resume PPIC MRP
Transcript of resume PPIC MRP
Tugas Production Planning and Inventory Control
Resume Jurnal Material Requirement Planning (MRP)
Dosen Pengampu: Ika Atsari Dewi, STP, MP
Kelas C
Kelompok 6
Oleh:
Arika Hasanah 115100301111009
Cleverina Yulie P 115100301111023
Atik Malihatin 115100301111025
Amalia Haris K 115100301111027
M Samsul Hadi 115100301111035
Diana Candra M 115100301111041
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Amalia Haris Kartikasari Cleverina Yulie Permatasari M Samsul Hadi
115100301111027 115100301111023 115100301111035
Atik Malihatin Arika Hasanah Diana Candra M115100301111025 115100301111009 115100301111041
Journal of Air Transport Management 10 (2004) 217–221
Short Communication
The material requirements planning system for aircraft maintenance
and inventorycontrol: a noteAdel A. Ghobbar*, Chris H. Friend
School of Engineering and Mathematical Sciences, City University London, Northampton Square, London, EC1V 0HB, UK
Abstract
Airline operators and maintenance organizations were queried regarding their maintenance and inventoryprocedures. Of 175respondents, 152 were using the reorder point system, and the remainder the material requirements planning (MRP) system. The surveywas intended to examine the experience of companies using MRP. It indicates that the aircraft parts industrytakes this system seriously. However, it is more difficult to implement in the aircraft maintenance environment than in a commercial environment, where the need for spare parts is unpredictable. But if the obstacles are understood and a sound plan is realised by good management, MRP can be successfullyimplemented, with substantial benefits.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Suatu produk jadi, biasanya terdiri atas berbagai komponen penyusun.
Masing-masing komponen memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, baik
dari segi harga, ketersediaan, pola seasional, dan sifat-sifat mekanis yang
berbeda. Oleh karena itu setiap komponen perlu diatur persediaan dan
pasokannya. Selain dari segi sifat dan karakteristik, faktor lain yang menjadi
pertimbangan adalah dari permintaan konsumen. Permintaan konsumen akan
produk jadi ini nantinya akan berpengaruh pada pengelolaah pasokan komponen
bahan penyusun produk, karena kuantitas komponen penyusun akan
berpengaruh pada kuantitas produk jadi yang dapat dihasilkan. Untuk
perusahaan dengan jumlah permintaan yang tinggi, pengaturan persediaan dan
pasokan ini sangat penting karena berpengaruh pada kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, baikdalam hal kuantitas maupun waktunya.
Apabila perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan tepat pada waktunya,
maka konsumen dapat saja beralih ke produk lain sehingga dapat mendatangkan
kerugian bagi perusahaan. Oleh karena itu diperlukan teknik perencanaan dan
pengendalian komponen dari suatu produk jadi yang disebut Material
Requrement Planning.
Perusahaan manufaktur telah mengontrol pasokan komponen produkya
dengan teknik reorder point (ROP). Secara bertahap mereka akhirnya menyadari
bahwa beberapa dari komponen mereka menggunakan permintaan dependen,
dan MRP berkaitan untuk mengontrol barang dependen agar lebih efektif.
Dengan demikian, MRP harus disesuaikan khususnya untuk mengelola
persediaan berkaitan dengan permintaan dependen dan penjadwalan pengisian
pesanan. Perusahaan penerbangan sering menggunakan rata-rata masa lalu,
daripada peramalan kebutuhan komponen untuk menentukan berapa banyak
pesanan dan kapan. Sistem ini sering digunakan untuk permintaan independen,
tetapi tidak untuk persediaan suku cadang penerbangan. Sehingga digunakan
survey untuk mengetahui latar belakang MRP, fitur dari MRP, dan
membandingkan sistem MRP dan ROP. Serta diselidiki sejauh mana MRP dapat
diterapkan untuk operasi penerbangan dan perawatan.
Dari 175 responden, 152 diantaranya menggunakan reorder point, dan
sisanya dengan sistem perencanaan kebutuhan bahan (MRP). Ini
mengindikasikan bahwa industri spare parts pesawat perlu dipelajari dengan
serius. Namun lebih sulit mengaplikasikan lingkungan perawatan pesawat
daripada lingkungan komersial, di mana kebutuhan spare part tidak dapat
diprediksi. Namun bila hambatan dapat dipahami dan dan opini perencanaan
direalisasikan dengan manajemen yang baik, MRP dapat diimplementasikan
dengan sukses, dengan manfaat yang signifikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MRP (Material Requirement Planning)
MRP menggambarkankuantitas dan waktu permintaan yang diperlukan
untuk memenuhi persyaratan jadwal induk. Salah satu tujuan utamanya adalah
untuk menjaga tanggal jatuh tempo agar sama dengan tanggal kebutuhan,
menghilangkan kekurangan bahan dan kelebihan stok. MRP membagi komponen
menjadi beberapa bagian, MRP juga menghubungkan setiap komponen atau
mengumpulkan setiap bagian dari komponen secara keseluruhan. MRP efektif
mengantisipasi pesanan masa depan berdasarkan fluktuasi permintaan.Dengan
kemajuan teknologi komputer, MRP telah terintegrasi dalam suatu sistem.
Dilakukan survey pada 283 perusahaan penerbangan dan yang menjawab
hanya 62%. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang mencari
konsep alternatif seperti MRP. Delapan operator maskapai dan 15 organisasi jasa
pemeliharaan mengakui pelaksanaan MRP. Jumlah yang lebih besar datang dari
perusahaan yang berasal dari Eropa (72) dan Amerika Utara (43).
2.2 Penggunaan MRP
Lima belas perusahaan menggunakan sistem MRP dengan software
packages yang disediakan oleh vendor; delapan perusahaan mengembangkan
sistem in-house yang dirancang oleh konsultan. Sembilan belas perusahaan
menggunakann inventory record yang sama seperti gross requirements,
scheduled receipts, projected on-hand inventory, net requirements, planned order
receipts and planned order release. Empat perusahaan telah diperkenalkan
catatan persediaan tambahan. Delapan perusahaan menerima pernyataan
komputer, dan 15 menerima pernyataan komputer setelah melakukan
peninjauan. Tidak terdapat perusahaan yang menggunakan perhitungan manual
saja.
Dalam persaingan global pengiriman barang pesanan menjadi sangat
penting. Lead time ditentukan berdasarkan hasil negosiasi antara pembeli dan
pemasok. Tiga belas perusahaan MRP menentukan lead time berdasarkan
kesepakatan sedangkan lima perusahaan menggunakan data masa lalu,
berdasarkan pengetahuan tentang pasar dan memperbaruinya jika terjadi
perubahan.
Anderson et al. (1982) menunjukkan bahwa sebagian besar (70,4%)
pengguna MRP bekerja dalam waktu buckets mingguan. Tapi di sini hanya lima
perusahaan yang menggunakan MRP waktu buckets bulanan. Enam perusahaan
menerapkan waktu bucket mingguan karena volume barang yang terlibat, atau
biasanya waktu buckets mingguan digunakan untuk ‘short jobs’ sedangkan waktu
buckets bulanan digunakan untuk ‘longer jobs’. Dua belas perusahaan bekerja
harian karena jumlah batch permintaan yang melebihi beban kerja. Horison
perencanaan yang paling populer adalah satu tahun atau kurang, terdapat lima
perusahaan yang menggunakan horison perencanaan tiga tahunan, dan lima
perusahaan lain menggunakan horison 1-6 bulanan. Dan dua perusahaan lain
menggunakan horison dua tahunan.
Dalam melaksanakan MRP dan mengatasi permasalahannya, harus
digunakan formulasi untuk lot sizing pada program yang digunakan. Sebagian
besar perusahaan menggunakan salah satu metode berikut:
* Economic Order Quantity (12 perusahaan).
* Lot for lot techniques, merupakan teknik pemesanan yang paling sederhana
(11 perusahaan).
* Karena kuantitas pesanan tidak sesuai dengan kebutuhan, maka menyebabkan
persediaan tinggi dan persediaan berlebih (4 perusahaan).
*Periode pesanan pasokan tetap untuk sejumlah tertentu tiap periode (empat perusahaan menerapkan ini menggunakan perintah biasa terutama untuk suku cadang).* Fixed order period, yang menetapkan waktu yang tetap antara pesanan dan
jumlah pesanan yang diperlukan untuk memenuhi permintaan saat itu (3
perusahaan).
* Part-periode Algorithm (2 perusahaan).
* Least unit cost (3 perusahaan).
* Part-periode balancing (1 perusahaan).
Maintenance Organization menyatakan bahwa metode ini tidak cocok
untuk mereka, mereka menggunakan persediaan minimum dan ukuran lot yang
kecil.
Dalam hal safety stock, empat perusahaan tidak menerapkannya,
sembilan belas perusahaan yang menerapkan safety stock untuk sistem MRP
mereka. Tiga belas perusahaan menerapkan prosedur safety stock, tergantung
pada signifikansi material dan biaya. Hanya satu perusahaan yang menerapkan
metode safety stock pada semua level; enam perusahaan menerapkan safety
stock pada tingkat rendah, dan tujuh perusahaan menerapkan kontrol safety
stock terbatas untuk level akhir item (komponen).
Secara teori, kontrol safety stock dapat dihitung dari pengalaman hanya
dengan menebak atau rata-rata. Namun, sembilan perusahaan yang disurvei
menghitung dengan metode statistik; delapan perusahaan menghitung dari
pengalaman mereka sendiri, dan empat perusahaan menghitung rata-rata
dengan meninjau penggunaan sebelumnya. Tidak ada perusahaan yang
menghitung dengan cara menduga. Tiga perusahaan merupakan maintenance
organization, mereka pemesanan komponen berdasarkan kontrak yang diterima
dan tidak menggunakan safety stock.
Software Bill Of Matrial menghubungkan file BOM dengan file Inventory,
sehingga permintaan dari semua komponen akan tercatat. Hanya Sembilan belas
perusahaan yang menerapkan sistem Software BOM(6 single level, 9 multilevel,
dan 5 gabungan kedua metode) sedangkan yang lain tidak mengaplikasikan
sistem ini. Dua puluh satu perusahaan menggunakan sistem MRP regeneratif
dimana dasar penggunaannya adalah perencanaan kembali dengan sistem
regenerasi mingguan atau harian. Ini berkaitan dengan studi peneliti sebelunya
yang mana Jadwal Induk akan diperbarui mingguan dengan presentase pengguna
35-50%, yang lainnya menmperbarui beberapa hari sekali.
Perpanjangan jadwal induk untuk menangani perencanaan jangka
panjang dan penambahan data finansial dalam suatu sistem tertutup yang
disebut MRP II. Sistem ini digunakan 8 perusahaan, 11 menggunakan MRP dan
lainnya menggunakan keduanya.
Dalam hal otomatisasi, jawaban responden menunjukkan kriteria yang
tidak sama. Jawaban pertama menunjukkan tingkat otomatisasi mencapai 90-
100 % dengan ketelitian 50-80 %. Jawaban kedua menunjukkan bahwa
otomatisasi dilaksanakan pada tahap pemesanan dan reorder, akan tetapi dalam
peninjauan dan pengadaan dilaksanakan secara manual. Tiga perusahaan
menerapkan sistem otomatisasi pada item dengan biaya rendah sedangkan
untuk item biaya tinggi secara manual. Dua perusahaan yang lain menerapkan
otomatisasi penuh akan tetapi hanya pada tahap order dan reorder, sedangkan
pada tahap peninjauan dan pengadaan dilakukan secara manual. Sistem
otomatisasi yang dilakukan menggunakan Electronic Data Interchange(EDI).
Sistem otomatisasi ini memang terbukti memberi keuntungan bagi perusahaan,
namum para peneliti penilai ini terlalu ketinggala jaman.
Tiga belas perusahaan menerapkan sistem ABC berdasarkan sistem
standar penerbangan, enam perusahaan menggunakan sistem Minimum
Equipment List(MEL).Sistem ini didasarkan atasa ada tidaknya komponen serta
tidak diterapkannya lead time blocks. Tujuh perusahaan menerapkan value dan
harga unit rata-rata. Tiga perusahaan menggunakan klasifikasi A-Z dan tiga
perusahaan tidak menjawab pertanyaan untuk item ini.
Enam belas perusahaan bekerja untuk waktu yang disepakati, lima
lainnya menggunakan waktu yang disepakati sekaligus memantau
pelaksanaanya. Tidak ada perusahaan yang bekerja untuk waktu tambah tukar
yang disetujui, dan hanya dua perusahaan yang menerapkan waktu penalti. Dan
tidak ada perusahaan yang membuat kesepakatan kontrak tanpa batas.
Berikutnya di dalam survey akan ditanyakan mengenai perubahan ukuran
armada dan perubahan tipe pesawat serta ketika data historis tidak direkam.
Hasilnya adalah:
14 perusahaan menggunakan pengalaman atau data awal pabrikan untuk
menghitung data yang diperlukan.
18 perusahaan meminta produsen awal menyediakan data ketika
pengenalan pesawat jenis baru.
7 perusahaan berkonsultasi engan perusahaan lain.
2 perusahaan tidak menjawab pertanyaan ini.
2.3 Keuntungan Penerapan MRP
Dua puluh dua perusahaan merasa senang dengan hasil penggunaan
MRP, sedangkan satu perusahaan tidak mempunyai waktu untuk menilai
kelebihan system yang baru di terapkan. Sembilan belas perusahaan melihat
peningkatan layanan dan empat perusahaan yang masih menemukan manfaat
dari penggunaan MRP. Manfaat yang paling umum yaitu berkurangnya biaya
persediaan, efektivitas penjadwalan yang lebih baik, dan menghindari kurangnya
komponen. Survey juga menunjukkan manfaat lain yang tidak ditargetkan dalam
kuesioner seperti, waktu turn-arround yang lebih baik, mengurangi stok rak,
meningkatkan inventory turn, meningkatkan perputaran persediaan,
meminimalkan pengeluaran dan mengoptimalkan aliran kas.
System MRP yang gagal disebabkan oleh kurangnya komitmen
manajemen terhadap proyek dalam satu perusahaan, kurangnya pendidikan atau
pelatihan MRP bagi bagian yang harus menerapkan MRP, jadwal produksi yang
tidak realistis atau data yang tidak akurat khususnya data BOM dan data
inventory. Menurut Blood’s (1993) perusahaan yang tidak berhasil menerapkan
system MRP memiliki masalah dengan system pelaksanaanya bukan dengan
system itu sendiri.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, pada enam perusahaan alasan
utama untuk tidak mewujudkan potensi yang dimiliki system MRP yaitu
kurangnya pelatihan, jadwal produksi yang tidak realistis dan data yang tidak
akurat terutama data BOM dan data persediaan. Kurangnya komitmen top
management terhadap proyek.
2.4 Diskusi
Keunikan industry maskapai mempunyai empat karakteristik pasar, yaitu
kebutuhan global untuk suku cadang, ketidakpastian permintaan, bagian yang
dapat diusut untuk alasan keamanan, dan tingginya biaya untuk bagian yang
tidak dimiliki (AOG). Ada beberapa bukti bahwa MRP dapat mengontrol
persediaan secara akurat untuk mengurangi stok penjadwalan pemeliharaan
maskapai. Dari survey, terliaht bahwa dari152 perusahaan yang menggunakan
system ROP, setengahnya merasa tidak puas dan mempertimbangkan system
MRP untuk diterapkan pada perusahaan.
Tampaknya, dibutuhkan pembagian masalah dari penggunaan MRP dalam
maskapai dengan manajemen yang timbul dari sumber teknis. Kegagalan sisem
MRP dari segi manajemen yang paling banyak mengalami kesalahan adalah dari
sisi pengetahuan pendidikan dan pelatihan system MRP baik sebelum dan
selama pelaksanaan system MRP. Sumber teknis yang paling sulit dari penerapan
MRP yaitu kesulitan meramalkan keperluan yang sulit untuk diprediksi seperti
sebagian konsumsi yang tidak terprediksi sampai sebagian keperluan yang tidak
terjadwal (dalam kondisi pemeliharaan). Ada beberapa cara untuk mengatasinya,
misalnya pembahasan dari Ghobbar dan Teman (2003) yang mendiskusikan
tentang peramalan permintaan yang berkaitan dengan perawatan proses primer.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya, survey MRP menentukan bahwa perencanaan jangka
panjang di masa yang akan datang antar perusahaan bervariasi tergantung pada
jenis pekerjaan yang mereka tangani, sesuai dengan perkiraan perencanaan
mereka. Penelitian ini bermaksud untuk melihat factor yang mempengaruhi MRP
dari banyak ukuran dalam hubungannya dengan berbagai variasi permintaan.
Setelah setiap perbaikan multi level BOM diperbarui, dengan mengubah rencana
pada item terakhir, dan pembangunan BOM baru menggunakan semua data
yang tersedia dari produsen atau operator lain. Mulit level BOM efektif untuk
memperbaiki daftar pekerjaan tetapi tidak untuk pekerjaanspare part pesawat.
Penggantian suku cadang dan perbaikan bahan lain dapat dimasukkan ke dalam
struktur BOM tergantung pesanan yang diminta. Langkah ini menyediakan
peningkatan persediaan dan pengendalian biaya perbaikan selama
mengumpulkan informasi perbaikan untuk tinjauan dan analisa.