Responsi Kelainan Refraksi

46
RESPONSI DOKTER MUDA KELAINAN REFRAKSI Disusun Oleh : Chesy Bima Laksana 010710389 Satria Arief Prabowo 010810040 Harris Kristanto 010810043 Gregorio Satrio Pinunggul 010810055 1

description

refraksi mata

Transcript of Responsi Kelainan Refraksi

Page 1: Responsi Kelainan Refraksi

RESPONSI DOKTER MUDA

KELAINAN REFRAKSI

Disusun Oleh :

Chesy Bima Laksana 010710389

Satria Arief Prabowo 010810040

Harris Kristanto 010810043

Gregorio Satrio Pinunggul 010810055

DEPARTEMEN/ SMF ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

2013

1

Page 2: Responsi Kelainan Refraksi

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan tegas

tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak

terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,

hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2006). World Health Organization menyatakan

terdapat 45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.

Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada

satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami

kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di negara-

negara miskin dan terbelakang (WHO, 2009). Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah

satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan

bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi. Bila dibandingkan dengan

10 negara South East Asia Region (SEARO), tampak angka kebutaan di Indonesia yang

penyebabnya salah satunya adalah kelainan refraksi yakni sebanyak 0.11%

Kelainan refraksi dibagi menjadi miopi, hipermetropi, dan astigmatisma. Angka

kejadian miopi meningkat seriring dengan bertambahnya usia seseorang. Di US diperkirakan

3% pada usia 5-7 tahun, 8% pada usia 8-10tahun, 14% pada usia 11-12 tahun, 25% pada usia

12-17 tahun (AAO, 2013). Tujuan pengobatan miopi adalah untuk memperbaiki kualitas

hidup seseorang. Miopi dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa kontak, dan

bedah refraktif (Nurwasis et al., 2006) Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan

pencegahan dan pengobatan terhadap kelainan refraksi, hal ini akan mengakibatkan jumlah

penderita akan semakin meningkat. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan pentingnya hak

asasi manusia yakni hak memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) yang harus

terjamin ketersediaannya.

Dengan memahami latar belakang di atas, penulisan laporan responsi ini bertujuan

agar dpat memahami lebih dalam mengenai kelainan refraksi. Diharapkan dengan

pemahaman terhadap kelainan refraksi, dapat diterapkan dalam praktik sehari - hari baik

dalam usaha pencegahan, diagnosis, pengobatan maupun rehabilitasi.

2

Page 3: Responsi Kelainan Refraksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Miopia

2.1.1 Definisi

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan

retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada

kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata

akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani

“muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila

melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”. Miopia adalah keadaan pada

mata dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya jatuh atau difokuskan didepan

retina. Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di

retina diperlukan kaca mata minus

Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata

yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan

kornea yang terlalu cekung. Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai

kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan

di depan retina (bintik kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan

terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan)

terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Miopia adalah suatu bentuk

kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga oleh

mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina.

2.1.2 Klasifikasi

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, myopia

dapat dibagi kepada dua yaitu :

1. Miopia Simpleks

Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa kresen

miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan

organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang

normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini

disebut juga dengan miopia fisiologi.

3

Page 4: Responsi Kelainan Refraksi

2. Miopia Patologis

Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif.

Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda

miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada

pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika

terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek.

Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D

(Sidarta, 2007).

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat

terbagi lima yaitu:

1. Miopia Simpleks

Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau indeks

bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.

2. Miopia Nokturnal

Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya.

Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan

yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu

lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan

menambah kondisi miopia.

3. Pseudomiopia

Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi

sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalina.

Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya

sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini,

tidak boleh buru – buru memberikan lensa koreksi.

4. Miopia Degeneretif

Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif.

Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah

normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari

waktu ke waktu.

4

Page 5: Responsi Kelainan Refraksi

5. Miopia Induksi

Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula

darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk

mengkoreksikannya (Sidarta, 2007) :

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah

1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.

3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

2.1.3 Patofisiologi

Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan

disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi

atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut

sebagai miopia refraktif. Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila

miopia lebih dari - 6 dioptri (D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada

panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian

temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah

terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat

menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia

dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis

sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.

Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih

belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi

penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma. Columbre

melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam

pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera

5

Page 6: Responsi Kelainan Refraksi

berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu

pertumbuhan okular postnatal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang

menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap

elongasi berlebihan pada miopia.

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat

mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini,

dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan

ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal

sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan

pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini.

Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal ini

terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.

Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora

ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang dapat

diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5

g/mm2.

Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress

ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan

equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih

diperluas.Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan

dengan hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur

serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang

merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.

Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonian

pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan

bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan

peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima,

telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan

pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini

menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan

sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal–mesodermal

umum pada segmen posterior terutama zona oraekuatorial atau satu yang terlokalisir

pada daerah tertentu dari posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologis

6

Page 7: Responsi Kelainan Refraksi

(tipestafiloma posterior). Meningkatnya suatu kekuatan yang luas terhadap tekanan

intraokular basal. Contoh klasik miopia skunder terhadap peningkatan tekanan basal

terlihat padaglaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada

peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.Secara anatomidan fisiologi, sklera

memberikan berbagai respons terhadapinduksi deformasi. Secara konstan sklera

mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat

meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan

pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular

60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70-110 mmHg.

Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata

miopia,sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular .Untuk melihat sesuatu objek

dengan jelas, mata perlu berakomodasi. Akomodasi berlaku apabila kita melihat objek

dalam jarak jauh atau terlalu dekat.

Etiologi miopia dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :

1. Genetika (Herediter)

Penelitian genetika menunjukkan bahwa miopia ringan dan sedang biasanya bersifat

poligenik, sedangkan miopia berat bersifat monogenik. Penelitian pada pasangan

kembar monozigot menunjukkan bahwa jika salah satu dari pasangan kembar ini

menderita miopia, terdapat risiko sebesar 74 % pada pasangannya untuk menderita

miopia juga dengan perbedaan kekuatan lensa di bawah 0,5 D.

2. Nutrisi

Nutrisi diduga terlibat pada perkembangan kelainan-kelainan refraksi. Penelitian di

Afrika menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan malnutrisi yang berat terdapat

prevalensi kelainan refraksi (ametropia, astigmatisma, anisometropia) yang tinggi.

3. Tekanan Intraokuler

Peningkatan tekanan intraokuler atau peningkatan tekanan vena diduga dapat

menyebabkan jaringan sklera teregang. Hal ini ditunjang oleh penelitian pada monyet,

yang mana ekornya digantung sehingga kepalanya terletak di bawah. Pada monyet-

monyet tersebut ternyata timbul miopia.

2.1.4 Diagnosis

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat

terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.

7

Page 8: Responsi Kelainan Refraksi

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan

juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan

memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek

lubang kecil.

Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu

dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia

konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke

dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu

gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang

terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid. Pada

mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti

degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.

Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum

atau standar pemeriksaan mata, terdiri dari :

1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak

dekat (Jaeger).

2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca

mata.

3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau

tidaknya kebutaan.

4. Uji gerakan otot-otot mata.

5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.

6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata.

7. Pemeriksaan retina.

2.1.5 Tatalaksana

Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu

diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila

permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia,

kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di

depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata miopia

ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan sebuah

lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai

8

Page 9: Responsi Kelainan Refraksi

memberikan tajam penglihatan yang terbaik.Pasien miopia yang dikoreksi dengan

kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam

penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya

diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik

setelah dikoreksi.

2.1.6 Komplikasi

1. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (-4,75) D sekitar

1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi

1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan

faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat

menjadi 300 kali.

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%

serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,

namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Halini berhubungan

dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat

bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan

viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan

menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.

Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus

diisi akibat memanjangnya bola mata.

3. Miopik makulopati

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler

pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang.

Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan

berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular

miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal dan ini

disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral

retina.

9

Page 10: Responsi Kelainan Refraksi

4. Glaukoma

Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang

4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada

trabekula.

5. Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan

miopia, onset katarak muncul lebih cepat.

(Nurchaliza Hazaria Siregar, 2008)

2.2. Hipermetropia (Rabun Jauh)

Adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar uyang masuk ke mara dalam

keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibiaskan membentuk bayangan di belakang

retina. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya panjang sumbu (hipermetropia

aksial), seperti yang terjadi pada kelainan congenital tertentu , hipermetropia kurvatura

karena kurvatura kornea atau lensa yang lebih lemah daripada normal, dan

hipermetropia indeks yang terjadi karena menurunnya indeks bias refraksi, seperti yang

terjadi pada afakia.

2.2.1 Gejala klinis

Gejala klinis hipermetropia meliputi:

1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3D atau lebih, hipermetropia

pada orang tua dimana amplitude akomodasinya menurun.

2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang

terang atau penerangan kurang.

3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang

lama dan membaca dekat.

4. Penglihatan tidak enak (astenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat

pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang

lama, misalnya menonton tv dll, terjadi astenopia akomodatifa yaitu keluhan nyeri

sekitar mata, mata panas, nrocoh, yang disebabkan karena mata terus berakomodasi.

5. Mata sensitive terhadap sinar (karena mata dalam kondisi lelah)

10

Page 11: Responsi Kelainan Refraksi

6. Spame akomodatif yang menimbulkan pseudomiopia (setelah melihat dekat

kemudian melihat jauh, akomodasi mata tidak menghilang, sehingga penglihatan

jauh menjadi kabur, seolah-olah terjadi myopia). Jadi pada penderita dengan

keluhan penglihatan jauh kabur, namun dari anamnesis keluhan astenopia/ perasaan

penglihatan yang tidak enak dirasakan lebih dominan, perlu dicurigai sebagai

pseudomiopia. Cara pemeriksaannya adalah dengan obat siklopegik.

7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi

yang berlebihan pula. Esoforia, terjasi gejala trias parasimpatis nII, yaitu

Akomodasi

Miosis

konvergensi

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi hipermetropia berdasakan kemampuan akomodasi, dibagi menjadi :

1. Hipermetropia Laten

Biasanya ringan,<+2 atau <+3. Merupakan bagian dari kelompok hipermetropia

yang dapat dikoreksi secara penuh oleh akomodasi mata sendiri dimana tidak

digunakan siklopegik. Makin muda usia, makin besar kemampuan akomodasi/

komponen latennya.

2. Hipermetropia Manifes

Hipermetropia fakultatif

Bagian dari hipermetropia yang dapat diukur dan dikoreksi oleh lena cembung

tetapi dapat juga dikoreksi oleh akomodasi mata dimana tidak digunakan lensa

koreksi. Visus tanpa koreksi bisa 6/6 dikoreksi dengan lensa cembung visus juga

6/6.

Hipermetropia Absolut

Bagian dari kelompok hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan

akomodasi Visus <6/6, dikoreksi dengan lensa cembung menjadi 6/6.

Sedangkan klasifikasi hipermetropia berdasarkan besar kelainan refraksi. dibagi

menjadi :

1. Hipermetropia ringan : ∫+0.25 s/d ∫+3.00

2. Hipermetropia sedang : ∫+3.25 s/d ∫+ 6.00

11

Page 12: Responsi Kelainan Refraksi

3. Hipermetropia Berat : ∫+6.25 atau lebih

2.2.3 Diagnosis

Refraksi Subjektif

Metode “trial” and “error”

Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

Mata diperiksa satu persatu

Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

Pada Dewasa bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis positif

Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodatifs

dilakukan tes siklopegik, kemudian ditentukan koreksinya.

Refraksi Objektif

Retinoskopi: dengan lensa kerja  ∫+2.00, pemeriksa mengamati reflex fundus

yang bergerak searah dengan arah gerakan retinoskop (with movement) kemudian

dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi.

Autorefraktometer (computer)

2.2.4 Tatalaksana

1. Kacamata

Dikoreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilakan tajam penglihatan

terbaik.

2. Lensa Kontak

Untuk anisometria atau hipermetropia tinggi

2.2.5 Komplikasi

1. Glukoma (sudut bilik mata depan dangkal, karena mata akomodasi terus

menyebabkan hipertrofi corpus siliaris. Sehingga menyebabkan penutupan sudut

bilik mata depan.

2. Esotropia, karena terjadi akomodasi terus menerus , terutama pada hpermetropi yang

tinggi.

12

Page 13: Responsi Kelainan Refraksi

3. Ambliopia terutama pada anisometria), merupakan penyebab tersering ambliopia

pada anak, bila bilateral. Ambliopia pada hipermetropialebih sering terjadi daripada

pada myopia , karena pada myopia masih ada rangsangan akomodasi.

(Nurwasis, 2006 ; Taib, 2010)

2.3 Astigmatisma

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh

sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai

meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu

bayangan dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan

pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling

tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,

yaitu : epitel, membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung Schwannya.

Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah

depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 Dioptri dari 50.

2.3.1 Pembagian

A. Astigmatisma reguler

Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian, regular

astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :

1) Horizontal-vertikal astigmatisma

Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut satu sama lain

secara horizontal (180o±20o) atau vertical (90o±20o) astigmatisma ini terbagi atas

2 jenis :

i. With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical mempunyai kurvatura

yang lebih kuat (melengkung) dari meridian horizontal. Disebut with the rule

karena mempunyai kesamaan dengan kondisi normal mata mempunyai

13

Page 14: Responsi Kelainan Refraksi

kurvatura vertical lebih besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata.

Astigmatisma ini dapat dikoreksi –axis 1800 atau +axis 900

ii. Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian horizontal

mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian vertical.

Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi dengan +axis 180 0 atau -axis 90 0

2) Oblique astigmatism

Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle meridian tidak

pada meridian horizontal atau vertical. Principal meridian terletak lebih dari 20o

dari meridian vertical atau horizontal

3) Biobligue astigmatism

Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk sudut satu sama

lain.

B. Irregular Astigmatisma

Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi

yang tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian yang

sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya

astigmatisma irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku.

Berbicara mengenai induksi astigmatisma pasca operasi (induced astigmatism),

seperti kita ketahui, penderita astigmatisma sebagian besar adalah with the rule

astigmatism. Insisi yang ditempatkan pada kornea akan menyebabkan pendataran

pada arah yang berhadapan dengan insisi tersebut. Artinya, jika melakukan insisi

dari temporal cenderung menyebabkan pendataran pada sumbu horizontal kornea,

dimana hal ini akan mengakibatkan induksi with-the-rule astigmatism. Sebaliknya

jika melakukan insisi kornea dari superior cenderung mengakibatkan induksi

againts-the-rule astigmatism. Biasanya induksi astigmatisma ini bergantung dari

panjangnya insisi, yaitu semakin panjang insisi akan semakin besar induksi

astigmatisma.

2.3.2 Patofisiologi

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan

memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak

difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua

14

Page 15: Responsi Kelainan Refraksi

arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar

dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di

belakang retina.

Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :

1. Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan retina

2. Astigmaticus hipermetropicus compositus,dimana 2 titik jatuh di belakang retina

3. Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di depan retina

dan satunya tepat pada retina.

4. Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di

belakang retina dan satunya tepat pada retina

5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan retina dan

belakang retina

2.3.3 Tanda dan Gejala

Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi terkadang

pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau kelelahan

mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah. Pada anak-anak, keadaan ini

sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak menyadari dan tidak mau

mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka.

2.3.4 Pemeriksaan Astigmatisma

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan

mempergunakan keratometer, maka derajat astigmatisma dapat diketahui. Keratometer

adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jari-jari kelengkungan kornea anterior.

Perubahan astigmatisma kornea dapat diketahui dengan mengukur jari jari

kelengkungan kornea anterior, meridian vertical dan horizontal, sebelum dan sesudah

operasi. Evaluasi rutin kurvatura kornea preoperasi dan postoperasi membantu ahli

bedah untuk mengevaluasi pengaruh tehnik incisi dan penjahitan terhadap

astigmatisma.

Dengan mengetahui ini seorang ahli bedah dapat meminimalkan astigmatisma

yang timbul karena pembedahan. Perlu diketahui juga bahwa astigmatisma yang

didapat pada hasil keratometer lebih besar daripada koreksi kacamata silinder yang

15

Page 16: Responsi Kelainan Refraksi

dibutuhkan. Cara obyektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat

ditentukan dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktometri.

2.3.5 Tatalaksana

Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi

dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang

disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi (Nurchaliza, 2008).

2.4 Presbiopia

Presbiopia adalah kondisi di mana mata menunjukkan kemampuan yang makin lama

makin berkurang untuk melihat benda dekat dengan jelas karena penuaan.

2.4.1 Etiologi

Presbiopia dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau lensa mata tidak kenyal

atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa. Mekanisme nyata dari presbiopia

tidak diketahui kepastiannya, bukti penelitian lebih kuat mendukung berkurangnya

elastisitas dari crystalline lens, walaupun perubahan pada kelengkungan lensa dari

pertumbuhan yang terus-menerus,dan berkurangnya kekuatan dari cilliary muscles

( otot yang membelokkan dan meluruskan lensa ) juga didalilkan sebagai sebab.

2.4.2 Patofisiologi

Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan

struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus) yang

mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina. Mata mengatur

(akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan

menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan kontraksi dari

cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary body yang diikuti

relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat

terfokuskan pada retina.

Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau

lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang bisa

mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan

16

Page 17: Responsi Kelainan Refraksi

tersebut bayangan jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka

titik dekat mata makin menjauh.

Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga dapat lelah.

Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat

kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar cahaya dari suatu

objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu focus di atas retina, bahkan

dengan usaha terbesar. Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke

focus jelas dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang

selama hidup, mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan bertambanya

usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun.

Pengurangan ini terutama karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan

akomodasi karena penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens yang

dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai usia 40-45

tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu membaca dan

pekerjaan dekat.

2.4.3 Manifestasi Klinis

Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh dan

pada awalnya klien akan kesulitan membaca dekat. Dalam upaya untuk membaca lebih

jelas, maka klien cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek yang

dibacanya sehingga mencapai titik dekat klien, dengan demikian objek dapat dibaca

lebih jelas. Klien akan memberikan keluhan setelah membaca mata lelah, berair dan

sering merasa pedas.

Gejala umumnya adalah sukar melihat pada jarak dekat yang biasanya terdapat

pada usia 40 tahun, di mana pada usia ini amplitudo akomodasi pada klien hanya

menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seseorang emetropia yang

berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan akomodasi maksimal

sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, dan

memerlukan sinar yang lebih terang.

Ketika individu menjadi presbiopia mereka mendapati perlu memegang buku,

majalah, surat kabar, daftar menu, dan bahan bacaan lain agak jauh agar focus dengan

sebaik-baiknya. Ketika mereka melakukan pekerjaan dekat,seperti menyulam atau

17

Page 18: Responsi Kelainan Refraksi

menulis tangan, mereka mungkin merasa sakit kepala atau kelelahan mata, atau

maerasa letih.

Gejala pertama kebanyakan orang presbiopia adalah kesulitan membaca huruf

cetak yang halus, terutama sekali dalam kondisi cahaya redup; kelelahan mata ketika

membaca dalam waktu yang lama; kabur pada jarak dekat atau pandangan dikaburkan

sebentar ketika mengalihkan di antara jarak pandang. Banyak penderita presbiopia

telah lanjut mengeluh lengan mereka dirasa menjadi too short untuk memegang bahan

bacaan pada jarak yang nyaman.

2.4.4 Pemeriksaan

Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan

pemeriksaan presbiopia.

Cara :

a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila terdapat

myopia, hipermetropia, atau astigmatisma

b. Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak baca ).

c. Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil

pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

d. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.

2.4.5 Tatalaksana

1. Kacamata

Kacamata dengan bifocal atau Progressive Addition Lenses ( PALs ) adalah

koreksi yang paling umum untuk presbiopia. Bifokal mempunyai dua cara untuk

pemfokusan : bagian besar dari lensa kacamata untuk nearsightedness atau

farsightedness, sedangkan bagian terbawah lensa memegang preskripsi terkuat untuk

penglihatan dekat untuk pekerjaan dekat. PALs mirip denagan lensa bifocal, tetapi

PALs memberikan transisi penglihatan yang lebih bertahap di antara preskripsi,

dengan tidak ada garis visible di antara keduanya.

Kacamata baca adalah pilihan lain. Tidak seperti bifocal atau PALs yang

sebagian besar orang menggunakannya setiap hari, kacamata baca hanya digunakan

selama pekerjaan dekat.

18

Page 19: Responsi Kelainan Refraksi

Biasanya diberikan kacamata baca untuk membaca dekat dengan lensa sferis

positif yang dihitung berdasarkan amplitudo akomodasi pada masing-masing

kelompok umur :

+1,0 D untuk usia 40 tahun

+1,5 D untuk usia 45 tahun

+2,0 D untuk usia 50 tahun

+2,5 D untuk usia 55 tahun

+3,0 D untuk usia 60 tahun

2. Lensa Kontak

Ada lensa kontak untuk presbiopia, yaitu multifocal contact lenses. Kamu

dapat memperolehnya dalam bentuk gas permeable atau soft lense materials. Tipe

lensa kontak yang lain untuk koreksi presbiopia adalah monovision, di mana satu

mata menggunakan preskripsi penglihatan jarak jauh dan mata yang lain

menggunakan perskripsi untuk penglihatan dekat. Otak belajar menyerupai satu

mata atau mata lainnya untuk perbedaan tugas yang sulit. Ketika beberapa orang

menyukai solusi ini, beberapa orang yang lainnya mengeluh pusing atau mual, atau

kesalahan memperkirakan jarak dalam hubungan benda-benda yang berjauhan satu

sama lain dan jauh jarak antara benda itu dengan orang tersebut

Vistakon’s Accuvue Bifocal mempunyai desain annular meliputi lima zona

konsentris. Zona pusat jarak jauh dikelilingi oleh ring dekat, ring jauh lainnya, ring

dekat kedua, dan ring jauh terluar. Karena accuvue bifocal tidak mempunyai

ketetapan untuk penglihatan intermediet, klien memerlukan tambahan kekuatan

yang tinggi sehingga dapat dipasang tambahan yang tidak sama untuk mencapai

penglihatan baik pada jarak dengan computer. Mata dominant dapat dipasang

dengan tambahan +1.00 atau +1.50, dan mata non dominant dapat dipasang dengan

tambahan yang lebih tinggi.

Bausch and Lomb Softlense Multifocal dan Ciba Vision’s Focus Progressive

Lenses mempunyai desain aspheric. Lensa ini mempunyai koreksi penglihatan dekat

di pusat lensa ( center near multifocal ). Kekuatan lensa berangsur-angsur menurun

untuk koreksi penglihatan jauh selama satu perpindahan ke arah lensa perifer.

Desain aspheric multifocal menyediakan penglihatan jelas pada jarak intermediet,

sebagai pertimbangan penting untuk kebanyakan klien di dunia computer sekarang

19

Page 20: Responsi Kelainan Refraksi

ini. Klien yang menggunakan center near bifocal / multifocal mungkin kehilangan

penglihatan jauh mereka di cahaya terang matahari, sejak konstriksi pupil terlalu

berlebihan akan membolehkan hanya sinar dekat untuk memasuki mata. Dalam

situasi ini, penggunaan sunglasses diperlukan untuk sedikit mendilatasi pupil dan

memperbaki penglihatan jarak jauh.

3. Pembedahan

Pilihan baru pembedahan untuk pengobatan presbiopia sedang diteliti dan

telah tersedia di banyak negara. Salah satu contohnya adalah Refratec Inc.’

Conductive Keratoplasty, atau Near Vision CK Treatment, yang menggunakan

gelombang radio untuk membuat lebih melengkung kornea untuk memperbaiki

penglihatan dekat. Metode ini telah disetujui FDA pada April 2004 untuk penurunan

sementara dari presbiopia.

Highly experimental treatment adalah elastic polymer gel lembut yang diteliti,

dikatakan akan diinjeksikan ke dalam capsular bag, rongga yang terdiri dari natural

lens. Dalam teori, gel akan mengganti natural lens dan menyediakan yang baru,

lensa yang lebih elastis. Penelitian juga berfokus pada laser treatment untuk

menjadikan keras lensa mata untuk meningkatkan kelenturan/ fleksibilitas dan

memperbaiki fokus. Prosedur pembedahan baru mungkin juga menyediakan solusi

untuk presbiopia yang tidak ingin menggunakan kacamata atau kontak lensa,

implantation of accommodative intraocular lenses (IOLs) (Arif Mansjoer, 2001).

20

Page 21: Responsi Kelainan Refraksi

BAB III

KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. SA

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Keputran VII/ 28, Surabaya

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Tanggal pemeriksaan : 14 Februari 2013

No. Rekam Medik : 12.21.82.36

3.2 ANAMNESIS

3.2.1 Keluhan Utama

Penglihatan kedua mata kabur jika melihat jauh

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien telah mengeluhkan penglihatan kedua mata kabur untuk melihat jarak jauh

sejak 10 tahun yang lalu saat masih duduk di bangku SMP. Pada mulanya keluhan

dirasakan saat di kelas ketika mendapat tempat duduk di bagian belakang pasien

tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Untuk dapat melihat dengan

jelas pada jarak jauh pasien sering harus memicingkan mata, dan lama kelamaan

merasa sakit kepala jika terlalu lama melihat jarak jauh. Saat itu pasien langsung

memeriksakan diri ke dokter dan disarankan menggunakan kacamata dengan lensa

minus 1,75 untuk mata kanan dan 1,5 untuk mata kiri. Dua tahun kemudian (saat

pasien duduk di bangku SMA) pasien kembali merasakan keluhan yang sama dan

oleh dokter diberi kacamata dengan lensa minus 2,5 untuk mata kanan dan 1,5

untuk mata kiri. Saat ini pasien sudah bekerja dan semenjak satu tahun terakhir

pasien kembali merasakan keluhan yang sama, yakni penglihatan kabur. Pasien

juga mengeluhkan kesulitan melihat angka dan huruf yang berderet-deret, disertai

dengan keluhan pusing. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa silau, mual,

21

Page 22: Responsi Kelainan Refraksi

muntah, mata merah, berair (nerocoh), ataupun gatal. Keluhan berupa melihat

seperti kilatan cahaya, bayangan / titik yang melayang, dan menabrak-nabrak saat

berjalan disangkal.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma maupun terpapar bahan kimia atau benda asing disangkal.

Riwayat pemakaian lensa kontak sebelumnya disangkal.

Riwayat mata juling disangkal.

Riwayat penurunan tajam penglihatan secara mendadak sebelumnya disangkal.

Pemakaian obat-obat tetes mata sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit sistemik lain seperti hipertensi dan diabetes mellitus

disangkal.

Riwayat alergi, asma, dan gatal-gatal disangkal.

Riwayat alergi obat-obatan maupun penggunaan obat-obat anti alergi disangkal.

Riwayat masuk rumah sakit ataupun menjalani operasi ataupun pembiusan

sebelumnya disangkal.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien yang saat ini berusia 50 tahun mengenakan kacamata sejak remaja,

menurut pasien ibu menggunakan lensa minus namun saat ini juga sudah harus

dibantu dengan lensa plus.

Riwayat sesak berulang, gatal-gatal, darah tinggi, dan kencing manis pada

keluarga disangkal.

Riwayat alergi termasuk alergi pada obat-obatan tertentu dalam keluarga

disangkal.

3.2.5 Riwayat psikososial

Pasien bekerja di bagian administrasi di sebuah perusahaan swasta. Sehari-hari

pasien bekerja di depan komputer.

Saat masih kecil pasien suka membaca sambil tiduran dan kerap bermain game

lebih dari 4 jam sehari.

22

Page 23: Responsi Kelainan Refraksi

3.3 PEMERIKSAAN FISIK (14 Februari 2013)

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Tekanan darah : 120/80 mmHg, posisi duduk, lengan kanan

Nadi : 86 x/menit, regular, kuat angkat

RR : 14 x/menit reguler

3.3.2 Status Lokalis

Oculi Dextra Pemeriksaan Oculi Sinistra

5/60 Pin Hole 5/12 Visus 5/40 Pin Hole 5/8,5

5/60 ʃ -3.00 C -0.25 A 90o 6/6 Refraksi 5/40 ʃ -1.50 6/6

12,6 mmHg Tensi 12,6 mmHg

ʃ -2.50 Kacamata lama ʃ -1.50

Segmen anterior (slit lamp)

Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)

Hiperemia (-) Konjungtiva Hiperemia (-)

Jernih Kornea Jernih

Dalam BMD Dalam

Radier (+) Iris Radier (+)

Bulat, ϕ 3mm, RC (+) Pupil Bulat, ϕ 3mm, RC (+)

Jernih (+), fakodenesis (-) Lensa Jernih (+), fakodenesis (-)

OD OS

23

Page 24: Responsi Kelainan Refraksi

Funduskopi :

Fundus refleks +/+, papil nervus optikus batas tegas +/+ , warna normal +/+

Retina : perdarahan -/- , eksudat -/-, microaneurisma -/- , detachment retina -/-,

tigroid fundus -/-

Makula : refleks +/+

3.3.3 Temporary Problem List

Pandangan mata kabur saat melihat jauh

Sering memicingkan mata saat melihat jauh

Sakit kepala bila melihat jarak jauh terlalu lama

Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya

Kesulitan melihat huruf dan angka yang berderet-deret

Ibu pasien menggunakan kacamata

Sering membaca sambil tiduran dan bermain game

Penurunan visus :

OD 5/60 Pin Hole 5/12

OS 5/40 Pin Hole 5/8,5

Kelainan refraksi :

VOD 5/60 ʃ -3.00 C -0.25 A 90o 6/6

VOS 5/40 ʃ -1.50 6/6

3.3.4 Permanent Problem List (Assessment)

OD astigmatisma miopia kompositus

OS miopia simpleks

3.3.5 Planning

Diagnostik

- Retinoskopi

- Auto Refrakto Keratometri (ARK)

Monitoring

Keluhan

24

Page 25: Responsi Kelainan Refraksi

Tanda terjadinya retinal detachment dan strabismus (komplikasi dari miopia)

Kontrol tiap 6 bulan

Terapi

Kacamata:

Oculi Dextra (OD) ʃ -3.00 C -0.25 A 90o

Oculi Sinistra (OS) ʃ -1.50

Edukasi

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, rencana pengobatan, serta

komplikasi yang dapat terjadi.

Menjelaskan perlunya kontrol setelah pemakaian kacamata lensa negative.

Menjelaskan prognosis penyakit yang diderita pasien.

3.3.6 Prognosis

Visam

Dubois ad bonam

Vitam

Dubois ad bonam

25

Page 26: Responsi Kelainan Refraksi

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien adalah perempuan yang berusia 25 tahun, datang dengan keluhan pandangan

kabur. Awalnya pada saat pasien SMP, ketika mendapat tempat duduk di bagian belakang,

pasien tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Untuk dapat melihat dengan jelas

pada jarak jauh pasien sering harus memicingkan mata, dan lama kelamaan merasa sakit

kepala jika terlalu lama melihat jarak jauh. Dua tahun kemudian (saat pasien duduk di bangku

SMA) pasien kembali merasakan keluhan yang sama. Pandangan kabur pada pasien ini

disebabkan adanya kelainan refraksi. Kelainan refraksi adalah suatu keadaan tidak

terbentuknya bayangan tegas tepat pada retina, di mana terjadi ketidakseimbangan sistem

penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.

Diagnosa banding untuk mata kabur antara lain kelainan refraksi, yang dapat berupa

miopia, hipermetropia, dan astigmatisma, serta katarak, glaukoma, dan retinopati. Pada

kelainan refraksi miopia didapatkan gejala kabur jika melihat benda jauh, sedangkan

hipermetropia didapatkan gejala penglihatan kabur saat melihat benda dekat, misalnya

membaca buku. Pada katarak juga dapat memberikan gejala mata kabur dan disertai

penglihatan yang menurun. Penyakit glaukoma juga dapat memberikan keluhan mata kabur

dan disertai penurunan lapang pandang. Keluhan utama mata kabur saat melihat jauh dan

keluhan yang disangkal berupa melihat seperti kilatan cahaya, bayangan / titik yang

melayang, nabrak-nabrak saat berjalan dan mata merah sebelumnya, juga riwayat pemakaian

kaca mata sebelumnya telah menyingkirkan diagnosis banding tersebut dan mengarahkan

diagnosis ke kelaian refraksi.

Kelainan refraksi yang sesuai pada pasien ini adalah miopia, yang pada pasien ini

didapatkan karakteristik kabur saat melihat jauh, sering memicingkan matanya saat melihat

jauh agar penglihatannya lebih jelas, sakit kepala bila terlalu lama melihat jarak jauh, dan ada

riwayat suka membaca sambil tiduran dan kerap bermain game lebih dari 4 jam sehari.

Pandangan kabur saat melihat jauh dikarenakan bayangan dari benda yang jauh letaknya

difokuskan tidak pada retina tetapi jatuh di depan dari retina. Penderita miopia juga sering

memicingkan matanya agar penglihatannya lebih jelas. Mekanismenya serupa dengan

mekanisme Pin Hole Test yaitu mengurangi aberasi cahaya yang terjadi. Seseorang dengan

miopia juga selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang akan dilihatnya. Penderita

26

Page 27: Responsi Kelainan Refraksi

miopia biasanya senang membaca atau bermain game maupun playstation dalam waktu

cukup lama, apakah hal ini disebabkan kemudahan dalam melihat jarak dekat, belum

diketahui dengan pasti.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis pasien dalam keadaan baik.

Sedangkan status lokalis didapatkan penurunan visus naturalis pada kedua mata, yakni VOD

5/60 dan VOS 5/40. Setelah itu pasien diukur pupil distancenya dan didapatkan 55 cm untuk

membaca dekat karena pada pasien ini didapatkan riwayat myopia maka PD ditambah 2 cm

menjadi 57 cm untuk kenyamanan penggunaan kacamata. Lalu pada pasien ini dilakukan tes

Pin Hole untuk mengetahui apakah penglihatan yang buram disebabkan oleh kelainan

refraksi atau bukan. Pada pasien ini setelah dilakukan tes Pin Hole penglihatan membaik

pada kedua mata, dengan VOD 5/12 dan VOS 5/8,5, maka berarti ada kelainan refraksi yang

masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan tetap dengan diletakkannya Pin

Hole di depan mata berarti terdapat kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang

mengakibatkan penglihatan menurun.

Kemudian dilakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif dengan metode “Trial and

Error test” untuk menentukan kelainannya dan juga besar koreksi yang diperlukan.

Berdasarkan besar kelainan refraksi, pada OS didapatkan miopia ringan karena kurang dari ʃ -

3.00 yakni -1,50 dan OD didapatkan miopia sedang karena ʃ -3.00 sd -6.00 (-3,00). Pada

kedua mata, berdasarkan perjalanan klinisnya termasuk miopia simpleks yaitu miopia yang

dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh usia 20 tahun.

Namun setelah dikoreksi mata kanan pasien masih merasa tidak nyaman. Pasien juga

mengeluhkan kesulitan melihat angka dan huruf yang berderet-deret. Oleh karena itu

dilakukan pemeriksaan fogging test. Digunakan lensa +3 pada mata pasien agar mata pasien

rileks (tidak berakomodasi). Selanjutnya pasien diminta melihat kipas tersebut apakah ada

bagian yang kurang jelas. Didapatkan pasien melihat kurang jelas pada garis vertikal 90

derajat. Dicoba mengkoreksi dengan lensa silinder dan pasien memperoleh penglihatan jelas

pada lensa -0,25. Kemudian pasien diminta melihat snellen chart kembali, apakah sudah jelas

apa belum, pasien merasa sudah jelas. Lalu pasien diminta untuk membiasakan menggunakan

kacamata tersebut selama 10 menit terlebih dahulu. Dari data diatas dapat disimpulkan pasien

menderita astigmatisma. Astigmatisma adalah suatu kelainan dimana pembiasan pada

meridian yang berbeda tidak sama. Dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar

yang masuk ke mata difokuskan lebih dari satu titik. Pada astigmatisma, mata menghasilkan

suatu bayangan dengan titik atau garis fokal multiple. Orang dengan astigmatisme tetap

27

Page 28: Responsi Kelainan Refraksi

merasa tidak nyaman walaupun sudah dikoreksi, karena bayangan yang terbentuk bukan

berupa titik, melainkan berupa garis.

Pada pasien ini baik dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak ditemukan

adanya komplikasi. Pada pasien tidak ditemukan ablasio retina (adanya penurunan visus yang

mendadak tanpa disertai rasa sakit dan melihat seperti tirai), serta mata juling (strabismus).

Oleh karena itu, kami asses pasien tersebut dengan OD astigmatisma miopia kompositus dan

OS miopia simpleks

Planning diagnostic pada pasien ini yaitu dilakukan pemeriksaan refraksi secara

obyektif dengan retinoskopi untuk mengetahui ada tidaknya ablasio retina. Selain itu,

dilakukan pula autorefraktokeratometer (ARK) untuk menilai kelainan refraksi dengan

obyektif.

Koreksi pada mata dengan miopia dilakukan dengan memberi lensa sferis minus atau

negatif yang ukurannya terlemah dengan tajam penglihatan terbaik, serta untuk

astigmatismanya menggunakan lensa silinder .Pada pasien ini koreksi dilakukan dengan

pemberian kacamata dengan ukuran OD ʃ -3.00 C -0.25 A 90o dan OS ʃ -1.50.

28

Page 29: Responsi Kelainan Refraksi

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. Basic & Clinical Science Course 2003-2004. Section 3

– Optics, Refraction, and Contact Lenses.

Nurwasis, dkk, 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III Hal 181-182. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo

Ilyas, Sidarta, 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Siregar, Nurchaliza Hazaria. 2008. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. Retreived from: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=who+kelainan+refraksi&source=web&cd=4&ved=0CEkQFjAD&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F3438%2F1%2F09E01854.pdf&ei=ZVYhUfD4FIX_rAe4qIGAAg&usg=AFQjCNFxP7zfgVcjz47_vaJDhD6ug5jl7Q&bvm=bv.42553238,d.bmk&cad=rja, on February 17, 2008 18.00

Mansjoer, Arif, dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

29