Skripsi a. Husnul Hatimah

122
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timur Tengah merupakan wilayah yang sarat akan masalah keamanan dan konflik. Masalah keamanan dan konflik yang terjadi di Timur Tengah bukan hanya dalam dimensi konflik internal negara, konflik antar-negara, baik sesama negara- negara Arab, ataupun keterlibatan negara-negara non-Arab. Berbagai konflik yang berkecamuk di Timur Tengah dengan resolusi konflik yang minim, bukan hanya berpengaruh terhadap citra kawasan ini sebagai wilayah konflik, tetapi juga mempengaruhi stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan internasional. Timur Tengah juga merupakan wilayah dimana pemerintahan otoriter masih banyak diberlakukan. Negara-negara seperti Mesir, Bahrain, dan Tunisia, merupakan beberapa dari negara Arab yang seringkali diidentikkan sebagai negara otoriter, dikarenakan sistem pemerintahannya yang tidak demokratis, dimana sangat minim partai politik ataupun lembaga kontrol sosial sebagai lambang adanya wadah aspirasi masyarakat. Selain itu, di negara-negara seperti Tunisia dan Mesir, hanya terdapat satu partai politik yang sangat dominan, terlihat dari pemegang kekuasaan yang tidak pernah tergantikan hingga masa pemerintahannya mencapai beberapa periode, yang tentu saja tidak mampu mencerminkan adanya demokrasi yang seutuhnya di dalam negara. Bahrain, yang kekuasaan negaranya masih terletak di tangan pemerintah monarki, juga menunjukkan pemerintahan yang terpusat dan tidak demokratis.

description

hv

Transcript of Skripsi a. Husnul Hatimah

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Timur Tengah merupakan wilayah yang sarat akan masalah keamanan dan

    konflik. Masalah keamanan dan konflik yang terjadi di Timur Tengah bukan hanya

    dalam dimensi konflik internal negara, konflik antar-negara, baik sesama negara-

    negara Arab, ataupun keterlibatan negara-negara non-Arab. Berbagai konflik yang

    berkecamuk di Timur Tengah dengan resolusi konflik yang minim, bukan hanya

    berpengaruh terhadap citra kawasan ini sebagai wilayah konflik, tetapi juga

    mempengaruhi stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan internasional.

    Timur Tengah juga merupakan wilayah dimana pemerintahan otoriter masih

    banyak diberlakukan. Negara-negara seperti Mesir, Bahrain, dan Tunisia,

    merupakan beberapa dari negara Arab yang seringkali diidentikkan sebagai negara

    otoriter, dikarenakan sistem pemerintahannya yang tidak demokratis, dimana sangat

    minim partai politik ataupun lembaga kontrol sosial sebagai lambang adanya wadah

    aspirasi masyarakat. Selain itu, di negara-negara seperti Tunisia dan Mesir, hanya

    terdapat satu partai politik yang sangat dominan, terlihat dari pemegang kekuasaan

    yang tidak pernah tergantikan hingga masa pemerintahannya mencapai beberapa

    periode, yang tentu saja tidak mampu mencerminkan adanya demokrasi yang

    seutuhnya di dalam negara. Bahrain, yang kekuasaan negaranya masih terletak di

    tangan pemerintah monarki, juga menunjukkan pemerintahan yang terpusat dan

    tidak demokratis.

  • 2

    Libya merupakan salah satu yang paling mencolok dari deretan negara

    otoriter di Timur Tengah. Di bawah kepemimpinan Moammar Khadafy, Libya

    menerapkan sistem pemerintahan tanpa adanya partai politik. Libya menetapkan

    sistem pemerintahan Jamahiriya atau negara rakyat atau a state of the masses,

    yang dalam teorinya merupakan tipe pemerintahan oleh rakyat melalui Dewan Lokal

    (local councils), tetapi pada prakteknya merupakan pemerintahan otoriter.1 Dalam

    bukunya yang berjudul Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika,

    Abdul Hadi Adnan menuliskan bahwa revolusi budaya yang dilakukan oleh

    Moammar Khadafy, menghapus semua ideologi berbau asing dari tanah Libya,

    terutama kapitalisme dan komunisme.2 Ia berusaha mengembangkan pemikiran

    pribadinya, yang disebut sebagai prinsip sosialisme Libya, yang bersemboyan pada

    tiga hal, yaitu sosialisme, persatuan, dan kebebasan.3 Moammar Khadafy menjadi

    begitu populer baik di dalam negeri Libya, hingga ke dunia internasional.

    Lebih lanjut, Moammar Khadafy dalam meminpin Libya, memaksakan

    pemikirannya tentang direct democracy yang sesungguhnya, melalui sistem

    pemerintahan Jamahiriya tersebut. Menurutnya, demokrasi yang dikenal saat ini

    bukanlah esensi dari demokrasi yang sesungguhnya. Sistem pemilihan dengan

    menganggap hasil pilih dengan suara mayoritas sebagai perwakilan rakyat yang sah,

    menafikkan suara minoritas yang menghendaki perwakilan yang lain. Berdasarkan

    1 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui

    https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011

    2 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV. Angkasa. Bandung. Op. Cit. Hal. 37 3 ibid

  • 3

    atas hal tersebut, Moammar Khadafy kemudian menjalankan pemerintahan di Libya

    tanpa adanya partai politik, maupun kelompok kepentingan.4

    Moammar Khadafy, pada Oktober tahun 1969, memberikan pidato

    kenegaraan yang menyebutkan bahwa Libya harus berada pada kondisi satu,

    sehingga keberadaan partai politik, dalam pemikirannya, hanya memecah belah

    negara dalam berbagai lingkaran-lingkaran kepentingan, dan intrik untuk

    mencapainya, dihapuskan. Bahkan, Moammar Khadafy mencanangkan, bahwa

    semua orang yang terlibat dalam partai politik, merupakan sebuah bentuk

    pengkhianatan terhadap negara. Hal ini tidak saja berkisar hanya dalam pidato

    Moammar Khadafy, tetapi juga dituangkan dalam undang-undang No. 71 tahun

    19725, disebutkan bahwa partai politik merupakan tindakan kriminal dan merupakan

    bentuk kegiatan yang membahayakan negara. Warga negara Libya yang ingin

    berkecimpung atau bergabung dalam komunitas internasional, juga harus

    mendapatkan izin negara, atau beresiko terkena tuduhan melawan negara.

    Moammar Khadafy yang menempati posisi sebagai Pemimpin Revolusi

    Libya, setelah berhasil memimpin revolusi untuk menjatuhkan raja Idris dalam

    bentuk kudeta, sebagai pemimpin monarki Libya, pada 1 September 1969.6 Pasca

    kudeta tersebut, Moammar Khadafy kemudian memasuki kancah perpolitikan

    internasional dengan garang. Mengambil peranan dalam setiap masalah-masalah

    sentral di Afrika dan Timur Tengah, serta berusaha untuk menggalang persatuan

    4 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari

    http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

    5 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

    6 Khadafy Dalam Panggung Politik Libya. (2011). Kompas. 20 Oktober

  • 4

    kekuatan negara-negara Arab, melalui piagam dan perjanjian-perjanjian dengan

    negara Arab lainnya. November 1969, Moammar Khadafy menyusun Piagam

    Tripoli untuk mengaitkan kepentingan Libya dan Sudan, tahun 1961 dibentuk

    perjanjian Benghazi antara Libya, Suriah, dan Mesir, tahun 1973 dibentuk Hassi

    Messaoud Accords antara Libya dan Aljazair.7 Meskipun pada kenyataannya

    tindakannya tersebut justru mendatangkan perpecahan di kalangan negara-negara

    Arab sendiri, antara yang mendukung Moammar Khadafy, dan yang tidak setuju

    dengan pandangan serta idenya.

    Kepemimpinan Moammar Khadafy selain menjadikan Libya sebagai negara

    pemrakarsa agenda bersatunya negara-negara Arab, tetapi juga mengantarkan Libya

    sebagai suatu negara yang berpengaruh dalam konstalasi politik melawan dominasi

    Amerika Serikat, khususnya di wilayah Timur Tengah dan Afrika. Moammar

    Khadafy berhasil menanamkan pemikiran politik dan pemerintahan anti-Barat di

    dalam negaranya dengan menempuh kebijakan sebagai negara tertutup diawali

    dengan keputusan menutup pangkalan militer Amerika Serikat di Libya.8 Amerika

    Serikat kemudian memasukkan Libya dalam daftar negara yang mendukung

    terorisme internasional. Libya dikaitkan dengan beberapa aksi terorisme

    internasional, di antaranya, pemboman sebuah diskotik pada tahun 1986 di Berlin,

    pemboman pesawat Prancis (French Airliner) pada tahun 1989, dan yang paling

    fenomenal adalah pemboman pesawat Pan Am Flight 103 di Lockerbie, Skotlandia.

    7 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV.

    Angkasa. Bandung. Hal. 37

    8 Khadafy Dalam Panggung Politik Libya. (2011). Kompas. 22 Oktober

  • 5

    Hasilnya, Libya menjadi negara yang disegani dan berulang kali menjadi sasaran

    embargo Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa.9

    Bukan hanya itu, Moammar Khadafy, masih dalam upayanya memaksakan

    pemikirannya pribadinya tentang sosialisme Libya, serta-merta menasionalisasi

    semua aset pihak asing di Libya, ketika ia memutuskan menjadikannya sebagai

    negara tertutup, termasuk industri perminyakan.10 Moammar Khadafy bahkan

    berada pada garis depan mendukung perlawanan Palestina terhadap Israel. Kiprah

    Moammar Khadafy yang seringkali bertolak belakang dengan keinginan Amerika

    Serikat dan Sekutunya, menyebabkan hubungan yang sangat buruk antara Libya

    dengan negara Barat.

    Moammar Khadafy mulai goyang dalam panggung politik Libya ketika pada

    tahun 2010, dunia internasional diwarnai dengan munculnya gejolak demokrasi di

    Timur Tengah.11 Negara-negara dengan cap otoriter di Timur Tengah, mulai

    mendapatkan tekanan dari rakyatnya, yang menginginkan sistem pemerintahan yang

    demokratis, termasuk di antaranya yaitu Libya. Berbagai sanksi internasional

    terutama sanksi ekonomi dari Amerika Serikat yang dibebankan kepada Libya,

    mempengaruhi tidak hanya kondisi ekonomi tetapi juga politik Libya. Libya yang

    9 _____.2011.Country profile: Libya. Al Jazeera. Diakses melalui

    http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/04/201141912643168741.html pada tanggal 30 Januari 2012

    10 Ibid. Hal.2 11 James Joiner. 2011. Libya After Qaddafi: Lessons From Iraq 2003. The Atlantic. Diakses

    melalui http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/08/libya-after-qaddafi-lessons-from-iraq-2003/243946/ pada tanggal 31 Oktober 2011

  • 6

    begitu tegas dan kuat sebagai aktor internasional, tetapi terdapat krisis pangan di

    dalam negaranya.12

    Ada beberapa faktor penyebab keinginan rakyat Libya untuk mengakhiri

    kepemimpinan Moammar Khadafy. Kondisi sosial dalam masyarakat Libya yang

    tidak memuaskan secara finansial. Angka pengangguran di Libya mencapai 30

    persen dengan total penduduk sebanyak 6.597.960 Jiwa (sensus Juli 2011)13.

    Meskipun satu dekade terakhir, Moammar Khadafy mulai melunak dalam kebijakan

    luar negerinya, misalnya dengan membatalkan program senjata pemusnah massal

    dan menjalin kembali hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat pada tahun

    200414, untuk memperbaiki kondisi ekonomi Libya. Moammar Khadafy bahkan

    mengizinkan kembali adanya penanaman modal asing terutama di bagian

    perminyakan bagi para pengusaha asal Amerika Serikat. Akan tetapi, hal ini ternyata

    tidak cukup mampu membendung arus demokratisasi yang diinginkan rakyatnya.

    Selanjutnya, Ketidakpuasan rakyat Libya semakin diperparah dengan

    tindakan para putra Moammar Khadafy, yang dituding memperkaya diri sendiri

    dengan penyalahgunaan aset kekayaan negara.15 Putra Moammar Khadafy

    merupakan objek nyata kekecewaan rakyat terhadap Pemimpin Revolusi Libya

    tersebut, dimana putra-putra Moammar Khadafy seringkali melakukan tindakan

    12 _____. 2011. Libya After Ghaddafi: Free Journalist Tracks Down His Jailer. The

    Guardian UK. Diakses melalui http://www.guardian.co.uk/world/2011/oct/30/libya-former-captive-meets-jailer pada tanggal 31 Oktober 2011

    13 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit

    14 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV. Angkasa. Bandung. Lok. Cit. Hal. 40

    15 _____. 2011. Libya After Ghaddafi: Free Journalist Tracks Down His Jailer. The Guardian UK. Diakses melalui http://www.guardian.co.uk/world/2011/oct/30/libya-former-captive-meets-jailer pada tanggal 31 Oktober 2011. Lok. Cit

  • 7

    yang memicu reaksi internasional yang negatif. Misalnya, tindakan Hannibal

    Moammar Khadafy, putra keempat Moammar Khadafy yang ditangkap di Geneva,

    Swiss, karena penyiksaan terhadap pembantunya. Hal yang seharusnya tidak

    dilakukan oleh putra dari pemimpin sebuah negara ini, malah dijadikan alasan untuk

    kebijakan politik luar negeri yang tidak strategis, berupa pemboikotan produk Swiss,

    pencabutan hak usaha bagi para pengusaha Swiss di Libya, dan bahkan penarikan

    diplomat Libya dari Swiss.16 Hal ini tentu saja merupakan tindakan yang tidak

    didasarkan pada kepentingan rakyat Libya tetapi lebih kepada egoisme pribadi.

    Pengaruh Moammar Khadafy terlalu dominan dalam setiap hal mengenai

    Libya. Hampir di semua sudut kota Libya terdapat potret Moammar Khadafy. Ia

    bahkan seringkali menyatakan slogan Tuhan, Moammar, Libya: cukup!.17

    Identitas Libya yang dikenal oleh dunia internasional, semuanya berbau Moammar

    Khadafy. Begitu kuatnya figur Moammar Khadafy di Libya, justru menimbulkan

    kekhawatiran tentang masa depan Libya pasca ia telah meninggal. Termasuk dengan

    berbagai tindakannya yang ekstrim seperti pemaksaan ideologi pribadinya yang

    dituangkan dalam buku hijau tentang Teori Ketiga dari Dunia.18 Moammar

    Khadafy berusaha menciptakan citra yang kuat bagi Libya sekaligus sebagai

    identitas dari negaranya. Ia berharap rakyat Libya pada akhirnya akan bangga dan

    memiliki sense of belonging yang tinggi pada Libya, jika ia berhasil menanamkan

    pemahamannya tersebut kepada rakyat Libya.19

    16 Titik Akhir Sang Penguasa Gurun. (2011). Kompas. 22 Oktober 17 Gorong-gorong Sirte. (2011). Kompas. 20 Oktober 18 Khadafy si pemberang Libya. (2011). Kompas. 21 Oktober. Hal. 9 19 Sazkia Van Genugten. 2011. Libya After Ghaddafi. Survival. Vol. 53 No. 3. Hal. 62

  • 8

    Dalam hal demografis, juga terdapat masalah kesenjangan usia antara

    pemimpin dan yang dimpimpin. 62,7 persen penduduk Libya berusia 14-64 tahun20,

    dalam artian lebih dari setengah penduduk Libya berada pada rasio angkatan muda.

    Melihat angka ini dan membandingkannya dengan umur Moammar Khadafy yang

    pada tahun 2011 genap berusia 69 tahun, menunjukkan adanya jenjang usia yang

    relatif jauh antara mayoritas rakyat Libya dengan pemegang otoritas. Meskipun

    Moammar Khadafy telah berusaha berbenah dengan berbagai kebijakan politik yang

    melunak sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, akan tetapi Moammar

    Khadafy terbukti gagal untuk memberikan demokratisasi yang diinginkan oleh

    rakyat Libya. Terdapat ketidakmampuan untuk membendung aspirasi dari kalangan

    muda Libya yang reaktif dan revolusioner. Hal ini terlihat jelas ketika revolusi

    pecah di Tunisia dan Mesir di awal tahun 2011, pemuda-pemuda Libya bersama

    kaum oposisi, bersatu pula untuk menumbangkan pemerintahan otoriter di

    negaranya.21

    Revolusi Libya yang kemudian dimulai pada 17 Februari 2011, akhirnya

    berhasil menumbangkan Moammar Khadafy. Trias Kuncahyono, dalam sebuah

    artikel berjudul Gorong-gorong Sirte di Harian Kompas, menuliskan kondisi

    Moammar Khadafy sebagaimana Alexander Agung pernah disindir oleh seorang

    filsuf Roma bernama Seneca, Armis Vicit, vitiis victus est, dia yang menang dengan

    senjata, tetapi dikalahkan oleh kejahatan-kejahatannya sendiri.22 Libya saat ini

    berada pada situasi untuk membenahi negara, mengkonsolidasikan keamanan,

    20 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui

    https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit

    21 Dari Tunisia ke Mesir. (2011). Kompas. 19 Desember. Hal. 6 22 Gorong-gorong Sirte. (2011). Kompas. 20 Oktober. Lok. Cit

  • 9

    pembentukan pemerintahan yang baru, dan merencanakan ulang kebijakan ekonomi.

    Dalam studi ilmu hubungan internasional, situasi ini merupakan titik yang sangat

    rentan bagi sebuah negara. Moammar Khadafy meninggalkan negara yang kosong

    bagi para oposisi, dengan kondisi state building without institutional

    infrastructure.23 Dimana Libya tidak memiliki sama sekali partai oposisi dan tidak

    memiliki lembaga kontrol pemerintahan. Kondisi ini diperparah dengan situasi

    demografis Libya yang sangat beragam dalam hal etnis, apalagi konsolidasi

    keamanan yang saat ini dilakukan, yang salah satu agendanya yaitu pelucutan

    senjata yang tersebar di rakyat sipil, belum rampung sepenuhnya.24

    Kondisi Libya merupakan kajian yang sangat penting bagi perkembangan

    Ilmu Hubungan Internasional, yang sekaligus menjadi dasar pemilihan judul Masa

    Depan Libya Pasca Moammar Khadafy. Meskipun Moammar Khadafy telah

    dijatuhkan, akan tetapi Libya tidak serta merta bisa dikatakan selamat dari masa

    gelap. Komposisi negara ini yang begitu beragam dari segi demografis, belum lagi

    upaya penyatuan kepentingan pasca kolaborasi antara berbagai pihak dalam

    menjatuhkan Moammar Khadafy, merupakan poin analisa penting. Bagaimanapun,

    masa depan Libya dalam artian wujud negara ini dalam berbagai aspek, selanjutnya

    akan sangat mempengaruhi posisinya di percaturan politik internasional.

    23 Richard Falk. 2011. Libya After Ghaddafi: A Dangerous Precedent. Aljazeera. Diakses

    melalui http://english.aljazeera.net/indepth/opinion/2011/10/20111022132758300219.html pada tanggal 31 Oktober 2011 pukul 15.30 WITA

    24 Libya Hadapi Era Baru. (2011). Kompas. 22 Oktober . Hal. 1

  • 10

    B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

    Berdasarkan paparan pada latar belakang mengenai pentingnya serta

    alasan pemilihan judul Masa Depan Libya Pasca Moammar Khadafy, maka

    penulis menetapkan batasan masalah, dimulai sejak pemerintahan Moammar

    Khadafy pada tahun 1969 hingga tahun 2011 saat Moammar Khadafy dijatuhkan.

    Pemilihan waktu ini diambil dengan alasan untuk memproyeksikan masa depan

    Libya pasca dijatuhkannya Moammar Khadafy, memerlukan data kondisi Libya

    pada masa pemerintahannya. Hal ini penting sebagai perbandingan dan dasar

    melakukan analisa. Penulis menitikberatkan pada dua pertanyaan pokok sebagai

    rumusan masalah, yaitu:

    1) Apa yang menyebabkan terjadinya pergantian pemerintahan di

    Libya?

    2) Bagaimana masa depan Libya pasca pemerintahan Moammar

    Khadafy?

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

    1) Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pergantian pemerintahan

    di Libya.

    2) Memberikan analisa proyeksi masa depan Libya pasca pemerintahan

    Moammar Khadafy.

  • 11

    Sedangkan kegunaan dari penelitian ini, yaitu:

    1) Secara akademis, memberikan analisa faktor-faktor penyebab terjadinya

    pergantian pemerintahan di Libya dan proyeksi masa depan Libya pasca

    Moammar Khadafy.

    2) Secara praktis, merupakan referensi ilmiah bagi para penstudi ilmu

    hubungan internasional, khususnya yang menitikberatkan pada kawasan

    Timur Tengah maupun Afrika.

    D. Kerangka Konseptual

    Untuk membuat sebuah tulisan ilmiah, diperlukan landasan teori dan konsep

    yang jelas. Teori maupun konsep ini akan menjadi pijakan dasar bagi penulis untuk

    memaparkan bahkan menganalisa fakta yang terjadi. Sangat diperhatikan agar teori

    maupun konsep yang digunakan, relevan dengan penelitian yang dilakukan.

    Negara sebagaimana definisinya merupakan suatu kesatuan antara tiga unsur

    penting yang saling berkaitan yaitu wilayah, masyarakat, dan pemerintahan yang

    berkuasa serta melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.25

    Membandingkan definisi negara tersebut dengan kondisi riil tentu saja akan didapati

    bahwa negara dalam perjalanannya tidak pernah stabil. Terdapat berbagai proses

    baik itu konflik yang memicu intergrasi bahkan disintegrasi. Ancaman dari pihak

    eksternal termasuk kekacuan dari internal negara sendiri.

    Asumsi di atas sejalan dengan kondisi Libya saat ini. Konflik antara otoritas

    yang berkuasa dalam hal ini Moammar Khadafy dengan rakyat sipil dari berbagai

    belahan Libya, yang berujung pada diturunkan dan wafatnya sang pemimpin yang

    25 Sri Hayati. 2007. Geografi Politik. Refika Aditama. Bandung. Hal. 42

  • 12

    terkenal garang ini, membawa Libya pada kondisi penyatuan kembali setiap

    komponen negara. Proses ini tentunya akan membawa perubahan bagi Libya ditilik

    dari sebab terjadinya revolusi dan kondisi ketika revolusi dilakukan. Penyatuan

    kembali Libya merupakan titik awal masa depan baru dari Libya.

    Revolusi yang terjadi di Libya akan menjadi titik tolak wajah baru Libya.

    Revolusi yang terjadi sejak bulan februari tahun 2011 ini merupakan kumpulan

    ketidakpuasan rakyat Libya terhadap 42 tahun pemerintahan Moammar Khadafy,

    sebuah bentuk People Power. People Power menurut Patricia Licuanan dalam

    bukunya People Power: A Social Pshycological Analysis, in Understanding

    People Power yang kemudian dikutip oleh Mani Thess Q. Pena dalam

    makalahnya pada Philippine Law Journal yang berjudul People Power in A

    Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:

    People power involves numbers. "[I]ndividuals band together and achieve their strength in numbers and in groups rather than individual action." The necessity of numbers stems from the fact that initially, these individuals were powerless, compared to a President or any other government official with the backing of the entire State machinery. What numbers are sufficient to stage people power is uncertain, though. "The numbers vary, but numbers are necessary for both objective strength and the subjective feeling of strength.26

    Definisi People Power di atas memberikan poin penting yang harus dipenuhi

    dalam sebuah gerakan revolusi berwujud People Power yaitu individu-individu yang

    ikut serta dalam gerakan ini harus terorganisir untuk sebuah tujuan umum, yang

    mana merupakan tujuan yang disepakati membawa kebaikan bagi masyarakat.

    Dengan kata lain, untuk melegitimasi People Power, harus diarahkan dalam sebagai 26 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule

    of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Hal. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012

  • 13

    upaya yang sesuai jalan keadilan dan demokrasi. Gerakan ini harus diatasnamakan

    keadilan dan kebebasan dan harus bertujuan pada upaya menghilangkan

    eksploitasi, tirani, tekanan, dan segala bentuk kekerasan yang menghambat

    perkembangan masyarakat.

    People Power merupakan gerakan politik, strategi, dan tentang perubahan

    sosial. Gerakan ini menempatkan masyarakat pada posisi melawan otoritas yang

    mengendalikan negara, yang notabene mengontrol pihak keamanan negara seperti

    polisi, tentara, birokrasi, dan bahkan media. Akan tetapi, disinilah adu strategi

    dimana dalam People Power, masyarakat membutuhkan strategi untuk menjadikan

    gerakan mereka betul-betul mampu membawa perubahan yang diinginkan.27

    Konsep People Power memiliki arti yang lebih luas dalam perspektif

    psikologi-sosial daripada pandangan politik praktis. Meskipun istilah People Power

    mulai dikenal sejak gerakan masyarakat Filipina pada tahun 1986, akan tetapi

    People Power sesungguhnya telah ada jauh sebelum revolusi EDSA di Filipina

    terjadi. People Power dulunya dikenal dengan istilah dalam konsep popular

    participation, empowerment of people dan community organizing and

    mobilization.28

    Dr. Erlida Henson dalam survei empirisnya mengenai The People Power-

    Phenomenon A Survey Of Participants Perceptions, yang dikutip oleh Mani

    Thess Q. Pena dalam makalahnya pada Philippine Law Journal yang berjudul

    People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:

    true people power is one that is resorted to when there is a right, just and noble

    cause and when the general welfare of all sectors of society is at stake. Pernyataan 27 Ibid

    28 Ibid

  • 14

    yang merupakan hasil dari penelitiannya tersebut, menunjukkan bahwa revolusi

    People Power terjadi ketika masyarakat merasa faktor-faktor utama penyokong

    kehidupannya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, terabaikan. Dan

    unsur utama yang harusnya didapatkan oleh masyarakat yaitu kesejahteraan, tidak

    terpenuhi dalam arti yang sewajarnya. Otoritas yang berkuasa, yang seharusnya

    menjadi pengayom masyarakat, gagal memberikan kesejahteraan yang diinginkan

    oleh masyarakat.

    Sedangkan menurut Nicholas Henry dalam Tesisnya yang berjudul People

    Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in Burma and the

    Philippines di Victoria University of Wellington, yaitu:

    People power is a phrase that evokes images of sudden and dramatic political change mass demonstrations in the streets of major cities, opposition leaders addressing the crowds, the crumbling of regimes that had previously seemed unassailable. These are the images of people power through which domestic political struggles become global events, broadcast by international news media, and eliciting public comment and even intervention by international political elites29

    Masa depan menurut Ensiklopedia Britanica, adalah of, relating to, or

    constituting a verb tense expressive of time yet to come.30 Dalam hal

    memproyeksikan masa depan, akan lebih relevan jika masa depan ini sendiri

    diartikan sebagai constitutive dari kenyataan yang coba untuk diproyeksikan.

    Kemampuan yang dimiliki para penstudi disiplin ilmu terhadap masa depan

    29 Nicholas Henry. 2011. People Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in

    Burma and the Philippines. Victoria University of Wellington. Pg. 12 Diakses melalui http://researcharchive.vuw.ac.nz/bitstream/handle/10063/1750/thesis.pdf?sequence=1 pada tanggal 21 Februari 2011

    30 _____. 2011. Encyclopedia Britanica. Di akses melalui http://www.britannica.com/bps/dictionary?query=future pada tanggal 9 Desember 2011 pukul 14.00 WITA

  • 15

    merupakan prakiraan (conjectures) dan ramalan (prognoses), yang bisa menjadi self-

    constitutive.

    Konsep ini tidak menunjukkan bahwa masa depan sepenuhnya berada atau

    diukir oleh ras manusia, akan tetapi perlu ditekankan bahwa sejarah yang dibuat

    oleh manusia atau masa depan yang dibentuk oleh manusia, tidak selalu berada pada

    kondisi yang betul-betul diinginkan sejak awal. Terdapat unsur unchosen, given,

    and transmitted circumtances, yang berasal dari masa lampau. Hal inilah yang

    diungkapkan oleh Marx yang kemudian dikutip oleh Pinar Bilgin, seorang penstudi

    konflik dan keamanan di Universitas Bilkent, dalam bukunya Regional Security in

    The Middle East: A Critical Perspective, yaitu:

    Men make their own history, but they do not make it just as they please; they do not make it under circumstances chosen by themselves, but under circumstances directly encountered, given and transmitted from the past31

    Pinar Bilgin, mencoba menunjukkan bagaimana faktor-faktor dari masa lalu sangat

    berpengaruh terhadap kondisi yang akan terjadi di masa depan. Dikaitkan dengan

    kondisi Libya saat ini, sejarah bangsa ini yang sejak awal berada dalam masa

    penajjahan, kemudian berada di bawah sistem monarki, dan pada akhirnya selama

    42 tahun berada di bawah pemerintahan otoriter Moammar Khadafy. Fakta masa

    lalu Libya ini, merupakan poin penting yang harus diperhatikan dalam menata masa

    depan Libya pasca revolusi.

    Selanjutnya, konsep masa depan yang ditawarkan pemikiran Walter S.

    Jones dalam bukunya Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi

    Politik Internasional, dan Tatanan Dunia, lebih kepada analisa kondisi yang

    31 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective.

    RoutledgeCurzon. New York. P. 163.

  • 16

    akan mendominasi dunia internasional dimasa depan. Ia menyebutkan sebuah

    proyeksi yang menarik jika disandingkan dengan kondisi Libya saat ini. Walter

    menuliskan bahwa permasalahan kependudukan di negara-negara berkembang

    akhirnya berujung pada pola konsumtif dan tidak produktif, pendapatan per kapita

    menurun, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup yang memicu konflik.

    Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak terdapat kesejahteraan yang

    merata.32

    Diproyeksikan pula bahwa pemanfaatan sumber daya mineral telah sampai

    pada puncaknya. Kegiatan industri yang semakin meningkat bukan hanya oleh Barat

    tetapi merambah ke berbagai negara kuat baru seperti di kawasan timur, selatan,

    serta tenggara Benua Asia, berimbas pada tuntutan sumber mineral yang lebih

    banyak. Berbagai ketergantungan akan sumber mineral bisa diartikan sebagai

    konsekuensi potensial akan dominasi ataupun eksploitasi terhadap sumber mineral.

    Persediaan mineral dunia akan berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian

    dunia.

    Libya sebagai negara produsen sumber mineral perlu memperhatikan kondisi

    ini untuk keberlanjutannya. Keinginan dominasi dan eksploitasi sumber mineral

    merupakan salah satu faktor dominan untuk menimbulkan konflik. Apalagi dalam

    kondisi negara yang tengah memulai dari awal pasca revolusi. Kemungkinan

    munculnya bibit-bibit konflik sangat besar. Ketidakmampuan dalam memobilisasi

    masyarakat serta mengkonsolidasikan persatuan dalam pembangunan negara, akan

    menimbulkan ketegangan antar elemen-elemen dalam masyarakat. Terlebih lagi

    sebagai negara dengan kondisi demografis yang sangat beragam, di mana di

    32 Walter S. Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional, kekuasaan, Ekonomi Politik

    Internasional, dan Tatanan Dunia 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 483

  • 17

    dalamnya sangat kental oleh persaingan antar suku, etnis, kelompok kepentingan,

    dan lainnya. Dimana tidak semua daerah di Libya merupakan penghasil minyak, dan

    hal ini bisa saja menjadi potential conflict bagi Libya di masa depan.

    Masyarakat yang tergabung dalam People Power untuk menjatuhkan

    penguasa, mencari kebebasan dalam nama demokrasi dan mengharapkan kondisi

    pemerintahan yang lebih baik setelahnya. Akan tetapi, demokrasi seperti apa yang

    akan cocok bagi negaranya, dalam hal ini Libya, harus dipikirkan dengan seksama

    berdasarkan pada kondisi negara ini secara keseluruhan yang meliputi, sejarah,

    budaya, potensi, kondisi kontemporer, demografis, geografis, dan lain sebagainya.

    E. Definisi Operasional

    a) Masa Depan dalam hal ini mengacu pada kondisi yang akan terjadi selanjutnya.

    Lebih spesifik pada kondisi Libya secara internal dan tindakan eksternalnya

    pasca Moammar Khadafy. Hal ini didasarkan pada persepsi perbedaan pola dan

    metode pemerintahan masa Moammar Khadafy dan pasca Moammar Khadafy

    yang akan berpengaruh bagi Libya selaku institusi politik dan aktor hubungan

    internasional.

    b) Libya adalah negara di Afrika Utara tetapi seringkali digolongkan sebagai

    negara timur tengah sebagaimana negara-negara beretnis arab lainnya di Afrika

    Utara. Berbatasan langsung dengan Mesir di sebelah timur, Tunisia di sebelah

    utara, dan Aljazair di sebelah Barat.

    c) Moammar Khadafy adalah pemimpin Libya atau lebih dikenal dengan sebutan

    untuk jabatannya, yaitu Pemimpin Revolusi Libya dengan pangkat kolonel dan

    nama lengkap Moammar Muhammad Abu Minyar al-Qadhafi.

  • 18

    F. Metode Penelitian

    a) Tipe Penelitian

    Dalam hal ini penulis menggunakan tipe penelitian preskriptif, yakni gabungan

    eksplanatif dan prediktif. Analisis eksplanatif penulis gunakan untuk

    menjelaskan jatuhnya Khadafy sebagai pemimpin Libya dan sekaligus

    memprediksi bagaimana hal ini mempengaruhi masa depan Libya sebagai suatu

    negara dan tindakannya terhadap negara lain dalam konteks hubungan

    internasional.

    b) Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka atau library

    research, yaitu cara pengumpulan data teoritis dengan menelaah sejumlah

    literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku,

    jurnal, dokumen, makalah, laporan, majalah, surat kabar dan artikel yang

    berhubungan dengan masalah ini. Data diperoleh melalui perpustakaan yaitu

    perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin, serta dari pengumpulan informasi

    dari koran, jurnal, dan majalah, baik yang bisa didapatkan langsung ataupun

    yang diakses melalui internet.

    c) Jenis data

    Berdasarkan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan, maka jenis data

    yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data teoritis yang berhubungan

    dengan masalah dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari berbagai literatur

    dan hasil olahan dari berbagai sumber dan instansi terkait yang telah disebutkan

  • 19

    sebelumnya. Data teoritis ini yang akan dianalisis untuk menjawab

    permasalahan dalam penelitian.

    d) Teknik Analisis Data

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, dimana

    penulis akan menjelaskan permasalahan berdasarkan data teoritis yang

    diperoleh. Angka-angka statistik hanya digunakan sebagai data pendukung dari

    data teoritis yang dipaparkan.

    e) Metode penulisan

    Metode penulisan yang digunakan penulis adalah metode deduktif, dimana

    penulis memulai pembahasan dengan menggambarkan masalah secara umum,

    lalu kemudian memaparkan secara khusus pengaruh dari masalah yang terlebih

    dahulu digambarkan.

  • 20

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Tentang People Power

    People Power merupakan bagian dari gerakan sosial. Gerakan sosial sendiri

    merupakan gerakan yang dipusatkan pada sekelompok orang, satu kategori populasi,

    atau memusatkan perhatiannya pada masyarakat secara keseluruhan. Selain itu,

    terkadang gerakan sosial memperjuangkan adanya perubahan, yang hanya bersifat

    terbatas, dan berlaku hanya terhadap sekelompok orang atau populasi, akan tetapi,

    ada pula tipe gerakan sosial yang menginginkan perubahan yang menyeluruh di

    dalam masyarakat.33

    People Power yang dalam hal ini merupakan mobilisasi massa untuk

    menjatuhkan sebuah rezim, muncul akibat interaksi politik yang secara tradisional

    bukanlah dianggap fenomena hubungan internasional. Sampai pada fakta bahwa

    hasil akhir dari People Power, yaitu perubahan rezim atau rekonfigurasi secara luas

    dari konstitusi dasar negara, merupakan bagian dari concern ilmu hubungan

    internasional secara teori dan praktis. Berawal dari kesadaran akan hal tersebut,

    fenomena People Power kemudian menjadi bagian dari fokus Ilmu Hubungan

    Internasional. Michael Barker dalam tulisannya di Countercurrents.Org yang

    berjudul People Power in Egypt: Defusing a Revolution?, mendeskripsikan

    People Power sebagai berikut:

    33 Bernard Raho. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar. Penerbit Ledalero. Maumere. Hal/ 185

  • 21

    People power is the dynamic driver of social history, with history merely being the documented response of elite power-brokers to popular demands for justice. As one might expect, in conventional history books, the full extent of the people's power is conveniently excluded from narratives of social change, leaving us with the great man version of history -- which has the unfortunate effect of undermining peoples' belief in their own immense power to write history. Nevertheless as humans the world over have demonstrated, such counterrevolutionary tactics cannot contain popular insurrections indefinitely. Thus, in recognition of the latent power and desire of normal people to overthrow their oppressive rulers, more far sighted elites have long recognized the need to channel such unrealized power into non-revolutionary political alternatives: a process which entails their intervening at the grassroots level of civil society to ensure that such threats never coalesce into a force powerful enough to upset the capitalist status quo.34

    Suatu People Power akan menuntun pada kondisi terjadinya revolusi,

    dimana suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu

    pemberontakan (revolt, rebellion) yang kemudian menjelma menjadi perubahan

    mendasar dalam negara. Secara sosiologis, revolusi dapat terjadi dengan

    terpenuhinya beberapa syarat-syarat tertentu, yaitu harus ada keinginan umum untuk

    mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas

    terhadap kondisi yang ada (status quo), dan harus ada keinginan untuk mencapai

    atau mewujudkan perbaikan dengan mengubah keadaan tersebut.

    Syarat selanjutnya yaitu adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang

    yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut. Dalam konteks ini,

    pemimpin revolusi adalah pihak oposisi dari pemegang status quo. Dalam terms

    negara, pemimpin dari Popular Movement merupakan pihak oposisi yang

    memimpin masyarakat yang secara umum tidak merasa puas dengan kebijakan

    ataupun tindakan pemerintah yang ada, bahkan terhadap sistem yang telah

    diterapkan dalam negara tersebut. 34 Michael Barker. 2011. People Power in Egypt: Defusing a Revolution?. Diakses melalui

    http://www.countercurrents.org/barker150311.pdf pada tanggal 21 Februari 2012

  • 22

    Pemimpin yang dibutuhkan dalam hal ini termasuk dalam kategori

    pemimpin yang dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian

    merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah

    gerakan. Secara umum, kelompok yang bersatu karena kesamaan perasaan tidak

    puas atas sesuatu, tetap saja bisa dihadapkan dengan perbedaan dalam menentukan

    tindakan kongkret yang akan dilakukan dalam mengeksekusi pencapaian tujuan

    tersebut. Hal ini merupakan potential conflict yang nyata bagi suatu kelompok

    People Power sebelum mereka memulai revolusi. Di sinilah peran seorang

    pemimpin yang mampu menegaskan tujuan dan menetapkan arah pergerakan hingga

    menjadi revolusi,, sangat diperlukan.

    Pemimpin gerakan revolusi harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada

    masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tujuan tersebut terutama sifatnya kongkret

    dan dapat dilihat oleh masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga suatu tujuan yang

    abstrak tetapi bersifat esensial, yaitu perumusan ideologi tertentu yang akan dianut

    oleh kelompok revolusi ini setelah revolusi berhasil dijalankan. Selanjutnya harus

    ada momentum, yaitu saat yang tepat di mana segala keadaan dan faktor sudah

    terpenuhi dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila momentum keliru, maka

    revolusi dapat gagal dilakukan.35

    People Power, menurut Patricia Licuanan seorang dalam bukunya

    People Power: A Social Pshycological Analysis, in Understanding People

    Power, yang kemudian dikutip oleh Mani Thess Q. Pena dalam makalahnya pada

    Philippine Law Journal yang berjudul People Power in A Regime of

    Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:

    35 Bernard Raho. 2004. Sosilogi Sebuah Pengantar. Penerbit Ledalero. Maumere. Hal 187.

  • 23

    People power involves numbers. "[I]ndividuals band together and achieve their strength in numbers and in groups rather than individual action." The necessity of numbers stems from the fact that initially, these individuals were powerless, compared to a President or any other government official with the backing of the entire State machinery. What numbers are sufficient to stage people power is uncertain, though. "The numbers vary, but numbers are necessary for both objective strength and the subjective feeling of strength.36

    Definisi People Power di atas, memberikan poin penting yang harus dipenuhi

    dalam sebuah gerakan revolusi berwujud People Power, yaitu individu-individu

    yang ikut serta dalam gerakan ini harus terorganisasi untuk sebuah tujuan umum,

    yang mana merupakan tujuan yang disepakati membawa kebaikan bagi masyarakat.

    Dengan kata lain, untuk melegitimasi People Power, harus diarahkan dalam sebagai

    upaya yang sesuai jalan keadilan dan demokrasi. Gerakan ini harus diatasnamakan

    keadilan dan kebebasan dan harus bertujuan pada upaya menghilangkan

    eksploitasi, tirani, tekanan, dan segala bentuk kekerasan yang menghambat

    perkembangan masyarakat.

    Sedangkan Randy David dalam tulisannya What Makes People Power

    Possible? dalam PHIL Daily Inquirer, sebuah jurnal ilmiah Filipina, edisi 25

    Februari 2001, yang juga dikutip oleh Mani Thess Q. Pena, menuliskan bahwa

    konsep People Power sebagai berikut:

    36 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule

    of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012

  • 24

    The first thing we must recognize about people power is that it is not easy to mount. One cannot just summon it, for it has a will of its own. Cynical politicians will always try to simulate it because they have this impression that people power is nothing more than just bringing large numbers of people to a designated place, and furnishing them with slogans to shout and banners under which to march. They think of people not as willful beings who can make decisions for themselves but as mobilizable masses that can be manipulated and ordered around. They equate people power with crowds for hire. Well, we have seen what happens to such crowds at the first sign of danger.37

    Menurutnya lagi, bahwa People Power merupakan sebuah gerakan massa

    yang terencana dengan baik, dengan dilandasi keinginan yang datang dalam

    diri masyarakat dengan sendirinya, tanpa adanya paksaan dari dogma

    apapun.

    Real people power is autonomous, self-willed and well informed. It draws its courage and determination from the power of its convictions. It is inventive and free, and not constrained by dogma, political correctness or any party line. It is moral protest elevated to an art. It is not awed by power. It stands up to power, but it disdains power. That is why it has no leaders, only symbols. It clothes itself in the symbols of everything that is good, decent and responsible. It is unarmed, non-violent and highly disciplined. It is militant but never sad. Indeed it is festive and celebratory. It is angry at times, but never aggressive. It does not only claim the moral high ground, but it also regards itself as the force of the new, the vanguard of a hopeful future. Oppressive, morally bankrupt and conupt regimes are its principal targets. The power that installs colonels or generals in successful military coups is not people power. That is the power of tanks and armed troops.38

    Pendapat Randy David yang dikutip oleh Mari Thess Q. Pena di atas,

    sejalan dengan kondisi di Libya. Dimana, masyarakat Libya atau kelompok

    oposisi yang berasal dari berbagai elemen masyarakat Libya, mulai dari 37 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule

    of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012 Op.Cit Hal. 20

    38 Ibid

  • 25

    kelompok sipil yaitu mantan menteri era Moammar Khadafy yang tidak

    sejalan pemikirannya dengan sang Pemimpin Revolusi, kaum Arab

    Nasionalis, kaum Islamis, Sekularis, Sosialis, dan Mahasiswa, serta

    kelompok militer yang terdiri dari kelompok bersenjata dari berbagai region

    di Libya, mantan tentara Libya, dan para milisi lepas.39 Berkumpulnya

    mereka merupakan sebuah People Power yang bertujuan untuk menyerang

    dan menjatuhkan rezim pemerintah yang dinilai lalai dalam mengayomi

    masyarakat, terjebak dalam korupsi, dan berbagai tindakan tidak etis

    lainnya. Gerakan rakyat Libya tersebut diperjelas kembali oleh pernyataan

    Randy David tentang People Power, sebagai berikut:

    The crowds that are mobilized and prompted to sing praises for someone already in power do not constitute people power. People power is never sycophantic. While it fights tyrants and corrupt leaders, it studiously avoids being used for narrow personal ends. And herein lies its paradoxical strength: people power is a political weapon with political ends; yet it resolutely rejects political ambition.40

    Lebih lanjut, Randy David menuliskan karakteristik People Power

    yang disesuaikannya dengan yang terjadi pada Filipina, yaitu:

    39 Libya Hadapi Era Baru. (2011). Kompas. 22 Oktober

    40 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012 Op.Cit Hal. 20

  • 26

    People power stays aboveground, but it creates its own arena of political engagement and its own modes of expression. It firmly opposes power, but it does so without attempting to match, weapon for weapon, the armed might of the state. Its nakedness is the source of its power. The world out there is its sole protection. So long as the media bear witness to its stmgglc, no further shield is necessary. The battle is waged not as a contest of arms but as a fight for legitimacy. Such terrain is unfamiliar to autocrats, generals and obsolete politicians.41

    Pernyataan Randy David di atas, akan sedikit tidak sesuai jika dibandingkan

    dengan kondisi Libya, dimana gerakan massif rakyat Libya untuk menjatuhkan

    Moammar Khadafy, tidak terelakkan melibatkan penggunaan senjata. People Power

    yang terjadi di Libya, secara kasat mata memang berbeda dari People Power yang

    dikenal di Filipina, sebab rakyat Libya bukan hanya memanfaatkan media

    internasional untuk memberikan dukungan dalam gerakannya, akan tetapi kondisi

    yang ada menempatkan mereka pada posisi harus melibatkan senjata, dalam upaya

    bertahan dari resistensi rezim yang ingin dijatuhkan. Akan tetapi, secara esensi,

    dimana People Power merupakan sebuah mobilisasi massa secara besar-besaran

    dan terorganisir, untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan status quo, telah

    terpenuhi dalam gerakan rakyat Libya.

    Menurut Nicholas Henry seorang Doctor of Philosophy in International

    Relations, dalam Tesisnya yang berjudul People Power: The Everyday Politics of

    Democratic Resistance in Burma and the Philippines di Victoria University of

    Wellington, yaitu:

    41 Ibid

  • 27

    People power is a phrase that evokes images of sudden and dramatic political change mass demonstrations in the streets of major cities, opposition leaders addressing the crowds, the crumbling of regimes that had previously seemed unassailable. These are the images of people power through which domestic political struggles become global events, broadcast by international news media, and eliciting public comment and even intervention by international political elites42

    People Power dalam kajian ilmu hubungan internasional, memiliki beberapa

    arti penting. People Power merupakan sebuah gerakan yang bisa mengantarkan pada

    terjadinya revolusi, yaitu sebuah situasi dimana rezim yang berkuasa di suatu negara,

    dijatuhkan, kemudian dibentuk rezim baru atau bahkan negara yang sama sekali

    baru. Penjatuhan rezim ini akan mempengaruhi kondisi negara dan bentuk negara ini

    kemudian, selaku salah satu aktor hubungan internasional, yang secara otomatis akan

    berpengaruh pada dinamika perilakunya dalam perpolitikan internasional.

    selanjutnya, People Power juga memiliki kemampuan untuk memprovokasi reaksi

    atas gerakan tersebut, baik dalam skala domestik negara hingga skala internasional

    dalam upaya mereka menantang rezim yang berkuasa, dan pada akhirnya, orang-

    orang yang tergabung dalam People Power membentuk hubungan internasional

    mereka sendiri dalam upaya untuk memobilisasi dukungan terkait perjuangan

    mereka.43

    Studi tentang People Power, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nicholas

    Henry dalam tesisnya tersebut di atas, bisa menggunakan beberapa pendekatan

    dalam ilmu hubungan internasional. Selanjutnya, Nicholas Henry menuliskan bahwa

    beberapa penstudi Hubungan Internasional, menekankan fenomena People Power 42 Nicholas Henry. 2011. People Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in

    Burma and the Philippines. Victoria University of Wellington. Pg. 12 Diakses melalui http://researcharchive.vuw.ac.nz/bitstream/handle/10063/1750/thesis.pdf?sequence=1 pada tanggal 21 Februari 2011 Lok.Cit Hal 12

    43 Ibid

  • 28

    pada peranan aktor internasional dalam menggerakkan grassroots sebagai upaya

    political opposition campaign (yang biasanya melibatkan institusi internasional

    seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam pendekatan ini, menggunakan

    pendekatan sesuai teori sistem internasional, sehingga menempatkan lingkungan

    internasional di atas lingkungan domestik negara. Sedangkan penstudi yang lain

    memfokuskan fenomena People Power pada aspek domestiknya, yang ditekankan

    pada elit politik dan bentuk lain dari oposisi politik terhadap rezim otoriter.

    Fenomena People Power dalam terminologi ilmu hubungan internasional

    tidak bisa hanya dilihat sebagai sebuah popular movement, akan tetapi sebagai

    sebuah gerakan yang bisa mempengaruhi peta perpolitikan baik domestik ataupun

    internasional. Dalam teori Realisme, yang menempatkan negara sebagai unit analisa

    utama, kondisi politik dimana pihak oposisi bermunculan dalam negara, sangat

    menentukan kondisi kedaulatan negara, baik secara domestik maupun internasional.

    Sebuah People Power dalam pandangan Realisme, merupakan sebuah ancaman

    terhadap keberlangsungan rezim negara, dan merupakan salah satu faktor yang bisa

    menyebabkan terjadinya konflik internasional.44

    People Power, bisa terjadi ketika meningkatnya harapan dan meningkatnya

    ketidakpuasan dalam waktu lama, dan kemudian diikuti dengan tidak adanya upaya

    perbaikan atas ketidakpuasan tersebut, serta tidak terdapat pula wadah untuk

    mengapresiasinya, selama masa jurang antara harapan dan kepuasan dengan cepat

    melebar, dan menjadi tidak dapat ditolerir. Frustasi yang berkembang, jika kuat dan

    tersebar luas dalam masyarakat, akan mencari pelepasan dalam tindakan kekerasan.

    Ketika frustasi tertuju pada pemerintah, kekerasan itu akan menjadi sebuah revolusi

    44 Ibid

  • 29

    yang menggantikan pemerintah yang berkuasa secara jelas dan mengubah secara

    nyata struktur kekuasaan dalam masyarakat. Atau kekerasan akan terkandung di

    dalam sistem itu, untuk mengadakan modifikasi tetapi tidak mengganti sistem itu.

    B. Konsep Tentang Masa Depan

    Masa Depan, sebagaimana arti harafiahnya dalam Encyclopedia Britanica,

    yaitu of, relating to, or constituting a verb tense expressive of time yet to come,45

    yang pada hakikatnya merupakan sesuatu yang berasal dari efek perbuatan manusia

    sendiri. Dalam hal memproyeksikan masa depan, akan lebih relevan jika masa

    depan ini sendiri diartikan sebagai constitutive dari kenyataan yang coba untuk

    diproyeksikan. Kemampuan yang dimiliki para penstudi disiplin ilmu terhadap masa

    depan merupakan prakiraan (conjectures) dan ramalan (prognoses), yang bisa

    menjadi self-constitutive.

    Konsep ini tidak menunjukkan bahwa masa depan, sepenuhnya berada atau

    diukir oleh ras manusia, akan tetapi perlu ditekankan, bahwa sejarah yang dibuat

    oleh manusia atau masa depan yang dibentuk oleh manusia, tidak selalu berada pada

    kondisi yang betul-betul diinginkan sejak awal. Terdapat unsur unchosen, given,

    and transmitted circumtances, yang berasal dari masa lampau. Hal inilah yang

    diungkapkan oleh Marx yang kemudian dikutip oleh Pinar Bilgin, seorang penstudi

    konflik dan keamanan di Universitas Bilkent, dalam bukunya Regional Security in

    The Middle East: A Critical Perspective, yaitu:

    45 _____. 2011. Encyclopedia Britanica. Di akses melalui

    http://www.britannica.com/bps/dictionary?query=future pada tanggal 9 Desember 2011 pukul 14.00 WITA. Op. Cit

  • 30

    Men make their own history, but they do not make it just as they please; they do not make it under circumstances chosen by themselves, but under circumstances directly encountered, given and transmitted from the past46

    Pinar Bilgin, mencoba menunjukkan bagaimana faktor-faktor dari masa lalu sangat

    berpengaruh terhadap kondisi yang akan terjadi di masa depan.

    Berkaitan dengan kondisi suatu negara yang melakukan perubahan dramatis,

    perombakan struktur pemerintahan, sistem yang digunakan, kehidupan sosial, dan

    hampir semua aspek setelah cukup lama berada pada satu sistem yang sebelumnya

    digunakan, menunjukkan adanya keinginan masa depan baru yang dikejar.

    Disandingkan dengan pendekatan masa depan sebagai self constitutive, hal ini tidak

    sepenuhnya berarti bahwa masa depan dari negara bersangkutan berada

    sepenuhnya pada design pembaharuan yang dilakukan. Faktor-faktor yang telah ada,

    dalam hal ini sejarah, kebiasaan, dan corak ragam masyarakat itu sendiri, merupakan

    hal-hal yang bisa menjadi unsur unchosen yang harus diperhatikan. Hal ini

    sebagaimana yang diungkapkan Kenneth Boulding, yang dikutip oleh Pinar Bilgin

    dalam bukunya Regional Security and The Middle East: unless we at least think

    we know something about the future decisions are impossible, for all decisions

    involve choices among images of alternative futures47

    Poin utama dari konsep masa depan yang digunakan oleh students of

    critical approaches to security yang diungkapkan oleh Pinar Bilgrin dalam bukunya,

    yaitu untuk tidak membatasi apa yang mereka sebut, ataupun pikirkan tentang masa

    depan sebagai realita yang akan ada dan merupakan desired future. Melainkan

    46 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective.

    RoutledgeCurzon. New York. P. 163. Op.Cit

    47 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective. RoutledgeCurzon. New York. P. 163. Op.Cit

  • 31

    perlu adanya upaya untuk mengkritisi pengetahuan yang telah ada, design yang telah

    dibuat tentang arah di masa depan. Membuat prediksi ataupun analisa tentang

    alternatif kondisi masa depan, memiliki dua aspek penting yaitu, menganalisa

    alternatif desired futures, dan mengkritisi kondisi sekarang terkait objek

    bersangkutan sebagai bagian dari solusi yang akan diberikan.

    Masyarakat yang tergabung dalam People Power untuk menjatuhkan

    penguasa, mencari kebebasan dalam nama demokrasi dan mengharapkan kondisi

    pemerintahan yang lebih baik setelahnya. Hal ini dalam konteks masa depan, bisa

    jadi merupakan design future yang diinginkan oleh pihak revolusioner. Akan

    tetapi future reality, adalah sesuatu yang sangat subjektif. Demokrasi seperti apa

    yang akan cocok bagi negaranya, dalam hal ini Libya, harus dipikirkan dengan

    seksama berdasarkan pada kondisi negara ini secara keseluruhan, yang meliputi

    sejarah, budaya, potensi, kondisi kontemporer, demografis, geografis, dan lain

    sebagainya.

    Walter S. Jones dalam bukunya Logika Hubungan Internasional:

    Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional, dan Tatanan Dunia,

    menyebutkan sebuah proyeksi yang menarik jika disandingkan dengan kondisi

    Libya saat ini. Walter menuliskan bahwa permasalahan kependudukan di negara-

    negara berkembang akhirnya berujung pada pola konsumtif dan tidak produktif,

    pendapatan per kapita menurun, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup yang

    memicu konflik. Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak terdapat

    kesejahteraan yang merata.48

    48 Walter S. Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional, kekuasaan, Ekonomi Politik

    Internasional, dan Tatanan Dunia 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 483. Op.Cit

  • 32

    Diproyeksikan pula bahwa pemanfaatan sumber daya mineral telah sampai

    pada puncaknya. Kegiatan industri yang semakin meningkat bukan hanya oleh Barat

    tetapi merambah ke berbagai negara kuat baru seperti di kawasan timur, selatan,

    serta tenggara Benua Asia, berimbas pada tuntutan sumber mineral yang lebih

    banyak. Berbagai ketergantungan akan sumber mineral bisa diartikan sebagai

    konsekuensi potensial akan dominasi ataupun eksploitasi terhadap sumber mineral.

    Persediaan mineral dunia akan berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian

    dunia.

    Proyeksi Walter S. Jones tersebut sesuai dengan kondisi semakin banyaknya

    negara kuat baru yang bermunculan. Dewasa ini, tuntutan kebutuhan akan sumber

    daya mineral untuk industri tidak lagi hanya di dominasi Barat atau Amerika Serikat

    dan negara Eropa, di Asia kini bukan saja hanya ada Jepang tetapi juga kini China,

    India, dan Korea Selatan merupakan negara industri yang kian maju. Kemajuan

    industri ini secara otomatis akan diikuti dengan bertambahnya kebutuhan atas

    sumber daya mineral, dan hal ini bukan tidak mungkin mengarahkan negara-negara

    industri besar seerti Amerika Serikat, China, Jepang, dan lain-lain dalam upaya

    persaingan mendapatkan sumber daya mineral dari berbagai negara penghasilnya.

    Libya sebagai salah satu negara produsen sumber mineral perlu

    memperhatikan kondisi ini untuk keberlanjutannya. Libya yang merupakan

    pengekspor minyak jenis Light Sweet dan menyumbang 2% dari total produksi

    minyak global. Ketidakseimbangan produksi minyak di Libya akibat konflik yang

    terjadi selama masa revolusi, berdampak pada terganggunya keseimbangan dalam

    pasokan minyak global.49

    49 Resiko Libya Berkurang. (2011). Kompas. 22 Oktober

  • 33

    Potensi minyak Libya menempatkan Libya pada posisi yang sangat rentan

    saat ini, sesuai dengan prediksi Walter S. Jones tentang akan adanya upaya dari

    negara-negara industri besar, untuk mendapatkan, dan bahkan menguasai sumber-

    sumber mineral demi kelancaran pasokan bagi indsutrinya. Keinginan dominasi dan

    eksploitasi sumber mineral merupakan salah satu faktor dominan untuk

    menimbulkan konflik. Apalagi dalam kondisi negara yang tengah memulai dari awal

    pasca revolusi seperti Libya. Kemungkinan munculnya bibit-bibit konflik sangat

    besar. Ketidakmampuan dalam memobilisasi masyarakat serta mengkonsolidasikan

    persatuan dalam pembangunan negara, akan menimbulkan ketegangan antar

    elemen-elemen dalam masyarakat.

    Terlebih lagi bagi negara dengan kondisi demografis yang sangat beragam

    seperti Libya, di mana di dalamnya sangat kental oleh persaingan antar suku, etnis,

    kelompok kepentingan, dan lainnya. Tidak semua wilayah di Libya merupakan

    penghasil minyak, sehingga Libya patut mewaspadai setiap kebijakan yang

    diterapkan terkait pengelolaan sumber daya mineral ini, dan penggunaannya bagi

    kepentingan masyarakat.

    Irak, bisa menjadi contoh fenomena perlunya melakukan proses kritisasi

    terhadap pemikiran tentang masa depan. Kondisi revolusi di Irak, yang

    menempatkan demokrasi sebagai masa depan dalam hal ini desired future dari

    bangsa yang telah mengalami kesengsaraan (dalam perspektif Barat) selama periode

    pemerintahan yang diktator dan radikal. Akan tetapi, faktanya, realita masa depan

    yang ada berbeda dengan apa yang telah dirancang sebelumnya. Irak tidak

    mengalami perbaikan dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun politiknya. Hal

    yang sama bisa pula terjadi pada Libya. Di sinilah, menurut konsep masa depan

  • 34

    yang ditawarkan students of critical approaches to security, bahwa perlu adanya

    proses kritisasi untuk tidak membatasi alternate future. Sebab dengan lebih

    seringnya kemungkinan masa depan di analisa, ditawarkan solusi, maka akan lebih

    jelas indikator yang bisa digunakan dalam pengambilan keputusan nantinya, yang

    secara subjektif akan mempengaruhi masa depan yang menjadi realita.

    Martin Griffits seorang dosen senior di the School of Political and

    International Studies at Flinders University, Australia, menuliskan dalam bukunya

    International Relations: The Key Concepts sebagai berikut:

    Democratic forms of government stress the right of the citizens to participate in the decision-making process. Typically, autocratic states have an extremely tight grip on power. Stability is purchased through tyranny and terror. But the transition from autocracy to democracy often leaves the state without a clear understanding of who is in control. The opening up of a power vacuum provides opportunities for disaffected groups to try to seize control of the government.50

    Alternatif masa depan yang bisa dicapai oleh Libya sebagai negara yang

    lebih baik, bisa saja menjadi desired future atau masa depan yang ditakdirkan

    untuk Libya jika pemerintahan yang baru mampu mengadakan penyelenggaraan

    negara dengan cara yang tepat. Akan tetapi, bisa pula diterima sebagai masa depan

    sebagai negara yang kacau balau atau dalam pandangan Martin Griffits yaitu

    sebagai failed state. Failed state merupakan salah satu alternatif masa depan yang

    bisa saja menimpa sebuah negara ex-revolusi jika tidak terdapat penyelenggaraan

    negara yang tepat setelah rezim otoriter dijatuhkan. Sebagaimana lazimnya negara

    otoriter yang mendapatkan persatuan negara di atas rasa takut rakyatnya, begitu

    rezim ini jatuh, rakyat secara psikologi akan meluapkan dan memanfaatkan

    50 Martin Griffits. 2002. International Relations: The Key Concepts. Routledge. London. Pg.

    106

  • 35

    kesempatan ini untuk berpendapat. Sehingga sangat penting adanya kesamaan visi

    atau dalam hal ini konsolidasi negara yang baik. Hal ini pulalah yang akan

    mengantarkan negara pada keputusan penyerahan kepemimpinan melalui prosuder

    yang disepakati bersama dalam waktu yang efektif.

    Sebaliknya, kondisi pembangunan demokrasi yang berhasil di Filipina pada

    tahun 1986 yang berhasil menggunakan People Power untuk masa depan yang

    lebih baik bagi negaranya. Revolusi yang berhasil dilakukan dengan mengorganisir

    semua elemen masyarakat di Filipina dan menuntut turunnya pemerintahan Marcos,

    serta menjadi pengawas penyelenggaraan pemerintahan yang baru melalui

    pemilihan Presiden yang demokratis dan konsolidasi nasional yang baik. Kondisi ini

    menjadi salah satu alternatif masa depan bagi Libya. Jika pihak oposisi dan

    berbagai elemen yang tergabung di dalamnya, saat menjatuhkan Moammar

    Khadafy, mampu mempertahankan konsolidasi nasional yang baik, maka Libya

    akan mampu mencapai kondisi stabil dan situasi politik yang kondusif.

  • 36

    BAB III

    GAMBARAN UMUM TENTANG KONDISI LIBYA SEBELUM

    REVOLUSI (MASA PEMERINTAHAN MOAMMAR KHADAFY)

    Libya atau Libia (bahasa Arab: Lby) adalah sebuah negara di

    wilayah Afrika Utara atau yang dikenal sebagai wilayah magribhi. Libya berbatasan

    dengan Laut Tengah di sebelah Utara, Mesir di sebelah Timur, Sudan di sebelah

    Tenggara, Chad dan Niger di sebelah Selatan, serta Aljazair dan Tunisia di sebelah

    Barat. Luas wilayah Libya hampir 1,8 juta km2 (700,000 mil), Libya adalah negara

    terbesar keempat di Afrika menurut luas wilayah, dan ke-17 terbesar di dunia. Kota

    terbesarnya, Tripoli, adalah rumah bagi 1,7 juta dari 6,4 juta rakyat Libya.51 Tiga

    pembagian wilayah tradisional negara ini adalah Tripolitania, Fezzan dan Cyrenaica.

    Tripoli merupakan kota terbesar dan didiami 1,7 juta penduduk Libya dengan total

    populasi 6,597,960 jiwa (sensus 2011). Secara demografis, Libya berpenduduk 97%

    Arab dan 3% lain-lain, dengan 97% masyarakatnya beragama Islam Sunni. Hari

    kemerdekaan Libya jatuh pada 24 Desember 1951. 52

    Libya merupakan salah satu negara bekas jajahan Italia. Mutual angreement

    di antara negara pemegang hak veto (The Big Five) pada September 1947,

    menetapkan kemerdekaan bagi negara-negara koloni Italia di Afrika, salah satunya

    yaitu Libya. Raja Idris sebagai penerus dari Dinasti Senussi, kemudian kembali ke

    Libya di tengah huru-hara lepasnya Libya dari Italia. Raja Idris kemudian ditetapkan

    51 _____.2011.Wikipedia Ensiklopedia Bebas: Libya. Diakses melalui

    http://id.wikipedia.org/wiki/Libya pada tanggal 3 Februari 2012

    52 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit

  • 37

    sebagai chief of state sesuai konstitusi Oktober 1951, dengan dukungan penuh dari

    Inggris. Perkembangannya, Raja Idris tidak begitu mampu memimpin Libya di

    bawah sistem monarki yang dibangunnya di Cyrenaica. Kondisi perpolitikan di

    Libya di masa awal kemerdekaannya sangat rentan dengan perbedaan orientasi

    politik yang terjadi di provinsi-provinsi dengan sistem monarki yang ada.

    Ketidakjelasan pewaris tahta Libya juga semakin memperkeruh situasi.

    Pada tahun 1960, Libya kemudian menempuh kebijakan perbaikan sistem

    pemerintahan. Dimulai dengan peluncuran rencana 5 tahun (1963-1968). Akan

    tetapi, ketidakpraktisan pemerintahan, kemudian menggerakkan Perdana Menteri

    Muhi ad Din Fakini pada masa itu, menyetujui rancangan undang-undang parlemen

    pada tahun 1963, yang disahkan oleh raja Idris, mengenai penghapusan sistem

    federal, dan Libya tidak hanya terbagi atas 3 kota saja, Tripolitania, Cyrenaica, dan

    Fezzan, tetapi menjadi 10 provinsi yang di bawahi oleh seorang gubernur.53

    Moammar Khadafy, adalah keturunan dari suku kecil di Libya yang bernama

    Qhadafa. Ia lahir di padang pasir, sekitar wilayah Surt pada tahun 1942. Moammar

    Khadafy menempuh pendidikan dasar di sekolah muslim, dimana ia begitu

    terinspirasi dengan figur Gamal Andul Nasser dari Mesir, dan isu utama dunia Arab

    saat itu, yakni konflik Palestina. Moammar Khadafy kemudian menempuh

    pendidikan privat di Misrata dalam bidang studi sejarah. Sebagian besar gurunya

    yang merupakan orang Mesir, sangat mempengaruhi pola pikir Moammar Khadafy.

    Ia diajarkan tentang dunia Arab dan kekuatan Islam. Moammar Khadafy masuk ke

    Akademi Militer di Benghazi pada tahun 1961, dan dinyatakan lulus pada tahun

    1966. Setelah mendapatkan jabatan, ia kemudian ditugaskan untuk mengikuti 53 _____.2011.Libya: Independent Libya. Diakses melalui

    http://workmall.com/wfb2001/libya/libya_history_independent_libya.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 38

    pelatihan selanjutnya di Royal Military Academy di Sandhurst, Inggris. Moammar

    Khadafy bergabung dengan RCC, saat ia masih berpangkat calon perwira.

    Ketidakpuasan para tentara muda ini atas kekalahan pasukan Arab oleh Israel pada

    tahun 1967, dan kondisi pemerintahan Monarki yang pro-Barat, menjadi salah satu

    penyebab gerakan revolusioner di Libya.54

    54 _____. 2001. Libya: Qadhafi and the Revolutionary Command Council. Diakses melalui

    http://workmall.com/wfb2001/libya/libya_history_qadhafi_and_the_revolutionary_command_council.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 39

    Libya kemudian memiliki pembagian wilayah administratif dengan 32

    kotamadya, yaitu:

    Tabel 1. Daftar Shabiyat di Libya55

    55 U.S Department of State.2011.Libya. diakses melalui

    http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5425.htm pada tanggal 3 Februari 2012

    1) Butnan

    2) Darnah

    3) Gubba

    4) Al Jebal Al Akhdar

    5) Al Jebal Al Hezam

    6) Benghazi

    7) Ajdabiya

    8) Wahat

    9) Kufra

    10) Surt

    11) Al Jufrah

    12) Misurata

    13) Murgub

    14) Bani-Walid

    15) Tarhuna dan Msallata

    16) Tripoli

    17) Jfara

    18) Zawiya

    19) Sabrata dan Surman

    20) An Nuqat Al-Khams

    21) Garyan

    22) Mezda

    23) Nalut

    24) Ghadames

    25) Yefren

    26) Wadi Alhaya

    27) Ghat

    28) Sabha

    29) Wadi Shati

    30) Murzuq

    31) Tajura

    32) An-Nuwaha Al-Arbaa

  • 40

    A. Masa Pemerintahan Moammar Khadafy

    1. Sistem Politik dan Pemerintahan Otoriter

    Revolusi yang dipimpin oleh Moammar Khadafy di tahun 1969, ia sebut

    sebagai popular revolution dan bukan hanya sebuah kudeta militer. Revolusi yang

    pecah pada tahun 1969 di bawah pimpinan Kolonel Moammar Khadafy, mengakhiri

    kekuasaan Dinasti Senussi atas Libya. Moammar Khadafy yang didukung oleh

    sebagian besar pemuda Libya, yang tergabung dalam The Revolutionary Command

    Council (RCC), mendeklarasikan Libya sebagai negara Republik.56 Libya kemudian

    memiliki nama resmi The Great Socialist People's Libyan Arab Jamahiriya

    (Jamahiriya Arab Libya Sosialis Raya), dengan ibukota Tripoli atau dikenal juga

    dengan sebutan Tharabulus. Pemerintahan Libya memiliki dua jalur, yaitu

    Pemerintahan Revolusioner yang sepenuhnya dipimpin oleh Moammar Khadafy,

    dan Pemerintahan Republik yang memiliki struktur formal dari tingkat lokal hingga

    nasional. Dominasi Pemerintahan Revolusioner dianggap sebagai penghambat

    utama demokratisasi di negara ini.

    Sejak awal berkuasanya di Libya, Moammar Khadafy, telah menunjukkan

    sikap menentang pemerintahan Barat. Hal itu tercermin dalam buku hijau yang

    diterbitkannya, yang berjudul third universal theory yang diluncurkan pada tahun

    1979, sekitar 10 tahun sejak ia memimpin Libya. Buku ini menggambarkan ambisi

    Moammar Khadafy untuk membawa tatanan yang baru dalam perpolitikan.

    Menggabungkan intisari dari penolakan terhadap kapitalisme, komunisme, dan

    56 _____.2001.Libya: The Revolutionary Command Council. Diakses melalui

    http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_revolutionary_co~217.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 41

    mengusung nilai persatuan Negara-negara Arab, reformasi Islam, dan sosialis

    utopis.57

    Libya menjadi negara yang sangat kaku. Dalam undang-undang No. 71

    tahun 1972, dituliskan adanya pelarangan untuk menghina konstitusi negara.58

    Tanpa ada penjelasan yang detail mengenai bentuk penghinaan tersebut. Hal ini jika

    dianalisa lebih lanjut, bisa menjadi dasar bagi negara untuk melarang semua bentuk

    demonstrasi terhadap pemerintah, ataupun sistem yang digunakan oleh negara.

    Membendung semua aspirasi rakyat, yang seyogyanya menjadi nafas dari

    demokrasi, dan pemerintahan jamahiriya, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang

    menghendaki posisi rakyat sebagai pemegang kekuatan terbesar. Pada April 1973,

    pada salah satu poin dalam revolusi kebudayaan yang dilakukan oleh Moammar

    Khadafy, ia menetapkan pelarangan atas komunisme, konservatisme, kapitalisme,

    atheis, dan kelompok persaudaraan muslim. Moammar Khadafy telah melakukan

    pelanggaran sangat mendasar jika ditinjau dari poin-poin hak asasi manusia yang

    harus dihargai secara universal, yaitu kebebasan menentukan keyakinannya dan

    aktivitas pribadinya. Moammar Khadafy juga mengambil legitimasi dari Islam

    sebagai satu-satunya agama negara, dengan menganggap bahwa kebijakannya

    berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang tertuang dalam Al-Quran yaitu Surah

    ke 42, ayat 38.

    Dalam Buku Hijau Moammar Khadafy, bagian Ketiga, yaitu The Social

    Basis of The Third Universal Theory, diungkapkan, bagaimana Moammar Khadafy

    57 Amira Ibrahim.2009.Libya: A Critical Review of Tripolis Sub-Saharan African

    Policies.Institute for Security Studies.

    58 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 42

    mempertanyakan kembali arti nasionalisme dan mengelaborasinya sesuai

    pemikirannya sendiri. Menurutnya lagi, dalam teori pertentangan antar-kelas yang

    diungkapkan oleh Marx, poin yang paling penting bukan pada pertentangan antar-

    kelas tersebut tetapi nasionalisme yang merupakan tekanan paling dinamis.

    Moammar Khadafy memberikan batas yang jelas antara negara, bangsa, dan negara-

    bangsa. Sebuah negara merupakan rangkulan beberapa nasionalisme, yang cepat

    atau lambat akan menunjukkan perbedaan dan menggariskan disintegrasi dalam

    masyarakat, dan berujung pada gerakan nasional yang mengusung kemerdekaan

    atau hak atas penentuan nasib sendiri. Sedangkan sebuah negara-bangsa, terdiri dari

    kelompok masyarakat yang memiliki sejarah hidup yang sama, asal usul yang sama,

    dan memiliki sense of belonging terhadap negaranya.

    Secara idealnya, setiap bangsa harus hanya memiliki satu kepercayaan,

    Moammar Khadafy menuliskan, bahwa dalam upaya untuk menghindari potensi

    konflik suatu negara, harus berada pada kondisi bersatu, utuh, yang

    dipandangnya bisa terancam oleh munculnya suku-suku dan identitas sektarian.59

    Berdasarkan pemikiran Moammar Khadafy dalam Green Book, dapat dilihat,

    bahwa segala tindakan radikal yang dilakukannya, memang telah sejalan dengan apa

    yang dianggapnya sebagai upaya untuk menciptakan negara yang bersatu. Tidak

    mengkhendaki adanya perbedaan apapun di dalamnya dengan asumsi bahwa

    perbedaan mengantarkan pada disintegrasi dan kehancuran negara.

    59 _____.2001.Libya: The Green Book Part III. Diakses melalui

    http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~234.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 43

    All citizens have the same formally defined civic rights, and the nation-state is widely accepted as legitimate. Definitions of and qualifications for citizenship are politically irrelevant. It should be noted that the Berbers which constitute approximately 20% of the population, though this figure is contested have expressed reservations about the dominant Arabic emphasis in language and tribal lineage and the discrimination against the Berber language. However, in August 2007, Berber activists were allowed to hold a congress in Tripoli for the first time. Prime Minister al-Baghdadi al-Mahmudi and Saif al-Islam al-Qadhafi visited Berber regions and launched economic projects there. In November 2008, six people were killed in gun battles that broke out between the Toubou and the Zawia tribe in Kufra in southeastern Libya. Officials said that a minor incident had been exaggerated by reports from abroad. In fact the non-Arab Toubou tribe is fighting against the same discrimination the Berbers are suffering from60

    Di samping itu, dalam hal sistem politik, Moammar Khadafy merasa bahwa

    sistem politik yang selama ini ada bukanlah demokrasi dalam arti sebenarnya. Ia

    menyebutkan sebagai perjuangan atas power yang terjadi dalam pemerintahan, di

    antara institusi-institusi yang ada di dalamnya. Menurutnya demokrasi yang

    sebenarnya adalah pelibatan langsung masyarakat. Sebab, pemilihan wakil-wakil

    rakyat di dalam parlemen dan institusi lainnya sifatnya tidak demokratis. Hal

    tersebut sebagaimana yang diungkapkannya dalam The Green Book, Part I: The

    Solution of the Problem of Democracy. Menurut Moammar Khadafy, demokrasi

    yang dikenal selama ini hanya bersifat memecah belah dan sama sekali tidak

    demokratis. Sistem pemilihan dengan menempatkan perwakilan dengan memilih

    satu partai misalnya, dan sebagian lainnya memilih perwakilan dari partai lain,

    kemudian menempatkan mereka di DPR. Hal ini hanya akan melahirkan

    pertarungan interest yang tidak bersifat general melahirkan di antara institusi-

    institusi politik ini saja. Begitu pula dengan pemilihan umum. Mengambil ketentuan

    60 _____. 2012. Libya Country Report. Diakses melalui http://bti2003.bertelsmann-

    transformation-index.de/134.0.html?&L=1 pada tangal 4 Februari 2012

  • 44

    pemenang pemilu jika berhasil memenangkan lebih dari 50% suara, artinya terdapat

    49% suara yang tidak terwakili.61

    Penghapusan partai politik di Libya berlangsung sangat ekstrim. Moammar

    Khadafy, pada Oktober tahun 1969, memberikan pidato kenegaraan yang

    menyebutkan bahwa Libya harus berada pada kondisi satu, sehingga keberadaan

    partai politik, yang ia yakini hanya memecah belah negara dalam berbagai

    lingkaran-lingkaran kepentingan, dan intrik untuk mencapainya, dihapuskan.

    Bahkan, Moammar Khadafy mencanangkan, bahwa semua orang yang terlibat

    dalam partai politik, merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap negara. Hal

    ini tidak saja berkisar hanya dalam pidato Moammar Khadafy, tetapi juga

    dituangkan dalam undang-undang No. 71 tahun 197262, disebutkan bahwa partai

    politik merupakan tindakan kriminal dan merupakan bentuk kegiatan yang

    membahayakan negara. Bukan hanya itu, bahkan Moammar Khadafy menjadikan

    Libya sebagai negara yang sangat membatasi aktivitas politik masyarakatnya, selain

    dalam partai politik, bahkan jika seseorang ingin bergabung dalam komunitas

    internasional, apapun itu, harus melalui persetujuan negara. Jika hal tersebut

    dilanggar, akan berakibat fatal, dengan diindikasikan sebagai ancaman langsung

    terhadap negara.

    Moammar Khadafy berpendapat bahwa direct democracy yang sebenarnya

    digantikan dengan demokrasi yang dikenal saat ini, karena para penstudi demokrasi

    menuliskan tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakannya, sehingga ide

    61 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari

    http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

    62 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 45

    perwakilan muncul. Perkembangan populasi manusia telah sangat besar. Akan

    sulit untuk menempatkan setiap pemikiran dalam pembahasan isu-isu kenegaraan.

    Padahal, menurut Moammar Khadafy, apa yang ia terapkan di Libya merupakan

    direct democracy yang sesungguhnya. General People Congress sebagai badan

    eksekutif selain pemimpin revolusi, juga merupakan badan legislatif, dan memiliki

    anggota lebih banyak dibandingkan badan legislatif lainnya di negara lain. Selain

    itu, kedua badan ini tidak hanya bertanggung jawab untuk bidang legislatif

    (membuat undang-undang, dan sebagainya), tetapi sampai pada pengaplikasiannya

    di level grass root.

    the outdated definition of democracy--democracy is the supervision of the government by the people--becomes obsolete. It will be replaced by the true definition: democracy is the supervision of the people by the people63.

    Berawal dari pemikiran inilah, pada tahun 1976 Moammar Khadafy

    kemudian menghapuskan institusi politik di Libya, yang digantikan dengan people

    power atau jamahiriyah, atau yang bisa diartikan sebagai state of masses. Struktur

    pemerintahan di Libya cukup sederhana dengan badan eksekutifnya terdiri dari

    Pemimpin Revolusi (Moammar Khadafy, yang secara de facto merupakan chief of

    state, sebab ia tidak memiliki jabatan resmi), Ketua General Peoples Congress

    (GPC), dan Kabinet General Peoples Committee. Badan legislatif hanya terdiri dari

    GPC sebagai badan tunggal pembentuk undang-undang, dan badan yudikatif berupa

    Pengadilan Tinggi.64 Setiap masyarakat Libya berpartisipasi dalam pemerintahan

    63 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari

    http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies). Op. Cit

    64 _____.2001.Libya:Government. Op.Cit. Diakses melalui http://www.theodora.com/wfb1990/libya/libya_government.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)

  • 46

    melalui Basic People Congresses, kemudian setiap majelis BPC memilih

    perwakilan yang akan mewakili mereka di General People Congress. Selanjutnya,

    GPC akan memilih perwakilan-perwakilan yang akan ditempatkan di Peoples

    Committee yangmerupakan jajaran kabinet. Perwakilan dari GPC ini akan bertindak

    sebagai menteri. Secara singkat, General People Congress adalah parlemen di

    Libya, General Peoples Committee adalah kabinet atau eksekutif, dan sekretaris

    jenderal dari General People Congress adalah kepala eksekutif.65

    Terdapat dual pemerintah dalam struktur pemerintahan di Libya. Selain GPC

    terdapat pula Revolutionary Sector yang terdiri dari Moammar Khadafy sebagai

    Pemimpin Revolusi dan 12 anggota dalam Revolutionary Command Council,

    yang dibentuk pada tahun 1969. Posisi pemimpin revolusi ini tidak dipilih dan tidak

    bisa diganggu gugat, dimana mereka memiliki kekuasaan yang didapatkan dari

    keterlibatan mereka dalam revolusi di bawah pimpinan Moammar Khadafy.

    Revolutionary Sector inilah yang mendikte segala proses pembuatan keputusan,

    atau merupakan sentral dari semua kebijakan yang dikeluarkan oleh GPC sebagai

    sektor kedua dalam hierarki pemerintahan Libya, yaitu Jamahiriya Sector yang

    melibatkan GPC dan BPC yang terdiri dari 1500 distrik kota dan 32 Shabiyat

    People Congresses regional.66

    Moammar Khadafy selaku Pemimpin Revolusi tidak memiliki peranan

    legislatif secara langsung dan tidak memiliki peranan eksekutif secara formal. Akan

    tetapi, sebagai Pemimpin Revolusi, Moammar Kahadfy memiliki kekuasaan sangat

    65 World Health Organization.2007.Regional World Health System Observatory. Pg. 18

    Diakses melalui http://gis.emro.who.int/HealthSystemObservatory/PDF/Libya/Full%20Profile.pdf pada tanggal 4 Februari 2012

    66 _____. 2012. Libya Country Report. Diakses melalui http://bti2003.bertelsmann-transformation-index.de/134.0.html?&L=1 pada tangal 4 Februari 2012. Op.Cit Hal. 50

  • 47

    besar untuk mengintervensi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada dasarnya tidak

    ada formal controls yang dimiliki oleh Pemimpin Revolusi akan tetapi pengaruh dan

    kekuasaannya yang sangat besar dan relasinya yang juga hampir menguasai semua

    bidang pemerintahan, menyebabkan Moammar Khadafy tidak tertandingi.

    Dalam hal korupsi misalnya, yang merupakan isu sentral, ketika diisukan

    terhadap pihak elite, kasus ini menjadi sesuatu yang ditoleransi sebab anggota dari

    The Revolutionary Sector adalah disinyalir sebagai orang terkorup akan tetapi

    sekaligus suporter terbesar dari rezim. Moammar Khadafy seakan-akan memakai

    strategi berlindung dibalik pemikirannya mengenai kesetaraan dalam masyarakat

    berbentuk Al-Jamahiriyah, untuk melegitimasi tindakan otoriternya. Dengan

    struktur pemerintahan seperti itu, kebijakan yang keluar seakan-akan berasal dari

    proses demokrasi ala Libya, meskipun pada prakteknya seringkali merupakan hasil

    intervensi rezim Moammar Khadafy.

    Hal di atas juga menyebabkan adanya asumsi bahwa politik di Libya

    merupakan family affair, dikarenakan selama kepemimpinan Moammar Khadafy

    sejak 1969, tampuk kekuasaan di Libya diwarnai dengan pembagian kekuasaan

    bukan saja kepada relasinya di Revolutionary Command Council, akan tetapi juga

    kepada beberapa putranya. Kesuksesan Moammar Khadafy memimpin revolusi

    Libya menyingkirkan monarki dan menyatakan Libya sebagai Negara Republik,

    bukan hanya menjadikannya pemimpin Libya tetapi juga menjadikan ia sebagai

    pemilik kekuasaan tanpa tandingan di Libya. Hal yang sama berlaku pada putra-

    putranya. Meskipun pada kenyataannya putra-putra Moammar Khadafy tidak

    memiliki jabatan struktural dalam pemerintahan Libya, sama seperti ayahnya,

    kekuatan dan keputusan mereka bersifat undebateable. Hal ini dituliskan pula oleh

  • 48

    Emanuella Paoletti, seorang penstudi kawasan Timur Tengah dari Universitas

    Oxford, dalam tulisannyanya yang berjudul Libya: Roots of a Civil Conflict,

    yaitu:

    Four overlapping power structures account for Libyas endemic statelessness: Qadhafi and his family