refrat odinofagia

download refrat odinofagia

of 51

Transcript of refrat odinofagia

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    1/51

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis

    dapat menyelesaikan referat berjudul Nyeri Tenggorok ini tepat pada waktunya.

    Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian

    Telinga Hidung dan Tenggorok RS Bayukarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

    terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Yuswandi Affandi Sp.THT dan Dr. Tantri

    Kurniawati, Sp.THT selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik THT ini.

    Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena

    itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

    Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang THTkhususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.

    Karawang, April 2013

    Penulis

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    2/51

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR 1

    DAFTAR ISI 2

    BAB I. PENDAHULUAN

    BAB II. ISI

    Anatomi Faring 4

    Anatomi Tonsil 8

    Anatomi Leher 10Faringitis 11

    Faringitis Akut 13

    Faringitis Kronik 16

    Faringitis Spesifik 17

    Tonsilitis 19

    Tonsillitis Akut 19

    Tonsillitis Membranosa 21

    Tonsillitis Kronis 24

    Tonsilektomi 29

    Abses Leher Dalam 33

    Abses Peritonsil 33

    Abses Retrofaring 36

    Abses Parafaring 39

    Abses Submandibula 40

    Angina Ludovici 44

    BAB III. PENUTUP

    Kesimpulan 50

    DAFTAR PUSTAKA 51

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    3/51

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Odinofagi atau nyeri tenggorok nmerupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat

    adanya kielainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring.

    Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena

    faringitis. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat

    infeksi (virus dan bakteri) maupun non infeksi (alergi, trauma, toksin dan lain-lain)

    Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

    faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan

    tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

    Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local.

    Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan

    yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan

    demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus

    terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang

    anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan

    infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    4/51

    BAB II

    ISI

    ANATOMI FARING

    Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan

    bagianatas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama

    traktusresporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar

    tengkorak danterus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Ke

    atas. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Ke depan berhubungan

    dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah

    berhubungan dengan aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang

    dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian

    dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh(dari dalam keluar) selaput

    lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi

    atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).

    Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

    Mukosa

    Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena

    fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis

    yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena

    fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.

    Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam

    rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu

    faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

    Palut Lendir (Mucous Blancet)

    Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di

    bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai

    dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel

    kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme

    yang penting untuk proteksi.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    5/51

    Otot

    Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

    (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan

    inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian

    bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan, otot-otot ini

    bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan bertemu pada jaringan ikat

    yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen

    faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X).

    Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot

    ini di sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,

    sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah

    faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting

    pada waktu menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring

    dipersarafi oleh n.X.

    Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung

    fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglossus,

    m.palatofaring, dan m.azigos uvula.

    M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk

    menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi

    oleh n.X.

    M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk

    mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini

    dipersarafi oleh n.X.

    M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus

    faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

    M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

    M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan

    uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

    Perdarahan

    Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.

    Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang

    fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    6/51

    Persarafan

    Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang

    ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan

    serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang

    ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang

    dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).

    Kelenjar Getah Bening

    Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan

    inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar

    getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening

    jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir

    ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

    Berdasarkan letaknya faring dibagi atas

    1.Nasofaring

    Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah

    palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra

    servikal.

    Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa

    struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus

    faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur

    embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan

    kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus

    Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis

    interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

    2.Orofaring

    Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas

    bawah adalah tepi atas epiglotis ke depan adalah rongga mulut sedangkan ke belakang adalah

    vertebra servikalis.

    Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

    palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

    sekum.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    7/51

    Dinding posterior faring

    Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut

    atau radang kronik faring, Abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.

    Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan

    gangguan n.vagus.

    3.Laringofaring

    Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah

    laring, batas inferior ialah esophagus, sertas batas posterior adalah vertebra servikal. Bila

    laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau

    dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak

    dibawah dasar lidah ialah valekula.

    Fungsi Faring

    Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi

    suara dan untuk artikulasi.

    1. Fungsi menelanTerdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan fase

    esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini

    disengaja (voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan

    melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal disini

    gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara

    peristaltic di esophagus menuju lambung.

    2. Fungsi faring dalam proses bicara.Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpada dari otot-otot palatum

    dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kea rah dinding

    belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-

    mula m.salpingofaring dan m.palatofaring. kemudian m.levator veli palatini bersama-

    sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator

    vveli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding

    posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) passavant pada

    dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan

    faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    8/51

    kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mingkin kedua gerakan ini bekerja tidak

    pada waktu yang bersamaan.

    Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada pada

    periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan

    hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

    ANATOMI TONSIL

    Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian

    terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah

    tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam

    fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba

    eustachius.

    Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring,

    dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).

    Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-

    30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

    tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di

    lateral orofaring. Dibatasi oleh:

    Lateralm. konstriktor faring superior Anteriorm. palatoglosus Posteriorm. palatofaringeus Superiorpalatum mole Inferiortonsillingual

    Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum

    (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid).

    Fosa Tonsil

    Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot

    palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar

    anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan

    berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai

    palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding

    lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    9/51

    Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah

    terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

    Kapsul Tonsil

    Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut

    kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi

    menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.

    Plika Triangularis

    Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis

    yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat

    menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering

    terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.

    Pendarahan

    Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :

    1. A. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A.Palatina asenden.

    2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.3. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.4. A. Faringeal asenden.

    Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior

    oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub

    atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena dari

    tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui

    pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

    Aliran getah bening

    Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda

    (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke

    kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh

    getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

    Persarafan

    Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina

    dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    10/51

    ANATOMI LEHER

    Leher adalah daerah tubuh yang terletak diantara pinggir bawah mandibula

    disebelah atas dari incisura supra sternalis serta pinggir atas clavikula disebelah bawah.4

    Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia

    servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda.

    Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot

    platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas

    ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.

    Fasia superfisial merupakan jaringan konektif yang terletak dibawah dermis.

    Fasia ini berisikan platysma dan vena-vena superfisialis. Fasia profunda mengelilingi

    daerah leher dalam dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:

    - Lapisan superfisialLapisan ini juga dikenal dengan sebutan lapisan selimut (investing layer).

    Lapisan ini mengelilingi leher, membungkus muskulus sternokleidomastoideus, dan

    muskulus trapezius Selain otot, lapisan ini juga membungkus kelenjar submandibular dan

    parotis. Ruangan yang terbentuk adalah trigonum coli posterior di kedua sisi lateral leher

    dan ruang suprasternal Burns.

    - Lapisan tengahLapisan ini juga dikenal dengan nama lapisan viseral yang mencakup fasia

    pretiroid dan pretrakea. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian muskular

    yang membungkus muskulus infrahyoid dan bagian viseral yang membungkus faring,

    laring, esofagus, kelenjar tiroid, dan trakea.

    - Lapisan dalam.Lapisan dalam ini berasal dari prosesus spinosus dari tulang vertebra servikal dan

    ligamentum nuchae. Pada prosesus transversus dari tulang vertebra servikal, lapisan ini

    terbagi menjadi lapisan alar anterior dan lapisan alar prevertebra posterior. Fasia alar

    memanjang dari dasar tengkorak ke tulang vertebra torak ke-2, dan bersatu dengan fasia

    viseral. Fasia ini terletak diantara lapisan viseral dan lapisan prevertebra. Fasia

    prevertebra terletak di sebelah anterior dari corpus vertebra dan memanjang sepanjang

    kolumna vertebralis.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    11/51

    FARINGITIS

    Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus

    (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.

    Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local.

    Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan

    yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan

    demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus

    terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang

    anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan

    infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).

    ETIOLOGI

    Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi

    maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-

    60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling

    banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga

    ada Influenzavirus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2,

    Coxsackie virus A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIVjuga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri

    biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group

    A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15

    tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    12/51

    Pada Faringitis kronik, faktor-faktor yang berpengaruh:

    1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik, mucus purulentsecara konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi yang konstan. Tonsillitis

    kronik dan sepsis dental juga bertanggung jawab dalam menyebabkan faringitis

    kronik dan odinofagia yang rekuren.

    2. Bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut akan mengekspos faring ke udarayang tidak difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga

    menyebabkan lebih mudah terinfeksi. Bernapas melalui mulut biasa disebabkan oleh :

    a. Obstruksi hidungb. Obstruksi nasofaringc. Gigi yang menonjold. Kebiasaan

    3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum minumankeras, makanan yang sangat pedas semuanya dapat menyebabkan faringitis kronik.

    4. Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan yang berdebu atau uap industry jugamenyebabkan faringitis kronik.

    5. Faulty voice production. Penggunaan suara yang berlebihan atau faulty voiceproduction juga adalah salah satu penyebab faringitis kronik.

    EPIDEMIOLOGI

    Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.

    Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan

    sekitar 10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    13/51

    PATOGENESIS

    Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang

    berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri

    ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin

    ini menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil.

    Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.5 Periode

    inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 2472 jam.

    Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang

    menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut

    terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh

    toksin.

    Faktor risiko dari faringitis yaitu:

    Cuaca dingin dan musim flu Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui udara Merokok, atau terpajan oleh asap rokok Infeksi sinus yang berulang Alergi

    FARINGITIS AKUT

    Faringitis Viral

    Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

    menimbulkan faringitis.

    Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea, mual, nyeri

    tenggorokan, sulit menelan.

    Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus

    dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi

    vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa mauclopapular rash.

    Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

    konjungtivitis terutama pada anak.

    Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat

    pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

    retroservikal dan hepatosplenomegali.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    14/51

    Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri

    menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat,

    limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

    Terapinya adalah istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat.

    Analgetika jika perlu dan tablet isap.

    Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan

    dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada

    anak

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    15/51

    Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan

    menggunakan Centor criteria, yaitu :

    - Riwayat demam (+1)- Anterior Cervical lymphadenopathy (+1)- Tonsillar exudates (+1)- Tidak ada batuk (+1)Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:

    - 3-14 tahun (+1)- 15-44 tahun (0)- 45 tahun keatas (-1)

    Penilaian skornya:

    - 0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu pemeriksaanlebih lanjut dan antibiotic.

    - 1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu pemeriksaanlebih lanjut dan antibiotic.

    - 2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur bakteri faring danantibiotic hanya bila hasil kultur positif

    - 3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur bakteri faring danantibiotic hanya bila hasil kultur positif

    - 4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi empiris denganantibiotic dan atau kultur bakteri faring

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    16/51

    Faringitis Fungal

    Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Keluhan nyeri tenggorok

    dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring

    lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Saburoud dextrose.

    Terapi dengan Nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan analgetika.

    Faringitis Gonorea

    Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi dengan

    sefalosporin generasi ke-3, ceftriaxone 250 mg, IM.

    FARINGITIS KRONIK

    Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.

    Factor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi

    kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.

    Factor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui

    mulut karena hidungnya tersumbat.

    a.Faringitis kronik hiperplastik

    Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.

    Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan

    tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.

    Gejalanya pasien sering mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya

    batuk yang bereak.

    Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan

    nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat

    kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    17/51

    b.Faringitis kronik atrofi

    Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis

    atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan

    rangsangan serta infeksi pada faring.

    Gejalanya pasien sering mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau.

    Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat

    tampak mukosa kering

    Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi

    ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

    FARINGITIS SPESIFIK

    a.Faringitis luetika

    Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi didaerah faring seperti juga penyakit

    lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder

    atau tertier.

    Stadium primer

    Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding

    posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul

    ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan

    pembesaran kelenjar mandibular yang tidak nyeri tekan.

    Stadium sekunder

    Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar

    kearah laring.

    Stadium tertier

    Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada

    dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra

    servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole,

    bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum

    secara permanen.

    Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologic. Terapi penisilin dalam dosis

    tinggi merupakan obat pilihan utama.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    18/51

    b.Faringitis tuberculosis

    Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Pada infeksi

    kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring primer. Cara infeksi

    eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui

    udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris. Bila

    infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering

    ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring,

    palatum mole, dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini juga

    penyebaran secara limfogen.

    Gejalanya yaitu keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien

    mengeluh nyeri yang gebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran

    kelenjar limfa servikal.

    Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto

    toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy jaringan yang terinfeksi untuk

    menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan.

    KOMPLIKASI

    Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,

    mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi

    komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal

    ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    19/51

    TONSILITIS

    Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus

    atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil

    berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan

    sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody

    terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari

    bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis.

    KLASIFIKASI TONSILITIS

    Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu :

    tonsillitis akut

    tonsillitis membranosa

    tonsillitis kronis.

    A. TONSILITIS AKUT

    ETIOLOGI

    Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta

    hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virusterkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak

    pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.

    PATOFISIOLOGI

    Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan

    epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi,

    terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

    Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk

    eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang

    terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus

    sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel

    tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis

    folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal

    disebut tonsilitis lakunaris.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    20/51

    MANIFESTASI KLINIK

    Tonsillitis Streptokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non

    bakterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononukleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-

    tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40o

    celcius, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan

    menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian,

    tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil

    membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna akan tertutup

    oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

    KOMPLIKASI

    Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring, toksemia,

    septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.

    PEMERIKSAAN

    1. Tes Laboratorium

    Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada

    dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam

    reumatik, glomerulonefritis dan demam.

    2. Pemeriksaan penunjang

    Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

    3. Terapi

    Dengan menggunakan antibiotic spektrum lebar dan sulfonamide, antipiretik

    dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

    PERAWATAN

    Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan

    perawatan sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya

    dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.

    1. Perawatan sendiri

    Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu

    hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak

    istirahat, minum minuman hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    21/51

    2. Antibiotik

    Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan

    berperandalam proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu dimakan selama setidaknya

    10 hari.

    3. Tindakan operasi

    Tonsilektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami

    tonsillitis selama tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami tonsillitis lima

    kali atau lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas,

    adanya abses.

    B. TONSILITIS MEMBRANOSA

    Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa

    diantaranya yaitu ;

    Tonsilitis difteri

    Tonsilitis septik

    Angina Plaut Vincent

    1. TONSILITIS DIFTERI

    Etiologi

    Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri

    gram positis pleomorfikpenghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan

    abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.

    Patofisiologi

    Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada

    permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang

    merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh

    darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen

    yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang

    disatukan melalui ikatan disulfide.

    Manifestasi klinis

    Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun.

    Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan masa

    inkubasi 2-7 hari. Gejala umum dari penyakit ini adalah terjadi kenaikan suhu

    subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    22/51

    lambat. Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih

    kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran

    ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi

    laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi

    sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan membengkak

    menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung

    berupa miokarditis sampai dekompensation kordis.

    Komplikasi

    Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan

    otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan

    albuminuria.

    Diagnosis

    Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena

    penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat

    langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan

    seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada

    media Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR

    (Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi

    pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjagaan lebih lanjut untuk

    menggunakan secara luas.

    Pemeriksaan

    1. Tes Laboratorium

    Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan

    bawah membrane semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar

    Mac conkey atau Loffler.

    2. Tes Schick (tes kerentanan terhadap difhteria)

    3. Terapi Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan

    dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    23/51

    Terapi

    Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin

    yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang

    terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan serta

    mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum dapat dilakukan

    dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian cairan.

    Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian

    1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)

    2. Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain

    50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin 40

    mg/kg/hari.

    3. Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas

    bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.

    4. Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh

    karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversible.

    5. Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai keluhan.

    Pencegahan

    Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

    pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak.

    Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan

    carrier.

    Tes kekebalan

    1. Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi dengantoksoid diphtheria.

    2. Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadapdiphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3 minggu).

    2. TONSILITIS SEPTIK

    Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat

    dala susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya

    pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    24/51

    3. ANGINA PLAUT VINCENT ( Stomatitis Ulseromembranosa )

    Etiologi

    Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C

    serta kuman spirilum dan basil fusiform.

    Manifestasi klinis

    Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri

    kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di

    mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.

    Pemeriksaan

    Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di atas

    tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar

    submanibula membesar.

    Terapi

    Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu,

    juga pemberian vitamin C dan B kompleks.

    TONSILITIS KRONIS

    Definisi

    Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil

    yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya

    sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis

    Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-

    ulang atau infeksi subklinis.

    Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan

    tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan

    terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

    apabila tonsil ditekan keluar detritus

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    25/51

    Etiologi

    Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari

    Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of

    the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

    25% disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhantampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

    25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkankenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

    Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut

    1. Streptokokus hemolitikus Grup A

    2. Hemofilus influenza

    3. Streptokokus pneumonia

    4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

    5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).

    Faktor Predisposisi

    Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :

    Rangsangan kronis (rokok, makanan)

    Higiene mulut yang buruk

    Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

    Alergi (iritasi kronis dari allergen)

    Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

    Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

    Patologi

    Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses

    radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada

    proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini

    akan mengerut sehingga kripte akan melebar.

    Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang

    mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat

    berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    26/51

    akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak,

    proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.

    Manifestasi Klinis

    Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut

    yang berulangulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan

    (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan

    bila menelan,terasa kering dan pernafasan berbau.

    Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis

    yang mungkin tampak, yakni :

    1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringansekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau

    seperti keju.

    2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang sepertiterpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang

    melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

    Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

    antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

    tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

    - T0 : Tonsil masuk di dalam fossa- T1 : 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

    Diagnosis

    Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut

    1. Anamnesa

    Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa

    dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa

    sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk,

    malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    27/51

    2. Pemeriksaan Fisik

    Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian

    kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-

    kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju

    atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering

    adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap

    sebagai "kuburan" dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang

    tipis terlihat pada kripta.

    3. Pemeriksaan Penunjang

    Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus

    tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat

    keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans,

    Stafilokokus, atau Pneumokokus.

    Komplikasi

    Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah

    sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun

    berbagai komplikasi yangkerap ditemui adalah sebagai berikut :

    1. Komplikasi sekitar tonsila

    Peritonsilitis

    Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus

    dan abses.

    Abses Peritonsilar (Quinsy)

    Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

    berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus

    kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

    Abses Parafaringeal

    Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

    beningatau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus

    paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

    Abses Retrofaring

    Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi

    pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi

    kelenjar limfe.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    28/51

    Krista Tonsil

    Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan

    fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih

    dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

    Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

    Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

    tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

    2. Komplikasi Organ jauh

    Demam rematik dan penyakit jantung rematik

    Glomerulonefritis

    Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

    Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

    Artritis dan fibrositis.

    Penatalaksanaan

    Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

    tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

    penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-

    gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama,

    irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris

    dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan

    dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.

    Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh

    Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga

    merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah

    oleh Lague dari Rheims (1757).

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    29/51

    TONSILEKTOMI

    Indikasi dari tonsilektomi dibagi 3 :

    1. Indikasi absolut

    a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :

    Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep Apnea Syndrome)

    Disfagia berat yang disebabkan obstruksi

    Gangguan tidur

    Gangguan pertumbuhan dentofacial

    Gangguan bicara (hiponasal)

    Komplikasi kardiopulmoner

    b. Riwayat abses peritonsil.

    c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi terutama

    untuk hipertrofi tonsil unilateral.

    d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakit lain.

    2. Indikasi relatif

    a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5 episode atau

    lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3 episode atau lebih

    infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dengan terapi antibiotik adekuat.

    b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.

    c. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian

    terapi medis.

    d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus

    yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten -laktamase.

    3. Operasi tonsilektomi pada anak-anak tidak selalu disertai adenoidektomi, adenoidektomi

    dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid.

    Kontraindikasi

    Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila

    sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan

    imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:

    1. Gangguan perdarahan

    2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

    3. Anemia

    4. Infeksi akut yang berat

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    30/51

    PERSIAPAN OPERASI TONSILEKTOMI

    1. Anamnesis untuk mendeteksi adanya penyulit

    2. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya penyulit

    3. Pemeriksaan penunjang

    a. Pemeriksaan darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit

    b. Pemeriksaan hemostasis: BT/CT dan atau PT/APTT

    TEKNIK OPERASI

    1. Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine dan teknik

    Diseksi

    2. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care.

    3. Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Guillotine dan

    Diseksi di rumah sakit pendidikan.

    4. Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya di rumah sakit

    pendidikan.

    TEKNIK ANESTESI

    1. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan

    nafas.

    2. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan

    sebagai alat monitoring.

    Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik

    Guillotine dan diseksi :

    1. Guillotine, Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara cepat dan

    praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil

    beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak

    seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

    2. Teknik Diseksi, Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi.

    Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam

    anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah

    medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle

    knife dilakukan pemotongan mukosa dari Spilar tersebut.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    31/51

    3. Teknik elektrokauter, Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil

    disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi

    berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi

    radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4

    Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan

    konduksi saraf atau jantung.

    4. Radiofrekuensi, Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung

    kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka

    kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu,

    daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

    5. Skapel harmonic, Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk

    memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

    6. Teknik Coblation, Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang

    untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk

    mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi

    dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang

    akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok

    plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan

    plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan

    tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi

    molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan

    jaringan sekitar.

    7. Intracapsular partial tonsillectomy, Intracapsular tonsilektomi merupakan

    tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi.

    Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan

    tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian

    alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

    8. Laser (CO2-KTP), Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP

    (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.

    Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang

    menyebabkan infeksi kronik dan rekuren

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    32/51

    Penyulit

    Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam

    melakukan tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:

    1. Kelainan anatomi:

    Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)

    Kelainan maksilofasial dan dentofasial

    2. Kelainan pada komponen darah:

    Hemoglobin < 10 g/100 dl

    Hematokrit < 30 g%

    Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)

    3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain

    4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)

    5. Multiple Allergy

    6. Penyakit lain seperti:

    Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain

    Hipertensi dan penyakit kardiovaskular

    Obesitas, kejang demam, epilepsi

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    33/51

    ABSES LEHER DALAM

    Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah

    sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.

    1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:a. ruang retrofaring

    b. ruang prevertebrac. ruang bahayad. ruang pembuluh darah viseral

    2. Ruang suprahioid terdiri dari:

    a. ruang submandibulab.

    ruang parafaring

    c. ruang parotisd. ruang mastikore. ruang peritonsilf. ruang temporalis.

    3. Ruang infrahioid

    a. ruang pretrakeal

    ABSES PERITONSIL (QUINSY)

    a. DefinisiAbses peritonsil (PTA) adalah suatu infeksi pada leher dalam akibat

    perjalanan infeksi superficial dan progresif dari infeksi selulitis tonsilar.

    Gambar 1. Abses Peritonsil

    Tonsil

    Pembesaran

    palatum mole

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    34/51

    b. EtiologiProses ini terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi

    yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.

    Abses peritonsiler disebabkan oleh bakteri yang bersifat aerob dan bakteri

    yang bersifat anaerob. Bakteri aerob yang menyebabkan abses peritonsiler adalah

    Streptococcus beta hemollitikus Group A, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus

    influenzae. Sedangkan bakteri anaerob yang menyebabkan abses peritonsilar adalah

    Fusobacterium, pigmented Prevotella, Peptostreptococcus.

    c. Manifestasi KlinisPenderita biasanya mengalami keluhan demam, malaise, odinofagia (nyeri

    menelan, nyeri telinga (otalgia ipsilateral). Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut

    berbau (foetor ex ore), suara gumam (hot potato voice), sukar membuka mulut

    (trismus), limfadenitis servikal, pembengkakan tonsil, pembengkakan palatum mole

    dan uvula berdeviasi kesisi kontralateral.

    d. DiagnosisAnamnesis dari gejala klinis dan pada pemeriksaan fisik pada abses peritonsil

    yaitu penderita biasanya mengalami keluhan demam, malaise, odinofagia (nyeri

    menelan, nyeri telinga (otalgia ipsilateral). Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut

    berbau (foetor ex ore), suara gumam (hot potato voice), sukar membuka mulut

    (trismus), limfadenitis servikal, pembengkakan tonsil, pembengkakan palatum mole

    dan uvula berdeviasi kesisi kontralateral.

    Pada pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa abses peritonsilar adalah

    dengan mengumpulkan pus dari abses menggunakan aspirasi jarum dan lakukan

    pemeriksaan kultur.

    Pada pemeriksaan CT scan pada tonsil dapat terlihat daerah yang hipodens

    yang menandakan adanya cairan pada tonsil dan pembesaran yang asimetris pada

    tonsil.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    35/51

    e. Diagnosa Banding1. Abses tonsilar 5. Selulitis peritonsilar2. Adenitis servical 6. Infeksi kelenjar salvias3. Limfoma 7. Aneurisma arteri carotis interna4. Infeksi gigi

    f. Penatalaksanaan Antibiotika oral Amoxicilin 825 mg 2 x 1, Penisilin 500 mg 4 x 1,

    Metronidazole 500 mg 4 x 1, Clindamisin 600 mg 2 x 1 dan antibiotika intravena

    Penisilin G 10 Juta Unit / 6 jam, Ampisilin 3 gram / 6 jam, untuk yang alergi Penisilin

    dapat diberikan Clindamisin 900 mg / 8 jam.

    Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

    diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling

    menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula

    dengan geraham atas terakhir.

    Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila

    tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a tiede,

    dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a

    froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3

    minggu sesudah drainase abses.

    g. Komplikasi Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan aspirasi paru, atau piema. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

    parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum sehingga terjadi

    mediastinitis.

    Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombussinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

    h. PrognosisAbses peritonsiler dapat berulang bila tidak dilakukan tonsilektomi, maka

    ditunda sampai 3 - 6 minggu berikutnya.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    36/51

    ABSES RETROFARING

    a. DefinisiAbses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

    pada daerah retrofaring.

    b. Etiologi 1Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara

    bersamaan. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah.

    1. Kuman aerob : Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering),Streptococcus pneumoniae, Streptococcus nonhemolyticus, Staphylococcus

    aureus, Haemophilus sp.

    2. Kuman anaerob :Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria.c. Gejala dan Tanda Klinis

    Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dan tanda

    klinis yang sering dijumpai pada anak :

    1. Demam2. Sukar dan nyeri menelan3. Suara sengau4. Dinding posterior faring membengkak (bulging) dan hiperemis pada satu sisi.5. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan6. Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral).

    Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bisa dijumpai

    adanya :

    1. Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan2. Air liur menetes (drooling)3. Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

    Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila

    dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda

    asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat

    batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :

    1. Demam2. Sukar dan nyeri menelan3. Rasa sakit di leher (neck pain)4. Keterbatasan gerak leher5. Dispnea

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    37/51

    37

    d. Penatalaksanaan1. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

    Posisi pasiensupine dengan leher ekstensi Pemberian O2 Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasifiber optik Trakeostomi / krikotirotomi

    2. Medikamentosaa. Antibiotik ( parenteral )

    Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya

    tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup

    terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif. Dahulu

    diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetapi

    sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan laktamase kombinasi

    obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat

    diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua

    (seperti cefuroxime) atau lactamase resistant penicillin seperti ticarcillin/

    clavulanate, piperacillin/ tazobactam, ampicillin/ sulbactam. Pemberian

    antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.b. Simtomatis.c. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan

    elektrolit.

    d. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.3. Operatif

    a. Aspirasi pus (needle aspiration)b. Insisi dan drainase :

    Pendekatan intraoral (transoral) untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasiendiletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam keadaan

    hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada

    daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    38/51

    38

    diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi

    diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.

    Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterior atau posterioruntuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

    Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara

    horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara

    tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas

    pandangan sampai terlihat m.sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada

    batas anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem erteri

    bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah

    lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus

    dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang

    drain (Penrose drain).

    Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas

    posterior m.sternokleidomastoideus. Kepala diputar kearah yang berlawanan

    dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas

    abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang

    selubung karotis.

    e. Komplikasi1. Massa itu sendiri : obstruksi jalan nafas2. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru3. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :

    a. inferior : edema laring , mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinumb. lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaringc. posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis

    4. Infeksi itu sendiri : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    39/51

    39

    f. PrognosisPada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis secara

    dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana

    abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat

    menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi mediastinitis, angka

    mortalitas mencapai 40 - 50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri

    karotis mempunyai angka mortalitas 20 40% sedangkan trombosis vena jugularis

    mempunyai angka mortalitas 60%.

    ABSES PARAFARING

    a. DefinisiAbses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang parafaring.

    b. EtiologiKuman penyebab biasanya campuran aerob dan anaerob.

    c. PatofisiologiInfeksi terjadi secara langsung; proses supurasi yang menjadi sumber infeksi; atau

    penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula.

    d. FaktorPredisposisiDiabetes melitus, lupus eritematosus, dll.

    e. GambaranKlinisDemam, leukositosis, nyeri tenggorok, nyeri menelan, trismus, indurasi atau

    pembengkakan di daerah sekitar angulus mandibula, dan pembengkakan dinding lateral

    faring hingga menonjol ke arah medial.

    f. PemeriksaanPenunjangFoto jaringan lunak AP menunjukkan penebalan jaringan lunak parafaring dan

    pendorongan trakea ke samping depan. Dengan tomografi komputer terlihat jelas abses

    dan penjalarannya.

    g. DiagnosisBandingParotitis, abses submandibula, dan tumor.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    40/51

    40

    h. PenatalaksanaanPasien dirawat inap di rumah sakit sampai gejala dan tanda infeksi reda.

    Diberikan antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob secara parenteral.

    Sebelum ada hasil kultur, diberikan penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin 3-4 x

    1-2 gram atau gentamisin 2 x 40-80 mg, kloramfenikol 3 x 250-500 mg, metronidazol 3 x

    250-500 mg.

    Abses segera dievakuasi secara eksplorasi dalam anestesi umum. Caranya melalui

    insisi dari luar dan intraoral. Dari luar, insisi dilakukan 2 jari di bawah dan sejajar

    mandibula. Secara tumpul dilanjutkan dari batas anterior otot sternokleidomastoideus ke

    arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m. pterigoid interna

    mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat dalam

    selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di

    depan otot sternokleidomastoideus (cara Mosher).

    Insisi intraoral dilakukan bila perlu sebagai tambahan terhadap insisi luar, pada

    dinding lateral faring. Ekplorasi dilakukan dengan klem arteri menembus otot konstriktor

    faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.

    i. KomplikasiPeradangan intrakranial, mediastinum; kerusakan dinding pembuluh darah

    sehingga terjadi perdarahan hebat akibat ruptur pembuluh karotis; komplikasi pada

    nervus vagus; edema laring; pendorongan trakea; periflebitis, endoflebitis, tromboflebitis;

    dan septikemia.

    ABSES SUBMANDIBULA

    a. DefinisiAbses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

    pada daerah submandibula.

    b. EtiologiInfeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

    submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Sebagian

    besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob,

    anaerob, maupun fakultatif anaerob.

    Kuman aerob yang sering ditemukan adalah

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    41/51

    41

    Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia,

    Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan

    pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides,

    Prevotella, maupunFusobacterium.

    c. Gejala dan Tanda KlinisPasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus akibat

    keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas

    oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik

    didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan

    nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan

    tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke

    belakang.

    Gambar 9. Abses submandibula

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    42/51

    42

    d. Pemeriksaan penunjanga) Laboratorium

    Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang

    bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik.

    b) Radiologisa. Rontgen jaringan lunak kepala APb. Rontgen panoramik

    Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.

    c. Rontgen thoraksPerlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan

    saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.

    d. Tomografi komputer (CT-scan)CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher

    dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis

    tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu

    rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak

    adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan

    kadang ada air fluid level.

    e. PenatalaksanaanTerapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :

    1. Antibiotik (parenteral)Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji

    kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral

    sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik

    kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram

    negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran

    dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole

    masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian

    antibiotik dapat disesuaikan.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    43/51

    43

    Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi

    terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone,

    yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih

    tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan

    selama lebih kurang 10 hari.

    2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi absesdapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi

    atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada

    tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas

    abses.11

    Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif

    dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka

    evakuasi abses dapat dilakukan.

    3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomiperlu dipertimbangkan.

    Gambar 12. Insisi abses submandibula

    4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.

    f. KomplikasiProses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung

    (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas

    ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. Perluasan ini dapat

    secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial

    kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    44/51

    44

    Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah

    menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses

    juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis

    mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi

    periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.

    g. PrognosisPada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis

    secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal

    dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan

    adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis,

    angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri

    karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis

    mempunyai angka mortalitas 60%.

    ANGINA LUDOVICI

    a. DefinisiAngina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon

    yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula,

    tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati.

    b. EtiologiOrganisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui

    isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang

    diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram

    positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa,

    spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram

    negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies

    Pseudomonas,Haemophillus influenza dan spesiesKlebsiella.

    c. Gambaran KlinisGejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan

    dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    45/51

    45

    ekstraoral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-

    like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang

    terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis

    intraoral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah, sulit menelan (disfagia),

    hipersalivasi (drooling), kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).

    Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan

    karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat

    dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang

    dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan

    menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak

    mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis

    menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan

    segera.

    Gambar 13. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral

    dan regio cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.

    Gambar 14. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan

    peninggian lidah pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    46/51

    46

    d. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang.

    a. Anamnesa

    Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa

    tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami

    kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air

    liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami

    kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.

    b. Pemeriksaan fisik

    Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke

    belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke

    atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat

    bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami

    dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan.

    Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.

    c. Pemeriksaan penunjang

    Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan

    pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium

    maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.

    Laboratorium:

    Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksiakut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi

    drainase.16

    Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi(aerob dan atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.

    Pencitraan:

    R: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalammendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    47/51

    47

    menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat

    menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto

    panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,

    serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.

    USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses.USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-

    radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak

    abses.

    CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapatmemberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat

    mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan

    napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya

    pernapasan buatan.

    MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkandengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya

    waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien

    yang mengalami kesulitan bernapas.

    e.

    PenatalaksanaanPenatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:

    1) Menjaga patensi jalan napas.2) Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi

    penyebaran infeksi.

    3) Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya

    teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih baik, maka

    kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung dengan

    menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi tegak.

    Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan

    anestesi lokal.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    48/51

    48

    Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan

    operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang

    lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta

    mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti

    dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.

    Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.

    Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)

    merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya

    prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan

    metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate

    harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.

    Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi

    ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat pus

    atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul.

    Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah

    secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di

    bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman

    kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoidsampai batas

    bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka

    gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai

    infeksi reda.

    f. KomplikasiAngina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang

    terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis, kedua

    ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan

    dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus

    melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang

    submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig dapat menyebar

    secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal lateral, di mana

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    49/51

    49

    selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta menimbulkan obstruksi jalan napas

    yang berat.

    Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara mudah

    ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum dan ruang

    subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi

    dari angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang

    terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah

    dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema, infeksi dari

    carotid sheath yang mengakibatkan ruptura. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari

    v. jugularis interna.

    g. PrognosisPrognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk

    mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar

    45%65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai

    dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain

    itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.

    Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4

    Kematian pada

    era preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan

    nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta

    penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi.

    Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    50/51

    50

    BAB III

    PENUTUP

    KESIMPULANOdinofagi atau nyeri tenggorok nmerupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya

    kielainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan hipofaring.

    Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

    Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.

    Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor

    resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makana

    Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau

    bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi

    sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah

    putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi

    yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

    tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu

    tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.n yang kurang gizi, konsumsi

    alkohol yang berlebihan.

    Abses leher dalam adalah kumpulan nanah (pus) yang terbentuk dalam ruang potensial di

    antara fasia leher dalam sebagai akibat penyebaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,

    sinus paranasal, leher, telinga dll.Penyebaran infeksi dapat terjadi secara langsung, hematogen,

    atau limfogen. Abses leher dalam dapat dibagi sesuai letak abses yaitu abses peritonsiler,

    parafaring, retrofaring, mastikator, submandibula, submental, sublingual dan sebagainya.Abses

    leher dalam dapat mengenai salah satu ruang potensial atau lebih.

  • 7/28/2019 refrat odinofagia

    51/51

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Rusmarjono dan Hermani B. Odinofagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga HidungTenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2010;

    h.212-6

    2. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar IlmuKesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-5. Balai

    Penerbit FKUI. Jakarta: 2010; h.217-9

    3. Mansjoer, A (ed). 2005. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok :Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI.Jakarta; h.118

    4. Acerra JR. Pharyngitis in Emergency Medicine. 2010. Diambil darihttp://emedicine.medscape.com/article/764304-overview#a0199 .

    5. Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.6. Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan.

    aJakarta:Gramedia.

    7. Arsyad, E. Iskandar, N. Bashiruddin, J. Dwi, R. 2007.Abses Leher Dalam. Buku AjarIlmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit

    FKUI,