Rpjmn sektor laut pak bona
-
Upload
indonesia-infrastructure-initiative -
Category
Documents
-
view
514 -
download
0
Transcript of Rpjmn sektor laut pak bona
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
Naskah Teknokratik RPJMN III Sektor Transportasi
dan Background Study Renstra Kemenhub
2015-2019
Sektor Laut
Kondisi Pelabuhan Tatanan Kepelabuhan Nasional
• Dalam KM 53/2002 ditetapkan 725 pelabuhan, dengan 2 pelabuhan Internasional Hub, 18 Pelabuhan Internasional, 245 Pelabuhan Nasional, 139 Pelabuhan regional dan 321 Pelabuhan Lokal
• Kemudian, PP 61/2009 menetapkan 3 tingkatan hirarki pelabuhan di Indonesia, dengan total 824 pelabuhan terdiri atas 33 Pelabuhan Utama, 231 Pelabuhan Pengumpul dan 560 Pelabuhan Pengumpan
• Jumlah pelabuhan tersebut berlum termasuk pelabuhan khusus (terminal atau dermaga untuk kepentingan sendiri) yang diperkirakan mencapai 800 pelabuhan.
• Sejauh ini Rencana Induk Pelabuhan baru mencakup secara khusus pada pelabuhan utama, sementara pelabuhan lainnya masih secara umum ditinjau
NEGARA
JUMLAH PELABUHAN
UMUM
(BUAH)
JUMLAH PULAU
(BUAH)
LUAS AREA
(000 Km2)
INDONESIA 725 17,504 1,920
JUMLAH YG DILAYANI
PER PELABUHAN 24.1 2.65
JEPANG 1,102 4,000 370
JUMLAH YG DILAYANI
PER PELABUHAN 3.6 0.34
FILIPINA 700 7,100 320
JUMLAH YG DILAYANI
PER PELABUHAN 10.1 0.46
Perbandingan antara Indonesia, Jepang, Filipina
Dari jumlah pelabuhan umum dan luas area
Sumber : Overseas Coastal Development Intitute - Japan
Kondisi Pelabuhan Lingkup Pelindo
• Pelabuhan Utama dan sebagian Pelabuhan Pengumpul dikelola oleh PT Pelindo I s/d IV sesuai dengan cakupan wilayahnya, sedangkan pelabuhan umum lainnya dikelola oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dalam bentuk UPT
• Masing-masing Pelindo juga memiliki rencana induk pengembangan pelabuhan yang selalu diusahakan untuk berkoordinasi dengan pemerintah. Namun tentu saja perbedaan-perbedaan tetap muncul
Kondisi Pelabuhan Kinerja Bongkar Muat Peti Kemas
• Standar Kinerja Operasional Pelabuhan Laut No. PP 72/2/20-99 telah menetapkan indikator kinerja operasional pelabuhan beserta tolok ukurnya untuk masing-masing pelabuhan utama dan beberapa pelabuhan pengumpul di Indonesia
• Kinerja bongkar muat pada terminal konvensional pada tahun 2010 umumnya kurang memenuhi standar (12 box/CC/jam), sedangkan TPK yang hanya ada di Belawan, Tg Priok, Tg Emas, Tg. Perak, Banjarmasin dan Makassar hanya sedikit di bawah standar (25 box/CC/jam)
Terminal Peti Kemas
Terminal Konvensional
50% di atas standar
25% di atas standar
tepat standar
25% di bawah standar
50% di bawah standar
Kondisi Pelabuhan Kinerja Pelayanan Barang
• Banyak pelabuhan yang pada tahun 2010 masih belum memenuhi standar kinerja pelayanan barang, terutama untuk Bag Cargo dan Curah Cair.
General Cargo
Bag Cargo
50% di atas standar
25% di atas standar
tepat standar
25% di bawah standar
50% di bawah standar
Curah Cair
Curah Kering
Kondisi Pelabuhan Kinerja Pelayanan Kapal
• Waiting time yang dibawah standar (lebih tinggi dari waktu standar yang berkisar 1 – 2 jam) umumnya terjadi pada pelabuhan yang relatif masih rendah demand-nya
• Sementara itu, effective time-berthing time pelabuhan-pelabuhan di Indonesia umumnya lebih rendah dari 70-80%
Waiting Time
Approach Time
50% di atas standar
25% di atas standar
tepat standar
25% di bawah standar
50% di bawah standar
Effective/Berthing Time
Kondisi Pelabuhan Utilisasi Peralatan
• Secara umum dapat dilihat bahwa penggunaan gudang (shade) di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia relatif rendah (jauh lebih rendah dari standar sebesar 65%)
• Begitu pula dengan dermaga yang tampak lebih rendah dari standar 70% occupancy, kecuali untuk beberapa pelabuhan seperti Belawan dan Tenau.
Berth Occupancy Rate
Shade Occupancy Rate
50% di atas standar
25% di atas standar
tepat standar
25% di bawah standar
50% di bawah standar
Yard Occupancy Rate
Pembangunan Industri Pelayaran
• Daftar dari UNCTAD, 1 jan 2013, menyebutkan bahwa ukuran kapal (Dwt), Indonesia menempati urutan ke 19 dunia (0.88% total dunia), sementara dari jumlah kapal menempati posisi 2 (7.24% total dunia)
• Ini menunjukkan bahwa memang kapal yang beroperasi untuk pergerakan domestik adalah kapal-kapal kecil, yang lebih dikarenakan diantaranya oleh terbatasnya prasarana pelabuhan, kondisi demand (yang menuntut fleksibilitas tinggi), kemampuan perusahaan pelayaran, dan lain-lain
• Ditinjau dari umur kapal, kebanyakan sudah diatas 25 tahun karena pelaku industri jasa pelayaran cenderung membeli kapal bekas untuk menekan biaya investasi dan depresiasi. Lebih jauh lagi, terdapat keterbatasan industri perkapalan dan dokyard di Indonesia
• Sementara itu, sumber pendanaan yang murah untuk pengadaan armada (kapal baru) pelayaran domestik belum termanfaatkan secara optimal
• Lebih jauh, nampak belum terjadi kompetisi yang sehat diantara penyedia jasa transportasi laut domestik
• Pelaku jasa transportasi laut belum dimonitor dan dibina secara berkesinambungan
• Hal-hal tersebut secara simultan membuat tarif pelayaran domestik di Indonesia menjadi tinggi.
Usia Kapal Nasional saat ini
Konektivitas Laut Global Liner shipping connectivity index (UNCTAD) dan posisi Indonesia
Tahun
Negara Rank LSCI Rank LSCI Rank LSCI Rank LSCI
China 1 143.57 1 152.06 1 156.19 1 157.51
China, Hong Kong SAR 2 113.60 2 115.27 2 117.18 2 116.63
Malays ia 3 103.76 3 105.02 3 113.16 3 106.91
Germany 10 82.61 6 92.02 4 101.73 4 100.42
Spain 6 88.14 7 90.96 5 99.69 5 98.18
Singapore 9 83.80 10 81.63 6 91.70 6 92.80
United Kingdom 4 90.88 4 93.32 7 90.63 7 88.61
Belgium 7 87.53 9 87.46 9 84.00 8 87.72
United States 5 89.96 5 92.10 8 88.93 9 87.46
Korea, Republ ic of 8 84.00 8 88.47 10 78.85 10 82.21
Thai land 29 36.10 25 39.40 20 53.15 20 52.13
Viet Nam 21 43.76 28 36.70 36 37.66 35 38.32
Indones ia 64 16.20 67 17.12 69 16.02 71 16.39
Phi l ippines 90 8.68 94 8.41 96 8.23 95 8.30
Myanmar 100 7.58 119 4.75 120 5.08 124 5.12
Cambodia 136 3.77 130 4.08 124 4.55 125 4.93
2010 2011 2012 2013
0
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nila
i LSC
I
Tahun
Malaysia
Singapore
Thailand
Viet Nam
Indonesia
Philippines
• UNCTAD telah mengembangkan indikator konektivitas transportasi laut, khususnya petikemas yang disebut sebagai Liner Shipping Connectivity Index (LSCI)
• Dihitung oleh UNCTAD berdasarkan 5 komponen transportasi laut:
– Jumlah kapal
– Container-carrying capacity
– Ukuran kapal maksimum
– Jumlah pelayanan
– Jumlah perusahaan pelayaran peti kemas
• Sebagai acuan adalah data pada tahun 2004. Dimana, nilai dari masing-masing komponen tersebut dibagi oleh nilai tertinggi (China) dan di rata-ratakan. Dengan membuat nilai tertinggi tahun
• Sejak tahun 2004, nilai LSCI Indonesia tidak banyak berubah, sementara beberapa negara lain, termasuk sebagian negara-negara ASEAN mengalami peningkatan, sehingga rangking Indonesia cenderung menurun dalam 3 tahun terakhir.
Indeks Konektivitas Pelayaran Liner Peti Kemas Domestik
• Dengan cara yang sama seperti menghitung LSCI, untuk peti kemas domestik dengan kewilyahan
provinsi, menunjukkan hasil seperti pada gambar.
• Kinerja pelayaran petikemas secara keseluruhan masih menunjukkan DKI Jakarta (Pelabuhan
Tanjung Priok) yang jauh lebih tinggi di banding pelabuhan/lokasi lain di Indonesia
Keterangan:
Indeks Konektivitas Pelayaran Liner Petikemas)
Pengembangan armada pelayaran perintis untuk Kawasan Pulau Terluar Daerah Tertinggal
• Klastering Pulau Kecil Terluar Daerah
Tertinggal 2012 – 2014 oleh
Kementrian Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal.
• Belum semua klaster terhubung
dengan pelayaran perintis.
• Sementara pelayaran perintis yang
sudah beroperasi umumnya
menghadapi kendala dari kurang
memadainya pelabuhan yang ada,
ketersediaan bahan bakar serta
kondisi kapal yang tidak
memungkinkan terhadap cuaca yang
kurang baik. Sehingga banyak terjadi
voyage yang batal (rata-rata realisasi
voyage perintis 58,9%)
• Karena itu rencana pengembangan
pelayaran perintis diprioritaskan pada
kawasan terluar tertinggal dengan
penduduk tertinggi (indeks
konektivitas terendah pada gambar)
dan di kawasan tertinggal lain adalah
peningkatan prasarana pelabuhan
dan fasilitas pendukungnya
• Kebutuhan biaya: Rp. 9,7 Triliun
1 Simuk Nias Selatan 66.2 3,019 7,001 n/a
2 Wunga Nias Utara 67.3 879 8,912 n/a
3 Makalehi Sitaro 65.3 2,775 6,791 R-22,23
4 Kawalusi, Kawio, Marore, Batu Bawaikang Sangihe 65.3 2,775 6,791 R-21,22,23
5 Miangas, Marampitan, Karakutan, Intata Talaud 65.9 2,910 5,928 R-21,22,23
6 Lingian, Selando, Dolangan Toli-toli 66.2 3,102 6,820 R-31
7 Kolepon Merauke 62.9 972 7,029 n/a
8 Likifendo Sarmi 62.1 493 6,201 n/a
9 Brass, Meos Bepondi, Fanildo Supiori 62.3 1,103 5,937 n/a
10 Alor Alor 69.8 57,029 7,019 R-16
11 Letti, Liran, Wetar, Kisar, Masela Maluku Barat Daya 66.2 281 6,889 n/a
12 Deli Pandeglang 65.8 0 7,168 n/a
13 Jiew Halmahera Tengah 63.7 478 7,210 n/a
14 Sebatik, Gosong Makassar Nunukan 62.3 21,832 5,293 R-32
15 Simeuleu Simeuleu 62.9 3,401 10,019 R-2
16 Rusa Aceh Besar 68.1 18 9,772 n/a
17 Sibarubaru & Sinyaunyau Mentawai 69.5 1,928 6,019 n/a
18 Damar, Mangkai, Tokong Malang Biru, Tokong Nanas, Tokong Berlayar Kep. Anambas 61.7 16,102 5,928 n/a
19 Tokongboro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subui Kecil, Kapala Natuna 66.2 12,930 10,991 n/a
20 Ararkula , Karaweira, Panambulai, Enu, Kultubai Utara, Kultubai Selatan,
Karang, Batu Goyang
Kep. Aru 62.3 9,752 5,998 n/a
21 Larat, Selaru, Asutubun, Batarkusu, Meatimiarang Maluku Tenggara Barat 61.9 4,291 6,546 n/a
22 Batek Kupang 67.8 0 8,102 n/a
23 Ndana Rote Ndao 65.5 72 7,110 n/a
24 Dana Sabu Raijua 66.3 31 6,862 R-16
25 Mangudu Sumba Timur 67.2 24 7,331 R-16
26 Bud, Fani Raja Ampat 62.8 873 8,221 R-75,76,78
27 Miossu Tambrauw 65.8 689 6,023 n/a
28 Lagg Asmat 60.2 401 6,129 n/a
29 Sophialouisia Lombok Barat 64.1 0 8,284 n/a
Rata-rata Nasional 33,748
PDRB per
Kapita (Ribu
Rp.)
Cluster Kawasan Pulau Terluar Tertinggal Kabupaten IPM Jml Penduduk Rute Perintis
Pembangunan Pelabuhan • Pada dasarnya, pergerakan
barang di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia cukup besar jumlahnya, pada tahun 2009 tercatat sebesar 968 juta ton, namun terkonsentrasi di beberapa wilayah saja
• Bahkan, Indonesia menempati urutan ke-9, negara dengan volume peti kemas di pelabuhan terbesar (UNCTAD, 2013) dengan pertumbuhan mencapai 4% pertahun
• Ketidakseimbangan pergerakan barang ini menyebabkan kebutuhan peningkatan kinerja pelabuhan di beberapa lokasi dan kebutuhan peningkatan utilisasi di lokasi-lokasi lainnya
Keterangan:
General Cargo
Peti Kemas
Curah Kering
Curah Cair
Usulan Pengembangan Pelabuhan 2015-2019
No Wilayah/ Pelabuhan Jenis Perkiraan Biaya
(Triliun Rp.) No Wilayah/ Pelabuhan Jenis
Perkiraan Biaya
(Triliun Rp.)
I SUMATERA III Bali-Nusa Tenggara
4 Belawan Container 10.46 43 Benoa Cruise 1.44
Multimodal point 0.60 Toll Road 3.84
Access channel 2.88 Other 6.00
Car Terminal 0.01 IV Kalimantan
5 Kuala Tanjung Container - 48 Balikpapan Container 2.19
CPO 5.95 CPO 0.58
Conv./Multipurpose 1.07 Petroleum 0.47
Land 2.67 Coal 6.94
15 Tanjung Sauh (Batam) Container 36.00 Palaran Container 2.41
(New location) Land 8.00 CPO 0.36
Basic Infrastruture 4.80 Multipurpose 0.13
22 Palembang Container 1.44 Passanger 0.02
CPO 2.08 52 Maloy Other bulk terminal 9.33
Coal 13.27 55 Banjarmasin Container 1.42
II JAVA CPO 4.94
28 Bojanegara Petroleum 5.28 Petroleum 2.39
Coal 1.92 Coal 9.68
29 Tanjung Priok Container - V Sulawesi -
International 39.60 58 Makassar Container 3.60
Domestic 5.76 CPO 0.43
Petroleum 4.52 Petroleum 0.79
Car Terminal 1.44 67 Bitung Container 2.68
Multimodal point 1.20 Conventional 0.41
Access Road (Toll ) 2.40 ICD & LSP 1.79
Access Railway to Cikarang - VI Maluku - Papua
36 Tanjung Emas Container 4.61 75 Sorong Container 0.97
Conventional 0.44 Petroleum 0.20
Passanger 0.27 77 Seget Container 4.32
Car Terminal - (New location) Land 1.33
39 Tanjung Perak Container 3.60 Basic Infrastruture 0.48
CPO -
Petroleum 1.82 VII Lainnya
Multimoda Point 0.72 Kawasan Pulau Terluar Tertinggal Pelabuhan 5.40
Access channel 2.88 Prasarana pendukung 1.80
Car Terminal 4.80 Akses darat 2.40
Teluk Lamong Container/Multipurpose 12.24
Multimodal point -
Kebutuhan regulasi dan kebijakan pendukung [1]
Peraturan pelaksanaan yang perlu dikembangkan sesuai amanat UU no. 17/2008 (sesuai RIPN): • Tarif pelabuhan di pelabuhan komersial, pelabuhan provinsi dan
pelabuhan lokal • Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan reklamasi, sertifikat
pemberi jasa pengerukan • Penetapan daerah wajib pandu, pelatihan dan ujian pandu serta
penyelenggaraan pemanduan • Keamanan pelabuhan • Pengoperasian pelabuhan (perbaikan kapal, perpindahan muatan,
gandeng kapal, penanganan barang-barang berbahaya) • Polusi Di Pelabuhan • Sistem informasi pelayaran dan pelabuhan
Kebutuhan regulasi dan kebijakan pendukung [2]
Peraturan pelaksanaan yang perlu dikembangkan sesuai amanat PP No. 61/2009 (sesuai RIPN): • Prosedur penetapan lokasi pelabuhan • Prosedur formulasi dan evaluasi rencana induk pelabuhan (masing-
masing pelabuhan) • Prosedur formulasi dan evaluasi penetapan daerah lingkungan kerja (DLKr)
dan daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan • Prosedur penyediaan, pemeliharaan, standar, spesifikasi untuk penahan
gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran ke/dari pelabuhan, jaringan jalan dan keamanan dan ketertiban di pelabuhan
• Persyaratan dan prosedur pemberian dan pencabutan konsesi • Pemberian ijin pembangunan pelabuhan • Pemberian ijin pengembangan pelabuhan • Persyaratan dan prosedur pemberian ijin pengoperasian pelabuhan,
perbaikan dan peningkatan kapasitas pelabuhan
Inisiatif untuk implementasi kebijakan
• Pemberdayaan Otoritas Pelabuhan termasuk: – Pedoman Teknis (Toolkit) untuk penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan – Peningkatan kapasitas pembangunan – Fleksibel dan otonom – Penilaian aset dan konsesi
• Reformasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pelabuhan • Optimalisasi sistem operasi dalam rangka mengantisipasi kapadatan lalu lintas muatan di pelabuhan
strategis (termasuk pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan) • Penelahaan/kajian secara komprehensif atas rencana pembangunan international hub port
(termasuk Kuala Tanjung dan Bitung) • Pengembangan sistem informasi teknologi komunikasi kepelabuhanan • Pengembangan proyek percontohan KPS pelabuhan (termasuk kemungkinan penyusunan rencana
induk pelabuhan; studi kelayakan, termasuk strategi investasi dan kemungkinan diperlukannya bantuan dan jaminan infrastruktur; penyiapan dokumen lelang dan proses pelelangan)
• Pengembangan Rencana Induk Jaringan Pelayaran Nasional menurut Komoditas Utama • Implementasi Rencana Induk Jaringan Pelayaran Nasional dengan pengembangan merit sistem
dalam prosedur SIUPAL dan SIUPALSUS • Pengembangan Sistem Monitoring dan Pembinaan terhadap Pelaku Penyedia Jasa Transportasi
Laut. Monitoring termasuk penilaian kinerja industri pelayaran baik menurut perusahaan maupun secara nasional