Sistem Pencernaan Ruminansia

13
SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA Sistem pencernaan pada ternak ruminansia seperti pada ternak lainnya berfungsi untuk mencerna makanan, menyerap zat-zat makanan, dan mengeluarkan sisa pakan. Lingkungan saluran pencernaan dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang dikonsumsi. Proses pencernaan adalah perubahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak menjadi zat-zat makanan oleh alat pencernaan di dalam saluran pencernaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Pencernaan pada ternak ruminansia mengalami tiga proses, yaitu; pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik terjadi di mulut melalui pengunyahan, pencernaan hidrolitik di dalam perut dan usus melalui peran enzim–enzim yang dikeluarkan oleh alat pencernaan. Pencernaan fermentatif khusus pada ternak ruminansia melalui peran mikroorganisme dalam rumen yang merombak zat–zat makanan menjadi senyawa lain yang akan dimanfaatkan, baik oleh mikroorganisme itu sendiri maupun oleh induk semang. Proses pencernaan dimulai dari mulut, oesofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Di rongga mulut terjadi pencernaan mekanis dimana makanan dipecah menjadi partikel – partikel yang lebih kecil dan dicampur dengan saliva yang berperan sebagai pelumas. Fungsi saliva adalah membasahi makanan sehingga dapat membentuk bolus yang memudahkan untuk dimamah, solubilisasi zat-zat makanan, mengontrol volume cairan rumen, suplai zat-zat makanan bagi populasi mikroorganisme rumen dan mengontrol pH rumen oleh cairan alkali (buffer) yang diekskresikannya. Setelah terjadi

description

Sistem pencernaan hewan ruminansia

Transcript of Sistem Pencernaan Ruminansia

SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA

Sistem pencernaan pada ternak ruminansia seperti pada ternak lainnya berfungsi untuk mencerna makanan, menyerap zat-zat makanan, dan mengeluarkan sisa pakan. Lingkungan saluran pencernaan dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang dikonsumsi.Proses pencernaan adalah perubahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak menjadi zat-zat makanan oleh alat pencernaan di dalam saluran pencernaan sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Pencernaan pada ternak ruminansia mengalami tiga proses, yaitu; pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik terjadi di mulut melalui pengunyahan, pencernaan hidrolitik di dalam perut dan usus melalui peran enzimenzim yang dikeluarkan oleh alat pencernaan. Pencernaan fermentatif khusus pada ternak ruminansia melalui peran mikroorganisme dalam rumen yang merombak zatzat makanan menjadi senyawa lain yang akan dimanfaatkan, baik oleh mikroorganisme itu sendiri maupun oleh induk semang.Proses pencernaan dimulai dari mulut, oesofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Di rongga mulut terjadi pencernaan mekanis dimana makanan dipecah menjadi partikel partikel yang lebih kecil dan dicampur dengan saliva yang berperan sebagai pelumas. Fungsi saliva adalah membasahi makanan sehingga dapat membentuk bolus yang memudahkan untuk dimamah, solubilisasi zat-zat makanan, mengontrol volume cairan rumen, suplai zat-zat makanan bagi populasi mikroorganisme rumen dan mengontrol pH rumen oleh cairan alkali (buffer) yang diekskresikannya. Setelah terjadi pemecahan makanan di dalam rongga mulut makanan tersebut masuk ke dalam lambung (rumen) melalui oesofagus. Di dalam rumen terjadi pengadukan yang memisahkan antara makanan halus dan makanan kasar. Makanan yang masih kasar didorong kembali melalui oesofagus menuju ke rongga mulut untuk dilakukan pengunyahan kembali.Ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan yang kompleks, dimana lambungnya terdiri atas lambung depan dan lambung sejati. Lambung depan yaitu rumen (perut handuk), retikulum (perut jala), dan omasum (perut kitab) serta lambung sejati adalah abomasum (perut kelenjar). Rumen merupakan tempat utama proses pencernaan yang berlangsung secara fermentatif. Retikulum membantu proses ruminasi bolus. Omasum membantu proses menggiling partikel makanan, menyerap air bersama-sama natrium dan kalium, juga menyerap VFA. Sifat menyerap air pada omasum diduga berfungsi untuk mencegah turunnya pH. Proses pencernaan pada lambung depan terjadi secara mikrobial karena memegang peranan penting dalam pemecahan pakan, untuk lambung sejati terjadi pemecahan secara enzimatik karena mempunyai banyak kelenjar.Saluran pencernaan ruminansia diadaptasikan terhadap pakan yang kondisi kandungan serat kasarnya tinggi. Mayoritas ruminansia mengkonsumsi campuran karbohidrat dengan komponen utama yaitu selulosa dan hemiselulosa dari hijauan yang mengandung serat kasar yang tinggi.Ternak ruminansia akan mengunyah pakan yang mengandung serat kasar tinggi dan rendah kualitasnya secara cepat menyimpannya untuk sementara di dalam rumen. Saat istrirahat ternak ruminansia akan melakukan ruminasi yaitu mengunyah kembali rumput yang berada dalam rumen atau memamah biak (remastikasi) yang disebut juga dengan istilahcud chewingatau regurgitasi kembali. Pada proses ini pakan yang telah masuk ke dalam rumen kembali menuju ke mulut untuk dikunyah kembali, kemudian pakan yang telah halus ini masuk kembali ke dalam rumen untuk mengalami proses fermentasi lebih lanjut oleh mikroba rumen. Produk akhir yang dihasilkan pada umumnya adalah VFA, NH3, gas methan (CH4) dan CO2. Bahan yang tidak sempat difermentasi akan masuk ke dalam retikulum, omasum, dan abomasum.

Rumen merupakan bagian terbesar dari total lambung yang dimiliki oleh ruminansia dewasa yaitu sekitar 62%. Rumen merupakan komponen penting dalam proses pencernaan ruminansia, mempunyai fungsi yang kompleks yaitu tempat berlangsungnya proses pemecahan dan perombakan pakan dengan proses fermentasi dari mikroba dalam rumen.Sistem fermentasi yang terjadi dalam rumen mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:1. Bakteri dapat menggunakan senyawa Non Protein Nitrogen (NPN) menjadi protein selnya yang pada akhirnya dapat tersedia untuk induk semangnya.2. Bakteri dalam rumen dapat mensintesa vitamin sehingga ternak tidak tergantung pada pemberian vitamin dari luar kecuali untuk vitamin A dan D.3. Dapat mencerna pakan yang mengandung kadar serat kasar yang tinggi.Proses fermentasi dalam rumen merupakan hasil aktivitas fisik dari mikroba yang akan mengubah komponen pakan menjadi hasil akhir yang berguna (seperti VFA, protein mikrobial, dan vitamin B kompleks) dan yang sedikit berguna (seperti CH4dan CO2) untuk ternak. Jika diadakan perbandingan maka ternak ruminansia mempunyai kapasitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Hal ini penting untuk memberi kesempatan kepada partikel serat berada dalam saluran pencernaan cukup lama dan mengalami fermentasi mikrobial. Secara umum volume rumen akan meningkat sesuai dengan naiknya pertambahan berat badan.Keadaan ekologis rumen sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba lebih lanjut. Rumen mempunyai suhu berkisar 39-42oC, pH netral antara 6-7, kelembaban yang konstan, kondisi anaerob serta dapat berkontraksi secara aktif. Derajat keasaman (pH) rumen terutama ditentukan oleh sejumlah besar bicarbonat (HCO3-) dan phosphat (HPO42-) yang berasal dari aliran saliva yang masuk ke dalam rumen. Mekanisme pengaturan pH juga dikontrol oleh adanya penyerapan asam lemak terbang dan N-amonia (N-NH3) dari ephitel rumen oleh pembuluh darah. Serta dengan adanya keseimbangan ion rumen yang ada dalam aliran darah.Pencernaan mikrobial pada ruminansia memegang peranan penting, diperkirakan sekitar 70-80% Bahan Kering (BK) yang biasa dikonsumsi oleh ternak dapat dicerna dalam rumen, oleh karena itu ruminansia mempunyai kemampuan dalam mencerna karbohidrat hijauan (selulosa dan hemiselulosa). Ada tiga macam mikroba bermanfaat yang terdapat dalam rumen, yaitu bakteri, protozoa, dan sejumlah kecil fungi. Menurut peranannya dalam rumen yang paling berperan dominan berturut-turut adalah bakteri, protozoa, dan fungi. Fungsi mikroba tersebut adalah untuk mencerna bahan pakan menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia.Adanya mikroba dalam rumen menyebabkan ternak ruminansia memiliki kemampuan untuk mencerna Non Protein Nitrogen (NPN) dan karbohidrat struktural tanaman (selulosa dan hemiselulosa). Melalui proses fermentasi karbohidrat dirombak menjadi asam lemak terbang, sedangkan protein menjadi amonia.Pencernaan mikrobial pada ternak ruminansia memegang peranan penting, mikroba rumen memfermentasi dan mengubah sejumlah besar komponen karbohidrat menjadi asam lemak terbang terutama asam asetat, asam propionate, dan asam butirat. Amonia dihasilkan dari metabolisme protein, peptida, asam amino, urea, nitrat, dan senyawa Nitrogen Bukan Protein (NBP) lain, yang sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba.

Rumen adalah suatu ekosistem yang kompleks yang dihuni oleh mikroba anaerob yang keberadaannya sangat banyak tergantung pada pakan. Mikroba tersebut terdiri dari bakteri, protozoa, dan fungi yang memegang peranan penting dalam pencernaan pakan pada ternak ruminansia. Kebanyakan mikroorganisme tersebut bersifat anaerob murni (strictly anaerobic), yaitu mereka yang hidup tanpa menggunakan oksigen. Banyak spesies mikroorganisme rumen yang diisolasi ternyata sangat sensitive terhadap oksigen, tetapi ada juga yang bukan saja toleran terhadap jumlah oksigen yang sedikit, tetapi juga menggunakannya dalam proses metabolismenya, yaitu bakteri yang bersifat anaerob fakultatif. Aktivitas mikroorganisme rumen tersebut mengubah nutrien pakan secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dari molekul nutrient asalnya, misalnya protein yang dirombak menjadi amonia, karbohidrat dirombak menjadi VFA, gas CO2, dan gas methan (CH4).Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut.Berdasarkan perubahan yang terjadi dalam alat pencernaan, proses pencernaan dibagi menjadi tiga jenis (1) pencernaan mekanik yang terjadi di mulut, (2) pencernaan fermentatif yang terjadi di dalam rumen, dimana mikroba merombak zat makanan secara fermentatif sehingga menjadi senyawa yang berbeda dari molekul zat makanan asalnya, (3) pencernaan hidrolitik yang terjadi di dalam perut dan usus, dimana bahan makanan diurai menjadi molekul-molekul kecil oleh enzim-enzim pencernaan.Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan cepat.Proses pencernaan fermentatif yang terjadi dalam retikulorumen dibantu oleh mikroba yang jumlahnya cukup besar yaitu mikroflora (bakteri) dan mkirofauna (protozoa). Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, sebagian protein dan asam lemak menjadiVolatile Fatty Acid(VFA), amonia (NH3), gas CO2, dan metan (CH4). Amonia untuk membangun sel mikroba sedangkan VFA akan diserap langsung dari rumen dan retikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energi sedangkan untuk gas CO2dan metan akan dikeluarkan melalui proses eruktasi.Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan. Proses degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1) pemecahan pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa polimer menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida sederhana menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2dan CH4.Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi.

Persenyawaan mengandung nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia untuk proses pertumbuhan dan produksinya, terdiri atas protein, dan Non Protein Nitrogen (NPN). Protein yang masuk ke dalam rumen dipecah menjadi protease dan peptidase yang dihasilkan bakteri menjadi asam amino peptida. Protease dan peptidase akan segera dipecah oleh peptidase bakteri dan deaminasi sehingga dihasilkan ammonia yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dalam rumen. Sumber amonia dalam rumen adalah peptida yang merupakan hasil pemecahan protein, asam amino, bahan-bahan sumber nitrogen lainnya. Urea, asam urat, dan nitrat segera diubah menjadi amonia dalam rumen.Kadar amonia diperoleh dari hasil fermentasi protein dalam pakan. Protein dalam pakan yang masuk ke dalam rumen akan didegradasi dan difermentasi menjadi amonia, asam lemak terbang, dan gas CH4. Fermentasi protein oleh bakteri dilakukan dengan menghidrolisis pakan menjadi asam amino dan polipeptida menjadi peptida berantai pendek yang diikuti dengan proses deaminasi untuk membebaskan amonia. Kecepatan deaminasi biasanya lebih lambat daripada kecepatan pada proses proteolisis, oleh karena itu terdapat konsentrasi asam-asam amino dan peptida yang lebih besar setelah makan, kemudian diikuti oleh konsentrasi amonia sekitar 3 jam setelah makan. Hasil utama degradasi asam amino adalah asam lemak terbang rantai panjang dan amonia. Amonia yang dibebaskan dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan membentuk protein tubuh. Sekitar 70-80% dari total energi yang diperlukan oleh ternak ruminansia diperoleh dari hasil proses fermentasi dalam rumen, sekitar 65% protein yang diperlukan oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikrobial. Besarnya protein yang lolos dari proses degradasi sekitar 20-80%.Persenyawaan dalam nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia adalah protein dan NPN. Protein dan NPN akan dirombak oleh bakteri rumen dan menghasilkan amonia yang diperlukan oleh pertumbuhan bakteri rumen dan merupakan bahan untuk mensintesa protein mikroba.Mikroba rumen tidak mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan asam amino secara langsung, karena tidak mempunyai system transportasi untuk mengangkut asam amino ke dalam selnya, oleh karena itu sekitar 82% dari mikroba rumen memanfaatkan amonia untuk pembentukan asam amino dalam tubuhnya.Amonia merupakan prekursor utama untuk sintesis protein mikrobial rumen dan jumlahnya menentukan fermentasi yang optimal. Amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba, bahkan amonia yang dibebaskan dari urea ataupun garam-garam amonium lain dapat dipergunakan untuk sintesa protein mikroba. Sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorpsi amonia dan asam-asam amino, kecepatan alir bahan pakan keluar dari rumen, keperluan mikroba akan asam-asam amino dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan.Sumber amonia di dalam rumen adalah peptida yang merupakan hasil perombakan protein, asam amino dan bahan-bahan sumber nitrogen lainnya seperti urea, asam urat, nitrat, dan asam nukleat. Proses perombakan protein oleh mikroba berlangsung secara terus menerus, walaupun produksi amonia telah lebih dari cukup untuk memenuhi keperluan untuk mikroba rumen.Pada proses degradasi protein dalam rumen, protein akan dipecah oleh mikroba rumen berturut-turut menjadi peptida, asam amino, dan amonia. Proses penguraian serta pencernaan protein dalam rumen dapat dilihat pada Ilustrasi 1.Kekurangan amonia akan menyebabkan pembatasan aktivitas sintesa protein dan kecepatan pencernaan mikrobial sehingga menurunkan pemasukan energi dan protein. Absorpsi amonia terutama tergantung pada konsentrasinya, bila konsentrasinya kurang maka diantara mikroba rumen akan mati sehingga absorpsi amonia akan berkurang.

Ilustrasi 1 menunjukkan bahwa mikroba rumen memecah protein menjadi peptida dan asam amino kemudian hasil akhir fermentasi berupa asam lemak terbang, asam keto alpha, dan amonia yang digunakan untuk mensintesis protein bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen, sedangkan untuk hasil akhir pencernaan protein yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh yaitu gas CO2dan CH4(methan).Produksi amonia dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan, hal ini terjadi karena amonia diproduksi dari berbagai sumber protein dan pembentukannya bergantung kepada besarnya sumber protein pada pakan tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi produksi amonia adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum sebagai sumber energi (rantai karbon) untuk pembentukan protein mikroba. Adanya karbohidrat yang mudah dicerna (memiliki rantai karbon yang lebih sederhana) memungkinkan mikroba mendapatkan energi yang lebih banyak untuk membentuk protein tubuhnya. Konsentrasi amonia yang optimum untuk pakan setelah didegradasi di dalam rumen adalah sebesar 3,57 mM. Produksi amonia yang melebihi 3,57 mM tidak semua digunakan untuk sintesis protein mikroba tetapi sebagian akan diserap oleh dinding rumen dan disekresikan melalui urine. Kadar amonia yang diperlukan untuk menunjang keperluan mikroba adalah antara 4-12 mM. Produksi amonia dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya produksi maksimum dicapai setelah 2-4 jam setelah pemberian pakan, tergantung pada sumber protein pakan yang digunakan serta mudah tidaknya protein tersebut didegradasi.Produksi amonia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sumber Nitrogen (N), solubilitas dan degradasi protein, level N dalam ransum, waktu setelah pemberian pakan, sumber energi, laju pengosongan rumen, laju penggunaan N bagi biomassa mikroba rumen, dan absorpsi amonia atau daur ulang urea. Meningkatnya amonia dalam cairan rumen akan berpengaruh terhadap peningkatan pH rumen, akumulasi amonia dalam rumen akibat tingginya bahan makanan sumber N dapat menimbulkan keracunan dan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir fermentasi.Protein pakan di dalam rumen akan mengalami proteolisis oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba rumen menjadi peptida yang memiliki rantai pendek, kemudian peptide ini akan dihidrolisis menjadi asam amino dan sebagian peptida digunakan bakteri pengguna asam amino.

Indikator lain yang menunjukkan kualitas pakan adalah gas total, yang terdiri atas CH4(32%); CO2(56%); N2(8,5%); dan O2 (3,5%). Hasil dari gas total memang tidak memiliki manfaat bagi ternak (dalam prosesin vivodibuang dalam proses sendawa) namun pengukuran produksi gas menunjukkan aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan.Produksi gas yang dihasilkan merupakan indikasi terdapatnya fermentasi bahan pakan akibat adanya aktivitas dari mikroba rumen. Hasil fermentasi dapat berasal dari fermentasi karbohidrat yaitu CO2, CH4, dan H2, fermentasi protein CO2, dan fermentasi lemak H2. Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam produksi gas metan (CH4). Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO2dan gas H2.Fermentasi dalam rumen yang mengarah ke sintesis propionat akan lebih menguntungkan, karena pada sintesis propionat banyak menggunakan gas hidrogen sehingga produksi gas metan menjadi berkurang. Pada proses sintesis asetat dan butirat banyak dihasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen dengan CO2akan membentuk gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat bagi ternak induk semang. Jenis pakan yang berbeda akan menunjukkan jumlah produksi gas yang berbeda pada selang waktu fermentasi yang sama.

Untuk menjamin pertumbuhan mikroba, maka pH rumen harus dipertahankan antara 6,9 7,0. Derajat keasaman (pH) rumen mempunyai hubungan timbal balik dengan proses penguraian protein pakan dan deaminasi. pH optimum untuk proteolisis dan deaminasi adalah 6 dan 7), pH optimum untuk aktivitas enzim protease yang maksimum yaitu 7,4 dan nilai pH cairan rumen bervariasi dari 5 sampai 7,7.pH rumen mempengaruhi pelepasan ammonia pada diding rumen, absorpsi ammonia bergantung kepada pH rumen, sebab bila amonia tidak terionisasi berarti tidak terjadi absorbsi ion ammonium, dan pH rumen yang rendah secara otomatis mengurangi absorpsi ammonia oleh dinding sel. Perubahan pH dapat berpengaruh pada konsentrasi ammonia rumen.Faktor lain yang turut mempengaruhi nilai pH cairan rumen yaitu lamanya waktu tinggal makanan yang dihitung sejak makan dan sekresi saliva. Saliva merupakan buffer bikarbonat sekitar 100mM, yang tersedia untuk menetralisir produksi secara terus menerus dan menigkat selama makan dan ruminasFermentasi maksimum pada ruminansia terjadi lima jam setelah makan. Pada waktu 4-5 jam setelah makan, pH rumen relatif netral (kondisi ideal) untuk menjamin proses yang maksimum karena nilai pH lebih rendah pada waktu 0,54 jam setelah makan, kemudian diseimbangkan, karena produksi asam dan masuk buffer dari saliva atau basa dari pakan.pH cairan rumen untuk pakan konsentrat berkisar antara 5,5 6,5, sedangkan pakan hijauan menghasilkan kisaran 6,2 7. Salah satu penyebab terjadinya penurunan pH cairan rumen adalah terjadinya fermentasi yang cepat dari karbohidrat non structural (pati dan gula) yang menyebabkan terakumulasinya asam laktat dalam jumlah besar di dalam rumen yang diakibatkan oleh asimilasi pakan yang kandungan gulanya tinggi oleh protozoa holotricha serta menyimpannya dalam bentuk amylopektin.