu yakni cuma 51 % tapi syukurlah untuk tahun ini mengalami peningkatan sebesar 70 %...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan informan berikut ini:
“...Pada saat hari posyandu Balita yang datang kita daftar,ditimbang, dan diberi kapsul vitamin A namun terkadang pelaporannya ke Puskesmas terlambat dikirim bisa sampai 1 bulan setelah pelaksanaan baru dikirim laporannya...”.(wawancara EJ, 22 Agustus 2005)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat diketahui ternyata pelaporan kegiatan
pemberian vitamin A ada kader yang terlambat melaporkannya ke Puskesmas
sehingga pada saat petugas Puskesmas ingin menghitung cakupannya akhirnya tidak
dimasukkan dalam laporan sebagai Balita yang sudah mendapatkan kapsul vitamin A
dan berakibat cakupannya masih rendah karena angka pembaginya yakni Balita yang
belum mendapatkan kapsul vitamin A masih tinggi.
Dari segi proses sweeping, ada kader Posyandu yang mengaku pernah
melakukannya dan adapula yang jarang melakukannya karena alasan tertentu. Sesuai
dengan pernyataan informan berikut ini:
“...Terkadang saya kunjungi rumah-rumah Balita yang belum mendapatkan kapsul vitamin A kalau saya sempat tapi jikaada urusan lain yang lebih penting saya dahulukan dulu urusan saya tersebut baru di lain waktu saya melakukan sweeping...”.(wawancara NB, 23 Agustus 2005)
“...Kalo persediaan kapsul vitamin A masih ada sisanya saya masih adakan kunjungan ke rumah-rumah Balita, tapi kalo persediaan sudah habis tentunya tidak bisa ki’ adakan sweeping...”.
70
(wawancara ML, 23 Agustus 2005)
“...Saya biasa sweeping ke sekolah-sekolah TK yang ada Balitanya namun saya tidak menjemput Balita yang lari ke BPS(Bidan Praktek Swasta), biasa juga kami buka tempat sweeping dan lokbang (kelompok penimbangan)...”.(wawancara NN, 15 Agustus 2005)
Adapula informan yang menyatakan seperti ini:
“..Tidak kutau ki’ apa yang dimaksud sweeping...tapi kalo kunjungan ke rumah-rumah Balita yang belum dapat kapsul vitamin A pernah ji’ kulakukan asalkan ada uang transpor yang diberikan petugas kepada saya...”.(wawancara MN, 13 Agustus 2005)
B. Pembahasan
1. Variabel input program pemberian kapsul vitamin A pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Bontoperak adalah sebagai berikut:
a. Anggaran distribusi dan pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A
pada Balita
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bagaimana
anggaran dalam mendistribusikan dan melaksanakan pemberian kapsul vitamin A
pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak. Menurut pengakuan
informan,anggaran dalam hal ini biaya operasional dalam melaksanakan program
pemberian kapsul vitamin A pada Balita hanya sebatas biaya transpor kader saja
71
dimana setiap kader mendapatkan Rp 5000,- yang berasal dari anggaran DAU
kabupaten untuk pelaksanaan program tahun lalu namun untuk tahun ini dana yang
serupa belum diterima Puskesmas dari kabupaten. Dana yang diterima oleh para
kader Posyandu tersebut dirasakan jauh dari cukup terutama dalam melakukan
sweeping kapsul vitamin A ke rumah-rumah Balita yang belum mendapatkan kapsul
vitamin A. Pengiriman kapsul vitamin A ke Posyandu-Posyandu yang ada dalam satu
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak menjadi tanggung jawab Puskesmas sendiri dan
biaya pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A dimasukkan dalam biaya operasional
Puskesmas. Hanya saja, biaya dan pengeluaran dalam mendistribusikan dan
melaksanakan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tidak ada laporannya dan
tidak ada anggaran khusus yang dibuat Puskesmas karena menurut pengakuan
informan biaya pelaksanaannya tidak seberapa, jadi tidak dianggarkan dan tidak
mengetahui harga 1 kapsul vitamin A jadinya tidak dibuatkan perencanaan anggaran.
Pengiriman dan pendistribusian kapsul vitamin A ke Posyandu-Posyandu
yang ada dalam satu wilayah kerja Puskesmas Bontoperak dilakukan oleh petugas
gizi Puskesmas dibantu staf bagian lain di Puskesmas Bontoperak. Terkadang pula,
bidan desa yang datang mengambil kapsul vitamin A tersebut di Puskesmas pada saat
diadakan Lokmin atau di waktu luang yang lain sekaligus mengambil vaksin.
b. Aspek ketenagaan
Dari segi ketenagaan, diperoleh informasi dari informan bahwa tenaga untuk
mendistribusikan dan melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak cukup tersedia baik kader Posyandu
72
maupun bidan desa di Posyandu. Dari 6 kelurahan yang ada dimana setiap kelurahan
minimal memiliki 1 Posyandu aktif dan rata-rata terdapat 5-6 kader Posyandu yang
aktif. Namun dari 6 kelurahan tersebut, ada 1 kelurahan yang jumlah kadernya masih
kurang dan Posyandunya hanya 1 sementara wilayahnya cukup luas serta sasaran
Balitanya juga cukup banyak. Jumlah kadernya hanya 2 orang yang aktif sehingga
mereka merasa kewalahan dalam melakukan kegiatan di Posyandu apalagi
melakukan sweeping vitamin A ke rumah-rumah sasaran.
Inti dari aspek ketenagaan ini, tidak ditemukan masalah yang dapat
menghambat jalannya pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada Balita asalkan
setiap kader Posyandu yang ada rajin dan selalu hadir setiap ada pelaksanaan
pemberian kapsul vitamin A di Posyandu.dari segi tenaga memang cukup tersedia
namun dari segi proses pelaksanaan atau ada dari faktor tertentu yang menyebabkan
masalah cakupan kapsul vitamin A pada Balita yang masih rendah.
c. Sarana/fasilitas
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa dari
segi sarana/fasilitas yang dimiliki Puskesmas Bontoperak, terdapat beberapa masalah
yang dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan program pemberian kapsul vitamin A
pada Balita. Misalnya saja, masalah ketersediaan kendaraan atau alat transportasi
yang belum memadai untuk mendukung pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A
pada Balita. Puskesmas hanya memiliki 1 mobil Puskesmas yang terkadang mogok
dan mobil inilah yang sering dipakai oleh petugas Puskesmas untuk bepergian setiap
ada kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan pemberian kapsul vitamin A di Posyandu-
73
Posyandu. Dengan hanya mengandalkan 1 mobil Puskesmas saja yang sering mogok
rasanya tidak cukup menunjang kelancaran kegiatan Puskesmas yang dilakukan di
luar Puskesmas termasuk kegiatan pemberian kapsul vitamin A.
Ditambahkan pula oleh informan, selain minimnya sarana transportasi adalagi
satu masalah yang sedang dihadapi puskesmas yaitu ketersediaan kapsul vitamin A
masih kurang. Kapsul vitamin A yang tersedia sekarang ini tidak mengcukupi bila
dibandingkan jumlah sasaran Balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak. Adapun jumlah kapsul yang diampra Puskesmas sebanyak 1744 kapsul
vitamin A warna merah untuk satu kali pemberian sedangkan yang diterima dari
kabupaten hanya sebanyak 1394 kapsul. Tentu saja hal tersebut dapat menyebabkan
cakupan kapsul vitamin pada Balita masih rendah karena masih banyak Balita yang
tidak kebagian kapsul vitamin A. Stok kapsul vitamin A untuk Balita yang minim
merupakan masalah yang dapat menghambat jalannya pelaksanaan pemberian kapsul
vitamin A pada Balita karena bagaimana bisa petugas Puskesmas melaksanakan
pemberian kapsul vitamin A bila kapsulnya sendiri belum memadai untuk
mengcakup semua Balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul.
Proses sweeping juga tidak bisa dilakukan bila Puskesmas masih kekurangan
persediaan kapsul vitamin A. Petugas Puskesmas sendiri telah mengupayakan agar
masalah ini cepat terselesaikan dengan cara melobi ke dinkes kabupaten agar kapsul
tersebut segera dikirim ke Puskesmas.Puskesmas telah mengampra jumlah kapsul
vitamin A yang dibutuhkan dan telah disetor ke GFK. Namun sayangnya kapsul
vitamin A tersebut belum di kirim juga ke Puskesmas. Petugas Puskesmas yang
74
diwawancarai juga tidak mengetahui penyebabnya mengapa pihak kabupaten hanya
mengirim kapsul vitamin A jumlahnya tidak sesuai dengan yang diminta serta
mengapa kapsul vitamin A tersebut belum dikirim juga ke Puskesmas.
d. Perilaku ibu, petugas Puskesmas/kader Posyandu
1. Perilaku ibu
Perilaku ibu dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan Ibu Balita
tentang manfaat pemberian kapsul vitamin A, sumber vitamin A, gejala dan akibat
bila Balita kekurangan vitamin A. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
informan didapatkan hasil bahwa rata-rata informan telah mengetahui manfaat
vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A pada Balitanya dengan benar yakni
sebagian informan menjawab bahwa kapsul vitamin A berguna bagi kesehatan mata
anak mereka. Sumber vitamin A bisa didapatkan rata-rata informan menjawab bahwa
sumbernya adalah dari jenis sayuran adalah wortel sedangkan dari hewani adalah
daging ayam. Gejala dan akibat kekurangan vitamin A pada Balita informan
menjawab bahwa anak akan terganggu penglihatannya, menjadi rabun dan akhirnya
bisa menyebabkan buta.
Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nining (2005) yang
melakukan penelitian tentang pengetahuan ibu-ibu Balita mengenai vitamin A di
wilayah kerja Puskesmas Kassi-kassi dan Bara-baraya dimana didapatkan hasil
sebagian besar responden menjawab bahwa manfaat vitamin A adalah untuk
kesehatan mata anak mereka, sumber vitamin A bisa didapatkan dari wortel serta
75
gejala dan akibat kekurangan vitamin A sebagian besar responden menjawab dapat
mengakibatkan Balita menjadi rabun penglihatannya dan menjadi buta.
Menurut Andersen dan Aday (1978) dalam Zubaidah (2003) pengetahuan
seseorang merupakan suatu faktor predisposisi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dan kapsul
vitamin A pada Balita mempunyai hubungan dengan pendidikan ibu memberikan
pertanda bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah untuk
menerima pesan-pesan kesehatan dari berbagai sumber informasi.
Sikap ibu terhadap petugas Puskesmas dan kader Posyandu berkaitan dengan
pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A dapat diketahui dengan mewawancarai
beberapa ibu yang berkunjung ke Posyandu bahwa pada umumnya ibu-ibu yang
datang ke Posyandu atau tempat pemberian kapsul vitamin A menunjukkan sikap
yang baik, sopan dan mematuhi apa yang disampaikan oleh petugas Puskesmas/kader
Posyandu berdasarkan pengakuan dari informan. Namun ibu-ibu yang dikunjungi
rumahnya untuk diberikan kapsul vitamin A pada Balitanya terkadang menunjukkan
sikap yang acuh tak acuh terhadap kader Posyandu dan kurang peduli terhadap apa
yang disampaikan kader Posyandu. Mereka beranggapan bahwa kapsul vitamin A
tidak begitu penting diberikan kepada Balita mereka karena menurut mereka tanpa
kapsul vitamin A anak-anak mereka akan tetap sehat.
Tindakan ibu dalam hal memberikan kapsul vitamin A pada Balitanya dengan
membawa Balitanya ke Posyandu atau tempat lain yang dijadikan sebagai tempat
pemberian kapsul vitamin A yaitu didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan
76
menyatakan mereka membawa Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul
vitamin A dengan alasan bahwa vitamin A tersebut kelak akan sangat berguna bagi
anak-anak mereka terutama untuk kesehatan matanya dan mencegah Balitanya dari
kebutaan. Sedangkan ibu-ibu yang tidak membawa Balitanya ke posyandu untuk
mendapatkan kapsul vitamin A memberikan alasan bahwa seperti halnya tahun lalu,
tahun ini tidak ada pemberitahuan langsung dari rumah-kerumah mengenai jadwal
Posyandu dan adanya pembagian kapsul vitamin A. Adapula ibu-ibu yang beralasan
bahwa mereka sibuk bekerja dipasar sehingga tidak ada waktu untuk membawa
anaknya ke Posyandu, sebagian ibu-ibu yang lainnya beralasan karena jarak rumah
yang jauh dari Posyandu sehingga membuat ibu-ibu tersebut malas membawa
anaknya ketempat pemberian kapsul vitamin A tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andi
chandrawali (2000) bahwa ibu-ibu pengguna Posyandu di kecamatan Bulukumpa
beralasan mengunjungi Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A agar anak
mereka sehat terutama untuk kesehatan matanya. Sementara ibu-ibu yang yang tidak
mengunjungi Posyandu beralasan karena mereka tidak memperoleh informasi dari
petugas tentang jadwal pelaksanaan Posyandu serta adanya kesibukan lain di luar
rumah.
Ketidakhadiran sebagian besar ibu-ibu Balita pada saat pelaksanaan Posyandu
dan pemberian kapsul vitamin A mengakibatkan banyak Balita yang belum
mendapatkan kapsul vitamin A sehingga perlu dilakukan sweeping atau kunjungan
77
ke rumah-rumah Balita untuk diberikan kapsul vitamin A namun kenyataannya masih
ada Balita yang belum mendapatkan kapsul vitamin A terutama Balita yang telah
dikunjungi kader Posyandu namun kader yang bersangkutan lupa untuk mencatatnya.
Jumlah kunjungan ibu ke Posyandu atau tempat lain yang dijadikan sebagai
tempat pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi masih perlu ditingkatkan agar
banyak Balita yang telah mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi dan
cakupannya juga bisa meningkat (Andi chandrawali, 2000).
2. Perilaku Petugas Puskesmas/Kader Posyandu
Perilaku petugas Puskesmas/kader Posyandu dalam penelitian ini yakni
bagaimana sikap petugas Puskesmas/kader Posyandu terhadap ibu-ibu yang datang
membawa Balitanya ke Posyandu maupun ibu-ibu yang tidak datang membawa
Balitanya ke Posyandu namun dikunjungi oleh petugas Puskesmas/kader Posyandu
untuk diberikan kapsul vitamin A pada Balita mereka. Selain sikap petugas
Puskesmas/kader Posyandu juga bagaimana tindakan yang mereka lakukan terhadap
ibu-ibu Balita yang datang ke Posyandu dan ibu-ibu Balita yang dikunjungi
rumahnya untuk diberikan kapsul vitamin A karena tidak datang ke Posyandu serta
tindakan mereka dalam melakukan penyuluhan tentang manfaat pemberian kapsul
vitamin A pada Balita.
Sikap petugas Puskesmas/kader Posyandu dapat diketahui dengan
menanyakan kepada ibu-ibu yang terpilih menjadi informan baik ibu-ibu yang datang
ke Posyandu maupun ibu-ibu yang tidak datang ke Posyandu sedangkan tindakan
yang dilakukan petugas Puskesmas/kader Posyandu dapat diketahui dengan
78
menanyakan langsung kepada petugas Puskesmas dan kader Posyandu pada saat
pelaksanaan Posyandu maupun sesudahnya.
Berdasarkan pengakuan informan, dapat diketahui bahwa sikap yang
ditunjukkan oleh petugas Puskesmas/kader Posyandu pada umumnya mereka baik,
ramah dan bersedia melayani dengan baik ibu-ibu Balita yang datang di Posyandu.
Namun saja terkadang ada kader Posyandu yang tidak mempedulikan mereka dan
tidak memuaskan pelayanannya. Adapula informan yang mengaku bahwa pelayanan
petugas di Posyandu masih perlu ditingkatkan terutama kadernya agar ibu-ibu yang
datang segera dilayani agar tidak lama menunggu karena mereka harus secepatnya
pulang untuk mengurus keluarga mereka.
Sikap yang mereka tunjukkan terhadap ibu-ibu Balita yang tidak datang ke
Posyandu dan dikunjungi rumahnya oleh petugas untuk diberikan kapsul vitamin A
didapatkan hasil yakni informan merasa kader yang datang ke rumahnya ada yang
menunjukkan sikap yang baik, sopan namun adapula kader yang hanya langsung
datang dengan sikap yang tidak ramah dan tanpa menjelaskan maksud
kedatangannya. Mereka hanya diberi kapsul vitamin A pada Balita mereka dan
mengatakan kapsul tersebut untuk Balita mereka dari Puskesmas dan setelah itu
langsung pulang.
Tindakan yang dilakukan petugas Puskesmas/kader Posyandu dapat diketahui
berdasarkan pengakuan informan yang mengatakan bahwa ibu-ibu yang datang ke
Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A pada Balita mereka biasanya dilayani
dengan baik olek kader Posyandu bila petugas dari Puskesmas tidak sempat hadir di
79
Posyandu. Petugas Puskesmas tidak melakukan penyuluhan secara menyeluruh
terhadap ibu-ibu yang datang di Posyandu mengenai manfaat kapsul vitamin A
diberikan kepada Balita mereka namun mereka biasanya memberitahukan secara
langsung setiap ibu-ibu yang datang ke Posyandu membawa Balitanya untuk
mendapatkan kapsul vitamin A.
Petugas Puskesmas pernah mengadakan penyuluhan kesehatan namun
sifatnya umum bukan hanya penyuluhan tentang kapsul vitamin A dan manfaat
pemberian kapsul vitamin A pada Balita namun lebih menyeluruh terhadap semua
masalah kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat setempat.
Dari segi jarak rumah ibu Balita ke Posyandu atau tempat pemberian kapsul
vitamin A dijelaskan bahwa ada informan yang menyatakan bahwa hal tersebut bisa
menjadi penghalang atau menjadi alasan ibu-ibu untuk tidak membawa Balitanya ke
Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A. Adapula informan yang mengatakan
bahwa jarak rumah yang jauh dari Posyandu bukan halangan untuk membawa
Balitanya ke tempat pemberian kapsul vitamin A. Jadi, jarak rumah ibu Balita ke
tempat pemberian kapsul vitamin A bukan faktor yang dominan dan dapat
menghalangi ibu-ibu Balita ke Posyandu atau tempat pemberian kapsul vitamin A.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh A. Chandrawali (2000)
yang menjelaskan berdasarkan wawancara dengan ibu-ibu pengguna Posyandu di
kecamatan Bulukumpa kabupaten Bulukumba bahwa ada sebagian ibu-ibu yang
berkunjung ke Posyandu agar Balitanya mendapatkan kapsul vitamin A dan
80
imunisasi meskipun rumah mereka jauh dari Posyandu namun adapula yang mengaku
tidak membawa Balitanya ke Posyandu karena rumah mereka jauh dari Posyandu.
e. Keaktifan kader Posyandu
Kader Posyandu merupakan ujung tombak lapangan dalam setiap kegiatan
yang dilakukan di Posyandu. Tanpa kehadiran kader Posyandu di setiap kegiatan
yang diadakan di Posyandu maka kegiatan posyandu yang bersangkutan tidak akan
berjalan dengan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Kader Posyandulah yang
menggerakkan semua kegiatan di Posyandu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa kader Posyandu yang terpilih
sebagai informan didapatkan hasil bahwa mereka berusaha untuk hadir setiap ada
kegiatan yang dilakukan di Posyandu seperti kegiatan penimbangan, imunisasi dan
pemberian kapsul vitamin A baik kepada bayi maupun kepada Balita.
Ibu-ibu yang datang ke Posyandu dengan Balitanya untuk mendapatkan
kapsul vitamin A dilayani dengan baik oleh kader Posyandu dan petugas Puskesmas
bila petugas Puskesmasnya hadir. Menurut pengakuan informan, mereka tidak
mengetahui bila cakupan kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak masih rendah. Ada informan yang mengaku tidak mengetahui istilah
sweeping padahal mereka mengaku pernah melakukannya. Dari hasil wawancara
diperoleh pula informasi bahwa ada informan yang rajin mengejar target baik bayi
maupun Balita untuk diberikan kapsul vitamin A. Adapula informan yang mengaku
melakukan sweeping bila rumah sasaran masih bisa dijangkau dengan jalan kaki.
81
2. Variabel dalam proses pelayanan kapsul vitamin A pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak
a. Proses pengadaan kapsul vitamin A
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa
proses pengadaan kapsul vitamin A di Puskesmas Bontoperak melalui beberapa jalur
hingga akhirnya kapsul vitamin A tersebut tiba di Puskesmas. Adapun jalur-jalur
tersebut yakni mulai dari pusat dalam hal ini Dinkes Provinsi kemudian dari Dinkes
provnsi dikirim ke kabupaten melalui GFK (gudang farmasi kabupaten) masing-
masing . petugas GFK lalu mengirim ke Puskesmas-Puskesmas yang ada dalam satu
wilayah kabupaten. Akhirnya petugas Puskesmas yang menyalurkannya ke
Posyandu-Posyandu.
Menurut pengakuan informan, proses pengadaan kapsul vitamin A di
Puskesmas Bontoperak terkadang menghadapi masalah tertentu yakni keterlambatan
pengiriman kapsul vitamin A dai GFK ke Puskesmas Bontoperak dan akibatnya
terlambatnya pula pemberian kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Bontoperak. Ditambahkan pula oleh informan bahwa masalah tersebut
mungkin disebabkan karena kapsul vitamin A itu bisa saja terlambat tiba di GFK atau
terlambat dikirim dari pusat (dinkes provinsi) atau petugas GFK yang memang
terlambat mengirim ke Puskesmas Bontoperak. Bila kapsul vitamin A tersebut belum
juga tiba di Puskesmas Bontoperak padahal sudah saatnya untuk diberikan kepada
Balita maka petugas gizi Puskesmas akan pergi ke Dinkes Kabupaten Pangkep untuk
82
melobi agar kapsul vitamin A tersebut segera dikirim sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan Puskesmas Bontoperak.
Merujuk pada buku petunjuk teknis pemberian kapsul vitamin A pada Balita,
proses pengadaan kapsul vitamin A di Puskesmas melalui jalur birokrasi yang rumit
sehingga menyebabkan keterlambatan pendistribusian kapsul vitamin A dari
kabupaten ke Puskesmas. Hal itu disebabkan pula pendistribusian di tingkat yang
lebih tinggi mengalami pula keterlambatan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama
antara sektor-sektor yang terkait dengan program pelayanan kapsul vitamin A agar
semua masalah tersebut dapat terselesaikan (Depkes RI, 1996).
b. Proses pemberian kapsul vitamin A pada Balita
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bagaimana
proses pemberian kapsul vitamin A pada Balita di Posyandu-Posyandu yang ada
dalam wilayah kerja Puskesmas Bontoperak. Pada saat Posyandu tidak ditemukan
masalah yang dapat menghalangi proses pemberian kapsul vitamin A asalkan kader
Posyandunya hadir, ada kapsul vitamin A yang cukup tersedia serta ibu-ibu yang
mempunyai Balita datang dan ingin memberikan kapsul vitamin A pada anak-anak
mereka.
Menurut pengakuan informan, pemberian kapsul vitamin A pda Balita yang
berdiam di sebuah pulau yang kecil dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas
Bontoperak pelaksanaannya diserahkan kepada bidan desa setempat. Bidan desa
biasanya dibantu beberapa kader Posyandu untuk membagikan dan memberikan
kapsul vitamin A kepada Balita yang ada di pulau tersebut. Ditambahkan pula oleh
83
informan, cakupan kapsul vitamin A pada Balita di pulau tersebut cukup tinggi
karena sasaran Balitanya tidak terlalu banyak dan wilayahnya juga tidak begitu luas.
c.Proses pencatatan dan pelaporan kegiatan pemberian kapsul vitamin A
pada Balita
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa proses
pencatatan dan pelaporan kegiatan pemberian kapsul vitamin A pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak belum terlaksana dengan baik. Kerjasama
antara petugas Puskesmas dan kader Posyandu serta antara sesama kader Posyandu
belum terjalin dengan baik dalam hal mencatat dan melaporkan kegiatan pemberian
kapsul vitamin A pada Balita terutama bagi para kader. Menurut informan, ada kader
Posyandu yang memang rajin memberikan kapsul vitamin A dengan melakukan
sweeping ke rumah-rumah sasaran terutama kader Posyandu yang tinggal di wilayah
kelurahan Tumampua namun mereka lupa untuk mencatat dan melaporkan ke
petugas Puskesmas berapa Balita yang telah diberi kapsul vitamin A dan siapa saja
namanya. Adapula kader Posyandu ditempat lain seperti kader Posyandu di kelurahan
Mappasaile rajin melakukan sweeping serta mencatat dan melaporkan ke petugas
Puskesmas namun cara menghitung cakupannya yang salah.
Terkadang pula, ada kader Posyandu yang terlambat melaporkan hasil
kegiatan pemberian kapsul vitamin A di Posyandu, biasanya mereka baru melaporkan
satu bulan setelah pelaksanaan Posyandu atau lebih dari jangka waktu yang telah
ditentukan oleh petugas Puskesmas untuk penyetoran laporan. Bila laporan dari kader
belum masuk juga padahal sudah tiba saatnya laporan tersebut dimasukkan ke Dinkes
84
Kabupaten Pangkep maka laporan yang tidak masuk dianggap belum mendapatkan
kapsul vitamin A sehingga mengakibatkan cakupannya masih rendah. Hal itulah yang
menjadi salah satu faktor sehingga cakupan kapsul vitamin A pada Balita untuk
perode pemberian tahun lalu masih rendah yaitu 51 % saja namun untuk tahun ini
mengalami peningkatan sebesar 70 %. Salah satu faktor yang menyebabkan sehingga
cakupannya mengalami peningkatan sedikit karena para kader Posyandu tidak
terlambat lagi mengirim laporannya ke Puskesmas.
d. Proses Sweeping kapsul vitamin A pada Balita
Menurut pengakuan beberapa informan yakni kader Posyandu yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak menjelaskan bagaimana proses sweeping
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak. Ada kader Posyandu yang
mengatakan bahwa sweeping dilakukan bila masih ada persediaan kapsul vitamin A
serta ada waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan sweeping. Sweeping
biasanya dilakukan segera setelah pelaksanaan Posyandu di wilayah kerja Posyandu
tertentu agar kader dapat mengetahui Balita mana saja yang belum mendapatkan
kapsul vitamin A.
Adapula informan yang mengaku tidak melakukan sweeping bila mendadak
ada urusan lain yang lebih penting dan sebagian informan menyatakan tidak
mengetahui apa yang dinamakan sweeping namun setelah diberi pengertian barulah
mereka mengerti dan ternyata mereka pernah melakukannya. Ditambahkan lagi oleh
informan, terkadang sweeping dilakukan bila ada uang transpor yang diberikan oleh
petugas Puskesmas Bontoperak agar mereka tidak mengeluarkan ongkos pribadi bila
85
melakukan sweeping. Mereka akan lebih semangat untuk melakukan sweeping kapsul
vitamin A pada Balita bila ada dana yang diterima dari Puskesmas.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andi
asri adikusuma (2004) yang menjelaskan bahwa kader Posyandu akan lebih aktif dan
lebih rajin dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu termasuk kegiatan
pemberian kapsul vitamin A pada Balita dan kegiatan sweeping bila mereka
mendapatkan insentif berupa uang transpor dari pemerintah daerah setempat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang untuk berbuat
adalah faktor penguat (reinforcing factor) antara lain pemberian penghargaan,
reward atau insentif untuk manfaat sosial (Lawrence green, 1974 dalam Andi asri
adikusuma,2004).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara,maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Ada beberapa masalah yang menjadi faktor penyebab masih rendahnya cakupan
kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak yaitu :
86
1. Beberapa variabel input seperti tidak adanya
perencanaan anggaran yang dibuat dan anggaran yang diterima belum
memadai dan terealisasikan terutama dana transpor kader posyandu.
Selain itu stok kapsul vitamin A yang masih minim di Puskesmas dan
belum memadai untuk mencakup semua sasaran Balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Bontoperak.
Segi perilaku ibu, masih adanya sebagian ibu yang belum mengetahui
manfaat dari kapsul vitamin A untuk Balita dan malas membawa
Balitanya ke Posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A.
Segi keaktifan kader Posyandu didapatkan informasi bahwa ada kader
Posyandu yang biasanya tidak hadir pada saat ada kegiatan di Posyandu
dan belum maksimal dalam melakukan sweeping untuk mengejar target
yang harus diberikan kapsul vitamin A agar cakupannya meningkat.
2. Segi proses pelayanan kapsul vitamin A yakni
proses pengadaan kapsul vitamin A di Puskesmas sering mengalami
keterlambatan pengiriman dari kabupaten sehingga mengakibatkan
keterlambatan pelaksanaan program. Proses pencatatan dan pelaporan
Balita yang belum dan sudah mendapatkan kapsul vitamin A belum
terlaksana dengan baik. Proses sweeping kapsul vitamin A pada Balita
belum dilaksanakan secara maksimal dan menyeluruh oleh para kader
Posyandu karena keterbatasan dana untuk transpor dan stok kapsul
vitamin A yang jumlahnya terbatas.
87
B. Saran
1. Kepada Pemerintah Kabupaten Pangkep agar merealisasikan anggaran
kapsul vitamin A sehingga pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik.
2. Kepada petugas gizi Puskesmas Bontoperak agar membuat perencanaan
anggaran kapsul vitamin A, melibatkan dan menjalin kemitraan dengan sektor
yang terkait dalam mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan program pelayanan kapsul vitamin A pada Balita.
3. Kepada petugas gizi Puskesmas Bontoperak agar melakukan sosialisasi
program melalui bentuk komunikasi personal dengan ibu-ibu Balita yang
menjadi sasaran pemberian kapsul vitamin A.
4. Kepada kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bontoperak agar lebih
rajin dalam melakukan sweeping untuk mengejar target yang belum
mendapatkan kapsul vitamin A serta memperbaiki sistem pencatatan dan
pelaporan program pelayanan kapsul vitamin A pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Bontoperak.
88