Resensi Fitrah Munir

9

Transcript of Resensi Fitrah Munir

Page 2: Resensi Fitrah Munir

R e s e n s i

Dead White Men and Other Important People: Sociology’s Big Ideas

F i t r a h M u n i rMahasiswa Pascasarjana Sosiologi FISIP Universitas Indonesia

Email: [email protected]

Fevre, Ralph dan Angus Bancroft. 2010. Dead White Men and Other Important People: Sociology’s Big Ideas. Hampshire: Palgrave Macmillan. xiii + 282 halaman.

“Dead White Men & Important Peole: Sociology’s Big Ideas” merupakan buku mengenai teori sosiologi yang disajikan dengan cara yang sangat berbeda. Jika pada umumnya teori-teori sosiologi ditulis dengan bahasa akademik yang rumit dan terkesan jauh dari kehidupan sehari-hari, buku ini justru disajikan dalam bentuk novel yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang lebih akrab bagi para pembelajarnya, terutama para pendatang baru dalam disiplin ilmu sosiologi. Dengan cara penulisan seperti itu, fenomena simulated learning1 dalam belajar-mengajar ilmu sosiologi yang disebut oleh Amran—salah satu tokoh pembuka cerita—dapat diminimalisasi.

Isi dari novel ini menceritakan tentang proses seorang mahasiswa baru jurusan sosiologi bernama Mila. Ia berupaya menjawab dan membuktikan bahwa disiplin ilmu yang sedang digelutinya begitu penting untuk dipelajari dan setara dengan disiplin ilmu lainnya, seperti fisika, kimia, dan biologi. Baginya, pembuktian ini menjadi

1 Simulated learning, yaitu kondisi dimana para mahasiswa mempelajari buku-buku pelajaran dengan bahasa yang tidak mereka pahami. Mereka berpikir tidak perlu melakukan sesuatu hal pun selama mereka dapat menemukan beberapa potong kalimat dan menguraikannya atau menghafal potongan-potongan kalimat tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas mereka. Ketika para pengajar memberikan nilai baik pada tugas-tugas tersebut, para pengajar menciptakan suatu keyakinan bahwa para mahasiswa tersebut telah mencapai suatu pemahaman lebih dalam daripada kenyataan yang sebenarnya. Para pengajar hanya memberikan sanksi kepada mahasiswa jika mereka tidak cukup baik untuk pura-pura paham atau ketika mereka menggunakan bahasa mereka sendiri dimana hal tersebut lebih alamiah bagi mereka.

Page 3: Resensi Fitrah Munir

26 4 | F I T R A H M U n I R

Jurna l Sosiolog i M ASYA R A K AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

taruhan baginya untuk terus melanjutkan kuliah pada Jurusan Sosiologi atau meninggalkannya.

Cerita berawal dari perbincangan Mila dengan Jasmine—seorang mahasiswa astrofisika. Ia mengantarkan Mila pada pertanyaan-pertanyaan sangat mendasar mengenai disiplin ilmu sosiologi yang sedang dan akan digelutinya selama duduk di bangku kuliah. Apa yang dilakukan sosiologi? gagasan besar apa yang dimiliki sosiologi sehingga ilmu ini menjadi begitu menggairahkan untuk dipelajari? Bagaimana membuktikan bahwa gagasan-gagasan dalam sosiologi merupakan gagasan besar, seperti halnya teori big bang?

Mila menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui percakapan dengan teman-teman di universitas barunya, tanya jawab di ruang kuliah, serta perbincangan bersama keluarganya di rumah. Jawaban Mila tentang apa yang dilakukan sosiologi muncul ketika ia teringat pada salah seorang pengajar sosiologi semasa sekolah menengah atas. Pengajar itu mengatakan bahwa meskipun ilmu sosiologi telah lahir 200-an tahun yang lalu, namun masih banyak orang yang belum mengenalnya. Sosiologi kerap disalahartikan dengan disiplin ilmu psikologi. Meskipun keduanya berkaitan dengan tingkah laku manusia, namun tidak seperti psikologi yang melihat tingkah laku karena siapa diri mereka, sosiologi lebih melihat apa mereka itu. Di sini, sosiologi tidak melihat kumpulan orang sebagai individu-individu yang terpisah, tapi merupakan suatu kesatuan yang memiliki hidupnya sendiri, dan lebih besar dari individu-individu, yang kerap disebut dengan istilah masyarakat (society).

Jawaban untuk pertanyaan tentang gagasan besar yang dimiliki sosiologi ditemukan dalam ruang kuliah. Mila menemukan bahwa gagasan-gagasan besar dalam sosiologi terletak pada teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh sosiologi, seperti August Comte, Emile Durkheim, Karl Marx, dan tokoh lainnya. Teori-teori ini memuat gagasan-gagasan besar yang menawarkan penjelasan mengenai masyarakat serta berbagai fenomena di dalamnya. namun, hanya Mila yang mengganggap teori-teori tersebut merupakan gagasan-gagasan besar. Sementara untuk membuktikan dan meyakinkan orang lain bahwa gagasan-gagasan tokoh-tokoh itu adalah gagasan yang besar merupakan hal yang lain.

Mila menyadari bahwa suatu gagasan menjadi besar jika memenangkan kompetisi dengan gagasan lain dalam menjelaskan suatu fenomena. Dengan kata lain, suatu gagasan akan dianggap

Page 4: Resensi Fitrah Munir

D E A D W H I T E M E n A n D O T H E R I M P O R T A n T P E O P L E | 265

Jurna l Sosiolog i M ASYA R AK AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

besar jika ia dapat meyakinkan diri Mila sendiri serta orang-orang lain bahwa gagasan tersebut lebih memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu fenomena dibandingkan gagasan lain. Untuk keperluan itu, Mila menyusun strategi pembuktiannya. Mila akan memulai pembuktiannya dengan menjelaskan kepada orang lain mengenai tema-tema tertentu dalam sosiologi, perdebatan-perdebatan di dalamnya, serta teori-teori dalam ilmu sosiologi. Jika orang-orang tersebut terkesan, atau setidaknya mereka tidak mampu meruntuhkan keyakinan Mila terhadap suatu gagasan yang dianggapnya besar, maka gagasan tersebut dapat dikatakan sudah cukup terbukti sebagai gagasan yang besar dan penting.

Proses Mila dalam membuktikan gagasan-gagasan besar inilah yang digambarkan dalam buku ini. Pertemuannya dengan ketiga bibi dan ibunya di rumah berhasil membuktikan kepada mereka bahwa modernity merupakan gagasan yang besar. Modernity merupakan istilah untuk menggambarkan bagaimana masyarakat di dunia mulai menghargai sesuatu yang baru (membuat barang-barang baru) dan mengabaikan tradisi (membuat sesuatu menjadi baru).

Di kesempatan lainnya, Mila berhasil membuat terkesan tiga teman prianya yang berasal dari Jurusan Ekonomi dan Psikologi. Ia mengajukan konsep masyarakat (society) untuk melihat bagaimana orang-orang berperilaku tertentu untuk menandingi pendekatan behavioral (untung-rugi, punish-reward ) dalam disiplin ilmu ekonomi dan psikologi. Mila menggunakan pandangan-pandangan Emile Durkheim untuk menjelaskan bagaimana suatu masyarakat (tradisional maupun modern) bisa terbentuk dan terpelihara keberadaannya. Pembagian kerja, moral, dan ritual merupakan unsur-unsur penting dalam memahami tingkah laku masyarakat tradisional maupun modern.

U n DA ng A n K E DU n I A SOSIOLOgI

Buku ini merupakan undangan bagi para calon mahasiswa, wartawan, pengusaha, dokter, politisi, dan semua orang dari berbagai profesi untuk masuk dan melihat-melihat apa yang telah dilakukan oleh sosiologi serta apa yang menarik darinya. Pada umumnya, sosiologi sering disalahapahami sebagai psikologi. Ketika baru bergabung sebagai mahasiswa baru Jurusan Sosiologi, penulis pernah ditanya seseorang ketika menunggu angkutan umum:

Page 5: Resensi Fitrah Munir

266 | F I T R A H M U n I R

Jurna l Sosiolog i M ASYA R A K AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

“Baru masuk kuliah ya dik ?” tanya orang tersebut. “Iya, pak” jawabku. “Ambil apa kuliahnya ?” tanyanya lagi. “Sosiologi pak !” jawabku bangga. “Ooh… yang belajar tentang kejiwaan itu ya!” jawabnya. Aku, “???”.

Pengalaman seperti ini, ternyata bukan hanya dialami oleh penulis. Beberapa teman satu jurusan mengalami hal yang kurang lebih sama.

Meskipun disiplin ilmu sosiologi telah muncul dan berkembang kurang lebih dua abad lamanya, namun pengetahuan masyarakat umum mengenai apa itu sosiologi, apa yang dilakukannya, apa manfaat mempelajarinya, serta apa yang membuatnya menarik, masih kurang populer dibandingkan disiplin ilmu humaniora lainnya, seperti psikologi atau ekonomi. Bahkan, para pendatang baru dalam sosiologi pun kerap mengalami kebingungan dan kurang rasa percaya diri ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban yang keluar sering kali merupakan jawaban yang terlalu umum dan tidak menjelaskan keunikan sosiologi dibanding disiplin ilmu lainnya.

Tidak mengherankan jika akhirnya banyak kekeliruan yang menghinggapi sosiologi. Salah satu contohnya adalah sosiologi dianggap merupakan ilmu yang mempelajari kejadian yang semua orang sudah mengetahuinya kemudian menceritakannya dengan istilah-istilah yang terdengar “keren” (intelek), seperti modernitas, konflik sosial, sosialisasi, hegemoni, institusi, stratifikasi, dan masih banyak lagi. Kekeliruan pemahaman ini kerap berimplikasi pada penggunaan istilah-istilah itu dalam keseharian. Beberapa kali ditemui satu atau dua orang pejabat menggunakan istilah sosialisasi padahal yang sebenarnya ia maksudkan adalah menyebarkan informasi. Istilah sosialisasi dalam sosiologi jelas lebih dari sekedar penyampaian informasi.

Sosiologi memang memiliki istilah-istilah untuk menunjukkan gagasan-gagasannya tentang fenomena-fenomena sosial tertentu. namun, penggunaan istilah-istilah yang digunakan sosiologi bukannya tanpa alasan yang jelas, apalagi hanya agar terlihat “keren”. Istilah-istilah tersebut merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena sosial yang kompleks. Istilah tentang sosialisasi misalnya, menggambarkan gagasan sosiologi yang meliputi penyebaran dan penanaman norma-norma, nilai-nilai, kebiasaan, ideologi, dan perilaku-perilaku lainnya

Page 6: Resensi Fitrah Munir

D E A D W H I T E M E n A n D O T H E R I M P O R T A n T P E O P L E | 267

Jurna l Sosiolog i M ASYA R AK AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

agar seseorang dapat berpartisipasi dalam masyarakat tertentu. Bagi kebanyakan orang, terutama yang asing dengan sosiologi, bertemu dengan abstraksi-abstraksi seperti ini bukanlah pengalaman yang menyenangkan.

Adanya jurang bahasa yang memisahkan pemahaman orang-orang yang asing terhadap sosiologi dengan keseharian mereka merupakan perhatian utama dari buku ini. Penulis buku ini menyadari bahwa penggunaan bahasa yang tepat untuk orang yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, gagasan-gagasan yang terkandung dalam teori-teori sosiologi disajikan dalam bentuk novel. gagasan-gagasan teori sosiologi yang abstrak dan kompleks disajikan melalui bahasa percakapan yang terjadi dalam konteks keseharian membuatnya terasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari dan mudah dicerna.

Dengan menyajikan gagasan-gagasan sosiologi dalam bentuk novel yang memiliki alur, setting serta gambaran perasaan-perasaan dan pikiran tokoh-tokoh, penulis menawarkan pengalaman baru bagi para pembaca teori-teori sosiologi. Inilah kekuatan buku ini dibandingkan buku-buku teks mengenai teori-teori sosiologi seperti Sociological theory yang ditulis Ritzer atau the Structure of Sociological theory -nya Turner. Buku Dead White Men & Other Important People: Sociology’s Big Ideas mampu membawa masuk para pembaca ke dalam suatu alur cerita yang mengalir seputar gagasan-gagasan dalam teori sosiologi. Hal ini membuat bacaan mengenai teori-teori sosiologi menjadi tidak membosankan dan bisa menumbuhkan rasa penasaran para pembaca untuk mengetahui cerita hingga akhir. Melalui perantara Mila, para pembaca juga diajak untuk merasakan suatu gairah, hasrat, dalam melihat dan memahami dunia keseharian dengan cara yang berbeda. Suatu gairah yang membuat para sosiolog tergila-gila dengan disiplin ini.

SU PL E M E n PE ng A n TA R T EOR I SOSIOLOgI

Buku ini juga bisa dilihat sebagai “tour guide” mengenai beberapa teori sosiologi yang dianggap sebagai gagasan besar oleh penulis. Dalam buku ini kita bisa menemukan gagasan tokoh-tokoh berpengaruh dalam perkembangan teori-teori sosiologi seperti Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber, georg Simmel, Herbert Mead, C. H. Cooley, Talcott Parsons, dan Bordieu. gagasan-gagasan mereka

Page 7: Resensi Fitrah Munir

268 | F I T R A H M U n I R

Jurna l Sosiolog i M ASYA R A K AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

dirangkai oleh penulis dalam suatu rangkaian cerita yang sangat mungkin terjadi dalam siklus kehidupan sehari-hari orang-orang kebanyakan.

Struktur penyajian teori-teori sosiologi seperti ini tidak lazim ditemukan pada buku-buku yang menyajikan kumpulan teori-teori sosiologi. Lewis A. Coser misalnya, menulis Masters of Sociological thought: Ideas in Historical and Social Context di tahun 1971, menyajikan pemikiran lima belas tokoh teori sosiologi beserta biografi dan konteks sosial yang dianggap mempengaruhi pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh tersebut.

Teori-teori sosiologi selanjutnya mengalami perkembangan yang luar biasa. Fenomena-fenomena sosial baru banyak bermunculan yang memiliki implikasi terhadap munculnya banyak gagasan baru dalam teori-teori sosiologi. Kondisi ini mendorong ilmuwan-ilmuwan sosiologi untuk membuat studi sistematis mengenai struktur yang mendasari sosiologi, disebut dengan metateori (Ritzer 2010:A-1). Buku-buku kumpulan teori-teori sosiologi sekarang ini tidak hanya menyajikan konteks sosial-historis para tokoh yang menyatakan suatu teori, tapi lebih dari itu, teori-teori sosiologi disajikan dalam suatu struktur tertentu dan cenderung membentuk beberapa perspektif.

Turner misalnya, dalam buku the Structure of Sociological theory mengelompokkan teori-teori berdasarkan tujuh perspektif, yakni functional, evolutionary atau bio-ecological, conflict, exchange, interactionist, structuralist, dan critical theorizing. Masing-masing perspektif dibahas menurut pembabakan pemikiran-pemikiran yang membentuknya, yakni pemikiran-pemikiran beberapa tokoh yang menjadi dasar pembentuk suatu perspektif seperti pemikiran-pemikiran Durkheim, Karl Marx, Max Weber, dan Simmel. Turner menyebutnya dengan the emerging tradition. Kemudian dilanjutkan dengan pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang sempat mendominasi pemikiran-pemikiran suatu perspektif, namun mulai pudar pengaruhnya, Turner mengkategorikannya dengan sebutan the maturing tradition. Yang terakhir, Turner menutup pembahasan suatu perspektif denngan menyajikan perkembangan mutakhir pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang termasuk dalam perspektif tersebut. Turner menyebutnya dengan the continuing tradition.

Agak berbeda dengan Turner, metateori yang digunakan Ritzer dalam menyajikan struktur teori-teori sosiologi diawali dengan membaginya menjadi tiga kategori besar menurut sejarah

Page 8: Resensi Fitrah Munir

D E A D W H I T E M E n A n D O T H E R I M P O R T A n T P E O P L E | 269

Jurna l Sosiolog i M ASYA R AK AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

perkembangan teori-teori sosiologi, yakni teori-teori klasik, modern, dan perkembangan mutakhir teori-teori sosiologi. Pembahasan mengenai teori-teori klasik dilakukan dengan mengkaji pemikiran-pemikiran serta biografi tokoh-tokoh seperti Durkheim, Marx, Weber, dan Simmel. Adapun pengklasifikasian berdasarkan perspektif dilakukan pada pembahasan mengenai teori-teori sosiologi modern. Pada tahap perkembangan ini, Ritzer mengklasifikasikan teori-teori sosiologi dalam beberapa perspektif, yakni: structural functionalism, neo functionalism, conflict, neo marxian, system theory, symbolic interactionism, ethnomethodology, exchange network and rational choice, dan feminist theory. Pada perkembangan mutakhir, Ritzer menjelaskan perkembangan teori-teori sosiologi yang mengarah pada isu hubungan mikro-makro, struktur-agen serta perubahan masyarakat dari modern ke arah postmodernisme.

Dead White Men & Other Important People nampak memiliki beberapa kelemahan dibanding ketiga buku kumpulan teori-teori sosiologi di atas. Buku ini nampak tidak memiliki struktur yang ketat dalam penyajian teori-teori sosiologi. Teori-teori sosiologi disajikan dalam bentuk tema-tema tertentu yang kemudian disesuaikan dengan alur cerita. Buku ini juga tidak membicarakan konteks sosial-historis serta biografi sang tokoh pencetus teori untuk menggambarkan bagaimana dan dalam kondisi apa suatu teori tercipta. Padahal, menurut Coser (1977:xii), tanpa memahami konteks sosial-historis dimana teori itu tercipta, kita sulit memberikan penilaian dan penghargaan yang tepat bagi suatu gagasan.

Penyajian gagasan-gagasan dalam teori-teori sosiologi dengan struktur yang tidak ketat, dan hilangnya konteks sosial historis dimana suatu teori muncul, mengandung beberapa kelemahan, antara lain dapat membawa pembaca pada kesalahpahaman dan simplifikasi dalam memahami suatu gagasan dalam teori sosiologi. Subyektifitas yang kental dalam alur cerita ini menurunkan kadar ilmiah buku ini secara keseluruhan. novel, betapa pun ilmiah isi yang diceritakannya tetap merupakan manifestasi dari subyektifitas si penulis. Dalam buku ini, subyektifitas si penulis sangat nampak dalam penggambaran usaha Mila dalam mempertahankan pendapatnya bahwa suatu gagasan dalam teori sosiologi merupakan suatu gagasan yang besar. Proses pembuktian yang dilakukan Mila melalui kontestasi gagasan dengan orang-orang dari bidang dan profesi lain, memperlihatkan subyektifitas penulis sebagai seorang sosiolog.

Page 9: Resensi Fitrah Munir

270 | F I T R A H M U n I R

Jurna l Sosiolog i M ASYA R A K AT Vol. 18, no. 2 , Ju l i 2013: 263-270

namun, kelemahan-kelemahan ini tidak membuat buku ini menjadi kehilangan daya tariknya. gagasan penulis untuk memperlihatkan gagasan-gagasan besar dalam teori sosiologi dengan cara yang mudah dicerna dan menarik untuk para pendatang baru sosiologi, patut diberikan apresiasi lebih. Buku ini dapat dijadikan sebagai buku pengantar bagi orang-orang di luar sosiologi yang hendak mengetahui apa itu sosiologi dan apa yang dilakukannya. Di samping itu, ia juga dapat menjadi buku suplemen bagi para siswa yang baru mempelajari sosiologi untuk lebih memudahkan pemahaman mereka terhadap berbagai gagasan dalam teori sosiologi.

DA F TA R PUS TA K A

Coser, Lewis A. 1977. Masters of Sociological thought: Ideas in Histori-cal and Social Context. new York: Harcourt Brace Jovanovich Inc.

Ritzer, george dan Douglas J. goodman. 2004. teori Sosiologi Mo-dern. Jakarta: Kencana.

Turner, Jonathan H. and Leonard Beeghley. 1981. the Emergence of Sociological theory. Illinois: The Dorsey Press.

Turner, Jonathan H. 1991. the Structure of Sociological theory 5th. Ed., Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.