Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses...

389
15,5 cm 15,5 cm 0,9 cm 23 cm Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan pengelolaan lingkungan yang diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya [lingkungan alami dan lingkungan buatan] yang kemudian penulis padatkan sebagaimana judul buku ini.

Transcript of Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses...

Page 1: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

15,5 cm 15,5 cm 0,9 cm

23 c

m

Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan pengelolaan lingkungan yang diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya [lingkungan alami dan lingkungan buatan] yang kemudian penulis padatkan sebagaimana

judul buku ini.

Hampir semua guru di NTT mengenal namanya, sebagaimana ia

mendata, menata, dan merekam nama-nama mereka di saat mengikuti

pendidikan dan pelatihan profesi guru. Itu semua adalah tugas

tambahannya sebagai pendidik. Kesehariannya, pria yang beristrikan …….,

adalah salah seseorang dosen senior di Program Studi Pendidikan Fisika,

pada Jurusan PMIPA FKIP Undana.

AMIRUDDIN SUPU dilahirkan di Polmas, Sulawesi Barat,

11 Maret 197 ini, adalah tipikal seorang yang low profile,

namun hobi berat bermain domino. Di balik itu, ia adalah

sorang yang serius dan tuntas dalam menyelesaikan suatu

tugas. Tak mengherankan kemudian, jika diserahi jabatan

sebagai ketua devisi PLPG, dari dulu hingga sekarang.

Page 2: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

Erma Suryani Sahabuddin yang dilahirkan 19 Mei 1968 di Bantaeng, Sulawesi Selatan

Dra. Erma Suryani Sahabuddin, M.Si, Lahir di Bantaeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Mei 1968. Tamat di SDN I Bantaeng, SMPN 3 Bantaeng, SMAN 1 Bantaeng, Strata satu Fakutas Pendidikan MIPA jurusan Pendidikan Kimia Institut Keguruan dan Imu Pendidikan Ujung Pandang, Strata dua Kekhususan ilmu Kimia Terapan pada Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin. Pernah betugas pada Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang (1994-2011). Saat ini bertugas pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Guru Seokolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Makassar (UNM) Mata kuliah Pokok Pendidikan Lingkungan Hidup dan Sains Terapan. Hasil Penelitian yang Telah Dipublikasikan : 1.Perbandingan penggunaan starter alami dan starter sintetik dalam pembuatan Nata de nira yang berasal dari pohon nira lontar 2000) 2. Kuantitas Logam berat dan Zat pengawet kimiawi yang terkandung daam daging sei dan daging olahan yang terdapat dan beredar di kota kupang 2001) 3. Isolasi dan Identifikasi senyawa metebolit sekunder dari tumbuhan paduk yang tumbuh didaerah pulau Timor 2002) 4. Distribusi kuantitatif logam-logam berat Pb, Cd dan Cu dalam beberapa lapisan sedimen disekitar perairan aut dangkal Pulau sumbawa 2004) 5. distribusi kuantitatif Logam-ogam berat Fe, Cr dan Zn dalam beberapa lapisan sedimen disekitar perairan Laut dangkal Pulau sumbawa 2004) 6. Isolasi Dan Identifikasi senyawa bioaktif pada pada ekstrak etanol kulit batang valoa yang tumbuh di NTT 2006. 7. Mikroorganisme kontaminan daging sei pasca pengasapan pada perusahaan daging sei di kota Kupang, NTT 2006) 7. Aktifitas Tanin dan ekstrak kulit psodium gambas asal Pulau Timor dalam serum Broler terhadap pertumbuhan salmonella volorum in vitro 2006). 8. Peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran pada beberapa mata kuiah keahlian dan perilaku berkarya untuk mempersiapkan kemampuan mahasiswa dalam mengajar berdasarkan kurikuum berbasis kompotensi di SMAN I kupang 2008) Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat : 1. Pendamping guru dalam kegiatan sosialisasi dan pengembangan model-model pembelajaran inovatif berbasis multimedia dalam pembejaran kimia (2007) 2. Semiloka dalam pemantapan kurikulum Matakuliah Pendidikan MIPA yang relevan dengan kebutuhan stake holder. 3. Evaluasi dan instrumen pembelajaran berdasarkan KTSP (2008) BASRI K. yang dilahirkan 14 Juni 1964 di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, sudah gemar menulis sejak masa remaja.

Selain itu, perokok berat ini, yang adalah pengagum Sukarno dan Goenawan Mohamad – yang daripadanya acapkali mengutip ucapan dan tulisan ‘tokoh’ itu, juga menyenangi seni dan keindahan. Kombinasi cita rasa ini,

ditambah hobinya membaca, jadi mo-dal dalam menulis.

Buku ini merupakan buku kelimanya, yang digarap dalam bentuk ilmiah oriented. Baik buku ini, maupun buku kedua (Pengelolaan Tenaga Kerja dan Keselamatan Kerja, Agustus 2007 dengan Ce-takan 3 Januari 2015) dan

buku ketiga (Teknik Pemeliharaan, Agustus 2008, dengan cetakan 2 Juni 2012), serta buku keempat (Kamus Istilah Biokimia, Mei 2011 dengan Cetakan 2 Desember 2014) seluruhnya diterbitkan oleh PTK Press – ba-gian

penerbitan Jurusan PTK FKIP Undana, Kupang. Se-mentara buku pertama, “Oral” yang bernuansa ilmiah populer, telah diterbitkan Lemlit Undana, Maret 2004. Sebanyak 60 esai sebagai kolom Oral tetap tiap minggu di tabloid

METRO Kupang, dipilih untuk kepentingan buku itu. Ratusan tulisan lainnya telah pula di-muat di berbagai media massa. Misalnya Esai di Harian Fajar, kolom Introspeksi di Sasando Pos, kolom Uih di Mingguan Udik, artikel di

Pos Kupang, Warta Undana, dll. Pada saatnya nanti akan diterbitkan tersendiri. Selain menulis, juga aktif menjadi editor, penyunting, dan me-layout dari tak kurang 20-an buku ber-ISBN serta 12-an jurnal ilmiah terbitan

Undana.

Segenap kegiatan yang digeluti Dosen Undana ini, tak terlepas dari dukungan istrinya, Nurmiah Abdullah, yang dinikahinya tahun 1986. Kini, doktor pengelolaan tenaga kerja dan keselamatan kerja ini, telah dikaruniai lima

orang anak, tiga putri dan dua putra.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN DIUTAMAKAN SEBAGAI PENGELOLAAN MANUSIA DENGAN SEGALA AKSESNYA PADA LINGKUNGAN HIDUPNYA [Lingkungan alami dan Lingkungan buatan]

Page 3: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua
Page 4: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

i

Cet. 1, Maret 2016

Page 5: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ii

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

Erma Suryani Sahabuddin, 1968 AKSES Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup/oleh

Erma Suryani Sahabuddin; editor/penyunting, Basri K.; – Cet. 1. -- Kupang: PTK Press, 2016.

xiii, 178 hal.; 15,5 x 23 cm

ISBN 978-602-9222-11-1

1. Lingkungan Hidup I. Judul. II. Basri K.

.......

AKSES Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Erma Suryani Sahabuddin Hak cipta dilindungi undang-undang

Editor/Penyunting: Basri K. Desain, Layout, & Ilustrasi: Basri K. Penerbit: PTK PRESS [bagian penerbitan Jurusan PTK FKIP Undana]

Jl. Adisucipto Penfui Kupang NTT – 85001 Telp. (0380) 881639, Kupang

Cetakan Pertama, Maret 2016 Percetakan: Sekawan

Page 6: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iii

Apabila ketulusan hati dan keluhuran budi saling bertaut, maka cinta dan kasih sayang akan memperkokohnya. Ibarat

bola bertemu jaringnya, pada akhirnya akan menyatu jua. Pun betapa tulus dan luhurnya ‘akses’ manusia itu

dalam mengelola ‘lingkungan’ hidupnya.

Page 7: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iv

Page 8: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

v

Kata Pengantar

EBARAN isi buku ini berangkat dari permasalahan pengelo-laan lingkungan yang diutamakan sebagai pengelolaan ma-nusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya [lingkungan alami dan lingkungan buatan] yang kemudian

penulis padatkan sebagaimana judul buku ini. Bahwa dengan demikian, Akses Manusia dalam Pengelolaan Ling-

kungan Hidup terbagi atas enam bab, di mana dua di antaranya pada bab pendahuluan (Bab I) dan bab ikhtisar (Bab VI); sementara empat lain-nya menjadi bab utama. Bab II, peranan manusia pada lingkungan hi-dup. Bab III, ekologi manusia dalam perspektif keilmuan dan kehidup-an. Bab kedua dan ketiga ini, penulis kategorikan sebagai ‘prolog’ atas pengelolaan lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia. Se-mentara Bab IV, akses manusia pada lingkungan alami, yang menca-kup: hutan, padang rumput, estuari, laut, sungai, dan danau. Bab V, ak-ses manusia pada lingkungan buatan, yang mencakup: perumahan dan permukiman, industri, bisnis dan perkantoran, lingkungan industri, dan lingkungan pendidikan. Pada bab keempat dan kelima ini, penulis kate-gorikan sebagai akses manusia pada lingkungan hidupnya.

Selain persyaratan “wajib” di atas, penulis menyisipkan “tambah-an-tambahan” demi memperkaya isi kajian buku ini. Pertama, tiap ru-jukan yang dikutip, dicantumkan halaman kutipannya. Hal ini dimak-sudkan, selain memudahkan untuk melacak sumber aslinya (pada hala-man yang bersangkutan), juga untuk memenuhi asas objektivitas. Ke-dua, penulis membuatkan senarai (glosarium), terutama pada label ra-gam bahasa dan label kelas kata yang layak dibuatkan daftar istilahnya, dan dimaksudkan sebagai daftar kata dengan penjelasannya dalam bi-dang tertentu. Ketiga, penulis menambahkan singkatan dan akronim. Hal ini dimaksudkan sebagai kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar, agar tidak berulang-ulang dengan kata asalnya. Keempat, penulis melengkapinya juga dengan indeks, sebagai daftar kata atau isti-

Page 9: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vi

lah penting yang terdapat dalam batang tubuh buku ini yang tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan.

Meskipun demikian, masih saja terdapat kekurangan, di sana, sini. Dan bahwasanya dalam penyusunan buku ini, penulis sangat menya-dari atas isi dan kajian keilmuannya yang masih jauh dari kesempur-naan. Oleh karena itu, harapan penulis, semogalah kekurangan-keku-rangan yang terangkai di dalamnya, dapat hendaknya dimaklumi oleh para pembaca, pun kepada editor yang telah memberi saran dan ma-sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua diharapkan sejalan dengan tujuan daripada buku ini dalam memberi sumbangan yang berharga juga bermanfaat, bukan saja bagi ‘rasa cintanya’ manusia dalam artian aksesnya dalam pengelolaan ling-kungan hidup, tetapi juga segenap praktisi lingkungan dan pembaca dalam hal turut memberi akses yang lebih baik pada lingkungan.

Makassar, 14 Maret 2016

Penulis,

Erma Suryani Sahabuddin

Page 10: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vii

Daftar Isi

halaman KATA PENGANTAR .................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii BAB

I. Pendahuluan .................................................................... 1 1. Latar Belakang ............................................................... 1 2. Tujuan Pengkajian .......................................................... 4 3. Manfaat Pengkajian ........................................................ 4

II. Peranan Manusia pada Lingkungan Hidup ............... 5 1. Manusia sebagai Organisme Dominan secara Ekologi .. 5 2. Manusia sebagai Makhluk Pembuat Alat ....................... 5 3. Manusia sebagai Penyebab Evolusi ............................... 6 4. Manusia sebagai Makhluk “Perampok” ......................... 7 5. Manusia sebagai Makhluk Pengotor .............................. 7 6. Masalah Lingkungan Hidup ........................................... 7

III. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan dan Kehidupan ..........................................................................

9

1. Perspektif Ekologi Manusia ........................................... 11 a. Perspektif ekologi ...................................................... 11 1) Tingkatan makhluk hidup .................................... 12 2) Pembagian ekologi ............................................... 13 b. Perspektif ekosistem .................................................. 13 1) Kaidah-kaidah ekosistem ..................................... 14 2) Tipe-tipe ekosistem .............................................. 14 c. Unsur-unsur dalam ekosistem ................................... 15 1) Materi ................................................................... 15 2) Energi ................................................................... 15 3) Informasi .............................................................. 16

Page 11: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

viii

2. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan ................ 19 a. Perspektif dasar keilmuan ......................................... 19 b. Perspektif dimensi keilmuan ..................................... 20 1) Lingkungan hidup alami (LHA) .......................... 20 2) Lingkungan hidup buatan (LHB) ........................ 21 3) Lingkungan hidup sosial (LHS) .......................... 21 c. Model ekologi manusia dalam perspektif keilmuan . 22 1) Akal ...................................................................... 22 2) Budaya ................................................................. 22 3) Agama .................................................................. 23 4) Iptek ..................................................................... 23 3. Ekologi Manusia dalam Perspektif Kehidupan .............. 25 a. Pendidikan ................................................................. 25 b. Kesempatan kerja ...................................................... 25 c. Papan ......................................................................... 26 d. Kesehatan .................................................................. 26 e. Pangan ....................................................................... 27 f. Hukum ....................................................................... 27 4. Keberfungsian sebagai Manusia ..................................... 27

IV. Akses Manusia pada Lingkungan Alam ..................... 29 1. Hutan .............................................................................. 29 a. Ekosistem hutan ........................................................ 30 b. Kedudukan dan fungsi hutan dalam kehidupan ma-

nusia ..........................................................................

31 c. Kondisi hutan saat ini ................................................ 33 1) Penebangan, pembalakan, penggundulan, dan

perusakan hutan ....................................................

33 2) Konservasi dan pelestarian hutan ......................... 45 3) Selamatkan hutan ................................................. 49 4) Konsesi hutan baru ............................................... 53 2. Padang rumput ................................................................ 54 a. Komponen pendukung ekosistem padang rumput .... 55 1) Komponen abiotik ................................................ 55 2) Komponen biotik .................................................. 56

Page 12: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ix

b. Pengelolaan padang rumput di daerah, di mana orang-orangnya masih melakukan pertanian secara berpindah-pindah .......................................................

58 c. Pengelolaan padang rumput secara permanen dan

atas dasar teknologi yang tinggi ................................

59 d. Pengelolaan padang rumput yang dikaitkan dengan

usahatani ....................................................................

60 3. Estuari ............................................................................. 61 a. Keistimewaan estuari ................................................ 63 b. Produktivitas dan ancaman wilayah estuari .............. 65 c. Upaya pengelolaan wilayah estuari ........................... 66 1) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land) ............. 67 2) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara opti-

mal ........................................................................

67 3) Konservasi hutan mangrove ................................. 67 4. Laut ................................................................................. 68 a. Prospek pengelolaan SKA di laut ............................. 69 b. Sinergi pengelolaan laut yang ideal .......................... 70 c. Kendala sinergi pengelolaan laut .............................. 71 d. Sinergi pengelolaan yang diharapkan ....................... 73 1) Terwujudnya sinergi antarpemerintah pusat dan

daerah yang berbasis kesetaraan ..........................

73 2) Tercapainya sinergi antarpenerapan teknologi

yang bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri ......

74 3) Meningkatnya sinergi antarsektor pembangunan

terkait yang berbasis pada pembangunan berke-lanjutan .................................................................

75 4) Terjalinnya sinergi antar-stakeholder pengelola

SKA yang berbasis saling menguntungkan .........

75 5) Terbinanya sinergi antarpengelolaan wilayah

garapan/wilayah kerja yang berwawasan ling-kungan ..................................................................

76 5. Sungai ............................................................................. 77 a. Tata pengelolaan sungai ............................................ 78 b. Perizinan, kewajiban, dan sanksi pengelolaan sungai 80

Page 13: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

x

6. Danau ............................................................................. 82 a. Danau dan lingkungan hidupnya ............................... 82 b. Strategi pengelolaan danau ....................................... 84 1) Lingkup pengelolaan danau ................................. 84 2) Strategi kelembagaan dan implementasinya ........ 85 3) Program dan pendekatan pengelolaan .................. 87

V. Akses Manusia pada Lingkungan Buatan ................. 89 1. Perumahan dan Permukiman .......................................... 89 a. Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan

permukiman di Indonesia ..........................................

89 b. Isu strategis perumahan dan permukiman ................. 91 1) Isu kesenjangan pelayanan ................................... 91 2) Isu lingkungan hidup ............................................ 91 3) Isu manajemen pembangunan .............................. 92 c. Permasalahan perumahan dan permukiman .............. 92 1) Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan ... 93 2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan .......... 93 3) Menurunnya kualitas lingkungan ......................... 94 2. Industri ........................................................................... 95 a. Industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-

negara maju atau negara industri ...............................

96 1) Perubahan struktur dan ekosistem lingkungan

hidup di kota-kota besar dari negara-negara in-dustri .....................................................................

96 2) Perubahan struktur dan tata lingkungan dalam

fase industri di daerah-daerah perdesaan (rural area) ......................................................................

100

b. Industrialisasi dan tata lingkungan dari negara-negara berkembang ...................................................

103

3. Bisnis dan Perkantoran .................................................. 105 a. Lingkungan kerja ...................................................... 105 b. Organisasi kerja ......................................................... 116 4. Lingkungan Produksi ..................................................... 119 a. Konsep end-of-pipe treatment ....................................... 120 b. Konsep produksi bersih ............................................. 121

Page 14: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xi

c. Kebijakan produksi bersih ......................................... 123 5. Lingkungan Pendidikan .................................................. 125 a. Analisis filosofis tentang lingkungan pendidikan ..... 125 b. Macam-macam lingkungan pendidikan .................... 126 1) Lingkungan keluarga ............................................ 126 2) Lingkungan sekolah ............................................. 128 3) Lingkungan masyarakat ....................................... 129

VI. Ikhtisar ................................................................................ 131 SINGKATAN DAN AKRONIM ................................................... 135 SENARAI ....................................................................................... 139 INDEKS .......................................................................................... 163 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 171

Page 15: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xii

Page 16: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xiii

Daftar Gambar Gambar halaman

1. Degradasi hutan di Amazon Brazil, September 2008-Juli 2009 dan September 2009-Juli 2010 ....................................

41

2. Deforestasi di Amazon Brazil, 1988-2011 ........................... 42 3. Sub-nasional deforestasi di Indonesia, 1990-2005 [juta

hektar per tahun] ...................................................................

50 4. Hubungan antara ekosistem-ekosistem yang terdapat dalam

masyarakat industri ...............................................................

99 5. Pertanian pada masa sebelum industri .................................. 101 6. Pertanian pada masa industrialisasi ...................................... 102

Page 17: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

i

Cet. 1, Maret 2016

Page 18: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ii

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

Erma Suryani Sahabuddin, 1968 AKSES Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup/oleh

Erma Suryani Sahabuddin; editor/penyunting, Basri K.; – Cet. 1. -- Kupang: PTK Press, 2016.

xiii, 178 hal.; 15,5 x 23 cm

ISBN 978-602-9222-11-1

1. Lingkungan Hidup I. Judul. II. Basri K.

.......

AKSES Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Erma Suryani Sahabuddin Hak cipta dilindungi undang-undang

Editor/Penyunting: Basri K. Desain, Layout, & Ilustrasi: Basri K. Penerbit: PTK PRESS [bagian penerbitan Jurusan PTK FKIP Undana]

Jl. Adisucipto Penfui Kupang NTT – 85001 Telp. (0380) 881639, Kupang

Cetakan Pertama, Maret 2016 Percetakan: Sekawan

Page 19: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iii

Apabila ketulusan hati dan keluhuran budi saling bertaut, maka cinta dan kasih sayang akan memperkokohnya. Ibarat

bola bertemu jaringnya, pada akhirnya akan menyatu jua. Pun betapa tulus dan luhurnya ‘akses’ manusia itu

dalam mengelola ‘lingkungan’ hidupnya.

Page 20: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iv

Page 21: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

v

Kata Pengantar

EBARAN isi buku ini berangkat dari permasalahan pengelo-laan lingkungan yang diutamakan sebagai pengelolaan ma-nusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya [lingkungan alami dan lingkungan buatan] yang kemudian

penulis padatkan sebagaimana judul buku ini. Bahwa dengan demikian, Akses Manusia dalam Pengelolaan Ling-

kungan Hidup terbagi atas enam bab, di mana dua di antaranya pada bab pendahuluan (Bab I) dan bab ikhtisar (Bab VI); sementara empat lain-nya menjadi bab utama. Bab II, peranan manusia pada lingkungan hi-dup. Bab III, ekologi manusia dalam perspektif keilmuan dan kehidup-an. Bab kedua dan ketiga ini, penulis kategorikan sebagai ‘prolog’ atas pengelolaan lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia. Se-mentara Bab IV, akses manusia pada lingkungan alami, yang menca-kup: hutan, padang rumput, estuari, laut, sungai, dan danau. Bab V, ak-ses manusia pada lingkungan buatan, yang mencakup: perumahan dan permukiman, industri, bisnis dan perkantoran, lingkungan industri, dan lingkungan pendidikan. Pada bab keempat dan kelima ini, penulis kate-gorikan sebagai akses manusia pada lingkungan hidupnya.

Selain persyaratan “wajib” di atas, penulis menyisipkan “tambah-an-tambahan” demi memperkaya isi kajian buku ini. Pertama, tiap ru-jukan yang dikutip, dicantumkan halaman kutipannya. Hal ini dimak-sudkan, selain memudahkan untuk melacak sumber aslinya (pada hala-man yang bersangkutan), juga untuk memenuhi asas objektivitas. Ke-dua, penulis membuatkan senarai (glosarium), terutama pada label ra-gam bahasa dan label kelas kata yang layak dibuatkan daftar istilahnya, dan dimaksudkan sebagai daftar kata dengan penjelasannya dalam bi-dang tertentu. Ketiga, penulis menambahkan singkatan dan akronim. Hal ini dimaksudkan sebagai kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar, agar tidak berulang-ulang dengan kata asalnya. Keempat, penulis melengkapinya juga dengan indeks, sebagai daftar kata atau isti-

Page 22: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vi

lah penting yang terdapat dalam batang tubuh buku ini yang tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan.

Meskipun demikian, masih saja terdapat kekurangan, di sana, sini. Dan bahwasanya dalam penyusunan buku ini, penulis sangat menya-dari atas isi dan kajian keilmuannya yang masih jauh dari kesempur-naan. Oleh karena itu, harapan penulis, semogalah kekurangan-keku-rangan yang terangkai di dalamnya, dapat hendaknya dimaklumi oleh para pembaca, pun kepada editor yang telah memberi saran dan ma-sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua diharapkan sejalan dengan tujuan daripada buku ini dalam memberi sumbangan yang berharga juga bermanfaat, bukan saja bagi ‘rasa cintanya’ manusia dalam artian aksesnya dalam pengelolaan ling-kungan hidup, tetapi juga segenap praktisi lingkungan dan pembaca dalam hal turut memberi akses yang lebih baik pada lingkungan.

Makassar, 14 Maret 2016

Penulis,

Erma Suryani Sahabuddin

Page 23: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vii

Daftar Isi

halaman KATA PENGANTAR .................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii BAB

I. Pendahuluan .................................................................... 1 1. Latar Belakang ............................................................... 1 2. Tujuan Pengkajian .......................................................... 4 3. Manfaat Pengkajian ........................................................ 4

II. Peranan Manusia pada Lingkungan Hidup ............... 5 1. Manusia sebagai Organisme Dominan secara Ekologi .. 5 2. Manusia sebagai Makhluk Pembuat Alat ....................... 5 3. Manusia sebagai Penyebab Evolusi ............................... 6 4. Manusia sebagai Makhluk “Perampok” ......................... 7 5. Manusia sebagai Makhluk Pengotor .............................. 7 6. Masalah Lingkungan Hidup ........................................... 7

III. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan dan Kehidupan ..........................................................................

9

1. Perspektif Ekologi Manusia ........................................... 11 a. Perspektif ekologi ...................................................... 11 1) Tingkatan makhluk hidup .................................... 12 2) Pembagian ekologi ............................................... 13 b. Perspektif ekosistem .................................................. 13 1) Kaidah-kaidah ekosistem ..................................... 14 2) Tipe-tipe ekosistem .............................................. 14 c. Unsur-unsur dalam ekosistem ................................... 15 1) Materi ................................................................... 15 2) Energi ................................................................... 15 3) Informasi .............................................................. 16

Page 24: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

viii

2. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan ................ 19 a. Perspektif dasar keilmuan ......................................... 19 b. Perspektif dimensi keilmuan ..................................... 20 1) Lingkungan hidup alami (LHA) .......................... 20 2) Lingkungan hidup buatan (LHB) ........................ 21 3) Lingkungan hidup sosial (LHS) .......................... 21 c. Model ekologi manusia dalam perspektif keilmuan . 22 1) Akal ...................................................................... 22 2) Budaya ................................................................. 22 3) Agama .................................................................. 23 4) Iptek ..................................................................... 23 3. Ekologi Manusia dalam Perspektif Kehidupan .............. 25 a. Pendidikan ................................................................. 25 b. Kesempatan kerja ...................................................... 25 c. Papan ......................................................................... 26 d. Kesehatan .................................................................. 26 e. Pangan ....................................................................... 27 f. Hukum ....................................................................... 27 4. Keberfungsian sebagai Manusia ..................................... 27

IV. Akses Manusia pada Lingkungan Alam ..................... 29 1. Hutan .............................................................................. 29 a. Ekosistem hutan ........................................................ 30 b. Kedudukan dan fungsi hutan dalam kehidupan ma-

nusia ..........................................................................

31 c. Kondisi hutan saat ini ................................................ 33 1) Penebangan, pembalakan, penggundulan, dan

perusakan hutan ....................................................

33 2) Konservasi dan pelestarian hutan ......................... 45 3) Selamatkan hutan ................................................. 49 4) Konsesi hutan baru ............................................... 53 2. Padang rumput ................................................................ 54 a. Komponen pendukung ekosistem padang rumput .... 55 1) Komponen abiotik ................................................ 55 2) Komponen biotik .................................................. 56

Page 25: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ix

b. Pengelolaan padang rumput di daerah, di mana orang-orangnya masih melakukan pertanian secara berpindah-pindah .......................................................

58 c. Pengelolaan padang rumput secara permanen dan

atas dasar teknologi yang tinggi ................................

59 d. Pengelolaan padang rumput yang dikaitkan dengan

usahatani ....................................................................

60 3. Estuari ............................................................................. 61 a. Keistimewaan estuari ................................................ 63 b. Produktivitas dan ancaman wilayah estuari .............. 65 c. Upaya pengelolaan wilayah estuari ........................... 66 1) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land) ............. 67 2) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara opti-

mal ........................................................................

67 3) Konservasi hutan mangrove ................................. 67 4. Laut ................................................................................. 68 a. Prospek pengelolaan SKA di laut ............................. 69 b. Sinergi pengelolaan laut yang ideal .......................... 70 c. Kendala sinergi pengelolaan laut .............................. 71 d. Sinergi pengelolaan yang diharapkan ....................... 73 1) Terwujudnya sinergi antarpemerintah pusat dan

daerah yang berbasis kesetaraan ..........................

73 2) Tercapainya sinergi antarpenerapan teknologi

yang bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri ......

74 3) Meningkatnya sinergi antarsektor pembangunan

terkait yang berbasis pada pembangunan berke-lanjutan .................................................................

75 4) Terjalinnya sinergi antar-stakeholder pengelola

SKA yang berbasis saling menguntungkan .........

75 5) Terbinanya sinergi antarpengelolaan wilayah

garapan/wilayah kerja yang berwawasan ling-kungan ..................................................................

76 5. Sungai ............................................................................. 77 a. Tata pengelolaan sungai ............................................ 78 b. Perizinan, kewajiban, dan sanksi pengelolaan sungai 80

Page 26: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

x

6. Danau ............................................................................. 82 a. Danau dan lingkungan hidupnya ............................... 82 b. Strategi pengelolaan danau ....................................... 84 1) Lingkup pengelolaan danau ................................. 84 2) Strategi kelembagaan dan implementasinya ........ 85 3) Program dan pendekatan pengelolaan .................. 87

V. Akses Manusia pada Lingkungan Buatan ................. 89 1. Perumahan dan Permukiman .......................................... 89 a. Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan

permukiman di Indonesia ..........................................

89 b. Isu strategis perumahan dan permukiman ................. 91 1) Isu kesenjangan pelayanan ................................... 91 2) Isu lingkungan hidup ............................................ 91 3) Isu manajemen pembangunan .............................. 92 c. Permasalahan perumahan dan permukiman .............. 92 1) Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan ... 93 2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan .......... 93 3) Menurunnya kualitas lingkungan ......................... 94 2. Industri ........................................................................... 95 a. Industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-

negara maju atau negara industri ...............................

96 1) Perubahan struktur dan ekosistem lingkungan

hidup di kota-kota besar dari negara-negara in-dustri .....................................................................

96 2) Perubahan struktur dan tata lingkungan dalam

fase industri di daerah-daerah perdesaan (rural area) ......................................................................

100

b. Industrialisasi dan tata lingkungan dari negara-negara berkembang ...................................................

103

3. Bisnis dan Perkantoran .................................................. 105 a. Lingkungan kerja ...................................................... 105 b. Organisasi kerja ......................................................... 116 4. Lingkungan Produksi ..................................................... 119 a. Konsep end-of-pipe treatment ....................................... 120 b. Konsep produksi bersih ............................................. 121

Page 27: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xi

c. Kebijakan produksi bersih ......................................... 123 5. Lingkungan Pendidikan .................................................. 125 a. Analisis filosofis tentang lingkungan pendidikan ..... 125 b. Macam-macam lingkungan pendidikan .................... 126 1) Lingkungan keluarga ............................................ 126 2) Lingkungan sekolah ............................................. 128 3) Lingkungan masyarakat ....................................... 129

VI. Ikhtisar ................................................................................ 131 SINGKATAN DAN AKRONIM ................................................... 135 SENARAI ....................................................................................... 139 INDEKS .......................................................................................... 163 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 171

Page 28: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xii

Page 29: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

xiii

Daftar Gambar Gambar halaman

1. Degradasi hutan di Amazon Brazil, September 2008-Juli 2009 dan September 2009-Juli 2010 ....................................

41

2. Deforestasi di Amazon Brazil, 1988-2011 ........................... 42 3. Sub-nasional deforestasi di Indonesia, 1990-2005 [juta

hektar per tahun] ...................................................................

50 4. Hubungan antara ekosistem-ekosistem yang terdapat dalam

masyarakat industri ...............................................................

99 5. Pertanian pada masa sebelum industri .................................. 101 6. Pertanian pada masa industrialisasi ...................................... 102

Page 30: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB I

Pendahuluan

ENGELOLAAN lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya, termasuk ke dalam

kungan buatan, merupakan sebaran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup”

ini. Bahasannya diawali dengan latar belakang, tujuan, dan manfaat daripada hasil pemikiran dan/atau hasil penelitian yang dituangkan di dalam buku ini.

Pengelolaan lingkungan diartikan Soemarwoto (1991: 73) sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaikKarena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan lingkungan haruslah bersifat lentur, namun tetap terlindungiitu, manusia berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup secara dini pilihan untuk kemudian hari.Nomor 32 Tahun 2009 tentang PerlindunganHidup, terutama pada Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyipengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya kerusakan dan/atau yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Di dalam pengelolaan lingkungan itu, madaptasi yang besar, baik secara hayati maupun kultural. Soemarwoto

1

Pendahuluan

lingkungan diutamakan sebagai pengelo-laan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hi-

, termasuk ke dalam lingkungan alami dan ling-, merupakan sebaran hasil pemikiran daripada

isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” Bahasannya diawali dengan latar belakang, tujuan, dan manfaat

daripada hasil pemikiran dan/atau hasil penelitian yang dituangkan di

1. Latar Belakang

lingkungan diartikan Soemarwoto (1991: 73) sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu ling-kungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsung-an hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masya-

ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan lingkungan , namun tetap terlindungi. Dengan kelenturan

itu, manusia berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan masyara-untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup se-

cara dini pilihan untuk kemudian hari. Hal ini sejalan dengan UU RI Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

, terutama pada Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi: “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan men-

an/atau pencemaran lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”

Di dalam pengelolaan lingkungan itu, manusia mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun kultural. Soemarwoto

Page 31: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

2

(1991: 73-74) memberi misal atas penyesuaian diri manusia pada penggunaan air yang tercemar. Manusia membentuk daya tahan terha-dap penyakit dalam tubuhnya dan karena kebiasaan menekan rasa jijik-nya terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi dirasakan sebagai ke-butuhan dasar oleh kelompok manusia tersebut. Adaptasi demikian itu, walaupun mempunyai nilai dalam mempertahankan kelangsungan hi-dup, haruslah dianggap sebagai maladaptasi atau penyesuaian diri yang tidak sehat. Maladaptasi tidak dapat diterima dengan pengelolaan ling-kungan. Sebab hidup dengan air yang tercemar itu haruslah dianggap tidak manusiawi. Kelenturan dalam pengelolaan lingkungan haruslah tidak memberikan akomodasi pada maladaptasi.

Untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha yang dapat dilakukan, ialah memperbesar manfaat lingkungan atau dan memper-kecil risiko lingkungan. Ini bukanlah usaha yang mudah. Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru. Sejak manusia ada, ia telah mulai melakukan pengelolaan lingkungan.

Dengan demikian, yang diutamakan pada pengelolaan lingkungan, adalah pengelolaan pada manusia dengan segala aksesnya pada ling-kungan hidupnya. Pengelolaan ini, baik kepada manusia maupun pada lingkungan hidupnya, tentunya akan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka ragam pula. Namun, secara singkat Soemarwoto (1991: 86-87) mengurainya dalam empat ruang lingkup. Pertama, pengelolaan lingkungan secara rutin. Manusia secara rutin mengelola lingkungannya. Pembuangan sampah dan pembuatan salur-an pembuangan limbah dari dapur dan kamar mandi merupakan contoh kegiatan dalam pengelolaan lingkungan. Para petani secara rutin me-melihara sengkedan sawahnya dan saluran pengairan, memberantas ha-ma dan penyakit tanaman, serta membuat sengkedan baru dan mena-nam tumbuhan untuk melindungi tanah dari erosi. Di dalam kota terda-pat pula pengelolaan lingkungan secara rutin, misalnya pemeliharaan saluran riol, taman, dan jalur hijau. Walaupun pengelolaan lingkungan sebenarnya telah dilakukan secara rutin, namun kegiatan itu sering ti-dak disebut sebagai pengelolaan lingkungan. Kedua, perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tuntunan bagi perencanaan pembangunan. Perencanaan pengelolaan lingkungan

Page 32: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

3

secara dini perlu dikembangkan untuk dapat memberikan petunjuk pembangunan apa yang sesuai di suatu darah, tempat pembangunan itu dilakukan, dan bagaimana pembangunan itu dilaksanakan. Karena sifat dininya, konflik antara lingkungan dengan pembangunan dapat dihin-dari atau dikurangi dengan mencarikan pemecahan secara dini. Bahkan pembangunan itu dapat direncanakan untuk mengambil manfaat ling-kungan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, akan menjadi jelas pengelolaan lingkungan bukanlah penghambat pembangunan, melain-kan pendukung pembangunan. Ketiga, perencanaan pengelolaan ling-kungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan hidup yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direnca-nakan. Keempat, perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memper-baiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Kedua aspek terakhir dari ruang lingkup pengelolaan lingkungan di atas, diakui Soemarwoto (1991: 88), banyak mendapat perhatian, yang mencakup rencana proyek pembangunan dan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan lebih bersifat reaktif, yaitu bereaksi terhadap suatu peren-canaan atau keadaan tertentu. Hal ini menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pengelolaan lingkungan, terutama karena reaksi itu se-ring terhadap hal-hal yang negatif, misalnya pencemaran, kematian satwa liar, dan banjir. Karena hal-hal yang negatif itu sering berkaitan dengan pembangunan, citra itu lalu menjurus pada anggapan, bahwa pengelolaan lingkungan menghambat pembangunan.

Namun Sulistianingsih (2012: 1) memberi pembuktian yang seba-liknya. Di mana, pembangunan yang dilakukan selama ini, selain ber-tujuan untuk mensejahterakan kehidupan manusia (baca: rakyat), da-lam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun ne-gatif. Hal ini berarti, selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan.

Lantas, bagaimana sesungguhnya pengelolaan lingkungan yang mengutamakan pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya?

Page 33: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

4

2. Tujuan Pengkajian

Dengan mengacu pada latar belakang dan dengan menyimak perta-nyaan tentang pengelolaan lingkungan yang mengutamakan pengelola-an manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya, maka dalam buku ini akan dikaji secara berurutan dengan tujuan untuk: (1) mencermati peranan manusia pada lingkungan hidup; (2) memahami konteks ekologi manusia dalam konsep atau perspektif keilmuan dan hubungannya dengan perspektif kehidupan manusia; (3) memahami pengelolaan lingkungan alami sebagai pengelolaan manusia dengan se-gala aksesnya pada lingkungan hidup; dan (4) memahami pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala akses-nya pada lingkungan hidup.

3. Manfaat Kajian

Diharapkan hasil kajian dalam buku ini dapat memberi manfaat di dalam pencermatan dan pemahaman yang lebih baik mengenai penge-lolaan lingkungan yang mengutamakan pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya.

Page 34: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB II

Peranan Manusia pada Hidup

ERIKUT ini, Cristiae (2012: 1lengkap peranan manusia pada lingkungan hidup, yang mancakup manusia sebagai organisme yang dominan secara ekologi, manusia sebagai makhluk pembuat alat, ma

nusia sebagai penyebab evolusi, manusia sebagai makhluk “perampok,” dan manusia sebagai makhluk pengotor.

1. Manusia sebagai Organisme Dominan secara Ekologi

Suatu makhluk dikatakan dominan secara kut jumlah anggota populasi, ukuranmengubah lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah lingkungan karena sifat anatomi dan mentalnya, oleh sebab itu manusia dapat berkompetisi dan berhasil dengan baik mendapatkan kebutuhannya. Tuntutan kebutuhanadaptasi dengan lingkungan melalui berbagai cara sesuai kemampuan, bahkan dorongan ini tidak terbatas pada adaptasi, melainkan memotivasi memberdayakannya melalui penyeimbangan

Dengan demikian, manusia dapat memberikan hadap lingkungan dan organisme lain yang ada dalam ekosistem.

2. Manusia sebagai

Hidup dan kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pengaruh lingkungan. Manusia memiliki beberapa kekurangan dari hewan besar yang ada, namun kekurangan ini diatasi dengan sifat penglihatan tiga dimensi, kemampuan penalaran yang besar dan kemampuan membuat alat atau perkakas. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya dengan sikap tegak manusia yang memungkinkan dapat bebas menggu

5

Peranan Manusia pada Lingkungan

ini, Cristiae (2012: 1-4) menguraikan secara lengkap peranan manusia pada lingkungan hidup, yang mancakup manusia sebagai organisme yang dominan se-

, manusia sebagai makhluk pembuat alat, ma-nusia sebagai penyebab evolusi, manusia sebagai makhluk

dan manusia sebagai makhluk pengotor.

Organisme Dominan secara Ekologi

makhluk dikatakan dominan secara ekologi, apabila menyang-kut jumlah anggota populasi, ukuran tubuhnya, dan kemampuan untuk mengubah lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah lingkungan karena sifat anatomi dan mentalnya, oleh sebab itu manusia dapat berkompetisi dan berhasil dengan baik mendapatkan kebutuhannya. Tuntutan kebutuhan hidup mendorong manusia ber-adaptasi dengan lingkungan melalui berbagai cara sesuai kemampuan, bahkan dorongan ini tidak terbatas pada adaptasi, melainkan memoti-vasi memberdayakannya melalui penyeimbangan iptek.

manusia dapat memberikan pengaruh besar ter-hadap lingkungan dan organisme lain yang ada dalam ekosistem.

Manusia sebagai Makhluk Pembuat Alat

dan kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pengaruh lingkungan. Manusia memiliki beberapa kekurangan dari hewan besar yang ada, namun kekurangan ini diatasi dengan sifat penglihatan tiga dimensi, kemampuan penalaran yang besar dan kemampuan membuat alat atau perkakas. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya de-ngan sikap tegak manusia yang memungkinkan dapat bebas menggu-

Page 35: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

6

nakan tangannya. Kemampuan itu juga erat hubungannya dengan ke-mampuan penglihatan, kecekatan, dan kemampuan penalaran dari otaknya yang lebih tinggi. Jadi manusia menjadi dominan dalam eko-sistem berkat kemampuan membuat dan menggunakan alat.

Manusia juga merupakan organisme yang membudiyakan makan-annya. Sebelum manusia mengenal cara bercocok tanam, manusia hi-dup dengan cara mengembara dalam kelompok-kelompok kecil dan tinggal di gua, bertahan hidup dari hasil perburuan, mencari buah-bu-ahan serta umbi-umbian yang terdapat di dalam hutan. Bila binatang buruan mulai berkurang mereka berpindah ke tempat yang masih ba-nyak terdapat binatang buruan yang dapat dijadikan bahan makanan mereka. Dengan makin pesatnya perkembangan populasi, maka manu-sia mulai beralih dengan pola hidup bercocok tanam yang masih sangat sederhana, yaitu dengan cara membuka hutan untuk dibuat ladang dan ditanami dengan umbi-umbian atau tanaman lain yang dikenal sebagai bahan makanan dan akhirnya mulai menetap tempat tinggalnya.

Perubahan cara hidup dari pengumpul makanan menjadi penanam serta pemetik hasil tanaman, merupakan suatu pencapaian yang mem-punyai yang dampak ekologi yang luas. Dengan kemampuan dan per-kembangan teknologi saat ini, alat-alat pertanian berkembang dari tingkat penanam secara sederhana, menjadi mesin-mesin modern yang dapat mengolah tanah yang jauh lebih luas. Dengan demikian, terben-tuk ekosistem buatan manusia.

3. Manusia sebagai Penyebab Evolusi

Pesatnya perkembangan pengetahuan merupakan penyebab utama dalam proses evolusi organik. Evolusi alamiah berlangsung sangat lambat, tetapi karena adanya perusakan alam oleh manusia, baik se-ngaja atau tidak, akan mempercepat evolusi organik. Akibatnya adalah penurunan jumlah organisme tertentu bahkan ada beberapa yang pu-nah, tetapi di lain pihak terdapat organisme jenis tertentu yang jumlah-nya meningkat dengan pesat, terutama varietasnya. Semua ini adalah akibat adanya intervesi manusia. Manusia mempercepat evolusi de-ngan cara membudidayakan hewan dan tumbuhan, menciptakan habi-tat baru, serta penyebaran hewan dan tumbuhan. Semua ini dilakukan

Page 36: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

7

manusia untuk menghasilkan jenis organisme atau varietas baru yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan hidup manusia.

4. Manusia sebagai Makhluk “Perampok”

Perkembangan dominasi manusia sejalan dengan perkembangan alat-alat yang digunakan. Manusia dapat mengeksploitasi ekosistem, baik darat maupun air. Namun, manusia cenderung berlebihan dalam mengeksploitasi, sehingga terjadi pengrusakan ekosistem. Misalnya dalam melakukan penanaman dan mengambil tumbuhan yang dilaku-kan berlebihan, akibatnya zat-zat hara yang terdapat pada biomassa ini menghilang dari ekosistem, sehingga harus diganti dengan pemupuk-an, baik pupuk organik maupun anorganik. Begitu juga dalam beter-nak, manusia cenderung memelihara ternak dalam jumlah besar. Aki-batnya terjadi pengambilan rumput berlebihan yang menyebabkan pe-ngurangan spesies rumput yang paling bergizi, sehingga menurunkan nilai padang rumput sebagai gudang makanan. Eksploitasi berlebihan ini lama-kelamaan membuat ekosistem alami yang mantap dan seim-bang menjadi ekosistem binaan yang tidak mantap, karena terus-mene-rus memerlukan subsidi energi.

5. Manusia sebagai Makhluk Pengotor

Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang mengotori lingkung-annya. Hewan membuang kotoran berupa feces yang dapat diuraikan untuk didaur ulang karena terdiri atas zat organik, tetapi pada manusia, selain feces, manusia juga membuang kotoran zat organik lain yang penguraiannya sangat lambat, seperti kotoran dari bahan sintetik bah-kan zat beracun. Sumber kotoran manusia yang dapat mencemari ling-kungan ini berasal dari rumah tangga, perkebunan, tempat kerja, alat transportasi, dan kegiatan lainnya.

6. Masalah Lingkungan Hidup

Dewasa ini kualitas lingkungan hidup cenderung menurun, ini dise-babkan oleh rendahnya kesadaran terhadap lingkungan, melakukan ile-

Page 37: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

8

gal loging yang menyebabkan kerusakan hutan dan banyaknya lahan kritis, pencemaran air, tanah, dan udara, serta berbagai kerusakan ling-kungan hidup lainnya, baik yang bersumber dari sistem sosial kema-syarakatan maupun perkembangan teknologi yang tidak ramah ling-kungan. Akibatnya terjadi pemanasan global yang menyebabkan me-ningkatnya temperatur bumi, kelangkaan air bersih, kekeringan pada musim kemarau dan banjir di musim hujan.

Menurunnya kualitas lingkungan itu, apabila tidak mendapat per-hatian sungguh-sungguh dari berbagai pihak secara terpadu, akan se-makin mengancam kenyamanan serta kesejahteraan manusia bahkan ti-dak menutup kemungkinan eksistensi kehidupan manusia itu sendiri.

Page 38: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB III

Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan dan Kehidupan

INGKUNGAN hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment

cukup disebut dengan lingkungan hidup itu sendiri biasanya terdiri atas: manusia,

hewan, tumbuhan, dan lainpakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia,kan Siahaan (1987: 1), sebagai semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.

Dengan adanya proses saling mempengaruhi antaradalam suatu lingkup kehidupan (lingkungan hidup) yang tersusun secara teratur tersebut, maka muncullah istilah yang dikenal dengan sistem. Ekosistem atau proses interaksi ini, menurut 2), disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap individu makhluk hidup yang menempati dalam satu ruang/tempat, di mana setiap individu tersebut berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi dan fungsinya. Rangkaian proses tersebut kemudian menkanan (life chain). Selama terdapat keteraturan fungsi dan interaksi, maka proses di dalam ekosistem tetap terkendali sedemikian rupa, sehingga keseimbangan akan tetap terjaga.

Hubungan antara makhluk hidup dan antara makhluk hidup denganlingkungannya memberikan sebuah pengertian yang mendalam untuk dikaji lebih lanjut. Karena suatu makhluk hidup; termasuk manusia, pada jaringan kehidupannya, memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang saling berkaitan dengan lingkungannya. Dengan demikilukanlah bidang kajian yang dikonsepkan sebagai

9

Ekologi Manusia dalam Perspektif dan Kehidupan

hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hi-human environment) atau dalam bahasa sehari-hari

cukup disebut dengan “lingkungan” saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasanya terdiri atas: manusia,

hewan, tumbuhan, dan lain-lain. Lingkungan hidup meru-pakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia, yang diarti-kan Siahaan (1987: 1), sebagai semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ru-ang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejah-teraan manusia dan jasad hidup lainnya.

anya proses saling mempengaruhi antara makhluk hidup dalam suatu lingkup kehidupan (lingkungan hidup) yang tersusun seca-ra teratur tersebut, maka muncullah istilah yang dikenal dengan eko-

. Ekosistem atau proses interaksi ini, menurut Murtiyanto (2011: disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap individu makhluk

hidup yang menempati dalam satu ruang/tempat, di mana setiap indivi-du tersebut berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi dan fungsinya. Rangkaian proses tersebut kemudian menjalin rantai ma-

). Selama terdapat keteraturan fungsi dan interaksi, ma-ka proses di dalam ekosistem tetap terkendali sedemikian rupa, sehing-ga keseimbangan akan tetap terjaga.

Hubungan antara makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya memberikan sebuah pengertian yang mendalam untuk dikaji lebih lanjut. Karena suatu makhluk hidup; termasuk manusia, pada jaringan kehidupannya, memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang saling berkaitan dengan lingkungannya. Dengan demikian, diper-lukanlah bidang kajian yang dikonsepkan sebagai “ekologi.”

Page 39: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

10

“What is ecology?” Pertanyaan singkat ini diajukan oleh Molles Jr. (2005: 2), yang lalu dijawabnya sendiri, bahwa ekologi merupakan suatu studi tentang hubungan antara organisme dan lingkungan. Se-lengkapnya, Enger dan Smith (2008: 79) menguraikan, bahwa ilmu pe-ngetahuan ekologi adalah studi tentang cara organisme berinteraksi sa-tu sama lain dan dengan lingkungan tak hidup mereka. Ekologi ber-kaitan dengan cara-cara di mana organisme yang disesuaikan dengan lingkungan, bagaimana memanfaatkan lingkungan, dan bagaimana su-atu daerah diubah oleh kehadiran dan kegiatan organisme. Interaksi ini melibatkan energi dan materi. Makhluk hidup membutuhkan aliran konstan energi dan peduli untuk menjamin kelangsungan hidup mere-ka. Jika aliran energi dan materi berhenti, organisme mati.

Dan apabila ekologi itu dikaitkan dengan manusia, maka Levine (1975: 1) mengajukan pertanyaan lanjutan atas suatu kajian: “apakah ekologi manusia itu, hanya sebuah pharase kosong, atau slogan yang ti-dak berguna?” Ridwan (2012: 1) kemudian memberi jawaban, bahwa kajian ekologi manusia dipandang penting untuk mendukung fungsi dan peranan manusia1) dalam lingkungannya serta konteksnya dengan seluruh kebutuhan hidup. Sebab seluruh kebutuhan kehidupan manusia bersumber pada keberadaan alam ini sepanjang hidup. Karena itu, Jarvis (2000: xiii) menegaskan agar manusia harus tahu sesuatu ten-tang ekologi (manusia) sejak awal evolusi mereka, yang diistilahkan Amos H. Hawley (dalam Arif, 2007: 1) sebagai studi yang mempel-ajari bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi ma-nusia, sebagai ekologi perilaku. Basri K. (2011: 66) menafsirkan eko-logi perilaku sebagai pendekatan heuristik yang didasarkan pada eks-pektasi, bahwa kemampuan (reproduktif) bisa ditingkatkan melalui pe-rilaku yang optimal dalam sebuah kajian ekosistem.

Dengan demikian, Ridwan (2012: 1) menegaskan bila bahasan ekologi manusia tidak terlepas dari kajian ekosistem. Dalam proses ekosistem manusia2) beradaptasi dengan semua bentuk atau dimensi

1) sebagai tema sentral 2) tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan untuh menyeluruh dan sa-

ling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (UU RI Nomor 32 Pasal 1 Ayat 4)

Page 40: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

11

lingkungan hidup. Mufid (2010: 80-81) membagi bentuk lingkungan hidup (manusia) itu ke dalam tiga dimensi, yakni: (1) lingkungan hi-dup alami (LHA), yang merupakan wilayah atau lingkungan yang ti-dak didominasi oleh manusia atau ekosistem manusia); (2) lingkungan hidup buatan (LHB), yang pada hakikatnya merupakan sebuah ling-kungan hidup artifisial dengan ciri ekosistemnya sudah lebih dominan ekosistem buatan manusia, meskipun di dalamnya masih ada ekosis-tem secara alami pada beberapa bagian yang kecil dan terbatas3); dan (3) lingkungan hidup sosial (LHS), yang merupakan suatu wilayah yang di dalamnya berlangsung hubungan manusia dengan sesamanya dengan ciri dan sistem di mana berkembangkan hubungan struktural dan fungsional antara mereka atau disebut sosiosistem. Di dalam ber-adaptasi ini, menurut Ridwan (2012: 1), manusia mendayagunakan lingkungan atau potensi SDA untuk tetap survive. Di mana potensi SDA dieksploitasi dan dikonsumsi untuk memenuhi berbagai kebutuh-an pokok hidupnya dengan menggunakan akal. Karena akal inilah ma-nusia menjadi berbudaya. Dari kebudayaannya manusia berilmu pe-ngetahuan, dan dengan ilmu pengetahuannya membuahkan teknologi. Kesatuan ilmu pengetahuan dan teknologi dikenal dengan istilah iptek.

1. Perspektif Ekologi Manusia

Pada perspektif ekologi manusia, dibagi oleh penulis atas perspektif ekologi itu sendiri beserta perspektif ekosistemnya. Pembagian ini juga mencakup unsur-unsur dalam ekosistem.

a. Perspektif ekologi

Ekologi mempunyai perkembangan yang berangsur-angsur sepan-jang sejarah. Namun, diakui Irwan (2012: 3), bila sejarah perkembang-annya kurang begitu jelas. Catatan Hipocratus, Aristoteles, dan filosof lainnya merupakan naskah-naskah kuno yang berisi rujukan tentang masalah-masalah ekologi. Walaupun pada waktu itu belum diberikan nama ekologi. Dimulai pada abad ke-16 dan ke-17 yang timbul dari na-

3) di mana pada LHA dan LHB masih adanya singgungan interaksi, adaptasi, seleksi

melalui pertukaran materi, energi, dan informasi antara keduanya

Page 41: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

12

tural history, dan kemudian berkembang menjadi satu ilmu yang siste-matis, analitis, dan objektif mengenai hubungan organisme dan ling-kungan, yaitu ekologi.

Di dalam beberapa buku teks tentang ekologi, nama atau istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana biologi ber-kebangsaan Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1860. Istilah ekologi ini, menurut Resosoedarmo dkk. (1989: 1), berasal dari kata Yunani, oikos yang artinya rumah dan logos yang artinya ilmu. Jadi se-cara harfiah, ekologi berarti ilmu tentang rumah. Maksud “rumah” di sini, menurut Sarwono (1992: 6), adalah alam semesta dengan segala isinya, baik makhluk hidup maupun tidak hidup, yang satu sama lain terkait dalam suatu sistem kehidupan tertentu. Secara keilmuan, Pringle (1971: 2) mengartikan ekologi sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (organisme), termasuk manusia, hewan, tanaman, ataupun iklim dan tanah.

Irwan (2012: 3) menaksir tahun 1900, ekologi baru diakui sebagai ilmu dan berkembang terus dengan cepat. Apalagi di saat dunia sangat peka dengan masalah lingkungan dalam mengadakan dan memelihara mutu peradaban manusia. Ekologi merupakan cabang ilmu yang men-dasarinya dan selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, termasuk di dalamnya tingkatan dan pembagiannya.

1) Tingkatan makhluk hidup

Tingkatan makhluk hidup atau organisme memiliki struktur dari yang paling sederhana ke paling kompleks, seperti diuraikan Ridwan (2012: 3), sebagai berikut: (1) protoplasma, zat hidup dalam sel berupa senyawa organik yang kompleks, seperti lemak, protein; (2) sel, satuan dasar suatu organisme yang terdiri atas protoplasma dan inti yang ter-kandung dalam membran; (3) jaringan, kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama, misalnya jaringan otot; (4) organ, atau alat tu-buh merupakan bagian dari suatu organisme yang memiliki fungsi ter-tentu, misalnya kaki, tangan, atau daun pada tumbuhan; (5) sistem organ, kerja sama antara struktur dan fungsional secara harmonis, misalnya antara mata dengan telinga, mata dengan tangan; (6) organisme, yaitu

Page 42: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

13

benda hidup, jasad hidup atau makhluk hidup; (7) populasi, kelompok organisme sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu; (8) komunitas, semua populasi dan berbagai jenis yang me-nempati suatu daerah tertentu dan antara satu jenis populasi dengan po-pulasi lainnya saling berinteraksi; (9) ekosistem, tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan yang amat kompleks antara organisme dengan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik yang secara bersama membentuk sistem ekologi, sehingga disebut eko-sistem; dan (10) biosfer, merupakan organisasi hayati yang paling kom-pleks, yaitu kawasan lapisan bumi tempat ekosistem beroperasi.

2) Pembagian ekologi

Mengenai pembagiannya, ekologi (manusia) kadang-kadang dibagi menjadi autekologi dan sinekologi. Odum (1994: 7) dan Ridwan (2012: 3) menegaskan bila autekologi membahas pengkajian individu organisme atau spesies. Sejarah-sejarah hidup dan perilaku sebagai cara-cara pe-nyesuaian diri terhadap lingkungan biasanya mendapatkan penekanan.

Dengan kata lain, autekologi mempelajari individu dari suatu jenis organisme atau ekologi dari satu jenis makhluk hidup (termasuk eko-logi manusia), tentang bagaimana cara hidup dan beradaptasi diri de-ngan lingkungannya. Sementara sinekologi membahas pengkajian go-longan atau kumpulan organisme-organisme yang berasosiasi bersama sebagai satu satuan. Misalnya kajian Ramesh dan Purvaja (2004: 29) pada perubahan iklim dan ekosistem pesisir, di mana mengakibatkan iklim dan dampaknya, seperti kenaikan permukaan laut, pesisir ekosis-tem, dan lain-lain, dapat diperkirakan tanpa menyekutukan asal pema-nasan untuk salah satu dari gas-gas khusus. Dalam kajian ini, upaya di-lakukan untuk mengkaji proses yang terlibat dalam perubahan iklim dan dampaknya pada kenaikan permukaan laut dan ekosistem pesisir.

b. Perspektif ekosistem

Di alam terdapat organisme hidup (makhluk hidup) dengan ling-kungannya yang tidak hidup, saling berinteraksi berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain yang merupakan suatu sistem. Dalam hal ini, makhluk hidup lazim disebut

Page 43: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

14

dengan biotik, dari asal kata bi berarti hidup. Lingkungan yang tidak hidup disebut abiotik dari asal kata a dan bi, berarti tidak hidup.

Di dalam sistem tersebut di atas, terdapat dua aspek yang dianggap Irwan (2012: 27) sangat penting, yaitu arus energi dan daur materi atau daur mineral atau siklus mineral ataupun siklus bahan di samping ada-nya sistem informasi. Aliran energi dapat terlihat pada struktur makan-an, keragaman biotik, dan siklus bahan. Sistem tersebut lantas disebut ekosistem.

1) Kaidah-kaidah ekosistem

Irwan (2012: 29) menguraikan delapan kaidah ekosistem, yakni: (1) diatur dan dikendalikan secara alamiah; (2) mempunyai daya ke-mampuan yang optimal dalam keadaan berimbang4); (3) antara unsur-unsur dalam lingkungan seluruhnya, terdapat suatu interaksi, saling mempengaruhi yang bersifat timbal balik; (4) interaksi terjadi antara: a) komponen biotis dengan komponen abiotis; b) sesama komponen-komponen biotis; c) sesama komponen-komponen abiotis; (5) interaksi itu senantiasa terkendali5); (6) setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas di samping yang umum6) dan secara bersama-sama dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan terhadap ekosistem keseluruh-annya; (7) setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh fak-tor waktu, tempat, dan masing-masing membentuk basis-basis perbe-daan di antara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas; dan (8) antara satu dengan lain, masing-masing ekosistem juga melibatkan diri untuk memilih interaksi pula secara tertentu.

2) Tipe-tipe ekosistem

Adapun lingkungan alam di permukaan bumi ditinjau dari aspek habitat, menurut Ridwan (2012: 4), dapat dipisahkan atas empat tipe,

4) di atas kemampuan tersebut, ekosistem tidak lagi terkendali, dengan akibat menim-

bulkan perubahan-perubahan lingkungan atau krisis lingkungan yang tidak lagi ber-ada dalam keadaan lestari bagi kehidupan organisme

5) menurut suatu dinamika yang stabil, untuk mencapai suatu optimum mengikuti se-tiap perubahan yang dapat ditimbulkan terhadapnya dalam ukuran batas-batas ke-sanggupannya

6) fundamental

Page 44: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

15

yakni: (1) ekosistem daratan; (2) ekosistem lautan; (3) ekosistem air ta-war; dan (4) ekosistem estuari7), biasanya terbentuk rawa pasang surut atau teluk.

c. Unsur-unsur dalam ekosistem

Irwan (2012: 49-50) menyebutkan dua aspek penting dalam eko-sistem, yaitu daur materi (mineral) dan aliran energi. Di samping itu, di dalam ekosistem terkandung sistem informasi yang seharusnya dapat diterjemahkan manusia dalam menanggulangi masalah lingkungan.

1) Materi

Mufid (2010: 23) mendefinisikan materi sebagai sesuatu yang ada di suatu tempat pada suatu waktu, baik berupa benda mati (nonhayati), seperti tanah, air, udara, batu; mapun benda hidup (hayati), seperti he-wan laut, hewan darat, dan hewan terbang di udara, tumbuhan di laut dan tumbuhan di darat. Menurut pemahaman kuno, materi itu terdiri atas empat macam, yaitu air, tanah, api, dan udara. Dikatakan bahwa empat unsur tersebut tidak dapat dipecah lagi menjadi komponen-kom-ponen yang lebih kecil. Unsur tersebut diciptakan secara filsafat, bu-kan atas pendekatan konklusi pertimbangan ilmiah secara kimiawi atau fisika.

Dalam perkembangannya, lanjut Mufid (2010: 23-24), empat un-sur tersebut di atas, tidak dapat bertahan untuk disebut sebagai zat tunggal. Misalnya secara ilmiah, api bukan materi akan tetapi gejala panas atau gejala cahaya. Demikian juga tanah merupakan kompleksi-tas dari beberapa unsur dan zat persenyawaan. Sedangkan air terbentuk dari persenyawaan zat hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Udara merupa-kan macam-macam gas, seperti gas nitrogen (N) dan oksigen.

2) Energi

Power atau energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja, atau daya, kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai pro-ses kegiatan. Pada manusia atau makhluk bio lainnya, energi diperoleh melalui proses oksidasi (pembakaran) zat makanan yang masuk ke da-

7) tubuh perairan setengah tertutup di pinggiran daratan, sehingga terpengaruh pasang

surut air laut yang rasanya payau karena campur air laut dengan air dari daratan

Page 45: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

16

lam tubuh atau batang (tumbuhan) berupa makanan. Karena itu, manu-sia dan energi, tegas Mufid (2010: 25-26), tidak dapat dipisahkan da-lam ekosistemnya karena energi merupakan bagian dari komponen uta-ma dalam ekosistem. Energi untuk melaksanakan berbagai macam ker-ja. Kerja merupakan bagian dari ikhtiar manusia untuk memenuhi se-gala kebutuhan hidup.

Dengan demikian, pengertian energi sebagai tenaga atau daya me-rupakan rumusan yang lebih luas daripada yang digunakan oleh istilah iptek. Persamaan Plank yang merupakan landasan teori kuantum, bah-wa perpindahan energi berkaitan dengan radiasi yang terdiri atas kuan-tum energi dan berbanding lurus dengan frekuensi radiasi. Energi dan materi, adalah dua hal yang bersama-sama membentuk kosmos karena materi adalah zatnya, sedangkan energi adalah penggerak zat itu.

3) Informasi

Ekosistem memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi manusia dan perlu dipelajari agar manusia tersebut dapat melakukan sesuatu yang tepat dalam pelestarian lingkungan. Interaksi di antara komponen-komponen ekosistem tidak hanya terjadi melalui aliran energi dan siklus materi, akan tetapi juga melalui pertukaran informasi. Informasi dalam hal ini, dirumuskan Irwan (2012: 52-53) sebagai suatu simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang terjadi atau yang ada di masa lalu, baik masa sekarang maupun untuk masa mendatang pada komponen ekosistem, baik secara individu, maupun secara ke-seluruhan pada sistem itu.

Jadi, informasi merupakan bagian dari konsep ekosistem. Dalam ekosistem terjadi keteraturan karena adanya arus materi dan energi yang dikendalikan oleh informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Informasi itu, jelas Mufid (2010: 38), bisa berupa fisik atau benda, sifat, warna, kelakuan, suhu, keadaan, bentuk, dan isyarat. Menerima informasi berarti seseorang itu mendapat pengetahuan baru yang inten-sitasnya tergantung dari besar kecilnya bobot informasi yang diterima seseorang. Soemarwoto (1991: 32) lantas memberinya bobot, di mana apabila informasi itu sama sekali baru, maka bobot informasinya ting-gi. Sebaliknya bila informasi yang diterima sudah diketahui sebelum-nya, maka bobot informasinya sangat kecil atau bahkan bisa nol.

Page 46: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

17

Dalam konteks ekologi manusia, menurut Mufid (2010: 38), infor-masi itu datang dari sesama manusia dalam bentuk-bentuk yang kom-pleks. Di antaranya dalam bentuk ilmu, budaya, politik, ekonomi, so-sial, dan kepentingan kehidupan lain. Sesuatu informasi itu ada, lanjut Mufid (2010: 40), karena adanya komunikasi. Informasi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan pengetahuan kepada seseorang. Informasi dapat berasal dari berbagai benda atau keadaan atau sifat, seperti bentuk fisik, warna, suhu, kelakuan. Misalnya ada isyarat dari mata atau senyum atau wajah yang muram. Warna hijau dapat memberikan informasi tentang tumbuhan, dan sebagainya.

Dari perspektif ekologi manusia seperti yang telah dikaji sebelum-nya di atas yang patut diperhatikan adalah ketika manusia dipengaruhi oleh ekosistem diperlukan adanya kemampuan beradaptasi; sebaliknya ketika manusia harus mempengaruhi ekosistemnya diperlukan pe-ngembangan program sebagai media kontrol ekosistem itu, sehingga apa yang akan dilakukan tidak terjadi distorsi dan destruksi. Oleh ka-rena itu, dalam sistem pengelolaan lingkungan, ekologi yang dibutuh-kan ialah ekologi manusia.

Dari perspektif ekologi manusia itu, Hawley mengartikannya da-lam istilah yang biasa digunakan, sebagai studi yang mempelajari ben-tuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia. Se-dangkan penekanan Steiner mengarah pada over-reduksionisme yang cukup rumit, yang memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memperluas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tum-buhan dan hewan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determinisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20. Sementara Young (1994: 339) dalam pandangannya mencoba memahami keter-kaitan antara spesies manusia dan lingkungannya. Persamaan dari keti-ga definisi yang dikemukakan ini, seperti juga Resosoedarmo dkk., Sarwono, Pringle, dan Irwan, adalah pengertian “ekologi manusia” merujuk pada suatu ilmu (oikos = rumah/tempat tinggal; logos = ilmu) dan mempelajari interaksi lingkungan dengan manusia sebagai perlu-asan dari konsep ekologi pada umumnya.

Perbedaannya, adalah pada titik tekan (emphasizes) para pakar da-lam mendefinisikan “ekologi manusia,” seperti berikut. Hawley mene-

Page 47: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

18

kankan pada studi tentang bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia (masyarakat) – dalam kaitannya dengan ling-kungan. Steiner menekankan pada era baru ilmu “ekologi manusia” yang memperluas dari ekologi yang hanya mempelajari lingkungan tumbuhan dan hewan menuju keterlibatan manusia secara kompleks. Young (1994: 339) menekankan pada keterkaitan (interaksi) antara manusia dan lingkungannya saja.

Selanjutnya ruang lingkup ekologi manusia, menurut Hawley seba-gaimana ekologi tumbuh-tumbuhan dan manusia, merepresentasikan penerapan khusus dari pandangan umum pada sebuah kelas khusus da-lam sebuah kehidupan. Ini meliputi dua kesadaran kesatuan mendasar dari lingkungan hidup dan kesadaran bahwa ada perbedaan dalam ke-satuan tersebut. Manusia, sebagaimana diketahui, tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan kehidupan, melainkan dia juga mengem-bangkan di antara anggota-anggotanya sebuah pengalaman hubungan lingkungan yang sebanding dalam tanggung jawab pentingnya atas lingkungan hidup yang lebih terbuka. Steiner menyatakan, ruang ling-kup ekologi manusia, meliputi: (1) set of connected stuff (sekelompok hal yang saling terkait); (2) integrative traits (ciri-ciri yang integratif); dan (3) scaffolding of place and change (perancah tempat dan perubahan).

Adapun keterlibatan manusia dalam ekosistemnya ialah: (1) manu-sia terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur dalam sebuah bentuk ekosistem secara imanen dengan komponen lainnya. Misalnya manusia, tumbuhan, hewan, dan benda mati, yang saling berinteraksi dalam sebuah sistem atau ekosistem melalui proses rantai makanan; (2) manusia secara transendental tidak terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur dalam sebuah proses ekosistem bersama komponen lainnya. Misalnya ekosistem dari sebuah kawasan, seperti ekosistem rawa, ekosistem hutan, dan ekosistem biota laut; dan (3) keterlibatan manusia, baik langsung ataupun tidak langsung dalam proses ekosis-tem itu, ia tetap dituntut untuk berperan memberikan komitmen dan in-tegritasnya terhadap ekosistem itu. Pola komitmen itu harus berdasar-kan moral agama, moral manusia, etika lingkungan dan norma-norma lainnya, agar ekosistem-ekosistem yang berlangsung di planet bumi ini tetap dalam tatanan keseimbangan ekologis.

Page 48: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

19

2. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan

Ekologi manusia dalam perspektif keilmuan ini, berangkat dari pers-pektif dasar keilmuan itu sendiri, lalu ke perspektif dimensi keilmuan, dan yang terakhir ke model ekologi manusia dalam perspektif keilmu-an.

a. Perspektif dasar keilmuan

Pada dewasa ini, sebagaimana dinyatakan Irwan (2012: 4), semua orang semakin wajib mengetahui ekologi, sehingga ilmu ini menjadi “bintang” di antara cabang ilmu, di mana selama ini hanya menjadi pe-nunjang. Prinsip-prinsip ekologi dapat menerangkan dan memberikan ilham dalam mencari jalan untuk mencapai kehidupan yang lebih la-yak. Tidak satu cabang ilmupun yang dapat mengabaikan ekologi. Apalagi sejak timbulnya gerakan kesadaran lingkungan di seluruh du-nia mulai tahun 1968, dituntutnya kesadaran lingkungan bagi setiap orang, antara lain tentang penghematan sumberdaya, penghematan energi, masalah pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan lain sebagainya.

Jelasnya, adanya masalah globalisasi lingkungan akan mengakibat-kan perhatian semakin mendalam pada ekologi dalam perspektif ilmu atau keilmuan sebagai dasar. Selanjutnya, perspektif dasar keilmuan8) daripada ekologi tersebut, diuraikan Ridwan (2012: 2) dalam tiga ca-kupan, yakni secara: (1) ontologi, suatu studi tentang proses, fungsi, unsur, parameter, dan karakteristik interaksi manusia dengan kompo-nen lainnya, di mana manusia sebagai tema sentral. Dalam hal ini ma-nusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diberi kelebihan akal, budaya, dan agama dibandingkan dengan komponen lain dalam ekosis-temnya; (2) epistemologi, ekologi manusia yang didasarkan atas ba-ngunan autekologi9) manusia yang dikaji melalui metode berfikir logis, melalui metode riset, analisis, formulasi, dan konklusi tentang fenome-na interaksi manusia dengan komponen lingkungan berdasarkan eko-sistemnya; dan (3) aksiologi, di mana secara teoretis ekologi manusia

8) istilah yang digunakan penulis 9) mempelajari satu jenis spesies

Page 49: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

20

memberikan kontribusi tentang dasar-dasar pemikiran ilmiah bagaima-na idealnya manusia di satu sisi merupakan bagian dari ekosistem, dan di sisi lain manusia menjadi tema sentral dalam ekosistemnya. Sedang-kan secara aplikatif, sangat berguna untuk dijadikan landasan berpikir dalam upaya memberikan komitmen dan integritas terhadap stabilitas dan sustainabilitas keutuhan ekosistem di mana manusia itu sendiri ada di dalamnya.

Studi ekologi manusia, lanjut Ridwan (2012: 2), sama dengan mempelajari eksistensi manusia dalam hubungannya dengan semua sektor kehidupannya, baik sektor kehidupan yang bersifat sistem-sis-tem sosial yang disebut sosiosistem maupun sistem-sistem biofisika yang disebut ekosistem. Penekanan ekologi manusia ini, menurut Steiner (2002: 3), mengarah pada over-reduksionisme yang cukup ru-mit, memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memper-luas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tumbuhan dan he-wan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determi-nisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20. Hal ini diperkuat oleh Young (1994: 339) yang memandang ekologi manusia dalam usaha mencoba memahami keterkaitan antara spesies manusia dan lingkung-annya.

b. Perspektif dimensi keilmuan

Perspektif dimensi keilmuan10) ini, adalah dimensi yang bertalian dengan keilmuan manusia terhadap lingkungan hidupnya, baik terha-dap LHA yang belum dijamah dan/atau sengaja dilindungi kesatuan dan keutuhan ekosistemnya; LHB yang sengaja disentuh oleh tangan manusia; maupun LHS, suatu lingkungan yang sarat dengan komunitas dan aktivitas manusia.

Ridwan (2012: 9) kemudian menjelaskan ketiga dimensi keilmuan dimaksud, seperti berikut.

1) Lingkungan hidup alami (LHA)

LHA merupakan wilayah atau lingkungan yang tidak didominasi oleh manusia atau ekosistem manusia. Di dalamnya masih berlaku hu-

10) istilah yang digunakan penulis

Page 50: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

21

kum tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup, seperti udara, tanah, air, mikroorganisme, ikan, ha-ma, ternak, rumput liar, tanaman, kayu-kayuan, dan lain-lain.

Sebagian ilmuwan ada yang mengatakan, bahwa pada lingkungan hidup alami kondisinya masih benar-benar belum disentuh oleh tangan manusia, sedangkan sebagian lain mengatakan sudah dijamah oleh ta-ngan manusia meskipun sedikit dengan mengemukakan contoh, seperti pembangunan waduk, lingkungan wisata alami, wisata bahari, atau ta-man laut.

2) Lingkungan hidup buatan (LHB)

Suatu wilayah di mana manusia mengembangkan teknologi, seper-ti pertambangan, pertanian, industri, perhubungan, perkebunan, dan berbagai bentuk sarana-prasarana. Dalam lingkungan hidup buatan, pa-da hakikatnya merupakan sebuah lingkungan hidup artifisial dengan ciri ekosistemnya sudah lebih dominan ekosistem buatan manusia mes-kipun di dalamnya masih ada ekosistem secara alami pada beberapa bagian yang kecil dan terbatas.

3) Lingkungan hidup sosial (LHS)

Suatu wilayah yang di dalamnya berlangsung hubungan manusia dengan sesamanya dengan ciri dan sistem di mana berkembang hu-bungan struktural dan fungsional antara mereka atau disebut sosiosis-tem. Jadi yang menjadi konsentrasi pada lingkungan hidup sosial ada-lah manusia yang berada dalam wilayah kajian itu. Misalnya wilayah permukiman, baik di perkotaan maupun perdesaan atau daerah trans-migrasi, suatu wilayah yang telah dihuni oleh manusia dan berlang-sung secara struktural dan fungsional dalam kehidupannya.

Lebih jelas lagi, lingkungan hidup sosial, seperti yang disebutkan Andrey Armour (dalam Mufid, 2012: 82-83), meliputi: (1) bagaimana manusia hidup, bekerja, bermain, dan beraktivitas keseharian; (2) sikap mental masyarakat; (3) bagaimana kelakuan tindak-tanduk masyarakat; (4) gaya hidup masyarakat; (5) bagaimana kesehatan masyarakat; (6) bagaimana kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat; (7) bagaima-na pendidikan masyarakat; (8) ritual dan kehidupan beragama masya-rakat; (9) sistem nilai, norma, perilaku, sanksi, budaya, adat-istiadat,

Page 51: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

22

kebiasaan masyarakat, keyakinan; (10) community, dilihat dari aspek-as-pek struktur penduduk, kohesi11), stabilitas sosial, keamanan, estetika, dan infrastruktur12); dan (11) kepindahan penduduk, misalnya trans-migrasi, pindah biasa dari satu tempat ke tempat lainnya atau misah ru-mah dari orang tua atau mertua ke kontrakan, dan sebagainya.

c. Model ekologi manusia dalam perspektif keilmuan

Dari perspektif dasar dan dimensi keilmuan manusia itu, Mufid (2010: 56) lantas membangun sebuah model ekologi manusia, yang da-ripadanya tercakup akal, budaya, agama, dan iptek.

1) Akal

Akal atau noosfer, salah satu organ manusia yang teristimewa dan sekaligus membedakan antara dirinya dengan makhluk hidup lainnya, ialah manusia dianugerahi akal. Kelebihan lainnya, manusia dianuge-rahi pancaindra yang berfungsi lebih sempurna. Kelima indra tersebut ialah alat untuk merasa atau mencicip dengan lidah, alat untuk melihat, alat untuk mendengar suara, alat untuk meraba, dan alat untuk menci-um bau yaitu hidung.

Potensi akal yang dimiliki manusia memiliki kemampuan berpikir, mengembangkan iptek, sehingga ia mampu mengolah alam semesta beserta isinya untuk kepentingan hidup.

2) Budaya

Budaya adalah produk dari akal manusia dan merupakan anugerah Tuhan. Dengan budaya manusia mampu mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya hingga pada tingkat yang luar biasa.

Ada pemikiran bahwa korelasi antara akal dengan agama merupa-kan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Karena akallah, maka agama diturunkan. Dengan akalnya manusia dapat bermanipulasi, ber-pura-pura, munafik, berbohong, menipu, dan seterusnya, sehingga da-pat merusak tata kehidupan manusia itu sendiri dan ekosistemnya. Oleh karena itu, perlunya diturunkan agama merupakan alat kontrol bagi kelakuan manusia yang diperbuat berdasarkan budayanya.

11) hubungan erat atau kebersamaan 12) yang digunakan atau diakui sebagai fasilitas manusia (umat)

Page 52: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

23

3) Agama

Agama, inilah yang menjembatani antara akal dengan pancaindra plus intuitifnya. Tanpa spiritual, maka hubungan antara akal dengan pancaindra itu akan terputus. Dalam konteks manusia memerlukan aturan dan norma untuk membatasi mana tugas, mana kewajiban, ma-na tanggung jawab, mana hak-hak seseorang terhadap diri, terhadap orang lain, terhadap alam dan terhadap Tuhannya yang menciptakan seluruh alam termasuk dirinya.

4) Iptek

Teknologi atau ilmu teknik, yaitu kemampuan teknik yang berda-sarkan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan pula pada proses teknis. Teknologi ini juga diartikan sebagai pengetahuan untuk meng-gunakan daya cipta manusia dalam usaha meningkatkan kesejahtera-annya. Jadi teknologi itu merupakan wujud dari rekayasa akal manu-sia, sehingga antara teknologi dengan akal merupakan kesatuan fung-sional yang tidak dapat dipisahkan.

Jadi, dengan akal dan budayanya, manusia menguasai ilmu penge-tahuan dan membuahkan teknologi sebagai perpanjangan tangan dari ilmu pengetahuannya. Dengan iptek inilah, manusia memanfaatkan SDA untuk keperluan hidupnya.

Dengan demikian, kajian ekologi manusia, baik pada perspektif dasar keilmuan yang ditekankan Irwan, Ridak, Steiner, dan Young; maupun pada perspektif dimensi keilmuan dari Ridwan dan Mufid, se-bagai suatu kesatuan secara ilmiah beserta operasionalisasinya, masih terbatas pada hubungan yang bersifat sekuler horizontal. Sedangkan hubungan manusia secara vertikal masih dianggap wilayah kajian aga-ma. Ini menunjukkan sifat science arrogance yang menyeret manusia ke-pada dirinya bagian daripada alam yang ada berdasarkan hukum alam dengan mengabaikan siapa sebenarnya Sang Pencipta di belakang itu semuanya.

Di lain pihak, sosok manusia menjadi tema sentral dalam pemikir-an ekologi manusia karena dialah sebagai makhluk yang terdominan dalam konteks memanfaatkan komponen alam dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan cenderung merusak lingkungan dan ekosistem alam ketika manusia tidak menyadari atau tidak mengerti

Page 53: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

24

tentang siapa dirinya dan kontribusi alam terhadap dirinya. Memper-tanyakan siapakah sebenarnya sosok manusia itu, sama halnya dengan mempertanyakan siapakah sebenarnya hakikat diri sendiri. Terlepas dari apakah seseorang itu menganut suatu agama atau tidak, ia dapat memahami pengertian yang sangat umum, bahwa manusia terdiri atas unsur jasmaniah dan rohaniah13), dan dilengkapi dengan pancaindra. Terbukti, selama unsur-unsur itu masih menyatu, maka ia dikatakan hi-dup; sebaliknya apabila antara kedua unsur itu telah berpisah, maka di-sebut mati.

Penekanan Mufid yang membangun sebuah model ekologi manu-sia, yang daripadanya tercakup akal, budaya, agama, dan iptek dari perspektif dasar dan dimensi keilmuan manusia itu, akan tetap “ham-bar” selagi manusia tetap mengabaikannya. Contoh pada akal, manusia lebih dari makhluk lainnya secara antroposentris bukan untuk meng-eksplorasi SDA menurut kehendaknya. Oleh karena itu, dalam kajian kritis atas komitmen dan integritas manusia dalam ekosistemnya, ma-nusia menjadi tema sentral, karena sangat berkompeten dengan ling-kungan alamnya. Konsekuensinya ketika manusia dipengaruhi oleh alam, maka manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya; sebalik-nya jika manusia akan mempengaruhi alam harus berdasarkan suatu perencanan dan program yang terukur dan berwawasan lingkungan.

Sedangkan membicarakan budaya sama dengan membicarakan ma-nusia. Jadi, manusia, akal, dan budayanya merupakan kesatuan entitas yang tidak dapat dipisahkan yang telah terintegrasi dan tersinergi ke dalam sosok makhluk manusia. Identitas inilah yang mengantarkan manusia ke predikat “hewan eksklusif” dari jenis hewan lainnya. De-ngan menggunakan budayanya, manusia beradaptasi dengan lingkung-an hidupnya. Sebaliknya, bila tidak berbudaya, maka manusia seperti hewan.

Logika lainnya, adalah pada agama. Kalau bukan karena manusia dianugerahi akal yang dapat berbuat sesuai dengan kehendak akalnya, maka tidak perlu diturunkan agama sebagai pengatur, pembatas, pe-ngendali, petunjuk, dan sebagai alat kontrol.

13) di sana ada kekuatan spiritualnya

Page 54: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

25

3. Ekologi Manusia dalam Perspektif Kehidupan

Ekologi manusia dalam perspektif kehidupan, terutama mengarah pa-da perspektif pendidikan, kesempatan kerja, papan, kesehatan, pangan, dan hukum.

a. Pendidikan

Pendidikan itu, menurut Bisri (dalam Mufid, 2012: 73), merupa-kan proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatih-an. Atau sosialisasi nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Studi ekologi manusia dalam konteks pendidikan, diakui Mufid (2010: 73) tidak terlepas dari peranan manusia dalam ekosistemnya melibatkan unsur subjek, audien, materi, proses, media, tujuan, dan efek. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang terbesar dan teristimewa di antara makhluk lainnya, sehingga ia mampu mewujudkan perbuatan yang paling tinggi pula.

b. Kesempatan kerja

Manusia dan pekerjaannya merupakan kesatuan sistem yang terus berproses untuk menghasilkan keuntungan atau hasil kerjanya. Beker-ja, menurut Mufid (2010: 74), merupakan ikhtiar yang wajib dilakukan oleh setiap insan yang mempunyai kemampuan dan kesempatan. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, sebagaimana dicontohkan oleh Rusli (1989: 86), sebagian besar kesempatan kerja masih dalam bidang pertanian. Dalam bidang ini, penambahan kesempatan kerja dapat ter-jadi dengan adanya usaha membuka tanah-tanah baru, penerapan tek-nologi kimia-biologis, dan diversifikasi tanaman.

Dalam pada itu, masuknya teknologi mekanis ke dalam bidang pertanian cenderung mengurangi kesempatan kerja. Santoso (2003: 17) menyebutkan bila rendahnya kesempatan kerja dan penghasilan pendu-duk di sektor pertanian berpengaruh terhadap besarnya mobilitas atau migrasi penduduk. Dengan demikian, sebagaimana diakui oleh Todaro (1991: 259), migrasi yang melebihi kesempatan kerja adalah gejala dan penyebab keterbelakangan Dunia Ketiga.

Page 55: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

26

c. Papan

Setiap orang mengidamkan permukiman yang akrab lingkungan14) dan berkekotaan15), yaitu sifat kekotaan yang makin kaya, bermutu, dan bermasyarakat yang madani. Kebutuhan primer manusia akan SDA, yang salah satunya dicontohkan Mufid (2010: 75) berupa lahan untuk memenuhi sektor papan. Untuk memenuhi kebutuhan itu ternya-ta tidak mudah, karena banyak kendala, di antaranya adanya kerusakan lingkungan yang parah. Rakyat kecil hanya kebagian permukiman ku-muh dan termarjinal. Padahal kepemilikan lahan merupakan suatu ke-harusan bagi setiap manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya.

Mufid (2010: 75-76) membuktikan adanya korelasi yang sangat kuat antara permukiman kumuh dan tempat marjinal dengan kemiskin-an. Di lingkungan daerah kumuh keadaan berjejal lebih-lebih pada tingkat ekonomi dan pendidikan rendah, menyebabkan mudah terjang-kit berbagai penyakit menular, penyakit mata, penyakit kulit, kenakal-an remaja, dan kejahatan lainnya. Karena itu, penyediaan rumah yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan.

d. Kesehatan

Derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor keturunan, faktor lingkungan alam, faktor sosial budaya atau kultur, dan faktor perilaku, yang merupakan salah satu dari sekian problem kependudukan. Kesehatan itu amat mahal karena bagian dari anugerah dan kenikmatan Allah yang tidak ternilai harganya. Mufid (2010: 76) memberi contoh pada biaya kesehatan di Jakarta akibat pen-cemaran air tahun 1990 sebesar 302 juta dolar per tahun, sedangkan biaya kesehatan tahun 1997 akibat kemacetan lalu lintas kota yang sa-ma Rp13 triliun per tahun.

Di samping biaya kesehatan, akibat pencemaran air ataupun kema-cetan lalu lintas, bisa saja tak terkirakan. Rajankar dkk. (2010: 89) mi-salnya, yang menghitung indeks kualitas air ke monitor kualitas air ta-

14) ecopolis 15) urbanized

Page 56: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

27

nah16) menunjukkan, bahwa air tanah dari beberapa daerah memerlu-kan beberapa perawatan sebelum dikonsumsi, dan juga perlu dilin-dungi dari bahaya kontaminasi.

e. Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok biologis, artinya manusia tanpa makan akan mati. Kekuatan menahan makan dapat di-ukur dengan hari, kemampuan menahan minum hanya dapat bertahan dalam beberapa jam, dan kekuatan menahan napas atau oksigen hanya hitungan menit.

Jadi makan, minum, dan oksigen merupakan kebutuhan pokok bio-logis makhluk hidup, termasuk manusia. Apa artinya seseorang memi-liki rumah mewah dan kendaraan mewah jika bahan makanan dikehen-daki oleh Tuhan tidak tersedia sama sekali. Apapun nafkah dicari, ma-kan merupakan kebutuhan instan yang wajib dipenuhi setiap saat. Mi-nimal manusia harus makan dua kali dalam sehari (Ridwan, 2012: 8-9).

f. Hukum

Manusia mengadakan kontak-kontak sosial di bidang peradilan, pembuatan UU, pembuatan peraturan, pembuatan instruksi dan kepu-tusan, tata tertib, HAM. Masih banyak lagi sektor kehidupan sosial la-innya yang termasuk dalam konteks manusia dalam tinjauan hukum (Ridwan, 2012: 9).

4. Keberfungsian sebagai Manusia

Sebagaimana dimaklumi, bahwa manusia dalam pengertian ekologi manusia merupakan sosok yang memegang fungsi dan peranan penting dalam konteks lingkungan hidupnya. Namun perlu diingat pula, bahwa manusia secara fisik merupakan makhluk yang lemah. Perikehidupan dan kesejahteraannya sangat tergantung pada komponen lain. Artinya, keberhasilan manusia dalam mengelola rumah tangganya dengan baik, ditentukan oleh berhasilnya manusia dalam mengelola makhluk hidup

16) di Kota Nagpur, India

Page 57: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

28

lainnya secara keseluruhan dengan baik pula. Untuk memperkuat kele-mahan manusia, ia diberi kelebihan akal atau alam pikiran (noosfer). Dengan akal pikirannya, manusia memiliki budaya serta dengan buda-yanya (yang disebut extra somatic tool) manusia mampu menguasai dan mengalahkan makhluk yang lebih besar dan menaklukkan alam yang dahsyat.

Masalahnya apabila noosfer dengan perilakunya digunakan untuk kepentingan kesejahteraan diri dan makhluk hidup lainnya dan didu-kung oleh rasa tanggung jawab terhadap kelestarian kemampuan daya dukung lingkungannya, maka sejahteralah manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebaliknya, dengan noosfer (extra somatic tool) yang dikem-bangkan manusia dalam mempermudah hidup dan memenuhi kebutuh-an pokok (primery biological needs) manusia dapat bersifat tamak, egois, serakah mengeksploitasi SDA dengan semena-mena, tanpa pertim-bangan dampak yang akan terjadi kelak. Bahkan merasa dirinyalah yang paling memerlukan, dengan memanfaatkan SDA itu yang pada gilirannya mereka terancam hidupnya dan makhluk hidup lain, kini dan generasi mendatang.

Page 58: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB IV

Akses Manusia pada Lingkungan Alam

ADA bab ini akan dikaji pengelolaan lingkungan alami sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan alami dimaksud,

mencakup lingkungan sungai, dan danau.

Puisi Lihatlah

Sedikit habis oleh orang-orangDia mementingkan pribadi tanpa peduli

Lewat puisi alam iLewat curahan kata aku bicaraIndahnya tanahku di atas

Ribuan pulau menyapa senyum Indonesia tercinta tetumbuhan menghijau

Aku lahir di sini

Di tempatTanahku subur penjajah suka buahku

Mereka berkelana dari kejauhanMereka datang berbondong

Akhirnya mereka pergi denganPenjajah pergi, penjajah lenyap

Sekarang diri menjarah diriHutan kita habis berkeping

Sisa akar-Satukan jemari, beri yang lain pencerahan

29

Akses Manusia pada Lingkungan

ini akan dikaji pengelolaan lingkungan alami se-bagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada

Di mana, lingkungan alami dimaksud, lingkungan hutan, padang rumput, estuari, laut,

1. Hutan

Puisi Alam Lihatlah hutan kita ini

orang yang tidak memikirkan masa depan Dia mementingkan pribadi tanpa peduli

Lewat puisi alam ini aku bertanya Lewat curahan kata aku bicara Indahnya tanahku di atas negeri

Ribuan pulau menyapa senyum bijaksana Indonesia tercinta tetumbuhan menghijau

Aku lahir di sini

tempat surgawi Tanahku subur penjajah suka buahku

Mereka berkelana dari kejauhan Mereka datang berbondong

Akhirnya mereka pergi dengan semangat alam Penjajah pergi, penjajah lenyap

Sekarang diri menjarah diri Hutan kita habis berkeping

-akar yang suram Satukan jemari, beri yang lain pencerahan

Page 59: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

30

Cukup tanam satu tunas sehati Atau lindungi yang sudah merambah

Tanpa kau ketahui kau melestarikan Janin di masa mendatang

Sengaja gambar ini terpampang Sengaja gambar ini tersimpan

Agar kita mengerti takkan ada lagi yang asri Kalau kita tak peduli

Puisi yang ditulis Revo di atas mengungkapkan berbagai hal ten-tang alam, berbagai hal tentang cara mengungkapkan indahnya alam semesta. Setiap keindahan dijabarkan secara tepat dalam setiap kata, setiap kalimat, setiap paragaf bahkan setiap spasi. Dan itulah puisi, yang salah satu isinya tentang hutan dan sebagai suatu ekosistem.

a. Ekosistem hutan

Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting di muka bu-mi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di bu-mi. Fungsi hutan yang sangat membantu kebutuhan dasar “basic needs” kehidupan manusia, yaitu: hidrologis, hutan merupakan gudang penyimpan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai melalui mata air yang berada di hutan. Dengan adanya hutan, air hujan yang berlimpah dapat diserap dan disimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma.

Melihat topografi Minahasa misalnya, bergunung-gunung dan ter-jal, sehingga banyak lahan-lahan kritis yang mudah tererosi apabila da-tang hujan. Keberadaan hutan sangat berperan melindungi tanah dari erosi dan longsor.

Hutan pula merupakan tempat memasaknya makanan bagi tanam-an-tanaman, di mana di dalam hutan ini terjadi daur unsur haranya17) dan melalui aliran permukaan tanahnya, dapat mengalirkan makanan-nya ke area sekitarnya. Bayangkan jika tak punya lagi dapur alami bagi tanaman-tanaman sekitarnya ataupun bagi tanaman-tanaman air yang ada di sungai-sungai, maka bumi Minahasa akan merana.

17) nutrien, makanan bagi tanaman

Page 60: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

31

Fungsi penting hutan lainnya adalah sebagai pengatur iklim, mela-lui kumpulan pohonnya dapat memproduksi oksigen yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan dapat pula menjadi penyerap karbon dioksida (CO2) sisa hasil kegiatan manusia, atau menjadi paru-paru wi-layah setempat bahkan jika dikumpulkan areal hutan yang ada di dae-rah tropis ini, dapat menjadi paru-paru dunia. Siklus yang terjadi di hu-tan, dapat mempengaruhi iklim suatu wilayah.

Hutan memiliki jenis kekayaan dari berbagai flora dan fauna, se-hingga fungsi hutan yang penting lagi adalah sebagai area yang mem-produksi embrio-embrio flora dan fauna yang bakal menambah keane-karagaman hayati. Dengan salah satu fungsi hutan ini, dapat memper-tahankan kondisi ketahanan ekosistem di satu wilayah.

Hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup be-sar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain kayu, hutan juga menghasilkan bahan-bahan lain, seperti damar, kopal, terpentin, kayu putih, rotan, serta tanaman-tanaman obat. Hutan juga mampu memberikan devisa bagi kegiatan turismenya, sebagai penambah este-tika alam bagi bentang alam yang dimiliki.

b. Kedudukan dan fungsi hutan dalam kehidupan manusia

Sejak dahulu kala, artinya sejak manusia diciptakan sebagai salah satu makhluk hidup yang menghuni bumi, hutan merupakan sumber kehidupannya. Bahan-bahan makanan, seperti umbu-umbian, daun-da-unan, buah-buahan, ikan dan hewan diperolehnya dari hutan. Pun ke-perluan akan kayu bakar dan tempat berteduh diperoleh dari hutan (Thohir, 1991: 222-223).

Fungsi hutan sesungguhnya lebih daripada itu. Thohir (1991: 223-223) meringkas paling tidak, lima fungsi hutan itu. Pertama, daya pro-duksi hutan. Hutan Indonesia menghasilkan banyak makanan produk dan memiliki daya produksi yang cukup tinggi. Produk utama yang dihasilkan, adalah kayu yang dapat dipergunakan untuk industri kertas, industri kapal, industri rumah, industri peralatan rumah, industri seni memahat, dan sebagainya. Selain kayu, hutan menghasilkan pula kulit-kulit penyamak, getah (damar, kopal, dondorukem, dan sebagainya), minyak-minyak (terpentin, kayu putih), rotan, dan beberapa jenis ta-

Page 61: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

32

naman langka, seperti anggrek, dan lain-lain. Tak boleh dilupakan, hu-tan masih juga merupakan sumber kebutuhan sehari-hari dari masyara-kat yang tinggal di sekitarnya; dari hutan dapat diperolehnya berbagai jenis buah-buahan (nangka, durian), daun-daunan untuk sayuran dan alat pembungkus (daun pisang, jati, dan ploso), dan berbagai tanaman obat-obatan, seperti kunyit, dan lain-lain. Kedua, daya pengaruh terha-dap keadaan air (fungsi hidrologis). Air yang diperlukan oleh segala jenis jasad-jasad dan makhluk-makhluk hidup itu kesemuanya berasal-kan dari hutan. Air memiliki perjalanan yang berbentuk lingkaran, di mana air dari angkasa turun ke permukaan bumi (tanah, laut, sungai, danau, rawa, dan sebagainya) dalam bentuk hujan; air hujan yang ja-tuhnya dengan kekuatan/kecepatan yang besar/tinggi ditahan dan di-hambat jatuhnya di atas permukaan tanah. Oleh kekuatan hambatan da-ri hutan, air yang jatuh dari angkasa secara deras, kencang, dan ke-kuatan jatuh yang tinggi akan meresap ke dalam tanah secara lamban dan kekuatan yang kecil. Di tanah, air disimpan untuk dialirkan secara teratur dan lestari ke mata air dan sungai, danau, rawa, waduk, dan la-ut. Pada akhirnya, akan menguap kembali ke angkasa; dan di angkasa pada waktu-waktu tertentu akan turun lagi sebagai air hujan, demikian seterusnya. Hutan yang memiliki tajuk berlapis, permukaan tanah yang terlindung oleh tumbuhan penutup dan lapisan serasah (daun-daunan, ranting-ranting, dan dahan yang rontok dan membusuk jadi humus) akan mematahkan energi kinetik tetesan dan aliran air hujan, sehingga erosi percikan maupun erosi permukaan tanah manjadi kecil.

Ketiga, daya pengaruh terhadap tanah (fungsi orologis). Fungsi orologis dari hutan ini, ialah melindungi dan memelihara kesuburan tanah. Meski kesuburan tanah itu tergantung dari jenis batu induk yang membentuk tanah itu, kondisi pembentukan tanah (proses pembentuk-an tanah), tekstur dan struktur tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad-jasad hidup yang mempengaruhi proses pembentukan, dan seba-gainya. Karena adanya hutan, maka bahan-bahan makanan yang ber-ada di bagian tanah dalam tertarik oleh akar-akar ke atas dan karena adanya perlindungan dari pohon-pohonan dan lapisan humus yang tak akan terbakar oleh sinar matahari yang terik, di mana kesuburan tanah daerah tropis basah sedikit banyak dapat terhindar dari kemiskinan to-

Page 62: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

33

tal. Keempat, daya pengaruh terhadap iklim (fungsi klimatologis). Ik-lim di Indonesia mempunyai arti yang cukup luas, meliputi unsur-un-sur: (a) hujan dan air; (b) suhu panas dan sinar matahari; (c) angin; dan (d) kelembapan. Kelima, daya penampungan fauna dan flora, dalam hal erosi genetik dan pengelolaan jenis-jenisnya. Asia Tenggara (termasuk Indonesia) merupakan salah satu daerah pusat asal tanaman, seperti pa-di, tebu, pisang, dan sebagainya. Di daerah pusat asal itu, terdapat ke-anekaan genetis yang tinggi. Makin besar keanekaan genetis tanaman dan hewan, makin besar pilihan untuk hari depan. Sebaliknya, makin kecil keanekaan genetis18), makin sempit pilihan untuk hari depan. Se-dangkan pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan keanekaan jenis, dengan arti: (a) makin banyak keanekaan jenis tanaman dan hewan liar yang dimiliki, makin besar kemungkinan untuk membudidayakannya; (b) banyak jenis tanaman dan hewan yang telah dimuliakan hampir pu-nah karena serangan hama atau penyakit, akhirnya tertolong karena bantuan dari jenis-jenis liar; (c) di antara jenis-jenis liar itu, terdapat beberapa yang menghasilkan bahan yang sangat berguna bagi bahan-bahan obat-obatan, seperti penisilin (dari jamur) steviosid (dari tanam-an Stevia rebaudina), dan lain-lain; dan (d) tanaman liar atau tanaman dan hewan yang belum dibudidayakan itu, nyatanya merupakan materi yang menyimpan banyak rahasia yang perlu diungkapkan demi keba-hagiaan dan kesejahteraan manusia dan makhluk-makhluk hidup.

c. Kondisi hutan saat ini

Beberapa literatur berikut memaparkan kondisi hutan saat ini, baik dari kondisi pelestarian maupun kerusakan-kerusakan yang ditimbul-kan akibat langsung ataupun tidak langsung dari perbuatan manusia.

1) Penebangan, pembalakan, penggundulan, dan perusakan hutan

a) Penebangan hutan. Selama dua puluh tahun terakhir, sebagaima-na dilaporkan Butler (2011: 1), Indonesia telah kehilangan lebih dari 24 juta hektar hutannya, lebih luas dari negara Inggris. Kebanyakan deforestasi dipicu oleh penebangan untuk pasar ekspor atau interna-

18) = makin banyaknya jenis yang punah

Page 63: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

34

sional. Data dari Bank Dunia menyebutkan, proporsi besar dari pene-bangan tersebut bersifat ilegal.

Ketika angka deforestasi telah menurun sejak akhir 1990-an, pene-bangan liar tetap menjadi masalah di Indonesia. Kenyataannya, pene-bangan liar menjadi salah satu tantangan untuk Indonesia dalam perte-muan target pengurangan emisi GRK seperti yang telah dijanjikan oleh (mantan) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009, yang seca-ra sepihak untuk mengurangi emisi Indonesia sebesar 26% hingga ta-hun 2020.

Membatasi penebangan liar mungkin terlihat mudah: mempekerja-kan lebih banyak polisi hutan untuk melakukan patroli, memperbanyak denda, mengusut kasus, dan mengimplementasikan sistem pelacakan kayu yang sah atau legal. Namun dasar dari masalah penebangan liar di Indonesia adalah sesuatu yang lebih besar: kebijakan lahan. Sejum-lah besar hutan Indonesia dimiliki oleh negara, yang dalam sejarah te-lah tercatat membagi-bagikan lahan untuk konsesi dalam jumlah be-sar19) ke perusahaan penebangan kayu. Masyarakat lokal seringkali ka-lah, dan meninggalkan beberapa orang yang mencari kesempatan de-ngan menebang kayu ilegal. Tanpa hak yang jelas mengenai lahan, ma-syarakat kurang terdorong untuk menolak penebangan liar atau menge-lola hutannya untuk jangka panjang. Model semacam ini20) telah men-dorong perusakan ekosistem hutan Indonesia yang kaya.

Apakah ini bisa diubah? Butler (2011: 2) memberi tanda, bahwa kondisi semacam ini bisa berubah. Indonesia mulai melihat pergeseran kembali ke model pengelolaan hutan tradisional di beberapa area. Saat hal tersebut dilakukan, hutan kembali pulih. Misalnya hutan rakyat di Jawa, untuk pertama kalinya setelah beberapa generasi, hutan rakyat kembali tumbuh. Dengan diberikan kesempatan untuk ‘memiliki’ hu-tan, masyarakat menjadi tertarik melakukan reboisasi untuk produksi kayu dan keuntungan lainnya yang bisa didapat dari hutan. Selain itu, Soemarwoto (1992: 36) memandang reboisasi akan menambah laju evapotranspirasi dan suplesi air simpanan semakin meningkat. 19) seringkali seluas puluhan ribu hektar 20) yang telah berkontribusi pada ditinggalkannya pengawasan terhadap kepimilikan

lahan tradisional atau lahan adat di banyak daerah

Page 64: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

35

Telapak, sebuah organisasi keanggotaan yang memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, mengerti permasalahan ini dengan baik. Telapak mendorong gerakan community-logging sebagai rezim baru pe-ngelolaan hutan Indonesia. Telapak melihat pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai solusi untuk memberantas pene-bangan liar dan di saat yang bersamaan menciptakan sumber mata pen-caharian yang berkelanjutan.

Perhatian Telapak pada community logging terlihat dalam kerja advo-kasi dan kampanye melawan penebangan liar. Setelah beberapa seri dari kampanye yang cukup menarik perhatian, salah satunya yang me-nyebabkan Ambrosius Ruwindrijarto (“Ruwi”) diculik dan disiksa oleh preman yang disewa oleh cukong kayu lokal. Telapak memutuskan, bahwa tidak hanya mengekspos permasalahan lingkungan, tetapi juga perlu untuk mempromosikan solusi.

Telapak menyertakan pengamanan dan perlindungan kepemilikan hutan oleh masyarakat serta hak mereka untuk mengelola hutan men-jadi salah satu tujuan organisasi. Dengan cakupan yang lebih luas, ten-tunya kerja yang dilakukan lebih kompleks dari sekadar advokasi. Butler (2011: 3) mengharapkan agar Telapak bekerja untuk memba-ngun kapasitas teknis di tingkat masyarakat, mendorong reformasi hu-kum, terjun ke bidang politik, dan membangun model bisnis yang da-pat mempertahankan dan memelihara pengelolaan hutan oleh masyara-kat. Jalan yang ditempuh menantang dan berliku, namun Telapak terus berkembang: anggotanya kini telah mengelola > 200.000 hektar hutan di Jawa, Lombok, Kalimantan, Sumatra, dan Papua. Kerja Telapak ju-ga diperluas selain sektor hutan, termasuk perikanan, perdagangan ikan hias, dan media massa. Sementara itu, Telapak juga tetap melanjutkan kampanyenya, termasuk mengekspos penebangan liar dan perkem-bangan perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat.

b) Pembalakan hutan. Laporan terbaru dari Chatham House (dalam Butler, 2010a: 1) mengungkapkan pembalakan liar di hutan tropis na-sional di seluruh dunia secara umum menurun. Temuan ini membukti-kan regulasi-regulasi baru dan usaha internasional dalam memerangi pembalakan liar berdampak positif.

Page 65: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

36

Menurut laporan tersebut, total kayu ilegal yang dihasilkan di selu-ruh dunia turun hingga 22% sejak tahun 2002. Chatham House juga me-nyebutkan negara penghasil dan pengguna kayu ilegal harus menem-puh jalan berliku untuk melakukan pembalakan liar.

Pembalakan liar dan pengiriman kayu hasil pembalakan liar, me-nurut Larry MacFaul21) (dalam Butler, 2010a: 1-2), memerlukan jarak tempuh yang setara dengan sepuluh kali mengelilingi dunia. Hal itu menggambarkan skala kesulitan dalam menghadapi isu ini.

Pembalakan liar di seluruh dunia muncul bersamaan dengan tim-bulnya masalah lingkungan dan sosial. Penghancuran hutan tropis me-nyebabkan produksi gas emisi rumah kaca dalam jumlah yang amat besar mengancam keanekaragaman hayati dan membahayakan “layan-an ekosistem” seperti air bersih.

Pembalakan liar yang dilakukan tanpa mengindahkan aturan, se-ring mengancam kehidupan masyarakat adat yang tinggal di dalam hu-tan, menganggap rendah ekonomi dan komunitas lokal, dan mengha-pus pendapatan pemerintahan negara berkembang yang akan didapat dari pembalakan yang dilakukan secara legal, atau melalui perdagang-an karbon. Butler (2010a: 2) menunjukkan atas banyaknya riset pada masalah lingkungan lain yang akan muncul seiring dilakukannya pem-balakan liar, seperti penyelundupan dan perdagangan satwa langka.

Bahkan Sam Lawson22) (dalam Butler, 2010a: 2) membuktikan bila lebih dari sejuta penduduk miskin di dunia menggantungkan hidup pada hutan. Penghentian pembalakan liar akan melindungi sumber penghidupan mereka. Riset Chatham House untuk laporan ini menemu-kan lima penghasil kayu hutan terbesar di dunia secara signifikan ber-hasil menurunkan angka pembalakan liar selama dekade terakhir.

Di Indonesia, pembalakan liar turun hingga 74%. Membaiknya sis-tem pemerintahan, meningkatnya penanaman di hutan produksi, dan tekanan dari kelompok masyarakat membantu negara mengatasi masa-

21) salah satu penulis laporan Chatham House 22) anggota Chantham House Fellow dan penulis utama laporan ini, pada siaran pers

yang dirilis 15 Juli 2010. Chatham House adalah organisasi yang bermarkas di London, yang aktif melakukan analisis independen mengenai isu-isu internasional

Page 66: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

37

lah pembalakan liar, meski 40% kayu yang dihasilkan Indonesia didu-ga Butler (2010a: 3) masih ilegal. Minimnya penegakan dan penerapan kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pembalakan liar masih menjadi halangan utama dalam menghentikan pembalakan liar di Indo-nesia.

Di hutan Amazon, Brazil, pembalakan liar menurun 50–75%. Me-nurut laporan tersebut, perbaikan hukum dan regulasi, yang diikuti membaiknya penegakan hukum, berdampak besar bagi Brazil. Jumlah kasus pembalakan liar yang berhasil dibawa ke pengadilan melonjak tajam dari 400 kasus pada tahun 2003 menjadi 3.000 kasus pada tahun 2007. Meski menurun, tetap saja 34% kayu yang diekspor Brazil hasil dari pembalakan liar. Semenara itu, Kamerun berhasil mengurangi pembalakan liar hingga 50% sejak tahun 1999. Menurut laporan Cha-tham House, Independent Observer of Forest Law Enforcement and Gover-nance, organisasi yang mengawasi perdagangan, memberikan pengaruh besar dalam mengurangi pembalakan liar di Kamerun. Tekanan dari konsumen di Eropa juga berdampak positif. Sama seperti lima negara penghasil kayu lainnya, penegakan regulasi dan hukum masih menjadi masalah utama. Sebagai tambahan, laporan ini merekomendasikan Ka-merun memperkuat hukum yang terkait dengan pembalakan liar.

Berkurangnya pembalakan liar di Brazil, Indonesia, dan Kamerun berarti akan menyelamatkan 17 juta hektar hutan23) dan menyimpan 1,2 miliar ton karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Di sisi lain, dari kayu yang dihasilkan dari hutan seluas ini, ketiga negara tersebut dapat memperoleh pendapatan > US$6 juta. Penghentian pembalakan liar se-cara menyeluruh di tiga negara itu akan membawa keuntungan lain: terhindarnya pelepasan 14,6 juta ton karbon, jumlah emisi yang sama yang dihasilkan dari kegiatan manusia dalam 6 bulan.

Laporan ini juga menyoroti Malaysia dan Ghana. Memang kasus pembalakan liar di Malaysia lebih sedikit dibandingkan empat negara lain yang dievaluasi Chatham House, namun Malaysia tampak tidak me-lakukan upaya yang berarti dalam memerangi pembalakan liar dalam satu dekade terakhir. Transparansi menjadi masalah terbesar yang di-

23) setara dengan luas Austria

Page 67: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

38

hadapi Malaysia. Seperti halnya Malaysia, Ghana juga tidak tampak meningkatkan upaya memerangi pembalakan liar dalam satu dekade terakhir. Pembalakan liar masih merajalela di Ghana. Butler (2010a: 3) menduga bila dua pertiga dari total kayu yang dihasilkan Ghana ber-asal dari pembalakan liar.

Saat angka pembalakan liar menurun di banyak negara, di bebera-pa negara lain pembalakan liar justru menjadi booming. Butler (2010a: 4) memberi misal pada Madagaskar, yang mengalami krisis pembalak-an liar setelah terjadi kudeta pemerintahan. Para pembalak liar bahkan masuk ke taman nasional untuk mencari kayu rosewood (tipuana tipu) yang langka dan mahal. Situasi ini mengancam keanekaragaman hayati negara pulau ini.

Laporan Chatham House ini menekankan, bahwa di masa lalu, pem-balakan liar bukanlah masalah besar. Bertambahnya penelitian yang di-lakukan – dan di beberapa kasus – penegakan hukum yang semakin membaik membuat praktik pembalakan liar berubah dari yang dilaku-kan secara terbuka menjadi praktik yang sulit dideteksi. Misalnya saja ketika perusahaan kayu menebang hutan di luar area yang diatur dalam izin penebangan hutan untuk lahan pertanian atau menerima izin yang dikeluarkan secara ilegal.

Bertolak belakang dengan biaya lingkungan dan sosial, pasar un-tuk kayu tropis ilegal meledak. Tanpa permintaan akan kayu ilegal, perdagangan akan sepi. Masih menurut laporan Chatham House, permin-taan yang tinggi masih datang dari negara-negara terkaya di dunia: Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Prancis, Belanda, dan yang terba-nyak, China.

Pada tahun 2008, lima negara pengguna kayu tropis ilegal yang di-amati24) Chatham House, membeli 17 juta meter kubik kayu ilegal dan produk kayu dari sumber ilegal. Kayu ilegal yang masuk ke negara-ne-gara itu senilai > US$8,4 juta per tahun. Kebanyakan kayu ilegal terse-but berbentuk perabotan rumah atau lembaran kayu: setelah ditebang, kayu biasanya dikirim ke China untuk diproses dan kemudian diekspor ke negara-negara konsumen besar itu.

24) selain China

Page 68: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

39

Namun, saat ini negara-negara konsumen kayu telah memulai langkah besar dalam memerangi pembalakan liar. Pada tahun 2008, Amerika Serikat mengesahkan amandemen terhadap Lacey Act yang melarang seluruh perusahaan Amerika Serikat membeli, menjual, atau menyimpan kayu yang didapat dari sumber ilegal. Inilah UU pertama yang terkait dengan pembalakan liar.

Langkah Amerika Serikat ini kemudian diikuti Uni Eropa. Tahun 2010 lalu parlemen Eropa melakukan vote untuk melarang kayu yang diambil secara ilegal dari pasar Eropa. Meski demikian, peraturan ter-sebut baru efektif dilaksanakan pada tahun 2012 untuk produk kayu dan tahun 2017 untuk produk kertas. Perlu waktu untuk melihat sebe-rapa efektif UU yang baru ini mengatasi masalah pembalakan liar, mengingat UU ini berlaku di pasar kayu ilegal terbesar di dunia. La-poran terbaru terkait UU yang berlaku di Amerika Serikat menunjuk-kan hasil positif.

Usaha untuk memerangi pembalakan liar dan meningkatkan pe-ngelolaan hutan membuat negara maju dan berkembang secara bersa-ma-sama bersatu mewujudkan tujuan mereka dengan cara yang unik. Penelitian Sam Lawson (dalam Butler, 2010a: 5) menunjukkan perha-tian dan tekanan konsumen kayu ilegal, ditambah langkah-langkah yang diambil oleh negara penghasil, dapat menghasilkan dampak yang amat positif.

Konsumsi kayu ilegal mencapai 2–4% dari total penggunaan kayu di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Namun, lain halnya dengan Jepang. Diperkirakan 9% produk kayu yang dijual di Jepang merupa-kan kayu ilegal. Menurut hukum dan regulasi yang terkait perdagang-an, Jepang jauh tertinggal dari Amerika Serikat dan Eropa. Chatham House dalam laporannya merekomendasikan Jepang mengadaptasi la-rangan kayu ilegal dari pasarnya.

Tidak mungkin membahas masalah pembalakan liar selama satu dekade terakhir tanpa menyebut China. Negara adidaya baru ini, me-nurut Butler (2010a: 6), secara de facto pusat pembalakan liar: kayu yang masuk ke China diperoleh dengan cara ilegal dan diproses menja-di papan, perabot rumah tangga, atau produk kayu lain. Kayu-kayu itu kemudian diekspor ke seluruh dunia dan seringkali dijual murah. Se-

Page 69: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

40

perlima kayu yang diimpor China adalah ilegal. Kenyataan ini menem-patkan China sebagai pengimpor dan pengekspor kayu ilegal terbesar di dunia: 20 juta meter kubik kayu ilegal dikirim ke China setiap hari, jauh lebih banyak dari jumlah total yang dikirim ke Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, dan Prancis.

Saat China membahas masalah terkait pembalakan liar bersama Uni Eropa dan Amerika Serikat, pejabat pemerintahan China tidak ber-daya menghentikan pembalakan liar akibat minimnya hukum yang me-larang praktik tersebut. Menurut Chatham House (dalam Butler, 2010a: 6), perusahaan China juga enggan mencari kayu yang bersertifikat le-gal dan lebih mempertimbangkan harga. Chatham House merekomen-dasikan China mengadopsi UU yang melarang pembalakan liar yang baru.

Briefing Paper laporan Chatham House menyebutkan, “Meski angka pembalakan liar menurun, hal tersebut masih menjadi masalah besar. Dan meski menunjukkan kemajuan, masih ada tantangan lain yang ha-rus dihadapi. Dalam usaha mengakhiri pembalakan liar dan perda-gangan kayu yang terkait dengan itu secara menyeluruh, penting bagi pembuat kebijakan dan pemilik modal mengambil pelajaran dari masa lalu dan mengubah sikap terhadap masalah ini.”

c) Penggundulan hutan. Penggundulan hutan di Amazon Brazil tu-run secara signifikan sejak tahun 2009, menurut estimasi awal yang di-keluarkan oleh National Institute for Space Research (INPE) Brazil dan Imazon, LSM berbasis di Brazil yang melacak hilangnya hutan dan degradasi di seluruh Amazon.

Analisis dari data NASA MODIS oleh Imazon (dalam Butler, 2010b: 1-2) menemukan sebesar 1.488 km2 hutan dibuka selama 12 bulan yang berakhir 31 Juli 2010, turun 16% dari periode yang sama tahun 2009, di mana 1.766 km2 digunduli. Hampir separuh (47%) hu-tan hilang terlecak di kota Para, di mana ekspansi pertanian yang me-luas dengan cepat. Mato Grosso, peternakan utama Amazon – dan kota produsen kedelai – termasuk dalam 23% penggundulan hutan yang ter-jadi selama periode tersebut.

Hilangnya hutan selama periode terbaru ini menyumbangkan 95,6 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer, hampir sama dengan emi-

Page 70: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

41

si tahunan dari energi yang digunakan di Yunani. Emisi di periode ta-hun sebelumnya diestimasikan mencapai 121 juta metrik ton karbon dioksida, menurut Imazon (dalam Butler, 2010b: 2).

Degradasi hutan25) di Amazon Brazil hampir ekuivalen dengan penggundulan hutan selama periode 2009-2010 (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Degradasi hutan di Amazon Brazil, September 2008-Juli

2009 dan September 2009-Juli 2010

Sementara analisis dari INPE bahkan menunjukkan kejatuhan yang lebih tajam dari 4.375 km2 di bulan Agustus 2008 hingga Juli 2009 ke 2.296 km2 di periode sekarang, penurunan sebesar 48%. Selisih antara estimasi INPE dan Imazon merupakan hasil dari perbedaan bagaimana penggundulan hutan dilacak menggunakan data MODIS. Di mana Butler (2010b: 2) memastikan Imazon menggunakan metode deteksi penggundulan hutan otomatis, sementara INPE secara umum menggu-nakan interpretasi visual dari analis. Keduanya menggunakan 31 Juli, ketika tutupan awan minimum, sebagai akhir dari “tahun penggundul-an hutan.”

Sementara kedua figur tersebut menunjukkan penurunan yang ber-kelanjutan pada tingkat penggundulan hutan dari puncaknya di tahun 2004, INPE dan Imazon memperingatkan bahwa hasilnya masih awal berdasar pada sistem “waspada” masing-masing, yang melacak peng-gundulan hutan mendekati waktu sebenarnya, namun pada skala yang

25) di mana hutan ditebangi atau dibakar, tapi tidak secara keseluruhan dibuka untuk

diubah menjadi pertanian

Page 71: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

42

secara relatif “lebih kasar” yang hanya mendeteksi wilayah penggun-dulan hutan lebih besar dari 25 hektar. Data final, berdasarkan analisis dari data resolusi tinggi (wilayah penggundulan hutan 6,5 hektar), te-lah dipublikasikan di tahun 2010.

Gilberto Camara26) (dalam Butler, 2010b: 3) mengatakan, bahwa trend terakhir ini menunjukkan penggundulan hutan skala kecil yang tidak terkena deteksi dari sistem peringatan DETER milik INPE akan menjadi kontributor penting untuk keseluruhan kehilangan di tahun 2010.

Gambar 2. Deforestasi di Amazon Brazil, 1988-2011

Gambar 2 menunjukkan evolusi daerah Amazonia yang ditebang habis. Setiap bar grafik mengindikasikan seberapa persentase dari penggundulan hutan total diasosiasikan pada pembukaan dari kelas lu-as tertentu. Jadi, sebagai contoh, di tahun 2002, sebesar 20% dari wila-yah penggundulan hutan total diasosiasikan dengan pembukaan < 25 ha.

d) Perusakan hutan. Meski pemerintah Indonesia menikmati per-janjian terakhir dengan Norwegia untuk memperlambat penggundulan hutan dalam bentuk miliaran dolar Amerika Serikat, sebuah laporan baru dari Eyes on the Forest (dalam Hance, 2010a: 1) menunjukkan

26) Director General dari INPE

Page 72: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

43

bukti fotografis dari banyak penggundulan hutan yang tidak sesuai de-ngan pemerintah yang tidak menghargai beberapa hukum Indonesia. Sangat memalukan, laporan dan foto tersebut mengungkap bahwa dua perusahaan APP dan APRIL, telah menghancurkan 5% dari hutan Provinsi Riau sejak tahun 2009, termasuk lahan gambut yang dalam, hutan dengan nilai pelestarian tinggi (HCVF), habitat harimau Sumatra yang sangat terancam punah, dan hutan di dalam Giam Siak Kecil – Cagar Alam Biosfer Bukit Batu UNESCO. Jumlah totalnya, > 130 hektar27) kebanyakan hutan gambut dihancurkan untuk bubur kayu.

Ian Kosasih28) (dalam Hance, 2010a: 2) menuduh APP dan APRIL telah melemahkan komitmen presiden untuk mengurangi emisi negara hingga 41%. Dia meminta APP dan APRIL untuk segera menghenti-kan kayu apa pun yang berkaitan dengan pengubahan fungsi hutan hu-jan tropis dan pengeringan lahan gambut. Di bawah persetujuan de-ngan Norwegia, Susilo Bambang Yudhoyono29), berkomitmen morato-rium hingga dua tahun untuk seluruh konsesi hutan baru dan lahan gambut dimulai sejak Januari 2011. Meski begitu, pengumuman mo-ratorium mungkin saja telah memicu pemerintah untuk segera membe-rikan izin hutan baru untuk APP dan APRIL. Berdasarkan data Media Indonesia (dalam Hance, 2010a: 2), 17 lisensi baru untuk menebangi hutan alami telah dikeluarkan di Riau, menyediakan bahan mentah hingga 29% bagi APP dan 50% bagi APRIL untuk diolah di Riau.

Dengan adanya beberapa kemungkinan jalan keluar dalam mora-torium, Moray McLeish30) (dalam Hance, 2010a: 2) mengatakan31), bahwa “meski dengan moratorium, kami masih bisa saja melihat cukup banyak penggundulan hutan terjadi di dua tahun ke depan.”

Di lain peristiwa di mana pemerintah Indonesia tampaknya akan memberi sanksi untuk penggundulan hutan, laporan penyelidikan Eyes on the Forest menemukan, bahwa banyak dari penggundulan hutan ‘di-

27) sebuah wilayah yang lebih luas dari Hong Kong 28) dari WWF Indonesia dalam sebuah rilis berita 29) Presiden Indonesia di kala itu 30) manajer proyek untuk World Resources Institute 31) pada Wall Street Journal

Page 73: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

44

rencanakan’ berdasarkan pada izin atas permintaan industri bubur kayu dan kertas [dari pemerintah], bahkan meski beberapa izin bertentangan dengan hukum Indonesia dengan berada di lahan gambut dengan keda-laman > 3 m. Kenyataannya, dari 25 lisensi yang dikeluarkan di tahun 2009 kepada kedua perusahaan ini, 20 di antaranya dikeluarkan untuk hutan dengan lahan gambut lebih dalam dari 3 m.

Hariansyah Usman32) (dalam Hance, 2010a: 3) mencap perusahaan afiliasi APP dan APRIL terus membuka hutan alam dan mengeringkan gambut yang dalam sementara masalah legalitas izin dan korupsi se-dang diselidiki oleh KPK Indonesia dan satuan tugas kepresidenan. Dia mendesak pemerintah untuk menahan seluruh lisensi yang ada dan menyelidiki legalitas dan kebersinambungan mereka. Hilangnya hutan akibat dari pengeluaran izin yang tidak wajar tidak dapat dapat diubah lagi, dan karenanya harus dihindari.

Kedua perusahaan tersebut telah menyepakati janjinya di tahun 2009 lalu, untuk berhenti menggunakan hutan alam untuk produk bu-bur kayu dan kertas. Bagaimanapun, Eyes on the Forest memperkirakan hutan alam yang rusak di Riau mewakili 40% kebutuhan bahan mentah APP dan 84% kebutuhan bahan mentah APRIL dari tahun lalu.

Sementara hutan ditebangi dan lahan gambut dikeringkan, APP te-lah memaksakan PR ramah lingkungan, menurut Eyes on the Forest. APP mengiklankan komitmennya pada Giam Siak Kecil – Cagar Alam Biosfer Bukit Batu UNESCO di Riau, di CNN, sementara mereka se-cara berkelanjutan membuka hutan alam di cagar alam. Sebagai tam-bahan, pada suatu saat ketika mereka sedang mengiklankan komitmen-nya pada pelestarian harimau, perusahaan tersebut telah membuka ha-bitat harimau Sumatra yang sangat terancam punah. Sekitar 500 hari-mau Sumatra bertahan hidup di pulau tersebut.

Pemerhati lingkungan tetap menegaskan bila moratorium yang le-bih kuat perlu untuk dibuat jika tujuan memperlambat penggundulan hutan di Indonesia ingin berhasil. Di mana Santo Kurniawan (dalam Hance, 2010a: 4) meminta Kementerian [Kehutanan] untuk mendu-kung komitmen historis presiden untuk mengurangi emisi karbon Indo-

32) dari Walhi Riau

Page 74: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

45

nesia, dengan menarik kembali semua izin penebangan tahunan yang baru. Karena perjanjian dengan Norwegia telah ditandatangani, banyak di dunia yang ragu akan keseriusan Indonesia dan percaya bisnis se-perti biasanya akan terus berlanjut.

Indonesia adalah negara penghasil emisi GRK terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Namun tidak seperti kedua raksasa industri ini, emisi Indonesia sebagian besar akibat penggundul-an hutan dan pengeringan lahan gambut yang luas. Karena ini, Presi-den Indonesia (dalam Hance, 2010a: 4) telah berjanji bahwa negaranya akan mengurangi emisi sebanyak 41% pada tahun 2020 dari garis da-sar yang telah terproyeksikan jika negara-negara kaya mendukung usa-ha ini secara finansial. Di atas perjanjian satu miliar Norwegia, Ame-rika Serikat baru-baru ini juga menyediakan 136 juta untuk menolong Indonesia dalam menghentikan penggundulan hutannya. Apakah pe-nyingkapan ini akan menghentikan Norwegia atau Amerika Serikat masih harus ditunggu.

2) Konservasi dan pelestarian hutan

a) Konservasi hutan. Sebuah laporan baru yang dipublikasikan CGIAR (dalam Banget, 2010a: 1) memperingatkan, bahwa sepertiga dari emisi GRK Indonesia dari penggundulan hutan berasal dari wila-yah yang tidak secara resmi disebutkan sebagai “hutan” membuat usa-ha untuk mengurangi emisi dari penggundulan dan degradasi hutan akan gagal, kecuali mencakup karbon di seluruh lanskap negara.

Laporan kebijakan itu menunjukkan bahwa hingga 600 juta ton emisi karbon Indonesia “berada di luar wilayah yang secara institusi-onal disebut sebagai hutan” dan karenanya tidak terhitung dalam ke-bijakan nasional saat ini, yang jika diterapkan, akan memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan kompensasi dari negara-negara industri untuk melindungi hutan dan lahan gambut padat-karbonnya sebagai mekanisme perubahan iklim.

Sementara dilihat sebagai jalan yang menjanjikan untuk membia-yai konservasi hutan sambil secara serentak memperlambat perubahan iklim dan menciptakan kesempatan untuk pembangunan yang berkesi-nambungan, di Indonesia penuh dengan kekhawatiran atas apa yang menjadikan “hutan.” Sektor perhutani berkeinginan melihat perkebun-

Page 75: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

46

an diklasifikasikan sebagai hutan, akan dapat menyebabkan pembiaya-an karbon yang mensubsidi pengalihan fungsi hutan “yang terdegra-dasi” dan lahan untuk kayu33) ke dalam industri kayu dan perkebunan kelapa sawit, sebuah ide yang oleh pemerhati lingkungan dianggap mengerikan.

Laporan CGIAR (dalam Banget, 2010a: 2) menggarisbawahi ri-siko ini dan menekankan, bahwa stok karbon di luar hutan institusional dapat habis pada tahun 2032 jika trend saat ini berlanjut. Disebutkan bahwa “kebocoran,” atau penggundulan hutan yang berpindah dari wi-layah yang dilindungi dari eksploitasi, akan menjadi penyebab utama dari emisi ini. Jika emisi karbon dari luar hutan institusional ikut dihi-tung, menjadi jelas bahwa tidak ada pengurangan emisi bersih di Indo-nesia. Untuk menghindari hasil ini dan menyelesaikan debat atas defi-nisi hutan, laporan CGIAR mengusulkan sistem perhitungan karbon yang lebih komprehensif, dinamakan “Pengurangan Emisi dari Segala Penggunaan Lahan” (REALU).

REALU dapat lebih efektif mengurangi emisi bersih, dan memasti-kan aktivitas pengurangan yang lebih sesuai dengan kondisi lokal. Pen-dekatan REALU dapat mengatasi definisi hutan yang tidak jelas dan membantu menangkap kebocoran emisi antarsektor. Laporan tersebut berpendapat, bahwa pendekatan yang lebih menyeluruh akan lebih ba-ik dalam menghitung karbon yang tersimpan dalam tanah, seperti emi-si dari pertanian. Laporan ini memberi kesimpulan dengan menekan-kan bahwa sementara hasil masih sangat awal, “pemikiran ulang” atas rencana kebijakan mungkin saja bijaksana.

Rencana di Indonesia (dan mirip dengan kondisi di tempat lain) akan membutuhkan pemikiran ulang yang serius. Ini juga akan mem-bawa rencana internasional kembali ke perencanaan, terutama dalam perdebatan ringan untuk mencari pendekatan komprehensif untuk pe-ngurangan emisi dari pertanian.

Sementara itu, berdasarkan laporan Reuters (dalam Banget, 2010b: 1), proyek konservasi hutan yang didukung oleh Shell, Gazprom Market and Trading, dan Clinton Foundation di Pulau Kalimantan telah meme-

33) beberapa di antaranya dapat menyimpan jumlah karbon yang substansial

Page 76: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

47

nangkan persetujuan di bawah standar perhitungan karbon. Proyek Rimba Raya, yang mencakup hampir 100.000 ha hutan gambut di Pro-vinsi Kalteng, dapat mengurangi emisi yang diperkirakan hingga 75 juta ton metrik selama 30 tahun ke depan, menghasilkan ratusan juta biaya karbon di bawah program pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan degradasi yang didukung oleh PBB dan Bank Dunia.

Rimba Raya dikembangkan oleh Infinite EARTH yang berbasis di Hong Kong bekerja sama dengan Orangutan Foundation International, yang ditujukan untuk melindungi kera merah dan habitat mereka. Pro-yek ini menghindari emisi karbon dioksida dengan melindungi lahan gambut dan hutan, yang menyimpan banyak sekali karbon di vegetasi dan tanah mereka. Rimba Raya menjadi “tonggak” dalam pembangun-an pasar global kredit karbon hutan.

Di Reuters, sebagaimana ditulis David Fogarty dan Sunanda (dalam Banget, 2010b: 2), bahwa proyek ini telah memperoleh persetujuan pertama kali dari metode perhitungan untuk mengukur pengurangan emisi karbon. Program Standar Karbon Sukarela, standar yang paling dihormati untuk kompensasi karbon, menyetujui metodologi setelah lolos proses audit ganda dengan pengawasan. Proyek itu sendiri sedang dalam proses validasi pihak ketiga dan sepertinya akan menjadi proyek yang disetujui VCS pertama kali di tahun ini. Fogarty dan Creagh me-ngatakan disetujuinya Rimba Raya akan memuluskan jalan untuk pro-yek lainnya yang saat ini sedang dalam pengembangan, mengurangi beberapa ketidakpastian yang telah mewabah di pasar karbon hutan yang baru tumbuh. Gazprom (dalam Banget, 2010b: 2) yang mengen-dalikan 17% sumber gas alam dunia dan produsen gas terbesar di du-nia, menyetujuinya dalam sebuah pernyataan, dan melihatnya sebagai momen penanda bagi pasar karbon.

Penggundulan hutan, degradasi hutan, dan lahan gambut merupa-kan sumber emisi GRK yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh mobil, truk, kapal, dan pesawat di dunia digabungkan. Konservasi hu-tan tropis saat ini dilihat sebagai satu dari jalan yang paling berbiaya-efektif untuk memerangi perubahan iklim, meski detail dari sekeliling mekanisme yang potensial untuk mengkompensasi berkurangnya penggundulan hutan masih belum jelas.

Page 77: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

48

b) Pelestarian hutan. Berdasarkan laporan The Jakarta Post (dalam Hance, 2010b: 1), pemerintah Indonesia telah menyebutkan empat hu-tan yang bisa digunakan sebagai proyek pertama untuk kesepakatan pelestarian mereka dengan Norwegia. Kesepakatan tersebut, melibat-kan miliaran dolar Amerika Serikat dari Norwegia, diharapkan dapat membantu Indonesia mencegah dengan keras penggundulan hutan di seluruh pelosok negara, yang dulunya menyebabkan Indonesia menjadi penghasil emisi GRK tertinggi ketiga di seluruh dunia.

Wilayah usulan ini tersebar di kepulauan negara tersebut: satu di Provinsi Papua di Pulau Nugini, yang lain di Provinsi Riau di Pulau Sumatra, dan dua sisanya ada di Pulau Kalimantan di Kalbar dan Kal-tim. Wilayah kelima yang diusulkan sepertinya ada di Sumatra.

Zulkifli34) mengatakan pada The Jakarta Post, sebagaimana dikutip Hance (2010b: 2), bahwa keputusan final proyek pertama ini akan di-buat oleh tim gabungan dari Indonesia dan Norwegia tahun ini. Kese-pakatan pelestarian Indonesia dengan Norwegia juga telah menghasil-kan penundaan dua tahun pada konsensi perkebunan baru di hutan alam; meski begitu, penundaan ini telah menyebarkan kebingungan tentang apakah konsesi yang telah ada akan dihentikan oleh pemerin-tah atau tidak. Pengolahan minyak kelapa dan kertas telah tersebar di seluruh Indonesia dalam beberapa dekade ini.

Hance (2010b: 2) mengakui bila hanya Brazil yang memiliki ting-kat penggundulan hutan lebih tinggi dari Indonesia. Antara 1990 dan 2005, Indonesia kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, lebih dari tiga per empat yang sebelumnya hutan hujan perawan.

Sementara itu, Hatta Rajasa35) (dalam Banget, 2010c: 1) menegas-kan kepada Reuters, bahwa pemerintah Indonesia tidak akan mencabut izin hutan yang telah ada untuk mengembangkan hutan alami di bawah kesepakatan pelestarian bernilai miliaran dolar dengan Norwegia yang telah ditandatangani. Rajasa ingin tetap pada target, yaitu 40 juta ton minyak kelapa mentah. Dia tidak akan menarik izin yang telah ada.

34) mantan Menteri Kehutanan 35) mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia

Page 78: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

49

Ucapan Rajasa ini secara langsung bertentangan dengan pernya-taan sebelumnya oleh Agus Purnomo36) (dalam Banget, 2010c: 1-2), bahwa bagian dari miliaran dolar yang dijanjikan Norwegia akan digu-nakan untuk mengkompensasi pengembang minyak kelapa dan perusa-haan kayu yang akan kehilangan konsesi hutannya di bawah program mitigasi emisi. Komitmen Norwegia mengarahkan pemerintah Indone-sia untuk mengumumkan penundaan dua tahun dalam pengembangan hutan alami dan lahan gambut, dimulai tahun 2011.

Namun penundaan – dan rencana yang ditawarkan untuk mencabut izin konsesi – menangkap lengahnya industri hutan negara. Perusahaan kayu dan produsen minyak kelapa mencari kepastian, bahwa mereka akan diperbolehkan untuk terus melakukan ekspansi. Wilayah yang di-gunakan untuk pengolahan kelapa sawit di Indonesia meluas dari 673.000 hektar di tahun 1990 hingga > 5 juta di tahun 2008 dan negara berharap untuk memproduksi 21–23 juta ton minyak kelapa tahun ini, memperpanjang kepemimpinannya sebagai produsen utama dunia.

Derom Bangun37) (dalam Banget, 2010c: 2), menyanggah bila pe-nundaan akan membatasi pemberian konsesi baru, namun tidak mela-rang izin hutan yang telah ada. Pemerintah telah memastikan kepada-nya, bahwa ekspansi kompleks kelapa sawit akan terus berlanjut dalam batasan yang masuk akal. Di mana, pemerintah Indonesia berjanji, bahwa ekspansi bisa berlanjut pada ± 6 juta hektar di lahan perkebunan yang terdegradasi dan terbengkalai di seluruh negeri.

Sebelum pengumuman penundaan, Banget (2010c: 2) mensinyalir pengembang telah mengincar lahan hutan di Provinsi Jambi, Sumatra, daerah pedalaman Kalimantan, dan Papua, bagian Nugini yang meru-pakan bagian dari Indonesia, untuk ekspansi baru.

3) Selamatkan hutan

Akhir tahun 2009, Indonesia membuat berita di dunia dengan janji yang berani untuk mengurangi penggundulan hutan, yang menghabis-kan hampir 28 juta hektar (108 mil persegi) hutan antara tahun 1990

36) Kepala Sekretariat Dewan Perubahan Iklim Nasional Indonesia 37) Wakil Pimpinan Dewan Minyak Kelapa Indonesia, Badan Pemasaran Minyak Ke-

lapa

Page 79: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

50

dan 2005 dan merupakan sumber sekitar 80% dari emisi GRK (lihat Gambar 3). Susilo Bambang Yudhoyono (dalam Butler, 2010c: 1) me-ngatakan Indonesia dengan sukarela akan memotong emisi 26% – dan hingga 41% dengan dukungan internasional yang sesuai – dari batas dasar yang diproyeksikan di tahun 2020.

Gambar 3. Sub-nasional deforestasi di Indonesia, 1990-2005 [juta hek-

tar per tahun]

Butler (2010c: 2) memberi data, bahwa di bulan Mei 2010, Indone-sia akhirnya mulai merinci rencananya, yang mencakup moratorium dua tahun pada konsesi perhutanan baru di lahan hutan hujan dan rawa gambut dan selama lima tahun ke depan akan didukung oleh kontribusi Norwegia sebesar satu miliar dolar, di bawah International Climate and Forests Initiative negara-negara Skandinivia. Namun, sementara uang sudah mulai mengalir untuk skema tersebut, tantangan yang mengeri-kan masih ada dalam perjuangan untuk mengurangi penggundulan hu-tan. Kepentingan kuat – terutama dalam sektor kehutanan – memiliki sedikit keinginan untuk mengubah status quo dengan memasukkan transparansi pada sistem yang memperkaya mereka. Sementara korupsi masih tetap mudah menyebar, penegakan hukum lingkungan yang te-lah ada masih jarang dan tidak konsisten diterapkan, dan sistem pen-dirian dan pengelolaan kepemilikan tanah di sebagian kepulauan masih merupakan lahan tambang yang legal dan politis. Meski sebagian yang

Page 80: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

51

optimis mengatakan, bahwa pemasukan biaya karbon dapat memun-culkan niat politis untuk mengubah sistem, pesimis memperdebatkan bahwa uang akhirnya hanya akan tersia-sia, bahkan digunakan untuk membiayai pengubahan fungsi hutan alam untuk pengolahan kayu dan minyak kelapa skala industri.

Meski begitu, banyak yang dipertaruhkan. Indonesia adalah peng-hasil emisi GRK terbesar di dunia, hanya di belakang China dan Ame-rika Serikat, di mana bahkan Indonesia bukanlah superpower industri. Keseluruhan emisi Indonesia berasal dari sektor kehutanan dan perta-nian, yang menghasilkan hanya sebagian kecil dari total aktivitas eko-nomi38). Lebih jauh lagi, hutan menyediakan makanan, air, dan kehi-dupan bagi puluhan juta orang Indonesia. Perusakan hutan menem-patkan sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan ini pada risiko, namun pembayaran pelestarian hutan dapat membantu memastikan penggunaan yang berkesinambungan dan menyediakan insentif ekono-mi bagi pemindahan pembangunan perkebunan ke jutaan hektar lahan tak berhutan yang terbengkalai dan terdegradasi yang terdapat di selu-ruh kepulauan Indonesia.

Menurut Butler (2010c: 3-4), Indonesia berencana menggunakan miliaran dolar komitmen Norwegia selama lima tahun ke depan dalam tiga tahap. Tahap pertama, yang berlangsung dari sekarang hingga ak-hir tahun, akan mendukung aktivitas “kesiapan” termasuk pengem-bangan strategi (pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan deg-radasi hutan [termasuk lahan gambut]) nasional; pemilihan daerah un-tuk proyek percobaan (kandidatnya mencakup hutan di Papua, Su-matra, dan Kalimantan); pendirian instansi pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) independen untuk mengikuti perkembangan pengu-rangan penggundulan hutan; pendirian kantor REDD nasional yang melaporkan langsung ke presiden; dan penentuan instrumen pendanaan jangka panjang untuk program tersebut. Tahap kedua, yang berlang-sung dari Januari 2011 hingga akhir 2014, mengoperasionalkan meka-nisme pendanaan jangka panjang; meluncurkan proyek percobaan per- 38) di tahun 2007 diestimasikan keuntungan Indonesia dari sektor tersebut USD0,34

sen per ton of CO2, atau hanya butiran kecil dari nilai yang tampak di pasar karbon Eropa

Page 81: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

52

tama; pelaksanaan moratorium dua tahun pada konsesi baru; pembuat-an database lahan yang terdegradasi; peluncuran proyek percobaan ke-dua (awal tahun 2012); dan menyiapkan sistem MRV yang lebih maju. Tahap ketiga, dimulai tahun 2014 dan terus berlangsung, akan mem-bantu Indonesia untuk memperluas program pengurangan emisinya dan mungkin menggabungkan ini ke dalam kerangka kerja iklim yang mungkin menggantikan Protokol Kyoto yang berakhir di tahun 2012.

Sebagaimana dilaporkan Reuter (dalam Hance, 2010c: 1), Amerika Serikat telah menjanjikan $136.000.000 untuk lingkungan hidup dan prakarsa perubahan iklim di Indonesia selama tiga tahun ke depan. Pada awal tahun, Norwegia menjanjikan jumlah sebesar tujuh kali le-bih besar dari Amerika Serikat (satu miliar dolar AS) untuk memerangi deforestasi di negara Asia Tenggara.

Sementara itu, dalam siaran pers pemerintah, Barack Obama (da-lam Hance, 2010c: 1) menegaskan bila dana ini merupakan respons langsung terhadap janji Indonesia untuk memotong emisi GRK sebesar 41% pada tahun 2020 bila negara ini menerima dana internasional.

Lebih dari 87% dari dana ini akan diberikan pada kemitraan SOLUSI, yang mewakili sains, kelautan, penggunaan lahan, masyara-kat, dan inovasi; sementara $7.000.000 akan menyamai janji Norwegia untuk mendirikan Perubahan Iklim Center di Indonesia, yang terlebih dahulu akan fokus pada emisi dari kerusakan lahan gambut.

Indonesia memiliki emisi GRK terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Namun tidak seperti juggernaut ekonomi, emisi di Indonesia sebagian besar dihasilkan dari kerusakan hutan tro-pis dan lahan gambut.

Berry Nahdian Forqan39) (dalam Hance, 2010c: 2) mengatakan ke-pada The Jakarta Post, bahwa uang tersebut tidak seharusnya dianggap sebagai bantuan, tetapi bagian dari utang iklim ‘Amerika Serikat’ ter-hadap Indonesia. Menurut Forqan, ini adalah “tanggung jawab Ame-rika Serikat agar langsung membayar utang ekologinya yang sudah menumpuk sebagai pencemar terbesar di dunia dan [negara maju] yang telah mengambil sumberdaya dari negara-negara berkembang. Ameri-

39) Direktur LSM lokal Walhi sebagaimana dikutip Hance

Page 82: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

53

ka Serikat juga menjanjikan $165.000.000 untuk pendidikan lebih ting-gi di Indonesia.

4) Konsesi hutan baru

Sebagai pemilik salah satu tingkat tertinggi penggundulan hutan di dunia, emisi ketiga terbesar di dunia sebagian besar karena hilangnya hutan, dan kekayaan keragaman hayati yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah-tengah hilangnya habitat skala besar, Indonesia hari ini mengumumkan perjanjian yang mungkin saja menjadi awal dari peng-hentian hilangnya hutan di negara Asia Tenggara. Indonesia meng-umumkan di Olso, Norwegia, penundaan 2 tahun dalam memberikan konsensi baru pada hutan hujan dan hutan gambut dimulai bulan Ja-nuari 2011, bagaimanapun konsesi yang diberikan pada perusahaan ti-dak akan dihentikan. Pengumuman ini menurut Hance (2010d: 1), muncul seiring dengan diterimanya USD1 miliar dari Norwegia untuk membantu negara tersebut menghentikan penggundulan hutannya.

Hance (2010d: 2) mengutip sebuah pernyataan dari Indonesia se-perti yang dilaporkan oleh Reuters, bahwa Indonesia telah siap untuk menunda konsesi baru hingga dua tahun untuk pengubahan lahan hu-tan alam dan gambut. Lahan non-hutan yang mencukupi tersedia di Indonesia untuk mengakomodasi pertumbuhan industri perkebunnya yang penting dan vital, sebuah sumber utama pendapatan di Indonesia. Ekspansi perkebunan, termasuk minyak kelapa dan kertas, akan berfo-kus pada lahan yang telah terdegradasi.

Greenpeace40) (dalam Hance, 2010d: 2) menganalisis pengumuman ini sebagai berita bagus, terutama jika dibuat sebagai dekret presiden, dan penundaan adalah prekondisi yang diletakkan oleh Norwegia da-lam pembagian kesepakatan pembiayaan USD1 miliar mereka yang mana secara spesifik ditujukan pada Indonesia. Namun ini tidak untuk jutaan hektar yang telah dalam genggaman perusahaan penambangan. Tanpa memasukkan konsesi yang ada, penggundulan hutan akan ber-lanjut dengan cepat.

Bahkan, Indonesia membenarkan bahwa 1,6 juta hektar (4 juta acre) kompleks pertanian telah direncanakan untuk Provinsi Papua di

40) yang telah lama melawan penggundulan hutan di Indonesia

Page 83: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

54

bagian paruh barat Pulau Nugini akan terus berlanjut. Namun itu akan tetap dalam konteks kebijakan ramah lingkungan, sebagaimana dijanji-kan Barnabas Suebu41) (dalam Hance, 2010d: 2), bahwa lahan yang akan digunakan untuk kompleks pangan ini memiliki nilai karbon dan keberagaman hayati yang sangat rendah.

Hance (2010d: 2-3) menambahkan, bahwa karena penundaan ter-sebut tidak akan berpengaruh hingga Januari – berdasar pada surat pe-nawaran – sebagian menakutkan bila konsesi itu akan terus diberikan pada tingkat ledakan selama enam bulan ke depan, menempatkan ma-kin banyak hutan dan spesies dalam bahaya. Pengumuman dan donasi USD1 miliar dari Norwegia dapat dilihat sebagai awal dari program REDD+ (pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan degradasi). Bahkan, sebagian uang akan digunakan untuk mempersiapkan sistem pemantauan REDD+ dan memulai proyek REDD+.

Pertemuan di Norwegia memasukkan juga pengumuman USD4 miliar untuk memulai proyek-proyek REDD+ di seluruh dunia. Dana tersebut direalisasikan tahun 2009 di Konferensi Iklim Kopenhagen dan telah dinyatakan oleh Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris, Australia, Norwegia, dan Jepang. Denmark dan Swedia menyerahkan tambahan USD73 juta.

Indonesia berada di tingkat kedua setelah Brazil dalam kehilangan hutan. Antara tahun 1990 dan 2005, Indonesia kehilangan > 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 hektar hutan perawan. Tutupan hutan ne-gara telah turun dari 82% di tahun 1960-an menjadi kurang dari 50% saat ini.

2. Padang Rumput

Ekosistem adalah tatanan kehidupan yang meliputi berbagai jenis makhluk hidup, di mana makhluk-makhluk ini memiliki hubungan timbal-balik yang sangat erat, saling mempengaruhi, dan tidak bisa di-pisahkan satu sama lain.

Di bumi, ada berbagai jenis ekosistem, salah satunya adalah eko-sistem padang rumput. Ekosistem ini terbentuk pada daerah tropik dan

41) Gubernur Papua hingga saat 2010

Page 84: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

55

subtropik yang memilih curah hujan di sekitar 25–30 cm/tahunnya. Di Indonesia, ekosistem padang rumput ini bisa ditemukan pula di Nusa Tenggara, khususnya bagian timur.

Awal terbentuknya ekosistem ini, menurut Ahira (2012: 1), adalah dari kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman/rum-put secara luas. Rumput yang melimpah ini, akhirnya menarik hewan-hewan pemakan rumput dan kelompok hewan ini pun tinggal di sana. Banyaknya hewan herbivora ini lalu menarik hewan pemangsa (karni-vora) untuk ikut datang dan menyerang hewan-hewan pemakan rumput tersebut. Rantai makanan ini terus berputar, sehingga terbentuklah eko-sistem padang rumput.

Ridwana (2008: 2) mengatakan bila terbentuknya ekosistem pa-dang rumput secara alami lebih banyak disebabkan cuaca, tepatnya oleh rendahnya tingkat curah hujan, yaitu hanya ± 30 mm/tahun. Curah hujan yang rendah menyulitkan tumbuhan untuk menyerap air. Akibat-nya, hanya jenis tumbuhan rumput yang dapat bertahan hidup dan ber-adaptasi dengan lingkungan alam yang kering.

a. Komponen pendukung ekosistem padang rumput

Komponen dalam ekosistem, dibagi oleh Ahira (2012: 2-4) ke da-lam dua bagian, yang uraiannya lengkapnya seperti berikut.

1) Komponen abiotik

Komponen ini merupakan komponen dalam ekosistem yang ber-asal dari benda tak hidup atau benda mati. Komponen tersebut, adalah komponen fisik dan kimia yang dijadikan media atau substrat tempat berlangsungnya hidup. Lebih tepatnya, komponen abiotik merupakan tempat tinggal atau lingkungan di mana komponen biotik hidup.

Komponen abiotik sangat bervariasi dan beragam. Komponen ini dapat berbentuk benda organik, senyawa anorganik, dan juga hal-hal yang mempengaruhi pendistribusian organisme. Berikut komponen abiotik yang mempengaruhi ekosistem padang rumput.

a) Suhu udara. Suhu ini mempengaruhi setiap proses yang terjadi pada makhluk hidup. Sebagai contoh adalah penggunaan energi yang dihasilkan oleh tubuh meregulasi suhu tubuhnya.

Page 85: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

56

b) Air. Air memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan makhluk yang ada di bumi. Tanpa ada air, semua makhluk hidup yang ada mati.

c) Garam. Keberadaan garam mampu mempengaruhi suatu orga-nisme dalam proses osmosis. Ada beberapa organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam yang tinggi.

d) Tanah dan batu. Karakteristik yang ada pada tanah mampu memberikan pengaruh terhadap penyebaran organisme yang ada berda-sarkan kandungan yang ada pada tanah dan batu tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut, adalah pH tanah dan struktur fisik tanah serta kondisi mineral yang dikandung oleh tanah.

e) Cahaya matahari. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sinar matahari merupakan satu-satunya energi yang memberikan kehidupan bagi or-ganisme yang hidup di bumi ini. Salah satu contohnya adalah pada proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan. Tanpa adanya fotosin-tesis, maka tumbuhan tidak bisa hidup. Padahal tumbuhan merupakan produsen bagi organisme lainnya yang tidak dapat digantikan oleh yang lainnya.

f) Iklim. Iklim merupakan kondisi cuaca suatu daerah dalam jang-ka waktu yang lama. Iklim menentukan tingkat toleransi kehidupan suatu organisme.

2) Komponen biotik

Komponen ini, adalah komponen dalam ekosistem yang berupa or-ganisme atau makhluk hidup. Komponen biotik dalam ekosistem me-rupakan komponen yang selain komponen abiotik.

Pada ekosistem ini ditemukan beberapa organisme yang mendu-kung terbentuknya ekosistem padang rumput. Berikut komponen biotik yang ada di ekosistem padang rumput.

a) Organisme autotrof. Organisme ini adalah jenis organisme yang bisa membuat atau mensintesis makanan sendiri mengandalkan cahaya matahari, air, dan komponen udara sekitar. Organisme autotrof yang ada di ekosistem padang rumput, adalah tanaman atau rumput. Rerum-putan ini pun hidup beradaptasi dengan kelembapan lingkungan yang memiliki curah hujan yang tidak teratur.

Page 86: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

57

b) Organisme heterotrof. Organisme kedua ini, adalah jenis orga-nisme yang tidak bisa membuat makanan sendiri. Karena tidak mampu menghasilkan sendiri, maka organisme heterotrof memfungsikan orga-nisme lain sebagai makanannya. Dalam hal ini organisme autotrof yang difungsikan sebagai makanan bagi organisme heterotrof.

Organisme jenis ini, adalah hewan pemakan rumput yang ada di padang rumput. Hewan tersebut, seperti zebra, rusa, kanguru, bison, dan kuda. Hidup hewan ini bergantung pada rumput-rumput yang hi-dup di sekitar mereka.

Organisme heterotrof yang lain, adalah hewan pemangsa yang menjadi konsumen kedua setelah hewan pemakan rumput. Hewan yang menjadi organisme heterotrof tingkat kedua, seperti singa, anjing liar, ular, dan manusia. Hewan pemangsa yang berkeliaran di padang rumput ini menggantung hidup pada hewan-hewan pemakan rumput yang menjadi target pemangsa mereka.

Tidak hanya hewan pemangsa saja yang menjadi organisme auto-trof. Manusia juga termasuk dalam organisme autotrof tingkat kedua, karena manusia tidak mampu menghasilkan makanan sendiri. Namun manusia mampu menggunakan akalnya untuk memanipulasi makanan.

c) Pengurai. Komponen terakhir, adalah dekomposer atau peng-urai. Sebenarnya pengurai termasuk dalam organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak bisa membuat makanan sendiri. Tugas dari orga-nisme yang satu ini, adalah menguraikan bahan organik dari benda hi-dup yang sudah mati (misalnya: hewan mati, daun, batang pohon, dan lain-lain).

Contoh dari pengurai pada ekosistem padang rumput ini, adalah ja-mur dan bakteri. Mereka akan menyerap sebagian dari hasil pengurai-an dan membuang beberapa bahan sederhana untuk digunakan kembali oleh produsen (tanaman/rumput). Penggunaan yang dilakukan oleh produsen bermaksud sebagai tambahan makanan yang diperlukan oleh organisme autotrof untuk bertahan hidup.

Ekosistem padang rumput adalah bagian dari kehidupan, sudah se-layaknya sebagai manusia ikut menjaga keseimbangan ekosistem ini. Misalnya, tidak sembarangan memburu hewan, baik pemakan rumput maupun hewan pemangsa, seperti singa.

Page 87: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

58

Perlu dijaga keseimbangan alam yang ada, agar alam tetap asri dan eksis hingga nanti. Memanfaatkan organisme atau makhluk yang ada pada ekosistem padang rumput, juga diperbolehkan dengan catatan, bahwa hanya dimanfaatkan sewajarnya saja dan tidak mengarah pada terjadinya kerusakan. Hal ini hanya akan menimbulkan terputusnya rantai makanan, dan akan berakibat kacaunya ekosistem yang pasti merugikan manusia secara perlahan.

b. Pengelolaan padang rumput di daerah, di mana orang-orang-nya masih melakukan pertanian secara berpindah-pindah

Umumnya orang belum mengenal pertanian permanen atau tetap sifatnya; hidupnya setengah tergantung dari hasil hutan, ladang, dan perairan. Kalau sekiranya sudah mengusahakan pertanian, maka sifat-nya masih sangat sederhana. Masyarakat sudah memiliki ternak besar, tetapi masyarakat belum melakukan peternakan, yang diistilahkan Thohir (1991: 240) membudidayakan pemeliharaan ternak. Yang dila-kukan, ialah membiarkan ternak hidup lepas di padang rumput.

Karena tidak adanya pembudidayaan perumputan, seperti pena-naman bibit (rumput) yang berkualitas tinggi, terpeliharanya padang rumput, dan sebagainya, maka makin hari makin habis rumput-rum-putan itu. Pada saat padang rumput tak mampu lagi menyediakan ma-kanan yang cukup jumlah dan kualitasnya, maka pengangonan ter-paksa dipindahkan ke padang rumput lain. Peternakan semacam ini masih banyak terdapat di daerah-daerah Afrika, Syria, dan lain-lain ne-gara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Padang rumput di Indonesia, sebagaimana ditunjukkan Thohir (1991: 240-241), akan dijumpai di daerah-daerah yang memiliki iklim kering (adakalanya hingga 6 bulan), seperti Jatim, Sulsel, Nusa Teng-gara. Pun di daerah-daerah basah, seperti Gayo, Alas (Aceh), daerah Batak, Nias, Palembang (Sumsel), dan Lampung, di Indramayu, Sang-ga Buana (Jabar), Baluran (Jatim), sekitar Banjarmasin dan Hulu Su-ngai (Kalsel) dan daerah atas Kapuas (Kalteng) terdapat padang rum-put. Dipandang dari sudut ekologi, sesungguhnya di daerah-daerah ba-sah tak perlu ada padang rumput; justru pekarangan yang diharapkan, tetapi nyatanya tidak ada.

Page 88: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

59

Padang rumput yang terbentuk atas kekuatan alam dan dibiarkan berkembang secara alami tanpa campur tangan manusia akan dapat bertahan dalam keadaan keseimbangan ekologis, walaupun di tengah-tengah padang rumput itu terdapat hewan pemakan tanaman (herbivo-ra). Tetapi begitu manusia menjamak padang rumput dengan cara menggembalakan ternak secara liar dan memanfaatkan padang rumput itu juga sebagai lahan pertanian, begitu padang rumput itu akan me-nunjukkan pengaruh negatifnya atas lingkungan sekitarnya.

Pada rumput alami yang utuh dan tidak cacad, karena ulah manu-sia yang tidak bijaksana, akan merupakan penutup permukaan tanah yang mampu mematahkan energi kinetik dari tetesan air hujan, sehing-ga permukaan tanah tidak rusak dan mudah hanyut. Pun rumput-rum-putan yang menutup permukaan tanah akan menahan pengaliran air hujan di atas permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi. Ju-ga rumput-rumputan ini akan membantu peningkatan peresapan air hu-jan ke dalam tanah.

Kemampuan yang dimiliki padang rumput, seperti dilukiskan Thohir (1991: 241) di atas, akan merosot, karena: (1) jumlah ternak yang dilepaskan di padang rumput tak diatur dan disesuaikan dengan daya dukung padang rumput; rumput cepat habis dimakan; (2) tidak ada pengelolaan pertanaman rumput, sehingga konsumsi rumput oleh ternak tidak dapat diimbangi dengan produksi rumput; (3) lapangan atau lahan padang rumput akan rusak diinjak-injak ternak yang berke-lebihan; dan (4) manusia sendiri yang merusak ekosistem padang rum-put melalui perladangan yang berpindah-pindah.

c. Pengelolaan padang rumput secara permanen dan atas dasar teknologi yang tinggi

Thohir (1991: 241-242) mengeluhkan atas dilakukannya peternak-an secara besar-besaran di atas padang rumput yang luas. Ternak juga dilepaskan bebas. Padang rumput dianggap merupakan pemilikan per-seorangan dan karenanya dapat diatur menurut kehendak pemilik. Je-nis-jenis rumput maupun jenis-jenis ternak dikelola secara demikian hingga keseimbangan ekologi dalam asasnya dapat didekati. Pengelo-laan didasarkan atas “economical dan ecological approach.” Pengelola-

Page 89: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

60

an secara besar-besaran dan lagi pula atas dasar teknologi tinggi ba-nyak dilakukan di Amerika Serikat dan Australia.

Di Amerika Serikat telah diketahui, bahwa 10–15.000 ekor sapi memerlukan 1,5–3 hektar padang rumput dan tiap 1–3.000 ekor sapi memerlukan 4 orang penggembala; untuk tiap domba (biri-biri) ± 1 hektar padang rumput (adakalanya sampai 10 hektar); untuk domba di-perlukan 1 orang penggembala dengan bantuan beberapa ekor anjing per 1.000 ekor domba (adakalanya hingga 6.000 ekor); untuk kelinci liar diperlukan rumput yang sama jumlahnya dengan jumlah rumput yang diperlukan oleh seekor domba.

Di dalam usaha memperoleh keseimbangan ekologis dalam ling-kungan padang rumput yang dipergunakan sebagai tempat penggemba-laan lepas, Thohir (1991: 242) mengharuskan memperhatikan enam hal, yakni: (1) tiap spesies hewan pemamah-biak memiliki bahan ma-kanan yang berlainan; kuda mempunyai rumput khasnya sendiri dari sapi, kerbau, atau domba. Tak boleh dilupakan, bahwa satu jenis rum-put merupakan pilihan dari banyak spesies hewan pemamah-biak; (2) satu jenis rumput yang kurang laku pada banyak ternak hendaknya di-cegah untuk berkembang biak di lahan perumputan, karena kemung-kinan ada bahwa jenis ini akan berkembang biak tanpa gangguan dari ternak. Contoh: teki; (3) komposisi jenis rumput di satu lahan rerum-putan harus diselaraskan dengan komposisi spesies ternak yang akan dilepas di lahan itu; (4) harus dihindari untuk melepas spesies ternak yang sangat selektif dalam pemilihan makanannya dengan spesies yang akan makan apa saja yang dihadapi. Contoh, babi jangan dicam-pur dengan kambing; (5) dua spesies ternak yang memiliki selera ma-kanan yang sama jangan dicampur kalau terdapat perbedaan besar kon-sumsi. Contoh, kelinci dan biri-biri; dan (6) komposisi spesies ternak yang didasarkan atas umur akan mengubah juga komposisi spesies rumput, karena umur mempengaruhi besarnya konsumsi.

d. Pengelolaan padang rumput yang dikaitkan dengan usahatani

Padang rumput dikelola secara ekstensif seperti halnya dengan pe-ngelolaan padang rumput yang luas-luas (Amerika Serikat, Australia, dan lain-lain). Thohir (1991: 243) mengingatkan agar tidak mempergu-

Page 90: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

61

nakan padang rumput secara terus-menerus; hanya selama 90–150 hari setahunnya, yaitu pada waktu keadaan iklim mengizinkan. Sesudah la-dang rumput tak dapat dipergunakan karena keadaan iklim (dingin), ternak digiring ke kandang dan selama bulan dingin (winter) mem-peroleh makanannya dari hasil pertanian. Sistem ini banyak ditemui di daerah Alpen (Eropa) dan perladangan rumput ini dinamakan “Egar-ten-witschaft.”

Di negara-negara maju lain, yang tidak memiliki padang rumput yang luas, perladangan rumput dilaksanakan sebagai salah satu mata rantai usahatani. Lahan pelepasan ternak disediakan dengan pengete-rapan “cropping system” (sistem rotasi), di mana penanaman rumput yang berkualitas tinggi merupakan bagian dari seluruh pola pertanam-an. Tiap tahun tempat lahan rumput itu berpindah demi kebaikan ta-nah.

Di Indonesia, terutama di Jawa, pernah memiliki sistem “ladangan pangonan milik besama (desa).” Setiap pemilik ternak dari desa ber-sangkutan mempunyai hak untuk menggembalakan ternak di atas la-dang rumput milik bersama itu. Akhirnya, sistem ini ditinggalkan, ka-rena kekurangan akan tanah pertanian dan juga karena lahan perum-putan bersama itu banyak mendatangkan kerusakan tanah; daya du-kung dilampaui, karena jumlah ternak yang dilepaskan tak ada yang dapat membatasi. Akhirnya, petani peternak Indonesia lambat laun di-paksakan juga melakukan peternakannya di kandang dan adakalanya dapat melepaskan ternaknya, kalau kebetulan setelah panen ada tanah yang dikosongkan.

3. Estuari

Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari dide-finisikan Saputra (2011: 1) sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena itu, ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air laut ber-campur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih rendah daripada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan badan air di belakang pantai pasir, termasuk estuari. Begitu pula Prasyad (2012: 1) yang menganggap estuari sebagai bagian dari ling-

Page 91: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

62

kungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralih-an antara darat dan laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut, se-perti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelom-bang laut. Lingkungan estuari umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang, dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat.

Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya, menurut Saputra (2011: 1), adalah percampuran antara yang hidup endimik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial, ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia serrata), tiram (Crassostreacucullata), dan banyak ikan komersial merupakan hewan estuari.

Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan. Da-erah muara sungai yang terlindung dan kaya akan sumberdaya hayati menjadi tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran muara sungai.

Tidak hanya itu, karena muara sungai ini juga menjadi penghu-bung daratan dan lautan yang sangat praktis, maka manusia mengguna-kannya sebagai media perhubungan. Daerah yang terlindung juga men-jadi tempat berlabuh dan berlindung kapal, terutama di saat-saat laut berombak besar. Perkembangan industri pantai menambah padatnya wilayah estuari ini oleh kegiatan manusia, karena daratan estuari me-rupakan akses yang bagus buat kegiatan industri itu, khususnya terse-dia air yang melimpah, baik itu untuk pendingin generator maupun un-tuk pencucian alat tertentu dan tidak dapat dihindari nafsu untuk mem-buang limbah ke lingkungan akuatik. Mengingat banyaknya perikanan komersial yang tergantung pada ekosistem estuari ini, maka perlin-dungan ekosistem ini merupakan salah satu persyaratan ekonomi yang utama agar perkembangan ekonomi di wilayah ini dapat berkelanjutan. Banyaknya jenis pemanfaatan wilayah ekosistem estuari ini menye-

Page 92: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

63

babkan sering terjadinya bertentangan kepentingan dan kerusakan eko-sistem yang berharga ini. Oleh karena itu, perencanaan terpadu wila-yah estuari ini perlu dilakukan dengan seksama untuk menjaga ekosis-tem ini agar tidak rusak.

a. Keistimewaan estuari

Estuari adalah suatu daerah di mana air tawar dari sungai dan air asin dari laut bertemu dan sebagai perairan semi tertutup yang mem-punyai hubungan bebas dengan laut. Di estuari pasut (pasang surut) sa-ngat dominan pengaruhnya dibandingkan dengan arus yang ditimbul-kan oleh angin dan gelombang. Sehingga perilaku estuari sangat ter-gantung pada aksi pasut dan aliran sungai, di mana keduanya merupa-kan perubahan yang bebas.

Dyer (dalam Saputra, 2011: 2) membagi estuari dalam dua jenis, yaitu estuari positif dan estuari negatif. Estuari positif adalah suatu estuari di mana air tawar yang masuk dari sungai dan hujan lebih ba-nyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Estuari negatif adalah kebalikan-nya, yaitu di mana penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan, karena itu akan terjadi keadaan hypersaline (asin berlebih). Inter-aksi air tawar dan air asin menentukan sirkulasi air dan proses pencam-puran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas antara dua jenis air. Densitas air laut tergantung pada salinitas dan temperatur, tapi di es-tuari range salinitas sangat besar, sedangkan range temperatur kecil. Ka-rena itu, temperatur mempunyai pengaruh relatif kecil terhadap den-sitas.

Sedangkan berdasarkan karakteristik geomorfologinya, Bengen (dalam Prasyad, 2012: 3) mengelompokkan estuari atas empat tipe, yakni: (1) estuari daratan pesisir, paling umum dijumpai, di mana pem-bentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang mengge-nangi sungai di bagian pantai yang landai; (2) laguna (gobah) atau te-luk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak se-jajar dengan garis pantai, sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut; (3) fjords, merupakan estuari yang da-lam, terbentuk oleh aktivitas glesier yang mengakibatkan tergenangnya

Page 93: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

64

lembah es oleh air laut; dan (4) estuari tektonik, terbentuk akibat akti-vitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang meng-akibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang.

Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, menurut Prasyad (2012: 2), estuari menyimpan ber-juta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran sa-linitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuari merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrien yang menjadi unsur terpenting bagi pertumbuhan fitoplankton. Inilah sebe-narnya kunci dari keunikan lingkungan estuari. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrien) estuari dikenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crus-tacean, Bivalve, Echinodermata, annelida, dan masih banyak lagi kelom-pok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting, seperti siganus, baronang, sunu, dan masih banyak lagi menjadikan da-erah estuari sebagai daerah pemijahan dan pembesaran. Pada kawasan-kawasan subtropik sampai daerah dingin, fungsi estuari bukan hanya sebagai daerah pembesaran bagi berjuta hewan penting, bahkan men-jadi titik daerah ruaya bagi jutaan jenis burung pantai. Kawasan estuari digunakan sebagai daerah istrahat bagi perjalanan panjang jutaan bu-rung dalam ruayanya mencari daerah yang ideal untuk perkembangan-nya. Di samping itu, juga digunakan oleh sebagian besar mamalia dan hewan-hewan lainnya untuk mencari makan.

Keistimewaan lingkungan perairan estuari lainnya, lanjut Prasyad (2012: 2-3), adalah sebagai penyaring dari berjuta bahan buangan cair yang bersumber dari daratan. Sebagai kawasan yang sangat dekat de-ngan daerah hunian penduduk, daerah estuari umumnya dijadikan dae-rah buangan bagi limbah-limbah cair. Limbah cair ini mengandung ba-nyak unsur, di antaranya nutrien dan bahan kimia lainnya. Dalam ki-saran yang dapat ditolelir, kawasan estuari umumnya bertindak sebagai penyaring dari limbah cair ini, mengendapkan partikel-partikel beracun dan menyisakan badan air yang lebih bersih. Inipun dengan kondisi di mana terjadi suplai yang terus-menerus dari air sungai dan laut yang

Page 94: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

65

cenderung lebih bersih dan mentralkan sebagian besar bahan polutan yang masuk ke daerah estuari tersebut.

b. Produktivitas dan ancaman wilayah estuari

Salah satu bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuari (muara sungai). Daerah ini merupakan eko-sistem produktif yang setara dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang pro-duktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktivitas tinggi.

Bagi Nugroho dkk. (2012: 3), produktivitas merupakan suatu pro-ses produksi yang menghasilkan bahan organik yang meliputi produk-tivitas primer ataupun sekunder. Produktivitas primer pada wilayah es-tuari dapat diartikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersim-pan dalam aktivitas fotosintesis dari organisme produsen, terutama ta-naman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktivitas ini dilakukan oleh organisme autotrof seperti juga semua tumbuhan hijau mengkon-versi energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi karbon dioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan oksigen.

Estuari merupakan wilayah yang sangat dinamis, rentan terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan, baik fisik maupun biologi (eko-sistem) dari dampak aktivitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited).

Di sisi lain, wilayah estuari seringkali mendapat ancaman kerusak-an. Nugroho dkk. (2012: 3-4) menguraikan empat hal yang memung-kinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wi-layah estuari, yakni: (1) semakin meningkatnya penebangan hutan dan jelek-nya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wila-yah estuari. Laju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran su-ngai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses ke-

Page 95: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

66

rusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kon-disi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut, terutama bentos yang hidup di dasar perairan, seperti rumput laut, terumbu karang, dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh organisme untuk pernapasan atau berfotosintesis. Banyaknya sedimen yang akhir-nya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai; (2) pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhati-kan daya dukung produktivitas pada suatu kawasan estuari, seperti sumber-daya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus menda-pat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktivitasnya; (3) me-ningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuari. Le-bih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat; dan (4) kegiatan-kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan salur-an irigasi, drainase, dan penebangan hutan akan mengganggu pola alir-an alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, vo-lume, dan debit air. Pengurangan debit air yang dialirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuari dan menyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem per-airan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut, sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.

c. Upaya pengelolaan wilayah estuari

Fungsi wilayah estuari sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat permukiman, penangkapan ikan dan budidaya, jalur transpor-tasi, pelabuhan dan kawasan industri. Wilayah estuari juga merupakan ekosistem produktif, karena dapat berperan sebagai sumber zat hara.

Page 96: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

67

Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wi-layah estuari menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut.

Untuk itu, Nugroho dkk. (2012: 4-5) mengingatkan untuk memper-hatikan tiga hal yang penting dalam upaya pengelolaan wilayah es-tuari, seperti berikut.

1) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land)

Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan ekosistem perairan wilayah estuari, yaitu dengan menata kembali sis-tem pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wila-yah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir.

Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya, atau konservasi, maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang penggunaan lahannya seba-gai lahan budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik, ma-ka penggunaan lahan atas tidak diperkenaankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau lim-bah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan ter-lebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

2) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara optimal

Wilayah estuari yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya per-ikanan di wilayah estuari diperlukan tindakan bijaksana yang berorien-tasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaik-nya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).

3) Konservasi hutan mangrove

Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuari sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara eko-logis hutan mangrove adalah sebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding

Page 97: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

68

ground), dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal da-ri daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konservasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total ± Rp37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangro-ve), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener ban-deng, ikan tangkap, dan ikan umpan), option value, dan existence value.

Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positif terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wila-yah estuari, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.

4. Laut

Thohir (1991: 155) membenarkan bila tidak kurang 70% dari permu-kaan bumi itu, adalah laut. Atau dengan kata lain, ekosistem laut meru-pakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Laut itu merupakan ca-dangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi, dan bahan ma-kanan. Persediaan bahan mangan (Mn) ± 1.000 kali dari persediaan yang terdapat di daerah daratan. Selain itu, masih banyak bahan mine-ral lain yang terdapat dalam cairan air laut. Pun tak boleh dilupakan perkiraan para ahli tentang kekayaan dasar laut akan minyak bumi.

Sementara luas lautan Indonesia, seperti ditaksir Thohir (1991: 163), ± 5,8 juta km2 atau 75% dari seluruh wilayah Indonesia. Perairan laut ini terdiri atas 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 km2 perairan laut nusantara, dan 2,7 juta km2 ZEE. Potensi lautan Indonesia itu sederajat dengan potensi laut utara Eropa dan sebesar ± 2,3 ton per km2. Sumber kekayaan itu nyatanya belum sepenuhnya dimanfaatkan. Di atas kertas, lautan Indonesia yang seluas itu dapat diharapkan mempunyai kekaya-an sebesar ± 12 juta ton ikan. Hal ini juga dibenarkan Arianto dkk. (1988: 117), di mana ‘seakan-akan’ sumberdaya laut yang terkandung di dalamnya tak akan pernah habis dimanfaatkan oleh manusia.

Dengan demikian, akses manusia pada lingkungan laut atau kelaut-an sebagai lingkungan alami, arahnya pada bagaimana mengelola laut atau pembangunan kelautan yang lebih baik. Pembangunan kelautan

Page 98: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

69

bukanlah sektor tunggal, melainkan multisektor dan multifungsi, se-hingga dalam pemanfaatannya diperlukan sinergi antarpengelola SKA di laut dan koordinasi lintas sektoral yang terkait dan kompeten di bi-dang kelautan. Ditinjau dari geopolitik dan geostrategis, pengelolaan kelautan ini sangat logis jika dijadikan tumpuan dalam sektor pemba-ngunan ekonomi nasional. Namun ironisnya, menurut Lubis (2012: 1-2), dalam pembangunan daerah ataupun pembangunan nasional dewa-sa ini, sektor-sektor tersebut masih diposisikan sebagai sektor pinggir-an (peripheral sector), dibuktikan dari masih rendahnya tingkat pemanfa-atan sumberdaya, penerapan teknologi, serta hampir meratanya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat kelautan, terutama nela-yan. Dengan demikian, jika potensi sumberdaya kelautan ini dikelola secara sinergi antarkomponen pengelola terkait, proporsional, terenca-na, dan terkendali, akan mendorong perwujudan konsepsi Wawasan Nusantara yang bertumpu pada upaya membangun budaya waspada bangsa.

Tidak menutup kemungkinan, sebagaimana diakui Pandoyo (1994: 1), bahwa kekeliruan kebijakan dalam pengelolaan SKA di laut ini jus-tru akan menimbulkan gejolak sosial antardaerah, terutama meruncing-nya kesenjangan kesejahteraan masing-masing daerah. Keberhasilan pembangunan, termasuk kontribusi sektor kelautan secara langsung da-pat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, terutama memberi-kan kesejahteraan (prospherity) dan keamanan (security). Sementara itu, Purnomo Yusgiantoro (dalam Lubis, 2012: 2) memaparkan bila pe-ngelolaan SKA di laut telah memberikan kontribusi terhadap APBN 2004 sebesar Rp0,6 trilliun dari sektor perikanan, Rp1,6 trilliun dari sumberdaya mineral, Rp28 trilliun dari subsektor minyak bumi, dan Rp15,7 trilliun dari gas alam. Kontribusi masing-masing sektor ini masih berpeluang untuk ditingkatkan terutama melalui sinergi antarpe-ngelola dan penerapan teknologi yang tepat.

a. Prospek pengelolaan SKA di laut

Prospek pengelolaan SKA di lepas pantai, menurut Lubis (2012: 2), semakin memberikan peluang mengingat ditemukannya indikasi baru potensi “mineral hidrotermal” di dasar laut dalam. Pembentukan

Page 99: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

70

sumberdaya mineral hidrotermal dipengaruhi oleh kegiatan magmatis-me di dasar laut. Indikasi adanya hidrotermal deposit di perairan Indo-nesia ditemukan di perairan Sulut, Selat Sunda, dan perairan Wetar (gunung api bawah laut Komba, Abang Komba, dan Ibu Komba). Para ahli geologi kelautan menaruh perhatian dan harapan, karena diyakini lubang hidrotermal ini membawa larutan mineral yang selanjutnya mengawali proses mineralisasi pada suatu jebakan mineral dasar laut, terutama mineral oksida emas (dengan ciri adanya white smoker) dan tembaga (dengan ciri adanya black smoker).

SKA lainnya yang masih dalam tahapan eksplorasi adalah peman-faatan “gas biogenik.” Gas biogenik merupakan salah satu sumber energi alternatif yang relatif murah, bersih lingkungan, dan mudah di-kelola. Pemetaan geologi kelautan sistematis di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat Madura yang dilakukan42) memperlihatkan indikasi sumber gas biogenik yang terperangkap pada sedimen Holocene. La-pisan pembawa gas ini umumnya ditemukan pada kedalaman 20–50 m di bawah dasar laut. Pemetaan secara horizontal menunjukkan, bahwa hampir seluruh kawasan perairan dangkal, terutama di muara sungai-sungai purba ditemukan indikasi sedimen mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga Lubis (2012: 3), merupakan akumulasi gas bio-genik yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen resen. Secara umum, Qilun (1995: 1) menyimpulkan bila gas biogenik ini didominasi oleh gas metana (CH4) yang dikenal sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

b. Sinergi pengelolaan laut yang ideal

Persyaratan utama bagi suatu sistem sinergi yang ideal, menurut Doctoroff (dalam Lubis, 2012: 3), adalah kepercayaan, komunikasi yang efektif, umpan balik yang cepat, dan kreativitas. Dalam makna lainnya, sinergi adalah suatu sumber kekuatan organisasi yang ampuh, bahkan sering digunakan untuk memperlihatkan perbedaan antara suk-ses dan kegagalan. Salusu (2004: 2) menegaskan bila teori sinergi

42) oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Departemen Energi

dan Sumberdaya Mineral sejak tahun 2001-2004 (Lubis, 2012: 3)

Page 100: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

71

(synergy) mengacu pada Gaya Manajemen Sinergik dalam organisasi, yaitu senantiasa menciptakan harmonis. Landasan teori peningkatan si-nergi pengelolaan SKA di laut mengacu pada konsep “competitive ad-vantage, creating, dan sustaining performance,” sedangkan prinsip yang dikembangkan mengacu pada prinsip dasar kompetisi yang ber-tumpu pada perkembangan lingkungan strategis. Dalam istilah mana-jemen, sinergi diartikan bersaing dengan lebih baik dari yang diharap-kan untuk meraih keunggulan kompetitif yang standar.

Dengan demikian, maka secara langsung sinergi atau kemitraan kerja antarkomponen pengelola SKA di laut akan tumbuh menjadi wa-dah sinergi yang efisien, berkualitas, fleksibel, dan inovatif. Oleh se-bab itu, wadah sinergi sebagai ciri kerja sama kemitraan harus senan-tiasa dikembangkan secara dinamis sesuai dengan konsep “learning or-ganization” mengikuti trend atau perkembangan lingkungan strategis (Senge dalam Lubis, 2012: 3).

Selanjutnya Silower (dalam Lubis, 2012: 3-4) mengemukakan, bahwa dasar-dasar sinergi yang terdiri atas visi strategis, strategi buda-ya, kekuasaan dan budaya, integrasi sistem, dan investasi awal untuk memperoleh imbalan sebagai premium. Keempat komponen itu mewa-kili unsur-unsur utama dari suatu strategi kerja sama atau kemitraan yang harus berada pada posisinya. Dalam hal ini, komponen sinergi yang dimaksud dikelompokkan menjadi antarpemerintah pusat dan daerah, antarpenerapan teknologi, antar-stakeholder, antarpengelola wi-layah garapan/kerja, dan antarsektor pembangunan terkait. Dalam konteks keterkaitan masing-masing dasar sinergi, berlaku bahwa jika salah satu dari keempat dasar ini tidak ada pada saat kesepakatan kerja sama dilakukan, maka sinergi pun akan menjadi “perangkap,” premi-um kemungkinan mewakili kerugian total bagi komponen sinergi.

Walaupun demikian, berkenaan dengan persaingan ini, dasar siner-gi ini perlu diterapkan, namun bukan satu-satunya “komponen yang menentukan” untuk menjamin perncapaian peningkatan kinerja.

c. Kendala sinergi pengelolaan laut

Sehubungan dengan cukup berlimpahnya potensi SKA di laut dan implementasi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi menjadi UU

Page 101: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

72

Nomor 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan di Daerah, maka da-lam implikasi positif sinergi pengelolaan SKA di laut terhadap pemba-ngunan daerah, menurut Lubis (2012: 4), akan membawa dua konse-kuensi penting, yakni: (1) bagaimanapun juga daerah dituntut untuk mampu mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya ke-lautan, agar tersedia data akurat tentang potensi sumber kekayaan laut di wilayah laut kewenangannya; dan (2) daerah juga dituntut secara ce-pat dapat mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sus-tainable development). Dalam hal ini, desentralisasi kewenangan ini ber-arti memberikan peluang diangkatnya kembali nilai-nilai kearifan lokal yang dianut masyarakat daerah dalam mengelola SDA di laut.

Selain itu, dalam usaha meningkatkan sinergi pengelolaan SKA ini, Lubis (2012: 4-5) telah mengidentifikasi lima kendala yang diha-dapi, atas kesenjangan yang terjadi antara kondisi sinergi faktual saat ini dengan kondisi ideal yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut, adalah: (1) belum tersedianya UU Kebijakan Kelautan Nasional (ocean policy) sebagai acuan yang jelas dan tegas. Kebijakan kelautan adalah payung legitimasi yang berfungsi sebagai arahan operasional tentang pengelolaan perairan Indonesia dan digunakan sebagai acuan sektor-sektor terkait, antarpemerintah pusat dan daerah, antar-stakeholder, an-tarpenerapan teknologi, dan antarwilayah garapan/wilayah kerja dalam menyusun sinergi pengelolaan SKA; (2) masih terbatasnya kemam-puan SDM dan penguasaan iptek kelautan, menyebabkan ketergan-tungan iptek pada negara lain. Masih lemahnya penguasaan iptek ke-lautan dalam pengelolaan lingkungan laut juga masih dikalahkan oleh kuatnya pengaruh isu lingkungan yang berlebihan, sehingga mengham-bat iklim investasi komoditas kelautan; (3) terbatasnya data dan infor-masi kelautan dalam format standar GIS, terutama data potensi rinci sebagai tumpuan dalam mengembangkan dan merencanakan pengelo-laan pemanfaatan SKA di laut; (4) sektor kelautan dirasakan masih se-bagai sektor pinggiran (periperal sector), sehingga belum mendapat prio-ritas yang proporsional dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional; (5) luasnya perairan Indonesia (3,2 juta km2) di samping me-rupakan wilayah yang berpotensi kekayaan alam juga merupakan ke-lemahan dalam “span of control” bidang komunikasi, transportasi, dan

Page 102: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

73

pengendalian sistem pemerintahan yang rawan terhadap berbagai an-caman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

Di sisi lain, lanjut Lubis (2012: 5), pengaruh perkembangan ling-kungan strategis, terutama global, regional, dan nasional telah mem-bawa konsekuensi tersendiri terhadap kebijaksanaan dalam mening-katkan sinergi pengelolaan SKA di laut. Dampak globalisasi yang pa-ling kuat, adalah munculnya ketidakpastian (uncertainty), kompleksitas (complexity), dan kompetisi (competition). Oleh sebab itulah, globalisasi di samping memberikan dampak negatif juga memberikan peluang jika dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Pergeseran kekuatan politik dunia dari bipolar menjadi multi-polar pascaperang dingin, telah berdampak pada situasi yang berubah sangat cepat dan sulit untuk diprediksi. Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 telah berdampak luas terhadap solidaritas negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), karena masing-masing negara anggota lebih mencurahkan perhatian serta upaya-upaya penanggulangan untuk mengatasi krisis di dalam negerinya masing-masing. Perkembangan lingkungan strategis di dalam negeri merupakan indikator mulai bang-kitnya semangat dan tekad daerah untuk membangun daerahnya, se-suai amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

d. Sinergi pengelolaan yang diharapkan

Mengacu pada data faktual dan aktual, baik pengelolaan SKA ha-yati ataupun non-hayati, sumberdaya yang terpulihkan, ataupun yang tidak terpulihkan, maka kondisi sinergi pengelolaan SKA di laut yang diharapkan adalah terwujudnya visi pembangunan kelautan yang me-ngedepankan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Secara keseluruh-an kondisi sinergi pengelolaan yang diharapkan Lubis (2012: 5-8), se-perti berikut.

1) Terwujudnya sinergi antarpemerintah pusat dan daerah yang berbasis kesetaraan

Tingkat sinergi pengelolaan antarpemerintah pusat dan daerah yang diharapkan, adalah kerja sama yang saling menunjang sesuai de-ngan peran dan fungsinya. Adanya tumpang tindih kewenangan yang menjadi kendala dalam optimalisasi pengelolaan, seyogianya diselesai-

Page 103: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

74

kan berdasarkan aturan yang berlaku, namun dalam koridor persatuan dan kesatuan NKRI. Dalam hal ini, konsep kesetaraan dalam pengelo-laan dan pemanfaatan SKA di laut diharapkan akan membangkitkan semangat kebersamaan.

Adanya kesenjangan yang dialami daerah dalam pengalihan kewe-nangan pengelolaan, terutama berkaitan dengan sistem kontrak gene-rasi lama hendaknya diselesaikan secara elegan, di mana kontrak ini harus senantiasa dihormati, namun kepentingan daerah juga harus di-utamakan, sehingga daerahlah yang akan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Kebijakan daerah yang dikeluarkan untuk tujuan pengaturan agar lebih memberikan “win-win solution” hendaknya ti-dak boleh bertentangan dengan isi kontrak yang sudah ditandatangani bersama, hal ini untuk menghindari adanya tuntutan arbitrase akibat perselisihan pelanggaran kontrak.

2) Tercapainya sinergi antarpenerapan teknologi yang bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri

Sinergi penerapan teknologi oleh masing-masing sektor merupa-kan salah satu kunci keberhasilan pembangunan, karena keterpaduan dalam penerapan teknologi pengelolaan akan menghasilkan luaran yang jauh berlipat ganda dibandingkan jika dilaksanakan secara sen-diri-sendiri. Keterpaduan penerapan teknologi ini merupakan cerminan akan tingkat kerja sama ilmiah yang berkualitas akademis.

Kondisi yang diharapkan, adalah sinergi penerapan teknologi yang menyebabkan lepasnya ketergantungan yang tinggi pada negara lain. Penyeragaman penerapan teknologi diharapkan akan mengurangi ke-tergantungan masing-masing sektor terhadap teknologi asing, dengan menggunakan kekuatan teknologi bangsa sendiri yang diharapkan akan terjadi saling keterikatan antarpengguna teknologi, sehingga akan memperkokoh sinergi pengelola.

Selain itu, penggunaan teknologi yang tidak seragam menyebab-kan ketergantungan teknologi asing, baik software maupun hardware, termasuk sparepart. Sebagai contoh, penerapan DOS System IBM com-patible, Machintos, Lynux, dan sebagainya. Hal yang sama dengan pe-nerapan GIS pada peta-peta tematik kelautan akan mempermudah ak-ses dalam memperoleh informasi secara cepat dan akurat. Walaupun

Page 104: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

75

kondisi penguasaan teknologi pengelolaan SKA laut masih belum cu-kup memadai, tetapi upaya-upaya untuk menerapkannya telah mulai dirintis dan dilaksanakan.

Dengan demikian, diharapkan bahwa sinergi penerapan teknologi dalam mengelola SKA di laut ini akan menjadi pengikat sinergitas un-tuk kerja sama lintas sektoral lainnya.

3) Meningkatnya sinergi antarsektor pembangunan terkait yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan

Peningkatan sinergi lintas sektor pembangunan dalam pengelolaan sumber kekayaan laut terutama yang terkait, kompeten dan mempu-nyai kepentingan merupakan harapan yang harus diwujudkan bersama. Kelemahan masa lalu, di mana masing-masing sektor pembangunan melaksanakan pengelolaan SKA di laut hanya bertumpu pada kepen-tingan sektornya saja akan segera dihapuskan dan digantikan dengan konsepsi sinergi lintas sektor pembangunan yang saling terikat, terin-tegrasi, dan saling menunjang.

Diharapkan, sinergi lintas sektoral ini akan menghasilkan hasil lu-aran yang berlipat ganda. Konsepsi “one data for all” merupakan upaya untuk memangkas biaya inventarisasi data kelautan, sehingga dapat di-gunakan secara bersama-sama.

Untuk mencapai harapan terwujudnya peningkatan sinergi penge-lolaan SKA di laut ini, maka perlu wacana yang dapat menampung berbagai kepentingan. Salah satu wacana yang diharapkan, adalah ter-bentuknya semacam lembaga Koordinator atau Dewan Kelautan yang lebih bersifat operasional, sehingga lebih mudah untuk melaksanakan koordinasi dan sinergi secara teknis. Dengan demikian, maka peta ke-kuatan pengelola sumberdaya kelautan ini akan terpetakan secara lebih rinci, sehingga lebih mudah dalam menyusun prioritas perencanaan pe-ngelolaan yang diarahkan pada konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

4) Terjalinnya sinergi antar-stakeholder pengelola SKA yang berbasis saling menguntungkan

Sinergi antar-stakeholder yang bergerak dalam pengelolaan SKA la-ut ini, meliputi investor (pengusaha), pemerintah, dan masyarakat yang

Page 105: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

76

secara langsung menjadi pelaku pengelolaan. Kondisi sinergi antar-sta-keholder pengelola yang diharapkan adalah terwujudnya sinergi antar-stakeholder dalam suatu ikatan kerja sama yang saling menguntungkan dengan konsepsi yang jelas, sistematik, dan terencana.

Dengan demikian, konsepsi kemitraan saling menguntungkan da-pat diterapkan secara menyeluruh, sehingga kegiatan masing-masing stakeholder ini lebih berorientasi pada kepentingan bersama dan saling menunjang dalam wadah konsorsium yang sehat dan dinamis, serta mengikutsertakan seluruh masyarakat kelautan, termasuk organisasi profesi seperti ISOI, HAGI, IAGI, IATMI, MAPIN, PERHAPI, HNI, dan sebagainya.

Kepentingan masyarakat di daerah lebih diprioritaskan dan diarah-kan agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, sehingga de-ngan meningkatnya kesejahteraan masyarakat akan menumbuhkan ke-percayaan masyarakat terhadap stakeholder sebagai bagian dari masya-rakat.

Konsep sinergi antar-stakeholder ini akan memberikan manfaat yang besar bagi para stakeholder dan juga masyarakat akan mendapat-kan manfaat atas kegiatan yang dilaksanakan, baik secara langsung melalui keterlibatan dalam kegiatan pengelolaan ataupun secara tidak langsung melalui hasil-hasil pembangunan di daerah.

5) Terbinanya sinergi antarpengelolaan wilayah garapan/wilayah kerja yang berwawasan lingkungan

Sinergi pengelolaan wilayah garapan SKA di laut masih menjadi persoalan berkepanjangan, karena wilayah pengelolaan SKA di laut melibatkan wilayah perairan yang relatif sangat luas dan sulit dikadas-terkan43). Sebagai contoh, wilayah pengelolaan perikanan tangkap (sembilan wilayah kadaster) atau wilayah garapan hayati, terutama ikan tangkap memperlihatkan wilayah yang selalu tumpang-tindih, ka-rena dinamisnya pergerakan ikan-ikan tangkap tersebut. Hal ini terjadi karena wilayah penangkapan ikan ini biasanya dinamis tergantung dari posisi kelompok ikan yang menjadi sasaran penangkapan.

43) dipilah-pilah sebagai peta tematik

Page 106: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

77

Dengan demikian, penangkapan ikan secara operasional tidak da-pat dibatasi oleh batas wilayah garapan, karena merupakan SKA di la-ut yang dinamis. Sebaliknya, wilayah kerja pengelolaan, seperti pasir timah, kromit, “mineral hidrotermal” atau “gas biogenik” di dasar laut dibatasi oleh wilayah kerja yang statis dan menetap.

Sinergi pengelolaan wilayah garapan menyangkut wilayah andal-an, yaitu yang mempunyai potensi SKA non-hayati, seperti migas dan sumberdaya mineral dasar laut juga tidak terlepas dari batas wilayah garapan/wilayah kerja, namun karena sifat keberadaan potensi non-ha-yati ini statis, maka dapat secara tegas dipetakan batas-batasnya pada peta wilayah kerja.

Namun demikian, dalam kegiatan pengelolaan SKA di laut harus senantiasa memelihara pelestarian lingkungan laut. Wilayah konserva-si yang merupakan wilayah garapan yang terlarang untuk dimanfaat-kan dan wilayah pengelolaan tradisional yang dikelola penduduk seca-ra tradisional, diharapkan mempunyai kebijaksanaan tersendiri, karena pemanfaatannya terbatas pada kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga harus mendapat prioritas tersendiri. Dengan demikian, sinergi pengelo-laan SKA di laut ini, diharapkan oleh Lubis (2012: 9), akan menghasil-kan luaran yang signifikan, terutama memberikan peran yang lebih le-luasa pada pemerintah daerah dan stakeholder dalam memanfaatkan SKA di laut, namun dengan tetap memperhatikan konsep pembangun-an berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup.

Dalam hal ini, nuansa konsepsi sinergi antarpengelola SKA di laut ini lebih ditekankan pada peran pemerintah sebagai regulator dan fasi-litator untuk memprakarsai peningkatan berbagai kerja sama antarber-bagai komponen pengelola SKA di laut, terutama antarpemerintah pu-sat dan daerah, lembaga kompeten, stakeholder, dan masyarakat kelaut-an. Tentu saja dalam implementasinya diperlukan berbagai regulasi se-bagai payung hukum, sehingga sinergi dapat dilaksanakan tanpa ham-batan legitimasi.

5. Sungai

Air hujan yang turun dari awan itu, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian diserap oleh serasah dan lapisan humus yang terletak di ba-

Page 107: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

78

wah permukaan tanah dan sisanya mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, rawa, dan laut. Air yang terserap oleh se-rasah dan humus tersimpan sebagai cadangan dan akan mengatur pengaliran/penggunaan air simpanan itu secara alami. Sedang air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan ke luar sebagai “mata air” atau “thuk” (bahasa Jawa). Mata air inilah, menurut Thohir (1991: 176), merupakan sumber air dari sungai.

Sungai merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Ribuan tahun yang lalu, kota-kota be-sar di dunia berawal dari sebuah peradaban di sepanjang sungai, seper-ti Kairo dengan sungai Nil-nya, New Delhi dengan sungai Gangga-nya, dan Paris dengan sungai Seine‐nya. Fungsi sungai sebagai sumber air dan sarana transportasi, adalah sebagian alasan mengapa memba-ngun sebuah kota dimulai dari pinggiran sungai. Indonesia dikaruniai jumlah sungai yang cukup banyak dan bervariasi akibat adanya distri-busi hujan berpola musiman dan kondisi geologi yang berbeda-beda. Kondisi inilah yang menurut Purwasasmita (2012: 1), juga dimanfaat-kan oleh para pendahulu dalam membangun komunitas dan peradaban-nya, sebut saja Jakarta dengan sungai Ciliwung‐nya, Tangerang de-ngan sungai Cisadane‐nya, Palembang dengan sungai Musi-nya, dan Bandung dengan sungai Citarum-nya.

Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berba-gai aktivitas yang berhubungan dengan SDA, pada saat ini sungai telah mengalami penurunan fungsi yang ditandai dengan adanya penyempit-an, pendangkalan, dan pencemaran sungai. Sebagai gambaran, tekanan manusia terhadap hulu sungai Citarum Jabar telah menimbulkan laju sedimentasi sebesar 10 juta m3 per tahun (Dishut Jabar, 2011). Gam-baran lain di Waduk Jatiluhur juga sudah mengkhawatirkan, data Jasa Tirta II menunjukkan, jumlah air yang tersedia di bendungan itu hanya 2,98 miliar m3. Sedangkan kebutuhan air mencapai 3,63 miliar m3. Ja-di, defisit air mencapai 0,65 miliar m3.

a. Tata pengelolaan sungai

Sumberdaya air merupakan nikmat Tuhan YME yang tidak ternilai harganya. Seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi memerlu-

Page 108: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

79

kannya sebagai salah satu sumber kehidupan. Seiring perjalanan wak-tu, ketika populasi manusia kian hari kian bertambah, kebutuhan akan air pun kian meningkat. Tapi di sisi lain, ketersediaan sumberdaya air justru semakin berkurang.

Untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya air dan kebutuhan masyarakat akan air, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Mengingat vitalnya keberadaan sumberdaya air, UU ini mengamanatkan, bahwa sumber-daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar-nya kemakmuran rakyat.

Dengan dasar penguasaan tersebut, negara mengatur tentang hak guna air. Bagi perseorangan yang menggunakan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk keperluan pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi, dapat memperoleh hak guna air se-luas-luasnya tanpa harus memiliki izin. Hak guna pakai air memerlu-kan izin, menurut Tasbul (2012: 1-2), apabila: (1) cara menggunakan-nya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air; (2) dituju-kan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar; atau (3) digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 7 tahun 2004, lanjut Tasbul (2012: 2), pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. PP ini mengatur mengenai ruang sungai, pengelolaan sungai, perizinan, sistem informasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana sumberdaya air yang lain, sungai juga dikuasai oleh ne-gara dan merupakan kekayaan negara. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tuju-an untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

PP itu juga dalam penjelasan umumnya mengungkapkan, bahwa untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu dikenda-likan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan berkelanjutan an-tara fungsi sungai dan kehidupan manusia. Hal yang menarik dalam batang tubuh PP ini, menurut Purwasasmita (2012: 2), adalah pada Pa-sal 74 yang berbunyi: “dalam rangka memberikan motivasi kepada

Page 109: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

80

masyarakat agar peduli terhadap sungai, tanggal ditetapkannya PP ini ditetapkan sebagai Hari Sungai Nasional.”

Dengan demikian, peringatan Hari Sungai Nasional pada tahun 2012 yang jatuh pada tanggal 27 Juli menjadi peringatan pertama kali sesuai dengan mandat PP tersebut. Tentu saja gerakan kepedulian ter-hadap sungai tidak hanya diselesaikan melalui peringatan ini saja, te-tapi masyarakat sebagai pemanfaat sungai perlu diajak mengenali per-masalahan, keterbatasan, dan manfaat pengelolaan sungai secara leng-kap dan benar, sehingga dapat tumbuh kesadaran untuk ikut berparti-sipasi mengelola sungai. Keterlibatan partisipasi masyarakat yang pa-ling nyata, adalah gerakan peduli sungai dengan program perlindungan alur sungai dan pencegahan pencemaran sungai yang dilakukan oleh masyarakat (Penjelasan PP Nomor 38 Tahun 2011).

b. Perizinan, kewajiban, dan sanksi pengelolaan sungai

Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wa-jib memperoleh izin. Kegiatan dimaksud meliputi: (a) pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai; (b) pelaksanaan konstruksi yang meng-ubah aliran dan/atau alur sungai; (c) pemanfaatan bantaran dan sem-padan sungai; (d) pemanfaatan bekas sungai; (e) pemanfaatan air su-ngai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat da-lam sistem irigasi yang sudah ada; (f) pemanfaatan sungai sebagai pe-nyedia tenaga air; (g) pemanfaatan sungai sebagai prasarana transpor-tasi; (h) pemanfaatan sungai di kawasan hutan; (i) pembuangan air lim-bah ke sungai; (j) pengambilan komoditas tambang di sungai; dan (k) pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau ja-ring apung.

Kewenangan pemberian izin untuk masing-masing kegiatan terse-but di atas berbeda-beda. Perizinan untuk kegiatan pada ruang sungai yang yang disebutkan, mulai dari huruf a sampai dengan huruf f dibe-rikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ke-wenangannya. Sedangkan izin huruf g diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat re-komendasi teknis dari pengelola sumberdaya air. Selanjutnya, izin se-

Page 110: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

81

bagaimana dimaksud huruf h diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam bentuk Izin Usaha Peman-faatan Jasa Lingkungan pemanfaatan aliran air dan pemanfataan air sete-lah mendapat rekomendasi teknis dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan, kecuali untuk kawasan hu-tan yang pengelolaannya telah dilimpahkan ke BUMN di bidang kehu-tanan. Izin sebagaimana dimaksud dalam huruf i dan huruf j diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-dangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber-daya air. Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi-dang perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang-an, berwenang mengeluarkan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf k, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumberdaya air.

Pemegang izin kegiatan pada ruang sungai diwajibkan untuk: (1) melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai; (2) melin-dungi dan mengamankan prasarana sungai; (3) mencegah terjadinya pencemaran air sungai; (4) menanggulangi dan memulihkan fungsi su-ngai dari pencemaran air sungai; (5) mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai; dan (6) memberi-kan akses terhadap pelaksanaan pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pemeriksaan.

Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban-kewa-jibannya dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain dikenai sanksi administratif, apabila pelaksanaan kegiatan pada ruang sungai yang dilakukan oleh pemegang izin menimbulkan: (1) kerusakan pada ruang sungai dan/ atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau per-baikan atas kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau (2) kerugian pa-da masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang dialami masya-rakat.

Pada saat PP ini mulai berlaku, setiap izin pemanfaatan sungai te-tap berlaku sampai dengan berakhirnya izin. Sedangkan permohonan izin pemanfaatan sungai yang sedang dalam proses wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam PP ini. Dan pada saat PP ini mulai berlaku, PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik In-

Page 111: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

82

donesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sedang-kan semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepan-jang tidak bertentangan dengan PP ini.

6. Danau

Danau terbentuk melalui berbagai cara; ada karena peristiwa vulka-nik, patahan di permukaan bumi, tikungan sungai, dan lain-lain. Di In-donesia, kedalaman danau (bagian tengah) antara 3–10 m; sementara ciri khas dari danau, ialah ketenangan air, air danau seolah-olah tak mengalir, dan debit air tak banyak berubah, jika dibandingkan sifat de-bit air sungai. Sifat-sifat itu, menurut Thohir (1991: 190), besar penga-ruhnya atas kehidupan di danau.

a. Danau dan lingkungan hidupnya

Ketika danau terbentuk, keadaan airnya jernih; bahan organik yang dikandungnya sedikit; kerapatan tumbuhan dan hewan rendah; suhu air tidak tinggi, karena sinar matahari dapat menembus air hingga dalam berkat kejernihan air; bahan makanan di danau sedikit, tetapi kaya akan oksigen. Danau yang demikian keadaannya adalah danau yang kurang mengandung makanan; danau semacam ini, disebut oleh Thohir (1991: 190) sebagai danau oligotrof (danau yang sedikit me-ngandung makanan). Jenis-jenis hewan (ikan) dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan penghuni dari danau dengan sendirinya, adalah he-wan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat menyesuaikan dengan lingkungan air yang jernih, cukup dingin, dan sedikit makanan. Aki-batnya, di permukaan air terjadi kekurangan unsur-unsur kimia yang penting bagi organisme hidup, yaitu zat fosfor, nitrogen, dan kalsium.

Danau “oligotrof” ini, kecuali kalau danau itu memang tetap keku-rangan makanan dan atau memang sangat dingin, lama-kelamaan akan menunjukkan peningkatan aktivitas biologis. Atau dengan kata lain, pada permukaan air danau akan penuh dengan ganggang, fitoplankton, zooplankton, dan sampah organik. Air lambat-laun menjadi keruh; si-nar matahari kurang mampu lagi untuk menembus air hingga lapisan dalam, dengan akibat proses fotosintesis terbatas pada permukaan air.

Page 112: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

83

Aktivitas biologis yang makin meningkat menyebabkan makin me-ningkatnya produksi sampah bahan-bahan organik. Sampah-sampah ini akhirnya mengendap di dasar danau dengan akibat berkurangnya kedalaman. Dengan adanya pengaliran air sungai ke danau yang mem-bawa lumpur dan sebagainya, proses pendangkalan danau makin di-percepat. Kegiatan biologis, khususnya di tepi danau yang dangkal, makin meningkat; keanekaragaman kehidupan pun bertambah; kesu-buran danau lebih tinggi daripada saat terbentuknya, namun belum mencapai kesuburan optimal. Danau dengan kesuburan “setengah-te-ngah” ini, dinamakan oleh Thohir (1991: 191) sebagai danau mesotrof.

Kesuburan danau tidak berhenti pada saat danau dalam keadaan “mesotrof”; kesuburan danau lambat-laun mencapai titik kesuburan optimal atau mencapai titik “eutrof”; permukaan danau penuh dengan bahan-bahan makanan yang dapat berkembang dari keanekaragaman kehidupan biologis di permukaan danau. Pada saat danau akan menca-pai kesuburan optimal, justru pada saat ini kehidupan biologi menurun dan mengarah pada kemusnahan. Jika keadaannya sudah demikian, maka danau itu sudah dalam keadaan “distrof” (mati).

Pada keadaan distrof, jumlah bahan organik yang tertumpuk di da-sar danau tak dapat dimineralisir (dibusukkan) keseluruhannya, karena kurang cukupnya oksigen. Tumbuh-tumbuhan air (tumbuhan akuatik), kurang atau bahkan tidak mampu lagi memprodusir oksigen yang jum-lahnya cukup dapat untuk membusukkan bahan-bahan organik yang berada di dasar danau. Selain itu, tumbuh-tumbuhan itupun akan me-nurun keaktifan biologisnya; danau menjadi mati. Dengan matinya da-nau, lahirlah komunitas baru, yaitu komunitas daratan.

Dari contoh yang disajikan Thohir (1991: 192) di atas jelas, bahwa jika ingin mempergunakan danau sebagai tempat pemeliharaan ikan secara alami, perlu diketahui lebih dahulu jenis-jenis ikan mana yang dapat hidup dalam danau itu. Pengalaman menunjukkan, bahwa untuk memperoleh produksi ikan secara optimal di suatu danau, ialah meme-lihara berbagai jenis ikan, walaupun jenis-jenis ikan itu akan bersaing satu sama lain.

Kemanfaatan danau bagi kehidupan manusia cukup banyak; air da-nau dapat dipergunakan sebagai air minum, pengairan lahan pertanian,

Page 113: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

84

penggerak tenaga listrik; selain itupun danau acapkali dipergunakan sebagai tempat pemandian, rekreasi (olahraga air), dan sarana lalu lin-tas air. Namun, sebagai air irigasi lahan pertanian, air danau yang ku-rang mengandung lumpur kurang dapat menambah kesuburan tanah, bahkan penggunaan air miskin secara berlebihan dapat mencuci tanah subur, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah.

Danau – dengan adanya peningkatan penggunaannya – sering juga tercemar; pencemaran datangnya dari perahu-perahu/kapal-kapal yang membuang minyak, dan lain-lain ke danau; para pengunjung pemandi, olahragawan tak kalah peranannya dalam pencemaran air danau. Ak-hirnya, yang memegang ‘kejuaraan dalam perlombaan’ pencemaran air danau, adalah sungai-sungai yang bermuara di danau; air sungai-su-ngai ini membawa lumpur, limbah, dan sebagainya berasalkan dari tempat-tempat pemukiman, industri, dan lain-lain.

b. Strategi pengelolaan danau

Strategi-strategi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan danau, mencakup lingkup pengelolaan, strategi kelembagaan dan implementa-sinya, serta program dan pendekatan pengelolaan danau.

1) Lingkup pengelolaan danau

Lingkup kesatuan wilayah ekosistem perairan danau meliputi ba-dan air danau dan lingkungan di kawasan daerah tangkap airnya, se-hingga sistem pengelolaan lingkungan perairan danau harus merupa-kan bagian dari sistem pengelolaan sungai. Sebagai contoh, dalam pe-ngembangan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan, FAO (dalam Setiapermana, 2011: 1-2) menyarankan untuk membagi wilayah pe-ngelolaan kawasan wilayah sungai ke dalam tiga klaster, yaitu penge-lolaan kawasan pedesaaan, pengelolaan kawasan sub-DAS atau klaster orde sungai, serta pengelolaan DAS secara keseluruhan. Mengikuti konsep demikian, pengelolaan lingkungan perairan danau dapat ditem-patkan pada konteks pengelolaan kawasan perdesaan atau kawasan sub-DAS, di mana keterlibatan masyarakat lokal sangat diperlukan se-bagai subjek sekaligus juga objek dari pengelolaan itu sendiri meng-ikuti aturan-aturan pengelolaan yang lebih luas di tingkat DAS secara keseluruhan.

Page 114: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

85

Berdasarkan cara pandang perairan danau sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masya-rakat umum secara berkelanjutan menempatkan kepentingan sektor-sektor sebagai matrik sasaran pengelolaan dengan sektor lingkungan sebagai faktor pengikatnya. Dengan demikian, pengelolaan perairan danau juga harus meliputi upaya-upaya koordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau.

Informasi dan pengetahuan mengenai ekosistem perairan danau, meliputi struktur komponen dan proses ekologi serta sosial ekonomi masyarakat sangat diperlukan, baik untuk menentukan batasan daya dukung lingkungan maupun untuk penetapan nilai kepentingan setiap sektor yang terlibat.

2) Strategi kelembagaan dan implementasinya

Strategi kelembagaan pada dasarnya untuk mendorong pengem-bangan kelembagaan pengelolaan perairan danau yang bersifat partisi-patif. Peran pemerintah melalui kementerian atau dinas, misalnya DPU atau Balai Pengelola Wilayah Sungai sangat diharapkan untuk bertin-dak sebagai fasilitator pengembangan kelembagaan pengelolaan parti-sipatif tersebut.

Setiapermana (2011: 2-3) menguraikan lima langkah yang harus dilakukan di dalam strategi kelembagaan ini, yakni: (1) pembentukan forum untuk pertemuan-pertemuan koordinatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk penyusunan kerangka kelembagaan, me-liputi visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi-strategi pengelolaan, ter-masuk di dalamnya program-pogram implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pertemuan demikian juga ha-rus menyepakati bentuk kelembagaan serta yang akan dibentuk beserta struktur organisasi di dalamnya; (2) memperjuangkan aspek legal ke-sepakatan pengelolaan yang telah ditetapkan untuk dijadikan UU, PP, atau perda yang bersifat mengikat; (3) untuk implementasi kebijakan serta strategi pencapaian sasaran selanjutnya disusun master plan kawa-san perairan danau. Penyusunan ini juga memerlukan keterlibatan ma-syarakat, pemangku kepentingan, serta pemerintah, ditambah tenaga-tenaga ahli terkait yang dapat memberikan masukan-masukan informa-

Page 115: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

86

si untuk pengambilan keputusan yang akurat. Suatu tim ad hoc perlu di-bentuk untuk maksud tersebut, dan karena memerlukan dana yang cu-kup besar kegiatan penyusunan master plan kawasan danau ini sebaik-nya difasilitasi oleh pemerintah. Penetapan zona-zona peruntukan yang telah disusun diharapkan dapat menjadi acuan utama dalam penyu-sunan master plan kawasan danau ini. Master plan selanjutnya harus di-gunakan sebagai dasar pengembangan kawasan perairan danau; (4) pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi peraturan-per-aturan pengelolaan danau, pencerahan aspek fungsi lingkungan danau, informasi teknolgi penangkapan, pengolahan hasil tangkap, dan status terkini pasar, serta pelaksanaan insentif pembangunan masyarakat ber-basis sumberdaya perairan danau yang berkelanjutan; dan (5) pe-ngembangan sistem monitoring dan evaluasi lingkungan danau yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan danau. Data dan informasi tentang lingkungan danau, meliputi aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sangat penting untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan danau. Demikian juga keterbukaan akses data dan informasi tersebut melalui suatu sistem informasi sangat penting untuk pemberdayaan masyarakat serta masukan-masukan ilmiah serta ke pemerintahan yang baik.

Kecenderungan pengelolaan lingkungan perairan secara berkelan-jutan yang populer saat ini, adalah yang bersifat co-management atau partisipatif, yaitu sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator, sementara prakarsa-prakarsa tindak-an pengelolaan diserahkan kepada masyarakat dan para pemangku ke-pentingan melalui mekanisme permusyawarahan.

Selanjutnya Setiapermana (2011: 3-4) menjelaskan empat hal yang penting diperhatikan dalam implementasi pengelolaan partisipatif ter-sebut, yakni: (1) keberadaan masyarakat lokal/nelayan berdasar kepen-tingan dan kapasitas yang dimiliki didorong untuk menjadi pelaku ak-tif dalam implementasi sistem pengelolaan, termasuk di dalamnya upa-ya pendanaan sistem pengelolaan, sehingga dapat bersifat mandiri; (2) mekanisme pemecahan konflik kepentingan melalui forum musyawa-rah dan pengembangan kriteria-kriteria pengelolaan sumberdaya per-airan danau yang disepakati oleh semua fihak; (3) keberadaan pemerin-

Page 116: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

87

tah untuk mengakomodasi dan fasilitas aspek legal sistem pengelolaan yang disepakati melalui pembentukan peraturan-peraturan pemerintah dan penegakan hukum, serta insentif atau bantuan lain; dan (4) badan air danau merupakan bagian integral dari sistem aliran sungai secara keseluruhan, sehingga sistem pengelolaan perairan danau harus meru-pakan bagian dari kesatuan pengelolaan wilayah aliran sungai secara terpadu.

3) Program dan pendekatan pengelolaan

Program penyelamatan danau merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pesisir. Danau me-rupakan SDA yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Se-cara ekologis danau merupakan habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara ekonomi danau merupakan sumber mata pencaharian petani dan nelayan di sekitarnya, juga ber-fungsi sebagai sarana transportasi dan objek wisata.

Dalam upaya penyelamatan danau, Setiapermana (2011: 4) menya-rankan perlunya melakukan kajian lingkungan eksternal dan internal, sehingga upaya yang dilakukan tersebut efektif dalam mencapai sa-saran. Kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal dan internal per-lu dianalisis, sehingga dapat diketahui dampak penting ditimbulkan dan dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin dapat di-lakukan.

Pelaksanaan program, lanjut Setiapermana (2011: 4), dapat dilaku-kan berdasarkan tiga pendekatan, yakni: (1) pendekatan ilmiah, dalam setiap kegiatan diterapkan inovasi teknologi untuk memecahkan masa-lah; (2) pendekatan partisipatif, masyarakat terlibat langsung dalam pe-laksanaan program dengan pengawalan dan pengawasan dari instansi terkait; dan (3) pendekatan integratif dan koordinatif, program dilaku-kan secara terpadu oleh berbagai stakeholder.

Page 117: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

88

Page 118: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB V

Akses Manusia pada Lingkungan Buatan

ADA bab ini akan dikaji pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan buatan dimaksud,

mencakup perumahan dan permukiman,perkantoran, lingkungan produksi, dan ling

Perumahan dan permukiman, an dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian, upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis

Dengan demikian, maka perkembanganmahan dan permukiman, menjadi tapkan BKP4N (2002: 10-15), yang dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaramahan dan permukiman.

a. Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia

Sampai menjelang berakhirnya abad kemahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan me

89

Akses Manusia pada Lingkungan

ini akan dikaji pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan buatan dimaksud,

perumahan dan permukiman, industri, bisnis dan perkantoran, lingkungan produksi, dan lingkungan pendidikan.

1. Perumahan dan Permukiman

selain merupakan salah satu kebutuh-an dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan

kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pe-ngejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditan-dai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermar-tabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan de-

upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman seba-gai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis (BKP4N, 2002: 1-2).

demikian, maka perkembangan, isu, dan masalah peru-mahan dan permukiman, menjadi sebuah kebijakan strategis yang dite-

, yang dimaksudkan sebagai pedoman di dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaraan peru-

Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan permukiman

menjelang berakhirnya abad ke-20, pembangunan peru-mahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan me-

Page 119: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

90

lalui kebijakan pembangunan perumahan massal yang dikenal sebagai pola pasokan. Pola pasokan tersebut diawali dengan penugasan ke Pe-rum Perumnas untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974, dan kemudian juga dikembangkan oleh para pengembang swasta yang juga melayani masyarakat golongan berpenghasilan menengah ke atas. Namun demikian, diakui masih terdapat sekitar 85% perumahan yang diupayakan sendiri oleh masyarakat secara informal.

Sektor perumahan dan permukiman telah menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Investasi di sektor pe-rumahan ± 2–8% dari PDB. Kontribusi investasi perumahan terhadap PDB tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Peran penting sektor perumah-an dan permukiman dalam pembangunan perekonomian nasional, ter-utama terkait dengan efek multiplier yang dapat diciptakan, baik terha-dap penciptaan lapangan kerja maupun pendapatan nasional, yang di-timbulkan oleh setiap investasi yang dilakukan di sektor perumahan.

Efek investasi di sektor perumahan atas penciptaan lapangan kerja di Indonesia adalah setiap miliar rupiah yang diinvestasikan di bidang perumahan dapat menghasilkan ± 105 orang-tahun pekerjaan secara langsung, sedangkan multiplier pekerjaan secara tidak langsung ± 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan nasio-nal di Indonesia ± 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar rupiah investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar Rp1,7 miliar.

Pada akhir abad ke-20 keterpurukan perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak dapat terelakkan, dan hal ini kemudian berdampak pa-da merosotnya kemampuan finansial pemerintah, dunia usaha, dan ma-syarakat termasuk di dalam menyelenggarakan perumahan dan permu-kiman, serta yang sekaligus juga berdampak pada kinerja sektor peru-mahan dan permukiman, yang sebenarnya dapat berperan sebagai salah satu lokomotif kebangkitan ekonomi nasional.

Selanjutnya seiring dengan perubahan kondisi sosial politik yang di antaranya mengamanatkan desentralisasi di dalam penyelenggaraan tugas pembangunan, maka penyelenggaraan perumahan dan permu-kiman mulai menerapkan secara lebih intensif pola pembangunan yang

Page 120: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

91

terdesentralisasi. Hal ini sebetulnya sangat sejalan dengan karakteristik persoalan perumahan dan permukiman yang memang khas lokal kon-tekstual, serta kondisi pengembangan potensi kemampuan masyarakat di dalam merespons persoalan di bidang perumahan dan permukiman yang semakin memadai, di samping sangat sesuai dengan tuntutan ke-bijakan pembangunan nasional dan perundang-undangan yang mene-kankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata dan bertang-gung jawab.

b. Isu strategis perumahan dan permukiman

Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di In-donesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan pemerintah di dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada, dengan tiga isu berikut.

1) Isu kesenjangan pelayanan

Isu kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang un-tuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang peru-mahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Di samping itu, adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relatif masih belum sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan keberpihakan pada kepentingan ma-syarakat secara keseluruhan.

Oleh karenanya, ke depan perlu dikembangkan kepranataan dan instrumen penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih berorientasi pada kepentingan seluruh lapisan masyarakat secara ber-keadilan sosial; peningkatan dan pengembangan kapasitas profesional, baik bagi aparat pemerintah pusat dan daerah maupun bagi pelaku pembangunan permukiman lainnya; dan pengembangan fungsi, sistem dan jejaring informasi, serta diseminasi mengenai hidup bermukim yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.

2) Isu lingkungan hidup

Isu lingkungan hidup pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industriali-sasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumberdaya dan teknologi

Page 121: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

92

yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, keti-dakmampuan memelihara dan memperbaiki lingkungan permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman, baik secara fungsional lingkungan, maupun visual wujud lingkungan, merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman yang se-hat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.

Isu tersebut juga menjadi lebih berkembang dikaitkan dengan be-lum diterapkannya secara optimal pencapaian standar pelayanan mi-nimal perumahan dan permukiman yang berbasis indeks pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah.

3) Isu manajemen pembangunan

Isu manajemen pembangunan umumnya muncul karena dipenga-ruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang te-lah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk peru-mahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Di samping itu, terjadinya proses marjinalisasi sek-tor lokal oleh sektor nasional dan global juga berdampak potensial ter-hadap meningkatnya kemiskinan serta tersisihnya komunitas informal setempat, berikut terbatasnya peluang usaha. Urbanisasi di daerah yang tumbuh cepat juga merupakan tantangan bagi pemerintah untuk men-jaga agar pertumbuhannya lebih merata, termasuk dalam upaya peme-nuhan kebutuhan perumahan dan permukiman.

Dengan demikian, pengelolaan pembangunan perumahan dan per-mukiman harus memungkinkan berkembangnya prakarsa masyarakat melalui mekanisme yang dipilihnya sendiri. Di pihak lain kemampuan membangun perumahan dan permukiman oleh komunitas harus dires-pons secara lebih tepat oleh pemerintah di dalam kerangka tata peme-rintahan yang baik, sehingga kebutuhan akan identitas lokal masih te-tap dapat terjaga di dalam kerangka pembangunan perumahan dan per-mukiman yang lebih menyeluruh.

c. Permasalahan perumahan dan permukiman

Permasalahan secara umum bidang perumahan dan permukiman di Indonesia yang ada pada saat ini, seperti berikut.

Page 122: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

93

1) Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan

Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan per-mukiman ini, disebabkan: (a) secara umum sistem penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman masih belum mantap, baik di ting-kat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi SDM, organisasi, tatalaksana, dan dukungan prasarana serta sarananya; (b) belum man-tapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan ren-dah. Kapasitas pemerintah daerah juga masih relatif terbatas untuk da-pat melaksanakan secara efektif penyelenggaraan administrasi perta-nahan yang memadai, yang dapat menjamin kecukupan persediaan la-han, yang dapat mengembangkan pasar lahan secara efisien dan pe-manfaatan lahan yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang pada lahan, terutama bagi penduduk yang difabel, perempuan dan kelompok yang rentan, dan yang mampu memfasilitasi akses pada lahan dan keamanan status kepemilikan bagi seluruh kelompok masyarakat; dan (c) belum efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses perizinan pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas ta-nah yang masih memprihatinkan, relatif mahal dan kurang transparan; belum adanya standarisasi dokumen KPR, seleksi nasabah, penilaian kredit, dan dokumen terkait lainnya; dan proses sita jaminan yang ma-sih berlarut-larut. Kondisi ini ikut mempengaruhi ketidakpastian pasar perumahan, serta sistem dan mekanisme pembiayaan perumahan. Un-tuk lebih menjamin pasar perumahan yang efisien, perlu dihindari in-tervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi per-mintaan akan perumahan, dan membuat instrumen yang fleksibel un-tuk regulasi perumahan, termasuk pasar sewa perumahan dengan mengingat kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat yang rentan.

2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan

Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau, seperti: (a) tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat diimbangi, karena terbatasnya ke-mampuan penyediaan, baik oleh masyarakat, dunia usaha, maupun pe-merintah. Secara nasional kebutuhan perumahan masih relatif besar,

Page 123: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

94

sebagai gambaran status kebutuhan perumahan pada tahun 2000, meli-puti: 1) kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) ± 4,3 juta unit rumah, 2) pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap tahunnya ± 800 ribu unit rumah; serta 3) kebutuhan peningkatan kualitas perumahan yang tidak memenuhi persyaratan layak huni ± 13 juta unit rumah (25%); (b) ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta me-menuhi standar lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan). Hal ini disebabkan terbatasnya akses ter-hadap sumberdaya kunci termasuk informasi, terutama yang berkaitan dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan; dan (c) belum terse-dianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang menye-babkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan. Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelom-pok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih perlu diman-tapkan, baik melalui mekanisme pasar formal maupun melalui meka-nisme perumahan yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat. Mo-bilisasi sumber pembiayaan perumahan masih harus diefektifkan de-ngan mengintegrasikan pembiayaan perumahan ke dalam sistem pem-biayaan yang lebih luas dan memanfaatkan instrumen yang ada atau mengembangkan instrumen baru untuk lebih memperhatikan kebutuh-an pembiayaan bagi penduduk yang mempunyai keterbatasan akses kredit.

3) Menurunnya kualitas lingkungan

Menurunnya kualitas lingkungan permukiman, untuk: (a) secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih terbatas dan belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan mau-pun sebagai kawasan permukiman yang berkelanjutan. Masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olahraga, tempat usaha dan perdagangan secara terbatas, fasilitas sosial dan fasilitas umum, di samping masih adanya keterbatasan di bidang prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sani-tasi, dan pengelolaan limbah; (b) secara fisik lingkungan, masih ba-

Page 124: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

95

nyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah mele-bihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, menghadapi dampak kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, serta ma-salah keterpaduannya dengan sistem prasarana dan sarana, baik di per-kotaan maupun di perdesaan. Dampak dari semakin terbatas atau me-nurunnya daya dukung lingkungan, di antaranya dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh per tahunnya, sehingga luasnya seperti pada tahun 2000 telah mencapai ± 47.500 ha yang tersebar tidak ku-rang dari 10.000 lokasi. Adanya perubahan fungsi lahan untuk meng-akomodasi kebutuhan perumahan dan permukiman serta proses urbani-sasi juga tidak selalu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk dari keanekaragaman hayati. Secara non-fisik lingkungan, pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman juga tidak selalu mengantisipasi potensi timbulnya kesenjangan dan kerawanan sosial; dan (c) secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan kurang positif, di mana sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang baik dan benar. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara berlanjut dijaga penata-annya, sehingga secara potensial dapat menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan permukiman yang spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan aset budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.

Rumusan kebijakan dan strategi tersebut diharapkan realistis, de-ngan mengkaitkannya kebijakan ekonomi makro, sosial, demografi, lingkungan, dan kebudayaan. Di samping itu, implementasinya mendo-rong pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, pe-meliharaan dan rehabilitasi perumahan dan permukiman di perkotaan dan perdesaan, serta telah mengadopsi dan melaksanakan pendekatan lintas sektoral dan desentralisasi.

2. Industri

Di negara-negara maju, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat di mana kehidupan telah lama berada dalam tingkat industri,

Page 125: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

96

yang orang-orang telah menamakan masyarakatnya sebagai “masyara-kat industri.” Masyarakat-masyarakat lain yang belum memiliki ting-kat kehidupan industri, dinamakan “masyarakat agraris.” Masyarakat industri nyatanya menyeret masyarakat agraris juga ke masyarakat in-dustri. Baik dalam bidang sosial budaya, sosial ekonomi, maupun bi-dang teknologis, nampaknya masyarakat agararis atau masyarakat yang sedang berkembang dipengaruhi juga oleh masyarakat industri (Thohir, 1991: 120; lihat juga Palar, 1994: 19; atau Amsyari, 1986: 55).

Karena itu, Thohir (1991: 120-121) mengharuskan untuk mengeta-hui lebih dahulu pengaruh kehidupan masyarakat industri atas ling-kungan hidupnya, bila ingin mengetahui juga pengaruh masyarakat ag-raris yang sedang berkembang atas lingkungan hidupnya.

Dan guna memperoleh gambaran yang jelas dan mudah dipahami, maka kajian atas akses manusia pada lingkungan buatan, khususnya di bidang industri, dibagi seperti berikut.

a. Industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-negara maju atau negara industri

Thohir (1991: 126) menguraikan dua peristiwa utama dalam kait-annya dengan industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-ne-gara maju atau negara industri dalam kerangka perubahan-perubahan struktur dan ekosistem lingkungan hidup di dalam dan di luar kota-ko-ta besar di negara industri.

1) Perubahan struktur dan ekosistem lingkungan hidup di kota-kota besar dari negara-negara industri

Sejak diketemukannya mesin uap oleh James Watt, sejak waktu itu berkembanglah proses industrialisasi. Perkembangan ini, menurut Thohir (1991: 126-127), karena adanya: (1) mekanisasi dan otomatisa-si proses-proses produksi; (2) penyaluran sumber energi mobil, minyak bumi, elektrisitet, dan lain-lain; (3) transportasi modern, seperti kereta api, kapal sungai dan laut, mobil, dan pesawat terbang yang disertai dengan perluasan jaringan-jaringan lalu lintas; (4) konsentrasi proses-proses produksi di pabrik-pabrik; dan (5) perkembangan iptek secara menakjubkan.

Page 126: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

97

Akibat daripada industrialisasi, yang dipelopori oleh Inggris kemu-dian disusul oleh Jerman, Prancis, Amerika Serikat, dan lain-lain nega-ra maju, maka terjadilah: (1) perubahan dalam bidang pertanian, seper-ti pengaturan hak-hak tanah, sistem pertanian, mekanisasi dan perbaik-an keteknikan, perubahan struktur usahatani, penggunaan pupuk pab-rik, dan obat-obatan; (2) berkembangnya kota-kota yang menyebabkan timbulnya urbanisasi; (3) perubahan yang sangat fundamental, seperti lahirnya “masyarakat industri” di samping “masyarakat agraris,” tim-bulnya “masyarakat pengusaha” dan “masyarakat pelayan jasa-jasa,” dan lain-lain; (4) timbulnya masalah-masalah kota besar, seperti masa-lah “humanecology” (ekologi kemanusiaan), sosial-higienes, dan ma-salah sosial-psikologis; dan (5) pertumbuhan penduduk yang menanjak dengan segala akibatnya.

Dipandang dari sudut ‘ajaran’ lingkungan hidup, maka kotalah yang menjadi “tumpuan” industrialisasi itu. Dan akses manusia pada lingkungan industri ini, menjadikan manusia berada dalam fase indus-tri. Kota dalam fase industri memiliki “ekosistemnya” sendiri, yang sa-ngat kompleks coraknya, dan karenanya harus dilihat sebagai suatu “makroekosistem.”

Lebih lanjut Thohir (1991: 127-128) menyebutkan karakteristik kota-kota dari negara-negara industri, yakni: (1) tingginya jumlah dan kepadatan penduduk; (2) beraneka ragam dan tingginya intensitas ulah manusia atas lingkungan; (3) tingginya pemasukan materi dan energi dalam sistem; (4) terjadi “eutrophi” (peningkatan zat-zat makanan) da-ri tanah dan perairan; (5) pemadatan atau tertutupnya permukaan tanah karena permukiman dan lalu lintas; (6) perubahan dalam struktur tanah karena pembongkaran, pemindahan, dan sebagainya dari tanah; (7) menurunnya air tanah; (8) perubahan iklim mikro; (9) pembuangan produk-produk industri; (10) tingginya pembuangan sampah, sisa air industri, gas dari pabrik, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan ekosistem perkotaan; dan (11) perubahan dalam jumlah dan jenis-jenis tanaman dan hewan.

Sementara itu, gambaran tentang perubahan struktur dan ekosistem lingkungan dari kota-kota besar di negara-negara industri, seperti beri-kut.

Page 127: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

98

a) Perubahan biosfer dari kota industri. Ruang kota industri, khu-susnya bagian yang padat penduduknya sebagai ruang hidup manusia dapat dikatakan “dipaksakan memikul beban berat.” Di mana, peranan ekosistem buatan – termasuk unsur abiotik – sangat tinggi, kehidupan kota tergantung dari sumber energi yang berasalkan dari bahan-bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi), kekuatan atau tenaga air, tenaga nuklir, dan sebagainya; sedangkan lingkungan atau ekosistem biotik hanya terdiri atas lapangan hijau, seperti taman-taman, jalur-jalur hi-jau, beberapa pohon yang dapat dihitung jumlahnya, dan lain-lain ag-rosistem buatan manusia.

Struktur dan tata lingkungan kota industri yang demikian bentuk-nya itu, menurut Thohir (1991: 128), akan besar pengaruhnya atas: (1) iklim mikro: udara panas; tercemar, kelembapan menurun, dan peng-aliran angin terhambat; (2) tanah dan perairan: tanah menjadi padat dan permukaan tertutup; terjadinya eutrophi; air tanah turun; penyerap-an air hujan oleh tanah kurang; kelebihan air dibuang melalui saluran-saluran dan tercemar; (3) relief atau permukaan tanah: muka tanah alami diubah oleh ulah manusia, ada bagian yang dipertinggi, tetapi ada pula bagian yang dikeduk, dan sebagainya; (4) vegetasi: di tengah-tengah kota banyak yang diganti dan atau dimusnahkan; di pinggiran banyak yang ditanam; dan (5) dunia hewan: dunia burung, ikan, dan sebagainya banyak yang rusak dengan segala akibatnya.

b) Proses peredaran materi dan energi dalam kota industri, dalam garis besarnya disebutkan Thohir (1991: 130) yang meliputi: (1) peng-aliran energi (pemasukan, pengeluaran, dan keseimbangan); (2) peng-aliran air (pemasukan, pengeluaran, dan keseimbangan); (3) pengaliran bahan-bahan makanan, bahan-bahan bakar dan tenaga; bahan-bahan bangunan dan bahan-bahan mentah; (4) pembuangan sampah dan sisa-sisa berupa gas dan sebagainya; (5) penyaluran produk-produk indus-tri; dan (6) biomassa dari tanaman dan manusia di kota.

c) Corak hubungan antara akses manusia dan lingkungan pada fase industri. Lingkungan hidup manusia dalam masyarakat industri itu ter-diri atas beberapa ekosistem, antara lain: ekosistem urban (kota)-in-dustri, sistem agraris, ekosistem alami, ekosistem setengah alami, dan ekosistem buatan, dan sebagainya. Galibnya manusia sendiri termasuk

Page 128: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

sebagai salah satu dari ekosistem itu; iatem, tetapi dengan kemampuan untuk memanfaatkan, juga sebagai pengubah dan pengatur.

Dalam model diagram (lihat Gambar 4) dilukiskanhana tentang corak hubungan manusia dengan lingkungannya dengan catatan, bahwa dalam di-agram itu tidak dimasuk-kan: (1) pengaliran ma-teri dan energi yang da-tang dari luar (input); (2) output yang ber-bentuk energi, peng-uapan, dan sebagai-nya; dan (3) efek sta-bilisasi, seperti pencu-cian diri (pembersihan diri) dari air, dan pem-berantasan hama dan penyakit secara biologis.

d) Kota industri dan kaitannya dengan “humanecology.”atau psikologis efek kota atas manusia sangat kompleks sifatnya, tergantung dari sudut mana manusia hendak melihatnya.133) memberi misal pada peningkatan penyinaran, akan mempertinggi penyakit leukemia, pun suara dapat mempertinggi nervositas, kepadatan penduduk mempertertinggi “stres,” peningkatan tekanan darah, dan sebagainya. Tak boleh dilupakan, peningkatan individualisme dengan segala akibat negatifnya, peningkatan kenakalan remaja, merosotnya moralitas banyak orang, dan lainpengaruh negatif juga pada tumbuh

Dengan menurunnya permukaan air tanah, tertutupnya sebagian besar permukaan tanah oleh rumahlain, pemadatan tanah, sehingga tanah tidak memiliki struktur yalonggar, tercemarnya tanah karena masukan bahan

44) gambar hubungan antara ekosistem-

dustri, yang diadaptasi dari Thohir (1991: 132)

99

salah satu dari ekosistem itu; ia merupakan anggota dari sis-tem, tetapi dengan kemampuan untuk memanfaatkan, juga sebagai

(lihat Gambar 4) dilukiskan44) secara seder-hana tentang corak hubungan manusia dengan lingkungannya dengan

berantasan hama dan penyakit secara biologis. Kota industri dan kaitannya dengan “humanecology.” Pengaruh

ota atas manusia sangat kompleks sifatnya, ter-gantung dari sudut mana manusia hendak melihatnya. Thohir (1991:

peningkatan penyinaran, akan mempertinggi penyakit leukemia, pun suara dapat mempertinggi nervositas, kepadat-

penduduk mempertertinggi “stres,” peningkatan tekanan darah, dan Tak boleh dilupakan, peningkatan individualisme dengan

segala akibat negatifnya, peningkatan kenakalan remaja, merosotnya moralitas banyak orang, dan lain-lain. Kota industri ternyata memiliki pengaruh negatif juga pada tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Dengan menurunnya permukaan air tanah, tertutupnya sebagian besar permukaan tanah oleh rumah-rumah, gedung-gedung, dan lain-lain, pemadatan tanah, sehingga tanah tidak memiliki struktur yang longgar, tercemarnya tanah karena masukan bahan-bahan kimiawi dan

-ekosistem yang terdapat dalam masyarakat in-

dustri, yang diadaptasi dari Thohir (1991: 132)

Page 129: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

100

sisa-sisa dari industri, ditambah dengan air sungai dan air tanah yang tercemar oleh pembuangan sisa-sisa industri, tumbuhnya tanaman se-tidak-tidaknya akan memperoleh gangguan (Thohir, 1991: 135). Me-mang diakui Sastrawijaya (1991: 66), bahwa pembangunan bidang in-dustri sangat diperlukan untuk menaikkan taraf hidup, tetapi harus da-pat mencegah menggunakan tanah ini secara terus-menerus. Tanah perlu dijaga kelestariannya. Bahwa penyebab utama dari pencemaran tanah ini, menurut Ryadi (1986: 46), adalah karena pembebasan cairan kimiawi atau sampah padat di atas permukaan maupun ke dalam tanah. Bila semula pencemaran tanah itu diasosiasikan dengan pencemaran biologis yang banyak dikaitkan dengan prevalensi penyakit askariasis parastik dan bateriositik, dan dengan berubahnya pola konsumtif ma-syarakat, maka pola pencemaran timbal-balik juga berubah polanya. Lebih-lebih kemajuan masyarakat kota-industri modern memiliki ke-cenderungan kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan umum.

Selain itu, pengaruh kota industri sifatnya “sosial-psikologis.” Ba-nyak ahli sosiologi, sebagaimana dikutip Thohir (1991: 136) menuduh struktur dan tata lingkungan kota industri besar mendatangkan perasa-an pada banyak penduduknya dengan perasaan tak memiliki heimat. Dengan demikian, sebagian besar dari penduduk kota industri besar itu sudah terputus hubungannya dengan “kampung asalnya” lagi. Lama-kelamaan mereka itu tak mempunyai hubungan lagi dengan kampung asalnya, karena sanak-keluarga sudah tidak ada lagi.

Untuk mengganti hilangnya “heimat” itu, maka di kota-kota besar sering dijumpai pertemuan-pertemuan tatap muka antara anggota-ang-gota kota yang berasalkan dari suatu negara, daerah, dan sebagainya. Di Eropa misalnya, banyak dikenal pertemuan tatap muka antara pe-rantau-perantau dari Turki, Italia, dan Spanyol.

2) Perubahan struktur dan tata lingkungan dalam fase industri di daerah-daerah perdesaan (rural area)

Dengan adanya industrialisasi, berubah pula struktur dan tata ling-kungan dari daerah-daerah perdesaan. Thohir (1991: 136) mencontoh-kan atas terjadinya urbanisasi dari tenaga-tenaga muda yang lebih pro-gresif dari teman-teman yang ditinggalkan di desa-desa. Makin me-nyempitnya lahan untuk pertanian, makin meluasnya daerah-daerah

Page 130: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

101

kota dan daerah perindustrian, dan masuknya teknologi modern ke de-sa, adalah penyebab urbanisasi. Dalam hal lingkungan perdesaan, per-hatian dititikberatkan pada struktur dan tata lingkungan dari usaha per-tanian, karena pertanian masih tetap merupakan sumber utama dari ba-han-bahan kebutuhan masyarakat industri.

Wajah lahan pertanian dalam fase industri jauh berbeda dengan wajah sebelumnya. Thohir (1991: 137) menyebutkan empat penyebab terjadinya perubahan ini, yakni: (1) keanekaragaman sistem pertanian tidak nampak lagi; wajah pertanian lebih banyak uniform (monoton) dan menjemukan; (2) hutan-hutan kecil/sedang yang dahulu banyak tersebar secara merata sudah tak nampak lagi; (3) kuda-kuda/sapi-sapi penarik alat-alat pertanian sudah diganti dengan mesin-mesin, pun pe-manenan hasil bumi sudah banyak yang diganti dengan alat-alat mesin; dan (4) pemberantasan hama yang dahulu banyak dilakukan secara me-kanis, sudah diganti dengan cara penyemprotan dengan obat-obatan ki-mia.

Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka pengaliran energi dan materi dalam ekosistem pertanian dalam fase industri ber-lainan dengan wajah pengaliran energi dan materi dari ekosistem perta-nian pada fase sebelum industri. Perbedaan ini, menurut Thohir (1991: 137-138), akan mudah dipahami dengan penggunaan dua model diag-ram, seperti ditampilkan pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Pertanian pada masa sebelum industri

Page 131: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

102

Dari dua model diagram, nampak perbedaan antara pengaliran energi, materi (khusus bahan organik) dan obat-obatan kimia, baik un-tuk pemberantasan hama dan penyakit maupun untuk pemupukan.

Gambar 6. Pertanian pada masa industrialisasi

Trilogi tanaman-ternak-tanah dalam pertanian modern sudah tidak nampak dengan jelas. Masukan-masukan bahan-bahan organik, seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan hewan-hewan lainnya pun tidak besar lagi artinya.

Yang sangat menonjol, adalah penggunaan obat-obatan kimia. Hal ini dibenarkan Thohir (1991: 138-139), bahwa penggunaan bahan-ba-han kimia, seperti pupuk dan obat-obatan pemberantasan hama dan pe-nyakit, produksi dapat dipertinggi secara menakjubkan. Tetapi sayang-nya masukan-masukan itu mendatangkan pula efek negatif, seperti ter-cemarnya air sungai, air minum, karena masuknya zat fosfat, nitrat, dan lain-lain yang berkelebihan. Dengan makin meningkatnya kebu-tuhan akan obat-obatan itu, maka timbul sekarang kesulitan dalam pe-nyediaan biosida dan beberapa jenis pupuk, seperti pupuk fosfat dan kali, dan makin mahalnya pupuk zat lemas dan biosida.

Perubahan struktur dan tata lingkungan dari perdesaan di negara-negara maju, mendatangkan pula masalah-masalah yang sifatnya lebih banyak sosial-politis dan sosial-ekonomis, yaitu timbulnya perebutan lahan untuk keperluan industri, pertanian, permukiman, dan lain-lain.

Page 132: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

103

b. Industrialisasi dan tata lingkungan dari negara-negara ber-kembang

Bagi negara-negara berkembang, menurut Brundtland (1988: 282), industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Dan meskipun negara-ne-gara industri dikatakan sedang menuju suatu suatu era pascaindustri yang berlandaskan informasi, pergeseran ini harus digerakkan terus-menerus oleh arus kekayaan dari industri.

Berbagai industri yang padat-pencemaran saat ini tumbuh paling cepat di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Brundtland (1988: 315-316) mengharuskan para pemerintah yang bersangkutan untuk memperkuat dan meningkatkan kemampuan pengelolaan ling-kungan dan sumberdaya. Bahkan mungkin saja kebijaksanaan, hukum, dan peraturan mengenai lingkungan ada, namun tidak dilaksanakan se-cara konsisten. Banyak negara berkembang mulai membangun infra-struktur pendidikan dan keilmuan, namun kemampuan teknik dan ke-lembagaan untuk memanfaatkan semaksimum mungkin teknologi baru atau teknologi impor masih tetap rendah. Akibatnya, beberapa negara terus bergantung pada keterampilan teknik dan manajerial dari luar un-tuk pemeliharaan operasi industri. Karena kekurangan modal, sering terjadi bahwa suatu industri baru hanya dapat dimulai bila ada bantuan luar negeri, pinjaman komersial, investasi langsung, atau usaha pa-tungan dengan korporasi transnasional.

Tidak dapat dibayangkan, bahwa suatu transisi yang sukses menu-ju pembangunan berkesinambungan dapat dicapai, kecuali semua kebi-jaksanaan dan pelaksanaan diorientasikan ke sekitar tujuan-tujuan pembangunan berkesinambungan. Badan-badan ekstral yang mendu-kung dan membantu investasi swasta, terutama kredit ekspor dan orga-nisasi asuransi investasi, harus juga memasukkan kriteria pembangun-an berkelanjutan ke dalam kebijaksanaan dan praktik-praktik mereka.

Masalah-masalah yang dihadapi para pemerintah negara berkem-bang menjadi semakin sulit akibat perilaku sistem ekonomi interna-sional, seperti hutang yang besar, tingkat bunga tinggi, dan menurun-nya nilai tukar perdagangan bagi berbagai komoditas. Itu semua tidak mendorong para pemerintah yang sedang mengalami tekanan berat itu

Page 133: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

104

untuk membelanjakan sebagian sumberdaya mereka yang sedikit terse-but bagi perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya.

Negara-negara berkembang akhirnya harus menanggung sendiri konsekuensi industrialisasi yang tidak layak, dan tanggung jawab akhir untuk menjamin keberlanjutan pembangunan yang terpikul pada pun-dak masing-masing pemerintah. Negara-negara berkembang harus me-nentukan sasaran-sararan lingkungan dan tujuan-tujuan pembangunan, dan menetapkan prioritas yang jelas bagi permintaan-permintaan yang saling bersaing akan sumberdaya yang langka. Mereka juga perlu men-cari cara-cara yang lebih menyandarkan pada kemampuan sendiri bagi pembangunan industri dan teknologi. Pilihan adalah hak, namun akan memerlukan bantuan – teknik, keuangan, dan kelembagaan – bahwa masyarakat internasional dapat bersatu membantu menetapkan jalur pembangunan yang berkesinambungan dan sehat dari segi lingkungan.

Sebagaimana diakui Brundtland (1988: 317), banyak negara ber-kembang memerlukan informasi tentang sifat alamiah masalah industri dan lingkungan, tentang risiko yang berkaitan dengan proses-proses dan produk-produk tertentu, dan tentang standar serta tindakan untuk melindungi kesehatan dan menjamin keberlanjutan lingkungan. Nega-ra-negara berkembang juga membutuhkan tenaga terampil untuk me-nerapkan informasi demikian itu pada kenyataan setempat. Asosiasi perdagangan internasional dan serikat buruh harus mengembangkan program khusus latihan lingkungan bagi negara-negara berkembang dan menyebarluaskan informasi tentang pengendalian pencemaran, pe-minimuman limbah, kesiapan menghadapi keadaan darurat lewat ca-bang atau ranting setempat.

Lantas bagaimana industrialisasi di Indonesia? Pada tahap permu-laan, Ryadi (1984: 36) melihat perkembangan industri di Indonesia pada dua aspek kebutuhan, yakni: (1) industrialisasi yang menghasil-kan daya dukung bagi usaha-usaha/perkembangan pertanian, seperti industri-industri kimia (pupuk) pestisida, pompa-pompa untuk irigasi, atau mesin-mesin ringan seperti mesin sejenis huller; maupun industri-industri yang mengolah hasil pertanian, baik secara semi-processing maupun processing; dan (2) industrialisasi yang mengolah kekayaan

Page 134: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

105

alam sendiri, seperti minyak bumi, gas bumi, kebutuhan, maupun per-tambangan.

3. Bisnis dan Perkantoran

Intanghina (2008: 13) menganggap lingkungan dan organisasi kerja dalam suatu kegiatan bisnis dan perkantoran atau perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja ti-dak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karya-wan atau tenaga kerja yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat mening-katkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.

Suatu kondisi lingkungan dan organisasi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan dan organisasi kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancang-an sistem kerja yang efisien.

Dengan demikian, lingkungan bisnis dan perkantoran atau disebut juga lingkungan dan atau organisasi kerja pada kegiatan dan tempat itu, bagi Suma’mur (1993: 215), harus memenuhi syarat-syarat ling-kungan yang baik, pemeliharaan rumah tangga yang baik, keadaan ge-dung yang selamat dan perencanaan yang baik. Syarat-syarat ling-kungan kerja, meliputi ventilasi, penerangan cahaya, sanitasi, dan suhu udara.

a. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang baik, menurut Ridley (2008: 297, 299), memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan dan terhadap sikap para tenaga kerja memandang pekerjaan mereka. Selain itu, atmosfer di tempat kerja dan bagaimana atmosfer tersebut bersih dari uap-uap ber-

Page 135: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

106

bahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap komunitas masyarakat sekitar. Jadi, memelihara lingkungan kerja pada saat bekerja merupa-kan pertimbangan komersial yang berguna dan memiliki banyak keun-tungan bagi angkatan kerja dan bagi komunitas masyarakat setempat.

Dengan demikian, bagian terbesar kehidupan dihabiskan dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang baik akan memastikan tetap sehatnya jasmani dan rohani, sehingga dapat menikmati hidup yang berkualitas. Gavin (2010: 4) menyebutkan faktor-faktor dalam ling-kungan kerja yang pengaruh risikonya, meliputi: (1) iklim; (2) penca-hayaan; (3) ruang; dan (4) lantai dan permukaan lain di bawah kaki. Lantai dan alas kaki, adalah faktor yang berhubungan dan memiliki re-levansi khusus untuk risiko slip, perjalanan, dan jatuh sambil mena-ngani beban.

Dalam kaitan dengan ‘kehidupan’ yang aman dan sehat itu, Ridley (2008: 302-303), Sedarmayanti (2001: 21), dan Basri K. (2016: 41-42) mengupas secara lengkap faktor-faktor tersebut dalam lingkungan ker-ja, berikut. 1) Atmosfer: (a) tempat kerja harus memiliki kandungan udara segar

atau udara yang dimurnikan dalam jumlah yang mencukupi; (b) harus bersih dari zat pencemar, seperti debu dan uap; (c) meng-ekstraksi debu dan uap dari sumbernya dan menyaringnya sebelum disalurkan keluar gedung; (d) memiliki ventilasi alami yang baik jika memungkinkan; (e) memiliki jendela yang dapat dibuka-tutup; (f) menerapkan aturan dilarang merokok di area kerja; (g) menye-diakan ruang khusus merokok jika perlu; dan (h) jika mengguna-kan pengkondisi udara (AC): a) pastikan tidak ada arus udara dari outlet; b) memeriksa tingkat kebisingan; c) menyediakan pengen-dalian setempat; dan d) memeriksa keberadaan bakteri legionella da-lam sistem.

2) Pencahayaan: (a) harus cukup terang untuk bekerja tanpa menim-bulkan ketegangan mata; (b) jalur pejalan kaki harus cukup terang; (c) pekerjaan halus diberi penerangan setempat; (d) penerangan umum secara keseluruhan harus baik; (e) tidak ada cahaya terpusat yang menyilaukan; (f) menggunakan cahaya alami jika memung-kinkan; dan (g) menyediakan tirai untuk menahan silau.

Page 136: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

107

3) Kebersihan: (a) area kerja harus dibersihkan secara teratur; dan (b) sampah harus dibuang ke tempatnya yang sesuai.

4) Terlalu sesak: (a) pastikan setiap orang memiliki volume ruang kerja 11 m3 (400 kaki3); (b) perhitungkan ruang yang ditempati oleh peralatan berukuran besar; dan (c) menyediakan jalur jalan/ gang yang memadai di antara arena kerja (work stations).

5) Temperatur: (a) perlu dibuat nyaman; (b) tidak ditentukan, namun normalnya diambil nilai yang minimum, yakni: 1) untuk pekerjaan yang duduk terus-menerus, 16oC (60,8oF); dan 2) untuk pekerjaan fisik yang keras, 13oC (55,4oF); dan (c) jumlah termometer yang mencukupi perlu dipasang di sekitar tempat kerja.

6) Kebisingan: (a) disesuaikan dengan kondisinya; dan (b) tidak bo-leh berlebihan: 1) di area manufaktur tidak melebihi 85 dB(A); dan 2) di kantor, laboratorium, perpustakaan, dan sebagainya, tidak melebihi 40 dB(A). Jadi, lingkungan kerja yang bersih dan sehat merupakan praktis

bisnis bagus yang meminimalkan kemunculan penyakit (berhubungan pula dengan absensi tenaga kerja) dan menyediakan atmosfer kerja yang mendorong tenaga kerja memberikan yang terbaik. Lebih daripa-da itu, dengan lingkungan kerja yang sedemikian itu, akan mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja, sepanjang tidak mempengaruhi beban kerja dan beban tambahan yang ‘merepotkan’ tenaga kerja.

Sebab, di samping beban kerja yang harus dipikul oleh tenaga ker-ja, juga sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan, berupa kondisi atau lingkungan kerja yang tidak menguntungkan bagi pelaksa-naan pekerjaan. Notoatmodjo (2003: 178-179) menyebutnya “beban tambahan,” karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan.

Lantas Suma’mur (1993: 49) menguraikan penyebab beban tam-bahan, yakni faktor: (1) fisik: penerangan, suhu udara, kelembapan, ce-pat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, dan tekanan udara; (b) kimia: gas, uap, debu, kabut, fume, asap, awan, cairan, dan benda padat; (c) biologi, baik dari golongan tumbuhan atau hewan; (d) fisi-ologis: konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja; dan (f) mental-psiko-logis: suasana kerja, hubungan tenaga kerja dengan pengusaha, pemi-lihan kerja, dan lain-lain.

Page 137: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

108

Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, atau setidak-tidaknya mengurangi beban tambahan tersebut, maka ling-kungan kerja harus ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang se-hat. Lingkungan kerja yang tidak sehat, diniscayakan Notoatmodjo (2003: 179) dan Suma’mur (1993: 49), akan menjadi beban tambahan bagi tenaga kerja, misalnya: (1) penerangan atau pencahayaan ruang kerja yang tidak cukup intensitasnya dapat menyebabkan kelelahan mata; (2) kegaduhan dan bising dapat mengganggu konsentrasi, daya ingat, dan menyebabkan kelelahan psikologis; (3) gas, uap, asap, dan debu yang terhisap lewat pernapasan dapat mempengaruhi berfungsi-nya berbagai jaringan tubuh, yang akhirnya menurunkan daya kerja; (4) parasit-parasit yang masuk tubuh akibat higiene di tempat kerja yang buruk menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya; (5) binatang, khususnya serangga (nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya) di samping mengganggu konsentrasi kerja, juga merupakan pemindah-an (vektor) dan penyebab penyakit; (6) alat bantu kerja yang tidak er-gonomis dan kurangnya fungsi maksimal alat tersebut, akan menye-babkan kelelahan kerja; dan (7) hubungan atau iklim kerja yang tidak harmonis atau tidak sesuai dapat menimbulkan kebosanan, tidak betah kerja, yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Hubungan kerja yang tidak sesuai ini, adalah sebab bekerja secara lamban atau sete-ngah-setengah.

Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, Notoatmodjo (2003: 180) dan juga Suma’mur (1993: 49) menganjur-kan untuk mengaturnya sedemikian rupa, sehingga dapat meningkat-kan gairah kerja, misalnya: (1) penerangan/pencahayaan yang cukup, standar tempat kerja setara 100–200 kaki lilin. Penggunaan lampu ne-on (fluorecent) dianjurkan karena: kesilauan rendah, tidak banyak ba-yangan, dan suhu rendah; (2) dekorasi warna di tempat kerja. Warna atau cat tembok mempunyai arti penting dalam kesehatan kerja. Warna merah padam misalnya, dapat merangsang bekerja lebih cepat daripada warna biru; (3) ruangan yang diberi pendingin (AC) akan meningkat-kan efisiensi kerja, namun suhu yang terlalu dingin juga akan mengu-rangi efisiensi; (4) bebas serangga (lalat, nyamuk, kecoa), dan bebas dari bau-bauan yang tidak sedap; (5) penggunaan musik di tempat ker-

Page 138: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

109

ja; (6) perencanaan manusia dan mesin yang sebaik-baiknya; dan (7) bahan-bahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan bahayanya.

Dalam hal pewarnaan di lingkungan kerja, secara khusus Suma’mur (1989: 96-97) merinci, di mana warna dipakai di tempat kerja dengan dua maksud, yaitu penciptaan kontras warna untuk mak-sud tangkapan mata dan pengadaan lingkungan psikologis yang opti-mal.

Dengan kurangnya perhatian terhadap aspek-aspek tersebut di atas, maka terjadi ketidaklestarian fungsi mata. Akibatnya antara lain kele-lahan dan kecelakaan. Stres terhadap alat penglihatan dapat berakibat kelelahan visual dan persarafan. Kelelahan visual timbul sebagai stres intensif pada fungsi mata, seperti terhadap otot akomodasi pada peker-jaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan visual ditandai oleh: (1) rang-sangan, berair dan memerahnya konjungtiva; (2) melihat rangkap; (3) pusing; (4) berkurangnya kemampuan akomodasi; dan (5) menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan kontras, dan kecepatan persepsi.

Gejala-gejala timbul, apabila penerangan tidak memadai dan re-fraksi mata ada kelainan. Jika persepsi visual mengalami stres tetapi tanpa efek lokal ke otot mata atau retina, terjadilah kelelahan saraf. Hal ini terjadi pada kegiatan-kegiatan yang perlu persepsi, konsentrasi, dan pengendalian motorik, sedangkan ketepatan juga disyaratkan. Kelelah-an demikian ditandai dengan perpanjangan waktu reaksi, perlambatan gerakan dan gangguan psikologis. Hal ini erat bertalian dengan penu-runan produktivitas kerja.

Jadi, dengan penerapan teknologi dalam proses produksi dan dis-tribusi, timbul lingkungan kerja baru yang meliputi, antara lain cuaca kerja. Dalam hal ini, teknologi sering berjalan sejajar dengan pemakai-an energi dan penggunaan atau terbebasnya panas. Keadaan demikian menampilkan masalah baru, yaitu pengaruh cuaca kerja terhadap tena-ga kerja. Di tempat kerja pada perusahaan-perusahaan, suhu kering se-ring bernilai 30–34oC, bahkan kadang-kadang mencapai 40oC. Suhu radiasi pernah diukur mencapai 45oC.

Sifat tempat kerja biasanya terbuka dengan kemungkinan kecepat-an aliran udara yang bervariasi dari 0,05–5 m/detik. Suhu tinggi biasa-

Page 139: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

110

nya bertalian dengan berbagai penyakit, seperti pukulan panas, kejang panas, kegagalan tubuh dalam penyesuaian terhadap panas, dehidrasi, kelelahan tropis, dan miliaria. Dalam pengalaman, penyakit-penyakit tersebut jarang ditemukan pada tenaga kerja Indonesia. Sampai saat ini tidak ada kasus kejang panas, melainkan diare kronis pada tenaga kerja yang berada dalam cuaca panas yang tinggi. Namun begitu, terdapat kesan, bahwa suhu di tempat kerja bertalian dengan kanaikan angka-angka sakit, seperti masuk angin, influenza, dan sebagainya. Keadaan cuaca kerja yang panas menjadi sebab penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya air oleh penguapan. Berdasarkan pengakuannya, Suma’mur (1989: 102-103) pernah mengukur dua kelompok tenaga dengan dan tanpa tekanan panas. Perbedaan berat badan, adalah 5,6 kg, padahal faktor lainnya kira-kira serupa.

Hilangnya cairan tubuh juga dapat dilihat dari tekanan darah rata-rata. Tekanan darah rata-rata, yang diukur pagi-pagi sebelum bekerja, adalah 114,4 sistole dan 76,4 diastole bagi mereka tanpa tekanan panas dan 103,5 sistole dan 68,5 diastole pada mereka dengan tekanan panas. Pemberian air minum memperbaiki tekanan darah tersebut. Sementara itu, lanjut Suma’mur (1989: 103-104), angka 300C suhu basah secara luas diterima sebagai pedoman bagi praktek perlindungan tenaga kerja terhadap cuaca kerja. Di atas suhu tersebut, harus diupayakan untuk mengurangi suhu dan/atau menyediakan alat-alat proteksi yang mema-dai dan/atau cara-cara perlindungan lainnya. Standar ini dimuat dalam SE Menteri. Sebab kalau tidak, tetap akan mengganggu tekanan darah rata-rata, yang oleh Morikawa dkk. (1999: 100) diakui atas adanya hu-bungan antara tekanan darah dengan shift kerja dalam prospektif tin-dak lanjut dari tenaga kerja, yang ditelitinya di pabrik ritsleting se-lempang dan aluminium di Jepang.

Berdasarkan pengalaman, Suma’mur (1989: 104) menunjukkan bila standar proteksi tersebut di atas dapat ditetapkan. Untuk ini, tiga jenis psikrometer dapat dipergunakan, yaitu masing-masing psikrome-ter putar, Arsmann, dan August. Dengan alat-alat ini, suhu basah dan kering dapat diukur dan dengan menggunakan diagram psikrometrik yang dapat menentukan kelembapan udara. Suhu basah 300C selalu ha-rus dikaitkan dengan syarat kelembapan 65–95%.

Page 140: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

111

Dan apabila suhu basah 300C dilampaui, maka perlu tindakan ko-rektit atau pencegahan, sebagai berikut: (1) penerapan teknologi pe-ngendalian untuk menurunkan suhu di bawah NAB; (2) penggunaan teknik perlindungan agar tenaga kerja tidak terpapar tekanan panas; dan (3) pemeliharaan kesegaran tenaga kerja dengan pemberian air minum yang cukup bagi keseimbangan cairan tubuh, penyesuaian be-rat ringannya pekerjaan, dan sebagainya.

Cara pengukuran suhu basah, adalah sederhana. Teknisi cukup ba-nyak jumlahnya dan latihan-latihan tentang cara pengukuran terus di-selenggarakan. Data tentang suhu basah ditempatkan di dinding tempat kerja. Selain itu, harus pula diperhatikan intensitas penerangan yang cukup untuk melakukan pekerjaan manual handling. Sebab, penerangan yang baik, menurut Suma’mur (1993: 93) memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang me-nyegarkan. Sebaliknya, penerangan yang kurang baik, lanjut Silalahi dan Silalahi (1991: 140) menyebabkan kelainan pada mata atau indera penglihatan.

Faktor yang menentukan dalam ruang lingkup pekerjaan, adalah ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, lumi-nositas (brightness) dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari pe-nerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya meli-hat (Suma’mur, 1993: 93). Tidak tetapnya penerangan dan silih ber-gantinya keadaan terang dan gelap sangat mengganggu. Dari penelitian fisiologis, sebagaimana diungkapkan Suma’mur (1989: 95), perubahan ritmis dua permukaan dengan perbandingan kontras 1 : 5 menyebab-kan penurunan kerja indera penglihatan sebagai akibat pengurangan in-tensitas cahaya atau penerangan dari 1.000 lux menjadi 20 lux.

Untuk mencegah pengaruh buruk ini, maka perlu: (1) bagian-ba-gian mesin yang bergerak harus ditutup; (2) keadaan terang yang tidak dapat dihindarkan pada area kerja mata harus dihilangkan dengan war-na dasar yang tepat dan penerangan yang tepat; dan (3) hanya dipakai lampu yang tidak berkedap-kedip.

Sementara sumber penerangan tidak jarang menjadi sebab kesilau-an mutlak atau relatif. Karena itu, Suma’mur (1989: 95-96) melanjut-

Page 141: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

112

kan perlunya pengaturan sumber penerangan, yang mencakup: (1) sumber penerangan tidak boleh berada di dalam lapangan penglihatan tenaga kerja; (2) sumber penerangan harus bertirai; (3) tingkat terang (luminositas) tidak melebihi 0,3 sb bagi penerangan umum dan 0,2 sb pada tempat kerja; (4) sudut di antara garis horizontal penglihatan dan garis dari mata ke sumber penerangan harus disesuaikan; (5) jika pada ruangan besar hal itu tidak dapat dielakkan, harus dipasang tirai terha-dap sumber penerangan; (6) kontras dalam lapangan penglihatan tidak melebihi 1 : 10; dan (7) dihindari pemakaian permukaan atau bahan yang mengkilat pada mesin, permukaan meja, dan peralatan lain.

Pekerjaan yang perlu ketelitian disertai dengan syarat kemampuan untuk melihat huruf dan bagian-bagian komponen yang dikerjakan (de-tail). Faktor-faktor yang mempengaruhi, adalah: (1) intensitas pene-rangan; (2) penyebaran tingkat penerangan dalam lapangan penglihat-an; (3) ukuran benda; (4) warna dan bahan dari benda yang mempe-ngaruhi faktor luminensi; (5) kontras di antara benda dan lingkungan; (6) waktu untuk persepsi; dan (7) usia tenaga kerja.

Selanjutnya berkembang pula cara-cara penggunaan sumber pene-rangan, seperti matahari, lampu, dan lain-lain agar tingkat penerangan serasi dengan pekerjaan.

Kondisi-kondisi lingkungan kerja ‘yang ideal’ di atas, apabila ti-dak berkesesuaian dengan tenaga kerja, akan menimbulkan dampak yang kurang diingini. Misalnya, menarik untuk meninjau penelitian Kristensen (1989: 165) pada epidemiologi tentang penyakit kardiovas-kuler CVD dan lingkungan kerja. Ini berkaitan dengan sejumlah faktor nonchemical, yaitu aktivitas fisik di tempat kerja, stres di lingkungan kerja, shift kerja, kebisingan, dingin, panas, dan medan elektromag-netik. Pertama kualitas metodologi dari masing-masing studi empiris dinilai berdasarkan kriteria epidemiologi. Kemudian literatur peneliti-an pada masing-masing faktor tersebut dari lingkungan kerja dievalu-asi. Sehingga pada akhirnya disimpulkan, bahwa hipotesis dari hu-bungan sebab-akibat antara aktivitas fisik pada lingkungan kerja dan risiko CVD secara substansial didukung oleh literatur.

Lingkungan kerja juga berhubungan dengan risiko penyakit lain-nya. Xu dkk. (1997: 741) menyimpulkan penelitiannya dengan bukti

Page 142: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

113

getaran yang mempengaruhi seluruh tubuh, kerja keras, sering memu-tar atau membungkuk, berdiri, dan tuntutan konsentrasi, menjadi faktor risiko terjadinya nyeri pinggang, bahkan setelah disesuaikan untuk umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan durasi kerja tertentu. Leino dan Hänninen (1995: 134-135) juga menindaklanjuti adanya hu-bungan antara isi pekerjaan, kontrol pekerjaan, hubungan sosial di lingkungan kerja terhadap kelelahan mental, beban kerja fisik, dan morbiditas muskuloskeletal di leher, bahu dan ekstremitas atas wilayah bagian belakang yang rendah, dan anggota tubuh bagian bawah di an-tara tenaga kerja di industri logam. Bahkan Ariëns dkk. (2002: 222) mengindikasikan dari tuntutan pekerjaan yang tinggi, kebijaksanaan keterampilan rendah, dan rendahnya keamanan kerja, menjadi faktor risiko untuk penyakit sakit leher, tanpa mengindahkan shift kerja.

Setidaknya, penyelidikan Bøggild dkk. (2001: 97) di Denmark pa-da kelompok pekerja shift, ternyata memiliki prevalensi lebih tinggi dari hampir setiap faktor lingkungan kerja yang kurang baik. Pengecu-alian adalah paparan debu dan tuntutan kuantitatif. Diperoleh pula ha-sil, di mana tiga kelompok shift yang berbeda terkena bagian yang ber-beda dari lingkungan kerja, dan juga pria dan wanita dalam shift kerja berbeda dalam kaitannya dengan lingkungan kerja. Dengan demikian, dalam kerja shift dengan populasi heterogen, ditemukan terkait dengan faktor-faktor lingkungan kerja lain yang diduga menyebabkan penyakit jantung.

Selain itu, dengan konsep CPQ, Kristensen dkk. (2005: 438, 447) menghasilkan versi penelitian panjang dari kuesioner dengan 141 per-tanyaan dan 30 dimensi, versi menengah-panjang bagi para profesional lingkungan kerja dengan 95 pertanyaan dan 26 dimensi, dan versi pen-dek untuk tempat kerja dengan 44 pertanyaan dan delapan dimensi. Tampaknya kuesioner yang dikembangkan ini menjadi komprehensif dan mencakup sebagian besar dari dimensi yang relevan sesuai dengan teori-teori penting beberapa faktor psikososial pada lingkungan kerja. Dengan simpulan pada tiga versi yang memfasilitasi komunikasi antara peneliti, lingkungan kerja profesional, dan tempat kerja.

Di sisi lain, perkembangan negatif dari lingkungan kerja psiko-sosial suatu negara mengkhawatirkan Pejtersen dan Kristensen (2009:

Page 143: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

114

284). Dengan demikian, ada kebutuhan yang kuat untuk mengubah tren negatif. Itu terlihat, misalnya di Denmark, di mana lingkungan kerja psikososial telah memburuk selama periode 1997-2005. Kerusak-an ini terlihat tidak hanya di antara kelompok-kelompok tertentu te-naga kerja, tetapi dalam semua subkelompok, menggabungkan jenis kelamin, usia, dan status sosial ekonomi. Begitu pula, Takala dkk. (2009: 15-16) merisaukan lingkungan kerja global di Eropa. Dalam si-tuasi politik sekarang dan penurunan ekonomi yang serius, langkah-langkah hukum perlu dilengkapi dengan justifikasi ekonomi dan argu-men meyakinkan untuk mengurangi sudut pemotongan dan menghin-dari jangka panjang pada: cacat, pensiun dini, dan penutupan perusa-haan karena lingkungan kerja yang buruk. Hal serupa, juga dikeluhkan Hisao dan Lee (2000: 1-3) pada layanan perawatan lanjut usia di panti jompo, tampaknya sangat sulit bagi tenaga kerja perawatan usia di atas 60 untuk berpartisipasi karena lingkungan kerja yang buruk.

Namun persepsi ke arah perubahan lingkungan kerja yang lebih baik, disimpulkan dari penelitian Ekbladh (2010: 125) yang mengarah pada pengetahuan tentang interaksi antara tenaga kerja dan lingkungan kerja bisa mengungkapkan informasi yang berguna tentang fenomena yang kompleks untuk mengurangi cuti sakit. WEIS tampaknya bergu-na dalam memberikan informasi bagaimana perubahan dan akomodasi di lingkungan kerja dapat mendukung tenaga kerja individu.

Selain itu, para ilmuwan Jepang, sebagaimana dikutip Ukaya (2010: 1) telah mengklaim suatu alat yang dapat mencegah sindrom penyakit atas para pekerja itu. Polutan atau pencemar yang ditemukan di dalam bangunan kantor dapat diubah ke dalam zat yang tidak ber-bahaya dengan satu alat fotokimia yang bekerja terus-menerus dari ma-lam hingga pagi. Hal ini dapat mencegah beberapa kasus sindrom pe-nyakit di gedung.

Sindrom penyakit di gedung merupakan suatu kombinasi permasa-lahan kesehatan akut dan nyaman yang muncul dengan dikaitkan penggunaan waktu di gedung, seringkali di perkantoran. Hal ini dapat disebabkan oleh ventilasi yang kurang atau VOCs, seperti formaldehi-da yang diemisikan oleh zat pencemar kimiawi dari karpet, kain pela-pis, produk kayu, atau mesin fotokopi dan agen pembersih.

Page 144: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

115

Fotokatalisis titanium dioxide (TiO2) telah diaplikasikan terhadap perbaikan lingkungan dan lapisan yang dapat membersihkan dengan sendirinya. Oleh karena itu, kebanyakan hanya bekerja di bawah sinar UV, yang berarti bahwa mereka tidak beroperasi pada waktu malam. Saat ini, Tetsu Tatsuma45) (dalam Ukaya, 2010: 2) telah mengatasi per-soalan ini dengan mendesain suatu fotokatalis dengan kemampuan me-nyimpan energi fotokimia.

Alat fotokatalis tetap melanjutkan pembersihan pada lingkungan kantor pada waktu malam. Fotokatalis kepunyaan Tatsuma mempunyai dua lapisan; lapisan bawah yaitu TiO2 dan lapisan atas yaitu Ni(OH)2. Saat sinar bersinar di atas alat tersebut, energinya dapat ditangkap oleh lapisan bawah TiO2 dan disimpan pada lapisan atas Ni(OH)2. Energi yang disimpan ini digunakan untuk mengoksidasi VOCs yang berbaha-ya, pada formaldehida yang khusus, ke dalam karbon dioksida dan air yang kurang berbahaya setiap saat.

Secara praktisnya, Tatsuma mengharapkan alat tersebut dapat menjebak VOCs yang berbahaya pada lapisan TiO2-Ni(OH)2 waktu malam hari, lalu pada sinar pagi hari, polutan dioksidasikan ke dalam hasil sampingan yang kurang berbahaya. Tetsu Tatsuma (dalam Ukaya, 2010: 2) mempunyai harapan yang besar atas alat ini dan ber-harap untuk mengaplikasikannya pada rumah, kantor, dan pabrik seba-gai lapisan pada selambu dan penutup jendela serta atapnya.

Alat ini mempunyai potensi guna meningkatkan kualitas udara di luar ruangan dan mengurangi risiko beberapa penyakit dengan meng-ubah formaldehida dari lingkungan kerja. Mark Clayton46) (dalam Ukaya, 2010: 2) mempercayai bahwa sistem ini dapat menunjukkan suatu kemajuan yang signifikan dalam mengurangi konsentrasi perse-nyawaan kimiawi di lingkungan udara yang umumnya ditemukan pada sutau lingkungan di mana kebanyakan orang menghabiskan 90% wak-tu mereka. Penggunaan dari suatu fotokatali ini kemungkinan mempu-nyai suatu potensi guna membuat suatu kontribusi substansial untuk usaha selanjutnya dalam meningkatkan alat pembersih udara.

45) dan para koleganya pada Tokyo University 46) seorang petugas Public Health Service Officer dari US EPA Indoor Environments Division

Page 145: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

116

b. Organisasi kerja

Osh (1991: 13) memastikan bila organisasi kerja dapat mempenga-ruhi tingkat risiko dengan berinteraksi dengan faktor lain pekerjaan. Faktor itu termasuk tingkat staf, ketersediaan peralatan, jadwal kerja, shift kerja, kecepatan kerja, berbagai tugas, istirahat, dan waktu pemu-lihan dan prosedur kerja. Hal senada juga disebutkan oleh Gavin (2010: 4), bahwa faktor organisasi kerja yang dapat mempengaruhi ri-siko dengan berinteraksi dengan faktor risiko lain, meliputi: (1) tingkat tenaga kerja; (2) ketersediaan peralatan; (3) jadwal kerja; (4) mengge-ser waktu bekerja; (5) tempat kerja; (6) berbagai tugas; (7) istirahat; (8) waktu pemulihan; dan (9) prosedur kerja.

Selanjutnya, Kompier (2006: 421; 427-428) mengingatkan pada sistem baru organisasi kerja telah menjadi lebih umum, meski tidak mewakili perubahan radikal di seluruh bidang ekonomi, politik, tekno-logi, dan lanskap sosial yang telah mengubah dunia. Praktek-praktek baru mungkin memiliki dampak merugikan terhadap karakteristik pe-kerjaan, tapi efeknya tergantung pada pelaksanaan pengelolaan desain. Dan sementara menanggapi dan mengantisipasi perubahan ini, perusa-haan atau industri harus diperkuat dan dikombinasikan dengan praktek organisasi yang ada dari bentuk pola baru tersebut. Juga harus dicatat, bahwa perubahan organisasi kerja dapat memperkuat kesehatan kerja tradisional, yang oleh Evans dkk. (1994: 18) untuk sedini mungkin dan menyeluruh berinteraksi antara karakteristik kerja psikososial dan fi-sik.

Selain itu, Kompier (2006: 428) menambahkan tiga komentar atas rekomendasi NORA, yakni: yang pertama, catatan atas adanya indikasi jelas bagi para tenaga kerja paruh waktu, ataupun tenaga kerja yang tanpa dokumen, dan mereka yang memiliki status sosial ekonomi ren-dah mungkin menghadapi risiko kesehatan yang lebih besar sebagai akibat dari tren ekonomi dan kecenderungan dalam organisasi kerja. Perhatian khusus karena itu, harus dibayarkan dengan konteks pekerja-an dan membantu tenaga kerja marjinal. Laporan senada juga datang dari Landsbergis (2003: 64) yang mengarahkan studinya lebih pada pe-kerjaan yang diperlukan antara tenaga kerja miskin dan negara kurang berkembang. Kedua, rekomendasi NORA menekankan (potensial) ke-

Page 146: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

117

selamatan dan kesehatan risiko praktek kerja baru, dan ada alasan baik untuk melakukannya. Namun, diyakini praktek-praktek baru yang mo-dern tidak baik atau buruk. Dampaknya tergantung pada desain dan implementasi pemikiran (konten dan proses). Dengan demikian, di-usulkan bahwa efek positif potensi praktek modern baru mesti diperhi-tungkan, mungkin keterampilan-kebijaksanaan dan pengembangan ke-terampilan, meningkatkan kemandirian dan inisiatif pribadi, dan kon-disi di mana hasil-hasil positif muncul. Ketiga, seperti juga dinyatakan oleh Schaufeli (2004: 506), di mana agenda penelitian ini terutama ten-tang peningkatan keselamatan kerja, kesehatan, dan kesejahteraan. Itu tidak menjawab pertanyaan penelitian yang lebih mendasar ke dalam fisiologis dan psikologis proses dan mekanisme yang dapat menjelas-kan bagaimana organisasi kerja mempengaruhi kesehatan dan kesela-matan tenaga kerja. Contoh mekanisme yang mendasari tersebut ada-lah pemulihan fisiologis dan mekanisme perilaku gaya hidup yang di-usulkan oleh van der Hulst (2003: 186). Lebih mendasar, memperjelas pencarian kembali ‘kotak hitam’ antara karakteristik paparan (kombi-nasi) pekerjaan tertentu dan hasil kesehatan dan keselamatan yang ha-rus menjadi tinggi ketika studi masa depan pada stres kerja dianggap sebagai prioritas.

Sementara artikel penelitian Semmer (2006: 516), yang terutama berfokus pada apa yang dapat diharapkan dari pekerjaan-pekerjaan yang mencoba untuk mendorong kesehatan kerja dengan mengubah or-ganisasi kerja dan apa yang harus dilakukan untuk lebih memahami mekanisme yang terlibat dan untuk meningkatkan hasil yang lebih ba-ik. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, dibangunlah domain intervensi dan temuan khas yang ditujukan untuk mengubah organisasi kerja menjadi tiga kategori berikut: (1) karakteristik tugas; (2) kondisi kerja; dan (3) kondisi sosial. Tentu saja, batas-batas pendekatan tersebut sering tidak terlalu tebang habis, dan banyak industri menggabungkan beberapa elemen. Dalam tindakan bagian, masing-masing pendekatan dijelaskan secara singkat dan dengan contoh-contoh. Contoh-contoh ini dimak-sudkan untuk menyoroti isu-isu penting yang kemudian dibahas. Seba-gaimana juga dicontohkan Aittomäki dkk. (2003: 159) dalam menye-lidiki kontribusi kondisi kerja dan kesenjangan sosial ekonomi dalam

Page 147: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

118

kemampuan kerja antara pegawai pemerintah untuk ketidaksetaraan, diperoleh hasil pada adanya gradien konsisten dalam kemampuan ker-ja, di mana kelompok sosial ekonomi yang rendah memiliki kemam-puan kerja yang lebih rendah. Penyesuaian stres fisik yang menyum-bang sebagian besar dari kesenjangan sosial ekonomi. Kemungkinan adanya pengaruh penyesuaian dan pengembangan di tempat kerja da-lam menyumbang beberapa perbedaan antara tenaga kerja yang meng-arah pada perubahan organisasi kerja. Ostry dkk. (2000: 273) yang me-nyelidiki perubahan dalam kondisi kerja psikososial dan fisik dari in-dustri penggergajian di Kanada, selama 35 tahun terakhir, mendapat-kan hasil terhadap perubahan ini yang memiliki implikasi kesehatan yang penting terutama untuk tenaga kerja tidak terampil yang dires-trukturisasi.

Mencermati argumen Semmer (2006: 519) untuk perubahan dalam organisasi kerja, yang merupakan fokus dari studinya, menyebabkan fokus pada divergensi antara berbagai subsistem. Jadi, ketika sese-orang mencoba untuk merancang ulang pekerjaan, setiap orang yang berpartisipasi menghadapi tantangan individu, seperti mengatasinya dengan perubahan yang banyak mendatangkan stres kerja, sebagaima-na dibuktikan dari penelitian Korunka dkk. (1993: 17). Beberapa tena-ga kerja mungkin bereaksi dengan cara, misalnya karena mereka takut kehilangan legalitas, atau takut perubahan, karena mereka tidak cukup memiliki kesiapan. Situasi ini menunjukkan, bahwa setiap tenaga kerja harus mengatasinya atau masalah sendiri, serta dengan reaksi anggota kelompok lainnya. Seringkali, kompromi mungkin harus ditemukan yang kurang memuaskan bagi beberapa orang. Selanjutnya, lingkung-an bereaksi terhadap kelompok. Kelompok lain mungkin iri hati kepa-da kelompok “pilot,” spesialis dari luar mungkin takut kehilangan pe-ngaruh, manajer atau pemimpin dapat menjanjikan dukungan, tapi ti-dak menaatinya, dan sejenisnya.

Namun sangat disayangkan, perubahan organisasi kerja yang lebih baik tidak ditemui pada tenaga kerja dengan sebaran usia yang merata. Sebagai contoh pada tenaga kerja yang berusia tua. Kesimpulan peneli-tian Cau-Bareille dkk. (2012: 127) membuktikan itu, di mana kesulitan yang dihadapi oleh tenaga kerja yang lebih tua akhirnya ditemukan le-

Page 148: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

119

bih berindikasi pada masalah organisasi kerja hubungannya dengan pe-ngelolaan perubahan daripada masalah pelatihan karena usia. Salah sa-tunya, adalah dengan Model Pengelolaan Stres Kerja.

Menarik memang untuk menyimak bagaimana Semmer (2006: 519) sambil mendalami temuan Larsson dkk. (1990: 270), mampu me-madukan antara perubahan organisasi kerja dengan intervensi stres kerja dengan suatu Model Pengelolaan Stres Program yang di dalam tingkatan yang dapat dibagi, dan dapat menargetkan suatu aspek yang sangat mengganggu orang tertentu. Di mana dapat belajar untuk: (1) menafsirkan kembali beberapa peristiwa dengan cara yang lebih halus (misalnya, tanyakan apakah tampaknya mungkin perilaku orang lain, pada kenyataannya, disebabkan oleh kurangnya kompetensi bukan niat bermusuhan); (2) mengatasi lebih efisien dengan beberapa keadaan berpotensi stres (misalnya, perencanaan lebih hemat, lebih tegas); atau (3) bertindak untuk mengubah aspek lingkungan seseorang yang diana-lisis sebagai contoh stres dan dapat berubah dengan perubahan organi-sasi kerja, ergonomi, atau langkah-langkah yang lebih mudah untuk menggabungkan pekerjaan dan kewajiban keluarga.

Selanjutnya Feng dkk. (2006: 1047) menyajikan sebuah model da-lam menentukan titik optimal untuk menjaga aplikasi perangkat lunak, yang diduga dapat memenuhi program pemeliharaan yang efektif un-tuk peralatan kerja yang digunakan pada pekerjaan. Ada dua kebijakan yang dianalisis: kebijakan berbasis kerja dan kebijakan berbasis waktu. Dalam kebijakan berbasis kerja, jumlah pekerjaan yang harus disele-saikan, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah acak. Dalam kebijakan yang berdasarkan waktu, jumlah waktu yang tetap dialokasikan untuk pemeliharaan, tetapi jumlah acak peker-jaan selesai. Mereka memeriksa persamaan dan perbedaan antara ke-dua kebijakan di atas dan memberikan wawasan ke dalam pengelolaan program pemeliharaan. Sebuah wawasan kunci dari penelitian ini, bahwa dalam berbagai situasi, perawatan parsial adalah suboptimal.

4. Lingkungan Produksi

Idealnya setiap kegiatan industri berusaha untuk mencegah pence-maran sebelum pencemaran itu terjadi. Oleh sebab itu, strategi end-of-

Page 149: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

120

pipe treatment sudah tidak tepat lagi dan harus beralih pada strategi pollution prevention.

Pengolahan limbah memerlukan biaya tambahan yang cukup be-sar, sehingga faktor biaya tersebut merupakan kendala bagi industri da-lam melakukan pengelolaan limbah, khususnya bagi industri-industri skala kecil dan mencegah. Permasalahan inilah yang menyebabkan ter-jadinya pencemaran dan perusakan lingkungan yang kondisinya akan semakin parah bila dibarengi dengan lemahnya penegakan hukum.

Asdep Standtek, KLH (2002: 1-2) mengingatkan, bahwa melaku-kan kebijakan lingkungan hanya sebatas pada pendekatan daya dukung lingkungan dan pengolahan akhir pipa, maka kondisi lingkungan akan semakin parah, sehingga memungkinkan timbulnya bencana alam yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Oleh karena pencemaran dan perusakan lingkungan saat ini telah mengancam kesehatan dan keselamatan manusia, maka masalah ini merupakan masalah global yang harus menjadi tanggung jawab bersa-ma. Setiap negara dituntut untuk melakukan minimisasi dan mencegah pencemaran/perusakan lingkungan. Bahkan fenomena ini menjadikan faktor lingkungan sebagai barriers to trade dalam sistem perdagangan in-ternational.

Lingkungan sebagai barriers to trade dilaksanakan dengan cara me-nerapkan berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, Ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer requirement). Pemberlaku-an standar lingkungan pada suatu produk/jasa mengakibatkan pasar yang ketat, sehingga menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku industri.

Oleh karena itu, harus dapat menempatkan aspek lingkungan hidup menjadi bagian integral dari suatu kegiatan industri, sehingga masalah lingkungan bukan lagi menjadi bagian terpisah dari kegiatan industri yang memerlukan biaya tambahan.

a. Konsep end-of-pipe treatment

Konsep end-of-pipe treatment menitikberatkan pada pengolahan dan pembuangan limbah. Konsep ini pada kenyataannya tidak dapat sepe-

Page 150: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

121

nuhnya memecahkan permasalahan lingkungan yang ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus berlangsung. Hal ini karena da-lam prakteknya pelaksanaan konsep ini menimbulkan banyak kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah peraturan perundangan, masih rendahnya compliance atau pentaatan dan penegakan hukum, masalah pembiayaan, serta masih rendahnya tingkat kesadaran.

Selanjutnya Asdep Standtek, KLH (2002: 2-3) menguraikan ken-dala lain yang dihadapi oleh pendekatan end-of-pipe treatment, sebagai berikut: (1) pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah lim-bah terbentuk; (2) tidak efektif dalam memecahkan permasalahan ling-kungan, karena pengolahan limbah cair, padat, atau gas memiliki risiko pindahnya polutan dari satu media ke media lingkungan lainnya, di mana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media yang sama; (3) biaya investasi dan operasi tinggi, karena peng-olahan limbah memerlukan biaya tambahan pada proses produksi, se-hingga biaya persatuan produk naik. Hal ini menyebabkan para peng-usaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbahnya; dan (4) pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai pe-rangkat peraturan, selain menuntut tersedianya biaya dan SDM yang handal dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan penegakan hukum. Lemahnya kontrol sosial, terba-tasnya sarana dan prasarana, serta kurangnya jumlah dan kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan.

Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini, sehingga bukan cara yang efektif dalam mengelola ling-kungan, maka strategi pengelolaan lingkungan telah diubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta memberikan keuntungan, baik finansial maupun non-fi-nansial.

b. Konsep produksi bersih

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada

Page 151: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

122

proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi, sehingga mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkung-an.

Produksi bersih (cleaner production) bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan proses produksi. Di samping itu, produksi bersih ju-ga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi diseluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan SDA dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara sing-kat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama memi-nimisasi terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup dan kedua adalah efisiensi dalam proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih, lanjut Asdep Standtek, KLH (2002: 3-4), adalah: (1) mengurangi dan meminimisasi penggunaan bahan baku, air dan pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, se-hingga mencegah dan atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap manusia; (2) per-ubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul ana-lisis daur hidup produk; (3) upaya produksi bersih ini tidak akan ber-hasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait, baik pemerintah, masyarakat, maupun kalangan dunia usaha. Selain itu, perlu pula diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mem-pertimbangkan aspek lingkungan; (4) mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat; (5) pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri (self regulation) daripada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak

Page 152: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

123

hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasar-kan kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

Prinsip-prinsip dalam produksi bersih diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang dikenal sebagai 4R, meliputi: (1) reuse, atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah da-pat digunakan kembali tanpa mengalami perlakukan fisika/kimia/bio-logi; (2) reduction, atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemar-an di awal produksi misalnya substitusi bahan baku yang ber-B3 de-ngan B9 segregasi tiada; (3) recovery, adalah teknologi untuk memisah-kan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk kemudian dikem-balikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika/ kimia/biologi; dan (4) recycling, atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisika/kimia/ biologi.

Prinsip 4R yang saat ini telah dikembangkan, aplikasikasinya akan lebih efektif apabila didahului dengan prinsip rethink. Prinsip ini adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi.

c. Kebijakan produksi bersih

Dalam kaitannya dengan penerapan produksi bersih, guna mendo-rong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, pemerintah (dalam Asdep Standtek, KLH, 2002: 3-4) mempunyai enam kebijakan, yakni: (1) mempromosikan program produksi bersih agar semua pihak terkait mempunyai persepsi yang sama, sehingga dapat dicapai suatu kon-sensus yang dinyatakan dalam Komitmen Nasional dalam penerapan strategi produksi bersih di Indonesia; (2) menganjurkan pelaksanaan produksi bersih termasuk berbagai perangkat manajemen lingkungan, seperti audit lingkungan, sistem manajemen lingkungan (ISO 14001), evaluasi kinerja lingkungan, ekolabel dan produktivitas ramah ling-kungan (green productivity) di Indonesia; (3) mengkaji kembali kebijak-an dan program nasional dalam pengelolaan lingkungan untuk meng-antisipasi diberlakukannya kebijaksanaan lingkungan yang bersifat

Page 153: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

124

global; (4) mengantisipasi diberlakukannya standar-standar internasio-nal di bidang lingkungan dengan ikut aktif dalam keanggotaan ISO/TC 207 agar Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan negara-negara maju yang ingin memberlakukan standar-standar lingkungan seperti SML, ekolabel, maupun ketentuan lainya di bidang lingkungan secara internasional; (5) menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi aktif se-mua pihak dalam implementasi produksi bersih dan semua perangkat manajemen lingkungan yang diperlukan berdasarkan prinsip kemitra-an; dan (6) melaksanakan pembinaan teknis dengan cara memberikan bantuan tenaga ahli, melaksanakan proyek-proyek percontohan serta menyebarluaskan informasi mengenai teknologi bersih melalui semi-nar, penyuluhan, website, pendidikan dan latihan.

Upaya-upaya yang dilaksanakan pemerintah adalah dengan me-ngembangkan kebijaksanaan yang kondusif bagi penerapan produksi bersih di samping selalu melakukan upaya peningkatan kesadaran ma-syarakat mengenai konsep produksi bersih, misalnya melalui jalur pen-didikan dan pelatihan, melaksanakan proyek-proyek percontohan (de-monstration project) serta penyebarluasan informasi melalui seminar, pe-nyuluhan, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan produksi bersih.

Partisipasi masyarakat sebagai konsumen misalnya, dapat dilaku-kan dengan cara hanya membeli barang atau produk yang akrab ling-kungan (environmentally products) di samping mendorong dan berpartisi-pasi dalam kegiatan program efisiensi, daur ulang, dan lain-lain.

Peranan LSM dan lembaga-lembaga penelitian di berbagai instansi dan perguruan tinggi menjadi sangat penting di dalam menyebarluas-kan informasi mengenai produk akrab lingkungan. Di sisi lain parti-sipasi masyarakat akan mendorong dunia usaha untuk terus berinovasi dalam menghasilkan produk yang akrab lingkungan.

Saat ini para pelaku usaha sudah mulai menerapkan strategi pro-duksi bersih di dalam pengembangan bisnisnya, karena dapat memper-oleh manfaat, sebagai berikut: (1) meningkatkan daya saing dan kegi-atan usahanya juga dapat berkelanjutan, mengingat semakin besarnya peranan lingkungan hidup dalam kebijakan perdagangan internasional; (2) dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dalam setiap kegiat-an proses produksi secara berkesinambungan, maka perusahaan mem-

Page 154: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

125

peroleh keuntungan ekonomis dengan adanya peningkatan efektivitas dan efisiensi di segala aspek; dan (3) dengan menjalankan strategi pro-duksi bersih, perusahaan dapat menurunkan biaya produksi dan biaya pengolahan limbah serta sekaligus mengurangi terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan (Asdep Standtek, KLH, 2002: 5-6). Ka-rena itu, strategi produksi bersih merupakan metode kunci untuk mengharmonisasikan kepentingan ekonomi dan pemeliharaan ling-kungan.

5. Lingkungan Pendidikan

Sebagaimana digariskan dalam subbagian akses manusia pada ling-kungan buatan, maka lingkungan yang dimaksudkan pada kajian be-rikut, adalah “lingkungan pendidikan,” bukan “pendidikan lingkung-an” yang umumnya sudah dipahami. Dengan demikian, kajian ini mengarah pada asal maknanya: dari ‘lingkungan’ mana datangnya ‘pendidikan’ itu?

Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan pendidikan, maka perlu dilakukan kajian yang komprehen-sif dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif ling-kungan pendidikan sonder pendidikan lingkungan.

a. Analisis filosofis tentang lingkungan pendidikan

Lingkungan pendidikan dikenal juga sebagai miliu pendidikan. Da-lam teori empirisme, miliu pendidikan dipercaya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Sementara teori nativisme menafikan pengaruh lingkungan pendidikan, karena ba-kat dan pembawaan manusia (baca: peserta didik) dinilai mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap proses pendidikan. Bagaimana pun juga teori konvergensi sangat mengakui pengaruh antara keduanya, yaitu bakat dan pembawaan serta pengaruh lingkungan pendidikan.

Lingkungan pendidikan pada hakikatnya dapat menjadi sumber pembelajaran. Teori pembelajaran konstruktivisme mengajarkan, bah-wa peserta didik harus dapat membangun pemahaman sendiri tentang konsep yang diambil dari sumber-sumber pembelajaran yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut Ilyas (2012: 2) menganggap

Page 155: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

126

lingkungan pendidikan sebagai suatu institusi atau kelembagaan, di mana pendidikan itu berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempe-ngaruhi proses pendidikan yang berlangsung.

b. Macam-macam lingkungan pendidikan

Ilyas (2012: 3) memandang betapa pentingnya lingkungan pendi-dikan yang sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab ling-kungan pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar-mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. De-ngan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggara-kan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan itu diseder-hanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga sebagai lembaga pendi-dikan informal47), sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan ma-syarakat sebagai lembaga pendidikan non-formal. Ketiga bentuk lem-baga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian manusia sebagai peserta didik.

1) Lingkungan keluarga

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasio-nal disebutkan, bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pen-didikan informal. Selain itu, keluarga juga disebut sebagai satuan pen-didikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini bagi Ilyas (2012: 3), karena keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Begitu pula Sirojul (2011: 5) memandang keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membentuk watak dan karakter manusia. Keluarga adalah lingkungan pertama di mana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan ma-nusia lain selain dirinya. Di keluarga pula manusia untuk pertama ka-linya dibentuk, baik sikap maupun kepribadiannya. Pendidikan keluar-ga disebut oleh Priyani (2011: 2) sebagai pendidikan utama, karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Ada beberapa potensi yang telah berkem-bang dalam pendidikan keluarga. Bahkan Efendi (2012: 2) mengang-

47) disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah

Page 156: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

127

gap keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab memelihara, mera-wat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang de-ngan baik.

Karena besarnya peran keluarga dalam pendidikan, Sidi Gazalba, seperti yang dikutip Ramayulis (dalam Ilyas, 2012: 4) mengkatego-rikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab.

Oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. De-ngan begitu, kepribadian anak akan terbentuk sejak dini, sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam proses pendidikan selan-jutnya yang akan ia jalani.

Sementara fungsi keluarga dalam kajian lingkungan pendidikan, yakni: (1) keluarga sebagai institusi sosial. Orang tua berkewajiban un-tuk mengembangkan fitrah dan bakat yang dimilikinya. Pendidikan da-lam perspektif ini, menurut Bakry (2005: 104), tidak menempatkan anak sebagai objek yang dipaksa mengikuti nalar dan kepentingan pen-didikan, tetapi pendidikan anak berarti mengembangkan potensi dasar yang dimiliki anak yang dimaksud. Potensi yang dimaksud cenderung pada kebenaran. Karena cenderung pada kebenaran, maka orang tua di-tuntut untuk mengarahkannya. Lebih lanjut Bakry (2005: 106) mene-gaskan bila keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama. Di lingkungan ini anak akan diperkenalkan dengan kehidupan sosial. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya menyebabkan ia menjadi bagian dari kehidupan sosial; dan (2) keluarga sebagai institusi pendidikan/keagamaan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat dididik dan membutuhkan pendidikan. Dalam perspektif Bakry48) (2005: 106), yang jauh lebih penting lagi adalah bagaimana orang tua membantu perkembangan psi-

48) yang dipandangnya dari perspektif Islam

Page 157: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

128

kologis dan intelektual anak. Aspek ini membutuhkan kasih sayang, asuhan, dan perlakuan yang baik. Termasuk yang penting peran orang tua menanamkan nilai-nilai keagamaan dan keimanan anak. Model pendidikan keimanan yang diberikan orang tua kepada anak, dituntut agar lebih dapat merangsang anak dalam melakukan contoh perilaku orang tua (uswatun hasanah).

2) Lingkungan sekolah

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (dalam Ilyas, 2012: 5) menegas-kan, bahwa ‘sekolah’ disebut demikian, bilamana dalam pendidikan di-adakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua me-nyerahkan tanggung jawabnya sebagian ke lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran49) kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk mem-berikan pembelajaran di dalam keluarga. Oleh karena itu, Zuhairini (1992: 179) mengingatkan untuk sepantasnyalah orang tua menyerah-kan tugas dan tanggung jawabnya ke sekolah.

Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, juga mendidik anak beragama. Di sinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pem-belajaran kepada peserta didik. Pendidikan budi pekerti dan keagama-

49) untuk selanjutnya disebut pembelajaran. Di sisi lain pembelajaran mempunyai

pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda (Wikipedia, 2012: 1). Sebagaimana juga dijelaskan Mayer (2002: 228), Oser dan Baeriswyl (2001: 1031), Munro (1999: 151), serta Shuell dan Moran (1994: 3343), bahwa pengajaran dan pembelajaran tidak dapat ditangani sebagai entitas yang terpisah dan bahwa hubungan antara mengajar dan belajar agak rumit. Tetapi dengan jelas Grösser (2007: 38) menunjukkan peran penting dari guru dalam mengembangkan fungsi pembelajaran tertentu untuk membantu peserta didik dalam proses belajar dan realisasi optimal hasil belajar

Page 158: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

129

an yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan ke-lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberi-kan dalam keluarga.

Uhbiyati dan Ahmadi (1997: 240) mengakui bila sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri, sehingga anak mentaatinya. Ling-kungan yang positif adalah pendidikan agama, yaitu lingkungan seko-lah yang memberi fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendi-dikan agama ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan ku-rang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, dan berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini meng-hambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama, yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniada-kan kepercayaan agama di kalangan anak didik.

3) Lingkungan masyarakat

Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non-formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti per-aturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri atas se-kelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya.

Sirojul (2011: 8) menyebutkan lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan se-kolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam ma-syarakat ini banyak sekali, meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembetukan kesusi-laan dan keagamaan. Sementara Ilyas (2012: 7) menganggap masyara-kat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas dan turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam men-ciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, da-lam pendidikan, anak pun dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua

Page 159: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

130

harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah50) seba-gai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselengga-ranya pendidikan tersebut.

Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini, dikatakan Zuhairini (1992: 180) sebagai pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik secara sadar atau tidak telah mendidik dirinya sendiri, mencari penge-tahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakin-an dan keagamaan di dalam masyarakat.

Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pen-didikan, maka Ilyas (2012: 8) mengharuskan agar setiap individu seba-gai anggota masyarakat menciptakan suasana yang nyaman demi ke-berlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indo-nesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid education) sebagai upaya untuk memberdayakan ma-syarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini le-bih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan for-mal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan, bahwa ke-pedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pen-didikan formal.

50) atau madrasah

Page 160: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB VI

Ikhtisar

EBAGAIMANA telahdiutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnyakungan alami dan lingkungan buatan

baran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” ini. Bahwa dengan demikian, dapat diikhtisarkan, seperti berikut.1. Manusia berperan penting pada lingkungan hidup, pun dalam ke

langsungan ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakantindakan yang diambil atau kebijakandengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Kemampuan manusia untuk menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana hubungannya sebagai manusia dan lingkungan. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat menyadarkan manusia dengan lingkungannya, dan memiliki tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia itu sendiri di masa akan datang

2. Ekologi manusia dapat dipandang dari dua perspektif, dalam perspektif keilmuan, tinjauannya mengarah pada: an, yang memandang ekologi sebagai usaha memahami keterkaitan antara spesies manusia dengan lingkungannya, tologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari dimensi keilmuan dipisahkan menjadi lingkungan hidup alami, yaitu kondisi lingkungan hidup yang belum disentuh oleh tangan manusia, meskipun pada kenyataannya telah dinodai oleh pemenuhan kebutuhaseperti pembangunan waduk, wisata alami, wisata bahari, dan taman laut. Sedangkan lingkungan hidup buatan meliputi: pertambangan, industri, perhubungan, perkebunan, dan bentuk sarana dan prasarana lainnya. Demikian juga dengan dimensi ekologi

131

telah dikaji, bahwa pengelolaan lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala ak-sesnya pada lingkungan hidupnya, termasuk ke dalam ling-

lingkungan buatan, yang merupakan se-baran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia da-

lam Pengelolaan Lingkungan Hidup” ini. Bahwa dengan demikian, da-, seperti berikut.

Manusia berperan penting pada lingkungan hidup, pun dalam ke-langsungan ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manu-sia itu sendiri. Kemampuan manusia untuk menyadari hal tersebut

an menentukan bagaimana hubungannya sebagai manusia dan lingkungan. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat me-nyadarkan manusia dengan lingkungannya, dan memiliki tugas un-tuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia

masa akan datang. dipandang dari dua perspektif, yakni: (1)

, tinjauannya mengarah pada: dasar keilmu-an, yang memandang ekologi sebagai usaha memahami keterkaitan antara spesies manusia dengan lingkungannya, yang mencakup on-tologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari dimensi keilmuan dipi-sahkan menjadi lingkungan hidup alami, yaitu kondisi lingkungan hidup yang belum disentuh oleh tangan manusia, meskipun pada kenyataannya telah dinodai oleh pemenuhan kebutuhan manusia, seperti pembangunan waduk, wisata alami, wisata bahari, dan ta-man laut. Sedangkan lingkungan hidup buatan meliputi: pertam-bangan, industri, perhubungan, perkebunan, dan bentuk sarana dan prasarana lainnya. Demikian juga dengan dimensi ekologi yang

Page 161: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

132

bersentuhan dengan lingkungan hidup sosial, yang mengatur ke-berlansungan hubungan dengan sesama secara struktural dan fung-sional atau disebut sosiosistem. Model ekologi dalam perfektif ke-ilmuan meliputi akal, budaya agama, dan iptek; dan (2) dalam pers-pektif kehidupan, ekologi ditinjau dari aspek pendidikan, yang diha-rapkan mampu mengubah perilaku manusia melalui upaya peng-ajaran, pelatihan, dan sosialisasi nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Aspek berikutnya kesempatan kerja, merupa-kan ikhtiar yang wajib dilakukan setiap insan yang mempunyai ke-mampuan dan kesempatan yang dilakukan melalui proses hingga menghasilkan keuntungan dari pekerjaannya. Aspek papan juga berperan dalam ekologi, seperti ketersediaan SDA, lahan, dan ru-mah. Kesehatan merupakan aspek ekologi, yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan alam, sosial budaya dalam konteks masalah kependudukan. Kebutuhan pangan merupakan aspek pen-ting dalam ekologi, karena bersifat primer dengan hajat hidup se-perti makan, minum, dan oksigen. Sedangkan aspek hukum, ber-sentuhan dengan kontak sosial manusia di bidang peradilan, pem-buatan UU, peraturan, tata tertib, instruksi, dan HAM.

3. Akses manusia pada lingkungan alami, mencakup: (1) hutan. Da-lam pengelolaan hutan harus ada pertimbangan manfaat dan risiko, sehingga tujuan pengelolaan hutan tidak dapat untuk mendapatkan keuntungan maksimum, melainkan agar manusia mendapatkan ha-sil optimum; (2) padang rumput. Begitu manusia menjamak padang rumput dengan cara menggembalakan ternak secara liar dan me-manfaatkan padang rumput itu juga sebagai lahan pertanian, begitu padang rumput itu akan menunjukkan pengaruh negatifnya atas lingkungan sekitarnya. Jenis-jenis rumput maupun jenis-jenis ter-nak dikelola secara demikian hingga keseimbangan ekologi dalam asasnya dapat didekati. Pengelolaan didasarkan atas “economical dan ecological approach.” Manusia semestinya mengelola padang rumput secara ekstensif seperti halnya dengan pengelolaan padang rumput yang luas-luas dan tidak mempergunakan padang rumput secara terus-menerus; (3) estuari. Fungsi wilayah estuari sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat permukiman, penang-

Page 162: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

133

kapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan kawas-an industri. Wilayah estuari juga merupakan ekosistem produktif, karena dapat berperan sebagai sumber zat hara. Dengan memper-hatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wilayah estuari menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut; (4) laut. Dalam kegiatan penge-lolaan SKA di laut harus senantiasa memelihara pelestarian ling-kungan laut. Wilayah konservasi yang merupakan wilayah garapan yang terlarang untuk dimanfaatkan dan wilayah pengelolaan tra-disional yang dikelola penduduk secara tradisional, diharapkan mempunyai kebijaksanaan tersendiri, karena pemanfaatannya ter-batas pada kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga harus mendapat prioritas tersendiri; (5) sungai. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan. Untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu di-kendalikan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan berke-lanjutan antara fungsi sungai dan kehidupan manusia; dan (6) da-nau. Pengelolaan perairan danau harus meliputi upaya-upaya ko-ordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau. Kecenderungan pengelolaan lingkungan perairan secara berkelanjutan yang populer saat ini, adalah yang bersifat co-manage-ment atau partisipatif, yaitu sistem pengelolaan oleh pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator, sementara prakarsa tindakan pe-ngelolaan diserahkan kepada masyarakat dan para pemangku ke-pentingan melalui mekanisme permusyawarahan. Karena itu, prog-ram penyelamatan danau merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pesisir.

4. Akses manusia pada lingkungan buatan, mencakup: (1) perumahan dan permukiman. Berbagai perkembangan, isu strategis, dan perma-salahan perumahan dan permukiman tersebut tidak terlepas dari di-namika dan kemajemukan perubahan-perubahan di dalam pemba-ngunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan pembangunan ling-kungan, yang tidak saja mengikuti perubahan berdimensi ruang

Page 163: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

134

dan waktu, tetapi juga perubahan kondisi, khususnya bidang eko-nomi, sosial, dan budaya. Kemampuan pengendalian pembangun-an perumahan dan permukiman yang masih relatif terbatas dan mulai bertumbuhkembangnya peran dan potensi masyarakat di da-lam mengatur dan melaksanakan sendiri kebutuhannya akan peru-mahan dan permukiman, juga sangat mendasari kebijakan dan stra-tegi penyelenggaraan perumahan dan permukiman; (2) industri. In-dustri mengekstrak material dan basis SDA dan memasukkan, baik produk maupun pencemaran ke dalam lingkungan hidup manusia. Industri memiliki kekuatan untuk meningkatkan atau merusak lingkungan. Kesadaran dan keprihatinan manusia yang semakin meningkat menyebabkan dilakukannya berbagai tindakan yang di-anggap perlu oleh pemerintah dan industri, di negara-negara indus-tri maupun di sebagian negara-negara berkembang. Berbagai kebi-jaksanaan dan program perlindungan lingkungan dan konservasi sumberdaya diadakan, sekaligus dengan badan-badan yang menge-lolanya; (3) bisnis dan perkantoran. Suatu kondisi lingkungan dan or-ganisasi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan dan organisasi kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang le-bih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien; (4) lingkungan produksi. Manusia harus dapat me-nempatkan aspek lingkungan hidup menjadi bagian integral dari suatu kegiatan industri, sehingga masalah lingkungan bukan lagi menjadi bagian terpisah dari kegiatan industri yang memerlukan biaya tambahan; dan (5) lingkungan pendidikan, suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, khususnya keluarga, se-kolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dike-nal sebagai tripusat pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat pendi-dikan itu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan, yaitu memba-ngun manusia Indonesia seutuhnya serta menyiapkan SDM pem-bangunan yang bermutu.

Page 164: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ini. daripada hasil pemikiran dan/atau hasil penelitian yang dituangkan di dalam buku ini.

Pengelolaanusaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaikKarena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masyarakat dan berubahharuslah bersifat lenturitu, manusia berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan masyarakat tertentucara dini pilihan untuk kemudian hari.Nomor 32 Tahun 2009 tentang Hiduppengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun kultural. Soemarwoto

BAB I

Pendahuluan

ENGELOLAAN lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya, termasuk ke dalam lingkungan alami dan ling

kungan buatan, merupakan sebaran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup”

Bahasannya diawali dengan latar belakang, tujuan, dan manfaat daripada hasil pemikiran dan/atau hasil penelitian yang dituangkan di alam buku ini.

1. Latar

Pengelolaan lingkungan diartikan Soemarwoto (1991: 73) sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaikKarena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan lingkungan haruslah bersifat lentur, namun tetap terlindungi. Dengan itu, manusia berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup secara dini pilihan untuk kemudian hari. Hal ini sejalan denganNomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama pada Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi: “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”

Di dalam pengelolaan lingkungan itu, manusia mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun kultural. Soemarwoto

1

lingkungan diutamakan sebagai pengelo-laan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hi-

lingkungan alami dan ling-, merupakan sebaran hasil pemikiran daripada

isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” Bahasannya diawali dengan latar belakang, tujuan, dan manfaat

daripada hasil pemikiran dan/atau hasil penelitian yang dituangkan di

Latar Belakang

lingkungan diartikan Soemarwoto (1991: 73) sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu ling-kungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsung-an hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masya-

ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan lingkungan . Dengan kelenturan

itu, manusia berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan masyara-untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup se-

Hal ini sejalan dengan UU RI dan Pengelolaan Lingkungan

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan men-

lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun kultural. Soemarwoto

Page 165: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

2

(1991: 73-74) memberi misal atas penyesuaian diri manusia pada penggunaan air yang tercemar. Manusia membentuk daya tahan terha-dap penyakit dalam tubuhnya dan karena kebiasaan menekan rasa jijik-nya terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi dirasakan sebagai ke-butuhan dasar oleh kelompok manusia tersebut. Adaptasi demikian itu, walaupun mempunyai nilai dalam mempertahankan kelangsungan hi-dup, haruslah dianggap sebagai maladaptasi atau penyesuaian diri yang tidak sehat. Maladaptasi tidak dapat diterima dengan pengelolaan ling-kungan. Sebab hidup dengan air yang tercemar itu haruslah dianggap tidak manusiawi. Kelenturan dalam pengelolaan lingkungan haruslah tidak memberikan akomodasi pada maladaptasi.

Untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, usaha yang dapat dilakukan, ialah memperbesar manfaat lingkungan atau dan memper-kecil risiko lingkungan. Ini bukanlah usaha yang mudah. Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru. Sejak manusia ada, ia telah mulai melakukan pengelolaan lingkungan.

Dengan demikian, yang diutamakan pada pengelolaan lingkungan, adalah pengelolaan pada manusia dengan segala aksesnya pada ling-kungan hidupnya. Pengelolaan ini, baik kepada manusia maupun pada lingkungan hidupnya, tentunya akan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka ragam pula. Namun, secara singkat Soemarwoto (1991: 86-87) mengurainya dalam empat ruang lingkup. Pertama, pengelolaan lingkungan secara rutin. Manusia secara rutin mengelola lingkungannya. Pembuangan sampah dan pembuatan salur-an pembuangan limbah dari dapur dan kamar mandi merupakan contoh kegiatan dalam pengelolaan lingkungan. Para petani secara rutin me-melihara sengkedan sawahnya dan saluran pengairan, memberantas ha-ma dan penyakit tanaman, serta membuat sengkedan baru dan mena-nam tumbuhan untuk melindungi tanah dari erosi. Di dalam kota terda-pat pula pengelolaan lingkungan secara rutin, misalnya pemeliharaan saluran riol, taman, dan jalur hijau. Walaupun pengelolaan lingkungan sebenarnya telah dilakukan secara rutin, namun kegiatan itu sering ti-dak disebut sebagai pengelolaan lingkungan. Kedua, perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tuntunan bagi perencanaan pembangunan. Perencanaan pengelolaan lingkungan

Page 166: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

3

secara dini perlu dikembangkan untuk dapat memberikan petunjuk pembangunan apa yang sesuai di suatu darah, tempat pembangunan itu dilakukan, dan bagaimana pembangunan itu dilaksanakan. Karena sifat dininya, konflik antara lingkungan dengan pembangunan dapat dihin-dari atau dikurangi dengan mencarikan pemecahan secara dini. Bahkan pembangunan itu dapat direncanakan untuk mengambil manfaat ling-kungan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, akan menjadi jelas pengelolaan lingkungan bukanlah penghambat pembangunan, melain-kan pendukung pembangunan. Ketiga, perencanaan pengelolaan ling-kungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan hidup yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direnca-nakan. Keempat, perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memper-baiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Kedua aspek terakhir dari ruang lingkup pengelolaan lingkungan di atas, diakui Soemarwoto (1991: 88), banyak mendapat perhatian, yang mencakup rencana proyek pembangunan dan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan lebih bersifat reaktif, yaitu bereaksi terhadap suatu peren-canaan atau keadaan tertentu. Hal ini menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pengelolaan lingkungan, terutama karena reaksi itu se-ring terhadap hal-hal yang negatif, misalnya pencemaran, kematian satwa liar, dan banjir. Karena hal-hal yang negatif itu sering berkaitan dengan pembangunan, citra itu lalu menjurus pada anggapan, bahwa pengelolaan lingkungan menghambat pembangunan.

Namun Sulistianingsih (2012: 1) memberi pembuktian yang seba-liknya. Di mana, pembangunan yang dilakukan selama ini, selain ber-tujuan untuk mensejahterakan kehidupan manusia (baca: rakyat), da-lam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun ne-gatif. Hal ini berarti, selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan.

Lantas, bagaimana sesungguhnya pengelolaan lingkungan yang mengutamakan pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya?

Page 167: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

4

2. Tujuan Pengkajian

Dengan mengacu pada latar belakang dan dengan menyimak perta-nyaan tentang pengelolaan lingkungan yang mengutamakan pengelola-an manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya, maka dalam buku ini akan dikaji secara berurutan dengan tujuan untuk: (1) mencermati peranan manusia pada lingkungan hidup; (2) memahami konteks ekologi manusia dalam konsep atau perspektif keilmuan dan hubungannya dengan perspektif kehidupan manusia; (3) memahami pengelolaan lingkungan alami sebagai pengelolaan manusia dengan se-gala aksesnya pada lingkungan hidup; dan (4) memahami pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala akses-nya pada lingkungan hidup.

3. Manfaat Kajian

Diharapkan hasil kajian dalam buku ini dapat memberi manfaat di dalam pencermatan dan pemahaman yang lebih baik mengenai penge-lolaan lingkungan yang mengutamakan pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya.

Page 168: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

“perampok

Suatukut jumlah anggota populasi, ukuranmengubah lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah lingkungan karena sifat anatomi dan mentalnya, oleh sebab itu manusia dapat berkompetisi dan berhasil dengan baik mendapatkan kebutuhannya. Tuntutan kebutuhanadaptasi dengan lingkungan melalui berbagai cara sesuai kemampuan, bahkan dorongan ini tidak terbatas pada adaptasi, melainkan memotivasi memberdayakannya melalui penyeimbangan

hadap lingkungan dan organisme lain yang ada dalam ekosistem.

Hiduplingkungan. Manusia memiliki beberapa kekurangan dari hewan besar yang ada, namun kekurangan ini diatasi dengan sifat penglihatan tiga dimensi, kemampuan penalaran yang besar dan kemampuan membuat alat atau perkakas. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya dengan sikap tegak manusia yang memungkinkan dapat bebas menggu

BAB II

Peranan Manusia pada Lingkungan Hidup

ERIKUT ini, Cristiae (2012: 1-4) menguraikan secara lengkap peranan manusia pada lingkungan hidup, yang mancakup manusia sebagai organisme yang dominan secara ekologi, manusia sebagai makhluk pembuat alat, ma

nusia sebagai penyebab evolusi, manusia sebagai makhluk perampok,” dan manusia sebagai makhluk pengotor.

1. Manusia sebagai Organisme Dominan secara Ekologi

Suatu makhluk dikatakan dominan secara ekologi, apabila menyangkut jumlah anggota populasi, ukuran tubuhnya, dan kemampuan untuk mengubah lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah lingkungan karena sifat anatomi dan mentalnya, oleh sebab itu manusia dapat berkompetisi dan berhasil dengan baik mendapatkan kebutuhannya. Tuntutan kebutuhan hidup mendorong manusia beradaptasi dengan lingkungan melalui berbagai cara sesuai kemampuan, bahkan dorongan ini tidak terbatas pada adaptasi, melainkan memotivasi memberdayakannya melalui penyeimbangan iptek.

Dengan demikian, manusia dapat memberikan pengaruh besar terhadap lingkungan dan organisme lain yang ada dalam ekosistem.

2. Manusia sebagai Makhluk Pembuat Alat

Hidup dan kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pengaruh lingkungan. Manusia memiliki beberapa kekurangan dari hewan besar yang ada, namun kekurangan ini diatasi dengan sifat penglihatan tiga dimensi, kemampuan penalaran yang besar dan kemampuan membuat alat atau perkakas. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya dengan sikap tegak manusia yang memungkinkan dapat bebas menggu

5

Lingkungan

4) menguraikan secara lengkap peranan manusia pada lingkungan hidup, yang mancakup manusia sebagai organisme yang dominan se-

, manusia sebagai makhluk pembuat alat, ma-nusia sebagai penyebab evolusi, manusia sebagai makhluk

Organisme Dominan secara Ekologi

, apabila menyang-tubuhnya, dan kemampuan untuk

mengubah lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah lingkungan karena sifat anatomi dan mentalnya, oleh sebab itu manusia dapat berkompetisi dan berhasil dengan baik mendapatkan

hidup mendorong manusia ber-adaptasi dengan lingkungan melalui berbagai cara sesuai kemampuan, bahkan dorongan ini tidak terbatas pada adaptasi, melainkan memoti-

pengaruh besar ter-

hadap lingkungan dan organisme lain yang ada dalam ekosistem.

Makhluk Pembuat Alat

dan kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pengaruh lingkungan. Manusia memiliki beberapa kekurangan dari hewan besar yang ada, namun kekurangan ini diatasi dengan sifat penglihatan tiga dimensi, kemampuan penalaran yang besar dan kemampuan membuat alat atau perkakas. Kemampuan membuat alat, erat hubungannya de-ngan sikap tegak manusia yang memungkinkan dapat bebas menggu-

Page 169: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

6

nakan tangannya. Kemampuan itu juga erat hubungannya dengan ke-mampuan penglihatan, kecekatan, dan kemampuan penalaran dari otaknya yang lebih tinggi. Jadi manusia menjadi dominan dalam eko-sistem berkat kemampuan membuat dan menggunakan alat.

Manusia juga merupakan organisme yang membudiyakan makan-annya. Sebelum manusia mengenal cara bercocok tanam, manusia hi-dup dengan cara mengembara dalam kelompok-kelompok kecil dan tinggal di gua, bertahan hidup dari hasil perburuan, mencari buah-bu-ahan serta umbi-umbian yang terdapat di dalam hutan. Bila binatang buruan mulai berkurang mereka berpindah ke tempat yang masih ba-nyak terdapat binatang buruan yang dapat dijadikan bahan makanan mereka. Dengan makin pesatnya perkembangan populasi, maka manu-sia mulai beralih dengan pola hidup bercocok tanam yang masih sangat sederhana, yaitu dengan cara membuka hutan untuk dibuat ladang dan ditanami dengan umbi-umbian atau tanaman lain yang dikenal sebagai bahan makanan dan akhirnya mulai menetap tempat tinggalnya.

Perubahan cara hidup dari pengumpul makanan menjadi penanam serta pemetik hasil tanaman, merupakan suatu pencapaian yang mem-punyai yang dampak ekologi yang luas. Dengan kemampuan dan per-kembangan teknologi saat ini, alat-alat pertanian berkembang dari tingkat penanam secara sederhana, menjadi mesin-mesin modern yang dapat mengolah tanah yang jauh lebih luas. Dengan demikian, terben-tuk ekosistem buatan manusia.

3. Manusia sebagai Penyebab Evolusi

Pesatnya perkembangan pengetahuan merupakan penyebab utama dalam proses evolusi organik. Evolusi alamiah berlangsung sangat lambat, tetapi karena adanya perusakan alam oleh manusia, baik se-ngaja atau tidak, akan mempercepat evolusi organik. Akibatnya adalah penurunan jumlah organisme tertentu bahkan ada beberapa yang pu-nah, tetapi di lain pihak terdapat organisme jenis tertentu yang jumlah-nya meningkat dengan pesat, terutama varietasnya. Semua ini adalah akibat adanya intervesi manusia. Manusia mempercepat evolusi de-ngan cara membudidayakan hewan dan tumbuhan, menciptakan habi-tat baru, serta penyebaran hewan dan tumbuhan. Semua ini dilakukan

Page 170: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

7

manusia untuk menghasilkan jenis organisme atau varietas baru yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan hidup manusia.

4. Manusia sebagai Makhluk “Perampok”

Perkembangan dominasi manusia sejalan dengan perkembangan alat-alat yang digunakan. Manusia dapat mengeksploitasi ekosistem, baik darat maupun air. Namun, manusia cenderung berlebihan dalam mengeksploitasi, sehingga terjadi pengrusakan ekosistem. Misalnya dalam melakukan penanaman dan mengambil tumbuhan yang dilaku-kan berlebihan, akibatnya zat-zat hara yang terdapat pada biomassa ini menghilang dari ekosistem, sehingga harus diganti dengan pemupuk-an, baik pupuk organik maupun anorganik. Begitu juga dalam beter-nak, manusia cenderung memelihara ternak dalam jumlah besar. Aki-batnya terjadi pengambilan rumput berlebihan yang menyebabkan pe-ngurangan spesies rumput yang paling bergizi, sehingga menurunkan nilai padang rumput sebagai gudang makanan. Eksploitasi berlebihan ini lama-kelamaan membuat ekosistem alami yang mantap dan seim-bang menjadi ekosistem binaan yang tidak mantap, karena terus-mene-rus memerlukan subsidi energi.

5. Manusia sebagai Makhluk Pengotor

Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang mengotori lingkung-annya. Hewan membuang kotoran berupa feces yang dapat diuraikan untuk didaur ulang karena terdiri atas zat organik, tetapi pada manusia, selain feces, manusia juga membuang kotoran zat organik lain yang penguraiannya sangat lambat, seperti kotoran dari bahan sintetik bah-kan zat beracun. Sumber kotoran manusia yang dapat mencemari ling-kungan ini berasal dari rumah tangga, perkebunan, tempat kerja, alat transportasi, dan kegiatan lainnya.

6. Masalah Lingkungan Hidup

Dewasa ini kualitas lingkungan hidup cenderung menurun, ini dise-babkan oleh rendahnya kesadaran terhadap lingkungan, melakukan ile-

Page 171: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

8

gal loging yang menyebabkan kerusakan hutan dan banyaknya lahan kritis, pencemaran air, tanah, dan udara, serta berbagai kerusakan ling-kungan hidup lainnya, baik yang bersumber dari sistem sosial kema-syarakatan maupun perkembangan teknologi yang tidak ramah ling-kungan. Akibatnya terjadi pemanasan global yang menyebabkan me-ningkatnya temperatur bumi, kelangkaan air bersih, kekeringan pada musim kemarau dan banjir di musim hujan.

Menurunnya kualitas lingkungan itu, apabila tidak mendapat per-hatian sungguh-sungguh dari berbagai pihak secara terpadu, akan se-makin mengancam kenyamanan serta kesejahteraan manusia bahkan ti-dak menutup kemungkinan eksistensi kehidupan manusia itu sendiri.

Page 172: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB I

pakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia,kan Siahaan (1987: 1), sebagai semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.

dalam suatu lingkup kehidupan (lingkungan hidup) yang tersusun secara teratur tersebut, maka muncullah istilah yang dikenal dengan sistem2), disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap individu makhluk hidup yang menempati dalam satu ruang/tempat, di mana setiap individu tersebut berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi dan fungsinya. Rangkaian proses tersebut kemudian menkanan (ka proses di dalam ekosistem tetap terkendali sedemikian rupa, sehingga keseimbangan akan tetap terjaga.

lingkungannya memberikan sebuah pengertian yang mendalam untuk dikaji lebih lanjut. Karena suatu makhluk hidup; termasuk manusia, pada jaringan kehidupannya, memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang saling berkaitan dengan lingkungannya. Dengan demikilukanlah bidang kajian yang dikonsepkan sebagai

BAB III

Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan dan Kehidupan

INGKUNGAN hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam bahasa sehari

cukup disebut dengan “lingkungan” saja. Unsurlingkungan hidup itu sendiri biasanya terdiri atas: manusia,

hewan, tumbuhan, dan lain-lain. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia,kan Siahaan (1987: 1), sebagai semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.

Dengan adanya proses saling mempengaruhi antaradalam suatu lingkup kehidupan (lingkungan hidup) yang tersusun secara teratur tersebut, maka muncullah istilah yang dikenal dengan sistem. Ekosistem atau proses interaksi ini, menurut Murtiyanto

disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap individu makhluk hidup yang menempati dalam satu ruang/tempat, di mana setiap individu tersebut berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi dan fungsinya. Rangkaian proses tersebut kemudian menjalin rantai makanan (life chain). Selama terdapat keteraturan fungsi dan interaksi, maka proses di dalam ekosistem tetap terkendali sedemikian rupa, sehingga keseimbangan akan tetap terjaga.

Hubungan antara makhluk hidup dan antara makhluk hidup denganlingkungannya memberikan sebuah pengertian yang mendalam untuk dikaji lebih lanjut. Karena suatu makhluk hidup; termasuk manusia, pada jaringan kehidupannya, memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang saling berkaitan dengan lingkungannya. Dengan demikilukanlah bidang kajian yang dikonsepkan sebagai “ekologi.

9

Ekologi Manusia dalam Perspektif

hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hi-atau dalam bahasa sehari-hari

saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasanya terdiri atas: manusia,

lain. Lingkungan hidup meru-pakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia, yang diarti-kan Siahaan (1987: 1), sebagai semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ru-ang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejah-

anya proses saling mempengaruhi antara makhluk hidup dalam suatu lingkup kehidupan (lingkungan hidup) yang tersusun seca-ra teratur tersebut, maka muncullah istilah yang dikenal dengan eko-

Murtiyanto (2011: disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap individu makhluk

hidup yang menempati dalam satu ruang/tempat, di mana setiap indivi-du tersebut berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi dan

jalin rantai ma-). Selama terdapat keteraturan fungsi dan interaksi, ma-

ka proses di dalam ekosistem tetap terkendali sedemikian rupa, sehing-

Hubungan antara makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya memberikan sebuah pengertian yang mendalam untuk dikaji lebih lanjut. Karena suatu makhluk hidup; termasuk manusia, pada jaringan kehidupannya, memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang saling berkaitan dengan lingkungannya. Dengan demikian, diper-

ekologi.”

Page 173: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

10

“What is ecology?” Pertanyaan singkat ini diajukan oleh Molles Jr. (2005: 2), yang lalu dijawabnya sendiri, bahwa ekologi merupakan suatu studi tentang hubungan antara organisme dan lingkungan. Se-lengkapnya, Enger dan Smith (2008: 79) menguraikan, bahwa ilmu pe-ngetahuan ekologi adalah studi tentang cara organisme berinteraksi sa-tu sama lain dan dengan lingkungan tak hidup mereka. Ekologi ber-kaitan dengan cara-cara di mana organisme yang disesuaikan dengan lingkungan, bagaimana memanfaatkan lingkungan, dan bagaimana su-atu daerah diubah oleh kehadiran dan kegiatan organisme. Interaksi ini melibatkan energi dan materi. Makhluk hidup membutuhkan aliran konstan energi dan peduli untuk menjamin kelangsungan hidup mere-ka. Jika aliran energi dan materi berhenti, organisme mati.

Dan apabila ekologi itu dikaitkan dengan manusia, maka Levine (1975: 1) mengajukan pertanyaan lanjutan atas suatu kajian: “apakah ekologi manusia itu, hanya sebuah pharase kosong, atau slogan yang ti-dak berguna?” Ridwan (2012: 1) kemudian memberi jawaban, bahwa kajian ekologi manusia dipandang penting untuk mendukung fungsi dan peranan manusia1) dalam lingkungannya serta konteksnya dengan seluruh kebutuhan hidup. Sebab seluruh kebutuhan kehidupan manusia bersumber pada keberadaan alam ini sepanjang hidup. Karena itu, Jarvis (2000: xiii) menegaskan agar manusia harus tahu sesuatu ten-tang ekologi (manusia) sejak awal evolusi mereka, yang diistilahkan Amos H. Hawley (dalam Arif, 2007: 1) sebagai studi yang mempel-ajari bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi ma-nusia, sebagai ekologi perilaku. Basri K. (2011: 66) menafsirkan eko-logi perilaku sebagai pendekatan heuristik yang didasarkan pada eks-pektasi, bahwa kemampuan (reproduktif) bisa ditingkatkan melalui pe-rilaku yang optimal dalam sebuah kajian ekosistem.

Dengan demikian, Ridwan (2012: 1) menegaskan bila bahasan ekologi manusia tidak terlepas dari kajian ekosistem. Dalam proses ekosistem manusia2) beradaptasi dengan semua bentuk atau dimensi

1) sebagai tema sentral 2) tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan untuh menyeluruh dan sa-

ling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (UU RI Nomor 32 Pasal 1 Ayat 4)

Page 174: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

11

lingkungan hidup. Mufid (2010: 80-81) membagi bentuk lingkungan hidup (manusia) itu ke dalam tiga dimensi, yakni: (1) lingkungan hi-dup alami (LHA), yang merupakan wilayah atau lingkungan yang ti-dak didominasi oleh manusia atau ekosistem manusia); (2) lingkungan hidup buatan (LHB), yang pada hakikatnya merupakan sebuah ling-kungan hidup artifisial dengan ciri ekosistemnya sudah lebih dominan ekosistem buatan manusia, meskipun di dalamnya masih ada ekosis-tem secara alami pada beberapa bagian yang kecil dan terbatas3); dan (3) lingkungan hidup sosial (LHS), yang merupakan suatu wilayah yang di dalamnya berlangsung hubungan manusia dengan sesamanya dengan ciri dan sistem di mana berkembangkan hubungan struktural dan fungsional antara mereka atau disebut sosiosistem. Di dalam ber-adaptasi ini, menurut Ridwan (2012: 1), manusia mendayagunakan lingkungan atau potensi SDA untuk tetap survive. Di mana potensi SDA dieksploitasi dan dikonsumsi untuk memenuhi berbagai kebutuh-an pokok hidupnya dengan menggunakan akal. Karena akal inilah ma-nusia menjadi berbudaya. Dari kebudayaannya manusia berilmu pe-ngetahuan, dan dengan ilmu pengetahuannya membuahkan teknologi. Kesatuan ilmu pengetahuan dan teknologi dikenal dengan istilah iptek.

1. Perspektif Ekologi Manusia

Pada perspektif ekologi manusia, dibagi oleh penulis atas perspektif ekologi itu sendiri beserta perspektif ekosistemnya. Pembagian ini juga mencakup unsur-unsur dalam ekosistem.

a. Perspektif ekologi

Ekologi mempunyai perkembangan yang berangsur-angsur sepan-jang sejarah. Namun, diakui Irwan (2012: 3), bila sejarah perkembang-annya kurang begitu jelas. Catatan Hipocratus, Aristoteles, dan filosof lainnya merupakan naskah-naskah kuno yang berisi rujukan tentang masalah-masalah ekologi. Walaupun pada waktu itu belum diberikan nama ekologi. Dimulai pada abad ke-16 dan ke-17 yang timbul dari na-

3) di mana pada LHA dan LHB masih adanya singgungan interaksi, adaptasi, seleksi

melalui pertukaran materi, energi, dan informasi antara keduanya

Page 175: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

12

tural history, dan kemudian berkembang menjadi satu ilmu yang siste-matis, analitis, dan objektif mengenai hubungan organisme dan ling-kungan, yaitu ekologi.

Di dalam beberapa buku teks tentang ekologi, nama atau istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana biologi ber-kebangsaan Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1860. Istilah ekologi ini, menurut Resosoedarmo dkk. (1989: 1), berasal dari kata Yunani, oikos yang artinya rumah dan logos yang artinya ilmu. Jadi se-cara harfiah, ekologi berarti ilmu tentang rumah. Maksud “rumah” di sini, menurut Sarwono (1992: 6), adalah alam semesta dengan segala isinya, baik makhluk hidup maupun tidak hidup, yang satu sama lain terkait dalam suatu sistem kehidupan tertentu. Secara keilmuan, Pringle (1971: 2) mengartikan ekologi sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (organisme), termasuk manusia, hewan, tanaman, ataupun iklim dan tanah.

Irwan (2012: 3) menaksir tahun 1900, ekologi baru diakui sebagai ilmu dan berkembang terus dengan cepat. Apalagi di saat dunia sangat peka dengan masalah lingkungan dalam mengadakan dan memelihara mutu peradaban manusia. Ekologi merupakan cabang ilmu yang men-dasarinya dan selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, termasuk di dalamnya tingkatan dan pembagiannya.

1) Tingkatan makhluk hidup

Tingkatan makhluk hidup atau organisme memiliki struktur dari yang paling sederhana ke paling kompleks, seperti diuraikan Ridwan (2012: 3), sebagai berikut: (1) protoplasma, zat hidup dalam sel berupa senyawa organik yang kompleks, seperti lemak, protein; (2) sel, satuan dasar suatu organisme yang terdiri atas protoplasma dan inti yang ter-kandung dalam membran; (3) jaringan, kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama, misalnya jaringan otot; (4) organ, atau alat tu-buh merupakan bagian dari suatu organisme yang memiliki fungsi ter-tentu, misalnya kaki, tangan, atau daun pada tumbuhan; (5) sistem organ, kerja sama antara struktur dan fungsional secara harmonis, misalnya antara mata dengan telinga, mata dengan tangan; (6) organisme, yaitu

Page 176: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

13

benda hidup, jasad hidup atau makhluk hidup; (7) populasi, kelompok organisme sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu; (8) komunitas, semua populasi dan berbagai jenis yang me-nempati suatu daerah tertentu dan antara satu jenis populasi dengan po-pulasi lainnya saling berinteraksi; (9) ekosistem, tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan yang amat kompleks antara organisme dengan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik yang secara bersama membentuk sistem ekologi, sehingga disebut eko-sistem; dan (10) biosfer, merupakan organisasi hayati yang paling kom-pleks, yaitu kawasan lapisan bumi tempat ekosistem beroperasi.

2) Pembagian ekologi

Mengenai pembagiannya, ekologi (manusia) kadang-kadang dibagi menjadi autekologi dan sinekologi. Odum (1994: 7) dan Ridwan (2012: 3) menegaskan bila autekologi membahas pengkajian individu organisme atau spesies. Sejarah-sejarah hidup dan perilaku sebagai cara-cara pe-nyesuaian diri terhadap lingkungan biasanya mendapatkan penekanan.

Dengan kata lain, autekologi mempelajari individu dari suatu jenis organisme atau ekologi dari satu jenis makhluk hidup (termasuk eko-logi manusia), tentang bagaimana cara hidup dan beradaptasi diri de-ngan lingkungannya. Sementara sinekologi membahas pengkajian go-longan atau kumpulan organisme-organisme yang berasosiasi bersama sebagai satu satuan. Misalnya kajian Ramesh dan Purvaja (2004: 29) pada perubahan iklim dan ekosistem pesisir, di mana mengakibatkan iklim dan dampaknya, seperti kenaikan permukaan laut, pesisir ekosis-tem, dan lain-lain, dapat diperkirakan tanpa menyekutukan asal pema-nasan untuk salah satu dari gas-gas khusus. Dalam kajian ini, upaya di-lakukan untuk mengkaji proses yang terlibat dalam perubahan iklim dan dampaknya pada kenaikan permukaan laut dan ekosistem pesisir.

b. Perspektif ekosistem

Di alam terdapat organisme hidup (makhluk hidup) dengan ling-kungannya yang tidak hidup, saling berinteraksi berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain yang merupakan suatu sistem. Dalam hal ini, makhluk hidup lazim disebut

Page 177: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

14

dengan biotik, dari asal kata bi berarti hidup. Lingkungan yang tidak hidup disebut abiotik dari asal kata a dan bi, berarti tidak hidup.

Di dalam sistem tersebut di atas, terdapat dua aspek yang dianggap Irwan (2012: 27) sangat penting, yaitu arus energi dan daur materi atau daur mineral atau siklus mineral ataupun siklus bahan di samping ada-nya sistem informasi. Aliran energi dapat terlihat pada struktur makan-an, keragaman biotik, dan siklus bahan. Sistem tersebut lantas disebut ekosistem.

1) Kaidah-kaidah ekosistem

Irwan (2012: 29) menguraikan delapan kaidah ekosistem, yakni: (1) diatur dan dikendalikan secara alamiah; (2) mempunyai daya ke-mampuan yang optimal dalam keadaan berimbang4); (3) antara unsur-unsur dalam lingkungan seluruhnya, terdapat suatu interaksi, saling mempengaruhi yang bersifat timbal balik; (4) interaksi terjadi antara: a) komponen biotis dengan komponen abiotis; b) sesama komponen-komponen biotis; c) sesama komponen-komponen abiotis; (5) interaksi itu senantiasa terkendali5); (6) setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas di samping yang umum6) dan secara bersama-sama dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan terhadap ekosistem keseluruh-annya; (7) setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh fak-tor waktu, tempat, dan masing-masing membentuk basis-basis perbe-daan di antara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas; dan (8) antara satu dengan lain, masing-masing ekosistem juga melibatkan diri untuk memilih interaksi pula secara tertentu.

2) Tipe-tipe ekosistem

Adapun lingkungan alam di permukaan bumi ditinjau dari aspek habitat, menurut Ridwan (2012: 4), dapat dipisahkan atas empat tipe,

4) di atas kemampuan tersebut, ekosistem tidak lagi terkendali, dengan akibat menim-

bulkan perubahan-perubahan lingkungan atau krisis lingkungan yang tidak lagi ber-ada dalam keadaan lestari bagi kehidupan organisme

5) menurut suatu dinamika yang stabil, untuk mencapai suatu optimum mengikuti se-tiap perubahan yang dapat ditimbulkan terhadapnya dalam ukuran batas-batas ke-sanggupannya

6) fundamental

Page 178: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

15

yakni: (1) ekosistem daratan; (2) ekosistem lautan; (3) ekosistem air ta-war; dan (4) ekosistem estuari7), biasanya terbentuk rawa pasang surut atau teluk.

c. Unsur-unsur dalam ekosistem

Irwan (2012: 49-50) menyebutkan dua aspek penting dalam eko-sistem, yaitu daur materi (mineral) dan aliran energi. Di samping itu, di dalam ekosistem terkandung sistem informasi yang seharusnya dapat diterjemahkan manusia dalam menanggulangi masalah lingkungan.

1) Materi

Mufid (2010: 23) mendefinisikan materi sebagai sesuatu yang ada di suatu tempat pada suatu waktu, baik berupa benda mati (nonhayati), seperti tanah, air, udara, batu; mapun benda hidup (hayati), seperti he-wan laut, hewan darat, dan hewan terbang di udara, tumbuhan di laut dan tumbuhan di darat. Menurut pemahaman kuno, materi itu terdiri atas empat macam, yaitu air, tanah, api, dan udara. Dikatakan bahwa empat unsur tersebut tidak dapat dipecah lagi menjadi komponen-kom-ponen yang lebih kecil. Unsur tersebut diciptakan secara filsafat, bu-kan atas pendekatan konklusi pertimbangan ilmiah secara kimiawi atau fisika.

Dalam perkembangannya, lanjut Mufid (2010: 23-24), empat un-sur tersebut di atas, tidak dapat bertahan untuk disebut sebagai zat tunggal. Misalnya secara ilmiah, api bukan materi akan tetapi gejala panas atau gejala cahaya. Demikian juga tanah merupakan kompleksi-tas dari beberapa unsur dan zat persenyawaan. Sedangkan air terbentuk dari persenyawaan zat hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Udara merupa-kan macam-macam gas, seperti gas nitrogen (N) dan oksigen.

2) Energi

Power atau energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja, atau daya, kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai pro-ses kegiatan. Pada manusia atau makhluk bio lainnya, energi diperoleh melalui proses oksidasi (pembakaran) zat makanan yang masuk ke da-

7) tubuh perairan setengah tertutup di pinggiran daratan, sehingga terpengaruh pasang

surut air laut yang rasanya payau karena campur air laut dengan air dari daratan

Page 179: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

16

lam tubuh atau batang (tumbuhan) berupa makanan. Karena itu, manu-sia dan energi, tegas Mufid (2010: 25-26), tidak dapat dipisahkan da-lam ekosistemnya karena energi merupakan bagian dari komponen uta-ma dalam ekosistem. Energi untuk melaksanakan berbagai macam ker-ja. Kerja merupakan bagian dari ikhtiar manusia untuk memenuhi se-gala kebutuhan hidup.

Dengan demikian, pengertian energi sebagai tenaga atau daya me-rupakan rumusan yang lebih luas daripada yang digunakan oleh istilah iptek. Persamaan Plank yang merupakan landasan teori kuantum, bah-wa perpindahan energi berkaitan dengan radiasi yang terdiri atas kuan-tum energi dan berbanding lurus dengan frekuensi radiasi. Energi dan materi, adalah dua hal yang bersama-sama membentuk kosmos karena materi adalah zatnya, sedangkan energi adalah penggerak zat itu.

3) Informasi

Ekosistem memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi manusia dan perlu dipelajari agar manusia tersebut dapat melakukan sesuatu yang tepat dalam pelestarian lingkungan. Interaksi di antara komponen-komponen ekosistem tidak hanya terjadi melalui aliran energi dan siklus materi, akan tetapi juga melalui pertukaran informasi. Informasi dalam hal ini, dirumuskan Irwan (2012: 52-53) sebagai suatu simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang terjadi atau yang ada di masa lalu, baik masa sekarang maupun untuk masa mendatang pada komponen ekosistem, baik secara individu, maupun secara ke-seluruhan pada sistem itu.

Jadi, informasi merupakan bagian dari konsep ekosistem. Dalam ekosistem terjadi keteraturan karena adanya arus materi dan energi yang dikendalikan oleh informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Informasi itu, jelas Mufid (2010: 38), bisa berupa fisik atau benda, sifat, warna, kelakuan, suhu, keadaan, bentuk, dan isyarat. Menerima informasi berarti seseorang itu mendapat pengetahuan baru yang inten-sitasnya tergantung dari besar kecilnya bobot informasi yang diterima seseorang. Soemarwoto (1991: 32) lantas memberinya bobot, di mana apabila informasi itu sama sekali baru, maka bobot informasinya ting-gi. Sebaliknya bila informasi yang diterima sudah diketahui sebelum-nya, maka bobot informasinya sangat kecil atau bahkan bisa nol.

Page 180: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

17

Dalam konteks ekologi manusia, menurut Mufid (2010: 38), infor-masi itu datang dari sesama manusia dalam bentuk-bentuk yang kom-pleks. Di antaranya dalam bentuk ilmu, budaya, politik, ekonomi, so-sial, dan kepentingan kehidupan lain. Sesuatu informasi itu ada, lanjut Mufid (2010: 40), karena adanya komunikasi. Informasi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan pengetahuan kepada seseorang. Informasi dapat berasal dari berbagai benda atau keadaan atau sifat, seperti bentuk fisik, warna, suhu, kelakuan. Misalnya ada isyarat dari mata atau senyum atau wajah yang muram. Warna hijau dapat memberikan informasi tentang tumbuhan, dan sebagainya.

Dari perspektif ekologi manusia seperti yang telah dikaji sebelum-nya di atas yang patut diperhatikan adalah ketika manusia dipengaruhi oleh ekosistem diperlukan adanya kemampuan beradaptasi; sebaliknya ketika manusia harus mempengaruhi ekosistemnya diperlukan pe-ngembangan program sebagai media kontrol ekosistem itu, sehingga apa yang akan dilakukan tidak terjadi distorsi dan destruksi. Oleh ka-rena itu, dalam sistem pengelolaan lingkungan, ekologi yang dibutuh-kan ialah ekologi manusia.

Dari perspektif ekologi manusia itu, Hawley mengartikannya da-lam istilah yang biasa digunakan, sebagai studi yang mempelajari ben-tuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia. Se-dangkan penekanan Steiner mengarah pada over-reduksionisme yang cukup rumit, yang memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memperluas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tum-buhan dan hewan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determinisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20. Sementara Young (1994: 339) dalam pandangannya mencoba memahami keter-kaitan antara spesies manusia dan lingkungannya. Persamaan dari keti-ga definisi yang dikemukakan ini, seperti juga Resosoedarmo dkk., Sarwono, Pringle, dan Irwan, adalah pengertian “ekologi manusia” merujuk pada suatu ilmu (oikos = rumah/tempat tinggal; logos = ilmu) dan mempelajari interaksi lingkungan dengan manusia sebagai perlu-asan dari konsep ekologi pada umumnya.

Perbedaannya, adalah pada titik tekan (emphasizes) para pakar da-lam mendefinisikan “ekologi manusia,” seperti berikut. Hawley mene-

Page 181: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

18

kankan pada studi tentang bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia (masyarakat) – dalam kaitannya dengan ling-kungan. Steiner menekankan pada era baru ilmu “ekologi manusia” yang memperluas dari ekologi yang hanya mempelajari lingkungan tumbuhan dan hewan menuju keterlibatan manusia secara kompleks. Young (1994: 339) menekankan pada keterkaitan (interaksi) antara manusia dan lingkungannya saja.

Selanjutnya ruang lingkup ekologi manusia, menurut Hawley seba-gaimana ekologi tumbuh-tumbuhan dan manusia, merepresentasikan penerapan khusus dari pandangan umum pada sebuah kelas khusus da-lam sebuah kehidupan. Ini meliputi dua kesadaran kesatuan mendasar dari lingkungan hidup dan kesadaran bahwa ada perbedaan dalam ke-satuan tersebut. Manusia, sebagaimana diketahui, tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan kehidupan, melainkan dia juga mengem-bangkan di antara anggota-anggotanya sebuah pengalaman hubungan lingkungan yang sebanding dalam tanggung jawab pentingnya atas lingkungan hidup yang lebih terbuka. Steiner menyatakan, ruang ling-kup ekologi manusia, meliputi: (1) set of connected stuff (sekelompok hal yang saling terkait); (2) integrative traits (ciri-ciri yang integratif); dan (3) scaffolding of place and change (perancah tempat dan perubahan).

Adapun keterlibatan manusia dalam ekosistemnya ialah: (1) manu-sia terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur dalam sebuah bentuk ekosistem secara imanen dengan komponen lainnya. Misalnya manusia, tumbuhan, hewan, dan benda mati, yang saling berinteraksi dalam sebuah sistem atau ekosistem melalui proses rantai makanan; (2) manusia secara transendental tidak terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur dalam sebuah proses ekosistem bersama komponen lainnya. Misalnya ekosistem dari sebuah kawasan, seperti ekosistem rawa, ekosistem hutan, dan ekosistem biota laut; dan (3) keterlibatan manusia, baik langsung ataupun tidak langsung dalam proses ekosis-tem itu, ia tetap dituntut untuk berperan memberikan komitmen dan in-tegritasnya terhadap ekosistem itu. Pola komitmen itu harus berdasar-kan moral agama, moral manusia, etika lingkungan dan norma-norma lainnya, agar ekosistem-ekosistem yang berlangsung di planet bumi ini tetap dalam tatanan keseimbangan ekologis.

Page 182: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

19

2. Ekologi Manusia dalam Perspektif Keilmuan

Ekologi manusia dalam perspektif keilmuan ini, berangkat dari pers-pektif dasar keilmuan itu sendiri, lalu ke perspektif dimensi keilmuan, dan yang terakhir ke model ekologi manusia dalam perspektif keilmu-an.

a. Perspektif dasar keilmuan

Pada dewasa ini, sebagaimana dinyatakan Irwan (2012: 4), semua orang semakin wajib mengetahui ekologi, sehingga ilmu ini menjadi “bintang” di antara cabang ilmu, di mana selama ini hanya menjadi pe-nunjang. Prinsip-prinsip ekologi dapat menerangkan dan memberikan ilham dalam mencari jalan untuk mencapai kehidupan yang lebih la-yak. Tidak satu cabang ilmupun yang dapat mengabaikan ekologi. Apalagi sejak timbulnya gerakan kesadaran lingkungan di seluruh du-nia mulai tahun 1968, dituntutnya kesadaran lingkungan bagi setiap orang, antara lain tentang penghematan sumberdaya, penghematan energi, masalah pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan lain sebagainya.

Jelasnya, adanya masalah globalisasi lingkungan akan mengakibat-kan perhatian semakin mendalam pada ekologi dalam perspektif ilmu atau keilmuan sebagai dasar. Selanjutnya, perspektif dasar keilmuan8) daripada ekologi tersebut, diuraikan Ridwan (2012: 2) dalam tiga ca-kupan, yakni secara: (1) ontologi, suatu studi tentang proses, fungsi, unsur, parameter, dan karakteristik interaksi manusia dengan kompo-nen lainnya, di mana manusia sebagai tema sentral. Dalam hal ini ma-nusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diberi kelebihan akal, budaya, dan agama dibandingkan dengan komponen lain dalam ekosis-temnya; (2) epistemologi, ekologi manusia yang didasarkan atas ba-ngunan autekologi9) manusia yang dikaji melalui metode berfikir logis, melalui metode riset, analisis, formulasi, dan konklusi tentang fenome-na interaksi manusia dengan komponen lingkungan berdasarkan eko-sistemnya; dan (3) aksiologi, di mana secara teoretis ekologi manusia

8) istilah yang digunakan penulis 9) mempelajari satu jenis spesies

Page 183: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

20

memberikan kontribusi tentang dasar-dasar pemikiran ilmiah bagaima-na idealnya manusia di satu sisi merupakan bagian dari ekosistem, dan di sisi lain manusia menjadi tema sentral dalam ekosistemnya. Sedang-kan secara aplikatif, sangat berguna untuk dijadikan landasan berpikir dalam upaya memberikan komitmen dan integritas terhadap stabilitas dan sustainabilitas keutuhan ekosistem di mana manusia itu sendiri ada di dalamnya.

Studi ekologi manusia, lanjut Ridwan (2012: 2), sama dengan mempelajari eksistensi manusia dalam hubungannya dengan semua sektor kehidupannya, baik sektor kehidupan yang bersifat sistem-sis-tem sosial yang disebut sosiosistem maupun sistem-sistem biofisika yang disebut ekosistem. Penekanan ekologi manusia ini, menurut Steiner (2002: 3), mengarah pada over-reduksionisme yang cukup ru-mit, memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memper-luas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tumbuhan dan he-wan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determi-nisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20. Hal ini diperkuat oleh Young (1994: 339) yang memandang ekologi manusia dalam usaha mencoba memahami keterkaitan antara spesies manusia dan lingkung-annya.

b. Perspektif dimensi keilmuan

Perspektif dimensi keilmuan10) ini, adalah dimensi yang bertalian dengan keilmuan manusia terhadap lingkungan hidupnya, baik terha-dap LHA yang belum dijamah dan/atau sengaja dilindungi kesatuan dan keutuhan ekosistemnya; LHB yang sengaja disentuh oleh tangan manusia; maupun LHS, suatu lingkungan yang sarat dengan komunitas dan aktivitas manusia.

Ridwan (2012: 9) kemudian menjelaskan ketiga dimensi keilmuan dimaksud, seperti berikut.

1) Lingkungan hidup alami (LHA)

LHA merupakan wilayah atau lingkungan yang tidak didominasi oleh manusia atau ekosistem manusia. Di dalamnya masih berlaku hu-

10) istilah yang digunakan penulis

Page 184: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

21

kum tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup, seperti udara, tanah, air, mikroorganisme, ikan, ha-ma, ternak, rumput liar, tanaman, kayu-kayuan, dan lain-lain.

Sebagian ilmuwan ada yang mengatakan, bahwa pada lingkungan hidup alami kondisinya masih benar-benar belum disentuh oleh tangan manusia, sedangkan sebagian lain mengatakan sudah dijamah oleh ta-ngan manusia meskipun sedikit dengan mengemukakan contoh, seperti pembangunan waduk, lingkungan wisata alami, wisata bahari, atau ta-man laut.

2) Lingkungan hidup buatan (LHB)

Suatu wilayah di mana manusia mengembangkan teknologi, seper-ti pertambangan, pertanian, industri, perhubungan, perkebunan, dan berbagai bentuk sarana-prasarana. Dalam lingkungan hidup buatan, pa-da hakikatnya merupakan sebuah lingkungan hidup artifisial dengan ciri ekosistemnya sudah lebih dominan ekosistem buatan manusia mes-kipun di dalamnya masih ada ekosistem secara alami pada beberapa bagian yang kecil dan terbatas.

3) Lingkungan hidup sosial (LHS)

Suatu wilayah yang di dalamnya berlangsung hubungan manusia dengan sesamanya dengan ciri dan sistem di mana berkembang hu-bungan struktural dan fungsional antara mereka atau disebut sosiosis-tem. Jadi yang menjadi konsentrasi pada lingkungan hidup sosial ada-lah manusia yang berada dalam wilayah kajian itu. Misalnya wilayah permukiman, baik di perkotaan maupun perdesaan atau daerah trans-migrasi, suatu wilayah yang telah dihuni oleh manusia dan berlang-sung secara struktural dan fungsional dalam kehidupannya.

Lebih jelas lagi, lingkungan hidup sosial, seperti yang disebutkan Andrey Armour (dalam Mufid, 2012: 82-83), meliputi: (1) bagaimana manusia hidup, bekerja, bermain, dan beraktivitas keseharian; (2) sikap mental masyarakat; (3) bagaimana kelakuan tindak-tanduk masyarakat; (4) gaya hidup masyarakat; (5) bagaimana kesehatan masyarakat; (6) bagaimana kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat; (7) bagaima-na pendidikan masyarakat; (8) ritual dan kehidupan beragama masya-rakat; (9) sistem nilai, norma, perilaku, sanksi, budaya, adat-istiadat,

Page 185: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

22

kebiasaan masyarakat, keyakinan; (10) community, dilihat dari aspek-as-pek struktur penduduk, kohesi11), stabilitas sosial, keamanan, estetika, dan infrastruktur12); dan (11) kepindahan penduduk, misalnya trans-migrasi, pindah biasa dari satu tempat ke tempat lainnya atau misah ru-mah dari orang tua atau mertua ke kontrakan, dan sebagainya.

c. Model ekologi manusia dalam perspektif keilmuan

Dari perspektif dasar dan dimensi keilmuan manusia itu, Mufid (2010: 56) lantas membangun sebuah model ekologi manusia, yang da-ripadanya tercakup akal, budaya, agama, dan iptek.

1) Akal

Akal atau noosfer, salah satu organ manusia yang teristimewa dan sekaligus membedakan antara dirinya dengan makhluk hidup lainnya, ialah manusia dianugerahi akal. Kelebihan lainnya, manusia dianuge-rahi pancaindra yang berfungsi lebih sempurna. Kelima indra tersebut ialah alat untuk merasa atau mencicip dengan lidah, alat untuk melihat, alat untuk mendengar suara, alat untuk meraba, dan alat untuk menci-um bau yaitu hidung.

Potensi akal yang dimiliki manusia memiliki kemampuan berpikir, mengembangkan iptek, sehingga ia mampu mengolah alam semesta beserta isinya untuk kepentingan hidup.

2) Budaya

Budaya adalah produk dari akal manusia dan merupakan anugerah Tuhan. Dengan budaya manusia mampu mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya hingga pada tingkat yang luar biasa.

Ada pemikiran bahwa korelasi antara akal dengan agama merupa-kan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Karena akallah, maka agama diturunkan. Dengan akalnya manusia dapat bermanipulasi, ber-pura-pura, munafik, berbohong, menipu, dan seterusnya, sehingga da-pat merusak tata kehidupan manusia itu sendiri dan ekosistemnya. Oleh karena itu, perlunya diturunkan agama merupakan alat kontrol bagi kelakuan manusia yang diperbuat berdasarkan budayanya.

11) hubungan erat atau kebersamaan 12) yang digunakan atau diakui sebagai fasilitas manusia (umat)

Page 186: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

23

3) Agama

Agama, inilah yang menjembatani antara akal dengan pancaindra plus intuitifnya. Tanpa spiritual, maka hubungan antara akal dengan pancaindra itu akan terputus. Dalam konteks manusia memerlukan aturan dan norma untuk membatasi mana tugas, mana kewajiban, ma-na tanggung jawab, mana hak-hak seseorang terhadap diri, terhadap orang lain, terhadap alam dan terhadap Tuhannya yang menciptakan seluruh alam termasuk dirinya.

4) Iptek

Teknologi atau ilmu teknik, yaitu kemampuan teknik yang berda-sarkan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan pula pada proses teknis. Teknologi ini juga diartikan sebagai pengetahuan untuk meng-gunakan daya cipta manusia dalam usaha meningkatkan kesejahtera-annya. Jadi teknologi itu merupakan wujud dari rekayasa akal manu-sia, sehingga antara teknologi dengan akal merupakan kesatuan fung-sional yang tidak dapat dipisahkan.

Jadi, dengan akal dan budayanya, manusia menguasai ilmu penge-tahuan dan membuahkan teknologi sebagai perpanjangan tangan dari ilmu pengetahuannya. Dengan iptek inilah, manusia memanfaatkan SDA untuk keperluan hidupnya.

Dengan demikian, kajian ekologi manusia, baik pada perspektif dasar keilmuan yang ditekankan Irwan, Ridak, Steiner, dan Young; maupun pada perspektif dimensi keilmuan dari Ridwan dan Mufid, se-bagai suatu kesatuan secara ilmiah beserta operasionalisasinya, masih terbatas pada hubungan yang bersifat sekuler horizontal. Sedangkan hubungan manusia secara vertikal masih dianggap wilayah kajian aga-ma. Ini menunjukkan sifat science arrogance yang menyeret manusia ke-pada dirinya bagian daripada alam yang ada berdasarkan hukum alam dengan mengabaikan siapa sebenarnya Sang Pencipta di belakang itu semuanya.

Di lain pihak, sosok manusia menjadi tema sentral dalam pemikir-an ekologi manusia karena dialah sebagai makhluk yang terdominan dalam konteks memanfaatkan komponen alam dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan cenderung merusak lingkungan dan ekosistem alam ketika manusia tidak menyadari atau tidak mengerti

Page 187: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

24

tentang siapa dirinya dan kontribusi alam terhadap dirinya. Memper-tanyakan siapakah sebenarnya sosok manusia itu, sama halnya dengan mempertanyakan siapakah sebenarnya hakikat diri sendiri. Terlepas dari apakah seseorang itu menganut suatu agama atau tidak, ia dapat memahami pengertian yang sangat umum, bahwa manusia terdiri atas unsur jasmaniah dan rohaniah13), dan dilengkapi dengan pancaindra. Terbukti, selama unsur-unsur itu masih menyatu, maka ia dikatakan hi-dup; sebaliknya apabila antara kedua unsur itu telah berpisah, maka di-sebut mati.

Penekanan Mufid yang membangun sebuah model ekologi manu-sia, yang daripadanya tercakup akal, budaya, agama, dan iptek dari perspektif dasar dan dimensi keilmuan manusia itu, akan tetap “ham-bar” selagi manusia tetap mengabaikannya. Contoh pada akal, manusia lebih dari makhluk lainnya secara antroposentris bukan untuk meng-eksplorasi SDA menurut kehendaknya. Oleh karena itu, dalam kajian kritis atas komitmen dan integritas manusia dalam ekosistemnya, ma-nusia menjadi tema sentral, karena sangat berkompeten dengan ling-kungan alamnya. Konsekuensinya ketika manusia dipengaruhi oleh alam, maka manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya; sebalik-nya jika manusia akan mempengaruhi alam harus berdasarkan suatu perencanan dan program yang terukur dan berwawasan lingkungan.

Sedangkan membicarakan budaya sama dengan membicarakan ma-nusia. Jadi, manusia, akal, dan budayanya merupakan kesatuan entitas yang tidak dapat dipisahkan yang telah terintegrasi dan tersinergi ke dalam sosok makhluk manusia. Identitas inilah yang mengantarkan manusia ke predikat “hewan eksklusif” dari jenis hewan lainnya. De-ngan menggunakan budayanya, manusia beradaptasi dengan lingkung-an hidupnya. Sebaliknya, bila tidak berbudaya, maka manusia seperti hewan.

Logika lainnya, adalah pada agama. Kalau bukan karena manusia dianugerahi akal yang dapat berbuat sesuai dengan kehendak akalnya, maka tidak perlu diturunkan agama sebagai pengatur, pembatas, pe-ngendali, petunjuk, dan sebagai alat kontrol.

13) di sana ada kekuatan spiritualnya

Page 188: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

25

3. Ekologi Manusia dalam Perspektif Kehidupan

Ekologi manusia dalam perspektif kehidupan, terutama mengarah pa-da perspektif pendidikan, kesempatan kerja, papan, kesehatan, pangan, dan hukum.

a. Pendidikan

Pendidikan itu, menurut Bisri (dalam Mufid, 2012: 73), merupa-kan proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatih-an. Atau sosialisasi nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Studi ekologi manusia dalam konteks pendidikan, diakui Mufid (2010: 73) tidak terlepas dari peranan manusia dalam ekosistemnya melibatkan unsur subjek, audien, materi, proses, media, tujuan, dan efek. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang terbesar dan teristimewa di antara makhluk lainnya, sehingga ia mampu mewujudkan perbuatan yang paling tinggi pula.

b. Kesempatan kerja

Manusia dan pekerjaannya merupakan kesatuan sistem yang terus berproses untuk menghasilkan keuntungan atau hasil kerjanya. Beker-ja, menurut Mufid (2010: 74), merupakan ikhtiar yang wajib dilakukan oleh setiap insan yang mempunyai kemampuan dan kesempatan. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, sebagaimana dicontohkan oleh Rusli (1989: 86), sebagian besar kesempatan kerja masih dalam bidang pertanian. Dalam bidang ini, penambahan kesempatan kerja dapat ter-jadi dengan adanya usaha membuka tanah-tanah baru, penerapan tek-nologi kimia-biologis, dan diversifikasi tanaman.

Dalam pada itu, masuknya teknologi mekanis ke dalam bidang pertanian cenderung mengurangi kesempatan kerja. Santoso (2003: 17) menyebutkan bila rendahnya kesempatan kerja dan penghasilan pendu-duk di sektor pertanian berpengaruh terhadap besarnya mobilitas atau migrasi penduduk. Dengan demikian, sebagaimana diakui oleh Todaro (1991: 259), migrasi yang melebihi kesempatan kerja adalah gejala dan penyebab keterbelakangan Dunia Ketiga.

Page 189: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

26

c. Papan

Setiap orang mengidamkan permukiman yang akrab lingkungan14) dan berkekotaan15), yaitu sifat kekotaan yang makin kaya, bermutu, dan bermasyarakat yang madani. Kebutuhan primer manusia akan SDA, yang salah satunya dicontohkan Mufid (2010: 75) berupa lahan untuk memenuhi sektor papan. Untuk memenuhi kebutuhan itu ternya-ta tidak mudah, karena banyak kendala, di antaranya adanya kerusakan lingkungan yang parah. Rakyat kecil hanya kebagian permukiman ku-muh dan termarjinal. Padahal kepemilikan lahan merupakan suatu ke-harusan bagi setiap manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya.

Mufid (2010: 75-76) membuktikan adanya korelasi yang sangat kuat antara permukiman kumuh dan tempat marjinal dengan kemiskin-an. Di lingkungan daerah kumuh keadaan berjejal lebih-lebih pada tingkat ekonomi dan pendidikan rendah, menyebabkan mudah terjang-kit berbagai penyakit menular, penyakit mata, penyakit kulit, kenakal-an remaja, dan kejahatan lainnya. Karena itu, penyediaan rumah yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan.

d. Kesehatan

Derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor keturunan, faktor lingkungan alam, faktor sosial budaya atau kultur, dan faktor perilaku, yang merupakan salah satu dari sekian problem kependudukan. Kesehatan itu amat mahal karena bagian dari anugerah dan kenikmatan Allah yang tidak ternilai harganya. Mufid (2010: 76) memberi contoh pada biaya kesehatan di Jakarta akibat pen-cemaran air tahun 1990 sebesar 302 juta dolar per tahun, sedangkan biaya kesehatan tahun 1997 akibat kemacetan lalu lintas kota yang sa-ma Rp13 triliun per tahun.

Di samping biaya kesehatan, akibat pencemaran air ataupun kema-cetan lalu lintas, bisa saja tak terkirakan. Rajankar dkk. (2010: 89) mi-salnya, yang menghitung indeks kualitas air ke monitor kualitas air ta-

14) ecopolis 15) urbanized

Page 190: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

27

nah16) menunjukkan, bahwa air tanah dari beberapa daerah memerlu-kan beberapa perawatan sebelum dikonsumsi, dan juga perlu dilin-dungi dari bahaya kontaminasi.

e. Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok biologis, artinya manusia tanpa makan akan mati. Kekuatan menahan makan dapat di-ukur dengan hari, kemampuan menahan minum hanya dapat bertahan dalam beberapa jam, dan kekuatan menahan napas atau oksigen hanya hitungan menit.

Jadi makan, minum, dan oksigen merupakan kebutuhan pokok bio-logis makhluk hidup, termasuk manusia. Apa artinya seseorang memi-liki rumah mewah dan kendaraan mewah jika bahan makanan dikehen-daki oleh Tuhan tidak tersedia sama sekali. Apapun nafkah dicari, ma-kan merupakan kebutuhan instan yang wajib dipenuhi setiap saat. Mi-nimal manusia harus makan dua kali dalam sehari (Ridwan, 2012: 8-9).

f. Hukum

Manusia mengadakan kontak-kontak sosial di bidang peradilan, pembuatan UU, pembuatan peraturan, pembuatan instruksi dan kepu-tusan, tata tertib, HAM. Masih banyak lagi sektor kehidupan sosial la-innya yang termasuk dalam konteks manusia dalam tinjauan hukum (Ridwan, 2012: 9).

4. Keberfungsian sebagai Manusia

Sebagaimana dimaklumi, bahwa manusia dalam pengertian ekologi manusia merupakan sosok yang memegang fungsi dan peranan penting dalam konteks lingkungan hidupnya. Namun perlu diingat pula, bahwa manusia secara fisik merupakan makhluk yang lemah. Perikehidupan dan kesejahteraannya sangat tergantung pada komponen lain. Artinya, keberhasilan manusia dalam mengelola rumah tangganya dengan baik, ditentukan oleh berhasilnya manusia dalam mengelola makhluk hidup

16) di Kota Nagpur, India

Page 191: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

28

lainnya secara keseluruhan dengan baik pula. Untuk memperkuat kele-mahan manusia, ia diberi kelebihan akal atau alam pikiran (noosfer). Dengan akal pikirannya, manusia memiliki budaya serta dengan buda-yanya (yang disebut extra somatic tool) manusia mampu menguasai dan mengalahkan makhluk yang lebih besar dan menaklukkan alam yang dahsyat.

Masalahnya apabila noosfer dengan perilakunya digunakan untuk kepentingan kesejahteraan diri dan makhluk hidup lainnya dan didu-kung oleh rasa tanggung jawab terhadap kelestarian kemampuan daya dukung lingkungannya, maka sejahteralah manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebaliknya, dengan noosfer (extra somatic tool) yang dikem-bangkan manusia dalam mempermudah hidup dan memenuhi kebutuh-an pokok (primery biological needs) manusia dapat bersifat tamak, egois, serakah mengeksploitasi SDA dengan semena-mena, tanpa pertim-bangan dampak yang akan terjadi kelak. Bahkan merasa dirinyalah yang paling memerlukan, dengan memanfaatkan SDA itu yang pada gilirannya mereka terancam hidupnya dan makhluk hidup lain, kini dan generasi mendatang.

Page 192: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB I

BAB IV

Akses Manusia pada Lingkungan Alam

ADA bab ini akan dikaji pengelolaan lingkungan alami sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan alami dimaksud,

mencakup lingkungan hutan, padang rumput, estuari, laut, sungai, dan danau.

Puisi Alam Lihatlah hutan kita ini

Sedikit habis oleh orang-orang yang tidak memikirkan masa depanDia mementingkan pribadi tanpa peduli

Lewat puisi alam ini aku bertanya Lewat curahan kata aku bicara Indahnya tanahku di atas negeri

Ribuan pulau menyapa senyum bijaksana Indonesia tercinta tetumbuhan menghijau

Aku lahir di sini

Di tempat surgawi Tanahku subur penjajah suka buahku

Mereka berkelana dari kejauhan Mereka datang berbondong

Akhirnya mereka pergi dengan semangat alamPenjajah pergi, penjajah lenyap

Sekarang diri menjarah diri Hutan kita habis berkeping

Sisa akar-akar yang suram Satukan jemari, beri yang lain pencerahan

29

Akses Manusia pada Lingkungan

ini akan dikaji pengelolaan lingkungan alami se-bagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada

Di mana, lingkungan alami dimaksud, hutan, padang rumput, estuari, laut,

1. Hutan

ang tidak memikirkan masa depan

alam

Page 193: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

30

Cukup tanam satu tunas sehati Atau lindungi yang sudah merambah

Tanpa kau ketahui kau melestarikan Janin di masa mendatang

Sengaja gambar ini terpampang Sengaja gambar ini tersimpan

Agar kita mengerti takkan ada lagi yang asri Kalau kita tak peduli

Puisi yang ditulis Revo di atas mengungkapkan berbagai hal ten-tang alam, berbagai hal tentang cara mengungkapkan indahnya alam semesta. Setiap keindahan dijabarkan secara tepat dalam setiap kata, setiap kalimat, setiap paragaf bahkan setiap spasi. Dan itulah puisi, yang salah satu isinya tentang hutan dan sebagai suatu ekosistem.

a. Ekosistem hutan

Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting di muka bu-mi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di bu-mi. Fungsi hutan yang sangat membantu kebutuhan dasar “basic needs” kehidupan manusia, yaitu: hidrologis, hutan merupakan gudang penyimpan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai melalui mata air yang berada di hutan. Dengan adanya hutan, air hujan yang berlimpah dapat diserap dan disimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma.

Melihat topografi Minahasa misalnya, bergunung-gunung dan ter-jal, sehingga banyak lahan-lahan kritis yang mudah tererosi apabila da-tang hujan. Keberadaan hutan sangat berperan melindungi tanah dari erosi dan longsor.

Hutan pula merupakan tempat memasaknya makanan bagi tanam-an-tanaman, di mana di dalam hutan ini terjadi daur unsur haranya17) dan melalui aliran permukaan tanahnya, dapat mengalirkan makanan-nya ke area sekitarnya. Bayangkan jika tak punya lagi dapur alami bagi tanaman-tanaman sekitarnya ataupun bagi tanaman-tanaman air yang ada di sungai-sungai, maka bumi Minahasa akan merana.

17) nutrien, makanan bagi tanaman

Page 194: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

31

Fungsi penting hutan lainnya adalah sebagai pengatur iklim, mela-lui kumpulan pohonnya dapat memproduksi oksigen yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan dapat pula menjadi penyerap karbon dioksida (CO2) sisa hasil kegiatan manusia, atau menjadi paru-paru wi-layah setempat bahkan jika dikumpulkan areal hutan yang ada di dae-rah tropis ini, dapat menjadi paru-paru dunia. Siklus yang terjadi di hu-tan, dapat mempengaruhi iklim suatu wilayah.

Hutan memiliki jenis kekayaan dari berbagai flora dan fauna, se-hingga fungsi hutan yang penting lagi adalah sebagai area yang mem-produksi embrio-embrio flora dan fauna yang bakal menambah keane-karagaman hayati. Dengan salah satu fungsi hutan ini, dapat memper-tahankan kondisi ketahanan ekosistem di satu wilayah.

Hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup be-sar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain kayu, hutan juga menghasilkan bahan-bahan lain, seperti damar, kopal, terpentin, kayu putih, rotan, serta tanaman-tanaman obat. Hutan juga mampu memberikan devisa bagi kegiatan turismenya, sebagai penambah este-tika alam bagi bentang alam yang dimiliki.

b. Kedudukan dan fungsi hutan dalam kehidupan manusia

Sejak dahulu kala, artinya sejak manusia diciptakan sebagai salah satu makhluk hidup yang menghuni bumi, hutan merupakan sumber kehidupannya. Bahan-bahan makanan, seperti umbu-umbian, daun-da-unan, buah-buahan, ikan dan hewan diperolehnya dari hutan. Pun ke-perluan akan kayu bakar dan tempat berteduh diperoleh dari hutan (Thohir, 1991: 222-223).

Fungsi hutan sesungguhnya lebih daripada itu. Thohir (1991: 223-223) meringkas paling tidak, lima fungsi hutan itu. Pertama, daya pro-duksi hutan. Hutan Indonesia menghasilkan banyak makanan produk dan memiliki daya produksi yang cukup tinggi. Produk utama yang dihasilkan, adalah kayu yang dapat dipergunakan untuk industri kertas, industri kapal, industri rumah, industri peralatan rumah, industri seni memahat, dan sebagainya. Selain kayu, hutan menghasilkan pula kulit-kulit penyamak, getah (damar, kopal, dondorukem, dan sebagainya), minyak-minyak (terpentin, kayu putih), rotan, dan beberapa jenis ta-

Page 195: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

32

naman langka, seperti anggrek, dan lain-lain. Tak boleh dilupakan, hu-tan masih juga merupakan sumber kebutuhan sehari-hari dari masyara-kat yang tinggal di sekitarnya; dari hutan dapat diperolehnya berbagai jenis buah-buahan (nangka, durian), daun-daunan untuk sayuran dan alat pembungkus (daun pisang, jati, dan ploso), dan berbagai tanaman obat-obatan, seperti kunyit, dan lain-lain. Kedua, daya pengaruh terha-dap keadaan air (fungsi hidrologis). Air yang diperlukan oleh segala jenis jasad-jasad dan makhluk-makhluk hidup itu kesemuanya berasal-kan dari hutan. Air memiliki perjalanan yang berbentuk lingkaran, di mana air dari angkasa turun ke permukaan bumi (tanah, laut, sungai, danau, rawa, dan sebagainya) dalam bentuk hujan; air hujan yang ja-tuhnya dengan kekuatan/kecepatan yang besar/tinggi ditahan dan di-hambat jatuhnya di atas permukaan tanah. Oleh kekuatan hambatan da-ri hutan, air yang jatuh dari angkasa secara deras, kencang, dan ke-kuatan jatuh yang tinggi akan meresap ke dalam tanah secara lamban dan kekuatan yang kecil. Di tanah, air disimpan untuk dialirkan secara teratur dan lestari ke mata air dan sungai, danau, rawa, waduk, dan la-ut. Pada akhirnya, akan menguap kembali ke angkasa; dan di angkasa pada waktu-waktu tertentu akan turun lagi sebagai air hujan, demikian seterusnya. Hutan yang memiliki tajuk berlapis, permukaan tanah yang terlindung oleh tumbuhan penutup dan lapisan serasah (daun-daunan, ranting-ranting, dan dahan yang rontok dan membusuk jadi humus) akan mematahkan energi kinetik tetesan dan aliran air hujan, sehingga erosi percikan maupun erosi permukaan tanah manjadi kecil.

Ketiga, daya pengaruh terhadap tanah (fungsi orologis). Fungsi orologis dari hutan ini, ialah melindungi dan memelihara kesuburan tanah. Meski kesuburan tanah itu tergantung dari jenis batu induk yang membentuk tanah itu, kondisi pembentukan tanah (proses pembentuk-an tanah), tekstur dan struktur tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad-jasad hidup yang mempengaruhi proses pembentukan, dan seba-gainya. Karena adanya hutan, maka bahan-bahan makanan yang ber-ada di bagian tanah dalam tertarik oleh akar-akar ke atas dan karena adanya perlindungan dari pohon-pohonan dan lapisan humus yang tak akan terbakar oleh sinar matahari yang terik, di mana kesuburan tanah daerah tropis basah sedikit banyak dapat terhindar dari kemiskinan to-

Page 196: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

33

tal. Keempat, daya pengaruh terhadap iklim (fungsi klimatologis). Ik-lim di Indonesia mempunyai arti yang cukup luas, meliputi unsur-un-sur: (a) hujan dan air; (b) suhu panas dan sinar matahari; (c) angin; dan (d) kelembapan. Kelima, daya penampungan fauna dan flora, dalam hal erosi genetik dan pengelolaan jenis-jenisnya. Asia Tenggara (termasuk Indonesia) merupakan salah satu daerah pusat asal tanaman, seperti pa-di, tebu, pisang, dan sebagainya. Di daerah pusat asal itu, terdapat ke-anekaan genetis yang tinggi. Makin besar keanekaan genetis tanaman dan hewan, makin besar pilihan untuk hari depan. Sebaliknya, makin kecil keanekaan genetis18), makin sempit pilihan untuk hari depan. Se-dangkan pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan keanekaan jenis, dengan arti: (a) makin banyak keanekaan jenis tanaman dan hewan liar yang dimiliki, makin besar kemungkinan untuk membudidayakannya; (b) banyak jenis tanaman dan hewan yang telah dimuliakan hampir pu-nah karena serangan hama atau penyakit, akhirnya tertolong karena bantuan dari jenis-jenis liar; (c) di antara jenis-jenis liar itu, terdapat beberapa yang menghasilkan bahan yang sangat berguna bagi bahan-bahan obat-obatan, seperti penisilin (dari jamur) steviosid (dari tanam-an Stevia rebaudina), dan lain-lain; dan (d) tanaman liar atau tanaman dan hewan yang belum dibudidayakan itu, nyatanya merupakan materi yang menyimpan banyak rahasia yang perlu diungkapkan demi keba-hagiaan dan kesejahteraan manusia dan makhluk-makhluk hidup.

c. Kondisi hutan saat ini

Beberapa literatur berikut memaparkan kondisi hutan saat ini, baik dari kondisi pelestarian maupun kerusakan-kerusakan yang ditimbul-kan akibat langsung ataupun tidak langsung dari perbuatan manusia.

1) Penebangan, pembalakan, penggundulan, dan perusakan hutan

a) Penebangan hutan. Selama dua puluh tahun terakhir, sebagaima-na dilaporkan Butler (2011: 1), Indonesia telah kehilangan lebih dari 24 juta hektar hutannya, lebih luas dari negara Inggris. Kebanyakan deforestasi dipicu oleh penebangan untuk pasar ekspor atau interna-

18) = makin banyaknya jenis yang punah

Page 197: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

34

sional. Data dari Bank Dunia menyebutkan, proporsi besar dari pene-bangan tersebut bersifat ilegal.

Ketika angka deforestasi telah menurun sejak akhir 1990-an, pene-bangan liar tetap menjadi masalah di Indonesia. Kenyataannya, pene-bangan liar menjadi salah satu tantangan untuk Indonesia dalam perte-muan target pengurangan emisi GRK seperti yang telah dijanjikan oleh (mantan) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009, yang seca-ra sepihak untuk mengurangi emisi Indonesia sebesar 26% hingga ta-hun 2020.

Membatasi penebangan liar mungkin terlihat mudah: mempekerja-kan lebih banyak polisi hutan untuk melakukan patroli, memperbanyak denda, mengusut kasus, dan mengimplementasikan sistem pelacakan kayu yang sah atau legal. Namun dasar dari masalah penebangan liar di Indonesia adalah sesuatu yang lebih besar: kebijakan lahan. Sejum-lah besar hutan Indonesia dimiliki oleh negara, yang dalam sejarah te-lah tercatat membagi-bagikan lahan untuk konsesi dalam jumlah be-sar19) ke perusahaan penebangan kayu. Masyarakat lokal seringkali ka-lah, dan meninggalkan beberapa orang yang mencari kesempatan de-ngan menebang kayu ilegal. Tanpa hak yang jelas mengenai lahan, ma-syarakat kurang terdorong untuk menolak penebangan liar atau menge-lola hutannya untuk jangka panjang. Model semacam ini20) telah men-dorong perusakan ekosistem hutan Indonesia yang kaya.

Apakah ini bisa diubah? Butler (2011: 2) memberi tanda, bahwa kondisi semacam ini bisa berubah. Indonesia mulai melihat pergeseran kembali ke model pengelolaan hutan tradisional di beberapa area. Saat hal tersebut dilakukan, hutan kembali pulih. Misalnya hutan rakyat di Jawa, untuk pertama kalinya setelah beberapa generasi, hutan rakyat kembali tumbuh. Dengan diberikan kesempatan untuk ‘memiliki’ hu-tan, masyarakat menjadi tertarik melakukan reboisasi untuk produksi kayu dan keuntungan lainnya yang bisa didapat dari hutan. Selain itu, Soemarwoto (1992: 36) memandang reboisasi akan menambah laju evapotranspirasi dan suplesi air simpanan semakin meningkat. 19) seringkali seluas puluhan ribu hektar 20) yang telah berkontribusi pada ditinggalkannya pengawasan terhadap kepimilikan

lahan tradisional atau lahan adat di banyak daerah

Page 198: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

35

Telapak, sebuah organisasi keanggotaan yang memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, mengerti permasalahan ini dengan baik. Telapak mendorong gerakan community-logging sebagai rezim baru pe-ngelolaan hutan Indonesia. Telapak melihat pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai solusi untuk memberantas pene-bangan liar dan di saat yang bersamaan menciptakan sumber mata pen-caharian yang berkelanjutan.

Perhatian Telapak pada community logging terlihat dalam kerja advo-kasi dan kampanye melawan penebangan liar. Setelah beberapa seri dari kampanye yang cukup menarik perhatian, salah satunya yang me-nyebabkan Ambrosius Ruwindrijarto (“Ruwi”) diculik dan disiksa oleh preman yang disewa oleh cukong kayu lokal. Telapak memutuskan, bahwa tidak hanya mengekspos permasalahan lingkungan, tetapi juga perlu untuk mempromosikan solusi.

Telapak menyertakan pengamanan dan perlindungan kepemilikan hutan oleh masyarakat serta hak mereka untuk mengelola hutan men-jadi salah satu tujuan organisasi. Dengan cakupan yang lebih luas, ten-tunya kerja yang dilakukan lebih kompleks dari sekadar advokasi. Butler (2011: 3) mengharapkan agar Telapak bekerja untuk memba-ngun kapasitas teknis di tingkat masyarakat, mendorong reformasi hu-kum, terjun ke bidang politik, dan membangun model bisnis yang da-pat mempertahankan dan memelihara pengelolaan hutan oleh masyara-kat. Jalan yang ditempuh menantang dan berliku, namun Telapak terus berkembang: anggotanya kini telah mengelola > 200.000 hektar hutan di Jawa, Lombok, Kalimantan, Sumatra, dan Papua. Kerja Telapak ju-ga diperluas selain sektor hutan, termasuk perikanan, perdagangan ikan hias, dan media massa. Sementara itu, Telapak juga tetap melanjutkan kampanyenya, termasuk mengekspos penebangan liar dan perkem-bangan perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat.

b) Pembalakan hutan. Laporan terbaru dari Chatham House (dalam Butler, 2010a: 1) mengungkapkan pembalakan liar di hutan tropis na-sional di seluruh dunia secara umum menurun. Temuan ini membukti-kan regulasi-regulasi baru dan usaha internasional dalam memerangi pembalakan liar berdampak positif.

Page 199: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

36

Menurut laporan tersebut, total kayu ilegal yang dihasilkan di selu-ruh dunia turun hingga 22% sejak tahun 2002. Chatham House juga me-nyebutkan negara penghasil dan pengguna kayu ilegal harus menem-puh jalan berliku untuk melakukan pembalakan liar.

Pembalakan liar dan pengiriman kayu hasil pembalakan liar, me-nurut Larry MacFaul21) (dalam Butler, 2010a: 1-2), memerlukan jarak tempuh yang setara dengan sepuluh kali mengelilingi dunia. Hal itu menggambarkan skala kesulitan dalam menghadapi isu ini.

Pembalakan liar di seluruh dunia muncul bersamaan dengan tim-bulnya masalah lingkungan dan sosial. Penghancuran hutan tropis me-nyebabkan produksi gas emisi rumah kaca dalam jumlah yang amat besar mengancam keanekaragaman hayati dan membahayakan “layan-an ekosistem” seperti air bersih.

Pembalakan liar yang dilakukan tanpa mengindahkan aturan, se-ring mengancam kehidupan masyarakat adat yang tinggal di dalam hu-tan, menganggap rendah ekonomi dan komunitas lokal, dan mengha-pus pendapatan pemerintahan negara berkembang yang akan didapat dari pembalakan yang dilakukan secara legal, atau melalui perdagang-an karbon. Butler (2010a: 2) menunjukkan atas banyaknya riset pada masalah lingkungan lain yang akan muncul seiring dilakukannya pem-balakan liar, seperti penyelundupan dan perdagangan satwa langka.

Bahkan Sam Lawson22) (dalam Butler, 2010a: 2) membuktikan bila lebih dari sejuta penduduk miskin di dunia menggantungkan hidup pada hutan. Penghentian pembalakan liar akan melindungi sumber penghidupan mereka. Riset Chatham House untuk laporan ini menemu-kan lima penghasil kayu hutan terbesar di dunia secara signifikan ber-hasil menurunkan angka pembalakan liar selama dekade terakhir.

Di Indonesia, pembalakan liar turun hingga 74%. Membaiknya sis-tem pemerintahan, meningkatnya penanaman di hutan produksi, dan tekanan dari kelompok masyarakat membantu negara mengatasi masa-

21) salah satu penulis laporan Chatham House 22) anggota Chantham House Fellow dan penulis utama laporan ini, pada siaran pers

yang dirilis 15 Juli 2010. Chatham House adalah organisasi yang bermarkas di London, yang aktif melakukan analisis independen mengenai isu-isu internasional

Page 200: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

37

lah pembalakan liar, meski 40% kayu yang dihasilkan Indonesia didu-ga Butler (2010a: 3) masih ilegal. Minimnya penegakan dan penerapan kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pembalakan liar masih menjadi halangan utama dalam menghentikan pembalakan liar di Indo-nesia.

Di hutan Amazon, Brazil, pembalakan liar menurun 50–75%. Me-nurut laporan tersebut, perbaikan hukum dan regulasi, yang diikuti membaiknya penegakan hukum, berdampak besar bagi Brazil. Jumlah kasus pembalakan liar yang berhasil dibawa ke pengadilan melonjak tajam dari 400 kasus pada tahun 2003 menjadi 3.000 kasus pada tahun 2007. Meski menurun, tetap saja 34% kayu yang diekspor Brazil hasil dari pembalakan liar. Semenara itu, Kamerun berhasil mengurangi pembalakan liar hingga 50% sejak tahun 1999. Menurut laporan Cha-tham House, Independent Observer of Forest Law Enforcement and Gover-nance, organisasi yang mengawasi perdagangan, memberikan pengaruh besar dalam mengurangi pembalakan liar di Kamerun. Tekanan dari konsumen di Eropa juga berdampak positif. Sama seperti lima negara penghasil kayu lainnya, penegakan regulasi dan hukum masih menjadi masalah utama. Sebagai tambahan, laporan ini merekomendasikan Ka-merun memperkuat hukum yang terkait dengan pembalakan liar.

Berkurangnya pembalakan liar di Brazil, Indonesia, dan Kamerun berarti akan menyelamatkan 17 juta hektar hutan23) dan menyimpan 1,2 miliar ton karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Di sisi lain, dari kayu yang dihasilkan dari hutan seluas ini, ketiga negara tersebut dapat memperoleh pendapatan > US$6 juta. Penghentian pembalakan liar se-cara menyeluruh di tiga negara itu akan membawa keuntungan lain: terhindarnya pelepasan 14,6 juta ton karbon, jumlah emisi yang sama yang dihasilkan dari kegiatan manusia dalam 6 bulan.

Laporan ini juga menyoroti Malaysia dan Ghana. Memang kasus pembalakan liar di Malaysia lebih sedikit dibandingkan empat negara lain yang dievaluasi Chatham House, namun Malaysia tampak tidak me-lakukan upaya yang berarti dalam memerangi pembalakan liar dalam satu dekade terakhir. Transparansi menjadi masalah terbesar yang di-

23) setara dengan luas Austria

Page 201: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

38

hadapi Malaysia. Seperti halnya Malaysia, Ghana juga tidak tampak meningkatkan upaya memerangi pembalakan liar dalam satu dekade terakhir. Pembalakan liar masih merajalela di Ghana. Butler (2010a: 3) menduga bila dua pertiga dari total kayu yang dihasilkan Ghana ber-asal dari pembalakan liar.

Saat angka pembalakan liar menurun di banyak negara, di bebera-pa negara lain pembalakan liar justru menjadi booming. Butler (2010a: 4) memberi misal pada Madagaskar, yang mengalami krisis pembalak-an liar setelah terjadi kudeta pemerintahan. Para pembalak liar bahkan masuk ke taman nasional untuk mencari kayu rosewood (tipuana tipu) yang langka dan mahal. Situasi ini mengancam keanekaragaman hayati negara pulau ini.

Laporan Chatham House ini menekankan, bahwa di masa lalu, pem-balakan liar bukanlah masalah besar. Bertambahnya penelitian yang di-lakukan – dan di beberapa kasus – penegakan hukum yang semakin membaik membuat praktik pembalakan liar berubah dari yang dilaku-kan secara terbuka menjadi praktik yang sulit dideteksi. Misalnya saja ketika perusahaan kayu menebang hutan di luar area yang diatur dalam izin penebangan hutan untuk lahan pertanian atau menerima izin yang dikeluarkan secara ilegal.

Bertolak belakang dengan biaya lingkungan dan sosial, pasar un-tuk kayu tropis ilegal meledak. Tanpa permintaan akan kayu ilegal, perdagangan akan sepi. Masih menurut laporan Chatham House, permin-taan yang tinggi masih datang dari negara-negara terkaya di dunia: Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Prancis, Belanda, dan yang terba-nyak, China.

Pada tahun 2008, lima negara pengguna kayu tropis ilegal yang di-amati24) Chatham House, membeli 17 juta meter kubik kayu ilegal dan produk kayu dari sumber ilegal. Kayu ilegal yang masuk ke negara-ne-gara itu senilai > US$8,4 juta per tahun. Kebanyakan kayu ilegal terse-but berbentuk perabotan rumah atau lembaran kayu: setelah ditebang, kayu biasanya dikirim ke China untuk diproses dan kemudian diekspor ke negara-negara konsumen besar itu.

24) selain China

Page 202: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

39

Namun, saat ini negara-negara konsumen kayu telah memulai langkah besar dalam memerangi pembalakan liar. Pada tahun 2008, Amerika Serikat mengesahkan amandemen terhadap Lacey Act yang melarang seluruh perusahaan Amerika Serikat membeli, menjual, atau menyimpan kayu yang didapat dari sumber ilegal. Inilah UU pertama yang terkait dengan pembalakan liar.

Langkah Amerika Serikat ini kemudian diikuti Uni Eropa. Tahun 2010 lalu parlemen Eropa melakukan vote untuk melarang kayu yang diambil secara ilegal dari pasar Eropa. Meski demikian, peraturan ter-sebut baru efektif dilaksanakan pada tahun 2012 untuk produk kayu dan tahun 2017 untuk produk kertas. Perlu waktu untuk melihat sebe-rapa efektif UU yang baru ini mengatasi masalah pembalakan liar, mengingat UU ini berlaku di pasar kayu ilegal terbesar di dunia. La-poran terbaru terkait UU yang berlaku di Amerika Serikat menunjuk-kan hasil positif.

Usaha untuk memerangi pembalakan liar dan meningkatkan pe-ngelolaan hutan membuat negara maju dan berkembang secara bersa-ma-sama bersatu mewujudkan tujuan mereka dengan cara yang unik. Penelitian Sam Lawson (dalam Butler, 2010a: 5) menunjukkan perha-tian dan tekanan konsumen kayu ilegal, ditambah langkah-langkah yang diambil oleh negara penghasil, dapat menghasilkan dampak yang amat positif.

Konsumsi kayu ilegal mencapai 2–4% dari total penggunaan kayu di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Namun, lain halnya dengan Jepang. Diperkirakan 9% produk kayu yang dijual di Jepang merupa-kan kayu ilegal. Menurut hukum dan regulasi yang terkait perdagang-an, Jepang jauh tertinggal dari Amerika Serikat dan Eropa. Chatham House dalam laporannya merekomendasikan Jepang mengadaptasi la-rangan kayu ilegal dari pasarnya.

Tidak mungkin membahas masalah pembalakan liar selama satu dekade terakhir tanpa menyebut China. Negara adidaya baru ini, me-nurut Butler (2010a: 6), secara de facto pusat pembalakan liar: kayu yang masuk ke China diperoleh dengan cara ilegal dan diproses menja-di papan, perabot rumah tangga, atau produk kayu lain. Kayu-kayu itu kemudian diekspor ke seluruh dunia dan seringkali dijual murah. Se-

Page 203: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

40

perlima kayu yang diimpor China adalah ilegal. Kenyataan ini menem-patkan China sebagai pengimpor dan pengekspor kayu ilegal terbesar di dunia: 20 juta meter kubik kayu ilegal dikirim ke China setiap hari, jauh lebih banyak dari jumlah total yang dikirim ke Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, dan Prancis.

Saat China membahas masalah terkait pembalakan liar bersama Uni Eropa dan Amerika Serikat, pejabat pemerintahan China tidak ber-daya menghentikan pembalakan liar akibat minimnya hukum yang me-larang praktik tersebut. Menurut Chatham House (dalam Butler, 2010a: 6), perusahaan China juga enggan mencari kayu yang bersertifikat le-gal dan lebih mempertimbangkan harga. Chatham House merekomen-dasikan China mengadopsi UU yang melarang pembalakan liar yang baru.

Briefing Paper laporan Chatham House menyebutkan, “Meski angka pembalakan liar menurun, hal tersebut masih menjadi masalah besar. Dan meski menunjukkan kemajuan, masih ada tantangan lain yang ha-rus dihadapi. Dalam usaha mengakhiri pembalakan liar dan perda-gangan kayu yang terkait dengan itu secara menyeluruh, penting bagi pembuat kebijakan dan pemilik modal mengambil pelajaran dari masa lalu dan mengubah sikap terhadap masalah ini.”

c) Penggundulan hutan. Penggundulan hutan di Amazon Brazil tu-run secara signifikan sejak tahun 2009, menurut estimasi awal yang di-keluarkan oleh National Institute for Space Research (INPE) Brazil dan Imazon, LSM berbasis di Brazil yang melacak hilangnya hutan dan degradasi di seluruh Amazon.

Analisis dari data NASA MODIS oleh Imazon (dalam Butler, 2010b: 1-2) menemukan sebesar 1.488 km2 hutan dibuka selama 12 bulan yang berakhir 31 Juli 2010, turun 16% dari periode yang sama tahun 2009, di mana 1.766 km2 digunduli. Hampir separuh (47%) hu-tan hilang terlecak di kota Para, di mana ekspansi pertanian yang me-luas dengan cepat. Mato Grosso, peternakan utama Amazon – dan kota produsen kedelai – termasuk dalam 23% penggundulan hutan yang ter-jadi selama periode tersebut.

Hilangnya hutan selama periode terbaru ini menyumbangkan 95,6 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer, hampir sama dengan emi-

Page 204: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

41

si tahunan dari energi yang digunakan di Yunani. Emisi di periode ta-hun sebelumnya diestimasikan mencapai 121 juta metrik ton karbon dioksida, menurut Imazon (dalam Butler, 2010b: 2).

Degradasi hutan25) di Amazon Brazil hampir ekuivalen dengan penggundulan hutan selama periode 2009-2010 (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Degradasi hutan di Amazon Brazil, September 2008-Juli

2009 dan September 2009-Juli 2010

Sementara analisis dari INPE bahkan menunjukkan kejatuhan yang lebih tajam dari 4.375 km2 di bulan Agustus 2008 hingga Juli 2009 ke 2.296 km2 di periode sekarang, penurunan sebesar 48%. Selisih antara estimasi INPE dan Imazon merupakan hasil dari perbedaan bagaimana penggundulan hutan dilacak menggunakan data MODIS. Di mana Butler (2010b: 2) memastikan Imazon menggunakan metode deteksi penggundulan hutan otomatis, sementara INPE secara umum menggu-nakan interpretasi visual dari analis. Keduanya menggunakan 31 Juli, ketika tutupan awan minimum, sebagai akhir dari “tahun penggundul-an hutan.”

Sementara kedua figur tersebut menunjukkan penurunan yang ber-kelanjutan pada tingkat penggundulan hutan dari puncaknya di tahun 2004, INPE dan Imazon memperingatkan bahwa hasilnya masih awal berdasar pada sistem “waspada” masing-masing, yang melacak peng-gundulan hutan mendekati waktu sebenarnya, namun pada skala yang

25) di mana hutan ditebangi atau dibakar, tapi tidak secara keseluruhan dibuka untuk

diubah menjadi pertanian

Page 205: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

42

secara relatif “lebih kasar” yang hanya mendeteksi wilayah penggun-dulan hutan lebih besar dari 25 hektar. Data final, berdasarkan analisis dari data resolusi tinggi (wilayah penggundulan hutan 6,5 hektar), te-lah dipublikasikan di tahun 2010.

Gilberto Camara26) (dalam Butler, 2010b: 3) mengatakan, bahwa trend terakhir ini menunjukkan penggundulan hutan skala kecil yang tidak terkena deteksi dari sistem peringatan DETER milik INPE akan menjadi kontributor penting untuk keseluruhan kehilangan di tahun 2010.

Gambar 2. Deforestasi di Amazon Brazil, 1988-2011

Gambar 2 menunjukkan evolusi daerah Amazonia yang ditebang habis. Setiap bar grafik mengindikasikan seberapa persentase dari penggundulan hutan total diasosiasikan pada pembukaan dari kelas lu-as tertentu. Jadi, sebagai contoh, di tahun 2002, sebesar 20% dari wila-yah penggundulan hutan total diasosiasikan dengan pembukaan < 25 ha.

d) Perusakan hutan. Meski pemerintah Indonesia menikmati per-janjian terakhir dengan Norwegia untuk memperlambat penggundulan hutan dalam bentuk miliaran dolar Amerika Serikat, sebuah laporan baru dari Eyes on the Forest (dalam Hance, 2010a: 1) menunjukkan

26) Director General dari INPE

Page 206: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

43

bukti fotografis dari banyak penggundulan hutan yang tidak sesuai de-ngan pemerintah yang tidak menghargai beberapa hukum Indonesia. Sangat memalukan, laporan dan foto tersebut mengungkap bahwa dua perusahaan APP dan APRIL, telah menghancurkan 5% dari hutan Provinsi Riau sejak tahun 2009, termasuk lahan gambut yang dalam, hutan dengan nilai pelestarian tinggi (HCVF), habitat harimau Sumatra yang sangat terancam punah, dan hutan di dalam Giam Siak Kecil – Cagar Alam Biosfer Bukit Batu UNESCO. Jumlah totalnya, > 130 hektar27) kebanyakan hutan gambut dihancurkan untuk bubur kayu.

Ian Kosasih28) (dalam Hance, 2010a: 2) menuduh APP dan APRIL telah melemahkan komitmen presiden untuk mengurangi emisi negara hingga 41%. Dia meminta APP dan APRIL untuk segera menghenti-kan kayu apa pun yang berkaitan dengan pengubahan fungsi hutan hu-jan tropis dan pengeringan lahan gambut. Di bawah persetujuan de-ngan Norwegia, Susilo Bambang Yudhoyono29), berkomitmen morato-rium hingga dua tahun untuk seluruh konsesi hutan baru dan lahan gambut dimulai sejak Januari 2011. Meski begitu, pengumuman mo-ratorium mungkin saja telah memicu pemerintah untuk segera membe-rikan izin hutan baru untuk APP dan APRIL. Berdasarkan data Media Indonesia (dalam Hance, 2010a: 2), 17 lisensi baru untuk menebangi hutan alami telah dikeluarkan di Riau, menyediakan bahan mentah hingga 29% bagi APP dan 50% bagi APRIL untuk diolah di Riau.

Dengan adanya beberapa kemungkinan jalan keluar dalam mora-torium, Moray McLeish30) (dalam Hance, 2010a: 2) mengatakan31), bahwa “meski dengan moratorium, kami masih bisa saja melihat cukup banyak penggundulan hutan terjadi di dua tahun ke depan.”

Di lain peristiwa di mana pemerintah Indonesia tampaknya akan memberi sanksi untuk penggundulan hutan, laporan penyelidikan Eyes on the Forest menemukan, bahwa banyak dari penggundulan hutan ‘di-

27) sebuah wilayah yang lebih luas dari Hong Kong 28) dari WWF Indonesia dalam sebuah rilis berita 29) Presiden Indonesia di kala itu 30) manajer proyek untuk World Resources Institute 31) pada Wall Street Journal

Page 207: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

44

rencanakan’ berdasarkan pada izin atas permintaan industri bubur kayu dan kertas [dari pemerintah], bahkan meski beberapa izin bertentangan dengan hukum Indonesia dengan berada di lahan gambut dengan keda-laman > 3 m. Kenyataannya, dari 25 lisensi yang dikeluarkan di tahun 2009 kepada kedua perusahaan ini, 20 di antaranya dikeluarkan untuk hutan dengan lahan gambut lebih dalam dari 3 m.

Hariansyah Usman32) (dalam Hance, 2010a: 3) mencap perusahaan afiliasi APP dan APRIL terus membuka hutan alam dan mengeringkan gambut yang dalam sementara masalah legalitas izin dan korupsi se-dang diselidiki oleh KPK Indonesia dan satuan tugas kepresidenan. Dia mendesak pemerintah untuk menahan seluruh lisensi yang ada dan menyelidiki legalitas dan kebersinambungan mereka. Hilangnya hutan akibat dari pengeluaran izin yang tidak wajar tidak dapat dapat diubah lagi, dan karenanya harus dihindari.

Kedua perusahaan tersebut telah menyepakati janjinya di tahun 2009 lalu, untuk berhenti menggunakan hutan alam untuk produk bu-bur kayu dan kertas. Bagaimanapun, Eyes on the Forest memperkirakan hutan alam yang rusak di Riau mewakili 40% kebutuhan bahan mentah APP dan 84% kebutuhan bahan mentah APRIL dari tahun lalu.

Sementara hutan ditebangi dan lahan gambut dikeringkan, APP te-lah memaksakan PR ramah lingkungan, menurut Eyes on the Forest. APP mengiklankan komitmennya pada Giam Siak Kecil – Cagar Alam Biosfer Bukit Batu UNESCO di Riau, di CNN, sementara mereka se-cara berkelanjutan membuka hutan alam di cagar alam. Sebagai tam-bahan, pada suatu saat ketika mereka sedang mengiklankan komitmen-nya pada pelestarian harimau, perusahaan tersebut telah membuka ha-bitat harimau Sumatra yang sangat terancam punah. Sekitar 500 hari-mau Sumatra bertahan hidup di pulau tersebut.

Pemerhati lingkungan tetap menegaskan bila moratorium yang le-bih kuat perlu untuk dibuat jika tujuan memperlambat penggundulan hutan di Indonesia ingin berhasil. Di mana Santo Kurniawan (dalam Hance, 2010a: 4) meminta Kementerian [Kehutanan] untuk mendu-kung komitmen historis presiden untuk mengurangi emisi karbon Indo-

32) dari Walhi Riau

Page 208: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

45

nesia, dengan menarik kembali semua izin penebangan tahunan yang baru. Karena perjanjian dengan Norwegia telah ditandatangani, banyak di dunia yang ragu akan keseriusan Indonesia dan percaya bisnis se-perti biasanya akan terus berlanjut.

Indonesia adalah negara penghasil emisi GRK terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Namun tidak seperti kedua raksasa industri ini, emisi Indonesia sebagian besar akibat penggundul-an hutan dan pengeringan lahan gambut yang luas. Karena ini, Presi-den Indonesia (dalam Hance, 2010a: 4) telah berjanji bahwa negaranya akan mengurangi emisi sebanyak 41% pada tahun 2020 dari garis da-sar yang telah terproyeksikan jika negara-negara kaya mendukung usa-ha ini secara finansial. Di atas perjanjian satu miliar Norwegia, Ame-rika Serikat baru-baru ini juga menyediakan 136 juta untuk menolong Indonesia dalam menghentikan penggundulan hutannya. Apakah pe-nyingkapan ini akan menghentikan Norwegia atau Amerika Serikat masih harus ditunggu.

2) Konservasi dan pelestarian hutan

a) Konservasi hutan. Sebuah laporan baru yang dipublikasikan CGIAR (dalam Banget, 2010a: 1) memperingatkan, bahwa sepertiga dari emisi GRK Indonesia dari penggundulan hutan berasal dari wila-yah yang tidak secara resmi disebutkan sebagai “hutan” membuat usa-ha untuk mengurangi emisi dari penggundulan dan degradasi hutan akan gagal, kecuali mencakup karbon di seluruh lanskap negara.

Laporan kebijakan itu menunjukkan bahwa hingga 600 juta ton emisi karbon Indonesia “berada di luar wilayah yang secara institusi-onal disebut sebagai hutan” dan karenanya tidak terhitung dalam ke-bijakan nasional saat ini, yang jika diterapkan, akan memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan kompensasi dari negara-negara industri untuk melindungi hutan dan lahan gambut padat-karbonnya sebagai mekanisme perubahan iklim.

Sementara dilihat sebagai jalan yang menjanjikan untuk membia-yai konservasi hutan sambil secara serentak memperlambat perubahan iklim dan menciptakan kesempatan untuk pembangunan yang berkesi-nambungan, di Indonesia penuh dengan kekhawatiran atas apa yang menjadikan “hutan.” Sektor perhutani berkeinginan melihat perkebun-

Page 209: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

46

an diklasifikasikan sebagai hutan, akan dapat menyebabkan pembiaya-an karbon yang mensubsidi pengalihan fungsi hutan “yang terdegra-dasi” dan lahan untuk kayu33) ke dalam industri kayu dan perkebunan kelapa sawit, sebuah ide yang oleh pemerhati lingkungan dianggap mengerikan.

Laporan CGIAR (dalam Banget, 2010a: 2) menggarisbawahi ri-siko ini dan menekankan, bahwa stok karbon di luar hutan institusional dapat habis pada tahun 2032 jika trend saat ini berlanjut. Disebutkan bahwa “kebocoran,” atau penggundulan hutan yang berpindah dari wi-layah yang dilindungi dari eksploitasi, akan menjadi penyebab utama dari emisi ini. Jika emisi karbon dari luar hutan institusional ikut dihi-tung, menjadi jelas bahwa tidak ada pengurangan emisi bersih di Indo-nesia. Untuk menghindari hasil ini dan menyelesaikan debat atas defi-nisi hutan, laporan CGIAR mengusulkan sistem perhitungan karbon yang lebih komprehensif, dinamakan “Pengurangan Emisi dari Segala Penggunaan Lahan” (REALU).

REALU dapat lebih efektif mengurangi emisi bersih, dan memasti-kan aktivitas pengurangan yang lebih sesuai dengan kondisi lokal. Pen-dekatan REALU dapat mengatasi definisi hutan yang tidak jelas dan membantu menangkap kebocoran emisi antarsektor. Laporan tersebut berpendapat, bahwa pendekatan yang lebih menyeluruh akan lebih ba-ik dalam menghitung karbon yang tersimpan dalam tanah, seperti emi-si dari pertanian. Laporan ini memberi kesimpulan dengan menekan-kan bahwa sementara hasil masih sangat awal, “pemikiran ulang” atas rencana kebijakan mungkin saja bijaksana.

Rencana di Indonesia (dan mirip dengan kondisi di tempat lain) akan membutuhkan pemikiran ulang yang serius. Ini juga akan mem-bawa rencana internasional kembali ke perencanaan, terutama dalam perdebatan ringan untuk mencari pendekatan komprehensif untuk pe-ngurangan emisi dari pertanian.

Sementara itu, berdasarkan laporan Reuters (dalam Banget, 2010b: 1), proyek konservasi hutan yang didukung oleh Shell, Gazprom Market and Trading, dan Clinton Foundation di Pulau Kalimantan telah meme-

33) beberapa di antaranya dapat menyimpan jumlah karbon yang substansial

Page 210: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

47

nangkan persetujuan di bawah standar perhitungan karbon. Proyek Rimba Raya, yang mencakup hampir 100.000 ha hutan gambut di Pro-vinsi Kalteng, dapat mengurangi emisi yang diperkirakan hingga 75 juta ton metrik selama 30 tahun ke depan, menghasilkan ratusan juta biaya karbon di bawah program pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan degradasi yang didukung oleh PBB dan Bank Dunia.

Rimba Raya dikembangkan oleh Infinite EARTH yang berbasis di Hong Kong bekerja sama dengan Orangutan Foundation International, yang ditujukan untuk melindungi kera merah dan habitat mereka. Pro-yek ini menghindari emisi karbon dioksida dengan melindungi lahan gambut dan hutan, yang menyimpan banyak sekali karbon di vegetasi dan tanah mereka. Rimba Raya menjadi “tonggak” dalam pembangun-an pasar global kredit karbon hutan.

Di Reuters, sebagaimana ditulis David Fogarty dan Sunanda (dalam Banget, 2010b: 2), bahwa proyek ini telah memperoleh persetujuan pertama kali dari metode perhitungan untuk mengukur pengurangan emisi karbon. Program Standar Karbon Sukarela, standar yang paling dihormati untuk kompensasi karbon, menyetujui metodologi setelah lolos proses audit ganda dengan pengawasan. Proyek itu sendiri sedang dalam proses validasi pihak ketiga dan sepertinya akan menjadi proyek yang disetujui VCS pertama kali di tahun ini. Fogarty dan Creagh me-ngatakan disetujuinya Rimba Raya akan memuluskan jalan untuk pro-yek lainnya yang saat ini sedang dalam pengembangan, mengurangi beberapa ketidakpastian yang telah mewabah di pasar karbon hutan yang baru tumbuh. Gazprom (dalam Banget, 2010b: 2) yang mengen-dalikan 17% sumber gas alam dunia dan produsen gas terbesar di du-nia, menyetujuinya dalam sebuah pernyataan, dan melihatnya sebagai momen penanda bagi pasar karbon.

Penggundulan hutan, degradasi hutan, dan lahan gambut merupa-kan sumber emisi GRK yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh mobil, truk, kapal, dan pesawat di dunia digabungkan. Konservasi hu-tan tropis saat ini dilihat sebagai satu dari jalan yang paling berbiaya-efektif untuk memerangi perubahan iklim, meski detail dari sekeliling mekanisme yang potensial untuk mengkompensasi berkurangnya penggundulan hutan masih belum jelas.

Page 211: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

48

b) Pelestarian hutan. Berdasarkan laporan The Jakarta Post (dalam Hance, 2010b: 1), pemerintah Indonesia telah menyebutkan empat hu-tan yang bisa digunakan sebagai proyek pertama untuk kesepakatan pelestarian mereka dengan Norwegia. Kesepakatan tersebut, melibat-kan miliaran dolar Amerika Serikat dari Norwegia, diharapkan dapat membantu Indonesia mencegah dengan keras penggundulan hutan di seluruh pelosok negara, yang dulunya menyebabkan Indonesia menjadi penghasil emisi GRK tertinggi ketiga di seluruh dunia.

Wilayah usulan ini tersebar di kepulauan negara tersebut: satu di Provinsi Papua di Pulau Nugini, yang lain di Provinsi Riau di Pulau Sumatra, dan dua sisanya ada di Pulau Kalimantan di Kalbar dan Kal-tim. Wilayah kelima yang diusulkan sepertinya ada di Sumatra.

Zulkifli34) mengatakan pada The Jakarta Post, sebagaimana dikutip Hance (2010b: 2), bahwa keputusan final proyek pertama ini akan di-buat oleh tim gabungan dari Indonesia dan Norwegia tahun ini. Kese-pakatan pelestarian Indonesia dengan Norwegia juga telah menghasil-kan penundaan dua tahun pada konsensi perkebunan baru di hutan alam; meski begitu, penundaan ini telah menyebarkan kebingungan tentang apakah konsesi yang telah ada akan dihentikan oleh pemerin-tah atau tidak. Pengolahan minyak kelapa dan kertas telah tersebar di seluruh Indonesia dalam beberapa dekade ini.

Hance (2010b: 2) mengakui bila hanya Brazil yang memiliki ting-kat penggundulan hutan lebih tinggi dari Indonesia. Antara 1990 dan 2005, Indonesia kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, lebih dari tiga per empat yang sebelumnya hutan hujan perawan.

Sementara itu, Hatta Rajasa35) (dalam Banget, 2010c: 1) menegas-kan kepada Reuters, bahwa pemerintah Indonesia tidak akan mencabut izin hutan yang telah ada untuk mengembangkan hutan alami di bawah kesepakatan pelestarian bernilai miliaran dolar dengan Norwegia yang telah ditandatangani. Rajasa ingin tetap pada target, yaitu 40 juta ton minyak kelapa mentah. Dia tidak akan menarik izin yang telah ada.

34) mantan Menteri Kehutanan 35) mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia

Page 212: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

49

Ucapan Rajasa ini secara langsung bertentangan dengan pernya-taan sebelumnya oleh Agus Purnomo36) (dalam Banget, 2010c: 1-2), bahwa bagian dari miliaran dolar yang dijanjikan Norwegia akan digu-nakan untuk mengkompensasi pengembang minyak kelapa dan perusa-haan kayu yang akan kehilangan konsesi hutannya di bawah program mitigasi emisi. Komitmen Norwegia mengarahkan pemerintah Indone-sia untuk mengumumkan penundaan dua tahun dalam pengembangan hutan alami dan lahan gambut, dimulai tahun 2011.

Namun penundaan – dan rencana yang ditawarkan untuk mencabut izin konsesi – menangkap lengahnya industri hutan negara. Perusahaan kayu dan produsen minyak kelapa mencari kepastian, bahwa mereka akan diperbolehkan untuk terus melakukan ekspansi. Wilayah yang di-gunakan untuk pengolahan kelapa sawit di Indonesia meluas dari 673.000 hektar di tahun 1990 hingga > 5 juta di tahun 2008 dan negara berharap untuk memproduksi 21–23 juta ton minyak kelapa tahun ini, memperpanjang kepemimpinannya sebagai produsen utama dunia.

Derom Bangun37) (dalam Banget, 2010c: 2), menyanggah bila pe-nundaan akan membatasi pemberian konsesi baru, namun tidak mela-rang izin hutan yang telah ada. Pemerintah telah memastikan kepada-nya, bahwa ekspansi kompleks kelapa sawit akan terus berlanjut dalam batasan yang masuk akal. Di mana, pemerintah Indonesia berjanji, bahwa ekspansi bisa berlanjut pada ± 6 juta hektar di lahan perkebunan yang terdegradasi dan terbengkalai di seluruh negeri.

Sebelum pengumuman penundaan, Banget (2010c: 2) mensinyalir pengembang telah mengincar lahan hutan di Provinsi Jambi, Sumatra, daerah pedalaman Kalimantan, dan Papua, bagian Nugini yang meru-pakan bagian dari Indonesia, untuk ekspansi baru.

3) Selamatkan hutan

Akhir tahun 2009, Indonesia membuat berita di dunia dengan janji yang berani untuk mengurangi penggundulan hutan, yang menghabis-kan hampir 28 juta hektar (108 mil persegi) hutan antara tahun 1990

36) Kepala Sekretariat Dewan Perubahan Iklim Nasional Indonesia 37) Wakil Pimpinan Dewan Minyak Kelapa Indonesia, Badan Pemasaran Minyak Ke-

lapa

Page 213: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

50

dan 2005 dan merupakan sumber sekitar 80% dari emisi GRK (lihat Gambar 3). Susilo Bambang Yudhoyono (dalam Butler, 2010c: 1) me-ngatakan Indonesia dengan sukarela akan memotong emisi 26% – dan hingga 41% dengan dukungan internasional yang sesuai – dari batas dasar yang diproyeksikan di tahun 2020.

Gambar 3. Sub-nasional deforestasi di Indonesia, 1990-2005 [juta hek-

tar per tahun]

Butler (2010c: 2) memberi data, bahwa di bulan Mei 2010, Indone-sia akhirnya mulai merinci rencananya, yang mencakup moratorium dua tahun pada konsesi perhutanan baru di lahan hutan hujan dan rawa gambut dan selama lima tahun ke depan akan didukung oleh kontribusi Norwegia sebesar satu miliar dolar, di bawah International Climate and Forests Initiative negara-negara Skandinivia. Namun, sementara uang sudah mulai mengalir untuk skema tersebut, tantangan yang mengeri-kan masih ada dalam perjuangan untuk mengurangi penggundulan hu-tan. Kepentingan kuat – terutama dalam sektor kehutanan – memiliki sedikit keinginan untuk mengubah status quo dengan memasukkan transparansi pada sistem yang memperkaya mereka. Sementara korupsi masih tetap mudah menyebar, penegakan hukum lingkungan yang te-lah ada masih jarang dan tidak konsisten diterapkan, dan sistem pen-dirian dan pengelolaan kepemilikan tanah di sebagian kepulauan masih merupakan lahan tambang yang legal dan politis. Meski sebagian yang

Page 214: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

51

optimis mengatakan, bahwa pemasukan biaya karbon dapat memun-culkan niat politis untuk mengubah sistem, pesimis memperdebatkan bahwa uang akhirnya hanya akan tersia-sia, bahkan digunakan untuk membiayai pengubahan fungsi hutan alam untuk pengolahan kayu dan minyak kelapa skala industri.

Meski begitu, banyak yang dipertaruhkan. Indonesia adalah peng-hasil emisi GRK terbesar di dunia, hanya di belakang China dan Ame-rika Serikat, di mana bahkan Indonesia bukanlah superpower industri. Keseluruhan emisi Indonesia berasal dari sektor kehutanan dan perta-nian, yang menghasilkan hanya sebagian kecil dari total aktivitas eko-nomi38). Lebih jauh lagi, hutan menyediakan makanan, air, dan kehi-dupan bagi puluhan juta orang Indonesia. Perusakan hutan menem-patkan sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan ini pada risiko, namun pembayaran pelestarian hutan dapat membantu memastikan penggunaan yang berkesinambungan dan menyediakan insentif ekono-mi bagi pemindahan pembangunan perkebunan ke jutaan hektar lahan tak berhutan yang terbengkalai dan terdegradasi yang terdapat di selu-ruh kepulauan Indonesia.

Menurut Butler (2010c: 3-4), Indonesia berencana menggunakan miliaran dolar komitmen Norwegia selama lima tahun ke depan dalam tiga tahap. Tahap pertama, yang berlangsung dari sekarang hingga ak-hir tahun, akan mendukung aktivitas “kesiapan” termasuk pengem-bangan strategi (pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan deg-radasi hutan [termasuk lahan gambut]) nasional; pemilihan daerah un-tuk proyek percobaan (kandidatnya mencakup hutan di Papua, Su-matra, dan Kalimantan); pendirian instansi pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) independen untuk mengikuti perkembangan pengu-rangan penggundulan hutan; pendirian kantor REDD nasional yang melaporkan langsung ke presiden; dan penentuan instrumen pendanaan jangka panjang untuk program tersebut. Tahap kedua, yang berlang-sung dari Januari 2011 hingga akhir 2014, mengoperasionalkan meka-nisme pendanaan jangka panjang; meluncurkan proyek percobaan per- 38) di tahun 2007 diestimasikan keuntungan Indonesia dari sektor tersebut USD0,34

sen per ton of CO2, atau hanya butiran kecil dari nilai yang tampak di pasar karbon Eropa

Page 215: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

52

tama; pelaksanaan moratorium dua tahun pada konsesi baru; pembuat-an database lahan yang terdegradasi; peluncuran proyek percobaan ke-dua (awal tahun 2012); dan menyiapkan sistem MRV yang lebih maju. Tahap ketiga, dimulai tahun 2014 dan terus berlangsung, akan mem-bantu Indonesia untuk memperluas program pengurangan emisinya dan mungkin menggabungkan ini ke dalam kerangka kerja iklim yang mungkin menggantikan Protokol Kyoto yang berakhir di tahun 2012.

Sebagaimana dilaporkan Reuter (dalam Hance, 2010c: 1), Amerika Serikat telah menjanjikan $136.000.000 untuk lingkungan hidup dan prakarsa perubahan iklim di Indonesia selama tiga tahun ke depan. Pada awal tahun, Norwegia menjanjikan jumlah sebesar tujuh kali le-bih besar dari Amerika Serikat (satu miliar dolar AS) untuk memerangi deforestasi di negara Asia Tenggara.

Sementara itu, dalam siaran pers pemerintah, Barack Obama (da-lam Hance, 2010c: 1) menegaskan bila dana ini merupakan respons langsung terhadap janji Indonesia untuk memotong emisi GRK sebesar 41% pada tahun 2020 bila negara ini menerima dana internasional.

Lebih dari 87% dari dana ini akan diberikan pada kemitraan SOLUSI, yang mewakili sains, kelautan, penggunaan lahan, masyara-kat, dan inovasi; sementara $7.000.000 akan menyamai janji Norwegia untuk mendirikan Perubahan Iklim Center di Indonesia, yang terlebih dahulu akan fokus pada emisi dari kerusakan lahan gambut.

Indonesia memiliki emisi GRK terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Namun tidak seperti juggernaut ekonomi, emisi di Indonesia sebagian besar dihasilkan dari kerusakan hutan tro-pis dan lahan gambut.

Berry Nahdian Forqan39) (dalam Hance, 2010c: 2) mengatakan ke-pada The Jakarta Post, bahwa uang tersebut tidak seharusnya dianggap sebagai bantuan, tetapi bagian dari utang iklim ‘Amerika Serikat’ ter-hadap Indonesia. Menurut Forqan, ini adalah “tanggung jawab Ame-rika Serikat agar langsung membayar utang ekologinya yang sudah menumpuk sebagai pencemar terbesar di dunia dan [negara maju] yang telah mengambil sumberdaya dari negara-negara berkembang. Ameri-

39) Direktur LSM lokal Walhi sebagaimana dikutip Hance

Page 216: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

53

ka Serikat juga menjanjikan $165.000.000 untuk pendidikan lebih ting-gi di Indonesia.

4) Konsesi hutan baru

Sebagai pemilik salah satu tingkat tertinggi penggundulan hutan di dunia, emisi ketiga terbesar di dunia sebagian besar karena hilangnya hutan, dan kekayaan keragaman hayati yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah-tengah hilangnya habitat skala besar, Indonesia hari ini mengumumkan perjanjian yang mungkin saja menjadi awal dari peng-hentian hilangnya hutan di negara Asia Tenggara. Indonesia meng-umumkan di Olso, Norwegia, penundaan 2 tahun dalam memberikan konsensi baru pada hutan hujan dan hutan gambut dimulai bulan Ja-nuari 2011, bagaimanapun konsesi yang diberikan pada perusahaan ti-dak akan dihentikan. Pengumuman ini menurut Hance (2010d: 1), muncul seiring dengan diterimanya USD1 miliar dari Norwegia untuk membantu negara tersebut menghentikan penggundulan hutannya.

Hance (2010d: 2) mengutip sebuah pernyataan dari Indonesia se-perti yang dilaporkan oleh Reuters, bahwa Indonesia telah siap untuk menunda konsesi baru hingga dua tahun untuk pengubahan lahan hu-tan alam dan gambut. Lahan non-hutan yang mencukupi tersedia di Indonesia untuk mengakomodasi pertumbuhan industri perkebunnya yang penting dan vital, sebuah sumber utama pendapatan di Indonesia. Ekspansi perkebunan, termasuk minyak kelapa dan kertas, akan berfo-kus pada lahan yang telah terdegradasi.

Greenpeace40) (dalam Hance, 2010d: 2) menganalisis pengumuman ini sebagai berita bagus, terutama jika dibuat sebagai dekret presiden, dan penundaan adalah prekondisi yang diletakkan oleh Norwegia da-lam pembagian kesepakatan pembiayaan USD1 miliar mereka yang mana secara spesifik ditujukan pada Indonesia. Namun ini tidak untuk jutaan hektar yang telah dalam genggaman perusahaan penambangan. Tanpa memasukkan konsesi yang ada, penggundulan hutan akan ber-lanjut dengan cepat.

Bahkan, Indonesia membenarkan bahwa 1,6 juta hektar (4 juta acre) kompleks pertanian telah direncanakan untuk Provinsi Papua di

40) yang telah lama melawan penggundulan hutan di Indonesia

Page 217: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

54

bagian paruh barat Pulau Nugini akan terus berlanjut. Namun itu akan tetap dalam konteks kebijakan ramah lingkungan, sebagaimana dijanji-kan Barnabas Suebu41) (dalam Hance, 2010d: 2), bahwa lahan yang akan digunakan untuk kompleks pangan ini memiliki nilai karbon dan keberagaman hayati yang sangat rendah.

Hance (2010d: 2-3) menambahkan, bahwa karena penundaan ter-sebut tidak akan berpengaruh hingga Januari – berdasar pada surat pe-nawaran – sebagian menakutkan bila konsesi itu akan terus diberikan pada tingkat ledakan selama enam bulan ke depan, menempatkan ma-kin banyak hutan dan spesies dalam bahaya. Pengumuman dan donasi USD1 miliar dari Norwegia dapat dilihat sebagai awal dari program REDD+ (pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan degradasi). Bahkan, sebagian uang akan digunakan untuk mempersiapkan sistem pemantauan REDD+ dan memulai proyek REDD+.

Pertemuan di Norwegia memasukkan juga pengumuman USD4 miliar untuk memulai proyek-proyek REDD+ di seluruh dunia. Dana tersebut direalisasikan tahun 2009 di Konferensi Iklim Kopenhagen dan telah dinyatakan oleh Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris, Australia, Norwegia, dan Jepang. Denmark dan Swedia menyerahkan tambahan USD73 juta.

Indonesia berada di tingkat kedua setelah Brazil dalam kehilangan hutan. Antara tahun 1990 dan 2005, Indonesia kehilangan > 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 hektar hutan perawan. Tutupan hutan ne-gara telah turun dari 82% di tahun 1960-an menjadi kurang dari 50% saat ini.

2. Padang Rumput

Ekosistem adalah tatanan kehidupan yang meliputi berbagai jenis makhluk hidup, di mana makhluk-makhluk ini memiliki hubungan timbal-balik yang sangat erat, saling mempengaruhi, dan tidak bisa di-pisahkan satu sama lain.

Di bumi, ada berbagai jenis ekosistem, salah satunya adalah eko-sistem padang rumput. Ekosistem ini terbentuk pada daerah tropik dan

41) Gubernur Papua hingga saat 2010

Page 218: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

55

subtropik yang memilih curah hujan di sekitar 25–30 cm/tahunnya. Di Indonesia, ekosistem padang rumput ini bisa ditemukan pula di Nusa Tenggara, khususnya bagian timur.

Awal terbentuknya ekosistem ini, menurut Ahira (2012: 1), adalah dari kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman/rum-put secara luas. Rumput yang melimpah ini, akhirnya menarik hewan-hewan pemakan rumput dan kelompok hewan ini pun tinggal di sana. Banyaknya hewan herbivora ini lalu menarik hewan pemangsa (karni-vora) untuk ikut datang dan menyerang hewan-hewan pemakan rumput tersebut. Rantai makanan ini terus berputar, sehingga terbentuklah eko-sistem padang rumput.

Ridwana (2008: 2) mengatakan bila terbentuknya ekosistem pa-dang rumput secara alami lebih banyak disebabkan cuaca, tepatnya oleh rendahnya tingkat curah hujan, yaitu hanya ± 30 mm/tahun. Curah hujan yang rendah menyulitkan tumbuhan untuk menyerap air. Akibat-nya, hanya jenis tumbuhan rumput yang dapat bertahan hidup dan ber-adaptasi dengan lingkungan alam yang kering.

a. Komponen pendukung ekosistem padang rumput

Komponen dalam ekosistem, dibagi oleh Ahira (2012: 2-4) ke da-lam dua bagian, yang uraiannya lengkapnya seperti berikut.

1) Komponen abiotik

Komponen ini merupakan komponen dalam ekosistem yang ber-asal dari benda tak hidup atau benda mati. Komponen tersebut, adalah komponen fisik dan kimia yang dijadikan media atau substrat tempat berlangsungnya hidup. Lebih tepatnya, komponen abiotik merupakan tempat tinggal atau lingkungan di mana komponen biotik hidup.

Komponen abiotik sangat bervariasi dan beragam. Komponen ini dapat berbentuk benda organik, senyawa anorganik, dan juga hal-hal yang mempengaruhi pendistribusian organisme. Berikut komponen abiotik yang mempengaruhi ekosistem padang rumput.

a) Suhu udara. Suhu ini mempengaruhi setiap proses yang terjadi pada makhluk hidup. Sebagai contoh adalah penggunaan energi yang dihasilkan oleh tubuh meregulasi suhu tubuhnya.

Page 219: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

56

b) Air. Air memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan makhluk yang ada di bumi. Tanpa ada air, semua makhluk hidup yang ada mati.

c) Garam. Keberadaan garam mampu mempengaruhi suatu orga-nisme dalam proses osmosis. Ada beberapa organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam yang tinggi.

d) Tanah dan batu. Karakteristik yang ada pada tanah mampu memberikan pengaruh terhadap penyebaran organisme yang ada berda-sarkan kandungan yang ada pada tanah dan batu tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut, adalah pH tanah dan struktur fisik tanah serta kondisi mineral yang dikandung oleh tanah.

e) Cahaya matahari. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sinar matahari merupakan satu-satunya energi yang memberikan kehidupan bagi or-ganisme yang hidup di bumi ini. Salah satu contohnya adalah pada proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan. Tanpa adanya fotosin-tesis, maka tumbuhan tidak bisa hidup. Padahal tumbuhan merupakan produsen bagi organisme lainnya yang tidak dapat digantikan oleh yang lainnya.

f) Iklim. Iklim merupakan kondisi cuaca suatu daerah dalam jang-ka waktu yang lama. Iklim menentukan tingkat toleransi kehidupan suatu organisme.

2) Komponen biotik

Komponen ini, adalah komponen dalam ekosistem yang berupa or-ganisme atau makhluk hidup. Komponen biotik dalam ekosistem me-rupakan komponen yang selain komponen abiotik.

Pada ekosistem ini ditemukan beberapa organisme yang mendu-kung terbentuknya ekosistem padang rumput. Berikut komponen biotik yang ada di ekosistem padang rumput.

a) Organisme autotrof. Organisme ini adalah jenis organisme yang bisa membuat atau mensintesis makanan sendiri mengandalkan cahaya matahari, air, dan komponen udara sekitar. Organisme autotrof yang ada di ekosistem padang rumput, adalah tanaman atau rumput. Rerum-putan ini pun hidup beradaptasi dengan kelembapan lingkungan yang memiliki curah hujan yang tidak teratur.

Page 220: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

57

b) Organisme heterotrof. Organisme kedua ini, adalah jenis orga-nisme yang tidak bisa membuat makanan sendiri. Karena tidak mampu menghasilkan sendiri, maka organisme heterotrof memfungsikan orga-nisme lain sebagai makanannya. Dalam hal ini organisme autotrof yang difungsikan sebagai makanan bagi organisme heterotrof.

Organisme jenis ini, adalah hewan pemakan rumput yang ada di padang rumput. Hewan tersebut, seperti zebra, rusa, kanguru, bison, dan kuda. Hidup hewan ini bergantung pada rumput-rumput yang hi-dup di sekitar mereka.

Organisme heterotrof yang lain, adalah hewan pemangsa yang menjadi konsumen kedua setelah hewan pemakan rumput. Hewan yang menjadi organisme heterotrof tingkat kedua, seperti singa, anjing liar, ular, dan manusia. Hewan pemangsa yang berkeliaran di padang rumput ini menggantung hidup pada hewan-hewan pemakan rumput yang menjadi target pemangsa mereka.

Tidak hanya hewan pemangsa saja yang menjadi organisme auto-trof. Manusia juga termasuk dalam organisme autotrof tingkat kedua, karena manusia tidak mampu menghasilkan makanan sendiri. Namun manusia mampu menggunakan akalnya untuk memanipulasi makanan.

c) Pengurai. Komponen terakhir, adalah dekomposer atau peng-urai. Sebenarnya pengurai termasuk dalam organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak bisa membuat makanan sendiri. Tugas dari orga-nisme yang satu ini, adalah menguraikan bahan organik dari benda hi-dup yang sudah mati (misalnya: hewan mati, daun, batang pohon, dan lain-lain).

Contoh dari pengurai pada ekosistem padang rumput ini, adalah ja-mur dan bakteri. Mereka akan menyerap sebagian dari hasil pengurai-an dan membuang beberapa bahan sederhana untuk digunakan kembali oleh produsen (tanaman/rumput). Penggunaan yang dilakukan oleh produsen bermaksud sebagai tambahan makanan yang diperlukan oleh organisme autotrof untuk bertahan hidup.

Ekosistem padang rumput adalah bagian dari kehidupan, sudah se-layaknya sebagai manusia ikut menjaga keseimbangan ekosistem ini. Misalnya, tidak sembarangan memburu hewan, baik pemakan rumput maupun hewan pemangsa, seperti singa.

Page 221: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

58

Perlu dijaga keseimbangan alam yang ada, agar alam tetap asri dan eksis hingga nanti. Memanfaatkan organisme atau makhluk yang ada pada ekosistem padang rumput, juga diperbolehkan dengan catatan, bahwa hanya dimanfaatkan sewajarnya saja dan tidak mengarah pada terjadinya kerusakan. Hal ini hanya akan menimbulkan terputusnya rantai makanan, dan akan berakibat kacaunya ekosistem yang pasti merugikan manusia secara perlahan.

b. Pengelolaan padang rumput di daerah, di mana orang-orang-nya masih melakukan pertanian secara berpindah-pindah

Umumnya orang belum mengenal pertanian permanen atau tetap sifatnya; hidupnya setengah tergantung dari hasil hutan, ladang, dan perairan. Kalau sekiranya sudah mengusahakan pertanian, maka sifat-nya masih sangat sederhana. Masyarakat sudah memiliki ternak besar, tetapi masyarakat belum melakukan peternakan, yang diistilahkan Thohir (1991: 240) membudidayakan pemeliharaan ternak. Yang dila-kukan, ialah membiarkan ternak hidup lepas di padang rumput.

Karena tidak adanya pembudidayaan perumputan, seperti pena-naman bibit (rumput) yang berkualitas tinggi, terpeliharanya padang rumput, dan sebagainya, maka makin hari makin habis rumput-rum-putan itu. Pada saat padang rumput tak mampu lagi menyediakan ma-kanan yang cukup jumlah dan kualitasnya, maka pengangonan ter-paksa dipindahkan ke padang rumput lain. Peternakan semacam ini masih banyak terdapat di daerah-daerah Afrika, Syria, dan lain-lain ne-gara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Padang rumput di Indonesia, sebagaimana ditunjukkan Thohir (1991: 240-241), akan dijumpai di daerah-daerah yang memiliki iklim kering (adakalanya hingga 6 bulan), seperti Jatim, Sulsel, Nusa Teng-gara. Pun di daerah-daerah basah, seperti Gayo, Alas (Aceh), daerah Batak, Nias, Palembang (Sumsel), dan Lampung, di Indramayu, Sang-ga Buana (Jabar), Baluran (Jatim), sekitar Banjarmasin dan Hulu Su-ngai (Kalsel) dan daerah atas Kapuas (Kalteng) terdapat padang rum-put. Dipandang dari sudut ekologi, sesungguhnya di daerah-daerah ba-sah tak perlu ada padang rumput; justru pekarangan yang diharapkan, tetapi nyatanya tidak ada.

Page 222: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

59

Padang rumput yang terbentuk atas kekuatan alam dan dibiarkan berkembang secara alami tanpa campur tangan manusia akan dapat bertahan dalam keadaan keseimbangan ekologis, walaupun di tengah-tengah padang rumput itu terdapat hewan pemakan tanaman (herbivo-ra). Tetapi begitu manusia menjamak padang rumput dengan cara menggembalakan ternak secara liar dan memanfaatkan padang rumput itu juga sebagai lahan pertanian, begitu padang rumput itu akan me-nunjukkan pengaruh negatifnya atas lingkungan sekitarnya.

Pada rumput alami yang utuh dan tidak cacad, karena ulah manu-sia yang tidak bijaksana, akan merupakan penutup permukaan tanah yang mampu mematahkan energi kinetik dari tetesan air hujan, sehing-ga permukaan tanah tidak rusak dan mudah hanyut. Pun rumput-rum-putan yang menutup permukaan tanah akan menahan pengaliran air hujan di atas permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi. Ju-ga rumput-rumputan ini akan membantu peningkatan peresapan air hu-jan ke dalam tanah.

Kemampuan yang dimiliki padang rumput, seperti dilukiskan Thohir (1991: 241) di atas, akan merosot, karena: (1) jumlah ternak yang dilepaskan di padang rumput tak diatur dan disesuaikan dengan daya dukung padang rumput; rumput cepat habis dimakan; (2) tidak ada pengelolaan pertanaman rumput, sehingga konsumsi rumput oleh ternak tidak dapat diimbangi dengan produksi rumput; (3) lapangan atau lahan padang rumput akan rusak diinjak-injak ternak yang berke-lebihan; dan (4) manusia sendiri yang merusak ekosistem padang rum-put melalui perladangan yang berpindah-pindah.

c. Pengelolaan padang rumput secara permanen dan atas dasar teknologi yang tinggi

Thohir (1991: 241-242) mengeluhkan atas dilakukannya peternak-an secara besar-besaran di atas padang rumput yang luas. Ternak juga dilepaskan bebas. Padang rumput dianggap merupakan pemilikan per-seorangan dan karenanya dapat diatur menurut kehendak pemilik. Je-nis-jenis rumput maupun jenis-jenis ternak dikelola secara demikian hingga keseimbangan ekologi dalam asasnya dapat didekati. Pengelo-laan didasarkan atas “economical dan ecological approach.” Pengelola-

Page 223: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

60

an secara besar-besaran dan lagi pula atas dasar teknologi tinggi ba-nyak dilakukan di Amerika Serikat dan Australia.

Di Amerika Serikat telah diketahui, bahwa 10–15.000 ekor sapi memerlukan 1,5–3 hektar padang rumput dan tiap 1–3.000 ekor sapi memerlukan 4 orang penggembala; untuk tiap domba (biri-biri) ± 1 hektar padang rumput (adakalanya sampai 10 hektar); untuk domba di-perlukan 1 orang penggembala dengan bantuan beberapa ekor anjing per 1.000 ekor domba (adakalanya hingga 6.000 ekor); untuk kelinci liar diperlukan rumput yang sama jumlahnya dengan jumlah rumput yang diperlukan oleh seekor domba.

Di dalam usaha memperoleh keseimbangan ekologis dalam ling-kungan padang rumput yang dipergunakan sebagai tempat penggemba-laan lepas, Thohir (1991: 242) mengharuskan memperhatikan enam hal, yakni: (1) tiap spesies hewan pemamah-biak memiliki bahan ma-kanan yang berlainan; kuda mempunyai rumput khasnya sendiri dari sapi, kerbau, atau domba. Tak boleh dilupakan, bahwa satu jenis rum-put merupakan pilihan dari banyak spesies hewan pemamah-biak; (2) satu jenis rumput yang kurang laku pada banyak ternak hendaknya di-cegah untuk berkembang biak di lahan perumputan, karena kemung-kinan ada bahwa jenis ini akan berkembang biak tanpa gangguan dari ternak. Contoh: teki; (3) komposisi jenis rumput di satu lahan rerum-putan harus diselaraskan dengan komposisi spesies ternak yang akan dilepas di lahan itu; (4) harus dihindari untuk melepas spesies ternak yang sangat selektif dalam pemilihan makanannya dengan spesies yang akan makan apa saja yang dihadapi. Contoh, babi jangan dicam-pur dengan kambing; (5) dua spesies ternak yang memiliki selera ma-kanan yang sama jangan dicampur kalau terdapat perbedaan besar kon-sumsi. Contoh, kelinci dan biri-biri; dan (6) komposisi spesies ternak yang didasarkan atas umur akan mengubah juga komposisi spesies rumput, karena umur mempengaruhi besarnya konsumsi.

d. Pengelolaan padang rumput yang dikaitkan dengan usahatani

Padang rumput dikelola secara ekstensif seperti halnya dengan pe-ngelolaan padang rumput yang luas-luas (Amerika Serikat, Australia, dan lain-lain). Thohir (1991: 243) mengingatkan agar tidak mempergu-

Page 224: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

61

nakan padang rumput secara terus-menerus; hanya selama 90–150 hari setahunnya, yaitu pada waktu keadaan iklim mengizinkan. Sesudah la-dang rumput tak dapat dipergunakan karena keadaan iklim (dingin), ternak digiring ke kandang dan selama bulan dingin (winter) mem-peroleh makanannya dari hasil pertanian. Sistem ini banyak ditemui di daerah Alpen (Eropa) dan perladangan rumput ini dinamakan “Egar-ten-witschaft.”

Di negara-negara maju lain, yang tidak memiliki padang rumput yang luas, perladangan rumput dilaksanakan sebagai salah satu mata rantai usahatani. Lahan pelepasan ternak disediakan dengan pengete-rapan “cropping system” (sistem rotasi), di mana penanaman rumput yang berkualitas tinggi merupakan bagian dari seluruh pola pertanam-an. Tiap tahun tempat lahan rumput itu berpindah demi kebaikan ta-nah.

Di Indonesia, terutama di Jawa, pernah memiliki sistem “ladangan pangonan milik besama (desa).” Setiap pemilik ternak dari desa ber-sangkutan mempunyai hak untuk menggembalakan ternak di atas la-dang rumput milik bersama itu. Akhirnya, sistem ini ditinggalkan, ka-rena kekurangan akan tanah pertanian dan juga karena lahan perum-putan bersama itu banyak mendatangkan kerusakan tanah; daya du-kung dilampaui, karena jumlah ternak yang dilepaskan tak ada yang dapat membatasi. Akhirnya, petani peternak Indonesia lambat laun di-paksakan juga melakukan peternakannya di kandang dan adakalanya dapat melepaskan ternaknya, kalau kebetulan setelah panen ada tanah yang dikosongkan.

3. Estuari

Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari dide-finisikan Saputra (2011: 1) sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena itu, ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air laut ber-campur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih rendah daripada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan badan air di belakang pantai pasir, termasuk estuari. Begitu pula Prasyad (2012: 1) yang menganggap estuari sebagai bagian dari ling-

Page 225: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

62

kungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralih-an antara darat dan laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut, se-perti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelom-bang laut. Lingkungan estuari umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang, dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat.

Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya, menurut Saputra (2011: 1), adalah percampuran antara yang hidup endimik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial, ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia serrata), tiram (Crassostreacucullata), dan banyak ikan komersial merupakan hewan estuari.

Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan. Da-erah muara sungai yang terlindung dan kaya akan sumberdaya hayati menjadi tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran muara sungai.

Tidak hanya itu, karena muara sungai ini juga menjadi penghu-bung daratan dan lautan yang sangat praktis, maka manusia mengguna-kannya sebagai media perhubungan. Daerah yang terlindung juga men-jadi tempat berlabuh dan berlindung kapal, terutama di saat-saat laut berombak besar. Perkembangan industri pantai menambah padatnya wilayah estuari ini oleh kegiatan manusia, karena daratan estuari me-rupakan akses yang bagus buat kegiatan industri itu, khususnya terse-dia air yang melimpah, baik itu untuk pendingin generator maupun un-tuk pencucian alat tertentu dan tidak dapat dihindari nafsu untuk mem-buang limbah ke lingkungan akuatik. Mengingat banyaknya perikanan komersial yang tergantung pada ekosistem estuari ini, maka perlin-dungan ekosistem ini merupakan salah satu persyaratan ekonomi yang utama agar perkembangan ekonomi di wilayah ini dapat berkelanjutan. Banyaknya jenis pemanfaatan wilayah ekosistem estuari ini menye-

Page 226: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

63

babkan sering terjadinya bertentangan kepentingan dan kerusakan eko-sistem yang berharga ini. Oleh karena itu, perencanaan terpadu wila-yah estuari ini perlu dilakukan dengan seksama untuk menjaga ekosis-tem ini agar tidak rusak.

a. Keistimewaan estuari

Estuari adalah suatu daerah di mana air tawar dari sungai dan air asin dari laut bertemu dan sebagai perairan semi tertutup yang mem-punyai hubungan bebas dengan laut. Di estuari pasut (pasang surut) sa-ngat dominan pengaruhnya dibandingkan dengan arus yang ditimbul-kan oleh angin dan gelombang. Sehingga perilaku estuari sangat ter-gantung pada aksi pasut dan aliran sungai, di mana keduanya merupa-kan perubahan yang bebas.

Dyer (dalam Saputra, 2011: 2) membagi estuari dalam dua jenis, yaitu estuari positif dan estuari negatif. Estuari positif adalah suatu estuari di mana air tawar yang masuk dari sungai dan hujan lebih ba-nyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Estuari negatif adalah kebalikan-nya, yaitu di mana penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan, karena itu akan terjadi keadaan hypersaline (asin berlebih). Inter-aksi air tawar dan air asin menentukan sirkulasi air dan proses pencam-puran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas antara dua jenis air. Densitas air laut tergantung pada salinitas dan temperatur, tapi di es-tuari range salinitas sangat besar, sedangkan range temperatur kecil. Ka-rena itu, temperatur mempunyai pengaruh relatif kecil terhadap den-sitas.

Sedangkan berdasarkan karakteristik geomorfologinya, Bengen (dalam Prasyad, 2012: 3) mengelompokkan estuari atas empat tipe, yakni: (1) estuari daratan pesisir, paling umum dijumpai, di mana pem-bentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang mengge-nangi sungai di bagian pantai yang landai; (2) laguna (gobah) atau te-luk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak se-jajar dengan garis pantai, sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut; (3) fjords, merupakan estuari yang da-lam, terbentuk oleh aktivitas glesier yang mengakibatkan tergenangnya

Page 227: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

64

lembah es oleh air laut; dan (4) estuari tektonik, terbentuk akibat akti-vitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang meng-akibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang.

Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, menurut Prasyad (2012: 2), estuari menyimpan ber-juta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran sa-linitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan estuari merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrien yang menjadi unsur terpenting bagi pertumbuhan fitoplankton. Inilah sebe-narnya kunci dari keunikan lingkungan estuari. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrien) estuari dikenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crus-tacean, Bivalve, Echinodermata, annelida, dan masih banyak lagi kelom-pok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting, seperti siganus, baronang, sunu, dan masih banyak lagi menjadikan da-erah estuari sebagai daerah pemijahan dan pembesaran. Pada kawasan-kawasan subtropik sampai daerah dingin, fungsi estuari bukan hanya sebagai daerah pembesaran bagi berjuta hewan penting, bahkan men-jadi titik daerah ruaya bagi jutaan jenis burung pantai. Kawasan estuari digunakan sebagai daerah istrahat bagi perjalanan panjang jutaan bu-rung dalam ruayanya mencari daerah yang ideal untuk perkembangan-nya. Di samping itu, juga digunakan oleh sebagian besar mamalia dan hewan-hewan lainnya untuk mencari makan.

Keistimewaan lingkungan perairan estuari lainnya, lanjut Prasyad (2012: 2-3), adalah sebagai penyaring dari berjuta bahan buangan cair yang bersumber dari daratan. Sebagai kawasan yang sangat dekat de-ngan daerah hunian penduduk, daerah estuari umumnya dijadikan dae-rah buangan bagi limbah-limbah cair. Limbah cair ini mengandung ba-nyak unsur, di antaranya nutrien dan bahan kimia lainnya. Dalam ki-saran yang dapat ditolelir, kawasan estuari umumnya bertindak sebagai penyaring dari limbah cair ini, mengendapkan partikel-partikel beracun dan menyisakan badan air yang lebih bersih. Inipun dengan kondisi di mana terjadi suplai yang terus-menerus dari air sungai dan laut yang

Page 228: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

65

cenderung lebih bersih dan mentralkan sebagian besar bahan polutan yang masuk ke daerah estuari tersebut.

b. Produktivitas dan ancaman wilayah estuari

Salah satu bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuari (muara sungai). Daerah ini merupakan eko-sistem produktif yang setara dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang pro-duktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktivitas tinggi.

Bagi Nugroho dkk. (2012: 3), produktivitas merupakan suatu pro-ses produksi yang menghasilkan bahan organik yang meliputi produk-tivitas primer ataupun sekunder. Produktivitas primer pada wilayah es-tuari dapat diartikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersim-pan dalam aktivitas fotosintesis dari organisme produsen, terutama ta-naman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktivitas ini dilakukan oleh organisme autotrof seperti juga semua tumbuhan hijau mengkon-versi energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi karbon dioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan oksigen.

Estuari merupakan wilayah yang sangat dinamis, rentan terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan, baik fisik maupun biologi (eko-sistem) dari dampak aktivitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited).

Di sisi lain, wilayah estuari seringkali mendapat ancaman kerusak-an. Nugroho dkk. (2012: 3-4) menguraikan empat hal yang memung-kinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wi-layah estuari, yakni: (1) semakin meningkatnya penebangan hutan dan jelek-nya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wila-yah estuari. Laju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran su-ngai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses ke-

Page 229: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

66

rusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kon-disi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut, terutama bentos yang hidup di dasar perairan, seperti rumput laut, terumbu karang, dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh organisme untuk pernapasan atau berfotosintesis. Banyaknya sedimen yang akhir-nya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai; (2) pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhati-kan daya dukung produktivitas pada suatu kawasan estuari, seperti sumber-daya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus menda-pat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktivitasnya; (3) me-ningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuari. Le-bih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat; dan (4) kegiatan-kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan salur-an irigasi, drainase, dan penebangan hutan akan mengganggu pola alir-an alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, vo-lume, dan debit air. Pengurangan debit air yang dialirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuari dan menyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem per-airan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut, sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.

c. Upaya pengelolaan wilayah estuari

Fungsi wilayah estuari sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat permukiman, penangkapan ikan dan budidaya, jalur transpor-tasi, pelabuhan dan kawasan industri. Wilayah estuari juga merupakan ekosistem produktif, karena dapat berperan sebagai sumber zat hara.

Page 230: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

67

Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wi-layah estuari menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut.

Untuk itu, Nugroho dkk. (2012: 4-5) mengingatkan untuk memper-hatikan tiga hal yang penting dalam upaya pengelolaan wilayah es-tuari, seperti berikut.

1) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land)

Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan ekosistem perairan wilayah estuari, yaitu dengan menata kembali sis-tem pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wila-yah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir.

Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya, atau konservasi, maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang penggunaan lahannya seba-gai lahan budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik, ma-ka penggunaan lahan atas tidak diperkenaankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau lim-bah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan ter-lebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

2) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara optimal

Wilayah estuari yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya per-ikanan di wilayah estuari diperlukan tindakan bijaksana yang berorien-tasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaik-nya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).

3) Konservasi hutan mangrove

Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuari sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara eko-logis hutan mangrove adalah sebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding

Page 231: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

68

ground), dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal da-ri daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konservasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total ± Rp37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangro-ve), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener ban-deng, ikan tangkap, dan ikan umpan), option value, dan existence value.

Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positif terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wila-yah estuari, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.

4. Laut

Thohir (1991: 155) membenarkan bila tidak kurang 70% dari permu-kaan bumi itu, adalah laut. Atau dengan kata lain, ekosistem laut meru-pakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Laut itu merupakan ca-dangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi, dan bahan ma-kanan. Persediaan bahan mangan (Mn) ± 1.000 kali dari persediaan yang terdapat di daerah daratan. Selain itu, masih banyak bahan mine-ral lain yang terdapat dalam cairan air laut. Pun tak boleh dilupakan perkiraan para ahli tentang kekayaan dasar laut akan minyak bumi.

Sementara luas lautan Indonesia, seperti ditaksir Thohir (1991: 163), ± 5,8 juta km2 atau 75% dari seluruh wilayah Indonesia. Perairan laut ini terdiri atas 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 km2 perairan laut nusantara, dan 2,7 juta km2 ZEE. Potensi lautan Indonesia itu sederajat dengan potensi laut utara Eropa dan sebesar ± 2,3 ton per km2. Sumber kekayaan itu nyatanya belum sepenuhnya dimanfaatkan. Di atas kertas, lautan Indonesia yang seluas itu dapat diharapkan mempunyai kekaya-an sebesar ± 12 juta ton ikan. Hal ini juga dibenarkan Arianto dkk. (1988: 117), di mana ‘seakan-akan’ sumberdaya laut yang terkandung di dalamnya tak akan pernah habis dimanfaatkan oleh manusia.

Dengan demikian, akses manusia pada lingkungan laut atau kelaut-an sebagai lingkungan alami, arahnya pada bagaimana mengelola laut atau pembangunan kelautan yang lebih baik. Pembangunan kelautan

Page 232: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

69

bukanlah sektor tunggal, melainkan multisektor dan multifungsi, se-hingga dalam pemanfaatannya diperlukan sinergi antarpengelola SKA di laut dan koordinasi lintas sektoral yang terkait dan kompeten di bi-dang kelautan. Ditinjau dari geopolitik dan geostrategis, pengelolaan kelautan ini sangat logis jika dijadikan tumpuan dalam sektor pemba-ngunan ekonomi nasional. Namun ironisnya, menurut Lubis (2012: 1-2), dalam pembangunan daerah ataupun pembangunan nasional dewa-sa ini, sektor-sektor tersebut masih diposisikan sebagai sektor pinggir-an (peripheral sector), dibuktikan dari masih rendahnya tingkat pemanfa-atan sumberdaya, penerapan teknologi, serta hampir meratanya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat kelautan, terutama nela-yan. Dengan demikian, jika potensi sumberdaya kelautan ini dikelola secara sinergi antarkomponen pengelola terkait, proporsional, terenca-na, dan terkendali, akan mendorong perwujudan konsepsi Wawasan Nusantara yang bertumpu pada upaya membangun budaya waspada bangsa.

Tidak menutup kemungkinan, sebagaimana diakui Pandoyo (1994: 1), bahwa kekeliruan kebijakan dalam pengelolaan SKA di laut ini jus-tru akan menimbulkan gejolak sosial antardaerah, terutama meruncing-nya kesenjangan kesejahteraan masing-masing daerah. Keberhasilan pembangunan, termasuk kontribusi sektor kelautan secara langsung da-pat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, terutama memberi-kan kesejahteraan (prospherity) dan keamanan (security). Sementara itu, Purnomo Yusgiantoro (dalam Lubis, 2012: 2) memaparkan bila pe-ngelolaan SKA di laut telah memberikan kontribusi terhadap APBN 2004 sebesar Rp0,6 trilliun dari sektor perikanan, Rp1,6 trilliun dari sumberdaya mineral, Rp28 trilliun dari subsektor minyak bumi, dan Rp15,7 trilliun dari gas alam. Kontribusi masing-masing sektor ini masih berpeluang untuk ditingkatkan terutama melalui sinergi antarpe-ngelola dan penerapan teknologi yang tepat.

a. Prospek pengelolaan SKA di laut

Prospek pengelolaan SKA di lepas pantai, menurut Lubis (2012: 2), semakin memberikan peluang mengingat ditemukannya indikasi baru potensi “mineral hidrotermal” di dasar laut dalam. Pembentukan

Page 233: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

70

sumberdaya mineral hidrotermal dipengaruhi oleh kegiatan magmatis-me di dasar laut. Indikasi adanya hidrotermal deposit di perairan Indo-nesia ditemukan di perairan Sulut, Selat Sunda, dan perairan Wetar (gunung api bawah laut Komba, Abang Komba, dan Ibu Komba). Para ahli geologi kelautan menaruh perhatian dan harapan, karena diyakini lubang hidrotermal ini membawa larutan mineral yang selanjutnya mengawali proses mineralisasi pada suatu jebakan mineral dasar laut, terutama mineral oksida emas (dengan ciri adanya white smoker) dan tembaga (dengan ciri adanya black smoker).

SKA lainnya yang masih dalam tahapan eksplorasi adalah peman-faatan “gas biogenik.” Gas biogenik merupakan salah satu sumber energi alternatif yang relatif murah, bersih lingkungan, dan mudah di-kelola. Pemetaan geologi kelautan sistematis di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat Madura yang dilakukan42) memperlihatkan indikasi sumber gas biogenik yang terperangkap pada sedimen Holocene. La-pisan pembawa gas ini umumnya ditemukan pada kedalaman 20–50 m di bawah dasar laut. Pemetaan secara horizontal menunjukkan, bahwa hampir seluruh kawasan perairan dangkal, terutama di muara sungai-sungai purba ditemukan indikasi sedimen mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga Lubis (2012: 3), merupakan akumulasi gas bio-genik yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen resen. Secara umum, Qilun (1995: 1) menyimpulkan bila gas biogenik ini didominasi oleh gas metana (CH4) yang dikenal sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

b. Sinergi pengelolaan laut yang ideal

Persyaratan utama bagi suatu sistem sinergi yang ideal, menurut Doctoroff (dalam Lubis, 2012: 3), adalah kepercayaan, komunikasi yang efektif, umpan balik yang cepat, dan kreativitas. Dalam makna lainnya, sinergi adalah suatu sumber kekuatan organisasi yang ampuh, bahkan sering digunakan untuk memperlihatkan perbedaan antara suk-ses dan kegagalan. Salusu (2004: 2) menegaskan bila teori sinergi

42) oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Departemen Energi

dan Sumberdaya Mineral sejak tahun 2001-2004 (Lubis, 2012: 3)

Page 234: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

71

(synergy) mengacu pada Gaya Manajemen Sinergik dalam organisasi, yaitu senantiasa menciptakan harmonis. Landasan teori peningkatan si-nergi pengelolaan SKA di laut mengacu pada konsep “competitive ad-vantage, creating, dan sustaining performance,” sedangkan prinsip yang dikembangkan mengacu pada prinsip dasar kompetisi yang ber-tumpu pada perkembangan lingkungan strategis. Dalam istilah mana-jemen, sinergi diartikan bersaing dengan lebih baik dari yang diharap-kan untuk meraih keunggulan kompetitif yang standar.

Dengan demikian, maka secara langsung sinergi atau kemitraan kerja antarkomponen pengelola SKA di laut akan tumbuh menjadi wa-dah sinergi yang efisien, berkualitas, fleksibel, dan inovatif. Oleh se-bab itu, wadah sinergi sebagai ciri kerja sama kemitraan harus senan-tiasa dikembangkan secara dinamis sesuai dengan konsep “learning or-ganization” mengikuti trend atau perkembangan lingkungan strategis (Senge dalam Lubis, 2012: 3).

Selanjutnya Silower (dalam Lubis, 2012: 3-4) mengemukakan, bahwa dasar-dasar sinergi yang terdiri atas visi strategis, strategi buda-ya, kekuasaan dan budaya, integrasi sistem, dan investasi awal untuk memperoleh imbalan sebagai premium. Keempat komponen itu mewa-kili unsur-unsur utama dari suatu strategi kerja sama atau kemitraan yang harus berada pada posisinya. Dalam hal ini, komponen sinergi yang dimaksud dikelompokkan menjadi antarpemerintah pusat dan daerah, antarpenerapan teknologi, antar-stakeholder, antarpengelola wi-layah garapan/kerja, dan antarsektor pembangunan terkait. Dalam konteks keterkaitan masing-masing dasar sinergi, berlaku bahwa jika salah satu dari keempat dasar ini tidak ada pada saat kesepakatan kerja sama dilakukan, maka sinergi pun akan menjadi “perangkap,” premi-um kemungkinan mewakili kerugian total bagi komponen sinergi.

Walaupun demikian, berkenaan dengan persaingan ini, dasar siner-gi ini perlu diterapkan, namun bukan satu-satunya “komponen yang menentukan” untuk menjamin perncapaian peningkatan kinerja.

c. Kendala sinergi pengelolaan laut

Sehubungan dengan cukup berlimpahnya potensi SKA di laut dan implementasi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi menjadi UU

Page 235: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

72

Nomor 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan di Daerah, maka da-lam implikasi positif sinergi pengelolaan SKA di laut terhadap pemba-ngunan daerah, menurut Lubis (2012: 4), akan membawa dua konse-kuensi penting, yakni: (1) bagaimanapun juga daerah dituntut untuk mampu mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi sumberdaya ke-lautan, agar tersedia data akurat tentang potensi sumber kekayaan laut di wilayah laut kewenangannya; dan (2) daerah juga dituntut secara ce-pat dapat mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sus-tainable development). Dalam hal ini, desentralisasi kewenangan ini ber-arti memberikan peluang diangkatnya kembali nilai-nilai kearifan lokal yang dianut masyarakat daerah dalam mengelola SDA di laut.

Selain itu, dalam usaha meningkatkan sinergi pengelolaan SKA ini, Lubis (2012: 4-5) telah mengidentifikasi lima kendala yang diha-dapi, atas kesenjangan yang terjadi antara kondisi sinergi faktual saat ini dengan kondisi ideal yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut, adalah: (1) belum tersedianya UU Kebijakan Kelautan Nasional (ocean policy) sebagai acuan yang jelas dan tegas. Kebijakan kelautan adalah payung legitimasi yang berfungsi sebagai arahan operasional tentang pengelolaan perairan Indonesia dan digunakan sebagai acuan sektor-sektor terkait, antarpemerintah pusat dan daerah, antar-stakeholder, an-tarpenerapan teknologi, dan antarwilayah garapan/wilayah kerja dalam menyusun sinergi pengelolaan SKA; (2) masih terbatasnya kemam-puan SDM dan penguasaan iptek kelautan, menyebabkan ketergan-tungan iptek pada negara lain. Masih lemahnya penguasaan iptek ke-lautan dalam pengelolaan lingkungan laut juga masih dikalahkan oleh kuatnya pengaruh isu lingkungan yang berlebihan, sehingga mengham-bat iklim investasi komoditas kelautan; (3) terbatasnya data dan infor-masi kelautan dalam format standar GIS, terutama data potensi rinci sebagai tumpuan dalam mengembangkan dan merencanakan pengelo-laan pemanfaatan SKA di laut; (4) sektor kelautan dirasakan masih se-bagai sektor pinggiran (periperal sector), sehingga belum mendapat prio-ritas yang proporsional dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional; (5) luasnya perairan Indonesia (3,2 juta km2) di samping me-rupakan wilayah yang berpotensi kekayaan alam juga merupakan ke-lemahan dalam “span of control” bidang komunikasi, transportasi, dan

Page 236: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

73

pengendalian sistem pemerintahan yang rawan terhadap berbagai an-caman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

Di sisi lain, lanjut Lubis (2012: 5), pengaruh perkembangan ling-kungan strategis, terutama global, regional, dan nasional telah mem-bawa konsekuensi tersendiri terhadap kebijaksanaan dalam mening-katkan sinergi pengelolaan SKA di laut. Dampak globalisasi yang pa-ling kuat, adalah munculnya ketidakpastian (uncertainty), kompleksitas (complexity), dan kompetisi (competition). Oleh sebab itulah, globalisasi di samping memberikan dampak negatif juga memberikan peluang jika dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Pergeseran kekuatan politik dunia dari bipolar menjadi multi-polar pascaperang dingin, telah berdampak pada situasi yang berubah sangat cepat dan sulit untuk diprediksi. Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 telah berdampak luas terhadap solidaritas negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN), karena masing-masing negara anggota lebih mencurahkan perhatian serta upaya-upaya penanggulangan untuk mengatasi krisis di dalam negerinya masing-masing. Perkembangan lingkungan strategis di dalam negeri merupakan indikator mulai bang-kitnya semangat dan tekad daerah untuk membangun daerahnya, se-suai amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

d. Sinergi pengelolaan yang diharapkan

Mengacu pada data faktual dan aktual, baik pengelolaan SKA ha-yati ataupun non-hayati, sumberdaya yang terpulihkan, ataupun yang tidak terpulihkan, maka kondisi sinergi pengelolaan SKA di laut yang diharapkan adalah terwujudnya visi pembangunan kelautan yang me-ngedepankan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Secara keseluruh-an kondisi sinergi pengelolaan yang diharapkan Lubis (2012: 5-8), se-perti berikut.

1) Terwujudnya sinergi antarpemerintah pusat dan daerah yang berbasis kesetaraan

Tingkat sinergi pengelolaan antarpemerintah pusat dan daerah yang diharapkan, adalah kerja sama yang saling menunjang sesuai de-ngan peran dan fungsinya. Adanya tumpang tindih kewenangan yang menjadi kendala dalam optimalisasi pengelolaan, seyogianya diselesai-

Page 237: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

74

kan berdasarkan aturan yang berlaku, namun dalam koridor persatuan dan kesatuan NKRI. Dalam hal ini, konsep kesetaraan dalam pengelo-laan dan pemanfaatan SKA di laut diharapkan akan membangkitkan semangat kebersamaan.

Adanya kesenjangan yang dialami daerah dalam pengalihan kewe-nangan pengelolaan, terutama berkaitan dengan sistem kontrak gene-rasi lama hendaknya diselesaikan secara elegan, di mana kontrak ini harus senantiasa dihormati, namun kepentingan daerah juga harus di-utamakan, sehingga daerahlah yang akan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Kebijakan daerah yang dikeluarkan untuk tujuan pengaturan agar lebih memberikan “win-win solution” hendaknya ti-dak boleh bertentangan dengan isi kontrak yang sudah ditandatangani bersama, hal ini untuk menghindari adanya tuntutan arbitrase akibat perselisihan pelanggaran kontrak.

2) Tercapainya sinergi antarpenerapan teknologi yang bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri

Sinergi penerapan teknologi oleh masing-masing sektor merupa-kan salah satu kunci keberhasilan pembangunan, karena keterpaduan dalam penerapan teknologi pengelolaan akan menghasilkan luaran yang jauh berlipat ganda dibandingkan jika dilaksanakan secara sen-diri-sendiri. Keterpaduan penerapan teknologi ini merupakan cerminan akan tingkat kerja sama ilmiah yang berkualitas akademis.

Kondisi yang diharapkan, adalah sinergi penerapan teknologi yang menyebabkan lepasnya ketergantungan yang tinggi pada negara lain. Penyeragaman penerapan teknologi diharapkan akan mengurangi ke-tergantungan masing-masing sektor terhadap teknologi asing, dengan menggunakan kekuatan teknologi bangsa sendiri yang diharapkan akan terjadi saling keterikatan antarpengguna teknologi, sehingga akan memperkokoh sinergi pengelola.

Selain itu, penggunaan teknologi yang tidak seragam menyebab-kan ketergantungan teknologi asing, baik software maupun hardware, termasuk sparepart. Sebagai contoh, penerapan DOS System IBM com-patible, Machintos, Lynux, dan sebagainya. Hal yang sama dengan pe-nerapan GIS pada peta-peta tematik kelautan akan mempermudah ak-ses dalam memperoleh informasi secara cepat dan akurat. Walaupun

Page 238: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

75

kondisi penguasaan teknologi pengelolaan SKA laut masih belum cu-kup memadai, tetapi upaya-upaya untuk menerapkannya telah mulai dirintis dan dilaksanakan.

Dengan demikian, diharapkan bahwa sinergi penerapan teknologi dalam mengelola SKA di laut ini akan menjadi pengikat sinergitas un-tuk kerja sama lintas sektoral lainnya.

3) Meningkatnya sinergi antarsektor pembangunan terkait yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan

Peningkatan sinergi lintas sektor pembangunan dalam pengelolaan sumber kekayaan laut terutama yang terkait, kompeten dan mempu-nyai kepentingan merupakan harapan yang harus diwujudkan bersama. Kelemahan masa lalu, di mana masing-masing sektor pembangunan melaksanakan pengelolaan SKA di laut hanya bertumpu pada kepen-tingan sektornya saja akan segera dihapuskan dan digantikan dengan konsepsi sinergi lintas sektor pembangunan yang saling terikat, terin-tegrasi, dan saling menunjang.

Diharapkan, sinergi lintas sektoral ini akan menghasilkan hasil lu-aran yang berlipat ganda. Konsepsi “one data for all” merupakan upaya untuk memangkas biaya inventarisasi data kelautan, sehingga dapat di-gunakan secara bersama-sama.

Untuk mencapai harapan terwujudnya peningkatan sinergi penge-lolaan SKA di laut ini, maka perlu wacana yang dapat menampung berbagai kepentingan. Salah satu wacana yang diharapkan, adalah ter-bentuknya semacam lembaga Koordinator atau Dewan Kelautan yang lebih bersifat operasional, sehingga lebih mudah untuk melaksanakan koordinasi dan sinergi secara teknis. Dengan demikian, maka peta ke-kuatan pengelola sumberdaya kelautan ini akan terpetakan secara lebih rinci, sehingga lebih mudah dalam menyusun prioritas perencanaan pe-ngelolaan yang diarahkan pada konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

4) Terjalinnya sinergi antar-stakeholder pengelola SKA yang berbasis saling menguntungkan

Sinergi antar-stakeholder yang bergerak dalam pengelolaan SKA la-ut ini, meliputi investor (pengusaha), pemerintah, dan masyarakat yang

Page 239: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

76

secara langsung menjadi pelaku pengelolaan. Kondisi sinergi antar-sta-keholder pengelola yang diharapkan adalah terwujudnya sinergi antar-stakeholder dalam suatu ikatan kerja sama yang saling menguntungkan dengan konsepsi yang jelas, sistematik, dan terencana.

Dengan demikian, konsepsi kemitraan saling menguntungkan da-pat diterapkan secara menyeluruh, sehingga kegiatan masing-masing stakeholder ini lebih berorientasi pada kepentingan bersama dan saling menunjang dalam wadah konsorsium yang sehat dan dinamis, serta mengikutsertakan seluruh masyarakat kelautan, termasuk organisasi profesi seperti ISOI, HAGI, IAGI, IATMI, MAPIN, PERHAPI, HNI, dan sebagainya.

Kepentingan masyarakat di daerah lebih diprioritaskan dan diarah-kan agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, sehingga de-ngan meningkatnya kesejahteraan masyarakat akan menumbuhkan ke-percayaan masyarakat terhadap stakeholder sebagai bagian dari masya-rakat.

Konsep sinergi antar-stakeholder ini akan memberikan manfaat yang besar bagi para stakeholder dan juga masyarakat akan mendapat-kan manfaat atas kegiatan yang dilaksanakan, baik secara langsung melalui keterlibatan dalam kegiatan pengelolaan ataupun secara tidak langsung melalui hasil-hasil pembangunan di daerah.

5) Terbinanya sinergi antarpengelolaan wilayah garapan/wilayah kerja yang berwawasan lingkungan

Sinergi pengelolaan wilayah garapan SKA di laut masih menjadi persoalan berkepanjangan, karena wilayah pengelolaan SKA di laut melibatkan wilayah perairan yang relatif sangat luas dan sulit dikadas-terkan43). Sebagai contoh, wilayah pengelolaan perikanan tangkap (sembilan wilayah kadaster) atau wilayah garapan hayati, terutama ikan tangkap memperlihatkan wilayah yang selalu tumpang-tindih, ka-rena dinamisnya pergerakan ikan-ikan tangkap tersebut. Hal ini terjadi karena wilayah penangkapan ikan ini biasanya dinamis tergantung dari posisi kelompok ikan yang menjadi sasaran penangkapan.

43) dipilah-pilah sebagai peta tematik

Page 240: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

77

Dengan demikian, penangkapan ikan secara operasional tidak da-pat dibatasi oleh batas wilayah garapan, karena merupakan SKA di la-ut yang dinamis. Sebaliknya, wilayah kerja pengelolaan, seperti pasir timah, kromit, “mineral hidrotermal” atau “gas biogenik” di dasar laut dibatasi oleh wilayah kerja yang statis dan menetap.

Sinergi pengelolaan wilayah garapan menyangkut wilayah andal-an, yaitu yang mempunyai potensi SKA non-hayati, seperti migas dan sumberdaya mineral dasar laut juga tidak terlepas dari batas wilayah garapan/wilayah kerja, namun karena sifat keberadaan potensi non-ha-yati ini statis, maka dapat secara tegas dipetakan batas-batasnya pada peta wilayah kerja.

Namun demikian, dalam kegiatan pengelolaan SKA di laut harus senantiasa memelihara pelestarian lingkungan laut. Wilayah konserva-si yang merupakan wilayah garapan yang terlarang untuk dimanfaat-kan dan wilayah pengelolaan tradisional yang dikelola penduduk seca-ra tradisional, diharapkan mempunyai kebijaksanaan tersendiri, karena pemanfaatannya terbatas pada kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga harus mendapat prioritas tersendiri. Dengan demikian, sinergi pengelo-laan SKA di laut ini, diharapkan oleh Lubis (2012: 9), akan menghasil-kan luaran yang signifikan, terutama memberikan peran yang lebih le-luasa pada pemerintah daerah dan stakeholder dalam memanfaatkan SKA di laut, namun dengan tetap memperhatikan konsep pembangun-an berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup.

Dalam hal ini, nuansa konsepsi sinergi antarpengelola SKA di laut ini lebih ditekankan pada peran pemerintah sebagai regulator dan fasi-litator untuk memprakarsai peningkatan berbagai kerja sama antarber-bagai komponen pengelola SKA di laut, terutama antarpemerintah pu-sat dan daerah, lembaga kompeten, stakeholder, dan masyarakat kelaut-an. Tentu saja dalam implementasinya diperlukan berbagai regulasi se-bagai payung hukum, sehingga sinergi dapat dilaksanakan tanpa ham-batan legitimasi.

5. Sungai

Air hujan yang turun dari awan itu, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian diserap oleh serasah dan lapisan humus yang terletak di ba-

Page 241: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

78

wah permukaan tanah dan sisanya mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, rawa, dan laut. Air yang terserap oleh se-rasah dan humus tersimpan sebagai cadangan dan akan mengatur pengaliran/penggunaan air simpanan itu secara alami. Sedang air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan ke luar sebagai “mata air” atau “thuk” (bahasa Jawa). Mata air inilah, menurut Thohir (1991: 176), merupakan sumber air dari sungai.

Sungai merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Ribuan tahun yang lalu, kota-kota be-sar di dunia berawal dari sebuah peradaban di sepanjang sungai, seper-ti Kairo dengan sungai Nil-nya, New Delhi dengan sungai Gangga-nya, dan Paris dengan sungai Seine‐nya. Fungsi sungai sebagai sumber air dan sarana transportasi, adalah sebagian alasan mengapa memba-ngun sebuah kota dimulai dari pinggiran sungai. Indonesia dikaruniai jumlah sungai yang cukup banyak dan bervariasi akibat adanya distri-busi hujan berpola musiman dan kondisi geologi yang berbeda-beda. Kondisi inilah yang menurut Purwasasmita (2012: 1), juga dimanfaat-kan oleh para pendahulu dalam membangun komunitas dan peradaban-nya, sebut saja Jakarta dengan sungai Ciliwung‐nya, Tangerang de-ngan sungai Cisadane‐nya, Palembang dengan sungai Musi-nya, dan Bandung dengan sungai Citarum-nya.

Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berba-gai aktivitas yang berhubungan dengan SDA, pada saat ini sungai telah mengalami penurunan fungsi yang ditandai dengan adanya penyempit-an, pendangkalan, dan pencemaran sungai. Sebagai gambaran, tekanan manusia terhadap hulu sungai Citarum Jabar telah menimbulkan laju sedimentasi sebesar 10 juta m3 per tahun (Dishut Jabar, 2011). Gam-baran lain di Waduk Jatiluhur juga sudah mengkhawatirkan, data Jasa Tirta II menunjukkan, jumlah air yang tersedia di bendungan itu hanya 2,98 miliar m3. Sedangkan kebutuhan air mencapai 3,63 miliar m3. Ja-di, defisit air mencapai 0,65 miliar m3.

a. Tata pengelolaan sungai

Sumberdaya air merupakan nikmat Tuhan YME yang tidak ternilai harganya. Seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi memerlu-

Page 242: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

79

kannya sebagai salah satu sumber kehidupan. Seiring perjalanan wak-tu, ketika populasi manusia kian hari kian bertambah, kebutuhan akan air pun kian meningkat. Tapi di sisi lain, ketersediaan sumberdaya air justru semakin berkurang.

Untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya air dan kebutuhan masyarakat akan air, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Mengingat vitalnya keberadaan sumberdaya air, UU ini mengamanatkan, bahwa sumber-daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar-nya kemakmuran rakyat.

Dengan dasar penguasaan tersebut, negara mengatur tentang hak guna air. Bagi perseorangan yang menggunakan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk keperluan pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi, dapat memperoleh hak guna air se-luas-luasnya tanpa harus memiliki izin. Hak guna pakai air memerlu-kan izin, menurut Tasbul (2012: 1-2), apabila: (1) cara menggunakan-nya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air; (2) dituju-kan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar; atau (3) digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 7 tahun 2004, lanjut Tasbul (2012: 2), pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. PP ini mengatur mengenai ruang sungai, pengelolaan sungai, perizinan, sistem informasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana sumberdaya air yang lain, sungai juga dikuasai oleh ne-gara dan merupakan kekayaan negara. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tuju-an untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

PP itu juga dalam penjelasan umumnya mengungkapkan, bahwa untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu dikenda-likan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan berkelanjutan an-tara fungsi sungai dan kehidupan manusia. Hal yang menarik dalam batang tubuh PP ini, menurut Purwasasmita (2012: 2), adalah pada Pa-sal 74 yang berbunyi: “dalam rangka memberikan motivasi kepada

Page 243: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

80

masyarakat agar peduli terhadap sungai, tanggal ditetapkannya PP ini ditetapkan sebagai Hari Sungai Nasional.”

Dengan demikian, peringatan Hari Sungai Nasional pada tahun 2012 yang jatuh pada tanggal 27 Juli menjadi peringatan pertama kali sesuai dengan mandat PP tersebut. Tentu saja gerakan kepedulian ter-hadap sungai tidak hanya diselesaikan melalui peringatan ini saja, te-tapi masyarakat sebagai pemanfaat sungai perlu diajak mengenali per-masalahan, keterbatasan, dan manfaat pengelolaan sungai secara leng-kap dan benar, sehingga dapat tumbuh kesadaran untuk ikut berparti-sipasi mengelola sungai. Keterlibatan partisipasi masyarakat yang pa-ling nyata, adalah gerakan peduli sungai dengan program perlindungan alur sungai dan pencegahan pencemaran sungai yang dilakukan oleh masyarakat (Penjelasan PP Nomor 38 Tahun 2011).

b. Perizinan, kewajiban, dan sanksi pengelolaan sungai

Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wa-jib memperoleh izin. Kegiatan dimaksud meliputi: (a) pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai; (b) pelaksanaan konstruksi yang meng-ubah aliran dan/atau alur sungai; (c) pemanfaatan bantaran dan sem-padan sungai; (d) pemanfaatan bekas sungai; (e) pemanfaatan air su-ngai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat da-lam sistem irigasi yang sudah ada; (f) pemanfaatan sungai sebagai pe-nyedia tenaga air; (g) pemanfaatan sungai sebagai prasarana transpor-tasi; (h) pemanfaatan sungai di kawasan hutan; (i) pembuangan air lim-bah ke sungai; (j) pengambilan komoditas tambang di sungai; dan (k) pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau ja-ring apung.

Kewenangan pemberian izin untuk masing-masing kegiatan terse-but di atas berbeda-beda. Perizinan untuk kegiatan pada ruang sungai yang yang disebutkan, mulai dari huruf a sampai dengan huruf f dibe-rikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ke-wenangannya. Sedangkan izin huruf g diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat re-komendasi teknis dari pengelola sumberdaya air. Selanjutnya, izin se-

Page 244: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

81

bagaimana dimaksud huruf h diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam bentuk Izin Usaha Peman-faatan Jasa Lingkungan pemanfaatan aliran air dan pemanfataan air sete-lah mendapat rekomendasi teknis dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan, kecuali untuk kawasan hu-tan yang pengelolaannya telah dilimpahkan ke BUMN di bidang kehu-tanan. Izin sebagaimana dimaksud dalam huruf i dan huruf j diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-dangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber-daya air. Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi-dang perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang-an, berwenang mengeluarkan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf k, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumberdaya air.

Pemegang izin kegiatan pada ruang sungai diwajibkan untuk: (1) melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai; (2) melin-dungi dan mengamankan prasarana sungai; (3) mencegah terjadinya pencemaran air sungai; (4) menanggulangi dan memulihkan fungsi su-ngai dari pencemaran air sungai; (5) mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai; dan (6) memberi-kan akses terhadap pelaksanaan pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pemeriksaan.

Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban-kewa-jibannya dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain dikenai sanksi administratif, apabila pelaksanaan kegiatan pada ruang sungai yang dilakukan oleh pemegang izin menimbulkan: (1) kerusakan pada ruang sungai dan/ atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau per-baikan atas kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau (2) kerugian pa-da masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang dialami masya-rakat.

Pada saat PP ini mulai berlaku, setiap izin pemanfaatan sungai te-tap berlaku sampai dengan berakhirnya izin. Sedangkan permohonan izin pemanfaatan sungai yang sedang dalam proses wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam PP ini. Dan pada saat PP ini mulai berlaku, PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik In-

Page 245: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

82

donesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sedang-kan semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepan-jang tidak bertentangan dengan PP ini.

6. Danau

Danau terbentuk melalui berbagai cara; ada karena peristiwa vulka-nik, patahan di permukaan bumi, tikungan sungai, dan lain-lain. Di In-donesia, kedalaman danau (bagian tengah) antara 3–10 m; sementara ciri khas dari danau, ialah ketenangan air, air danau seolah-olah tak mengalir, dan debit air tak banyak berubah, jika dibandingkan sifat de-bit air sungai. Sifat-sifat itu, menurut Thohir (1991: 190), besar penga-ruhnya atas kehidupan di danau.

a. Danau dan lingkungan hidupnya

Ketika danau terbentuk, keadaan airnya jernih; bahan organik yang dikandungnya sedikit; kerapatan tumbuhan dan hewan rendah; suhu air tidak tinggi, karena sinar matahari dapat menembus air hingga dalam berkat kejernihan air; bahan makanan di danau sedikit, tetapi kaya akan oksigen. Danau yang demikian keadaannya adalah danau yang kurang mengandung makanan; danau semacam ini, disebut oleh Thohir (1991: 190) sebagai danau oligotrof (danau yang sedikit me-ngandung makanan). Jenis-jenis hewan (ikan) dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan penghuni dari danau dengan sendirinya, adalah he-wan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat menyesuaikan dengan lingkungan air yang jernih, cukup dingin, dan sedikit makanan. Aki-batnya, di permukaan air terjadi kekurangan unsur-unsur kimia yang penting bagi organisme hidup, yaitu zat fosfor, nitrogen, dan kalsium.

Danau “oligotrof” ini, kecuali kalau danau itu memang tetap keku-rangan makanan dan atau memang sangat dingin, lama-kelamaan akan menunjukkan peningkatan aktivitas biologis. Atau dengan kata lain, pada permukaan air danau akan penuh dengan ganggang, fitoplankton, zooplankton, dan sampah organik. Air lambat-laun menjadi keruh; si-nar matahari kurang mampu lagi untuk menembus air hingga lapisan dalam, dengan akibat proses fotosintesis terbatas pada permukaan air.

Page 246: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

83

Aktivitas biologis yang makin meningkat menyebabkan makin me-ningkatnya produksi sampah bahan-bahan organik. Sampah-sampah ini akhirnya mengendap di dasar danau dengan akibat berkurangnya kedalaman. Dengan adanya pengaliran air sungai ke danau yang mem-bawa lumpur dan sebagainya, proses pendangkalan danau makin di-percepat. Kegiatan biologis, khususnya di tepi danau yang dangkal, makin meningkat; keanekaragaman kehidupan pun bertambah; kesu-buran danau lebih tinggi daripada saat terbentuknya, namun belum mencapai kesuburan optimal. Danau dengan kesuburan “setengah-te-ngah” ini, dinamakan oleh Thohir (1991: 191) sebagai danau mesotrof.

Kesuburan danau tidak berhenti pada saat danau dalam keadaan “mesotrof”; kesuburan danau lambat-laun mencapai titik kesuburan optimal atau mencapai titik “eutrof”; permukaan danau penuh dengan bahan-bahan makanan yang dapat berkembang dari keanekaragaman kehidupan biologis di permukaan danau. Pada saat danau akan menca-pai kesuburan optimal, justru pada saat ini kehidupan biologi menurun dan mengarah pada kemusnahan. Jika keadaannya sudah demikian, maka danau itu sudah dalam keadaan “distrof” (mati).

Pada keadaan distrof, jumlah bahan organik yang tertumpuk di da-sar danau tak dapat dimineralisir (dibusukkan) keseluruhannya, karena kurang cukupnya oksigen. Tumbuh-tumbuhan air (tumbuhan akuatik), kurang atau bahkan tidak mampu lagi memprodusir oksigen yang jum-lahnya cukup dapat untuk membusukkan bahan-bahan organik yang berada di dasar danau. Selain itu, tumbuh-tumbuhan itupun akan me-nurun keaktifan biologisnya; danau menjadi mati. Dengan matinya da-nau, lahirlah komunitas baru, yaitu komunitas daratan.

Dari contoh yang disajikan Thohir (1991: 192) di atas jelas, bahwa jika ingin mempergunakan danau sebagai tempat pemeliharaan ikan secara alami, perlu diketahui lebih dahulu jenis-jenis ikan mana yang dapat hidup dalam danau itu. Pengalaman menunjukkan, bahwa untuk memperoleh produksi ikan secara optimal di suatu danau, ialah meme-lihara berbagai jenis ikan, walaupun jenis-jenis ikan itu akan bersaing satu sama lain.

Kemanfaatan danau bagi kehidupan manusia cukup banyak; air da-nau dapat dipergunakan sebagai air minum, pengairan lahan pertanian,

Page 247: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

84

penggerak tenaga listrik; selain itupun danau acapkali dipergunakan sebagai tempat pemandian, rekreasi (olahraga air), dan sarana lalu lin-tas air. Namun, sebagai air irigasi lahan pertanian, air danau yang ku-rang mengandung lumpur kurang dapat menambah kesuburan tanah, bahkan penggunaan air miskin secara berlebihan dapat mencuci tanah subur, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah.

Danau – dengan adanya peningkatan penggunaannya – sering juga tercemar; pencemaran datangnya dari perahu-perahu/kapal-kapal yang membuang minyak, dan lain-lain ke danau; para pengunjung pemandi, olahragawan tak kalah peranannya dalam pencemaran air danau. Ak-hirnya, yang memegang ‘kejuaraan dalam perlombaan’ pencemaran air danau, adalah sungai-sungai yang bermuara di danau; air sungai-su-ngai ini membawa lumpur, limbah, dan sebagainya berasalkan dari tempat-tempat pemukiman, industri, dan lain-lain.

b. Strategi pengelolaan danau

Strategi-strategi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan danau, mencakup lingkup pengelolaan, strategi kelembagaan dan implementa-sinya, serta program dan pendekatan pengelolaan danau.

1) Lingkup pengelolaan danau

Lingkup kesatuan wilayah ekosistem perairan danau meliputi ba-dan air danau dan lingkungan di kawasan daerah tangkap airnya, se-hingga sistem pengelolaan lingkungan perairan danau harus merupa-kan bagian dari sistem pengelolaan sungai. Sebagai contoh, dalam pe-ngembangan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan, FAO (dalam Setiapermana, 2011: 1-2) menyarankan untuk membagi wilayah pe-ngelolaan kawasan wilayah sungai ke dalam tiga klaster, yaitu penge-lolaan kawasan pedesaaan, pengelolaan kawasan sub-DAS atau klaster orde sungai, serta pengelolaan DAS secara keseluruhan. Mengikuti konsep demikian, pengelolaan lingkungan perairan danau dapat ditem-patkan pada konteks pengelolaan kawasan perdesaan atau kawasan sub-DAS, di mana keterlibatan masyarakat lokal sangat diperlukan se-bagai subjek sekaligus juga objek dari pengelolaan itu sendiri meng-ikuti aturan-aturan pengelolaan yang lebih luas di tingkat DAS secara keseluruhan.

Page 248: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

85

Berdasarkan cara pandang perairan danau sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masya-rakat umum secara berkelanjutan menempatkan kepentingan sektor-sektor sebagai matrik sasaran pengelolaan dengan sektor lingkungan sebagai faktor pengikatnya. Dengan demikian, pengelolaan perairan danau juga harus meliputi upaya-upaya koordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau.

Informasi dan pengetahuan mengenai ekosistem perairan danau, meliputi struktur komponen dan proses ekologi serta sosial ekonomi masyarakat sangat diperlukan, baik untuk menentukan batasan daya dukung lingkungan maupun untuk penetapan nilai kepentingan setiap sektor yang terlibat.

2) Strategi kelembagaan dan implementasinya

Strategi kelembagaan pada dasarnya untuk mendorong pengem-bangan kelembagaan pengelolaan perairan danau yang bersifat partisi-patif. Peran pemerintah melalui kementerian atau dinas, misalnya DPU atau Balai Pengelola Wilayah Sungai sangat diharapkan untuk bertin-dak sebagai fasilitator pengembangan kelembagaan pengelolaan parti-sipatif tersebut.

Setiapermana (2011: 2-3) menguraikan lima langkah yang harus dilakukan di dalam strategi kelembagaan ini, yakni: (1) pembentukan forum untuk pertemuan-pertemuan koordinatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk penyusunan kerangka kelembagaan, me-liputi visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi-strategi pengelolaan, ter-masuk di dalamnya program-pogram implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pertemuan demikian juga ha-rus menyepakati bentuk kelembagaan serta yang akan dibentuk beserta struktur organisasi di dalamnya; (2) memperjuangkan aspek legal ke-sepakatan pengelolaan yang telah ditetapkan untuk dijadikan UU, PP, atau perda yang bersifat mengikat; (3) untuk implementasi kebijakan serta strategi pencapaian sasaran selanjutnya disusun master plan kawa-san perairan danau. Penyusunan ini juga memerlukan keterlibatan ma-syarakat, pemangku kepentingan, serta pemerintah, ditambah tenaga-tenaga ahli terkait yang dapat memberikan masukan-masukan informa-

Page 249: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

86

si untuk pengambilan keputusan yang akurat. Suatu tim ad hoc perlu di-bentuk untuk maksud tersebut, dan karena memerlukan dana yang cu-kup besar kegiatan penyusunan master plan kawasan danau ini sebaik-nya difasilitasi oleh pemerintah. Penetapan zona-zona peruntukan yang telah disusun diharapkan dapat menjadi acuan utama dalam penyu-sunan master plan kawasan danau ini. Master plan selanjutnya harus di-gunakan sebagai dasar pengembangan kawasan perairan danau; (4) pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi peraturan-per-aturan pengelolaan danau, pencerahan aspek fungsi lingkungan danau, informasi teknolgi penangkapan, pengolahan hasil tangkap, dan status terkini pasar, serta pelaksanaan insentif pembangunan masyarakat ber-basis sumberdaya perairan danau yang berkelanjutan; dan (5) pe-ngembangan sistem monitoring dan evaluasi lingkungan danau yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan danau. Data dan informasi tentang lingkungan danau, meliputi aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sangat penting untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan danau. Demikian juga keterbukaan akses data dan informasi tersebut melalui suatu sistem informasi sangat penting untuk pemberdayaan masyarakat serta masukan-masukan ilmiah serta ke pemerintahan yang baik.

Kecenderungan pengelolaan lingkungan perairan secara berkelan-jutan yang populer saat ini, adalah yang bersifat co-management atau partisipatif, yaitu sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator, sementara prakarsa-prakarsa tindak-an pengelolaan diserahkan kepada masyarakat dan para pemangku ke-pentingan melalui mekanisme permusyawarahan.

Selanjutnya Setiapermana (2011: 3-4) menjelaskan empat hal yang penting diperhatikan dalam implementasi pengelolaan partisipatif ter-sebut, yakni: (1) keberadaan masyarakat lokal/nelayan berdasar kepen-tingan dan kapasitas yang dimiliki didorong untuk menjadi pelaku ak-tif dalam implementasi sistem pengelolaan, termasuk di dalamnya upa-ya pendanaan sistem pengelolaan, sehingga dapat bersifat mandiri; (2) mekanisme pemecahan konflik kepentingan melalui forum musyawa-rah dan pengembangan kriteria-kriteria pengelolaan sumberdaya per-airan danau yang disepakati oleh semua fihak; (3) keberadaan pemerin-

Page 250: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

87

tah untuk mengakomodasi dan fasilitas aspek legal sistem pengelolaan yang disepakati melalui pembentukan peraturan-peraturan pemerintah dan penegakan hukum, serta insentif atau bantuan lain; dan (4) badan air danau merupakan bagian integral dari sistem aliran sungai secara keseluruhan, sehingga sistem pengelolaan perairan danau harus meru-pakan bagian dari kesatuan pengelolaan wilayah aliran sungai secara terpadu.

3) Program dan pendekatan pengelolaan

Program penyelamatan danau merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pesisir. Danau me-rupakan SDA yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Se-cara ekologis danau merupakan habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara ekonomi danau merupakan sumber mata pencaharian petani dan nelayan di sekitarnya, juga ber-fungsi sebagai sarana transportasi dan objek wisata.

Dalam upaya penyelamatan danau, Setiapermana (2011: 4) menya-rankan perlunya melakukan kajian lingkungan eksternal dan internal, sehingga upaya yang dilakukan tersebut efektif dalam mencapai sa-saran. Kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal dan internal per-lu dianalisis, sehingga dapat diketahui dampak penting ditimbulkan dan dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin dapat di-lakukan.

Pelaksanaan program, lanjut Setiapermana (2011: 4), dapat dilaku-kan berdasarkan tiga pendekatan, yakni: (1) pendekatan ilmiah, dalam setiap kegiatan diterapkan inovasi teknologi untuk memecahkan masa-lah; (2) pendekatan partisipatif, masyarakat terlibat langsung dalam pe-laksanaan program dengan pengawalan dan pengawasan dari instansi terkait; dan (3) pendekatan integratif dan koordinatif, program dilaku-kan secara terpadu oleh berbagai stakeholder.

Page 251: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

88

Page 252: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

Perumahanan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan ngejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikiangai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis

mahan dan permukiman, menjadi tapkandalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaramahan dan permukiman

a. Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia

mahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan me

BAB V

Akses Manusia pada Lingkungan Buatan

ADA bab ini akan dikaji pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan buatan dimaksud,

mencakup perumahan dan permukiman, industri, bisnis dan perkantoran, lingkungan produksi, dan lingkungan pendidikan.

1. Perumahan dan

Perumahan dan permukiman, selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian, upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis (BKP4N, 2002: 1

Dengan demikian, maka perkembangan, isu, dan masalah perumahan dan permukiman, menjadi sebuah kebijakan strategis yang ditetapkan BKP4N (2002: 10-15), yang dimaksudkan sebagai pedoman di dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaramahan dan permukiman.

Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia

Sampai menjelang berakhirnya abad ke-20, pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan me

89

Akses Manusia pada Lingkungan

ini akan dikaji pengelolaan lingkungan buatan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidup. Di mana, lingkungan buatan dimaksud,

industri, bisnis dan kungan pendidikan.

Perumahan dan Permukiman

selain merupakan salah satu kebutuh-an dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan

kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pe-ngejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditan-dai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermar-tabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan de-

upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman seba-gai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia

BKP4N, 2002: 1-2). , isu, dan masalah peru-

sebuah kebijakan strategis yang dite-dimaksudkan sebagai pedoman di

dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaraan peru-

Perkembangan penyelenggaraan perumahan dan permukiman

20, pembangunan peru-mahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan me-

Page 253: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

90

lalui kebijakan pembangunan perumahan massal yang dikenal sebagai pola pasokan. Pola pasokan tersebut diawali dengan penugasan ke Pe-rum Perumnas untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974, dan kemudian juga dikembangkan oleh para pengembang swasta yang juga melayani masyarakat golongan berpenghasilan menengah ke atas. Namun demikian, diakui masih terdapat sekitar 85% perumahan yang diupayakan sendiri oleh masyarakat secara informal.

Sektor perumahan dan permukiman telah menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Investasi di sektor pe-rumahan ± 2–8% dari PDB. Kontribusi investasi perumahan terhadap PDB tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Peran penting sektor perumah-an dan permukiman dalam pembangunan perekonomian nasional, ter-utama terkait dengan efek multiplier yang dapat diciptakan, baik terha-dap penciptaan lapangan kerja maupun pendapatan nasional, yang di-timbulkan oleh setiap investasi yang dilakukan di sektor perumahan.

Efek investasi di sektor perumahan atas penciptaan lapangan kerja di Indonesia adalah setiap miliar rupiah yang diinvestasikan di bidang perumahan dapat menghasilkan ± 105 orang-tahun pekerjaan secara langsung, sedangkan multiplier pekerjaan secara tidak langsung ± 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan nasio-nal di Indonesia ± 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar rupiah investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar Rp1,7 miliar.

Pada akhir abad ke-20 keterpurukan perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak dapat terelakkan, dan hal ini kemudian berdampak pa-da merosotnya kemampuan finansial pemerintah, dunia usaha, dan ma-syarakat termasuk di dalam menyelenggarakan perumahan dan permu-kiman, serta yang sekaligus juga berdampak pada kinerja sektor peru-mahan dan permukiman, yang sebenarnya dapat berperan sebagai salah satu lokomotif kebangkitan ekonomi nasional.

Selanjutnya seiring dengan perubahan kondisi sosial politik yang di antaranya mengamanatkan desentralisasi di dalam penyelenggaraan tugas pembangunan, maka penyelenggaraan perumahan dan permu-kiman mulai menerapkan secara lebih intensif pola pembangunan yang

Page 254: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

91

terdesentralisasi. Hal ini sebetulnya sangat sejalan dengan karakteristik persoalan perumahan dan permukiman yang memang khas lokal kon-tekstual, serta kondisi pengembangan potensi kemampuan masyarakat di dalam merespons persoalan di bidang perumahan dan permukiman yang semakin memadai, di samping sangat sesuai dengan tuntutan ke-bijakan pembangunan nasional dan perundang-undangan yang mene-kankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata dan bertang-gung jawab.

b. Isu strategis perumahan dan permukiman

Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di In-donesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan pemerintah di dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada, dengan tiga isu berikut.

1) Isu kesenjangan pelayanan

Isu kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang un-tuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang peru-mahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Di samping itu, adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relatif masih belum sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan keberpihakan pada kepentingan ma-syarakat secara keseluruhan.

Oleh karenanya, ke depan perlu dikembangkan kepranataan dan instrumen penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih berorientasi pada kepentingan seluruh lapisan masyarakat secara ber-keadilan sosial; peningkatan dan pengembangan kapasitas profesional, baik bagi aparat pemerintah pusat dan daerah maupun bagi pelaku pembangunan permukiman lainnya; dan pengembangan fungsi, sistem dan jejaring informasi, serta diseminasi mengenai hidup bermukim yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.

2) Isu lingkungan hidup

Isu lingkungan hidup pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industriali-sasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumberdaya dan teknologi

Page 255: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

92

yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, keti-dakmampuan memelihara dan memperbaiki lingkungan permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman, baik secara fungsional lingkungan, maupun visual wujud lingkungan, merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman yang se-hat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.

Isu tersebut juga menjadi lebih berkembang dikaitkan dengan be-lum diterapkannya secara optimal pencapaian standar pelayanan mi-nimal perumahan dan permukiman yang berbasis indeks pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah.

3) Isu manajemen pembangunan

Isu manajemen pembangunan umumnya muncul karena dipenga-ruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang te-lah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk peru-mahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Di samping itu, terjadinya proses marjinalisasi sek-tor lokal oleh sektor nasional dan global juga berdampak potensial ter-hadap meningkatnya kemiskinan serta tersisihnya komunitas informal setempat, berikut terbatasnya peluang usaha. Urbanisasi di daerah yang tumbuh cepat juga merupakan tantangan bagi pemerintah untuk men-jaga agar pertumbuhannya lebih merata, termasuk dalam upaya peme-nuhan kebutuhan perumahan dan permukiman.

Dengan demikian, pengelolaan pembangunan perumahan dan per-mukiman harus memungkinkan berkembangnya prakarsa masyarakat melalui mekanisme yang dipilihnya sendiri. Di pihak lain kemampuan membangun perumahan dan permukiman oleh komunitas harus dires-pons secara lebih tepat oleh pemerintah di dalam kerangka tata peme-rintahan yang baik, sehingga kebutuhan akan identitas lokal masih te-tap dapat terjaga di dalam kerangka pembangunan perumahan dan per-mukiman yang lebih menyeluruh.

c. Permasalahan perumahan dan permukiman

Permasalahan secara umum bidang perumahan dan permukiman di Indonesia yang ada pada saat ini, seperti berikut.

Page 256: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

93

1) Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan

Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan per-mukiman ini, disebabkan: (a) secara umum sistem penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman masih belum mantap, baik di ting-kat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi SDM, organisasi, tatalaksana, dan dukungan prasarana serta sarananya; (b) belum man-tapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan ren-dah. Kapasitas pemerintah daerah juga masih relatif terbatas untuk da-pat melaksanakan secara efektif penyelenggaraan administrasi perta-nahan yang memadai, yang dapat menjamin kecukupan persediaan la-han, yang dapat mengembangkan pasar lahan secara efisien dan pe-manfaatan lahan yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang pada lahan, terutama bagi penduduk yang difabel, perempuan dan kelompok yang rentan, dan yang mampu memfasilitasi akses pada lahan dan keamanan status kepemilikan bagi seluruh kelompok masyarakat; dan (c) belum efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses perizinan pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas ta-nah yang masih memprihatinkan, relatif mahal dan kurang transparan; belum adanya standarisasi dokumen KPR, seleksi nasabah, penilaian kredit, dan dokumen terkait lainnya; dan proses sita jaminan yang ma-sih berlarut-larut. Kondisi ini ikut mempengaruhi ketidakpastian pasar perumahan, serta sistem dan mekanisme pembiayaan perumahan. Un-tuk lebih menjamin pasar perumahan yang efisien, perlu dihindari in-tervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi per-mintaan akan perumahan, dan membuat instrumen yang fleksibel un-tuk regulasi perumahan, termasuk pasar sewa perumahan dengan mengingat kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat yang rentan.

2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan

Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau, seperti: (a) tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat diimbangi, karena terbatasnya ke-mampuan penyediaan, baik oleh masyarakat, dunia usaha, maupun pe-merintah. Secara nasional kebutuhan perumahan masih relatif besar,

Page 257: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

94

sebagai gambaran status kebutuhan perumahan pada tahun 2000, meli-puti: 1) kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) ± 4,3 juta unit rumah, 2) pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap tahunnya ± 800 ribu unit rumah; serta 3) kebutuhan peningkatan kualitas perumahan yang tidak memenuhi persyaratan layak huni ± 13 juta unit rumah (25%); (b) ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta me-menuhi standar lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan). Hal ini disebabkan terbatasnya akses ter-hadap sumberdaya kunci termasuk informasi, terutama yang berkaitan dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan; dan (c) belum terse-dianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang menye-babkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan. Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelom-pok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih perlu diman-tapkan, baik melalui mekanisme pasar formal maupun melalui meka-nisme perumahan yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat. Mo-bilisasi sumber pembiayaan perumahan masih harus diefektifkan de-ngan mengintegrasikan pembiayaan perumahan ke dalam sistem pem-biayaan yang lebih luas dan memanfaatkan instrumen yang ada atau mengembangkan instrumen baru untuk lebih memperhatikan kebutuh-an pembiayaan bagi penduduk yang mempunyai keterbatasan akses kredit.

3) Menurunnya kualitas lingkungan

Menurunnya kualitas lingkungan permukiman, untuk: (a) secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih terbatas dan belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan mau-pun sebagai kawasan permukiman yang berkelanjutan. Masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olahraga, tempat usaha dan perdagangan secara terbatas, fasilitas sosial dan fasilitas umum, di samping masih adanya keterbatasan di bidang prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sani-tasi, dan pengelolaan limbah; (b) secara fisik lingkungan, masih ba-

Page 258: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

95

nyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah mele-bihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, menghadapi dampak kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, serta ma-salah keterpaduannya dengan sistem prasarana dan sarana, baik di per-kotaan maupun di perdesaan. Dampak dari semakin terbatas atau me-nurunnya daya dukung lingkungan, di antaranya dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh per tahunnya, sehingga luasnya seperti pada tahun 2000 telah mencapai ± 47.500 ha yang tersebar tidak ku-rang dari 10.000 lokasi. Adanya perubahan fungsi lahan untuk meng-akomodasi kebutuhan perumahan dan permukiman serta proses urbani-sasi juga tidak selalu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk dari keanekaragaman hayati. Secara non-fisik lingkungan, pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman juga tidak selalu mengantisipasi potensi timbulnya kesenjangan dan kerawanan sosial; dan (c) secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan kurang positif, di mana sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang baik dan benar. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara berlanjut dijaga penata-annya, sehingga secara potensial dapat menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan permukiman yang spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan aset budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.

Rumusan kebijakan dan strategi tersebut diharapkan realistis, de-ngan mengkaitkannya kebijakan ekonomi makro, sosial, demografi, lingkungan, dan kebudayaan. Di samping itu, implementasinya mendo-rong pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, pe-meliharaan dan rehabilitasi perumahan dan permukiman di perkotaan dan perdesaan, serta telah mengadopsi dan melaksanakan pendekatan lintas sektoral dan desentralisasi.

2. Industri

Di negara-negara maju, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat di mana kehidupan telah lama berada dalam tingkat industri,

Page 259: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

96

yang orang-orang telah menamakan masyarakatnya sebagai “masyara-kat industri.” Masyarakat-masyarakat lain yang belum memiliki ting-kat kehidupan industri, dinamakan “masyarakat agraris.” Masyarakat industri nyatanya menyeret masyarakat agraris juga ke masyarakat in-dustri. Baik dalam bidang sosial budaya, sosial ekonomi, maupun bi-dang teknologis, nampaknya masyarakat agararis atau masyarakat yang sedang berkembang dipengaruhi juga oleh masyarakat industri (Thohir, 1991: 120; lihat juga Palar, 1994: 19; atau Amsyari, 1986: 55).

Karena itu, Thohir (1991: 120-121) mengharuskan untuk mengeta-hui lebih dahulu pengaruh kehidupan masyarakat industri atas ling-kungan hidupnya, bila ingin mengetahui juga pengaruh masyarakat ag-raris yang sedang berkembang atas lingkungan hidupnya.

Dan guna memperoleh gambaran yang jelas dan mudah dipahami, maka kajian atas akses manusia pada lingkungan buatan, khususnya di bidang industri, dibagi seperti berikut.

a. Industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-negara maju atau negara industri

Thohir (1991: 126) menguraikan dua peristiwa utama dalam kait-annya dengan industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-ne-gara maju atau negara industri dalam kerangka perubahan-perubahan struktur dan ekosistem lingkungan hidup di dalam dan di luar kota-ko-ta besar di negara industri.

1) Perubahan struktur dan ekosistem lingkungan hidup di kota-kota besar dari negara-negara industri

Sejak diketemukannya mesin uap oleh James Watt, sejak waktu itu berkembanglah proses industrialisasi. Perkembangan ini, menurut Thohir (1991: 126-127), karena adanya: (1) mekanisasi dan otomatisa-si proses-proses produksi; (2) penyaluran sumber energi mobil, minyak bumi, elektrisitet, dan lain-lain; (3) transportasi modern, seperti kereta api, kapal sungai dan laut, mobil, dan pesawat terbang yang disertai dengan perluasan jaringan-jaringan lalu lintas; (4) konsentrasi proses-proses produksi di pabrik-pabrik; dan (5) perkembangan iptek secara menakjubkan.

Page 260: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

97

Akibat daripada industrialisasi, yang dipelopori oleh Inggris kemu-dian disusul oleh Jerman, Prancis, Amerika Serikat, dan lain-lain nega-ra maju, maka terjadilah: (1) perubahan dalam bidang pertanian, seper-ti pengaturan hak-hak tanah, sistem pertanian, mekanisasi dan perbaik-an keteknikan, perubahan struktur usahatani, penggunaan pupuk pab-rik, dan obat-obatan; (2) berkembangnya kota-kota yang menyebabkan timbulnya urbanisasi; (3) perubahan yang sangat fundamental, seperti lahirnya “masyarakat industri” di samping “masyarakat agraris,” tim-bulnya “masyarakat pengusaha” dan “masyarakat pelayan jasa-jasa,” dan lain-lain; (4) timbulnya masalah-masalah kota besar, seperti masa-lah “humanecology” (ekologi kemanusiaan), sosial-higienes, dan ma-salah sosial-psikologis; dan (5) pertumbuhan penduduk yang menanjak dengan segala akibatnya.

Dipandang dari sudut ‘ajaran’ lingkungan hidup, maka kotalah yang menjadi “tumpuan” industrialisasi itu. Dan akses manusia pada lingkungan industri ini, menjadikan manusia berada dalam fase indus-tri. Kota dalam fase industri memiliki “ekosistemnya” sendiri, yang sa-ngat kompleks coraknya, dan karenanya harus dilihat sebagai suatu “makroekosistem.”

Lebih lanjut Thohir (1991: 127-128) menyebutkan karakteristik kota-kota dari negara-negara industri, yakni: (1) tingginya jumlah dan kepadatan penduduk; (2) beraneka ragam dan tingginya intensitas ulah manusia atas lingkungan; (3) tingginya pemasukan materi dan energi dalam sistem; (4) terjadi “eutrophi” (peningkatan zat-zat makanan) da-ri tanah dan perairan; (5) pemadatan atau tertutupnya permukaan tanah karena permukiman dan lalu lintas; (6) perubahan dalam struktur tanah karena pembongkaran, pemindahan, dan sebagainya dari tanah; (7) menurunnya air tanah; (8) perubahan iklim mikro; (9) pembuangan produk-produk industri; (10) tingginya pembuangan sampah, sisa air industri, gas dari pabrik, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan ekosistem perkotaan; dan (11) perubahan dalam jumlah dan jenis-jenis tanaman dan hewan.

Sementara itu, gambaran tentang perubahan struktur dan ekosistem lingkungan dari kota-kota besar di negara-negara industri, seperti beri-kut.

Page 261: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

98

a) Perubahan biosfer dari kota industri. Ruang kota industri, khu-susnya bagian yang padat penduduknya sebagai ruang hidup manusia dapat dikatakan “dipaksakan memikul beban berat.” Di mana, peranan ekosistem buatan – termasuk unsur abiotik – sangat tinggi, kehidupan kota tergantung dari sumber energi yang berasalkan dari bahan-bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi), kekuatan atau tenaga air, tenaga nuklir, dan sebagainya; sedangkan lingkungan atau ekosistem biotik hanya terdiri atas lapangan hijau, seperti taman-taman, jalur-jalur hi-jau, beberapa pohon yang dapat dihitung jumlahnya, dan lain-lain ag-rosistem buatan manusia.

Struktur dan tata lingkungan kota industri yang demikian bentuk-nya itu, menurut Thohir (1991: 128), akan besar pengaruhnya atas: (1) iklim mikro: udara panas; tercemar, kelembapan menurun, dan peng-aliran angin terhambat; (2) tanah dan perairan: tanah menjadi padat dan permukaan tertutup; terjadinya eutrophi; air tanah turun; penyerap-an air hujan oleh tanah kurang; kelebihan air dibuang melalui saluran-saluran dan tercemar; (3) relief atau permukaan tanah: muka tanah alami diubah oleh ulah manusia, ada bagian yang dipertinggi, tetapi ada pula bagian yang dikeduk, dan sebagainya; (4) vegetasi: di tengah-tengah kota banyak yang diganti dan atau dimusnahkan; di pinggiran banyak yang ditanam; dan (5) dunia hewan: dunia burung, ikan, dan sebagainya banyak yang rusak dengan segala akibatnya.

b) Proses peredaran materi dan energi dalam kota industri, dalam garis besarnya disebutkan Thohir (1991: 130) yang meliputi: (1) peng-aliran energi (pemasukan, pengeluaran, dan keseimbangan); (2) peng-aliran air (pemasukan, pengeluaran, dan keseimbangan); (3) pengaliran bahan-bahan makanan, bahan-bahan bakar dan tenaga; bahan-bahan bangunan dan bahan-bahan mentah; (4) pembuangan sampah dan sisa-sisa berupa gas dan sebagainya; (5) penyaluran produk-produk indus-tri; dan (6) biomassa dari tanaman dan manusia di kota.

c) Corak hubungan antara akses manusia dan lingkungan pada fase industri. Lingkungan hidup manusia dalam masyarakat industri itu ter-diri atas beberapa ekosistem, antara lain: ekosistem urban (kota)-in-dustri, sistem agraris, ekosistem alami, ekosistem setengah alami, dan ekosistem buatan, dan sebagainya. Galibnya manusia sendiri termasuk

Page 262: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

sebagaitem, tetapi dengan kemampuan untuk memanfaatkan, juga sebagai pengubah dan pengatur.

hana tentang corak hubungan manusia dengan lingkungannya dengan catatan, bahwa dalam diagram itu tidak dimasukkan: (1)teri dan energi yang datang dari luar ((2) bentuk uapan, dan sebagainya; dan (3) efek stabilisasi, seperti pencucian diri (pembersihan diri) dari air, dan pemberantasan hama dan penyakit secara biologis.

atau psikologis efek gantung dari sudut mana manusia hendak melihatnya.133) memberi misal padapenyakit leukemia, pun suara dapat mempertinggi nervositas, kepadatan penduduk mempertertinggi “stres,” peningkatan tekanan darah, dan sebagainya.segala akibat negatifnya, peningkatan kenakalan remaja, merosotnya moralitas banyak orang, dan lainpengaruh negatif juga pada tumbuh

besar permukaan tanah oleh rumahlain, pemadatan tanah, sehingga tanah tidak memiliki struktur yalonggar, tercemarnya tanah karena masukan bahan

44) gambar hubungan antara ekosistem

dustri, yang diadaptasi dari Thohir (1991: 132)

sebagai salah satu dari ekosistem itu; ia merupakan anggota dari sistem, tetapi dengan kemampuan untuk memanfaatkan, juga sebagai pengubah dan pengatur.

Dalam model diagram (lihat Gambar 4) dilukiskan44

hana tentang corak hubungan manusia dengan lingkungannya dengan catatan, bahwa dalam di-agram itu tidak dimasuk-kan: (1) pengaliran ma-teri dan energi yang da-tang dari luar (input); (2) output yang ber-bentuk energi, peng-uapan, dan sebagai-nya; dan (3) efek sta-bilisasi, seperti pencu-cian diri (pembersihan diri) dari air, dan pem-berantasan hama dan penyakit secara biologis.

d) Kota industri dan kaitannya dengan “humanecology.”atau psikologis efek kota atas manusia sangat kompleks sifatnya, tergantung dari sudut mana manusia hendak melihatnya.133) memberi misal pada peningkatan penyinaran, akan mempertinggi penyakit leukemia, pun suara dapat mempertinggi nervositas, kepadat

penduduk mempertertinggi “stres,” peningkatan tekanan darah, dan sebagainya. Tak boleh dilupakan, peningkatan individualisme dengan segala akibat negatifnya, peningkatan kenakalan remaja, merosotnya moralitas banyak orang, dan lain-lain. Kota industri ternpengaruh negatif juga pada tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Dengan menurunnya permukaan air tanah, tertutupnya sebagian besar permukaan tanah oleh rumah-rumah, gedung-gedung, dan lainlain, pemadatan tanah, sehingga tanah tidak memiliki struktur yalonggar, tercemarnya tanah karena masukan bahan-bahan kimiawi dan

gambar hubungan antara ekosistem-ekosistem yang terdapat dalam masyarakat industri, yang diadaptasi dari Thohir (1991: 132)

99

merupakan anggota dari sis-tem, tetapi dengan kemampuan untuk memanfaatkan, juga sebagai

44) secara seder-hana tentang corak hubungan manusia dengan lingkungannya dengan

Kota industri dan kaitannya dengan “humanecology.” Pengaruh ota atas manusia sangat kompleks sifatnya, ter-

gantung dari sudut mana manusia hendak melihatnya. Thohir (1991: peningkatan penyinaran, akan mempertinggi

penyakit leukemia, pun suara dapat mempertinggi nervositas, kepadat-penduduk mempertertinggi “stres,” peningkatan tekanan darah, dan

Tak boleh dilupakan, peningkatan individualisme dengan segala akibat negatifnya, peningkatan kenakalan remaja, merosotnya

lain. Kota industri ternyata memiliki tumbuhan dan hewan.

Dengan menurunnya permukaan air tanah, tertutupnya sebagian gedung, dan lain-

lain, pemadatan tanah, sehingga tanah tidak memiliki struktur yang bahan kimiawi dan

yang terdapat dalam masyarakat in-

Page 263: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

100

sisa-sisa dari industri, ditambah dengan air sungai dan air tanah yang tercemar oleh pembuangan sisa-sisa industri, tumbuhnya tanaman se-tidak-tidaknya akan memperoleh gangguan (Thohir, 1991: 135). Me-mang diakui Sastrawijaya (1991: 66), bahwa pembangunan bidang in-dustri sangat diperlukan untuk menaikkan taraf hidup, tetapi harus da-pat mencegah menggunakan tanah ini secara terus-menerus. Tanah perlu dijaga kelestariannya. Bahwa penyebab utama dari pencemaran tanah ini, menurut Ryadi (1986: 46), adalah karena pembebasan cairan kimiawi atau sampah padat di atas permukaan maupun ke dalam tanah. Bila semula pencemaran tanah itu diasosiasikan dengan pencemaran biologis yang banyak dikaitkan dengan prevalensi penyakit askariasis parastik dan bateriositik, dan dengan berubahnya pola konsumtif ma-syarakat, maka pola pencemaran timbal-balik juga berubah polanya. Lebih-lebih kemajuan masyarakat kota-industri modern memiliki ke-cenderungan kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan umum.

Selain itu, pengaruh kota industri sifatnya “sosial-psikologis.” Ba-nyak ahli sosiologi, sebagaimana dikutip Thohir (1991: 136) menuduh struktur dan tata lingkungan kota industri besar mendatangkan perasa-an pada banyak penduduknya dengan perasaan tak memiliki heimat. Dengan demikian, sebagian besar dari penduduk kota industri besar itu sudah terputus hubungannya dengan “kampung asalnya” lagi. Lama-kelamaan mereka itu tak mempunyai hubungan lagi dengan kampung asalnya, karena sanak-keluarga sudah tidak ada lagi.

Untuk mengganti hilangnya “heimat” itu, maka di kota-kota besar sering dijumpai pertemuan-pertemuan tatap muka antara anggota-ang-gota kota yang berasalkan dari suatu negara, daerah, dan sebagainya. Di Eropa misalnya, banyak dikenal pertemuan tatap muka antara pe-rantau-perantau dari Turki, Italia, dan Spanyol.

2) Perubahan struktur dan tata lingkungan dalam fase industri di daerah-daerah perdesaan (rural area)

Dengan adanya industrialisasi, berubah pula struktur dan tata ling-kungan dari daerah-daerah perdesaan. Thohir (1991: 136) mencontoh-kan atas terjadinya urbanisasi dari tenaga-tenaga muda yang lebih pro-gresif dari teman-teman yang ditinggalkan di desa-desa. Makin me-nyempitnya lahan untuk pertanian, makin meluasnya daerah-daerah

Page 264: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

101

kota dan daerah perindustrian, dan masuknya teknologi modern ke de-sa, adalah penyebab urbanisasi. Dalam hal lingkungan perdesaan, per-hatian dititikberatkan pada struktur dan tata lingkungan dari usaha per-tanian, karena pertanian masih tetap merupakan sumber utama dari ba-han-bahan kebutuhan masyarakat industri.

Wajah lahan pertanian dalam fase industri jauh berbeda dengan wajah sebelumnya. Thohir (1991: 137) menyebutkan empat penyebab terjadinya perubahan ini, yakni: (1) keanekaragaman sistem pertanian tidak nampak lagi; wajah pertanian lebih banyak uniform (monoton) dan menjemukan; (2) hutan-hutan kecil/sedang yang dahulu banyak tersebar secara merata sudah tak nampak lagi; (3) kuda-kuda/sapi-sapi penarik alat-alat pertanian sudah diganti dengan mesin-mesin, pun pe-manenan hasil bumi sudah banyak yang diganti dengan alat-alat mesin; dan (4) pemberantasan hama yang dahulu banyak dilakukan secara me-kanis, sudah diganti dengan cara penyemprotan dengan obat-obatan ki-mia.

Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka pengaliran energi dan materi dalam ekosistem pertanian dalam fase industri ber-lainan dengan wajah pengaliran energi dan materi dari ekosistem perta-nian pada fase sebelum industri. Perbedaan ini, menurut Thohir (1991: 137-138), akan mudah dipahami dengan penggunaan dua model diag-ram, seperti ditampilkan pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Pertanian pada masa sebelum industri

Page 265: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

102

Dari dua model diagram, nampak perbedaan antara pengaliran energi, materi (khusus bahan organik) dan obat-obatan kimia, baik un-tuk pemberantasan hama dan penyakit maupun untuk pemupukan.

Gambar 6. Pertanian pada masa industrialisasi

Trilogi tanaman-ternak-tanah dalam pertanian modern sudah tidak nampak dengan jelas. Masukan-masukan bahan-bahan organik, seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan hewan-hewan lainnya pun tidak besar lagi artinya.

Yang sangat menonjol, adalah penggunaan obat-obatan kimia. Hal ini dibenarkan Thohir (1991: 138-139), bahwa penggunaan bahan-ba-han kimia, seperti pupuk dan obat-obatan pemberantasan hama dan pe-nyakit, produksi dapat dipertinggi secara menakjubkan. Tetapi sayang-nya masukan-masukan itu mendatangkan pula efek negatif, seperti ter-cemarnya air sungai, air minum, karena masuknya zat fosfat, nitrat, dan lain-lain yang berkelebihan. Dengan makin meningkatnya kebu-tuhan akan obat-obatan itu, maka timbul sekarang kesulitan dalam pe-nyediaan biosida dan beberapa jenis pupuk, seperti pupuk fosfat dan kali, dan makin mahalnya pupuk zat lemas dan biosida.

Perubahan struktur dan tata lingkungan dari perdesaan di negara-negara maju, mendatangkan pula masalah-masalah yang sifatnya lebih banyak sosial-politis dan sosial-ekonomis, yaitu timbulnya perebutan lahan untuk keperluan industri, pertanian, permukiman, dan lain-lain.

Page 266: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

103

b. Industrialisasi dan tata lingkungan dari negara-negara ber-kembang

Bagi negara-negara berkembang, menurut Brundtland (1988: 282), industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Dan meskipun negara-ne-gara industri dikatakan sedang menuju suatu suatu era pascaindustri yang berlandaskan informasi, pergeseran ini harus digerakkan terus-menerus oleh arus kekayaan dari industri.

Berbagai industri yang padat-pencemaran saat ini tumbuh paling cepat di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Brundtland (1988: 315-316) mengharuskan para pemerintah yang bersangkutan untuk memperkuat dan meningkatkan kemampuan pengelolaan ling-kungan dan sumberdaya. Bahkan mungkin saja kebijaksanaan, hukum, dan peraturan mengenai lingkungan ada, namun tidak dilaksanakan se-cara konsisten. Banyak negara berkembang mulai membangun infra-struktur pendidikan dan keilmuan, namun kemampuan teknik dan ke-lembagaan untuk memanfaatkan semaksimum mungkin teknologi baru atau teknologi impor masih tetap rendah. Akibatnya, beberapa negara terus bergantung pada keterampilan teknik dan manajerial dari luar un-tuk pemeliharaan operasi industri. Karena kekurangan modal, sering terjadi bahwa suatu industri baru hanya dapat dimulai bila ada bantuan luar negeri, pinjaman komersial, investasi langsung, atau usaha pa-tungan dengan korporasi transnasional.

Tidak dapat dibayangkan, bahwa suatu transisi yang sukses menu-ju pembangunan berkesinambungan dapat dicapai, kecuali semua kebi-jaksanaan dan pelaksanaan diorientasikan ke sekitar tujuan-tujuan pembangunan berkesinambungan. Badan-badan ekstral yang mendu-kung dan membantu investasi swasta, terutama kredit ekspor dan orga-nisasi asuransi investasi, harus juga memasukkan kriteria pembangun-an berkelanjutan ke dalam kebijaksanaan dan praktik-praktik mereka.

Masalah-masalah yang dihadapi para pemerintah negara berkem-bang menjadi semakin sulit akibat perilaku sistem ekonomi interna-sional, seperti hutang yang besar, tingkat bunga tinggi, dan menurun-nya nilai tukar perdagangan bagi berbagai komoditas. Itu semua tidak mendorong para pemerintah yang sedang mengalami tekanan berat itu

Page 267: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

104

untuk membelanjakan sebagian sumberdaya mereka yang sedikit terse-but bagi perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya.

Negara-negara berkembang akhirnya harus menanggung sendiri konsekuensi industrialisasi yang tidak layak, dan tanggung jawab akhir untuk menjamin keberlanjutan pembangunan yang terpikul pada pun-dak masing-masing pemerintah. Negara-negara berkembang harus me-nentukan sasaran-sararan lingkungan dan tujuan-tujuan pembangunan, dan menetapkan prioritas yang jelas bagi permintaan-permintaan yang saling bersaing akan sumberdaya yang langka. Mereka juga perlu men-cari cara-cara yang lebih menyandarkan pada kemampuan sendiri bagi pembangunan industri dan teknologi. Pilihan adalah hak, namun akan memerlukan bantuan – teknik, keuangan, dan kelembagaan – bahwa masyarakat internasional dapat bersatu membantu menetapkan jalur pembangunan yang berkesinambungan dan sehat dari segi lingkungan.

Sebagaimana diakui Brundtland (1988: 317), banyak negara ber-kembang memerlukan informasi tentang sifat alamiah masalah industri dan lingkungan, tentang risiko yang berkaitan dengan proses-proses dan produk-produk tertentu, dan tentang standar serta tindakan untuk melindungi kesehatan dan menjamin keberlanjutan lingkungan. Nega-ra-negara berkembang juga membutuhkan tenaga terampil untuk me-nerapkan informasi demikian itu pada kenyataan setempat. Asosiasi perdagangan internasional dan serikat buruh harus mengembangkan program khusus latihan lingkungan bagi negara-negara berkembang dan menyebarluaskan informasi tentang pengendalian pencemaran, pe-minimuman limbah, kesiapan menghadapi keadaan darurat lewat ca-bang atau ranting setempat.

Lantas bagaimana industrialisasi di Indonesia? Pada tahap permu-laan, Ryadi (1984: 36) melihat perkembangan industri di Indonesia pada dua aspek kebutuhan, yakni: (1) industrialisasi yang menghasil-kan daya dukung bagi usaha-usaha/perkembangan pertanian, seperti industri-industri kimia (pupuk) pestisida, pompa-pompa untuk irigasi, atau mesin-mesin ringan seperti mesin sejenis huller; maupun industri-industri yang mengolah hasil pertanian, baik secara semi-processing maupun processing; dan (2) industrialisasi yang mengolah kekayaan

Page 268: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

105

alam sendiri, seperti minyak bumi, gas bumi, kebutuhan, maupun per-tambangan.

3. Bisnis dan Perkantoran

Intanghina (2008: 13) menganggap lingkungan dan organisasi kerja dalam suatu kegiatan bisnis dan perkantoran atau perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja ti-dak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karya-wan atau tenaga kerja yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat mening-katkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.

Suatu kondisi lingkungan dan organisasi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan dan organisasi kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancang-an sistem kerja yang efisien.

Dengan demikian, lingkungan bisnis dan perkantoran atau disebut juga lingkungan dan atau organisasi kerja pada kegiatan dan tempat itu, bagi Suma’mur (1993: 215), harus memenuhi syarat-syarat ling-kungan yang baik, pemeliharaan rumah tangga yang baik, keadaan ge-dung yang selamat dan perencanaan yang baik. Syarat-syarat ling-kungan kerja, meliputi ventilasi, penerangan cahaya, sanitasi, dan suhu udara.

a. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang baik, menurut Ridley (2008: 297, 299), memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan dan terhadap sikap para tenaga kerja memandang pekerjaan mereka. Selain itu, atmosfer di tempat kerja dan bagaimana atmosfer tersebut bersih dari uap-uap ber-

Page 269: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

106

bahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap komunitas masyarakat sekitar. Jadi, memelihara lingkungan kerja pada saat bekerja merupa-kan pertimbangan komersial yang berguna dan memiliki banyak keun-tungan bagi angkatan kerja dan bagi komunitas masyarakat setempat.

Dengan demikian, bagian terbesar kehidupan dihabiskan dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang baik akan memastikan tetap sehatnya jasmani dan rohani, sehingga dapat menikmati hidup yang berkualitas. Gavin (2010: 4) menyebutkan faktor-faktor dalam ling-kungan kerja yang pengaruh risikonya, meliputi: (1) iklim; (2) penca-hayaan; (3) ruang; dan (4) lantai dan permukaan lain di bawah kaki. Lantai dan alas kaki, adalah faktor yang berhubungan dan memiliki re-levansi khusus untuk risiko slip, perjalanan, dan jatuh sambil mena-ngani beban.

Dalam kaitan dengan ‘kehidupan’ yang aman dan sehat itu, Ridley (2008: 302-303), Sedarmayanti (2001: 21), dan Basri K. (2016: 41-42) mengupas secara lengkap faktor-faktor tersebut dalam lingkungan ker-ja, berikut. 1) Atmosfer: (a) tempat kerja harus memiliki kandungan udara segar

atau udara yang dimurnikan dalam jumlah yang mencukupi; (b) harus bersih dari zat pencemar, seperti debu dan uap; (c) meng-ekstraksi debu dan uap dari sumbernya dan menyaringnya sebelum disalurkan keluar gedung; (d) memiliki ventilasi alami yang baik jika memungkinkan; (e) memiliki jendela yang dapat dibuka-tutup; (f) menerapkan aturan dilarang merokok di area kerja; (g) menye-diakan ruang khusus merokok jika perlu; dan (h) jika mengguna-kan pengkondisi udara (AC): a) pastikan tidak ada arus udara dari outlet; b) memeriksa tingkat kebisingan; c) menyediakan pengen-dalian setempat; dan d) memeriksa keberadaan bakteri legionella da-lam sistem.

2) Pencahayaan: (a) harus cukup terang untuk bekerja tanpa menim-bulkan ketegangan mata; (b) jalur pejalan kaki harus cukup terang; (c) pekerjaan halus diberi penerangan setempat; (d) penerangan umum secara keseluruhan harus baik; (e) tidak ada cahaya terpusat yang menyilaukan; (f) menggunakan cahaya alami jika memung-kinkan; dan (g) menyediakan tirai untuk menahan silau.

Page 270: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

107

3) Kebersihan: (a) area kerja harus dibersihkan secara teratur; dan (b) sampah harus dibuang ke tempatnya yang sesuai.

4) Terlalu sesak: (a) pastikan setiap orang memiliki volume ruang kerja 11 m3 (400 kaki3); (b) perhitungkan ruang yang ditempati oleh peralatan berukuran besar; dan (c) menyediakan jalur jalan/ gang yang memadai di antara arena kerja (work stations).

5) Temperatur: (a) perlu dibuat nyaman; (b) tidak ditentukan, namun normalnya diambil nilai yang minimum, yakni: 1) untuk pekerjaan yang duduk terus-menerus, 16oC (60,8oF); dan 2) untuk pekerjaan fisik yang keras, 13oC (55,4oF); dan (c) jumlah termometer yang mencukupi perlu dipasang di sekitar tempat kerja.

6) Kebisingan: (a) disesuaikan dengan kondisinya; dan (b) tidak bo-leh berlebihan: 1) di area manufaktur tidak melebihi 85 dB(A); dan 2) di kantor, laboratorium, perpustakaan, dan sebagainya, tidak melebihi 40 dB(A). Jadi, lingkungan kerja yang bersih dan sehat merupakan praktis

bisnis bagus yang meminimalkan kemunculan penyakit (berhubungan pula dengan absensi tenaga kerja) dan menyediakan atmosfer kerja yang mendorong tenaga kerja memberikan yang terbaik. Lebih daripa-da itu, dengan lingkungan kerja yang sedemikian itu, akan mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja, sepanjang tidak mempengaruhi beban kerja dan beban tambahan yang ‘merepotkan’ tenaga kerja.

Sebab, di samping beban kerja yang harus dipikul oleh tenaga ker-ja, juga sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan, berupa kondisi atau lingkungan kerja yang tidak menguntungkan bagi pelaksa-naan pekerjaan. Notoatmodjo (2003: 178-179) menyebutnya “beban tambahan,” karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan.

Lantas Suma’mur (1993: 49) menguraikan penyebab beban tam-bahan, yakni faktor: (1) fisik: penerangan, suhu udara, kelembapan, ce-pat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, dan tekanan udara; (b) kimia: gas, uap, debu, kabut, fume, asap, awan, cairan, dan benda padat; (c) biologi, baik dari golongan tumbuhan atau hewan; (d) fisi-ologis: konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja; dan (f) mental-psiko-logis: suasana kerja, hubungan tenaga kerja dengan pengusaha, pemi-lihan kerja, dan lain-lain.

Page 271: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

108

Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, atau setidak-tidaknya mengurangi beban tambahan tersebut, maka ling-kungan kerja harus ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang se-hat. Lingkungan kerja yang tidak sehat, diniscayakan Notoatmodjo (2003: 179) dan Suma’mur (1993: 49), akan menjadi beban tambahan bagi tenaga kerja, misalnya: (1) penerangan atau pencahayaan ruang kerja yang tidak cukup intensitasnya dapat menyebabkan kelelahan mata; (2) kegaduhan dan bising dapat mengganggu konsentrasi, daya ingat, dan menyebabkan kelelahan psikologis; (3) gas, uap, asap, dan debu yang terhisap lewat pernapasan dapat mempengaruhi berfungsi-nya berbagai jaringan tubuh, yang akhirnya menurunkan daya kerja; (4) parasit-parasit yang masuk tubuh akibat higiene di tempat kerja yang buruk menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya; (5) binatang, khususnya serangga (nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya) di samping mengganggu konsentrasi kerja, juga merupakan pemindah-an (vektor) dan penyebab penyakit; (6) alat bantu kerja yang tidak er-gonomis dan kurangnya fungsi maksimal alat tersebut, akan menye-babkan kelelahan kerja; dan (7) hubungan atau iklim kerja yang tidak harmonis atau tidak sesuai dapat menimbulkan kebosanan, tidak betah kerja, yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Hubungan kerja yang tidak sesuai ini, adalah sebab bekerja secara lamban atau sete-ngah-setengah.

Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, Notoatmodjo (2003: 180) dan juga Suma’mur (1993: 49) menganjur-kan untuk mengaturnya sedemikian rupa, sehingga dapat meningkat-kan gairah kerja, misalnya: (1) penerangan/pencahayaan yang cukup, standar tempat kerja setara 100–200 kaki lilin. Penggunaan lampu ne-on (fluorecent) dianjurkan karena: kesilauan rendah, tidak banyak ba-yangan, dan suhu rendah; (2) dekorasi warna di tempat kerja. Warna atau cat tembok mempunyai arti penting dalam kesehatan kerja. Warna merah padam misalnya, dapat merangsang bekerja lebih cepat daripada warna biru; (3) ruangan yang diberi pendingin (AC) akan meningkat-kan efisiensi kerja, namun suhu yang terlalu dingin juga akan mengu-rangi efisiensi; (4) bebas serangga (lalat, nyamuk, kecoa), dan bebas dari bau-bauan yang tidak sedap; (5) penggunaan musik di tempat ker-

Page 272: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

109

ja; (6) perencanaan manusia dan mesin yang sebaik-baiknya; dan (7) bahan-bahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan bahayanya.

Dalam hal pewarnaan di lingkungan kerja, secara khusus Suma’mur (1989: 96-97) merinci, di mana warna dipakai di tempat kerja dengan dua maksud, yaitu penciptaan kontras warna untuk mak-sud tangkapan mata dan pengadaan lingkungan psikologis yang opti-mal.

Dengan kurangnya perhatian terhadap aspek-aspek tersebut di atas, maka terjadi ketidaklestarian fungsi mata. Akibatnya antara lain kele-lahan dan kecelakaan. Stres terhadap alat penglihatan dapat berakibat kelelahan visual dan persarafan. Kelelahan visual timbul sebagai stres intensif pada fungsi mata, seperti terhadap otot akomodasi pada peker-jaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan visual ditandai oleh: (1) rang-sangan, berair dan memerahnya konjungtiva; (2) melihat rangkap; (3) pusing; (4) berkurangnya kemampuan akomodasi; dan (5) menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan kontras, dan kecepatan persepsi.

Gejala-gejala timbul, apabila penerangan tidak memadai dan re-fraksi mata ada kelainan. Jika persepsi visual mengalami stres tetapi tanpa efek lokal ke otot mata atau retina, terjadilah kelelahan saraf. Hal ini terjadi pada kegiatan-kegiatan yang perlu persepsi, konsentrasi, dan pengendalian motorik, sedangkan ketepatan juga disyaratkan. Kelelah-an demikian ditandai dengan perpanjangan waktu reaksi, perlambatan gerakan dan gangguan psikologis. Hal ini erat bertalian dengan penu-runan produktivitas kerja.

Jadi, dengan penerapan teknologi dalam proses produksi dan dis-tribusi, timbul lingkungan kerja baru yang meliputi, antara lain cuaca kerja. Dalam hal ini, teknologi sering berjalan sejajar dengan pemakai-an energi dan penggunaan atau terbebasnya panas. Keadaan demikian menampilkan masalah baru, yaitu pengaruh cuaca kerja terhadap tena-ga kerja. Di tempat kerja pada perusahaan-perusahaan, suhu kering se-ring bernilai 30–34oC, bahkan kadang-kadang mencapai 40oC. Suhu radiasi pernah diukur mencapai 45oC.

Sifat tempat kerja biasanya terbuka dengan kemungkinan kecepat-an aliran udara yang bervariasi dari 0,05–5 m/detik. Suhu tinggi biasa-

Page 273: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

110

nya bertalian dengan berbagai penyakit, seperti pukulan panas, kejang panas, kegagalan tubuh dalam penyesuaian terhadap panas, dehidrasi, kelelahan tropis, dan miliaria. Dalam pengalaman, penyakit-penyakit tersebut jarang ditemukan pada tenaga kerja Indonesia. Sampai saat ini tidak ada kasus kejang panas, melainkan diare kronis pada tenaga kerja yang berada dalam cuaca panas yang tinggi. Namun begitu, terdapat kesan, bahwa suhu di tempat kerja bertalian dengan kanaikan angka-angka sakit, seperti masuk angin, influenza, dan sebagainya. Keadaan cuaca kerja yang panas menjadi sebab penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya air oleh penguapan. Berdasarkan pengakuannya, Suma’mur (1989: 102-103) pernah mengukur dua kelompok tenaga dengan dan tanpa tekanan panas. Perbedaan berat badan, adalah 5,6 kg, padahal faktor lainnya kira-kira serupa.

Hilangnya cairan tubuh juga dapat dilihat dari tekanan darah rata-rata. Tekanan darah rata-rata, yang diukur pagi-pagi sebelum bekerja, adalah 114,4 sistole dan 76,4 diastole bagi mereka tanpa tekanan panas dan 103,5 sistole dan 68,5 diastole pada mereka dengan tekanan panas. Pemberian air minum memperbaiki tekanan darah tersebut. Sementara itu, lanjut Suma’mur (1989: 103-104), angka 300C suhu basah secara luas diterima sebagai pedoman bagi praktek perlindungan tenaga kerja terhadap cuaca kerja. Di atas suhu tersebut, harus diupayakan untuk mengurangi suhu dan/atau menyediakan alat-alat proteksi yang mema-dai dan/atau cara-cara perlindungan lainnya. Standar ini dimuat dalam SE Menteri. Sebab kalau tidak, tetap akan mengganggu tekanan darah rata-rata, yang oleh Morikawa dkk. (1999: 100) diakui atas adanya hu-bungan antara tekanan darah dengan shift kerja dalam prospektif tin-dak lanjut dari tenaga kerja, yang ditelitinya di pabrik ritsleting se-lempang dan aluminium di Jepang.

Berdasarkan pengalaman, Suma’mur (1989: 104) menunjukkan bila standar proteksi tersebut di atas dapat ditetapkan. Untuk ini, tiga jenis psikrometer dapat dipergunakan, yaitu masing-masing psikrome-ter putar, Arsmann, dan August. Dengan alat-alat ini, suhu basah dan kering dapat diukur dan dengan menggunakan diagram psikrometrik yang dapat menentukan kelembapan udara. Suhu basah 300C selalu ha-rus dikaitkan dengan syarat kelembapan 65–95%.

Page 274: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

111

Dan apabila suhu basah 300C dilampaui, maka perlu tindakan ko-rektit atau pencegahan, sebagai berikut: (1) penerapan teknologi pe-ngendalian untuk menurunkan suhu di bawah NAB; (2) penggunaan teknik perlindungan agar tenaga kerja tidak terpapar tekanan panas; dan (3) pemeliharaan kesegaran tenaga kerja dengan pemberian air minum yang cukup bagi keseimbangan cairan tubuh, penyesuaian be-rat ringannya pekerjaan, dan sebagainya.

Cara pengukuran suhu basah, adalah sederhana. Teknisi cukup ba-nyak jumlahnya dan latihan-latihan tentang cara pengukuran terus di-selenggarakan. Data tentang suhu basah ditempatkan di dinding tempat kerja. Selain itu, harus pula diperhatikan intensitas penerangan yang cukup untuk melakukan pekerjaan manual handling. Sebab, penerangan yang baik, menurut Suma’mur (1993: 93) memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat, dan memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang me-nyegarkan. Sebaliknya, penerangan yang kurang baik, lanjut Silalahi dan Silalahi (1991: 140) menyebabkan kelainan pada mata atau indera penglihatan.

Faktor yang menentukan dalam ruang lingkup pekerjaan, adalah ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, lumi-nositas (brightness) dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari pe-nerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya meli-hat (Suma’mur, 1993: 93). Tidak tetapnya penerangan dan silih ber-gantinya keadaan terang dan gelap sangat mengganggu. Dari penelitian fisiologis, sebagaimana diungkapkan Suma’mur (1989: 95), perubahan ritmis dua permukaan dengan perbandingan kontras 1 : 5 menyebab-kan penurunan kerja indera penglihatan sebagai akibat pengurangan in-tensitas cahaya atau penerangan dari 1.000 lux menjadi 20 lux.

Untuk mencegah pengaruh buruk ini, maka perlu: (1) bagian-ba-gian mesin yang bergerak harus ditutup; (2) keadaan terang yang tidak dapat dihindarkan pada area kerja mata harus dihilangkan dengan war-na dasar yang tepat dan penerangan yang tepat; dan (3) hanya dipakai lampu yang tidak berkedap-kedip.

Sementara sumber penerangan tidak jarang menjadi sebab kesilau-an mutlak atau relatif. Karena itu, Suma’mur (1989: 95-96) melanjut-

Page 275: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

112

kan perlunya pengaturan sumber penerangan, yang mencakup: (1) sumber penerangan tidak boleh berada di dalam lapangan penglihatan tenaga kerja; (2) sumber penerangan harus bertirai; (3) tingkat terang (luminositas) tidak melebihi 0,3 sb bagi penerangan umum dan 0,2 sb pada tempat kerja; (4) sudut di antara garis horizontal penglihatan dan garis dari mata ke sumber penerangan harus disesuaikan; (5) jika pada ruangan besar hal itu tidak dapat dielakkan, harus dipasang tirai terha-dap sumber penerangan; (6) kontras dalam lapangan penglihatan tidak melebihi 1 : 10; dan (7) dihindari pemakaian permukaan atau bahan yang mengkilat pada mesin, permukaan meja, dan peralatan lain.

Pekerjaan yang perlu ketelitian disertai dengan syarat kemampuan untuk melihat huruf dan bagian-bagian komponen yang dikerjakan (de-tail). Faktor-faktor yang mempengaruhi, adalah: (1) intensitas pene-rangan; (2) penyebaran tingkat penerangan dalam lapangan penglihat-an; (3) ukuran benda; (4) warna dan bahan dari benda yang mempe-ngaruhi faktor luminensi; (5) kontras di antara benda dan lingkungan; (6) waktu untuk persepsi; dan (7) usia tenaga kerja.

Selanjutnya berkembang pula cara-cara penggunaan sumber pene-rangan, seperti matahari, lampu, dan lain-lain agar tingkat penerangan serasi dengan pekerjaan.

Kondisi-kondisi lingkungan kerja ‘yang ideal’ di atas, apabila ti-dak berkesesuaian dengan tenaga kerja, akan menimbulkan dampak yang kurang diingini. Misalnya, menarik untuk meninjau penelitian Kristensen (1989: 165) pada epidemiologi tentang penyakit kardiovas-kuler CVD dan lingkungan kerja. Ini berkaitan dengan sejumlah faktor nonchemical, yaitu aktivitas fisik di tempat kerja, stres di lingkungan kerja, shift kerja, kebisingan, dingin, panas, dan medan elektromag-netik. Pertama kualitas metodologi dari masing-masing studi empiris dinilai berdasarkan kriteria epidemiologi. Kemudian literatur peneliti-an pada masing-masing faktor tersebut dari lingkungan kerja dievalu-asi. Sehingga pada akhirnya disimpulkan, bahwa hipotesis dari hu-bungan sebab-akibat antara aktivitas fisik pada lingkungan kerja dan risiko CVD secara substansial didukung oleh literatur.

Lingkungan kerja juga berhubungan dengan risiko penyakit lain-nya. Xu dkk. (1997: 741) menyimpulkan penelitiannya dengan bukti

Page 276: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

113

getaran yang mempengaruhi seluruh tubuh, kerja keras, sering memu-tar atau membungkuk, berdiri, dan tuntutan konsentrasi, menjadi faktor risiko terjadinya nyeri pinggang, bahkan setelah disesuaikan untuk umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan durasi kerja tertentu. Leino dan Hänninen (1995: 134-135) juga menindaklanjuti adanya hu-bungan antara isi pekerjaan, kontrol pekerjaan, hubungan sosial di lingkungan kerja terhadap kelelahan mental, beban kerja fisik, dan morbiditas muskuloskeletal di leher, bahu dan ekstremitas atas wilayah bagian belakang yang rendah, dan anggota tubuh bagian bawah di an-tara tenaga kerja di industri logam. Bahkan Ariëns dkk. (2002: 222) mengindikasikan dari tuntutan pekerjaan yang tinggi, kebijaksanaan keterampilan rendah, dan rendahnya keamanan kerja, menjadi faktor risiko untuk penyakit sakit leher, tanpa mengindahkan shift kerja.

Setidaknya, penyelidikan Bøggild dkk. (2001: 97) di Denmark pa-da kelompok pekerja shift, ternyata memiliki prevalensi lebih tinggi dari hampir setiap faktor lingkungan kerja yang kurang baik. Pengecu-alian adalah paparan debu dan tuntutan kuantitatif. Diperoleh pula ha-sil, di mana tiga kelompok shift yang berbeda terkena bagian yang ber-beda dari lingkungan kerja, dan juga pria dan wanita dalam shift kerja berbeda dalam kaitannya dengan lingkungan kerja. Dengan demikian, dalam kerja shift dengan populasi heterogen, ditemukan terkait dengan faktor-faktor lingkungan kerja lain yang diduga menyebabkan penyakit jantung.

Selain itu, dengan konsep CPQ, Kristensen dkk. (2005: 438, 447) menghasilkan versi penelitian panjang dari kuesioner dengan 141 per-tanyaan dan 30 dimensi, versi menengah-panjang bagi para profesional lingkungan kerja dengan 95 pertanyaan dan 26 dimensi, dan versi pen-dek untuk tempat kerja dengan 44 pertanyaan dan delapan dimensi. Tampaknya kuesioner yang dikembangkan ini menjadi komprehensif dan mencakup sebagian besar dari dimensi yang relevan sesuai dengan teori-teori penting beberapa faktor psikososial pada lingkungan kerja. Dengan simpulan pada tiga versi yang memfasilitasi komunikasi antara peneliti, lingkungan kerja profesional, dan tempat kerja.

Di sisi lain, perkembangan negatif dari lingkungan kerja psiko-sosial suatu negara mengkhawatirkan Pejtersen dan Kristensen (2009:

Page 277: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

114

284). Dengan demikian, ada kebutuhan yang kuat untuk mengubah tren negatif. Itu terlihat, misalnya di Denmark, di mana lingkungan kerja psikososial telah memburuk selama periode 1997-2005. Kerusak-an ini terlihat tidak hanya di antara kelompok-kelompok tertentu te-naga kerja, tetapi dalam semua subkelompok, menggabungkan jenis kelamin, usia, dan status sosial ekonomi. Begitu pula, Takala dkk. (2009: 15-16) merisaukan lingkungan kerja global di Eropa. Dalam si-tuasi politik sekarang dan penurunan ekonomi yang serius, langkah-langkah hukum perlu dilengkapi dengan justifikasi ekonomi dan argu-men meyakinkan untuk mengurangi sudut pemotongan dan menghin-dari jangka panjang pada: cacat, pensiun dini, dan penutupan perusa-haan karena lingkungan kerja yang buruk. Hal serupa, juga dikeluhkan Hisao dan Lee (2000: 1-3) pada layanan perawatan lanjut usia di panti jompo, tampaknya sangat sulit bagi tenaga kerja perawatan usia di atas 60 untuk berpartisipasi karena lingkungan kerja yang buruk.

Namun persepsi ke arah perubahan lingkungan kerja yang lebih baik, disimpulkan dari penelitian Ekbladh (2010: 125) yang mengarah pada pengetahuan tentang interaksi antara tenaga kerja dan lingkungan kerja bisa mengungkapkan informasi yang berguna tentang fenomena yang kompleks untuk mengurangi cuti sakit. WEIS tampaknya bergu-na dalam memberikan informasi bagaimana perubahan dan akomodasi di lingkungan kerja dapat mendukung tenaga kerja individu.

Selain itu, para ilmuwan Jepang, sebagaimana dikutip Ukaya (2010: 1) telah mengklaim suatu alat yang dapat mencegah sindrom penyakit atas para pekerja itu. Polutan atau pencemar yang ditemukan di dalam bangunan kantor dapat diubah ke dalam zat yang tidak ber-bahaya dengan satu alat fotokimia yang bekerja terus-menerus dari ma-lam hingga pagi. Hal ini dapat mencegah beberapa kasus sindrom pe-nyakit di gedung.

Sindrom penyakit di gedung merupakan suatu kombinasi permasa-lahan kesehatan akut dan nyaman yang muncul dengan dikaitkan penggunaan waktu di gedung, seringkali di perkantoran. Hal ini dapat disebabkan oleh ventilasi yang kurang atau VOCs, seperti formaldehi-da yang diemisikan oleh zat pencemar kimiawi dari karpet, kain pela-pis, produk kayu, atau mesin fotokopi dan agen pembersih.

Page 278: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

115

Fotokatalisis titanium dioxide (TiO2) telah diaplikasikan terhadap perbaikan lingkungan dan lapisan yang dapat membersihkan dengan sendirinya. Oleh karena itu, kebanyakan hanya bekerja di bawah sinar UV, yang berarti bahwa mereka tidak beroperasi pada waktu malam. Saat ini, Tetsu Tatsuma45) (dalam Ukaya, 2010: 2) telah mengatasi per-soalan ini dengan mendesain suatu fotokatalis dengan kemampuan me-nyimpan energi fotokimia.

Alat fotokatalis tetap melanjutkan pembersihan pada lingkungan kantor pada waktu malam. Fotokatalis kepunyaan Tatsuma mempunyai dua lapisan; lapisan bawah yaitu TiO2 dan lapisan atas yaitu Ni(OH)2. Saat sinar bersinar di atas alat tersebut, energinya dapat ditangkap oleh lapisan bawah TiO2 dan disimpan pada lapisan atas Ni(OH)2. Energi yang disimpan ini digunakan untuk mengoksidasi VOCs yang berbaha-ya, pada formaldehida yang khusus, ke dalam karbon dioksida dan air yang kurang berbahaya setiap saat.

Secara praktisnya, Tatsuma mengharapkan alat tersebut dapat menjebak VOCs yang berbahaya pada lapisan TiO2-Ni(OH)2 waktu malam hari, lalu pada sinar pagi hari, polutan dioksidasikan ke dalam hasil sampingan yang kurang berbahaya. Tetsu Tatsuma (dalam Ukaya, 2010: 2) mempunyai harapan yang besar atas alat ini dan ber-harap untuk mengaplikasikannya pada rumah, kantor, dan pabrik seba-gai lapisan pada selambu dan penutup jendela serta atapnya.

Alat ini mempunyai potensi guna meningkatkan kualitas udara di luar ruangan dan mengurangi risiko beberapa penyakit dengan meng-ubah formaldehida dari lingkungan kerja. Mark Clayton46) (dalam Ukaya, 2010: 2) mempercayai bahwa sistem ini dapat menunjukkan suatu kemajuan yang signifikan dalam mengurangi konsentrasi perse-nyawaan kimiawi di lingkungan udara yang umumnya ditemukan pada sutau lingkungan di mana kebanyakan orang menghabiskan 90% wak-tu mereka. Penggunaan dari suatu fotokatali ini kemungkinan mempu-nyai suatu potensi guna membuat suatu kontribusi substansial untuk usaha selanjutnya dalam meningkatkan alat pembersih udara.

45) dan para koleganya pada Tokyo University 46) seorang petugas Public Health Service Officer dari US EPA Indoor Environments Division

Page 279: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

116

b. Organisasi kerja

Osh (1991: 13) memastikan bila organisasi kerja dapat mempenga-ruhi tingkat risiko dengan berinteraksi dengan faktor lain pekerjaan. Faktor itu termasuk tingkat staf, ketersediaan peralatan, jadwal kerja, shift kerja, kecepatan kerja, berbagai tugas, istirahat, dan waktu pemu-lihan dan prosedur kerja. Hal senada juga disebutkan oleh Gavin (2010: 4), bahwa faktor organisasi kerja yang dapat mempengaruhi ri-siko dengan berinteraksi dengan faktor risiko lain, meliputi: (1) tingkat tenaga kerja; (2) ketersediaan peralatan; (3) jadwal kerja; (4) mengge-ser waktu bekerja; (5) tempat kerja; (6) berbagai tugas; (7) istirahat; (8) waktu pemulihan; dan (9) prosedur kerja.

Selanjutnya, Kompier (2006: 421; 427-428) mengingatkan pada sistem baru organisasi kerja telah menjadi lebih umum, meski tidak mewakili perubahan radikal di seluruh bidang ekonomi, politik, tekno-logi, dan lanskap sosial yang telah mengubah dunia. Praktek-praktek baru mungkin memiliki dampak merugikan terhadap karakteristik pe-kerjaan, tapi efeknya tergantung pada pelaksanaan pengelolaan desain. Dan sementara menanggapi dan mengantisipasi perubahan ini, perusa-haan atau industri harus diperkuat dan dikombinasikan dengan praktek organisasi yang ada dari bentuk pola baru tersebut. Juga harus dicatat, bahwa perubahan organisasi kerja dapat memperkuat kesehatan kerja tradisional, yang oleh Evans dkk. (1994: 18) untuk sedini mungkin dan menyeluruh berinteraksi antara karakteristik kerja psikososial dan fi-sik.

Selain itu, Kompier (2006: 428) menambahkan tiga komentar atas rekomendasi NORA, yakni: yang pertama, catatan atas adanya indikasi jelas bagi para tenaga kerja paruh waktu, ataupun tenaga kerja yang tanpa dokumen, dan mereka yang memiliki status sosial ekonomi ren-dah mungkin menghadapi risiko kesehatan yang lebih besar sebagai akibat dari tren ekonomi dan kecenderungan dalam organisasi kerja. Perhatian khusus karena itu, harus dibayarkan dengan konteks pekerja-an dan membantu tenaga kerja marjinal. Laporan senada juga datang dari Landsbergis (2003: 64) yang mengarahkan studinya lebih pada pe-kerjaan yang diperlukan antara tenaga kerja miskin dan negara kurang berkembang. Kedua, rekomendasi NORA menekankan (potensial) ke-

Page 280: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

117

selamatan dan kesehatan risiko praktek kerja baru, dan ada alasan baik untuk melakukannya. Namun, diyakini praktek-praktek baru yang mo-dern tidak baik atau buruk. Dampaknya tergantung pada desain dan implementasi pemikiran (konten dan proses). Dengan demikian, di-usulkan bahwa efek positif potensi praktek modern baru mesti diperhi-tungkan, mungkin keterampilan-kebijaksanaan dan pengembangan ke-terampilan, meningkatkan kemandirian dan inisiatif pribadi, dan kon-disi di mana hasil-hasil positif muncul. Ketiga, seperti juga dinyatakan oleh Schaufeli (2004: 506), di mana agenda penelitian ini terutama ten-tang peningkatan keselamatan kerja, kesehatan, dan kesejahteraan. Itu tidak menjawab pertanyaan penelitian yang lebih mendasar ke dalam fisiologis dan psikologis proses dan mekanisme yang dapat menjelas-kan bagaimana organisasi kerja mempengaruhi kesehatan dan kesela-matan tenaga kerja. Contoh mekanisme yang mendasari tersebut ada-lah pemulihan fisiologis dan mekanisme perilaku gaya hidup yang di-usulkan oleh van der Hulst (2003: 186). Lebih mendasar, memperjelas pencarian kembali ‘kotak hitam’ antara karakteristik paparan (kombi-nasi) pekerjaan tertentu dan hasil kesehatan dan keselamatan yang ha-rus menjadi tinggi ketika studi masa depan pada stres kerja dianggap sebagai prioritas.

Sementara artikel penelitian Semmer (2006: 516), yang terutama berfokus pada apa yang dapat diharapkan dari pekerjaan-pekerjaan yang mencoba untuk mendorong kesehatan kerja dengan mengubah or-ganisasi kerja dan apa yang harus dilakukan untuk lebih memahami mekanisme yang terlibat dan untuk meningkatkan hasil yang lebih ba-ik. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, dibangunlah domain intervensi dan temuan khas yang ditujukan untuk mengubah organisasi kerja menjadi tiga kategori berikut: (1) karakteristik tugas; (2) kondisi kerja; dan (3) kondisi sosial. Tentu saja, batas-batas pendekatan tersebut sering tidak terlalu tebang habis, dan banyak industri menggabungkan beberapa elemen. Dalam tindakan bagian, masing-masing pendekatan dijelaskan secara singkat dan dengan contoh-contoh. Contoh-contoh ini dimak-sudkan untuk menyoroti isu-isu penting yang kemudian dibahas. Seba-gaimana juga dicontohkan Aittomäki dkk. (2003: 159) dalam menye-lidiki kontribusi kondisi kerja dan kesenjangan sosial ekonomi dalam

Page 281: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

118

kemampuan kerja antara pegawai pemerintah untuk ketidaksetaraan, diperoleh hasil pada adanya gradien konsisten dalam kemampuan ker-ja, di mana kelompok sosial ekonomi yang rendah memiliki kemam-puan kerja yang lebih rendah. Penyesuaian stres fisik yang menyum-bang sebagian besar dari kesenjangan sosial ekonomi. Kemungkinan adanya pengaruh penyesuaian dan pengembangan di tempat kerja da-lam menyumbang beberapa perbedaan antara tenaga kerja yang meng-arah pada perubahan organisasi kerja. Ostry dkk. (2000: 273) yang me-nyelidiki perubahan dalam kondisi kerja psikososial dan fisik dari in-dustri penggergajian di Kanada, selama 35 tahun terakhir, mendapat-kan hasil terhadap perubahan ini yang memiliki implikasi kesehatan yang penting terutama untuk tenaga kerja tidak terampil yang dires-trukturisasi.

Mencermati argumen Semmer (2006: 519) untuk perubahan dalam organisasi kerja, yang merupakan fokus dari studinya, menyebabkan fokus pada divergensi antara berbagai subsistem. Jadi, ketika sese-orang mencoba untuk merancang ulang pekerjaan, setiap orang yang berpartisipasi menghadapi tantangan individu, seperti mengatasinya dengan perubahan yang banyak mendatangkan stres kerja, sebagaima-na dibuktikan dari penelitian Korunka dkk. (1993: 17). Beberapa tena-ga kerja mungkin bereaksi dengan cara, misalnya karena mereka takut kehilangan legalitas, atau takut perubahan, karena mereka tidak cukup memiliki kesiapan. Situasi ini menunjukkan, bahwa setiap tenaga kerja harus mengatasinya atau masalah sendiri, serta dengan reaksi anggota kelompok lainnya. Seringkali, kompromi mungkin harus ditemukan yang kurang memuaskan bagi beberapa orang. Selanjutnya, lingkung-an bereaksi terhadap kelompok. Kelompok lain mungkin iri hati kepa-da kelompok “pilot,” spesialis dari luar mungkin takut kehilangan pe-ngaruh, manajer atau pemimpin dapat menjanjikan dukungan, tapi ti-dak menaatinya, dan sejenisnya.

Namun sangat disayangkan, perubahan organisasi kerja yang lebih baik tidak ditemui pada tenaga kerja dengan sebaran usia yang merata. Sebagai contoh pada tenaga kerja yang berusia tua. Kesimpulan peneli-tian Cau-Bareille dkk. (2012: 127) membuktikan itu, di mana kesulitan yang dihadapi oleh tenaga kerja yang lebih tua akhirnya ditemukan le-

Page 282: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

119

bih berindikasi pada masalah organisasi kerja hubungannya dengan pe-ngelolaan perubahan daripada masalah pelatihan karena usia. Salah sa-tunya, adalah dengan Model Pengelolaan Stres Kerja.

Menarik memang untuk menyimak bagaimana Semmer (2006: 519) sambil mendalami temuan Larsson dkk. (1990: 270), mampu me-madukan antara perubahan organisasi kerja dengan intervensi stres kerja dengan suatu Model Pengelolaan Stres Program yang di dalam tingkatan yang dapat dibagi, dan dapat menargetkan suatu aspek yang sangat mengganggu orang tertentu. Di mana dapat belajar untuk: (1) menafsirkan kembali beberapa peristiwa dengan cara yang lebih halus (misalnya, tanyakan apakah tampaknya mungkin perilaku orang lain, pada kenyataannya, disebabkan oleh kurangnya kompetensi bukan niat bermusuhan); (2) mengatasi lebih efisien dengan beberapa keadaan berpotensi stres (misalnya, perencanaan lebih hemat, lebih tegas); atau (3) bertindak untuk mengubah aspek lingkungan seseorang yang diana-lisis sebagai contoh stres dan dapat berubah dengan perubahan organi-sasi kerja, ergonomi, atau langkah-langkah yang lebih mudah untuk menggabungkan pekerjaan dan kewajiban keluarga.

Selanjutnya Feng dkk. (2006: 1047) menyajikan sebuah model da-lam menentukan titik optimal untuk menjaga aplikasi perangkat lunak, yang diduga dapat memenuhi program pemeliharaan yang efektif un-tuk peralatan kerja yang digunakan pada pekerjaan. Ada dua kebijakan yang dianalisis: kebijakan berbasis kerja dan kebijakan berbasis waktu. Dalam kebijakan berbasis kerja, jumlah pekerjaan yang harus disele-saikan, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah acak. Dalam kebijakan yang berdasarkan waktu, jumlah waktu yang tetap dialokasikan untuk pemeliharaan, tetapi jumlah acak peker-jaan selesai. Mereka memeriksa persamaan dan perbedaan antara ke-dua kebijakan di atas dan memberikan wawasan ke dalam pengelolaan program pemeliharaan. Sebuah wawasan kunci dari penelitian ini, bahwa dalam berbagai situasi, perawatan parsial adalah suboptimal.

4. Lingkungan Produksi

Idealnya setiap kegiatan industri berusaha untuk mencegah pence-maran sebelum pencemaran itu terjadi. Oleh sebab itu, strategi end-of-

Page 283: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

120

pipe treatment sudah tidak tepat lagi dan harus beralih pada strategi pollution prevention.

Pengolahan limbah memerlukan biaya tambahan yang cukup be-sar, sehingga faktor biaya tersebut merupakan kendala bagi industri da-lam melakukan pengelolaan limbah, khususnya bagi industri-industri skala kecil dan mencegah. Permasalahan inilah yang menyebabkan ter-jadinya pencemaran dan perusakan lingkungan yang kondisinya akan semakin parah bila dibarengi dengan lemahnya penegakan hukum.

Asdep Standtek, KLH (2002: 1-2) mengingatkan, bahwa melaku-kan kebijakan lingkungan hanya sebatas pada pendekatan daya dukung lingkungan dan pengolahan akhir pipa, maka kondisi lingkungan akan semakin parah, sehingga memungkinkan timbulnya bencana alam yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Oleh karena pencemaran dan perusakan lingkungan saat ini telah mengancam kesehatan dan keselamatan manusia, maka masalah ini merupakan masalah global yang harus menjadi tanggung jawab bersa-ma. Setiap negara dituntut untuk melakukan minimisasi dan mencegah pencemaran/perusakan lingkungan. Bahkan fenomena ini menjadikan faktor lingkungan sebagai barriers to trade dalam sistem perdagangan in-ternational.

Lingkungan sebagai barriers to trade dilaksanakan dengan cara me-nerapkan berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, Ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer requirement). Pemberlaku-an standar lingkungan pada suatu produk/jasa mengakibatkan pasar yang ketat, sehingga menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku industri.

Oleh karena itu, harus dapat menempatkan aspek lingkungan hidup menjadi bagian integral dari suatu kegiatan industri, sehingga masalah lingkungan bukan lagi menjadi bagian terpisah dari kegiatan industri yang memerlukan biaya tambahan.

a. Konsep end-of-pipe treatment

Konsep end-of-pipe treatment menitikberatkan pada pengolahan dan pembuangan limbah. Konsep ini pada kenyataannya tidak dapat sepe-

Page 284: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

121

nuhnya memecahkan permasalahan lingkungan yang ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus berlangsung. Hal ini karena da-lam prakteknya pelaksanaan konsep ini menimbulkan banyak kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah peraturan perundangan, masih rendahnya compliance atau pentaatan dan penegakan hukum, masalah pembiayaan, serta masih rendahnya tingkat kesadaran.

Selanjutnya Asdep Standtek, KLH (2002: 2-3) menguraikan ken-dala lain yang dihadapi oleh pendekatan end-of-pipe treatment, sebagai berikut: (1) pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah lim-bah terbentuk; (2) tidak efektif dalam memecahkan permasalahan ling-kungan, karena pengolahan limbah cair, padat, atau gas memiliki risiko pindahnya polutan dari satu media ke media lingkungan lainnya, di mana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media yang sama; (3) biaya investasi dan operasi tinggi, karena peng-olahan limbah memerlukan biaya tambahan pada proses produksi, se-hingga biaya persatuan produk naik. Hal ini menyebabkan para peng-usaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbahnya; dan (4) pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai pe-rangkat peraturan, selain menuntut tersedianya biaya dan SDM yang handal dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan penegakan hukum. Lemahnya kontrol sosial, terba-tasnya sarana dan prasarana, serta kurangnya jumlah dan kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan.

Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini, sehingga bukan cara yang efektif dalam mengelola ling-kungan, maka strategi pengelolaan lingkungan telah diubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta memberikan keuntungan, baik finansial maupun non-fi-nansial.

b. Konsep produksi bersih

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada

Page 285: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

122

proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi, sehingga mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkung-an.

Produksi bersih (cleaner production) bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan proses produksi. Di samping itu, produksi bersih ju-ga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi diseluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan SDA dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara sing-kat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama memi-nimisasi terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup dan kedua adalah efisiensi dalam proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih, lanjut Asdep Standtek, KLH (2002: 3-4), adalah: (1) mengurangi dan meminimisasi penggunaan bahan baku, air dan pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, se-hingga mencegah dan atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap manusia; (2) per-ubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul ana-lisis daur hidup produk; (3) upaya produksi bersih ini tidak akan ber-hasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait, baik pemerintah, masyarakat, maupun kalangan dunia usaha. Selain itu, perlu pula diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mem-pertimbangkan aspek lingkungan; (4) mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat; (5) pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri (self regulation) daripada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak

Page 286: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

123

hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasar-kan kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

Prinsip-prinsip dalam produksi bersih diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang dikenal sebagai 4R, meliputi: (1) reuse, atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah da-pat digunakan kembali tanpa mengalami perlakukan fisika/kimia/bio-logi; (2) reduction, atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemar-an di awal produksi misalnya substitusi bahan baku yang ber-B3 de-ngan B9 segregasi tiada; (3) recovery, adalah teknologi untuk memisah-kan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk kemudian dikem-balikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika/ kimia/biologi; dan (4) recycling, atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisika/kimia/ biologi.

Prinsip 4R yang saat ini telah dikembangkan, aplikasikasinya akan lebih efektif apabila didahului dengan prinsip rethink. Prinsip ini adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi.

c. Kebijakan produksi bersih

Dalam kaitannya dengan penerapan produksi bersih, guna mendo-rong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, pemerintah (dalam Asdep Standtek, KLH, 2002: 3-4) mempunyai enam kebijakan, yakni: (1) mempromosikan program produksi bersih agar semua pihak terkait mempunyai persepsi yang sama, sehingga dapat dicapai suatu kon-sensus yang dinyatakan dalam Komitmen Nasional dalam penerapan strategi produksi bersih di Indonesia; (2) menganjurkan pelaksanaan produksi bersih termasuk berbagai perangkat manajemen lingkungan, seperti audit lingkungan, sistem manajemen lingkungan (ISO 14001), evaluasi kinerja lingkungan, ekolabel dan produktivitas ramah ling-kungan (green productivity) di Indonesia; (3) mengkaji kembali kebijak-an dan program nasional dalam pengelolaan lingkungan untuk meng-antisipasi diberlakukannya kebijaksanaan lingkungan yang bersifat

Page 287: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

124

global; (4) mengantisipasi diberlakukannya standar-standar internasio-nal di bidang lingkungan dengan ikut aktif dalam keanggotaan ISO/TC 207 agar Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan negara-negara maju yang ingin memberlakukan standar-standar lingkungan seperti SML, ekolabel, maupun ketentuan lainya di bidang lingkungan secara internasional; (5) menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi aktif se-mua pihak dalam implementasi produksi bersih dan semua perangkat manajemen lingkungan yang diperlukan berdasarkan prinsip kemitra-an; dan (6) melaksanakan pembinaan teknis dengan cara memberikan bantuan tenaga ahli, melaksanakan proyek-proyek percontohan serta menyebarluaskan informasi mengenai teknologi bersih melalui semi-nar, penyuluhan, website, pendidikan dan latihan.

Upaya-upaya yang dilaksanakan pemerintah adalah dengan me-ngembangkan kebijaksanaan yang kondusif bagi penerapan produksi bersih di samping selalu melakukan upaya peningkatan kesadaran ma-syarakat mengenai konsep produksi bersih, misalnya melalui jalur pen-didikan dan pelatihan, melaksanakan proyek-proyek percontohan (de-monstration project) serta penyebarluasan informasi melalui seminar, pe-nyuluhan, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan produksi bersih.

Partisipasi masyarakat sebagai konsumen misalnya, dapat dilaku-kan dengan cara hanya membeli barang atau produk yang akrab ling-kungan (environmentally products) di samping mendorong dan berpartisi-pasi dalam kegiatan program efisiensi, daur ulang, dan lain-lain.

Peranan LSM dan lembaga-lembaga penelitian di berbagai instansi dan perguruan tinggi menjadi sangat penting di dalam menyebarluas-kan informasi mengenai produk akrab lingkungan. Di sisi lain parti-sipasi masyarakat akan mendorong dunia usaha untuk terus berinovasi dalam menghasilkan produk yang akrab lingkungan.

Saat ini para pelaku usaha sudah mulai menerapkan strategi pro-duksi bersih di dalam pengembangan bisnisnya, karena dapat memper-oleh manfaat, sebagai berikut: (1) meningkatkan daya saing dan kegi-atan usahanya juga dapat berkelanjutan, mengingat semakin besarnya peranan lingkungan hidup dalam kebijakan perdagangan internasional; (2) dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dalam setiap kegiat-an proses produksi secara berkesinambungan, maka perusahaan mem-

Page 288: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

125

peroleh keuntungan ekonomis dengan adanya peningkatan efektivitas dan efisiensi di segala aspek; dan (3) dengan menjalankan strategi pro-duksi bersih, perusahaan dapat menurunkan biaya produksi dan biaya pengolahan limbah serta sekaligus mengurangi terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan (Asdep Standtek, KLH, 2002: 5-6). Ka-rena itu, strategi produksi bersih merupakan metode kunci untuk mengharmonisasikan kepentingan ekonomi dan pemeliharaan ling-kungan.

5. Lingkungan Pendidikan

Sebagaimana digariskan dalam subbagian akses manusia pada ling-kungan buatan, maka lingkungan yang dimaksudkan pada kajian be-rikut, adalah “lingkungan pendidikan,” bukan “pendidikan lingkung-an” yang umumnya sudah dipahami. Dengan demikian, kajian ini mengarah pada asal maknanya: dari ‘lingkungan’ mana datangnya ‘pendidikan’ itu?

Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan pendidikan, maka perlu dilakukan kajian yang komprehen-sif dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif ling-kungan pendidikan sonder pendidikan lingkungan.

a. Analisis filosofis tentang lingkungan pendidikan

Lingkungan pendidikan dikenal juga sebagai miliu pendidikan. Da-lam teori empirisme, miliu pendidikan dipercaya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Sementara teori nativisme menafikan pengaruh lingkungan pendidikan, karena ba-kat dan pembawaan manusia (baca: peserta didik) dinilai mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap proses pendidikan. Bagaimana pun juga teori konvergensi sangat mengakui pengaruh antara keduanya, yaitu bakat dan pembawaan serta pengaruh lingkungan pendidikan.

Lingkungan pendidikan pada hakikatnya dapat menjadi sumber pembelajaran. Teori pembelajaran konstruktivisme mengajarkan, bah-wa peserta didik harus dapat membangun pemahaman sendiri tentang konsep yang diambil dari sumber-sumber pembelajaran yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut Ilyas (2012: 2) menganggap

Page 289: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

126

lingkungan pendidikan sebagai suatu institusi atau kelembagaan, di mana pendidikan itu berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempe-ngaruhi proses pendidikan yang berlangsung.

b. Macam-macam lingkungan pendidikan

Ilyas (2012: 3) memandang betapa pentingnya lingkungan pendi-dikan yang sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab ling-kungan pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar-mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. De-ngan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggara-kan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

Pada perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan itu diseder-hanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga sebagai lembaga pendi-dikan informal47), sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan ma-syarakat sebagai lembaga pendidikan non-formal. Ketiga bentuk lem-baga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian manusia sebagai peserta didik.

1) Lingkungan keluarga

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasio-nal disebutkan, bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pen-didikan informal. Selain itu, keluarga juga disebut sebagai satuan pen-didikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini bagi Ilyas (2012: 3), karena keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Begitu pula Sirojul (2011: 5) memandang keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membentuk watak dan karakter manusia. Keluarga adalah lingkungan pertama di mana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan ma-nusia lain selain dirinya. Di keluarga pula manusia untuk pertama ka-linya dibentuk, baik sikap maupun kepribadiannya. Pendidikan keluar-ga disebut oleh Priyani (2011: 2) sebagai pendidikan utama, karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Ada beberapa potensi yang telah berkem-bang dalam pendidikan keluarga. Bahkan Efendi (2012: 2) mengang-

47) disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah

Page 290: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

127

gap keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab memelihara, mera-wat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang de-ngan baik.

Karena besarnya peran keluarga dalam pendidikan, Sidi Gazalba, seperti yang dikutip Ramayulis (dalam Ilyas, 2012: 4) mengkatego-rikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab.

Oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. De-ngan begitu, kepribadian anak akan terbentuk sejak dini, sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam proses pendidikan selan-jutnya yang akan ia jalani.

Sementara fungsi keluarga dalam kajian lingkungan pendidikan, yakni: (1) keluarga sebagai institusi sosial. Orang tua berkewajiban un-tuk mengembangkan fitrah dan bakat yang dimilikinya. Pendidikan da-lam perspektif ini, menurut Bakry (2005: 104), tidak menempatkan anak sebagai objek yang dipaksa mengikuti nalar dan kepentingan pen-didikan, tetapi pendidikan anak berarti mengembangkan potensi dasar yang dimiliki anak yang dimaksud. Potensi yang dimaksud cenderung pada kebenaran. Karena cenderung pada kebenaran, maka orang tua di-tuntut untuk mengarahkannya. Lebih lanjut Bakry (2005: 106) mene-gaskan bila keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama. Di lingkungan ini anak akan diperkenalkan dengan kehidupan sosial. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya menyebabkan ia menjadi bagian dari kehidupan sosial; dan (2) keluarga sebagai institusi pendidikan/keagamaan. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat dididik dan membutuhkan pendidikan. Dalam perspektif Bakry48) (2005: 106), yang jauh lebih penting lagi adalah bagaimana orang tua membantu perkembangan psi-

48) yang dipandangnya dari perspektif Islam

Page 291: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

128

kologis dan intelektual anak. Aspek ini membutuhkan kasih sayang, asuhan, dan perlakuan yang baik. Termasuk yang penting peran orang tua menanamkan nilai-nilai keagamaan dan keimanan anak. Model pendidikan keimanan yang diberikan orang tua kepada anak, dituntut agar lebih dapat merangsang anak dalam melakukan contoh perilaku orang tua (uswatun hasanah).

2) Lingkungan sekolah

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (dalam Ilyas, 2012: 5) menegas-kan, bahwa ‘sekolah’ disebut demikian, bilamana dalam pendidikan di-adakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua me-nyerahkan tanggung jawabnya sebagian ke lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran49) kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk mem-berikan pembelajaran di dalam keluarga. Oleh karena itu, Zuhairini (1992: 179) mengingatkan untuk sepantasnyalah orang tua menyerah-kan tugas dan tanggung jawabnya ke sekolah.

Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, juga mendidik anak beragama. Di sinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pem-belajaran kepada peserta didik. Pendidikan budi pekerti dan keagama-

49) untuk selanjutnya disebut pembelajaran. Di sisi lain pembelajaran mempunyai

pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda (Wikipedia, 2012: 1). Sebagaimana juga dijelaskan Mayer (2002: 228), Oser dan Baeriswyl (2001: 1031), Munro (1999: 151), serta Shuell dan Moran (1994: 3343), bahwa pengajaran dan pembelajaran tidak dapat ditangani sebagai entitas yang terpisah dan bahwa hubungan antara mengajar dan belajar agak rumit. Tetapi dengan jelas Grösser (2007: 38) menunjukkan peran penting dari guru dalam mengembangkan fungsi pembelajaran tertentu untuk membantu peserta didik dalam proses belajar dan realisasi optimal hasil belajar

Page 292: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

129

an yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan ke-lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberi-kan dalam keluarga.

Uhbiyati dan Ahmadi (1997: 240) mengakui bila sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri, sehingga anak mentaatinya. Ling-kungan yang positif adalah pendidikan agama, yaitu lingkungan seko-lah yang memberi fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendi-dikan agama ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan ku-rang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, dan berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini meng-hambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama, yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniada-kan kepercayaan agama di kalangan anak didik.

3) Lingkungan masyarakat

Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non-formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti per-aturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri atas se-kelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya.

Sirojul (2011: 8) menyebutkan lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan se-kolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam ma-syarakat ini banyak sekali, meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembetukan kesusi-laan dan keagamaan. Sementara Ilyas (2012: 7) menganggap masyara-kat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas dan turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam men-ciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, da-lam pendidikan, anak pun dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua

Page 293: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

130

harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah50) seba-gai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselengga-ranya pendidikan tersebut.

Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini, dikatakan Zuhairini (1992: 180) sebagai pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik secara sadar atau tidak telah mendidik dirinya sendiri, mencari penge-tahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakin-an dan keagamaan di dalam masyarakat.

Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pen-didikan, maka Ilyas (2012: 8) mengharuskan agar setiap individu seba-gai anggota masyarakat menciptakan suasana yang nyaman demi ke-berlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indo-nesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid education) sebagai upaya untuk memberdayakan ma-syarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini le-bih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan for-mal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan, bahwa ke-pedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pen-didikan formal.

50) atau madrasah

Page 294: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

BAB

lam Pengelolaan Lingkungan Hidup” ini. Bahwa dengan demikian, dapat 1.

2.

BAB VI

Ikhtisar

EBAGAIMANA telah dikaji, bahwa pengelolaan lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala aksesnya pada lingkungan hidupnya, termasuk ke dalam kungan alami dan lingkungan buatan, yang merupakan se

baran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” ini. Bahwa dengan demikian, dapat diikhtisarkan, seperti berikut.

Manusia berperan penting pada lingkungan hidup, pun dalam kelangsungan ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakantindakan yang diambil atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Kemampuan manusia untuk menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana hubungannya sebagai manusia dan lingkungan. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat menyadarkan manusia dengan lingkungannya, dan memiliki tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia itu sendiri di masa akan datang.

Ekologi manusia dapat dipandang dari dua perspektif, dalam perspektif keilmuan, tinjauannya mengarah pada: an, yang memandang ekologi sebagai usaha memahami keterkaitan antara spesies manusia dengan lingkungannya, yang mencakup ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari dimensi keilmuan dipisahkan menjadi lingkungan hidup alami, yaitu kondisi lingkungan hidup yang belum disentuh oleh tangan manusia, meskipun pada kenyataannya telah dinodai oleh pemenuhan kebutuhaseperti pembangunan waduk, wisata alami, wisata bahari, dan taman laut. Sedangkan lingkungan hidup buatan meliputi: pertambangan, industri, perhubungan, perkebunan, dan bentuk sarana dan prasarana lainnya. Demikian juga dengan dimensi ekologi

131

pengelolaan lingkungan diutamakan sebagai pengelolaan manusia dengan segala ak-

, termasuk ke dalam ling-, yang merupakan se-

baran hasil pemikiran daripada isi buku “Akses Manusia da-lam Pengelolaan Lingkungan Hidup” ini. Bahwa dengan demikian, da-

Manusia berperan penting pada lingkungan hidup, pun dalam ke-langsungan ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakan-

kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manu-sia itu sendiri. Kemampuan manusia untuk menyadari hal tersebut

an menentukan bagaimana hubungannya sebagai manusia dan lingkungan. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat me-nyadarkan manusia dengan lingkungannya, dan memiliki tugas un-tuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia

dipandang dari dua perspektif, yakni: (1) , tinjauannya mengarah pada: dasar keilmu-

an, yang memandang ekologi sebagai usaha memahami keterkaitan yang mencakup on-

tologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari dimensi keilmuan dipi-sahkan menjadi lingkungan hidup alami, yaitu kondisi lingkungan hidup yang belum disentuh oleh tangan manusia, meskipun pada kenyataannya telah dinodai oleh pemenuhan kebutuhan manusia, seperti pembangunan waduk, wisata alami, wisata bahari, dan ta-man laut. Sedangkan lingkungan hidup buatan meliputi: pertam-bangan, industri, perhubungan, perkebunan, dan bentuk sarana dan prasarana lainnya. Demikian juga dengan dimensi ekologi yang

Page 295: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

132

bersentuhan dengan lingkungan hidup sosial, yang mengatur ke-berlansungan hubungan dengan sesama secara struktural dan fung-sional atau disebut sosiosistem. Model ekologi dalam perfektif ke-ilmuan meliputi akal, budaya agama, dan iptek; dan (2) dalam pers-pektif kehidupan, ekologi ditinjau dari aspek pendidikan, yang diha-rapkan mampu mengubah perilaku manusia melalui upaya peng-ajaran, pelatihan, dan sosialisasi nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Aspek berikutnya kesempatan kerja, merupa-kan ikhtiar yang wajib dilakukan setiap insan yang mempunyai ke-mampuan dan kesempatan yang dilakukan melalui proses hingga menghasilkan keuntungan dari pekerjaannya. Aspek papan juga berperan dalam ekologi, seperti ketersediaan SDA, lahan, dan ru-mah. Kesehatan merupakan aspek ekologi, yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan alam, sosial budaya dalam konteks masalah kependudukan. Kebutuhan pangan merupakan aspek pen-ting dalam ekologi, karena bersifat primer dengan hajat hidup se-perti makan, minum, dan oksigen. Sedangkan aspek hukum, ber-sentuhan dengan kontak sosial manusia di bidang peradilan, pem-buatan UU, peraturan, tata tertib, instruksi, dan HAM.

3. Akses manusia pada lingkungan alami, mencakup: (1) hutan. Da-lam pengelolaan hutan harus ada pertimbangan manfaat dan risiko, sehingga tujuan pengelolaan hutan tidak dapat untuk mendapatkan keuntungan maksimum, melainkan agar manusia mendapatkan ha-sil optimum; (2) padang rumput. Begitu manusia menjamak padang rumput dengan cara menggembalakan ternak secara liar dan me-manfaatkan padang rumput itu juga sebagai lahan pertanian, begitu padang rumput itu akan menunjukkan pengaruh negatifnya atas lingkungan sekitarnya. Jenis-jenis rumput maupun jenis-jenis ter-nak dikelola secara demikian hingga keseimbangan ekologi dalam asasnya dapat didekati. Pengelolaan didasarkan atas “economical dan ecological approach.” Manusia semestinya mengelola padang rumput secara ekstensif seperti halnya dengan pengelolaan padang rumput yang luas-luas dan tidak mempergunakan padang rumput secara terus-menerus; (3) estuari. Fungsi wilayah estuari sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat permukiman, penang-

Page 296: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

133

kapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan kawas-an industri. Wilayah estuari juga merupakan ekosistem produktif, karena dapat berperan sebagai sumber zat hara. Dengan memper-hatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wilayah estuari menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut; (4) laut. Dalam kegiatan penge-lolaan SKA di laut harus senantiasa memelihara pelestarian ling-kungan laut. Wilayah konservasi yang merupakan wilayah garapan yang terlarang untuk dimanfaatkan dan wilayah pengelolaan tra-disional yang dikelola penduduk secara tradisional, diharapkan mempunyai kebijaksanaan tersendiri, karena pemanfaatannya ter-batas pada kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga harus mendapat prioritas tersendiri; (5) sungai. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan. Untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu di-kendalikan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan berke-lanjutan antara fungsi sungai dan kehidupan manusia; dan (6) da-nau. Pengelolaan perairan danau harus meliputi upaya-upaya ko-ordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau. Kecenderungan pengelolaan lingkungan perairan secara berkelanjutan yang populer saat ini, adalah yang bersifat co-manage-ment atau partisipatif, yaitu sistem pengelolaan oleh pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator, sementara prakarsa tindakan pe-ngelolaan diserahkan kepada masyarakat dan para pemangku ke-pentingan melalui mekanisme permusyawarahan. Karena itu, prog-ram penyelamatan danau merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pesisir.

4. Akses manusia pada lingkungan buatan, mencakup: (1) perumahan dan permukiman. Berbagai perkembangan, isu strategis, dan perma-salahan perumahan dan permukiman tersebut tidak terlepas dari di-namika dan kemajemukan perubahan-perubahan di dalam pemba-ngunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan pembangunan ling-kungan, yang tidak saja mengikuti perubahan berdimensi ruang

Page 297: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

134

dan waktu, tetapi juga perubahan kondisi, khususnya bidang eko-nomi, sosial, dan budaya. Kemampuan pengendalian pembangun-an perumahan dan permukiman yang masih relatif terbatas dan mulai bertumbuhkembangnya peran dan potensi masyarakat di da-lam mengatur dan melaksanakan sendiri kebutuhannya akan peru-mahan dan permukiman, juga sangat mendasari kebijakan dan stra-tegi penyelenggaraan perumahan dan permukiman; (2) industri. In-dustri mengekstrak material dan basis SDA dan memasukkan, baik produk maupun pencemaran ke dalam lingkungan hidup manusia. Industri memiliki kekuatan untuk meningkatkan atau merusak lingkungan. Kesadaran dan keprihatinan manusia yang semakin meningkat menyebabkan dilakukannya berbagai tindakan yang di-anggap perlu oleh pemerintah dan industri, di negara-negara indus-tri maupun di sebagian negara-negara berkembang. Berbagai kebi-jaksanaan dan program perlindungan lingkungan dan konservasi sumberdaya diadakan, sekaligus dengan badan-badan yang menge-lolanya; (3) bisnis dan perkantoran. Suatu kondisi lingkungan dan or-ganisasi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan dan organisasi kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang le-bih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien; (4) lingkungan produksi. Manusia harus dapat me-nempatkan aspek lingkungan hidup menjadi bagian integral dari suatu kegiatan industri, sehingga masalah lingkungan bukan lagi menjadi bagian terpisah dari kegiatan industri yang memerlukan biaya tambahan; dan (5) lingkungan pendidikan, suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, khususnya keluarga, se-kolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dike-nal sebagai tripusat pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat pendi-dikan itu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan, yaitu memba-ngun manusia Indonesia seutuhnya serta menyiapkan SDM pem-bangunan yang bermutu.

Page 298: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

135

Singkatan dan Akronim A AC air conditioner APBN Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara APP Asian Pulp and Paper APRIL Asia Pacific Resource Inter-

national ASEAN Association of South East

Asian Nations

B BKP4N Badan Kebijaksanaan

dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional

BUMN Badan Usaha Milik Nega-ra

C CGIAR World Agroforestry Centre CNN Cable News Network CPQ Copenhagen Psychosocial Ques-

tionnaire CVD cardiovascular diseases

D DAS daerah aliran sungai dB desibel DETER Detection of Deforestation dkk. dan kawan-kawan DOS Disk Operating System DPU Dinas Pekerjaan Umum

F FAO Food and Agriculture Organiza-

tion

G GIS Geographic Information System GRK gas rumah kaca

H HAGI Himpunan Ahli Geofisika

Indonesia HAM hak asasi manusia HCVF high conservation value fo-

rests HNI Himpunan Nelayan Indone-

sia

I IAGI Ikatan Ahli Geologi Indo-

nesia IATMI Ikatan Ahli Teknik Per-

minyakan Indonesia IBM International Business Machi-

nes Corporation INPE Instituto Nacional de Pesquisas

Espaciais iptek ilmu pengetahuan dan tek-

nologi ISO International Organization for

Standarization ISOI Ikatan Sarjana Oseanologi

Indonesia

Page 299: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

136

J Jabar Jawa Barat Jatim Jawa Timur

K Kalbar Kalimantan Barat Kalsel Kalimantan Selatan Kalteng Kalimantan Tengah Kaltim Kalimantan Timur KLH Kementerian Lingkungan

Hidup km kilometer KPK Komisi Pemberantasan Ko-

rupsi KPR kredit pemilikan rumah KSNPP Kebijakan dan Strategi

Nasional Perumahan dan Per-mukiman

L LHA lingkungan hidup alam LHB lingkungan hidup buatan LHS lingkungan hidup sosial LSM lembaga swadaya masyara-

kat

M MAPIN Masyarakat Pengindera-

an Jauh Indonesia migas minyak dan gas bumi mm milimeter MODIS Moderate Resolution Ima-

ging

N NAB nilai ambang batas NASA National Aeronautics and

Space Administration

NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia

NORA National Occupational Rese-arch Agenda

P PBB Persatuan Bangsa Bangsa PDB Produk Domestik Bruto perda peraturan daerah PERHAPI Perhimpunan Ahli

Pertambangan Indonesia perum perusahaan umum Perumnas perumahan nasional PP peraturan pemerintah

R REALU Reducing Emissions from

All Land Uses RI Republik Indonesia

S SDA sumberdaya alam SDM sumberdaya manusia SKA sumber kekayaan alam SML Sistem Manajemen Ling-

kungan Sulsel Sulawesi Selatan Sulut Sulawesi Utara Sumsel Sumatra Selatan

T TC technical committee

U UNESCO United Nations Educatio-

nal, Scientific, and Cultural Organi-zation

UU undang-undang

Page 300: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

137

UV ultraviolet

V VCS Verified Carbon Standard VOCs volatile organic compounds

W Walhi Wahana Lingkungan Hi-

dup Indonesia

WEIS Work Environment Impact Scale

WWF World Wildlife Fund

Y YME Yang Maha Esa

Z ZEE zona ekonomi eksklusif

Page 301: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

135

Singkatan dan Akronim A AC air conditioner APBN Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara APP Asian Pulp and Paper APRIL Asia Pacific Resource Inter-

national ASEAN Association of South East

Asian Nations

B BKP4N Badan Kebijaksanaan

dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional

BUMN Badan Usaha Milik Nega-ra

C CGIAR World Agroforestry Centre CNN Cable News Network CPQ Copenhagen Psychosocial Ques-

tionnaire CVD cardiovascular diseases

D DAS daerah aliran sungai dB desibel DETER Detection of Deforestation dkk. dan kawan-kawan DOS Disk Operating System DPU Dinas Pekerjaan Umum

F FAO Food and Agriculture Organiza-

tion

G GIS Geographic Information System GRK gas rumah kaca

H HAGI Himpunan Ahli Geofisika

Indonesia HAM hak asasi manusia HCVF high conservation value fo-

rests HNI Himpunan Nelayan Indone-

sia

I IAGI Ikatan Ahli Geologi Indo-

nesia IATMI Ikatan Ahli Teknik Per-

minyakan Indonesia IBM International Business Machi-

nes Corporation INPE Instituto Nacional de Pesquisas

Espaciais iptek ilmu pengetahuan dan tek-

nologi ISO International Organization for

Standarization ISOI Ikatan Sarjana Oseanologi

Indonesia

Page 302: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

136

J Jabar Jawa Barat Jatim Jawa Timur

K Kalbar Kalimantan Barat Kalsel Kalimantan Selatan Kalteng Kalimantan Tengah Kaltim Kalimantan Timur KLH Kementerian Lingkungan

Hidup km kilometer KPK Komisi Pemberantasan Ko-

rupsi KPR kredit pemilikan rumah KSNPP Kebijakan dan Strategi

Nasional Perumahan dan Per-mukiman

L LHA lingkungan hidup alam LHB lingkungan hidup buatan LHS lingkungan hidup sosial LSM lembaga swadaya masyara-

kat

M MAPIN Masyarakat Pengindera-

an Jauh Indonesia migas minyak dan gas bumi mm milimeter MODIS Moderate Resolution Ima-

ging

N NAB nilai ambang batas NASA National Aeronautics and

Space Administration

NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia

NORA National Occupational Rese-arch Agenda

P PBB Persatuan Bangsa Bangsa PDB Produk Domestik Bruto perda peraturan daerah PERHAPI Perhimpunan Ahli

Pertambangan Indonesia perum perusahaan umum Perumnas perumahan nasional PP peraturan pemerintah

R REALU Reducing Emissions from

All Land Uses RI Republik Indonesia

S SDA sumberdaya alam SDM sumberdaya manusia SKA sumber kekayaan alam SML Sistem Manajemen Ling-

kungan Sulsel Sulawesi Selatan Sulut Sulawesi Utara Sumsel Sumatra Selatan

T TC technical committee

U UNESCO United Nations Educatio-

nal, Scientific, and Cultural Organi-zation

UU undang-undang

Page 303: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

137

UV ultraviolet

V VCS Verified Carbon Standard VOCs volatile organic compounds

W Walhi Wahana Lingkungan Hi-

dup Indonesia

WEIS Work Environment Impact Scale

WWF World Wildlife Fund

Y YME Yang Maha Esa

Z ZEE zona ekonomi eksklusif

Page 304: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

139

Senarai A antroposentris berpusat kepada manusia arbitrase usaha perantara dalam meleraikan sengketa; peradilan wa-

sit autotrop1 1 organisme yang mendapatkan molekul makanan orga-

nik tanpa harus memakan organisme lain. Autotrop menggunakan energi dari matahari atau dari oksidasi substansi anorganik untuk membuat molekul organik dari molekul anorganik; 2 organisme yang dapat memproduksi semua biomolekul yang perlu dari pelo-poran organik sederhana; 3 mikrobe yang dapat menggunakan kar-bon dioksida sebagai sumber c utama; 4 suatu mikroorganisme yang menggunakan bahan-bahan anorganik sebagai sumber nutri-en; karbon dioksida merupakan satu-satunya sumber karbon; 5 or-ganisme yang secara mandiri dapat memenuhi bahan organik yang dibutuhkannya dengan cara mensintesisnya dari bahan anorganik; 6 organisme yang dapat mengubah bahan anorganik menjadi orga-nik (dapat membuat makanan sendiri) dengan bantuan energi se-perti energi cahaya matahari dan kimia; 7 biasanya ditujukan bagi bakteri dalam media kultur yang membutuhkan suatu nutrien ter-tentu, yang jika tidak ada dalam media akan mati; 8 organisme yang membentuk makanannya dari bahan-bahan anorganik, seperti menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi

B biosfer 1 bagian atmosfer yang paling bawah di dekat permukaan

bumi, tempat tinggal makhluk hidup; 2 lingkungan yang berupa se-gala sesuatu yang hidup (manusia, hewan, tumbuhan)

1 bandingkan dengan heterotrof

Page 305: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

140

biofisika2 1 cabang ilmu fisika yang mengkaji aplikasi aneka per-angkat dan hukum fisika untuk menjelaskan aneka fenomena ha-yati atau biologi; 2 ilmu sifat fisika makhluk, misalnya biolumines-cence, gerakan otot, kekentalan cairan tubuh, gelombang aktivitas otak atau jantung

biosida 1 zat kimia sebagai racun bagi semua bentuk kehidupan; 2 senyawa penghambat atau pembunuh kehidupan secara umum

bipolar yang mempunyai dua kutub D dampak pengaruh yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun

positif; -- lingkungan hidup pengaruh perubahan pada lingkungan hi-dup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan

daya kemampuan; kekuatan; -- adaptasi kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan (iklim dan sebagainya); -- cipta proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau anggitan (concept) baru, atau hubungan baru antara gagasan dan anggitan yang sudah ada. Dari sudut pan-dang keilmuan, hasil dari pemikiran berdayacipta (creative thinking) (kadang disebut pemikiran bercabang) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari daya cipta adalah tindakan membuat sesuatu yang baru; -- du-kung jumlah maksimum populasi yang mendukung kelangsung-an kehidupan di alam; -- dukung lingkungan hidup kemam-puan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya; -- tahan kemampuan kondisi tubuh untuk melakukan kerja dalam waktu yang lama

degradasi3 1 penurunan mutu; 2 perubahan suatu senyawa dari yang kompleks menjadi sederhana, dan dari yang aktif menjadi non-aktif;

2 berkembang sangat pesat sejak awal tahun 1980 dengan makin mapannya aneka teori

fisika yang telah ada 3 terurai, hancur

Page 306: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

141

-- hutan penurunan mutu hutan yang dapat diakibatkan oleh pe-nanganan

dekomposer beberapa jenis organisme (seperti beberapa macam bakteri dan jamur) yang memecah kembali menjadi unsur atau zat organik dalam rangka daur ekologi dengan hidup dari atau meru-sak protoplasma yang mati

detritus 1 materi organik yang sudah mati; 2 pecahan bahan yang lepas dari permukaan batuan karena meluruh; 3 jaringan rusak yang terlepas dari tempat asalnya; 4 sampah, termasuk bangkai, yang meluruh

diversifikasi penganekaragaman E ekologi4 1 kajian mengenai bagaimana organisme berinteraksi de-

ngan lingkungannya; 2 ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dan lingkungannya; 3 ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan-nya dan yang lainnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mem-pelajari, baik interaksi antarmakhluk hidup maupun interaksi an-tara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungan-nya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri atas manusia, hewan, tumbuhan, dan mikrobe. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mem-pengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesa-tuan. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mem-pertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar-

4 berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Istilah ekologi pertama

kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel. Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya

Page 307: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

142

makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hi-dupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi, dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang meng-gambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan eko-nomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik. Para ahli ekologi mempelajari hal be-rikut: perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Perubahan populasi atau spesies pa-da waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkan-nya. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makh-luk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungan-nya. Kini para ekolog (orang yang mempelajari ekologi) berfokus kepada ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim; -- manusia ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik an-tara manusia dengan lingkungan hidupnya; -- perilaku pende-katan heuristik yang didasarkan pada ekspektasi bahwa kemam-puan Darwinian (keberhasilan reproduktif) bisa ditingkatkan mela-lui perilaku yang optimal; -- tumbuh-tumbuhan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tumbuh-tumbuhan atau tanaman dengan lingkungannya. Tumbuh-tumbuhan atau tanaman membutuhkan sumberdaya kehidupan dari lingkungannya, dan mempengaruhi lingkungan begitu juga sebaliknya lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuh-tumbuh-an dan tanaman

ekosistem 1 keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam; 2 komu-nitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan, bersama habi-tatnya; 3 keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi; 4 suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hu-bungan timbal-balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesa-tuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan pengga-

Page 308: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

143

bungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal-balik antara organisme dan lingkungan fisik, sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga mempengaruhi ling-kungan fisik untuk keperluan hidup5; 5 tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mem-pengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan pro-duktivitas lingkungan hidup; -- buatan merupakan ekosistem yang terbentuk karena adanya pengaruh perlakuan manusia. Ekosistem buatan memiliki ciri-ciri, yaitu komponen penyusun yang ada di dalamnya memperoleh energi dari luar ekosistemnya, memiliki keanekaragaman hayati yang rendah, serta hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya le-bih banyak didominasi oleh perlakuan manusia. Contoh ekosistem buatan misalnya ekosistem bendungan, ekosistem sawah, hutan produksi, lingkungan pemukiman, dan ekosistem tambak; -- hutan kawasan di mana terdapat keanekaragaman yang paling tinggi di daratan. Ekosistem hutan merupakan rumah bagi tumbuhan dan ju-ga hewan; -- pesisir merupakan suatu himpunan integral dari

5 pengertian ini didasarkan pada hipotesis Gaia, yaitu: “organisme, khususnya mikro-

organisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kon-trol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan.” Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tatasurya. Kehadiran, kelimpahan, dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumberdaya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditole-ransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu. Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia da-pat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, me-ngembangkan teknologi, dan memanipulasi alam

Page 309: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

144

komponen hayati (organisme hidup) dan nir-hayati (fisik), mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Karakteristik dari ekosistem pesisir ada-lah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut ke dalam wilayah ekosis-tem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun (sea-grass), dan ekosistem terumbu karang

epidemiologi6 1 ilmu tentang penyebaran penyakit menular pada manusia dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran itu; 2 ilmu yang mempelajari tentang penularan penyakit; 3 studi tentang seberapa sering suatu penyakit terjadi pada kelompok orang yang berbeda dan mengapa. Informasi epidemiologi diguna-kan untuk merencanakan dan mengevaluasi strategi untuk mence-gah penyakit dan sebagai panduan untuk pengelolaan pasien yang telah mengembangkan penyakit tersebut

estuari 1 perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar; 2 muara sungai berbentuk corong yang melebar ke arah laut karena pengaruh pasang; 3 perairan terlindung yang kemasinannya berbeda dengan jelas apabila dibandingkan dengan kemasinan air laut, beberapa di antaranya mempunyai kemasinan tinggi (estuari negatif), yang ditandai dnegan fluktuasi kemasinan dibandingkan dengan air payau atau danau asin yang mempunyai kadar garam tetap

F formaldehida7 merupakan aldehida yang berbentuknya gas atau cair

yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal sebagai

6 menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi

dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pema-haman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting un-tuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan cara pe-nanggulangannya

7 juga disebut metanal atau formalin; H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867

Page 310: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

145

paraformaldehyde atau trioxane. Pada umumnya, formaldehida ter-bentuk akibat reasi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang me-ngandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hu-tan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, for-maldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terha-dap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formal-dehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia

fosfat 1 bahan asam fosfor yang dipakai untuk pupuk; 2 mineral senyawaan antara fosfor, oksigen, dan unsur lainnya

fosfor8 1 fosforus; 2 sebuah mineral yang ditemukan dalam banyak makanan termasuk produk susu dan daging. Fosfor penting untuk tulang dan gigi yang kuat, serta untuk fungsi saraf yang tepat. Fos-for merupakan bagian dari kerangka struktural molekul biologis seperti DNA dan RNA. Sel-sel hidup juga menggunakan fosfor un-tuk transportasi seluler; 3 zat, organik ataupun anorganik, cair atau kristal yang mampu berpendar; 4 zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens (pendaran yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan). Fosfor, berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sul-fida9 yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat10 yang di-campur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katode dan lampu pendar, sementara fos-for dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katode mulai dibakukan pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf “P” yang diikuti dengan sebuah angka. Unsur kimia

8 unsur pertama yang ditemukan dengan cara kimia. Dipersiapkan dari air kencing. Di-

temukan oleh H. Brand pada tahun 1669. Biasanya ditemukan di alam bersenyawa dengan oksigen, sebagai fosfat. Kebanyakan fosfat dalam tubuh manusia terdapat di tulang, tapi fosfat yang mengandung molekul (fosfo-lipid) juga merupakan kom-ponen dari membran sel dan kolesterol

9 ZnS 10 Zn2SiO4

Page 311: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

146

fosforus dapat mengeluarkan cahaya dalam keadaan tertentu, tetapi fenomena ini bukan fosforesens, melainkan kemiluminesens

fotokimia 1 bagian dari ilmu kimia yang mempelajari interaksi an-tara atom, molekul kecil, dan cahaya (atau radiasi elektromag-netik). Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, fotokimia menggunakan sistem satuan SI atau metrik. Unit dan konstanta yang sering diper-gunakan, antara lain meter, detik, hertz, joule, mol, konstanta gas R, serta konstanta Boltzmann. Semua unit dan konstanta ini juga merupakan bagian dari bidang kimia fisik; 2 cabang ilmu kimia tentang hubungan senyawa kimia dengan cahaya

fotosintesis11 1 pemanfaatan energi cahaya matahari (cahaya mataha-ri buatan) oleh tumbuhan berhijau daun atau bakteri untuk meng-ubah karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat; 2 pengubahan energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam glu-kosa atau senyawa organik lainnya; terjadi pada tumbuhan, alga, dan prokariotik tertentu; 3 proses di mana tanaman hijau, alga, dan beberapa bakteri menyerap energi cahaya dan menggunakannya untuk mensintesis senyawa organik (awalnya karbohidrat); 4 suatu proses biokimia pembentukan zat makanan karbohidrat yang dila-kukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berklorofil, makhluk hi-dup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya ma-tahari. Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena dapat membuat makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobac-teria, fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbon dioksi-da dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Fotosin-tesis sangat penting bagi semua kehidupan aerobik di bumi karena selain untuk menjaga tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosin-tesis juga merupakan sumber energi bagi hampir semua kehidupan di bumi, baik secara langsung maupun tidak langsung (sebagai sumber utama energi dalam makanan mereka), kecuali pada orga-

11 dari bahasa Yunani φώτο-, “cahaya,” dan σύνθεσις, “menggabungkan, penggabung-

an”

Page 312: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

147

nisme kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang angin hidrotermal di laut yang dalam. Tingkat penyerapan energi oleh fo-tosintesis sangat tinggi, yaitu ± 100 terawatentang, atau ± 6 kali lebih besar daripada konsumsi energi peradaban manusia. Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senya-wa organik dalam tubuh organisme. Fotosintesis mengubah ± 100–115 petagram karbon menjadi biomassa setiap tahunnya. Meskipun fotosintesis dapat berlangsung dalam berbagai cara pada berbagai spesies, beberapa cirinya selalu sama. Misalnya, prosesnya selalu dimulai dengan energi cahaya diserap oleh protein berklorofil yang disebut pusat reaksi fotosintesis. Pada tumbuhan, protein ini ter-simpan di dalam organel yang disebut kloroplas, sedangkan pada bakteri, protein ini tersimpan pada membran plasma. Sebagian dari energi cahaya yang dikumpulkan oleh klorofil disimpan dalam bentuk ATP. Sisa energinya digunakan untuk memisahkan elek-tron dari zat seperti air. Elektron ini digunakan dalam reaksi yang mengubah karbon dioksia menjadi senyawa organik. Pada tumbuh-an, alga, dan cyanobacteria, ini dilakukan dalam suatu rangkaian reaksi yang disebut siklus Calvin, namun rangkaian reaksi yang berbeda ditemukan pada beberapa bakteri, misalnya siklus Krebs terbalik pada chlorobium. Banyak organisme fotosintesis memiliki adaptasi yang mengonsentrasikan atau menyimpan karbon dioksi-da. Ini membantu mengurangi proses boros yang disebut fotores-pirasi yang dapat menghabiskan sebagian dari gula yang dihasilkan selama fotosintesis. Organisme fotosintesis pertama kemungkinan berevolusi ± 3.500 juta tahun silam, pada masa awal sejarah evo-lusi kehidupan ketika semua bentuk kehidupan di bumi merupakan mikroorganisme dan atmosfer memiliki sejumlah besar karbon di-oksida. Makhluk hidup ketika itu sangat mungkin memanfaatkan hidrogen atau hidrogen sulfida--bukan air--sebagai sumber elek-tron. Cyanobacteria muncul kemudian, ± 3.000 juta tahun silam, dan secara drastis mengubah bumi ketika mereka mulai mengoksi-genkan atmosfer pada ± 2.400 juta tahun silam. Atmosfer baru ini memungkinkan evolusi kehidupan kompleks seperti protista. Pada akhirnya, tidak < 1 miliar tahun silam, salah satu protista memben-

Page 313: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

148

tuk hubungan simbiosis dengan satu cyanobacteria dan menghasil-kan nenek moyang dari seluruh tumbuhan dan alga. Kloroplas pa-da tumbuhan modern merupakan keturunan dari cyanobacteria yang bersimbiosis ini

G gambut tanah yang lunak dan basah, terdiri atas lumut dan bahan ta-

naman lain yang membusuk (biasanya terbentuk di daerah rawa atau di danau yang dangkal)

geomorfologi ilmu tentang bentuk-bentuk permukaan bumi masa kini dan proses-proses yang mengakibatkan bentuk itu

H heimat perasaan tak memiliki tanah air heterotrof12 1 sel yang memerlukan biomolekul gizi seperti glukosa

dan asam amino untuk katabolisme dan anabolisme; 2 mempunyai sifat memperoleh makanan dan energi dari sumber organik; 3 or-ganisme yang mendapatkan molekul makanan organik dengan cara memakan organisme lain atau hasil sampingannya; 4 suatu mikro-organisme yang tidak mampu menggunakan karbon dioksida seba-gai satu-satunya sumber karbon dan membutuhkan satu atau lebih senyawa organik; 5 mikroorganisme yang membutuhkan karbon-dioksida dan senyawa organik lain untuk gizi dan kebutuhan ener-gi; 6 organisme yang hanya mampu menggunakan materi organik makhluk hidup lain sebagai bahan baku makanannya; 7 organisme yang membutuhkan senyawa organik di mana karbon diekstrak un-tuk pertumbuhannya. Termasuk ke dalam heterotrof adalah semua hewan, jamur, dan bakteri

hidrogen13 1 gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak ada rasanya, menyesakkan, tetapi tidak bersifat racun, unsur dengan nomor

12 dikenal sebagai “konsumer” dalam rantai makanan. Heterotrof merupakan kebalikan

dari autotrop 13 pertama kali dihasilkan oleh Paracelcus (1500s) bersama Robert Boyle dan Joseph

Priestley dengan mereaksikan asam kuat dan logam. Baru pada tahun 1766 Henry Cavendish menelitinya; dengan rumus H2

Page 314: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

149

atom 1, berlambang H, dan bobot atom 1,0080; 2 pada suhu dan tekanan standar, tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mu-dah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur teringan di dunia. Hidrogen juga adalah unsur paling melim-pah dengan ± 75% dari total massa unsur alam semesta. Keba-nyakan bintang dibentuk oleh hidrogen dalam keadaan plasma. Se-nyawa hidrogen relatif langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industri dari berbagai senya-wa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga dapat dihasilkan da-ri air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih mahal daripada produksi hidrogen dari gas alam. Isotop hid-rogen yang paling banyak dijumpai di alam adalah protium, yang inti atomnya hanya mempunyai proton tunggal dan tanpa neutron. Senyawa ionik hidrogen dapat bermuatan positif ataupun negatif. Hidrogen dapat membentuk senyawa dengan kebanyakan unsur dan dapat dijumpai dalam air dan senyawa-senyawa organik. Hid-rogen sangat penting dalam reaksi asam basa yang mana banyak reaksi ini melibatkan pertukaran proton antarmolekul terlarut. Oleh karena hidrogen merupakan satu-satunya atom netral yang persa-maan Schrödingernya dapat diselesaikan secara analitik, kajian pa-da energetika dan ikatan atom hidrogen memainkan peran yang sa-ngat penting dalam perkembangan mekanika kuantum

hutan 1 tanah yuang luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara orang); 2 tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah yang luas (biasanya di wilayah pegunungan); -- alam hutan yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia, memiliki berbagai jenis pohon campuran dan dari segala umur; -- perawan hutan asli, yang belum pernah ditebang; -- produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok mem-produksi hasil hutan. Hutan produksi adalah suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan atau memproduksi hasil hutan bagi kepentingan masyarakat, di bidang industri dan ekspor; -- rakyat hutan yang tumbuh dan dibangun serta dikelola oleh rakyat, pada umumnya

Page 315: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

150

berada di atas tanah milik atau tanah adat. Ada beberapa hutan rak-yat berada di atas tanah negara, namun hal tersebut biasanya sudah ada campur tangan pemerintah. Hutan rakyat ini ditanami dengan jenis-jenis tanaman hutan, ada yang dikombinasikan dengan ta-naman semusim. Pengelola hutan rakyat pada umumnya menerap-kan sistem agroforestri atau yang dikenal dengan nama Wanatani

I imanen berada dalam kesadaran atau dalam akal budi (pikiran) K kalsium14 1 logam putih, menyerupai kristal, unsur dengan nomor

atom 20, berlambang Ca, dan bobot atom 40,08; 2 mineral penting yang paling banyak dibutuhkan manusia. Kalsium membantu pem-bentukan tulang dan gigi dan diperlukan untuk pembekuan darah, transmisi sinyal pada sel saraf, dan kontraksi otot. Kalsium mem-bantu mencegah osteoporosis. Dari semua kalsium yang terkan-dung dalam tubuh manusia, 99% terletak di tulang dan gigi; 3 me-rupakan salah satu logam alkali tanah, dan merupakan elemen ter-abaikan kelima terbanyak di bumi. Kalsium juga merupakan ion terabaikan kelima terbanyak di air laut dilihat dari segi molaritas dan massanya, setelah natrium, klorida, magnesium, dan sulfat

karbon15 1 unsur bukan logam, dalam alam terdapat sebagai intan, grafit, dan arang, dengan nomor atom 6, berlambang C, dan bobot

14 dari kata Latin: calx, kapur. Walau kapur telah digunakan oleh orang-orang Romawi

di abad kesatu, logam kalsium belum ditemukan sampai tahun 1808. Setelah mem-pelajari Berzelius dan Pontin berhasil mempersiapkan campuran air raksa dengan kalsium (amalgam) dengan cara mengelektrolisis kapur di dalam air raksa, Davy ber-hasil mengisolasi unsur ini walau bukan logam kalsium murni; juga tampaknya ber-peran dalam menurunkan tekanan darah, dan terbukti mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler pada wanita post-menopause

15 dari kata Latin: carbo, arang; suatu unsur yang telah ditemukan sejak zaman pra-sejarah sangat banyak ditemukan di alam. Karbon juga banyak terkandung di ma-tahari, bintang-bintang, komet, dan amosfer kebanyakan planet. Karbon dalam ben-tuk berlian mikroskopik telah ditemukan di dalam beberapa meteor yang jatuh ke bu-mi. Berlian alami juga ditemukan di kimberlite pipa gunung berapi, di Afrika Selatan,

Page 316: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

151

atom 12,0111; 2 sebagai unsur golongan 14 pada tabel periodik, karbon merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang berarti bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Terdapat tiga macam isotop kar-bon yang ditemukan secara alami, yakni C dan C yang stabil, dan C yang bersifat radioaktif dengan waktu paruh peluruhannya seki-tar 5.730 tahun. Karbon merupakan salah satu di antara beberapa unsur yang diketahui keberadaannya sejak zaman kuno. Karbon memiliki beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan karbon amorf. Sifat-sifat fisika karbon bervariasi ber-gantung pada jenis alotropnya. Sebagai contohnya, intan berwarna transparan, manakala grafit berwarna hitam dan kusam. Intan me-rupakan salah satu materi terkeras di dunia, manakala grafit cukup lunak untuk meninggalkan bekasnya pada kertas. Intan memiliki konduktivitas listik yang sangat rendah, sedangkan grafit adalah konduktor listrik yang sangat baik. Di bawah kondisi normal, intan memiliki konduktivitas termal yang tertinggi di antara materi-ma-teri lain yang diketahui. Semua alotrop karbon berbentuk padat da-lam kondisi normal, tetapi grafit merupakan alotrop yang paling stabil secara termodinamik di antara alotrop-alotrop lainnya. Se-mua alotrop karbon sangat stabil dan memerlukan suhu yang sa-ngat tinggi untuk bereaksi, bahkan dengan oksigen. Keadaan oksi-dasi karbon yang paling umumnya ditemukan adalah +4, manakala +2 dijumpai pada karbon monoksida dan senyawa kompleks logam transisi lainnya. Sumber karbon anorganik terbesar terdapat pada batu kapur, dolomit, dan karbon dioksida, sedangkan sumber orga-nik terdapat pada batu bara, tanah gambut, minyak bumi, dan kla-trat metana. Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa daripada unsur-unsur lainnya, dengan hampir 10 juta senyawa or-ganik murni yang telah dideskripsikan sampai sekarang. Karbon adalah unsur paling berlimpah ke-15 di kerak bumi dan ke-4 di alam semesta. Karbon terdapat pada semua jenis makhluk hidup,

Arkansas, dan beberapa tempat lainnya. Berlian sekarang ini diambil dari dasar sa-mudera di lepas pantai Cape of Good Hope. Sekitar 30% berlian industri yang dipakai di AS sekarang ini merupakan hasil sintesis; zat arang

Page 317: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

152

dan pada manusia, karbon merupakan unsur paling berlimpah ke-dua (± 18,5%) setelah oksigen. Keberlimpahan karbon ini, bersa-maan dengan keanekaragaman senyawa organik dan kemampuan-nya membentuk polimer membuat karbon sebagai unsur dasar ki-miawi kehidupan. Unsur ini adalah unsur yang paling stabil di an-tara unsur-unsur yang lain, sehingga dijadikan patokan dalam mengukur satuan massa atom; -- dioksida16 1 senyawa karbon dengan oksigen yang berupa gas tanpa warna, lebih berat dari udara, tidak terbakar, dan larut dalam air, (digunakan dalam alat pemadam kebakaran); 2 gas tidak ber-warna, tidak berbau, dan tidak mudah terbakar yang dihasilkan pa-da respirasi, dan dilepaskan oleh jaringan ke darah yang kemudian dihembuskan oleh paru-paru dalam pertukaran dengan oksigen; 3 sejenis senyawa kimia yang terdiri atas dua atom oksigen yang ter-ikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Karbon dioksida berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi ± 387 bpj berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting, karena menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorga-nik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas. Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan < 5,1 atm, namun langsung menjadi pa-dat pada temperatur < -78°C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering. Karbon dioksida adalah oksi-da asam. Larutan karbon dioksida mengubah warna litmus dari bi-ru menjadi merah muda

16 ditemukan oleh Joseph Black; CO2; atau zat asam arang

Page 318: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

153

kardiovaskuler berkenaan atau berkaitan dengan jantung dan pem-buluh darah

kearifan kebijaksanaan; kecendekiaan; -- lokal nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan ma-syarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari

konjungtiva 1 selaput lendir yang menutupi kelopak mata, melipat kembali pada bola mata, dan menutupi permukaan depan bola ma-ta; 2 membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera (bagian putih mata), kecuali kornea. Konjungtiva bertanggung jawab untuk men-jaga kelembapan mata

konservasi pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan meng-awetkan; pengawetan; pelestarian; -- hutan hawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempu-nyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan sat-wa serta ekosistemnya; -- sumberdaya alam (SDA) pengelo-laan SDA untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan me-ningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya

L laguna 1 danau asin dekat pantai yang dahulu merupakan bagian

laut (yang dangkal), yang karena peristiwa geografi terpisah dari laut; 2 danau kecil atau tasik yang terjadi pada laut dangkal yang dikelilingi oleh beting karang atau gosong pasir yang menutup pe-sisir atau muara sungai

limbah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; -- cair/air buangan sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup; -- padat hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, atau bubur yang berasal dari proses pengolahan.

Page 319: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

154

Jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet, kulit tiruan, plastik, gelas/kaca, metal, kulit telur, dan lain-lain

lingkungan 1 daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk di dalamnya; 2 semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan; -- alami segala sesuatu yang telah ada di alam dan diciptakan oleh Tuhan, dalam perkembangannya belum mengalami pembaru-an oleh manusia sehingga masih tetap terjaga dan tidak termodi-fikasi; -- bisnis segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bis-nis dalam suatu lembaga organisasi atau industri/perusahaan; -- buatan segala sesuatu yang sengaja atau tidak sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya desa, kota, pabrik, rumah, waduk, sawah, tambak, perkebunan, dan lain-lain; -- estuari kawasan yang sangat penting bagi berjuta hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuari umumnya ditumbuhi dengan tumbuhan khas yang disebut mang-rove.; -- hidup kesatuan ruang dengan semua benda, daya, ke-adaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; -- industri keadaan sekeliling tempat suatu industri beroperasi termasuk uda-ra, air, tanah, SDA, flora, fauna, manusia, dan keterkaitannya. Di mana keadaan ini meluas dari dalam perusahaan/industri tersebut sampai ke sistem global; -- kerja kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam industri/perusahaan yang berpengaruh terhadap pe-kerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak ter-lepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat; -- laut ling-kungan perairan salin atau marine waters yang menyimpan berjuta misteri kekayaan ekosistem dan biodiversitas yang hingga seka-rang masih belum banyak tersingkap. Lingkungan yang dinamakan Lingkungan Laut (Marine Environment) cakupannya dimulai dari bagian pantai (coastal) dan daerah muara (estuarine) hingga ke te-ngah samudra, dimulai dari bagian permukaan air hingga dasar perairan yang bermacam-macam tipe kedalamannya dan bentuk

Page 320: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

155

morfologisnya; -- pendidikan latar tempat berlangsungnya pen-didikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat); -- sosial tempat di mana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antarsesama maupun dengan lingkungannya

M mangan17 logam berwarna putih keabu-abuan, bersifat keras dan ge-

tas, mirip besi tetapi tidak magnetis, unsur dengan nomor atom 25, berlambang Mn, dan bobot atom 54,938

marjinal tidak terlalu menguntungkan menteri menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup metana18 1 gas tanpa warna dan tanpa bau, yang dapat meledak jika

dicampur dengan udara, sifatnya lebih ringan daripada udara dan mendidih pada suhu 161,4O; 2 hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan un-tuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau bele-rang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan me-lepaskan satu molekul asam arang dan dua molekul H2O: CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O. Metana adalah salah satu gas rumah kaca

moratorium 1 penangguhan pembayaran utang didasarkan pada UU agar dapat mencegah krisis keuangan yang semakin hebat; 2 penundaan; penangguhan

morbiditas tingkat yang sakit dan yang sehat dalam suatu populasi muskuloskeletal keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh

tenaga kerja, mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat berat

17 diambil dari bahasa Latin magnes yang berarti bermagnet; pertama kali dikenali oleh

Scheele, Bergman, dan ahli lainnya sebagai unsur dan diisolasi oleh Gahn pada ta-hun 1774, dengan mereduksi mangan dioksida dengan karbon

18 konsentrasinya di atmosfer pada tahun 1998, dinyatakan dalam fraksi mol, adalah 1.745 nmol/mol (bagian per miliar), naik dr 700 nmol/mol pada tahun 1750. Pada tahun 2008, kandungan gas metana di atmosfer sudah meningkat kembali menjadi 1.800 nmol/ mol

Page 321: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

156

N nitrogen19 1 gas tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan ti-

dak beracun, unsur dengan nomor atom 7, berlambang N, dan bo-bot atom 14,0067; 2 merupakan pembentuk protein dan asam nuk-leat dan hadir di semua sel hidup. Nitrogen tidak mendukung res-pirasi dan fatal jika dihirup sendirian, karena kekurangan oksigen. Nitrogen larut dalam darah dan cairan tubuh. Jika dilepaskan seba-gai gelembung gas, nitrogen dapat memiliki konsekuensi serius atau bahkan fatal; 3 biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lain-nya. Nitrogen mengisi 78,08% atmosfer bumi dan terdapat dalam banyak jaringan hidup. Zat lemas membentuk banyak senyawa penting, seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan sianida

O oksida 1 senyawa oksigen biner, umumnya dengan logam (seperti

Na2O) atau bukan logam (seperti NO2); 2 senyawa kimia yang se-dikitnya mengandung sebuah atom oksigen serta sedikitnya sebuah unsur lain. Sebagian besar kerak bumi terdiri atas oksida. Oksida terbentuk ketika unsur-unsur dioksidasi oleh oksigen di udara. Pembakaran hidrokarbon menghasilkan dua oksida utama karbon, karbon monoksida dan karbon dioksida. Bahkan materi yang di-anggap sebagai unsur murni pun seringkali mengandung selubung oksida. Misalnya aluminium foil memiliki kulit tipis Al2O3 yang melindungi foil dr korosi

oksidasi 1 terlepasnya elektron dari satu reduktan; 2 proses peng-gabungan suatu zat dengan oksigen; 3 proses pelepasan elektron dari suatu partikel (molekul air); 4 proses penguraian mineral yang mengandung logam oleh O2 dan menimbulkan karat yang merupa-kan satu bentuk pelapukan kimia; 5 hilangnya elektron dari suatu substansi yang terlibat dalam reaksi redoks; 6 reaksi dari suatu un-sur atau senyawa yang mengikat oksigen

19 atau zat lemas. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif be-

reaksi dengan unsur lainnya

Page 322: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

157

oksigen20 1 gas tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, me-rupakan komponen dari kerak bumi, unsur dengan nomor atom 8, berlambang O2, dan bobot atom 19,9994; 2 gas tidak berwarna, ti-dak berbau, dan tidak berasa yang mengisi 20% dari udara yang di-hirup21. Oksigen bergabung dengan sebagian besar unsur-unsur la-in untuk membentuk oksida. Oksigen sangat penting untuk manu-sia, hewan, dan tumbuhan; 3 merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur la-innya. Pada temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik yang ti-dak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak bumi. Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi. Semua kelompok molekul struktural yang terdapat pada organisme hidup, seperti protein, kar-bohidrat, dan lemak, mengandung oksigen. Demikian pula senya-wa anorganik yang terdapat pada cangkang, gigi, dan tulang he-wan. Oksigen dihasilkan dari air oleh sianobakteri, ganggang, dan tumbuhan selama fotosintesis, dan digunakan pada respirasi sel oleh hampir semua makhluk hidup. Oksigen beracun bagi organis-me anaerob, yang merupakan bentuk kehidupan paling dominan pada masa-masa awal evolusi kehidupan. Oksigen kemudian mulai berakumulasi pada atmosfer ± 2,5 miliar tahun yang lalu. Terdapat pula alotrop oksigen lainnya, yaitu ozon. Lapisan ozon pada at-mosfer membantu melindungi biosfer dari radiasi UV, namun pada permukaan bumi adalah polutan yang merupakan produk samping dari asbut. Oksigen secara industri dihasilkan dengan distilasi ber-

20 zat asam, yang ditemukan oleh Joseph Priestley (1733–1804). Namun sumber lain

menyebutkan, bahwa pertama kali ditemukan oleh seorang ahli obat Carl Wilhelm Scheele (1742–1786). Ia menghasilkan gas oksigen dengan mamanaskan raksa oksi-da dan berbagai nitrat sekitar tahun 1772. Scheele menyebut gas ini ‘udara api’ ka-rena ia merupakan satu-satunya gas yang diketahui mendukung pembakaran. Ia me-nuliskan pengamatannya ke dalam sebuah manuskrip yang berjudul Treatise on Air and Fire, yang kemudian ia kirimkan ke penerbitnya pada tahun 1775. Namun, dokumen ini tidak dipublikasikan sampai dengan tahun 1777

21 dan setidaknya setengah dari berat seluruh kerak bumi yang padat

Page 323: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

158

tingkat udara cair, dengan menggunakan zeolit untuk memisahkan karbon dioksida dan nitrogen dari udara, ataupun elektrolisis air, dan lain-lain. Oksigen digunakan dalam produksi baja, plastik, dan tekstil, juga digunakan sebagai propelan roket, untuk terapi oksi-gen, dan sebagai penyokong kehidupan pada pesawat terbang, ka-pal selam, penerbangan luar angkasa, dan penyelaman

oligotrof suatu organisme yang dapat hidup dalam lingkungan yang sangat rendah nutrisi. Organisme ini adalah kebalikan dari co-piotrophs yang lebih suka lingkungan kaya nutrisi. Oligotrof diciri-kan oleh pertumbuhan yang lambat, tingkat metabolisme yang ren-dah, dan umumnya memiliki populasi yang cukup rendah. Kata si-fat oligotrofik dapat digunakan untuk merujuk pada lingkungan yang menawarkan sedikit nutrisi untuk mempertahankan hidup, or-ganisme yang bertahan hidup dalam lingkungan seperti itu atau terhadap adaptasi yang mendukung kelangsungan hidup pada dae-rah itu. Lingkungan oligotrofik termasuk sedimen laut dalam, gua-gua, es dan es kutub, di bawah permukaan tanah yang dalam, akui-fer, air laut, dan tanah tercuci/tererosi yang sudah sangat sedikit unsur hara/nutrisinya. Contoh organisme oligotrofik adalah bakteri Pelagibacter ubique yang merupakan organisme yang paling banyak ditemukan di lautan. Diperkirakan kelompok kehidupan mikro ini memiliki populasi total ± 1027

organisme 1 segala jenis makhluk hidup (tumbuhan, hewan, dan se-bagainya); susunan yang bersistem dari berbagai bagian jasad hi-dup untuk suatu tujuan tertentu; 2 individu makhluk hidup, apakah seekor hewan, tumbuhan, atau mikroorganisme; -- autotrof makhluk hidup yang mampu membuat makanan sen-diri dengan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Contoh organisme autotrof adalah tumbuhan dan beberapa jenis bakteri. Proses pembuatan makanan oleh organisme autotrof dise-but sintesis. Dalam proses mengubah bahan anorganik menjadi ba-han organik, organisme tersebut membutuhkan energi. Energi yang digunakan dapat berasal dari cahaya matahari dan dapat juga dari

Page 324: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

159

energi kimia hasil metabolisme tubuh; -- heterotrof22 organisme yang tidak mampu menyusun zat anorganik menjadi zat organik, sehingga harus mendapatkan makanannya dengan cara memakan organisme lain; -- produsen makhluk hidup yang mampu meng-ubah zat anorganik menjadi zat organik (organisme autotrof). Pro-ses tersebut hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan cara fotosintesis. Contoh produsen adalah alga, lumut, dan tumbuhan hijau

osmoregulasi 1 kemampuan organisme untuk mempertahankan ke-seimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda; 2 adaptasi untuk mengontrol keseimbangan air dalam or-ganisme yang hidup dalam lingkungan hipertonik, hipotonik, atau daratan; 3 proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbang-kan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau or-ganisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya per-bedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air, maka akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup. Pada manusia, proses osmoregulasi terjadi di ginjal. Maka ginjal disebut osmoregulator

P padang tanah yang datar dan luas (tidak ditumbuhi pohon-pohon

yang berkayu besar); -- rumput tanah luas yang ditumbuhi rumput

pembangunan berkelanjutan upaya sadar dan terencana yang me-madukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup

22 dari bahasa Yunani: heterone = lainnya; trophe = nutrisi, adalah organisme yang mem-

butuhkan senyawa organik di mana karbon diekstrak untuk pertumbuhannya. Hete-rotrof dikenal sebagai “konsumer” atau tidak dapat membuat makanan sendiri dalam rantai makanan dan hanya bergantung pada yang lain

Page 325: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

160

serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup ge-nerasi masa kini dan generasi masa depan

pemerintah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan meng-atur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik; -- daerah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah; -- pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden RI yang meme-gang kekuasaan pemerintahan negara RI sebagaimana dimaksud dalam UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945

pencemaran proses, cara, perbuatan mencemari atau mencemarkan; pengotoran; -- air suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas ma-nusia. Danau, sungai, lautan, dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi; -- biologis dipandang sebagai suatu pence-maran yang serius. Pencemaran ini dapat terjadi karena adanya in-troduksi (masuknya) spesies yang mengganggu atau merusak kese-imbangan lingkungan. Introduksi spesies dapat mengancam spesi-es asli dan dapat memusnahkannya. Introduksi merupakan masuk atau dimasukkannya suatu spesies ke dalam lingkungan yang baru dengan cara disengaja maupun tidak disengaja; -- lingkungan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah dite-tapkan; -- sungai tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan ki-mia, dan unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia; -- tanah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan meng-ubah lingkungan tanah alami; -- udara kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti

Page 326: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

161

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup upaya siste-matis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi ling-kungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau keru-sakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum

perubahan iklim berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia, sehingga menyebabkan per-ubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga be-rupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada ku-run waktu yang dapat dibandingkan

protoplasma23 1 benda hidup, bahan hidup, atau zat hidup suatu sel. Istilah ini biasanya mengacu pada substansi yang ada di bagian da-lam membran sitoplasma; 2 zat hidup dalam sel pada tumbuhan dan hewan yang terdiri atas nukleus dan sitoplasma; 3 bagian hi-dup dari sebuah sel yang dikelilingi oleh membran plasma. Ini ada-lah istilah umum sitoplasma. Protoplasma terdiri atas campuran molekul kecil, seperti ion, asam amino, monosakarida, dan air, dan makromolekul seperti asam nukleat, protein, lipid, dan polisakari-da. Pada eukariota protoplasma yang mengelilingi inti sel dikenal sebagai sitoplasma dan bahwa di dalam inti sebagai nukleoplasma tersebut. Dalam prokariota bahan di dalam membran plasma ada-lah sitoplasma bakteri, sementara di bakteri Gram negatif wilayah di luar membran plasma

R ruaya perpindahan bersama dari satu tempat ke tempat lain (tentang

burung, ikan, dan sebagainya); migrasi

23 berasal dari protos Yunani untuk pertama, dan plasma untuk hal terbentuk. Ini perta-

ma kali digunakan pada tahun 1846 oleh Hugo von Mohl untuk menggambarkan “tangguh, berlendir, granular, semi-fluida” substansi dalam sel tanaman, untuk mem-bedakan ini dari dinding sel, inti sel, dan sel getah dalam vakuola. Thomas Huxley kemudian menyebut sebagai “dasar fisik dari kehidupan” dan menganggap bahwa properti kehidupan dihasilkan dari distribusi molekul dalam zat ini. Komposisi, ba-gaimanapun, adalah misterius dan ada banyak kontroversi atas apa macam substansi itu. Upaya untuk menyelidiki asal-usul kehidupan melalui penciptaan sintetik “pro-toplasma” di laboratorium tidak berhasil

Page 327: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

162

rusak sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi; kerusakan keadaan (hal) rusak; ~ lingkungan hidup perubahan langsung dan/atau tidak lang-sung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

S salinitas kandungan garam air laut, danau, sungai, dihitung dalam %

(per seribu) sengkedan teras bertangga-tangga dari atas ke bawah pada persa-

wahan serasah kotoran (buangan, sampah, dan sebagainya) atau bahan or-

ganik mati berupa ranting dan daun-daun bekas pangkasan yang dapat dijadikan pupuk; baja; pupuk

sumberdaya bahan atau keadaan yang dapat digunakan manusia un-tuk memenuhi keperluan hidupnya; -- alam unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesa-tuan ekosistem

T transendental 1 menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian; 2

sukar dipahami; 3 gaib; 4 abstrak Z zooplankton suatu istilah kolektif untuk organisme nonfotosintetik

yang ada di dalam plankton

Page 328: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

139

Senarai A antroposentris berpusat kepada manusia arbitrase usaha perantara dalam meleraikan sengketa; peradilan wa-

sit autotrop1 1 organisme yang mendapatkan molekul makanan orga-

nik tanpa harus memakan organisme lain. Autotrop menggunakan energi dari matahari atau dari oksidasi substansi anorganik untuk membuat molekul organik dari molekul anorganik; 2 organisme yang dapat memproduksi semua biomolekul yang perlu dari pelo-poran organik sederhana; 3 mikrobe yang dapat menggunakan kar-bon dioksida sebagai sumber c utama; 4 suatu mikroorganisme yang menggunakan bahan-bahan anorganik sebagai sumber nutri-en; karbon dioksida merupakan satu-satunya sumber karbon; 5 or-ganisme yang secara mandiri dapat memenuhi bahan organik yang dibutuhkannya dengan cara mensintesisnya dari bahan anorganik; 6 organisme yang dapat mengubah bahan anorganik menjadi orga-nik (dapat membuat makanan sendiri) dengan bantuan energi se-perti energi cahaya matahari dan kimia; 7 biasanya ditujukan bagi bakteri dalam media kultur yang membutuhkan suatu nutrien ter-tentu, yang jika tidak ada dalam media akan mati; 8 organisme yang membentuk makanannya dari bahan-bahan anorganik, seperti menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi

B biosfer 1 bagian atmosfer yang paling bawah di dekat permukaan

bumi, tempat tinggal makhluk hidup; 2 lingkungan yang berupa se-gala sesuatu yang hidup (manusia, hewan, tumbuhan)

1 bandingkan dengan heterotrof

Page 329: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

140

biofisika2 1 cabang ilmu fisika yang mengkaji aplikasi aneka per-angkat dan hukum fisika untuk menjelaskan aneka fenomena ha-yati atau biologi; 2 ilmu sifat fisika makhluk, misalnya biolumines-cence, gerakan otot, kekentalan cairan tubuh, gelombang aktivitas otak atau jantung

biosida 1 zat kimia sebagai racun bagi semua bentuk kehidupan; 2 senyawa penghambat atau pembunuh kehidupan secara umum

bipolar yang mempunyai dua kutub D dampak pengaruh yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun

positif; -- lingkungan hidup pengaruh perubahan pada lingkungan hi-dup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan

daya kemampuan; kekuatan; -- adaptasi kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan (iklim dan sebagainya); -- cipta proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau anggitan (concept) baru, atau hubungan baru antara gagasan dan anggitan yang sudah ada. Dari sudut pan-dang keilmuan, hasil dari pemikiran berdayacipta (creative thinking) (kadang disebut pemikiran bercabang) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari daya cipta adalah tindakan membuat sesuatu yang baru; -- du-kung jumlah maksimum populasi yang mendukung kelangsung-an kehidupan di alam; -- dukung lingkungan hidup kemam-puan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya; -- tahan kemampuan kondisi tubuh untuk melakukan kerja dalam waktu yang lama

degradasi3 1 penurunan mutu; 2 perubahan suatu senyawa dari yang kompleks menjadi sederhana, dan dari yang aktif menjadi non-aktif;

2 berkembang sangat pesat sejak awal tahun 1980 dengan makin mapannya aneka teori

fisika yang telah ada 3 terurai, hancur

Page 330: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

141

-- hutan penurunan mutu hutan yang dapat diakibatkan oleh pe-nanganan

dekomposer beberapa jenis organisme (seperti beberapa macam bakteri dan jamur) yang memecah kembali menjadi unsur atau zat organik dalam rangka daur ekologi dengan hidup dari atau meru-sak protoplasma yang mati

detritus 1 materi organik yang sudah mati; 2 pecahan bahan yang lepas dari permukaan batuan karena meluruh; 3 jaringan rusak yang terlepas dari tempat asalnya; 4 sampah, termasuk bangkai, yang meluruh

diversifikasi penganekaragaman E ekologi4 1 kajian mengenai bagaimana organisme berinteraksi de-

ngan lingkungannya; 2 ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dan lingkungannya; 3 ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan-nya dan yang lainnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mem-pelajari, baik interaksi antarmakhluk hidup maupun interaksi an-tara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungan-nya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri atas manusia, hewan, tumbuhan, dan mikrobe. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mem-pengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesa-tuan. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mem-pertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar-

4 berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Istilah ekologi pertama

kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel. Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya

Page 331: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

142

makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hi-dupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi, dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang meng-gambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan eko-nomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik. Para ahli ekologi mempelajari hal be-rikut: perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Perubahan populasi atau spesies pa-da waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkan-nya. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makh-luk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungan-nya. Kini para ekolog (orang yang mempelajari ekologi) berfokus kepada ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim; -- manusia ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik an-tara manusia dengan lingkungan hidupnya; -- perilaku pende-katan heuristik yang didasarkan pada ekspektasi bahwa kemam-puan Darwinian (keberhasilan reproduktif) bisa ditingkatkan mela-lui perilaku yang optimal; -- tumbuh-tumbuhan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tumbuh-tumbuhan atau tanaman dengan lingkungannya. Tumbuh-tumbuhan atau tanaman membutuhkan sumberdaya kehidupan dari lingkungannya, dan mempengaruhi lingkungan begitu juga sebaliknya lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuh-tumbuh-an dan tanaman

ekosistem 1 keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam; 2 komu-nitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan, bersama habi-tatnya; 3 keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi; 4 suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hu-bungan timbal-balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesa-tuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan pengga-

Page 332: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

143

bungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal-balik antara organisme dan lingkungan fisik, sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga mempengaruhi ling-kungan fisik untuk keperluan hidup5; 5 tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mem-pengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan pro-duktivitas lingkungan hidup; -- buatan merupakan ekosistem yang terbentuk karena adanya pengaruh perlakuan manusia. Ekosistem buatan memiliki ciri-ciri, yaitu komponen penyusun yang ada di dalamnya memperoleh energi dari luar ekosistemnya, memiliki keanekaragaman hayati yang rendah, serta hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya le-bih banyak didominasi oleh perlakuan manusia. Contoh ekosistem buatan misalnya ekosistem bendungan, ekosistem sawah, hutan produksi, lingkungan pemukiman, dan ekosistem tambak; -- hutan kawasan di mana terdapat keanekaragaman yang paling tinggi di daratan. Ekosistem hutan merupakan rumah bagi tumbuhan dan ju-ga hewan; -- pesisir merupakan suatu himpunan integral dari

5 pengertian ini didasarkan pada hipotesis Gaia, yaitu: “organisme, khususnya mikro-

organisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kon-trol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan.” Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tatasurya. Kehadiran, kelimpahan, dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumberdaya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditole-ransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu. Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia da-pat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, me-ngembangkan teknologi, dan memanipulasi alam

Page 333: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

144

komponen hayati (organisme hidup) dan nir-hayati (fisik), mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Karakteristik dari ekosistem pesisir ada-lah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut ke dalam wilayah ekosis-tem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun (sea-grass), dan ekosistem terumbu karang

epidemiologi6 1 ilmu tentang penyebaran penyakit menular pada manusia dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran itu; 2 ilmu yang mempelajari tentang penularan penyakit; 3 studi tentang seberapa sering suatu penyakit terjadi pada kelompok orang yang berbeda dan mengapa. Informasi epidemiologi diguna-kan untuk merencanakan dan mengevaluasi strategi untuk mence-gah penyakit dan sebagai panduan untuk pengelolaan pasien yang telah mengembangkan penyakit tersebut

estuari 1 perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar; 2 muara sungai berbentuk corong yang melebar ke arah laut karena pengaruh pasang; 3 perairan terlindung yang kemasinannya berbeda dengan jelas apabila dibandingkan dengan kemasinan air laut, beberapa di antaranya mempunyai kemasinan tinggi (estuari negatif), yang ditandai dnegan fluktuasi kemasinan dibandingkan dengan air payau atau danau asin yang mempunyai kadar garam tetap

F formaldehida7 merupakan aldehida yang berbentuknya gas atau cair

yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal sebagai

6 menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi

dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pema-haman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting un-tuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan cara pe-nanggulangannya

7 juga disebut metanal atau formalin; H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867

Page 334: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

145

paraformaldehyde atau trioxane. Pada umumnya, formaldehida ter-bentuk akibat reasi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang me-ngandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hu-tan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, for-maldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terha-dap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formal-dehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia

fosfat 1 bahan asam fosfor yang dipakai untuk pupuk; 2 mineral senyawaan antara fosfor, oksigen, dan unsur lainnya

fosfor8 1 fosforus; 2 sebuah mineral yang ditemukan dalam banyak makanan termasuk produk susu dan daging. Fosfor penting untuk tulang dan gigi yang kuat, serta untuk fungsi saraf yang tepat. Fos-for merupakan bagian dari kerangka struktural molekul biologis seperti DNA dan RNA. Sel-sel hidup juga menggunakan fosfor un-tuk transportasi seluler; 3 zat, organik ataupun anorganik, cair atau kristal yang mampu berpendar; 4 zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens (pendaran yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan). Fosfor, berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sul-fida9 yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat10 yang di-campur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katode dan lampu pendar, sementara fos-for dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katode mulai dibakukan pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf “P” yang diikuti dengan sebuah angka. Unsur kimia

8 unsur pertama yang ditemukan dengan cara kimia. Dipersiapkan dari air kencing. Di-

temukan oleh H. Brand pada tahun 1669. Biasanya ditemukan di alam bersenyawa dengan oksigen, sebagai fosfat. Kebanyakan fosfat dalam tubuh manusia terdapat di tulang, tapi fosfat yang mengandung molekul (fosfo-lipid) juga merupakan kom-ponen dari membran sel dan kolesterol

9 ZnS 10 Zn2SiO4

Page 335: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

146

fosforus dapat mengeluarkan cahaya dalam keadaan tertentu, tetapi fenomena ini bukan fosforesens, melainkan kemiluminesens

fotokimia 1 bagian dari ilmu kimia yang mempelajari interaksi an-tara atom, molekul kecil, dan cahaya (atau radiasi elektromag-netik). Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, fotokimia menggunakan sistem satuan SI atau metrik. Unit dan konstanta yang sering diper-gunakan, antara lain meter, detik, hertz, joule, mol, konstanta gas R, serta konstanta Boltzmann. Semua unit dan konstanta ini juga merupakan bagian dari bidang kimia fisik; 2 cabang ilmu kimia tentang hubungan senyawa kimia dengan cahaya

fotosintesis11 1 pemanfaatan energi cahaya matahari (cahaya mataha-ri buatan) oleh tumbuhan berhijau daun atau bakteri untuk meng-ubah karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat; 2 pengubahan energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam glu-kosa atau senyawa organik lainnya; terjadi pada tumbuhan, alga, dan prokariotik tertentu; 3 proses di mana tanaman hijau, alga, dan beberapa bakteri menyerap energi cahaya dan menggunakannya untuk mensintesis senyawa organik (awalnya karbohidrat); 4 suatu proses biokimia pembentukan zat makanan karbohidrat yang dila-kukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berklorofil, makhluk hi-dup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya ma-tahari. Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena dapat membuat makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobac-teria, fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbon dioksi-da dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Fotosin-tesis sangat penting bagi semua kehidupan aerobik di bumi karena selain untuk menjaga tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosin-tesis juga merupakan sumber energi bagi hampir semua kehidupan di bumi, baik secara langsung maupun tidak langsung (sebagai sumber utama energi dalam makanan mereka), kecuali pada orga-

11 dari bahasa Yunani φώτο-, “cahaya,” dan σύνθεσις, “menggabungkan, penggabung-

an”

Page 336: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

147

nisme kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang angin hidrotermal di laut yang dalam. Tingkat penyerapan energi oleh fo-tosintesis sangat tinggi, yaitu ± 100 terawatentang, atau ± 6 kali lebih besar daripada konsumsi energi peradaban manusia. Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senya-wa organik dalam tubuh organisme. Fotosintesis mengubah ± 100–115 petagram karbon menjadi biomassa setiap tahunnya. Meskipun fotosintesis dapat berlangsung dalam berbagai cara pada berbagai spesies, beberapa cirinya selalu sama. Misalnya, prosesnya selalu dimulai dengan energi cahaya diserap oleh protein berklorofil yang disebut pusat reaksi fotosintesis. Pada tumbuhan, protein ini ter-simpan di dalam organel yang disebut kloroplas, sedangkan pada bakteri, protein ini tersimpan pada membran plasma. Sebagian dari energi cahaya yang dikumpulkan oleh klorofil disimpan dalam bentuk ATP. Sisa energinya digunakan untuk memisahkan elek-tron dari zat seperti air. Elektron ini digunakan dalam reaksi yang mengubah karbon dioksia menjadi senyawa organik. Pada tumbuh-an, alga, dan cyanobacteria, ini dilakukan dalam suatu rangkaian reaksi yang disebut siklus Calvin, namun rangkaian reaksi yang berbeda ditemukan pada beberapa bakteri, misalnya siklus Krebs terbalik pada chlorobium. Banyak organisme fotosintesis memiliki adaptasi yang mengonsentrasikan atau menyimpan karbon dioksi-da. Ini membantu mengurangi proses boros yang disebut fotores-pirasi yang dapat menghabiskan sebagian dari gula yang dihasilkan selama fotosintesis. Organisme fotosintesis pertama kemungkinan berevolusi ± 3.500 juta tahun silam, pada masa awal sejarah evo-lusi kehidupan ketika semua bentuk kehidupan di bumi merupakan mikroorganisme dan atmosfer memiliki sejumlah besar karbon di-oksida. Makhluk hidup ketika itu sangat mungkin memanfaatkan hidrogen atau hidrogen sulfida--bukan air--sebagai sumber elek-tron. Cyanobacteria muncul kemudian, ± 3.000 juta tahun silam, dan secara drastis mengubah bumi ketika mereka mulai mengoksi-genkan atmosfer pada ± 2.400 juta tahun silam. Atmosfer baru ini memungkinkan evolusi kehidupan kompleks seperti protista. Pada akhirnya, tidak < 1 miliar tahun silam, salah satu protista memben-

Page 337: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

148

tuk hubungan simbiosis dengan satu cyanobacteria dan menghasil-kan nenek moyang dari seluruh tumbuhan dan alga. Kloroplas pa-da tumbuhan modern merupakan keturunan dari cyanobacteria yang bersimbiosis ini

G gambut tanah yang lunak dan basah, terdiri atas lumut dan bahan ta-

naman lain yang membusuk (biasanya terbentuk di daerah rawa atau di danau yang dangkal)

geomorfologi ilmu tentang bentuk-bentuk permukaan bumi masa kini dan proses-proses yang mengakibatkan bentuk itu

H heimat perasaan tak memiliki tanah air heterotrof12 1 sel yang memerlukan biomolekul gizi seperti glukosa

dan asam amino untuk katabolisme dan anabolisme; 2 mempunyai sifat memperoleh makanan dan energi dari sumber organik; 3 or-ganisme yang mendapatkan molekul makanan organik dengan cara memakan organisme lain atau hasil sampingannya; 4 suatu mikro-organisme yang tidak mampu menggunakan karbon dioksida seba-gai satu-satunya sumber karbon dan membutuhkan satu atau lebih senyawa organik; 5 mikroorganisme yang membutuhkan karbon-dioksida dan senyawa organik lain untuk gizi dan kebutuhan ener-gi; 6 organisme yang hanya mampu menggunakan materi organik makhluk hidup lain sebagai bahan baku makanannya; 7 organisme yang membutuhkan senyawa organik di mana karbon diekstrak un-tuk pertumbuhannya. Termasuk ke dalam heterotrof adalah semua hewan, jamur, dan bakteri

hidrogen13 1 gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak ada rasanya, menyesakkan, tetapi tidak bersifat racun, unsur dengan nomor

12 dikenal sebagai “konsumer” dalam rantai makanan. Heterotrof merupakan kebalikan

dari autotrop 13 pertama kali dihasilkan oleh Paracelcus (1500s) bersama Robert Boyle dan Joseph

Priestley dengan mereaksikan asam kuat dan logam. Baru pada tahun 1766 Henry Cavendish menelitinya; dengan rumus H2

Page 338: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

149

atom 1, berlambang H, dan bobot atom 1,0080; 2 pada suhu dan tekanan standar, tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mu-dah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur teringan di dunia. Hidrogen juga adalah unsur paling melim-pah dengan ± 75% dari total massa unsur alam semesta. Keba-nyakan bintang dibentuk oleh hidrogen dalam keadaan plasma. Se-nyawa hidrogen relatif langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industri dari berbagai senya-wa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga dapat dihasilkan da-ri air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih mahal daripada produksi hidrogen dari gas alam. Isotop hid-rogen yang paling banyak dijumpai di alam adalah protium, yang inti atomnya hanya mempunyai proton tunggal dan tanpa neutron. Senyawa ionik hidrogen dapat bermuatan positif ataupun negatif. Hidrogen dapat membentuk senyawa dengan kebanyakan unsur dan dapat dijumpai dalam air dan senyawa-senyawa organik. Hid-rogen sangat penting dalam reaksi asam basa yang mana banyak reaksi ini melibatkan pertukaran proton antarmolekul terlarut. Oleh karena hidrogen merupakan satu-satunya atom netral yang persa-maan Schrödingernya dapat diselesaikan secara analitik, kajian pa-da energetika dan ikatan atom hidrogen memainkan peran yang sa-ngat penting dalam perkembangan mekanika kuantum

hutan 1 tanah yuang luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara orang); 2 tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah yang luas (biasanya di wilayah pegunungan); -- alam hutan yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia, memiliki berbagai jenis pohon campuran dan dari segala umur; -- perawan hutan asli, yang belum pernah ditebang; -- produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok mem-produksi hasil hutan. Hutan produksi adalah suatu areal hutan yang sengaja dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan atau memproduksi hasil hutan bagi kepentingan masyarakat, di bidang industri dan ekspor; -- rakyat hutan yang tumbuh dan dibangun serta dikelola oleh rakyat, pada umumnya

Page 339: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

150

berada di atas tanah milik atau tanah adat. Ada beberapa hutan rak-yat berada di atas tanah negara, namun hal tersebut biasanya sudah ada campur tangan pemerintah. Hutan rakyat ini ditanami dengan jenis-jenis tanaman hutan, ada yang dikombinasikan dengan ta-naman semusim. Pengelola hutan rakyat pada umumnya menerap-kan sistem agroforestri atau yang dikenal dengan nama Wanatani

I imanen berada dalam kesadaran atau dalam akal budi (pikiran) K kalsium14 1 logam putih, menyerupai kristal, unsur dengan nomor

atom 20, berlambang Ca, dan bobot atom 40,08; 2 mineral penting yang paling banyak dibutuhkan manusia. Kalsium membantu pem-bentukan tulang dan gigi dan diperlukan untuk pembekuan darah, transmisi sinyal pada sel saraf, dan kontraksi otot. Kalsium mem-bantu mencegah osteoporosis. Dari semua kalsium yang terkan-dung dalam tubuh manusia, 99% terletak di tulang dan gigi; 3 me-rupakan salah satu logam alkali tanah, dan merupakan elemen ter-abaikan kelima terbanyak di bumi. Kalsium juga merupakan ion terabaikan kelima terbanyak di air laut dilihat dari segi molaritas dan massanya, setelah natrium, klorida, magnesium, dan sulfat

karbon15 1 unsur bukan logam, dalam alam terdapat sebagai intan, grafit, dan arang, dengan nomor atom 6, berlambang C, dan bobot

14 dari kata Latin: calx, kapur. Walau kapur telah digunakan oleh orang-orang Romawi

di abad kesatu, logam kalsium belum ditemukan sampai tahun 1808. Setelah mem-pelajari Berzelius dan Pontin berhasil mempersiapkan campuran air raksa dengan kalsium (amalgam) dengan cara mengelektrolisis kapur di dalam air raksa, Davy ber-hasil mengisolasi unsur ini walau bukan logam kalsium murni; juga tampaknya ber-peran dalam menurunkan tekanan darah, dan terbukti mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler pada wanita post-menopause

15 dari kata Latin: carbo, arang; suatu unsur yang telah ditemukan sejak zaman pra-sejarah sangat banyak ditemukan di alam. Karbon juga banyak terkandung di ma-tahari, bintang-bintang, komet, dan amosfer kebanyakan planet. Karbon dalam ben-tuk berlian mikroskopik telah ditemukan di dalam beberapa meteor yang jatuh ke bu-mi. Berlian alami juga ditemukan di kimberlite pipa gunung berapi, di Afrika Selatan,

Page 340: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

151

atom 12,0111; 2 sebagai unsur golongan 14 pada tabel periodik, karbon merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang berarti bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Terdapat tiga macam isotop kar-bon yang ditemukan secara alami, yakni C dan C yang stabil, dan C yang bersifat radioaktif dengan waktu paruh peluruhannya seki-tar 5.730 tahun. Karbon merupakan salah satu di antara beberapa unsur yang diketahui keberadaannya sejak zaman kuno. Karbon memiliki beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan karbon amorf. Sifat-sifat fisika karbon bervariasi ber-gantung pada jenis alotropnya. Sebagai contohnya, intan berwarna transparan, manakala grafit berwarna hitam dan kusam. Intan me-rupakan salah satu materi terkeras di dunia, manakala grafit cukup lunak untuk meninggalkan bekasnya pada kertas. Intan memiliki konduktivitas listik yang sangat rendah, sedangkan grafit adalah konduktor listrik yang sangat baik. Di bawah kondisi normal, intan memiliki konduktivitas termal yang tertinggi di antara materi-ma-teri lain yang diketahui. Semua alotrop karbon berbentuk padat da-lam kondisi normal, tetapi grafit merupakan alotrop yang paling stabil secara termodinamik di antara alotrop-alotrop lainnya. Se-mua alotrop karbon sangat stabil dan memerlukan suhu yang sa-ngat tinggi untuk bereaksi, bahkan dengan oksigen. Keadaan oksi-dasi karbon yang paling umumnya ditemukan adalah +4, manakala +2 dijumpai pada karbon monoksida dan senyawa kompleks logam transisi lainnya. Sumber karbon anorganik terbesar terdapat pada batu kapur, dolomit, dan karbon dioksida, sedangkan sumber orga-nik terdapat pada batu bara, tanah gambut, minyak bumi, dan kla-trat metana. Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa daripada unsur-unsur lainnya, dengan hampir 10 juta senyawa or-ganik murni yang telah dideskripsikan sampai sekarang. Karbon adalah unsur paling berlimpah ke-15 di kerak bumi dan ke-4 di alam semesta. Karbon terdapat pada semua jenis makhluk hidup,

Arkansas, dan beberapa tempat lainnya. Berlian sekarang ini diambil dari dasar sa-mudera di lepas pantai Cape of Good Hope. Sekitar 30% berlian industri yang dipakai di AS sekarang ini merupakan hasil sintesis; zat arang

Page 341: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

152

dan pada manusia, karbon merupakan unsur paling berlimpah ke-dua (± 18,5%) setelah oksigen. Keberlimpahan karbon ini, bersa-maan dengan keanekaragaman senyawa organik dan kemampuan-nya membentuk polimer membuat karbon sebagai unsur dasar ki-miawi kehidupan. Unsur ini adalah unsur yang paling stabil di an-tara unsur-unsur yang lain, sehingga dijadikan patokan dalam mengukur satuan massa atom; -- dioksida16 1 senyawa karbon dengan oksigen yang berupa gas tanpa warna, lebih berat dari udara, tidak terbakar, dan larut dalam air, (digunakan dalam alat pemadam kebakaran); 2 gas tidak ber-warna, tidak berbau, dan tidak mudah terbakar yang dihasilkan pa-da respirasi, dan dilepaskan oleh jaringan ke darah yang kemudian dihembuskan oleh paru-paru dalam pertukaran dengan oksigen; 3 sejenis senyawa kimia yang terdiri atas dua atom oksigen yang ter-ikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Karbon dioksida berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi ± 387 bpj berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting, karena menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorga-nik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas. Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan < 5,1 atm, namun langsung menjadi pa-dat pada temperatur < -78°C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering. Karbon dioksida adalah oksi-da asam. Larutan karbon dioksida mengubah warna litmus dari bi-ru menjadi merah muda

16 ditemukan oleh Joseph Black; CO2; atau zat asam arang

Page 342: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

153

kardiovaskuler berkenaan atau berkaitan dengan jantung dan pem-buluh darah

kearifan kebijaksanaan; kecendekiaan; -- lokal nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan ma-syarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari

konjungtiva 1 selaput lendir yang menutupi kelopak mata, melipat kembali pada bola mata, dan menutupi permukaan depan bola ma-ta; 2 membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan dan menutupi bagian depan sklera (bagian putih mata), kecuali kornea. Konjungtiva bertanggung jawab untuk men-jaga kelembapan mata

konservasi pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan meng-awetkan; pengawetan; pelestarian; -- hutan hawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempu-nyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan sat-wa serta ekosistemnya; -- sumberdaya alam (SDA) pengelo-laan SDA untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan me-ningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya

L laguna 1 danau asin dekat pantai yang dahulu merupakan bagian

laut (yang dangkal), yang karena peristiwa geografi terpisah dari laut; 2 danau kecil atau tasik yang terjadi pada laut dangkal yang dikelilingi oleh beting karang atau gosong pasir yang menutup pe-sisir atau muara sungai

limbah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; -- cair/air buangan sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup; -- padat hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, atau bubur yang berasal dari proses pengolahan.

Page 343: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

154

Jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet, kulit tiruan, plastik, gelas/kaca, metal, kulit telur, dan lain-lain

lingkungan 1 daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk di dalamnya; 2 semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan; -- alami segala sesuatu yang telah ada di alam dan diciptakan oleh Tuhan, dalam perkembangannya belum mengalami pembaru-an oleh manusia sehingga masih tetap terjaga dan tidak termodi-fikasi; -- bisnis segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bis-nis dalam suatu lembaga organisasi atau industri/perusahaan; -- buatan segala sesuatu yang sengaja atau tidak sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya desa, kota, pabrik, rumah, waduk, sawah, tambak, perkebunan, dan lain-lain; -- estuari kawasan yang sangat penting bagi berjuta hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuari umumnya ditumbuhi dengan tumbuhan khas yang disebut mang-rove.; -- hidup kesatuan ruang dengan semua benda, daya, ke-adaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; -- industri keadaan sekeliling tempat suatu industri beroperasi termasuk uda-ra, air, tanah, SDA, flora, fauna, manusia, dan keterkaitannya. Di mana keadaan ini meluas dari dalam perusahaan/industri tersebut sampai ke sistem global; -- kerja kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam industri/perusahaan yang berpengaruh terhadap pe-kerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak ter-lepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat; -- laut ling-kungan perairan salin atau marine waters yang menyimpan berjuta misteri kekayaan ekosistem dan biodiversitas yang hingga seka-rang masih belum banyak tersingkap. Lingkungan yang dinamakan Lingkungan Laut (Marine Environment) cakupannya dimulai dari bagian pantai (coastal) dan daerah muara (estuarine) hingga ke te-ngah samudra, dimulai dari bagian permukaan air hingga dasar perairan yang bermacam-macam tipe kedalamannya dan bentuk

Page 344: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

155

morfologisnya; -- pendidikan latar tempat berlangsungnya pen-didikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat); -- sosial tempat di mana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antarsesama maupun dengan lingkungannya

M mangan17 logam berwarna putih keabu-abuan, bersifat keras dan ge-

tas, mirip besi tetapi tidak magnetis, unsur dengan nomor atom 25, berlambang Mn, dan bobot atom 54,938

marjinal tidak terlalu menguntungkan menteri menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup metana18 1 gas tanpa warna dan tanpa bau, yang dapat meledak jika

dicampur dengan udara, sifatnya lebih ringan daripada udara dan mendidih pada suhu 161,4O; 2 hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan un-tuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau bele-rang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan me-lepaskan satu molekul asam arang dan dua molekul H2O: CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O. Metana adalah salah satu gas rumah kaca

moratorium 1 penangguhan pembayaran utang didasarkan pada UU agar dapat mencegah krisis keuangan yang semakin hebat; 2 penundaan; penangguhan

morbiditas tingkat yang sakit dan yang sehat dalam suatu populasi muskuloskeletal keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh

tenaga kerja, mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat berat

17 diambil dari bahasa Latin magnes yang berarti bermagnet; pertama kali dikenali oleh

Scheele, Bergman, dan ahli lainnya sebagai unsur dan diisolasi oleh Gahn pada ta-hun 1774, dengan mereduksi mangan dioksida dengan karbon

18 konsentrasinya di atmosfer pada tahun 1998, dinyatakan dalam fraksi mol, adalah 1.745 nmol/mol (bagian per miliar), naik dr 700 nmol/mol pada tahun 1750. Pada tahun 2008, kandungan gas metana di atmosfer sudah meningkat kembali menjadi 1.800 nmol/ mol

Page 345: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

156

N nitrogen19 1 gas tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan ti-

dak beracun, unsur dengan nomor atom 7, berlambang N, dan bo-bot atom 14,0067; 2 merupakan pembentuk protein dan asam nuk-leat dan hadir di semua sel hidup. Nitrogen tidak mendukung res-pirasi dan fatal jika dihirup sendirian, karena kekurangan oksigen. Nitrogen larut dalam darah dan cairan tubuh. Jika dilepaskan seba-gai gelembung gas, nitrogen dapat memiliki konsekuensi serius atau bahkan fatal; 3 biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lain-nya. Nitrogen mengisi 78,08% atmosfer bumi dan terdapat dalam banyak jaringan hidup. Zat lemas membentuk banyak senyawa penting, seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan sianida

O oksida 1 senyawa oksigen biner, umumnya dengan logam (seperti

Na2O) atau bukan logam (seperti NO2); 2 senyawa kimia yang se-dikitnya mengandung sebuah atom oksigen serta sedikitnya sebuah unsur lain. Sebagian besar kerak bumi terdiri atas oksida. Oksida terbentuk ketika unsur-unsur dioksidasi oleh oksigen di udara. Pembakaran hidrokarbon menghasilkan dua oksida utama karbon, karbon monoksida dan karbon dioksida. Bahkan materi yang di-anggap sebagai unsur murni pun seringkali mengandung selubung oksida. Misalnya aluminium foil memiliki kulit tipis Al2O3 yang melindungi foil dr korosi

oksidasi 1 terlepasnya elektron dari satu reduktan; 2 proses peng-gabungan suatu zat dengan oksigen; 3 proses pelepasan elektron dari suatu partikel (molekul air); 4 proses penguraian mineral yang mengandung logam oleh O2 dan menimbulkan karat yang merupa-kan satu bentuk pelapukan kimia; 5 hilangnya elektron dari suatu substansi yang terlibat dalam reaksi redoks; 6 reaksi dari suatu un-sur atau senyawa yang mengikat oksigen

19 atau zat lemas. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif be-

reaksi dengan unsur lainnya

Page 346: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

157

oksigen20 1 gas tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, me-rupakan komponen dari kerak bumi, unsur dengan nomor atom 8, berlambang O2, dan bobot atom 19,9994; 2 gas tidak berwarna, ti-dak berbau, dan tidak berasa yang mengisi 20% dari udara yang di-hirup21. Oksigen bergabung dengan sebagian besar unsur-unsur la-in untuk membentuk oksida. Oksigen sangat penting untuk manu-sia, hewan, dan tumbuhan; 3 merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur la-innya. Pada temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik yang ti-dak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak bumi. Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi. Semua kelompok molekul struktural yang terdapat pada organisme hidup, seperti protein, kar-bohidrat, dan lemak, mengandung oksigen. Demikian pula senya-wa anorganik yang terdapat pada cangkang, gigi, dan tulang he-wan. Oksigen dihasilkan dari air oleh sianobakteri, ganggang, dan tumbuhan selama fotosintesis, dan digunakan pada respirasi sel oleh hampir semua makhluk hidup. Oksigen beracun bagi organis-me anaerob, yang merupakan bentuk kehidupan paling dominan pada masa-masa awal evolusi kehidupan. Oksigen kemudian mulai berakumulasi pada atmosfer ± 2,5 miliar tahun yang lalu. Terdapat pula alotrop oksigen lainnya, yaitu ozon. Lapisan ozon pada at-mosfer membantu melindungi biosfer dari radiasi UV, namun pada permukaan bumi adalah polutan yang merupakan produk samping dari asbut. Oksigen secara industri dihasilkan dengan distilasi ber-

20 zat asam, yang ditemukan oleh Joseph Priestley (1733–1804). Namun sumber lain

menyebutkan, bahwa pertama kali ditemukan oleh seorang ahli obat Carl Wilhelm Scheele (1742–1786). Ia menghasilkan gas oksigen dengan mamanaskan raksa oksi-da dan berbagai nitrat sekitar tahun 1772. Scheele menyebut gas ini ‘udara api’ ka-rena ia merupakan satu-satunya gas yang diketahui mendukung pembakaran. Ia me-nuliskan pengamatannya ke dalam sebuah manuskrip yang berjudul Treatise on Air and Fire, yang kemudian ia kirimkan ke penerbitnya pada tahun 1775. Namun, dokumen ini tidak dipublikasikan sampai dengan tahun 1777

21 dan setidaknya setengah dari berat seluruh kerak bumi yang padat

Page 347: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

158

tingkat udara cair, dengan menggunakan zeolit untuk memisahkan karbon dioksida dan nitrogen dari udara, ataupun elektrolisis air, dan lain-lain. Oksigen digunakan dalam produksi baja, plastik, dan tekstil, juga digunakan sebagai propelan roket, untuk terapi oksi-gen, dan sebagai penyokong kehidupan pada pesawat terbang, ka-pal selam, penerbangan luar angkasa, dan penyelaman

oligotrof suatu organisme yang dapat hidup dalam lingkungan yang sangat rendah nutrisi. Organisme ini adalah kebalikan dari co-piotrophs yang lebih suka lingkungan kaya nutrisi. Oligotrof diciri-kan oleh pertumbuhan yang lambat, tingkat metabolisme yang ren-dah, dan umumnya memiliki populasi yang cukup rendah. Kata si-fat oligotrofik dapat digunakan untuk merujuk pada lingkungan yang menawarkan sedikit nutrisi untuk mempertahankan hidup, or-ganisme yang bertahan hidup dalam lingkungan seperti itu atau terhadap adaptasi yang mendukung kelangsungan hidup pada dae-rah itu. Lingkungan oligotrofik termasuk sedimen laut dalam, gua-gua, es dan es kutub, di bawah permukaan tanah yang dalam, akui-fer, air laut, dan tanah tercuci/tererosi yang sudah sangat sedikit unsur hara/nutrisinya. Contoh organisme oligotrofik adalah bakteri Pelagibacter ubique yang merupakan organisme yang paling banyak ditemukan di lautan. Diperkirakan kelompok kehidupan mikro ini memiliki populasi total ± 1027

organisme 1 segala jenis makhluk hidup (tumbuhan, hewan, dan se-bagainya); susunan yang bersistem dari berbagai bagian jasad hi-dup untuk suatu tujuan tertentu; 2 individu makhluk hidup, apakah seekor hewan, tumbuhan, atau mikroorganisme; -- autotrof makhluk hidup yang mampu membuat makanan sen-diri dengan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Contoh organisme autotrof adalah tumbuhan dan beberapa jenis bakteri. Proses pembuatan makanan oleh organisme autotrof dise-but sintesis. Dalam proses mengubah bahan anorganik menjadi ba-han organik, organisme tersebut membutuhkan energi. Energi yang digunakan dapat berasal dari cahaya matahari dan dapat juga dari

Page 348: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

159

energi kimia hasil metabolisme tubuh; -- heterotrof22 organisme yang tidak mampu menyusun zat anorganik menjadi zat organik, sehingga harus mendapatkan makanannya dengan cara memakan organisme lain; -- produsen makhluk hidup yang mampu meng-ubah zat anorganik menjadi zat organik (organisme autotrof). Pro-ses tersebut hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan cara fotosintesis. Contoh produsen adalah alga, lumut, dan tumbuhan hijau

osmoregulasi 1 kemampuan organisme untuk mempertahankan ke-seimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda; 2 adaptasi untuk mengontrol keseimbangan air dalam or-ganisme yang hidup dalam lingkungan hipertonik, hipotonik, atau daratan; 3 proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbang-kan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau or-ganisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya per-bedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air, maka akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup. Pada manusia, proses osmoregulasi terjadi di ginjal. Maka ginjal disebut osmoregulator

P padang tanah yang datar dan luas (tidak ditumbuhi pohon-pohon

yang berkayu besar); -- rumput tanah luas yang ditumbuhi rumput

pembangunan berkelanjutan upaya sadar dan terencana yang me-madukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup

22 dari bahasa Yunani: heterone = lainnya; trophe = nutrisi, adalah organisme yang mem-

butuhkan senyawa organik di mana karbon diekstrak untuk pertumbuhannya. Hete-rotrof dikenal sebagai “konsumer” atau tidak dapat membuat makanan sendiri dalam rantai makanan dan hanya bergantung pada yang lain

Page 349: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

160

serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup ge-nerasi masa kini dan generasi masa depan

pemerintah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan meng-atur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik; -- daerah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah; -- pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden RI yang meme-gang kekuasaan pemerintahan negara RI sebagaimana dimaksud dalam UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945

pencemaran proses, cara, perbuatan mencemari atau mencemarkan; pengotoran; -- air suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas ma-nusia. Danau, sungai, lautan, dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi; -- biologis dipandang sebagai suatu pence-maran yang serius. Pencemaran ini dapat terjadi karena adanya in-troduksi (masuknya) spesies yang mengganggu atau merusak kese-imbangan lingkungan. Introduksi spesies dapat mengancam spesi-es asli dan dapat memusnahkannya. Introduksi merupakan masuk atau dimasukkannya suatu spesies ke dalam lingkungan yang baru dengan cara disengaja maupun tidak disengaja; -- lingkungan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah dite-tapkan; -- sungai tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan ki-mia, dan unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia; -- tanah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan meng-ubah lingkungan tanah alami; -- udara kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti

Page 350: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

161

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup upaya siste-matis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi ling-kungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau keru-sakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum

perubahan iklim berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia, sehingga menyebabkan per-ubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga be-rupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada ku-run waktu yang dapat dibandingkan

protoplasma23 1 benda hidup, bahan hidup, atau zat hidup suatu sel. Istilah ini biasanya mengacu pada substansi yang ada di bagian da-lam membran sitoplasma; 2 zat hidup dalam sel pada tumbuhan dan hewan yang terdiri atas nukleus dan sitoplasma; 3 bagian hi-dup dari sebuah sel yang dikelilingi oleh membran plasma. Ini ada-lah istilah umum sitoplasma. Protoplasma terdiri atas campuran molekul kecil, seperti ion, asam amino, monosakarida, dan air, dan makromolekul seperti asam nukleat, protein, lipid, dan polisakari-da. Pada eukariota protoplasma yang mengelilingi inti sel dikenal sebagai sitoplasma dan bahwa di dalam inti sebagai nukleoplasma tersebut. Dalam prokariota bahan di dalam membran plasma ada-lah sitoplasma bakteri, sementara di bakteri Gram negatif wilayah di luar membran plasma

R ruaya perpindahan bersama dari satu tempat ke tempat lain (tentang

burung, ikan, dan sebagainya); migrasi

23 berasal dari protos Yunani untuk pertama, dan plasma untuk hal terbentuk. Ini perta-

ma kali digunakan pada tahun 1846 oleh Hugo von Mohl untuk menggambarkan “tangguh, berlendir, granular, semi-fluida” substansi dalam sel tanaman, untuk mem-bedakan ini dari dinding sel, inti sel, dan sel getah dalam vakuola. Thomas Huxley kemudian menyebut sebagai “dasar fisik dari kehidupan” dan menganggap bahwa properti kehidupan dihasilkan dari distribusi molekul dalam zat ini. Komposisi, ba-gaimanapun, adalah misterius dan ada banyak kontroversi atas apa macam substansi itu. Upaya untuk menyelidiki asal-usul kehidupan melalui penciptaan sintetik “pro-toplasma” di laboratorium tidak berhasil

Page 351: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

162

rusak sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi; kerusakan keadaan (hal) rusak; ~ lingkungan hidup perubahan langsung dan/atau tidak lang-sung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

S salinitas kandungan garam air laut, danau, sungai, dihitung dalam %

(per seribu) sengkedan teras bertangga-tangga dari atas ke bawah pada persa-

wahan serasah kotoran (buangan, sampah, dan sebagainya) atau bahan or-

ganik mati berupa ranting dan daun-daun bekas pangkasan yang dapat dijadikan pupuk; baja; pupuk

sumberdaya bahan atau keadaan yang dapat digunakan manusia un-tuk memenuhi keperluan hidupnya; -- alam unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesa-tuan ekosistem

T transendental 1 menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian; 2

sukar dipahami; 3 gaib; 4 abstrak Z zooplankton suatu istilah kolektif untuk organisme nonfotosintetik

yang ada di dalam plankton

Page 352: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

163

Indeks A Aceh, 58

Alas – 58 Gayo – 58

Afrika, 58 Ahira, Anne, 55 Ahmadi, Abu, 128-129 Aittomäki A., 117 Amerika Serikat, 38-40, 42, 45, 48,

51-52, 60, 95, 97 Amsyari, Fuad, 95 antroposentris, 24 arbitrase, 74 Arianto, Ismail, 68 Ariëns GAM, 113 Arif, Saiful, 10 Aristoteles, 11 Armour, Andrey, 21 Asia Tenggara, 33, 52-53, 73 Australia, 54, 60 Austria, 37 autotrof, 56-57, 65

B Baeriswyl, FJ, 128 Bakry, Sama’un, 127 Banget, Indie, 45-49 Bangun, Derom, 49 Basri K., 10, 106 Belanda, 38-40 Bengen, 63 biosfer, 13, 43-44,

perubahan – 98 biofisika, 20

biosida, 102 bipolar, 73 Bisri, 25 Bøggild H., 113 Brazil, 37, 40-42, 48, 54,

Amazon – 37, 40, 41-42 Brundtland, Gro Harlem, 103-104 Butler, Rhett A., 33-37, 39-42, 50-

51

C Camara, Gilberto, 42 Cau-Bareille, Dominique, 118 China, 38-40, 45, 51-52 Clayton, Mark, 115 Creagh, 47 Cristiae, 5

D dekomposer, 57 degradasi, 40, 47, 54,

– hutan, 41, 45, 47 Denmark, 54, 113-114,

Kopenhagen – 54 detritus, 67 diversifikasi, 25 Doctoroff, 70 Dyer, 63

E Efendi, Hendri, 126 Ekbladh, Elin, 114 ekologi(s), 5, 9, 12-13, 67, 87,

Page 353: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

164

aspek – 132 – berarti ilmu tentang rumah, 12 dampak – 6 dimensi – 131 fungsi – 67 ilmu pengetahuan – 10 istilah – 12 – kemanusiaan, 97 keseimbangan – 18, 59-60, 132 konsep – 17, 20 masalah – 11 – mempunyai perkembangan

yang berangsur-angsur dalam sejarah, 11

– merupakan suatu studi tentang hubungan antara organisme dan lingkungan, 10

model – 132 pembagian – 13 – perilaku, 10 perspektif – 11 prinsip-prinsip – 19 proses – 85 sistem – 13 sudut – 58 – tumbuh-tumbuhan, 18 utang – 52

ekologi manusia, 10, 13, 17-19, 131, – dalam perspektif kehidupan,

25 – dalam perspektif keilmuan, 19 – dalam perspektif keilmuan

dan kehidupan, 9 kajian – 10, 23 konteks – 4, 17 model – 19, 22, 24 pengertian – 27 perspektif – 11, 17 ruang lingkup – 18

studi – 20, 25 – tidak terlepas dari kajian eko-

sistem, 10 ekosistem, 5-6, 9, 13-15, 20, 54, 56,

61, 65-66, 99, – air tawar, 15 – alam(i), 7, 23, 98 awal terbentuknya – 55 bentuk – 18 – binaan, 7 – biota laut, 18 – biotik, 98 – buatan, 6, 11, 21, 98 ciri – 11, 21 kacaunya – 58 kaidah-kaidah – 24 kajian – 10 kelangsungan – 131 kerusakan – 63, 67 keseimbangan – 57 ketahanan – 31 keutuhan – 20 komponen – 16 konsep – 16 layanan – 36 – lingkungan, 96-97 mengeksploitasi – 7 menjaga – 63 pengrusakan – 7 – perairan, 84-85 perspektif – 11, 13 – pertanian, 101 – pesisir, 13 – produktif, 65-66, 133 proses – 18 – rawa, 18 – setengah alami, 98 tipe-tipe – 14 – urban (kota), 98

Page 354: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

165

ekosistem daratan, 15, 66 ekosistem estuari, 62,

– merupakan daerah pemijahan dan asuhan, 62

wilayah – 62 ekosistem hutan, 18, 30,

perusakan – 34 ekosistem laut(an), 15, 68 ekosistem manusia, 11, 20,

proses – 10 ekosistem padang rumput, 54-55, 58,

– adalah bagian dari kehidupan, 57

contoh pengurai pada – 57 komponen abiotik yang mempe-

ngaruhi – 55 komponen pendukung – 55 merusak – 59 terbentuknya – 55-56

Enger, Eldon D., 10 epidemiologi, 112 Eropa, 37, 39, 68, 100, 114,

Alpen – 61 Uni – 39-40

Evans GW., 116

F Feng, Qi, 119 Fogarty, David, 47 formaldehida, 115 Forqan, Berry Nahdian, 52 fosfat, 102 fosfor, 82 fotokimia, 114-115 fotosintesis, 56,

aktivitas – 65 proses – 56, 65, 82

G gambut, 53,

hutan – 43, 47, 53 lahan – 43-45, 47-49, 51-52 mengeringkan – 44 rawa – 50

Gavin, Mike, 106, 116 Gazalba, Sidi, 127 Gazprom, 47 geomorfologi, 63 Ghana, 37-38 Grösser, Mary, 128

H Haeckel, Ernest, 12 Hance, Jeremy, 42-45, 48, 52-54 Hänninen V., 113 Hawley, Amos H., 10, 17-18 heterotrof, 57 hidrogen, 15 Hipocratus, 11 Hisao-Nagata, 114 Hong Kong, 43, 47

I Ilyas, Muh Akbar, 125-130 Imazon, 40-41 India,

Nagpur – 27 New Delhi – 78

Indonesia, 25, 29, 31, 33-37, 42-46, 48-55, 58, 61, 68, 70, 72, 78, 82, 89-91, 92, 104, 110, 123-124, 130

Inggris, 33, 38-40, 54, 95, 97, London – 36

Intanghina, 105

Page 355: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

166

Irwan, Zoer’aini Djamal, 11-12, 14-17, 19, 23

Italia, 100 J Jakarta, 26, 48, 52, 78 Jambi, 49 Jarvis, Peter J., 10 Jawa, 34-35, 61, 70, 78 Jawa Barat (Jabar), 58, 78,

Bandung – 78 Indramayu – 58 Sangga Buana – 58 Tangerang – 78

Jawa Timur (Jatim), 58 Baluran – 58

Jepang, 38-40, 54, 110, 114, Protokol Kyoto – 52 Tokyo – 115

Jerman, 12, 54, 95, 97 K Kalimantan, 35, 46, 48-49, 51 Kalimantan Barat (Kalbar), 48 Kalimantan Selatan (Kalsel), 58

Banjarmasin – 58 Hulu Sungai – 58

Kalimantan Tengah (Kalteng), 58 Kapuas – 58

Kalimantan Timur (Kaltim), 48 kalsium, 82 Kamerun, 37 Kanada, 118 karbon, 45,

biaya – 51 emisi – 44-47 – hutan, 47 kompensasi – 47

nilai – 54 pasar – 47 perdagangan – 36 pembiayaan – 46 sistem perhitungan – 46 standar perhitungan – 47 stok – 46 – yang dilepaskan ke atmosfer,

37 – yang tersimpan dalam tanah,

46 karbon dioksida, 40-41, 115,

emisi – 47 fiksasi – 65 penyerap – 31

kardiovaskuler, 112 Kompier MAJ, 116 konjungtiva, 109 Korunka C., 118 Kosasih, Ian, 43 Kristensen TS, 112-113 Kurniawan, Santo, 44

L Lampung, 58 Landsbergis P., 116 Larsson G., 119 Lawson, Sam, 36, 39 Lee S., 114 Leino PI, 113 Levine, Norman D., 10 limbah, 67, 84, 121, 123,

– cair, 64, 121 memanfaatkan – 123 membuang – 62 pembuangan – 2, 120 pembuangan air – 80 peminimuman – 104

Page 356: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

167

pengelolaan – 94, 120 pengolahan – 120-121, 125 pengurangan – 123 sumber – 66 terbentuknya – 121-122

Lubis, Subaktian, 69-71, 77

M MacFaul, Larry, 36 Madagaskar, 38 Malaysia, 37-38 mangan, 68 Mayer, RE, 128 McLeish, Moray, 43 Mesir,

Kairo, 78 metana, 70 Minahasa, 30 Molles Jr., Manual C., 10 Moran, KA, 128 moratorium, 43-44, 50,

berkomitmen – 43 pelaksanaan – 52

Morikawa, Y., 110 Mufid, Sofyan Anwar, 11, 15-17,

21-26 Munro, J., 128 Murtiyanto, Nawa, 9

N nitrogen, 15, 82 Norwegia, 42-43, 45, 48-54 Notoatmodjo, S., 107-108 Nugroho, Bambang, 65, 67 Nusa Tenggara, 55, 58 Nusa Tenggara Barat (NTB),

Lombok – 35

O Obama, Barack, 52 Odum, Eugene P., 13 oksida, 70 oksidasi, 15 oksigen, 15, 27, 65, 82, 132,

kurang cukupnya – 83 memproduksi – 31 memprodusir – 83 – merupakan kebutuhan pokok

biologis makhluk hidup, ter-masuk manusia, 27

oligotrof, 82 organisme, 5, 10, 12, 56, 58,

– autotrop, 56-57 – heterotrof, 57 – hidup, 13, 82 jenis – 7, 13, 56 kehadiran dan kegiatan – 10 kelompok – 13 kumpulan – 13 manusia juga sebagai – 6 – mati, 10 – memiliki struktur dari yang

paling sederhana ke paling kompleks, 12

pendistribusian – 55 penurunan jumlah – 6 penyebaran – 56 – produser, 65

Oser, FK, 128 Osh, 116 osmoregulasi, 62 Ostry, A., 118 P Palar, Heryando, 96

Page 357: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

168

Pandoyo, Toto, 69 Papua, 35, 48-49, 51, 53,

– Barat, 35 Pejtersen JH, 113 Plank, 16 Prancis, 38, 40, 54, 95, 97,

Paris, 78 Prasyad, Hermansyah, 61, 63-64 Pringle, Laurence, 12, 17 Priyani, Eka, 126 protoplasma, 12 Purnomo, Agus, 49 Purvaja, R., 13 Purwasasmita, Mubiar, 78-79

Q Qilun, Yang, 70

R Rajankar, PN, 26 Rajasa, Hatta, 48-49 Ramayulis, 127 Ramesh, R., 13 Resosoedarmo, S., 12, 17 Revo, 30 Riau, 43-44, 48 Ridak, 23 Ridley, J., 105-106 Ridwan, Hasan, 10-14, 19-20, 23, 27 Ridwana, Riki, 55 ruaya, 64 Rusli, S., 25 Ruwindrijarto, Ambrosius, 35 Ryadi, AL Slamet, 100, 104

S salinitas, 63

kisaran – 64

mengubah – 66 menyebabkan – 61 – permukaan lebih rendah dari-

pada laut terbuka, 63 range – 63

Salusu, J., 70 Santoso, S.H., 25 Saputra, Hendra, 61-63 Sarwono, Sarlito Wirawan, 12, 17 Sastrawijaya, A. Tresna, 100 Schaufeli WB, 117 Sedarmayanti, 106 Semmer NK, 117-119 Senge, 71 sengkedan, 2 serasah, 67, 77,

– daun, 68 lapisan – 32

Setiapermana, 84-87 Shuell, TJ, 128 Siahaan, NHT, 9 Silalahi, B.N.B., 111 Silalahi, R.B., 111 Silower, 71 Sirojul, 126, 129 Skandinivia, 50 Smith, Bradley F., 10 Soemarwoto, Otto, 1-3, 16, 34 Spanyol, 100 Suebu, Barnabas, 54 Sulawesi Selatan (Sulsel), 58 Sulawesi Utara (Sulut), 70 Suma’mur P.K., 105, 107-111 Sumatra, 35, 43-44, 48-49 Sumatra Selatan (Sumsel), 58,

Palembang – 58, 78 Sumatra Utara (Sumut),

Nias – 58

Page 358: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

169

Sunanda, 47 Steiner, Frederick, 17-18, 20, 23 Sulistianingsih, Nuri, 3 Swedia, 54 Syria, 58

T Takala, J., 114 Tasbul, 79 Tatsuma, Tetsu, 115 Thohir, Kaslan A., 31, 58-60, 68, 78,

82-83, 96-102 Todaro, M. P., 25 Tuhan, 22-23, 25, 27, 78,

– Allah, 26 Turki, 100

U Uhbiyati, Nur, 128-129 Ukaya, Awan, 114-115 Usman, Hariansyah, 44

V van der Hulst M., 117

W Watt, James, 96 Wikipedia, 128

X Xu Y., 112 Y Young, 17-18, 20, 23 Yudhoyono, Susilo Bambang, 34,

43, 50 Yunani, 12, 41 Yusgiantoro, Purnomo, 69

Z zooplankton, 82

Zuhairini, 128, 130 Zulkifli, 48

Page 359: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

163

Indeks A Aceh, 58

Alas – 58 Gayo – 58

Afrika, 58 Ahira, Anne, 55 Ahmadi, Abu, 128-129 Aittomäki A., 117 Amerika Serikat, 38-40, 42, 45, 48,

51-52, 60, 95, 97 Amsyari, Fuad, 95 antroposentris, 24 arbitrase, 74 Arianto, Ismail, 68 Ariëns GAM, 113 Arif, Saiful, 10 Aristoteles, 11 Armour, Andrey, 21 Asia Tenggara, 33, 52-53, 73 Australia, 54, 60 Austria, 37 autotrof, 56-57, 65

B Baeriswyl, FJ, 128 Bakry, Sama’un, 127 Banget, Indie, 45-49 Bangun, Derom, 49 Basri K., 10, 106 Belanda, 38-40 Bengen, 63 biosfer, 13, 43-44,

perubahan – 98 biofisika, 20

biosida, 102 bipolar, 73 Bisri, 25 Bøggild H., 113 Brazil, 37, 40-42, 48, 54,

Amazon – 37, 40, 41-42 Brundtland, Gro Harlem, 103-104 Butler, Rhett A., 33-37, 39-42, 50-

51

C Camara, Gilberto, 42 Cau-Bareille, Dominique, 118 China, 38-40, 45, 51-52 Clayton, Mark, 115 Creagh, 47 Cristiae, 5

D dekomposer, 57 degradasi, 40, 47, 54,

– hutan, 41, 45, 47 Denmark, 54, 113-114,

Kopenhagen – 54 detritus, 67 diversifikasi, 25 Doctoroff, 70 Dyer, 63

E Efendi, Hendri, 126 Ekbladh, Elin, 114 ekologi(s), 5, 9, 12-13, 67, 87,

Page 360: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

164

aspek – 132 – berarti ilmu tentang rumah, 12 dampak – 6 dimensi – 131 fungsi – 67 ilmu pengetahuan – 10 istilah – 12 – kemanusiaan, 97 keseimbangan – 18, 59-60, 132 konsep – 17, 20 masalah – 11 – mempunyai perkembangan

yang berangsur-angsur dalam sejarah, 11

– merupakan suatu studi tentang hubungan antara organisme dan lingkungan, 10

model – 132 pembagian – 13 – perilaku, 10 perspektif – 11 prinsip-prinsip – 19 proses – 85 sistem – 13 sudut – 58 – tumbuh-tumbuhan, 18 utang – 52

ekologi manusia, 10, 13, 17-19, 131, – dalam perspektif kehidupan,

25 – dalam perspektif keilmuan, 19 – dalam perspektif keilmuan

dan kehidupan, 9 kajian – 10, 23 konteks – 4, 17 model – 19, 22, 24 pengertian – 27 perspektif – 11, 17 ruang lingkup – 18

studi – 20, 25 – tidak terlepas dari kajian eko-

sistem, 10 ekosistem, 5-6, 9, 13-15, 20, 54, 56,

61, 65-66, 99, – air tawar, 15 – alam(i), 7, 23, 98 awal terbentuknya – 55 bentuk – 18 – binaan, 7 – biota laut, 18 – biotik, 98 – buatan, 6, 11, 21, 98 ciri – 11, 21 kacaunya – 58 kaidah-kaidah – 24 kajian – 10 kelangsungan – 131 kerusakan – 63, 67 keseimbangan – 57 ketahanan – 31 keutuhan – 20 komponen – 16 konsep – 16 layanan – 36 – lingkungan, 96-97 mengeksploitasi – 7 menjaga – 63 pengrusakan – 7 – perairan, 84-85 perspektif – 11, 13 – pertanian, 101 – pesisir, 13 – produktif, 65-66, 133 proses – 18 – rawa, 18 – setengah alami, 98 tipe-tipe – 14 – urban (kota), 98

Page 361: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

165

ekosistem daratan, 15, 66 ekosistem estuari, 62,

– merupakan daerah pemijahan dan asuhan, 62

wilayah – 62 ekosistem hutan, 18, 30,

perusakan – 34 ekosistem laut(an), 15, 68 ekosistem manusia, 11, 20,

proses – 10 ekosistem padang rumput, 54-55, 58,

– adalah bagian dari kehidupan, 57

contoh pengurai pada – 57 komponen abiotik yang mempe-

ngaruhi – 55 komponen pendukung – 55 merusak – 59 terbentuknya – 55-56

Enger, Eldon D., 10 epidemiologi, 112 Eropa, 37, 39, 68, 100, 114,

Alpen – 61 Uni – 39-40

Evans GW., 116

F Feng, Qi, 119 Fogarty, David, 47 formaldehida, 115 Forqan, Berry Nahdian, 52 fosfat, 102 fosfor, 82 fotokimia, 114-115 fotosintesis, 56,

aktivitas – 65 proses – 56, 65, 82

G gambut, 53,

hutan – 43, 47, 53 lahan – 43-45, 47-49, 51-52 mengeringkan – 44 rawa – 50

Gavin, Mike, 106, 116 Gazalba, Sidi, 127 Gazprom, 47 geomorfologi, 63 Ghana, 37-38 Grösser, Mary, 128

H Haeckel, Ernest, 12 Hance, Jeremy, 42-45, 48, 52-54 Hänninen V., 113 Hawley, Amos H., 10, 17-18 heterotrof, 57 hidrogen, 15 Hipocratus, 11 Hisao-Nagata, 114 Hong Kong, 43, 47

I Ilyas, Muh Akbar, 125-130 Imazon, 40-41 India,

Nagpur – 27 New Delhi – 78

Indonesia, 25, 29, 31, 33-37, 42-46, 48-55, 58, 61, 68, 70, 72, 78, 82, 89-91, 92, 104, 110, 123-124, 130

Inggris, 33, 38-40, 54, 95, 97, London – 36

Intanghina, 105

Page 362: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

166

Irwan, Zoer’aini Djamal, 11-12, 14-17, 19, 23

Italia, 100 J Jakarta, 26, 48, 52, 78 Jambi, 49 Jarvis, Peter J., 10 Jawa, 34-35, 61, 70, 78 Jawa Barat (Jabar), 58, 78,

Bandung – 78 Indramayu – 58 Sangga Buana – 58 Tangerang – 78

Jawa Timur (Jatim), 58 Baluran – 58

Jepang, 38-40, 54, 110, 114, Protokol Kyoto – 52 Tokyo – 115

Jerman, 12, 54, 95, 97 K Kalimantan, 35, 46, 48-49, 51 Kalimantan Barat (Kalbar), 48 Kalimantan Selatan (Kalsel), 58

Banjarmasin – 58 Hulu Sungai – 58

Kalimantan Tengah (Kalteng), 58 Kapuas – 58

Kalimantan Timur (Kaltim), 48 kalsium, 82 Kamerun, 37 Kanada, 118 karbon, 45,

biaya – 51 emisi – 44-47 – hutan, 47 kompensasi – 47

nilai – 54 pasar – 47 perdagangan – 36 pembiayaan – 46 sistem perhitungan – 46 standar perhitungan – 47 stok – 46 – yang dilepaskan ke atmosfer,

37 – yang tersimpan dalam tanah,

46 karbon dioksida, 40-41, 115,

emisi – 47 fiksasi – 65 penyerap – 31

kardiovaskuler, 112 Kompier MAJ, 116 konjungtiva, 109 Korunka C., 118 Kosasih, Ian, 43 Kristensen TS, 112-113 Kurniawan, Santo, 44

L Lampung, 58 Landsbergis P., 116 Larsson G., 119 Lawson, Sam, 36, 39 Lee S., 114 Leino PI, 113 Levine, Norman D., 10 limbah, 67, 84, 121, 123,

– cair, 64, 121 memanfaatkan – 123 membuang – 62 pembuangan – 2, 120 pembuangan air – 80 peminimuman – 104

Page 363: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

167

pengelolaan – 94, 120 pengolahan – 120-121, 125 pengurangan – 123 sumber – 66 terbentuknya – 121-122

Lubis, Subaktian, 69-71, 77

M MacFaul, Larry, 36 Madagaskar, 38 Malaysia, 37-38 mangan, 68 Mayer, RE, 128 McLeish, Moray, 43 Mesir,

Kairo, 78 metana, 70 Minahasa, 30 Molles Jr., Manual C., 10 Moran, KA, 128 moratorium, 43-44, 50,

berkomitmen – 43 pelaksanaan – 52

Morikawa, Y., 110 Mufid, Sofyan Anwar, 11, 15-17,

21-26 Munro, J., 128 Murtiyanto, Nawa, 9

N nitrogen, 15, 82 Norwegia, 42-43, 45, 48-54 Notoatmodjo, S., 107-108 Nugroho, Bambang, 65, 67 Nusa Tenggara, 55, 58 Nusa Tenggara Barat (NTB),

Lombok – 35

O Obama, Barack, 52 Odum, Eugene P., 13 oksida, 70 oksidasi, 15 oksigen, 15, 27, 65, 82, 132,

kurang cukupnya – 83 memproduksi – 31 memprodusir – 83 – merupakan kebutuhan pokok

biologis makhluk hidup, ter-masuk manusia, 27

oligotrof, 82 organisme, 5, 10, 12, 56, 58,

– autotrop, 56-57 – heterotrof, 57 – hidup, 13, 82 jenis – 7, 13, 56 kehadiran dan kegiatan – 10 kelompok – 13 kumpulan – 13 manusia juga sebagai – 6 – mati, 10 – memiliki struktur dari yang

paling sederhana ke paling kompleks, 12

pendistribusian – 55 penurunan jumlah – 6 penyebaran – 56 – produser, 65

Oser, FK, 128 Osh, 116 osmoregulasi, 62 Ostry, A., 118 P Palar, Heryando, 96

Page 364: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

168

Pandoyo, Toto, 69 Papua, 35, 48-49, 51, 53,

– Barat, 35 Pejtersen JH, 113 Plank, 16 Prancis, 38, 40, 54, 95, 97,

Paris, 78 Prasyad, Hermansyah, 61, 63-64 Pringle, Laurence, 12, 17 Priyani, Eka, 126 protoplasma, 12 Purnomo, Agus, 49 Purvaja, R., 13 Purwasasmita, Mubiar, 78-79

Q Qilun, Yang, 70

R Rajankar, PN, 26 Rajasa, Hatta, 48-49 Ramayulis, 127 Ramesh, R., 13 Resosoedarmo, S., 12, 17 Revo, 30 Riau, 43-44, 48 Ridak, 23 Ridley, J., 105-106 Ridwan, Hasan, 10-14, 19-20, 23, 27 Ridwana, Riki, 55 ruaya, 64 Rusli, S., 25 Ruwindrijarto, Ambrosius, 35 Ryadi, AL Slamet, 100, 104

S salinitas, 63

kisaran – 64

mengubah – 66 menyebabkan – 61 – permukaan lebih rendah dari-

pada laut terbuka, 63 range – 63

Salusu, J., 70 Santoso, S.H., 25 Saputra, Hendra, 61-63 Sarwono, Sarlito Wirawan, 12, 17 Sastrawijaya, A. Tresna, 100 Schaufeli WB, 117 Sedarmayanti, 106 Semmer NK, 117-119 Senge, 71 sengkedan, 2 serasah, 67, 77,

– daun, 68 lapisan – 32

Setiapermana, 84-87 Shuell, TJ, 128 Siahaan, NHT, 9 Silalahi, B.N.B., 111 Silalahi, R.B., 111 Silower, 71 Sirojul, 126, 129 Skandinivia, 50 Smith, Bradley F., 10 Soemarwoto, Otto, 1-3, 16, 34 Spanyol, 100 Suebu, Barnabas, 54 Sulawesi Selatan (Sulsel), 58 Sulawesi Utara (Sulut), 70 Suma’mur P.K., 105, 107-111 Sumatra, 35, 43-44, 48-49 Sumatra Selatan (Sumsel), 58,

Palembang – 58, 78 Sumatra Utara (Sumut),

Nias – 58

Page 365: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

169

Sunanda, 47 Steiner, Frederick, 17-18, 20, 23 Sulistianingsih, Nuri, 3 Swedia, 54 Syria, 58

T Takala, J., 114 Tasbul, 79 Tatsuma, Tetsu, 115 Thohir, Kaslan A., 31, 58-60, 68, 78,

82-83, 96-102 Todaro, M. P., 25 Tuhan, 22-23, 25, 27, 78,

– Allah, 26 Turki, 100

U Uhbiyati, Nur, 128-129 Ukaya, Awan, 114-115 Usman, Hariansyah, 44

V van der Hulst M., 117

W Watt, James, 96 Wikipedia, 128

X Xu Y., 112 Y Young, 17-18, 20, 23 Yudhoyono, Susilo Bambang, 34,

43, 50 Yunani, 12, 41 Yusgiantoro, Purnomo, 69

Z zooplankton, 82

Zuhairini, 128, 130 Zulkifli, 48

Page 366: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

171

Daftar Pustaka Ahira, Anne. 2012. Mengenal ekosistem padang rumput. Anne-

Ahira.com untuk Indonesia, 1-4. Aittomäki A, Lahelma E, and Roos E. 2003. Work conditions and so-

cioeconomic inequalities in work ability. Scand J Work Environ Health, 29 (2): 159-165.

Amsyari, Fuad. 1986. Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkung-an. Jakarta: Ghalia Indonesia, 55.

Arianto, Ismail; Prawiroatmodjo, Dendasurono; Munandar, A.; Djaukasi, Agnes; Ritonga, Abdul Rachman; dan Suwardi. 1988. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di IKIP dan FKIP [Buku Pegangan Mahasiswa]. Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti, Ditjen Dikdasmen, 117.

Ariëns GAM, Bongers PM, Hoogendoorn WE, van der Wal G, and van Mechelen W. 2002. High physical and psychosocial load at work and sickness absence due to neck pain. Scand J Work Envi-ron Health, 28 (4): 222-231.

Arif, Saiful. 2007. Ekologi manusia dan kesadaran individu dalam pe-ngelolaan lingkungan. Averroes Community, Desember; 1-7.

Bakry, Sama’un. 2005. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Guraisy, 104, 106.

Banget, Indie. 2010a. Rencana konservasi hutan Indonesia mungkin ti-dak cukup untuk kurangi emisi. Indonesia.mongabay.com, August; 30: 1-3.

Banget, Indie. 2010b. Gazprom, Shell, dan Clinton Foundation dukung kesepakatan karbon hutan hujan di Kalimantan. Indonesia.mo-ngabay.com, August; 30: 1-2.

Banget, Indie. 2010c. Kebingungan izin hutan di Indonesia dan kese-pakatan pelestarian dengan Norwegia. Indonesia.mongabay.com, June; 08: 1-2.

Basri K. 2011. Kamus Istilah BIOkimia. Kupang: PTK Press, 66.

Page 367: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

172

Basri K. 2016. Prinsip Dasar Penilaian Risiko Pekerjaan Manual Handling. Kupang: PTK Press, 41-42.

BKP4N. 2002. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Per-mukiman (KSNPP). Jakarta: BKP4N, 1-2, 10-15.

Bøggild H, Burr H, Tüchsen F, and Jeppesen HJ. 2001. Work environ-ment of Danish shift and day workers. Scand J Work Environ He-alth, 27 (2): 97–105.

Brundtland, Gro Harlem (ketua komisi). 1988. Hari Depan Kita Bersa-ma: Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan. (alih ba-hasa Bambang Sumantri). Jakarta: PT Gramedia, 282, 315-317.

Butler, Rhett A. 2010a. Meski menurun, pembalakan liar masih masa-lah besar. Indonesia.mongabay.com, August; 06: 1-6.

Butler, Rhett A. 2010b. Penggundulan hutan jatuh secara signifikan di tahun 2010, menurut data pendahuluan. Indonesia.mongabay.com, September; 06: 1-4.

Butler, Rhett A. 2010c. Rencana Indonesia untuk selamatkan hutan hu-jannya. Indonesia. mongabay.com, June; 17: 1-12.

Butler, Rhett A. 2011. Memberantas penebangan liar di Indonesia de-ngan memberikan kesempatan pada masyarakat lokal untuk me-ngelola hutan. Indonesia.mongabay.com, April; 08: 1-3.

Cau-Bareille, Dominique; Gaudart, Corinne; and Delgoulet, Catherine. 2012. Training, age and technological change: Difficulties associa-ted with age, the design of tools, and the organization of work. Work: A Journal of Prevention, Assessment and Rehabilitation, 41 (2): 127-141.

Cristiae. 2012. Peranan manusia pada lingkungan. Ristizona, Juli; 1-4. Efendi, Hendri. 2012. Pengertian, fungsi, dan jenis lingkungan pendi-

dikan. Cut Roes, Agustus; 13: 1-3. Ekbladh, Elin. 2010. Perceptions of the work environment among pe-

ople with experience of long term sick leave. Work: A Journal of Prevention, Assessment and Rehabilitation, 35 (2): 125-136.

Enger, Eldon D. and Smith, Bradley F. 2008. Environmental Science: A Study of Interrelationships, Eleventh Edition. New York: Mc-Graw-Hill, 79.

Page 368: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

173

Evans GW, Johansson G, Carrere S. 1994. Psychosocial factors and the physical environment: interrelations in the workplace. In: Cooper CL, Robertson IT (editors). International review of indus-trial and organizational psychology; vol 9. Chichester (UK): John Wiley & Sons, 18.

Feng, Qi; Mookerjee, Vijay S.; and Sethi, Suresh P. 2006. Optimal policies for the sizing and timing of software maintenance projects. European Journal of Operational Research, September; 173 (3): 1047-1066.

Gavin, Mike. 2010. Manual Handling Risk Assessment. Western Aus-tralia: ECU, 4.

Grösser, Mary. 2007. Effective teaching: Linking teaching to learning functions. South African Journal of Education, 27 (1): 37-52.

Hance, Jeremy. 2010a. Perusakan hutan skala besar di Sumatera le-mahkan kesepakatan Indonesia dengan Norwegia. Indonesia.mo-ngabay.com, July; 16: 1-4.

Hance, Jeremy. 2010b. Indonesia identifikasi wilayah-wilayah yang memungkinkan untuk proyek pertama pelestarian hutan. Indone-sia.mongabay.com, June; 14: 1-2.

Hance, Jeremy. 2010c. AS menjanjikan 136.000.000 dolar untuk ling-kungan hidup di Indonesia. Indonesia.mongabay.com, July; 08: 1-2.

Hance, Jeremy. 2010d. Indonesia umumkan penundaan dalam pembe-rian konsesi hutan baru. Indonesia.mongabay.com, June; 05: 1-3.

Hisao-Nagata and Lee S. 2000. Survey on improving occupational en-vironments in the rapidly aging society. Conditions of care work in nursing homes and the prospects for elderly care workers. Re-search Reports of National Institute of Industrial Safety, 99: 1-11.

Ilyas, Muh Akbar. 2012. Analisis filosofis lingkungan pendidikan da-lam perspektif filsafat pendidikan Islam. Wawasan Islam, 1-10.

Intanghina. 2008. Pengaruh budaya perusahaan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. WordPress, April; 28: 1-22.

Irwan, Zoer’aini Djamal. 2012. Prinsip-prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan, dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara, 3-4, 27, 29, 49-50, 52-53.

Page 369: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

174

Jarvis, Peter J. 2000. Ecological Principles and Environmental Issues. England: Pearson Education Limited, viii.

Kompier MAJ. 2006. New systems of work organization and workers’ health. Scand J Work Environ Health, 32 (6): 421-430.

Korunka C, Weiss A, Karetta B. 1993. The impact of the change pro-cess when introducing new technology. Z Arb Organisationspsy-chol, 37: 10-18.

Kristensen TS. 1989. Cardiovascular diseases and the work environ-ment. A critical review of the epidemiologic literature on nonche-mical factors. Scand J Work Environ Health, 15 (3): 165-179.

Kristensen TS, Hannerz H, Høgh A, and Borg V. 2005. The Copen-hagen Psychosocial Questionnaire - a tool for the assessment and improvement of the psychosocial work environment. Occupational & Environmental Medicine, 31 (6): 438-449.

Landsbergis P. 2003. The changing organization of work and the safe-ty and health of working people: a commentary. J Occup Environ Med, 45 (1): 61-72.

Larsson G, Setterlind S, and Starrin B. 1990. Routinization of stress control programmes in organizations: a study of Swedish teachers. Health Promot Int, 5: 269-278.

Leino PI and Hänninen V. 1995. Psychosocial factors at work in relati-on to back and limb disorders. Scand J Work Environ Health, 21 (2): 134-142.

Levine, Norman D. 1975. Human Ecology, Principal Author and Editor. Belmont, California: Duxbury Press, 1.

Lubis, Subaktian. 2012. Sinergi Pengelolaan Sumber Kekayaan Alam di Laut yang Diharapkan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Geologi Kelautan, 1-9.

Mayer, RE. 2002. Rote versus meaningful learning. Theory into Prac-tice, 41: 226-232.

Molles Jr., Manual C. 2005. Ecology: Concepts and Applications. Eco-logy: Concepts and Applications. New York: McGraw-Hill, 2.

Morikawa Y, Nakagawa H, Miura K, Ishizaki M, Tabata M, Nishijo M, Higashigurchi K, Yoshita K, Sagara T, Kido T, Naruse Y, and Nogawa K. 1999. Relationship between shift work and onset of

Page 370: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

175

hypertension in a cohort of manual workers. Scand J Work Envi-ron Health, 25 (2): 100-104.

Mufid, Sofyan Anwar. 2010. Ekologi Manusia. Bandung: Remaja Ros-da Karya, 23-26, 38, 40, 56, 73-78, 80-83.

Munro, J. 1999. Learning more about learning improves teacher effec-tiveness. School Effectiveness and Improvement, 10: 151-171.

Murtiyanto, Nawa. 2011. Lingkungan hidup dan ekologi. WordPress, Agustus; 1-4.

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masya-rakat. Jakarta: Rineka Cipta, 178-180.

Nugroho, Bambang; Abdullah; Iswahyudi, Eko; Insaniyah; Hairuddin; Suparman; Subardan; Rohmaddun, Achmad; Maulanana, Amil; dan Aprianto, Ardian. 2012. Dinamika Estuari. Pontianak: Stasiun PSDKP, 2-5.

Odum, Eugene P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. (penerjemah Tjahjono Samingan dan Srigandono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 7.

Oser, FK and Baeriswyl, FJ. 2001. Choreographies of teaching: Brid-ging Instruction to Learning. In: Richardson V (ed.). Handbook of Research on Teaching. 4thedn. Washington: American Educational Research Association, 1031.

Osh. 1991. Manual handling: GUIDELINES FOR THE WORK-PLA-CE. Wellington, New Zealand: Occupational Safety and Health Service of the Department of Labour, First edition: July, 13.

Ostry A, Marion S, Green LW, Demers P, Teschke K, Hershler R, Kelly S, and Hertzman C. 2000. Downsizing and industrial res-tructuring in relation to changes in psychosocial conditions of work in British Columbia sawmills. Scand J Work Environ Health, 26 (3): 273-278.

Palar, Heryando. 1994. Pencemaran & Toksikologi Logam Berat. Ja-karta: PT Rineka Cipta, 19.

Pandoyo, Toto. 1994. Wawasan Nusantara dan Implementasinya da-lam UUD 1945 serta Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1.

Page 371: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

176

Pejtersen JH and Kristensen TS. 2009. The development of the psy-chosocial work environment in Denmark from 1997 to 2005. Scand J Work Environ Health, 35 (4): 284-293.

Prasyad, Hermansyah. 2012. Estuari: Lingkungan unik yang sangat penting. Scrib: 1-7.

Pringle, Laurence. 1972. Ecology: Science of Survival. London: Mac-millan Publishing Co., Inc., 2.

Priyani, Eka. 2011. Lingkungan pendidikan. Kompasiana, Januari; 07: 1-3.

Purwasasmita, Mubiar. 2012. Memperkuat Budaya dan Ekosistem Su-ngai di Tatar Sunda. Bandung: DPKLTS, 1-2.

Qilun, Yang. 1995. Preliminary Study of Unstability of East China Floor. The 14th Inqua Congress Berlin. Berlin: Qingdao Ocean Univ. Press, 1.

Rajankar, PN; Gulhane, SR; Tambekar, DH; dan Wate, SR. 2010. Application of water quality index to monitor groundwater quality in Nagpur City. Asian Journal of Water, Environment and Pollu-tion, 7 (2): 89-92.

Ramesh, R. and Purvaja, R. 2004. Climate change and coastal eco-systems: An overview. Asian Journal of Water, Environment and Pollution, 1 (1-2): 29-40.

Resosoedarmo, S., Kartawinata K., dan Soegianto, A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja Karya, 1.

Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. (alih ba-hasa Soni Astranto). Jakarta: Erlangga, 297, 299, 302-303.

Ridwana, Riki. 2008. Uraian Materi Padang Rumput. Bandung: ISOLA – UPI, 2.

Ridwan, Hasan. 2012. Resume ekologi manusia (filsafat lingkungan). Galaxy of Sciences, 1-13.

Rusli, S. 1989. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES, 86. Ryadi, AL Slamet. 1984. Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Karya

Anda, 36. Ryadi, AL Slamet. 1986. Pengantar Kesehatan Lingkungan: Dimensi

& Tinjauan Konsepsual. Surabaya: Usaha Nasional, 46.

Page 372: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

177

Salusu, J. 2004. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Gramedia Widia-sarana Indonesia, 2.

Santoso, S.H. 2003. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap mobilitas tenaga kerja antarsektor dan antarwilayah pada rumah tangga petani di pedesaan Kabupaten Jember. Jurnal Sains dan Teknologi, Juni; 2 (Suplemen): 17.

Saputra, Hendra. 2011. Estuari. Scrib, Juni; 28: 1-3. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: PPs

UI dan Grasindo, 6. Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT

Rineka Cipta, 66. Schaufeli WB. 2004. The future of occupational health psychology.

Appl Psychol-Int Rev, 53 (4): 502-517. Sedarmayanti. 2001. SDM dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar

Maju, 21. Semmer NK. 2006. Job stress interventions and the organization of

work. Scand J Work Environ Health, 32 (6): 515-527. Setiapermana. 2011. Konservasi Danau Limboto. WordPress, April; 4:

1-4. Shuell, TJ. and Moran, KA. 1994. Learning Theories: Historical Over-

view and Trends. In: Husen T and Postlethwaite TN (eds.). Inter-national Encyclopedia of Education. 2ndedn. New York: Perga-mon, 3343.

Siahaan, NHT. 1987. Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Ling-kungan. Jakarta: Erlangga, 1.

Silalahi, B.N.B. dan Silalahi, R.B. 1991. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 140.

Sirojul. 2011. Lingkungan pendidikan dalam perspektif pendidikan Islam. Opini, Agustus; 08: 1-10.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pemba-ngunan. Jakarta: Djambatan, 32, 73-74, 86-88.

Soemarwoto, Otto. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 36.

Page 373: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

178

Suma’mur P.K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 95-97, 102-104.

Suma’mur P.K. 1993. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 49, 93, 215.

Steiner, Frederick. 2002. Human Ecology, Following Nature’s Lead. Washington-Covelo-London: Island Press, 3.

Sulistianingsih, Nuri. 2012. Hakikat lingkungan hidup. Beranda, Agustus; 13: 1-13.

Takala J, Urrutia M, Hämäläinen P, and Saarela KL. 2009. The global and European work environment–numbers, trends, and strategies. Scand J Work Environ Health, Suplement; 7: 15-23.

Tasbul. 2012. PP 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jatim: DPU Peng-airan, 1-2.

Thohir, Kaslan A. 1991. Butir-butir Tata Lingkungan: Jakarta: Rineka Cipta, 120-122, 126-128, 130, 133, 135-139, 155, 163, 176, 190-192, 222-223, 240-243.

Todaro, M. P. 1991. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketiga, Jilid I. (Alih bahasa: Burhanuddin Abdullah). Jakarta: Er-langga, 259.

Uhbiyati, Nur dan Ahmadi, Abu. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I (IPI). Bandung: CV Pustaka Setia, 240.

Ukaya, Awan. 2010. Bekerja siang dan malam pada kantor yang sehat. Chemistry, November; 11: 1-2.

van der Hulst M. 2003. Long workhours and health. Scand J Work En-viron Health, 29: 171-188.

Wikipedia. 2012. Pembelajaran. Wikipedia, Juli: 1. Xu Y, Bach E, and Orhede E. 1997. Work environment and low back

pain: the influence of occupational activities. Occupational & En-vironmental Medicine, 54 (10): 741-745.

Zuhairini. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 179-180.

Page 374: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

171

Daftar Pustaka Ahira, Anne. 2012. Mengenal ekosistem padang rumput. Anne-

Ahira.com untuk Indonesia, 1-4. Aittomäki A, Lahelma E, and Roos E. 2003. Work conditions and so-

cioeconomic inequalities in work ability. Scand J Work Environ Health, 29 (2): 159-165.

Amsyari, Fuad. 1986. Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkung-an. Jakarta: Ghalia Indonesia, 55.

Arianto, Ismail; Prawiroatmodjo, Dendasurono; Munandar, A.; Djaukasi, Agnes; Ritonga, Abdul Rachman; dan Suwardi. 1988. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di IKIP dan FKIP [Buku Pegangan Mahasiswa]. Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti, Ditjen Dikdasmen, 117.

Ariëns GAM, Bongers PM, Hoogendoorn WE, van der Wal G, and van Mechelen W. 2002. High physical and psychosocial load at work and sickness absence due to neck pain. Scand J Work Envi-ron Health, 28 (4): 222-231.

Arif, Saiful. 2007. Ekologi manusia dan kesadaran individu dalam pe-ngelolaan lingkungan. Averroes Community, Desember; 1-7.

Bakry, Sama’un. 2005. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Guraisy, 104, 106.

Banget, Indie. 2010a. Rencana konservasi hutan Indonesia mungkin ti-dak cukup untuk kurangi emisi. Indonesia.mongabay.com, August; 30: 1-3.

Banget, Indie. 2010b. Gazprom, Shell, dan Clinton Foundation dukung kesepakatan karbon hutan hujan di Kalimantan. Indonesia.mo-ngabay.com, August; 30: 1-2.

Banget, Indie. 2010c. Kebingungan izin hutan di Indonesia dan kese-pakatan pelestarian dengan Norwegia. Indonesia.mongabay.com, June; 08: 1-2.

Basri K. 2011. Kamus Istilah BIOkimia. Kupang: PTK Press, 66.

Page 375: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

172

Basri K. 2016. Prinsip Dasar Penilaian Risiko Pekerjaan Manual Handling. Kupang: PTK Press, 41-42.

BKP4N. 2002. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Per-mukiman (KSNPP). Jakarta: BKP4N, 1-2, 10-15.

Bøggild H, Burr H, Tüchsen F, and Jeppesen HJ. 2001. Work environ-ment of Danish shift and day workers. Scand J Work Environ He-alth, 27 (2): 97–105.

Brundtland, Gro Harlem (ketua komisi). 1988. Hari Depan Kita Bersa-ma: Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan. (alih ba-hasa Bambang Sumantri). Jakarta: PT Gramedia, 282, 315-317.

Butler, Rhett A. 2010a. Meski menurun, pembalakan liar masih masa-lah besar. Indonesia.mongabay.com, August; 06: 1-6.

Butler, Rhett A. 2010b. Penggundulan hutan jatuh secara signifikan di tahun 2010, menurut data pendahuluan. Indonesia.mongabay.com, September; 06: 1-4.

Butler, Rhett A. 2010c. Rencana Indonesia untuk selamatkan hutan hu-jannya. Indonesia. mongabay.com, June; 17: 1-12.

Butler, Rhett A. 2011. Memberantas penebangan liar di Indonesia de-ngan memberikan kesempatan pada masyarakat lokal untuk me-ngelola hutan. Indonesia.mongabay.com, April; 08: 1-3.

Cau-Bareille, Dominique; Gaudart, Corinne; and Delgoulet, Catherine. 2012. Training, age and technological change: Difficulties associa-ted with age, the design of tools, and the organization of work. Work: A Journal of Prevention, Assessment and Rehabilitation, 41 (2): 127-141.

Cristiae. 2012. Peranan manusia pada lingkungan. Ristizona, Juli; 1-4. Efendi, Hendri. 2012. Pengertian, fungsi, dan jenis lingkungan pendi-

dikan. Cut Roes, Agustus; 13: 1-3. Ekbladh, Elin. 2010. Perceptions of the work environment among pe-

ople with experience of long term sick leave. Work: A Journal of Prevention, Assessment and Rehabilitation, 35 (2): 125-136.

Enger, Eldon D. and Smith, Bradley F. 2008. Environmental Science: A Study of Interrelationships, Eleventh Edition. New York: Mc-Graw-Hill, 79.

Page 376: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

173

Evans GW, Johansson G, Carrere S. 1994. Psychosocial factors and the physical environment: interrelations in the workplace. In: Cooper CL, Robertson IT (editors). International review of indus-trial and organizational psychology; vol 9. Chichester (UK): John Wiley & Sons, 18.

Feng, Qi; Mookerjee, Vijay S.; and Sethi, Suresh P. 2006. Optimal policies for the sizing and timing of software maintenance projects. European Journal of Operational Research, September; 173 (3): 1047-1066.

Gavin, Mike. 2010. Manual Handling Risk Assessment. Western Aus-tralia: ECU, 4.

Grösser, Mary. 2007. Effective teaching: Linking teaching to learning functions. South African Journal of Education, 27 (1): 37-52.

Hance, Jeremy. 2010a. Perusakan hutan skala besar di Sumatera le-mahkan kesepakatan Indonesia dengan Norwegia. Indonesia.mo-ngabay.com, July; 16: 1-4.

Hance, Jeremy. 2010b. Indonesia identifikasi wilayah-wilayah yang memungkinkan untuk proyek pertama pelestarian hutan. Indone-sia.mongabay.com, June; 14: 1-2.

Hance, Jeremy. 2010c. AS menjanjikan 136.000.000 dolar untuk ling-kungan hidup di Indonesia. Indonesia.mongabay.com, July; 08: 1-2.

Hance, Jeremy. 2010d. Indonesia umumkan penundaan dalam pembe-rian konsesi hutan baru. Indonesia.mongabay.com, June; 05: 1-3.

Hisao-Nagata and Lee S. 2000. Survey on improving occupational en-vironments in the rapidly aging society. Conditions of care work in nursing homes and the prospects for elderly care workers. Re-search Reports of National Institute of Industrial Safety, 99: 1-11.

Ilyas, Muh Akbar. 2012. Analisis filosofis lingkungan pendidikan da-lam perspektif filsafat pendidikan Islam. Wawasan Islam, 1-10.

Intanghina. 2008. Pengaruh budaya perusahaan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. WordPress, April; 28: 1-22.

Irwan, Zoer’aini Djamal. 2012. Prinsip-prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan, dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara, 3-4, 27, 29, 49-50, 52-53.

Page 377: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

174

Jarvis, Peter J. 2000. Ecological Principles and Environmental Issues. England: Pearson Education Limited, viii.

Kompier MAJ. 2006. New systems of work organization and workers’ health. Scand J Work Environ Health, 32 (6): 421-430.

Korunka C, Weiss A, Karetta B. 1993. The impact of the change pro-cess when introducing new technology. Z Arb Organisationspsy-chol, 37: 10-18.

Kristensen TS. 1989. Cardiovascular diseases and the work environ-ment. A critical review of the epidemiologic literature on nonche-mical factors. Scand J Work Environ Health, 15 (3): 165-179.

Kristensen TS, Hannerz H, Høgh A, and Borg V. 2005. The Copen-hagen Psychosocial Questionnaire - a tool for the assessment and improvement of the psychosocial work environment. Occupational & Environmental Medicine, 31 (6): 438-449.

Landsbergis P. 2003. The changing organization of work and the safe-ty and health of working people: a commentary. J Occup Environ Med, 45 (1): 61-72.

Larsson G, Setterlind S, and Starrin B. 1990. Routinization of stress control programmes in organizations: a study of Swedish teachers. Health Promot Int, 5: 269-278.

Leino PI and Hänninen V. 1995. Psychosocial factors at work in relati-on to back and limb disorders. Scand J Work Environ Health, 21 (2): 134-142.

Levine, Norman D. 1975. Human Ecology, Principal Author and Editor. Belmont, California: Duxbury Press, 1.

Lubis, Subaktian. 2012. Sinergi Pengelolaan Sumber Kekayaan Alam di Laut yang Diharapkan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Geologi Kelautan, 1-9.

Mayer, RE. 2002. Rote versus meaningful learning. Theory into Prac-tice, 41: 226-232.

Molles Jr., Manual C. 2005. Ecology: Concepts and Applications. Eco-logy: Concepts and Applications. New York: McGraw-Hill, 2.

Morikawa Y, Nakagawa H, Miura K, Ishizaki M, Tabata M, Nishijo M, Higashigurchi K, Yoshita K, Sagara T, Kido T, Naruse Y, and Nogawa K. 1999. Relationship between shift work and onset of

Page 378: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

175

hypertension in a cohort of manual workers. Scand J Work Envi-ron Health, 25 (2): 100-104.

Mufid, Sofyan Anwar. 2010. Ekologi Manusia. Bandung: Remaja Ros-da Karya, 23-26, 38, 40, 56, 73-78, 80-83.

Munro, J. 1999. Learning more about learning improves teacher effec-tiveness. School Effectiveness and Improvement, 10: 151-171.

Murtiyanto, Nawa. 2011. Lingkungan hidup dan ekologi. WordPress, Agustus; 1-4.

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masya-rakat. Jakarta: Rineka Cipta, 178-180.

Nugroho, Bambang; Abdullah; Iswahyudi, Eko; Insaniyah; Hairuddin; Suparman; Subardan; Rohmaddun, Achmad; Maulanana, Amil; dan Aprianto, Ardian. 2012. Dinamika Estuari. Pontianak: Stasiun PSDKP, 2-5.

Odum, Eugene P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. (penerjemah Tjahjono Samingan dan Srigandono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 7.

Oser, FK and Baeriswyl, FJ. 2001. Choreographies of teaching: Brid-ging Instruction to Learning. In: Richardson V (ed.). Handbook of Research on Teaching. 4thedn. Washington: American Educational Research Association, 1031.

Osh. 1991. Manual handling: GUIDELINES FOR THE WORK-PLA-CE. Wellington, New Zealand: Occupational Safety and Health Service of the Department of Labour, First edition: July, 13.

Ostry A, Marion S, Green LW, Demers P, Teschke K, Hershler R, Kelly S, and Hertzman C. 2000. Downsizing and industrial res-tructuring in relation to changes in psychosocial conditions of work in British Columbia sawmills. Scand J Work Environ Health, 26 (3): 273-278.

Palar, Heryando. 1994. Pencemaran & Toksikologi Logam Berat. Ja-karta: PT Rineka Cipta, 19.

Pandoyo, Toto. 1994. Wawasan Nusantara dan Implementasinya da-lam UUD 1945 serta Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1.

Page 379: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

176

Pejtersen JH and Kristensen TS. 2009. The development of the psy-chosocial work environment in Denmark from 1997 to 2005. Scand J Work Environ Health, 35 (4): 284-293.

Prasyad, Hermansyah. 2012. Estuari: Lingkungan unik yang sangat penting. Scrib: 1-7.

Pringle, Laurence. 1972. Ecology: Science of Survival. London: Mac-millan Publishing Co., Inc., 2.

Priyani, Eka. 2011. Lingkungan pendidikan. Kompasiana, Januari; 07: 1-3.

Purwasasmita, Mubiar. 2012. Memperkuat Budaya dan Ekosistem Su-ngai di Tatar Sunda. Bandung: DPKLTS, 1-2.

Qilun, Yang. 1995. Preliminary Study of Unstability of East China Floor. The 14th Inqua Congress Berlin. Berlin: Qingdao Ocean Univ. Press, 1.

Rajankar, PN; Gulhane, SR; Tambekar, DH; dan Wate, SR. 2010. Application of water quality index to monitor groundwater quality in Nagpur City. Asian Journal of Water, Environment and Pollu-tion, 7 (2): 89-92.

Ramesh, R. and Purvaja, R. 2004. Climate change and coastal eco-systems: An overview. Asian Journal of Water, Environment and Pollution, 1 (1-2): 29-40.

Resosoedarmo, S., Kartawinata K., dan Soegianto, A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja Karya, 1.

Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. (alih ba-hasa Soni Astranto). Jakarta: Erlangga, 297, 299, 302-303.

Ridwana, Riki. 2008. Uraian Materi Padang Rumput. Bandung: ISOLA – UPI, 2.

Ridwan, Hasan. 2012. Resume ekologi manusia (filsafat lingkungan). Galaxy of Sciences, 1-13.

Rusli, S. 1989. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES, 86. Ryadi, AL Slamet. 1984. Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Karya

Anda, 36. Ryadi, AL Slamet. 1986. Pengantar Kesehatan Lingkungan: Dimensi

& Tinjauan Konsepsual. Surabaya: Usaha Nasional, 46.

Page 380: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

177

Salusu, J. 2004. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta: PT Gramedia Widia-sarana Indonesia, 2.

Santoso, S.H. 2003. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap mobilitas tenaga kerja antarsektor dan antarwilayah pada rumah tangga petani di pedesaan Kabupaten Jember. Jurnal Sains dan Teknologi, Juni; 2 (Suplemen): 17.

Saputra, Hendra. 2011. Estuari. Scrib, Juni; 28: 1-3. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: PPs

UI dan Grasindo, 6. Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT

Rineka Cipta, 66. Schaufeli WB. 2004. The future of occupational health psychology.

Appl Psychol-Int Rev, 53 (4): 502-517. Sedarmayanti. 2001. SDM dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar

Maju, 21. Semmer NK. 2006. Job stress interventions and the organization of

work. Scand J Work Environ Health, 32 (6): 515-527. Setiapermana. 2011. Konservasi Danau Limboto. WordPress, April; 4:

1-4. Shuell, TJ. and Moran, KA. 1994. Learning Theories: Historical Over-

view and Trends. In: Husen T and Postlethwaite TN (eds.). Inter-national Encyclopedia of Education. 2ndedn. New York: Perga-mon, 3343.

Siahaan, NHT. 1987. Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Ling-kungan. Jakarta: Erlangga, 1.

Silalahi, B.N.B. dan Silalahi, R.B. 1991. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 140.

Sirojul. 2011. Lingkungan pendidikan dalam perspektif pendidikan Islam. Opini, Agustus; 08: 1-10.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pemba-ngunan. Jakarta: Djambatan, 32, 73-74, 86-88.

Soemarwoto, Otto. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 36.

Page 381: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

178

Suma’mur P.K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 95-97, 102-104.

Suma’mur P.K. 1993. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 49, 93, 215.

Steiner, Frederick. 2002. Human Ecology, Following Nature’s Lead. Washington-Covelo-London: Island Press, 3.

Sulistianingsih, Nuri. 2012. Hakikat lingkungan hidup. Beranda, Agustus; 13: 1-13.

Takala J, Urrutia M, Hämäläinen P, and Saarela KL. 2009. The global and European work environment–numbers, trends, and strategies. Scand J Work Environ Health, Suplement; 7: 15-23.

Tasbul. 2012. PP 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jatim: DPU Peng-airan, 1-2.

Thohir, Kaslan A. 1991. Butir-butir Tata Lingkungan: Jakarta: Rineka Cipta, 120-122, 126-128, 130, 133, 135-139, 155, 163, 176, 190-192, 222-223, 240-243.

Todaro, M. P. 1991. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketiga, Jilid I. (Alih bahasa: Burhanuddin Abdullah). Jakarta: Er-langga, 259.

Uhbiyati, Nur dan Ahmadi, Abu. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I (IPI). Bandung: CV Pustaka Setia, 240.

Ukaya, Awan. 2010. Bekerja siang dan malam pada kantor yang sehat. Chemistry, November; 11: 1-2.

van der Hulst M. 2003. Long workhours and health. Scand J Work En-viron Health, 29: 171-188.

Wikipedia. 2012. Pembelajaran. Wikipedia, Juli: 1. Xu Y, Bach E, and Orhede E. 1997. Work environment and low back

pain: the influence of occupational activities. Occupational & En-vironmental Medicine, 54 (10): 741-745.

Zuhairini. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 179-180.

Page 382: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

i

KATA PENGANTAR

UJI syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang telah

memberi kekuatan atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini, yang

berjudul “Pengelolaan Lingkungan Diutamakan sebagai Pengelolaan Manusia

dengan Segala Aksesnya pada Lingkungan Hidupnya [Lingkungan alami dan lingkungan

buatan]” dapat disusun sebagaimana yang dikehendaki-Nya.

Penyusunan makalah ini merupakan perwujudan daripada tugas mandiri yang diberikan

oleh bapak Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan

Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang diampu kepada mahasiswa Semester

Satu Program Doktor pada Program Studi PKLH, Program Pascasarjana Universitas Negeri

Makassar.

Judul makalah tersebut di atas, diperoleh dengan cara undian yang dilakukan oleh beliau

secara bijaksana kepada teman-teman seangkatan. Bahwa dengan demikian, penulis tetap

memberinya judul demikian sesuai dengan teks aslinya. Sesuai judulnya, maka penulis

membaginya atas empat bagian utama. Bagian pertama, peranan manusia pada lingkungan

hidup. Bagian kedua, ekologi manusia dalam perspektif keilmuan dan kehidupan. Bagian

pertama dan kedua ini, penulis kategorikan sebagai ‘prolog’ atas pengelolaan lingkungan

diutamakan sebagai pengelolaan manusia. Sementara bagian ketiga, akses manusia pada

lingkungan alami, yang mencakup: hutan, padang rumput, estuari, laut, sungai, dan danau.

Bagian keempat, akses manusia pada lingkungan buatan, yang mencakup: perumahan dan

permukiman, industri, bisnis dan perkantoran, lingkungan industri, dan lingkungan

pendidikan. Pada bagian ketiga dan keempat ini, penulis kategorikan sebagai akses manusia

pada lingkungan hidupnya. Dari keempat bagian utama tersebut, diawali dengan pendahuluan

dan diakhiri dengan kesimpulan dan daftar pustaka, sebagaimana lazimnya sebuah tulisan atau

makalah ilmiah.

Selain persyaratan “wajib” di atas, penulis menyisipkan “tambahan-tambahan” demi

memperkaya isi kajian makalah ini. Pertama, tiap rujukan yang dikutip, dicantumkan halaman

kutipannya. Hal ini dimaksudkan, selain memudahkan untuk melacak sumber aslinya (pada

halaman yang bersangkutan), juga untuk memenuhi asas objektivitas. Kedua, penulis

membuatkan senarai (glosarium), terutama pada label ragam bahasa dan label kelas kata yang

layak dibuatkan daftar istilahnya, dan dimaksudkan sebagai daftar kata dengan penjelasannya

Page 383: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

ii

dalam bidang tertentu. Ketiga, penulis menambahkan singkatan dan akronim. Hal ini

dimaksudkan sebagai kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain

yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar, agar tidak berulang-ulang dengan kata

asalnya.

Meskipun demkian, masih saja terdapat kekurangan, di sana, sini. Dan bahwasanya

dalam penyusunan makalah ini, penulis sangat menyadari atas isi dan kajian keilmuannya

yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, harapan penulis, semogalah kekurangan-

kekurangan yang terangkai di dalamnya, dapat hendaknya dimaklumi oleh bapak dosen

pengampu, pun kepada teman-teman seangkatan yang telah memberi saran dan masukan yang

bersifat konstruktif.

Melebihi di atas segalanya, penguatan-penguatan yang diberikan oleh bapak Prof. Dr. H.

Hammado Tantu, M.Pd. dengan ‘binatang’ ke-PKLH-annya selama masa perkuliahan menjadi

jejak langkah awal bagi penulis, untuk lebih memahami secara mendalam Pengetahuan

Kependudukan sepadan dengan Pengetahuan Lingkungan Hidup, khususnya dalam Filsafat

PKLH, sebagai suatu mata rantai yang lebih baik. Atas penguatan dan humaniora yang penulis

rekam, penulis menyampaikan terima kasih kepada beliau, pun kepada teman-teman

seangkatan, serta kepada para pembaca. Semoga makalah yang ditugaskan untuk diselesaikan

di Kupang ini, memberi manfaat dalam khasanah ilmu pengetahuan.

Kupang, 15 Oktober 2012

Penulis,

Basri K.

Page 384: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iii

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ……................................................................................................ i

DAFTAR ISI ………………............................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... vii

JUDUL ................................................................................................................................. 1

A. PENDAHULUAN …….................................................................................................. 1

1. Tujuan pengkajian ……............................................................................................... 3

2. Manfaat kajian ............................................................................................................ 4

B. PERANAN MANUSIA PADA LINGKUNGAN HIDUP .......................................... 4

1. Manusia sebagai organisme yang dominan secara ekologi ........................................ 4

2. Manusia sebagai makhluk pembuat alat ..................................................................... 4

3. Manusia sebagai penyebab evolusi ............................................................................. 5

4. Manusia sebagai makhluk perampok .......................................................................... 6

5. Manusia sebagai makhluk pengotor ........................................................................... 6

6. Masalah lingkungan hidup .......................................................................................... 6

C. EKOLOGI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN DAN KEHIDUP-

AN ...................................................................................................................................

7

1. Perspektif ekologi manusia ......................................................................................... 9

a. Perspektif ekologi ................................................................................................. 9

1) Tingkatan makhluk hidup ............................................................................... 10

2) Pembagian ekologi .......................................................................................... 11

b. Perspektif ekosistem ............................................................................................. 11

1) Kaidah-kaidah ekosistem ................................................................................ 11

2) Tipe-tipe ekosistem ......................................................................................... 12

c. Unsur-unsur dalam ekosistem ............................................................................... 12

1) Materi .............................................................................................................. 12

2) Energi .............................................................................................................. 13

3) Informasi ......................................................................................................... 13

2. Ekologi manusia dalam perspektif keilmuan .............................................................. 16

a. Perspektif dasar keilmuan ..................................................................................... 16

b. Perspektif dimensi keilmuan ................................................................................. 17

1) Lingkungan hidup alami (LHA) ..................................................................... 18

Page 385: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

iv

2) Lingkungan hidup buatan (LHB) .................................................................... 18

3) Lingkungan hidup sosial (LHS) ...................................................................... 18

c. Model ekologi manusia dalam perspektif keilmuan ............................................. 19

1) Akal ................................................................................................................. 19

2) Budaya ............................................................................................................ 19

3) Agama ............................................................................................................. 20

4) Iptek ................................................................................................................ 20

3. Ekologi manusia dalam perspektif kehidupan ............................................................ 21

a. Pendidikan ............................................................................................................ 21

b. Kesempatan kerja .................................................................................................. 22

c. Papan ..................................................................................................................... 22

d. Kesehatan .............................................................................................................. 23

e. Pangan ................................................................................................................... 23

f. Hukum .................................................................................................................. 24

4. Keberfungsian sebagai manusia .................................................................................. 24

D. AKSES MANUSIA PADA LINGKUNGAN ALAMI ................................................ 25

1. Hutan ......................................................................................................................... 25

a. Ekosistem hutan ................................................................................................... 26

b. Kedudukan dan fungsi hutan dalam kehidupan manusia .................................... 27

c. Kondisi hutan saat ini .......................................................................................... 29

1) Penebangan, pembalakan, penggundulan, dan perusakan hutan ................... 29

2) Konservasi dan pelestarian hutan .................................................................. 39

3) Selamatkan hutan ........................................................................................... 43

4) Konsesi hutan baru ........................................................................................ 46

2. Padang rumput ........................................................................................................... 48

a. Komponen pendukung ekosistem padang rumput .............................................. 49

1) Komponen abiotik ......................................................................................... 49

2) Komponen biotik ........................................................................................... 50

b. Pengelolaan padang rumput di daerah-daerah, di mana orang-orangnya masih

melakukan pertanian secara berpindah-pindah ...................................................

51

c. Pengelolaan padang rumput secara permanen dan atas dasar teknologi yang

tinggi ....................................................................................................................

53

d. Pengelolaan padang rumput yang dikaitkan dengan usahatani ........................... 54

3. Estuari ........................................................................................................................ 54

a. Keistimewaan estuari ........................................................................................... 56

Page 386: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

v

b. Produktivitas dan ancaman wilayah estuari ........................................................ 57

c. Upaya pengelolaan wilayah estuari ..................................................................... 59

1) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land) ..................................................... 59

2) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara optimal ........................................ 60

3) Konservasi hutan mangrove .......................................................................... 60

4. Laut ............................................................................................................................ 60

a. Prospek pengelolaan SKA di laut ........................................................................ 62

b. Sinergi pengelolaan laut yang ideal ..................................................................... 63

c. Kendala sinergi pengelolaan laut ......................................................................... 64

d. Sinergi pengelolaan yang diharapkan .................................................................. 65

1) Terwujudnya sinergi antarpemerintah pusat dan daerah yang berbasis ke-

setaraan ……..................................................................................................

65

2) Tercapainya sinergi antarpenerapan teknologi yang bertumpu pada ke-

kuatan bangsa sendiri ....................................................................................

66

3) Meningkatnya sinergi antarsektor pembangunan terkait yang berbasis pa-

da pembangunan berkelanjutan .....................................................................

67

4) Terjalinnya sinergi antarstakeholder pengelola SKA yang berbasis saling

menguntungkan .............................................................................................

67

5) Terbinanya sinergi antarpengelolaan wilayah garapan/wilayah kerja yang

berwawasan lingkungan ................................................................................

68

5. Sungai ........................................................................................................................ 69

a. Tata pengelolaan sungai ...................................................................................... 70

b. Perizinan, kewajiban, dan sanksi pengelolaan sungai ......................................... 72

6. Danau ......................................................................................................................... 73

a. Danau dan lingkungan hidupnya ......................................................................... 73

b. Strategi pengelolaan danau .................................................................................. 75

1) Lingkup pengelolaan danau ........................................................................... 75

2) Strategi kelembagaan dan implementasinya ................................................. 76

3) Program dan pendekatan pengelolaan ........................................................... 78

E. AKSES MANUSIA PADA LINGKUNGAN BUATAN ............................................. 79

1. Perumahan dan permukiman ..................................................................................... 79

a. Perkembangan penyelenggaran perumahan dan permukiman di Indonesia ........ 79

b. Isu strategis perumahan dan permukiman ........................................................... 80

1) Isu kesenjangan pelayanan ............................................................................ 81

2) Isu lingkungan hidup ..................................................................................... 81

Page 387: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vi

3) Isu manajemen pembangunan ...................................................................... 81

c. Permasalahan perumahan dan permukiman ....................................................... 82

1) Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan ............................................ 82

2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan ................................................... 83

3) Menurunnya kualitas lingkungan ................................................................. 84

2. Industri ...................................................................................................................... 85

a. Industrialisasi dan tata lingkungan hidup di negara-negara maju atau negara

industri ................................................................................................................

85

1) Perubahan struktur dan ekosistem lingkungan hidup di kota-kota besar

dari negara-negara industri ...........................................................................

86

2) Perubahan struktur dan tata lingkungan dalam fase industri di daerah-

daerah perdesaan (rural area) ......................................................................

90

b. Industrialisasi dan tata lingkungan dari negara-negara berkembang ................. 92

3. Bisnis dan perkantoran ............................................................................................. 94

a. Lingkungan kerja ................................................................................................ 95

b. Organisasi kerja .................................................................................................. 104

4. Lingkungan produksi ................................................................................................ 108

a. Konsep end-of-pipe treatment ............................................................................ 109

b. Konsep produksi bersih ...................................................................................... 110

c. Kebijakan produksi bersih .................................................................................. 112

5. Lingkungan pendidikan ............................................................................................ 113

a. Analisis filosofis tentang lingkungan pendidikan .............................................. 113

b. Macam-macam lingkungan pendidikan ............................................................. 114

1) Lingkungan keluarga .................................................................................... 114

2) Lingkungan sekolah ...................................................................................... 116

3) Lingkungan masyarakat ................................................................................ 117

F. KESIMPULAN ............................................................................................................. 118

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 122

SENARAI ........................................................................................................................... 129

SINGKATAN DAN AKRONIM ...................................................................................... 132

Page 388: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Degradasi hutan di Amason Brasil, Sept 2008-Juli 2009 dan Sept 2009-Juli 2010 ….. 36

2. Deforestasi di Amazon Brasil, 1988-2011 ..................................................................... 37

3. Sub-nasional deforestasi di Indonesia, 1990-2005 [juta hektar per tahun] .................... 44

4. Hubungan antara ekosistem-ekosistem yang terdapat dalam masyarakat industri ........ 88

5. Pertanian pada masa sebelum industri ........................................................................... 91

6. Pertanian pada masa industrialisasi ................................................................................ 91

Page 389: Sebaran isi buku ini berangkat dari permasalahan ...eprints.unm.ac.id/12786/1/buku akses manusia.pdf · sukan yang bersifat konstruktif dalam proses penyuntingan buku ini. Itu semua