Respirasi
description
Transcript of Respirasi
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ
panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong
merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman
induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat pasca panenapun organ
panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih
mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman
induknya (Santoso, 2011).
Komoditi hortikultura yang telah dipanen masih melakukan proses
respirasi. Respirasi merupakan perombakan bahan organik yang lebih komplek
seperti pati, asam organik dan lemak menjadi produk yang lebih sederhana
(karbondioksida dan air) dan energi dengan bantuan oksigen. Respirasi pada
dasarnya adalah kebalikan fotosintesis. Glukose dirombak menjadi piruvat
melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) yang terjadi pada sitoplasma, dan
Piruvat dirombak menjadi karbondioksida melalui jalur Tricarboksilate Acid
(TCA) yang terjadi pada mitokondria (Santoso, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi dibedakan menjadi
faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau
lingkungan di sekeliling bahan). Faktor Internal diantaranya adalah tingkat
perkembangan, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, lapisan alami, dan jenis
jaringan. Faktor eksternal diantaranya suhu, etilen, karbondioksida, oksigen,
senyawa (zat) pengatur tumbuh, luka/kerusakan fisik (Santoso, 2011). Pada
praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap pola respirasi dan pengaruh
berbagai perlakuan terhadap laju respirasi pada buah.
praktikum kali ini, penentuan pola respirasi dilakukan dengan
menggunakan serangkaian alat. Pada rangkaian peralatan yang digunakan (4 buah
botol kecil dan satu botol penyimpan bahan), O2 yang diperoleh dari aerator yang
melewati larutan Ca(OH)2, kemudian digunakan oleh bahan (buah atau sayuran)
untuk respirasi, lalu dialirkan ke larutan alkali. Larutan alkali yang digunakan
adalah NaOH 0,1 N, berfungsi untuk menangkap gas CO2 apabila ada gas CO2
yang lolos dan tidak terperangkap di larutan kapur. Gas CO2 yang berasal dari
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
aerator tidak boleh lolos ke toples sampel karena akan ikut terukur sebagai gas
CO2 hasil respirasi sehingga pengukuran akan keliru dan volume titrasi NaOH
akan lebih kecil dari yang seharusnya karena adanya gas CO2 dari udara yang
terperangkap dilarutan NaOH. Selanjutnya larutan alkali tersebut dititrasi dengan
HCL dan indikator phenolptalein 1% untuk diketahui nilai CO2 yang dibebaskan
oleh bahan. Jumlah mililiter HCl yang digunakan untuk membuat NaOH + CO2 +
indikator PP berwarna putih selanjutnya digunakan dalam perhitungan laju
respirasi sebagai berikut :
Laju Respirasi = 0,5 (ml blanko – ml sampel) x N HCl x BM CO2
kg sampel
Respirasi dilakukan selama 5 hari selama 1 jam, dan perhitungan laju
respirasi dilakukan segera setelah respirasi selesai. Pada perhitungan, digunakan
blanko yang berfungsi sebagai kontrol jumlah CO2 yang dibebaskan dan diikat
oleh NaOH. Blanko ini menandakan laju respirasi saat keadaan tanpa bahan
(sayur/buah). Harga laju respirasi untuk setiap harinya yang didapat selanjutnya
diplotkan menjadi sebuah grafik.
4.1 Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik
4.1.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Tabel 1. Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat
Hari
Warna Aroma TeskturV HCl (mL)
Laju Respirasi
3&4Jeruk
0.55 kg
1 Hijau
kekuningan(+++++)
Khas jeruk
keras 22.8 -0.4809
2 Hijau
kekuningan(++++)
Khas jeruk
keras 25 -9.2
3 Hijau
kekuningan(+++)
Khas jeruk
keras 22.6 0.4
4 Hijau
kekuningan (++)
Khas jeruk
keras 21.8 3.6
5 Hijau
kekuningan (+)
Khas jeruk
keras 22 2.8
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Kel/ Sampel/
Berat
Hari
Warna Aroma TeskturV HCl (mL)
Laju Respirasi
5&6Kentang0.5 kg
1Coklat (++++
+)
Khas kentang (+++++)
Keras (+++++)
8.2 6.38
2 Coklat (++++) Khas
kentang (++++)
Keras (++++)
21.3 6.16
3 Coklat (+++) Khas
kentang (+++)
Keras (+++)
24.5 -7.92
4 Coklat (++) Khas
kentang (++)
Keras (++)
21.0 7.48
5 Coklat (+) Khas
kentang (+)
Keras (+) 21.1 7.04
7&8Tauge0.5 kg
1 Putih (+++++)Khas tauge
keras 9.3 58.96
2 Putih (++++)Khas tauge
keras 22.4 1.32
3 Putih (+++)Khas tauge
keras 7 69.08
4 Putih (++)Khas tauge
keras 11.5 49.28
5 Putih (+)Khas tauge
keras 21.6 36.08
9&10Kol
0.25 kg
1 Putih
kekuninganKhas kol
keras 15 30.8
2 Putih
kekuninganKhas kol
keras 20.4 67.76
3 Putih
kekuninganKhas kol
keras 14.5 72.16
4 Putih
kekuninganKhas kol
keras 21.6 14.96
5 Putih
kekuninganKhas kol
keras 21.6 9.68
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Volume Blanko = 22.7 mLKeterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 1. Grafik Laju Respirasi Normal Buah Non-Klimaterik
IV.1.2. Laju Respirasi Buah Klimakterik
Tabel 2. Laju Respirasi Buah Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV HCl (mL)
Laju Respirasi
1&2Apel
0.45 kg
1Hijau bergaris
merahKhas apel
keras 21.2 7.33
2Hijau bergaris
merahKhas apel
keras 22.6 0.489
3Hijau bergaris
merahKhas apel
keras 24.3 -7.82
4Hijau bergaris
merahKhas apel
keras 23.9 -5.867
5Hijau bergaris
merahKhas apel
keras 23.8 5.378
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Volume Blanko = 22,7 mLKeterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 2. Grafik Laju Respirasi Normal Buah Klimaterik
Atas dasar laju serta pola respirasi dan pola produksi etilen selama
pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk
buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan non-
klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi
karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H) bersamaan dengan terjadinya pemasakan.
Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi
karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh
buah yang tergolong klimaterik adalah apel, alpukat, pisang, pepaya, tomat, dan
semangka. Sedangkan buah-buah yang termasuk dalam golongan non-klimaterik
meliputi anggur, cherri, mentimun, terong, jeruk, cabe, kol, tauge, kentang nanas,
dan stroberi (Santoso, 2011).
Produk holtikultura yang memiliki respirasi klimaterik ditandai dengan
produksi karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah menjadi masak dan
meningkatnya produksi etilen. Saat buah-buahan mencapai masak fisiologi,
respirasinya mencapai klimaterik yang paling tinggi. Berdasarkan hasil
pengamatan laju respirasi pada apel, jeruk, dan kentang beberapa data diketahui
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
berada pada nilai dibawah nol (minus). Hal ini terjadi karena volume titrasi
blanko yang digunakan lebih kecil dari volume titrasi sampel. Seharusnya volume
blanko memiliki nilai yang lebih tinggi karena larutan NaOH yang digunakan
tidak menangkap gas CO2 hasil respirasi. Pada kasus ini kemungkinan NaOH
blanko menangkap gas CO2 dari aerator karena larutan kapur jenuh dan NaOH
sebelum desikator sampel tidak menangkap gas CO2 dengan baik, akibatnya gas
CO2 bereaksi dengan larutan NaOH yang akan dititrasi sehingga volume sisa
NaOH yang tidak bereaksi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
Respirasi untuk sampel kol dan tauge tidak mengalami masalah karena
volume titrasinya lebih kecil dari volume blanko. Dapat dilihat pada gambar 1
yang menunjukkan grafik pola respirasi pada seluruh sampel buah non-klimaterik
grafik menunjukan laju respirasinya dalam keadaan fluktuatif. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa pada buah non-klimaterik menunjukkan
penurunan yang pada laju respirasi selama penyimpanan.
Respirasi untuk sampel buah apel tidak memiliki data yang sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa pada buah klimaterik menunjukkan peningkatan
yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H) bersamaan
dengan terjadinya pemasakan.
Perubahan warna yang terjadi pada tauge dan kol semakin lama semakin
hilang warna hijaunya dan semakin menguning. Menurut Santoso (2011)
terjadinya perubahan warna tersebut dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil
sedikit demi sedikit secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan
terbuka atau nampak. Perubahan enzimatik klorofil ini disebabkan adanya
aktivitas enzim klorofilase yang akan merubah klorofil menjadi klorofilid. Enzim
ini berada dalam jaringan tanaman sebagai bagian daripada klorofil lipoprotein
komplek. Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil
yang merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau
dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang
bertanggung jawab terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH (terutama
disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola), sistim oksidatif, dan enzim
klorofillase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor tersebut
yang bekerja secara berurutan dan bersamaan merusak struktur klorofil.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Pada buah jeruk warnanya cenderung stabil. Jeruk berwarna hijau
kekuningan. Hilangnya warna hijau klorofil berkaitan dengan pembentukan
dan/atau munculnya pigmen kuning hingga merah. Beberapa pigmen ini adalah
karotenoid yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan umumnya mengandung
40 atom karbon serta memiliki 1 atau lebih fungsi oksigen dalam molekul.
Pigmen warna ini menyebabkan buah berwarna kuning, oranye dan merah-oranye.
karotenoid tersebunyi karena adanya klorofil. Setelah klorofil terdegradasi,
pigmen karotenoid muncul (Santoso, 2011).
Apel memiliki warna merah yang cenderung stabil dari hari kehari. Warna
merah tersebut adalah pigmen antosianin. Antosianin menghasilkan warna-warna
merah-ungu pada buah maupun sayuran. Antosianin dapat larut dalam air
sehingga antosianin umumnya dijumpai dalam vakuola sel, namun sering pula
pada lapisan epidermis. Antosianin menghasilkan warna-warna kuat yang sering
menutupi karotenoid dan klorofil. Warna yang ditimbulkan oleh zat warna ini
diakibatkan karena penggabungan antosianidin dengan monosakarida. Senyawa
monosakarida yang biasa bergabung dengan antosianidin adalah glukosa,
galaktosa, dan kadang-kadang pentosa (Santoso, 2011).
Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar lemaknya rendah, namun
peranannya besar dalam hal tesktur, serta pembentukan flavor dan pigmen
sayuran/buah. Lipid netral (trigliserida, digliserida, sterol, ester sterol, asam Iemak
bebas dan hidrokarbon) terdapat dalam jumlah relatif besar dalam buah tomat
muda. Lipid netral ini menurun kadarnya selama pematangan (pembentukan
pigmen), tetapi meningkat lagi pada tingkat kematangan penuh. Persentase asam
linoleat dan asam oleat menurun selama pembentukan pigmen pada buah tomat
(Santoso, 2011). Pada pengamatan tekstur, baik apel, jeruk, kentang, tauge, dan
kol makin lama teksturnya semakin lunak. Menurut Tjahtjadi (2008) jika jaringan
tumbuhan rusak atau mati akibat penyimpanan maka terjadi denaturasi protein
dari membran sel sehingga menyebabkan kehilangan sifat selektif-permeabelnya.
Tanpa sifat selekif-permeabel, tekanan osmotik dalam vakuola sel dan dalam
protoplasma tidak dapat dipertahankan lagi sehingga air dan larutan-larutan zat-
zat bebas keluar masuk sel, yang akhirnya menyebabkan jaringan tumbuhan
menjadi lunak, layu, keriput dan lain-lain. Perubahan pektin pada sayur dan buah
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
juga dapat menyebabkan pelunakan. Jumlah zat pektin larut dalam air (water-
soluble pectic substance) akan mengalami peningkatan dan terjadi penurunan
jumlah zat pektin tidak larut dalam air (water-insoluble pectic substance)
sehingga menyebabkan pelunakan tekstur sayur dan buah secara berangsur-
angsur.
Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada
bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya
sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama
fase pemasakan. Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum
adalah etilen sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non
klimaterik juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak
sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen
untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu komoditi panenan seperti
buah (Santoso, 2011). Pada hasil pengamatan, aroma baik pada apel, jeruk,
kentang, tauge dan kol makin lama semakin berkurang karena semakin lama
penyimpanan maka aroma volatil semakin menghilang karena penguapan.
4.2 Pengaruh Suhu terhadap Pola Respirasi Buah
4.2.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Tabel 3. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV HCl (ml)
Laju Respirasi
V blanko (ml)
4&7Jeruk0.5 kg
1Hijau
kekuninganKhas jeruk
Keras 22.4 -1.32
22.1
2Hijau
kekuninganKhas jeruk
Keras 22.7 -2.64
3Kuning
kehijauanKhas jeruk
Keras 23 -3.96
4Kuning
kehijauanKhas jeruk
Keras 23.1 -4.4
5Kuning
kehijauanKhas jeruk
Keras 22.7 -2.64
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV HCl (ml)
Laju Respirasi
V blanko (ml)
5&10Kentang0.5 kg
1Coklat (+++
++)
Khas kentang (+++++)
Keras (+++++)
21.3 -6.6
19.8
2Coklat (+++
+)
Khas kentang (++++)
Keras (++++)
21.1 -5.72
3Coklat (++
+)
Khas kentang (+++)
Keras (+++)
23.1 -14.52
4 Coklat (++)Khas
kentang (++)
Keras (++)
21.4 -7.04
5 Coklat (+)Khas
kentang (+)
Keras (+) 23.6 -12.32
1&9Tauge0.35 kg
1Putih (++++
+)
Khas tauge ++
+++
Agak lunak
+19.4 11.31
21.2
2Putih (+++
+)
Khas tauge ++
++
Agak lunak
++22.2 -12.57
3 Putih (+++)Khas
tauge +++
Agak lunak+++
22.2 -12.57
4 Putih (++)Khas
tauge ++
Agak lunak++++
16.8 -27.6
5 Putih (+)Khas
tauge +
Agak lunak
+++++21.6 -2.51
3&6Kol
0.4 kg
1Hijau
(+++++)Khas kol (+++++)
Keras(+++++)
22.2 1.1
22.4
2Hijau
(++++)Khas kol (++++)
Keras(++++)
23 -0.75
3Hijau(+++)
Khas kol (+++)
Keras(+++)
23.3 -4.95
4Hijau(++)
Khas kol (++)
Keras(++)
24.1 -9.35
5Hijau(+)
Khas kol (+)
Keras(+)
23 -3.3
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 3. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik
4.2.2.Laju Respirasi Buah Klimaterik
Tabel 4. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respirasi
V blanko
(ml)
2&8Apel
0.5 kg
1Hijau. merah
Khas apel
Keras 22.5 -4.4
21.5
2Hijau. merah
Tidak berbau
Keras 22.4 -3.96
3Hijau. merah
Tidak berbau
Keras 23 -6.6
4Hijau. merah
Tidak berbau
Keras 22.1 -2.64
5Hijau. merah
Tidak berbau
Keras 20 6.6
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 4. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik
Menurut Kader (1987) pada suhu dingin (chiling) dapat terjadi perubahan
yang sangat mencolok pada kecepatan glikolisis dan respirasi mitokondria, yang
mengakibatkan laju respirasi menjadi lambat dibandingkan dengan suhu tinggi.
Suhu rendah akan mereduksi laju respirasi dan transpirasi, menghambat reaksi
enzimatis, menekan laju pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju
produksi etilen, serta laju kemunduran mutu produk (Beckett, 1995). Menurut
Paramita (2009) suhu rendah dapat menurunkan aktivitas ACC (asam amino
siklopropana karboksilat) oksidase, akumulasi ACC dan menurunkan produksi
etilen.
Berdasarkan hasil pengamatan pada respirasi seluruh sampel data yang
diperoleh mengalami hasil yang fluktuatif, padahal menurut literatur dimana laju
respirasinya pada suhu dingin lebih rendah daripada suhu ruang, sehingga data
yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut terjadi bisa saja karena
berbagai faktor seperti faktor internal. Menurut Santoso (2011), faktor internal,
yaitu :
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
1. Tingkat perkembangan. Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama
perkembangan organ. Secara alamiah bila ukuran komoditi simpanan semakin
besar maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat.
Tetapi bila komoditi simpanan tertumpuk banyak, maka kecepatan respirasi
dihitung berdasarkan per unit berat, akan terus menurun
2. Komposisi kimia jaringan. Koefisien respirasi (RQ) bervariasi menurut jenis
substrat yang digunakan (dioksidasi).
3. Ukuran produk. Apel yang ukurannya kecil akan memiliki kecepatan respirasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan apel yang berukuran besar. Seperti
halnya dalam transpirasi, fenomena luas permukaan memegang peranan.
4. Lapisan alami. Komoditas yang memiliki lapisan kulit yang baik akan
memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit
untuk berdifusi ke dalam jaringan.
5. Jenis jaringan. Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan
aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman.
Selain itu menurut Santoso (2011), faktor eksternal seperti :
1. Ketersediaan oksigen. Kecepatan respirasi pada komoditi panenan akan
meningkat dengan meningkatnya pasokan oksigen. Namun bila konsentrasi
oksigen lebih besar dari 20%, pengaruhnya hampir tidak nampak pada
respirasi. Bilamana konsentrasi oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari
konsentrasi di udara, maka kecepatan respirasi akan menurun.
2. Karbondioksida. Konsentrasi gas karbondioksida yang cukup tinggi dapat
memperpanjang masa simpan komoditi sayuran dengan cara menghambat
proses respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% terjadi pada
buah pisang yang ditempatkan pada ruang simpang berkonsentrasi
karbondioksida cuklup tinggi.
3. Senyawa (zat) pengatur tumbuh. Beberapa senyawa pengatur tumbuh seperti
Malic Hidrazid (MH) dapat mempercepat atau menghambat respirasi.
Pengaruh senyawa ini sangat bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu
penggunaan serta kemudahan terserap oleh jaringan. Naftalen asam asetat
(NAA) merangsang respirasi buah-buahan yang dipanen pada tahap pra-
klimaterik. Terdapatnya kinetin pada konsentrasi rendah meningkatkan
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
respirasi buah-buahan. Sedangkan isopropil-nfenilkarbamat (IPC) walaupun
pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat respirasi beberapa buah.
4.3 Pengaruh Luka/Memar terhadap Pola Respirasi Buah
4.3.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Tabel 5. Pengaruh Luka/Memar terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respirasi
V blanko
(ml)
4&7Jeruk
0.45 kg
1 Hijau Khas jeruk
Keras 23.2 1.47
23.5
2 Hijau Khas jeruk
Keras 18.3 25.42
3 Hijau Khas jeruk
Keras 23.4 0.49
4 Hijau Khas jeruk
Keras 22.5 4.89
5 Hijau Khas jeruk
Keras 14.1 45.96
5&10Kentang0.5 kg
1Coklat (+++++)
Khas kentang (++++
+)
Keras (+++++)
20.6 -91.68
18.4
2 Coklat (++++)
Khas kentang (++++)
Keras (++++)
10.7 -5.72
3 Coklat (+++)
Khas kentang (+++)
Keras (+++)
19.9 -6.6
4 Coklat
(++)
Khas kentang
(++)
Keras (++)
21.6 -14.08
5 Coklat
(+)
Khas kentang
(+)
Keras (+)
22.9 -19.8
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Kel/ Sampel/ Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respirasi
V blanko
(ml)
1&9Tauge0.35 kg
1 PutihKhas tauge
Lunak + 16.4 42.11
23.1
2 Coklat +Bau
busuk +
Lunak ++
Berlendir
16.5 41.49
3Coklat +
+
Bau busuk +
+
Lunak +++
Berlendir
23 0.63
4Coklat +
++
Bau busuk +
++
Lunak ++++
Berlendir
19.35 23.57
5Coklat +
+++
Bau busuk +
+++
Lunak +++++
Berlendir
23.6 -3.14
3&6Kol
0.3 kg
1Hijau
(+++++)
Khas kol (+++++)
Keras(+++++)
20.1 -61.072
11.8
2Hijau
(++++)
Khas kol (++
++)
Keras(++++)
14 -16.13
3Hijau(+++)
Khas kol (++
+)
Keras(+++)
22.1 -75.53
4Hijau(++)
Khas kol (++)
Keras(++)
14.1 -50.2
5Hijau(+)
Khas kol (+)
Keras(+)
23.3 -84.33
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 5. Grafik Pengaruh Luka terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik
4.3.2.Laju Respirasi Buah Klimakterik
Tabel 6. Pengaruh Luka/Memar Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik
Kel/ Sampel/
Berat sampel
Hari Warna Aroma TeskturV HCl (mL)
Laju Respiras
i
V blanko
(ml)
2&8Apel
0.25 kg
1Merah oranye +++++
Khas apel
Keras +++++
23.1 3.52
23.5
2Merah oranye ++++
Tidak berbau
Keras ++++
21.6 16.72
3 Merah oranye
+++
Bau busuk +
Keras +++
22.9 5.28
4Merah oranye
++
Bau busuk +
+
Keras ++
18.1 47.52
5 Merah oranye
+
Bau busuk +
+ Keras + 22.9 5.28
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 6. Grafik Pengaruh Luka terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik
Salah satu jenis kerusakan fisik yang penting adalah memar. Memar
merupakan gejala kerusakan buah akibat getaran dan guncangan yang dialami
buah selama transportasi. Memar juga disebabkan gesekan antar buah maupun
gesekan buah dengan dinding kemasan yang berlangsung selama proses
transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan sehingga buah
menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringan daging buah
telah rusak sehingga mutu buah menurun. (Paramita, 2009).
Besarnya kerusakan akibat benturan maupun tekanan dapat dinyatakan
sebagai memar eksternal (diameter, luasan) atau memar internal (kedalaman dan
volume) (Paramita, 2009). Buah yang mengalami luka akan mengakibatkan
tekanan pada biosintesis etilen (wounded ethylene) dan kematangan buah semakin
cepat. Hal ini sejalan dengan penelitian dari naoki et al (2004) yang menyebutkan
bahwa buah tomat yang mengalami luka akan mengakibatkan biosintesis etilen
meningkat (Paramita, 2009).
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Luka atau memar akan berpengaruh pada produksi etilen, sehingga akan
meningkatkan laju respirasi khususnya pada buah klimaterik. Selain itu pada buah
yang luka/memar oksigen lebih mudah untuk berdifusi ke dalam jaringan
sehingga laju respirasi lebih besar. Pememaran menyebabkan ukuran sel akan
semakin besar dan sebagian sel menjadi pecah. Berdasarkan hasil pengamatan laju
respirasi seluruh sampel dalam keadaan fluktuatif dapat dikarenakan berbagai
faktor baik internal dan eksternal buah tersebut.
4.4. Pengaruh Etilen terhadap Pola Respirasi Buah
4.4.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Tabel 7. Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik
Kel/ Sampel/ Berat sampel
Hari
Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respiras
i
V blanko (ml)
4&7Jeruk
kg
1 HijauKhas jeruk
Keras (++++)
23.2 -3.52
24.42 Hijau
Khas jeruk
Keras (+++)
20.9 21.12
3 HijauKhas jeruk
Keras (+++)
23.6 17.6
4 HijauKhas jeruk
Keras (++)
22.7 1.76
5&10Kentan
g0.25 kg
1Coklat (+
+++)
Khas kentang (++++)
Keras (++++)
23.7 -14.96
22
2Coklat (+
++)
Khas kentang (+++)
Keras (+++)
19 26.4
3Coklat (+
+)
Khas kentang
(++)
Keras (++)
20.7 11.44
4 Coklat (+)Khas
kentang (+)
Keras (+)
23.4 -12.32
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Kel/ Sampel/ Berat sampel
Hari
Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respiras
i
V blanko (ml)
1&9Tauge
kg
1Putih
kecoklatan
Bau busuk
+
Agak lunak
+23.5 1.76
23.7
2 Coklat +Bau
busuk++
Agak lunak
++21.6 18.48
3 Coklat ++Bau
busuk+++
Agak lunak+++
18.5 45.76
4Coklat ++
+
Bau busuk++++
Agak lunak++++
23.5 1.76
3&6Kolkg
1Hijau
(+++++)
Khas kol+
Keras (+)
21 11.24
23,3
2Hijau
(++++)
Bau busuk
++
Agak lunak
+22.5 3.91
3Hijau(+++)
Bau busuk+++
Agak lunak
++22.1 5.86
4Hijau(++)
Bau busuk++++
Agak lunak+++
23.1 0.97
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 7. Grafik Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik
4.4.2.Laju Respirasi Buah Klimakterik
Tabel 8. Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik
Kel/ Sampel/ Berat sampel
Hari
Warna Aroma TeskturV
HCl (ml)
Laju Respiras
i
V blanko (ml)
2&8Apelkg
1
Hijau dengan bercak merah
khas apel
Keras (++++)
23.3 3.52
23.7
2
Hijau dengan bercak merah
tidak berbau
Keras (+++)
20.9 24.64
3
Hijau dengan bercak merah
tidak berbau
Keras (++)
23.6 0.88
4
Hijau dengan bercak merah
tidak berbau
Keras (+)
22.7 8.8
(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin
lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Gambar 8. Grafik Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik
Penggunaan gas etilen sangat mempengaruhi waktu pencapaian puncak
klimaterik. Pada buah klimaterik, etilen hanya bereaksi untuk memindahkan
waktu klimaterik, tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi dan
tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen utama buah. Pada buah non-
klimaterik dengan adanya etilen, respirasi dapat dirangsang setiap saat selama
kehidupan pasca panennya. Suatu peningkatan kecepatan respirasi akan segera
terjadi setelah etilen digunakan (Santoso, 2011).
Pada buah klimaterik, makin besar konsentrasi etilen (hingga batas
tertentu), perangsangan respirasi akan semakin cepat. Namun demikian
penggunaan etilen yang efektif bilamana diberikan selama fase praklimaterik dan
dikombinasikan dengan suhu tinggi. Sebagai contoh, proses klimaterik menaik
pada buah tomat dan pisang dapat dipercepat dengan penambahan etilen pada saat
buah sudah tua tetapi masih hijau (maturegreen). Penggunaan etilen pada pasca
klimaterik tidak mengubah kecepatan respirasi. Demikiam juga halnya dengan
pengaruh etilen terhadap respirasi buah yang masih muda.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap perlakuan etilen pada setiap
saat kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen. Sedangkan buah
klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan
selama masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah
mencapai klimaterik.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel apel, jeruk, kentang, tauge dan
kol terjadi fluktuasi kenaikan dan penurunan laju respirasi. Hal ini dipengaruhi
oleh banyak faktor. Tidak hanya faktor dari internal dan eksternal buah tersebut
tapi juga dari alat dan bahan kimia yang digunakan seperti penggunaan larutan
kapur jenuh dan NaOH yang berulang-ulang tanpa diganti. Larutan yang
berfungsi menangkap gas CO2 agar tidak ikut masuk ke desikator/toples sampel
jika ipakai berulang kali akan jenuh atau habis bereaksi dengan CO2 sehingga
kemampuannya menangkap CO2 sudah tidak ada lagi. Selain itu Seharusnya pada
buah non klimaterik kecepatan laju respirasi berbanding lurus dengan konsentrasi
etilen (Rahadian, 2011). Pada buah klimaterik adanya etilen mempercepat laju
respirasi di masa awal saja (Rahadian, 2011).
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
IV. KESIMPULAN
1. Laju respirasi buah klimaterik semakin lama semakin naik hingga
tercapainya kematangan klimaterik sedangkan pada buah non klimaterik
akan terus menurun
2. Suhu rendah akan menurunkan laju respirasi baik pada buah klimaterik
maupun non klimaterik
3. Luka atau memar pada buah akan mempengaruhi jumlah gas etilen yang
diproduksi sehingga akan mempengaruhi laju respirasinya
4. Pengaruh penambahan gas etilen pada buah klimaterik hanya
mempercepat laju respirasi di masa awal saja. Pada buah klimaterik,
etilen hanya bereaksi untuk memindahkan waktu klimaterik, tetapi tidak
berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi.
5. Pada buah non-klimaterik dengan adanya etilen, respirasi dapat
dirangsang setiap saat selama kehidupan pasca panennya. Suatu
peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen
digunakan
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
DAFTAR PUSTAKA
Beckett, ST. 1995. Physico-Chemical Aspect of Food Processing 1st edition. Blackie Academic&Profesional, London
Kader, AA. 1987. Respiration and Gas Exchange of Vegetable, Postharvest Physiology of Vegetables. Marchel Dekker Inc., New York
Paramita, O. 2009. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Pola Respirasi dan Produksi Etilen Buah Mangga (Mangifera indica. L) var Gendong Gincu. Avaliable at: www.elib.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
.2009. Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Avaliable at: www.elib.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
Rahadian, D. 2011. Respirasi. Avaliable at: www.rahadiandimas.staff.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
Santoso, B.B. fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Holtikultura. Avaliable at: www.fp.unram.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
Tjahjadi, C. 2011. Pengantar Teknologi Pangan : Volume I. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Nurahma Ruliantia Salim240210120019
JAWABAN PERTANYAAN
1. Pada penyimpanan suhu dingin untuk buah juga sering terjadi chilling injury.
Apa dan bagaiman hal ini terjadi?
Jawab :
Chilling injury adalah suatu kondisi bahan hasil pertanian (sayur dan buah)
mengalami kerusakan akibat perlakuan pada suhu dingin yakni sekitar 0–10 0C.
Kasus chilling injury biasanya muncul saat penanganan yang dilakukan pada
bahan hasil pertanian (sayur dan buah) untuk memperpanjang masa simpan
bahan tersebut. Gejala atau ciri–ciri suatu bahan menglami chiling injury antara
lain: mengalami pencoklatan dan timbul rasa manis (pada kentang), muncul
noda hitam pada permukaan kulit (buah pisang), tekstur rusak (buah tomat)
Mekanisme terjadinya Chiling Injury:
Suhu dingin pelepasan fosfolipid pada membran difusi protein
kehilangan integritas struktural membran tidak dapat melakukan pengaturan
difusi isi sel keluar rentan terhadap kerusakan lebih lanjut.