Revisi Proposal
-
Upload
febry-eko-saputra -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
Transcript of Revisi Proposal
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota Surakarta atau yang lebih sering disebut kota Solo merupakan sebuah kota
kecil di provinsi Jawa tengah Indonesia. Nama Solo atau Sala sendiri merupakan dusun
atau desa yang dipilih oleh Sunan Pakubuwana II ketika akan mendirikan istana yang
baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura. Nama ini ternyata terus dipakai
secara luas sampai sekarang, bahkan memiliki konotasi kultural, sedangkan nama
Surakarta yang sekarang dipakai sebagai nama administrasi yang mulai dipakai ketika
Kasunanan didirikan, sebagai kelanjutan monarki Kartasura. Pada masa sekarang, nama
Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih
umum penggunaannya. Kata sura dalam bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta
berarti “sejahtera”. Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan
kata dari Kartasura. Untuk eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram
memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo.
Kota ini dimata masyarakat dikenal sebagai kota budaya, dengan dikenalnya
sebutan kota budaya tentunya memiliki alasan yang kuat yaitu karena sampai saat ini kota
Solo masih sangat menjaga nilai-nilai tradisi budayanya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu menurut sejarahnya kota Solo sebelum menjadi kota yang seperti saat ini
dahulunya memang sudah dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau kerajaan atau tanah
raja-raja dimana saat itu kota ini memang terdapat pusat kerajaan dinasti Mataram yang
didalamnya mengadung unsur budaya jawa yang sangat kental didalam masyarakatnya.
Bahkan dimasa kerajaan tersebut kota ini menjadi pusat pemerintahan dua kerajaan besar
2
yaitu Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunegaran. Walau dua
kerajaan besar tersebut saat ini tidak lagi menjadi pusat pemerintahan di tanah Jawa
seperti pada zamannya dahulu, namun dua kerajaan tersebut masih menjadi pusat budaya
bagi kota ini bahkan bagi bangsa ini. Maka dengan adanya dua kerajaan tersebut kota ini
bertumbuh dan berkembang menjadi kota budaya.
Surakarta sebagai sebuah kota bersejarah, memiliki kisah yang panjang dalam
rangkaian sejarah Indonesia, tentunya dalam kisah yang panjang tersebut terdapat
peristiwa-peristiwa penting yang menghiasi perjalanannya. Jauh sebelum kota Solo
seperti saat ini dulunya adalah sebuah desa yang kemudian dijadikan pusat pemerintahan
oleh Sunan Pakubuwana II. Pemindahan pusat pemerintahan tersebut tidak terlepas dari
konflik perebutan kekuasaan yang berkepanjangan ditubuh Mataram islam hingga
akhirnya terpecah menjadi beberapa kerajaan, termasuk berdirinya Praja Mangkunegaran
sebagai kekuatan baru di tanah Jawa.
Berdirinya Praja Mangkunegaran sebagai kekuatan baru ditandai dengan sebuah
perjanjian yaitu perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tanggal 17 maret 1757,
perjanjian tersebut berisi mengenai pengangkatan Raden Mas Said menjadi Pangeran Miji
dengan hak – hak istimewa yang kedudukannya dekat dengan raja atau setingkat
Pangeran Adipati Anom (putera mahkota) dan diberi tanah lungguh yang luar biasa
luasnya, 4000 karya.1 Maka sejak saat itu berdirilah praja Mangkunegaran dengan raja
pertamanya bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mangkunegara I dan di beri
kekuasaan atas wilayah Nglaroh, Keduwang, Matesih dan Gunung Kidul.2
1 Dwi Ratna Nurhajarini, Tugas Tri Wahyono dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, (Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, hlm. 95
2 Dedik Agung Catriantoro, “Abdi Dalem Juru Suranata : Tugas dan Peranannya di Keraton Kasunanan Surakarta”, Skripsi (Surakarta: UNS, 2000/tidak diterbitkan), hlm. 2-3.
3
Setelah Praja Mangkunegaran berdiri menjadi sebuah kekuatan baru
permasalahan-permasalahan pemerintahan silih berganti muncul termasuk permasalahan
mengenai pergantian kekuasaan. Kekuasaan sendiri menurut konsep kekuasaan jawa yaitu
raja berkuasa secara absolut, raja dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia. Tetapi kekuasaan
itu diimbangi dengan kewajiban moral yang besar untuk kesejahteraan rakyatnya.3
Kekuasaan raja di masa Kerajaan Mataram digambarkan dalam dunia pewayangan
dengan konsep keagungbinatharaan. Konsep keagungbinatharaan itu bahwa raja itu agung
binathara, bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana, ambang adil paramarta
(besar laksana kekuasaan dewa, pemelihara hukum dan penguasa dunia, budi luhur
mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama).4 Maka pergantian kekuasaan di kerajaan-
kerajaan Jawa termasuk Praja Mangkunegaran sangatlah diperhatikan mengingat raja
merupakan sebagai wakil Tuhan didunia.
Namun mengenai permasalahan pergantian kekuasaan di Praja Mangkunegaran
agak berbeda dengan panerus dinasti Mataram lainnya. Di Praja Mangkunegaran pada
hakikatnya regenerasi di kerajaan ini betul-betul disiapkan. Seorang putra mahkota yang
bakal menjadi Mangkunegara berikutnya sejak remaja selalu disiapkan dengan
memberikan beban tanggung jawab secara langsung dan berjenjang. Gelar Pangeran
Prangwadana selalu menyertai bagi putra mahkota kerajaan.
Mempersiapkan generasi pemangku tahta di Mangkunegaran dimulai sejak
Mangkunegara I. Pada masa Mangkunegoro I bertahta beliau sudah mempersiapkan
penggantinya dengan mengasuhnya sendiri yaitu cucunya yang bernama kecil Raden Mas
3 G. moedjanto, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman: Tinjauan Historis Dua Praja Kejawen 1755-1992 (Yogyakarta: Kanisius,1994), hlm. 27.
4 G. Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa Penerapannya Oleh Raja-Raja Mataram (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 77-78.
4
Sulomo. Raden Mas Sulomo dipersiapkan menjadi penerus tahta Praja Mangkunegaran
yang dididik dengan didikan militer maka dianggap cakap dan lihai untuk mewujudkan
cita-cita pendahulunya. Raden Mas Sulomo akhirnnya naik tahta menggantikan kakeknya
Mangkunegara I pada tahun 1796 dan bergelar KGPAA Mangkunegara II. Pergantian
tahta selanjutnya Mangkunegara II melakukan hal yang hampir sama dengan
pendahulunya yaitu menunjuk cucunya yang bernama Raden Mas Sarengat dan juga
mempersiapkan cucunya yang lain yaitu Raden Mas Sudira. Mangkunegara II dalam
mempersiapkan penerus tahtanya beliau mendatangkan langsung guru-guru Belanda
untuk mengajarkan bahasa Belanda, bahasa latin dan ilmu pengetahuan yang lain.
Sepeninggal Mangkunegara II tampuk kekuasaan dilanjutkan oleh cucunya yang sudah
beliau tunjuk yaitu Raden Mas Sarengat. Praktis setelah Mangkunegara II wafat Raden
Mas Sarengat naik tahta menggantikan kakeknya serta mendidik saudara sepupunya yaitu
Raden Mas Sudira yang selanjutnya diangkat menjadi anak sulungnya. Raden Mas
Sarengat setelah naik tahta bergelar KGPAA Mangkunegara III dan memerintah Praja
Mangkunegaran dari 29 Januari 1835 sampai dengan 27 Januari 1853.
Setelah Mangkunegara III wafat tampuk kekuasaan Praja Mangkunegaran
dilanjutkan oleh Raden Mas Sudira yang bergelar Mangkunegara IV. Mangkunegara IV
ini menaiki tahtanya sudah dipersiapkan sejak awal karena kepandaian dan kecerdasannya
maka tidak diragukan lagi beliau dipercaya melanjutkan pemerintahan Praja
Mangkunegaran, dan terbukti pada masa pemerintahannya Praja Mangkunegaran berhasil
membangun perekonomian kerajaan secara gemilang. Mangkunegara IV memerintah
Praja Mangkunegaran selama 28 tahun yaitu dari tahun 1853-1881. Selepas
Mangkunegara IV wafat tentunya pemerintahan Praja tetap berlanjut, sebagai ganti dari
Mangkunegara IV yaitu Raden Mas Sunito putranya diangkat Menjadi Mangkunegara V
5
pada tanggal 3 September 1881. Namun jalannya pemerintahan Mangkunegara V ini
tergolong relatif singkat jika dibandingkan dengan pendahulunya, dikarenakan beliau
mengalami kecelakaan ketika berkuda di hutan Wanaketu, Wonogiri. Mangkunegara V
wafat ketika berusia 41 tahun.
Selanjutnya pemerintahan Praja Mangkunegaran dilanjutkan oleh Raden Mas
Suyitno yang mana adik kandung dari Mangkunegara V. Raden Mas Suyitno diangkat
menggantikan kakaknya, mengepalai dan menjadi Komandan Legiun Mangkunegaran
dengan pangkat Kolonel bergelar KGPAA Mangkunegara VI atas permintaan ibunda
K.B.R Ayu Adipati Arya Mangkunegara IV. Alasan lain yang beredar mengapa Raden
Mas Suyitno lah yang menggantikan Mangkunegara V menjadi Mangkunegara VI adalah
dikarenakannya ketika Mangkunegara V wafat putra-putra beliau masih sangat kecil
maka belum dapat dilantik menjadi penerus tahta Praja Mangkunegaran, padahal
pemerintahan harus tetap berjalan pada akhirnya Raden Mas Suyitno lah yang dilantik
menjadi Mangkunegara VI pada tanggal 21 November 1896 walau sebenarnya tidak
berhak atas tahta tersebut.
Tampilnya Raden Mas Suyitno sebagai Mangkunegara VI melanjutkan
pemerintahan Praja yang sedang mengalami kemrosotan perekonomian yang memburuk.
Namun dengan kepiawaiannya dan sikap disiplinnya, Mangkunegara VI melakukan
berbagai gebrakan yang mengejutkan bahkan mampu membawa Praja Mangkunegara
bangkit dari keterpurukan perekonomiannya. Tentu berbagai kebijakan tersebut
menimbulkan pro dan kontra diantara keluarga besar Mangkunegaran, hingga pada
akhirnya Mangkunegara VI satu-satunya pemimpin Praja Mangkunegaran yang
mengundurkan diri dari jabatannya tersebut dan digantikan oleh keponakannya yaitu
Raden Mas Surya Suparta yang bergelar KGPAA Mangkunegara VII.
6
Disinilah hal yang sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam yaitu
Mangkunegara VI satu-satunya pemimpin Praja Mangkunegaran yang mengundurkan diri
dari jabatanya. Maka untuk lebih mengetahui fakta sejarah apa saja yang sudah terjadi
dengan kaitannya pengunduran diri Mangkunegara VI, maka penelitian ini menggunakan
judul “Dinamika Politik Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VI (Studi Kasus
Penyerahan Kekuasaan Pada R.M Surya Suparta)”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik beberapa
permasalahan yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Rumusan
masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah pemerintahan serta kebijakan-kebijakan Praja Mangkunegaran
pada masa Mangkunegara VI?
2. Apa penyebab konflik dan permasalahan dalam pemerintahan Mangkunegara VI
sehingga mengundurkan diri dari jabatan?
3. Bagaimana penyelesaian konflik antara Mangkunegara VI dengan keluarga besar
Mangkunegaran dan penyerahan kekuasaan kepada Mangkunegara VII ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk sejarah pemerintahan serta kebijakan-kebijakan Praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VI.
7
2. Untuk mengetahui penyebab konflik dan permasalahan dalam pemerintahan
Mangkunegara VI sehingga mengundurkan diri dari jabatan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian konflik antara Mangkunegara VI dengan keluarga
besar Mangkunegaran dan penyerahan kekuasaan kepada Mangkunegara VII.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Memenuhi syarat-syarat dan melengkapi guna mencapai gelar sarjana sastra
jurusan Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas
Maret Surakarta.
2. Manfaat Teoritik
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian
pengetahuan dalam ilmu sejarah terutama Sejarah Politik Kerajaan di Indonesia, serta
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian
selanjutnya.
E. Kajian Pustaka
Dalam Penelitian ini memerlukan beberapa sumber-sumber berupa buku atau hasil
penulisan sejarah yang sejenis, isi penulisan tersebut diharapkan dapat membantu
penelitian. Sumber-sumber berupa buku atau hasil penulisan sejarah yang digunakan
dalam penelitian ini, antara lain : Buku karya Th. M. Metz judul asli Mangkunegaran :
Analyse van een Javaansch Vorstendom yang diterjemahkan Mohamad Husodo
Mangunkusumo yang berjudul Mangkunegaran, Analisis sebuah kerajaan Jawa, yang
berisi mengenai sejarah berdirinya Kadipaten Mangkunegaran, gambaran umum Praja
8
Mangkunegaran meliputi jalannya pemerintahan mulai dari K.G.P.A.A Mangkunegara I
hingga VII.
Buku yang dituis oleh R.S.S Sidamukti yang berjudul Sri Paduka K.G.P.A.A
Mangkunegara VI (1965) dalam rangka peringatan meninggalnya Mangkunegara VI ke-
40 tahun / 5 windu berisi riwayat hidup dari Mangkunegara VI dari masa kanak-kanak,
dewasa hingga memegang tampuk pimpinan di Praja Mangkunegaran. Buku ini sangat
membantu dalam penulisan ini karena berisi riwayat hidup Mangkunegara VI.
Mengkaji mengenai dinamika politik pada masa Mangkunegara VI tidak terlepas
dari penjelasan George D. Larson dalam karyanya yang berjudul Prelude To Revolution,
Palace and Politics in Surakarta, 1912-1942 yang diterjemahkan Dr. A.B. Lapian yang
berjudul Masa Menjelang Revolusi, Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, 1912-
1942, yang berisi mengenai kondisi politik Surakarta pada tahun 1912-1942. Buku ini
sangat membantu dalam penulisan ini karena memaparkan kondisi politik di Surakarta
pada periode yang mencakup periodisasi penelitian ini. Selain kondisi politik Surakarta
George D. Larson juga menuliskan mengenai bagaimana jalannya pemerintahan
Mangkunegara VI.
Ketika Mangkunegara VI bertahta kerajaan memang sedang mengalami krisis
ekonomi yang sangat berat, maka tugas utama dari Mangkunegara VI ini adalah
melakukan pemulihan kembali keuangan kerajaan yang sehat. Dengan adanya tugas
utama inilah yang membentuk Mangkunegara VI menjadi raja yang sangat berhemat dan
sangat berhati-hati dalam hal keuangan. Upaya penghematan ini memang pada akhirnya
menunjukan hasil yang positif yaitu kembalinya keuangan kerajaan yang sehat, namun
dilain pihak penghematan ini justru menjadi sebuah sumber permasalahan baru bagi
9
kerajaan, karena terlalu berhematnya hal ini mengakibatkan pengabaian yang mencolok
terhadap kebutuhan dasar dari rakyat dan kerajaannya, seperti pembangunan jalan,
jembatan dan sekolah bahkan ada pula keluarga Mangkunegara yang mengalami sakit
jiwa. Karena Mangkunegara VI sangat berhemat maka keluarga Mangkunegaran yang
lain banyak yang tidak setuju bahkan timbul kebencian hingga akhirnya mendorong
Mangkunegara VI untuk turun tahta.
RM Iwan Krishna Wardhana FSSR UNS dalam skripsinya yang berjudul
“Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Pada Masa K.G.P.A Mangkunegara VI (1896-
1916), menjelaskan bahwa kepribadian Mangkunegara VI berpandangan jauh ke depan
untuk jamannya. Dalam alam feodalisme dan penjajahan asing yang serba penuh simbol-
simbol kebesaran dan kesopanan yang dianggapnya kurang praktis dan ekonomis, dengan
penuh keberanian dirombaknya secara drastis dan total, seperti halnya cara berpakaian
disederhanakan dan juga menghapuskan laku dodok dan duduk dibawah.
Selain itu skripsi ini mengupas mengenai perekonomian praja Mangkunegaran
pada masa Mangkunegara VI, dijelaskan bahwa pada masa Mangkunegara VI praja
sedang mengalami krisis yang begitu hebat namun ditangan Mangkunegara VI inilah
Praja Mangkunegaran kembali menemukan langkahnya dengan mengembalikan
keuangan praja menjadi sehat kembali.
Dari karya-karya diatas, maka dicoba untuk mengungkap lebih lengkap lagi
mengenai perpindahan kekuasaan di Mangkunegaran tepatnya dari Mangkunegara VI ke
Mangkunegara VII hingga dapat dipaparkan dalam penelitian ini bagaimana jalannya
sebuah suksesi perpindahan kekuasaan di Mangkunegaran yang berakibat mundurnya
seorang Adipati dari jabatannya.
10
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian
Suatu penulisan yang bersifat ilmiah mustahil dilakukan tanpa didukung dengan
keberadaan fakta-fakta. Apalagi penelitian sejarah keberadaan fakta sangat diperlukan,
dianalisis dan dikembangkan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau sedangkan
fakta tidak mungkin ditemukan tanpa tersedianya data. Berasal dari data-data itulah fakta
dapat ditemukan setelah melalui proses interpretasi sedangkan data baru dapat ditemukan
setelah melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber sejarah. 5
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan adalah
metode sejarah. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud metode sejarah adalah proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.6 Metode
sejarah ini terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya.
a) Heuristik/ pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data atau sumber
yang berupa studi dokumen dan studi pustaka.
1) Studi Dokumen
Fokus penelitian dalam studi ini adalah peristiwa yang sudah lampau,
maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber dokumen. Dokumen
5 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah, (Jakarta : PT Gramedia, 1992), hlm 90
6 Gottschalk, Louis., Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 32.
11
dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen dalam arti sempit dan dokumen
dalam arti luas. Menurut Sartono Kartodirdjo, dokumen dalam arti sempit adalah
kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, catatan harian,
laporan dan lain-lain.7 Di satu sisi dokumen dalam arti luas meliputi artefak, foto-
foto, dan sebagainya. Penggunaan dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen
dalam arti sempit. Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang sangat
penting, sebab selain bahan dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data
sejarah, bahan ini juga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan, apa, kapan
dan mengapa.8 Studi tentang dokumen bertujuan untuk menguji dan memberi
gambaran tentang teori sehingga memberi fakta dalam mendapat pengertian
historis tentang fenomena yang unik.9
Dalam penulisan ini menggunakan data arsip yang berasal dari
perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran karena sebagian arsip atau dokumen
sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Adapun arsip yang digunakan antara lain
: Peraturan tahun 1896 mengenai penobatan Mangkunegara VI dalam arsip
Mangkunegara VI dengan nomer katalog 215, Surat-surat kepada RMH Surya
Suparta Tahun 1906 dalam arsip Mangkunegara VI dengan nomer katalog 264,
Surat Residen tahun 1912 mengenai keluarga raja yang terkena perkara dalam
arsip Mangkunegara VI dengan nomer katalog 121, Surat Residen Sollewijn
Gelpke kepada Mangkunegara VI dengan nomer katalog 1443, Berkas surat-surat
meliputi pemerintahan Mangkunegara III-VI dalam arsip Mangkunegara VI
7 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 98.
8 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu Alternatif, (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hlm. 97-122.
9 Sartono Kartodirdjo, “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”, Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 47.
12
dengn nomer katalog 209, Berkas tahun 1894-1915 mengenai masalah
Mangkunegara VI meletakan jabatan yang disebabkan masalah puteranya R.M
Suyono dan putrinya R.A Suwasti yang tidak bisa menggantikan Mangkunegara
VI dalam arsip Mangunegara VI dengan nomer katalog 214.
2) Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan sebagai bahan pelengkap dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini sumber pustaka yang digunakan hanya yang berkaitan
dengan tema penelitian. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk menambah
pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Sumber pustaka
yang digunakan antar lain: skripsi, buku, surat kabar, artikel dan sumber lain yang
memberikan informasi tentang tema yang diteliti. Buku-buku yang digunakan
dalam penulisan ini diperoleh dari perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran,
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Perpustakaan Ilmu Sejarah, dan buku-buku koleksi pribadi.
b) Kritik sumber
Kritik sumber bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik
intern dan ekstern10. Kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data,
sedang kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber. Dalam penelitian ini perlu
menyeleksi data-data yang berhubungan dengan dinamika politik pada masa pemerintahan
Mangkunegara VI, dimulai dengan arsip tentang Peraturan tahun 1896 mengenai penobatan
Mangkunegara VI dengan nomer katalog 215. Arsip ini akan digunakan untuk mengetahui
dengan detail mengenai peraturan apa saja yang digunakan untuk penobatan R.M Suyitno
10 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58.
13
sebagai raja baru di Praja Mangkunegaran dengan gelar KGPAAMangkunegara VI. Selain itu
penelitian ini juga menggunakan arsip tentang Surat-surat kepada RMH Surya Suparta
Tahun 1906 dalam arsip Mangkunegara VI dengan nomer katalog 264. Arsip ini dapat
digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan Mangkunegara VI dengan R.M Surya
Suparta melalui isi surat tersebut. Untuk mengetahui bagaimana jalannya pemerintahan
beserta dinamika politik pada masa Mangkunegara VI penelitian ini menggunakan arsip
Berkas surat-surat meliputi pemerintahan Mangkunegara III-VI dalam arsip Mangkunegara
VI dengan nomer katalog 209.
c) Interpretasi Data
Tahap berikutnya adalah interpretasi, yaitu penafsiran terhadap data-data yang sudah
terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari
sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi
secara menyeluruh.11 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis.
Deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat
dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber
bahan dokumen dan studi kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis,
diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya, kemudian akan diuraikan dan dihubungkan sehingga
menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.12
d) Historiografi
11 Ibid., hlm. 64. 12 Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, (Jakarta: Yayasan
Indayu, 1978), hlm. 36.
14
Tahap terakhir adalah historiografi, yaitu penyajian hasil penelitian berupa
penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut
teknik penulisan sejarah.
G. Sistematika Skripsi
Dalam penelitian tentang Dinamika Politik Masa Mangkunegara VI (Studi Kasus
Penyerahan Kekuasaan Pada R.M Surya Suparta), sistematikanya terbagi menjadi lima bab,
yaitu:
BAB I, dalam bab pendahuluan menjelaskan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka dan metode penelitian serta
sistematika skripsi.
BAB II, menjelaskan tentang gambaran umum Praja Mangkunegaran yang mencakup
sejarah pemerintahan serta kebijakan-kebijakan Praja Mangkunegaran pada masa
Mangkunegara VI .
BAB III, menjelaskan tentang penyebab konflik dan permasalahan dalam
pemerintahan Mangkunegara VI sehingga mengundurkan diri dari jabatan.
BAB IV, menjelaskan tentang penyelesaian konflik antara Mangkunegara VI dengan
keluarga besar Mangkunegaran dan penyerahan kekuasaan kepada Mangkunegara VII.
BAB V, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari empat bab sebelumnya untuk
menjawab secara singkat permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
15
A. Arsip :
Berkas surat-surat meliputi pemerintahan Mangkunegara III-VI : MN VI No 209.
Surakarta : Reksapustaka.
Berkas tahun 1894-1915 mengenai masalah Mangkunegara VI meletakan jabatan
yang disebabkan masalah puteranya R.M Suyono dan putrinya R.A Suwasti
yang tidak bisa menggantikan Mangkunegara VI : MN VI No 214. Surakarta
: Reksapustaka.
Peraturan tahun 1896 mengenai penobatan Mangkunegara VI : MN VI No 215.
Surakarta : Reksapustaka.
Surat Residen tahun 1912 mengenai keluarga raja yang terkena perkara dalam arsip
Mangkunegara VI : MN VI No 12. Surakarta : Reksapustaka.
Surat Residen Sollewijn Gelpke kepada Mangkunegara VI no 1443 17 tanggal 22
Februari 1915. Surakarta :Reksapustaka.
Surat-surat kepada RMH Surya Suparta Tahun 1906 dalam arsip Mangkunegara VI
dengan nomer katalog 264. Surakarta : Reksapustaka.
B. Buku-Buku :
Dwi Ratna Nurhajarini, Tugas Tri Wahyono dkk. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta : Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
George D. Larson. 1990. Masa Menjelang Revolusi Keraton dan Kehidpan Politik di Surakarta, 1912 – 1942. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
16
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta : UI Press.
Krisnina Maharani A Tandjung. 2007. 250 Tahun Pura Magkunegaran. Jakarta : Yayasan Warna-warni Indonesia.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
Mulyanto Utomo dkk. 2004. Di Balik Suksesi Keraton Surakarta Hadiningrat. Solo : PT Aksara Solopos.
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Indayu.
Radjiman. 1984. Sejarah Mataram Kartasura sampai Surakarta Hadiningrat. Surakarta : Krida.
Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia
___________, 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta : PT Gramedia.
Sidamukti, R.S.S. 1965. Sri Paduka K.G.P.A.A Mangkunegara VI. Surakarta : Reksa Pustaka.
Sidik Gondhowarsito, Much. 2002 Mangkunegara VI 1896-1916 Pembaharu pada Zamannya. Jakarta.
17
Soemarsaid Moertono. 1985. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau, Studi tentang Masa Mataram II Abad XVI-XIX. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Suhatmoko. Tanpa Tahun. Babad Ringkasan Padatan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara 1-VI. Surakarta : Reksapustaka.
Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakat Mangkunegaran. Yogyakarta : LKIS.