SKRIPSI HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI...
Transcript of SKRIPSI HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI...
111111
SKRIPSI
HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (Fe, VITAMIN
C, VITAMIN A, DAN VITAMIN B12) DAN PROTEIN DENGAN KADAR
HB PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 21 MAKASSAR TAHUN 2017
HASLINDAH
K21113020
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN BODY IMAGE, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (Fe, VITAMIN
C, VITAMIN A, DAN VITAMIN B12) DAN PROTEIN DENGAN KADAR
HB PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 21 MAKASSAR TAHUN 2017
HASLINDAH
K21113020
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi
Haslinda
“Hubungan Body Image, Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Dan Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb Pada Remaja Putri di
SMAN 21 Makassar Tahun 2017”
(xiv + 113 Halaman + 22 Tabel + 5 lampiran)
Anemia merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia. Anemia
banyak terjadi terutama pada usia remaja baik kelompok pria maupun wanita.
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia sebesar 18,4% pada kelompok
umur 15-24 tahun. Terjadinya anemia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantanya
Asupan zat gizi seperti Fe, vitamin C, vitamin A, Vitamin B12, dan protein.
Asupan zat gizi juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti body image.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hubungan body
image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan
protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar. Jenis
penelitian ini observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional.
eknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara pengambilan sampel secara acak sistematik (systematic random sampling)
dengan jumlah sampel 100 orang. Data primer dikumpulkan melalui wawancara
recall 24 jam, kuesioner, pengukuran kadar Hb dan pengukuran status gizi,
sedangkan data sekunder yaitu gambaran lokasi penelitian didapatkan melalui
Sekolah.
Hasil penelitian yaitu remaja putri pada umumnya merasa puas dengan
bentuk tubuh (61%), asupan Fe kurang (91), asupan vitamin C kurang (83%),
asupan vitamin A kurang (89%), asupan vitamin B12 cukup (53%), asupan
protein kurang (56%) dan anemia (51%). Tidak ada hubungan body image dengan
asupan Fe, vitamin A, vitamin B12, dan protein dan ada hubungan body image
dengan asupan vitamin C. Ada hubungan asupan Fe, vitamin C, vitamin A dengan
kadar Hb dan tidak ada hubungan vitamin B12 dan protein dengan kadar Hb.
Disarankan agar remaja putri lebih memperhatiakan asupan zat gizi
mereka terutama asupan Fe, vitamin C dan vitamin.
Daftar Pustaka : 40 (1989 – 2015)
Kata Kunci : Body Image, Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin B12,
Protein, Kadar Hb
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang
berjudul “Hubungan Body Image, Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C,
Vitamin A, Dan Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb Pada Remaja
Putri di SMAN 21 Makassar Tahun 2017” sebagai syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Strata Satu di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin. Salam dan shalawat tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai uswatun khasanah bagi umat manusia.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,sehingga pada
kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati yangsebesar-besarnya serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orangtua penulis yaitu,
Ayahanda Mursalim dan Ibunda Harlina yang telah membesarkan dan mendidik
dengan penuh kesabaran, pengorbanan, cinta dan kasih sayangnya, serta do’a dan
nasihat yang tidak henti-hentinya kepada anaknya, dan Adik-adikku tersayang
Ansar Mursalim, Nur Haliza, Riki Aprian, dan Rika Aprila serta keluarga besar
atas segala hiburan, dukungan dan doa kepada penulis selama menjalani proses
penyelesaian hingga sekarang.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis persembahkan kepada Bapak
Dr.dr.,Burhanuddin Bahar, M.Sc. sebagai penasehat akademik atas segala
motivasi dan dukungannya untuk terus meningkatkan prestasi akademik dari awal
vii
semester perkuliahan hingga sekarang. Rasa hormat dan ucapan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. dr. A. Razak Thaha, M.Sc. sebagai Pembimbing I dan Dr.
Aminuddin Syam, SKM.,M.Kes.,M.Med. ED sebagai Pembimbing II yang selalu
memberikan masukan, bimbingan dan arahan serta motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada tim penguji Ibu Dr.
NurhaedarJafar, Apt, M.Kes., Ibu UlfaNajamuddin, S.Si.,M.Kes. Ibu Elvita
Bellani, MSc dan Ibu St Khadijah Hamid, S.Gz., M.Kes atas segala masukan,
kritik dan sarannya serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Dalam
kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Drg. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta jajaran dan seluruh staf
atas bantuannya selama menempuh pendidikan.
2. Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes., SpGK selaku Ketua Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf.
3. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama penulis
menempuh pendidikan perkuliahan di FKM Unhas.
4. Bapak Andi Imam Arundhana, S.Gz, MPH yang telah memberikan saya
bimbingan dan pelajaran dan sangat membantu saya dari awal sampai akhir
penulisan skripsi ini
5. Para Guru dan Staf pengajar Sekolah SMA Negeri 21 Makassar
viii
6. Seluruh responden yang telah memberikan waktunya selama penelitian ini
berlangsung.
7. Baiq Ulfah Nurhariyanti, teman seperjuangan saya. Kami memperjuangkan
semuanya dari awal sampai akhir bersama-sama
8. Teman-teman terbaik saya Justice Putrision Sisintina Assah S.Gz, Herlina K
Epem S.Gz, Roslina Wanggai S.Gz, Gloria N.R.C. Sembai, dan Mariska Ester,
Terima Kasih sudah memberikan kesempatan untuk mengenal kalian dan
terima kasih untuk segalanya.
9. Abang yang telah memberikan warna baru di detik-detik terakhir perjuangan
saya, yang kedatangannya benar-benar tak terduga.
10. Teman-teman curhat saya Kakak inna, Haeria, wahida, dan Indah Sari yang
telah memberikan canda dan tawa di tengah-tengah perjuangan saya.
11. Kakak Sarnawiah, Amd. Pi yang telah membantu saya dalam keadaan apapun.
12. Mr. D yang telah banyak membantu meskipun tidak sampai pada akhir
perjuangan saya.
13. Kakak Muhmmad Rizal S.S yang telah banyak membantu dan rela diganggu
kapan pun.
14. My mood booster, Karunia Eka Putri yang bisa membuat saya tersenyum dan
senang dalam keadaan apapun.
15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 “Rempong” yang telah berbagi
suka dan duka, serta senantiasa memiliki rasa senasib dan sepenanggungan.
16. Teman-teman Susuzi 2013 serta keluarga besar Gizi Unhas yang telah
berjuang bersama dan senantiasa membantu dan mendukung.
ix
17. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sempat
menorehkan warna di hidup penulis. Terima kasih telah banyak memotivasi
dan membantu selama ini.
Semoga Allah SWT membalasnya dengan hal yang lebih baik. Sebab daya
dan upaya yang penulis miliki pun asalnya hanya dari-Nya. Sebagai manusia biasa
yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf, serta dengan kerendahan hati
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Demikianlah, semoga
hasil penelitian ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan khususnya
teruntuk penulis.
Makassar, 21 November 2017
HASLINDAH
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN …................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii
RINGKASAN ............................................................................................... iv
KATA PENGANTA................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Remaja Putri ..................................... 12
B. Tinjauan Umum Tentang Body Image ....................................... 15
C. Tinjauan Umum Tentang Zat Gizi Mikro dan Protein .............. 18
D. Tinjauan Umum Tentang Anemia ............................................ 28
E. Tinjauan Umun Tentang Pengetahuan………………………… 33
F. Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Status Gizi……………. 36
xi
G. Kerangka Teori .......................................................................... 44
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel ......................................................... 45
B. Kerangka Konsep ....................................................................... 47
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 48
D. Hipotesis .................................................................................... 50
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 51
C. Populasi dan Sampel .................................................................. 51
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 54
E. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 57
F. Penyajian Data ........................................................................... 59
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian………………………………………………… 60
B. Pembahasan……………………………………………………. 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………. 109
B. Saran………………………………………………………….. 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 111
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Fe Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…………. 20
Tabel 2.2 Nilai Vitamin C Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…. 22
Tabel 2.3 Nilai Vitamin A Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…. 24
Tabel 2.4 Nilai Vitamin B12 Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram).. 26
Tabel 2.5 Nilai Protein Berbagai Bahan Makanan (Mg/100 Gram)…….. 28
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik
Responden SMA Negeri 21 Makassar Tahun 2017………….. 63
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Body Image……………… 66
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi
Bentuk Tubuh Aktual……………........................................ .. 67
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi
Bentuk Tubuh Ideal……………........................................... ... 67
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh
Aktual Terhadap Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal……………… 68
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Deskripsi
Bentuk Tubuh Aktual dan Ideal dengan Body Image………… 69
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan
Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Vitamin B12) Dan Protein……………...................................…. 71
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hb……………....... 72
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan……………... 72
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan IMT……………................ 73
Tabel 5.11 Hubungan Body Image Dengan Asupan
Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
Vitamin B12) Dan Protein…………….......…………….......... 74
xiii
Tabel 5.12 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C,
Vitamin A, Vitamin B12) Dan Protein Dengan
Kadar Hb…………….......…………….......……………........ 76
Tabel 5.13 Body Image Dan Asupan Fe Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 78
Tabel 5.14 Body Image Dan Asupan Vitamin C Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 79
Tabel 5.15 Body Image Dan Asupan Vitamin A Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 80
Tabel 5.16 Body Image Dan Asupan Vitamin B12 Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 80
Tabel 5.17 Body Image Dan Asupan Protein Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 81
Tabel 5.18 Asupan Fe Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 82
Tabel 5.19 Asupan Vitamin C Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………… 83
Tabel 5.20 Asupan Vitamin A Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 83
Tabel 5.21 Asupan Vitamin B12 Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 84
Tabel 5.22 Asupan Vitamin B12 Dan Kadar Hb Dengan Pengetahuan
Sebagai Variabel Pengganggu………………………………... 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori Penenlitiaan ................................................... .. 44
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian .................................................. ..... 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Output SPSS
Lampiran 3. Foto Penelitian
Lampiran 4. Surat Penelitian
Lampiran 5. Riwayat Hidup
111111
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas suatu bangsa ditentukan dari kualitas sumber daya manusianya,
dalam hal ini pemuda adalah ujung tombak dari suatu bangsa. Kesehatan dan
pendidikan menjadi komponen penunjang utama untuk menyokong kualitas
sumber daya manusia. Anemia karena defisiensi zat besi merupakan kelainan
gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang bersifat epidemik. Masalah ini terutama menjangkiti para
wanita dalam usia reproduktif dan anak-anak kawasan tropis dan subtropis.
Anemia karena defisiensi zat besi menyerang lebih dari 2 milyar penduduk di
dunia. Di Negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita
anemia karena defisiensi zat besi. Prevalensi rata-rata wanita yang tidak hamil
41%, gabungan Asia Selatan dan Tenggara turut menyumbangkan hingga 58%
total penduduk yang mengalami anemia di negara berkembang (Ariana, 2010).
Berdasarkan Profil Kesehatan Sulsel (2014), anemia defisiensi zat besi
merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari
600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi berkisar antara
10% dan 20% (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2014).
Anemia merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia. World
Health Organization (WHO) memebrikan batasan bahwa prevalensi anemia di
suatu daerah dikatakan ringan jika berada dibawah angka 10% dari populasi
2
taeget, kategori sedang jika10-39% dan gawat jika lebih dari 39%. Menurut
data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%, dengan
proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-laki dan
23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 5-
14 tahun yaitu sebesar 26,4% dan yaitu sebesar 18,4% pada kelompok umur
15-24 tahun . Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi,
menurut World Health Organization (WHO) 2013, prevalensi anemia dunia
berkisar 40-88% (Kemenkes RI, 2013).
Anemia banyak terjadi terutama pada usia remaja baik kelompok pria
maupun wanita. Indonesia sendiri prevalensi anemia yng didapatkan masih
cukup tinggi, dimana data depkes tahun 2009 didapatkan angka kejadian
anemia pada remaja putri mencapai presentasi 33,7 %. Sedangkan angka
kejadian anemia di jawa tengah mencapai presentasi sebesar 30,4 % dan
disemarang sendiri angka kejadian anemia pada remaja mencapai 26 %
(Wibowo, dkk., 2013).
Remaja merupakan masa perubahan yang dramatis dalam diri seseorang.
Pertumbuhan pada usia anak-anak yang relatif terjadi dengan kecepatan yang
sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Peningkatan
perubahan-perubahan mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan
hormonal, kognotif, dan emosional. Usia remaja (10-18 tahun) merupakan
priode rentang gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat
gizi yang lebih tinggi kerena perubahan pertumbuhan fisik dan perkembangan
yang dramatis. Kedua perubahan gaya hidup dan kebiasaanmakan
3
mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga remaja yang
mempunyai kebutuhan gizi khusus, yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan
olah raga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara
berlebihan, pecandu alkoholatau obat terlarang (Almatsier, dkk., 2011).
Menurut Sayogo (2006) dalam Nursari (2009) Pertumbuhan yang pesat,
perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi
karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi, dan
terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi status
gizi. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial, dan kesibukan pada remaja,
akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering
tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi, dan sama sekali tidak
makan siang (Nursari, 2009).
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada
kesehatan dan fase kehiupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.
Kekurangan besi dapat menimbulkan anemia dan keletihan, kondisi yang
membuat mereka tidak mampu mendapatkan kesempatan bekerja (Arisman,
2002).
Anemia yang terjadi pada remaja putri di pengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya yaitu pola makan atau komsumsi makanan. Pola makan atau
pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Remaja
putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badannya, sehingga banyak
remaja putri yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap
4
makanan. Masa remaja sering kali merupakan masa pertama kalinya orang-
orang mempertimbangkan untuk mengikuti diet dalam rangka mengubah
bentuk tubuh mereka. Diet ketat biasanya menghilangkan makanan-makanan
tertentu misalnya karbohidrat. Hal ini tidak sehat bagi remaja yang sedang
tumbuh dan memerlukan berbagai jenis makanan (Utamin, dkk., 2015).
Remaja putri sering menghindari beberapa jenis makanan seperti telur dan
susu. Susu ianggap minuman anak-anak atau dihubungkan dengan
kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani, sehingga tidak dapat
tumbuh atau mencapai tinggi yang optimal dan kekuranga asupan zat besi.
Kadang standar langsing tidak jelas untuk remaja putri. Banyak remaja putri
menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah menjadi gemuk
sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar seperti mambatasi atau
mengurangi frekuensi makan, memuntahkan makanan yang sering dimakan,
sehingga lama-lama tidak ada nafsu makan yang sangat membahayakan bagi
remaja (proverawati dan Erna, 2011).
Suatu studi di AS mengenai body image pada remaja mununjukkan hasil
bahwa hampir 70% remaja wanita yang diteliti mengungkapkan keinginan
mereka untuk mengurangi berat badannya karena mereka merasa kurang
langsing. Padahal hanya 15% diantara mereka yang menderita obesitas
(kegemukan). Body image ini banyak dipengaruhi oleh media massa. iklan-
iklan tentang berbagai metode penurunan berat badan sangat berperan dalam
menarik kaum remaja,khususnya wanita yang ingin langsing. Tidak semua
iklan mengakibatkan hal negarif. Namun sebaliknya tidak menutup
5
kemungkinan, remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam iklan
malah kekurangan gizi (Khomas, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Widianti dan Ayu Chandra di SMA
Theresiana Semarang, ditemukan sebanyak 40,3% sampel merasa tidak puas
terhadap bentuk tubuhnya dan sebagian besar subjek (56,9%) belum
menjalankan perilaku makan yang baik. Hal ini menunjukkan body image
dapat mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih makanan (Widianti
dan Aryu, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian Siswanti, yang dilakukan
pada remaja putri di Bogor. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa
Terdapat hubungan nyata antara keberagaman konsumsi pangan dengan
persepsi terhadap tubuh ideal, tubuh tersehat dan harapan perubahan berat
badan (Siswanti, 2007).
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia pada tahun 2014 di
SMAN 10 Makassar mengatakan juga bahwa perilaku diet berhubungan
signifikan dengan body image. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
remaja yang memiliki body image positif cenderung melakukan diet sehat dan
terdapat hubungan positif antara body image dan kadar Hb. Remaja yang
terkena anemia cenderung memiliki body image yang negatif, sedangkan
remaja yang memiliki body image yang positif cenderung tidak terkena
anemia (Amalia, 2014).
Selama terjadi puncak pertumbuhan, remaja hendaknya sering makan dan
dalam jumlah banyak. Namun jumlah dan frekuensi hendaknya dikurangi bila
pertumbuhan melambat. Kebiasaan makan yang salah dan dalam jumlah
6
banyak selama usia remaja pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai
masalah gizi seperti anemia (Almatsier, dkk., 2011).
Pengetahuan juga memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya
kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar
mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola
konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan,
dan tidak kelebihan (Prety, 2013).
Pengetahuan gizi pada usia remaja itu penting. Tingkat pengetahuan gizi
yang baik akan menghasilkan pola konsumsi yang baik pula, remaja dapat
mengatur pola makan yang bergizi dan seimbang. Pentingnya pengetahuan
gizi pada usia ini, mengingat pada usia ini anak sekolah terutama pada masa
remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan
merupakan salah satu faktor penting yang turut menentukan potensi
pertumbuhan dan perkembangan remaja (Prety, 2013).
Apabila pola makan remaja tidak benar, maka asupan akan zat gizinya
juga kurang. Asupan zat gizi mikro yang kurang akan menjadi pemicu
terjadinya anemia. Kekurangan zat besi dalam tubuh akan menyebabkan
anemia. Dalam hemoglobin, Fe mengikat 4 oksigen, sehingga gejalah
kekurangan Fe akan menyebabkan rendahnya peredaran oksigen dalamtubuh
sehingga mengakibatkan mudah pusing, lelah, letuh, lesu dan turunnya
konsentrasi berfikir (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2013).
7
Selain zat besi, zat gizi lain yang berperan dalam terjadinya anemia yaitu
kekurangan vitamin B12, vitamin A, dan vitamin C. Vitamin B12 merupakan
unsur esensial untuk perkembangan sel-sel darah merah yang normal. Vitamin
ini ternyata menjadi faktor non-anemia yang pertama-tama diisolasi dari
ekstrak hati dan dipakai dalam pengobatan enemia pernisiosa (Beck, 2011).
Menurut Subagio (2008) dalam Tritanto (2013) zat gizi mikro yang juga
berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah vitamin C. Vitamin C
menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk
membebaskan besi bila diperlukan. Adanya vitamin C dalam makanan yang
dikonsumsi memudahkan reduksi zat besi ferri menjadi ferro yang lebih
mudah diserap usus halus. Absorpsi zat besi dalam bentuk non heme
meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C (Almatsier ,2010). Kekurangan
vitamin A juga menjadi pemicu terjadinya anemia memiliki peran dalam
hematopoiesis dimana defisiensi vitamin A menyebabkan mobilisasi besi
terganggu dan simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan untuk eritropoesis
(Tritanto, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota
Makassar diperoleh hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi protein,
zat besi, vitamin B12, dan vitamin C dengan kejadian anemia. Dimana terlihat
bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi memiliki risiko
lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada remaja putri dengan
konsumsi protein kurang (82,8%), zat besi kurang (75,0%), vitamin B12
8
kurang 71,4% dan konsumsi vitamin C kurang 72,7% (Syatriani dan Astrina,
2010).
Sementara itu penelitian yang dilakukan di di SMA N 2 Semarang juga
menunjukkan bahwa semua variabel asupan zat gizi berhubungan dengan
kejadian anemia dan memiliki korelasi positif. Hal ini menunjukkan semakin
tinggi asupan zat protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi maka semakin
tinggi pula nilai kadar hemoglobin yang berarti kejadian anemia semakin
rendah. Asupan zat gizi pada siswi tergolong baik karena kebanyakan dari
mereka asupannya berda di batas normal dan bahkan ada yang melebihi
kecukupan dan mereka tidak mengalami anemia. Kecuali pada asupan zat besi
banyak siswa yang mengalami defisiensi besi dan memiliki kadar Hb rendah
(Kirana, 2011).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswi
kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada Mahasiswi Kebidanan Di
Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana Secara keseluruhan hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa asupan protein, Fe, asam folat dan vitamin C pada
mahasiswi kebidanan di asrama STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang
dari AKG yang dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh intake protein, Fe, asam
folat dan vitamin C dari makanan yang dikonsumsi masih rendah dan terdapat
hubungan asupan zat gizi (protein, fe,asamfolat,vitamin C) dengan status
anemia pada mahasiswi kebidanan di asrama stikes respatiyogyakarta
(Wahyuningsih, 2011).
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa uraian diatas tentang bagaimana anemia yang
terjadi pada remaja putri dan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
anaemia pada remaja putri. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan body image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin
A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana body image pada remaja putri di SMAN 21 Makassar?
2. Bagaimana asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin
B12) dan protein pada remaja putri di SMAN 21 Makassar?
3. Bagaimana kadar Hb remaja putri di SMAN 21 Makassar?
4. Apakah ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro (Fe,
vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN
21 Makassar?
5. Apakah ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A,
dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21
Makassar?
C. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image, asupan
zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein dengan
kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar.
10
D. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui body image pada remaja putri di SMAN 21 Makassar
2. Untuk mengetahui asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan
vitamin B12) dan protein pada remaja putri di SMAN 21 Makassar
3. Untuk mengetahui status anemia remaja putri di SMAN 21 Makassar
4. Untuk mengetahui hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro
(Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein di SMAN 21
Makassar.
5. Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin
A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar remaja putri di SMAN 21
Makassar
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Sekolah
Sebagai sumber informasi yang dapat menambah wawasan pihak
sekolah mengenai body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C,
Vitamin A, Vitamin B12) dan Protein dengan kadar Hb pada remaja putri
di SMAN 21 Makassar.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat menambah dan memberikan informasi mengenai mengenai
body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin
B12) dan Protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21
Makassar.
11
3. Manfaat Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang hubungan mengenai body
image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin B12),
dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar.
4. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai literatur dalam
memberikan identifikasi dan informasi mengenai hubungan mengenai
body image, asupan zat gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin
B12), dan protein dengan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21
Makassar.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Remaja Putri
Menurut (Yulia S. D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, 1991 dalam Dewi,
2008) istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja
antara lain :
1. Puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah latin pubertas yang berarti
kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-
lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu)
pada daerah kemaluan (genetal) maka pubescence berarti perubahan yang
dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan.
2. Adolescentia berasal dari istilah latin adolescentia yang berarti masa muda
yang terjadi antara 17 – 30 tahun yang merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa kanak-kanak menunju masa dewasa yang ditandai
dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Proses
perkembangan psikis remaja dimulai antara 12 – 22 tahun.
Masa remaja adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan
periode pendewasaan pikiran dan tubuh sehingga dapat diterapkan kepada
manusia sebelum,sesudah, dan selamapubertas. Selama masa remaja terjadi
perkembangan fisik, emosi, sosial, dan intelektual yang sangat cepat.
Kemampuan menggunakan fikiran abstrak, sebagai lawan pola fikir konkretr
pada anak-anak, memungkinkan seorang remaja dapat menyelesaikan tugas-
13
tugasnya.hal tersebut membuat remaja dapat melakukan perencanaan dan
menghubungkan fakta ke dalam pikiran yang terintegrasi. Dengan demikian ia
telah siap mengambil peranan dalam masyarakat dewasa (Almatsier,dkk.,
2011).
Pada saat memasuki usia remaja, seorang individu sudah mulai menyadari
bahwa dirinya bukan anak-anak lagi dan mulai berusaha untuk memasuki
dunia orang dewasa, berusaha untuk mendaptkan pengakuan dari orang
dewasa dan mencariidentitas diri yang dapat mempengaruhi perasaan mereka
terhadap diri sendiri. Menurut Handel dalam Rice (1990), sejak masa puber,
remaja umumnya mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus
seperti penampilan fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan
sosialisasinya dengan lingkingan pergaulan dan tokoh idolanya. Remaja
menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial.
Hal tersebut yang menyebabkan remaja sangat terpengaruh terhadap penilaian
dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya dan peka terhadap rasa mali (karena
adanya penilain yang kurang baik ) (Andea, 2010).
Brown (2013) dalam Savitri (2015) mengatakan bahwa pada masa remaja
terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara dramtis dalam siklus
kehidupan. Masa remaja juga merupakan priode pematangan organ reproduksi
manusia. Menstruasi dan perubahan tinggi badan relatif terhadap
perkembangan karakteristik seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri
selama masa pubertas, seperti perkembangan payudara,rambut kemaluan halus
dan manarche. Manarche merupakan salah satu pekembangan reproduksi yang
14
dipengaruhi oleh status gizi. Manarche dapat tertunda pada atlet yang sangat
kompetetif atau remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka
untuk membatasi lemak tubuh (Savitri, 2015).
Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan (peak growth velocity) terjadi
sekitar 12-18 bulan sebelum mengalami menstruasi pertama, atau sekitar
usia10-14 tahun. Pertumbuhan tinggibadan terus berlangsung hingga 7 tahun
setelah terjadi menstruasi. Maksimal tinggi badan wanita diperoleh paling
awal pada usia 16 tahun, atau paling akhir 23 tahun (terjadi pada popilasi yang
kekurangan gizi). Beberapa tahun setelah selesai pertumbuhan tinggi badan
(2-3 tahun), tulang pinggul masih tumbuh, sedangkan puncak masa tulang
akan tercapai hingga usia 25 tahun. Proses optimalisasi pertumbuhan ini
penting untuk mengurangi resiko gangguan pada proses kelahiran. Wanita
yang memiliki status gizi baik mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi
(Briawan, 2014).
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secarea fisik, kognitif, dan
psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali
terpengaruh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk
menjadi vegetarian, food addisim/ diet aneh, merupakan sebagai contoh
keterpengaruhan ini. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja
tidak makan, tidak jarang berujung pada anorexia neryosa. Atau hanya
menyantap kudapan (Arisman, 2002).
Kebutuhan nutrisi pada masa remaja bersifat lebih khusus untuk tiap
individu dibandingkan priode hidup lainnya. Besarnya kebutuhan nutrisi
15
tergantung pada waktu dan durasi lonjakan pertumbuhan, yang dapat
berpariasi pada sestiap individu, dan berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Remaja putri dengan aktivitas santai membutuhkan 1600 sampai 1800
kkal/hari, sementara remaja putri dengan aktivitas sedang memerlukan 2000
kkal/hari dan remaja putri yang berjiwa atlet membutuhkan sampai 2400
kkal/hari. Remaja yang aktif memnutuhkan niasin, tiamin, riboflavin dan
sebaiknya mengomsumsi tiga sajianproduk olahan susu per hari untuk
membantu memenuhi kebutuhan kalsium sebesar 1300 mg/hari (Nugroho dan
Santoso, 2013).
B. Tinjauan Umum tentang Body Image
Schilder mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh yang
kita bentukdalam pikiran kita. Body image dalam pengertian ini mengacu pada
pengalaman psikologi dan berfokus pada perasaan seseorang dan perilakunya
terhadap tubuh mereka (Robertson, 2004). Menurut Germov dan Wiliams
(2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran
tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan tentang
bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak
sesuati dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini di anggap sebagai body
image yang negetif (Almatsier, 2010).
Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) dalam Nurvita dan Muryantinah
(2015) periode penting terkait dengan perkembangan body image terjadi pada
masa remaja awal, khususnya bagi para remaja putri. Perkembangan remaja
16
putri pada masa remaja awal terkait dengan meningkatnya berat badan, body
image yang negatif, dan dorongan yang kuat untuk memiliki tubuh yang kurus
serta melakukan diet (Nurvita dan Muryantinah, 2015).
Pentingnya body image yang dimiliki oleh siswa remaja tidak lepas dari
perhatian mereka melalui pengaruh-pengaruh media lewat sarana iklan di tv,
majalah hingga internet yang memperlihatkan ikon-ikon pria yang berotot,
badan yang tegap dan berisi serta ikon wanita yang memiliki body yang tinggi,
putih, mulus, kurus. Sehingga tidak jarang terdapat sejumlah remaja yang
melakukan berbagai macam cara untuk mencapai tubuh yang ideal yang di
inginkan seperti melalui diet ketat, olahraga yang berlebihan hingga sedot
lemak (Rombe, 2014).
Hal tersebut seperti hasil dari penelitian Hoyt dalam Na’imah (2008) yang
menemukan bahwa media massa memegang peran yang signifikan dalam
membentuk perasaan remaja putri terhadap tubuhnya. Adanya rasa tidak puas
tersebut dan makin banyaknya media menampilkan figur-figur remaja serta
produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut untuk menjadi
konsumtif pada penampilan mereka, sehingga mereka akan semakin boros
dalam pengeluaran uang sakunya demi mendapatkan penampilan yang
menurutnya ideal, oleh karena itu didalam perkembangannya tidak jarang
banyak remaja putri disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan
citra individual mengenai gambaran tubuh mereka hingga masalah penampilan
mereka yang menjadi hal utama sehingga berpengaruh terhadap
perkembangan kepercayaan diri (Na’imah, dan Pambudi. 2008).
17
Selain media massa, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan
body image yang terjadi pada remaja putri adalah (Cisuwa dan O’Dea, 2010):
1. Faktor Sosial-Budaya
Dari beberapa penelitian di jepang, faktor sosial-budaya merupakan
faktor resiko yang paling berpengaruh untuk body image.
2. Teman Sebaya
Berdasarkan national nutrition survey pada tahun 2002 ditemukan
65,8% remaja putri usia 15-19 tahun menganggap diri mereka lebih gemuk
dibandingkan dengan yang lain (teman sebaya dan masyarakat umum)
3. Peran Gender
Ekspektasi jender daripara wanita dikenal sebagai faktor potensial dari
keinginan untuk langsing dan berakibat pada body image dan
menghasilkan gangguan makan pada wanita.
4. Faktor Personal
Factor personal adalah faktor lain yang dapat berpotensial
menyebabkan gangguan body image pada remaja sama berpengaruhnya
dengan pengaruh biologisdan lingkungan yang dapat menyebabkan
perubahan sugnifikan pada tingkah laku dan mental. Harga diri adalah isu
utama pada kelompok usia remaja dan diketahui berhubungan erat dengan
bodu image negative dan masalah makan.
5. Faktor Lingkungan
Telah diketahui bahwa area tempat tinggal juga mempengaruhi body
image pada remaja jepang. Remaja usia 15-19 tahun yang tinggal dikota
18
metropolitan lebih banyak dikategorikan memiliki berat badan kurang
dibandingkan dengan remaja yang tinggal di kota yang lebih kecil.
C. Tinjauan Umum tentang Zat Gizi Mikro dan Protein
1. Fe (Besi)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam
tubuh manusi dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa.
Besi mempunyai beberapafungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut
elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di
dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak
penduduk duniamengalami kekurangan besi, termasuk di Iindonesia.
Kekurangan besi sejak 30 tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap
produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier,
2010).
Unsur besi tersedia dalam tubuh bersumber dari sayur-sayuran,
daging,dan ikan yang dikomsumsi setiap harinya. Namun demikian
mineral besinya tidaklah mudah diserap kedalam darah, penyerapan ini
dipengaruhi oleh HCl dalam lambung. Besi dalam makanan yang
dikomsumsi berada dalam bentuk ikatan feri (secara umum dalam bahan
pangan nabati) dan ikatan fero (dalam bahan pangan hewani). Besi yang
berbentuk feri dengan peranan dari getah lambung (HCl) direduksi
menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap oleh selmukosa usus.
19
(Adanya vitamin C juga membantu proses reduksi tersebut). Besi
berbentuk fero di dalam sel mukosa dioksidasi menjadi feri, dengan
demikian terjadi penyatuan di antara feri dan fero, yang selanjutnya
bergabung dengan apoferitin membentuk protein yang berkandungan besi
yaitu feritin yang selanjutnya melalui proses lain dapat masuk ke dalam
plasma darah (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).
Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul
hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi
terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah,
serta pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya
ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal
(hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme
energi yang dapat menurunkan produktivitas (Citrakesumasari, 2012).
Kebutuhan akan zat besi untuk berbagai jenis kelamin an golongan
usia adalah sebagai berikut (Proverwati dan Erna, 2011):
1. Untuk laki-laki dewasa: 10 mg/hari
2. Wanita yang mengalami haid: 12 mg/hari
3. Anak-anak umur 7-10 tahun: 2,3-3,8 mg/hari
4. Orang dewasa: 10-15 mg/hari
Sebagian besar zat besi dalam diet rata-rata berasal dari telur, daging,
ikan, tepung gandum, roti dan sayuran hijau. Semua makanan ini yang
cukup mengandung zat besi, akan memberikan masukan yang cukup
20
berarti bila dimakan teratur. Hati memiliki kandungna zat besi yang tinggi.
Lebih banyak lagi yang perlu diketahui mengenai ketersediaan relatif zat
besi dalam berbagai makanan bagi keperluan tubuh,. Ada dua macam zat
besi yang terdapat dalam makanan: makanan segar mengandung besi
dalam bentuk haem (yaitu, zat besi dalam hemeglobin), dan buah serta
sayuran mengandung zat besi dalam bentuk senyawa kompleks feri (Beck,
2011).
Tabel 2.1
Nilai Fe berbagai bahan makanan (mg/100gram)
Bahan Makanan Nilai
Fe
Bahan Makanan Nilai
Fe
Tempe kacang kedelai murni 10 Daun katuk 2,7
Udang segar 8 Biskuit 2,7
Kacang kedelai, kering 8 Kangkung 2,5
Kacang hijau 6,7 Jagung kuning, pipil lama 2,4
Hati sapi 6,6 Ikan segar 2
Daun kacang panjang 6,2 Kelapa tua, daging 2
Kacang merah 5 Daun singkong 2
Bayam 3,9 Ayam 1,5
Sawi 2,9 Keju 1,5
Daging sapi 2,8 Roti putih 1,5
Telur bebek 2,8 Beras setengah giling 1,2
Gula kelapa 2,8 Kentang 0,7
Telur ayam 2,7 Pisang ambon 0,5
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan,Depkes 1979
2. Vitamin C
Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat
disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan
sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu
L-asam askorbat dan L-asam dehidro askorbat (Almatsier, 2010).
21
Dalam larutan air vitamin C mudah dioksidasi, terutama apabila
dipanaskan. Oksidasi dipercepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis.
Kehilangan vitamin C sering terjadi pada pengolahan, pengeringan, dan
cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan zat-zat interseluler dan
kolagen.Vitamin ini tersebar ke seluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka,
matriks dan lain-lain. Vitamin C berperan penting dalam hidroksilasi
prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksi lisin yang merupakan
bahan pembentuk kolagen tersebut. Dalam pernapasan sel vitamin C
banyak terlibat, namun mekanismenya belum diketahui dengan jelas.
Peran penting vitamin ini antara lain oksidasi fenilalanin menjadi tirosin,
reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernaan, mengubah asam
folat menjadi bentuk aktif asam folinat, sintesis hormon-hormon steroid
dari kolestrol (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).
Asam askorbat terutama ditemukan dalam sayuran dan buah-buahan
yang segar.sumber terbaiknya adalah jeruk, jambu, gandaria, mangga,
tomat dan sayuran seperti bayam, daun pepaya, daun singkong, sawi dan
lain-lain. Nasi tidak mengandung vitamin C sedangkan kentang dan ketela
mengandung sedikit vitamin C sehingga orang-orang yang makanannya
tidak bervariasi dan hanya mengandalkan makanan pokok nasi saja
mungkin akan kekurangan vitamin ini. Susu memiliki kandungan vitamin
C yang rendah (Beck, 2011).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai
koenzim dann kofaktor. Asam askorbat adalah asam yang kuat
22
kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-
reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan vitamin C (seperti asam eritrobik dan
askorbik palmitat) digunakan sebagai antioksidan di dalamindustri pangan
untuk mencegah proses tengik, perubahan warna (browing) pada buah-
buahan dan untuk mengawetkan daging (Almatsier, 2010). Fungsi vitamin
C yaitu produksi kolagen, pencernaan, pembentukan tulang dan gigi yang
halus, penyimpanan yodium, pertumbuhan jaringan, penyembuhan,
pembentukan sel darah merah, dan kekebalan terhadap infeksi (Nugroho
dan Santoso, 2013).
Tabel 2.2
Nilai vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100gram)
Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg
Daun singkong 275 Rambutan 58
Daun katuk 200 Durian 52
Jambu monyet buah 197 Kol 50
Daun melinjo 150 Kemangi 50
Daun pepaya 140 Kedondong (masak) 50
Gandaria (masak) 110 Jeruk manis 49
Sawi 102 Mangga masak 41
Jambu biji 95 Tomat masak 40
Pepaya 78 Kangkung 30
Kol kembang 65 Ketela pohon kuning 30
Mangga muda 65 Jeruk nipis 27
Bayam 60 Nenas 24
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992
3. Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang banyajk ditemukan.
Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua
retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas
biologis sebagai retinil (Almatsier, 2010).
23
β-karoten merupakan prokursor vitamin A. zat ini berupa pigmen
kuning yang terdapat pada banyak tanaman, khususnya yang berwarna
kuning, merah atau hijau gelap. Hewan, termasuk manusi, dapat
mengkonversikan karoten pada makanannya menjadi vitamin A. Manusia
memperoleh vitamin tersebut sebagian dari karoten yang terdapat dalam
sayuran, buah-buahan, serta produk hewani (Beck, 2011).
Dalam makanan alami vitamin A berbentuk ester, tetapi dalam saluran
pencernaan terjadi hidrolisis ester vitamin A sehingga membentuk retinol
bebas dimana dapat diabsorbsi oleh dinding usus dengan proses
penyerapan aktif melalui epithel dinding saluran usus halus masuk ke
dalam darah.provitamin A dserap samil diubah menjadi retinol (vitamin A)
di dalam sel epital usus. Untuk hidrolisis vitamin A diperlukan enzim
hidrolase dan untuk mengubah kartoten menjadivitamin A enzim 5.5’-
dioksi hidrolase. Untuk penyerapakan karoten diperlukan empedu. Setelah
melalui proses konjugasi dan diikat di dalam plasma, vitamin A di transpor
dari tempat penimbunan dihati ke sel-sel target yang memerlukan vitamin
A seluruh jaringan tubuh (Yuniastuti, 2008).
Vitamin A esensial untuk memelihara jaringan epitel agar jaringan
tersebut dapat berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud terutama
dari mata, alat pernafasan, alat pencernaan, alat reproduksi, saraf dan
sistem pembuangan urin. Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata
yang normal, perlu mendapat perhatian khusus. Vitamin A dibutuhkan
untuk mensintesis rodopsin yang terlalu pecah/dirusak oleh proses
24
fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologi dalam sistem melihat.
Vitamin A ini biasanya bersatu dengan protein dalam tubuh, sintesis visual
purple akan terganggu (Parakkasi, 1990).
Defisiensi Vitamin A dapat menyebabkan gangguan mobilisasi
cadangan Fe di dalam tubuh dimmana cadangan Fe dalam tubuh akan
menurun, sehingga sintesa Hb akan turun. Vitamin A berperan dlam
memobilisasi cadangan Fe dalam tubuh untuk dapat mensintesa Hb.
Apabila jumlah vitamin A di dalam tubuh kurang, akan mempengaruhi
status besi dengan menghambat penggunaan besi pada proses erythopoesis
(Setiobroto et al. 2004).
Tabel 2.3
Nilai vitamin A berbagai bahan makanan (RE/100gram)
Bahan Makanan RE Bahan Makanan RE
Minyak ikan 24000 Bayam 1827
Minyak kelapa sawit 18000 Mentega 1287
Hati sapi 13170 Kuning telur bebek 861
Daun pepaya 5475 Kuning telur ayam 600
Daun lamtoro 5340 Margarin 600
Wortel 3600 Susu bubuk full cream 471
Daun singkong 3300 Tomat masak 450
Daun tales 3118 Ginjal 345
Daun katuk 3111 Pisang raja 285
Daun melinjo 3000 Ikan sardin (kaleng) 250
Ubi jalar merah 2310 Ayam 243
Minyak hati ikan hiu 2100 Keju 225
Sawi 1940 Semangka 177
Mangga masak 1900 Susu kental manis 153
Kangkung 1890 Susu segar 39
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992
4. Vitamin B12
Sianokobalamin dapat dikatakan sebagai awal terbentuknya vitamin
B12. Hasil penelitian menyatakan bahwa sianokobalamin mengandung
25
suatu kelompok sianida dan terikat pada kobalat pusat . vitamin B12
berbentuk kristal berwarna merah tua/gelap, dapat larut dalam air dan
alkohol, stabil dalam bentuk larutan. Dari hasil analisis ssedikitnya
ditemukan 5 koenzim vitamin ini yang berbeda, mengenai hal ini bentuk
yang paling sering dijumpai yaitu yang mengandung 5-deoksiadenin
nukleosida (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).
Vitamin B12 merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi
dalam menjaga aktivitas saraf pusat, sintesis DNA dan asam lemak,
pembelahan sel, metabolisme sel dalam pelepasan energi dan
pembentukan darah. Selain itu berperan dalam metabolisme asal folat dan
vitamin B6 untuk mnegontrol kadar homosisteine. Kelebihan homosisteine
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner,stroke, dan penyakit-
penyakit lain seperti osteoporosis dan alzheimer. Kekurang vitamin B12
dapat menyebabkan anemia pernisiosa dan gejalah kelelahan (Sandjaja,
dkk., 2010).
Vitamin ini dikenal sebagai penjaga nafsu makan dan mencegah
terjadinya anemia (kurang darah) dengan membentuk sel darah merah.
Karena peranannya dalam pembentukan sel, defisiensi kobalamin bisa
mengganggu pembentukan sel darah merah, sehingga menimbulkan
berkurangnya jumlah sel darah merah. Akibatnya, terjadi anemia.
Gejalanya meliputi kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, dan murung.
Defisiensi berat B12 potensial menyebabkan bentuk anemia fatal yang
disebut Pernicious anemia (Citrakesumasari, 2012).
26
Sumber-sumber vitamin B12 yaitu hati, ginjal dan jantung merupakan
sumber vitamin B12 yang amat baik dan dengan jumlah yang cukup
banyak. Vitamin ini juga terdapat dalam daging, ikan, telur serta keju.
Susu mengandung vitamin B12 dalam jumlah yang lebih kecil tetapi cukup
berarti jika dikomsumsi (Beck, 2011).
Tabel 2.4
Nilai vitamin B12 berbagai bahan makanan (µg/100gram)
Bahan Makanan µg Bahan Makanan µg
Hati sapi 52,7 Ikan bandeng 3,4
Hati ayam 27,9 Ikan tuna 3
Ginjal 16,3 Ikan kembung 2,4
Sardin 14,4 Daging sapi 1,4
Jantung 13,4 Keju 1
Ikan belanak 8,6 Ayam 0,4
Kuning telur 6 susu sapi segar 0,4
Sumber: Food Composition Table For Usein East Asia. FOA 1972
5. Protein
Secara kimiawi protein merupakan senyawa polimer yang tersusun
atas satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Asam-asam amino
terikat satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus
karboksil(-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2) dari
asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang
terbentuk atas dua asam amino disebut dipeptida. Sebaliknya peptida yang
terdiri atas tiga, empat atau lebih asam amino masing-masing disebut
tripeptida, tetrapeptida dan seterusnya (Sirajuddin, 2014).
Protein yang namanya berarti pertama atau utama merupakan
makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih
dari setengah berat kering pada hampir semua organisme. Protein adalah
27
instrument yang mengekspresikan informasi genetik. Seperti juga terdapat
ribuan gen di dalam inti sel, masing-masing mencirikan satu sifat nyata
dari organisme, di dalam sel terdapat ribuan jenis protein yang berbeda,
masing-masing membawa fungsi spesifik yang ditentukan oleh gen yang
sesuai. Protein bukan hanya merupakan makromolekuler yang paling
berlimpah, tetapi juga amat bervariasi fungsinya (Thenawijaya, 1982).
Peran penting protein bisa dilihat dari namanya, yang berasal dari
bahasa yunani proteios yang berarti tempat pertama. Protein meliputi lebih
dari 50% bobot kering sebagian besar sel, dan molekul ini sangat berguna
sebagai alat bantu dalam hampir setiap hal yang dilakukan organisme.
Protein dilakukan untuk dukungan struktural, penyimpanan, transport
subtansi lain, pengiriman sinyal dari satu bagian organisme ke bagian lain,
pergerakan dan pertahanan melawan subtansi asing. Selain itu, protein
juga mengatur metabolisme dengan secara efektif mempercepat reaksi
kimiawi dalam sel seperti enzim. Manusia memiliki puluhan ribu protein
yang berbeda, masing-masing dengan struktur dan fungsi yang spesifik
(Ambeng, dkk., 2012)
Berbagai bahan makanan dapat digunakan sebagai sumber protein,
baik berasal dari bahan hewani maupun bahan nabati, seperti (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2013):
a. Daging berwarna merah termasuk daging sapi, kambing, dan babi
b. Daging ayam, telur ikan, susu, keju dianggap mengandung komplet
protein efisien untuk tubuh
28
c. Golongan kacang-kacangan seperti legume, kacang keelai, kacang
hijau, khusus untuk kedelai yang dapat dibuat sebagai tahu, tempe.
Tabel 2.5
Nilai protein berbagai bahan makanan (g/100gram)
Bahan Makanan g Bahan Makanan g
kacang hijau 22,2 Tahu 12,9
Kacang kedelai 30,2 Tempe 18,3
Kacang merah 23,1 Ayam 18,2
Kacang tanah 37,4 Daging sapi segar 18,8
Telur ayam 12,8 Susu sapi segar 3,2
Ikan teri segar 16,0 Keju 22,8
Udang segar 21,0 Ikan kakap 20,0
Ikan bandeng 20,0 Kepiting 13,8
Ikan layang 22,0 Kerang 8,0
Ikan lemuru 20,0 Ikan mas 16,0
Susu kental manis 8,2 Susu bubuk 35,6
Sumber: Daftar Analisi Bahan Makanan, FKUI, 1992
D. Tinjauan Umum Tentang Anemia
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya
konsentrasi hemoglobing (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas
(referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah
(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau
kehilangan darah yang berlebihan (Citrakesumasari, 2012).
Nilai Amabang Batas Pemeriksaan Hemoglobin
Kelompok Umur/Jenis Kelamin Konsentrasi Hb (<g/dL)
6 bulan- 5 tahun
5-11 tahun
>12 tahun
Wanita
Ibu hamil
Laki-laki
11,0
11,5
12,0
12,0
11,0
13,0
Sumber: MOST, USAID Micronutrient Program (2014)
29
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak
dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah.
Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat
mengikat oksigen. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna
hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah
merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan
bikonkaf (Wikipedia, 2017).
Proses eritropoesis dimulai dari sel induk multipotensial. Dari beberapa
sel induk multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial yang masing-
masing hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit. Proses
pembentukan eritrosit ini disebut eritropoesis. Sel induk unipotensial akan
mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat
rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial,
eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas, normoblas
basofilik dan normoblas polikromatofil. Sel eritrosit termuda yang tidak
berinti disebut retikulosit yang kemudian berubah menjadi eritrosit. Dalam
proses pembentukan sel darah merah, rangsangan oleh eritropoetin dalam
jumlah yang amat kecil saja akan merangsang sel unipotensial yang
committed untuk segera membelah diri dan berdiferensiasi menjadi
proeritroblas (Risti, 2013).
Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses
pembentukan eritrosit dari sel induk unipotensial yaitu pembentuk
deoxyribonucleic acid (DNA) dalam inti sel dan pembentuk HB dalam plasma
30
eritrosit. Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin (HB) terjadi bersamaan
dengan proses pembentukan DNA dalam inti sel. Seperti dikemukakan
sebelumnya HB merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul
HB terdiri dari globin, protoporfu-in dan besi (Fe) (Risti, 2013).
Wirakusumah (1998) dalam Arumasari (2008) mengatakan sebelum
terjadi anemia biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin
menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding capacity)
meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sumsum
tulang dan hati. Ini menandakan berkurangnya zat besi dalam plasma.
Selanjutnya zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah
(sistem eritropoesis) di dalam sumsum tulang berkurang dan terjadi penurunan
jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin
menurun (hypocromic) dan eritrosit mengecil (microcytic) dan terjadi anemia
gizi besi (Arumasari, 2008).
Kondisi individu yang sehat dan bergizi baik mempunyai persediaan atau
simpanan zat besi yang cukup di dalam tubuh. Namun, jika persediaan besi
terus menurun dan keseimbangan zat besi tubuh terganggu, hal itu dapat
menyebabkan persediaan zat besi tubuh berkurang. Berkurangnya persediaan
besi menyebablan pembentukan hemoglobin terganggu. Akibatnya, kadar Hb
terus menurun sehingga terjadilah anemia (Anwar dan Khomsan, 2009).
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu
Bakta (2009):
31
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia, disebut juga sindrom anemia timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia.Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjugtiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan
hemoglobin yang berat (Hb <7 g/dl).
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing anemia. Sebagai contoh:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok
b. Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi
vitamin B12
c. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
d. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya
32
gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis
dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering terjadi
gela penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat
penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid.
Junedi (1995) mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
timbulnya anemia, yaitu:
1. Sebab langsung, yaitu karena ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit
kurangnya zat besi dalam tubuh disebabkan karena kurangnya asupan
makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup, namun
bioavailabilitas rendah, serta makanan yang dimakan mengandung zat
penghambat absorbsi besi. Infeksi penyakit yang umunya memperbesar
resiko anemia adalah cacing dan malaria.
2. Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,
aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana
ibu dan anak wanita tidak menjadi priorits.
3. Sebab mendasar yaitu masalah ekonomi, antara lain rendahnya
pendidikan, rendahnya pendapatan, status social yang rendah dan lokasi
geografi yang sulit.
Terdapat bebrapa jenis anemia akibat defisiensi zat gizi, salah satunya
yaitu anemia defisiensi zat besi. Kekurangan pasokan zat besi (Fe) yang
merupakan inti molekul hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah.
Akibat dari anemia gizi besi yaitu terjadi pengecilan ukuran hemoglobin,
kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel darah merah.
33
Anemia zat besi biasanya ditandai dengan penurunan kadar Hb total di bawah
nilai batas normal dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari kadar normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menganggu metabolisme energi
yang dapat menurunkan produktivitas (Citrakesumasari, 2012).
Apabila pasokan zat besi dalam tubuh cukup maka kadar Hb menjadi
normal dan begitupun sebaliknya. Kurangnya pasokan zat besi bukan hanya
disebabkan oleh asupan zat besi kurang tetapi bisa jadi disebabkan oleh
gangguan penyerapan zat besi. Difisiensi vitamin C akan menyebabkan
gangguan penyerapan zat besi, vitamin C berperan pada penyerapan zat besi di
usus dan metabolisasi dari penyimpanan dalam feritin. Vitamin A juga
berperan pada penyerapan zat besi di usus (Briawan, 2012)
Selain anemia defisiensi zat besi, anemia yang terjadi akibat difisiensi zat
gizi juga di sebabkan oleh kurangnya asupan vitamin B12. Anemia ini disebut
anemia pernicious yaitu terjaigangguan pada sisitem pencernaan bagian
dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sele-sel otak dan asam lemak
menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel saraf berubah.
Dikhawatirkan penderita akan mengalami gangguan kejiwaan
(Citrakesumasari, 2012).
E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan,
34
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Nandra, 2015).
Pengetahuan itu adalah kesatuan subyek yang mengetahui dan objek yang
diketahui. Satu kesatuan dalam mana objek itu yang dipandang oleh subyek
sebagai diketahui. Pengetahuan manusia itu hasil dari berkontaknya dua
macam besaran, yaitu benda atau yang diperiksa,diselidiki, dan akhirnya
diketahu (objek), manusia yang melakukan sebagai pemeriksaan, penyelidikan
dan akhirnya mengetahu (mengenal) benda. Menurut Notoatmodjo (2010)
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan,
yaitu: :
1. Tahu (know)
Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur
bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
35
4. Analisa (analisys)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang yaitu:
1. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.
36
3. Media masa / sumber informasi
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
4. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
5. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
F. Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Status Gizi
Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalamilmu gizi adalah
untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau
masyarakat. PSG penting karena terjadinya kesakitan dan kematian terkait
dengan status gizi maka dengan melakukan PSG para individu atau
masyarakat kita akan dapat mengetahui kelainan tersebut (Departemen Gizi
Dan Kesehatan Masyarakat, 2013).
Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi
yang diperoleh melalui penilaian antropometri, komsumsi makanan, biokimia,
dan klinik. Informasi ini digunakan untuk menetapkan status kesehatan
prorangan atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh komsumsi zat-zat
37
gizi (Almatsier, dkk., 2011). Namun yang akan dibahas berikut ini yaitu
pengukuran antropometri dan pengukuran kadar hemoglobin.
1. Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh
dan komposisi tubuh. Antropometri adalah pengukuran yang paling sering
digunakan sebagai metode PSG secara langsung untuk menilaia dua
masalah gizi utama yaitu kurang enenrgi protein khususnya pada anak-
anak dan ibu hamil dan obesitas pada semua kelompok umur (Departemen
Gizi Dan Kesehatan Masyarakat, 2013).
a. Indek Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan
hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang
dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu
pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)
lainnya seperti adanya edema, asistes, dan hematomegali
(Supariasi,dkk., 2013).
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai beriku (Sirajuddin, dkk.,
2014):
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑚 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
38
Klasifikasi IMT berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian
di beberapa negara berkembang dengan ketentuan sebagai berikut
(Sirajuddin, dkk., 2014):
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight < 18,50
- Severe thinness
- Moderate thinness
- Mild thinness
< 16,00
16, 00 – 16, 99
17,00 – 18, 49
Normal 18,50 – 24, 99
Overweight
- Pre – obesitas
≥ 25,00
25,00 – 29,99
Obesitas
- Obesitas kelas I
- Obesitas kelas II
- Obesitas kelas III
≥ 30,00
30,00 – 34,99
35,00 – 39,99
≥ 40,00
Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004.
b. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran berat badan dapat menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, pertumbuhan tinggi
badan akan beriringan bersama dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap maslah
defisiensi zat gizi. Istilah tinggi badan digunakan ketika mengukur
tinggi badan anak di atas 2 tahun, sedangkan istilah panjang badan
ketika mengukur tinggi badan anak dibawah usia 2 tahun. Adapun alat
yang digunakan dalam mengukur tinggi badan adalah microtoise,
(Proverwati dan Erna, 2011).
39
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan cara berikut
(Supariasi, dkk., 2012) :
1) Subjek tidak mengenakan alas kaki. Diposisikan subjek tepat di
bawah microtoice.
2) Reponden diminta berdiri tegak dengan posisi kaki rapat, lutut
lurus. Tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding vertikal.
3) Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertical. Tangan lepas kesamping badan dengan
telapak tangan menghadap paha.
4) Subjek diminta menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa
mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang.
Diusahakan bahu tetap santai.
5) Tarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara
horizontal. Pengukuran tinggi badan dilakukan saat menari nafas
maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk
angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Kemudian dicatat
tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
c. Pengukuran berat badan
Berat badan adalah pengukuran antropometri yang paling sering
digunakan meskipun sering terjadi kesalahan dalam pengukuran. Berat
badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral
tulang. Pada orang dewasa terdapat peningkatan jumlah lemak
sehubungan dengan umur dan terjadi penurunan protein otot. Berat
40
badan sewaktu lahir dapat digunakan sebagai indikator status gizi
dengan cut off point ˂ 2.500 gram dikatakan sebagai bayi dengan
BBLR. Untuk menilai status gizi biasanya berat badan dihubungkan
dengan pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan (Syafiq, dkk.,
2013).
Prosedur Pengukuran Berat Badan (Sirajuddin, dkk., 2014):
1) Timbangan injak yang digunakan sebaiknya dikalibrasi terlebih
dahulu.
2) Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang
minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.
3) Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka
0,0.
4) Subjek diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar
merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus
ke depan. Usahakan tetap tenang. Diusahakan agar subjek tetap
tenang.
5) Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 kg
terdekat.
d. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas (LiLA) biasa digunakan pada anak balita
serta wanita usia subur. Pengukuran LiLA dipilih karena pengukuran
relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data umur
untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang
41
tepat. LiLA mencerminkan cadangan energi sehingga pengukuran ini
dapat mencerminkan KEP (kurang energi dan protein) pada balita atau
KEK (kurang energi kronik) pada ibu WUS dan ibu hamil. Pengukuran
LiLA pada WUS dan ibu hamil adalah untuk mendeteksi risiko
terjadinya kejadian bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah). Cut
off point untuk balita yang menderita KEP adalah <12.5 cm sedangkan
risiko KEK untuk WUS dan bumil adalah <23.5 cm. LiLA/U (lingkar
lengan atas terhadap umur) (Syafik, dkk., 2013).
Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LiLA) (Sirajuddin, dkk., 2014):
Klasifikasi Batas Ukur
Wanita usia subur
KEK <23,5 cm
Normal ≥23,5 cm
Bayi usia 0-30 hari
KEK <9,5 cm
Normal ≥9,5 cm
Balita
KEK <12,5
Normal ≥12,5
Prosedur Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) sebagai
berikut (Sirajuddin, dkk., 2014):
1) Menentukan titik mid point pada lengan.
Responden diminta untuk berdiri tegak.
Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang
menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan
kanan).
Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak
tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan
42
menentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri
dan siku.
Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
2) Mengukur Lingkar Lengan Atas
Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping
badan, telapak tangan menghadap ke bawah.
Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita
LILA menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita
menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
2. Pengukuran Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang terdiri atas hemin dan globin. Hemin
adalah senyawa asam amino yang mengandung zat besi (Fe). Globin
adalah protein yang terdiri dari dua rantai alfa dan bua rantai beta.
Hemoglobin mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Tim Kreatif Biologi,
2009).
1. Mengangkut oksigen, Hb yang mengikat oksigen (HbO2) disebut
oksihemoglobin. Hb mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap
oksigen.
2. Mengangkut karbon dioksida (CO2), Hb yang mengangkut CO2 disebut
karbominohemoglobin.
3. Menjaga keseimbangan asam dan basa, Hb2 dan HbO2 adalah senyawa
yang mudah mengikat alkali. Jika kadar senyawa asam dalam darah
43
meningkat, hemoglobin, dan oksihemoglobin akan melepas alkalinya.
Dengan demikian, senyawa asam tadi akan dinetralkan.
Hemoglobin adalah metaloprotein, pengangkut oksigen yang
mengandung besi dalam sel darah merah dalam darah mamalia dan hewan
lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, empat gugus
heme, dan suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen
protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun
yang disebut hemoglobinopati, diantaranya yang paling sering ditemui
adalah anemia sel sabit dan talasemia (Price dan Lorraine, 2014).
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah hemoglobin/100
ml dalam darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas sebagai O2 pada
darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian
mengindikasikan anemia (Almatsier, dkk.., 2009).
Adapun prosedur pengukuran Hb (Sirajudin, dkk., 2014):
1) Disiapkan peralatan
2) Bersihkan jari yang akan diambil darahnya terlebih dahulu dengan kapas
mengandung alkohol.
3) Gunakan auto lancet untuk mengambil darah pada jari yang telah diolesi
alkohol.
4) Dibuang darah pertama yang menetes, selanjutnya tetesan darah kedua
diambil dengan menggunakan microcuvet.
5) Dilakukan pemeriksaan pada alat hemocue. Hasilnya kemudian dibandingkan
dengan kadar Hb normal yakni untuk pria 13-16 g/dl dan untuk wanita 12-14
g/dl.
44
G. Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Husaini (1989), Junedi (1995), WHO (2005)
Gambar 1
Kerangka Teori Penenlitiaan
Komsumsi
faktor
penghambat
dan pendorong
absorbsi besi
Komsumsi
besi (Fe)
Pendapatan
Keluarga
Body image ,
diet,dan
gangguan
makan
Anemia
Kehilangan darah
Pendarahan kronis
Parasit
Infeksi
Pelayanan kesehatan rendah
Kurangnya
pengetahuan
mengenai
anemia
Pola makan
Absorbsi
Fe
45
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Anemia merupakan masalah gizi pada remaja putri. Anemia disebabkan
oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%,
dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-
laki dan 23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia
berumur 5-14 tahun yaitu sebesar 26,4% dan yaitu sebesar 18,4% pada
kelompok umur 15-24 tahun .
Salah satu kelompok usia yang rentang menderita anemia yaitu remaja,
khususnya remaja putri. Remaja putri rentang menderita anemia karena
mereka cenderung lebih memperhatikan penampilan mereka dan mengabaikan
asupan makanannya. Remaja putri sering menghindari beberapa jenis
makanan seperti telur dan susu. Susu dianggap minuman anak-anak atau
dihubungkan dengan kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani,
sehingga tidak dapat tumbuh atau mencapai tinggi yang optimal dan
kekuranga asupan zat besi. Kadang standar langsing tidak jelas untuk remaja
putri. Banyak remaja putri menganggap dirinya kelebihan berat badan atau
mudah menjadi gemuk sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar
seperti mambatasi atau mengurangi frekuensi makan, memuntahkan makanan
yang sering dimakan, sehingga lama-lama tidak ada nafsu makan (
proverawati dan Erna, 2011).
46
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada
kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya. Kekurangan besi dapat
menimbulkan anemia dan keletihan. Remaja memerlukan lebih banyak besi
dan wanita membutuhkan lebih banyak lagi untuk mengganti besi yang hilang
bersama darah haid (Wijayanti, 2011).
Selain zat besi, asupan zat gizi mikro lain juga berperan dalam terjadinya
anemia. Absorpsi besi yang efektif dan efisien memerlukan suasana asam dan
adanya reduktor, seperti vitamin C. Sifat yang dimiliki vitamin C adalah
sebagai promotor terhadap absorpsi besi dengan cara mereduksi besi ferri
menjadi ferro. Vitamin A memiliki peran dalam hematopoiesis dimana
defisiensi vitamin A menyebabkan mobilisasi besi terganggu dan simpanan
besi tidak dapat dimanfaatkan untuk eritropoesis. Selain vitamin B12 juga
merupakan salah satu bahan pembentukan sel darah merah. Kekurangan
vitamin B12 juga dapat menyebabkan anemia (Subagio, 2008).
47
B. Kerangka Konsep
Keterangan:
: variabel independen
: variabel dependen
: variabel pengganggu
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar 2
Kerangka Konsep Penelitian
Body Image
Asupan zat
gizi mikro Fe,
vitamin C,
vitamin A,
vitamin B12)
protein
Pengetahuan
Pola Makan
Perilaku Diet
Kadar Hb
Berasosiasi Berpengaruh
48
C. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
Variabel Dependen
Variabel Definisi
operasional Instrumen Kriteria Objektif
Body Image Pandangan subjek
tentang kepuasan
terhadap bentuk
tubuhnya sendiri
Kuesioner
body image
yaitu body
shape
questionnaire
(Cooper at al,
1987).
Puas terhadap tubuh
yang dimiliki sekarang
apabila skor: +1 SD.
Sedang apabila skor:
rata-rata.
Tidak Puas terhadap
tubuh yang dimiliki
sekarang apabila skor:
-1 SD.
Zat Gizi
Mikro
Asupan Fe
Asupan
Vitamin C
Asupan
Vitamin A
Asupan
Vitamin B12
Asupan Fe: jumlah
semua asupan besi
responden perhari
yang bersumber
dari makanan
maupun minuman.
Asupan vitamin C:
jumlah semua
asupan besi
responden perhari
yang bersumber
dari makanan
maupun minuman.
Asupan vitamin A:
jumlah semua
asupan besi
responden perhari
yang bersumber
dari makanan
maupun minuman.
Asupan vitamin
B12: jumlah semua
asupan besi
responden perhari
yang bersumber
dari makanan
Kuesioner
recall 24 jam.
Kuesioner
recall 24 jam
Kuesioner
recall 24 jam
Kuesioner
recall 24 jam
Klasifikasi tingkat
kecukupan Fe sebagai
berikut (Gibson, 2005):
1. Cukup:≥77% AKG
2. Kurang:<77% AKG
Klasifikasi tingkat
kecukupan Vitamin C
sebagai berikut (Gibson,
2005):
1. Cukup:≥77% AKG
2. Kurang:<77% AKG
Klasifikasi tingkat
kecukupan Vitamin A
sebagai berikut (Gibson,
2005):
1. Cukup:≥77% AKG
2. Kurang:<77% AKG
Klasifikasi tingkat
kecukupan Vitamin B12
sebagai berikut (Gibson,
2005):
1. Cukup:≥77% AKG
2. Kurang:<77% AKG
49
Protein
maupun minuman
Asupan Protein:
jumlah semua
asupan sumber
protein responden
perhari yang
bersumber dari
makanan maupun
minuman
Kuesioner
recall 24 jam
Klasifikasi tingkat
kecukupan Vitamin B12
sebagai berikut (Gibson,
2005):
3. Cukup:≥77% AKG
4. Kurang:<77% AKG
Variabel Dependen
Variabel Definisi
operasional Instrumen Kriteria Objektif
Kadar Hb Kadar Hb remaja
putri yang
diapatkan denga
cara
membandingkan
kadar Hb sampel
dengan nilai
normalnya
Alat ukur Hb Nominal:
1. Anemia: Hb<12 g/dl
2. Normal: Hb≥12 g/dl
(Citrakesumasari,
2012).
Variabel Pengganggu
Variabel Definisi
operasional Instrumen Kriteria Objektif
Pengetahuan Tingkat
pengetahuan remaja
putri tentang
pengertian anemia,
penebab anemia,
cara mengetahui
anemia, sumber zat
besi, gejalah
anemia, dampak
anemia, akibat yang
ditimbulkan, zat
penghambat
absorbsi Fe, cara
mencegah anemia,
dan cara mengobati
anemia.
Kuesioner 1.Baik: skor yang
diperoleh ≥ 80% dari
total skor
2.Kurang: skor yang
diperoleh < 80% dari
total skor
50
D. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro(Fe, vitamin C,
vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN 21
Makassar
2. Ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan
vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21
Makassar
Adapun hipotesis nol dari penelitian ini adalah:
1. Tidak ada hubungan body image dengan asupan zat gizi mikro (Fe,
vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein remaja putri di SMAN
21 Makassar
2. Tidak ada hubungan asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan
vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN 21
Makassar
51
BAB IV
METODE PENELIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional
analitik. Desain yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian
dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel
yang termasuk efek diobservasi dalam waktu yang sama, yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan body image, asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C,
vitamin A, dan vitamin B12) dan kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21
Makassar.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian yaitu bertempat di SMAN 21 Makassar.
2. Waktu penelitian
Waktu dilaksanakannya penelitian yaitu pada bulan april-mei 2017.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki
kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya. Populas dalam penalitian ini adalah seluruh siswi kelas X
52
dan XI di SMAN 21 Makassar. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 623 orang yang diperoleh dari data sekunder SMAN 21 Makassar.
2. Sampel
a. Besar Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan
subjek dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sisiwi di SMAN 21
Makassar. Untuk menentukan besar sampel penelitian, maka
digunakan rumus Lameshow, yaitu :
n=N . Z2 . P . Q
d2 N−1 +Z2 .P.Q
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar populasi
Z : Tingkat kemaknaan (1,96)
P : Perkiraan proporsi sampel 18,4 % =0,184 (Prevalensi anemia
menurut Riskesdas, 2013)
Q : 1-P : 1-0,184 : 0,816
d : Tingkat kesalahan 7% = 0,07
Dimana :
n=623 . 1,962 . 0,184 . 0,816
0,072 623−1 + 1,962 . 0,184 . 0,816
n =359,342158
3,0478+0,57679319
53
n =359,34215762
3,62459319
n = 99,139997
n = 100
Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 100
sampel.
Adapun kriteria sampel sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu
dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai
sampel. Kriteria tersebut adalah:
Berstatus sebagai siswi kela X dan XI di SMAN 21 Makassar
Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek
yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat diikut sertakan
dalam penelitian. Kriteria tersebut adalah:
Sedang dalam keadaan menstruasi
Sedang sakit.
Menjalani program diet tertentu
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara pengambilan sampel secara acak sistematik
(systematic random sampling) dimana jumlah atau anggota populasi
54
dibagi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya
adalah interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar
elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai banyaknya
anggota populasi. Kemudia dibagi dengan jumlah sampel yang
diinginkan hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang terkena
sampel adalah setiap kelipatan X tersebut (Sugiyono, 2014).
Rumus:
I : N
n
I: 623 = 6
100
Jadi populasi yang terpilih sebagai sampel adalah kelipatan 6
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
a. Body image
Data body image diperoleh dengan menggunakan kuesioner Body
Shape Questionnaire (BSQ) yang diberikan kepada responden untuk
diisi. Kuesioner ini dikembangkan oleh Cooper at al tahun 1987 dan
berisi 34 pertanyaan. semakin tinggi skor BSQ maka semakin buruk
kepuasan seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan semakin rendah
skor BSQ maka semakin baik kepuasan seseorang terhadap bentuk
tubuhnya. selain kuesioner BSQ, juga digunakan figure rerate scale
yang dkembangkan oleh Tunkard pada tahun 1983 untuk mengetahui
bentuk tubuh yang diinginkan responden dan bentuk tubuh responden.
55
Dilakukan juga pengukuran IMT untuk melihat apakah responden
yang memiliki kepuasan buruk terhadap bentuk tubuhnya memiliki
IMT normal atau tidak dan begitu juga dengan responden yang
memiliki kepuasan yang baik terhadapa bentuk tubuh
b. Asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan
protein.
Data asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin
B12) dan protein, diperoleh dengan melakukan recall 24 jam sebanyak
3 kali tanpa berturut-turut yakni hari weekday dan weekend.
Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24
jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran
asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar
tentang asupan harian indvidu (Gibson 2005). Dalam melakukan recall
24 jam, responden diwawancarai mengenai makanan yang dia
komsumsi selama 24 jam kemarin kemudian pewawancara mengisi
kuesioner recall sesuai dengan apa yang dikatakan oleh responden.
c. Pengetahuan
Data pengetahuan diperoleh dengan menggunakan kuesioner
pengetahuan tentang anemia yang dikembangkan oleh Nursyahidah
Imran pada tahun 2014, kuesioner tersebut berisi 15 pertanyaan.
Kuesioner kemudian dibagikan kepada responden untuk diisi sesuai
dengan pengetahuan mereka.
56
d. Kadar Hb
Berikut ini prosedur pemeriksaan kadar Hb dengan
hemoglobinmeter merk HemoCue:
1. Nyalakan β- Hemoglobin Hemoque dengan menekan tombol ON.
Tunggu hingga layar berkedip-kedip.
2. Bersihkan ujung jari yang akan di ambil darahnya dengan larutan
kapas beralkohol.
3. Letakkan ujung softlicks pada jari yang akan di ambil darahnya,
kemudian tekan softlicks hingga darah keluar, bersihkan darah.
4. Sampel darah dalam tabung kapiler dimasukkan secara cermat ke
dalam mikrocuvet.
5. Sampel darah akan bercampur dengan pereaksi kering secara
spontan. mikrocuvet dimasukkan ke dalam alat HemoCue
photometer untuk dilakukan pembacaan pada panjang gelombang
565 dan 880 nm.
6. Alat akan menghitung sendiri sehingga angka yang muncul pada
layar pembacaan adalah kadar Hb darah yang diperiksa.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari SMAN 21 Makassar yaitu berupa jumlah
siswa. Jumlah siswa perempuan kelas X dan kelas XI di SMAN 21
Makassar sebanyak 623 orang yang terbagi dalam 24 kelas.
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrument penelitian yang digunakan adalah:
57
1. Kuesioner body image
2. Kuesioner recall 24
3. Kuesioner pengetahuan tentang anemia
4. Hemoque
5. Microcuvet
6. Kapas dan Alkohol
7. Microtoise
8. Timbangan berat badan
9. Program computer
E. Pengolahan Dan Analisi Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, recall
24 jam dan tes kadar Hb dibuat dalam master tabel, kemudian diolah
dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis. Adapun prosedurnya
yaitu sebagai berikut:
a. Editing / Pengeditan
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.
b. Coding / Pemberian kode
Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang
termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
58
dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau
identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.
c. Entry Data / Pemberian Skor
Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput data
pada masing-masing variabel. Urutan data yang diinput berdasarkan
nomor responden pada kuesioner.
d. Cleaning Data
Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning data
dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel untuk
melihat ada tidaknya missing data. Data yang missing dibersihkan
sehingga dapat dilakukan proses analisis.
e. Tabulasi Data
Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah
diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.Dalam melakukan
tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan.Tabulasi
dilakukan untuk memudahkan pengelolaan data kedalam suatu tabel.
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
software SPSS dan Microsoft Office.
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan data tentang
distribusi frekuensi responden dari masing-masing variabel, kemudian
59
data ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis
terhadap hasil tersebut. Analisi univariat menggambarkan karakteristik
responden, gambaran body image, gambaran asupan zat gizi mikro dan
protein, dan gambaran kadar Hb.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui (cross
tabulation) dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package
for Social Science). Analisis hubungan akan dilakukan menggunakan
tabulasi silang dan uji statistik chi-squaretest yang bertujuan untuk
melihat apakah ada hubungan body image dengan asupan zat gizi
mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein pada
remaja putri di SMAN 21 Makassar dan apakah ada hubungan asupan
zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein
dengan kadar hb pada remaja putri di SMAN 21 makassar.
F. Penyajian Data
Data yang telah melalui proses analisis kemudian disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi untuk membahas hasil dari penelitian.
60
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMA Negeri 21 Makassar merupakan salah satu SMA yang terdapat
di kota makassar, sekolah ini terletak di jalan Tamalanrea Raya NO. 1A
BTP Makassar. Berikut merupakan profil sekolah SMA Negeri 21
Makassar:
a. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SMA Negeri 21 Makassar
Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 301196013021
NPSN : 403119
Alamat : Jl. Tamalanrea Raya No. 1 A
Kelurahan : Tamalanrea
Kecamatan : Tamalanrea
Kota : Makassar
Provinsi : Sulawesi Selatan
Kode Pos : 90245
Telepon/Faximile : 0411 4774421
Email : [email protected]
Website : www.sman21makassar.sch.id
Akreditasi Sekolah : A (Amat Baik)
Nama Kepala Sekolah : Armin Amri, S.Pd. M.M
61
b. Visi dan Misi Sekolah
1. Visi
Berprestasi dalam imtek dan imtaq yang berwawasan
teknologi informasi dan bahasa inggris.
2. Misi
Mewujudkan proses belajar mengajar yang berkualitas, efektif,
dan menenangkan sebagai upaya meningkatkan mutu
pendidikan, sumber daya manusia, yang beriman, berperilaku
luhur, maju, cerdas, sehat, disiplin, dan bertanggung jawab.
Mewujudkan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler; pramuka,
KIR, PMR, keagamaan, olahraga, dan seni.
Membekali siswa dengan berbagai keterampilan, keterampilan
computer dan bahasa inggris (life skill)
Mewujudkan lingkungan sekolah yang indah, sehat, dan aman
dalam nuangsa 7K untuk mendukung kelancaran proses belajar
mengajar.
c. Data Siswa
Pada tahun pelajaran 2016/2017 jumlah seluruh kelas yang
terdapat di SMA Negeri 21 Makassar sebanyak 1.510 siswa yang
terdiri dari kelas X, XI, dan XII. Berikut penjelasan lebih lengkapnya:
Kelas X, Laki-laki=225, Perempuan= 374 Berjumlah = 599 Siswa
Kelas XI Jurusan IPA Laki-laki=122, Perempuan= 218 Berjumlah
= 340 Siswa
62
Kelas XI Jurusan IPS Laki-laki=80, Perempuan= 71 Berjumlah =
151 Siswa
Kelas XII Jurusan IPA Laki-laki=106, Perempuan= 201 Berjumlah
= 307 Siswa
Kelas XII Jurusan IPS Laki-laki=53, Perempuan= 60 Berjumlah =
113 Siswa
d. Data Guru/Pegawai
Jumlah tenaga pendidikan (guru) berjumlah 70 orang, 61 guru tetap
(PNS), 9 orang guru tidak tetap (guru honor), dengan kualifikasi
sarjana S1 sejumlah 43 guru, sarjana S2 sejumlah 26 orang guru
dan 1 orang guru S3 di Malaysia selesai tahun 2014.
Tenaga kependidikan (tenaga administrasi) berjumlah 14 orang, 6
orang PNS tenaga tata usaha, 3 orang PNS tenaga pustakawan, 3
orang honor tenaga cleaning servis sekolah, 1 orang honor tenaga
keamanan/satpam sekolah dan 1 orang honor tenaga penjaga
sekolah.
e. Hubungan Kerjasama Dengan Komite Sekolah Dan Orang Tua Siswa
Kerjasama sekolah dengan komite sekolah dan orang tua peserta
didik. Ada lima peran untuk pengembangan sekolah, yaitu sebagai
berikut :
1. Donatur dalam menunjang kegiatan sekolah dan sarana sekolah
2. Mitra sekolah dalam pembinaan pendidikan
3. Mitra dalam membimbing kegiatan peserta didik
63
4. Mitra dialog dalam peningkatan kualitas pendidikan
5. Sumber belajar
2. Analisi Univariat
a. Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
SMA Negeri 21 Makassar Tahun 2017
Variabel n %
Usia (n=100)
15 tahun
16 tahun
17 tahun
27
52
21
27,0
52,0
21,0
Kelas (n=100)
XI
XII
78
22
78,0
22,0
Suku (n=100)
Bugis
Bugis Makassar
Bugis Mandar
Jawa
Makassar
Manado
Sunda
Toraja
58
2
1
7
20
1
1
10
58,0
2,0
1,0
7,0
20,0
1,0
1,0
10,0
Kecamatan (n=100)
Biringkanaya
Bontoala
Makassar
Manggala
Panakukkang
Tamalanrea
36
1
4
1
1
57
36,0
1,0
4,0
1,0
1,0
57,0
Pekerjaan Ayah (n=100)
Buruh Tani
Jasa (Ojek/Supir)
Petani Pemilik
PNS/TNI
Pegawai Swasta
Dagang/Wiraswasta
3
1
1
40
34
21
3,0
1,0
1,0
40,0
34,0
21,0
64
Pekerjaan Ibu (n=100)
Ibu Rumah Tangga
PNS/TNI
Pegawai Swasta
Dagang/Wiraswasta
56
32
8
4
56,0
32,0
8,0
4,0
Pendidikan Ayah (n=100)
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Diploma 1/2/3
S1/S2/S3
1
5
31
4
59
1,0
5,0
31,0
4,0
59,0
Pendidikan Ibu (n=100)
Tamat SMP
Tamat SMA
Diploma 1/2/3
S1/S2/S3
8
35
8
49
8,0
35,0
8,0
49,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia siswi yang paling
banyak menjadi responden yaitu siswi yang berusia 16 tahun sebanyak
52 orang, sedangkan yang paling sedikit menjadi responden yaitu siswi
yang berusia 17 tahun sebanyak 21 orang. Selain itu terdapat juga
responden yang berusia 15 tahun sebanyak 27 orang.
Berdasarkan kelas, siswi yang paling banyak menjadi responden
yaitu siswi kelas XI sebanyak 78 orang, sedangkan siswi yang paling
sedikit menjadi responden yaitu siswi kelas XII sebanyak 22 orang
Berdasarkan suku, siswi yang paling banyak menjadi responden
yaitu siswi yang bersuku Bugis sebanyak 58 orang, sedangkan siswi
yang paling sedikit menjadi responden yaitu siswi yang bersuku Bugis
Mandar, Toraja, dan Sunda sebanyak masing-masing 1 orang.
65
Sementara itu sisiwi yang bersuku Bugis Makassar sebanyak 2 orang,
Jawa sebanyak 7 orang, Makassar 20 orang, dan Toraja 10 orang.
Berdasarkan Kecamatan, siiswi yang paling banyak menjadi
responden yaitu siswi yang bertempat tinggal di daerah kecamatan
Tamalanrea sebanyak 57 orang, sedangkan siswi yang paling sedikit
menjadi responden yaitu siswi yang bertempat tinggal di kecamatan
Bontoala, Manggala dan Panakkukkang masing-masing sebanyak 1
orang. Sementara itu, siswa yang bertempat tinggal di Kecamatan
Makassar sebanyak 4 orang dan Biringkanaya sebanyak 36 orang.
Berdasarkan pekerjaan ayah, responden yang paling banyak
adalah siswi yang pekerjaan ayahnya PNS/TNI yaitu sebanyak 40
orang, sedangkan pekerjaan ayah siswi yang paling sedikit adalah jasa
(ojek/supir) dan petani pemilik masing-masing sebanyak 1 orang.
Sementara itu, pekerjaan ayah siswi sebagai Dagang Wiraswasta
Sebanyak 21 orang, Pegawai Swasta 34 orang, dan Buruh Tani 3
orang.
Berdasarkan Pekerjaan ibu, responden yang paling banyak adalah
siswi yang pekerjaan ibunya sebagai ibu rumah tangga sebanyak 56
orang, sedangkan pekerjaan ibu siswi yang paling sedikit adalah
pedagang/wiraswasta sebanyak 4 orang. Sementara itu, pekerjaan ibu
siswi sebagai PNS/TNI 32 orang dan Pegawai Swasta 8 orang.
Berdasarkan pendidikan ayah, responden yang paling banyak
adalah siswi yang pendidikan ayahnya S1/S2/S3 sebanyak 59 orang,
66
sedangkan responden dengan pendidikan ayah yang paling sedikit
adalah tamat SD sebanyak 1 orang. Sementara itu, pendidikan ayah
tamat SMA 31 orang, tamat SMP 5 orang, Diploma 1/2/3 sebanyak 4
orang.
Berdasarkan pendidikan ibu, responden yang paling banyak adalah
siswi yang pendidikan ibunya S1/S2/S3 yaitu sebanyak 49 orang,
sedangkan responden dengan pendidikan ibu yang paling sedikit
adalah tamat SMP dan Diploma 1/2/3, masing-masing sebanyak 8
orang. Sementara itu, pendidikan ibu tamat SMA 35 orang.
b. Pengukuran Body Image
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Body Image Responden
Body Image Jumlah
N %
Puas 61 61,0
Tidak Puas 39 39,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.2, kategori body image digolongkan menjadi
2 kategori yaitu puas dan tidak puas. Tabel di atas menunjukkan
bahwa jumlah siswi yang merasa puas dengan bentuk tubuh mereka
yaitu sebanyak 61 orang dan jumlah siswa yang tidak puas dengan
bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 39 orang.
67
Deskripsi Bentuk Tubuh Aktual
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh
Aktual
Body Image Jumlah
N %
Sangat kurus 1 1,0
Kurus 19 19,0
Langsing 24 24,0
Normal 25 25,0
Berisi 14 14,0
Sedikit gemuk 12 12,0
Gemuk 3 3,0
Sangat gemuk 2 2,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa deskripsi bentuk tubuh
aktual menurut para siswi, yang paling banyak yaitu normal sebanyak
25 orang dan yang paling sedikit yaitu sangat kurus sebanyak 1 orang.
Sementara itu siswi yang yang mendeskripsikan bentuk tubuh mereka
langsing 24 orang, kurus 19 orang, berisi 14 orang, sedikit gemuk 12
orang, gemuk 3 orang, dan sangat gemuk 2 orang.
Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal
Body Image Jumlah
N %
Sangat kurus 1 1
Kurus 11 11
Langsing 50 50
Normal 28 28
Berisi 8 8
Sedikit gemuk 2 2
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
68
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa deskripsi bentuk tubuh
ideal menurut para siswi, yang paling banyak yaitu langsing sebanyak
50 orang dan yang paling sedikit yaitu sangat kurus sebanyak 1 orang.
Sementara itu siswi yang yang mendeskripsikan bentuk tubuh mereka
normal 28 orang, kurus 11 orang, berisi 8 orang, dan sedikit gemuk 2
orang. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa 50% sampel
menginginkan tubuh yang langsing
Tabel 5.5
Distribusi responden berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh aktual
terhadap Deskripsi Bentuk Tubuh Ideal
Sumber: Data primer, 2017
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai
bentuk tubuh yang sangat kurus dan menginginkan bentuk tubuh
langsing sebanyak 1 orang. Responden responden yang mempunyai
bentuk tubuh yang kurus dan menginginkan bentuk tubuh kurus
sebanyak 3 orang, langsing 10 orang, normal 5 orang dan berisi 1
orang. Responden yang mempunyai bentuk tubuh langsing dan
Deskripsi
Tubuh
Aktual
Deskripsi Tubuh Ideal
total Sangat
Kurus Kurus Langsing Normal Berisi
Sedikit
Gemuk
n % n % n % n % n % n % n %
Sangat
Kurus 0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0
Kurus 0 0,0 3 3,0 10 10,0 5 5,0 1 1,0 0 0,0 19 100,0
Langsing 0 0,0 4 4,0 15 15,0 5 5,0 0 0,0 0 0,0 24 100,0
Normal 0 0,0 4 4,0 11 11,0 10 10,0 0 0,0 0 0,0 25 100,0
Berisi 0 0,0 0 0,0 7 7,0 5 5,0 2 2,0 0 0,0 14 100,0
Sedikit
Gemuk 0 0,0 0 0,0 5 5,0 3 3,0 2 2,0 2 2,0 12 100,0
Gemuk 1 1,0 0 0,0 1 1,0 0 0,0 1 1,0 0 0,0 3 100,0
Sangat
Gemuk 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 2,0 0 0,0 2 100,0
69
menginginkan bentuk tubuh kurus sebanyak 4 orang, langsing 15
orang dan normal 5 orang. Responden yang mempunyai bentuk tubuh
berisi dan ingin langsing sebanyak 7 orang, normal 5 orang, dan berisi
2 orang.
Pada responden yang mempunyai bentuk tubuh sedikit gemuk dan
menginginkan bentuk tubuh langsing sebanyak 5 orang, normal 3
orang, berisi 2 orang, dan sedikit gemuk 2 orang. Responden yang
mempunyai bentuk tubuh gemuk dan menginginkan bentuk tubuh
kurus sebanyak 1 orang, langsing 1 orang, dan berisi 1 orang.
Responden yang mempunyai bentuk tubuh yang sangat gemuk dan
menginginkan bentuk tubuh berisi 2 orang.
Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan Deskripsi Bentuk Tubuh
Aktual dan Ideal dengan Body Image
Gambaran
Tubuh Aktual
Gambaran
Tubuh Ideal
Body Image Total
Puas Tidak Puas
n % n % n %
Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
2
14
1
66,7
87,5
100,0
1
2
0
33,3
12,5
0,0
3
16
1
100,0
100,0
100,0
Normal Kurus
Normal
5
30
62,5
73,2
3
11
37,5
26,8
8
41
100,0
100,0
Gemuk Normal
Gemuk
9
0
45,0
0,0
11
6
55,0
100,0
20
6
100,0
100,0
Obesitas
Kurus
Normal
Gemuk
0
0
0
0,0
0,0
0,0
1
1
3
100,0
100,0
100,0
1
1
3
100,0
100,0
100,0
Sumber: Data primer, 2017
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tubuh
kurus dan ingin tetap kurus merasa puas dengan bentuk tubuhnya
sebanyak 2 orang (66,7%) dan tidak puas sebanyak 1 orang (33,3%).
70
Responden yang mempunyai tubuh kurus dan ingin normal merasa
puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 14 orang (87,5) dan tidak puas
sebanyak 2 orang (12,5%). Responden yang mempunyai tubuh kurus
dan ingin gemuk merasa puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 1
orang (100%). Responden yang mempunyai tubuh normal dan ingin
kurus merasa puas dengan bentuk tubuhnya sebanyak 5 orang (62,5%)
dan tidak puas sebanyak 3 orang (37,5%). Responden yang
mempunyai tubuh normal dan ingin tetap normal merasa puas dengan
bentuk tubuhnya sebanyak 30 orang (73,2%) dan tidak puas sebanyak
11 orang (26,8%).
Tabel diatas juga menunjukkan responden yang mempunyai tubuh
gemuk dan ingin normal merasa puas dengan bentuk tubuhnya
sebanyak 9 orang (45%) dan tidak puas sebanyak 11 orang (55%).
Responden yang mempunyai tubuh gemuk dan ingin gemuk merasa
tidak puas sebanyak 6 orang (100%). Responden yang mempunyai
tubuh obesitas dan ingin kurus merasa tidak puas sebanyak 1 orang
(100%). Responden yang mempunyai tubuh obesitas dan ingin normal
merasa tidak puas sebanyak 1 orang (100%). Responden yang
mempunyai tubuh obesitas dan ingin gemukmerasa tidak puas
sebanyak 3 orang (100%).
71
c. Pengukuran Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A,
dan Vitamin B12) dan Protein
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein
Variabel (n=100) n %
Asupan Fe
Cukup
Kurang
9
91
9,0
91,0
Asupan Vitamin C
Cukup
Kurang
17
83
17,0
83,0
Asupan Vitamin A
Cukup
Kurang
11
89
11,0
89,0
Asupan Vitamin B12
Cukup
Kurang
53
47
53,0
47,0
Asupan Protein
Cukup
Kurang
44
56
44,0
56,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.7 kategori asupan zat gizi mikro dan protein
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu cukup: ≥77%AKG dan kurang:
<77%AKG. Tabel diatas menunjukkan bahwa, siswi yang asupan Fe
cukup yaitu sebanyak 9 orang, sedangkan siswi yang asupan Fe kurang
yaitu sebanyak 91 orang. Asupan vitamin C pada siswa yaitu 17 orang
yang memiliki asupan vitamin C cukup dan 83 orang yang memiliki
asupan vitamin C kurang. Asupan vitamin A pada siswa yaitu 11 orang
yang memiliki asupan vitamin A cukup dan 89 orang yang memiliki
asupan vitamin A kurang. Asupan vitamin B12 pada siswa yaitu 53
orang yang memiliki asupan vitamin B12 cukup dan 47 orang yang
72
memiliki asupan vitamin B12 kurang. Sedangkan asupan protein siswa
yaitu 44 orang yang memiliki asupan protein cukup dan 56 orang yang
memiliki asupan protein kurang.
d. Pengukuran Kadar Hb
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hb
Kadar Hb Jumlah
N %
Anemia
(Kadar Hb <12 g/dl) 51 51,0
Tidak Anemia
(Kadar Hb >12 g/dl) 49 49,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.8 kategori anemia dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu anemia apabila kadar Hb<12 g/dl dan tidak anemia
apabila Hb≥12 g/dl. Tabel di atas menunjukkan bahwa siswi yang
mengalami anemia yaitu sebanyak 51 orang dan tidak anemia yaitu
sebanyak 49 orang.
e. Pengukuran Pengetahuan
Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Jumlah
N %
Baik 50 50,0
Kurang 50 50,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.9 kategori pengetahuan dikelompokkan
menjadi 2 kategori yaitu pengetahuan baik apabila skor yang diperoleh
≥60 % dari total skor dan pengetahuan dikatakan kurang apabila skor
73
yang diperoleh <60% dari skor total. Tabel di atas menunjukkan
bahwa siswi yang memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 50 orang
dan siswa yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 50 orang
juga.
f. Pengukuran IMT
Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan IMT
IMT Jumlah
N %
Kurus 30 30,0
Normal 59 59,0
Obesitas 11 11,0
Total 100 100,0
(Sumber: Data Primer, 2017).
Berdasarkan tabel 5.10 kategori IMT dikelompokkan menjadi 3
kategori yaitu underweight, normal, dan obesitas. Tabel di atas
menunjukkan bahwa status gizi siswi yang paling banyak yaitu status
gizi normal sebanyak 59 orang dan status gizi yang paling sedikit yaitu
obesitas sebanyak 11 orang. Sementara itu status gizi siswi yang
underweight yaitu sebanyak 30 orang.
74
3. Analisis Bivariat
a. Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein
Tabel 5.11
Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein
Asupan Zat Gizi
Mikro dan Protein
Body Image
Total
p Puas Tidak
Puas
n % n % N %
Fe
Cukup
Kurang
8
53
88,9
58,2
1
38
11,1
41,8
9
91
100,0
100,0
0,086
Vitamin C
Cukup
Kurang
15
46
88,2
55,4
2
37
11,8
44,6
17
83
100,0
100,0
0,012
Vitamin A
Cukup
Kurang
9
52
81,8
58,4
2
37
18,2
41,6
11
89
100,0
100,0
0,194
Vitamin B12
Cukup
Kurang
36
25
67,9
53,2
17
22
32,1
46,8
53
47
100,0
100,0
0,132
Protein
Cukup
Kurang
29
32
65,9
57,1
15
24
34,1
42,9
44
56
100,0
100,0
0,372
Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan
Fe kurang sebanyak 58,2% puas dengan body image yang dimiliki dan
terdapat 41,8% tidak puas dengan body image yang dimilki. Uji Fisher
yang dilakukan terhadap asupan Fe dengan body image didapatkan p
value sebesar 0,086 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan Fe dengan body image pada siswi
di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
75
Siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak 55,4% puas
dengan body image yang dimiliki dan terdapat 44,6% tidak puas
dengan body image yang dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan
terhadap vitamin C dengan body image didapatkan p value sebesar
0,012 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara asupan vitamin C dengan body image pada siswi di
SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 58,4% puas
dengan body image yang dimiliki dan terdapat 41,6% tidak puas
dengan body image yang dimilki. Uji Fisher yang dilakukan terhadap
asupan protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,194
(p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara asupan vitamin A dengan body image pada siswi di SMAN 21
Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan vitamin B12 kurang sebanyak 53,2% puas
dengan body image yang dimiliki dan terdapat 46,8% tidak puas
dengan body image yang dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan
terhadap vitamin B12 dengan body image didapatkan p value sebesar
0,132 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara asupan vitamin B12 dengan body image pada siswi
76
di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 57,1% puas dengan
body image yang dimiliki dan terdapat 42,9% tidak puas dengan body
image yang dimilki. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan
protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,372 (p >
0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara asupan protein dengan body image pada siswi di SMAN 21
Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat.
b. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan
Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb
Tabel 5.12
Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan
Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb
Asupan Zat Gizi Mikro
dan Protein
Kadar Hb
Total
p Anemia Tidak
Anemia
n % n % n %
Fe
Cukup
Kurang
8
43
88,9
47,3
1
48
11,1
52,7
9
91
100,0
100,0
0,031
Vitamin C
Cukup
Kurang
3
48
17,6
57,8
14
35
82,4
42,2
17
83
100,0
100,0
0,003
Vitamin A
Cukup
Kurang
2
49
18,2
55,1
9
40
81,8
44,9
11
89
100,0
100,0
0,021
Vitamin B12
Cukup
Kurang
27
24
50,9
51,1
26
23
49,1
48,9
53
47
100,0
100,0
0,990
Protein
Cukup
Kurang
21
30
47,7
53,6
23
26
52,3
46,4
44
56
100,0
100,0
0,562
Sumber: Data Primer 2017
77
Berdasarkan tabel 5.12 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan
Fe kurang sebanyak 47,3% anemia dan terdapat 52,7% tidak
mengalami anemia. Uji Fisher yang dilakukan terhadap asupan Fe
dengan kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,031 (p < 0,05),
sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
asupan Fe dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini
berarti, ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak 57,8% anemia
dan terdapat 42,2% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang
dilakukan terhadap asupan vitamin C dengan kadar Hb didapatkan p
value sebesar 0,003 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar Hb pada
siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 55,1% anemia
dan terdapat 44,9% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang
dilakukan terhadap asupan vitamin A dengan kadar Hb didapatkan p
value sebesar 0,021 (p < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb pada
siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, ada hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan vitamin B12 kurang sebanyak 51,1% anemia
dan terdapat 48,9% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang
78
dilakukan terhadap asupan vitamin B12 dengan kadar Hb didapatkan
p value sebesar 0,990 (p > 0,05), sehingga Ha ditolak yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kadar Hb
pada siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat.
Siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 53,6% anemia dan
terdapat 46,4% tidak mengalami anemia. Uji Chi Square yang
dilakukan terhadap asupan protein dengan kadar Hb didapatkan p
value sebesar 0,562 (p > 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan protein dengan kadar Hb pada
siswi di SMAN 21 Makassar. Hal ini berarti, tidak ada hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat.
4. Analisis Confounding Pengetahuan sebagai Variabel Pengganggu
Tabel 5.13
Body Image dan Asupan Fe dengan Pengetahuan sebagai variabel
pengganggu
Pengetahuan Body image
Asupan Fe Total
p Crude
OR
OR
MH
95%
CI
Cukup Kurang
n % n % n %
Baik Puas
Tidak puas
2
0
6,5
0,0
29
19
93,5
100,0
31
19
100,0
100,0 0,13
9 5,736
6,33
3
0,72
4 -
55,3
65 Kurang
Puas
Tidak puas
6
1
20,0
5,0
24
19
80,0
95,0
30
20
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 2,192 degan nilai p
value 0,139 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan Fe.
79
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 5,736 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 6,333 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
10,4% (>10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan adalah
variabel confounding pada hubungan antara asupan Fe dengan body
image.
Tabel 5.14
Body Image dan Asupan Vitamin C dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Body image
Vitamin C Total
p Crude
OR
OR
MH
95%
CI
Cukup Kurang
n % n % n %
Baik Puas
Tidak puas
7
0
22,6
0,0
24
19
77,4
100,0
31
19
100,0
100,0 0,02
4 6,033 6,25
1,31
3-
30,1
73 Kurang
Puas
Tidak puas
8
2
26,7
10,0
22
18
73,3
90,0
30
20
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 5,080 degan nilai p
value 0,024 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin C.
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 6,033 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 6,259 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
4,3% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin C
dengan body image.
80
Tabel 5.15
Body Image dan Asupan Vitamin A dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Body image
Vitamin A Total
p Crude
OR
OR
MH
95%
CI
Cukup Kurang
n % n % n %
Baik Puas
Tidak puas
6
1
19,4
5,3
25
18
80,6
94,7
31
19
100,0
100,0 0,25
1 3,202
3,17
3
0,64
8-
15,5
36 Kurang
Puas
Tidak puas
3
1
10,0
5,0
27
19
90,0
95,0
30
20
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 1,313 degan nilai p
value 0,251 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin
A.
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 3,202 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 3,173 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
0,91% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin A
dengan body image.
Tabel 5.16
Body Image dan Asupan Vitamin B12 dengan Pengetahuan
sebagai variabel pengganggu
Pengetahuan Body image
Vitamin B12 Total
p Crude
OR
OR
MH
95%
CI
Cukup Kurang
n % n % n %
Baik Puas
Tidak puas
19
11
61,3
57,9
12
8
38,7
42,1
31
19
100,0
100,0 0,20
3 1,864
1,85
7
0,81
9-
4,21
1 Kurang
Puas
Tidak puas
17
6
56,7
30,0
13
14
43,3
70,0
30
20
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
81
Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 1,622 dengan nilai p
value 0,203 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin
B12.
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 1,864 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 1,857 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
0,38% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin
B12 dengan body image.
Tabel 5.17
Body Image dan Asupan Protein dengan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Body image
Protein Total
p Crude
OR
OR
MH
95%
CI
Cukup Kurang
n % n % n %
Baik Puas
Tidak puas
16
9
51,6
47,4
15
10
48,4
52,6
31
19
100,0
100,0 0,51
0 1,450
1,44
3
0,63
3-
3,28
9 Kurang
Puas
Tidak puas
13
6
43,3
30,0
17
14
56,7
70,0
30
20
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,435 degan nilai p
value 0,510 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara body image dengan asupan vitamin
protein.
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 1,450 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 1,443 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
82
0,48% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan protein
dengan body image
Tabel 5.18
Asupan Fe protein dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Asupan Fe
Kadar Hb
Total p
Crude
OR
OR
MH
C1
95% Anemia
Tidak
Anemia
n % n % n %
Baik Cukup
Kurang
2
25
100,
0
52,1
0
23
0,0
47,9
2
48
100,0
100,0 0,03
1 8,930
10,8
89
1,21
8-
97,3
57 Kurang Cukup
Kurang
6
18
85,7
41,9
1
25
14,3
58,1
7
43
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.18 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 4,636 degan nilai p
value 0,031 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 8,930 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 10,889 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
21,9% (>10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan adalah
variabel confounding pada hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb.
83
Tabel 5.19
Asupan Vitamin C dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Asupan
Vitamin C
Kadar Hb
Total p
Crude
OR
OR
MH
C1
95% Anemia
Tidak
Anemia
n % n % n %
Baik Cukup
Kurang
1
26
14,3
60,5
6
17
85,7
39,5
7
43
100,0
100,0 0,00
7 0,156
0,16
0
0,04
3-
0,59
9 Kurang
Cukup
Kurang
2
22
20,0
55,0
8
18
80,0
45,0
10
40
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.19 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 7,242 degan nilai p
value 0,007 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar Hb
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,156 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 0,160 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
2,56% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin C
dengan kadar Hb.
Tabel 5.20
Asupan Vitamin A dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Asupan
Vitamin A
Kadar Hb
Total P
Crude
OR
OR
MH
C1
95% Anemia
Tidak
Anemia
n % n % n %
Baik Cukup
Kurang
1
26
14,3
60,5
6
17
85,7
39,5
7
43
100,0
100,0 0,04
1 0,181
0,17
8
0,03
7-
0,86
0 Kurang
Cukup
Kurang
1
23
25,0
50,0
3
23
75,0
50,0
4
46
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
84
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 4,147 degan nilai p
value 0,041 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,181 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 0,178 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
1,66% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin A
dengan kadar Hb.
Tabel 5.21
Asupan Vitamin B12 dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Asupan
Vitamin B12
Kadar Hb
Total P
Crude
OR
OR
MH
C1
95% Anemia
Tidak
Anemia
n % n % n %
Baik Cukup
Kurang
16
11
53,3
55,0
14
9
46,7
45,0
30
20
100,0
100,0 0,91
7 0,995
0,96
1
0,43
4-
2,12
9 Kurang
Cukup
Kurang
11
13
47,8
48,1
12
14
52,2
51,9
23
27
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,011 degan nilai p
value 0,917 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kadar Hb
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,995 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 0,961 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
3,42% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
85
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan vitamin
B12 dengan kadar Hb.
Tabel 5.22
Asupan Protein dengan Kadar Hb dan Pengetahuan sebagai
variabel pengganggu
Pengetahuan Asupan
Protein
Kadar Hb
Total P
Crude
OR
OR
MH
C1
95% Anemia
Tidak
Anemia
n % n % n %
Baik Cukup
Kurang
13
14
52,0
56,0
12
11
48,0
44,0
25
25
100,0
100,0 0,62
5 0,791
0,76
5
0,34
4-
1,70
1 Kurang
Cukup
Kurang
8
16
47,7
53,6
11
15
52,3
46,6
31
50
100,0
100,0 Sumber: Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.22 dapat dilihat hasil anlisis uji Mantel Haenszel
diperoleh nilai Chi Square Mantel Hanszel sebesar 0,203 degan nilai p
value 0,625 (p value >0,05) maka Ho diterima sehingga disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar Hb
Melihat hasil crude OR untuk semua strata = 0,791 dengan OR Mantel
Hanszel sebesar 0,765 terdapat perbedaan antara kedua OR ini sebesar
3,29% (<10%) ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan bukan
merupakan variabel confounding pada hubungan antara asupan protein
dengan kadar Hb.
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Renponden
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas XI dan XII.
Pada tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa berdasarkan usia, remaja putri
yang paling banyak menjadi responden adalah yang berusia 16 tahun.
86
Berdasarkan suku, remaja putri yang bersuku bugis adalah yang paling
banyak menjadi responden dan paling banyak bertempat tinggal di
Kecamatan Tamalanrea. Pekerjaan ayah remaja putri yang paling banyak
adalah PNS/TNI, sedangkan pekerjaan ibu remaja putri yang paling
banyak adalah ibu rumah tangga. Sementara itu, pendidikan ayah dan
pendidikan ibu remaja putri yang paling banyak adalah S1/S2/S3.
2. Body Image
Pengukuran body image dilakukan dengan menggunakan kuesioner
Body Shape Questionnaire (BSQ) yang berisi 34 pertanyaan negatif.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula rasa
ketidakpuasan remaja putri terhadap bentuk tubuh mereka. Pada penelitian
ini, kuesioner dibagikan kepada siswa dengan cara mengunjungi kelas satu
persatu lalu membagikan kuesioner kepada siswi yang terpilih menjadi
sampel penelitian berdasarkan siswi yang sudah melakukan tes kadar Hb
dan IQ. Kendala yang terjadi pada saat penelitian yaitu siswi sulit
dikumpulkan dalam 1 ruangan jadi kuesioner tidak bisa dibagikan kepada
responden secara bersamaan, sehingga peneliti harus mengunjungi satu
persatu kelas responden dan menunggu apabila responden sedang belajar.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa siswi yang merasa puas
dengan bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 61 orang dan jumlah siswa
yang tidak puas dengan bentuk tubuh mereka yaitu sebanyak 39 orang.
Pada masa remaja pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Remaja
umumnya bertambah dalam tinggi dan berat badan hingga enam tahun
87
setelah mencapai menarche (kedatangan haid pertama). Kebanyakan masa
remaja, khususnya remaja putri ingin tampil langsing dengan cara
melakukan diet. Remaja merasa tidak puas terhadap keadaan dirinya
sendiri. Masalah body image ini dianggap sebagai perkara besar yang tak
henti-hentinya dipikirkan (Anwar, 2006).
Menurut Germov dan Wiliams (2004), body image adalah gambaran
seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya
tentang bentuk tubuhnya serta harapan tentang bentuk dan ukuran tubuh
yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuati dengan kondisi
tubuh aktualnya, maka hal ini di anggap sebagai body image yang negetif.
Schilder mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh yang
kita bentukdalam pikiran kita. Body image dalam pengertian ini mengacu
pada pengalaman psikologis dan berfokus pada perasaan seseorang dan
perilakunya terhadap tubuh mereka (Almatsier, 2010).
3. Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12)
dan Protein
Pengukuran asupan zat gizi mikro (Fe, vitamin C, vitamin A, dan
vitamin B12) dan protein dilakukan dengan cara melakukan recall 24 jam
sebanyak 3 kali tanpa berturut-turut dalam kurung waktu 2 minggu. Pada
penelitian ini, recall 24 jam dilakukan dengan cara mengunjungi kelas satu
persatu lalu melakukan recall 24 jam dengan siswi. Recall 24 jam
dilakukan di lingkungan sekolah seperti kelas, taman, dan teras kelas.
88
Asupan Fe
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa siswi yang asupan Fe cukup
yaitu sebanyak 9 orang, sedangkan siswi yang asupan Fe kurang yaitu
sebanyak 91 orang. Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak
terdapat dalam tubuh manusi dan hewan, yaitu 3-5 gram di dalam tubuh
manusia dewasa. Besi mempunyai beberapafungsi esensial di dalam tubuh
yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai
alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai
reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Unsur besi
tersedia dalam tubuh bersumber dari sayur-sayuran, daging,dan ikan yang
dikomsumsi setiap harinya (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2002).
Asupan Vitamin C
Pada tabel 5.5 juga dapat dilihat asupan vitamin C pada siswa yaitu 17
orang yang memiliki asupan vitamin C cukup dan 83 orang yang memiliki
asupan vitamin C kurang. Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan
monosakarida. Asam askorbat terutama ditemukan dalam sayuran dan
buah-buahan yang segar.sumber terbaiknya adalah jeruk, jambu, mangga,
tomat dan sayuran seperti bayam, sawi dan lain-lain (Beck, 2011).
Fungsi vitamin C yaitu produksi kolagen, pencernaan, pembentukan
tulang dan gigi yang halus, penyimpanan yodium, pertumbuhan jaringan,
penyembuhan, pembentukan sel darah merah, dan kekebalan terhadap
infeksi (Nugroho dan Santoso, 2013).
89
Asupan Vitamin A
Asupan vitamin A pada siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 11 orang
yang memiliki asupan vitamin A cukup dan 89 orang yang memiliki
asupan vitamin A kurang. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang
banyajk ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang
menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang
mempunyai aktivitas biologis sebagai retinil (Almatsier, 2010). Manusia
memperoleh vitamin tersebut sebagian dari karoten yang terdapat dalam
sayuran, buah-buahan, serta produk hewani (Beck, 2011).
Asupan Vitamin B12
Asupan vitamin B12 pada siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 53 orang
yang memiliki asupan vitamin B12 cukup dan 47 orang yang memiliki
asupan vitamin B12 kurang. Vitamin B12 merupakan salah satu vitamin
larut air yang berfungsi dalam menjaga aktivitas saraf pusat, sintesis DNA
dan asam lemak, pembelahan sel, metabolisme sel dalam pelepasan energi
dan pembentukan darah. Selain itu berperan dalam metabolisme asal folat
dan vitamin B6 untuk mengontrol kadar homosisteine. Kelebihan
homosisteine meningkatkan resiko penyakit jantung koroner,stroke, dan
penyakit-penyakit lain seperti osteoporosis dan alzheimer. Kekurang
vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa dan gejalah kelelahan
(Sandjaja, dkk., 2010). Sumber-sumber vitamin B12 yaitu hati, ginjal dan
jantung merupakan sumber vitamin B12 yang amat baik dan dengan jumlah
yang cukup banyak (Beck, 2011).
90
Asupan Protein
Asupan protein siswa berdasarkan tabel 5.3 yaitu 44 orang yang
memiliki asupan protein cukup dan 56 orang yang memiliki asupan protein
kurang. Secara kimiawi protein merupakan senyawa polimer yang tersusun
atas satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Berbagai bahan
makanan dapat digunakan sebagai sumber protein, baik berasal dari bahan
hewani maupun bahan nabati, seperti daging berwarna merah termasuk
daging sapi, kambing, daging ayam, telur ikan, susu, keju dianggap
mengandung komplet protein efisien untuk tubuh; dan golongan kacang-
kacangan seperti legume, kacang keelai, kacang hijau, khusus untuk
kedelai yang dapat dibuat sebagai tahu, tempe (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2013)
4. Kadar Hb
Pengukuran kadar Hb dilakukan sebelum melakukan recall 24 jam dan
pembangian kuesioner body image dan kuesioner pengetahuan. Penelitian
ini dilakukan pada hari jumat pukul 11.00 WITA-13.00 WITA. Alat yang
digunakan pada penelitian ini yaitu Hemocue 201. Kendala yang terdapat
pada saat penelitian yaitu siswi sulit untuk dikumpulkan dalam 1 ruangan
sehingga penelitian dilakukan di kelas yang siswi sedang tidak belajar.
Dimana seharusnya teknik pengambilan sampel menggunakan systematic
random sampling tidak diterapkan karena sekolah tidak memiliki ruangan
luas seperti aula dan sulit untuk meminta izin kepada guru saat pelajaran
91
sedang berlangsung. Jadi, sampel penelitian ini adalah siswi yang tidak
sedang belajar selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa siswi yang mengalami
anemia yaitu sebanyak 51 orang dan tidak anemia yaitu sebanyak 49
orang. Hal ini menjukkan bahwa lebih banyak siswi yang menderita
anemia dibandingkan dengan yang tidak anemia. Hemoglobin merupakan
suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat molekul bukan protein,
yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin mempunyai
dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni
pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer dan
pengangkutan karbondioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke
organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar (Murray, dkk.,
2009).
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya
konsentrasi hemoglobing (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang
batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah
merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis),
atau kehilangan darah yang berlebihan (Citrakesumasari, 2012).
Junedi (1995) mengatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
timbulnya anemia, yang pertama yaitu sebab langsung karena
ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit, kurangnya zat besi dalam
tubuh disebabkan karena kurangnya asupan makanan yang mengandung
zat besi, makanan cukup, namun bioavailabilitas rendah, serta makanan
92
yang dimakan mengandung zat penghambat absorbsi besi. Infeksi penyakit
yang umunya memperbesar resiko anemia adalah cacing dan malaria.
Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,
aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana
ibu dan anak wanita tidak menjadi priorits. Dan sebab mendasar yaitu
masalah ekonomi, antara lain rendahnya pendidikan, rendahnya
pendapatan, status social yang rendah dan lokasi geografi yang sulit.
5. Pengetahuan
Pengukuran tentang anemia dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang berisi 15 pertanyaan tentang anemia. Semakin tinggi skor
yang diperoleh maka semakin tinggi pula pengetahuan remaja putri
tentang anemia. Pada penelitian ini, kuesioner dibagikan kepada siswi
dengan cara mengunjungi kelas satu persatu lalu membagikan kuesioner
kepada siswi yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan siswi
yang sudah melakukan tes kadar Hb dan IQ. Kendala yang terjadi pada
saat penelitian yaitu siswi sulit dikumpulkan dalam 1 ruangan jadi
kuesioner tidak bisa dibagikan kepada responden secara bersamaan,
sehingga peneliti harus mengunjungi satu persatu kelas responden dan
menunggu apabila responden sedang melakukan proses belajar.
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa siswi yang memiliki
pengetahuan baik yaitu sebanyak 50 orang dan siswa yang memiliki
pengetahuan kurang yaitu sebanyak 50 orang juga. Hal ini berarti bahwa
93
pengetahuan tentang anemia yang dimiliki responden kurang baik karena
50% dari responden memiliki pengetahuan kurang.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebgaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior) (Efendi dan Mkhfudli, 2009).
Menurut Wawan dan Dewi (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dibedakan menjadi faktor internaldan faktor eksternal :
a) Faktor internal: Pendidikan, dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi
pendidikan seseorang makan semakin mudah untuk menerima
informasi. Pekerjaan, merupakan suatu cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan
untuk menunjang kehidupan pribadimaupun keluarga. Bekerja
dianggap kegiatan menyita . Umur, adalah usia yang terhitung mulai
dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.
b) Faktor eksternal: lingkungan sekitar dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika
lingkungan mendukung kea rah positif, maka individu maupun
94
kelompok tersebut akan berprilaku kurang baik. Social budaya yang
ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan
informasi.
6. Indeks Massa Tubuh
Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dilakukan bersamaan dengan
pengukuran kadar Hb. Pada pengukuran IMT dilakukan dua penguran
yaitu penguran berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoice. Hasil dari
pengukuran berat badan dan tinggi badan itulah yang dihitung berdasarkan
rumus IMT sehingga diperoleh hasil IMT yang kemudian disesuaikan
dengan kategori status gizi untuk melihat status gizi remaja putri.
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa status gizi siswi yang
paling banyak yaitu status gizi normal sebanyak 59 orang dan status gizi
yang paling sedikit yaitu obesitas sebanyak 11 orang. Sementara itu status
gizi siswi yang underweight yaitu sebanyak 30 orang. Indeks massa tubuh
(IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang
(Supariasi,dkk., 2013).
Status gizi merupakan akibat jangka panjang dari keadaan konsumsi
makanan setiap hari. Seberapa jauh seseorang memperhatikan jumlah
95
mutu gizi dari makanan yang dikonsumsinya akan tercemin dalam status
gizi atau tingkat kesehatannya.
7. Hubungan Body Image dengan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin
C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan Protein
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara body
image dengan asupan Fe, Vitamin A, Vitamin B12 dan protein.
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa siswi dengan asupan Fe kurang
sebanyak 58,2% puas dengan body image yang dimiliki dan terdapat
41,8% tidak puas dengan body image yang dimilki. Uji Fisher yang
dilakukan terhadap asupan Fe dengan body image didapatkan p value
sebesar 0,086 (p > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara asupan Fe dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Pada siswi dengan asupan vitamin A kurang sebanyak 58,4% puas
dengan body image yang dimiliki dan terdapat 41,6% tidak puas dengan
body image yang dimilki. Uji Fisher yang dilakukan terhadap asupan
protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,194 (p > 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin A
dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar. Siswi dengan
asupan vitamin B12 kurang sebanyak 53,2% puas dengan body image
yang dimiliki dan terdapat 46,8% tidak puas dengan body image yang
dimilki . Uji Chi Square yang dilakukan terhadap vitamin B12 dengan
body image didapatkan p value sebesar 0,132 (p > 0,05), hal ini
96
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12
dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Pada siswi dengan asupan protein kurang sebanyak 57,1% puas
dengan body image yang dimiliki dan terdapat 42,9% tidak puas dengan
body image yang dimilki. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan
protein dengan body image didapatkan p value sebesar 0,372 (p > 0,05),
hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein
dengan body image pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Sedangkan pada siswi dengan asupan vitamin C kurang sebanyak
yaitu sebanyak 55,4% puas dengan body image yang dimiliki dan 44,6%
siswi tidak puas dengan body image yang dimilki . berdasarkan uji Chi
Square yang dilakukan terhadap vitamin C dengan body image didapatkan
p value sebesar 0,012 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara asupan vitamin C dengan body image pada siswi di
SMAN 21 Makassar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa tidak ada hubungan antara body mage dengan asupan zat gizi.
Asupan zat gizi pada siswi SMA 21 Makassar dipengaruhi oleh faktor lain
seperti uang jajan mereka. Berdarkan hasil wawancara langsung dengan
para siswi didapat bahwa rata-rata uang jajan siswi yaitu sebanyak Rp.
10.000- Rp 15.000 per hari, hanya sedikit siswi yang memiliki uang jajan
di atas Rp.20.000 per hari.
97
Konsep body image yang sudah melekat pada diri seseorang diduga
akan berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya.
Seseorang yang menginginkan agar tubuhnya tetap menarik dan indah
dipandang mata (berat badan dan tinggi badan ideal) seringkali menjaga
perilaku makan dan perilaku sehatnya. Namun apabila konsep body
image ini mengarah pada yang negatif, remaja pada umumnya cenderung
menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh penampilan fisik
yang menarik. Diet yang dilakukan tanpa pengetahuan gizi yang benar
serta aktivitas fisik yang berlebihan senantiasa dilakukan agar tubuhnya
sesuai dengan yang diinginkan. Minimnya asupan makanan tersebut dapat
menimbulkan defisiensi zat gizi dan mikronutrient (Anggraeni, 2013).
Studi di Amerika Serikat mengenai body image pada remaja
menunjukkan hasil bahwa hampir 70% remaja wanita yang diteliti
mengungkapkan keinginan mereka untuk mengurangi berat badannya
karena mereka merasa kurang langsing. Padahal hanya 15% diantara
mereka yang menderita obesitas (kegemukan). Body image ini banyak
dipengaruhi oleh media massa. iklan-iklan tentang berbagai metode
penurunan berat badan sangat berperan dalam menarik kaum
remaja,khususnya wanita yang ingin langsing. Tidak semua iklan
mengakibatkan hal negarif. Namun sebaliknya tidak menutup
kemungkinan, remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam
iklan malah kekurangan gizi (Khomas, 2003).
98
Jika dibandingkan dengan teori, hasil penelitian tidak sesuai dengan
teori pada hubungan body image dengan asupan Fe, vitamin A, vitamin
B12, dan protein karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
40,3% sampel merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya dan sebagian
besar subjek (56,9%) belum menjalankan perilaku makan yang baik. Hal
ini menunjukkan body image dapat mempengaruhi keputusan remaja
dalam memilih makanan yang akan berpengaruhi ke asupan zat gizi
remaja (Widianti dan Aryu, 2012).
Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas
konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika
konsumsi energi dan protein terpenuhi dan beragam jenis pangan, maka
kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi. Energi merupakan kebutuhan
utama setiap manusia, karena kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai
yang dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan zat gizi lain juga tidak terpenuhi
seperti protein, vitamin dan mineral termasuk diantaranya adalah Fe,
Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12.
8. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan
Vitamin B12) dan Protein dengan Kadar Hb
Asupan Fe
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan Fe kurang
sebanyak 47,3% anemia dan terdapat 52,7% tidak mengalami anemia. Uji
Fisher yang dilakukan terhadap asupan Fe dengan kadar Hb didapatkan p
99
value sebesar 0,031 (p < 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
antara asupan Fe dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada
penelitian yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar
diperoleh hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi zat besi, Dimana
terlihat bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada
remaja putri dengan konsumsi zat besi kurang (75,0%) (Syatriani dan
Astrina, 2010).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswi
kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada Mahasiswi
Kebidanan Di Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa asupan Fe pada mahasiswi kebidanan di asrama
STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang dari AKG yang dianjurkan.
Hal ini disebabkan oleh intake Fe dari makanan yang dikonsumsi masih
rendah dan terdapat hubungan asupan fe dengan status anemia pada
mahasiswi kebidanan di asrama stikes respatiyogyakarta (Wahyuningsih,
2011). Penelitian yang dilakukan oleh Midret (2017) pada Pada Remaja
Putri di SMP Negeri 9 Kendari Tahun 2017 juga menunjukkan hasil
bahwa terapat hubungan asupan zat besi (p=0,026) dengan kejadian
anemia.
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan
sel darah merah. Selain itu zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial
100
dalam tubuh, yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian
terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010).
Zat besi terkandung dalam berbagai bahan makanan, antara lain hati,
daging sapi, kambing, ikan, telur, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan
susu. Sayuran hijau seperti sayur bayam, kangkung, katuk, dan bluntasjuga
merupakan sumber zat besi utama dalam makanan, dengan kandungan
antara 2,5 sampai 5,6 mg/100 g. Zat besi dalam bahan makanan dapat
berbentuk besi heme, yaitu senyawa besi yang berikatan dengan protein
dan ada dalam bentuk besi anorganik atau besi non heme. Jadi,
ketersediaan besi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi
non heme (Anwar, 2009).
Asupan Vitamin C
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan vitamin C
kurang sebanyak 57,8% anemia dan terdapat 42,2% tidak mengalami
anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin C dengan
kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,003 (p < 0,05), hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar
Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada Siswi
Salah Satu SMP di Kota Makassar diperoleh hasil bahwa terapat hubungan
antara komsumsi vitamin C dengan kejadian anemia. Dimana terlihat
bahwa para remaja yang mengalami kekurangan konsumsi gizi memiliki
101
risiko lebih besar untuk mengalami anemia. Prevalensi pada remaja putri
dengan konsumsi vitamin C kurang 72,7% (Syatriani dan Astrina, 2010).
Hal ini juga sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan pada
mahasiswi kebidanan di Asrama Stikes Respatiyogyakarta Pada
Mahasiswi Kebidanan Di Asrama Stikes Respatiyogyakarta dimana hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa asupan vitamin C pada mahasiswi
kebidanan di asrama STIKES Respati Y ogyakarta masih kurang dari
AKG yang dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh intake vitamin C dari
makanan yang dikonsumsi masih rendah dan terdapat hubungan asupan
vitamin C dengan status anemia pada mahasiswi kebidanan di asrama
stikes respatiyogyakarta (Wahyuningsih, 2011).
Vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat
disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan
sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu
L-asam askorbat dan L-asam dehidro askorbat (Almatsier, 2010).
Interaksi antara mineral besi dan vitamin C terkait tidak hanya untuk
efek vitamin pada penyerapan zat besi non heme pada usus, tetapi juga
pada distribusi zat besi dalam tubuh ( Groff JL dan Gropper SS, 2000).
Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi non hem sampai empat
kali lipat, yaitu dengan merubah besi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat
pada pangan nabati, yaitu sayur dan buah (Almatsier, 2009).
102
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-
buahan terutama buah-buahan segar. Karena itu vitamin C disebut Fresh
Food Vitamin. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin
C nya. Jadi, buah yang segar dan salad memiliki kandungan vitamin C
yang lebih baik dibandingkan makanan nabati yang matang. Makanan
kering telah kehilangan vitamin C aslinya. Dalam bahan makanan hewani
seperti daging yang merupakan bagian otot hewan, tidak terdapat vitamin
C, tetapi hati dan ginjal masih mengandung sekitar 10 g vitamin C/100 g
makanan (tergantung pada metode pemasakannya) ( Mann J dan Truswell
AS, 2012).
Asupan Vitamin A
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Siswi dengan asupan vitamin A
kurang sebanyak 55,1% anemia dan terdapat 44,9% tidak mengalami
anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin A dengan
kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,021 (p < 0,05), hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar Hb pada siswi
di SMAN 21 Makassar.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di di SMA N 2
Semarang yang menunjukkan bahwa semua variabel asupan zat gizi
berhubungan dengan kejadian anemia dan memiliki korelasi positif. Hal
ini menunjukkan semakin tinggi asupan vitamin A, maka semakin tinggi
pula nilai kadar hemoglobin yang berarti kejadian anemia semakin rendah.
Asupan zat gizi pada siswi tergolong baik karena kebanyakan dari mereka
103
asupannya berda di batas normal dan bahkan ada yang melebihi
kecukupan dan mereka tidak mengalami anemia (Kirana, 2011).
Vitamin A merupakan istilah generik yang digunakan untuk
mencakup retinol serta struktur terkait dengan 20 atom karbon dan
karotenoid pro-vitamin A dengan 40 atom karbon. Struktur vitamin A
sebelum terbentuk meliputi senyawa trans retinol (Vitamin A1, bentuk
alkohol), trans retinal (bentuk aldehida), dan 3-dehidroretinol (Vitamin A2)
( Mann dan Truswell, 2012).
Berdasarkan teori, status zat besi dan vitamin A juga saling terkait.
Efeknya mungkin dimediasi melalui peran yang dimainkan oleh vitamin A
dalam hematopoiesis. Kekurangan vitamin A dikaitkan dengan penurunan
penggabungan besi ke dalam sel darah merah dan mengurangi mobilisasi
besi dari tempat penyimpanannya. Dengan demikian, kekurangan vitamin
A dapat dikaitkan dengan anemia defisiensi besi mikrositik ( Groff dan
Gropper, 2000).
Defisiensi vitamin A pada manusia dan hewan percobaan telah secara
konsisten memiliki keterkaitan dengan anemia dan hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa, baik vitamin A maupun besi diperlukan untuk
meningkatkan respons hematologis yang penuh. Peranan vitamin A dalam
hemopoiesis belum sepenuhnya dimengerti, tetapi efek anti inflamasi yang
ditimbulkan oleh suplemen vitamin A dapat menstimulasi penggunaan
kembali besi dan absorpsinya secara tidak langsung dengan mengurangi
insidens infeksi dan inflamsi (Mann dan Truswell, 2012).
104
Asupan Vitamin B12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan vitamin
B12 kurang sebanyak 51,1% anemia dan terdapat 48,9% tidak mengalami
anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan vitamin B12
dengan kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,990 (p > 0,05), hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12
dengan kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada penelitian
yang dilakukan pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar diperoleh
hasil bahwa terapat hubungan antara komsumsi B12 dengan kejadian
anemia. Dimana terlihat bahwa para remaja yang mengalami kekurangan
konsumsi gizi memiliki risiko lebih besar untuk mengalami anemia.
Prevalensi pada remaja putri dengan konsumsi vitamin B12 kurang
sebanyak 71,4% (Syatriani dan Astrina, 2010).
Vitamin B12 atau kobalamin merupakan senyawa berwarna merah
yang mengandung cincin korinoid dengan satu atom kobalt pada bagian
tengahnya (Mann dan Truswell, 2012). Berdasarkan teori, defisiensi folat
dan vitmin B12 dapat mengganggu pembelahan sel normal. Sel darah
merah dapat menjadi besar, cacat, dan kadang-kadang berinti (Groff JL,
2008). Vitamin B12 merupakan unsur esensial untukperkembangan sel-sel
darah merah yang normal. Vitamin ini ternyata menjadi faktor non-anemia
yang pertama-tama diisolasi dari ekstraksi hati dan dipakai dalam
pengobatan anemia pernisiosa (Beck, 2011).
105
Asupan Protein
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi dengan asupan protein
kurang sebanyak 53,6% anemia dan terdapat 46,4% tidak mengalami
anemia. Uji Chi Square yang dilakukan terhadap asupan protein dengan
kadar Hb didapatkan p value sebesar 0,562 (p > 0,05), hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan
kadar Hb pada siswi di SMAN 21 Makassar.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Restuti dkk
(2016) uji hubungan antara asupan protein didapatkan nilai p > 0,05
artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Hal ini juga didukung dengan
penelitian pada siswa SMAN 10 Makassar, dimana analisis hubungan antara
asupan protein dengan status Hb dilakukan dengan menggunakan uji fisher
exact test. Dari analisis yang dilakukan diperoleh p = 0,399. Berdasarkan
uji fisher maka p value lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan signifikan asupan protein dengan status
hemoglobin (Marina, 2014).
Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang
dikandungnya. Protein komplet atau dengan nilai biologi tinggi atau
bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino
esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein
hewani, kecuali gelatin, merupakan protein komplet. Protein tidak komplet
atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau
mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial.
106
Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan
lain merupakan protein tidak komplet (Sediaoetama, 2004).
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.
Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe
dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Padi-padian dan hasilnya relatif
rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak,
memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari.
Menurut Sediaoetama (1993), protein nabati mempunyai mutu yang
lebih rendah dibanding protein hewani karena protein nabati sulit dicerna
oleh pencernaan. Beberapa pangan sumber protein nabati mengandung
senyawa yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti kandungan
asam fitat di dalam kacang-kacangan dan kedelai (Sediaoetama, 2004).
Secara kesuluruhan jika dilihat dari hubungan asupan zat gizi mikro
(Fe, vitamin C, vitamin A, dan vitamin B12) dan protein dengan kadar Hb,
maka hanya asupan Fe, vitamin C, dan vitamin A yang berhubungan
dengan kadar Hb, sementara itu asupan vitamin B12 dan protein tidak
berhubungan dengan kadar Hb. Hal ini disebabkan karena anemia yang
terjadi pada remaja putri di SMAN 21 Makassar adalah anemia difisiensi
besi (Fe).
Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul
hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi
terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah,
107
serta pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya
ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal
(hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme
energi yang dapat menurunkan produktivitas. Fasilitator absorpsi zat besi
yang paling terkenal adalah asam askorbat (vitamin C) yang dapat
meningkatkan absorpsi zat besi non heme secara signifikan. Jadi, buah
kiwi, jambu biji, dan jeruk merupakan produk pangan nabati yang
menigkatkan absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang ada di dalam daging
juga memudahkan absorpsi besi nonheme (Citrakesumasari, 2012).
9. Analisis Confounding (Regresi Linear Ganda) Pengetahuan sebagai
Variabel Pengganggu
Berdasarkan hasil analisis confounding dengan menggunakan analisis
mantel hanszel diperoleh hasil bahwa pengetahuan memiliki pengaruh
sebagai variabel pengganggu pada hubungan body image dengan asupan
Fe dan hubungan antara asupan Fe dengan kadar Hb.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebgaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting (Efendi dan Mkhfudli, 2009).
108
Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Nandra, 2015).
Pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya
kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang
benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur
pola konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak
kekurangan, dan tidak kelebihan (Prety, 2013).
Pengetahuan gizi pada setiap individu dinilai menjadi salah satu faktor
yang penting dalam konsumsi pangan dan status gizi. Hal tersebut
berhubungan dengan pemberian menu, pemilihan bahan makanan,
pemilihan menu, pengolahan pangan, dan menentukan pola konsumsi
pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu
yang bersangkutan (Prety, 2013).
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat
gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman
dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah
makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta
bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003).
109
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan body image, asupan zat
gizi mikro (Fe, Vitamin C, Vitamin A, dan Vitamin B12) dan protein dengan
kadar Hb pada remaja putri di SMAN 21 Makassar Tahun 2017, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Body image remaja putri di SMAN 21 Makassar yaitu ada remaja putri
yang merasa puas dengan bentuk tubuh (61%) dan yang tidak puas dengan
bentuk tubuh mereka (49%).
2. Asupan Fe kurang (91%), asupan vitamin C kurang (83%), asupan vitamin
A kurang (89%), asupan vitamin B12 cukup (53%), asupan protein kurang
(56%).
3. Remaja putri yang mengalami anemia yaitu sebanyak (51%) dan tidak
anemia yaitu sebanyak (49%).
4. Tidak ada hubungan antara body image dengan asupan Fe, vitamin A,
vitamin B12, dan protein remaja putri di SMAN 21 Makassar dan ada
hubungan antara body image dengan asupan vitamin C di SMAN 21
Makassar.
5. Ada hubungan antara asupan Fe, vitamin C, dan vitamin A dengan kadar
Hb remaja putri di SMAN 21 Makassar dan tidak ada hubngan antara
asupan vitamin B12 dan protein dengan kadar Hb remaja putri di SMAN
21 Makassar.
110
B. Saran
1. Untuk Siswa
Berdasarkan hasil penelitian banyak siswi yang mengalami anemia
karena disebabkan oleh asupan kurang. Jadi sebaiknya siswi lebih
memperhatikan asupan mereka terutama asupan zat gizi yang berhubungan
dengan anemia seperti Fe, vitamin C, dan Vitamin A.
2. Untuk Guru
Memberikan pemahaman kepada siswi bahwa pengetahuan yang
cukup saja tidak akan berguna apabila tidak diaplikasikan. Karena
pengetahuan siswi SMA 21 mengenai anemia sangat baik tapi masih
banyak yang mengalami anemia.
3. Untuk Sekolah
Perlu dilakukan perbaikan status Hb kepada siswi SMAN 10
Makassar, seperti memberikan suplementasi tablet zat besi untuk
pengobatan jangka pendek bagi remaja yang diketahu menderita anemia
111
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Almatsier, Sunita, Dkk.. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada
Remaja. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara. 2010.
Anggraeni, Luky Diah.2013.Hubungan Body Image Dengan Anemia. FKM.
Universitas Jember. (http://lukydiah111.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-
body-image-dengan-anemia.html)
Anwar. 2006. Gizi Seimbang Untuk Remaja Dan Wanita Usia Subur dalam buku
Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT
Primamedia Pustaka. 108-120.
Anwar PDIF, Khomsan PDIA. Makan Tepat Badan Sehat. Jakarta: PT Mizan
Publika; 2009.
Ariana. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia
Remaja Putri Di Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor Tahun 2010. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arisman, MB. 2002. Gizi Dalam Daurkehidupan Edisi Kedua.Jakarta: EGC.
Beck, Mari E. 2011. Ilmu Gizi Dan Diet. Yogyakarta: Penertbit Andi Pusaka
Briawan, Dodik. 2012. Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Putri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi Masalah Dan Pencegahannya. Yogyakarta:
Kalika.
Cusuwa N Dan O’Dea JA. 2010. Body Image And Eating Japanese Adolescents.
54:5-15.
Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. 2013. Gizi Dan Kesehatan
Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Gibson RS. Principal Of Nutritional Assessment. British: Oxford University
Press; 2005.
112
Kartasapoetra, G Dan H. Marsetyo. 2002. Ilmu Gizi: Kolerasi Gizi, Kesehatan,
Dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Pt. Rineka Cipta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.
Kirana, Dian Purwitaningtyas. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Pola
Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Sma N 2
Semarang. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro . Semarang. 2011.
Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut
Pertanian Bogor.
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Edisi ke-25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
Nugroho, Aryandhito Windhi Dan Santoso Niko. 2013. Ilmu Gizi Menjadi Sangat
Mudah. Jakarta: Penertbit Buku Kedokteran EGC.Nursari, Dilla.2009.
Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor
Tahun 2009. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Nurvita, Victoria Dan Muryantinah Mulyo Handayani. 2015. Hubungan Aantara
Self-Esteem Dengan Body Image Pada Remaja Awal Yang Mengalami
Obesitas. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Parakkasi, Aminuddin.1990. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak. Bandung: Angkasa.
Poedjiadi, Anna Dan F.M. Titin Supriyanti.2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Prety, Dinda. 2013. Analisis Tentang Pengetahuan Gizi Mempengaruhi
Pola Konsumsi Ibu Dan Remaja. http://diendaprety2. blogspot.co.id/2013/05/
analisis-tentang-pengetahuan-gizi_9715.html
Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2014. Makassar: Dinas Kesehatan 2014.
Proverawati, Atikah Dan Erna Kusumawati. 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan
Dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rombe, 2014. Hubungan Body Image Dan Kepercayaan Diri Dengan Perilaku
Konsumtif Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 5 Samarinda. Ejournal
Psikologi, 2014,2(1): 76-91
Riset Kesehatan Dasar 2013.
113
Robertson Jf. 2004. Instruments For Clinical Health-Care Research Sudbury:
Jones And Bartlett.
Sandjaja, Dkk. 2010. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabe
Syatriani, S. & Aryani, A. 2010. Konsumsi Makanan Dan Kejadian Anemia Pada
Siswi Salah Satu SMP Di Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. 4 (6).
Savitri, Wulan.2015. Hubungan Body Image,Pola Komsumsi, Dan Aktivitas Fisik
Dengan Status Gizi Siswi Sman 63 Jakarta. Universitasislam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2015.
Siswanti. 2007. Hubungan Body Image Dengan Perilaku Makan, Perilaku Sehat,
Status Gizi dan Kesehatan Mahasiswa. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tritanto, Muhammad. 2013. Hubungan Konsumsi Protein, Zat Besi, Vitamin C
Dan Vitamin A Dengan Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia Subur Di
Kecamatan Cangkringan, Sleman. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.2013.
Tri, Na’imah Dan Pambudi Rahardjo. 2008. The Influence Of Social Comparison
To Public Figures In Mass Media On The Body Image Of Early Adolescents
In Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Utami, Dkk.2015. Hubungan Pola Makan Dan Pola Menstruasi Dengan Kejadian
Anemia Remaja Putri. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal Of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015.
Wahyuningsih, Siti. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi (Protein,
Fe,Asamfolat,Vitamin C) Dengan Status Anemia Pada Mahasiswi Kebidanan
Di Asrama Stikes Respati Yogyakarta. STIKES Respati. Yogyakarta.
Wibowo, Dkk. 2013. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Anemia Pada Remaja
Putri Di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang. Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013.
Widianti, Nur dan Aryu Candra K. 2012. Hubungan Antara Body Image dan
Perilaku Makan dengan Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana
Semarang. Journal of Nutrition College. Volume 1, Nomer 1, Tahun 2012,
Halaman 398-404.
Yuniastuti, Ari.2008. Gizi Dan Kesehatan. Yogyakarta: Graham Ilmu.
111111
LAMPIRAN
KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN
Kode sampel :
A. Identitas Responden
Nama :
NIS :
Kelas :
Alamat :
Kecamatan : Biringkanaya Rappocini
Bontoala Tallo
Makassar Tamalanrea
Mamajang Tamalate
Manggala Ujung Pandang
Mariso Ujung Tanah
Panakukkang Wajo
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Tempat Lahir :
Tanggal lahir : - -
Suku :
Umur : Tahun
Tinggi Badan : Cm
Berat Badan : Kg
Kadar Hb : mg/dL
B. Identitas Orangtua
Pekerjaan Ayah : Tidak bekerja Petani pemilik
Buruh tani PNS/TNI
Jasa (Ojek/supir) Pegawai swasta
Petani Penggarap Dagang/wiraswata
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Petani pemilik
Buruh tani PNS/TNI
Jasa (Ojek/supir) Pegawai swasta
Petani Penggarap Dagang/wiraswata
Pendidikan Ayah : Tidak Sekolah Tidak tamat SMA
Tidak Tamat SD Tamat SMA
Tamat SD Diploma 1/2/3
Tidak tamat SMP S1
Tamat SMP S2/S3
Pendidikan Ibu : Tidak Sekolah Tidak tamat SMA
Tidak Tamat SD Tamat SMA
Tamat SD Diploma 1/2/3
Tidak tamat SMP S1
Tamat SMP S2/S3
Body Shape Quessonaire
Kami ingin tahu bagaimana perasaanmu tentang penampilanmu selama 4
bulan terakhir. Bacalah pertanyaan di bawah ini dan pilihlah jawaban sesuai
perasaanmu! (Cooper at al, 1987).
Nama :
Umur :
No. Selama 4 bulan ini…
(1)
Tidak
pernah
(2)
Jarang
(3)
Kadang-
kadang
(4)
Sering
(5)
Sangat
sering
(6)
Selalu
1
Pernahkah anda merasa
bosan sehingga
membuatmu khawatir
tentang bentuk
tubuhmu?
2
Pernahkah merasa
sangat khawatir
tentang bentuk
tubuhmu sehingga
merasa ingin
melakukan diet?
3
Pernahkah berfikir
bahwa paha, pinggul
atau bokongmu terlalu
besar dan tidak sesuai
dengan bagian
tubuhmu yang lain?
4
Pernahkah merasa
takut kalau tubuhmu
berubah
menjadi gemuk?
5
Pernahkah anda merasa
khawatir bila tubuhmu
menjadi kendur/tidak
langsing?
6
Pernahkah anda merasa
kegemukan sewaktu
anda
dalam keadaan
kenyang?
7
Pernahkah anda
menangis karena
menganggap bentuk
tubuhmu terlalu
gemuk?
8
Pernahkah menolak
berlari karena
beranggapan akan
membuat tubuh atau
lemak anda
bergoyang?
9
Pernahkah anda merasa
tidak percaya diri
ketika berada bersama
dengan seorang yang
langsing?
10
Pernahkah merasa
pahamu seolah-olah
akan
pecah/terbagi sewaktu
anda duduk?
11
Pernahkah merasa akan
menjadi gemuk
padahal
waktu itu anda hanya
makan sedikit?
12
Pernahkah anda merasa
tidak puas dengan
bentuk
tubuh ketika melihat
bentuk tubuh orang
lain?
13
Pernahkah konsentrasi
anda terganggu dalam
melakukan aktivitas
sehari-hari terganggu
karena
fikiran anda tentang
bentuk tubuh anda?
14
Dalam keadaan tanpa
busana (misalnya saat
mandi) pernahkah anda
merasa kegemukan?
15 Pernahkah menghindar
dari pakaian tertentu
yang
membuat anda teringat
pada bentuk tubuh
anda?
16
Pernahkah anda ingin
menyingkirkan anggota
tubuh anda yang anda
merasa terganggu?
17
Pernahkah anda
memakan kue,
manisan, dan makanan
berkalori tinggi lainnya
membuat anda merasa
gemuk?
18
Pernahkah anda
memutuskan untuk
tidak
bergaul/bersosialisasi
hanya karena merasa
tidak
puas dengan bentuk
tubuh anda?
19 Pernahkah merasa
gemuk dan bulat?
20
Pernahkah merasa
dipermalukan oleh
tubuh
anda?
21
Apakah anda khawatir
dengan bentuk
tubuhmu,
sehingga melakukan
diet?
22
Pernahkah merasa
senang dengan bentuk
tubuhmu
ketika perut anda
kosong (misalnya pagi
hari)?
23
Pernahkah anda merasa
bentuk tubuh anda
sekarang dikarenakan
kurangnya control diri
anda terhadap pola
makan?
24
Pernahkah anda merasa
khawatir ketika orang
lain
memeperhatikan lipan
lemak pada area perut
atau
pinggang anda?
25
Pernahkah anda merasa
tidak adil jika ada
wanita/pria lain lebih
langsing dari anda?
26
Pernahkah anda
muntah agar merasa
lebih langsing?
27
Sewaktu anda duduk
bersama orang lain,
apakah
anda merasa
mengambil tempat
duduk yang terlalu
banyak (sofa, tempat
duduk di bus, dll)
28
Pernahkah merasa
khawatir bila tubuh
menjadi cekung
(kendur)?
29
Pernahkah anda buruk
ketika melihat
bayangan
diri anda di cermin?
30
Pernahkah anda
menarik bagian tubuh
anda yang
anda merasa banyak
timbunan lemak untuk
melihat seberapa
banyak timbunan
lemak disana?
31
Pernahkah anda
menghindari situasi
dimana
orang lain dapat
dengan jelas melihat
bentuk tubuh
anda (misalnya di
ruang ganti, kolam
renang, dll)?
32
Pernahkah anda makan
laxatives (semacam
pencuci peurt misalnya
vegeta, herbal, dll)?
33
Pernahkah anda
teringat bentuk tubuh
anda (baik
atau buruk) ketika anda
dalam sekelompok
orang?
34
Pernahkah merasa
khawatir dengan
bentuk tubuhmu
sehingga merasa ingin
latihan (olah raga)?
Figure Rating Scale
(Tunkard, 1983)
Nama :
Umur :
\\
Perhatiakan gambar di atas, lalu pilihlah gambar yang menurut anda
paling mendekati bentuk tubuh anda sekarang! (lingkari jawaban anda)
Perhatiakan gambar di atas, lalu pilihlah gambar yang merupakan bentuk
tubuh yang anda inginkan! (lingkari jawaban anda)
Kuesioner Recall 24 Jam
No. Responden :
Nama Lengkap :
Kelas :
Umur :
Waktu Kegiatan Menu/Jenis
Makanan
Bahan
Makanan/
komposisi
Pengolahan/cara
memasak URT Gram
Makan
Pagi
Selingan
Pagi
Makan
Siang
Selingan
Makan
Malam
Kuesioner Pengetahuan tentang Anemia
Pilihlah jawaban yang anda anggap benar,berilah tanda (X)
1. Apakah yang dimaksud dengan anemia?
a. Kurangnya kadar Hb dalam darah
b. Tekanan darah rendah dalam tubuh
c. Darah kotor dalam tubuh
d. Penyakit kelainan darah
2. Menurut kamu bagaimana cara mengetahui anemia?
a. Periksa darah untuk mengetahui kadar Hb
b. Mengecek apakah ada bintik-bintik merah di kulit
c. Memeriksa tekanan darah
d. Menghitung datakjantung
3. Sebutkan dampak anemia
a. Kurus
b. Kurang konsentrasi
c. Haid tidak lancar
d. Susah tidur
4. Di bawah ini merupakan gejalah anemia, kecuali?
a. Wajah terlihat pucat
b. Rasa pahit di mulut
c. Mata berkunang-kunang
d. Kelopak mata dan kulit berwarna putih pucat
5. Apa saja tanda-tanda seseorang menderita anemia?
a. Diare, kejang
b. Pegal, kaki kram
c. Lemah, letih, lesu
d. Sering berkeringat, haus
6. Menurut kamu siapa yang lebih beresiko terkena anemia?
a. Remaja putri
b. Remaja putra
c. Pria dewasa
d. Wanita usia lanjut
7. Menurut kamu berapa kadar Hb seorang remaja putri dikatakan anemia?
a. <11gr/dl
b. <12 gr/dl
c. <13 gr/dl
d. <14 gr/dl
8. Menurut kamu apa penyebab anemia?
a. Kurangnya makan yang manis-manis
b. Kurang mengkomsumsi makanan yang mengandung zat besi
c. Terlalu banyak makan makanan berlemak
d. Kurang mengkomsumsi makanan berserat
9. Sumber makanan apa yang paling baik mengandung zat besi (Fe)?
a. Tahu, kacang-kacangan
b. Ayam, daging, hati, telur
c. Jagung, ubi kayu
d. Ubi jalar, kentang
10. Buah apa yang paling baik membantu penyerapan zat besi?
a. Pepaya
b. Kelapa
c. Jeruk
d. Durian
11. Minuman apa yang menghambat penyerapan zat besi?
a. Air gula
b. Air jeruk
c. Teh, kopi
d. Air madu
12. Untuk mencegah anemia dapat minum
a. Gula-gula/permen
b. Cokelat
c. Teblet zat besi
d. Tablet kalsium
13. Di bawah ini merupakan cara mencegah terjadinya anemia, kecuali
a. Mengkomsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
b. Istirahat cukup
c. Makan sayur, dan buah yang banyak mengandung vitamin C
d. Rutin minum the setelah makan
14. Menurut kamu bagaimana cara mengobati anmeia?
a. Tidur yang banyak
b. Mengkomsi makanan berserat
c. Mengkomsumsi tablet zat besi
d. Makan yang banyak
15. Dibawah ini yang merupakan salah satu faktor terjadinya anemia
a. Menstruasi pada wanita setiap bulan
b. Terlalu banyak membaca
c. Mandi tidak teratur
d. Banyak mengkomsusi sayuran hijau
OUTPUT HASIL ANALISIS
Kecamatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Biringkanaya 36 36.0 36.0 36.0
Bontoala 1 1.0 1.0 37.0
Makassar 4 4.0 4.0 41.0
Manggala 1 1.0 1.0 42.0
Panakukkang 1 1.0 1.0 43.0
Tamalanrea 57 57.0 57.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Bugis 58 58.0 58.0 58.0
Bugis Makassar 2 2.0 2.0 60.0
Bugis Mandar 1 1.0 1.0 61.0
Jawa 7 7.0 7.0 68.0
Makassar 20 20.0 20.0 88.0
Manado 1 1.0 1.0 89.0
Sunda 1 1.0 1.0 90.0
Toraja 10 10.0 10.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
umur responden (tahun)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
15 27 27.0 27.0 27.0
16 52 52.0 52.0 79.0
17 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
pekerjaan ayah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Buruh Tani 3 3.0 3.0 3.0
Jasa (Ojek/Supir) 1 1.0 1.0 4.0
Petani Pemilik 1 1.0 1.0 5.0
PNS/TNI 40 40.0 40.0 45.0
Kelas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
XI IPS 4 12 12.0 12.0 12.0
XI MIPA 66 66.0 66.0 78.0
XII IPA 1 1.0 1.0 79.0
XII MIPA 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Pegawai Swasta 34 34.0 34.0 79.0
Dagang/Wiraswasta 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
pekerjaan ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Ibu Rumah Tangga 56 56.0 56.0 56.0
PNS/TNI 32 32.0 32.0 88.0
Pegawai Swasta 8 8.0 8.0 96.0
Dagang/Wiraswasta 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
pendidikan ayah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Tamat SD 1 1.0 1.0 1.0
Tamat SMP 5 5.0 5.0 6.0
Tamat SMA 31 31.0 31.0 37.0
Diploma 1/2/3 4 4.0 4.0 41.0
S1/S2/S3 59 59.0 59.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
pendidikan ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Tamat SMP 8 8.0 8.0 8.0
Tamat SMA 35 35.0 35.0 43.0
Diploma 1/2/3 8 8.0 8.0 51.0
S1/S2/S3 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kategori BI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Puas 61 61.0 61.0 61.0
Tidak puas 39 39.0 39.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Asupan Fe * Kategori BI
Crosstab
Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Asupan Fe Cukup Count 8 1 9
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Kurang Count 53 38 91
% within Asupan Fe 58.2% 41.8% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan Fe 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.233a 1 .072
Continuity Correctionb 2.074 1 .150
Likelihood Ratio 3.802 1 .051
Fisher's Exact Test .086 .069
Linear-by-Linear Association 3.201 1 .074
N of Valid Cases 100
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.51.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin C * Kategori BI
Crosstab
Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Asupan vitamin C
Cukup Count 15 2 17
% within Asupan vitamin C 88.2% 11.8% 100.0%
Kurang Count 46 37 83
% within Asupan vitamin C 55.4% 44.6% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin C 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.386a 1 .012
Continuity Correctionb 5.081 1 .024
Likelihood Ratio 7.350 1 .007
Fisher's Exact Test .013 .009
Linear-by-Linear Association 6.322 1 .012
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.63.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin B12 * Kategori BI
Crosstab
Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Asupan vitamin B12
Cukup Count 36 17 53
% within Asupan vitamin B12 67.9% 32.1% 100.0%
Kurang Count 25 22 47
% within Asupan vitamin B12 53.2% 46.8% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin B12 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.273a 1 .132
Continuity Correctionb 1.696 1 .193
Likelihood Ratio 2.277 1 .131
Fisher's Exact Test .154 .096
Linear-by-Linear Association 2.250 1 .134
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan protein * Kategori BI
Crosstab
Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Asupan protein Cukup
Count 29 15 44
% within Asupan protein 65.9% 34.1% 100.0%
Kurang Count 32 24 56
% within Asupan protein 57.1% 42.9% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan protein 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .796a 1 .372
Continuity Correctionb .470 1 .493
Likelihood Ratio .800 1 .371
Fisher's Exact Test .414 .247
Linear-by-Linear Association .788 1 .375
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.16.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin A * Kategori BI
Crosstab
Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Asupan vitamin A
Cukup Count 9 2 11
% within Asupan vitamin A 81.8% 18.2% 100.0%
Kurang Count 52 37 89
% within Asupan vitamin A 58.4% 41.6% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin A 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.252a 1 .133
Continuity Correctionb 1.376 1 .241
Likelihood Ratio 2.479 1 .115
Fisher's Exact Test .194 .119
Linear-by-Linear Association 2.229 1 .135
N of Valid Cases 100
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Asupan Fe * Kadar Hb responden
Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Asupan Fe
Cukup Count 8 1 9
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Kurang Count 43 48 91
% within Asupan Fe 47.3% 52.7% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan Fe 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.681a 1 .017
Continuity Correctionb 4.137 1 .042
Likelihood Ratio 6.433 1 .011 Fisher's Exact Test .031 .018
Linear-by-Linear Association 5.625 1 .018 N of Valid Cases 100
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41. b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin C * Kadar Hb responden
Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Asupan vitamin C
Cukup Count 3 14 17
% within Asupan vitamin C 17.6% 82.4% 100.0%
Kurang Count 48 35 83
% within Asupan vitamin C 57.8% 42.2% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin C 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.117a 1 .003
Continuity Correctionb 7.580 1 .006
Likelihood Ratio 9.728 1 .002 Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.026 1 .003 N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33. b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin B12 * Kadar Hb responden
Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Asupan vitamin B12
Cukup Count 27 26 53
% within Asupan vitamin B12 50.9% 49.1% 100.0%
Kurang Count 24 23 47
% within Asupan vitamin B12 51.1% 48.9% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin B12 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 .990
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 .990 Fisher's Exact Test 1.000 .575
Linear-by-Linear Association .000 1 .990 N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.03. b. Computed only for a 2x2 table
Asupan protein * Kadar Hb responden
Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Asupan protein
Cukup Count 21 23 44
% within Asupan protein 47.7% 52.3% 100.0%
Kurang Count 30 26 56
% within Asupan protein 53.6% 46.4% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan protein 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .337a 1 .562
Continuity Correctionb .143 1 .705
Likelihood Ratio .337 1 .562 Fisher's Exact Test .687 .352
Linear-by-Linear Association .333 1 .564 N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.56. b. Computed only for a 2x2 table
Asupan vitamin A * Kadar Hb responden
Crosstab
Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Asupan vitamin A
Cukup Count 2 9 11
% within Asupan vitamin A 18.2% 81.8% 100.0%
Kurang Count 49 40 89
% within Asupan vitamin A 55.1% 44.9% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin A 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.327a 1 .021
Continuity Correctionb 3.953 1 .047
Likelihood Ratio 5.690 1 .017 Fisher's Exact Test .026 .022
Linear-by-Linear Association 5.274 1 .022 N of Valid Cases 100 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.39. b. Computed only for a 2x2 table
Pengetahuan
Pengetahuan responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baik 50 50.0 50.0 50.0
Kurang 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
IMT
Kategori IMT * Body image Crosstabulation
Body image Total
Puas Tidak puas
Kategori IMT
Underweight Count 23 7 30
% within Kategori IMT 76.7% 23.3% 100.0%
Normal Count 27 32 59
% within Kategori IMT 45.8% 54.2% 100.0%
Obesitas Count 3 8 11
% within Kategori IMT 27.3% 72.7% 100.0%
Total Count 53 47 100
% within Kategori IMT 53.0% 47.0% 100.0%
Asupan zat gizi
Asupan Fe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 9 9.0 9.0 9.0
Kurang 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Asupan vitamin C
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 17 17.0 17.0 17.0
Kurang 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Asupan vitamin B12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 53 53.0 53.0 53.0
Kurang 47 47.0 47.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Asupan protein
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 44 44.0 44.0 44.0
Kurang 56 56.0 56.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Asupan vitamin A
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Cukup 11 11.0 11.0 11.0
Kurang 89 89.0 89.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kadar Hb responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Anemia 51 51.0 51.0 51.0
Tidak Anemia 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kategori BI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Puas 64 64.0 64.0 64.0
Tidak puas 36 36.0 36.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Underweight 30 30.0 30.0 30.0
Normal 59 59.0 59.0 89.0
Obesitas 11 11.0 11.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Analisis gambar
Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat kurus 1 1.0 1.0 1.0
Kurus 19 19.0 19.0 20.0
Langsing 24 24.0 24.0 44.0
Normal 25 25.0 25.0 69.0
Berisi 14 14.0 14.0 83.0
Sedikit gemuk 12 12.0 12.0 95.0
Gemuk 3 3.0 3.0 98.0
Sangat gemuk 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Gambar bentuk tubuh yang diinginkan :
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sangat kurus 1 1.0 1.0 1.0
Kurus 11 11.0 11.0 12.0
Langsing 50 50.0 50.0 62.0
Normal 28 28.0 28.0 90.0
Berisi 8 8.0 8.0 98.0
Sedikit gemuk 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Cross tab bentuk tubuh sekarang dengan bentuk tubuh ideal Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang : * Gambar bentuk tubuh yang
diinginkan : Crosstabulation
Gambar bentuk tubuh yang diinginkan : Total
Sangat kurus
Kurus Langsing
Normal
Berisi Sedikit
gemuk
Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
Sangat kurus
Count 0 0 1 0 0 0 1
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 0.0% 100.0% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0
%
Kurus Count 0 3 10 5 1 0 19
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 15.8
% 52.6% 26.3% 5.3% 0.0%
100.0%
Langsing
Count 0 4 15 5 0 0 24
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 16.7
% 62.5% 20.8% 0.0% 0.0%
100.0%
Normal
Count 0 4 11 10 0 0 25
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 16.0
% 44.0% 40.0% 0.0% 0.0%
100.0%
Berisi
Count 0 0 7 5 2 0 14
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 0.0% 50.0% 35.7% 14.3% 0.0% 100.0
%
Sedikit gemuk
Count 0 0 5 3 2 2 12
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 0.0% 41.7% 25.0% 16.7% 16.7% 100.0
%
Gemuk
Count 1 0 1 0 1 0 3
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
33.3% 0.0% 33.3% 0.0% 33.3% 0.0% 100.0
%
Sangat gemuk
Count 0 0 0 0 2 0 2
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0
% 0.0%
100.0%
Total
Count 1 11 50 28 8 2 100
% within Gambar yang paling mendekati bentuk tubuh sekarang :
1.0% 11.0
% 50.0% 28.0% 8.0% 2.0%
100.0%
Analisis Confounding Mantel Haenzel OR Asupan Fe * Kategori BI * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Baik
Asupan Fe
Cukup Count 2 0 2
% within Asupan Fe 100.0% 0.0% 100.0%
Kurang Count 29 19 48
% within Asupan Fe 60.4% 39.6% 100.0%
Total Count 31 19 50
% within Asupan Fe 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang
Asupan Fe
Cukup Count 6 1 7
% within Asupan Fe 85.7% 14.3% 100.0%
Kurang Count 24 19 43
% within Asupan Fe 55.8% 44.2% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Asupan Fe 60.0% 40.0% 100.0%
Total Asupan Fe Cukup
Count 8 1 9
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Kurang Count 53 38 91
% within Asupan Fe 58.2% 41.8% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan Fe 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 1.277c 1 .258
Continuity Correctionb .149 1 .699
Likelihood Ratio 1.963 1 .161
Fisher's Exact Test .519 .380
Linear-by-Linear Association 1.251 1 .263
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square 2.243d 1 .134
Continuity Correctionb 1.170 1 .279
Likelihood Ratio 2.532 1 .112
Fisher's Exact Test .219 .139
Linear-by-Linear Association 2.198 1 .138
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 3.233a 1 .072
Continuity Correctionb 2.074 1 .150
Likelihood Ratio 3.802 1 .051
Fisher's Exact Test .086 .069
Linear-by-Linear Association 3.201 1 .074
N of Valid Cases 100
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.51.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .76.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik For cohort Kategori BI = Puas 1.655 1.316 2.081
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan Fe
(Cukup / Kurang) 4.750 .526 42.907
For cohort Kategori BI = Puas 1.536 1.027 2.297
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .323 .051 2.047
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan Fe
(Cukup / Kurang) 5.736 .688 47.795
For cohort Kategori BI = Puas 1.526 1.143 2.038
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .266 .041 1.716
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 3.454 1 .063
Mantel-Haenszel 2.192 1 .139
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin C * Kategori BI * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Baik
Asupan vitamin C
Cukup Count 7 0 7
% within Asupan vitamin C 100.0% 0.0% 100.0%
Kurang Count 24 19 43
% within Asupan vitamin C 55.8% 44.2% 100.0%
Total Count 31 19 50
% within Asupan vitamin C 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang Asupan vitamin C Cukup Count 8 2 10
% within Asupan vitamin C 80.0% 20.0% 100.0%
Kurang Count 22 18 40
% within Asupan vitamin C 55.0% 45.0% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Asupan vitamin C 60.0% 40.0% 100.0%
Total
Asupan vitamin C
Cukup Count 15 2 17
% within Asupan vitamin C 88.2% 11.8% 100.0%
Kurang Count 46 37 83
% within Asupan vitamin C 55.4% 44.6% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin C 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 4.989c 1 .026
Continuity Correctionb 3.290 1 .070
Likelihood Ratio 7.378 1 .007
Fisher's Exact Test .035 .026
Linear-by-Linear Association 4.889 1 .027
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square 2.083d 1 .149
Continuity Correctionb 1.172 1 .279
Likelihood Ratio 2.242 1 .134
Fisher's Exact Test .279 .139
Linear-by-Linear Association 2.042 1 .153
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 6.386a 1 .012
Continuity Correctionb 5.081 1 .024
Likelihood Ratio 7.350 1 .007
Fisher's Exact Test .013 .009
Linear-by-Linear Association 6.322 1 .012
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.63.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.66.
d. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik For cohort Kategori BI = Puas 1.792 1.373 2.338
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
C (Cukup / Kurang) 3.273 .616 17.385
For cohort Kategori BI = Puas 1.455 .958 2.209
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .444 .123 1.608
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
C (Cukup / Kurang) 6.033 1.296 28.072
For cohort Kategori BI = Puas 1.592 1.228 2.064
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .264 .070 .992
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 6.505 1 .011
Mantel-Haenszel 5.080 1 .024
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin B12 * Kategori BI * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Baik
Asupan vitamin B12
Cukup Count 19 11 30
% within Asupan vitamin B12 63.3% 36.7% 100.0%
Kurang Count 12 8 20
% within Asupan vitamin B12 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 31 19 50
% within Asupan vitamin B12 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang
Asupan vitamin B12
Cukup Count 17 6 23
% within Asupan vitamin B12 73.9% 26.1% 100.0%
Kurang Count 13 14 27
% within Asupan vitamin B12 48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Asupan vitamin B12 60.0% 40.0% 100.0%
Total
Asupan vitamin B12
Cukup Count 36 17 53
% within Asupan vitamin B12 67.9% 32.1% 100.0%
Kurang Count 25 22 47
% within Asupan vitamin B12 53.2% 46.8% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin B12 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square .057c 1 .812
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .056 1 .812
Fisher's Exact Test 1.000 .522
Linear-by-Linear Association .055 1 .814
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square 3.435d 1 .064
Continuity Correctionb 2.446 1 .118
Likelihood Ratio 3.506 1 .061
Fisher's Exact Test .086 .058
Linear-by-Linear Association 3.367 1 .067
N of Valid Cases 50
Total Pearson Chi-Square 2.273a 1 .132
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) 1.152 .360 3.683
For cohort Kategori BI = Puas 1.056 .673 1.655
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .917 .449 1.871
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) 3.051 .921 10.114
For cohort Kategori BI = Puas 1.535 .968 2.433
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .503 .231 1.095
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) 1.864 .827 4.202
For cohort Kategori BI = Puas 1.277 .922 1.769
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .685 .417 1.126
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 2.231 1 .135
Mantel-Haenszel 1.622 1 .203
Continuity Correctionb 1.696 1 .193
Likelihood Ratio 2.277 1 .131
Fisher's Exact Test .154 .096
Linear-by-Linear Association 2.250 1 .134
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan protein * Kategori BI * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Baik
Asupan protein
Cukup Count 16 9 25
% within Asupan protein 64.0% 36.0% 100.0%
Kurang Count 15 10 25
% within Asupan protein 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 31 19 50
% within Asupan protein 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang
Asupan protein
Cukup Count 13 6 19
% within Asupan protein 68.4% 31.6% 100.0%
Kurang Count 17 14 31
% within Asupan protein 54.8% 45.2% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Asupan protein 60.0% 40.0% 100.0%
Total
Asupan protein
Cukup Count 29 15 44
% within Asupan protein 65.9% 34.1% 100.0%
Kurang Count 32 24 56
% within Asupan protein 57.1% 42.9% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan protein 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik Pearson Chi-Square .085
c 1 .771
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .085 1 .771
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .083 1 .773
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square .905d 1 .341
Continuity Correctionb .428 1 .513
Likelihood Ratio .918 1 .338
Fisher's Exact Test .387 .258
Linear-by-Linear Association .887 1 .346
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square .796a 1 .372
Continuity Correctionb .470 1 .493
Likelihood Ratio .800 1 .371
Fisher's Exact Test .414 .247
Linear-by-Linear Association .788 1 .375
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.16.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) 1.185 .378 3.718
For cohort Kategori BI = Puas 1.067 .691 1.647
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .900 .443 1.830
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) 1.784 .538 5.914
For cohort Kategori BI = Puas 1.248 .802 1.941
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .699 .325 1.506
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) 1.450 .640 3.285
For cohort Kategori BI = Puas 1.153 .845 1.574
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .795 .478 1.325
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's .764 1 .382
Mantel-Haenszel .435 1 .510
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin A * Kategori BI * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kategori BI Total
Puas Tidak puas
Baik
Asupan vitamin A
Cukup Count 6 1 7
% within Asupan vitamin A 85.7% 14.3% 100.0%
Kurang Count 25 18 43
% within Asupan vitamin A 58.1% 41.9% 100.0%
Total Count 31 19 50
% within Asupan vitamin A 62.0% 38.0% 100.0%
Kurang
Asupan vitamin A
Cukup Count 3 1 4
% within Asupan vitamin A 75.0% 25.0% 100.0%
Kurang Count 27 19 46
% within Asupan vitamin A 58.7% 41.3% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Asupan vitamin A 60.0% 40.0% 100.0%
Total
Asupan vitamin A
Cukup Count 9 2 11
% within Asupan vitamin A 81.8% 18.2% 100.0%
Kurang Count 52 37 89
% within Asupan vitamin A 58.4% 41.6% 100.0%
Total Count 61 39 100
% within Asupan vitamin A 61.0% 39.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 1.943c 1 .163
Continuity Correctionb .949 1 .330
Likelihood Ratio 2.199 1 .138
Fisher's Exact Test .229 .166
Linear-by-Linear Association 1.904 1 .168
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square .408d 1 .523
Continuity Correctionb .011 1 .915
Likelihood Ratio .431 1 .511
Fisher's Exact Test .641 .472
Linear-by-Linear Association .399 1 .527
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 2.252a 1 .133
Continuity Correctionb 1.376 1 .241
Likelihood Ratio 2.479 1 .115
Fisher's Exact Test .194 .119
Linear-by-Linear Association 2.229 1 .135
N of Valid Cases 100
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.66.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.60.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) 4.320 .478 39.066
For cohort Kategori BI = Puas 1.474 .993 2.188
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .341 .054 2.167
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) 2.111 .204 21.873
For cohort Kategori BI = Puas 1.278 .690 2.365
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .605 .107 3.421
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) 3.202 .654 15.687
For cohort Kategori BI = Puas 1.400 1.008 1.946
For cohort Kategori BI = Tidak
puas .437 .122 1.569
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 2.219 1 .136
Mantel-Haenszel 1.319 1 .251
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan Fe * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Baik
Asupan Fe
Cukup Count 2 0 2
% within Asupan Fe 100.0% 0.0% 100.0%
Kurang Count 25 23 48
% within Asupan Fe 52.1% 47.9% 100.0%
Total Count 27 23 50
% within Asupan Fe 54.0% 46.0% 100.0%
Kurang
Asupan Fe
Cukup Count 6 1 7
% within Asupan Fe 85.7% 14.3% 100.0%
Kurang Count 18 25 43
% within Asupan Fe 41.9% 58.1% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan Fe 48.0% 52.0% 100.0%
Total
Asupan Fe
Cukup Count 8 1 9
% within Asupan Fe 88.9% 11.1% 100.0%
Kurang Count 43 48 91
% within Asupan Fe 47.3% 52.7% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan Fe 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia 1.920 1.464 2.519
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan Fe
(Cukup / Kurang) 8.333 .922 75.359
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia 2.048 1.287 3.257
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia .246 .039 1.535
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 1.775c 1 .183
Continuity Correctionb .370 1 .543
Likelihood Ratio 2.536 1 .111
Fisher's Exact Test .493 .287
Linear-by-Linear Association 1.739 1 .187
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square 4.638d 1 .031
Continuity Correctionb 3.048 1 .081
Likelihood Ratio 5.027 1 .025
Fisher's Exact Test .045 .039
Linear-by-Linear Association 4.546 1 .033
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 5.681a 1 .017
Continuity Correctionb 4.137 1 .042
Likelihood Ratio 6.433 1 .011
Fisher's Exact Test .031 .018
Linear-by-Linear Association 5.625 1 .018
N of Valid Cases 100
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .92.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.36.
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan Fe
(Cukup / Kurang) 8.930 1.073 74.339
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia 1.881 1.370 2.583
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia .211 .033 1.351
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 6.402 1 .011
Mantel-Haenszel 4.636 1 .031
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin C * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Baik
Asupan vitamin C
Cukup Count 1 6 7
% within Asupan vitamin C 14.3% 85.7% 100.0%
Kurang Count 26 17 43
% within Asupan vitamin C 60.5% 39.5% 100.0%
Total Count 27 23 50
% within Asupan vitamin C 54.0% 46.0% 100.0%
Kurang Asupan vitamin C
Cukup Count 2 8 10
% within Asupan vitamin C 20.0% 80.0% 100.0%
Kurang Count 22 18 40
% within Asupan vitamin C 55.0% 45.0% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan vitamin C 48.0% 52.0% 100.0%
Total
Asupan vitamin C
Cukup Count 3 14 17
% within Asupan vitamin C 17.6% 82.4% 100.0%
Kurang Count 48 35 83
% within Asupan vitamin C 57.8% 42.2% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin C 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 5.168c 1 .023
Continuity Correctionb 3.476 1 .062
Likelihood Ratio 5.540 1 .019
Fisher's Exact Test .039 .030
Linear-by-Linear Association 5.065 1 .024
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square 3.926d 1 .048
Continuity Correctionb 2.649 1 .104
Likelihood Ratio 4.176 1 .041
Fisher's Exact Test .077 .050
Linear-by-Linear Association 3.848 1 .050
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 9.117a 1 .003
Continuity Correctionb 7.580 1 .006
Likelihood Ratio 9.728 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.026 1 .003
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan vitamin
C (Cukup / Kurang) .109 .012 .987
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .236 .038 1.474
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 2.168 1.345 3.495
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
C (Cukup / Kurang) .205 .039 1.087
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .364 .102 1.296
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.778 1.120 2.822
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
C (Cukup / Kurang) .156 .042 .585
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .305 .108 .866
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.953 1.398 2.729
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 8.916 1 .003
Mantel-Haenszel 7.242 1 .007
d. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80.
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin B12 * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Baik
Asupan vitamin B12
Cukup Count 16 14 30
% within Asupan vitamin B12 53.3% 46.7% 100.0%
Kurang Count 11 9 20
% within Asupan vitamin B12 55.0% 45.0% 100.0%
Total Count 27 23 50
% within Asupan vitamin B12 54.0% 46.0% 100.0%
Kurang
Asupan vitamin B12
Cukup Count 11 12 23
% within Asupan vitamin B12 47.8% 52.2% 100.0%
Kurang Count 13 14 27
% within Asupan vitamin B12 48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan vitamin B12 48.0% 52.0% 100.0%
Total
Asupan vitamin B12
Cukup Count 27 26 53
% within Asupan vitamin B12 50.9% 49.1% 100.0%
Kurang Count 24 23 47
% within Asupan vitamin B12 51.1% 48.9% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin B12 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik Pearson Chi-Square .013
c 1 .908
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .013 1 .908
Fisher's Exact Test 1.000 .569
Linear-by-Linear Association .013 1 .909
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square .001d 1 .982
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .001 1 .982
Fisher's Exact Test 1.000 .603
Linear-by-Linear Association .001 1 .982
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square .000a 1 .990
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 .990
Fisher's Exact Test 1.000 .575
Linear-by-Linear Association .000 1 .990
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.03.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.04.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) .935 .300 2.912
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .970 .577 1.629
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.037 .559 1.923
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) .987 .324 3.005
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .993 .557 1.773
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.006 .590 1.716
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
B12 (Cukup / Kurang) .995 .454 2.183
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .998 .679 1.466
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.002 .672 1.497
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's .009 1 .922
Mantel-Haenszel .011 1 .917
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan protein * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Baik
Asupan protein
Cukup Count 13 12 25
% within Asupan protein 52.0% 48.0% 100.0%
Kurang Count 14 11 25
% within Asupan protein 56.0% 44.0% 100.0%
Total Count 27 23 50
% within Asupan protein 54.0% 46.0% 100.0%
Kurang
Asupan protein
Cukup Count 8 11 19
% within Asupan protein 42.1% 57.9% 100.0%
Kurang Count 16 15 31
% within Asupan protein 51.6% 48.4% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan protein 48.0% 52.0% 100.0%
Total
Asupan protein
Cukup Count 21 23 44
% within Asupan protein 47.7% 52.3% 100.0%
Kurang Count 30 26 56
% within Asupan protein 53.6% 46.4% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan protein 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square .081c 1 .777
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .081 1 .777
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .079 1 .779
N of Valid Cases 50
Kurang Pearson Chi-Square .427d 1 .514
Continuity Correctionb .131 1 .718
Likelihood Ratio .428 1 .513
Fisher's Exact Test .570 .359
Linear-by-Linear Association .418 1 .518
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square .337a 1 .562
Continuity Correctionb .143 1 .705
Likelihood Ratio .337 1 .562
Fisher's Exact Test .687 .352
Linear-by-Linear Association .333 1 .564
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.56.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.12.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) .851 .280 2.591
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .929 .556 1.550
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.091 .598 1.991
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) .682 .216 2.156
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .816 .435 1.528
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.196 .705 2.030
N of Valid Cases 50
Total Odds Ratio for Asupan protein
(Cukup / Kurang) .791 .359 1.745
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .891 .601 1.321
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.126 .756 1.677
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's .434 1 .510
Mantel-Haenszel .203 1 .652
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
Asupan vitamin A * Kadar Hb responden * Pengetahuan responden
Crosstab
Pengetahuan responden Kadar Hb responden Total
Anemia Tidak Anemia
Baik
Asupan vitamin A
Cukup Count 1 6 7
% within Asupan vitamin A 14.3% 85.7% 100.0%
Kurang Count 26 17 43
% within Asupan vitamin A 60.5% 39.5% 100.0%
Total Count 27 23 50
% within Asupan vitamin A 54.0% 46.0% 100.0%
Kurang
Asupan vitamin A
Cukup Count 1 3 4
% within Asupan vitamin A 25.0% 75.0% 100.0%
Kurang Count 23 23 46
% within Asupan vitamin A 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Asupan vitamin A 48.0% 52.0% 100.0%
Total Asupan vitamin A Cukup Count 2 9 11
% within Asupan vitamin A 18.2% 81.8% 100.0%
Kurang Count 49 40 89
% within Asupan vitamin A 55.1% 44.9% 100.0%
Total Count 51 49 100
% within Asupan vitamin A 51.0% 49.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pengetahuan responden Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Baik
Pearson Chi-Square 5.168c 1 .023
Continuity Correctionb 3.476 1 .062
Likelihood Ratio 5.540 1 .019
Fisher's Exact Test .039 .030
Linear-by-Linear Association 5.065 1 .024
N of Valid Cases 50
Kurang
Pearson Chi-Square .921d 1 .337
Continuity Correctionb .192 1 .661
Likelihood Ratio .966 1 .326
Fisher's Exact Test .611 .336
Linear-by-Linear Association .903 1 .342
N of Valid Cases 50
Total
Pearson Chi-Square 5.327a 1 .021
Continuity Correctionb 3.953 1 .047
Likelihood Ratio 5.690 1 .017
Fisher's Exact Test .026 .022
Linear-by-Linear Association 5.274 1 .022
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.39.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92.
Risk Estimate
Pengetahuan responden Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Baik
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) .109 .012 .987
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .236 .038 1.474
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 2.168 1.345 3.495
N of Valid Cases 50
Kurang
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) .333 .032 3.446
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .500 .089 2.797
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.500 .795 2.831
N of Valid Cases 50
Total
Odds Ratio for Asupan vitamin
A (Cukup / Kurang) .181 .037 .888
For cohort Kadar Hb responden
= Anemia .330 .093 1.173
For cohort Kadar Hb responden
= Tidak Anemia 1.820 1.269 2.612
N of Valid Cases 100
Tests of Conditional Independence
Chi-Squared df Asymp. Sig. (2-
sided)
Cochran's 5.671 1 .017
Mantel-Haenszel 4.157 1 .041
Under the conditional independence assumption, Cochran's statistic is
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution, only if the
number of strata is fixed, while the Mantel-Haenszel statistic is always
asymptotically distributed as a 1 df chi-squared distribution. Note that the
continuity correction is removed from the Mantel-Haenszel statistic when
the sum of the differences between the observed and the expected is 0.
FOTO PENELITIAN
A. Pembagian Kuesioner
B. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan
Tinggi Badan
Berat Badan
C. Pengukuran Kadar Hb
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Haslindah
2. Tempat / Tgl Lahir : Galla Lau / 27 April 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Suku / Bangsa : Bugis/ Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : BTN Musdalifah Blok B1 No. 7 Daya
7. E-mail : [email protected]
8. No. HP : 0822-9359-1930
9. Riwayat Pendidikan :
a. SDN 21 Galla Raya, Pangkep Sulawesi Selatan
b. SMPN 01 Mandalle, Pangkep Sulawesi Selatan
c. MA Ar-Rahman DDI Galla Raya, Pangkep Sulawesi Selatan
d. Jurusan Ilmu Gizi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan