SAKRALITAS PATUNG “TUAN MA” PADA...
Transcript of SAKRALITAS PATUNG “TUAN MA” PADA...
SAKRALITAS PATUNG “TUAN MA” PADA MASYARAKAT
KATOLIK DI LARANTUKA KABUPATEN FLORES TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Shakeel Ahmad
11150321000004
PRODI STUDI AGAMA – AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Shakeel Ahmad
11150321000004
Sakralitas Patung Tuan Ma Pada Masyarakat Katolik di Larantuka
Kabupaten Flores Timur
Setiap budaya keagamaan baik ritual, peribadatan, kitab suci, bahkan benda
yang dianggap suci memiliki pengaruh mendalam terhadap pemeluknya. Namun
objek material pada tradisi keagamaan lebih banyak menarik daya perhatian bagi
pemeluk agama, karena ada sesuatu yang dapat dilihat bahkan dipegang. Walaupun
persoalan agama adalah persoalan iman dan keyakinan yang datang dari nurani, tetapi
dengan adanya objek sembah pada ritual-ritual keagamaan itulah yang membuat
sarana penyampaian iman dalam nurani tersampaikan. Kepuasan batin para pemeluk
agama bisa disalurkan dengan adanya objek materi dari tradisi agama tertentu.
Seorang Sosiolog fenomenal asal Perancis abad 18, Emile Durkheim,melihat
fenomena objek materi dari tradisi keagamaan ini dengan pendapat bahwa segala
sesuatu yang lahir dari budaya masyarakat tak terkecuali budaya ritual keagamaan
adalah salah satu contoh kesakralan. Mengacu pada pendapat Durkheim tentang
sakralitas objek materi dari tradisi keagamaan, bahwa konteks sakralitas Patung Tuan
Ma sangat bisa dikatan sakral, karena sejak awal munculnya Patung Tuan Ma hingga
inkulturasi nilai-nilai Kristen, membuat kesakralan Patung Tuan Ma menjadi kuat
dengan dilestarikannya tradisi Semana Santa, yaitu Devosi terhadap Patung Tuan Ma.
Pada penulisan skripsi ini, penulis berupaya mencari dan membongkar aspek-
aspek sosio-teologis dan beberapa niali-nilai fenomena keagamaan yang ada pada
Patung Tuan Ma. Mulai dari sejarah, ritual prosesi devosi terhadap Patung Tuan Ma,
hingga pada pendapat para teolog Katolik di Indonesia yang membahas tentang
betapa suci nya Patung Tua Ma.
Penulisan ini bersumber dari metode kajian kepustakaan atau Library
Research yang berasal dari beberapa buku karya-karya sarjana Kristen yang ada di
Indonesia yang berkaitan dengan Mariologi, Devosi dan fenomena keagamaan yang
ada pada tradisi Kristen.
Kata Kunci : Sakral, Patung Tuan Ma, Masyarakat, Katolik
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan nikmat-Nya, yang
telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
untuk meraih gelar Sarjana Agama hingga pada tahap penulisan skripsi di Program
Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Solawat
serta salam selalu tersampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW beserta
para sahabat dan keluarganya, semoga rahmat dan syafaat beliau menjadi bekal
sarana wasilah Allah SWT dengan mahluk ciptaan-Nya.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan oleh dukungan dan bantuan baik
moral maupun material dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat dan
terima kasih yang tinggi, kepada:
1. Bapak Mohammad Nuh Hasan, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing penulis
yang dengan tulus dan sangat baik memberikan arahan dan pandangan-
pandangan agar skripsi ini dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Semoga
Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan kemudahan bagi beliau.
2. Ibu Dra. Hj. Hermawati, MA. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis
yang dalam memberikan konsultasi selalu dengan aura yang posistif bagi
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.
vii
3. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA. sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran Dekanat, semoga Bapak diberikan
kelancaran memimpin Ushuluddin kearah kemajuan.
4. Bapak Syaiful Azmi, MA. dan Ibu Lisfa Sentosa, MA. sebagai Ketua dan
Sekretaris Program Studi, Studi Agama-Agama yang selalu memberikan
dukungan dan support moral terhadap penulis dalam mengerjakan skripsi juga
setiap proses birokrasi dan administrasi di Prodi.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu dalam
setiap Mata Kuliah yang diikuti penulis, khususnya bagi Dosen-dosen
Program Studi Agama-Agama mulai dari Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari
Noer, MA, Bapak Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, MA, Bapak Dr. Amin Nurdin,
MA, Bapak Wakil Dekan III Dr. Media Zainul Bahri, MA, Bapak Ismatu
Ropi, Ph.D. Bapak Dadi Darmadi, Ph.D. Bapak Dr. Hamid Nasukhi, MA,
Bapak Zaenul Muttaqin, MA, Ibu Marjuqoh, MA, Ibu Siti Nadroh, MA dan
Ibu Halimah Mahmudy,MA. semoga kesahatan dan kesuksesan selalu
menyertai beliau-beliau.
6. Seluruh staf dan karyawan di Bagian Tata Usaha Fakultas Ushuluddin,
terutama Pak Toto Tohari, M.Ag yang telah membantu penulis dalam setiap
proses birokrasi dan administrasi kampus di Ushuluddin.
7. Ayahanda terkasih Bapak Dili Sadili dan Ibunda tersayang Ibu Intan
Mokodompit yang telah memberikan dukungan penuh, baik merawat,
mendidik, dan memberikan support moral dan material juga senantiasa
viii
mendoakan bagi penulis mulai dari sekolah dasar hingga menimba ilmu di
Kampus Pembaharu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga pada proses
penulisan skripsi ini. Tidak lupa untuk ketiga adik perempuan penulis yaitu
Saima Fadhal, Rizky Amalia (Kiki), dan Raudhatul Jannah (Yaya) yang selalu
mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi penulis. Semoga mereka selalu
dalam lindungan Allah SWT.
8. Untuk seluruh teman-teman GPS V ARH yang masih menjalin komunikasi
dengan baik dengan penulis mulai dari masuk SMA hingga saat ini. Semoga
kalian meraih kesuksesan dalam proses kalian masing-masing.
9. Untuk kawan-kawan dan sahabat-sahabat SAA 2015 yang berjuang bersama
dalam proses pembelajaran di Ushuluddin dari Semester 1 hingga sekarang,
terkushus untuk sahabat-sahabat penulis mulai dari Riza Adi, Guruh, Agi
Mukmin, Bandu, Hafiz Hidayat, Imamuddin, Muhammad Yusuf, serta Bang
Deni Iskandar.
10. Untuk pengurus HMI KOMFUF Cabang Ciputat Periode 2017 yang telah
membantu banyak hal, mulai dari proses pembelajaran, organisasi dan sebagai
sarana mengawali karir organisasi ekstra dan intra kampus bagi penulis
selama di Ciputat, Yakusa!.
11. Untuk kawan-kawan Senat Mahasiswa Universitas UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2018, terkhusus bagi fraksi SEMA-U HMI yang sama-sama berjuang
untuk kemaslahatan banyak mahasiswa , banyak hal yang didapatkan oleh
penulis dan sangat beruntung bisa menjadi bagian dari mereka, walaupun
ix
menjadi oposisi namun semangat organisatoris dan profesionalisme selalu
mereka tunjukan.
12. Terakhir bagi teman-teman kelompok KKN SPARTAN 75 yang selama 2
bulan mulai dari Juli-Agustus 2018 bekerja sama dalam melaksanakan
pengabdian masyarakat, dengan berbagai dinamika dilewati dengan
kekeluargaan.
Akhir kata penulis kembali mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam proses pembelajaran dan pendidikan penulis hingga pada
tahap penulisan skripsi ini.
Tangerang Selatan, 22 Oktober 2019
Penulis,
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENYATAAN ........................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
c. Tujuan Penelitian............................................................................................ 7
d. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 8
e. Metode Penelitan ............................................................................................ 9
f. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 11
BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT KATOLIK DI
LARANTUKA
a. Keadaan masyarakat Pra-Kristen masuk ........................................................ 13
b. Keadaan masyarakat saat Misi Kristen Portugis di Solor dan Larantuka ...... 16
c. Keadaan masyarakat saat Misi Kristen Belanda dan Sekarang ..................... 21
BAB III PRAKTEK DEVOSI PATUNG TUAN MA
( PROSESI SEMANA SANTA)
a. Sejarah Semana Santa (Devosi Patung Tuan Ma) .......................................... 26
b. Waktu Devosi Patung Tuan Ma .................................................................... 27
c. Pelaksana Devosi Patung Tuan Ma ................................................................ 31
d. Prosesi dan Makna Peribadatan Semana Santa .............................................. 33
xi
BAB IV NILAI KESAKRALAN DEVOSI PATUNG TUAN MA
a. Pengertian dan Makna Sakral ......................................................................... 43
b. Landasan Teologis Sakralitas Patung Tuan Ma ............................................. 47
c. Pengertian dan Makna Devosi........................................................................ 56
d. Nilai Sakral Devosi Patung Tuan Ma ............................................................. 60
e. Sakralitas Patung Tuan Ma dalam pandangan Gereja .................................... 66
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan..................................................................................................... 68
b. Saran ............................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 71
LAMPIRAN .............................................................................................................. 75
a. Lampiran 1 : Foto Penghormatan kepada Patung Tuan Ma ........................... 75
b. Lampiran 2 : Foto Penghormatan Patung Tuan Ma ....................................... 76
c. Lampiran 3 : Foto Patung Tuan Ma di dalam Kapela .................................... 77
d. Lampiran 4 : Foto Pengarakan Puncak Malam Semana Santa ...................... 78
e. Lampiran 5 : Foto Pengarakan Patung Tuan Ma dan Tuan Ana .................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Patung adalah sebuah karya seni manusia dengan bentuk tiga dimensi
yang terbuat dari beberapa bahan seperti kayu, logam, marmer dll. Patung
dibuat dibuat oleh manusia dari masa lampau hingga masa modern saat ini
dengan tujuan yang berbeda, mulai dari tujuan apresiasi seni, simbol karisma
penguasa, hingga tujuan religiusitas. Pada konteks religiusitas, masyarakat
jazirah timur tengah sekitar abad 6 menganggap patung sebagai berhala,
simbol dari Tuhan atau Dewa yang disembah. Namun, seiring berkembangnya
zaman, sekitar abad 14 dengan diiringi pola pikir manusia yang sadar akan
akal budi, maka patung lebih ditujukan pada sebuah karya seni yang memiliki
daya buat dengan kesulitan yang beragam, selain itu patung juga dibuat
sebagai tanda penghormatan bagi kekuasaan Raja-raja di Eropa pada sekitar
abad 13-14. Pada tradisi yang lain, contohnya di belahan dunia timur seperti
di Tiongkok, India, dan Asia Tenggara, patung masih menjadi tujuan
religiusitas yang erat dikarenakan persebaran agama Hindu dan Buddha yang
pesat membuat kuil-kuil Hindu maupun Buddha banyak terdapat patung
Dewa-dewa untuk disembah.
2
Fenomena berhala pada patung ini terjadi pada banyak kepercayaan, mulai
dari panteisme, henoteisme hingga politeisme juga terdapat pada daerah-
daerah pusat peradaban seperti Mesir kuno, Romawi kuno, hingga Byzantium
dengan tujuan yang sama yaitu fungsi religi untuk disembah dan hingga kini
patung dengan tujuan religi masih terdapat di dalam agama-agama yang
berkembang saat ini contohnya Hindu,Buddha, KongHucu, Tao, bahkan
Kristen. Dalam istilah Hindu kuno patung disebut arca selain untuk
menyembah patung juga dibuat sebagai saran ibadah atau ritual bagi pemeluk
agama yang bersangkutan.1
Pada tradisi Kristen khususnya Katolik, tidak terdapat sakramen khusus
dalam peribadatan melalui sarana patung, Patung hanyalah pemberi kesan
holiness pada gereja-gereja yang biasa disimpan di bagian dalam altar utama
gereja. Hanya beberapa gereja Katolik yang memiliki patung Bunda Maria
ataupun Yesus. Namun, pada judul yang diangkat oleh penulis ini, akan
menjelaskan bahwa ada peran simbolis keagamaan pada patung yang terdapat
dalam tradisi Katolik di Indonesia tepatnya di Larantuka, Flores Timur yaitu
patung Tuan Ma atau reinha rosari yang akan membuaka pengetahuan baru
dan perspektif baru tentang makna sombolis patung dalam tradisi Kristiani
khususnya Katolik.
1 Soedarsono,R.M.Pengantar Apresisasi Seni.(Jakarta:Balai Pustaka,1992),hlm.177.
3
Dalam Katolik ada istilah Devosi, yaitu bentuk doa yang menjadi bagian
dari praktek kerohanian di luar dari liturgi-liturgi gereja pada umumnya
namun hanya popular di kalangan umat Katolik. Banyak devosi ini telah
secara resmi diakui oleh gereja sebagi sesuatu yang berharga bagi
perkembangan iman namun tidak memiliki nilai penting untuk keselamatan.
Seringkali beberapa devosi di gereja berbentuk doa-doa yang telah
terformalisasikan, benda-benda suci seperti patung dan gambar-gambar suci
yang lahir dari pernyataan wahyu pribadi, atau pengalaman-pengalaman
rohani pribadi dari beberapa orang seperti Penampakan Bunda Maria atau
Yesus Kristus.2
Devosi Katolik juga meliputi penghormatan kepada para orag suci
(santo/santa). Gereja Katolik Roma memiliki tradisi untuk melakukan
penyelidikan menyeluruh terhadap pernyataan wahyu pribadidan kehidupan
para orang yan dicalonkan menerima gelar santo untuk memastikan bahwa
tidak ada penjelasan alam atau ilmiah pada saat penyelidikan berlangsung,
yang bisa menjelaskan keajaiban apapun yang terjadi. Seringkali sebuah
devosi yang diterima oleh gereja memiliki sebuah bentuk doa, gambaran dan
kadang-kadang sebuah pesan khusus.3
Beberapa contoh dari devosi Katolik meliputi Rosario, Jalan Salib, Hati
Kudus Yesus, Citra Kudus Yesus, relik tubuh orang suci, Hati Maria Tak
2 David Kinsley, “Devotion” dalam Mircea Eliade,Encyclopedia of Religion,vol.4(New
York:Macmillan Publisher,1987),hlm.136. 3 Groenen,C.OFM,Mariologi : Teologi dan Devosi ,(Yogyakarta:Kanisius,1994),hlm.149.
4
Bernoda, Ratu Guadalupe Kami, doa-doa novena bagi orang suci
(santo/santa), Penghormatan bagi tokoh-tokoh Gereja Katolik Timur
(Orthodok) dan tentunya Semana Santa yang ada di Larantuka, Flores Timur.4
Peran penting patung inilah yang akan dibahas pada kaitannya dalam devosi,
ritual devosi Semana Santa jugalah yang melibatkan peran besar Patung Tua
Ma dalam prosesinya.
Semana Santa adalah salah satu tradisi pada perayaan Pekan Suci Paskah
yang merupakan salah satu perayaan suci bagi umat Katolik di Larantuka,
prosesi ini sudah berumur 5 abad lamanya dan merupakan warisan dari bangsa
Portugis yang menetap di Pulau Flores timur dan Pulau Solor pada abad 16.
Akulturasi budaya, agama, dan tradisi-tradisi lokal yang cukup kental
menjadikan tradisi ini menjadi kuat, mengakar, dan tetap dijalankan setiap
tahunnya hingga saat ini bahkan menjadi daya tarik bagi peziarah umat katolik
dari luar daerah hingga mancanegara. Setiap perayaan Semana Santa
berlangsung ribuan peziarah dari Italia, Brazil, Spanyol dan Portugal
mendatangi Larantuka untuk ikut menghidmati ritual suci ini. Semana berasal
dari dua kata, Semana : pecan dan santa : suci. Pekan suci ini dilakukan
dalam satu rangkaian panjang mulai dari istilah hari Rabu Abu, Kamis Putih,
Jumat Agung, Sabtu Suci dan berakhir pada Minggu Paskah. Pada
pelaksanaannya terdapat prosesi mengarak Patung Tuan Ma dan Patung Tuan
Ana dengan suasana syahdu dan khusyuk sambil berdoa dan memohon berkat.
4 Maria Handoko, Petrus, CM. Santa Maria Perawan ,(Malang:Dioma,2006),hlm131-132.
5
Adapaun sejarah bagaimana Patung Tuan Ma berasal dan menjadi tokoh
utama dalam prosesi kudus bagi umat Katolik di Larantuka adalah sebagai
berikut.5
Pada Awal abad 16, tepatnya tahun 1510-an, Patung dengan berbentuk
wanita dewasa terdampar dibibir pantai Larantuka yang berasal dari Kapal-
Kapal Portugis yang karam di perairan Flores. Sebelum masuknya Kristen
khususnya Katolik di Larantuka, Patung ini ditemukan oleh salah seorang
laki-laki suku larantuka dan dibawa kehadapan Raja Suku Larantuka,
kemudian Raja Suku Larantuka menganggap bahwa Patung tersebut adalah
sebuah anugrah dan keajaiban, karena pada saat itu masyarakat suku larantuka
tidak ada yang dapat membuat patung yang terbuat dari serat-serat kayu
tersebut, mulai dari situlah sang Raja Suku menetapkan bahwa Patung
tersebut harus diberi penghormatan dan dijadikan simbol sembah pada saat
perayaan panen hasil bumi dan hasil laut dengan memberi sesajian. Berawal
dari situ pula Patung ini diberi nama sebagai Patung Tuan Ma yang memiliki
arti Tuan dan Mama bagi masyarakat Larantuka.6
Pada akhir abad 16 tepatnya tahun 15-60-an, misi Katolik pertama kali
berada di Pulau Solor dan Larantuka, misi ini digencarkan oleh Ordo
Dominikan, penyebaran misi Katolik pertamini juga disebut sebagai Misi
5 https://www.GoodNewsFromIndonesia.id/2017/04/13/semana-santa-tradisi-paskah-di-
Larantuka-jadi-kunjungan-dunia. (diakses pada 14 Maret 2019). 6 https://tirto.id/sejarah-semana-santa-tradisi-paskah-umat-katolik-di-larantuka.cgV8.
(diakses pada 14 Maret 2019).
6
Solor. Hal tersebut menjadikan misi Katolik pertama di Nusantara, terdapat 3
misionaris Katolik asal Portugis yang melakukan Misi Solor ini, yaitu Pater
Antonio de Cruz, Simao de Chagas dan Bruder Alexio, kemudian diawal abad
17 Raja-raja Larantuka dan Pulau Solor seiring gencarnya misi dan penerapan
ajaran kristus dengan pendekatan akulturasi budaya dan hubungan baik
dengan raja-raja suku local maka secara perlahan beralih masuk Kristen
Katolik yang dibaptis oleh misonaris Portugis yaitu Pastor Manuel de Cagas.7
Peristiwa ini juga memulai sejarah munculnya kerajaan Kristen pertama di
Nusantara, mengetahui adanya objek suci yang menjadi simbol sakral bagi
masyarakat dalam bentuk patung Tuan Ma, maka Pastor Manuel de cagas
melakukan intervensi penafsiran pada Patung Tuan Ma, Pastor Manuel
menjelaskan pada Raja-raja yang telah masuk Kristen itu dengan menyebut
bahwa Patung Tuan Ma adalah sebenarnya Bunda Maria, Dia-lah yang
memliki Putra kudus yang bernama Yesus Kristus sebagai pembawa
keselamatan. Patung Tuan Ma memiliki julukan “Reinha Rosario Maria” dan
diakhir abad 17, Raja Larantuka Raja Don Lorenzo I memberi gelar Agung
untuk Patung Tuan Ma sebagai “ Ratu Orang Larantuka” dalam bahasa
portugis berarti Reinha, oleh karena itu Larantuka disebut sebagai Kota Ratu.
Selain itu penamaan kata „Tuan’ pada Patung Tuan Ma meiliki arti sebagi
pelindung dan pengayom masyarakat dan kota Larantuka. Pada prosesi
7 https://katoliknews.com/2016/03/24/Semana-santa-sejarah-dan-rangkaian-acara/.
(diakses pada 14 Maret 2019).
7
Devosi Patung Tuan Ma selalu dilaksanakan pada bulan Februari yang
menjadi bagian panjang dari Semana Santa Pra-Paskah tepatnya pada Jumat
Agung dengan mengaraknya keliling kota Larantuka dan berakhir di Katedral
Reinha Rosari.8 Beberapa penjelasan di atas akan dikupas tuntas lebih jauh
dan dalam pada Skripsi yang berjudul “ SAKRALITAS PATUNG TUAN
MA PADA MASYARAKAT KATOLIK DI LARANTUKA, FLORES
TIMUR”.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mendalami permasalahan megenai kesakralan Patung Tuan Ma dan
mengetahui bentuk dan corak sakralisasi Patung Tuan Ma. Maka dalam
penyusunan skripsi ini penulis merumuskan satu poin masalah agar terfokus pada
judul yang penulis ajukan yaitu:
1. Bagaimana bentuk dan corak Sakralisasi pada Patung Tuan Ma ?
2. Seperti apa nilai kesakralan yang ada pada Patung Tuan Ma melalui
prosesi devosi ?
C. TUJUAN PENILITIAN
Tujuan dalam penulisan dari Skripsi ini adalah untuk sebagai berikut:
8 Boelaars,Huub,J.W.M. Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonsesia menjadi Gereja
Katolik Indonesia. (Yogyakarta:Penerbit Kanisius,2005),hlm.65.
8
1. Tujuan Teoritis : suatu upaya untuk memaparkan hasil penelitian baik
berupa kajian literatur, dengan menggali makna sakralitas suatu objek simbol
keagamaan dari berbagai perspektif metode studi agama mulai dari sosiologi,
teologi hingga fenomenologi agama yang dapat mempengaruhi nilai-nilai
keagamaaan masyarakat Katolik di Larantuka, kemudian memberikan
informasi tentang rekonstruksi sejarah masuknya Kristen Katolik di Nusantara
khususnya Indonesia Timur.
2. Tujuan Formal : dalam upaya mendapatkan gelar akademik Sarjana Agama
(S.Ag) pada Program Studi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Tujuan dan manfaat Praktis: agar menjadi salah satu dari acuan khususnya
bagi mahasiswa Studi Agama-agama untuk lebih memperkaya referensi dalam
tema-tema Kristen, juga bahan referensi bagi penulis selanjutnya yang hendak
mengambil tema serupa.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam karya penulisan skripsi ini penulis mengutamakan 2 sumber buku yang
menjadi buku acuan dalam mengupas tuntas tentang perkembangan Katolik di
Larantuka, Devosi, Patung Tuan Ma dan Semana Santa yang menjadi
pembahasan skripsi ini, adapun kedua buku tersebut yaitu :
9
1. Praktek Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria. Adalah
sebuah Skripsi karya Maria Dolorosa Biabi pada Program Studi
Teologi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara pada tahun 2010. Dalam
skripsinya, Maria berusaha mengangkat tema ritual yang ditujukan
pada Bunda Maria melalui devosi, Maria juga membahas aspek-aspek
yang berkaitan dengan ajaran dan perspektif Gereja Katolik.
2. Sakralitas Barong Using dalam Kehidupan Masyarakat Kemiren
Banyuwangi. Adalah sebuah Jurnal Ilmiah oleh Ketut Darmana dari
Fakultas Seni Budaya Univesitas Udayana yang terbit pada tahun
2017. Jurnal ini membahas tentang suau objek yang memiliki nilai
keagamaan dalam hal ini Hindu yang berpengaruh terhadap kehidupan
sosial di masyarakat Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi. Objek
Barong Using memiliki kesamaan makna dengan Patung Tuan Ma
pada tradisi Katolik di Larantuka yang memiliki tujuan sebagai objek
yang disakralkan oleh masyarakat hingga menjadi tradisi keagamaan.
E. METODE PENELITIAN
Dalam setiap penelitian sudah pasti tidak lepas dari metode. Metode
mutlak adanya karena merupakan upaya agar penelitian dapat terlksana
dengan baik sehingga mendapat hasil yang memuaskan. Dalam skripsi yang
akan digarap ini, metode penelitian yang digunakan adalah :
10
a) Studi Pustaka atau Library Research .Dengan mengumpulkan
sumber-sumber data yang dibutuhkan, tentang ha-hal yang
berkaitan dengan judul kemudian diproses dalam pengumpulan
informasi, dilanjutkan pada pengklasifikasian dan analisisnya.
Buku-buku yang akan dijadikan sumber pustaka adalah buku-buku
dari Perpustakaan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta dan
sebagian dari Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b) Metode Analisis Data. Data diolah dan dianalisis dengan teknik
deskriptif-analitik yaitu metode yang digunakan terhadap sesuatu
data kemudian disusun, dijelaskan selanjutnya berdasarkan analisa
penulis.
c) Sumber Primer dan Sumber Sekunder. Sumber primer berasal dari
buku-buku referensi yang berkaitan dengan judul, yaitu buku yang
berjudul Semana Santa di Larantuka karya Bernard Tukan dari
penerbit Yayasan Mandiri Masyarakat Larantuka tahun 2011,
Skripsi Devosi Marial Kebaktian Kepada Santa Perawan Maria
dalam Gereja Roma Katolik karya Trisna Arsyadi, S.Th.I dari
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 .
Buku Catholics in Indonesia 1808 – 1942 karya Karel Steenbrink
Leiden tahun 2007 dan sebuah Buku besar oleh Mircea Elliade
yang berjudul The Encyclopedia of Religion pada jilid 4 New York
tahun 1987, selain itu ada buku Mariologi : Teologi dan Devosi
11
karya C. Groenen terbit tahun 1994 di Yogyakarta juga buku
Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik oleh Laurensius
Mugito di Malang tahun 2006. Adapun sumber sekunder berasal
dari jurnal-jurnal penelitian yang terintegritasi akademik dan
artikel online terpercaya.
d) Adapun beberapa pendekatan yang akan diterapkan oleh penulis
yaitu Metode Kajian Ilmiah.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada standar
penulisan skripsi pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh Center for Quality Development
and Assurance Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2007.
Adapun isi pada bab satu,penulis akan membahas latar belakang masalah
dan beberapa instrument-instrumen pendukung tentang pembahasan pada
judul skripsi yang diajukan.
Pada bab dua, penulis akan mulai dengan pembahasan definisi sakralitas,
devosi, hingga makna teologis dari sakralisasi patung dalam tradisi Gereja
Katolik sebelum masuk pada isi judul yang penulis angkat.
12
Pada bab tiga, penulis akan membahas sejarah patung Tuan Ma hingga
proses sakralisasi yang terjadi pada masyarakat Larantuka, juga dijadikan
tradisi devosi pada perayaan paskah setiap tahunnya.
Pada bab empat, penulis akan membahas beberapa contoh devosi kepada
Bunda Maria di beberapa daerah di dunia dan prosesi Semana Santa yang
melibatkan peran penting Patung Tuan Ma pada prosesi perayaan paskah di
Larantuka.
Pada bab 5, penulis akan memaparkan kesimpulan dari pembahasan dari
judul skripsi yang penulis ajukan dan juga beberapa referensi,sumber
pelengkap,hingga lampiran-lampiran.
13
BAB II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT KATOLIK DI
LARANTUKA
A. KEADAAN MASYARAKAT LARANTUKA PRA-KRISTEN
Dari berbagai kesultanan dan kerajaan yang tersebar di seluruh
wilayah Nusantara, mulai abad 10 Masehi hingga pada tradisi Kesultanan
yang menjadi warisan budaya saat ini, terdapat banyak kerajaan-kerajaan
nusantara yang muncul dan berkembang, melakukan kegiatan ekspansi,
melakukan kekuasaan atas budaya teritorial, peperangan, hingga penyebaran
Agama. Dari Kerajaan Hindu-Buddha Sriwijaya di Sumatra hingga Kerajaan
Islam Tidore di Maluku, masing masing mewarnai sejarah panjang tentang
keberadaan kerajaan-kerajaan nusantara dengan berlatar belakang penyebaran
Agama dan budaya.
Di bagian gugusan kepulauan Nusantara bagian selatan, tepatnya di
Nusa Tenggara Timur inilah juga berkembang salah satu kerajaan yang
memiliki sejarah panjang, baik dalam hal kebudayaan, tradisi mitologis,
hingga interaksi dengan Agama, bahkan peranannya menghadapi
kolonialisme Eropa saat itu. Kerajaan Larantuka, demikianlah nama kerajaan
tersebut. Kerajaan Larantuka adalah salah satu kerajaan di Indonesia yang
pernah menguasai hamper seluruh wilayah Nusa Tenggara. Kerajaan ini sudah
ada sejak abad 13 M. Beberapa wilayah kekuasaannya meliputi Pulau Solor,
14
Pulau Lembata, Pulau Adonara, dan Pulau Flores. Pusat pemerintahan
kerajaan Larantuka berada di Flores Timur, adapun hasil kekayaan alam yang
menjadikan kerajaan ini makmur ialah hasil kayu cendana yang melimpah
yang nantinya akan diburu oleh kolonial eropa.9
Pada abad ke-14 M, pengaruh kerajaan Majapahit sangat kuat masuk
ke wilayah Nusa Tenggara. Pada masa itu dalam kepemimpinan Hayam
Wuruk, kerajaan Larantuka disebut sebagai Galiyao. Sebelum masuknya
Katolik oleh Portugis ke Nusa Tenggara Timur, kerajaan Larantuka sudah
berkembang hingga 9 masa Raja-raja Larantuka berkuasa sampai abad ke-16
M.
Kerajaan Larantuka didirikan oleh Pati Golo Arakian dan Watowele,
sepasang suami istri yang inggal di wilayah Flores tepatnya di Desa yang
bernama Lamaholot, mereka adalah Kepala Suku yang sudah lama menetap,
bahkan Watowele dengan memiliki keturunan langsung dari Suku Ile Jadi,
suku di Flores yang dianggap keramat .Kerajaan ini dibentuk dari
bergabungnya beberapa suku yang ada di pulau Flores bagian Timur dengan
pusatnya di Larantuka. Sedangkan Pati Golo adalah keturunan Jawa dari
orang-orang Majapahit. Sebelum nama Larantuka, kerajaan ini bernama
Kerajaan Ata Jawa, kemudian nama ini berubah menjadi Kerajan Larantuka
pada masa Raja Sira Demon Pagu Molang. Pada masa ini kerajaan lebih
9 (https://Kumparan.com/kerajaan-larantuka-kerajaan-katolik-penguasa-wilayah –nusa-
tenggara/ di akses tanggal 19 Agustus 2019.)
15
teratur dan diyakini sebagai pondasi awal kerajaan Larantuka yang
sesungguhnya.10
Memasuki abad ke-16 M, kolonialisme Portugis tiba di wilayah Nusa
Tenggara Timur, awalnya Pulau Flores sebagi tempat singgah bagi Portugis
untuk melakukan ekspedisi ke Maluku. Namun Portugis menemukan hasil
bumi yang memiliki nilai jula umtuk dibawa ke Eropa. Maka Portugis
membangun koloninya di Flores Timur sehingga Kerajaan Larantuka
mendapat pengaruh budaya yang cukup kental dari Portugis hingga terjadinya
pembaptisan Raja Larantuka masuk Katolik, Seiring dengan adanya Misi
Katolik di Pulau Solor disebut juga Misi Solor yang dibawa oleh Portugis
sehingga sistem kerajaannya menjadi bercorak Katolik, inilah yang
menyebabkan bahwa Kerajaan Larantuka sebagai Kerajaan Kristen pertama di
Indonesia. Dengan nama Raja Katolik pertama yaitu Raja Don Fransisco Ado
Bala, setelah dibaptis diberi marga Diaz Viera de Godinho (DVG) dengan
gelar Don. Tidak sulit bagi Portugis merebut hati puluhan ribu masyarakat
Larantuka saat itu karena Raja-rajanya sudah beragama Katolik.11
Masuknya Kristen di Flores Timur merupakan usaha dan perjuangan
para misionaris gereja bahkan para pedagang dari eropa yang datang ke
wilayah tersebut pada abad ke-15. Kehadiran para misionaris ini merupakan
10
(https://tirto.id/tamatnya-kerajaan-kristen-pertama-di-nusantara-larantuka-cvuU diakses
tanggal 19 Agustus 2019.) 11 Tirto.id/kerajaan-larantuka/ dikutip dari M. Nijhoff, Anthropologica, Volume 140, 1984,
hal. 324.)
16
tonggak awal sejarah kekristenan di wilayah Flores Timur. Salah satu usaha
yang dilakukan oleh para misionaris ini adalah mendekati raja setempat, yang
pada zaman itu raja menjadi penguasa tunggal. Sejarah mencatat bahwa raja
dari Desa Lohayong dibaptis oleh kapten kapal Portugis tahun 1556.12
B. KEADAAN MASYARAKAT SAAT MISI KRISTEN PORTUGIS DI
SOLOR DAN LARANTUKA
a. Awal Kedatangan Portugis di Flores Timur
Portugis datang mempengaruhi masyarakat Flores Timur slah satunya
dengan memperkenalkan agama Katolik. Portugis memiliki pengaruh yang
sangat besar di Solor, Adonara dan Larantuka. Catatan penting bagi Flores
Timur adalah pelayaran seorang Portugis bernama S.M Cabot pada tahun
1544. Cabot sangat mengagumi karang di Tanjung Bunga dan akhirnya Cabot
memberi nama Cabot de Flores . setelah menetap di wilayah Flores Timur
dalam beberapa tahun, Kolonial Portugis membangun sebuah benteng di
Lohayong pada tahun 1556.13
Pada tahun 1617 Pater Joao de Cagas mempersiapkan suatu kegiatan
pengarakan yang diadakan pada hari Jumat Agung dengan mengelilingi kota.
Sepanjang jalan, para imam melagukan nyanyian rohani dan litany orang
kudus. Selama kegiatan perarakan itu, para pemimpin desa bergantian
12
L. Lame Uran, Sejarah Perkembangan Misi Flores Dioses Agung Ende, hlm.18.
13
L. Lame Uran, Sejarah Perkembangan Misi Flores Dioses Agung Ende, hlm.23.
17
memikul salib kayu besar peristiwa ini menjadi awal munculnnya tradisi
Semana Santa.14
Salah satu tradisi keagamaan yang diwariskan oleh Portugis hingga
kini adalah perarakan Patung Tuan Ma ( Sang Reinha Rosari) dengan suasan
duka cita mengelilingi kota Larantuka yang dilaksanakan pda Pekan Suci
Jumat Agung. Bagi orang Larantuka, prosesi Jumat Agung adalah prosesi
mengarak Patung Tuan Ma yang berduka mengantar Jenazah (dalam bentuk
patung) Yesus ke pemakaman. Sepanjang jalan para anggota ikatan
persaudaraan gereja menyanyikan lagu-lagu pujian dalam bahasa Portugis.15
b. Misi Portugis di Solor
Dalam usaha mencari negeri penghasil rempah-rempah pada peralihan
abad ke-15 dan abad ke-16, kapal-kapal dagang Portugis sampai di kepulauan
Nusa Tenggara. Di dalam kapal-kapal itu membawa juga misionaris-
misionaris Katolik yang dengan dukungan resmi Raja Portugal untuk
mewartakan Katolik di tempata tujuan dimana kapal-kapal itu singgah.16
Tahun 1556 Pater Antonio Taveira,OP, telah membaptis 5000 orang di
Pulau Timor dan sebagian di Flores Timur. Baru pada tahun 1561 usaha misi
di wilayah ini mulai ditangani lebih serius olh misionaris-misonaris Ordo
14
L. Lame Uran, Sejarah Perkembangan Misi Flores Dioses Agung Ende, hlm. 55. 15
Felix Fernandes dan Johan S. Tukan, Ziarah Iman Bersama Ibu Maria berduka Cita
Semana Santa di Larantuka, Jakarta: Yayasan Putera-puteri Maria, hlm. 3-5. 16
Frans Cornelissen, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid I: Penerangan Kantor Wali
Gereja Indonesia.hlm. 367.
18
Diminikan. Maka mulailah apa ynag disebut „Misi Solor‟ di wilayah Nusa
Tenggara Timur, karena Ordo ini megambil pusat kegiatannya di Pulau
Solor.17
Barang dagangan yang sangat diincar oleh para pedagang di Nusa
Tenggara Timur ialah cendana di Pulau Timor. Para pedagang Portugis itu
menemukan sebuah pelabuhan yang aman di Solor, dekat Desa Lohayong saat
ini. Portugis dapat masuk ke daerah Solor dan Timor, ketika Portugis
menundukakan Malaka pada tahun 1511, mereka mengetahui adanya potensi
perdagangan kayu cendana dari banyak pedagang Gujarat, Bengali, dan Arab
di daerah tersebut. Pada tahun 1561, tibalah tiga misionaris Dominikan yang
pertama di Solor, yakni Pater Antonio da Cruz, Pater Simao de Cagas dan
Bruder Alexio. Mereka Tinggal bersama dengan para pedagang Portugis.
Hubungan mereka dengan penduduk setempat sangat baik. Pekerjaan mereka
yang pertama ialah mendirikan rumah tinggal dan gereja. Pewartaan iman
Katolik di Solor oleh para misionaris Portugis ini dilakukan dengan cara yang
khas, yaitu inggal di tengah masyarakat selama satu bulan dan membaptis
masyarakat setempat dengan harapan agar masyarakat yang telah dibaptis
terikat dengan Gereja dan berada dibawah kendali Portugis.18
17
Frans Cornelissen, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid I, Jakarta: Penerangan Kantor
Wali Gereja Indonesia, 1974, hlm. 369. 18
Adolf Heuken, Be My Witness to The Ends of The Earth, Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2002,
hlm. 134.
19
Setelah mengalami serangan dari aramada Kerajaan Islam dari
Lombok, para misonaris itu mempelopori didirikannya benteng pertahanan,
baik bagi orang Portugis maupun bagi penduduk pribumi. Penyerangan-
penyerangan yang dilakukan oleh armada Islam ke kampung Kristen
disebabkan karena orang Islam kalah dalam perdagangan kayu cendana dan
banyak pedagang kelas atas di pesisir Solor yang terpengaruh oleh saudara
mereka di pesisir Jawa yang memeluk agama Islam pada abad ke-16. Orang
Portugis tinggal terpisah dengan pribumi di dalam benteng itu. Kedua
kelompok mempunyai gereja sendiri-sendiri, tetapi meiliki satu sistem
pertahanan bersama.19
Pada awal tahun 1613 sebuah armada kolonial Portugis dengan tujuan
penjarahan dan kolonialisme tidak sengaja singgah di Solor. Apolonius Scotte
yang memimpin armada itu menuntut agar orang Portugis (komunitas Kristen)
yang sudah tinggal selama beberapa tahun di solor menyerahkan benteng
Solor. Tuntutan ini ditolak oleh orang Portugis di Solor. Setelah melakukan
tindakan penyerangan dengan menghabiskan banyak amunisi nya, orang-
orang Portugis di Solor menyerah kepada Scotte pada bulan April tahun 1613.
Setelah itu, orang Portugis di Solor berangkat ke Malaka dan beberapa pergi
ke Larantuka yang pada waktu itu masih dikuasai oleh armada kolonial
Portugis. Kolonialis Portugis ini praktis menguasai Pulau Solor hingga Pulau
19
Frans Corneslissen, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, hlm. 370.
20
Adonara. Demikian berakhirlah perjalanan misi di Solor dan berpindah pusat
misi ke Larantuka.20
c. Misi Portugis di Larantuka
Setelah Solor jatuh, Portugis berusaha bertahan di Larantuka. Tetapi
Kolonialis ternyata tidak lama di Solor. Pada tahun 1619 Pater Michael
Rangel, OP, memperbaiki kembali benteng di Solor, sementara pada saat itu
Larantuka telah berkembang menjadi pusat misi Katolik yang baru. Pada
tanggal 13 Desember 1633, Pater Rangel menulis sebuah laporan ke Portugal
yang antaralain menyatakan : “Masa gemilang agama Kristen sudah kembali
lagi. Kurban misa, perarakan diselenggarakan lagi, stasi-stasi misi didirikan,
pentaubatan orang-orang yang belum mengenal Allah dan penghiburan bagi
kaum beriman kembali seperti dulu.21
Dengan demikian kekusaan Portugis di Larantuka semakin terdesak
oleh para kolonialis, kecuali bagian timur pulau Timor. Pada bulan Desember
1851 Portugis dan Belanda mengadakan kontrak pembagian wilayah
kekuasaan di Nusa Tenggara Timur. Beberapa kali perjanjian ini mengalami
perubahan dan penegasan sampai dengan dibuatnya satu persetujuan pada
20
Frans Cornelissen, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, hlm. 380. 21
Frans Cornelissen, Sejarah Gereka Katolik Indonesia, hlm. 388.
21
tanggal 20 April 1859. Waktu itu ditentukan lagi bahwa Flores lepas dari
pengaruh Portugis dan masuk ke dalam lingkungan jajahan Belanda.22
C. KEADAAN MASYARAKAT SAAT MISI KRISTEN BELANDA
HINGGA SEKARANG
a. Misi Larantuka Oleh Ordo Yesuit dari Belanda
Para misonaris Belanda memulai babak baru sejarah misi Kristen di
Larantuka dengan dua kesulitan utama, yaitu :
Pertama, keterkejutan prasangka dari Raja Larantuka dan kepala-
kepala suku yang sudah Katolik. Mereka berprasangka jangan-jangan
di bawah “ tuan yang baru”, mereka akan dijadikan orang Protestan.
Prasangka itu teratasi dengan sebuah rekomendasi yang dikirim oleh
Pater Gregorio, misionaris Portugis dari Dili. Raja-raja kemudian ikut
membantu perkembangan misi di Flores Timur dan pulau-pulau
sekitarnya.
Kedua, berkenaan dengan kualitas iman umat pada waktu itu. Pastor
L.P.N Sanders, misionaris Belanda pertama di Larantuka melihat
gereja-gereja terbengkalai. Seorang misionaris lain asal Belanda
bernama Pastor Heynen menulis: “Betapa banyak kebiasaan buruk
telah masuk ke dalam hidup mereka. Takhayul tumbuh subur bagaikan
22
Karel Steenbrink, Orang-orang Katolik di Indonseia 1808-1942, Jilid I diterjemahkan oleh
Yosef Maria Florisan, Maumere: Ledalero, 2006, hlm. 131.
22
tanaman liar di lading yang tidak terurus. Animisme dilakukan dengan
leluasa. Mabuk, dengan semua akibat yang tidak mengenal kesusilaan,
balas dendam dan semua kekejaman tidak berperikemanusiaan
merajalela. Memang kita harus berjuang untuk melawan kepicikan dan
kemalasa keagamaan di daerah ini.23
Pastor G. Metz, SJ, yang membuka jalur misi para misionaris Yesuit
Belanda di wilayah Flores Timur, Adonara, dan Solor mulai mengambangkan
pendidikan lewat sekolah, disamping itu beliau mengambangkan bidang
kesehatan dan pertanian. Kemajuan demi kemajuan dicapai, sampai tahun
1875 simbol kekafiran yang terakhir dihapuskan dengan dibubarkannya
rumah adat yang terakhir di wilayah itu. Larantuka berkembang menjadi pusat
misi yang semakin mantap, sementara paroki-paroki di pulau-pulau lain
dihidupkan kembali atau didirikan baru. Dalam usaha-usaha ini Don Lorenzo,
Raja Larantuka memberi andil yang cukup banyak.24
Sekitar tahun 1913 misionaris bergelar SVD ( Societas Verbi Divini )
mulai memasuki sejarah Gereja di Nusa Tenggara. Serikat ini didirikan oleh
Arnold Janssen di kota Steyl, Jerman Barat pada tahun 1875. Pada tahun 1913
juga terbentuk Prefektur Apostolik Nusa Tenggara dengan Mgr. Noyen, SVD
sebagai kepala Prefekturnya. Pada awalnya Timor menjadi pusat Prefektur.
Pada tahun 1914 Flores diambil alih oleh Serikat Sabda Allah dari tangan
23
Karel Steenbrink, Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, Jilid I, hlm. 179. 24
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria, hlm. 18.
23
Yesuit. Kegiatan pastoral di Larantuka pada waktu itu sudah mencatat
kemajuan-kemajuan, antara lain: daerah-daerah sekitar Larantuka yang dahulu
belum beriman menjadi Katolik, sekolah-sekolah berkembang dibanyak
tempat di pelosok-pelosok.25
Pada masa Perang Dunia II, ketika hampir semua misionaris Eropa
diiternir, satu dari dua imam pribumi pertama, Pastor Gabriel Manek, SVD,
ikut melayani umat di wilayah Larantuka. Beliau, kemudian menjadi Vikaris
Apostolik Larantuka, ketika Larantuka dan pulau-pulau sekitar Vikariat
Laranuka.26
b. Larantuka Pasca Kemerdekaan
Jumlah umat semakin bertambah, pada tahun 1950 di Hokeng didirikan
Seminari Menengah, tempat pendidikan para calon imam, menyusul
didirikannya Kongregasi Suster Puteri Reinha Rosari tahun 1958. Kongregasi
Frater dan beberapa kongregasi suster ikut mengambil bagian dalam
pembinaan Gereja di Keuskupan Larantuka. Pada tahun 1961 hierarki Gereja
di Indonesia terbentuk dan Nusa Tenggara menjadi satu Provinsi Gerejawi
tersendiri, Larantuka menjadi pusat dengan Mgr. A. H. Thijssen, SVD sebagai
Uskupnya. Keuskupan Larantuka meneruskan usaha pengembangan
25
Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja, Jilid VIII, Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2005, hlm. 50. 26
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm.19.
24
pendidikan umum dan kejuruan, ekonomi, pembinaan calon imam dan
biarawan-biarawati lokal, serta pengembangan pastoral.27
c. Keadaan Masyarakat Larantuka Saat ini
Kehidupan sosial masyarakat di Larantuka begitu erat dengan
hubungan persaudaraan dan solidaritas juga rasa memiliki yang sangat nyata
dalam praktek keseharian. Kebersamaan itu terlihat jelas dalam menghadapi
berbagai persoalan. Satu kebiasaan yang masih dipertahankan oleh
masyarakat Larantuka untuk meringankan beban orang yang mengadakan
pesta adalah dengan menyumbangkan beras dan uang. Jumlah uang tidak
ditentukan, tetapi sesuai dengan kemampuan. Selain sumbangan berupa
materi, mereka juga meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk membantu
sesame warga disekitarnya.28
Kebudayaan lokal Flores Timur telah mengalami perubahan sebagai
akibat dari adanya pertemuan dengan kebudayaan dari luar. Pertemuan ini
telah menyebabkan terjadinya perubahan nilai di dalam masyarakat. Orang-
orang Larantuka tidak biasa mempertahankan budaya asli karena pada intinya
kebudayaan bukan hanya suatu keadaan tetapi proses yang telah terjadi. Hal
27
Alex Beding, Mgr. Gabriel Manek, SVD: Uskup, Pendiri Tarekat Reinha Rosari,
Larantuka: Tarekat Reinha Rosari, 2000, hlm. 47. 28
Darius Nggawa, Menyingkap Jurus-jurus Penggembalaan di Keuskupan Larantuka,
Sekretariat Pastoral Keuskupan Larantuka, 2004, hlm. 53.
25
ini berarti bahwa dengan sendirinya kebudayaan itu berkembang dan
berubah.29
Mayoritas orang Larantuka menganut Katolik, tetapi ada juga yang
menganut Islam dan Protestan. Berdasarkan data dari Kantor Kemenag
Wilayah Flores Timur pada tahun 2007, jumlah umat Katolik sebesar 184.942
jiwa, Protestan 1.804 jiwa, dan Islam 46.439 jiwa. Walaupun dalam wilayah
ini ada beberapa agama yang dianut oleh masayarakat, tetapi kerukunan dan
toleransi beragama tetap terjalin. Setiap agama dapat melaksanakan kegiatan
keagamaan dengan bebas dan aman, tanpa ada gangguan dari umat lain.30
Seiring perkembangan zaman terjadi perubahan penghayatan iman.
Misalnya, perubahan sikap-sikap liturgis, para orang tua masih terlihat
bersikap sopan ketika masuk gedung gereja. mereka berlutut sambil membuat
tanda salib, tetapi para anak muda hanya sekedar langsung masuk kedalam
gedung gereja dan langsung ketempat duduk masing-masing. Walaupun
terjadi perubahan penghayatan iman, semua umat tetap aktif mengahayati
iman mereka dalam merayakan jamuan suci dan mengikuti kegiatan-kegiatan
di lingkungan, antara lain, melaksanakan Doa-doa Rosario pada bulan Mei
dan Oktober dan mengadakan diskusi Kitab Suci setiap seminggu sekali pada
bulan September.
29
Yosef Gowing, Membangun Umat Basis, Larantuka: Sekretariat Pastoral Larantuka, 1999,
hlm. 33. 30
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria, Jakarta: STF Driyarkara,
2010, hlm. 10.
26
BAB III
PRAKTEK DEVOSI PATUNG TUAN MA ( PROSESI SEMANA SANTA)
A. SEJARAH SEMANA SANTA
Perihal awal munculnya tradisi Seman Santa, ada berbagai macam cerita
yang beredar. Namun dari sekian sumber, satu yang pasti, bahwa tradisi ini
mulai hidup saat Patung Tuan Ma ditemukan di Pantai Larantuka pada sekitar
tahun 1510. Patung itu diduga terdampar saat kapal Portugis menuju perairan
Flores Timur. Saat ituada seorang anak perempuan dari Suku Resiona melihat
patung kayu berupa seorang perempuan, patung itu kemudian dibawa pulang
untuk diserah kepada neneknya, saat itu masyarakat masih dalam kepercayaan
animism dan dinamisme lalu menganggap patung itu sebagai benda „benda
keramat‟. Lalu patung keramat ini ditahtakan di korke (rumah adat) kemudian
diberi ritual penghormatan khusus.
Hikayat lain menyebut, ada seorang pemuda dari suku Resiona melihat
seorang dewi yang berjalan ditepi pantai, pemuda itu bertanya kepada sang
dewi namun sang dewi menjawab dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh
pemuda itu. Pemuda itu kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada tetua
suku, setelah kemabali ke pantai, sang dewi pun sudah berubah menjadi
patung. Di dekat patung itu tertulis di pasir yang tidak dipahami, baru
kemudian ketika Misionaris Katolik Portugis mendapatkan arti simbol tulisan
tersebut yang artinya adalah Santa Maria Reinha Rosari (Ratu Suci Maria).
27
Raja Larantuka saat itu Raja Don Gaspar II melakukan ritual penghormatan
khusus bagi sang patung baik ketika sebelum perang, perayaan syukur hasil
tani yang dilakukan orang-orang Lamaholot (sebuah desa sentral di
Larantuka), dan penyembahan keagamaan yang hingga kini dilestarikan
melalui budaya devosi. Masyarakat Larantuka menyebutnya sebagai Tuan
Ma, secara harfiah Tuan Ma berarti tuan dan mama. Menurut Raja Larantuka
Don Gaspar II, Patung Tuan Ma merupakan sebuah pemberian Sang Pencipta
untuk melindungi orang-orang Larantuka.31
B. WAKTU DAN TEMPAT-TEMPAT PROSESI SEMANA SANTA
Pada pelaksanaan prosesi Devosi Semana Santa di Larantuka, tidak
terlepas dari kegiatan Pra-Paskah yang ada dalam tradisi Gereja Katolik.
mulai dari Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, hingga malam Paskah
menjelang hari Sabtu Alleluya. Namun, secara khusus pada kegiatan
devosional Patung Tuan Ma, hanya tiga hari penting pada urutan masa Pra-
Paskah, yaitu Kamis Putih, Jumat Agung yang menjadi puncak Devosi Patung
Tuan Ma dan Sabtu Alleluya.
Berikut ini adalah ketiga hari devosional masa Pra-Paskah di Larantuka :
a. Kamis Putih
Kamis Putih adalah hari untuk mengenang Yesus dalam perjamuan
terakhir. Pada hari ini, Yesus mengadakan perjaman terakhir dalam hidup-
31
https://bbc.com/bbc-news-indonesia/Tradisi-Paskah-Semana-Santa-di-Larantuka-dan-
Hikayat-Tuan-Ma. Diakses pada 4 September 2019.
28
Nya, hari Kamis Putih juga disebut sebagai hari suci, karena pada hari ini
Yesus memberikan wasiyat kepada para murid-Nya.
Hari ini merupakan misteri cinta kasih Allah yang sangat menakubkan dan
tak terlampaui. Dalam hai Kamis Putih umat diajarkan tentang bagaimana
implementasi cinta kasih yang sangat berharga kepada seluruh umat manusia,
dari hari ini jugalah Yesus memberikan teladan kepada para muridnya agar
mau melakukan apa yang telah Yesus lakukan.32
Makna yang tersirat dari Kamis Putih adalah melakukan perjamuan yang
disebut sebagai perjamuan Tuhan, bagaimana perayaan ini dilakukan pada
malam sebelum Yesus menderita sengsara dari seluruh sabda Yesus yang
menunjukkan makna. Perjamuan ini menandakan tentang kematian-Nya atau
penyerahan diri-Nya pada salib demi keselamatan umat. Hari ini menjelaskan
bagaimana umat diajak untuk mengenang kembali pemakluman “perintah
baru”, yaitu “hukum cinta kasih”, yang menjadi hukum tertinggi dalam
Kristen. “Perintah baru” itu diberikanoleh Yesus tidak hanya dengan
pernyataan lisan, melainkan dengan tindakan yang nyata.
Yesus meminta umat agar melakukan teladan-Nya, yaitu saling melayani
dan mengasihi. Adapun syaratnya ialah hanya satu, yaitu umat bersedia
mengosongkan diri dengan meninggalkan egoisme,rasa angkuh, sombong,
kebencian dan dendam yang dimiliki dalam diri masing-masing. Umat
32
Ginanjar, Makna Teologis Upacara Masa Pra-Paskah Dalam Gereja Katolik, Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, hlm. 69.
29
dianjurkan untuk mengosongkan hati dan ketersinggungan, sakit hati,
kemarahan, kebencian dan dendam terhadap sesama. Maka renungan dan doa
pribadi sangat dianjurkan dalam upacara Kamis Putih.33
b. Jumat Agung
Hari Jumat adalah hari sebagai perenungan, pengenangan, atau peringatan
atas wafatnya Yesus Kristus. Jumat Agung biasanya dirayakan pada siang
hari, ini menandakan sengsara kematian Yesus bertepatan dengan waktu
kematian Yesus di kayu salib yakni pukul tiga sore. Salib merupakan tempat
dimana Yesus tergantung sebagai tanda keselamatan bagi dunia. Melalui salib
inilah karya keselamatan Allah dijalani oleh Yesus dengan penderitaan,
namun Dia menjalaninya dengan rela. Penderitaan ini adalah tanda cinta Allah
yang sangat tinggi. Yesus yang menjadi manusia, hidup diantara umat dan
akhirnya wafat sebagai manusia. Puasa dianjurkan pada hari Jumat Agung
karena umat diajak utuk ikut serta dalam penderitaan Yesus disalib.
Makna dari Jumat Agung adalah dengan tujuan mengajak umat untuk
sadar bahwa penderitaan adalah bagian dalam kehidupan manusia. Dalam
panggilan hidupnya sebagai apapun, penderitaan tidak akan hilang, maka dari
itu umat diajak oleh Yesus untuk melihat penderitaan sebagi bagian dalam
karya Allah. Makna lain dari Jumat Agung adalah peghormatan Kayu Salib,
dalam upacara ini umat yang hadir dianjurkan untuk mencium Kayu Salib.
33
Ginanjar, Makna Teologis Upacara Masa Pra-Paskah dalam Gereja Katolik, hlm. 73.
30
Bagaimana umat diajak bersyukur atas kerelaan Yesus menanggung sengsara
kematian-Nya, demi membela umat ynag dikasihi-Nya.34
c. Sabtu Alleluya
Hari Sabtu Alleluya adalah hari dimana Malam Paskah dilaksanakan,
yaitu malam dimana penantian Tuhan yang akan datang. Malam ini dilakukan
dengan liturgi yang meriah untuk memperingati kebangkitan Yesus Kristus
dari antara orang mati. Perayaan dilakukan pada waktu terbenamnya matahari
pada hari Sabtu Suci dan sebelum matahari terbit pada hari Minggu Paskah.
Di dalam perayaan malam Paskah ada empat bagian :
1. Upacara Cahaya
2. Liturgi Sabda
3. Liturgi Baptis
4. Perayaan Ekaristi, dengan seruan Alleluya yang meriah.
Alleluya berasal dari bahasa ibrani, halleluya artinya pujilah. Dalam
Perjanjian Lama sering dipakai pada awal dan akhir Mazmur misalnya pada
Mazmur pasal 104, 111, dan 113. Selama masa Pra-Paskah seruan Alleluya
tidak diucapkan karena memeperingati sengsara Yesus Kristus, maka setelah
dibangkitkan, umat memuji kebesaran Tuhan yang telah membangkitkan
Putera-Nya.35
34
Ginanjar, Makna Teologis Upacara Masa Pra-Paskah dalam Gereja Katolik, hlm. 83-84. 35
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 49.
31
Pada ketiga hari itu, prosesi Devosi Patung Tuan Ma dilakukan pada
puncaknya apda Hari Jumat Agung mulai pagi hari hingga tengah malam.
Kegiatan itu dilakukan pada delapan temapat pemberhentian atau disebut juga
Armida, ada delapan Armida pada kegiatan devosi Semana Santa ini.
Delapan armida yang disiapkan oleh umat, adalah:
1. Armida Misecordiae
2. Armida Tuan Meninu (Yesus saat Anak-anak)
3. Armida Balela
4. Armida Tuan Trewa (Tuan Terbelenggu)
5. Armida Pante Kebis
6. Armida Pondok Sirih
7. Armida Kuce
8. Armida Tuan Ana (Yesus)
C. PELAKSANA DEVOSI PATUNG TUAN MA
Pelaksanaan Devosi Patung Tuan Ma (Semana Santa) melibatkan
banyak orang, baik itu umat katolik, Pengurus Gereja, peziarah, hingga
Konfreria36
. Pada prakteknya kegiatan devosi ini diatur dengan baik oleh
Konfreria Rosari di Larantuka. Konfreria Rosari Larantuka didirikan oleh
Pater Lukas da Cruz pada tahun 1564. Konfreria ini di Larantuka memiliki
peranan besar bagi perkembangan gereja di Flores Timur. Jasa besar konfreria
36
Konfreria adalah sebuah organisasi yang dibentuk oleh misionaris Portugis untuk
memelihara agama Katolik agar tetap terjaga dalam situasi sulit khususnya di Larantuka.
32
yakni mempertahankan iman Katolik pada masa-masa sulit dan dimana Flores
hanya sesekali dikunjungi Imam dari Dili selama abad ke-18.37
Tujuan dan fungsi Konfreria selain dari menjadi pelaksana Devosi
Patung Tuan Ma (Seman Santa), adalah sebagai sebagai penyambut pewartaan
Katolik di Larantuka. Ada dua tugas Konfreria Rosari Larantuka, yaitu :
1. Tugas Pengudusan Diri
Orang Kristiani awam di Larantuka telah mengerahkan seluruh tenaganya
untuk menjalani hidup yang kudus, teguh mempertahaka iman dan berusaha
untuk menunjukan perkembangan Gereja. Para anggota konfreria menyadari
bahwa sebagai seorang murid Kristus yaitu berusaha untuk hidup sesuai
dengan teladang Sang Guru, walaupaun ada kelalaian.
2. Melakuakan Pembacaan Inji, Membaca Doa Rosario, Mengikuti
kebaktian-kebaktian
Anggota serikat konfreria yang secara resmi telah diterima, harus setia
dan memberikan kesaksian hidup yang baik, antara lain dengan rajin berdoa
dan aktif dalam kegiatan-kegitan, baik gereja maupun di lingkungan,
khususnya pada Pekan Suci Semana Santa. Anggota serikat konfreria, selalu
aktif dalam pendalaman dan sharing Kitab Suci di kelompok basis dalam
lingkungan. Pada bulan Mei dan Oktober, sesuai dengan ketetapan Gereja,
diadakanlah penghormatan khusus kepada Bunda Maria, salah satunya Patung
37
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 20.
33
Tuan Ma. Selama bulan Mei dan Oktober, biasanya mereka berkumpul untuk
berdoa Rosario di basis-basis, yang dilakukan secara bergantian dari rumah ke
rumah.38
D. PROSESI DAN MAKNA PERIBADATAN SEMANA SANTA
Bentuk-bentuk praktek iman yang biasa dijalankan oleh umat Katolik di
Larantuka adalah menjalankan tradisi yang sudah ada yakni merayakan Pekan
Suci Semana Santa, mendaraskan doa-doa litany Santa Perawan Maria
terhadap wujud yang terwakili oleh Patung Tuan Ma, doa Angelus pada jam-
jam tertentu dan berziarah ke gua-gua Maria yang ada di Larantuka. Hal inilah
yang menyebabkan umat Katolik di Larantuka sangat mengagumi Allah dan
Yesus dalam diri Bunda Maria.39
Pekan suci ini adalah pekan terakhir dalam masa puasa untuk mengenang
duka cita sejarah kewafatan Yesus, di sebut pekan suci karena dalam sepekan
ini umat Katolik memperingati sengsara, wafat serta merayakan kebangkitan
Kristus. Secara tradisional, hari Senin dan Selasa umat Katolik di Larantuka
menjalankan kegiatan mereka masing-masing. Pada hari Rabu pagi, umat
Katolik berkumpul di Kapel Tuan Trewa ( Tuan Terbelenggu) dalam istilah
lain di sebut juga Rabu Trewa, untuk berdoa dan merenungkan sengsara
38
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 21. 39
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 41.
34
Tuhan dan pada pukul 18:00 ada Lamentasi40
di Katedral. Puncak perayaan
iman yang dirayakan setiap tahun dimulai pada hari Kamis Putih, Jumat
Agung, Sabtu Alleluya, dan Minggu Paskah.
a. Kamis Putih
Kamis Putih adalah hari pertama Tri Hari Suci dalam Perayaan Semana
Santa dan merupakan peringatan akan Perjamuan Terakhir Yesus bersama
keduabelas Rasul-Nya, Yesus menghadiahkan Sakramen41
Ekaristi Gereja-
Nya dan Misa Krisma42
. Warna liturgi pada hari Kamis adalah Putih. Warna
Putih melambangkan kegembiraan, kemurnian, dan kemuliaan.43
Di pagi hari ada misa Misa Krisma di Katedral , pada saat itu uskup
memberkati minyak yang akan digunakan dalam pemberian Sakramen
Pembaptisan, Krisma, Pengurapan orang sakit dan Pentahbisan. Misa Krisma
ini mengungkapkan persatuan seluruh imam, pada hari ini Kristus menyuruh
para Rasul: “lakukanlah ini untuk mengenang Aku”. Maka, para imam yang
hadir memperbarui janji imamat yang pernah mereka ucapkan pada hari
tahbisan Misa Krisma yang terlaksana di Larantuka, kadang tidak dirayakan
40
Lamentasi berasal dari bahasa latin, Lamentatio yang berarti ratapan. Suatu bentuk ibadat
sabda yang berasal dan diambil dari kitab Yeremia 41
Sakramen berasal dari bahasa latin, sacramentium yang berarti tanda. Sakramen merupakan
tanda dan sarana yang mengungkapkan iman dan menguatkan iman, mempersembahkan penghormatan
kepada Allah serta penyucian manusia. 42
Misa Krisma adalah misa yang dalam pelaksanaannya melakukan prosesi pengurapan
minyak dari campuran zaitun dan balsam. 43
Suryanugraha, Rupa dan Citra: Aneka Simbol dalam Misa, Bandung: Sang Kris, 2004,
hlm.79.
35
pada hari Kamis pagi tetapi serinng dilaksanakan pada hari Rabu, karena ada
paroki yang jauh.44
Pada sore hari, Pastor bersama umat merayakan Ekaristi di paroki masing-
masing. Sesudah homili, dengan mengikuti teladan Kristus, selebran utama
membasuh kaki duabelas wakil umat. Setelah itu dilanjutkan dengan liturgy
Ekaristi sampai selesai. Untuk menyimpan Sakramen Kudus, haruslah
disediakan tempat yang dihiasi, sehingga diakhir perayaan diarak menuju
tempat yang telah dihiasi itu. Setelah itu dilanjutkan dengan adorasi Sakramen
Kudus oleh berbagai kelompok umat sampai tengah malam.45
Secara tradisional, pada hari Kamis Putih sesudah Perayaan Ekaristi pagi
hari, orang Katolik di Larantuka mempersiapkan segala sesuatu untuk prosesi
hari Jumat Agung. Antara lain: membuat pagar bambu (turo) di sisi kiri dan
kanan jalan raya sepanjang jalan yang akan dilewati prosesi. Diatas pagar
bambu itu dipasang lilin yang akan menyala sepanjang malam saat prosesi,
pembuatan armida (tempat perhentian)46
, Patung Tuan Ma atau disebut juga
Patung Maria Dolorosa (Patung Maria Berduka) dibersihkan dan dimandikan
oleh petugas Konfreria.(Konfreria adalah sebuah organisasi yang dibentuk
oleh misionaris Portugis untuk memelihara agama Katolik agar tetap terjaga
dalam situasi sulit di Larantuka) setelah itu Patung Tuan Ma dilengkapi
44
Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja, Jilid VIII, Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2005, hlm. 14. 45
Fulgentius Siki, Pedoman Pekan Suci: Konggregasi Ibadat Tentang Persiapan dan
Perayaan Paskah, Malang: Dioma, 1989, hlm. 16. 46
Dalam tradisi Gereja, ada 14 stasi Jalan Salib, tetapi dalam tradisi Jalan Salib orang Katolik
di Larantuka pada prosesi Jumat Agung hanya ada 8 stasi.
36
dengan busana perkabungan berwarna biru tua. Selanjutnya, diberikan
kesempatan kepada umat untuk berdoa dan menyampaikan permohonan
khusus kepada Tuhan melalui Bunda Maria, umat Katolik yakin, Bunda Maria
akan mengahantar doa dan permohonan nereka kepada Yesus (Per Mariam ad
Yesum).47
Seperti tradisi Gereja Katolik pada umumnya, pada Kamis Putih malam,
di Gereja Reinha Rosari diadakan perayaan pembasuhan kaki 12 Rasul yang
dilanjutkan dengan adorasi, doa bergilir di depan Sakramen Kudus, berdoa di
depan Patung Tuan Ma di Kapela Tuan Ma dan melakukan penghormatan
kepada Tuan Ana (Patung Yesus) di Kapela Tuan Ana. Yang unik, pada tahap
ini disiapkan secara sukarela untuk melakukan promesa yang dinamakan
Lakademu. Tugas Lakademu hanya dari Gereja Reinha Rosari sampai ke
Kapel Tuan Ana selama prosesi Jumat Agung. Para Lakademu ini memeriksa
rute perjalanan dan mengecek kesiapan armida-armida. Perjalanan Lakademu
ini disebut jalan Kure. Para Lakademu berjalan bergandengan tangan
sepanjang rute prosesi dan berhenti dan berhenti di tiap armida untuk
memeriksa keamanan dan keadaan di delapan armida.48
47
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 43. 48
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 44.
37
Selain itu ada benda-benda peninggalan Portugis berupa perlengkapan
sengsara Kristus yang dibersihkan adalah tombak, cemeti, mahkota duri, salib,
paku dan ayam jantan yang mengingatkan terjadinya penyangkalan Petrus.49
b. Jumat Agung
Hari Jumat dalam Pekan Suci disebut Jumat Agung karena pada hari ini
Gereja mengenang sengsara dan wafat Tuhan Yesus di salib demi penebusan
seluruh umat manusia. Pada hari ini orang Katolik wajib berpuasa dan
berpantang makan daging. Sore hari diadakan upacara khusus untuk
memperingati sengsara Yesus. Upacara ini meliputi tiga bagian pokok:
1. Liturgi Sabda, puncak pada bacaan dan nyanyian „Kisah Sengsara
karangan Yohanes‟ yang disusul doa umat meriah.
2. Penghormatan Salib
3. Komuni Suci dengan pembagian Roti Host yang sudah
dikonsekrasikan dalam perayaan Ekaristi pada Kamis Putih sore.
Warna liturgi Jumat Agung adalah merah. Warna merah melambangkan
cinta, pengorbanan, kekuatan dan api ilahi (Keluaran. 3:2).50
Prosesi devosi Tuan Ma pada hari Jumat Agung merupakan salah satu
tradisi keagamaan umat Katolik di Larantuka, inilah puncak devosi
peninggalan para misionaris Portugis pada abad ke-16. Pada hari Jumat
49
Felix Fernandes dan J.B.Tukan, Ziarah Iman bersama Ibu Maria Berduka CIta Semana
Santa, Jakarta: Benza Noia, 1997, hlm. 30. 50
Suryanugraha, Rupa dan Citra: Aneka Simbol dalam Misa, hlm.79.
38
Agung suasana di Larantuka sunyi sepi bagaikan tidak berpenghuni. Semua
umat menjalankan kegiatan keagamaan dalam suasana tenang dan mengikuti
semua acara sepanjang hari Jumat dengan khidmat. Adapun kegiatan yang
dilakukan oleh umat Katolik di Larantuka adalah pada pagi hari sekitar pukul
10:00 ada prosesi laut, Tuan Meninu diarak dari Kota Sauk ke Armida Tuan
Meninu melalui laut. Dalam perarakkan itu banyak perahu yang mengiringi
perahu yang membawa Tuan Meninu dan berakhir di depan istana raja
Larantuka dan selanjutnya diarak menuju armida Tuan Meninu. Patung Tuan
Ma diarak menuju Katedral Reinha Rosari, perarakkan itu berlangsung kurang
lebih dua jam.51
Umat yang tidak mengikuti prosesi laut, mereka sudah menanti di depan
istana Raja Larantuka. Setelah kotak yang berisi Salib Tuan Meninu
diturunkan dari perahu, langsung bersama umat berarak menuju armida
Balela. Adapun urutan perarakkan yaitu: Anggota konfreria berkumpul, Tuan
Meninu yang dijunjung oleh petugas dan di tudungi paying oleh umat
kemudian perarakkan diiringi dengan doa dan nyanyian dalam bahasa
Portugis dan bahasa Indonesia.52
Sebelum prosesi Tuan Ma dan Tuan Ana megelilingi kota Larantuka,
terlebih dahulu umat diajak untuk pergi ke tempat pemakaman umum yang
tidak jauh dari Katedral Reinha Rosari untuk mendoakan umat beriman yang
51
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 45. 52
Felix Fernandes dan J.B.Tukan, Ziarah Iman Semana Santa, hlm. 36.
39
telah meninggal. Ritual ini sebagai simbol bahwa Yesus Kristus, Sang Terang
bangkit bersama orang-orang beriman yang telah meninggal. Sementara umat
berdoa, empat Lakademu berjalan mengelilingi pekuburan dan kembali ke
Katedral. Setelah itu umat yang hadir disiapkan agar prosesi dapat dimulai.53
Pukul 15:00 umat memperingati peristiwa wafat-Nya dengan mengarak
patung Tuan Ma dan Tuan Ana ke Katedral Reinha Rosari. Adapun urutan
perarakkan sebagai berikut: diawali dengan pemukulan gendering (genda do),
anggota konfreria berkumpul membawa salib dan lilin, mengarak Patung
Tuan Ma, mengarak Patung Tuan Ana dan para petugas yang membawa
simbol-simbol penghinaan terhadap Tuhan Yesus, antara lain: Palu dan Paku,
30 keping perak, mahkota duri, tongkat, bunga karang, lembing. Perarakkan
itu diiringi dengan doa dan nyanyian.54
Prosesi dimulai dan diakhiri di Katedral. Proses inilah yang ditunggu-
tunggu oleh umat Katolik di Larantuka maupun peziarah yang datang dari
berbagai daerah. Panjang rute prosesi mencapai lima kilometer. Doa
pembukaan oleh Bapak Uskup, setelah itu, seorang wanita maju ke altar
menunjukkan gulungan lukisan wajah Yesus yang sengsara sambil
meyanyikan sebuah lagu Ratapan (Rat, 1:12).55
Setelah itu prosesi dimulai. Sepanjang jalan prosesi doa dan nyanyian
dipandu oleh anggota konfreria. Para petugas mengatur dan memberi
53
Felix Fernandes dan J.B.Tukan, Ziarah Iman Semana Santa, hlm. 31. 54
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria, hlm. 46. 55
Felix Fernandes dan J.B.Tukan, Ziarah Iman Semana Santa, hlm. 39.
40
pengumuman. Urutan perarakkan sebagai berikut: para pemukul gendering
berbaris, diikuti panji konfreria kemudian anak-anak membawa simbol-simbol
penghinaan kepada Yesus, biarawan-biarawati mendampingin Patung Tuan
Ma, diikuti oleh empat Lakademu yang membawa Patung Tuan Ana, lalu
yang terakhir diikuti oleh umat dan peziarah. Semua orang memegang lilin
pada malam Jumat Agung sepanjang jalannya prosesi. Seketika malam itu
Larantuka menjadi lautan cahaya lilin dengan suasna khidmat perkabungan.
Berikut ini kegiatan devosional Jalan Salib di delapan armida di
Larantuka, yaitu sebagai berikut:
1. Armida Misecordiae. Di armida ini, bacaan injil, doa-doa dan nyanyian
dilantunkan dalam rangka peringatan akan kedatangan Yesus.
2. Armida Tuan Meninu. Di armida ini, umat diajak untuk mensyukuri kasih
Allah, dimana Allah memenuhi janji-Nya dengan mengurtus Putra-Nya ke
dunia.
3. Armida Balela. Di sini, umat diajak untuk meneladani Yesus yang setia
melaksanakan tugas perutusan-Nya.
4. Armida Tuan Trewa. Di armida ini, uamt diajak untuk merenungkan sikap
dan teladan Yesus yang rela berkorban untuk menebus manusia dari
perlakuan dosa.
41
5. Armida Pante Kebis. Disini umat diajak untuk merenungkan kesetiaan dan
ketabahan Bunda Maria dalam mengikuti Yesus dari rumah Pilatus sampai
puncak Kalvari.
6. Armida Pohon Sirih. Umat diajak merenungkan cinta dan ketaatan Yesus
kepada kehendak Allah dengan mengorbankan diri-Nya di kayu salib.
7. Armida Kuce. Di armida ini sekali lagi umat diajak untuk merenungkan
penderitaan Yesus di kayu salib.
8. Armida Tuan Ana. Di armida ini umat diajak merenungkan Yesus
diturunkan di kayu salib dan dimakamkan.56
Urutan armida ini adalah sebagai bentuk gambaran seluruh kehidupan
Yesus dari kelahiran sampai kewafatan Yesus di salib. Disetiap armida ada
bacaan injil yang disesuaikan dengan tema renungan, setelah itu doa oleh
umat dan berkat salib dengan berlutut dan melantunkan lagu syukur, begitu
seterusnya di setiap armida dilakukan hingga prosesi selesai. Acara prosesi
ditutup di Katedral. Ketika tiba di halaman katedral, sudah ada dua petugas
yang berdiri disamping kiri dan kanan pintu gereja untuk menerima sisa-sisa
lilin dari peserta prosesi. Sisa lilin yang terkumpul akan diserahkan kepada
Konfreria yang selanjutnya diserahkan kepada petugas kapel untuk dibuatkan
lilin baru dan digunakan sepanjang tahun.
56
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, hlm. 47-48.
42
c. Sabtu Alleluya
Kegiatan yang dilakukan oleh umat Katolik di Larantuka pada hari Sabtu
Alleluya adalah bersama dengan anggota Konfreria menghantar patung Tuan
Man dan Tuan Ana dari Katedral ke kapelnya masing-masing. Tuan Ana dan
simbol-simbol penghinaan di arak menuju kapel Tuan Ana di Lohayong dan
patung Tuan Ma diarak menuju kapel Tuan Ma di Pante Kebis. Setelah tiba di
kapel, patung Tuan Ma ditahtakan dan memeberi kesempatan untuk umat
untuk berdoa, selanjutnya disimpan.
Pada hari Sabtu Alleluya, para peziarah yang datang dari kota lain, sudah
meninggalkan Larantuka, tetapi masih ada peziarah yang ada di Larantuka
sampai hari senin. Pada Sabtu pagi, para peziarah diberi kesempatan untuk
mengunjungi kapel Tuan Ma, Tuan Ana, Tuan Trewa untuk berdoa dan
mempelajari sejarah hadirnya patung-patung itu di Larantuka. Perayaan
Ekaristi di malam paskah dilaksanakan paroki masing-masing, suasana
perayaan Ekaristi kembali diwarnai dengan kegembiraan karena umat percaya
bahwa Kristus sudah dibangkitkan.57
57
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka kepada Bunda Maria, Jakarta: STF Driyarkara,
2010, hlm. 50.
43
BAB IV
NILAI KESAKRALAN DEVOSI PATUNG TUAN MA
A. PENGERTIAN DAN MAKNA SAKRAL
Pemaknaan istilah sakral banyak dikenal dalam kajian studi agama, baik
terhadap Tuhan, ibadah, hingga upacara ritual maupun sesuatu yang berbau
keduniaan dan mengarah pada kegiatan-kegiatan sehari-hari tanpa kita sadari,
seperti melakukan bantuan terhadap orang lain, kegiatan jual beli dsb. Dalam
prosesnya kedua hal yang berbeda pada makna sakral terkadang mengalami
tumpang tindih, artinya yang sacral seringkali memposisikan sebagai yang profan,
sebaliknya yang profan berubah menjadi sakral hingga pada pengertian yang
berhubungan dengan Tuhan dianggap sakral karena dipandang tiada kebenaran
apapun selain dari Tuhan.58
Sakralisasi pada benda-benda yang terjadi pada masyarakat dahulu
mengingatkan kita pada kedua aspek agama dan sosial yang merujuk pada konsep
sakral itu sendiri menurut Mircea Aliade (1956)59
dalam bukunya The Sacred and
the Profane dan aspek pengaruh sosial menurut Emile Durkheim (1912) dalam
bukunya The Elementary form of The Religious Life. Kedua tokoh ini telah
58
Maimun Nawawi, BAHASA DAN HEGEMONI KEKUASAAN (Analisis Hsitoris-Sosiologis
Tentang Sakralitas Bahasa Al-Quran) Jurnal OKARA,Vol.II Tahun 7, November 2012. Hlm 166 59
Mircea Eliade adalah Filsuf besar abad 20 asal Rumania sekaligus Teolog dan juga Profesor
Ahli Sejarah Agama dan Filsafat Agama dari Universitas Chicago. Dia lahir di Bucharest pada 9 Maret
1907 dan meninggal di Chicago pada 22 April 1986. Karya agung nya salah satunya adalah buku The
Encyclopedia of Religion pada tahun 1986 yang menjadi referensi beberapa Kampus kajian keagamaan
di berbagai belahan dunia.
44
memberi pendefinisian dengan jelas tentang sesuatu yang sakral untuk aspek
tersebut. Dari sudut pandang Eliade, hal-hal yang sakral merupakan sesuatu yang
supernatural ,luar biasa , dan menngagumkan dan penting. Sebaliknya, hal-hal
yang profan merupakan ha-hal yang biasa, termasuk dalam urusan sehari-hari,
tidak sengaja, dan pada umumnya kurang penting. Hal-hal yang berkaitan soal
sakral adalah hal yang memiliki arti keteraturan, kesempurnaan, kharisma,
berkaitan dengan para leluhur, pahlawan, dewa, hingga sesuatu yang ghaib,
sedangkan hal yang profan merupakan urusan manusia yang dapat berubah, bisa
menjadi kacau jika dipengaruhi. Eliade juga berpendapat bahwa yang sakral
adalah sesuatu yang bukan sosial tetapi sesuatu yang merupakan supernatural,
diluar duniawi, suci dan terkadang abadi. Hal ini merupakan realitas yang benar-
benar nyata dan manifestasinya berbeda dengan yang profan. 60
Adapun menurut Durkheim, sakral adalah sesuatu yang lahir dalam proses
sosial dan memiliki arti pada elemen-elemen sosial juga pengaruhnya langsung
pada klan/komunitas, sedangkan yang profan adalah suatu hal yang sifatnya
individu memiliki nilai yang sifatnya privat. Simbol dan ritual yang sakral tampak
memiliki nilai supranatural 61 sebagai wujud yang terlihat luarnya saja, karena
tujuan simbol hanya sekedar membuat sadar orang akan tugas sosialnya sebagai
bagian dari klan/komunitas atau bagian dari masyarakat. Oleh karena itu
60
Ketut Darmana, Sakralitas BarongUsing dalam Kehidupan Masyarakat Using Kemiren
Banyuwangi, Jurnal FSB UNUD 2017.hlm 4. 61
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion , Terj. Inyiak Ridwan Munzir,dkk. (Yogyakarta:
IRCisoD, 2012) hlm. 144.
45
Durkheim mendefinisikan yang sakral sebagai hal-hal yang dilindungi dan
diisolasi oleh aturan-aturan, adapun yang profan merupakan hal-hal tempat
aturan-aturan tersebut dilakukan dan harus terus dibiarkan berjarak dari yang
sakral. Sehingga muncul kesimpulan bahwa yang sakral memiliki sifat sosial.
Apabila merujuk pada pandangan Eliade, maka argumentasi teoritis
terhadap fenomena sakralitas Patung Tuan Ma adalah bahwa keberadaan Patung
Tuan Ma sendiri berasal dari perwujudan Bunda Maria yang suci, karena simbol
patung berwujud perempuan memiliki makna manifesto dari sesuatu yang
supranatural , agung, dahsyat dan luar biasa yaitu dari sosok Bunda Maria itu
sendiri. Pancaran kesucian Bunda Maria yang dipercaya bersemayam dalam
simbol Patung Tuan Ma tersebut, menunjukan pada masyarakat Larantuka tentang
sesuatu yang sakral dan suci yang memiliki ruh religiusitas.
Sebaliknya jika dikaitkan pada pandangan Durkheim, maka simbol Patung
Tuan Ma tersebut merupakan simbol kolektif kolegial juga bagian dari proses
sakralisasi dari masyarakat Larantuka abad 15 yang difungsikan sebagai perekat
dan keberlangsungan hidup masyarakat terhadap tradisi pemberian seserahan
sebagai bentuk syukur akan hasil panen tani dan hasil laut mereka. Pemujaan
Patung Tuan Ma pada prinsipnya tidak memuja Patung Tuan Ma sebagai patung
berjubah yang terbuat dari kayu, tetapi bentuk pemujaan pada kekuatan
impersonal, yaitu: masyarakat Larantuka itu sendiri. Agar kelangsungan tradisi
seserahan hasil bumi tetap berjalan dan simbol terhadap Patung Tuan Ma tetap
terjaga, maka diberlakukan aturan-aturan, ritual hingga prosesi peribadatan untuk
46
tujuan tersebut. Mempertahan pemberlakuan aturan-aturan pada benda sakral ini
berarti menjaga simbol keutuhan dan keberlangsungan Patung Tuan Ma, dan
menjaga kelestarian Patung Tuan Ma bagi masyarakat Larantuka itu sendiri.
Dengan begitu, pemujaan dan pensakralan terhadap Patung Tuan Ma, pada
dasarnya merupakan pernyataan kesetiaan kepada simbolnya yang tidak lain
adalah masyarakat Larantuka itu sendiri.
Mengacu pada kedua pandangan daari Eliade dan Durkheim di atas, maka
ada dua dimensi kesakralan yang termanifestasikan dalam simbol Patung Tuan
Ma dalam kehidupan masyarakat Larantuka.
Pertama, dimensi supranatural yaitu: kekuatan magis dan ghaib yang
dipercayai memancar melalui Patung Tuan Ma itu sendiri. Dimensi ini dipercayai
terus hidup dan mampu mempengaruhi kelangsungan hidup warga masyarakat
secara keseluruhan mulai dari sebelum Kristen datang hingga setelah menjadi
bagian dari masyarakat Kristen dalam hal ini Katolik ada. Dia bersifat suci dan
penghormatan terhadapnya dipercaya mampu memberikan rasa aman dan
pengaruh spiritualitas.
Kedua, dimensi sosial, yaitu: identitas diri masyarakat Larantuka secara
simbolik terepresentasikan oleh daya suci Patung Tuan Ma sehingga Larantuka
kerap kali dianggap sebagai kota suci bagi umat Katolik di Nusa Tenggara Timur.
Nilai ini diartikan sebagai kesakralan Patung Tuan Ma memberi pengaruh
spiritualitas bagi seluruh aspek kehidupan di Larantuka seperti hasil alam, hasil
47
laut yang melimpah, keindahan geografis dan suasana sejuk dan kondusif yang
ada pada Larantuka dan masyarakatnya. Pada prinsipnya sakralisasi Patung Tuan
Ma adalah menjaga keberlanjutan nilai-nilai tersebut, sampai sekarang kesakralan
itu masih terjaga dalam bingkai peribadatan pada tradisi Gereja Katolik di
Larantuka.
B. LANDASAN TEOLOGIS KESAKRALAN PATUNG TUAN MA
Setidaknya ada puluhan ayat sebagai penguat dasar teologis yang berasal dari
Alkitab, baik dari Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama , namun ayat-ayat
Biblis yang secara eksplisit hampir mendekati ke-arah sakralisasi kepada Maria,
yaitu :
“Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: Salam
bagimu. Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta
menyembah-Nya” (Mat. 28:9).
“Mereka semua bertekun dalam dengan sehati dalam doa bersama-
sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus dan
saudara-saudara Yesus. (Kis. 1:14)
Dalam perspektif sosio-teologis, kesakralan Patung Tuan Ma merupakan bukti
budaya religius yang kental dan berkembang di Larantuka sehingga menjadi salah
satu bagian dari agama dalam bingkai devosi. Hal ini menjadikan faktor utama
pada upaya sakralisasi Patung Tuan Ma mudah dan diterima oleh masyarakat
48
Katolik, karena hadir dalam memperkuat iman Katolik melalui devosi pada
Perayaan Pekan Suci Semana Santa.
Secara sudut pandang teologis, ungkapan iman melalui berbagai bentuk
cara memang bukan yang paling menentukan, tetapi isi iman itu sendiri. Isi iman
itu dipahami dan dihayati menurut „taraf rakyat‟ bukan „taraf teolog‟ juga bisa
sungguh-sungguh memuat kepercayaan total dan tanpa syarat kepada Allah
sendiri. Kaitannya dengan praktek devosi oleh umat Katolik Larantuka kepada
Bunda Maria yaitu sebuah ungkapan umat terhadap iman dan kasih dan rahmat
Allah yang mereka alami melalui perantaraan Bunda Maria.62
Berkenaan dengan sarana meditasi melalui doa Rosario suci sebagaimana
yang diusulkan Paus Yohanes Paulus II, para teolog mengamati bahwa dalam cara
tertentu, Paus mengajak seluruh elemen Gereja agar belajar dari Maria sebagai
seorang yang taat dan setia kepada Allah yang paling unggul serta acuan dalam
upaya kontemplasi Kristiani.63
Perspektif teologis yang lain berasal dari Pemimpin Agung Gereja Katolik
Roma pada tahun 2002 yaitu Paus Yohanes Paulus II, ntuk menyambut semangat
umat yang antusias sebagai bentuk ungkapan kasih sayang dan penghormatannya
kepada Bunda Maria dengan mendaraskan doa-doa yang dapat dipakai untuk
merenungkan wajah Kristus, maka umat terbantu untuk menggali pemahaman
62
Maria D. Biabi, Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria, hlm. 37. 63
Fidelis B. Wotan, Devosi Marial dan Pemahamannya dalam Tradisi Iman Katolik, Serikat
Maria Monfortan, Bandung, 2018.
49
yang penting dari makna esensial doa Rosario melalui tulisan dari surat Apostolik
Rosarium Verginis Mariae. Paus Yohanes Paulus II menulis :
”Memang jelas, doa Rosario berciri khas Maria. Akan tetapi pada intinya
Rosario adalah doa yang kristosentris. Dalam unsur-unsurnya yang sederhana,
doa Rosario menampilkan saripati amanat Injil secara utuh; dengan demikian
doa Rosario dapat dikatakan sebagai ringkasan seluruh Injil. Rosario adalah
gema dari doa Maria, Rosario adalah magnificat abadi untuk memuji karya
inkarnasi yang menyelamatkan, yang dimulai dala, Rahim Maria yang tetap
perawan. Dengan doa Rosario orang Kristiani berguru di sekolah Maria, mereka
dilatih untuk menatap keindahan wajah Kristus dan mengalami kedalaman kasih-
Nya. Berkat doa Rosario kaum beriman menerima rahmat berlimpah lewat
tangan Bunda Penebus sendiri”64
.
Kemudian, ada beberapa keraguan pada beberapa hal bagi orang yang
menganggap sensitif terhadap karya Eliade yang memiliki makna teologis yang
sangat signifikan, namun, sejak awal, Eliade benar-benar mengabaikan konsep
teologi nya dalam karya yang dia buat mengenai makna sakralitas. Mengapa?
Pertama, kita harus berusaha untuk mencari tahu sebelumnya apa dasar pemikiran
dari Eliade soal kritiknya terhadap Kristen Timur yang tidak secara eksplisit.
Contohnya, bahwa pro-kontra antara Eliade dan Gereja Kristen Timur adalah
perdebatan mereka dalam kajian semangat rasional teologi barat yang membuat
64
Fidelis B. Wotan, Devosi Marial dan Pemahamannya dalam Tradisi Iman Katolik, Serikat
Maria Monfortan, Bandung, 2018.
50
pemaknaan kata “sakral” menjadi otoritas Gereja Kristen Timur untuk memberi
penjelasan secara definitif dengan tujuan melihatkan kepada masyarakat Kristen
di Eropa saat itu bahwa keberadaan Gereja dengan segala otoritas yang dimiliki
soal urusan teologis adalah tugasnya.65
Kemudian, hal ini disambut oleh beberapa penelitian dari Dostoevsky,
seorang teolog dan filsuf asal Rusia abad 20, tentang penelusurannya terhadap
asal-usul ateisme barat hingga pda nila-nilai Paganisme yang terserap dalam
ajaran Gereja Kristen Roma. Lebih jauh, Eliade mengusut nilai-nilai mistis yang
dalam pada ajaran Kristen Timur dan dengan hal itulah dia menentang hal-hal
yang sifatnya mistis terhadap konsep apapun pada pemaknaan kata „sakral‟ versi
Gereja Kristen Timur.
Jika menelaah lebih lanjut, akan ada sedikit rujukan pada karya Eliade
soal ketuhanan, atau paling tidak terdapat kategori teologis pada Allah. Sementara
itu Eliade sangat mementingkan dirinya dengan melakukan kajian soal filsafat
India (filsafat yang sangat berbeda dengan filsafat barat yang cenderung menjauh
pada realitas kesakralan). Eliade sebenarnya sudah mulai meninggalkan seluruh
tradisi filsafat dan teologi Barat, mungkin karena alasan, dia sudah mengetahui
juga mendeteksi tentang pemahamannya mengenai teologi Kristen yang terkesan
menjauh pada makna dan realitas kesucian. Jika demikian, maka beralih pada
pemikir kontemporer yang telah mendeteksi antipasti yang mendalam antara
65
Thomas J. J. Altizer. Mircea Eliade and The Dialectic of the Sacred,(Connecticut:
Greenwood Press, 1975) hlm. 37.
51
„iman‟ dan „teologi‟ adalah hal yang tepat.66 Martin Heidegger, adalah filsuf asal
Jerman abad 20 yang sangat kontroversial dalam bidang filsafat agama,
Heidegger percaya bahwa kita hidup dalam masa “waktu baru”:itu adalah masa
para dewa-dewa telah melarikan diri dan dewa-dewa itu tak akan kembali. Inilah
waktu yang kita butuhkan, karena terdapat beberapa kekurangan yang ganda dan
yang yangbukan dari kekurangan ganda ini adalah bahwa tidak ada lagi dewa-
dewa yang akan melarikan diri dan dewa-dewa itu akan datang kembali.
Mengadopsi sepatah kata dari puisi karya Holderlin, seorang sastrawan terkenal
asal Jerman abad 18 yang telah melahirkan ribuan karya melalui puisi, dia
berbicara tentang “Kegagalan Tuhan” bahwa Tuhan menahan kehadirannya bagi
manusia walaupun terlepas dari kenyataannya, entah bagaiman Dia ada disana.
Tentang kehadirannya, kita mungkin tidak tahu apa-apa, karena teologi telah
kehilangan semua kontak dengan yang suci.67
Beberapa pendapat diatas menunjukan bahwa makna “sakral” adalah suatu
acuan, apakah hal-hal yang suci dan transenden itu melekat pada pemaknaannya
atau sebaliknya, hal-hal yang jauh dari nilai-nilai kesucian justru melakat dalam
arti dari “sakral” itu sendiri. Konsep teologis Eliade yang dipengaruhi dari filsafat
ketimuran menjelaskan kepada kita bahwa “sakralitas” haruslah sejalan dan
66
Mircea Eliade. The Dialectic and The Sacred. (Philadelphia:Westminster Press,1963)
hlm.38. 67
Martin Heidegger. Existence and Being , oleh Werner Brock (London: Vision
Press,Ltd.,1959) hlm 285.
52
berbanding lurus dengan nilai-nilai kesucian dan harus dapat termanifestasikan
dalam wujud iman dan lebih jauh pada kaitannya dengan ritual.
Heidegger dalam buku Existence and Being menulis bahwa : Teologi
adalah sesuatu yang mencari penafsiran pada hal yang sifatnya primordial tentang
“Man Being” terhadap Tuhan, itu ditentukan oleh iman itu sendiri dan tetap
didalamnya. Perlahan, mulai memahami sekali lagi wawasan Martin Luther68
bahwa pondasi dimana sistem dogma yang dibuatnya bersandar pada sesuatu
yang belum muncul dari hasil penyelidikannya dimana posisi iman adalah yang
utama dan secara konseptual inilah pondasi itu memadai dan menjawab masalah
teologis, tetapi hal itu tersembunyi bahkan menyimpang.69
Terlepas dari kenyataan bahwa masa itu Heidegger telah dibaptis oleh
banyak teolog Jerman, maka tidak ada alasan bagi Heidegger akan mengakui
bahwa teologi akan memulihkan pondasinya. Sebagai gantinya, ia terus
menyerang teologi, dan dengan semangat yang lebih besar yang denga pegangan
filsafat-filsafat Yunani. Pada tahun 1949, setelah mengutip kata-kata Paulus,
“bukankah Allah telah membuat kebijaksanaan atas dunia yang bodoh? (Kor I
1:20) lalu ia bertanya, “akankah suatu hari teologi Kristen mengambil keputusan
68
Martin Luther adalah Teolog besar abad 16 asal Jerman yang dikenal sebagai Tokoh
Reformis Protestan. Luther juga sebagai Professor ahli teologi di Universitas Erfurt ,dan juga
melahirkan gerakan Lutherianisme hingga saat ini berkembangnya Gereja Kristen Protestan yang ada
di seluruh dunia. 69
Martin Heidegger. Existence and Being , oleh Werner Brock (London: Vision
Press,Ltd.,1959) hlm 313.
53
untuk menganggap serius perkataan Rasul Paulus dan akan lahir konsep filsafat
kebodohan?.70
Mengutip dari pendapat Heidegger, Eliade terarahkan bagaimana kondisi
teologi barat yang mutlak dan kaku terancam kembali oleh kritik-kritik yang
berdasarkan pada filsafat-filsafat yunani, filsafat barat hingga kaitannya pada
agama yang membut nilai-niali metafisik akan pudar dan bertransformasi pada
penafsiran ulang esensi dari ajaran Kristen itu sendiri.
Sebagai perlawanan, bagi Heidegger, kegagalan terbesar dari teologi
adalah pada awal diciptakannya teologi itu sendiri, saat dia memilih untuk
mengespresikan dirinya sendiri melalui ontologi Yunani, Heidegger sadar bahwa
keberadaan teologi membuat ragu dan rancu pemahamannya mengenai
pemaknaan hal ghaib berujung pada keberadaan Tuhan itu sendiri. Tetapi, disaat
yang bersamaan, metafisika Barat diadopsi kembali ke ajaran Kristen,
ditransformasikan sedemikian rupa hingga berujung pada kekacauan bahkan
bencana terhadap dogma Kristen itu sendiri yang membuat kritik dan serangan-
serangan argumentatif dari para filsuf Barat saat itu. Kemudian yang terjadi,
Kristen melakukan usaha penafsiran ulang eksistensi mahluk ciptaan Allah.
Pemikiran dan pengetahuan menjadi berbeda dari iman. Hal ini tidak
mengahalangi rasionalisme dan irrasionalisme terhadap ajaran, tapi lebih kearah
70
Martin Heidegger. “The Way Back Into the Ground of Metaphysics”,oleh Walter
Kaufmann (Meridian Books,Inc.,1956) hlm.218.
54
mempersiapkan jalan baru yang lebih kuat, dalam artian tak mudah goyah oleh
serangan-serangan teologis baru.71
Teologi patristik72 mengembangkan tentang ajaran dimana dunia berada,
mahluk yang ada, sesuatu yang ada (das seiende), hal yang dianggap diciptakan
oleh Tuhan. Seiring bersama doktrin penciptaan telah pudar, teologi Logos secara
radikal berusaha memunculkan penafsiran pada Logos dari Empat Injil sehingga
menjadikannya alasan rasional. Heidegger (walaupun hanya berpendapat sedikit
tentang teologi Logos ) dengan sangat jelas mengatakan bahwa doktrin klasik
tentang penciptaan adalah cara untuk memahami penciptaan itu sebagai hal yang
sudah dipersiapkan sebelumnya secara rasional73 dan Eliade sependapat soal hal
ini. Oleh karena itu, begitu hubungan mahluk hidup dengan Sang Pencipta
renggang bahkan jauh, bersamaan dengan itu akal manusia menjadikan dirinya
dominan bahkan menjadikan dirinya absolut (das seiende ) dalam istilah
matematika murni yaitu hal yang tak bisa dihindari menjadi sesuatu yang dapat
terpikirkan. Sesuatu yang dapat dihitung dan terhitung ini menjadi hal yang bisa
dikuasai oleh modernitas, teknologi terstruktur secara matematis, yang mana
71
Thomas Langan. The Meaning of Heidegger. (New York: Columbia University Press,
1959) hlm.161. 72
Teologi Patristik adalah Teologi yang muncul pada Abad 8 di Andalusia dengan banyak
bersumber dari Perjanjian Baru dan dipopulerkan oleh Imam Thomas Aquinas. Teologi patristic
melahirkan beberapa tradisi peribadatan, beberapa diantaranya yaitu paskah dan pantekosta yang
hingga kini masih ada. 73
Thomas J. J. Altizer. Mircea Eliade and The Dialectic of the Sacred,(Connecticut:
Greenwood Press, 1975) hlm. 39.
55
merupakan sesuatu yang pada prinsipnya berbeda dari setiap penggunaannya.74
Ketika duinia dipahami sebagai ciptaan, dalam pengertian ini dunia sepenuhnya
terisolasi oleh iman, karena inilah dunia diberikan otoritas rasionalnya sendiri,
dan karenanya menjadi kurang berarti secara religius.75
Jauh lebih signifikan
adalah konsekuensi bahwa teologi yang dipahami mengisolasi dirinya dari realitas
keimanan. Sekarang teologi dapat mulai memahami dunia, tetapi hal itu menjadi
sebuah pendekatan baru dalam filsafat Barat.
Tidak ada keraguan pada Heidegger ketika membahas masalah “Kematian
Tuhan” melalui media filsafat dan teologi Barat, dengan demikian dia sejalan
dengan Kierkegaard dan Dotoevsky. Namun, ia belum berhasil mengindentifikasi
dengan jelas dimana letak sifat kejatuhan teologi, walaupun dalam perspektif
filsafat ia sangat dalam dan mengupas tuntas. Tepat pada bahasan inilah
pemahaman Eliade tentang yang „sakral‟ menjadi relevan, karena, sebagaimana
ditunjukkan bahwa prinsip utamanya adalah yang sakral lawan dari yang profane,
bukan hanya berbeda pemaknaan, lebih jauh dari itu ialah bagian dari teologis
yang sifatnya esensial. Dalam memilih dan mencari pemahaman dunia sebagai
ciptaan dalam pengertian rasional, teologi mengubah artian iman tentang dunia
sebagai hal yang profan, sehingga menjadikan dunia sebagai sesuatu yang netral
secara religius. Dengan demikian dunia tidak lagi profane, tetapi konsekuensi
74
Martin Heidegger. An Introduction to Metaphisycs, oleh Ralph Manheim (Yale University
Press, 1959) hlm. 193. 75
Thomas J. J. Altizer. Oriental Mysticism and Biblical Eschatology, (The Wesminster Press,
1961),hlm 109.
56
logis dari transformasi dari hal ini adalah bahwa yang „sakral‟ atau suci tidak lagi
berhubungan dengan unsur-unsur dunia atau lebih tepatnya , sesuatu yang sakral
dapat dihubungkan dengan dunia hanya dengan ide rasional tentang Tuhan,
sebuah gagasan tentang Tuhan („Idea of God”meminjam istilah Filsafat Yunani)
yang pada dasarnya adalah turunan dari pemahaman manusia tentang dunia.
Teologi jatuh pada proses berkembangnya ide-ide rasionalisme tentang
Tuhan, sebuah pendekatan yang berdasarkan pada penghapusan hal-hal yang
profan bahkan penghapusan hal-hal yang sakral. Begitu kesadaran akan hal-hal
profane dibuang, maka akan lenyap juga kesadaran akan hal-hal yang sakral,
karena jika yang sakral adalah lawan yang profan, itu tidak bisa lagi
dimanifestasikan ketika yang profan telah menghilang. Konsekuensinya, esensi
teologi tidak berdasarkan iman hingga tidak dapat lagi menyaksikan kehadiran
Yang Suci, proyeksi teologi ini dapat menjauhkan dari hal yang suci.76
C. PENGERTIAN DAN MAKNA DEVOSI
Dalam ruang lingkup Agama, devosi dapat diartikan sebagai gairah,
pengaruh batin, keterikatan batin, kesalehan, dedikasi, penghormatan,
kepercayaan, kesetiaan, hingga cinta khusus untuk suatu objek, orang, kekuatan,
juga sebagai cinta kepada dewa yang dianggap suci. Devosi juga merupakan
bentuk aksi dari pikiran, seperti; sembahyang, berdoa, dan sumpah agama/nazar.
76
Thomas J. J. Altizer. Mircea Eliade and The Dialectic of the Sacred,(Connecticut:
Greenwood Press, 1975) hlm. 40.
57
Devosi adalah fenomena yang sangat umum dalam area keagamaan di seluruh
ruang lingkup tradisi agama-agama dunia.
Dalam beberapa tradisi, sekte-sekte, budaya-budaya., devosi adalah pusat
perhatian dalam Agama atau bahkan hamper memiliki kesamaan dengan Agama
itu sendiri. Dalam hal ini, contohnya seperti beberapa versi dari Buddha di
Tiongkok dan Jepang, gerakan-gerakan devosional Hindu, dan beberapa gerakan
devosional Kristen seperti Pietisme. Pusat perhatian devosi dalam tradisi
keagamaan lebih sebagai hal yang umum, yang mana kecenderungannya terpusat
pada tradisi Theistik. Meskipun yang terpenting dari salah satu contoh dari
Devosi Tanah Air Buddha adalah pembuktian yang cukup untuk menunjukan
usaha perhatian terhadap menyamakan devosi dengan Theisme.77
a. Objek-Objek Devosi
Luasnya cakupan devosi dalam Agama menjadi bukti, kapan jenis objek-
objek dalam devosi itu dianggap. Yaitu saat Dewa-dewa selalu dianggap sebagai
objek utama dari devosi. Pada tradisi Agama-agama dunia, banyak hal-hal yang
besar, baik itu objek, kejadian, hingga perayaan yang diberikan devosi khusus.
Dibanyak Agama-agama Afrika, tradisi historis keagamaan yang memiliki nilai
sejarah, Konghucu, Hindu, dan sosok leluhur, menjadi objek-objek penting untuk
dihormati, dikagumi hingga diberikan devosi. Banyak orang hidup dan mati,
demikian juga objek-objek devosi dan pemujaan secara devosional, ada yang
77
Mircea Elliade. The Encyclopedia of Religion oleh David Kinsley (New York: MacMillan
Publisher Company, 1987). hlm. 321.
58
bertahan dalam ikatan budaya dan ada pula yang hilang karena dianggap sebagai
formalitas peribadatan.
Guru dalam Hindu, Santo dalam Kristen, Hsien dalam Tao, Raja Sage
dalam Konghucu, Imam dalam Islam, Tirthankaras dalam Jainisme dan
Boddhisatva dalam Buddha. Sang Buddha adalah salah satu contoh dari beberapa
tokoh-tokoh spiritual dalam tradisi Agama-agama dunia yang mendapatkan
devosi.
Awal terjadi devosi disebabkan dengan ditemukannya peninggalan-
peninggalan yag terkumpul juga kehadiran figur sakral dan keramat yang
dijadikan objek pemujaan dan penghormatan dalam tradisi Paganisme, terus
menerus dilakukan hingga masuk kedalam tradisi Agama-agama dunia. Temple of
Tooth di Kandy, Sri Lanka terdapat patung Sang Buddha yang dikurung dalam
stupa lalu diabadikan menjadi candi adlah contoh dari kuil devosi dalam tradisi
Buddha di Asia Selatan. Di Eropa abad pertengahan, umat Kristiani menyimpan
benda-benda bersejarah yang dianggap sakral lalu disimpan di altar-altar Gereja,
beberapa benda tersebut diyakini sebagai representasi konkret dari wujud Ilahiah
yang menaungi Gereja. Beberapa kayu salib berukuran besar, tualng-tulang para
martir, botol kecil berisikan asi Bunda Perawan Maria, hingga kulit Jesus.,
beberapa diantara peninggalan-peninggal suci tersebut menjadi objek popular dari
kegiatan devosional dalam Kristen abad pertengahan. Pada tradisi Kristen
sekaranag, kemugkinan yang menjadi objek paling dikenal, juga sebagai
peninggalan sakral adalah The Shroud of Turin, yaitu kain kafan Jesus Kristus
59
yang disimpan di Museum Turin. Dalam tradisi yang lain, jasad fisik sisa dari
Santo, kuburan Santo, umumnya juga diberikan penghormatan.78
Bermacam tempat besar juga dianggap suci dan mendapatkan devosi,
seperti sungai-sungai dalam Hindu, Gunung-gunung dalm Shinto yang sering
mendapatkan pernghormatan khusus. Benar bahwa kebanyakan tradisi keagamaan
mengasosiasikan kesucian pada tempat-tempat khusus. Contohnya, seperti kota-
kota yang ada di dunia, dibanyak tradisi penting Agama-agama, seringkali
menjadikan kota sebagai pusat ziarah dan devosi mereka. Varanasi dalam Hindu,
Jerussalem dalam Yahudi dan Kristen, Mekkah dalam Islam dan Ise dalam Shinto
adalah beberapa contoh kota-kota di dunia yang dijadikan objek suci. Terkadang,
seluruh wilayah geografis hingga negara menjadi objek devosi. India bagi seluruh
umat Hindu dan Israel bagi kebanyakan umat Yahudi.
Devosi sering berfokus pada objek pujaan dan ritual. The Ark of Covenant
dalam Yahudi kuno dan Roti Host dalam Kristen adalah contoh yang sering
diketahui dalam tradisi agama-agama dunia sebagai objek dan media dalam
melakukan kegiatan devosional. Teks suci juga dijadikan sebagai objek pada
beberapa Agama. Taurat dalam Yahudi, Lotus Sutra dalam tradisi Buddha
Nichiren, Adigranth dalam Sikh dan Al-Qur‟an dalam Islam adalah beberapa
contohnya. Sungguh bahwa kesakralan, kesucian atau ke-Ilahian telah
mengungkapkan dirinya sendiri untuk dipahami atau dijadikan pemahaman,
78
Mircea Elliade. The Encyclopedia of Religion oleh David Kinsley (New York: MacMillan
Publisher Company, 1987). hlm. 323.
60
manusia dalam berbagai cara yang bebeda dan berbagai jenis bentuk, bahwa pada
beberapa hal-hal tentang sejarah keagamaan, hamper setiap objek yang dapat
dibayangkan atau diimajinasikan telah sndirinya mendapat devosi keagamaan
atau kegiatan penghormatan secara religius.79
D. NILAI SAKRAL DEVOSI PATUNG TUAN MA
Dalam tradisi Kristen kegiatan devosional ditujukan kepada beberapa
benda peninggalan suci, Santo, hingga kejadian historis. Kegiatan devosional
secara khusus contohnya adalah Devosi Marial, kegiatan devosional ini menjadi
tradisi besar dalam sejarah panjang devosi pada Kristen baik Katolik maupun
Kristen Protestan. Adapun tujuan dari Devosi Marial ini adalah sebagai bentuk
penghormatan bagi umat Kristen akan keberadaan Sang Bunda Maria sebagai
figur utama hamba Allah yang suci, berhasil, sebagai contoh dari kuatnya
keimanan dari berbagai kesulitan. Orientasi kehidupan orang-orang yang beriman
adalah untuk mencintai dan memuliakan Tuhan dengan mentaati seluruh perintah-
Nya. Oleh karena itu, kepada Sang Bunda Maria, umat Katolik membawa
pengharapan keteladanan dari figur Maria kehadapan Allah. Hubungannya
dengan Patung Tuan Ma‟ yang ada di Larantuka adalah karena Patung Tuan Ma
diyakini oleh masyarakat sebagai penjelmaan/perwujudan figur Bunda Maria,
inilah mengapa erat kaitannya antara Patung Tuan Ma‟ dengan Devosi Marial,
79
Mircea Elliade. The Encyclopedia of Religion : Devotion . hlm. 324.
61
karena dalam prosesi Semana Santa sebagai kegiatan devosional bagi Patung
Tuan Ma dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah Devosi Marial.80
Gereja telah menetapkan beberapa prinsip teologis terhadap Bunda Maria
dengan Gereja dan Kristus. Umat Katolik memulai memahami Bunda Maria
sebagai Bunda Allah dari perwujudan Yesus dengan mengikuti hasil dari konsili
Efesus pada tahun 431 M. Santo Louis de Monfort (1716) menjelaskan ada 8
(delapan) poin mengapa umat Katolik harus melakukan Devosi Marial.
1. Devosi Marial menunjukan dorongan untuk berbakti kepada Allah
dihadapan Yesus Kristus dengan perantara Maria.
2. Devosi Marial membuat umat Katolik senantiasa mengikuti jejak Kristus
dan menjadikan teladan terhadap-Nya.
3. Mempersembahkan seluruh amalan kepada Yesus Kristus melalui tangan
Bunda-Nya.
4. Devosi Marial merupakan sarana untuk menjaga kemuliaan Allah yang
lebih besar.
5. Devosi Marial mengantar umat Katolik pada kesatuan denga Tuhan secara
sempurna.
6. Devosi Marial memberi umat Katolik kebebasan batin yang merupakan
dambaan sebagai anak-anak Allah.
80
Maria Handoko. Santa Perawan Maria Bunda Allah .(Malang: Dioma, 2006).hlm.35-36.
62
7. Devosi Marial merupakan cara yang baik untuk melakukan cinta kasih
terhadap sesama.
8. Devosi Marial merupakan sarana ketekunan dan menetapkan hati untuk
tetap setia dalam keutamaan kepada Allah.
Dengan demikian, bila seseorang berdevosi kepada Maria, maka ia juga
dianggap berbakti secara utuh kepada Yesus Kristus dan teguh keyakinannya
kepada Maria juga dipersembahkan kepadda Yesus Kristus.81
Bentuk devosi kepada Maria, dalam hal ini doa-doa untuk Maria mulai
muncul pada masa Kristen abad pertengahan. Seperti doa Angelus (abad 13M)
dan doa-doa Rosario (abad 15M), doa-doa tersebut dipakai secara lazim oleh
umat Katolik hinga saat ini.82
Menjelang akhir abad ke 2 Masehi topik mengenai kesalehan Maria
telah mengalami perkembangan. Dengan informasi yang sarat akan nilai
sejarah tetapi sangat terbatas dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Baru,
sejumlah ahli kitab mencoba menggali sebanyak mungkin informasi tentang
Maria yang terdapat dalam Alkitab. Injil Lukas merupakan sumber informasi
yang paling sering dipakai oleh para ahli kitab untuk menggambarkan Maria.
Hal ini disebabkan karena Injil Lukas paling banyak memuat ayat-ayat yang
berkaitan dengan Maria, dan pada akhirnya, informasi-infomasi yang
diperoleh para ahli kitab dijadikan landasan iman untuk memberikan
81
Louis Marie Grignon de Monfort. Bakti Sejati Kepada Maria oleh R.Isak (Bandung:
Serikat Maria Monfortan). hlm. 63. 82
Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah . hlm. 30.
63
penghormatan kepada Maria.83 Gereja Katolik Roma memiliki keyakinan
bahwa dasar devosi kepada Maria bukanlah karena kuasanya mengabulkan
doa, tetapi karena teladannya sebagai pribadi yang beriman dan kesedihannya
menyerahkan dan rela berkorban demi mengemban kehendak Allah.
Penyerahan Maria kepada rencana dan kehendak Allah begit murni, tulus dan
sempurna sehingga pantas menjadi teladan bagi umat Kristiani, khususnya
Katolik. Sikap ini dirumuskan dalam Injil lukas ketika dia mendapat kabar
dari malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung Yesus. “Sesungguhnya
aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).
Karena kesempurnaan Maria inilah umat menghormatinya.84
Dalam Injil Lukas yang sering dijadikan dasar berdevosi kepada Maria
adalah yang berisi; “Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.
Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku
berbahagia, karena Yang Maha Kuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan
besar kepadaku .. “(Luk 1:48-49). Yang dimaksud “perbuatan-perbuatan
besar” adalah keterlibatan Maria dalam keselamatan Ilahi dan Gereja. Allah
menghendaki Maria ikut berperan aktif dalam misteri Kristus. Dalam teks-
teks Perjanjian Baru tentang Maria terdapat beberapa teks-teks yang mengutip
dari Perjanjian Lama bahkan secara eksplisit dalam Yesaya Pasal 7 ayat 14,
juga disinggung secara implisit dalam Kejadian Pasal 3 ayat 15. Menurut
83
Trisna Arsyadi. Devosi Marial. (Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008). hlm. 40. 84
Laurensius Mugito, SCJ. Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik. hlm. 83.
64
beberapa ahli Mariologi Katolik, teks-teks Perjanjian Lama tersebut sejak
semula sudah mengandung bayangan tentang Maria.
Keitimewaan Maria tesebut menjadikan dirinya begitu dicintai dan
dihormati oleh umat Katolik dengan melakukan berbagai macam bentuk
devosi kepada Maria, seperti: doa-doa kepada Maria, ziarah, dsb. Tetapi
bentuk-bentuk devosi kepada Maria ini seringkali terlalu berlebihan, sehingga
Maria seolah-olah kedudukannya setara denga Allah. Untuk mengantisipasi
hal ini para Bapa Gereja melalui Konsili Vatikan II membuat beberapa kriteria
untuk melakukan devosi yang benar kepada Maria. Selain itu, Konsili Vatikan
II menyatakan bahwa penghormatan kepada Santa Perawan Maria merupakan
ibadat khusus dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menmpatkan Maria
sebagai figure yang memperjelas dan mendukung peran Yesus Kristus.
Bentuk-bentuk devosi kepada Santa Perawan Maria yang ada di masa lalu
cukup banyak dan popular di kalangan umat Katolik. Hal ini disebabkan
karena adanya inkulturasi devosi kepada Maria. Jadi, bentuk-bentuk devosi
berbeda-beda di setiap wilayah, tergantung budaya yang berkembang di
masyarakat yang ada di masing-masing wilayah.85
Devosi kepada Santa Perawan Maria harus didasari iman sejati
Kristiani. Dalam devosi yang benar, seorang yang melakukan devosi harus
sadar bahwa Maria bukanlah tokoh sentral dalam iman sejati Kristiani. Pusat
85
Trisna Arsyadi. Devosi Marial. (Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008). hlm. 46.
65
iman Kristiani adalah Trinitas. Devosi bisa dikatakan benar, jika dengan
devosi seseorang mengenal tempat Maria dalam karya penyelamatan, yaitu di
bawah Yesus Kristus. Dalam menghormati Maria, di dalam diri seorang yang
mealakukan devosi harus menumbuhkan rasa pengharagaan yang besar akan
kuasa Allah. Jadi, devosi yang benar harus menampakkan aspek Trinitas,
Kristologis, dan makna Eklesial.86
Dalam kajian ini secara tidak langsung berkaitan dengan judul yang
dibahas yaitu tentang Patung Tuan Ma‟ yang diberikan penghormatan secara
religius melalui devosi. Gereja Roma Katolik biasanya dihiasi dengan macam-
macam gambar dan patung Yesus Kristus, patung Maria biasanya memiliki
posisi kedudukan paling depan. Bagi umat Katolik patung tersebut bukan
hiasan seni belaka, melainkan merupakan sasarn devosi yang emosional.
Religiusitas dan iman umat dapat dihayati dengan hangat dan dalam apabila
dapat disalurkan melalui objek yang konkret seperti Patung. Hal ini berawal
dari tradisi umat Kristiani abad 4-5 M dengan menganggap patung atau
gambar memiliki peran besar dan dihormati, karena dapat dijadikan sarana
pendidikan keagamaan bagi orang awam, hingga akhir abad 7 M patung dan
gambar menjadi objek devosi yang diyakini memiliki daya gaib yang
melindungi orang-orang atau suatu tempat.
Sama halnya dengan orang-orang kudus, Maria pun selagi hidup
penuh dengan pengaruh Roh Kudus. Maka, Roh Kudus pun tidak akan jauh
86
Eddy Kristiyanto. Maria Dalam Gereja. hlm. 91.
66
dari patung atau gambar Maria, oleh karena itu umat Katolik begitu
menghormai patung Maria. Sasaran devosi itu bukanlah patung atau gambar,
melainkan wujud Sang Bunda Maria itu sendiri.
E. SAKRALITAS PATUNG TUAN MA DALAM PANDANGAN
GEREJA
Pada diskursus ini, Patung Tuan Ma sebagai wujud Bunda Maria yang
diyakini umat Katolik di Larantuka merupakan sesuatu yang memiliki
peluang mendapatkan pengakuan bahkan acuan dasar untuk mempertahankan
devosi dalam bentuk Semana Santa agar terus menerus dilestarikan. Selain
telah mendapat persetujuan mutlak dari Keuskupan Larantuka, kesakralan
Patung Tuan Ma dalam pelaksanaan Devosi Marial Pra-Paskah erat kaitannya
dan sangat relevan dengan pendapat Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2002.
Paus Yohanes Paulus II memproklamasikan pada bulan Oktober tahun 2002
sebagai tahun Rosario Suci sebagai bentuk penghormatan dan pelaksanaan
ajaran tentang kegiatan Devosi Marial termasuk didalamnya doa-doa Rosario,
selain daripada bentuk Doa-doa Rosario berkaitan dengan kegiatan Devosi
Marial, Paus Yohanes Paulus II juga mengajak umat beriman untuk
memposisikan Doa Rosario sebagai sebuah doa di mana setiap orang dapat
mengenang wajah Yesus Kristus bersama Maria demi mencapai tujuan
kontemplatif pada setiap individu.
Menurut Paus Yohanes Paulus II, “Doa Rosario berciri khas Maria,
akan tetapi pada intinya Rosario menampilkan intisari amanat dari Injil, doa
67
Rosario adalah gema dari doa Maria”. Dengan demikian, mendoakan doa
Rosario kepada Maria berarti memiliki kesempatan untuk melibatkan diri ke
dalam suatu seni kontemplasi atas misteri-misteri Kristus dan sekaligus
mengalami rasa cinta-Nya di dalam hidup-hidup sehari-hari. Melalui devosi
Marial, umat Katolik diajak untuk memahami Kristus dari Maria, disatukan
dengan Kristus bersama Maria, berdoa kepada Kristus bersama Maria.87
Iman Katolik masuk dalam hidup dan kebudayaan serta masyarakat,
manakala kebudayaan itu dimurnikan dengan nilai-nilai injil. Berkenaan
dengan ini, apa yang disebut „inkulturasi‟ iman dalam liturgi dan devosi pada
Patung Tuan Ma diharapkan mampu mengahadirkan yang kuat dan mendalam
pada kebudayaan tertentu khususnya budaya Semana Santa yang
memperlihatkan betapa khidmat iman kepada Maria sangat dirasakan oleh
Umat. Jadi, jika devosi yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari juga
sebagai bentuk dari implementasi iman kepada Yesus Kristus melalui Maria,
maka Gereja semakin memahami kerinduan spiritual umat. Hal inilah yang
membuat pendekatan sosio-teologis dapat dibuktikan pada kegiatan
devosional seperti pada perayaan Semana Santa dengan Patung Tuan Ma
sebagai objek spiritualnya.
87
Fidelis B. Wotan, Devosi Marial dan Pemahamannya dalam Tradisi Iman Katolik, Serikat
Maria Monfortan, Bandung, 2018.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemaknaan kata sakralitas terhadap sebuah objek kajian agama
memang tidak dapat dihindarkan. Jika dikaitkan dengan tradisi yang ada di
masyarakat, maka tentu hal-hal yang menjadi sakral secara sosial dapat
terjadi. Pada konteks Patung Tuan Ma, makna sakralitas erat berhubungan
dengan nilai-nilai Katolik yang ditafsirkan oleh para Fater Gereja abad 17
yang datang ke Larantuka. Kemudian dikuatkan dengan adanya tradisi Devosi
yang berasal dari ajaran Katolik sehingga memperkuat kesakralan Patung
Tuan Ma. Sebagai wujud dari Sang Bunda Maria yang memiliki pengaruh
spiritual khususnya bagi umat Katolik di Larantuka. Jadi, definisi sakral
dalam konteks Patung Tuan Ma sebagi objek yang disakralkan yaitu selain
berarti suci, lebih luas mengarah pada nilai-nilai spiritual langsung yang
berasal dari wujud Sang Bunda Maria dengan segala kasih-Nya kepada Sang
Kristus.
Dimulai pada hari Kamis Putih yang memiliki makna suci terhadap
peristiwa penjamuan terakhir Yesus kepada muridnya, di implementasikan
dengan Sakramen Ekaristi di Katedral Reinha Rosari di Larantuka dipimpin
langsung oleh Pastor, kemudian hari esoknya pada hari Jumat Agung yaitu
69
sebagai puncak dari upacara Seman Santa dimana Patung Tuan Ma di
keluarkan dari tempat persemayamannya di Kapela Tuan Ma, dengan diawali
dari dimandikannya Patung Tuan Ma oleh petugas prosesi, di berikan Jubah,
hinga diarak keliling Kota Larantuka, baik darat maupun laut, prosesi
pengarakan ini berlangsung khidmat yang diikuti oleh seluruh umat Katolik di
Larantuka, selain pengarakan umat Katolik yang mengikuti prosesi Semana
Santa ini juga melakukan doa-doa di beberapa armida (tempat penghormatan)
yang disiapkan oleh petugas prosesi. Hingga pada malam Jumat Agung
puncak dari Semana Santa dengan berakhirnya perarakan Patung Tuan Ma di
Katedral Reinha Rosari yang memiliki makna bahwa pada hari Jumat tersebut
Sang Bunda Maria, bersedih dan mengantarkan kewafatan Yesus Kristus,
yang dalam tradisi Kristen umumnya dikenal sebagai peristiwa Paskah atau
kewafatan Yesus Kristus.
Keesokan harinya pada hari Sabtu yang dinamai Sabtu Alleluya, umat
Katolik kembali melakukan perarakan denga mengembalikan Patung Tuan
Ma ke tempat asalnya yaitu di kapela Tuan Ma, setelah itu umat merayakan
kebangkitan Yesus Kristus yang duduk di samping Sang Bapa dengan suasana
hati yang gembira.
Femomena sosio-teologis dari kesakralan Patung Tuan Ma adalah
sebuah kekayaan tradisi keagamaan baik dalam perspektif budaya maupun
kajian agama, di mana fenomena objek material memiliki daya spiritual yang
berpengaruh terhadap masyarakat dan diperkuat oleh niali-nilai agama dalam
70
hal ini Kristen. Tidak hanya sisi spiriualitas, lebih jauh pada bidang sosial
ekonomi, Larantuka disebut sebagai Kota Suci dari Timur Indonesia dengan
keanekaragaman budaya yang dilestarikan oleh masyarakatnya.
B. Saran-saran
Saran dari penulis berkaitan tentang penulisan skripsi tema-tema Kristen
maupun kajian fenomenologi keaagamaan yaitu sebgai berikut:
1. Saran untuk mahasiswa Studi Agama-agama yang akan membuat penulisan
karya ilmiah tentang tema-tema kekristenan diharapkan langsung mencari
pada sumber yang ditulis atau berasal dari orang atau institusi Kristen atau
Katolik agar hasilnya objektif dan valid secara akademis.
2. Saran untuk Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar
beberapa buku-buku tema kekristenan dan kajian umum agama-agama lebih
diperbanyak dan bisa mengambil sumber dari Perpustakaan-perpustakaan
yang berasal dari Perguruan Tinngi Kristen atau Katolik, Sekolah Tinggi
Teologi ataupun bisa dari Perpustakaan yang ada di Gereja.
3. Saran untuk Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk lebih menyediakan buku-buku dengan tema-tema Kristologi dan
Fenomenologi keagamaan.
71
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arsyadi, Trisna. Devosi Marial Kebaktian Kepada Santa Perawan Maria dalam
Gereja Roma Katolik. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2008.
Beding, Alex, Mgr. Gabriel Manek, SVD: Uskup, Pendiri Tarekat Puteri Reinha
Rosari, Larantuka: Tarekat Puteri Reinha Rosari, 2000.
Biabi. Maria Dolorosa. Praktek Devosi Umat Larantuka Kepada Bunda Maria.
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. 2010.
Boelaars,Huub,J.W.M.,Indonesianisasi,Dari Gereja Katolik di Indonesia
menjadi Gereja Katolik Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005.
Cornelissen, Frans, Sejarah Gereja Katolik Jilid I, Ende: Dokumentasi
Penerangan Kantor Wali Gereja Indonesia, 1974.
Eliade, Mircea, Encyclopedi of Religion, Vol.4. New York: MacMillan
Publisher,1987.
Eddy Kristiyanto, A, Maria dalam Gereja: Pokok-pokok Ajaran Konsili Vatikan
II Tentang Maria Dalam Gereja Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Fernandes, Felix dan Johan Suban Tukan, Ziarah Iman Bersama Ibu Maria
Berduka: Semana Santa di Larantuka, Jakarta: Benza Noia dan Yayasan
Putera-Puteri Maria, 1997.
72
Franca, A.P.Da.,Portuguese Influence in Indonesia. Jakarta: BPK Gunung
Mulia,1970.
Groenen, C. OFM, Mariologi: Teologi dan Devosi, Yogyakarta: Kanisius,1994.
Gowing, Yosef, Membangun Umat Basis, Larantuka: Sekretariat Pastoral
Keuskupan Larantuka, 1999.
Heuken,SJ,Adolf., Ensiklopedi Populer tentang Gereja Katolik di Indonesia,
Jakarta, 1989.
, Be My Witness To The Ends of The Earth, Jakarta: Yayasan Cipta
Loka Caraka, 2002.
Laan,SVD,S.P., “Sejarah Gereja Katolik di Wilayah Keuskupan Agung Ended an
Larantuka” ,dalam: Sejarah Gereja Katolik Indonesia. Penerbit Penerangan
Kantor Wali Gereja Indonesia dan Percetakan Arnoldus, Jakarta, 1974,
hlm.1095-1251.
Mardianto, Devosi Maria dalam Gereja Katolik, Fak. Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perbandingan Agama 2008.
Maria Handoko, Petrus,CM. Santa Perawan Maria: Bunda Allah dalam Misteri
Kristus dan Gereja, Malang:Dioma,2006.
Mugito, Laurensius, SCJ. Devosi kepada Maria dalam Gereja katolik, Ekawarta,
no.2/VIII/1998.
Muskens,M.P.M., “Awal Mula Gereja Katolik Indonesia, Abad ke-14 –
Permulaan Abad ke-19”dalam: Seajarah Gereja Katolik Indonesia. Jakarta,
1974.
Nggawa, Darius, Menyingkap Jurus-jurus Penggembalaanku di Keuskupan
Larantuka, Larantuka: Sekretariat Pastoral Keuskupan Larantuka, 2004.
73
Nasuhi, Hamid.dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi), Jakarta: CeQDA Universitas Islam negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007.
Steenbrink,Karel.,Jan.S.Aritonang., A History of Christianity in Indonesia, Leiden
& Boston: Brill, 2008.
Steenberink,Karel., Catholics in Indonesia 1808 – 1942 a documented history ,
Leiden: KITLV Press, 2007.
, Orang – Orang Katolik Di Indonesia 1808 – 1942: Suatu
Pemulihan Bersahaja 1808-1942, (Terjemahan Yosef Maria Florisan), Jilid I,
Maumere: Ledalero, 2006.
Suryanugraha, Rupa dan Citra: Aneka Simbol Dalam Misa, Bandung: SangKris,
2004.
Tukan, Bernard. Semana Santa di Larantuka . Flores Timur: Penerbit Yayasan
Mandiri Masyarakat larantuka, 2011.
, Bara Kagum Menjadi Api, Larantuka: Komisi Kerasulan
Awam Keuskupan Larantuka, 2006.
Uran, Lambert Lame, Sejarah Perkembangan Misi Flores Dioses Agung Ende,
74
B. Artikel Online
www.GoodNewsFromIndonesia.id/2017/04/13/semana-santa-tradisi-paskah-di-
Larantuka-jadi-kunjungan-dunia.
katoliknews.com/2016/03/24/Semana-santa-sejarah-dan-rangkaian-acara/.
tirto.id/sejarah-semana-santa-tradisi-paskah-umat-katolik-di-larantuka.cgV8.
bbc.com/bbc-news-indonesia/Tradisi-Paskah-Semana-Santa-di-Larantuka-dan-
Hikayat-Tuan-Ma.
C. Jurnal
Fidelis B. Wotan, Devosi Marial dan Pemahamannya dalam Tradisi
Iman Katolik. Jurnal Artikel Serikat Maria Monfortan. Bandung. 2018.
Ketut Darmana, Sakralitas Barong Using dalam Kehidupan
Masyarakat Using Kemiren Banyuwangi. Jurnal Fakultas Seni dan
Budaya Universitas Udayana. 2017.
Maimun Nawawi. Bahasa dan Hegemoni Kekuasaan ( Analisis
historis-Sosiologis Tentang Sakralitas Bahasa Al-Qur’an). Jurnal
OKARA, Vol.II Tahun 7, November 2012.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Foto Penghormatan kepada Patung Tuan Ma
Sumber :www.bbc.com/bbcindonesia
76
Lampiran 2 : Foto Penghormatan Patung Tuan Ma
Sumber: cnn imdonesia
77
Lampiran 3 : Foto Patung Tuan Ma di Kapela
Sumber : bbc.com/bbcindonesia
78
Lampiran 4 : Foto Pengarakan Puncak Malam Semana Santa
Sumber :bbc.com/bbcindonesia
79
Lampiran 5 : Foto Pengarakkan Patung Tuan Ma dan Tuan Ana
Sumber : goodnewsfromindonesia.id/gnfi