SKRIPSI - CORE · 2017-02-26 · Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini...
-
Upload
truongquynh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of SKRIPSI - CORE · 2017-02-26 · Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini...
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
DI KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA
INDAH NUR AFNI
DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2016
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh
INDAH NUR AFNI A31112006
kepada
DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2016
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
DI KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA
disusun dan diajukan oleh
INDAH NUR AFNI A31112006
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, 17 Nopember 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haerial, Ak., M.Si, CA Drs. Deng Siraja, Ak., M.Si, CA NIP 19631015 199103 1 002 NIP 19511228 198603 1 002
Ketua Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Mediaty, SE., M.Si., Ak., CA.
NIP. 19650925 199002 2 001
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA
disusun dan diajukan oleh
INDAH NUR AFNI A31112006
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 17 Nopember 2016 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui,
Panitia Penguji
No. Nama Penguji Jabatan TandaTangan
1. Drs. Haerial, Ak., M.Si, CA Ketua 1. .................
2. Drs. Deng Siraja, Ak., M.Si, CA Sekretaris 2. .................
3. Dr. Hj. Andi Kusumawati, S.E., M.Si., Ak., CA Anggota 3. .................
4. Drs. Rusman Thoeng, Ak., M.Com, BAP, CA Anggota 4. .................
5. Dra. Hj. Nurleni, Ak., M.Si., CA Anggota 5. .................
Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Mediaty, SE., M.Si., Ak., CA. NIP. 19650925 199002 2 001
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama : Indah Nur Afni
NIM : A31112006
jurusan/program studi : Akuntansi/Strata Satu (S1) dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
DI KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, November 2016
Yang membuat pernyataan
Indah Nur Afni A31112006
PRAKATA
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT
atas berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi
Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak di KPP Pratama
Makassar Utara”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan,
arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Haerial, Ak., M.Si, CA dan Drs. Deng Siraja, Ak., M.Si, CA,
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan
penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan yang sangat
bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Tim penguji Dr. Hj. Andi Kusumawati, S.E., M.Si., Ak., CA, Drs. Rusman
Thoeng, Ak., M.Com, BAP, CA, dan Dra. Hj. Nurleni, Ak., M.Si., CA.
3. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas yang telah
memberikan ilmu kepada peneliti selama masa perkuliahan.
4. Staf karyawan dan karyawati Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UNHAS yang telah banyak membantu selama perkuliahan berlangsung.
5. Para pimpinan dan Staf Kantor Wilayah DJP SulSelBarTra dan KPP
Pratama Makassar Utara, tempat peneliti melakukan penelitian, atas
bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada peneliti dalam
melakukan penelitian.
6. Terima kasih yang terdalam kepada keluargaku tercinta: Ibu dan Bapak,
kakakku Andi Aspa beserta istrinya Asriani Aspa, adik-adikku Handy dan
Nita yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil,
kesabaran, perhatian, serta do’a dan kasih sayang yang tak terhingga
kepada peneliti.
7. Sahabat-sahabatku yang tercinta Arum dan Eka yang selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Untuk
perhatian yang begitu besar, peneliti ucapkan banyak terima kasih.
8. Sahabat-sahabat Pe12ennialku Akuntansi angkatan 2012 yang saya
sayangi dan banggakan, Misna, Dilah, Iffah, Ratna, Ayu, Caca dan semua
yang tidak sempat peneliti tuliskan satu-persatu, terima kasih karena
sudah saling memberikan motivasi, saran, maupun celaan yang bisa
membangun.
9. Teman-teman KKN 90 Kecamatan Tellu Limpoe Kab. Sidrap, khususnya
Kelurahan Baula terima kasih kalian telah memberi semangat, canda
tawa, cinta kasih seperti keluarga sendiri, dan memberikan motivasi.
Sukses untuk kalian semua.
10. Segenap karyawan dan karyawati CV. Anindo Media yang tidak pernah
jenuh menanyakan kapan saya selesai.
11. Spesial terima kasihku untuk Asri Hidayat atas cinta, pengorbanan,
bantuan, dan semangatnya.
12. Terima kasih pula kepada semua pihak-pihak yang tidak bisa peneliti
sebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Dalam bagian akhir kata pengantar ini, peneliti menyadari juga bahwa
skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala
kritik dan saran peneliti terima dengan senang hati demi kesempurnaan
skripsi ini. Namun demikian, peneliti berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Makassar, November 2016
Peneliti
Indah Nur Afni
ABSTRAK
Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak di KPP Pratama
Makassar Utara
Analysis The Impact of Implementation of Tax Sanction Removal on Taxpayer Compliance and Tax Revenue in KPP Pratama Makassar Utara
Indah Nur Afni
Haerial Deng Siraja
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak penerapan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Kebijakan penghapusan sanksi pajak adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP dan diperkuat melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak pada KPP Pratama Makassar Utara. Sampel penelitian ditujukan pada wajib pajak pribadi tahun 2014 dan 2015 pada KPP Pratama Makassar Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis deskriptif, kebijakan penghapusan sanksi pajak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam jumlah wajib pajak terdaftar. Penelitian ini juga menunjukkan kebijakan penghapusan sanksi pajak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar dan memberikan dampak positif terhadap penambahan penerimaan pajak. Kata Kunci: kepatuhan wajib pajak, kebijakan penghapusan sanksi pajak,
kepatuhan pendaftaran, SPT tahunan PPh kurang bayar
This study aims to examine the impact of implementation of tax sanction removal policy toward level of taxpayer compliance. Tax sanction removal policy is the policy to eliminate the penalties of income tax administration as it is stipulated in law about general certainty and procedures of taxation in chapter 36A paragraph 1, and reinforced by ministerial regulation of financial number 91/PMK.03/2015. The population of this study is taxpayer in KPP Pratama Makassar Utara. The sample of this study is referred to personal taxpayer in year 2014 and 2015 in KPP Pratama Makassar Utara. The data of this study is the secondary data. The result of this study shows that based on descriptive analysis, tax sanction removal policy has given positive effect toward taxpayer compliance in amount of registered taxpayer. This research also indicates that policy on the removal of tax sanctions has a positive impact on tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment and has given a positive impact on tax reveneus. Keywords: taxpayer compliance, tax sanctions removal policy, registration
compliance, annual income tax return underpayment
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .............................................. v
PRAKATA .......................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Konteks Penelitian atau Latar Belakang .................................... 1 1.2 Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah .................................. 10 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 10 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................. 11
1.4.1 Kegunaan Teoretis .......................................................... 11 1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................ 11
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 13
2.1 Tinjauan Teori ........................................................................... 13 2.1.1 Konsep Pajak .................................................................. 13
2.1.1.1 Definisi Pajak ....................................................... 13 2.1.1.2 Pengelompokkan Pajak ....................................... 15 2.1.1.3 Fungsi Pajak ........................................................ 16 2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak ................................... 17 2.1.1.5 Nomor Pokok Wajib Pajak ................................... 19 2.1.1.5 Wajib Pajak Orang Pribadi ................................... 21
2.1.2 Konsep Kepatuhan Wajib Pajak ....................................... 22
2.1.2.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak ........................... 22 2.1.2.2 Ukuran Kepatuhan Wajib Pajak ........................... 24
2.1.3 Surat Pemberitahuan (SPT) ............................................. 25 2.1.3.1 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) ............... 25 2.1.3.2 Kewajiban Menyampaikan SPT ........................... 26 2.1.3.3 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) ..................... 27 2.1.3.4 Cara Penyampaian SPT ...................................... 28 2.1.3.5 Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) ............. 30
2.1.4 Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ............................. 31 2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................. 35 2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 37
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 37 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 38 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 38 3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 39
3.4.1 Jenis Data........................................................................ 39 3.4.2 Sumber Data ................................................................... 39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40 3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................. 41 3.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 42 3.8 Analisis Data ............................................................................. 43
3.8.1 Analisis Data WPOP Terdaftar......................................... 43 3.8.2 Analisis Data WP setor SPT ................................... 44 3.8.3 Analisis Kontribusi Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak .......................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 46 4.1.1 Sejarah KPP Pratama Makassar Utara ............................. 46 4.1.2 Tugas dan Fungsi KPP Pratama Makassar Utara ............. 47 4.1.3 Visi, Misi, dan Nilai ............................................................ 48 4.1.4 Keunggulan Organisasi..................................................... 49 4.1.5 Struktur Organisasi ........................................................... 50 4.1.6 Pembagian Tugas ............................................................. 51 4.1.7 Wilayah Kerja KPP Pratama Makassar Utara ................... 54 4.1.8 Jumlah WP Terdaftar di KPP Pratama Makassar
Utara ................................................................................ 56 4.2 Hasil Penelitian ..................................................................... 57
4.2.1 Deskripsi Data .................................................................. 57 4.2.2 Analisis Data ..................................................................... 60 4.2.2.1 Analisis Kepatuhan WP Terdaftar .................................. 60 4.2.2.2 Analisis Kepatuhan WP yang Menyetorkan SPT PPh Kurang Bayar ................................................. 62 4.2.2.3 Analisis Kontribusi Kebijakan Penghapusan
Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Pendaftaran Dan Penerimaan Pajak atas SPT Kurang Bayar ............ 63 4.2.2.4 Penambahan Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Kebijakan Penghapusan Sanksi...................... 64
4.3 Pembahasan ................................................................................ 65 4.3.1 Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak terhadap Jumlah WP Terdaftar .................... 65 4.3.2 Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak terhadap Jumlah WP yang Menyampaikan SPT Kurang Bayar ............................................................ 66 4.3.3 Analisis Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ........... 69
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 71 5.2 Saran ............................................................................................ 72 5.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 74
LAMPIRAN ......................................................................................... 87
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2013-2016 .......................... 2
2.1 Besarnya PTKP Yang Berlaku Saat Ini ........................................ 22
3.1 Nilai Interpretasi Kontribusi .......................................................... 45
4.1 Jumlah WP terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara tahun
2013 s.d 2016 .............................................................................. 56
4.2 Jumlah WP Terdaftar Tahun 2014 ............................................... 58
4.3 Jumlah WP Terdaftar Tahun 2015 ............................................... 58
4.4 Jumlah WPOP yang Melakukan Penyetoran Pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar Tahun 2014 dan 2015 ..................... 59
4.5 Jumlah Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar ........................................................ 60
4.6 WP Terdaftar Sebelum dan Sesudah Penerapan Kebijakan
Penghapusan Sanksi Pajak ......................................................... 61
4.7 Jumlah WP setor SPT Tahunan PPh Kurang Bayar
Tahun 2014 dan 2015 .................................................................. 62
4.8 Penambahan Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas
SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ................................................ 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................... 36
2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Makassar Utara ...................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1.1 Biodata ........................................................................................ 78
1.2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 ................ 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber dana atau penerimaan Negara Indonesia setiap tahun diatur
dalam Undang-Undang APBN dan pada tahun 2015 diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2015. Berdasarkan Undang-
Undang tersebut, pendapatan negara dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Penerimaan Perpajakan;
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
3. Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan merupakan sumber dana utama yang sangat
berpotensi dan mendominasi pendapatan negara Indonesia, yaitu sekitar 70%
dari penerimaan APBN. Ini disebabkan karena pajak merupakan sumber
penerimaan dengan umur yang tidak terbatas, terlebih dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk maka penerimaan dari sektor perpajakan akan
terus mengalami peningkatan. Oleh karena itu, semakin besarnya pengeluaran
pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan
penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak.
Di bawah ini adalah tabel realisasi penerimaan negara yang berasal dari
penerimaan negara tahun 2013 sampai dengan Agustus 2016:
1
2
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) Tahun 2013-2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pajak memiliki arti yang sangat penting bagi suatu negara, karena saat ini
pemerintah lebih mengandalkan penerimaan dari sektor pajak untuk membiayai
pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang
berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat
merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah
pembiayaan pembangunan. Usaha memandirikan bangsa atau negara dalam
pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal
dari dalam negeri yang berwujud pajak yang harus tetap diupayakan dan perlu
mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo, 2013).
Keterangan Tahun
2013 2014 2015 2016
Penerimaan
Perpajakan
1.077.306,70 1.146.865,80 1.489.255,50 1.565.784,10
Pajak Dalam Negeri 1.029.850,00 1.103.217,60 1.439.998,60 1.524.012,70
Pajak Penghasilan 506.442,80 546.180,90 679.370,10 763.470,50
Pajak Pertambahan
Nilai
384.713,50 409.181,60 576.469,20 573.690,60
Pajak Bumi dan
Bangunan
25.304,60 23.476,20 26.689,90 19.433,70
Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan
0 0 0 0
Cukai 108.452,00 118.085,50 145.739,90 155.519,60
Pajak Lainnya 4.937,10 6.293,40 11.729,50 11.898,40
Pajak Perdagangan
Internasional
47.456,60 43.648,10 49.256,90 41.771,30
Bea Masuk 31.621,30 32.319,10 37.203,90 38.902,00
Pajak Ekspor 4.237,00 13.578,00 565,00 8.898,00
3
Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka mewujudkan kemandirian
bangsa dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih
mengotimalkan segenap kemampuan dalam negeri terutama di bidang
perpajakan, maka mulai tahun 1983 pemerintah telah mengadakan Tax Reform
(Reformasi Pajak), yaitu dengan melakukan reformasi terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan serta sistem perpajakan Indonesia. Pemerintah
telah menyadari bahwa untuk membiayai pengeluaran negara baik itu rutin
maupun pembangunan pada saat ini dan masa yang akan datang kita tidak
dapat lagi bergantung pada penerimaan negara dari sumber minyak bumi dan
gas alam sejak ditetapkannya Indonesia sebagai negara importir minyak di tahun
2004 disebabkan kebutuhan minyak nasional melebihi kemampuan suplainya.
Tax Reform (Reformasi Pajak) adalah perubahan yang mendasar di
segala aspek perpajakan. Setidaknya terdapat lima tahap reformasi perpajakan
di Indonesia, yaitu:
1. Tax Reform yang pertama pada tahun 1983-1985;
2. Tax Reform yang kedua pada tahun 1997;
3. Tax Reform yang ketiga pada tahun 1997;
4. Tax Reform yang keempat pada tahun 2000;
5. Tax Reform yang kelima pada tahun 2002-2009.
Tax Reform dimulai pada tahun 1983, setidaknya ada beberapa hal dalam
situasi perpajakan nasional pada saat itu yang melatar belakangi adanya
reformasi pajak, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dikala itu
adalah sebagai warisan zaman kolonial Belanda yang pemikiran, dan
tujuan yang dibuat pada zaman tersebut dirasakan sudah tidak sesuai
4
lagi dengan kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan
berdaulat sejak Proklamasi tahun 1945;
2. Selain tidak sesuai kehidupan Bangsa Indonesia yang telah merdeka
dan berdaulat, peraturan pajak warisan Hindia Belanda dirasakan
tidak memperhatikan azas dan aspek pemerataan, keadilan,
kepastian hukum dan pertumbuhan ekonomi;
3. Performa instansi pajak dan aparatnya yang kurang baik sehingga
menimbulkan sikap masyarakat apatis dan berprasangka jelek
terhadap pajak.
Aturan pajak yang terangkum dalam undang-undang perpajakan telah
banyak dibenahi secara intensif dengan dilakukannya reformasi pajak tersebut.
Undang-Undang pajak tersebut juga mengalami perubahan-perubahan sejalan
dengan perkembangan bisnis di Indonesia. Salah satu perubahan undang-
undang seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1994, lalu diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000, lalu diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan
terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Reformasi sistem perpajakan meliputi dua aspek, yaitu :
1. Reformasi di bidang kebijakan perpajakan (Tax Policy Reform),
melalui perubahan Undang-Undang PPh, perubahan Undang-Undang
PPN dan PPN BM, perubahan Undang-Undang PBB, perubahan
Undang-Undang Bea Materai, serta Undang-Undang Kepabeanan
dan Undang-Undang Cukai. Pada intinya amandemen Undang-
Undang Perpajakan ini lebih dititik beratkan pada pemberian rasa
keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan
5
untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan
perpajakan.
2. Reformasi sistem administrasi perpajakan (Tax Administrative
Reform), yang meliputi penyempurnaan peraturan pelaksanaan
undang-undang perpajakan, pembentukan dan perluasan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak Besar, Pembangunan
KPP khusus Wajib Pajak menengah dan KPP khusus Wajib Pajak
kecil, pengembangan basis data, pembayaran pajak dan
penyampaian SPT secara online, perbaikan manajemen pemeriksaan
pajak serta peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran
Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional.
Adanya beberapa kali perubahan pada sistem perpajakan nasional
tersebut di atas, Indonesia tetap menganut sistem pemungutan pajak Self
Assessment dalam penyampaian SPT Tahunan PPh baik untuk Wajib Pajak
Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, dan SPT Masa PPN yang berarti
bahwa Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan membayar
sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga penentuan
besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri (Mardiasmo,
2013). Namun, tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia masih tergolong
rendah. Masih banyak wajib pajak yang sengaja tidak melaksanakan kewajiban
dan yang tidak mengetahui tata cara untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang
berbelit-belit dan birokratis akan dapat dihilangkan. Tugas administrasi
perpajakan tidak lagi seperti pada masa lampau, administrasi perpajakan
meletakkan kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua Surat
6
Pemberitahuan (SPT) guna menentukan jumlah pajak yang terutang dan jumlah
pajak yang seharusnya dibayar.
Sebagai upaya pemerintah untuk melakukan penggalian potensi di sektor
perpajakan sebagaimana disebutkan di atas, kembali pemerintah melakukan
rancangan untuk melanjutkan reformasi pajak, yaitu dengan diadakannya Tahun
Pembinaan Wajib Pajak pada tahun 2015, kemudian Tahun Penegakan Hukum
pada tahun 2016, dan Tahun Rekonsiliasi pada tahun 2017. Direktorat Jenderal
Pajak mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Pajak, oleh karena
itu pada tanggal 30 April 2015 pemerintah melalui Menteri Keuangan
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No.91/PMK.03/2015 tentang
Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan
Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, Dan
Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan ini mengimbau seluruh lapisan masyarakat,
yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan Self Assesment
System, untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, sekaligus untuk
mendapatkan NPWP, guna menghindari sanksi pidana. Masyarakat yang
memenuhi kewajiban perpajakan, yakni dengan menjadi Wajib Pajak baru,
melalui PMK No.91/PMK.03/2015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari
sanksi administrasi. Sanksi administrasi yang dimaksud adalah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang terbit karena
Utang Pajak tidak atau kurang dibayar sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat
(1) Undang-Undang KUP. Dengan adanya kebijakan ini, Wajib Pajak yang
melakukan pembetulan SPT di tahun 2015, sanksi administrasinya akan dihapus
100 persen. Tidak terbatas pada pembetulan SPT, untuk pembayaran pajak
7
yang dilakukan di tahun 2015 atas utang pajak tahun 2014 dan/atau sebelumnya
baik Tahunan maupun Masa, sanksinya akan dihapus 100 persen jika diajukan
permohonan penghapusan sanksi administrasi.
Sanksi administrasi yang dimaksud dijelaskan di dalam Peraturan Menteri
Keuangan No.91/PMK.03/2015 Pasal 3 sebagai berikut :
a. keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
b. keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
c. keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau
d. pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, yang dilakukan pada tahun 2015.
Kebijakan penghapusan sanksi pajak ini diberlakukan dalam jangka
waktu terbatas yaitu hanya pada tahun 2015 saja dari bulan Mei hingga
Desember 2015 dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak (tax
amnesty) yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia. Tax amnesty dapat
diartikan sebagai pengampunan pajak yang diberikan pemerintah ke seluruh
warga negara, dengan harapan masyarakat bersedia mendaftarkan diri menjadi
wajib pajak. Jadi tujuannya hanya untuk menambah jumlah Wajib Pajak terdaftar,
agar ke depan dan seterusnya mulai membayar pajak.
Pemerintah dalam mengadakan kebijakan penghapusan sanksi pajak
pada tahun 2015 ini dilatarbelakangi oleh penerimaan negara 3 tahun terakhir
yang mengalami defisit dan pencapaian yang masih minim pada akhir triwulan I
pada tahun 2015, tujuan pemerintah dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, tahun 2015 sebagai tahun pembinaan pajak, serta masih banyaknya
Wajib Pajak yang belum tersentuh terbukti berdasarkan data Direktorat Jenderal
8
Pajak pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan
di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ada sebanyak 44,8 juta orang.
Namun, baru 26,8 juta orang yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. Dari
jumlah yang telah terdaftar tersebut, hanya 10,3 juta Wajib Pajak yang
menyampaikan SPT. Sedangkan bagi Wajib Pajak Badan, dari 1,2 juta
perusahaan yang terdaftar sebagi Wajib Pajak Badan, hanya sekitar 45,8 persen
atau 550 ribu perusahaan yang menyampaikan SPT.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat diketahui bahwa pada hakikatnya
program pengampunan pajak seperti kebijakan penghapusan sanksi pajak ini,
dapat meningkatkan kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak. Penghapusan
sanksi diharapkan dapat menstimulus Wajib Pajak untuk membayar pajak, baik
atas kekurangan pembayaran pajak di masa lalu maupun untuk pembayaran
pajak selanjutnya. Kemauan membayar pajak oleh Wajib Pajak ini dapat diartikan
sebagai kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arief (2009) menunjukkan.
“kepatuhan wajib pajak di Kanwil DJP Jatim II, baik diukur melalui jumlah wajib pajak yang terdaftar maupun dari Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan dan disampaikan oleh wajib pajak, mengalami perbedaan yang berupa peningkatan antara sebelum (tahun 2005-2007) dan sesudah (tahun 2009-2011) sunset policy. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keterkaitan pelaksanaan sunset policy pada tahun 2008 oleh pemerintah terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Kanwil DJP Jatim II adalah berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak, hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah wajib pajak dan jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak.
Wajib pajak dapat dikatakan patuh menurut Direktorat Jenderal Pajak
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
74/PMK.03/2012):
9
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak;
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Wajib pajak patuh juga dapat dilihat dari penurunan jumlah Surat Tagihan
Pajak (STP) yang diterbitkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Surat Tagihan
Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda. STP dikeluarkan apabila wajib pajak tidak bayar
atau kurang bayar yang dilaporkannya. Jadi, apabila jumlah STP yang
dikeluarkan semakin berkurang, maka tingkat kepatuhan wajib pajak semakin
meningkat (Fitrah:2013).
Penelitian ini ditujukan untuk memastikan bagaimana program
penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan membayar pajak bagi Wajib
Pajak. Efektifitas pelaksanaan program ini dalam jangka panjang memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan sumber pembiayaan negara. Berdasarkan hal-
hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul:
“Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak di KPP Pratama
Makassar Utara”
10
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak orang
pribadi yang diidentifikasi dari besarnya Wajib Pajak Terdaftar pada
KPP Pratama Makassar Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan
penghapusan sanksi pajak ?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak yang
diidentifikasi dari besarnya Wajib Pajak Yang Menyampaikan SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar pada KPP Pratama Makassar Utara
sebelum dan sesudah pelaksanaan penghapusan sanksi pajak ?
3. Apakah terdapat penambahan penerimaan pajak pada KPP Pratama
Makassar Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan penghapusan
sanksi pajak ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris perbedaan
besarnya Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar pada KPP Pratama
Makassar Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan penghapusan
sanksi pajak.
2. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris perbedaan
besarnya Wajib Pajak Yang Menyampaikan SPT Tahunan PPh
Kurang Bayar pada KPP Pratama Makassar Utara sebelum dan
sesudah pelaksanaan penghapusan sanksi pajak.
11
3. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris penambahan
besarnya penerimaan pajak pada KPP Pratama Makassar Utara
sebelum dan sesudah pelaksanaan penghapusan sanksi pajak.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Kegunaan diadakannya penelitian ini adalah dapat menambah
perbendaharaan pengetahuan yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan
khususnya kebijakan penghapusan sanksi pajak dalam kaitannya dengan
kepatuhan Wajib Pajak.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah
terutama pembuat kebijakan (fiskus) dalam membuat suatu kebijakan, agar
dapat diikuti oleh para Wajib Pajak secara optimal.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan teori, penelitian terdahulu,
kerangka pemikiran, dan hipotesis.
12
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi mengenai rancangan penelitian, tempat dan
waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi,
instrumen penelitian, dan analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis, dan
pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Berisi mengenai kesimpulan, saran, dan keterbatasan
penelitian.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Konsep Pajak
2.1.1.1 Definisi Pajak
Berbicara mengenai pajak, tentu kita sudah melakukannya setahun
sekali, sebulan sekali, atau bahkan setiap hari, seperti membayar pajak
kendaraan dalam setahun sekali, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan,
pajak pertambahan nilai setiap kali kita berbelanja di department store atau
supermarket, dan lain sebagainya. Beberapa definisi pajak dapat diuraikan
sebaga berikut :
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994, lalu diubah dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2000, lalu diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Ciri-ciri yang ada dalam dalam pengertian pajak tersebut adalah:
1. Pajak merupakan kostribusi wajib dari masyarakat kepada Negara;
2. Dipungut berdasarkan Undang-Undang dan aturan pelaksanaannya,
sehingga sanksinya tegas dan bisa dipaksakan;
13
14
3. Tanpa kontra prestasi secara langsung;
4. Dipungut oleh pemerintah pusat (negara) maupun oleh pemerintah
daerah (propinsi, kabupaten/kota);
5. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan demi
kemakmuran masyarakat (Jeni dan Ahmad,2015:1).
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaya, beliau mengemukakan bahwa
pajak merupakan iuran wajib bagi warga, baik berupa uang maupun barang yang
dipungut oleh penguasa menurut norma-norma hukum yang berlaku guna untuk
menutup segala biaya produksi barang dan jasa untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat secara umum.
Sedangkan pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
dalam buku Mardiasmo (2013:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Berdasarkan beberapa definisi tentang pajak yang dikemukakan di atas,
maka peneliti menyimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib bagi warga kepada
negara baik berupa uang ataupun barang yang dipungut oleh penguasa dan
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang untuk kepentingan dan
kemakmuran bersama namun, tidak ada kontraprestasi langsung yang dirasakan
oleh pembayar pajak. Atau dengan kata lain, pajak merupakan instrument legal
yang digunakan oleh pemerintah untuk menambah penerimaan negara yang
diatur dalam Undang-Undang.
15
2.1.1.2 Pengelompokkan Pajak
Cara pengelompokkan pajak didasarkan atas sifat-sifat tertentu, terdapat
dalam masing-masing pajak atau didasarkan pada ciri-ciri tertentu pada setiap
pajak. Sifat dan ciri-ciri tertentu yang bersamaan dari setiap pajak dimasukkan
dalam suatu kelompok sehingga terjadilah pengelompokkan atau pembagian,
sebagai berikut: (Mardiasmo,2013:5)
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh :
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Bangunan.
16
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh :
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak
Reklame”.
2.1.1.3 Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan yang cukup signifikan di dalam kehidupan
bernegara, lebih khusus dalam menjalankan pembangunan. Pajak adalah
sumber pendapatan bagi negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang
dibutuhkan termasuk di dalamnya pengeluaran untuk pembangunan. Pajak
memiliki beberapa fungsi, sebagai berikut :
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Fungsi pertama pajak adalah fungsi anggaran (budgetair). Sebagai
sumber utama pendapatan negara, pajak berperan untuk membiayai
seluruh pengeluaran negara. Penerimaan negara dari sektor
perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam
negeri pada APBN.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Fungsi pajak sebagai pengatur dapat digunakan sebagai alat dalam
mencapai tujuan tertentu atau alat untuk melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, pajak
dikenakan lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras,
dan ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan
petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan,
seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan impor komoditas
tertentu.
17
3. Fungsi Stabilitas
Fungsi pajak sebagai stabilitas yaitu pajak dapat digunakan untuk
menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contoh : kebijakan
stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara
mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan
penggunaan dana pajak secara efektif dan efisien.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Fungsi ini memiliki arti bahwa penerimaan negara dari pajak akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan
infrastruktur, seperti jalan raya dan jembatan. Hal ini dapat membuka
kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat.
2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan Wajib Pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan
dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan
semakin enggan membayar pajak.
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga seperti yang diungkapkan
oleh Waluyo (2013:17), yaitu:
1. Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terhutang
Wajib Pajak. Artinya Wajib Pajak bersifat pasif karena utang pajak
18
baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Ciri-ciri official assesment system adalah sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
2. Self Assesment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar
sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Jadi dalam
hal ini, fiskus hanya mengawasi. Ciri-ciri self assesment system
adalah sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Witholding Tax System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak
ketiga (pemberi penghasilan) untuk memotong dan memungut pajak
kepada pihak lain yang menerima penghasilan sebesar jumlah pajak
yang terhutang.
Di Indonesia, ketiga sistem tersebut tetap diterapkan namun dalam jenis
pajak yang berbeda-beda, yaitu:
19
1. Official Assesment System, diterapkan dalam hal pelunasan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan Surat
Ketetapan Pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap
tahun. Jadi Wajib Pajak tidak perlu menghitung sendiri, tetapi cukup
membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang
(SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana objek pajak tersebut
terdaftar.
2. Self Assesment System, diterapkan dalam penyampaian SPT
Tahunan PPh baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak
Orang Pribadi, dan SPT Masa PPN.
3. Witholding Tax System, diterapkan dalam mekanisme
pemotongan/pemungutan sesuai PPH Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15,
dan PPN.
2.1.1.5 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang KUP (Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2009), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam terminologi Pajak
Penghasilan, seseorang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif akan menjadi Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif ini wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
20
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP ). Yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan
Setiap Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan
Pajak / Kantor Penyuluhan Pajak ditempat badan tersebut berkedudukan.
2. Wajib Pajak Perseorangan
Bagi setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam 1 tahun.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
entuk Usaha Tetap yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
secara teratur di Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak
didirikan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia.
4. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha sebagaimana dimaksud pada pasal 1 angka 3 yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan kecuali memilih
untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka
waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban
mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah.
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1
(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai
21
dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat akhir bulan berikutnya.
(www.pajak.go.id)
Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP akan dikenakan sanksi administrasi.
2.1.1.6 Wajib Pajak Orang Pribadi
Menurut Undang-Undang KUP Pasal 1 Ayat (3) menjelaskan bahwa:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi menurut Erly Suandy (2011)
adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Wajib Pajak Orang Pribadi wajib melaporkan penghasilannya dengan
mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak Orang
Pribadi. Penghasilan yang dilaporkan biasanya terdiri dari penghasilan yang
diperoleh dari kegiatan usaha seperti berdagang atau memproduksi barang atau
produk tertentu serta penghasilan dari profesi tertentu seperti dokter, pengacara,
notaris/PPAT, konsultan, dan sebagainya. Jumlah dari penghasilan tersebut
akan dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
besarannya telah ditentukan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang.
Mulai 1 Januari 2015, Wajib Pajak Orang Pribadi akan mendapatkan
kenaikan PTKP sebesar 48% atau setara dengan Rp 11.700.000,00 menjadi Rp
36.000.000,00 setahun, sebelumnya sebesar Rp 24.300.000,00. Peningkatan
PTKP diperoleh setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
22
122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak. Penerbitan peraturan tersebut dilatarbelakangi oleh melambatnya
pertumbuhan ekonomi serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang
semakin meningkat. Lebih lanjut, kenaikan tersebut ditujukan untuk
meningkatkan daya beli masyarakat dan sebagai insentif agar pertumbuhan
ekonomi nasional dapat didorong melalui peningkatan konsumsi masyarakat.
Besarnya PTKP yang berlaku saat ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Besarnya PTKP Yang Berlaku Saat Ini
PTKP Sekarang
Wajib Pajak Orang Pribadi Rp36.000.000,00
Tambahan untuk WP kawin Rp3.000.000,00
Tambahan untuk tanggungan Rp3.000.000,00
Tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan suami
Rp36.000.000,00
Sumber: (Dirjen Pajak, 2015)
2.1.2 Konsep Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.2.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138)
mengatakan bahwa, kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya.
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan
yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi
pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan
secara sukarela.
23
Menurut Ony dtt (2008:69) mengatakan bahwa, kepatuhan perpajakan
merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan
perpajakan. Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang taat dan
memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terdapat dua macam kepatuhan, menurut Ony dtt (2008:70) yaitu:
1. Kepatuhan formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2. Kepatuhan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material
dapat meliputi kepatuhan formal.
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa aspek yang melingkupi
kepatuhan wajib pajak formal dan material yang diungkapkan oleh Nurmanto
dalam Widodo (2010:68-69). Kepatuhan Wajib Pajak formal dapat dilihat dari
beberapa aspek, yaitu:
1. Kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri;
2. Ketepatan waktu Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan;
3. Ketepatan waktu dalam membayar pajak; dan
4. Pelaporan Wajib Pajak atas jumlah pajak terutang.
Kepatuhan material meliputi beberapa aspek, yaitu:
1. Wajib Pajak menghitung sendiri besar pajak dalam SPT-nya sesuai
jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar yang dihitung
sebenarnya;
2. Peran konsultan pajak dalam membantu perhitungan pajak;
24
3. Kepercayaan Wajib Pajak terhadap konsultan pajak dalam
menentukan jumlah pajak; dan
4. Tunggakan Wajib Pajak kepada negara.
Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek penting mengingat sistem
perpajakan Indonesia menganut Self Assesment System dimana dalam
prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk
menghitung, membayar, dan melapor kewajibannya.
Kepatuhan sebagai fondasi Self Assesment System dapat dicapai apabila
elemen-elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen-elemen kunci
tersebut (Ismawan, 2001:83), yaitu:
1. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak;
2. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak;
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya;
Dari beberapa pengertian tentang kepatuhan Wajib Pajak di atas, maka
peneliti menyimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang
taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
2.1.2.2 Ukuran Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012, wajib
pajak dimasukkan dalam kategori wajib Pajak Patuh apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut.
25
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak;
3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
4.1.3 Surat Pemberitahuan (SPT)
4.1.3.1 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Pasal 1 Ayat (11)
Undang-Undang KUP adalah:
“Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Surat pemberitahuan (SPT) terdiri dari:
1. SPT Tahunan PPh;
2. SPT Masa yang meliputi:
a. SPT Masa PPh;
b. SPT Masa PPN; dan
c. SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
SPT tersebut berbentuk:
26
1. Formulir kertas (hardcopy); dan
2. e-SPT, yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang
dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aplikasi e-SPT
adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan Wajib Pajak untuk
membuat dan melaporkan SPT dalam bentuk hardcopy dan softcopy.
2.1.3.2 Kewajiban Menyampaikan SPT
Kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum
dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang KUP yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.”
Penandatanganan yang dimaksud dapat dilakukan secara biasa, dengan
tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya
mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Jeni dan Ahmad (2015:21) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah:
a. Benar, adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam
penerapan ketentuan peraturan Undang-Undang Pajak, dalam
penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Lengkap, adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan
objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
27
c. Jelas, melaporkan asal-usul atau sumber objek pajak dan unsur lain
yang harus diisikan dalam SPT.
Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas
tersebut wajib disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP.
Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan oleh pemotong atau pemungut
pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
2.1.3.3 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Fungsi Surat Pemberitahuan menurut Mardiasmo (2013:31), antara lain:
1. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek
pajak;
c. harta dan kewajiban; dan atau
d. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1
(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan perpajakan.
2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
28
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
a. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain
dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan perpajakan.
3. Bagi pemotongan atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung
jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
2.1.3.4 Cara Penyampaian SPT
Menurut Jeni dan Ahmad (2015:21-22), penyampaian SPT oleh Wajib
Pajak dapat dilakukan:
1. Secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;
2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
3. Dengan cara lain, melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan
bukti pengiriman surat, atau e-Filling melalui ASP (Penyedia Jasa
Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. e-Filling adalah
cara penyampaian SPT atau Perpanjangan Tahunan yang dilakukan
secara on-line dan real-time.
Adapun prosedur penyelesaian SPT menurut Mardiasmo (2013:32-33),
antara lain:
1. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di
tempat yang ditetapkan oleh DJP atau mengambil dengan cara lain
29
yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keungan. Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat
Pemberitahuan dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs
DJP untuk memperoleh formulir Surat Pemberitahuan tersebut.
2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing
dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
4. Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda
tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang
semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
5. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:
a. Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan Laporan
Keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta
keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak.
b. Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah
Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak
30
Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau
kelebihan pajak.
c. Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan:
Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak
yang bersangkutan.
2.1.3.5 Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)
Pembetulan surat Pemberitahuan merupakan hak Wajib Pajak dalam hal
terdapat kekeliruan pengisian SPT yang sudah disampaikan, dengan syarat
belum dilakukan pemeriksaan. Pembetulan dilakukan untuk menghindari sanksi
administrasi berupa bunga karena pemeriksaan pajak.
Menurut Mardiasmo (2013:33), dalam hal Wajib Pajak membetulkan
sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Menurut Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang KUP menyebutkan:
“Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan: a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil. b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar. c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil. d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil. dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
31
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen)
dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
tersendiri dimaksud disampaikan.
Kekeliruan pengisian SPT bisa juga disebabkan karena kekeliruan
kompensasi kerugian sebagai akibat diterbitkannya SKP, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali tahun Pajak
sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi
fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT
Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
setelah menerima SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Dirjen belum melakukan tindakan
pemeriksaan. (Jeni dan Ahmad, 2015:24).
2.1.4 Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak
Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak atau yang pada tahun 2007 dikenal
sebagai Sunset policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak
berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf a Undang-
Undang KUP. Pada tahun 2015 sebagai tahun pembinaan pajak, kebijakan
penghapusan sanksi pajak kembali dilaksanakan dan diatur di dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenanakan karena
kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa justifikasi untuk menghapus sanksi
administrasi dalam hal ini adalah bahwa Direktur Jenderal Pajak menganggap
32
semua Wajib Pajak yang memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi pajak ini
sebagai khilaf.
Penghapusan sanksi pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Pasal 2 menyebutkan bahwa Wajib Pajak
yang diberikan penghapusan sanksi administrasi adalah Wajib Pajak yang
melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016.
Sanksi administrasi yang dimaksud adalah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang terbit karena Utang Pajak tidak
atau kurang dibayar sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) Undang-
Undang KUP.
Utang pajak yang dimaksud adalah jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Untuk dapat melakukan permohonan penghapusan sanksi administrasi,
Wajib Pajak harus memenuhi beberapa persyaratan (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015), sebagai berikut:
1. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, kecuali
dalam hal atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan
Pajak, maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1
(satu) Surat Tagihan Pajak;
33
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. Melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran
Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat
Setoran Pajak;
4. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar;
5. Ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang KUP.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penghapusan sanksi administrasi dalam program penghapusan sanksi pajak ini
adalah (1) penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian
SPT; (2) pembetulan SPT dan keterlambatan penyetoran atau pembayaran pajak
apabila dalam tahun 2015 Wajib Pajak menyampaikan atau melakukan
pembetulan SPT untuk 5 (lima) tahun ke belakang.
Kebijakan penghapusan sanksi pajak merupakan bagian dari program
pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia. Namun,
kalangan Direktur Jenderal Pajak sendiri mengatakan bahwa penghapusan
sanksi pajak merupakan bentuk pengampunan pajak tetapi dalam versi yang
ringan. Pengampunan pajak (Tax Amnesty) adalah suatu kesempatan waktu
yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar
sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban
pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak
sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana.
34
Tax amnesty dalam asumsi pemerintah adalah penghapusan tunggakan
pokok pajak, sanksi administrasi, dan atau pidana pajak atas ketidakpatuhan
yang telah dilakukan oleh wajib pajak di masa lalu, demi peningkatan kepatuhan
di masa yang akan datang. Namun, Wajib Pajak tersebut harus membayar
sejumlah tebusan dengan besaran tertentu, yang akan masuk dalam penerimaan
pajak penghasilan orang pribadi.
Pengampunan pajak (Tax Amnesty) bermacam-macam. Adapun jenis-
jenis pengampunan pajak (Devano dan Rahayu,2006), sebagai berikut:
1. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk
bunga dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi pidana
perpajakan. Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun
sebelumnya, sekaligus menambah jumlah wajib pajak terdaftar.
2. Amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang
terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan
sanksi pidana pajaknya.
3. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama,
namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana
pajaknya.
4. Amnesti yang mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk
sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya
adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar agar ke depan
dan seterusnya mulai membayar pajak.
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan penghapusan sanksi pajak merupakan kebijakan penting yang
diberikan kepada Wajib Pajak yang menurut Direktur Jenderal Pajak khilaf dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, diharapkan dengan
35
adanya kebijakan ini dapat memberi kesempatan kepada masyarakat khususnya
Wajib Pajak untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melaui
pembetulan SPT Tahunan dan SPT Masa Pajak Penghasilan demi tercapainya
penerimaan negara dari sektor pajak.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tatiana Ratung (2009) dalam penelitiannya mengenai “Dampak Program
Sunset Policy terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar
Pajak , studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha di Wilayah KPP
Salatiga” menemukan bahwa program sunset policy berpengaruh signifikan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak.
Annisa Gama Widjaya (2009) dalam penelitiannya mengenai “Studi
Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan
2008 dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Kota
Semarang di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I” menemukan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara Jumlah Wajib Pajak Terdaftar dan
jumlah Wajib Pajak Yang Menyampaikan SPT sebelum dan sesudah Reformasi
Pajak 2008 namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Realisasi
Penerimaan Pajak sebelum dan sesudah Reformasi Perpajakan 2008.
Arif Himawan Sutanto (2009) dalam penelitiannya mengenai “Analisis
Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Sunset Policy Pada
KPP Pratama Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Timur II” menemukan bahwa pelaksanaan sunset policy pada tahun 2008 oleh
pemerintah terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Kanwil DJP Jatim II adalah
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
36
Alfin Indrasto Palgunadi (2010) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh
Sunset Policy terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Badan di KPP Pratama Gresik Utara” menemukan bahwa sunset
policy tidak mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan
Badan.
Mira Novana Ardiani (2010) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh
Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus di Kanwil
Dirjen Pajak Jawa Timur I Surabaya)” menemukan bahwa Program sunset policy
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
2.3 Kerangka Pemikiran
Sebelum Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan
Sanksi Pajak (tahun 2014)
Tingkat kepatuhan WP Pribadi berdasarkan jumlah WP terdaftar, WP yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ke KPP dan Implikasinya terhadap penerimaan pajak.
Sesudah Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan
Sanksi Pajak (tahun 2015)
Tingkat kepatuhan WP Pribadi berdasarkan jumlah WP terdaftar, WP yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ke KPP dan Implikasinya terhadap penerimaan pajak.
2015
UJI BEDA
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang
pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dimana proses penggalian informasi diwujudkan dalam
bentuk angka-angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa
yang diketahui. Dalam penelitian kuantitatif, metode penelitian dapat
dikembangkan berdasarkan tingkat eksplanasi menurut para ahli yaitu metode
deskriptif, komparatif dan asosiatif (Sugiyono,2012:13). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif karena penelitian ini
ditujukan untuk membandingkan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah
pelaksanaan penghapusan sanksi pajak. Kepatuhan wajib pajak dalam penelitian
ini diidentifikasi berdasarkan jumlah wajib pajak terdaftar dan jumlah Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Kurang Bayar.
Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata dalam Asrori (2008) jenis
atau metode penelitian kuantitatif dapat dibedakan dari keberadaan data yang
diteliti, sudah tersedia atau baru akan dikumpulkan. Jika data sudah ada dan
peneliti tinggal merekam, maka penelitiannya bukan (non) eksperimen.
Sebaliknya jika peneliti ingin mengetahui gambaran tentang data yang secara
sengaja ditimbulkan, maka penelitiannya berbentuk eksperimen.
Penelitian ini berbentuk non eksperimen karena data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini merupakan data yang sudah ada yang diperoleh dari Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara berupa jumlah Wajib Pajak Orang
Pribadi terdaftar, Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Kurang
37
38
Bayar dan realisasi penerimaan perpajakan untuk tahun pajak 2014 dan jumlah
Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar, Wajib Pajak yang menyampaikan SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar dan realisasi penerimaan perpajakan untuk tahun
pajak 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana suatu
penelitian akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis akan
mengambil lokasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara di Jalan
Urip Sumoharjo Km.4 Gedung Keuangan Negara I Lt.1, Makassar.
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama bulan September 2016
dimulai pada saat pengambilan data pertama mengenai gambaran umum dan
deskripsi mengenai KPP Pratama Makassar Utara sampai selesai untuk
pengambilan data dari para Wajib Pajak Orang Pribadi.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan individu yang memiliki kualitas-kualitas dan ciri-
ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat
dipahami sebagai sekelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal
memiliki satu persamaan karakteristik. Menurut Sugiyono (2012:80), populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
Wajib Pajak Terdaftar pada KPP Pratama Makassar Utara.
Sampel adalah bagian dari populasi yang mampu mewakili populasi dalam
penelitian. Menurut Sugiyono (2012:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini, sampelnya
39
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara Kota
Makassar. Berdasarkan data dari KPP Pratama Makassar Utara, hingga akhir
2015 tercatat sebanyak 127.665 Wajib Pajak Orang Pribadi.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Jenis Data
Jenis data terdiri dari:
a. Data Kualitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk informasi dari
instansi maupun pihak-pihak lain yang ada kaitannya dengan masalah
yang akan dibahas.
b. Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka yang
dapat dihitung.
3.4.2 Sumber Data
a. Data Primer, data ini diperoleh melalui observasi, wawancara dan
kuesioner yang disebarkan ke responden.
b. Data sekunder, data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang
telah dipublikasikan maupun dari lembaga seperti Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau KPP Pratama. Data sekunder
dalam penelitian ini berupa jumlah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi
yang terdaftar, maupun Wajib Pajak yang
menyampaikan/memasukkan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ke
KPP Pratama Makassar Utara dan realisasi penerimaan pajak pada
KPP Makassar Utara.
40
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kuantitatif, teknik pengumpulan data sangat diperlukan
guna mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakukan
pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan dengan menelaah bahan-bahan pustaka
seperti buku-buku yang memuat teori-teori, karya ilmiah dan bahan lain
yang relevan dengan penelitian. Untuk penelitian ini data yang
diperlukan berupa kajian literatur dari publikasi maupun data yang
diperoleh dari KPP, yaitu:
a. Jumlah WP terdaftar, WP yang menyampaikan/memasukkan SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar dan jumlah penerimaan pajak yang
diperoleh di KPP Pratama Makassar Utara untuk tahun pajak 2014
dan Jumlah WP terdaftar, WP yang menyampaikan/memasukkan
SPT Tahunan PPh Kurang Bayar dan jumlah penerimaan pajak
yang diperoleh di KPP Pratama Makassar Utara untuk tahun pajak
2015.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian ini dilakukan secara langsung di objek penelitian. Metode
yang digunakan yaitu observasi. Observasi yaitu melakukan
pengamatan langsung terhadap kondisi yang sebenarnya di lokasi
penelitian.
41
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel yang didefinisikan secara
operasional sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam melakukan penelitian juga
sebagai petunjuk bagi yang membaca.
Konsep-konsep yang akan diukur dalam penelitian ini adalah kebijakan
penghapusan sanksi pajak. dan kepatuhan Wajib Pajak. Operasionalisasi
variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan beberapa indikator
empirik yang telah disiapkan.
1. Variabel Independen (X)
Yaitu variabel bebas yang tidak tergantung pada variabel lainnya atau
bisa disebut sebagai variabel yang mempengaruhi variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebijakan
penghapusan sanksi pajak. Kebijakan penghapusan sanksi pajak.
adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga
sebagaimana diatur dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009.
Indikator pengukuran variabel penghapusan sanksi pajak. (Pasal 37A
UU Nomor 16 tahun 2009 KUP dan Peraturan Menteri Keuangan
tentang sunset policy), sebagai berikut:
a. Penghapusan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang belum
memiliki NPWP.
b. Penyampaian dan pembetulan SPT.
c. Penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak.
d. Penegasan sanksi pajak.
42
2. Variabel Dependen (Y)
Yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak.
Kepatuhan wajib pajak adalah suatu tindakan ketaatan wajib pajak
dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Indikator pengukuran variabel kepatuhan wajib pajak (Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012), sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak.
c. Tidak pernah dipidana karena melakukan pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto dalam Sutanto (2015)
adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam melakukan
kegiatannya untuk mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya.
Penelitian ini menggunakan dokumentasi sebagai instrumen penelitian.
Dokumentasi merupakan suatu bentuk pengabadian, arsip ataupun barang-
barang peninggalan yang diabadikan. Dokumentasi ini digunakan untuk
memperoleh data langsung dari tempat penelitian, seperti kajian literatur dari
publikasi maupun data yang diperoleh dari KPP, yaitu Jumlah WP terdaftar, WP
yang menyampaikan/memasukkan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar dan jumlah
penerimaan pajak yang diperoleh di KPP Pratama Makassar Utara untuk tahun
pajak 2014 dan 2015.
43
3.8 Analisis Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berkaitan dengan hubungan
antara variabel-variabel. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu
analisis deskriptif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk mendaftarkan
diri dan menyetorkan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar pada KPP Pratama
Makassar Utara.
Bodgan (1982) dalam Sugiyono (2012:88) menyatakan bahwa analisis data
adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain.
Sugiyono (2012:89) pun berpendapat bahwa analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.
3.8.1 Analisis Data Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar
Analisis deskriptif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang
mendaftarkan diri di KPP Pratama Makassar Utara. Analisis data dilakukan
dengan menghitung presentase penambahan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Presentase penambahan Wajib Pajak didapat dari hasil perbandingan antara
Wajib Pajak Orang Pribadi baru terdaftar dan Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar
per 1 Januari. Kewajiban mendaftrakan diri sebagai WPOP baru terdaftar dimulai
44
ketika seseorang memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:
Presentase Penambahan =
NPWP
WPOP baru terdaftar
Di tahun 20xx
X 100%
WPOP per 1 Januari
20xx
3.8.2 Analisis Data Wajib Pajak Yang Menyetorkan SPT Tahunan PPh
Kurang Bayar
Analisis deskriptif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang
menyampaikan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama Makassar
Utara. Analisis data dilakukan dengan menghitung presentase penambahan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan
PPh Kurang Bayar secara tepat waktu untuk tahun pajak 2014 dan 2015. SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar adalah SPT Tahunan PPh yang dalam
perhitungannya menyatakan ada pajak penghasilan yang masih harus disetor.
Tepat waktu disini adalah kurang bayar disetorkan sampai tanggal 30 April tahun
berikutnya.
3.8.3 Analisis Kontribusi Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak
Analisis Kontribusi Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak dilakukan untuk
menghitung kontribusi kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan
Wajib Pajak yang mendaftarkan diri dan kepatuhan Wajib Pajak yang melakukan
penyetoran atas pajak kurang bayar. Rumus yang digunakan dalam perhitungan
ini adalah:
45
Presentase pemanfaatan
Kebijakan penghapusan =
Sanksi pajak
WPOP yang mengajukan
permohonan penghapusan
sanksi pajak
X 100%
WPOP yang melakukan
penyetoran pajak
kurang bayar
Setelah menemukan presentase pemanfaatan kebijakan penghapusan
sanksi pajak selanjutnya akan menilai apakah presentase pemanfaatan tersebut
menunjukkan kriteria yang kurang atau baik. Pemanfaatan kebijakan
penghapusan sanksi pajak mencerminkan kontribusi yang diberikan oleh
kebijakan ini dalam meningkatkan penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar.
Tabel 3.1 Nilai Interpretasi Kontribusi
Presentase (%) Kriteria
0.00-10 Sangat Kurang
10.10-20 Kurang
20.10-30 Sedang
30.10-40 Cukup Baik
40.10-50 Baik
>50 Sangat Baik
Sumber: Munir, dkk. (2014:149)
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil penelitian dan analisis data yang telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan kepatuhan Wajib Pajak antara jumlah Wajib Pajak
terdaftar sebelum dan sesudah kebijakan penghapusan sanksi pajak
pada KPP Pratama Makassar Utara. Berdasarkan analisis deskriptif
jumlah Wajib Pajak orang pribadi Terdaftar pada KPP Pratama
Makassar Utara dapat diketahui bahwa jumlah Wajib Pajak orang
pribadi terdaftar sesudah kebijakan penghapusan sanksi pajak lebih
banyak dibandingkan dengan kepatuhan kepatuhan wajib pajak
sebelum dilaksanakannya kebijakan penghapusan sanksi pajak. Ini
berarti pada saat tahun 2015 begitu besar antusias Wajib Pajak untuk
mendaftarkan dirinya untuk memiliki NPWP. Ini berarti kebijakan
penghapusan sanksi pajak sudah mampu meningkatkan jumlah wajib
pajak terdaftar, dikarenakan banyak fasilitas-fasilitas yang mendukung
dan pelayanan prima yang mendorong.
2. Terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam
menyampaikan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar sebelum dan sesudah
kebijakan penghapusan sanksi pajak pada KPP Pratama Makassar
Utara. Ini berarti ada hubungan yang erat antara kepatuhan wajib pajak
dalam jumlah SPT Tahunan yang dilaporkan sebelum dan sesudah
pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak. Wajib pajak menjadi
patuh apabila sudah memahami undang-undang perpajakan, mengisi
71
72
formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang
benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Jadi, kepatuhan
tersebut terbentuk karena adanya kebijakan ini. Hal ini dikarenakan
karena wajib pajak mengetahui peraturan perundang-undangan
perpajakan, dimana dan kapan harus mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan bagaimana cara menghitung,
memperhitungkan pajak terutang, membayar, serta melaporkan
kewajibannya juga karena kurang tegasnya petugas pajak terhadap
wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3. Terdapat penambahan penerimaan pajak sebelum dan sesudah
pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak. Ini berarti
pelaksanaan kebijakan ini pada dasarnya berimplikasi positif terhadap
peningkatan penerimaan pajak di KPP Pratama Makassar Utara dalam
kurun waktu Mei-Desember 2015. Ini dikarenakan dengan adanya
kebijakan penghapusan sanksi pajak masyarakat semakin antusias
mendaftarkan dirinya untuk memperoleh NPWP sehingga penerimaan
pajak menjadi meningkat dengan banyaknya jumlah wajib pajak
terdaftar
5.2 Saran
Penelitian ini untuk membuktikan bahwa kebijakan penghapusan sanksi
pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penerapan kebijakan
penghapusan sanksi pajak yang akan datang diharapkan dapat disiapkan secara
matang dan diperlukan sosialisasi yang sangat baik agar kebijakan tersebut
dapat mendorong para wajib pajak untuk lebih sukarela terhadap kewajiban
pajaknya.
73
Kepada peneliti yang tertarik untuk melakukan kajian dibidang yang sama
dapat menggunakan variabel-variabel lain dan objek penelitian yang lebih luas
dari penelitian ini. Ini dimaksudkan untuk menambah referensi mengenai
kebijakan penghapusan sanksi pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak.
5.3 Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan hanya di KPP Pratama Makassar Utara di
Lingkungan Kanwil DJP SulselBartra kurang dapat mewakili secara
keseluruhan. Untuk penelitian yang akan datang dapat dilakukan di
KPP Pratama lainnya yang ada di Lingkungan Kanwil DJP SulselBartra.
2. Penelitian ini menggunakan indikator kepatuhan sebagaimana kriteria
wajib pajak patuh dalam Peraturan Menteri Keuangan 74/PMK.03/2012,
yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan
dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Indikator kepatuhan Wajib Pajak
lainnya, yaitu laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP
harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan
pendapat wajar dengan pengecualian, kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan dan kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang tidak termasuk dalam penelitian ini.
74
DAFTAR PUSTAKA
Apriany, Fitrah. 2013. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Sunset Policy (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Makassar Utara). Skripsi. Makassar: Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
Ardani, Mira Novana. 2010. Pengaruh Kebijakan Sunset Policy Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Di Kanwil DJP Jawa Timur I Surabaya). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro
Ardiansyah, Muhammad Asrori. 2008. Rancangan Penelitian Kualitatif. (Online), (http://staim.blogspot.co.id/2008/12/rancangan-penelitian-kuantitatif.html) diakses pada tanggal 13 Februari 2016
Astuti, Kusuma. 2015. Reformasi Pajak (Tax Reform). (Online), i
(http://kusumastuti.net/5-reformasi-pajak-tax-reform/) diakses pada tanggal 5 Februari 2016
Badan Pusat Statistik. 2016. “Realisasi Penerimaan Negara 2013-2016”.
(http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1286) diakses pada tanggal 3 Maret 2016
CNN Indonesia. 2015. Sunset Policy Jilid 2 Berlaku Mulai 1 Mei 2015. (Online)
(http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150428121759-78-49690/sunset-policy-jilid-ii-berlaku-mulai-1-mei-2015/) diakses pada tanggal 6 Februari 2016
Devano S, dan Siti Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, Dan Isu. Jakarta:
Kencana Direktorat Jenderal Pajak. 2015. Perbedaan Sunset Policy 2008 vs Tahun
Pembinaan Wajib Pajak (TPWP) 2015. (Online) (http://www.pajak.go.id/content/article/ini-bedanya-sunset-policy-2008-vs-tpwp-2015) diakses pada tanggal 5 Februari 2016
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. 2012. Pedoman Penulisan
Skripsi. Edisi Pertama. Makassar Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hasan, Dahliana. 2009. Sunset Policy Dan Implikasinya Terhadap Peningkatan
Penerimaan Pajak Penghasilan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Karya ilmiah tidak dipublikasikan. Yogyakarta
Ismawan, Indra. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo
75
Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: ANDI
Munir, dkk. 2014. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: YPAPI
Palgunadi, Alfin Indrasto. 2010. Pengaruh Sunset Policy Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dan Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik Utara. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 Tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. (Online): (http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2015/122~PMK.010~2015Per.pdf)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 Tentang Penghapusan
Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pelunasan Kekurangan Pembayaran Pajak Sehubungan Dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Untuk Tahun Pajak 2007 Dan Sebelumnya Serta Pembetulan Surat Pemberitahuan Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak 2007. (Online): (http://ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13087)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015 Tentang Penghapusan
Sanksi Administrasi Bunga. (Online): (http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2015/29~PMK.03~2015Per.HTM)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 Tentang Tata Cara
Penetapan Dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. (Online): (http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15027&hlm=)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Tentang Pengurangan
Atau Penghaapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak. (Online): (http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15766)
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep Dan Aspek
Formal/GHI. Yogyakarta: Graha Ilmu Ratung, Tatiana. 2009. Dampak Program Sunset Policy Terhadap Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha Di Wilayah KPP Pratama Salatiga). Skripsi. Salatiga: Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Jakarta: Salemba Empat
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat
76
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sumarsan, Thomas. 2013. Perpajakan Indonesia Edisi 3. Jakarta: Indeks Susyanti, Jeni dan Dahlan, Ahmad. 2015. Perpajakan Untuk Praktisi dan
Akademisi. Malang: Empatdua Media Sutanto, Arif Himawan. 2009. Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan
Sesudah Pelaksanaan Sunset Policy Pada KPP Pratama Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II. Skripsi. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Sutanto, Bob. 2015. Pengertian Instrumen Penelitian. (Online),
(http://www.seputarpengetahuan.com/2015/11/pengertian-instrumen-penelitian-menurut-para-ahli-jenisnya.html) diakses pada tanggal 13 Februari 2016
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 Tentang Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015. (Online): (http://www.anggaran.depkeu.go.id/peraturan/UU%20APBNP%202015.pdf)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009. (Online): (http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-KUP-001-13-UU%20KUP%202013-00%20Mobile.pdf)
Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat
Widjaya, Annisa Gama. 2009. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Kota Semarang Di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I. Karya ilmiah tidak dipublikasikan. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Widodo, Widi. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung:
Alfabeta
78
LAMPIRAN 1:
BIODATA
Identitas Diri
Nama : Indah Nur Afni
Tempat, Tanggal Lahir : Sungguminasa, 26 November 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jl. Andi Mappaoudang No.9
Telepon : 085255953141
Alamat e-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
- Pendidikan Formal
SDN Centre Mangalli
SMP Negeri 1 Sungguminasa
SMA Negeri 11 Makassar
- Pendidikan Nonformal
Latihan Kepemimpinan Tingkat 1 Ikatan Mahasiswa Akuntansi FE-
UH 2013
Riwayat Prestasi
Peringkat 1 umum Jurusan IPS SMA Negeri 11 Makassar
Pengalaman Organisasi
OSIS SMP Negeri 1 Sungguminasa 2007-2008
OSIS SMA Negeri 11 Makassar 2010-2011
Keluarga Mahasiswa FE-UH
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya.
Makassar, November 2016
Indah Nur Afni