Skripsi Baru 2011 Tepung Pusang
-
Upload
linda-ardiyanti -
Category
Documents
-
view
464 -
download
3
Transcript of Skripsi Baru 2011 Tepung Pusang
STUDI PEMBUATAN ROTI DENGAN SUBTITUSI TEPUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca formatypica)
Oleh
SUHARTONO ARIFING 611 06 012
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2011
I. PENDAHULUAN
1
1. Latar Belakang
Pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica) merupakan produk
yang cukup perspektif dalam pengembangan sumber pangan lokal
karena pisang dapat tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi
buahnya selalu tersedia, namun cepat rusak setelah lepas panen
karena melalui proses klimaterik yaitu proses kematangan, untuk
mengatasi kerusakan tersebut maka dapat diolah menjadi tepung.
Pisang mengandung polifenol oleh karena itu mudah mengalami
reaksi browning apabila kontak dengan udara.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mencegah
pencoklatan adalah dengan melakukan perendaman buah dengan
asam-asam organik seperti asam sitrat dan garam (NaCl), karena
asam sitrat berfungsi sebagai anti oksidan, sedangkan NaCl mampu
menghilangkan lender, dan anti oksidan sehingga menyebabkan
tepung berwarna putih (Winarno, 2004).
Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang
daya awet tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk
mempermudah dan memperluas pengembangan pemanfaatan pisang
sebagai bahan makanan seperti untuk kue, keripik dan roti.
Roti merupakan produk olahan yang telah lama dikenal oleh
masyarakat dan telah menjadi makanan pokok kedua setelah nasi.
Roti memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan produk pangan
lainnya, selain awet, roti juga lebih mudah dalam penyajiannya, serta
2
kandungan gizinya yang cukup tinggi dari jenis rotinya dalam hal ini
bahan baku dengan proses pengolahan yang dilakukan. Bahan baku
pembuatan roti adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum, namun
dapat disubtitusi dengan tepung pisang kepok. Tepung pisang juga
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga baik digunakan
untik menghasilkan roti yang mempunyai nilai gizi yang bervariasi.
Sesuai dengan uraian diatas, maka penelitian ini telah dilakukan
dengan memanfaatkan tepung pisang kepok sebagai bahan subtitusi
dengan tepung terigu untuk menghasilkan roti yang dapat diterima oleh
konsumen.
2. Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan substitusi bahan baku menggunakan
tepung pisang dan tepung terigu dengan harapan mempertahankan
atau mempertinggi kandungan gizi seperti pati sehingga dihasilkan roti
yang memiliki kandungan gizi yang bervariasi. Akan tetapi belum
ditemukannya formulasi dan metode yang tepat dalam menghasilkan
roti dari subtitusi tepung pisang yang optimal, yaitu “berapa gramkah
tepung pisang kepok dapat disubtitusi pada tepung terigu untuk
menghasilkan roti yang dapat diterima oleh panelis”?
3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
3
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui formulasi pembuatan
roti dari hasil konsentrasi perendaman buah pisang dengan asam
sitrat dan NaCl, serta perbandingan tepung pisang kepok dengan
tepung terigu untuk menghasilkan roti
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi
pengoptimalan pisang kepok dan menjadi alternatif sebagai bahan
pangan subtitusi tepung terigu menghasilkan produk roti.
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Pisang Kepok ( Musa paradisiaca formatypica)
Buah pisang Kepok tersusun dalam tandan dengan kelompok-
kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir.Hampir semua buah
pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada
beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir
hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi
(karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.
Adapun klasifikasi pisang (Musa paradisiaca formatypica)
menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca formatypica
Pisang termasuk dalam famili Musaceae, dan terdiri atas
berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang
berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang
Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Barangan, Pisang
Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk, dan
Pisang Nangka.
5
Terdapat bermacam-macam jenis pisang, tetapi bila
dikelompokkan akan terbagi menjadi empat golongan
(Anonim, 2010. a) yaitu :
1. Pisang yang dapat dikonsumsi segar tanpa diolah terlebih
dahulu. Jenis pisang ini digolongkan pada pisang buah meja
seperti pisang mas, pisang seribu, pisang ambon, pisang hijau,
pisang susu, pisang raja dan pisang badak (cavendish).
2. Pisang olahan yaitu pisang yang dapat dikonsumsi setelah
diolah terlebih dahulu seperti direbus, dikukus, digoreng atau
dibuat produk-produk lain seperti cake dan roti. Yang tergolong
pada kelompok ini adalah pisang kepok, pisang nangka, pisang
kapas, pisang tanduk, pisang raja uli, pisang kayu dan
lain-lainnya.
3. Pisang biji. Jenis pisang ini tidak bisa dikonsumsi dalam bentuk
segar maupun olahan secara langsung tetapi dapat dikonsumsi
bersama-sama dengan bahan makanan lainnnya. Misalnya
pisang klutuk untuk pembuatan rujak.
4. Pisang hias yaitu kelompok jenis pisang yang digunakan
sebagai pisang hias pada berbagai keperluan seperti pisang-
pisangan yang digunakan untuk tanaman hias, pisang lilin dan
pelepah.
6
B. Kandungan Gizi Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan
sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah
meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat
dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol
dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai
macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah
menjadi serat untuk pakaian dan kertas. Batang pisang dan daun
pisang yang telah dipotong kecil dapat dijadikan makanan ternak
ruminansia (domba, atau kambing) pada saat musim kemarau, dimana
rumput tidak/kurang tersedia. Secara tradisional, air umbi batang
pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan
usus besar, sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit
kencing dan penawar racun (Anonim, 2010b).
Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain
menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan
lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan
kalsium. Pisang juga mengandung vitamin, yaitu C, B kompleks, B6,
dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran
fungsi otak . Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang
mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam
menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan
karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap,
7
sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat.
Karbohidrat pisang merupakan cadangan energi yang sangat baik
digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh
(Anonim, 2009).
c. Tepung Pisang
Tepung pisang yang baik dapat diperoleh dari buah dengan
tingkat kematangan tiga perempat penuh yang mana pada kondisi
tersebut kandungan patinya telah mencapai maksimal serta belum
terduksi menjadi gula sederhana dan komponen lainnya dalam
keadaan seimbang. Apabila buah lewat dari tiga perempat penuh
akan terjadi kesulitan selama pengeringan dan tepung pisang bersifat
lembek, sedangkan buah dengan kematangan kurang dari tiga
perempat penuh akan menghasilkan tepung pisang terasa sedikit pahit
dan sepat karena kadar asam dan tannin serta kadar patinya masih
tinggi (Hardiman,1982).
Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan,
sebagai bahan baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku
produk kue, sebagai bahan baku industri, ketersediaan buah pisang
dapat terpenuhi karena tanaman pisang mudah dibudidayakan, dapat
tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen sepanjang tahun
atau tidak tergantung musim.
8
Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk
memperpanjang daya awet tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga
untuk mempermudah dan memperluas pemanfaatan pisang sebagai
bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan lain-lain
(Munadjin,1982).
Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan/
perebusan buah pisang, pengupasan pengirisan dan pengeringan.
Selanjutnya gaplek pisang yang terbentuk akan dilakukan
penepungan/ penggilingan dan pengayakan. Adapun Komposisi
tepung pisang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. komposisi kimia tepung dan rendemen gaplek pisangKomponen (%) Tepung pisang
Kadar air 5.85 – 11.6
Kadar pati 64.69 -67.31
Kadar total gula 18.24-20.04
Kadar Serat Kasar 1.96-2.51
Kadar protein 3.36-4.12
Kadar vitamin C 0.0325-0.0326
Kadar total asam 0.36-0.71
Rendemen gaplek pisang 15.4-18.8
Sumber : Antarlina et al..2004
9
D. Sifat Tepung Pisang
Semua jenis pisang dapat pada dasarnya diolah menjadi tepung
pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi sifat tepung pisang
yang dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang
yang paling baik menghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok.
Tepung pisang yang dihasilkan dari pisang kepok mempunyai warna
yang lebih putih dibandingkan dengan yang dibuat dari pisang jenis
lain. Kelemahannya adalah aroma pisangnya kurang kuat
( Anonim, 2010c). Sifat-sifat fisik dan kandungan kimia tepung pisang
dari berbagai varietas pisang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tepung pisang dari berbagai varietas pisang.
Varietas Warna Kadar air
(%)
Kadar asam
(%)
Karbhidrat
(%)
Kepok Putih 6,08 1.85 76.47
Nangka Putih coklat 6,09 0.85 79.84
Ambon Putih
abu-abu
6,26 1.04 78.99
Raja
bulu
Putih coklat 6,24 0.84 76.47
Ketan Putih
abu-abu
6,24, 0.78 75.33
Lampun
g
Putih 8,39 0.49 70.10
Siam Kuning
coklat
7,62 1.00 77.13
Sumber : Murtiningsih dan Imam Muhajir (1988)
10
Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang,beras
dan kentang dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, beras dan kentang
Komposisi kimia
Pisang segar
Tepung pisang
beras Kentang
Air (%) 70 3 12 78Kabohidrat (%)
27 88.6 80.2 19
Serat Kasar (%)
0.5 2 0.3 0.4
Protein (%) 1.2 4.4 6.7 2Lemak (%) 0.3 0.8 4 0.1Abu (%) 0.9 3.2 0.5 1Β-karoten (ppm)
2.4 760 - 13
Kalori (kkal/100g)
104 340 363 82
Sumber : Suyanti Sutuhu dan Ahmad Supriyadi (1995)
E. Roti
Roti yang tadinya dianggap sebagai makanan para sinyo
dan noni Belanda di zaman penjajahan, kini sudah jadi
makanan pokok kedua setelah nasi. Kandungan gizi dari
produk olahan dari tepung ini unggul dibandingkan nasi
dan mie. Bahkan ada jenis roti yang selain kaya serat,
mengandung omega-3 yang berfungsi sebagai penangkal
berbagai penyakit degenerative. Di dalam ilmu pangan,
roti dikelompokkan dalam produk bakery, bersama dengan
cake, donat, biscuit, roll, cracker, dan pie. Di dalam
kelompok bakery, roti merupakan produk yang paling
11
pertama dikenal dan paling popular di jagat raya hingga
saat ini. Sama halnya seperti belahan dunia lain budaya makan roti
juga berkembang di Indonesia. Memang mula-mula hanya pada
kelompok mayarakat tertentu. Itu pun sebatas sebagai pengganti nasi
pada saat sarapan pagi (Astawan, 2004).
Roti menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) didefenisikan
sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang
diragikan dengan ragi roti yang di panggang, dengan atau
penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan yang di
izinkan. Roti di klasifikasikan menjadi dua jenis yaitu roti tawar dan roti
manis, dengan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia, dan
mikrobiologi masing-masing aman dikonsumsi (Hadi, 2006).
Roti umumnya dibuat dari tepung terigu, karena
tepung terigu mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat
mencapai konsisten adonan yang cepat memiliki elastisitas
yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus,
tekstur lembut, volume besar dan mengandung 12-13%
protein. Kandungan protein pada terigu tipe kuat paling
tinggi dibandingkan dengan terigu tipe lainnya dalam
pembuatan roti. Penggunaan terigu tipe kuat lebih disukai
karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu)
yang sangat elastik dan kuat untuk menahan pengembangan
adonan akibat terbentuknya gas karbondioksida oleh khamir
12
saccharomyces cereviseae. Semakin kuat gluten menahan
terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan roti.
Mengembangnya volume adonan mengakibatkan roti yang telah
dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga
yang terbentuk di dalam roti (Astawan, 2004).
F. Pembuatan Roti
Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan
tepung dan bahan penyusun lainnya menjadi adonan, kemudian
di fermentasikan dan dipanggang. Pembuatan roti dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu proses pembuatan adonan, dan proses
pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu hasil
akhir, pembuatan adonan meliputi proses pengadukan bahan dan
pengembangan adonan (dough development) sampai proses
fermentasinya.
G. Bahan Tambahan
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada
pembuatan atau pengolahan produk roti, selain dari bahan baku
utamanya yaitu tepung. Penambahan bahan tambahan ini pun
dimaksudkan untuk memberikan hasil roti yang optimal, karena
masing-masing bahan tambahan mempunyai fungsi tertentu selama
pengolahan roti dilakukan. Peranan atau fungsi dari beberapa bahan
tambahan dapat diketahui pada rincian berikut ini sesuai dengan
Anonim (2010) yaitu :
13
a) Air
Air merupakan bahan yang paling murah dalam pembuatan
produk bakeri, tetapi sangat vital dan besar peranannya pada
produk yang mengembang seperti roti dan donat. Fungsi air dalam
pembuatan roti sebagai berikut:
- diperlukan dalam pembentukan gluten.
- menentukan konsistensi dan karakteristik rheologis adonan
- menentukan kemudahan penanganan adonan selama proses
- menentukan mutu produk yang dihasilkan.
- berfungsi sebagai pelarut bahan–bahan seperti garam, gula,
susu dan mineral sehingga bahan tersebut menyebar merata
dalam tepung.
- mempertahankan rasa lezat roti lebih lama bila dalam roti
terkandung cukup air
- bertindak sebagai bahan pengikat yang memungkinkan
terjadinya fermentasi adonan
- salah satu bahan yang dapat menentukan suhu adonan
Penentuan jumlah air yang optimum untuk adonan
dilakukan dengan cara memeriksa/melihat konsistensi
adonan secara visual selama pengadukan atau dengan
menggunakan alat misalnya Farinograf. Jika penggunaan
14
air terlalu banyak, adonan akan menjadi lengket dan susah
ditangani selama proses pembuatan roti. Sebaliknya jika terlalu
sedikit air yang digunakan, produk akhir roti setelah baking akan
menjadi keras.
b) Ragi instan (yeast)
Untuk mengembangkan adonan, memudahkan pembentukan
gluten dan memberikan aroma pada roti. Ada tiga macam yeast
yang bisa dipakai untuk pembuatan roti :
Compressed yeast (ragi basah) : Harus disimpan dilemari es.
Cara pemakaian compressed yeast dapat langsung dicampur
dengan tepung Coral yeast (ragi butiran) : Cara pemakaiannya
harus direndam dalam air hangat (± 40°C). Cara penyimpanan
di tempat yang dingin dan kering.
Instant yeast (ragi dadak) : Cara pemakaiannya dapat langsung
dicampur dengan tepung. Disimpan di tempat yang dingin dan
kering.
c) Telur
Sebagai emulsifier (mengikat antar air dan lemak sehingga
dapat menyatu dalam adonan), selain itu juga memberi rasa gurih
dan menambah nilai gizi. Jika, pemakaian kuning telur yang
berlebihan akan membuat roti menjadi tidak kekar bentuknya.
gunakan telur yang segar sehingga tidak mengurangi kualitas roti.
15
d) Garam
Memberi rasa, juga memperkuat jaringan gluten,
membangkitkan rasa bahan-bahan lainnya, dan mengontrol
fermentasi (mengontrol penarikan air yang dilakukan oleh mikroba
pada saat fementasi). Pergunakan garam yang mudah larut dan
bersih dari kotoran.
e) Margarin
Sebagai pelumas pada adonan, terlalu banyak margarine juga
membuat roti menjadi tidak kekar bentuknya. Margarin yang ada
dipasaran, antara lain: :
- Margarin beraroma buah-buahan (fruity)
- Margarin beraroma mentega (buttery)
- Margarin dengan kombinasi keduanya
f) Susu bubuk
Menambah rasa pada roti juga menambah nilai gizi, jika
pemakaian susu bubuk yang berlebihan menyebabkan roti kering.
Dalam pembuatan roti manis, biasanya susu bubuk yang dipakai
susu bubuk full cream, sedangkan untuk roti tawar biasanya dipakai
susu bubuk skim AMPEC karena lemak susu mengakibatkan warna
daging roti kekuning-kuningan.
16
g) Bread improved
Untuk meningkatkan kualitas roti baik dari segi volume
maupun tekstur. Sehingga roti semakin mengembang dan empuk.
Bread Improved berfungsi untuk:
a. Melengkapi zat makanan yang dibutuhkan ragi, sehingga ragi
tumbuh sempurna
b. Menghasilkan gas serta prekursor flavor pada produk
c. Merupakan penstabil (buffer) agar kondisi adonan tetap sesuai
d. perkembangan ragi
e. Penguat gluten.
f. Memperbaiki warna kulit dan remah (crumb)
g. Meningkatkan volume
h. Memperpanjang masa simpan
H. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan sebagian air yang dikandungnya dengan menggunakan
energi panas. Biasanya kandungan air bahan pangan tersebut
dikurangi sampai batas dimana organisme tidak dapat tumbuh lagi
didalamnya. Keuntungan dari pengeringan adalah karena bahan
menjadi lebih awet dengan volume bahan lebih kecil sehingga
17
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan. Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan
pengangkutan dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi
lebih murah. Disamping keuntungannya pengeringan juga mempunyai
beberapa kerugian yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan
dapat berubah misalnya bentuknya, sifat fisik dan kimianya, perubahan
mutu dan lainnya (Muchtadi dan Gumbira,1979).
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
sinar matahari sebagai energi panas dan dengan menggunakan alat
pengering. Pengeringan dengan cara penjemuran sangat tergantung
pada keadaan iklim, suhu dan kelembaban serta kecepatan aliran
udara tidak terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat
pengering terjadi sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan produk
kering yang bermutu baik sesuai dengan yang diharapkan, jika kondisi
pengeringan benar-benra terkontrol. Pengeringan dengan alat
pengering umumnya lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran
serta dapat lebih mempertahankan warna bahan baku yang
dikeringkan (Muchtadi dan Gumbira,1979).
Pada proses pengeringan, segala sesuatu ditunjukkan untuk
mempercepat proses pindah panas. Menurut Potter (1973) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan yaitu
luas permukaan, suhu, kecepatan aliran udara, konsentrasi bahan
terlarut dan tipe ikatan air dalam bahan pangan.
18
I. Kadar Abu
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam
bahan dan cara pengabuannya. Menurut Fauzi (2006), bahwa
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam
garam yaitu :
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate,
asetat., pektat dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride,
sulfat nitrat dan logam alkali.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat
terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya
adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal
dengan pengabuan.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember
2010 – Januari 2011 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan,
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan teknologi
Pertanian, Fakultas pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, panci,
talenan, slicer, sendok, ayakan tepung, kompor, baskom, gelas ukur,
timbagan analitik, timbangan kasar, mesin penggiling, blower, oven,
wadah aluminium, loyang kue, mixer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah aqudest, asam sitrat,
garam dapur (NaCl), aluminium foil, tepung pisang Kepok, gula pasir,
telur, susu bubuk OAK, fermipan, mentega, coklat batang. Bread
improver.
20
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Tepung Pisang
Buah pisang kepok matang dengan kriteria kulit berwarna
hijau muda dan setiap sudutnya berisi penuh. Buah tersebut
kemudian kulit luarnya dikupas dan diperoleh daging buah. Daging
buah ditimbang masing-masing 1 kg sesuai perlakuan, kemudian
dilakukan perendaman asam sitrat 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5%
dan NaCl 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5%. Dari hasil penelitian
pendahuluan diperoleh perendaman asam sitrat atau NaCl 0,3%
menghasilkan warna dan tekstur tepung pisang yaitu berwarna
putih dan tekstur kehalusan buah di tepungkan. Untuk itu
konsentrasi 0,3% baik asam sitrat maupun NaCl yang digunakan
sebagai konsentrasi perendaman utama yaitu:
X1 : Asam Sitrat = 0,3%
X2 : Garam (NaCl ) = 0,3%
Buah pisang kepok yang telah direndam, kemudian diiris tipis
setebal 0,4 cm dengan bentuk yang memanjang, lalu dikeringkan
pada blower dengan suhu 600C selama 7-8 jam, kemudian buah
pisang yang telah kering digrinder lalu diayak dengan ukuran 80
mesh.
21
2. Pembuatan Roti
- Tepung pisang kepok di tambahkan tepung terigu
X 1 B 1 = 250g + 250g
X 1 B 2 = 125gr + 375g
X2 B1 = 250g + 250g
X2 B2 = 125g + 375g
Ket: X1 = Tepung pisang kepok dengan hasil perendaman asam
sitrat 0,3%
X2 = Tepung Pisang kepok dengan hasil perendaman NaCl 0,3%
B1 = 250 g Tepung terigu
B2 = 375 g Tepung terigu
- Kemudian masing-masing perlakuan dicampurkan ragi
(fermipan) 0,75g, susu bubuk 12,5g, gula pasir 8,45g dan
bread improver 0,5%..
- Diaduk hingga rata
- Tambahkan telur ayam ras 1 butir, dan air es150ml
- Kemudian masing-masing perlakuan ditambhkan margarine
15 gr dan garam dapur 3,35 gr
- Mixer 15 menit hingga adonan menjadi kalis atau menyatu
kemudian setiap adonan 10 gr dibentuk bulat
- Diamkan selama 30 menit untuk proses fermentasi.
- Di Oven selama 45 menit dengan suhu 160oC
22
- Roti pisang kepok
D. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air,
kadar abu, daya pengembangan, serta uji organoleptik terhadap
warna, tekstur, aroma dan rasa.
1. Metode analisa pengamatan
a. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997)
1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui
beratnya.
2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama
3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan
ditimbnag. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven
selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat
konstan.
3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:
Kadar air (%bk) = (berat awal – berat setelah pengeringan) x 100% berat awal
23
b. Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)
Sampel sebanyak 2 gr dimasukkan dalam cawan porselen
yang sebelumnya diabukan dalam tanur pada suhu 6000C selama 1
jam dan diketahui beratnya.selanjutnya sampel diabukan dalam
tanur pada suhu 6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dalam
desikator lalu dihitung dengan rumus:
% abu =berat abu ( gr )berat sampel ( gr )
x 100 %
b. Uji daya pengembangan Roti
Prosedur uji pengembangan roti dilakukan dengan cara
diukur menggunakan lidi dengan menusukkan pada bagian
tengah adonan kemudian diukur tinggi sebelum dan sesudah
pemanggangan dapat diketahui
%pengembangan=B−AA
X 100%
Keterangan = A = tinggi adonan sebelum pemanggangan
B = tinggi adonan setelah pemanggangan
c. Uji organnoleptik (Rampengan dkk.,1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh
penelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakuakan adalah
metode hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, tekstur dan
24
rasa dari produk yang dihasilkan. Dalam metode hedonik ini
panelis penelis diminta memberikan penilaian berdasarkan tingkat
kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka),
3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka).
D. Pengolahan Data (yitnosumarto, 1993)
Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara factorial
terdiri dari dua kali ulangan
25
26
Pisang kepok 1 kg
Sortasi/pembersihan
pengukusan
pengupasan
Perendaman daging buah
Pengirisan 0,4cm
Pengeringan blower pada suhu 75oC
Penggilingan grinder
Pengayakan 80 mesh
Perendaman Asam sitratX1
Perendaman NaClX2
Tepung pisang kepok
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung pisang
27
Pencampuran
Pengadukan
Persiapan bahanSesuai dengan perlakuan
Perlakuan- Tepung pisang kepok + tepung terigu
X 1 B 1 = 250g + 250g
X 1 B 2 = 125gr + 375g
X2 B1 = 250g + 250g
X2 B2 = 125g + 375g
ROTI
Analisa Sensori- Warna- Tekstur- Rasa- Aroma- Daya kembang roti
- Fermipan 0,7gr- susu bubuk 12,5gr- gula pasir 8,45 gr - bred improved 0,5%
Penambahan
- Telur ayam ras 1 butir- Air es 150 ml- Margarine 15gr- garam (NaCl)3,35gr
Mixer hingga kalis (menyatu)15 menit
fermentasi 30 menit
Oven 45 menit (160oC)
PENGAMATAN
Analis Kimia- Kadar air- Kadar Abu
Bentuk adonan bulat 10gr
Gambar 2. Pembuatan Roti Bahan Baku Tepung Pisang Dengan Perendaman NaCl dan Perendaman Asam Sitrat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui
perendaman larutan NaCl 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4% dan 0,5%. Hasil
dari penelitian pendahuluan ini dapat dilihat pada Gambar 1
0.1% 0.2% 0.3% 0.4% 0.5%0
1
2
3
4
5
6
3.13.6
4.6
3.9
3.13.4
3.8
5.1
3.8
2.7WarnaTekstur
Konsentrasi NaCl
Ting
kat K
esuk
aan
Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Tepung Pisang dengan Perendaman NaCl
28
Gambar 2 menunjukkan hasil perendaman larutan asam sitrat 0,1%,
0,2%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% dapat dilihat pada gambar histogram
dibawah ini.
0.1% 0.2% 0.3% 0.4% 0.5%0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
3.1
3.84
3.12.8
3.13.4
4.3
3.43.2
WarnaTekstur
Konsentrasi Asam Sitrat
Ting
kat K
esuk
aan
Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Tepung Pisang dengan Perendaman Asam Sitrat
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa hasil yang terbaik pada
perendaman larutan NaCl maupun larutan asam sitrat yaitu pada
konsentrasi 0,3%, Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
tersebut tidak terjadi perubahan fisik seperti munculnya bintik hitam
pada daging buah pisang kepok dan tidak mudah rusak pada saat
proses pengirisan. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan
dilanjutkan pada penelitian utama dengan mengaplikasikan tepung
pisang menjadi roti.
29
B. Penelitian Utama
Penelitian utama meliputi proses pembuatan roti dengan
menggunakan variasi perlakuan yang terbaik pada penelitian
pendahuluan dengan perendaman 0,3% baik Nacl maupun asam
sitrat, kemudian setiap perlakuan ditambahkan ragi 0,7%, susu bubuk
12,5 g, gula pasir 8,45g, bred improved 0,5 g, telur ayam 1 butir, Air
mineral dingin 150 ml, margarine 15g, garam 3,35 g dan
perbandingan penggunaan tepung pisang dengan tepung terigu
sehingga diperoleh roti. Kemudian dilanjutkan dengaan analisa, daya
kembang, kadar air, kadar abu dan uji organoleptik roti terhadap
warna, tekstur, aroma dan rasa dengan hasil sebagai berikut :
1. Daya Kembang
Daya pengembangan roti merupakan kemampuan roti
mengalami pertambahan ukuran sebelum dan setelah proses
pemanggangan. Hasil pengukuran daya kembang terhadap roti
tepung pisang dengan berbagai perlakuan memberikan hasil
sebagai berikut :
30
50:50 25:750
0.5
1
1.5
2
2.5
32.35
2.5
2.95 3
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Daya
Kem
bang
(%)
Gambar 3. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang dan tepung terigu Terhadap Daya Kembang Roti Yang dihasilkan.
Hasil pengukuran daya pengembangan pada roti tepung
pisang yang dihasilkan (Gambar 3) menunjukkan bahwa daya
pengembangan yang tertinggi terdapat pada perlakuan pisang
dengan perendaman NaCl dengan formulasi tepung pisang 25%
dan tepung terigu 75% yaitu 3 cm sedangkan daya pengembangan
yang terendah yaitu 2.35 cm pada perlakuan 50%:50%
pengembangan roti tepung pisang pada perendaman asam sitrat.
Hasil pengukuran sidik ragam teradap daya pengembangan
roti dengan berbagai perlakuan (Lampiran 2b), tidak menunjukkan
interaksi yang berbeda nyata baik pada taraf 5% dan 1 % . Yang
artinya setiap perlakuan yang diberikan tidak memberikan
pengaruh terhadap daya pengembangan roti tepung pisang yang
dihasilakan
31
Dalam proses pembuatan roti dengan subtitusi tepung pisang
yang memilikii tingkat daya kembang yang tertinggi adalah roti
dengan formulasi tepung terigu, hal ini disebabkan karena di dalam
tepung terigu terdapat senyawa gluten. Menurut Anonim (2006),
senyawa gluten tersusun atas dua fraksi yaitu glutenin dan gladin
yang masing-masing akan menentukan elastisitas serta plastisitas
adonan. Sifat elastis dan plastis pada adonan tersebut diakibatkan
terbentuknya kerangka-kerangka seperti jaring-jaring dari senyawa
glutenin dan gladin. Selanjutnya kerangka seperti jaring-jaring inilah
yang berperan sebagai perangkap udara sehingga adonan menjadi
mengembang. Udara yang tertangkap dalam kerangka jaring-jaring
gluten sebenarnya merupakan gas CO2. Gas tersebut dapat
dihasilkan oleh yeast/ khamir ( yang biasa digunakan sebagai inang
pada adonan donat, roti tawar, dan lain-lain) ataupun akibat pada
pengocokan telur (pada adonan roti, cake, bolu,dan lain-lain).
Udara yang terperangkap tersebut dapat lolos kembali apabila
kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan roti
menjadi kempes kembali setelah dikeluarkan dari oven.
32
2. Kadar Air
Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan
tingkat penerimaan, kesegaran dan daya awet produk tersebut.
Sebagian besar dari perubahan-perubahan kimia dan biokimia
pada bahan makanan terjadi dalam media air yang berasal dari
bahan itu (Winarno,2004).
50:50 25:750
5
10
15
20
2522.33 21.3
16.51
19.93
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Kada
r Air
(%)
Gambar 4. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang dan Tepung terigu Terhadap Kadar Air Roti Yang dihasilkan.
Hasil pengukuran kadar air dari berbagai perlakuan pada
roti yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4 diatas. Hasil
analisa sidik ragam (lampiran 3b) terhadap kadar air roti dihasilkan
pada masing-masing perlakuan yang diberikan berpengaruh tidak
berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Hasil analisa kadar air
menunjukkan bahwa jumlah kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan perbandingan 50% tepung pisang
33
dan 50% tepung terigu yaitu sebesar 22.33% dan kadar air yang
terendah pada perbandingan tepung pisang 25% dan tepung terigu
75% yaitu sebesar 16,51%. Penambahan tepung pisang
memberikan pengaruh terhadap kadar air yang dihasilkan. Semakin
banyak tepung pisang yang ditambahkan maka semakin rendah
pula kadar airnya. Hal ini dikarena kandungan pati yang tinggi pada
tepung pisang yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
penurunan kadar air. Kemampuan daya ikat pada pati sehingga
mampu meyerap kadar air sehinggap pada waktu pemanggangan
kadar air menguap sehingga kadar air roti semakin menurun.
3. Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik. Beberapa vitamin dan semua mineral bersifat larut
dalam air sehingga dapat terbuang bersama dengan cairan yang
digunakan untuk memasak. Pemasakan dengan cara cepat dan
menggunakan sedikit atau tanpa air merupakan pilihan tepat untuk
mempertahankan vitamin dan mineral.
Bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri
dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari mineral. Unsur
mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam
proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat
anorganiknya tidak.
34
Kandungan abu dalam bahan pangan dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Menurut
Fauzi (2006), bahwa Kadar abu ada hubungannya dengan mineral
suatu bahan.
50:50 25:7517.5
18
18.5
19
19.5
20
20.5
21
19.0518.87
19.86
20.88
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Kada
r Abu
(%)
Gambar 5. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang dan Tepung Terigu Terhadap Kadar Abu Roti Yang dihasilkan.
Hasil analisa sidik ragam (lampiran 4b) terhadap kadar abu
roti pisang yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan yang
diberikan berpengaruh tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan
1%. Hasil analisa kadar abu menunjukkan bahwa jumlah kadar
abu tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan 25% tepung
pisang + 75% tepung terigu yaitu sebesar 20.88% dan kadar abu
yang terendah pada perbandingan 50% tepung pisang+ 50 %
tepung terigu yang direndam daging buah pisang dengan 0,3%
35
asam sitrat yaitu sebesar 18,87%.. Hal ini sesuai pendapat.
Suyanti, dkk (1993) bahwa tepung pisang mengandung air,
karbohidrat, vitamin yang mempunyai sifat mudah menguap.
4. Uji Organoleptik
a. Warna
Warna produk pangan sangat menentukan penerimaan
atau penolakkan konsumen terhadap produk tersebut. Menurut
Winarno (2004), penentuan mutu bahan makanan pada
umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya
cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap warna
roti tepung pisang diperoleh hasil yang disajikan dalam gambar
sebagai berikut :
50:50 25:750
0.51
1.52
2.53
3.54 3 3.23.3
3.6
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung PIsang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
War
na (S
kor)
Gambar 6. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang dan Tepung Terigu Terhadap Warna Roti Yang Dihasilkan.
36
Berdasarkan histogram hasil pengujian terhadap warna roti
tepung pisang diatas, dapat dilihat bahwa nilai tertinggi dari
penilaian panelis pada saat uji organoleptik terdapat pada
perlakuan tepung pisang dengan perlakuan perendaman NaCL
dengan formulasi tepung pisang 25% dan tepung terigu 75%
yaitu 3,6 (suka), sedangkan nilai terendah penilaian panelis
terdapat pada perlakuan 50 tepung pisang : 50 tepung terigu
dengan perendaman asam sitrat yaitu 3 (agak suka). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa faktor proporsi tepung pisang dan
tepung terigu tidak memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap warna “roti” pisang. Hal ini disebabkan warna roti yang
dihasilkan agak kecoklatan akibat proses pembakaran.
b. Tekstur
Tekstur produk pangan merupakan salah satu komponen
yang dinilai dalam uji organoleptik roti tepung pisang.
Pengujian organoleptik terhadap tekstur diperoleh hasil,
dimana penilaian panelis berkisar 3,3 (agak suka) – 3,6 ( suka).
Hasil ini menunjukkan bahwa panelis memiliki penilaian mulai
dari agak suka sampai suka terhadap roti tepung pisang.
37
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur
roti tepung pisang dapat dilihat pada histogram berikut :
50:50 25:753.1
3.153.2
3.253.3
3.353.4
3.453.5
3.553.6
3.3
3.4
3.5
3.6
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Teks
tur (
Skor
)
Gambar 7. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang dan Terigu Tepung Terhadap Tekstur Roti Yang Dihasilkan.
Histogram diatas memperlihatkan hasil penilaian tertinggi
panelis terhadap tekstur roti tepung pisang terdapat pada
perlakuan tepung pisang dengan perendaman NaCL dengan
formulasi tepung pisang 25% dan tepung terigu 75%
yaitu 3,6 (suka), sedangkan penilaian terendah yang diberi oleh
panelis pada saat pengujian tekstur roti tepung pisang terdapat
pada perlakuan 50% tepung pisang dan 50% tepung terigu
dengan perendaman C6H7O8 yaitu 3,3 (agak suka). Dapat
diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya proporsi tepung
terigu maka terjadi peningkatan nilai tekstur roti yaitu tidak
keras, hal ini kemungkinan disebabkan karena bertambahnya
kandungan gluten atau glidin pada tepung terigu.
38
c. Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan
kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada
dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut
(Winarno, 2004).
Aroma menentukan kelezatan bahan makanan cita rasa
dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen,
yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari
makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut.
Dalam hal bau lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca
indera penciuman (Rampengan dkk.,1985).
Hasil uji organoleptik terhadap aroma bertujuan untuk
mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya
terhadap formulasi tepung pisang pada masing-masing
perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma minuman yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini :
39
50:50 25:753.25
3.3
3.35
3.4
3.45
3.5
3.55
3.6
3.4 3.4
3.5
3.6
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang(%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Arom
a (S
kor)
Gambar 8. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Terhadap Aroma Roti Yang Dihasilkan.
Berdasarkan data dari hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa aroma yang terbaik yaitu pada perlakuan perbandingan
tepung pisang 25% dan tepung terigu 75% dengan presentase
3,6 (suka). Sedangkan pada perlakuan 50:50 dengan
persentase 3,4 (agak suka) dengan persentase. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena adanya kandungan pati yang
terdegradasi sehingga menimbulkan aroma pisang yang
spesifik dalam roti
d. Rasa
Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang
dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah
faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Jika
komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak
menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima
produk pangan tersebut (Rahmawan, 2006).
40
Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk
mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya
terhadap roti yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan.
Hasil uji organoleptik terhadap rasa roti yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar berikut ini :
50:50 25:753.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.4
3.53.5
3.8
Asam SitratNaCl
Penambahan Tepung Pisang (%) dan Penambahan Tepung Terigu (%)
Rasa
(Sko
r)
Gambar 9. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Terhadap rasa Roti Yang Dihasilkan.
Berdasarkan data dari hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis yaitu
perbandingan tepung pisang 25% dan tepung terigu 75%
dengan presentase 3,8% (suka). Sedangkan pada perlakuan
50:50 dengan persentase 3,5 ( agak suka )Perbedaan tingkat
rasa yang ditunjukkan dari gambar 8 diatas kemungkinan
disebabkan adanya kandungan aroma dari tepung pisang
sehingga mempengaruhi cita rasa panelis.
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Daya pengembangan roti tepung pisang yang tertinggi 2.95 cm
terdapat pada perendaman NaCl dengan formulasi tepung pisang
25% dan tepung terigu 75%.
2. Kadar air roti tepung pisang yang tertinggi adalah 22.33%
terdapat pada perlakuan perendaman asam sitrat dengan formulasi
tepung pisang dan terigu 50%:50% dan memenuhi standard kadar
air pada produk roti yaitu sebesar 23%, sedangkan kadar abu roti
tepung pisang yang tertinggi adalah 20,88% terdapat pada
perlakuan perendaman NaCl 25%:75%.
3. Uji daya terima produk roti tepung pisang yang paling disukai
terhadap pengujian warna, tekstur, aroma dan rasa terdapat pada
perlakuan perendaman NaCl pada formulasi tepung pisang 25%
dengan perbandingan tepung terigu 75%.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian tepung lain seperti tepung
kacang sebagai pensubtitusi tepung terigu untuk membandingkan
daya terima dan pengaruh terhadap roti yang dihasilkan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009a “ Gizi Pisang yang Mencenangkan”. http://banabakery.wordpress.com/2009/04/06/gizi-pisang-yang-mencengangkan-kaget-deh-lu / Akses 14 Desember 2010
Anonim,2010.Bahantambahan.http://www.tokocsc.com/Bahan_Utama_Roti_Manis_&_Donat.html. Akses tanggal 2 April 2010, Makassar
Anonim,2010a.PemanfaatanBuahPisang”http://gajahpesing.kabarku. com/Tulisanku/Pemanfaatan-Buah-pisang-10727.html . Akses 14 Desember 2010, Makassar
Anonim, 2010b. “ Sejarah Pisang”. http://zulyun.wordpress.com/kiplik/ . Akses 14 Desember 2010, Makassar.
Anonim,2010c.“Pisang”.http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf Akses 14 Desember 2010, Makassar.
Antarlina, S.S., Y. Rina, S. Umar dan Rukayah. 2004. Pengolahan Buah Pisang Dalam Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Kalimantan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Puslitbang Sosek Pertanian : 724-746
Astawan ,Made, 2004 Kandungan Serat Dan Gizi Pada Roti Ungguli Mie Dan Nasi http://www.gizi.net (akses 10 januari 2011)
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.
Hardiman, 1982. Tepung Pisang, Ciri Jenis, Cara Pembuatan dan Resep Penggunaannya. Gadjah Mada Press, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hadi, Y 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi kwalitas produk roti. Food review Indonesia Bogor
Muchtadi, D.T.R. dan E. Gumbira, 1979. Pengolahan Hasil Pertanian Nabat, Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian. IPB, Bogor
Munadjin, 1982. Teknologi Pengolahan Pisang. Masa Baru, Bandung.
43
Murtiningsih dan Imam Muhajir, “ Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Beberapa Varietas Pisang”,Penelitian Hortikultura, No.1,Vol.5,Tahun 1990, Hal.92-97.
Potter, N.N., 1973. Food Science. The Avipubl.co.inc. Wesport Connecticut
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan.Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Suyanti Satuhu, B.Sc. & Ir. Ahmad Supriyadi,1993. Pisang Budidaya, Pengolahan dan prospek Pasar. Penebar swadaya. Jakarta
Winarno, F.G., 2004. Kima Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Utama, Jakarta.
Yitnosumarto Suntoyo. (1993). Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interprestasinya.(edisi kedua) Jakarta: PT Garamedia Pustaka Utama
44
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format kuisioner uji Organoleptik Pada Roti Tepung Pisang Dengan Menggunakan Metode Hedonik
KUISIONER UJI ORGANOLEPTIKNama : Nim : Uji organoleptik
PerlakuanPENGAMATAN
WARNA TEKSTUR AROMA RASA
X1B1B2
X2B1B2
1 = Sangat tidak suka 4 = suka
2 = tidak suka 5 = sangat suka
3 =agak suka
KeteranganX 1 B 1 = 250g + 250g
X 1 B 2 = 125gr + 375g
X2 B1 = 250g + 250g
X2 B2 = 125g + 375g
Ket: X1 = Tepung pisang kepok dengan hasil perendaman asam
sitrat 0,3%
X2 = Tepung Pisang kepok dengan hasil perendaman NaCl 0,3%
B1 = 250 g Tepung terigu
B2 = 375 g Tepung terigu
45
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Analisa Daya Pengembang Roti Tepung Pisang (%)
PerlakuanKelompok
Total Rata-rataB1 B2
X1 2.35 2.5 4.85 2.425X2 2.95 3 5.95 2.975
Total 5.3 5.5 10.8 5.4Rata-rata 2.7 2.8 5.4 2.7
Lampiran 2a. Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap hasil analisa daya kembang pada Roti Tepung Pisang
Sumber keragaman JK DB KT F. hit F 5% F 1%
Perlakuan0.302
5 10.302
5 121161.4
54052.1
8
Kelompok 0.01 1 0.01 4161.4
54052.1
8
Galat0.002
5 10.002
5 Total 0.315 3
Ket : Tidak Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.
Lampiran 3a. Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar Air Roti Tepung Pisang (%)
PerlakuanKelompok
Total Rata-rataB1 B2
X1 22.33 21.3 43.63 21.815X2 16.51 19.93 36.44 18.22
Total 38.8 41.2 80.1 40.0Rata-rata 19.4 20.6 40.0 20.0
Lampiran 3b. Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap hasil analisa kadar air pada Roti Tepung Pisang
Sumber keragaman JK DB KT F. hit F 5% F 1%
Perlakuan 12.92 1 12.92 2.61161.4
54052.1
8
Kelompok 1.43 1 1.43 0.29161.4
54052.1
8Galat 4.95 1 4.95 Total 19.30 3
Ket : Tidak Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.
46
Lampiran 4a. Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar abu Roti Tepung Pisang (%)
PerlakuanKelompok
Total Rata-rataB1 B2
X1 19.05 18.87 37.92 18.96X2 19.86 20.88 40.74 20.37
Total 38.9 39.8 78.7 39.3Rata-rata 19.5 19.9 39.3 19.7
Lampiran 4b. Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap hasil analisa Kadar abu pada Roti Tepung Pisang
Sumber keragaman JK DB KT F. hit F 5% F 1%
Perlakuan1.988
1 11.988
1 5.5225161.4
54052.1
8
Kelompok0.176
4 10.176
4 0.49161.4
54052.1
8Galat 0.36 1 0.36
Total2.524
5 3 Ket : Tidak Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.
47
Lampiran 5.Rekapitulasi hasil penilaian uji organoleptik terhadap warna roti tepung pisang
panelis
Kombinasi perlakuantotalPerendaman
asam sitratPerendaman
NaCLB1 B2 B1 B2
1 2 3 3 3 112 3 4 2 4 133 2 3 2 3 104 2 3 3 3 115 3 3 4 4 146 3 3 3 4 137 2 2 5 4 138 4 4 4 4 169 4 4 5 4 17
10 5 4 4 4 1711 4 3 3 3 1312 2 2 3 4 1113 3 3 3 4 1314 4 4 4 3 1515 2 3 2 3 10
Total 45 48 50 54 197Rata 3 3.2 3.3 3.6 13.1
48
Lampiran 6. Rekapitulasi hasil penilaian uji organoleptik terhadap tekstur roti tepung pisang
Panelis
Kombinasi perlakuan
TotalPerendaman asam sitrat
Perendaman NaCL
B1 B2 B1 B2
1 3 3 3 3 12
2 4 3 4 4 15
3 3 3 3 3 12
4 3 4 4 3 13
5 4 4 4 4 16
6 4 3 3 4 14
7 4 4 3 4 15
8 3 3 3 4 13
9 4 3 4 4 15
10 4 5 4 4 17
11 3 4 3 3 13
12 3 3 4 4 14
13 3 3 4 4 13
14 3 4 4 3 14
15 2 2 2 3 9
Total 50 51 52 54 205
Rata-rata 3.3 3.4 3.5 3.6 13.6
49
Lampiran 7. Rekapitulasi hasil penilaian uji organoleptik terhadap aroma roti tepung pisang
panelis Kombinasi perlakuan total
Perendaman asam sitrat
Perendaman NaCL
B1 B2 B1 B2
1 3 3 3 2 11
2 3 4 3 5 15
3 4 4 4 3 13
4 3 4 4 3 14
5 3 4 2 3 12
6 4 4 3 4 15
7 3 3 4 4 14
8 4 3 4 4 15
9 4 3 4 5 16
10 5 4 3 4 16
11 3 3 3 4 13
12 3 3 4 4 14
13 3 3 3 3 12
14 3 3 4 3 13
15 3 3 4 3 13
Total 51 51 52 54 206
Rata-rata 3.4 3.4 3.5 3.6 13.7
50
Lampiran 8. Rekapitulasi hasil penilaian uji organoleptik terhadap Rasa roti tepung pisang
panelis Kombinasi perlakuan total
Perendaman asam sitrat
Perendaman NaCL
B1 B2 B1 B2
1 3 3 2 3 11
2 4 3 4 5 16
3 3 4 2 4 13
4 3 3 4 4 14
5 3 4 3 4 14
6 4 4 3 4 15
7 3 4 4 4 15
8 4 3 4 4 15
9 4 3 4 4 15
10 5 5 4 3 17
11 3 3 4 4 10
12 3 3 4 4 14
13 3 4 3 4 14
14 3 4 4 4 15
15 4 3 3 3 13
Total 52 53 53 58 216
Rata-rata 3.4 3.5 3.5 3.8 14.2
51
Lampiran: 9 Tabulasi Data Hasil Penelitian
ParameterPerlakuan
Asam Sitrat NaCl50%:50% 25%:75% 50%:50% 25%:75%
Daya Kembang
2,35% 2,95% 2,5% 3%
Kadar Air 22,33% 16,51% 21,3% 19,93%Kadar Abu 19,05% 19,86% 18,87% 20,88%
Warna 3 (agak suka)
3,3 (agak suka)
3,2 (agak suka)
3,6 (suka)
Tekstur 3,3 (agak suka)
3,5 (agak suka)
3,4 (agak suka)
3,6 (suka)
Aroma 3,4 (agak suka)
3,5 (agak suka)
3,4 (agak suka)
3,6 (suka)
Rasa 3,4 (agak suka)
3,5 (agak suka)
3,5 (agak suka)
3,8 (suka)
Sumber : Data hasil penelitian 2011
52
Lampiran 10. Gambar Pisang Kepok (Musa paradisiaca formatypica)
Lampiran 11. Gambar roti sebelum pemanggangan
Lampran 12. Gambar roti Tepung Pisang
53