Respirasi

33
Nurahma Ruliantia Salim 240210120019 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat pasca panenapun organ panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman induknya (Santoso, 2011). Komoditi hortikultura yang telah dipanen masih melakukan proses respirasi. Respirasi merupakan perombakan bahan organik yang lebih komplek seperti pati, asam organik dan lemak menjadi produk yang lebih sederhana (karbondioksida dan air) dan energi dengan bantuan oksigen. Respirasi pada dasarnya adalah kebalikan fotosintesis. Glukose dirombak menjadi piruvat melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) yang terjadi pada sitoplasma, dan Piruvat dirombak menjadi karbondioksida melalui jalur Tricarboksilate Acid (TCA) yang terjadi pada mitokondria (Santoso, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi dibedakan menjadi faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan). Faktor Internal diantaranya adalah tingkat perkembangan, komposisi

description

Laju respirasi buah klimaterik semakin lama semakin naik hingga tercapainya kematangan klimaterik sedangkan pada buah non klimaterik akan terus menurun.

Transcript of Respirasi

Page 1: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri bahwa organ

panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong

merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman

induknya. Seperti layaknya saat sebelum dipanen, di saat pasca panenapun organ

panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih

mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman

induknya (Santoso, 2011).

Komoditi hortikultura yang telah dipanen masih melakukan proses

respirasi. Respirasi merupakan perombakan bahan organik yang lebih komplek

seperti pati, asam organik dan lemak menjadi produk yang lebih sederhana

(karbondioksida dan air) dan energi dengan bantuan oksigen. Respirasi pada

dasarnya adalah kebalikan fotosintesis. Glukose dirombak menjadi piruvat

melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) yang terjadi pada sitoplasma, dan

Piruvat dirombak menjadi karbondioksida melalui jalur Tricarboksilate Acid

(TCA) yang terjadi pada mitokondria (Santoso, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi dibedakan menjadi

faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau

lingkungan di sekeliling bahan). Faktor Internal diantaranya adalah tingkat

perkembangan, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, lapisan alami, dan jenis

jaringan. Faktor eksternal diantaranya suhu, etilen, karbondioksida, oksigen,

senyawa (zat) pengatur tumbuh, luka/kerusakan fisik (Santoso, 2011). Pada

praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap pola respirasi dan pengaruh

berbagai perlakuan terhadap laju respirasi pada buah.

praktikum kali ini, penentuan pola respirasi dilakukan dengan

menggunakan serangkaian alat. Pada rangkaian peralatan yang digunakan (4 buah

botol kecil dan satu botol penyimpan bahan), O2 yang diperoleh dari aerator yang

melewati larutan Ca(OH)2, kemudian digunakan oleh bahan (buah atau sayuran)

untuk respirasi, lalu dialirkan ke larutan alkali. Larutan alkali yang digunakan

adalah NaOH 0,1 N, berfungsi untuk menangkap gas CO2 apabila ada gas CO2

yang lolos dan tidak terperangkap di larutan kapur. Gas CO2 yang berasal dari

Page 2: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

aerator tidak boleh lolos ke toples sampel karena akan ikut terukur sebagai gas

CO2 hasil respirasi sehingga pengukuran akan keliru dan volume titrasi NaOH

akan lebih kecil dari yang seharusnya karena adanya gas CO2 dari udara yang

terperangkap dilarutan NaOH. Selanjutnya larutan alkali tersebut dititrasi dengan

HCL dan indikator phenolptalein 1% untuk diketahui nilai CO2 yang dibebaskan

oleh bahan. Jumlah mililiter HCl yang digunakan untuk membuat NaOH + CO2 +

indikator PP berwarna putih selanjutnya digunakan dalam perhitungan laju

respirasi sebagai berikut :

Laju Respirasi = 0,5 (ml blanko – ml sampel) x N HCl x BM CO2

kg sampel

Respirasi dilakukan selama 5 hari selama 1 jam, dan perhitungan laju

respirasi dilakukan segera setelah respirasi selesai. Pada perhitungan, digunakan

blanko yang berfungsi sebagai kontrol jumlah CO2 yang dibebaskan dan diikat

oleh NaOH. Blanko ini menandakan laju respirasi saat keadaan tanpa bahan

(sayur/buah). Harga laju respirasi untuk setiap harinya yang didapat selanjutnya

diplotkan menjadi sebuah grafik.

4.1 Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik

4.1.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Tabel 1. Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat

Hari

Warna Aroma TeskturV HCl (mL)

Laju Respirasi

3&4Jeruk

0.55 kg

1 Hijau

kekuningan(+++++)

Khas jeruk 

keras  22.8  -0.4809 

2 Hijau

kekuningan(++++)

Khas jeruk

keras   25 -9.2 

3 Hijau

kekuningan(+++)

Khas jeruk 

keras   22.6  0.4

4 Hijau

kekuningan (++)

Khas jeruk 

keras   21.8 3.6 

5 Hijau

kekuningan (+)

Khas jeruk 

keras   22 2.8 

Page 3: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Kel/ Sampel/

Berat

Hari

Warna Aroma TeskturV HCl (mL)

Laju Respirasi

5&6Kentang0.5 kg

1Coklat (++++

+) 

Khas kentang (+++++)

Keras (+++++) 

8.2  6.38 

2 Coklat (++++) Khas

kentang (++++)

 Keras (++++)

 21.3  6.16

3 Coklat (+++) Khas

kentang (+++)

 Keras (+++)

 24.5  -7.92

4 Coklat (++) Khas

kentang (++)

 Keras (++)

 21.0 7.48 

5 Coklat (+) Khas

kentang (+)

Keras (+)   21.1  7.04

7&8Tauge0.5 kg

1 Putih (+++++)Khas tauge 

keras  9.3  58.96 

2 Putih (++++)Khas tauge 

keras  22.4  1.32 

3 Putih (+++)Khas tauge 

keras   7 69.08 

4 Putih (++)Khas tauge 

keras   11.5 49.28 

5 Putih (+)Khas tauge 

keras   21.6 36.08 

 9&10Kol

0.25 kg

1 Putih

kekuninganKhas kol 

keras   15 30.8 

2 Putih

kekuninganKhas kol 

keras   20.4 67.76

3 Putih

kekuninganKhas kol 

keras   14.5 72.16 

4 Putih

kekuninganKhas kol 

keras   21.6 14.96 

5 Putih

kekuninganKhas kol 

keras   21.6 9.68 

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Volume Blanko = 22.7 mLKeterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 4: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 1. Grafik Laju Respirasi Normal Buah Non-Klimaterik

IV.1.2. Laju Respirasi Buah Klimakterik

Tabel 2. Laju Respirasi Buah Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV HCl (mL)

Laju Respirasi

1&2Apel

0.45 kg

1Hijau bergaris

merahKhas apel

keras  21.2 7.33 

2Hijau bergaris

merahKhas apel

keras  22.6 0.489 

3Hijau bergaris

merahKhas apel

keras  24.3 -7.82 

4Hijau bergaris

merahKhas apel

keras 23.9 -5.867 

5Hijau bergaris

merahKhas apel

keras 23.8  5.378 

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Volume Blanko = 22,7 mLKeterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 5: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 2. Grafik Laju Respirasi Normal Buah Klimaterik

Atas dasar laju serta pola respirasi dan pola produksi etilen selama

pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk

buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan non-

klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi

karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H) bersamaan dengan terjadinya pemasakan.

Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi

karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh

buah yang tergolong klimaterik adalah apel, alpukat, pisang, pepaya, tomat, dan

semangka. Sedangkan buah-buah yang termasuk dalam golongan non-klimaterik

meliputi anggur, cherri, mentimun, terong, jeruk, cabe, kol, tauge, kentang nanas,

dan stroberi (Santoso, 2011).

Produk holtikultura yang memiliki respirasi klimaterik ditandai dengan

produksi karbohidrat meningkat bersamaan dengan buah menjadi masak dan

meningkatnya produksi etilen. Saat buah-buahan mencapai masak fisiologi,

respirasinya mencapai klimaterik yang paling tinggi. Berdasarkan hasil

pengamatan laju respirasi pada apel, jeruk, dan kentang beberapa data diketahui

Page 6: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

berada pada nilai dibawah nol (minus). Hal ini terjadi karena volume titrasi

blanko yang digunakan lebih kecil dari volume titrasi sampel. Seharusnya volume

blanko memiliki nilai yang lebih tinggi karena larutan NaOH yang digunakan

tidak menangkap gas CO2 hasil respirasi. Pada kasus ini kemungkinan NaOH

blanko menangkap gas CO2 dari aerator karena larutan kapur jenuh dan NaOH

sebelum desikator sampel tidak menangkap gas CO2 dengan baik, akibatnya gas

CO2 bereaksi dengan larutan NaOH yang akan dititrasi sehingga volume sisa

NaOH yang tidak bereaksi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.

Respirasi untuk sampel kol dan tauge tidak mengalami masalah karena

volume titrasinya lebih kecil dari volume blanko. Dapat dilihat pada gambar 1

yang menunjukkan grafik pola respirasi pada seluruh sampel buah non-klimaterik

grafik menunjukan laju respirasinya dalam keadaan fluktuatif. Hal ini tidak sesuai

dengan literatur yang menyatakan bahwa pada buah non-klimaterik menunjukkan

penurunan yang pada laju respirasi selama penyimpanan.

Respirasi untuk sampel buah apel tidak memiliki data yang sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa pada buah klimaterik menunjukkan peningkatan

yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H) bersamaan

dengan terjadinya pemasakan.

Perubahan warna yang terjadi pada tauge dan kol semakin lama semakin

hilang warna hijaunya dan semakin menguning. Menurut Santoso (2011)

terjadinya perubahan warna tersebut dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil

sedikit demi sedikit secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan

terbuka atau nampak. Perubahan enzimatik klorofil ini disebabkan adanya

aktivitas enzim klorofilase yang akan merubah klorofil menjadi klorofilid. Enzim

ini berada dalam jaringan tanaman sebagai bagian daripada klorofil lipoprotein

komplek. Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil

yang merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau

dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang

bertanggung jawab terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH (terutama

disebabkan kebocoran asam organik dari vakuola), sistim oksidatif, dan enzim

klorofillase. Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor tersebut

yang bekerja secara berurutan dan bersamaan merusak struktur klorofil.

Page 7: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Pada buah jeruk warnanya cenderung stabil. Jeruk berwarna hijau

kekuningan. Hilangnya warna hijau klorofil berkaitan dengan pembentukan

dan/atau munculnya pigmen kuning hingga merah. Beberapa pigmen ini adalah

karotenoid yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan umumnya mengandung

40 atom karbon serta memiliki 1 atau lebih fungsi oksigen dalam molekul.

Pigmen warna ini menyebabkan buah berwarna kuning, oranye dan merah-oranye.

karotenoid tersebunyi karena adanya klorofil. Setelah klorofil terdegradasi,

pigmen karotenoid muncul (Santoso, 2011).

Apel memiliki warna merah yang cenderung stabil dari hari kehari. Warna

merah tersebut adalah pigmen antosianin. Antosianin menghasilkan warna-warna

merah-ungu pada buah maupun sayuran. Antosianin dapat larut dalam air

sehingga antosianin umumnya dijumpai dalam vakuola sel, namun sering pula

pada lapisan epidermis. Antosianin menghasilkan warna-warna kuat yang sering

menutupi karotenoid dan klorofil. Warna yang ditimbulkan oleh zat warna ini

diakibatkan karena penggabungan antosianidin dengan monosakarida. Senyawa

monosakarida yang biasa bergabung dengan antosianidin adalah glukosa,

galaktosa, dan kadang-kadang pentosa (Santoso, 2011).

Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar lemaknya rendah, namun

peranannya besar dalam hal tesktur, serta pembentukan flavor dan pigmen

sayuran/buah. Lipid netral (trigliserida, digliserida, sterol, ester sterol, asam Iemak

bebas dan hidrokarbon) terdapat dalam jumlah relatif besar dalam buah tomat

muda. Lipid netral ini menurun kadarnya selama pematangan (pembentukan

pigmen), tetapi meningkat lagi pada tingkat kematangan penuh. Persentase asam

linoleat dan asam oleat menurun selama pembentukan pigmen pada buah tomat

(Santoso, 2011). Pada pengamatan tekstur, baik apel, jeruk, kentang, tauge, dan

kol makin lama teksturnya semakin lunak. Menurut Tjahtjadi (2008) jika jaringan

tumbuhan rusak atau mati akibat penyimpanan maka terjadi denaturasi protein

dari membran sel sehingga menyebabkan kehilangan sifat selektif-permeabelnya.

Tanpa sifat selekif-permeabel, tekanan osmotik dalam vakuola sel dan dalam

protoplasma tidak dapat dipertahankan lagi sehingga air dan larutan-larutan zat-

zat bebas keluar masuk sel, yang akhirnya menyebabkan jaringan tumbuhan

menjadi lunak, layu, keriput dan lain-lain. Perubahan pektin pada sayur dan buah

Page 8: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

juga dapat menyebabkan pelunakan. Jumlah zat pektin larut dalam air (water-

soluble pectic substance) akan mengalami peningkatan dan terjadi penurunan

jumlah zat pektin tidak larut dalam air (water-insoluble pectic substance)

sehingga menyebabkan pelunakan tekstur sayur dan buah secara berangsur-

angsur.

Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada

bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya

sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama

fase pemasakan. Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum

adalah etilen sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non

klimaterik juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak

sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen

untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu komoditi panenan seperti

buah (Santoso, 2011). Pada hasil pengamatan, aroma baik pada apel, jeruk,

kentang, tauge dan kol makin lama semakin berkurang karena semakin lama

penyimpanan maka aroma volatil semakin menghilang karena penguapan.

4.2 Pengaruh Suhu terhadap Pola Respirasi Buah

4.2.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Tabel 3. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV HCl (ml)

Laju Respirasi

V blanko (ml)

4&7Jeruk0.5 kg

1Hijau

kekuninganKhas jeruk

Keras 22.4 -1.32

22.1

2Hijau

kekuninganKhas jeruk

Keras 22.7 -2.64

3Kuning

kehijauanKhas jeruk

Keras 23 -3.96

4Kuning

kehijauanKhas jeruk

Keras 23.1 -4.4

5Kuning

kehijauanKhas jeruk

Keras 22.7 -2.64

Page 9: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV HCl (ml)

Laju Respirasi

V blanko (ml)

5&10Kentang0.5 kg

1Coklat (+++

++)

Khas kentang (+++++)

Keras (+++++)

21.3 -6.6

19.8

2Coklat (+++

+)

Khas kentang (++++)

Keras (++++)

21.1 -5.72

3Coklat (++

+)

Khas kentang (+++)

Keras (+++)

23.1 -14.52

4 Coklat (++)Khas

kentang (++)

Keras (++)

21.4 -7.04

5 Coklat (+)Khas

kentang (+)

Keras (+) 23.6 -12.32

1&9Tauge0.35 kg

1Putih (++++

+)

Khas tauge ++

+++

Agak lunak

+19.4 11.31

21.2

2Putih (+++

+)

Khas tauge ++

++

Agak lunak

++22.2 -12.57

3 Putih (+++)Khas

tauge +++

Agak lunak+++

22.2 -12.57

4 Putih (++)Khas

tauge ++

Agak lunak++++

16.8 -27.6

5 Putih (+)Khas

tauge +

Agak lunak

+++++21.6 -2.51

3&6Kol

0.4 kg

1Hijau

(+++++)Khas kol (+++++)

Keras(+++++)

22.2 1.1

22.4

2Hijau

(++++)Khas kol (++++)

Keras(++++)

23 -0.75

3Hijau(+++)

Khas kol (+++)

Keras(+++)

23.3 -4.95

4Hijau(++)

Khas kol (++)

Keras(++)

24.1 -9.35

5Hijau(+)

Khas kol (+)

Keras(+)

23 -3.3

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 10: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 3. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik

4.2.2.Laju Respirasi Buah Klimaterik

Tabel 4. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respirasi

V blanko

(ml)

2&8Apel

0.5 kg

1Hijau. merah

Khas apel

Keras 22.5 -4.4

21.5

2Hijau. merah

Tidak berbau

Keras 22.4 -3.96

3Hijau. merah

Tidak berbau

Keras 23 -6.6

4Hijau. merah

Tidak berbau

Keras 22.1 -2.64

5Hijau. merah

Tidak berbau

Keras 20 6.6

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 11: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 4. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik

Menurut Kader (1987) pada suhu dingin (chiling) dapat terjadi perubahan

yang sangat mencolok pada kecepatan glikolisis dan respirasi mitokondria, yang

mengakibatkan laju respirasi menjadi lambat dibandingkan dengan suhu tinggi.

Suhu rendah akan mereduksi laju respirasi dan transpirasi, menghambat reaksi

enzimatis, menekan laju pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju

produksi etilen, serta laju kemunduran mutu produk (Beckett, 1995). Menurut

Paramita (2009) suhu rendah dapat menurunkan aktivitas ACC (asam amino

siklopropana karboksilat) oksidase, akumulasi ACC dan menurunkan produksi

etilen.

Berdasarkan hasil pengamatan pada respirasi seluruh sampel data yang

diperoleh mengalami hasil yang fluktuatif, padahal menurut literatur dimana laju

respirasinya pada suhu dingin lebih rendah daripada suhu ruang, sehingga data

yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut terjadi bisa saja karena

berbagai faktor seperti faktor internal. Menurut Santoso (2011), faktor internal,

yaitu :

Page 12: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

1. Tingkat perkembangan. Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama

perkembangan organ. Secara alamiah bila ukuran komoditi simpanan semakin

besar maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat.

Tetapi bila komoditi simpanan tertumpuk banyak, maka kecepatan respirasi

dihitung berdasarkan per unit berat, akan terus menurun

2. Komposisi kimia jaringan. Koefisien respirasi (RQ) bervariasi menurut jenis

substrat yang digunakan (dioksidasi).

3. Ukuran produk. Apel yang ukurannya kecil akan memiliki kecepatan respirasi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan apel yang berukuran besar. Seperti

halnya dalam transpirasi, fenomena luas permukaan memegang peranan.

4. Lapisan alami. Komoditas yang memiliki lapisan kulit yang baik akan

memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit

untuk berdifusi ke dalam jaringan.

5. Jenis jaringan. Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan

aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman.

Selain itu menurut Santoso (2011), faktor eksternal seperti :

1. Ketersediaan oksigen. Kecepatan respirasi pada komoditi panenan akan

meningkat dengan meningkatnya pasokan oksigen. Namun bila konsentrasi

oksigen lebih besar dari 20%, pengaruhnya hampir tidak nampak pada

respirasi. Bilamana konsentrasi oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari

konsentrasi di udara, maka kecepatan respirasi akan menurun.

2. Karbondioksida. Konsentrasi gas karbondioksida yang cukup tinggi dapat

memperpanjang masa simpan komoditi sayuran dengan cara menghambat

proses respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% terjadi pada

buah pisang yang ditempatkan pada ruang simpang berkonsentrasi

karbondioksida cuklup tinggi.

3. Senyawa (zat) pengatur tumbuh. Beberapa senyawa pengatur tumbuh seperti

Malic Hidrazid (MH) dapat mempercepat atau menghambat respirasi.

Pengaruh senyawa ini sangat bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu

penggunaan serta kemudahan terserap oleh jaringan. Naftalen asam asetat

(NAA) merangsang respirasi buah-buahan yang dipanen pada tahap pra-

klimaterik. Terdapatnya kinetin pada konsentrasi rendah meningkatkan

Page 13: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

respirasi buah-buahan. Sedangkan isopropil-nfenilkarbamat (IPC) walaupun

pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat respirasi beberapa buah.

4.3 Pengaruh Luka/Memar terhadap Pola Respirasi Buah

4.3.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Tabel 5. Pengaruh Luka/Memar terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respirasi

V blanko

(ml)

 4&7Jeruk

0.45 kg

1  Hijau Khas jeruk 

Keras   23.2  1.47 

23.5 

2  Hijau Khas jeruk 

Keras    18.3 25.42 

3  Hijau Khas jeruk 

Keras    23.4 0.49 

4  Hijau Khas jeruk 

Keras    22.5 4.89 

5  Hijau Khas jeruk 

Keras    14.1 45.96 

 5&10Kentang0.5 kg

1Coklat (+++++) 

Khas kentang (++++

+) 

Keras (+++++) 

 20.6  -91.68

 18.4

2 Coklat (++++)

 Khas kentang (++++)

 Keras (++++)

10.7  -5.72 

3 Coklat (+++)

 Khas kentang (+++)

 Keras (+++)

 19.9 -6.6 

4 Coklat

(++)

 Khas kentang

(++)

 Keras (++)

 21.6  -14.08

5 Coklat

(+)

 Khas kentang

(+)

Keras (+) 

 22.9  -19.8

Page 14: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Kel/ Sampel/ Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respirasi

V blanko

(ml)

1&9Tauge0.35 kg

1 PutihKhas tauge

Lunak + 16.4 42.11

 23.1

2 Coklat +Bau

busuk +

Lunak ++

Berlendir

16.5 41.49

3Coklat +

+

Bau busuk +

+

Lunak +++

Berlendir

23 0.63

4Coklat +

++

Bau busuk +

++

Lunak ++++

Berlendir

19.35 23.57

5Coklat +

+++

Bau busuk +

+++

Lunak +++++

Berlendir

23.6 -3.14

 3&6Kol

0.3 kg

1Hijau

(+++++)

Khas kol (+++++)

Keras(+++++)

 20.1 -61.072 

11.8

2Hijau

(++++)

Khas kol (++

++)

Keras(++++)

 14 -16.13 

3Hijau(+++)

Khas kol (++

+)

Keras(+++)

 22.1 -75.53 

4Hijau(++)

Khas kol (++)

Keras(++)

 14.1 -50.2 

5Hijau(+)

Khas kol (+)

Keras(+)

 23.3 -84.33 

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 15: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 5. Grafik Pengaruh Luka terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik

4.3.2.Laju Respirasi Buah Klimakterik

Tabel 6. Pengaruh Luka/Memar Terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik

Kel/ Sampel/

Berat sampel

Hari Warna Aroma TeskturV HCl (mL)

Laju Respiras

i

V blanko

(ml)

 2&8Apel

0.25 kg

1Merah oranye +++++

Khas apel 

Keras +++++ 

 23.1  3.52

23.5 

2Merah oranye ++++ 

 Tidak berbau

Keras ++++ 

21.6  16.72 

3 Merah oranye 

+++

 Bau busuk +

 Keras +++

 22.9 5.28 

4Merah oranye 

++ 

Bau busuk +

 Keras ++

 18.1 47.52 

5 Merah oranye 

+

 Bau busuk +

+ Keras +  22.9 5.28 

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 16: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 6. Grafik Pengaruh Luka terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik

Salah satu jenis kerusakan fisik yang penting adalah memar. Memar

merupakan gejala kerusakan buah akibat getaran dan guncangan yang dialami

buah selama transportasi. Memar juga disebabkan gesekan antar buah maupun

gesekan buah dengan dinding kemasan yang berlangsung selama proses

transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan sehingga buah

menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringan daging buah

telah rusak sehingga mutu buah menurun. (Paramita, 2009).

Besarnya kerusakan akibat benturan maupun tekanan dapat dinyatakan

sebagai memar eksternal (diameter, luasan) atau memar internal (kedalaman dan

volume) (Paramita, 2009). Buah yang mengalami luka akan mengakibatkan

tekanan pada biosintesis etilen (wounded ethylene) dan kematangan buah semakin

cepat. Hal ini sejalan dengan penelitian dari naoki et al (2004) yang menyebutkan

bahwa buah tomat yang mengalami luka akan mengakibatkan biosintesis etilen

meningkat (Paramita, 2009).

Page 17: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Luka atau memar akan berpengaruh pada produksi etilen, sehingga akan

meningkatkan laju respirasi khususnya pada buah klimaterik. Selain itu pada buah

yang luka/memar oksigen lebih mudah untuk berdifusi ke dalam jaringan

sehingga laju respirasi lebih besar. Pememaran menyebabkan ukuran sel akan

semakin besar dan sebagian sel menjadi pecah. Berdasarkan hasil pengamatan laju

respirasi seluruh sampel dalam keadaan fluktuatif dapat dikarenakan berbagai

faktor baik internal dan eksternal buah tersebut.

4.4. Pengaruh Etilen terhadap Pola Respirasi Buah

4.4.1 Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Tabel 7. Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimakterik

Kel/ Sampel/ Berat sampel

Hari

Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respiras

i

V blanko (ml)

4&7Jeruk

kg

1 HijauKhas jeruk

Keras (++++)

23.2 -3.52

24.42 Hijau

Khas jeruk

Keras (+++)

20.9 21.12

3 HijauKhas jeruk

Keras (+++)

23.6 17.6

4 HijauKhas jeruk

Keras (++)

22.7 1.76

5&10Kentan

g0.25 kg

1Coklat (+

+++)

Khas kentang (++++)

Keras (++++)

23.7 -14.96

22

2Coklat (+

++)

Khas kentang (+++)

Keras (+++)

19 26.4

3Coklat (+

+)

Khas kentang

(++)

Keras (++)

20.7 11.44

4 Coklat (+)Khas

kentang (+)

Keras (+)

23.4 -12.32

Page 18: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Kel/ Sampel/ Berat sampel

Hari

Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respiras

i

V blanko (ml)

1&9Tauge

kg

1Putih

kecoklatan

Bau busuk

+

Agak lunak

+23.5 1.76

23.7

2 Coklat +Bau

busuk++

Agak lunak

++21.6 18.48

3 Coklat ++Bau

busuk+++

Agak lunak+++

18.5 45.76

4Coklat ++

+

Bau busuk++++

Agak lunak++++

23.5 1.76

3&6Kolkg

1Hijau

(+++++)

Khas kol+

Keras (+)

21 11.24

23,3

2Hijau

(++++)

Bau busuk

++

Agak lunak

+22.5 3.91

3Hijau(+++)

Bau busuk+++

Agak lunak

++22.1 5.86

4Hijau(++)

Bau busuk++++

Agak lunak+++

23.1 0.97

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 19: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 7. Grafik Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Non Klimaterik

4.4.2.Laju Respirasi Buah Klimakterik

Tabel 8. Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Klimakterik

Kel/ Sampel/ Berat sampel

Hari

Warna Aroma TeskturV

HCl (ml)

Laju Respiras

i

V blanko (ml)

2&8Apelkg

1

Hijau dengan bercak merah

khas apel

Keras (++++)

23.3 3.52

23.7

2

Hijau dengan bercak merah

tidak berbau

Keras (+++)

20.9 24.64

3

Hijau dengan bercak merah

tidak berbau

Keras (++)

23.6 0.88

4

Hijau dengan bercak merah

tidak berbau

Keras (+)

22.7 8.8

(Sumber: dokumentasi pribadi. 2013)Keterangan: Semakin sedikit (+) semakin berkurang aroma dan tekstur semakin

lunak. Semakin banyak (+) semakin pekat warnanya.

Page 20: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Gambar 8. Grafik Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Buah Klimaterik

Penggunaan gas etilen sangat mempengaruhi waktu pencapaian puncak

klimaterik. Pada buah klimaterik, etilen hanya bereaksi untuk memindahkan

waktu klimaterik, tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi dan

tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen utama buah. Pada buah non-

klimaterik dengan adanya etilen, respirasi dapat dirangsang setiap saat selama

kehidupan pasca panennya. Suatu peningkatan kecepatan respirasi akan segera

terjadi setelah etilen digunakan (Santoso, 2011).

Pada buah klimaterik, makin besar konsentrasi etilen (hingga batas

tertentu), perangsangan respirasi akan semakin cepat. Namun demikian

penggunaan etilen yang efektif bilamana diberikan selama fase praklimaterik dan

dikombinasikan dengan suhu tinggi. Sebagai contoh, proses klimaterik menaik

pada buah tomat dan pisang dapat dipercepat dengan penambahan etilen pada saat

buah sudah tua tetapi masih hijau (maturegreen). Penggunaan etilen pada pasca

klimaterik tidak mengubah kecepatan respirasi. Demikiam juga halnya dengan

pengaruh etilen terhadap respirasi buah yang masih muda.

Page 21: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap perlakuan etilen pada setiap

saat kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah panen. Sedangkan buah

klimaterik hanya akan memperlihatkan kenaikan respirasi bila etilen digunakan

selama masa pra-klimaterik, dan menjadi tidak peka terhadap etilen setelah

mencapai klimaterik.

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel apel, jeruk, kentang, tauge dan

kol terjadi fluktuasi kenaikan dan penurunan laju respirasi. Hal ini dipengaruhi

oleh banyak faktor. Tidak hanya faktor dari internal dan eksternal buah tersebut

tapi juga dari alat dan bahan kimia yang digunakan seperti penggunaan larutan

kapur jenuh dan NaOH yang berulang-ulang tanpa diganti. Larutan yang

berfungsi menangkap gas CO2 agar tidak ikut masuk ke desikator/toples sampel

jika ipakai berulang kali akan jenuh atau habis bereaksi dengan CO2 sehingga

kemampuannya menangkap CO2 sudah tidak ada lagi. Selain itu Seharusnya pada

buah non klimaterik kecepatan laju respirasi berbanding lurus dengan konsentrasi

etilen (Rahadian, 2011). Pada buah klimaterik adanya etilen mempercepat laju

respirasi di masa awal saja (Rahadian, 2011).

Page 22: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

IV. KESIMPULAN

1. Laju respirasi buah klimaterik semakin lama semakin naik hingga

tercapainya kematangan klimaterik sedangkan pada buah non klimaterik

akan terus menurun

2. Suhu rendah akan menurunkan laju respirasi baik pada buah klimaterik

maupun non klimaterik

3. Luka atau memar pada buah akan mempengaruhi jumlah gas etilen yang

diproduksi sehingga akan mempengaruhi laju respirasinya

4. Pengaruh penambahan gas etilen pada buah klimaterik hanya

mempercepat laju respirasi di masa awal saja. Pada buah klimaterik,

etilen hanya bereaksi untuk memindahkan waktu klimaterik, tetapi tidak

berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi.

5. Pada buah non-klimaterik dengan adanya etilen, respirasi dapat

dirangsang setiap saat selama kehidupan pasca panennya. Suatu

peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen

digunakan

Page 23: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

DAFTAR PUSTAKA

Beckett, ST. 1995. Physico-Chemical Aspect of Food Processing 1st edition. Blackie Academic&Profesional, London

Kader, AA. 1987. Respiration and Gas Exchange of Vegetable, Postharvest Physiology of Vegetables. Marchel Dekker Inc., New York

Paramita, O. 2009. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Pola Respirasi dan Produksi Etilen Buah Mangga (Mangifera indica. L) var Gendong Gincu. Avaliable at: www.elib.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

.2009. Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Avaliable at: www.elib.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

Rahadian, D. 2011. Respirasi. Avaliable at: www.rahadiandimas.staff.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

Santoso, B.B. fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Holtikultura. Avaliable at: www.fp.unram.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

Tjahjadi, C. 2011. Pengantar Teknologi Pangan : Volume I. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

Page 24: Respirasi

Nurahma Ruliantia Salim240210120019

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada penyimpanan suhu dingin untuk buah juga sering terjadi chilling injury.

Apa dan bagaiman hal ini terjadi?

Jawab :

Chilling injury adalah suatu kondisi bahan hasil pertanian (sayur dan buah)

mengalami kerusakan akibat perlakuan pada suhu dingin yakni sekitar 0–10 0C.

Kasus chilling injury biasanya muncul saat penanganan yang dilakukan pada

bahan hasil pertanian (sayur dan buah) untuk memperpanjang masa simpan

bahan tersebut. Gejala atau ciri–ciri suatu bahan menglami chiling injury antara

lain: mengalami pencoklatan dan timbul rasa manis (pada kentang), muncul

noda hitam pada permukaan kulit (buah pisang), tekstur rusak (buah tomat)

Mekanisme terjadinya Chiling Injury:

Suhu dingin pelepasan fosfolipid pada membran difusi protein

kehilangan integritas struktural membran tidak dapat melakukan pengaturan

difusi isi sel keluar rentan terhadap kerusakan lebih lanjut.