SALINAN - ekonkur.ekon.go.id/upload/doc/permenko-6-tahun-2015-publish.pdfPembiayaan adalah...
Transcript of SALINAN - ekonkur.ekon.go.id/upload/doc/permenko-6-tahun-2015-publish.pdfPembiayaan adalah...
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
NOMOR 6 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4
Keputusan Presiden Nomor 19 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah serta untuk meningkatkan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) dalam hal
pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, perlu diatur Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
2. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 9);
3. Keputusan ...
SALINAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
3. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014;
4. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 19 Tahun 2015;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN
PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA
RAKYAT.Salinan sesuai dengan aslinya
Pasal 1
Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat yang
selanjutnya disebut Pedoman Pelaksanaan, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ini.
Pasal 2
(1) Pedoman Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1, menjadi acuan bagi kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, bank pelaksana, perusahaan penjamin
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi serta pengawasan Program Kredit Usaha Rakyat.
(2) Pedoman Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1, mencakup Pedoman Pelaksanaan untuk Kredit
Usaha Rakyat Mikro, Kredit Usaha Rakyat Ritel, dan Kredit
Usaha Rakyat Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.
Pasal 3...
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal 3
Segala perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Bank
Pelaksana dan Perusahaan Penjamin berdasarkan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 4 Tahun
2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Mikro tetap berlaku dan mengikat para pihak sampai masa
berlakunya perjanjian kerjasama berakhir.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 4 Tahun 2015
tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Mikro
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar ...
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2015
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
SOFYAN A. DJALIL
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1167
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
KREDIT USAHA RAKYAT
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu menyediakan lapangan kerja sebesar 97,2% (sembilan puluh tujuh koma dua perseratus) dari total lapangan
kerja, dan menyumbang sekitar 56,5% (lima puluh enam koma lima perseratus) pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tahun 2012.
Pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, dan penyedia
berbagai jasa. Jumlah UMKM pada Tahun 2013 tercatat mencapai 57,9 juta unit usaha, meningkat dari 52,8 juta unit pada Tahun 2009. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam UMKM mencapai 114,1 juta orang pada Tahun 2013
meningkat dari 96,2 juta orang pada Tahun 2009.
Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan
UMKM kepada perbankan dengan pola penjaminan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan pada November 2007. Dalam perkembangannya, KUR sejak Tahun 2007 sampai dengan Desember 2014
KUR telah disalurkan sebesar Rp.178,8 triliun dengan total debitur sebanyak 12,4 juta debitur. Untuk Tahun 2014, jumlah kredit yang disalurkan Rp40,2
triliun kepada 2,4 juta debitur.
Arah kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019 adalah meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu
tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional. Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1)
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, 2) Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, 3) Peningkatan nilai tambah produk dan
jangkauan pemasaran, 4) Penguatan kelembagaan usaha, 5) Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Memperhatikan arah kebijakan peningkatan daya saing UMKM tersebut dan
mempertimbangkan capaian pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama tujuh tahun terakhir, Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM diketuai
oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan para menteri/kepala lembaga terkait dengan tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas
bidang usaha, melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian
hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM.
Pada Tahun 2015 program KUR diarahkan sebagai bagian mendorong
kenaikan pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat. Dengan alokasi plafon KUR sebesar Rp30 Triliun, diharapkan dapat mengungkit naik pemberian kredit kepada Usaha Mikro dan Kecil, khususnya di sektor
pertanian, perikanan, industri, dan perdagangan yang terkait, serta penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM.
Terhadap hal tersebut perlu ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Mikro.
B. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790).
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502).
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394).
6. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015.
C. Maksud dan Tujuan
1. Meningkatkan efektivitas sinergi dan kerjasama pelaksanaan KUR Mikro oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha.
2. Sebagai pedoman/petunjuk pelaksanaan bagi masing-masing pihak yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta
pengawasan program KUR Mikro.
D. Sasaran
Sasaran Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro adalah para pihak yang terkait
dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pengawasan program KUR Mikro.
E. Pengertian Umum
1. Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR Mikro yang mewajibkan
Debitur KUR Mikro untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Pembiayaan Pembiayaan adalah Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR Mikro yang mewajibkan Debitur KUR Mikro untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan/bagi
hasil/marjin.
3. Kredit Program
Kredit Program adalah kredit/pembiayaan yang merupakan Program Pemerintah dengan skema subsidi bunga yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Pengembangan Energi Nabati Revitalisasi
Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Kredit Program Eks Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemberdayaan Usaha Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jambi dan Jawa Barat, Skema Subsidi Resi Gudang, Subsidi Bunga Untuk Air Bersih dan Subsidi Kredit Sarana dan
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Fasilitas BBM Non Subsidi, dan skema kredit berpenjaminan yaitu Kredit
Usaha Rakyat.
4. Kementerian/Lembaga
Kementerian/Lembaga adalah kementerian/lembaga Pelaksana Teknis
Program.
5. Bank Pelaksana
Bank Pelaksana adalah Bank yang melaksanakan Program KUR yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai penyalur KUR Mikro.
6. Penjaminan
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur KUR Mikro oleh Perusahaan Penjamin.
7. Perusahaan Penjamin
Perusahaan Penjamin adalah perusahan yang memberikan penjaminan atas Kredit Program yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai penjamin KUR Mikro.
8. Calon Debitur KUR Mikro
Calon Debitur KUR Mikro adalah Usaha Mikro, Koperasi, dan kelompok usaha berbadan hukum yang memiliki usaha yang produktif, layak, namun
tidak memiliki agunan yang cukup.
9. Usaha Mikro
Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria :
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,-(lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,-(tiga
ratus juta rupiah).
10. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
11. Kelompok Usaha
Kelompok Usaha adalah kumpulan orang yang melakukan kegiatan usaha produktif dan dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan dan/atau
kesamaan kondisi lingkungan untuk meningkatkan usaha anggotanya.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
12. Usaha Produktif
Usaha Produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha.
13. Usaha Layak
Usaha Layak adalah Usaha Calon Debitur yang memberikan laba sehingga
mampu membayar bunga/marjin dan mengembalikan seluruh hutang/kewajiban pokok kredit/pembiayaan lainnya dalam jangka waktu yang disepakati antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR dan
memberikan sisa keuntungan untuk pengembangan usahanya.
14. Perpanjangan
Perpanjangan adalah penambahan periode kredit/pembiayaan pada saat kredit/pembiayaan jatuh tempo.
15. Suplesi (Tambahan Kredit/Pembiayaan)
Suplesi (Tambahan Kredit/Pembiayaan) adalah penambahan plafon kredit/pembiayaan dan jangka waktu karena usaha debitur meningkat dan dalam kondisi lancar tanpa menunggu kredit/pembiayaan lunas.
16. Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan
Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan adalah penambahan jangka waktu
dan/atau penambahan plafon kredit/pembiayaan oleh Bank Pelaksana dalam rangka perbaikan kredit/pembiayaan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
17. Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan
Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan adalah jangka waktu suatu fasilitas
kredit/pembiayaan sesuai jatuh tempo perjanjian/akad kredit/pembiayaan.
18. Suku Bunga
Suku Bunga adalah tingkat bunga yang dikenakan dalam pemberian kredit
kepada debitur.
19. Margin Pembiayaan
Margin pembiayaan adalah besaran yang digunakan oleh Bank Syariah
dalam pemberian pembiayaan kepada debitur.
20. Graduasi
Graduasi adalah Debitur KUR Mikro yang telah berhasil dalam mengembangkan usahanya sehingga sudah mampu mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan secara komersial dari perbankan.
21. KUR Mikro
KUR Mikro adalah KUR dengan plafon sampai dengan Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
22. Lembaga Linkage
Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat menerus-pinjamkan KUR dari Bank Pelaksana kepada Debitur, yaitu Koperasi
Sekunder, Koperasi Primer, Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS), perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, Lembaga Keuangan Mikro pola konvensional atau syariah, LKBB lainnya, dan kelompok usaha.
23. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
24. Linkage Pola Channeling
Linkage Pola Channeling adalah KUR Mikro yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada Debitur melalui Lembaga Linkage selaku agen. Kewajiban
pengembalian KUR Mikro menjadi tanggungjawab dari Debitur (end user) selaku penerima KUR Mikro.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
BAB II
PELAKSANAAN KUR MIKRO
A. Ketentuan Umum
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan
atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, yang produktif dan layak
namun belum memenuhi persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit sampai dengan Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin.
Sumber dana penyaluran KUR Mikro adalah 100% (seratus perseratus) dari dana Bank Pelaksana KUR. KUR Mikro disalurkan oleh Bank Pelaksana dan
dijamin oleh Perusahaan Penjamin. KUR Mikro diberikan apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Calon Debitur mempunyai usaha produktif dan layak namun tidak memiliki
agunan tambahan sebesar yang dipersyaratkan Bank Pelaksana. 2. Calon Debitur dapat sedang menerima Kredit/Pembiayaan, seperti Kredit
Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, dan Kartu Kredit, serta
KUR Mikro dengan kolektabilitas lancar. 3. Calon Debitur memiliki surat Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang
diterbitkan Pemerintah Daerah setempat dan atau surat ijin lainnya. 4. Calon Debitur yang sedang menerima KUR Mikro diperbolehkan
mendapatkan fasilitas tambahan kredit/pembiayaan dengan total pinjaman
sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Untuk skema Kredit/Pembiayaan Investasi dengan Kredit/Pembiayaan Investasi dan Kredit/Pembiayaan Modal Kerja dengan Kredit/Pembiayaan Modal Kerja diijinkan; dan
b. Pemberian Kredit/Pembiayaan Investasi dan Kredit/Pembiayaan Modal Kerja dapat dilakukan bersamaan dalam program KUR Mikro.
5. Untuk Calon Debitur yang akan meminjam KUR Mikro, diwajibkan untuk
dilakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia; 6. Dalam hal Calon Debitur masih memiliki baki debet kredit/pembiayaan
produktif dan kredit/pembiayaan program diluar KUR yang tercatat pada Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia (SID BI), tetapi yang bersangkutan sudah melunasi pinjaman, maka diperlukan Surat
Keterangan Lunas/Roya dengan lampiran cetakan rekening dari Bank Pelaksana/pembiayaan sebelumnya;
7. Setiap Debitur hanya dapat menerima KUR Mikro dengan total akumulasi
plafon termasuk suplesi atau perpanjangan maksimal Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) per debitur dari Bank Pelaksana KUR;
8. Penyaluran KUR Mikro oleh Bank Pelaksana dilaksanakan dengan mengacu kepada basis data yang dihimpun dari sumber Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah, Bank Pelaksana, Perusahaan Penjamin;
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
9. Bank Pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian
terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di Bank Pelaksana; dan
10. Penjaminan KUR diatur berdasarkan kesepakatan antara Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin.
Persyaratan bagi Bank untuk dapat menjadi Pelaksana KUR Mikro, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM);
2. Bank Pelaksana KUR memenuhi kriteria Bank sehat dan informasi kinerja
dari Otoritas Perbankan/Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
3. Bank Pelaksana melakukan kerjasama dengan Perusahaan Penjamin dalam
penyaluran KUR Mikro;
4. Bank Pelaksana KUR Mikro harus memiliki online system data KUR Mikro dengan Perusahaan Penjamin dan melakukan input data calon
debitur/debitur KUR Mikro ke dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP);
5. Bank yang telah ditunjuk sebagai Bank Pelaksana Program KUR sebelumnya yang mempunyai NPL dibawah 5% (lima perseratus) pada periode Oktober 2014 sampai dengan Desember 2014 dapat menjadi Bank
Pelaksana KUR Mikro. Sedangkan Bank dengan NPL 5% (lima perseratus) ke atas selama periode Oktober 2014 - Desember 2014 dan sebelumnya,
tidak dapat menjadi Bank Pelaksana KUR Mikro sampai tingkat NPLnya dibawah 5% (lima perseratus) selama tiga bulan berturut-turut;
6. Untuk tahap awal, Bank Pelaksana KUR Mikro adalah BRI, Bank Mandiri,
dan BNI. Selanjutnya, Bank Pelaksana lainnya akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayan bagi UMKM; dan
7. Bank Pelaksana KUR Mikro dapat dievaluasi dan ditinjau kembali keikutsertaannya sebagai penyalur KUR Mikro.
Persyaratan bagi Perusahaan Penjamin yang dapat menjadi Penjamin KUR Mikro, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM;
2. Perusahaan Penjamin memenuhi kriteria perusahaan penjamin yang sehat
sesuai ketentuan dan kriteria dari Otoritas Jasa Keuangan;
3. Perusahaan Penjamin harus menyiapkan online system data KUR Mikro
dengan Bank Pelaksana dan Sistem Informasi Kredit Program;
4. Perusahaan Penjamin yang telah ditunjuk sebagai Perusahaan Penjamin Program KUR sebelumnya, dapat melanjutkan kepesertaannya sebagai
Perusahaan Penjamin KUR Mikro dengan syarat harus sudah mempunyai online system data KUR Mikro dengan Bank Pelaksana KUR Mikro dan
Sistem Informasi Kredit Program;
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
5. Untuk tahap awal, Perusahaan Penjamin KUR Mikro adalah Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo. Selanjutnya, Perusahaan Penjamin lainnya
akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM; dan
6. Perusahaan Penjamin KUR Mikro dapat dievaluasi dan ditinjau kembali keikutsertaannya sebagai penjamin KUR Mikro.
Mekanisme umum penyaluran KUR Mikro diatur sebagai berikut:
1. Langsung dari Bank Pelaksana ke Usaha Mikro:
a. Calon Debitur KUR Mikro dapat mengajukan permohonan memperoleh KUR Mikro kepada i) Bank Pelaksana, ii) Perusahaan Penjamin, iii) Kementerian Teknis, iv) Pemerintah Daerah;
b. Bank Pelaksana, Perusahaan Penjamin, Kementerian Teknis, dan Pemerintah Daerah mengupload data Calon Debitur dalam SIKP.
c. Kementerian Teknis dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan identifikasi data Calon Debitur di sektor dan/atau wilayah masing-masing yang diupload oleh Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin
namun tidak mempengaruhi proses penyaluran KUR Mikro.
d. Bank Pelaksana melakukan verifikasi administrasi dan analisa kelayakan kredit/pembiayaan Calon Debitur KUR Mikro.
e. Bank Pelaksana memberikan penyaluran KUR Mikro kepada Calon Debitur yang telah memenuhi syarat kelayakan kredit/pembiayaan dari
Bank.
f. Bank Pelaksana melakukan proses penjaminan kredit Debitur kepada Perusahaan Penjamin.
Bank Pelaksana Perusahaan
Penjamin
Calon Debitur
Kementerian Teknis /
Pemerintah Daerah
a a a
b SIKP
b
e
f
c
b
d
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
2. Tidak langsung melalui lembaga Linkage dengan Pola Channeling:
a. Calon Debitur memberikan kuasa kepada pengurus Lembaga Linkage untuk mengajukan permohonan kredit/pembiayaan kepada Bank
Pelaksana;
b. Lembaga Linkage mewakili Calon Debitur mengajukan permohonan kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana.
c. Bank Pelaksana mengupload data Calon Debitur KUR Mikro yang diberikan oleh Lembaga Linkage ke SIKP.
d. Kementerian Teknis dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan identifikasi data Calon Debiturdi sektor dan/atau wilayah masing-masing yang diajukan oleh Lembaga Linkage yang diupload oleh Bank
Pelaksana dan Perusahaan Penjamin namun tidak mempengaruhi proses penyaluran KUR Mikro.
e. Bank Pelaksana memproses kelayakan kredit/pembiayaan awal.
f. Bank menyalurkan kredit/pembiayaan kepada calon debitur yang memenuhi persyaratan kelayakan kredit oleh Bank.
g. Bank Pelaksana melakukan proses penjaminan kredit Debitur kepada Perusahaan Penjamin.
B. Penyaluran KUR Mikro
Untuk melaksanakan KUR Mikro, diatur hal-hal sebagai berikut:
1. Diwajibkan untuk dilakukan pengecekan pada Sistem Informasi Debitur.
2. Agunan tambahan sesuai penilaian dari Bank Pelaksana KUR Mikro namun tanpa perikatan.
3. Tingkat suku bunga kredit/margin pembiayaan kepada debitur KUR Mikro maksimal setara 12% (duabelas perseratus) efektif per tahun atau dapat
disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara.
d
Bank Pelaksana
Perusahaan
Penjamin
Calon Debitur
Kementerian Teknis /
Pemerintah Daerah
b
a
f
,
g
SIKP
Lembaga Linkage
c e
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
4. Bank Pelaksana diberikan subsidi bunga dari pemerintah yang besarnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM;
5. Bank Pelaksana mengupload transaksi kredit/pembiayaan Debitur, tingkat
kolektabilitas debitur, Graduasi Debitur, dan data penjaminan kredit/pembiayaan dalam SIKP.
C. Pengaturan Penyaluran KUR Mikro melalui Lembaga Linkage dengan pola Channeling diatur sebagai berikut:
1. Bagi Lembaga Linkage yang sedang memperoleh Kredit/Pembiayaan dari perbankan tetap diperbolehkan.
2. Jumlah KUR Mikro yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah sesuai
dengan daftar nominatif Calon Debitur yang diajukan oleh Lembaga Linkage.
3. Plafon, suku bunga dan jangka waktu KUR melalui Lembaga Linkage kepada debitur mengikuti ketentuan KUR Mikro.
4. Atas penyaluran KUR tersebut, Lembaga Linkage berhak memperoleh fee dari Bank Pelaksana yang besarnya ditentukan berdasarkan perjanjian yang disepakati antara Lembaga Linkage dengan Bank Pelaksana.
5. Debitur KUR Mikro bertanggungjawab atas pengembalian KUR Mikro.
6. Jumlah kredit/pembiayaan yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah
sesuai dengan yang diterima oleh Debitur KUR Mikro.
D. Agunan
1. Agunan Pokok
Kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai.
2. Agunan Tambahan
Agunan tambahan sesuai penilaian dari Bank Pelaksana KUR Mikro namun
tanpa perikatan.
E. Jangka Waktu
Jangka waktu KUR ditetapkan sebagai berikut :
1. Jangka waktu KUR Mikro maksimal 2 (dua) Tahun untuk kredit/pembiayaan modal kerja dan maksimal 4 (empat) Tahun untuk kredit/pembiayaan investasi.
2. Dalam hal diperlukan perpanjangan, suplesi, atau restrukturisasi, maka jangka waktu sebagaimana diatur dalam angka (1) khusus untuk
kredit/pembiayaan modal kerja dapat diperpanjang menjadi maksimal 6 (enam) Tahun dan untuk kredit/pembiayaan investasi dapat diperpanjang menjadi maksimal 8 (delapan) Tahun terhitung sejak tanggal perjanjian
kredit/pembiayaan awal.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
F. Perpanjangan, Tambahan Kredit/Pembiayaan (Suplesi), dan Restrukturisasi
1. Kepada Debitur KUR Mikro yang usahanya meningkat dan memerlukan tambahan kredit/pembiayaan maka dapat diberikan tambahan pinjaman
dan jangka waktu kredit/pembiayaan terhadap Debitur KUR Mikro tersebut tanpa menunggu pinjaman yang bersangkutan dilunasi, dengan ketentuan:
a. Total akumulasi plafon termasuk suplesi atau perpanjangan maksimal
Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) per debitur.
b. Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan KUR Mikro.
2. Debitur KUR Mikro yang bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi
sesuai ketentuan yang berlaku di Bank Pelaksana, dengan ketentuan:
a. Diperbolehkan penambahan plafon pinjaman KUR Mikro sesuai dengan
pertimbangan Bank Pelaksana masing-masing.
b. Ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan KUR Mikro.
G. Subsidi Bunga
1. Subsidi Bunga menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan besaran subsidi bunga ditentukan dalam Peraturan Menteri
Keuangan.
2. Tata cara penagihan dan pembayaran subsidi bunga KUR Mikro diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
H. Sektor yang Dibiayai (mengacu pada Laporan Bank Umum 19 sektor ekonomi)
1) Sektor Pertanian:
Seluruh usaha mikro di sektor pertanian (kode sektor ekonomi 1).
2) Perikanan:
Seluruh usaha mikro di sektor perikanan (kode sektor ekonomi 2).
3) Industri Pengolahan:
Seluruh usaha mikro di sektor industri pengolahan (kode sektor ekonomi 4).
4) Perdagangan:
Usaha mikro di sektor perdagangan sebagaimana tabel berikut:
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Kode LBU Keterangan
512111 Perdagangan Jagung
512111 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Jagung
512112 Perdagangan Tembakau
512113 Perdagangan Karet
512113 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Karet
512114 Perdagangan Cengkeh
512115 Perdagangan Lada
512116 Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit
512116 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kelapa Sawit
512117 Perdagangan Kapas
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi (Campuran)
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Coklat
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kedelai
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi KhususRumput Laut
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Rempah-Rempah
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Lainnya
512130 Perdagangan Eceran Hasil Perikanan Darat dan Laut
512141 Perdagangan Kayu
512201 Perdagangan Dalam Negeri Beras
512201 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Beras
512202 Perdagangan Dalam Negeri Gula
512203 Perdagangan Dalam Negeri Kopi
512203 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kopi
512204 Perdagangan Dalam Negeri Teh
512205 Perdagangan Dalam Negeri Garam
512207 Perdagangan Dalam Negeri Kopra
512207 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kopra
514901 Perdagangan Dalam Negeri Pupuk dan Obatan Hama
521100 Perdagangan Eceran Barang-barang Didominasi Makanan,Minuman & Tembakau
521100 Perdagangan Eceran Sembako
521100 Perdagangan Eceran Hasil Ternak
522100 Perdagangan Eceran Komoditi Makanan dari Hasil Pertanian
522200 Perdagangan Eceran Makanan,Minuman,Tembakau,Industri Olahan
522200 Perdagangan Eceran P dan D (Makanan dan Minuman)
523700 Perdagangan Eceran Saprotan
525100 Perdagangan Eceran Kaki Lima Komoditi dari Hasil Pertanian
525200 Perdagangan Eceran Makanan,Minuman Hasil Industri Pengolahan
525400 Perdagangan Eceran TPT
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
I. Monitoring, Evaluasi, dan Pengawasan
1. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melakukan monitoring terhadap kinerja KUR keseluruhan minimal 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Sementara evaluasi terhadap ketentuan
Pedoman Pelaksanaan dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) Tahun. Hasil kegiatan tersebut disampaikan dalam bentuk laporan.
2. Pengawasan a. Bank dan Kementerian Teknis wajib menyusun Pedoman Penyaluran
KUR Mikro Internal yang antara lain mengatur mengenai pengawasan
pelaksanaan KUR Mikro. Hal-hal yang perlu dilakukan pengawasan adalah menyangkut capaian plafon sektoral maupun Bank serta NPL,
dan kepatuhan terhadap ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro.
b. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR Mikro sebagai tindakan
yang bersifat preventif.
c. Dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR Mikro, dibentuk Forum Koordinasi Pengawasan Program KUR yang selanjutnya disebut
Forum yang beranggotakan BPKP (Koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian dan Otoritas Jasa Keuangan.
d. Dalam hal laporan forum koordinasi pengawasan kepada Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM mengindikasikan adanya penyimpangan yang material, maka Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menugaskan kepada BPKP melakukan pengawasan tujuan tertentu dan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Kriteria pengawasan tujuan tertentu tersebut
dituangkan dalam Kerangka Acuan/TOR.
e. Rapat Forum dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) Tahun untuk membahas pengawasan pelaksanaan KUR Mikro pada bulan Juni
dan Desember.
f. Simpulan dan keputusan Rapat Forum disampaikan secara tertulis
kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
g. Forum akan menyusun Ruang Lingkup, Uraian Pekerjaan dan Tata
Tertib penyelenggaraan Forum.
J. Pelaporan
1. Kantor Pusat Bank Pelaksana membuat laporan setiap bulan dengan cara meng-upload ke SIKP pelaksanaan KUR Mikro dan dikirimkan kepada
Komite Kebijakan Pembiayaan melalui Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM,
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
dengan tembusan kepada Kementerian Keuangan, dan Kementerian
Koperasi dan UKM, dengan format laporan sebagai berikut:
a. Realisasi total penyaluran dan baki debet dari KUR Mikro, termasuk jumlah debiturnya;
b. Realisasi penyaluran KUR Mikro menurut sektor ekonomi, termasuk jumlah debiturnya;
c. Realisasi penyaluran KUR Mikro menurut provinsi, termasuk jumlah debiturnya;
d. Realisasi total penyaluran KUR Mikro dari Lembaga Linkage kepada
debitur menurut pola channeling, termasuk jumlah Lembaga Linkage dan jumlah debiturnya.
e. Jumlah Kredit Bermasalah (Non Performing Loan = NPL), termasuk jumlah debitur, sektor ekonomi, dan provinsi.
2. Laporan sebagaimana dimaksud berisi data posisi akhir bulan dan disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dapat meminta laporan
tambahan dari Bank Pelaksana dalam hal data/informasi yang diperlukan tidak tersedia dalam SIKP.
K. Tugas Kementerian Teknis Kementerian Teknis mempunyai tugas, yaitu:
1. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan KUR Mikro;
2. Meng-upload data Calon Debitur potensial untuk dapat dibiayai KUR Mikro
ke dalam SIKP;
3. Mengidentifikasi data Calon Debitur yang di-upload oleh Bank Pelaksana
dan Perusahaan Penjamin, sesuai sektor masing-masing ke dalam SIKP;
4. Melakukan pembinaan dan pendampingan Usaha Mikro baik yang sedang menerima KUR Mikro maupun yang belum menerima KUR Mikro di
sektornya masing-masing; dan
5. Memfasilitasi hubungan antara debitur dengan pihak lainnya yang
memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran usaha.
L. Tugas Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah mempunyai tugas, yaitu:
1. Meng-upload data Calon Debitur potensial untuk dapat dibiayai KUR Mikro ke dalam SIKP dengan penanggungjawab Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Mengidentifikasi data Calon Debitur yang di-upload oleh Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin, sesuai wilayah masing-masing ke dalam SIKP;
3. Mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk keperluan pengembangan dan pendampingan UMKM di wilayah masing-masing.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
M. Basis Data KUR Mikro diatur dalam Petunjuk Teknis SIKP yang disusun oleh
Kementerian Keuangan.
N. Alokasi Penyaluran KUR Mikro ditetapkan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM.
O. Indikator Keberhasilan Program KUR Mikro Tingkat keberhasilan Program KUR Mikro didasarkan pada indikator tingkat
NPL dibawah 5% (lima perseratus), jumlah debitur yang berhasil mengalami Graduasi, dan penyaluran KUR Mikro.
P. Pembinaan dan Pengendalian
1. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUR Mikro dilakukan oleh seluruh anggota Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah sesuai bidang tugas dan wewenang masing-masing.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengusulkan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menghentikan
penyaluran KUR Mikro oleh Bank Pelaksana dan penjaminan KUR Mikro oleh Perusahaan Penjamin apabila hal tersebut membahayakan kelangsungan usaha Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin.
Q. Sanksi 1. Apabila tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (NPL) Bank pelaksana KUR
Mikro selama 6 (enam) bulan secara berturut-turut di atas 5% (lima perseratus), maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM akan menghentikan sementara penyaluran KUR pada Bank Pelaksana tersebut
secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada OJK. Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR kembali apabila tingkat NPL telah
menurun menjadi di bawah 5% (lima perseratus) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan setelah mendapat persetujuan Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
2. Dalam hal Bank Pelaksana melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR, maka Bank Pelaksana dikenakan teguran tertulis oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah yang tembusannya disampaikan kepada OJK.
3. Dalam hal teguran tertulis tersebut tidak ditindaklanjuti dalam waktu dua
bulan, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat menjatuhkan sanksi berupa penghentian kepesertaan Bank sebagai Pelaksana KUR Mikro.
R. Pelaksanaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Penerapan kewajiban penggunaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat kesiapannya dan hasil uji
coba. Sementara SIKP belum siap dilaksanakan, Bank Pelaksana tetap bertugas mengadakan basis data KUR Mikro.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
A. Penyaluran KUR Mikro pada Tahun 2015 dan seterusnya, mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro ini.
B. Perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi KUR Mikro yang masih berjalan sebelum terbitnya peraturan ini harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
BAB IV
PENUTUP
A. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat atau hal-hal yang belum diatur dalam
peraturan ini, maka penyelesaiannya akan diputuskan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan asas
musyawarah dan mufakat.
B. Pedoman Pelaksanaan KUR Mikro ini berlaku sejak diundangkan.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN
BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
SOFYAN A. DJALIL
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
KREDIT USAHA RAKYAT
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT RITEL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu menyediakan lapangan kerja
sebesar 97,2% (sembilan puluh tujuh koma dua perseratus) dari total lapangan kerja, dan menyumbang sekitar 56,5% (lima puluh enam koma lima
perseratus) pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tahun 2012. Pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari
petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa. Jumlah UMKM pada Tahun 2013 tercatat mencapai 57,9 juta
unit usaha, meningkat dari 52,8 juta unit pada Tahun 2009. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam UMKM mencapai 114,1 juta orang pada Tahun 2013 meningkat dari 96,2 juta orang pada Tahun 2009.
Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada perbankan dengan pola penjaminan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan pada November 2007. Dalam
perkembangannya, KUR sejak Tahun 2007 sampai dengan Desember 2014 KUR telah disalurkan sebesar Rp.178,8 triliun dengan total debitur sebanyak
12,4 juta debitur. Sedangkan pada Tahun 2014, jumlah kredit yang disalurkan Rp 40,2 triliun kepada 2,4 juta debitur.
Arah kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019
adalah meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar
(“naik kelas”) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional. Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia, 2) Peningkatan akses pembiayaan
dan perluasan skema pembiayaan, 3) Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran, 4) Penguatan kelembagaan usaha, 5) Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-2-
Memperhatikan arah kebijakan peningkatan daya saing UMKM tersebut dan mempertimbangkan capaian pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama
tujuh tahun terakhir, Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan para
menteri/kepala lembaga terkait dengan tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas
bidang usaha, melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi
UMKM.
Pada Tahun 2015 program KUR diarahkan sebagai bagian mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat. Dengan alokasi
plafon KUR sebesar Rp.30 triliun, diharapkan dapat mengungkit naik pemberian kredit kepada Usaha Mikro dan Kecil, khususnya di sektor
pertanian, perikanan, industri, dan perdagangan yang terkait, serta penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan kebijakan pembiayaan
bagi UMKM, diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM.
Terhadap hal tersebut perlu ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel.
B. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790).
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502).
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866).
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-3-
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394).
6. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan
Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015.
C. Maksud dan Tujuan
1. Meningkatkan efektivitas sinergi dan kerjasama pelaksanaan KUR Ritel oleh
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha.
2. Sebagai pedoman/petunjuk pelaksanaan bagi masing-masing pihak yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta
pengawasan program KUR Ritel.
D. Sasaran
Sasaran Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel adalah para pihak yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta
pengawasan program KUR Ritel.
E. Pengertian Umum
1. Kredit:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR Ritel yang mewajibkan Debitur KUR Ritel untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
2. Pembiayaan:
Pembiayaan adalah Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR
Ritel yang mewajibkan Debitur KUR Ritel untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan/bagi hasil/marjin.
3. Kredit Program:
Kredit Program adalah kredit/pembiayaan yang merupakan Program
Pemerintah dengan skema subsidi bunga yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Pengembangan Energi Nabati Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Kredit
Program Eks Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemberdayaan Usaha Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera -Utara, Sumatera Barat, Jambi dan Jawa Barat, Skema Subsidi Resi
Gudang, Subsidi Bunga Untuk Air Bersih dan Subsidi Kredit Sarana dan
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-4-
Fasilitas BBM Non Subsidi, dan skema kredit berpenjaminan yaitu Kredit Usaha Rakyat.
4. Kementerian/Lembaga:
Kementerian/Lembaga adalah kementerian/lembaga Pelaksana Teknis
Program.
5. Bank Pelaksana:
Bank Pelaksana adalah Bank yang melaksanakan Program KUR yang
ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah sebagai penyalur KUR Ritel.
6. Penjaminan:
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan
kewajiban finansial debitur KUR Ritel oleh Perusahaan Penjamin.
7. Perusahaan Penjamin:
Perusahaan Penjamin adalah perusahan yang memberikan penjaminan atas
Kredit Program yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah sebagai penjamin KUR Ritel.
8. Calon Debitur KUR Ritel:
Calon Debitur KUR Ritel adalah Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Koperasi,
dan kelompok usaha berbadan hukum yang memiliki usaha yang produktif, layak, namun tidak memiliki agunan yang cukup.
9. Usaha Mikro:
Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria :
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
10. Usaha Kecil:
Usaha Kecil adalah adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria :
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,-(dua milyar lima ratus juta rupiah).
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-5-
11. Koperasi:
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.
12. Kelompok Usaha:
Kelompok Usaha adalah kumpulan orang yang melakukan kegiatan usaha
produktif dan dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan dan/atau kesamaan kondisi lingkungan untuk meningkatkan usaha anggotanya.
13. Usaha Produktif:
Usaha Produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi
pelaku usaha.
14. Usaha Layak:
Usaha Layak adalah Usaha Calon Debitur yang memberikan laba sehingga
mampu membayar bunga/marjin dan mengembalikan seluruh hutang/kewajiban pokok kredit/pembiayaan lainnya dalam jangka waktu
yang disepakati antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR dan memberikan sisa keuntungan untuk pengembangan usahanya.
15. Perpanjangan:
Perpanjangan adalah penambahan periode kredit/pembiayaan pada saat kredit/pembiayaan jatuh tempo.
16. Suplesi (Tambahan Kredit/Pembiayaan):
Suplesi (Tambahan Kredit/Pembiayaan) adalah penambahan plafon kredit/pembiayaan dan jangka waktu karena usaha debitur meningkat dan
dalam kondisi lancar tanpa menunggu kredit/pembiayaan lunas.
17. Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan:
Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan adalah penambahan jangka waktu
dan/atau penambahan plafon kredit/pembiayaan oleh Bank Pelaksana dalam rangka perbaikan kredit/pembiayaan terhadap debitur yang
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
18. Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan:
Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan adalah jangka waktu suatu fasilitas
kredit/pembiayaan sesuai jatuh tempo perjanjian/akad kredit/pembiayaan.
19. Suku Bunga:
Suku Bunga adalah tingkat bunga yang dikenakan dalam pemberian kredit kepada debitur.
20. Margin Pembiayaan:
Margin pembiayaan adalah besaran yang digunakan oleh Bank Syariah dalam pemberian pembiayaan kepada debitur.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-6-
21. Graduasi:
Graduasi adalah Debitur KUR Ritel yang telah berhasil dalam
mengembangkan usahanya sehingga sudah mampu mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan secara komersial dari perbankan.
22. Lembaga Linkage:
Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat menerus-
pinjamkan KUR dari Bank Pelaksana kepada Debitur, yaitu Koperasi Sekunder, Koperasi Primer, Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS), perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, Lembaga Keuangan
Mikro pola konvensional atau syariah, LKBB lainnya, dan kelompok usaha.
23. Lembaga Keuangan Mikro:
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala
mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
24. Linkage Pola Channeling:
Linkage Pola Channeling adalah KUR Ritel yang diberikan oleh Bank
Pelaksana kepada Debitur melalui Lembaga Linkage selaku agen. Kewajiban pengembalian KUR Ritel menjadi tanggungjawab dari Debitur (end user) selaku penerima KUR Ritel.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-7-
BAB II
PELAKSANAAN KUR RITEL
A. Ketentuan Umum
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, yang produktif dan layak
namun belum memenuhi persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit oleh Bank Pelaksana di atas Rp.25.000.000,-(dua puluh
lima juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin.
Sumber dana penyaluran KUR Ritel adalah 100% (seratus perseratus) dari
dana Bank Pelaksana KUR. KUR Ritel disalurkan oleh Bank Pelaksana dan dijamin oleh Perusahaan Penjamin. KUR Ritel diberikan apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Calon Debitur mempunyai usaha produktif dan layak namun tidak memiliki agunan tambahan sebesar yang dipersyaratkan Bank Pelaksana.
2. Calon Debitur dapat sedang menerima Kredit/Pembiayaan, seperti Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, dan Kartu Kredit, serta KUR Ritel dengan kolektabilitas lancar.
3. Calon Debitur memiliki surat Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah Daerah setempat dan atau surat ijin lainnya.
4. Calon Debitur yang sedang menerima KUR Ritel diperbolehkan mendapatkan fasilitas tambahan kredit/pembiayaan dengan total pinjaman sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan pengaturan
sebagai berikut:
a. Untuk skema Kredit/Pembiayaan Investasi dengan Kredit/Pembiayaan Investasi dan Kredit/Pembiayaan Modal Kerja dengan Kredit/Pembiayaan
Modal Kerja diijinkan; b. Pemberian Kredit/Pembiayaan Investasi dan Kredit/Pembiayaan Modal
Kerja dapat dilakukan bersamaan dalam program KUR Ritel.
5. Untuk Calon Debitur yang akan meminjam KUR Ritel, diwajibkan untuk dilakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia;
6. Dalam hal Calon Debitur masih memiliki baki debet kredit/pembiayaan produktif dan kredit/pembiayaan program diluar KUR yang tercatat pada
Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia (SID BI), tetapi yang bersangkutan sudah melunasi pinjaman, maka diperlukan Surat Keterangan Lunas/Roya dengan lampiran cetakan rekening dari Bank
Pelaksana/pembiayaan sebelumnya;
7. Setiap Debitur hanya dapat menerima KUR Ritel dengan total akumulasi plafon termasuk suplesi atau perpanjangan maksimal Rp.500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) per debitur dari Bank Pelaksana KUR;
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-8-
8. Penyaluran KUR Ritel oleh Bank Pelaksana dilaksanakan dengan mengacu kepada basis data yang dihimpun dari sumber Kementerian Teknis,
Pemerintah Daerah, Bank Pelaksana, dan Perusahaan Penjamin.
9. Bank Pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian
terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di Bank Pelaksana.
10. Penjaminan KUR diatur berdasarkan kesepakatan antara Bank Pelaksana
dengan Perusahaan Penjamin.
Persyaratan bagi Bank untuk dapat menjadi Pelaksana KUR Ritel, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM);
2. Bank Pelaksana KUR memenuhi kriteria Bank sehat dan informasi kinerja
dari Otoritas Perbankan/Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
3. Bank Pelaksana melakukan kerjasama dengan Perusahaan Penjamin dalam penyaluran KUR Ritel;
4. Bank Pelaksana KUR Ritel harus memiliki online system data KUR Ritel dengan Perusahaan Penjamin dan melakukan input data calon
debitur/debitur KUR Ritel ke dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP);
5. Bank yang telah ditunjuk sebagai Bank Pelaksana Program KUR
sebelumnya yang mempunyai NPL dibawah 5% (lima perseratus) pada periode Oktober 2014 sampai dengan Desember 2014 dapat menjadi Bank Pelaksana KUR Ritel. Sedangkan Bank dengan NPL 5% (lima perseratus) ke
atas selama periode Oktober 2014 - Desember 2014 dan sebelumnya, tidak dapat menjadi Bank Pelaksana KUR Ritel sampai tingkat NPLnya dibawah 5% (lima perseratus) selama tiga bulan berturut-turut.
6. Untuk tahap awal, Bank Pelaksana KUR Ritel adalah Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BNI. Selanjutnya, Bank Pelaksana akan ditetapkan oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM;
7. Bank Pelaksana dapat dievaluasi dan ditinjau kembali keikutsertaannya
sebagai penyalur KUR Ritel.
Persyaratan bagi Perusahaan Penjamin yang dapat menjadi Penjamin KUR
Ritel, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM;
2. Perusahaan Penjamin memenuhi kriteria perusahaan penjamin yang sehat sesuai ketentuan dan kriteria dari Otoritas Jasa Keuangan;
3. Perusahaan Penjamin harus menyiapkan online system data KUR Ritel
dengan Bank Pelaksana dan Sistem Informasi Kredit Program.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-9-
4. Perusahaan Penjamin yang telah ditunjuk sebagai Perusahaan Penjamin Program KUR sebelumnya, dapat melanjutkan kepesertaannya sebagai
Perusahaan Penjamin KUR Ritel dengan syarat harus sudah mempunyai online system data KUR dengan Bank Pelaksana KUR Ritel dan Sistem
Informasi Kredit Program;
5. Untuk tahap awal, Perusahaan Penjamin KUR Ritel adalah Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo. Selanjutnya, Perusahaan Penjamin akan
ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM;
6. Perusahaan Penjamin KUR Ritel dapat dievaluasi dan ditinjau kembali keikutsertaannya sebagai penjamin KUR Ritel.
Mekanisme umum penyaluran KUR Ritel diatur sebagai berikut
1. Langsung dari Bank Pelaksana ke Usaha Mikro dan Usaha Kecil:
a. Calon Debitur KUR Ritel dapat mengajukan permohonan memperoleh KUR Ritel kepada i) Bank Pelaksana, ii) Perusahaan Penjamin, iii) Kementerian Teknis, iv) Pemerintah Daerah;
b. Bank Pelaksana, Perusahaan Penjamin, Kementerian Teknis, dan Pemerintah Daerah mengupload data Calon Debitur dalam SIKP;
c. Kementerian Teknis dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan identifikasi data Calon Debitur di sektor dan/atau wilayah masing-masing yang diupload oleh Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin
namun tidak mempengaruhi proses penyaluran KUR Ritel;
d. Bank Pelaksana melakukan verifikasi administrasi dan analisa kelayakan kredit/pembiayaan Calon Debitur KUR Ritel;
e. Bank Pelaksana memberikan penyaluran KUR Ritel kepada Calon Debitur yang telah memenuhi syarat kelayakan kredit/pembiayaan dari
Bank;
f. Bank Pelaksana melakukan proses penjaminan kredit Debitur kepada Perusahaan Penjamin.
Bank Pelaksana Perusahaan
Penjamin
Calon Debitur
Kementerian Teknis /
Pemerintah Daerah
a a a
b SIKP
b
e
f
c
b
d
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-10-
2. Tidak langsung melalui lembaga Linkage dengan Pola Channeling:
a. Calon Debitur memberikan kuasa kepada pengurus Lembaga Linkage
untuk mengajukan permohonan kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana;
b. Lembaga Linkage mewakili Calon Debitur mengajukan permohonan kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana;
c. Bank Pelaksana mengupload data Calon Debitur KUR Ritel yang diberikan oleh Lembaga Linkage ke SIKP;
d. Kementerian Teknis dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan
identifikasi data Calon Debitur di sektor dan/atau wilayah masing-masing yang diajukan oleh Lembaga Linkage yang diupload oleh Bank
Pelaksana dan Perusahaan Penjamin namun tidak mempengaruhi proses penyaluran KUR Ritel;
e. Bank Pelaksana memproses kelayakan kredit/pembiayaan awal;
f. Bank menyalurkan kredit/pembiayaan kepada calon debitur yang memenuhi persyaratan kelayakan kredit oleh Bank;
g. Bank Pelaksana melakukan proses penjaminan kredit Debitur kepada Perusahaan Penjamin;
B. Penyaluran KUR Ritel
Untuk melaksanakan KUR Ritel, diatur hal-hal sebagai berikut:
1. Diwajibkan untuk dilakukan pengecekan pada Sistem Informasi Debitur.
2. Agunan tambahan sesuai penilaian dari Bank Pelaksana KUR Ritel. 3. Tingkat suku bunga kredit/margin pembiayaan kepada debitur KUR Ritel
maksimal setara 12% (dua belas perseratus) efektif per tahun atau dapat disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara.
d
Bank Pelaksana Perusahaan
Penjamin
Calon Debitur
Kementerian Teknis /
Pemerintah Daerah
b
a
f
,
g
SIKP
Lembaga Linkage
c e
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-11-
4. Bank Pelaksana diberikan subsidi bunga dari pemerintah yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang
ditetapkan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM. 5. Bank Pelaksana mengupload transaksi kredit/pembiayaan Debitur, tingkat
kolektabilitas debitur, data penjaminan kredit/pembiayaan dan Graduasi Debitur dalam SIKP.
C. Pengaturan Penyaluran KUR Ritel melalui Lembaga Linkage dengan pola
Channeling diatur sebagai berikut:
a. Bagi Lembaga Linkage yang sedang memperoleh Kredit/Pembiayaan dari
perbankan tetap diperbolehkan. b. Jumlah KUR Ritel yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah sesuai
dengan daftar nominatif Calon Debitur yang diajukan oleh Lembaga Linkage.
c. Plafon, suku bunga dan jangka waktu KUR melalui Lembaga Linkage
kepada debitur mengikuti ketentuan KUR Ritel. d. Atas penyaluran KUR tersebut, Lembaga Linkage berhak memperoleh fee
dari Bank Pelaksana yang besarnya ditentukan berdasarkan perjanjian yang disepakati antara Lembaga Linkage dengan Bank Pelaksana.
e. Debitur KUR Ritel bertanggung-jawab atas pengembalian KUR Ritel. f. Jumlah kredit/pembiayaan yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin
adalah sesuai dengan yang diterima oleh Debitur KUR Ritel.
D. Agunan
1. Agunan Pokok
Kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai.
2. Agunan Tambahan Agunan tambahan sesuai penilaian dari Bank Pelaksana KUR Ritel.
E. Jangka Waktu
Jangka waktu KUR ditetapkan sebagai berikut :
1. Jangka waktu KUR Ritel maksimal 3 (tiga) Tahun untuk kredit/pembiayaan modal kerja dan maksimal 5 (lima) Tahun untuk kredit/pembiayaan
investasi. 2. Dalam hal diperlukan perpanjangan, suplesi, atau restrukturisasi, maka
jangka waktu sebagaimana diatur dalam angka 1 khusus untuk kredit/pembiayaan modal kerja dapat diperpanjang menjadi maksimal 6 (enam) tahun dan untuk kredit/pembiayaan investasi dapat diperpanjang
menjadi maksimal 10 (sepuluh) Tahun terhitung sejak tanggal perjanjian kredit/pembiayaan awal.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-12-
F. Perpanjangan, Tambahan Kredit/Pembiayaan (Suplesi), dan Restrukturisasi.
1. Kepada Debitur KUR Ritel yang usahanya meningkat dan memerlukan tambahan kredit/pembiayaan maka dapat diberikan tambahan pinjaman dan jangka waktu kredit/pembiayaan terhadap Debitur KUR Ritel tersebut
tanpa menunggu pinjaman yang bersangkutan dilunasi, dengan ketentuan:
a. Total akumulasi plafon termasuk suplesi atau perpanjangan maksimal Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) per debitur.
b. Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan KUR Ritel.
2. Debitur KUR Ritel yang bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi
sesuai ketentuan yang berlaku di Bank Pelaksana, dengan ketentuan:
a. Diperbolehkan penambahan plafon pinjaman KUR Ritel sesuai dengan pertimbangan Bank Pelaksana masing-masing.
b. Ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan KUR Ritel.
G. Subsidi Bunga
1. Subsidi Bunga menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan besaran subsidi bunga ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
2. Tata cara penagihan dan pembayaran subsidi bunga KUR Ritel diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
H. Sektor yang Dibiayai (mengacu pada Laporan Bank Umum 19 sektor ekonomi)
1) Sektor Pertanian:
Seluruh usaha mikro dan usaha kecil di sektor pertanian (kode sektor
ekonomi 1).
2) Perikanan:
Seluruh usaha mikro dan usaha kecil di sektor perikanan (kode sektor
ekonomi 2).
3) Industri Pengolahan:
Seluruh usaha mikro dan usaha kecil di sektor Industri Pengolahan (kode sektor ekonomi 4).
4) Perdagangan:
Usaha mikro dan usaha kecil di sektor perdagangan sebagaimana tabel berikut:
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-13-
Kode LBU Keterangan
512111 Perdagangan Jagung
512111 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Jagung
512112 Perdagangan Tembakau
512113 Perdagangan Karet
512113 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Karet
512114 Perdagangan Cengkeh
512115 Perdagangan Lada
512116 Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit
512116 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kelapa Sawit
512117 Perdagangan Kapas
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi (Campuran)
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Coklat
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kedelai
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi KhususRumput Laut
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Rempah-Rempah
512119 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Lainnya
512130 Perdagangan Eceran Hasil Perikanan Darat dan Laut
512141 Perdagangan Kayu
512201 Perdagangan Dalam Negeri Beras
512201 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Beras
512202 Perdagangan Dalam Negeri Gula
512203 Perdagangan Dalam Negeri Kopi
512203 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kopi
512204 Perdagangan Dalam Negeri Teh
512205 Perdagangan Dalam Negeri Garam
512207 Perdagangan Dalam Negeri Kopra
512207 Perdagangan Eceran Hasil Bumi Khusus Kopra
514901 Perdagangan Dalam Negeri Pupuk dan Obatan Hama
521100 Perdagangan Eceran Barang-barang Didominasi Makanan,Minuman&Tembakau
521100 Perdagangan Eceran Sembako
521100 Perdagangan Eceran Hasil Ternak
522100 Perdagangan Eceran Komoditi Makanan dari Hasil Pertanian
522200 Perdagangan Eceran Makanan,Minuman,Tembakau,Industri Olahan
522200 Perdagangan Eceran P dan D (Makanan dan Minuman)
523700 Perdagangan Eceran Saprotan
525100 Perdagangan Eceran Kaki Lima Komoditi dari Hasil Pertanian
525200 Perdagangan Eceran Makanan,Minuman Hasil Industri Pengolahan
525400 Perdagangan Eceran TPT
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-14-
I. Monitoring, Evaluasi, dan Pengawasan
1. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
melakukan monitoring terhadap kinerja KUR keseluruhan minimal 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Sementara evaluasi terhadap ketentuan
Pedoman Pelaksanaan dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) Tahun. Hasil kegiatan tersebut disampaikan dalam bentuk laporan.
2. Pengawasan
a. Bank dan Kementerian Teknis wajib menyusun Pedoman Penyaluran KUR Ritel Internal yang antara lain mengatur mengenai pengawasan
pelaksanaan KUR Ritel. Hal-hal yang perlu dilakukan pengawasan adalah menyangkut capaian plafon Ritel maupun Bank serta NPL, dan kepatuhan terhadap ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel.
b. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR Ritel sebagai tindakan yang bersifat preventif.
c. Dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR Ritel, dibentuk Forum Koordinasi Pengawasan Program KUR yang selanjutnya disebut
Forum yang beranggotakan BPKP (Koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Perindustrian dan Otoritas Jasa Keuangan.
d. Dalam hal laporan forum koordinasi pengawasan kepada Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM mengindikasikan adanya penyimpangan yang material, maka Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menugaskan kepada BPKP
melakukan pengawasan tujuan tertentu dan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Kriteria pengawasan tujuan tertentu tersebut dituangkan dalam Kerangka Acuan/TOR.
e. Rapat Forum dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) Tahun untuk membahas pengawasan pelaksanaan KUR Ritel pada bulan Juni
dan Desember.
f. Simpulan dan keputusan Rapat Forum disampaikan secara tertulis kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
g. Forum akan menyusun Ruang Lingkup, Uraian Pekerjaan dan Tata
Tertib penyelenggaraan Forum.
J. Pelaporan
1. Kantor Pusat Bank Pelaksana membuat laporan setiap bulan dengan cara meng-upload ke SIKP pelaksanaan KUR Ritel dan dikirimkan kepada Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM melalui Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Pembiayaan
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-15-
bagi UMKM, dengan tembusan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi dan UKM dengan format laporan sebagai berikut:
a. Realisasi total penyaluran dan baki debet dari KUR Ritel, termasuk jumlah debiturnya;
b. Realisasi penyaluran KUR Ritel menurut sektor ekonomi, termasuk jumlah debiturnya;
c. Realisasi penyaluran KUR Ritel menurut provinsi, termasuk jumlah
debiturnya; d. Realisasi total penyaluran KUR Ritel dari Lembaga Linkage kepada
debitur menurut pola channeling, termasuk jumlah Lembaga Linkage dan jumlah debiturnya; dan
e. Jumlah Kredit Bermasalah (Non Performing Loan = NPL), termasuk jumlah debitur, sektor ekonomi, dan provinsi.
2. Laporan sebagaimana dimaksud berisi data posisi akhir bulan dan
disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dapat meminta laporan
tambahan dari Bank Pelaksana dalam hal data/informasi yang diperlukan tidak tersedia dalam SIKP.
K. Tugas Kementerian Teknis
Kementerian Teknis mempunyai tugas, yaitu:
1. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penyaluran KUR Ritel;
2. Meng-upload data Calon Debitur potensial untuk dapat dibiayai KUR Ritel ke dalam SIKP;
3. Mengidentifikasi data Calon Debitur yang di-upload oleh Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin, sesuai sektor masing-masing ke dalam SIKP;
4. Melakukan pembinaan dan pendampingan Usaha Kecil baik yang sedang menerima KUR Ritel maupun yang belum menerima KUR Ritel di sektornya masing-masing; dan
5. Memfasilitasi hubungan antara debitur dengan pihak lainnya yang memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran usaha.
L. Tugas Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah mempunyai tugas, yaitu:
1. Meng-upload data Calon Debitur potensial untuk dapat dibiayai KUR Ritel
ke dalam SIKP dengan penanggungjawab Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Mengidentifikasi data Calon Debitur yang di-upload oleh Bank Pelaksana
dan Perusahaan Penjamin, sesuai wilayah masing-masing ke dalam SIKP; 3. Mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk keperluan pengembangan
dan pendampingan UMKM di wilayah masing-masing.
M. Basis Data KUR Ritel diatur dalam Petunjuk Teknis SIKP yang disusun oleh Kementerian Keuangan.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-16-
N. Alokasi Penyaluran KUR Ritel ditetapkan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM.
O. Indikator Keberhasilan Program KUR Ritel
Tingkat keberhasilan Program KUR Ritel didasarkan pada indikator tingkat
NPL dibawah 5% (lima perseratus), jumlah debitur yang berhasil mengalami Graduasi dan penyaluran KUR Ritel.
P. Pembinaan dan Pengendalian
1. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUR Ritel dilakukan oleh seluruh anggota Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah sesuai bidang tugas dan wewenang masing-masing.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengusulkan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menghentikan
penyaluran KUR Ritel oleh Bank Pelaksana dan penjaminan KUR Ritel oleh Perusahaan Penjamin apabila hal tersebut membahayakan kelangsungan usaha Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin.
Q. Sanksi
1. Apabila tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (NPL) Bank pelaksana KUR
Ritel selama 6 (enam) bulan secara berturut-turut di atas 5% (lima perseratus), maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM akan menghentikan sementara penyaluran KUR pada Bank Pelaksana tersebut
secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada OJK.
Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR kembali apabila tingkat NPL telah
menurun menjadi di bawah 5% (lima perseratus) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan setelah mendapat persetujuan Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
2. Dalam hal Bank Pelaksana melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR, maka Bank Pelaksana dikenakan teguran tertulis oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah yang tembusannya disampaikan kepada OJK.
3. Dalam hal teguran tertulis tersebut tidak ditindaklanjuti dalam waktu dua
bulan, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat menjatuhkan sanksi berupa penghentian kepesertaan Bank sebagai Pelaksana KUR Ritel.
R. Pelaksanaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP)
Penerapan kewajiban penggunaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP)
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat kesiapannya dan hasil uji coba. Sementara SIKP belum siap dilaksanakan, Bank Pelaksana tetap bertugas mengadakan basis data KUR Ritel.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-17-
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
A. Penyaluran KUR Ritel pada Tahun 2015 dan seterusnya, mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel ini.
B. Perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi KUR Ritel yang masih berjalan sebelum terbitnya peraturan ini harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
-18-
BAB IV
PENUTUP
A. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat atau hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, maka penyelesaiannya akan diputuskan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan asas
musyawarah dan mufakat.
B. Pedoman Pelaksanaan KUR Ritel ini berlaku sejak diundangkan.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH,
ttd.
SOFYAN A. DJALIL
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
KREDIT USAHA RAKYAT
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT PENEMPATAN
TENAGA KERJA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pengirim tenaga kerja yang besar ke luar negeri, rata-rata mencapai 500.000 s.d 600.000 orang setiap tahunnya. Total jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sekarang bekerja di luar negeri
mencapai sekitar 5 juta orang. Memperhatikan perkembangan tersebut, maka diperlukan kehadiran Negara dalam penempatan dan perlindungan TKI. Kehadiran Negara dalam tataran operasional tersebut akan memastikan
penegakan ketentuan dan juga mendorong kepatuhan para pihak yang terkait.
Bantuan pembiayaan melalui penyaluran KUR Penempatan TKI merupakan
salah satu upaya peningkatan perlindungan pekerja migran. Ketergantungan pembiayaan penempatan TKI kepada pemberi pekerjaan telah disadari menjadi penyebab lemahnya posisi tawar TKI. Pada giliran selanjutnya juga menjadi
pemicu pelanggaran ketentuan penempatan dan perlindungan termasuk biaya penempatan yang semakin tinggi.
Arah kebijakan di bidang tenaga kerja Indonesia dalam periode 2015-2019 adalah peningkatan perlindungan pekerja migran (TKI). Kebijakan ini akan ditempuh antara lain melalui langkah meningkatkan tata kelola
penyelenggaraan penempatan dan memperbesar pemanfaatan jasa keuangan bagi pekerja. Memperhatikan arah kebijakan tersebut, sangatlah tepat dilanjutkan penyaluran KUR bagi para TKI yang kesulitan dalam memenuhi
biaya penempatan. KUR TKI tersebut telah disalurkan sejak Tahun 2011 hingga Tahun 2014.
Seiring hal tersebut, Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 19 Tahun 2015. Komite Kebijakan ini diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan 12 Menteri/Kepala Badan, termasuk Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Terkait fasilitasi pembiayaan TKI tersebut, maka ditetapkan Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM tentang Pedoman Pelaksanaan KUR Penempatan TKI.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
B. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pedoman Pelaksanaan
KUR Penempatan TKI, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara 1992 Nomor 31; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(Lembaran Negara 1998 Nomor 182; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790).
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara 1992 Nomor 116; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502).
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394).
6. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015.
C. Maksud dan Tujuan
1. Meningkatkan efektivitas, sinergi dan kerjasama pelaksanaan KUR
Penempatan TKI oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Perbankan, dan Dunia Usaha Lainnya.
2. Sebagai pedoman/petunjuk pelaksanaan bagi masing-masing pihak yang
terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pengawasan program KUR Penempatan TKI.
D. Sasaran Meningkatkan akses Tenaga Kerja Indonesia memperoleh KUR Penempatan
TKI untuk pembiayaan penempatan ke luar negeri.
E. Pengertian Umum
1. Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR Penempatan TKI yang mewajibkan KUR Penempatan TKI untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
2. Pembiayaan
Pembiayaan adalah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yakni penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank Pelaksana dengan Debitur KUR Penempatan TKI yang mewajibkan Debitur KUR Penempatan TKI untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan/bagi hasil/marjin.
3. Kementerian Ketenagakerjaan
Kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan dalam pemerintahan.
4. BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
yang selanjutnya disingkat BNP2TKI adalah lembaga pemerintah Non Kementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden,
yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang penempatan dan perlindungan TKI.
5. Bank Pelaksana
Bank Pelaksana adalah Bank yang melaksanakan Program KUR Penempatan TKI yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai penyalur KUR Penempatan TKI.
6. Penjaminan Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan
kewajiban finansial debitur KUR Penempatan TKI oleh Perusahaan
Penjamin.
7. Perusahaan Penjamin Perusahaan Penjamin adalah perusahaan yang memberikan penjaminan
atas KUR Penempatan TKI yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai penjamin KUR
Penempatan TKI.
8. Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja diluar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima
upah.
9. Lembaga Linkage
Lembaga Linkage adalah lembaga yang meneruspinjamkan KUR
Penempatan TKI dari Bank Pelaksana kepada TKI yaitu Koperasi Sekunder,
Koperasi Primer (Koperasi Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam Koperasi),
Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS), Lembaga Keuangan Non
Bank, Kelompok Usaha, Lembaga Keuangan Mikro pola konvensional atau
syariah.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
10. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro adalah Lembaga Keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
11. Pola Channeling KUR Penempatan TKI yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada TKI
melalui lembaga linkage. Kewajiban pengembalian KUR Penempatan TKI menjadi tanggung jawab dari TKI selaku penerima kredit.
12. Penempatan TKI Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI
sesuai bakat, minat dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen,
pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan dan pemulangan dari negara tujuan.
13. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
Pelaksana Penempatan TKI Swasta adalah badan hukum yang telah
memperoleh izin tertulis dari Kementerian Ketenagakerjaan (d.h. Kementerian Ketenagakerjaan).
14. Bank Koresponden
Bank Koresponden adalah bank yang mempunyai hubungan test key arrangement dengan Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI baik dalam bentuk authorized signature list, telex test key arrangement, maupun SWIFT authentication key.
15. Mitra Usaha Penagihan Mitra Usaha Penagihan adalah perusahaan berbadan hukum Negara
penempatan di bidang jasa keuangan yang mempunyai kompetensi dalam melakukan penagihan, yang dalam hal ini kepada Tenaga Kerja Indonesia.
Pemerintah akan memfasilitasi akses terhadap Mitra Usaha Penagihan.
16. Agen Penempatan di Luar Negeri
Instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negara tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada Pengguna, dimana secara akreditasi dilakukan oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal di Negara
penempatan.
17. Pengguna Jasa TKI
Pengguna Jasa TKI yang selanjutnya disebut dengan Pengguna adalah
instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang memperkerjakan TKI.
18. Perjanjian Penempatan
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan calon
TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
19. Perjanjian Kerja
Perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
BAB II PELAKSANAAN KUR PENEMPATAN TKI
A. Ketentuan Umum
KUR Penempatan TKI adalah kredit/pembiayaan modal kerja yang disalurkan kepada TKI untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung jawabnya
dalam proses penempatan ke luar negeri, terutama negara penempatan Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang dengan plafon kredit sampai dengan Rp25.000.000,- (dua puluh
lima juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penyaluran KUR Penempatan TKI ditujukan untuk membantu seluruh biaya penempatan yang menjadi beban TKI.
Sumber dana penyaluran KUR Penempatan TKI adalah 100% (seratus perseratus) bersumber dari dana Bank Pelaksana. KUR Penempatan TKI
disalurkan oleh Bank Pelaksana dan dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penjaminan KUR diatur berdasarkan perundingan antara Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin. Mekanisme umum penyaluran KUR diatur sebagai berikut:
1. Langsung dari Bank Pelaksana ke TKI
Bank
Pelaksana
b Perusahaan Penjamin
a
TKI
a. Bank melakukan penilaian secara individu terhadap TKI. Apabila dinilai
layak dan disetujui, maka TKI menandatangani Perjanjian Kredit.
b. Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada Perusahaan Penjamin, selanjutnya Perusahaan Penjamin menerbitkan Sertifikat Penjaminan.
2. Tindak langsung melalui Lembaga Linkage dengan pola Channeling
atau Sindikasi (Joint Financing) c
Bank Pelaksana Perusahaan Penjamin
a b
Memberi kuasa
d
TKI Lembaga
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Dalam rangka untuk memberikan kemudahan akses kepada para TKI dalam melakukan perikatan atau akad serta melakukan angsuran, maka perbankan memberikan kuasa kepada pengurus lembaga Linkage untuk:
a. Melakukan proses verifikasi dan administrasi mewakili Bank Pelaksana. b. Melakukan proses perikatan mewakili Bank Pelaksana.
c. Melakukan proses angsuran menggunakan mitra usaha penagihan di Negara penempatan mewakili Bank Pelaksana.
Mekanisme pengaturannya sebagai berikut :
a. Lembaga Linkage mewakili TKI mengajukan permohonan kredit kepada
Bank Pelaksana.
b. Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan melakukan analisa kelayakan. Dalam hal dinyatakan layak, maka Bank
Pelaksana memberikan persetujuan kredit/pembiayaan tersebut dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga Linkage
menandatangi perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan TKI; atau 2) Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga Linkage
melakukan penagihan di Negara Penempatan melalui Mitra Usaha Penagihan.
c. Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada perusahaan penjamin. Perusahaan penjamin menerbitkan Sertifikat Penjaminan atas nama masing-masing TKI.
d. Lembaga Linkage meneruspinjamkan kredit/pembiayaan yang diterima dari Bank Pelaksana kepada debitur KUR Penempatan TKI. Debitur KUR Penempatan TKI melakukan pembayaran kewajiban kredit/pembiayaan
kepada Bank Pelaksana melalui Mitra Usaha Penagihan Lembaga Linkage.
e. Dalam hal pelaksanaannya, diperbolehkan untuk melakukan mekanisme sindikasi (Joint Financing) yang disepakati bersama antara
Bank Pelaksana dengan Lembaga Linkage yang menggunakan mekanisme Bank Pelaksana.
B. Persyaratan TKI yang akan mengajukan KUR Penempatan TKI
1. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau akte kelahiran/ Surat Kenal Lahir dari
instansi yang berwenang.
2. Surat ijin dari suami/istri/ orang tua/ wali untuk bekerja di luar negeri.
3. Surat hasil Medical Check-Up yang menyatakan fit untuk bekerja dari
rumah sakit /medical center yang ditunjuk oleh pemerintah.
4. Memiliki kemampuan baca tulis dan ketrampilan yang diperlukan untuk
bidang kerja tertentu.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
5. Memiliki Perjanjian Penempatan bagi TKI yang ditempatkan oleh PPTKIS.
6. Memiliki Perjanjian Kerja dengan Pengguna bagi TKI baik yang ditempatkan oleh PPTKIS, Pemerintah atau TKI yang bekerja secara perseorangan.
C. Penyaluran KUR Penempatan TKI
Untuk penyaluran KUR Penempatan TKI diatur hal-hal sebagai berikut:
1. Dapat disalurkan oleh semua Bank Pelaksana, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
2. Besar pinjaman KUR Penempatan TKI disesuaikan dengan Cost Stucture
(Struktur Biaya) yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan harus mencakup biaya:
a. Pengurusan dokumen jati diri. b. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi. c. Pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja.
d. Biaya lain-lain.
Nilai pinjaman KUR Penempatan TKI ditetapkan berdasarkan hasil analisa kredit oleh Bank. Dalam melakukan analisa kredit, Bank memperhatikan
kebijakan pemerintah dan perkembangan biaya penempatan yang berlaku.
3. Suku bunga KUR Penempatan TKI yang dibebankan kepada TKI adalah
sebesar 12% (dua belas perseratus) efektif per tahun atau dapat disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara. Pemerintah memberikan bantuan subsidi bunga dan biaya penagihan (collection fee).
4. Perjanjian Kredit dapat dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Penempatan.
5. TKI difasilitasi oleh Bank Pelaksana untuk membuka rekening penerimaan gaji di Bank Koresponden yang akan dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja (berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing negara
penempatan).
6. Pencairan KUR Penempatan TKI dilakukan setelah TKI mendapatkan
kepastian penempatan terhadap pengguna dan kepastian keberangkatan dalam hal ini telah memiliki izin kerja di negara tujuan.
7. Bank Pelaksana dapat menghentikan sementara penyaluran KUR
Penempatan TKI apabila tingkat NPL mencapai diatas 5% (lima perseratus). Bank Pelaksana dapat kembali menyalurkan KUR Penempatan TKI setelah melakukan evaluasi penyaluran KUR Penempatan TKI.
8. Penyaluran KUR Ritel oleh Bank Pelaksana dilaksanakan dengan mengacu kepada basis data yang dihimpun dari sumber Kementerian Teknis,
Pemerintah Daerah, Bank Pelaksana, dan Perusahaan Penjamin.
9. Bank Pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat,
serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di Bank Pelaksana.
10. Penjaminan KUR diatur berdasarkan kesepakatan antara Bank Pelaksana
dengan Perusahaan Penjamin.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
D. Persyaratan bagi Bank untuk dapat menjadi Bank Pelaksana KUR Penempatan
TKI, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM);
2. Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI memenuhi kriteria Bank sehat dan
informasi kinerja dari Otoritas Perbankan/Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
3. Bank Pelaksana melakukan kerjasama dengan Perusahaan Penjamin dalam
penyaluran KUR Penempatan TKI;
4. Bank Pelaksana Penempatan TKI harus memiliki online system data KUR Penempatan TKI dengan Perusahaan Penjamin dan melakukan input data
calon debitur/debitur KUR Penempatan TKI ke dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP);
5. Untuk tahap awal, Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI adalah Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI. Selanjutnya, Bank Pelaksana lainnya akan
ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan;
6. Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI dapat dievaluasi dan ditinjau
kembali keikutsertaannya sebagai penyalur KUR Penempatan TKI.
E. Persyaratan bagi Perusahaan Penjamin yang dapat menjadi Penjamin KUR
Penempatan TKI, yaitu:
1. Mengajukan permohonan keikutsertaan kepada Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi UMKM;
2. Perusahaan Penjamin memenuhi kriteria perusahaan penjamin yang sehat sesuai ketentuan dan kriteria dari Otoritas Jasa Keuangan;
3. Perusahaan Penjamin harus menyiapkan online system data KUR Penempatan TKI dengan Bank Pelaksana dan Sistem Informasi Kredit
Program;
4. Untuk tahap awal, Perusahaan Penjamin KUR Penempatan TKI adalah Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo. Selanjutnya, Perusahaan Penjamin
lainnya akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan;
5. Perusahaan Penjamin KUR Penempatan TKI dapat dievaluasi dan ditinjau
kembali keikutsertaannya sebagai penjamin KUR Penempatan TKI.
F. Kewajiban Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI
Bank Pelaksana harus menyusun:
1. SOP Penyaluran KUR Penempatan TKI yang mengatur antara lain:
a. Angsuran kredit dipotong dari gaji TKI yang dibayar melalui rekening TKI di bank koresponden.
b. Angsuran kredit KUR dapat dibayarkan kepada Mitra Usaha Penagihan yang memiliki kerjasama dengan bank pelaksana.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
c. Pembayaran angsuran dapat dilakukan melalui keluarga TKI. d. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PPTKIS antara lain mengatur hak
dan kewajiban PPTKIS.
G. Tugas Kementerian Ketenagakerjaan
1. Menerbitkan ketentuan struktur biaya penempatan TKI. 2. Mengawasi kinerja PPTKIS yang bekerjasama dengan bank pelaksana.
3. Menerbitkan daftar PPTKIS yang berkinerja baik untuk menjadi referensi bank pelaksana.
H. Tugas BNP2TKI
1. Memfasilitasi pelatihan keuangan kepada TKI dan keluarganya melalui
kerjasama antar lembaga dengan Instansi Pemerintah (Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia) dan Industri Keuangan.
2. Melakukan sosialisasi penyaluran KUR Penempatan TKI kepada para pihak
terkait. 3. Memfasilitasi kerjasama bank pelaksana dan PPTKIS dengan mitra kerja di
negara penempatan debitur KUR Penempatan TKI.
I. Jangka Waktu
Jangka waktu KUR Penempatan TKI ditetapkan maksimal sesuai dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi 3 (tiga) Tahun.
J. Subsidi Bunga
1. Subsidi Bunga menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan besaran subsidi bunga ditentukan dalam Peraturan Menteri
Keuangan. 2. Tata cara penagihan dan pembayaran subsidi bunga KUR Penempatan TKI
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
K. Monitoring, Evaluasi, dan Pengawasan
1. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
melakukan monitoring terhadap kinerja KUR Penempatan TKI keseluruhan minimal setiap 6 (enam) bulan. Sementara evaluasi terhadap ketentuan Pedoman Pelaksanaan dilakukan minimal setiap 2 (dua) Tahun. Hasil
kegiatan tersebut disampaikan dalam bentuk laporan.
2. Pengawasan
a) Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR Penempatan TKI sebagai tindakan yang bersifat preventif dan melakukan verifikasi secara selektif
melalui Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau auditor eksternal.
b) Dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR Penempatan
TKI, dibentuk Forum Koordinasi Pengawasan Program KUR Penempatan
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
TKI yang selanjutnya disebut Forum, yang beranggotakan BPKP sebagai Koordinator, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI, dan
Otoritas Jasa Keuangan.
c) Dalam hal laporan forum koordinasi pengawasan kepada Komite Kebijakan mengindikasikan adanya penyimpangan yang material, maka
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menugaskan kepada BPKP melakukan pengawasan tujuan tertentu dan
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Kriteria pengawasan tujuan tertentu tersebut dituangkan dalam TOR.
d) Rapat Forum dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun untuk membahas
pengawasan pelaksanaan KUR perbankan/lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan penjamin yang dilaksanakan pada bulan Juni dan
Desember.
e) Simpulan dan keputusan Rapat Forum disampaikan secara tertulis kepada Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. L. Pelaporan
1. Kantor Pusat Bank Pelaksana melaporkan penyaluran kredit setiap bulan
kepada Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala BNP2TKI dengan tembusan kepada Komite Kebijakan melalui Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku
Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan, Kementerian Keuangan, dan Perusahaan Penjamin serta meng-uploadnya ke SIKP dengan format laporan
sebagai berikut:
a) Realisasi total penyaluran dan baki debet KUR Penempatan TKI, termasuk jumlah debiturnya;
b) Realisasi penyaluran KUR Penempatan TKI menurut sektor lapangan kerja TKI, termasuk jumlah debiturnya;
c) Realisasi penyaluran KUR Penempatan TKI menurut provinsi asal TKI,
termasuk jumlah debiturnya; d) Realisasi penyaluran KUR Penempatan TKI menurut negara tujuan TKI,
termasuk jumlah debiturnya; e) Jumlah Kredit Bermasalah (Non Performing Loan = NPL), termasuk
jumlah debitur, sektor lapangan kerja, provinsi asal, dan negara tujuan
TKI.
2. Laporan sebagaimana dimaksud angka 1 berisi data posisi akhir bulan dan
disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dapat meminta laporan tambahan dari Bank Pelaksana dalam hal data/informasi yang diperlukan
tidak tersedia dalam SIKP.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
M. Pembinaan dan Pengendalian
1. Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUR Penempatan TKI dilakukan oleh seluruh anggota Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah sesuai bidang tugas dan wewenang masing-masing.
2. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengusulkan kepada Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menghentikan penyaluran KUR Penempatan TKI oleh Bank Pelaksana apabila hal tersebut
membahayakan kelangsungan usaha Bank Pelaksana.
N. Sanksi
1. Apabila tingkat kredit/pembiayaan bermasalah (NPL) Bank Pelaksana KUR Penempatan TKI selama 6 (enam) bulan secara berturut-turut di atas 5%
(lima perseratus), maka Komite Kebijakan akan menghentikan sementara penyaluran KUR Penempatan TKI pada Bank Pelaksana tersebut secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada OJK dan Perusahaan
Penjamin. Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR kembali secara otomatis apabila tingkat NPL telah menurun menjadi di bawah 5% (lima perseratus) selama 3
(tiga) bulan berturut-turut dan melaporkan kepada Komite Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
2. Dalam hal Bank Pelaksana melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pedoman Pelaksanaan KUR Penempatan TKI ini, maka Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin dikenakan teguran tertulis oleh
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang tembusannya disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
3. Dalam hal teguran tertulis tersebut tidak ditindaklajuti dalam waktu dua bulan, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat menjatuhkan sanksi berupa penghentian kepesertaan
Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin sebagai Pelaksana KUR Penempatan TKI.
O. Pelaksanaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP)
Penerapan kewajiban penggunaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP)
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat kesiapannya dan hasil uji coba. Sementara SIKP belum siap dilaksanakan, Bank Pelaksana tetap bertugas mengadakan basis data KUR Penempatan TKI.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
BAB III PENUTUP
A. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat atau hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim
kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini, maka penyelesaiannya akan diputuskan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan asas musyawarah dan
mufakat.
B. Pedoman Pelaksanaan KUR Penempatan TKI ini berlaku sejak diundangkan.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
ttd.
SOFYAN A. DJALIL