refrat-kelainan-refraksi.
-
Upload
yuanitafaradiba -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of refrat-kelainan-refraksi.
![Page 1: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan organ terpenting dalam panca indera. Banyak manusia yang
memiliki indra yang lengkap dan sehat tetapi tidak dapat merawatnya dengan baik sehingga
menyebabkan gangguan terutama penglihatan yang khususnya jika terjadi kelainan
refraksi.
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau dibelakang makula.
WHO memperkirakan bahwa 153 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan
penglihatan akibat kelainan refraksi mata. Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
pendengaran yang dilakukan oleh Depkes di sejumlah Propinsi di Indonesia berturut-turut
padatahun anggaran 2003/2004, 2004/2005, 2005/2006, 2006/2007, ditemukan kelainan
refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di
Indonesia. Sedangkan angka kelainan refraksi padagolongan usia sekolah adalah kurang
lebih 5%. Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada seluruh golongan umur terutama pada
golongan anak sekolah yang berumur dari 6 sampai 18 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar refraksi ?
1.2.2 Bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
dan penatalaksanaan pada masing-masing jenis kelainan refraksi ?
1
![Page 2: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/2.jpg)
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang konsep dasar refraksi.
1.3.2 Untuk mengetahui tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada masing-masing jenis kelainan refraksi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu penyakit
mata pada khususnya.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu penyakit mata.
.
2
![Page 3: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. REFRAKSI
2.1.1 Media Refraksi
Media refraksi merupakan bangunan transparan yang harus dilalui berkas
cahaya untuk mencapai retina. Terdapat 4 struktur bola mata yang berperan dalam
proses perjalanan cahaya dari luar menuju retina, yaitu:
a) Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus,
lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran
Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel
sedangkan endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih
aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Membran Descemet
merupakan suatu membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan
mikroskop elekron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea. Stroma
kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan lensa. Bagian ini tersusun dari lamella
fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1μm yang salin menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan
kornea dan karena ukuran dan periodiditasnya secara optic menjadi jernih. Lamella
terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang
menghasilkan kolagen dan zat dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aqueus, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan
pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
Kornea mempunyai indeksi bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai
kekuatan yang sebanding dengan lensa hingga 40 dioptri. Pemeriksaan
kelengkungan kornea ditentukan dengan keratometer. Keratometri diperlukan untuk:
1) Melihat kecembungan yang teratur
3
![Page 4: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/4.jpg)
2) Melihat kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata
tersebut mempunyai kelainan refraksi astigmat/silinder
3) Menyesuaikan kelengkungan lensa kontak yang dapat di steep (cembung kuat),
flat (permukaan yang rata) dan normal
4) Melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau
astigmat ireguler
b) Humor aquaeus
Humor aqueus diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki kamera
okuli posterior, humor aqueus melalui pupil masuk ke kamera okuli anterior dan
kemudian ke perifer menuju sudut kamera okuli anterior.
c) Lensa
Lensa yang berkembang dengan sempurna berbentuk bikonveks dan tidak
berwarna sehingga hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih
konveks dari permukaan anteriornya. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm
dengan diameter 9 mm. Berat suatu lensa bertambah lima kali lipat berbanding berat
lensa saat lahir. Lensa pada orang dewasa diperkirakan seberat 220 gm. Lensa
terletak bilik mata belakang yaitu antara bagian posterior dari iris dan bagian
anterior dari corpus vitreous yang dinamakan fossa hialoid. Terdapat serabut-serabut
yang dinamakan zonulla zinni (zonula fibres) di sekitar ekuator lensa yang berfungsi
untuk mengikat lensa dengan corpus siliaris. Serabut-serabut ini memegang lensa
pada posisinya dan akan berkontraksi atau mengendur saat otot siliaris berkontraksi
atau berdilatasi saat proses akomodasi.
Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri
seluruh bola mata adalah sekitar 58 dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri
sekitar 15 dioptri. Tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43
dioptri). Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi
sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60
tahun.
Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada
permukaan anterior lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi nukleus
dan korteks.
Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang membungkus seluruh
permukaan lensa. Kapsul bagian anterior (20µm) lebih tebal berbanding kapsul
bagian posterior (3µm). Di bawah mikroskop electron, kapsul lensa terdiri dari
4
![Page 5: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/5.jpg)
lamela yang mengandung kolagen tipe 4. Pada bagian ekuator lensa, terdapat zonula
zinnia yang mengikat lensa pada prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai
diffusion barier dan permeabel terhadap komponen dengan berat molekul rendah.
Fungsi utama kapsul lensa adalah untuk membentuk lensa sebagai respon dari
penarikan serabut-serabut zonula saat proses akomodasi.
Epitel lensa berbentuk kuboid dan terletak di bawah kapsul bagian anterior.
Di bagian ekuator, sel-sel ini memanjang dan membentuk kolumnar. Di bagian
ekuator ini juga sel epitel lensa berubah membentuk serabut-serabut lensa karena di
bagian ini aktivitas mitotik berada pada puncaknya. Fungsi sel epitel lensa adalah
untuk berdiferensiasi membentuk serabut lensa dan terlibat dalam transportasi antara
humor aquous dengan bagian dalamnya dan sekresi material kapsul.
Seperti yang telah diketahui, serabut-serabut lensa terbentuk dari multiplikasi
dan diferensiasi dari sel epitel lensa di bagian ekuator. Oleh karena pertumbuhan
normal dari lensa bermula dari permukaan ke arah dalam, maka serabut yang
terbentuk terlebih dahulu dinamakan nukleus lensa dan serabut yang baru terbentuk
dinamakan korteks.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah dan persarafan di lensa.
d) Korpus Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang
membentuk duapertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh kornea, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus (membrane
hiloid) normalnya kontak dengan struktur-struktur seperti kapsul lensa posterior,
serat-serat zonula pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis
vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serata Perlekatan ke kapsul lensa dan
nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air
sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat,
yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena
kemampuannya mengikat banyak air.
5
![Page 6: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/6.jpg)
Selain keempat struktur bola mata di atas, terdapat satu struktur lagi yang
penting pada proses masuknya cahaya ke retina, yaitu pupil. Pupil merupakan
lubang bundar di tengah iris yang sesuai dengan bukaan lensa pada sebuah kamera.
Pupil mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil
pada prinsipnya diatur oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas
parasimpatik yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang
ditimbulkan oleh aktivitas simpatik. Pada proses miosis (konstriksi), otot sfingter
pupil mengecilkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang terang dan
selama proses akomodasi. Miosis merupakan aktivitas saraf parasimpatis. Pada
proses midriasis (dilatasi), otot dilator pupil melebarkan pupil. Hal ini terjadi pada
kondisi lingkungan yang gelap. Midriasis merupakan aktivitas saraf simpatis.
Secara fisiologik besarnya pupil didapatkan :
1) Perempuan > laki-laki
2) Myopia > hipermetropia
3) Mata biru > mata coklat
4) Dewasa > anak – anak atau orang tua
5) Inspirasi > ekspirasi
Mata dapat dianggap sebagai kamera dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan
kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina,
yang diteruskan melalui N.II ke korteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak
sebagai bayangan yang tegak. Supaya bayangan tak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh
lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil
untuk menguranginya. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueus,
lensa, dan korpus vitreus. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueus,
sedangkan daya refraksi lensa hampir sama dengan korpus vitreus. Keseluruhan sistem
refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan vokus 23 mm.
2.1.2 Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa
6
![Page 7: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/7.jpg)
dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang.
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain:
1) Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi
cembung.
2) Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan kedua
tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.
3) Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian
perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke
sentraldan menjadi cembung.
Gambar 1. Skema terjadinya akomodasi mata
Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa
akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah
titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah
daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan
untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya
sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang
menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
A = 1/P – 1/R
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum
proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya
elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.
2.1.3 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan mempunyai
7
![Page 8: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/8.jpg)
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. pada mata yang emetrop, dalam keadaan istirahat,
sinar yang sejajar yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis di retina.
Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini dimana
cahaya yang datangnya sejajar, setelah melalui sistem refraksi ini bertemu. Fovea sentralis
letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea. Pembiasan yang
terbesar terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah dengan permukaan
anterior dan posterior dari lensa.
Gambar 2. Refraksi pada mata emetrop
2.2 KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur.
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang
atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula.
Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisme.
2.2.1 MIOPIA
A. Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.
Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum
(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
8
![Page 9: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/9.jpg)
Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat
(lebih dari -10 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada
fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan
demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction.
Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat
dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.
B. Klasifikasi Etiologi
1. Axial miopi:
Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini
penyebab yang paling banyak.
2. Kurvatural miopi
Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.
3. Positional miopi
Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.
9
![Page 10: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/10.jpg)
4. Index myopia
Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear sclerosis.
5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.
Variasi Klinis miopi:
1. Miopia Kongenital
Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun,
kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral.
Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak
congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital sangat perlu
dikoreksi lebih awal.
2. Miopi simplek
Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan fisiologi,
tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat 2 % pada usia
5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia
sekolah maka disebut juga dengan ”school Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa berhubungan
maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan
neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan
diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan
faktor resiko;
- Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar
20%
10
![Page 11: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/11.jpg)
- Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
- Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak
sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan
pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti
secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
- Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
- Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
- Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang
tua.
Gejala Objektif:
- bola mata yang besar dan menonjol.
- Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
- Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.
- Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun.
Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
3. Miopi patologis/ degeneratif
Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya pendarahan
pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi sudah terjadi
saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini
berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.
Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata.
Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang
11
![Page 12: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/12.jpg)
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan
terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter
dan pertumbuhan bola mata.
1. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai etiologi
kelainan ini. Progresif miopi yang bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa cina,
arab dan jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa negro dan sudan. Ini
menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam
perkembangan miopi.
2. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopi,
Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa
pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini
ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang
terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopi.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
- Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan
miopi simplek.
- Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
- Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.
12
![Page 13: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/13.jpg)
Gejala objektif :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan
kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
2. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke
seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
3. Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai
dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang
mengelilinginya.
Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.
13
![Page 14: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/14.jpg)
4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.
C. Pemeriksaan
Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri dari:
1. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat
(Jaeger)
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kacamata
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau
tidaknya kebutaan
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
D. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Kaca Mata
Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata
akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.
14
![Page 15: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/15.jpg)
Gambar 6. Koreksi pada Mata Miopi
Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology
kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk
pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.
Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi
Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan
pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan( pencegahan ). Akan
tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para
praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa
subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti ( fakta )
ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia
yang efektif.
Ada beberapa ahli bedah yang memprosedurkan pembentukan kornea dengan
merubah titik fokus di depan retina. Radial keratotomy adalah salah satu cara yang
populer akhir-akhir ini, salah satunya debgan menggunakan LASIK, yaitu sejenis
laser yang digunakan untuk pembentukan kornea mata.
Seorang dengan myopia, diberi lensa ( S - ) yang terkecil. ( S- ) diberikan agar tanpa
akomodasi, penderita miopia dapat melihat dengan baik. Hal ini juga ditujukan
terhadap kelainan refraksinya dengan lensa sferis negatif yang sesuai.
15
![Page 16: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/16.jpg)
b. Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak
digunakan ada penderita miopia.
c. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini
sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah
RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet,
tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak
sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat
malam hari.
2. Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -
6 dioptri.
16
![Page 17: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/17.jpg)
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
- PRK lebih mahal dibanding RK
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
- Umur lebih dari 20 tahun.
- Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
- Motivasi pasien
- Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi
absolut LASIK.
17
![Page 18: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/18.jpg)
Keuntungan LASIK
- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah
operasi,
- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
- LASIK jauh lebih mahal
- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
E. Komplikasi :
Penyulit :
1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus
2) Pendarahan badan kaca
3) Ablasi retina.
18
![Page 19: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/19.jpg)
Miopia mungkin dapat diatasi dengan menggunakan kontak lensa tetapi penggunaan
kontak lensa tersebut bisa menyebabkan borok pada kornea dan infeksi. Selain kontak
lensa, laser juga digunakan untuk pembentukan/ koreksi penglihatan yang akhir-akhir ini
banyak digunakan. Tetepi penggunaan laser ini juga bisa menyebabkan kerusakan serius
pada mata. Walaupun jarang, orang-orang penderita myopia ini sering mengalami
degenerasi ( proses kemunduran ) retina.
F. Pencegahan
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan
menonton tv dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran
mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-
anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.
Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir
tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti
merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai
untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini melaporkan bahwa
ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan atau perbaikan pada
penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga terdapat
dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami kesulitan dan
juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa grup kontrol
cukup menutupi kekurangan tersebut.
2.2.2 HIPERMETROPIA
A. Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina.1 Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang
menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan
bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.
Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan
pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang
juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.
19
![Page 20: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/20.jpg)
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa
koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi
dengan lensa positif:
B. Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu
pendek
b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan terfokus di belakang retina
C. Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata
positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia
ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.
- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun kacamata positif.
b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia.
20
![Page 21: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/21.jpg)
c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.
D. Patofisiologi
- hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
- hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
- hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal
E. Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia
pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
- Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang
- Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang
lama dan membaca dekat
- Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang
lama, misalnya menonton TV, dll
- Mata sensitif terhadap sinar
- Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
- Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula
b. Gejala Obyektif
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
- Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N III.
- Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
- Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga
memeberi kesan adanya radang dari N II.
- Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan
pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.
21
![Page 22: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/22.jpg)
F. Pemeriksaan
1. Refraksi Subyektif
a. Alat
- Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
- Sebuah set lensa coba.
b.Teknik
- Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.
- Pada mata dipasang bingkai percobaan.
- Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa
mata kanan.
- Penderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan
diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat
dibaca.
- Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih
jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan – lahan
dan disuruh membaca huruf –huruf pada baris yang lebih bawah.
- Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf – huruf pada baris 6/6.
- Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat
huruf – huruf di atas.
- Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
c. Nilai
Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan
ini derajat hipermetropia yang diperiksa S +2.25 dan kacamata dengan ukuran ini
diberikan pada penderita. Padapenderita hipermetropia selama diberikan lensaa sferis
positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
2 Refraksi Obyektif
a.Retinoskop
Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis positif sampai tercapai netralisasi
b.Autorefraktometer
22
![Page 23: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/23.jpg)
G. Penatalaksanaan
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik
2. Lensa kontak
untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi
H. Komplikasi
- Glaukoma sudut tertutup
- Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D
- Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan
penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.
2.2.3 ASTIGMATISMA
A. Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada
satu titik.
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk
kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki
astigmat yang ringan.
B. Etiologi
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan
bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di
dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat
lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat
atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang
horizontal.
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.2
Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea.
anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan
kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar
0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang
fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe
23
![Page 24: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/24.jpg)
astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7
tahun.
C. Jenis Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat
di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic
astigmatism.
Gambar 11. Simple myopic astigmatism
24
Gambar 12. Simple hypermetropic astigmatism
![Page 25: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/25.jpg)
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di
retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi
kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound
hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.
Gambar 13. Compound miopic astigmatism
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang
lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu
arah dan miop pada yang lainnya.
Gambar 14. Mixed Astigmatism
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan
sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini
dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih
besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi)
dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih
sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang
tua.
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
25
![Page 26: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/26.jpg)
sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.
D. Gejala Klinis
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan:
1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6. Sakit kepala
7. Mata tegang dan pegal
8. Mata dan fisik lelah
9. Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.
E. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang
dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa kelainan refraksi
miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan
subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan
melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan
dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui
lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.
26
![Page 27: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/27.jpg)
Gambar 15. Kipas Astigmat
Gambar 16.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
F. Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau
kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata
silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi
dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
27
![Page 28: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/28.jpg)
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat
yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.2.4 PRESBIOPIA
A. Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan
kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.
Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga
kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut
menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.
B. Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
- Kelemahan otot akomodasi
28
![Page 29: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/29.jpg)
- Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
C. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga
lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras
(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
D. Gejala Klinis
o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa
pedas.
o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada
awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya
dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya.
E. Pemeriksaan
a. Alat
- Kartu Snellen
- Kartu baca dekat
- Seuah set lensa coba
b. Teknik
- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata
jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat)
- Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
- Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
- Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca
huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan
- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu
29
![Page 30: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/30.jpg)
c. Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran
lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur
biasanya: 40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri
45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri
50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri
55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri
60 tahun – 3.0 dioptri
F. Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan
sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah
4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi
dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.
30
![Page 31: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/31.jpg)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
- Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
- Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan
presbiopia
- Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif.
- Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak
di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis
positif.
- Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik.
- Presbiopia merupakan kelainan penglihatan yang diakibatkan makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
- Kelainan-kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang sesuai.
Dan perkembangan ilmu pengetahuan menyediakan modalitas terapi pembedahan
untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi.
3.2 SARAN
- Diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai Kelainan Refraksi dari lebih banyak
literatur agar lebih memahami mengenai penyakit-penyakit yang termasuk di
dalamnya.
31
![Page 32: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/32.jpg)
- Pendeteksian dini terhadap penyakit ini sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin
muncul
32
![Page 33: refrat-kelainan-refraksi.](https://reader034.fdocuments.net/reader034/viewer/2022042714/54e0ee4b4a79591c258b4f6d/html5/thumbnails/33.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophtalmology Preferred Practice Pattern and Guidelines.
Refractive errors and Refractive surgery. San Francisco,CA. American Academy of
Ophtalmology. 2012. Available at http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines/PPP.aspx
2. Guyton, Arthur C, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor, Irawati setiawan, Edisi 9,
Jakarta : EGC, 1997
3. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi. In: Ilyas
S. IlmuPenyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
4. Refraksi. http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3
5. Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury
T, Riordan-Eva P.Oftalmologi Umum. 14th ed. Alih Bahasa: Pendit BU. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
6. Wijana N. Refraksi. In: Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: 1983
33