refrat anest
-
Upload
helmi-haron -
Category
Documents
-
view
279 -
download
0
Transcript of refrat anest
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 1/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
1
Kamar pemulihan telah ada selama kurang dari 50 tahun di kebanyakan pusat-pusat medis yang.
Sebelum waktu itu, banyak kematian pascaoperasi awal terjadi segera setelah anestesi dan
pembedahan. Kesadaran bahwa banyak dari kematian yang dapat dicegah menekankan perlunya
perawatan khusus segera setelah operasi. Kekurangan perawat di Amerika Serikat setelah Perang
Dunia II juga mungkin telah berkontribusi untuk sentralisasi perawatan ini dalam bentuk kamar
pemulihan di mana satu atau lebih perawat bisa memperhatikan beberapa pasien pada satu waktu.1
Karena prosedur bedah menjadi semakin kompleks dan dilakukan pada pasien sakit, perawatan
kamar pemulihan sering melampaui beberapa jam pertama setelah operasi, dan beberapa pasien
sakit kritis ditempatan di ruang pemulihan semalaman. Keberhasilan awal kamar pemulihan ini
merupakan faktor utama dalam evolusi modern unit perawatan bedah intensif (ICU). Ironisnya, ruang
pemulihan menerima status perawatan intensif relatif baru di kebanyakan rumah sakit, di mana
mereka disebut sebagai unit perawatan postanesthesia (PACUs). Di beberapa pusat PACU dapat
berfungsi sebagai tempat tidur ICU overflow (semalam) ketika ICU penuh.1
Salah satu transformasi paling dramatis dalam penyediaan layanan kesehatan selama dua dekade
terakhir ini telah terjadi pergeseran dari operasi untuk pasien rawat inap ke operasi untuk pasien rawat
jalan (juga disebut ambulatory surgery). Diperkirakan bahwa 60-70% dari semua prosedur bedah di
Amerika Serikat dilakukan secara rawat jalan. Dorongan utama untuk perubahan ini adalah
penghematan ekonomi yang mana pasien tidak perlu dirawat malam sebelum operasi atau
menginap di rumah sakit malam setelah operasi. Keuntungan lain dari bedah rawat jalan termasuk
kenyamanan pasien, dan penurunan risiko infeksi nosokomial.1
Kesimpulannya, prosedur yang memerlukan anestesi, penghentian agen anestesi, penghentian
monitor, dan pasien sendiri(sering masih dibius) akan dibawa ke PACU. Setelah anestesi umum, jika
pasien diintubasi dan jika ventilasi dinilai memadai, pipa endotrakeal biasanya dilepas sebelum
transportasi. Pasien juga sering terlihat di PACU setelah anestesi regional, dan dalam kebanyakan kasus
turut disertai pemantauan perawatan anestesi (pembiusan lokal dengan sedasi). Pedoman prosedur
mengharuskan pasien harus dirawat di PACU untuk semua jenis anestesi, kecuali atas perintah khusus
dari ahli anestesi. Setelah laporan lisan singkat untuk perawat PACU, pasien dirawat di PACU sampai
Pendahuluan
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 2/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
2
efek utama dari anestesi dinilai telah hilang. Periode ini ditandai dengan insiden komplikasi
pernapasan dan peredaran darah yang relatif tinggi dan berpotensi mengancam nyawa.1
Di beberapa pusat kesehatan, pasien rawat jalan yang habis operasi langsung pulang ke rumah dari
PACU, pusat lainnya memiliki PACU terpisah dengan area rawat jalan. Yang terakhir ini juga dapat
berfungsi sebagai daerah pra operasi dan daerah pemulihan postanestesi (predischarge). Dengan
demikian, dua fase pemulihan dapat dikenal untuk operasi rawat jalan. Tahap 1 adalah perawatan
tingkat intensif segera selama pemulihan pasien hingga terbangun dari anestesi dan berlanjut sampai
kriteria standar PACU terpenuhi. Tahap 2 adalah perawatan tingkat yang lebih rendah yang menjamin
pasien siap untuk pulang.1
Pulih dari anestesi umum atau dari anelgesia regional secara rutin di kelola di kamar pulih di kamar
pulih atau unit perawatan pasca anestesi (RR, recovery room atau PACU, Post Anesthesia Care Unit).
Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataanya sering
dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang
berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil, dan
kadang-kadang perdarahan.2
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 3/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
3
1.1 Desain
Unit perawatan post anestesi (UPPA) atau Postanesthesia Care Unit (PACU) harus terletak di dekat
ruang operasi. Diperlukan sebuah lokasi berpusat di wilayah ruang operasi itu sendiri, untuk
memastikan bahwa pasien dapat bergegas kembali ke kamar operasi jika diperlukan atau anggota
staf ruang operasi dengan cepat dapat hadir untuk membantu pasien. Kedekatan dengan radiografi,
laboratorium, dan fasilitas perawatan intensif lainnya di lantai yang sama juga sangat
direkomendasikan. Pemindahan pasien sakit kritis di lift atau melalui koridor yang panjang dapat
membahayakan perawatan mereka, karena keadaan darurat mungkin timbul di sepanjang jalan.1,2
Sebuah desain bangsal terbuka memfasilitasi pemantauan terhadap semua pasien secara
bersamaan. Setidaknya satu ruang tertutup untuk pasien yang membutuhkan isolasi untuk
pengendalian infeksi. Rasio 1,5 tempat tidur PACU per kamar operasi sering jadi anutan. Setiap ruang
pasien harus mempunyai pencahayaan yang baik dan ukuran yang cukup besar untuk
memungkinkan akses mudah ke pasien. Pedoman konstruksi menyatakan minimal 7 kaki antara
tempat tidur dan 120 kaki persegi / pasien. Beberapa outlet listrik dan setidaknya satu outlet untuk
oksigen, udara, dan suction harus ada di masing-masing ruang.1
1.2 Peralatan dan KelengKapan
Pulse oximetry (SpO2), elektrokardiogram (EKG), dan monitor tekanan darah otomatis noninvasif (NIBP)
untuk masing-masing ruang yang diinginkan tetapi tidak wajib. Namun, semua tiga monitor harus
segera tersedia untuk setiap pasien. Beberapa PACU memantau hanya SpO2 dan NIBP untuk setiap
pasien dalam tahap awal pemulihan dari anestesi (fase 1 perawatan), EKG hanya digunakan untuk
pasien dengan sejarah masalah jantung atau yang menunjukkan kelainan EKG intraoperatif.1
Insiden PACU yang menyebabkan morbiditas serius atau kematian paling banyak terkait dengan
pemantauan tidak memadai. Monitor dengan kemampuan untuk mentransduksi setidaknya dua
tekanan secara bersamaan harus tersedia untuk arteri, vena sentral, arteri pulmonalis, atau
pemantauan tekanan intrakranial. Kapnografi mungkin berguna untuk pasien diintubasi. Strip sensitif
suhu dapat digunakan untuk mengukur suhu di PACU tetapi umumnya tidak cukup akurat untuk
mengikuti hipotermia atau hipertermia, termometer merkuri atau elektronik harus digunakan jika
diduga kelainan pada temperatur. Sebuah perangkat pemanas udara, lampu pemanas, dan selimut
pemanas/pendingin harus tersedia.1
1. Unit perawatan postanestesi
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 4/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
4
PACU harus memiliki persediaan peralatan dasar dan darurat sendiri, terpisah dari ruang operasi. Ini
termasuk kanula oksigen, pilihan sungkup, laryngoscopes, pipa endotrakeal, laryngeal mask airways
(LMA), dan self-inflating bag untuk ventilasi. Kateter untuk kanulasi vaskular (vena, arteri, vena sentral,
atau arteri pulmonalis) adalah wajib. Transvenous pacing catheters dan generator juga harus tersedia.
Perangkat defibrilasi transkutan dan troli darurat dengan obat-obatan dan perlengkapan untuk
resusitasi dan pompa infus harus ada dan diperiksa secara berkala. Troli untuk peralatan trakeostomi,
chest tube, dan vascular cutdown juga penting.1
Peralatan terapi pernapasan untuk perawatan bronkodilator aerosol, tekanan udara positif terus
menerus atau continuous positive airway pressure (CPAP), dan ventilator harus dekat dengan ruang
pemulihan. Sebuah bronkoskop untuk PACU sebaiknya tersedia tetapi tidak wajib.1
1.3 Petugas PACU
PACU harus dikelola hanya oleh perawat khusus terlatih dalam perawatan pasien post anestesi.
Mereka harus memiliki keahlian dalam manajemen saluran napas dan resusitasi jantung paru serta
masalah yang biasa ditemui pada pasien bedah yang berkaitan dengan perawatan luka, kateter
drainase, dan perdarahan pasca operasi.1
PACU harus di bawah arahan medis ahli anestesi. Seorang dokter harus ditugaskan sepenuh waktu
untuk PACU di pusat kesehatan yang sibuk tetapi tidak wajib di fasilitas yang lebih kecil. Manajemen
pasien di PACU seharusnya tidak berbeda dari manajemen di ruang operasi dan harus mencerminkan
upaya yang terkoordinasi di antara ahli anestesi, ahli bedah, dan konsultan lainnya.
Anestesi masih mengelola analgesia serta saluran napas, masalah jantung, paru, dan metabolik,
sedangkan ahli bedah mengelola masalah yang secara langsung berhubungan dengan prosedur
pembedahan itu sendiri. Berdasarkan asumsi bahwa pemulihan di PACU rata-rata 1 jam dan prosedur
rata-rata berlangsung 2 jam, dan rasio satu perawat untuk dua pasien umumnya memuaskan.
Staf untuk perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari setiap fasilitas. Minimal dua
perawat umumnya memastikan bahwa jika satu pasien memerlukan perawatan terus menerus, pasien
lain masih akan dirawat secara memadai. Yang terakhir ini juga penting secara medikolegal, karena
staf yang tidak memadai sering dikutip sebagai faktor utama untuk kecelakaan di PACU. Ketika jadwal
ruang operasi rutin termasuk pasien anak-anak atau prosedur singkat, rasio satu perawat untuk satu
pasien sering dibutuhkan. Seorang perawat harus ditugaskan untuk memastikan staf yang optimal
setiap saat.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 5/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
5
2.1 Emergence dari anestesi umum
Pemulihan dari anestesi umum atau regional adalah waktu stres fisiologis yang besar bagi banyak
pasien. Kesadaran dari anestesi umum idealnya harus menjadi mulus dan bertahap dalam lingkungan
yang terkendali. Sayangnya, sering dimulai di ruang operasi atau selama transportasi ke ruang
pemulihan dan sering ditandai oleh obstruksi jalan napas, menggigil, agitasi, delirium, nyeri, mual dan
muntah, hipotermia, dan lability otonom. Bahkan pasien yang menerima anestesi spinal atau epidural
dapat mengalami penurunantekanan darah selama transportasi atau pemulihan, efek sympatholytic
dari blok regional mencegah refleks kompensasi vasokonstriksi ketika pasien dipindahkan atau ketika
mereka duduk.1
Pada anastesi berbasis inhalasi, kecepatan emergence berbanding lurus dengan ventilasi alveolar
namun berbanding terbalik dengan kelarutan agen dalam darah. Apabila durasi anestesi meningkat,
emergence juga menjadi semakin tergantung pada serapan jaringan total, yang merupakan fungsi
dari kelarutan agen, konsentrasi rata-rata yang digunakan, dan durasi paparan obat bius. Oleh karena
itu pemulihan tercepat dengan desflurane dan nitrous oksida dan paling lambat dari anestesi yang
mendalam berkepanjangan dengan halotan dan enfluran. Hipoventilasi tertunda munculnya dari
anestesi inhalasi.1
Emergence dari anestesi intravena merupakan fungsi dari farmakokinetik nya. Pemulihan dari agen
anestesi intravena tergantung terutama pada redistribusi bukan pada paruh eliminasi. Dengan
meningkatnya dosis total yang diberikan, efek kumulatif menjadi nyata dalam bentuk emergence
berkepanjangan, penghentian aksi menjadi semakin tergantung pada eliminasi atau metabolisme
paruh. Dengan kondisi tersebut, usia lanjut atau penyakit ginjal dan hati dapat memperpanjangemergence. Penggunaan agen anestesi pendek dan ultra-short-acting seperti propofol dan
remifentanil secara signifikan lebih pendek emergence nya, waktu untuk sadar, dan discharge. Selain
itu, penggunaan Skala Indeks Bispektrum (BIS) monitor (dan mungkin indeks status pasien [PSI] monitor,)
mengurangi dosis obat total dan mempersingkat pemulihan dan waktu untuk discharge. Penggunaan
laryngeal mask airway juga mungkin membantu tingkat anestesi lebih ringan yang dapat
mempercepat emergence.1
Kecepatan emergence juga dapat dipengaruhi oleh obat-obatan sebelum operasi (praoperasi).
Premedikasi dengan agen yang berdurasi lama melebihi prosedur dapat memperpanjang
2. Perawatan pasien / care of the patient
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 6/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
6
emergence. Durasi singkat midazolam membuatnya sesuai untuk agen premedikasi pada prosedur
singkat. Efek kurang tidur pra operasi atau konsumsi obat (alkohol, obat penenang) juga dapat aditif
dengan agen anestesi dan dapat memperpanjang emergence.1
2.2 Emergence tertunda/ delayed emergence
Penyebab paling sering emergence tertunda (ketika pasien gagal untuk mendapatkan kembali
kesadaran 30-60 menit setelah anestesi umum) adalah anestesi residual, obat penenang, dan efek
obat analgesik. Emergence tertunda mungkin terjadi sebagai akibat dari overdosis obat absolut atau
relatif atau potensiasi dari agen anestesi sebelum konsumsi obat (alkohol). Administrasi nalokson (0,04
mg increment) dan flumazenil (0.2 mg increment) mudah membalikkan dan dapat menghilangkan
dampak dari opioid dan benzodiazepine masing-masing. Physostigmine 1-2 mg sebagian mungkin
membalikkan efek dari agen lain. Sebuah perangsang saraf dapat digunakan untuk menghilangkan
blokade neuromuskuler yang signifikan pada pasien dengan ventilator mekanis yang memiliki volume
tidal spontan tidak memadai.1
Penyebab tidak umum emergence tertunda termasuk hipotermia, gangguan metabolik , dan stroke
perioperatif. Suhu inti kurang dari 33°C memiliki efek anestesi dan sangat meningkatkan efek depresan
sistem saraf pusat. Perangkat pemanas paksa-udara (forced-air warming devices) adalah yang paling
efektif dalam meningkatkan suhu tubuh. Hipoksemia dan hiperkarbia dapat segera disingkirkan
dengan analisa gas darah. Hypercalcemia, hypermagnesemia, hiponatremia, hipoglikemia dan
hiperglikemia adalah penyebab langka yang membutuhkan pengukuran laboratorium untuk
diagnosis. Stroke perioperatif jarang kecuali setelah bedah saraf, jantung, dan otak; diagnosis
memerlukan konsultasi neurologis dan pencitraan radiologi.1
2.3 Transportasi dari Kamar operasi
Periode ini biasanya rumit karena kurangnya monitor yang memadai, akses terhadap obat-obatan,
atau peralatan resusitasi. Pasien tidak boleh meninggalkan ruang operasi kecuali mereka memiliki
napas yang stabil, memiliki ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, dan hemodinamik stabil. Oksigen
tambahan harus diberikan selama transportasi untuk pasien yang beresiko untuk hipoksemia.
Beberapa studi menunjukkan bahwa hipoksemia transient (SpO2 <90%) dapat berkembang pada
sebanyak 30-50% dari sebaliknya "normal" pasien selama transportasi saat menghirup udara ruangan;
Oksigen tambahan dianjurkan pada semua pasien jika PACU tidak dekat dengan ruang operasi.
Pasien yang tidak stabil harus dibiarkan diintubasi dan diangkut dengan sebuah monitor portabel
(ECG, SpO2, dan tekanan darah) dan pasokan obat-obatan darurat.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 7/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
7
Semua pasien harus dibawa ke PACU di tempat tidur yang dapat ditempatkan baik dalam posisi
kepala di bawah (Trendelenburg) atau kepala diatas (head-up). Posisi kepala di bawah berguna
untuk pasien hipovolemik, sedangkan posisi kepala diatas berguna untuk pasien dengan disfungsi
paru. Pasien yang beresiko tinggi untuk muntah atau perdarahan saluran pernapasan bagian atas
(misalnya, tonsilektomi) harus diangkut dalam posisi lateral. Posisi ini juga membantu mencegah
obstruksi jalan napas dan memfasilitasi drainase sekresi.1
2.4 Pemulihan rutin / routine recovery
2.4.1 Anestesi umum
Patensi jalan napas, tanda-tanda vital, dan oksigenasi harus diperiksa segera setelah tiba di
PACU. Tekanan darah, denyut nadi, dan pengukuran tingkat pernapasan secara rutin
dilakukan setidaknya setiap 5 menit selama 15 menit atau sampai stabil, dan setiap 15 menit
sesudahnya. Pulse oxymetry harus dipantau terus menerus pada semua pasien fase pemulihan
dari anestesi umum, setidaknya sampai mereka sadar kembali. Terjadinya hipoksemia tidak
selalu berkorelasi dengan tingkat kesadaran.1
Fungsi neuromuskuler harus dinilai secara klinis, misalnya angkat kepala. Setidaknya satu
pengukuran temperatur juga harus diperoleh. Pemantauan tambahan termasuk penilaian
nyeri (misalnya, skala numerik atau deskriptif), ada atau tidak adanya mual atau muntah, dan
masukan cairan dan output termasuk aliran urin, drainase, dan pendarahan. Setelah tanda-
tanda vital awal telah direkam, anesthesiologist harus memberikan laporan singkat kepada
perawat PACU yang mencakup sejarah pra operasi (termasuk status mental dan masalah
komunikasi apapun seperti hambatan bahasa, tuli, buta, atau keterbelakangan mental),
terkait peristiwa intraoperatif ( Jenis anestesi, prosedur bedah, kehilangan darah, penggantian
cairan, dan komplikasi), masalah pasca operasi yang dikhawatirkan, dan perintah
postanesthesia (perawatan kateter epidural, transfusi, ventilasi pasca operasi, dll).1
Semua pasien pulih dari anestesi umum harus menerima oksigen 30-40% selama emergence
karena hipoksemia transient dapat berkembang bahkan pada pasien yang sehat. Pasien
pada peningkatan risiko hipoksemia, seperti pasien dengan disfungsi paru atau mereka yang
menjalani prosedur pembedahan abdomen bagian atas atau daerah toraks, harus terus
dipantau dengan pulse oxymetry bahkan setelah emergence dan mungkin perlu suplemen
oksigen untuk waktu yang lebih lama. Sebuah keputusan rasional tentang pelunya terapi
oksigen tambahan berterusan pada saat keluar dari PACU dapat dibuat berdasarkan bacaan
SpO2 di udara ruangan. Pengukuran gas darah arteri dapat diperoleh untuk mengkonfirmasi
pembacaan oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen harus hati-hati dikendalikan pada pasien
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 8/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
8
dengan penyakit paru obstruktif kronik dan riwayat retensi CO2. Pasien umumnya harus
dirawat dengan posisi kepala tinggi bila memungkinkan untuk mengoptimalkan oksigenasi.
Namun, meninggikan bagian kepala pada tempat tidur sebelum pasien responsif dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Dalam kasus tersebut, alat saluran pernapasan oral atau
nasal harus dibiarkan terpasang sampai pasien terjaga. Pernapasan dalam dan batuk harus
didorong secara berkala.1
2.4.2 Anestesi regional
Pasien yang mengalami sedasi berat atau hemodinamik tidak stabil setelah anestesi regional
juga harus menerima oksigen tambahan di PACU. Tingkat sensorik dan motorik harus dicatat
secara berkala mengikuti anestesi regional untuk mendokumentasikan disipasi blok. Tindakan
pencegahan berupa padding atau peringatan berulang mungkin diperlukan untuk
mencegah kecederaan dari gerakan lengan tak terkoordinasi mengikuti blok pleksus brakialis.
Tekanan darah harus dimonitor setelah anestesi spinal dan epidural. Kateterisasi kandung
kemih mungkin diperlukan pada pasien yang memiliki anestesi spinal atau epidural selama
lebih dari 4 jam.
2.4.3 Kontrol nyeri / pain control
Administrasi preoperative obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) sendiri atau dengan
acetaminophen dapat secara signifikan mengurangi kebutuhan opioid pascaoperasi untuk
prosedur tindakan yang dipilih. Penggunaan selektif siklooksigenase-2 inhibitor (misalnya,
rofecoxib dan parecoxib) mengurangi efek samping yang potensial pada fungsi platelet dan
komplikasi gastrointestinal. Demikian pula, intraoperatif infiltrasi luka dan blok saraf (misalnya,
ilioinguinal dan caudal) untuk prosedur yang dipilih juga dapat mengurangi kebutuhan
analgesik operasi.1
Nyeri ringan sampai sedang dapat diobati secara oral dengan acetaminophen ditambah
codeine, hydrocodone, atau oxycodone. Atau pilihan lain, opioid agonis-antagonis
(butorphanol, 1-2 mg, atau nalbuphine, 5-10 mg) atau ketorolactromethamine, 30 mg, dapat
digunakan secara intravena. Yang terakhir ini sangat berguna pada prosedur ortopedi dan
ginekologi. 1
Untuk nyeri sedang sampai berat pasca operasi di PACU dapat dikelola dengan opioid
parenteral atau intraspinal, anestesi regional, atau blok saraf tertentu. Ketika opioid
digunakan, titrasi dosis intravena kecil umumnya paling aman. Meskipun variabilitas yang
cukup besar mungkin ditemui, kebanyakan pasien sangat sensitif terhadap opioid dalam satu
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 9/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
9
jam pertama setelah anestesi umum. Analgesia yang memadai harus seimbang terhadap
sedasi berlebihan. Opioid durasi menengah sampai panjang, seperti meperidine, 10-20 mg
(0.25-0.5 mg / kg pada anak-anak), hidromorfon 0.25-0.5 mg (0,015-0,02 mg / kg pada anak-
anak), atau morfin, 2-4 mg ( 0,025-0,05 mg / kg pada anak-anak), yang paling sering
digunakan. Biasanya puncak efek analgesik dalam 4-5 menit. Depresi pernafasan maksimal,
terutama dengan morfin dan hidromorfon, mungkin tidak terlihat sampai 20-30 menit
kemudian. Ketika pasien sepenuhnya terjaga, analgesia pasien-dikendalikan atau patient-
controlled analgesia (PCA) dapat digunakan untuk pasien rawat inap. Administrasi opioid
intramuskular memiliki kelemahan onset tertunda dan variabel (10-20 menit) dan depresi
pernafasan tertunda (sampai 1 jam).1
Apabila kateter epidural ditinggalkan di tempat, peberian fentanil epidural, 50-100 g,
sufentanil, 20-30 g, atau morfin, 3-5 mg, dapat memberikan efek anti nyeri yang sangat baik
pada orang dewasa, namun terdapat risiko depresi pernapasan tertunda yang harus dicegah
dengan tindakan pemantauan khusus dalam 12-24 jam sesudahnya. Intercostal, interscalene,
anestesi femoralis, epidural, atau caudal sering membantu ketika analgesia opioid saja tidak
memuaskan.1
2.4.4 Agitasi
Sebelum pasien sepenuhnya responsif, nyeri sering dimanifestasikan sebagai kegelisahan
pasca operasi. Gangguan sistemik yang serius (seperti hipoksemia, asidosis, atau hipotensi),
distensi kandung kemih, atau komplikasi bedah (seperti perdarahan intraabdominal) harus
selalu dipertimbangkan juga. Agitasi mungkin memerlukan pembatasan gerakan lengan dan
kaki untuk menghindari cedera, terutama pada anak-anak. Ketika gangguan fisiologis yang
serius telah disingkirkan pada anak-anak, pelukan dan kata simpatik dari petugas atau orang
tua (jika mereka diizinkan dalam PACU) sering menenangkan pasien pediatrik. Faktor
penyebab lainnya termasuk kecemasan dan ketakutan pra operasi serta efek samping obat
(dosis besar agen antikolinergik sentral, fenotiazin, atau ketamin). Physostigmine, 1-2 mg
intravena (0,05 mg / kg pada anak-anak), adalah yang paling efektif dalam mengobati
delirium akibat atropin dan skopolamin, tetapi juga mungkin berguna dalam kasus lain. Jika
gangguan sistemik yang serius dan nyeri dapat disingkirkan, agitasi persisten mungkin
memerlukan sedasi intravena dengan dosis intermiten midazolam mg, 0,5-1 (0,05 mg / kg
pada anak-anak).1
2.4.5 Nausea dan vomitus
Mual dan muntah pasca operasi (PONV) adalah masalah umum terutama anestesi umum,
terjadi pada 20-30% dari semua pasien. Selain itu, PONV mungkin terjadi di rumah dalam
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 10/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
10
waktu 24 jam dari lepas rawat (discharge) (postdischarge nausea and vomiting) dalam
sejumlah besar pasien . Etiologi PONV biasanya multifaktorial, melibatkan agen anestesi, jenis
prosedur, dan faktor pasien. Adalah penting untuk mengenali bahwa mual adalah keluhan
umum yang dilaporkan pada awal hipotensi, terutama setelah anestesi spinal atau epidural.
Tabel 1 menunjukkan daftar faktor risiko umum yang menyebabkan PONV. Peningkatan
kejadian mual dilaporkan setelah pemberian opioid selama anestesi, bedah intraperitoneal
(terutama laparoskopi), dan operasi strabismus. Insiden tertinggi tampaknya pada wanita
muda, studi menunjukkan mual lebih umum selama menstruasi. Peningkatan tonus vagal
dimanifestasikan sebagai bradikardia mendadak biasanya mendahului atau bertepatan
dengan emesis. Anestesi propofol menurunkan kejadian PONV, seperti halnya sejarah
preoperatif merokok. Selektif 5-hydroxytryptamine (serotonin) reseptor 3 (5-HT3) antagonis
seperti ondansetron 4 mg (0,1 mg / kg pada anak-anak), granisetron 0,01-0,04 mg / kg, dan
dolasetron 12,5 mg (0,035 mg / kg pada anak-anak) yang juga sangat efektif dalam
mencegah PONV dan mengobati PONV.1,3 Obat ini bekerja di sentral maupun perifer,
menghambat reseptor di usus (aferen vagal) dan di zona pencetus kemoreseptor (CTZ).3
Perlu dicatat bahwa tidak seperti ondansetron, yang biasanya segera efektif, dolasetron
membutuhkan 15 menit untuk memulai onset. Persiapan tablet oral disintegrasi (ODT)
ondansetron (8 mg) mungkin berguna untuk pengobatan dan profilaksis terhadap mual dan
muntah postdischarge.1 Dosis oral biasanya diberikan tiap 8 jam.3 Metoclopramide, 0,15 mg /
kg intravena, agak kurang efektif, tetapi merupakan alternatif yang baik untuk 5-HT3
antagonis. 5-HT3 antagonis tidak terkait dengan manifestasi akut reaksi ekstrapiramidal
(dystonic) dan dysphoric yang mungkin timbul pada penggunaan metoclopramide atau
antiemetik jenis fenotiazin. 1
Golongan antagonis dopamin, metaclorpramid dan domperidone bekerja dengan
menghambat reseptor D2 (dopamin) di CTZ. Golongan ini juga memiliki efek prokinetik.
Metaclorpramide relatif kurang efektif untuk PONV dan dapat menimbulkan efek samping
ekstrapiramidal. Domperidone memiliki efek samping yang lebih sedikit sehingga merupakan
obat pilihan pada golongan ini. Derivat phenotiazine seperti prochlorperazine dapat
menghambat reseptor D2 dan 5-HT di CTZ.3
Skopolamin Transdermal efektif tetapi dapat dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu pada beberapa pasien, seperti memperburuk glaukoma, retensi urin, dan
kesulitan dalam akomodasi visual. Deksametason, 4-10 mg (0,10 mg / kg pada anak-anak),
bila dikombinasikan dengan antiemetik lain sangat efektif untuk mual dan muntah refraktori.
Selain itu, ia efektif untuk sampai 24 jam dan dengan demikian mungkin berguna untuk mual
dan muntah postdischarge.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 11/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
11
Droperdol intravena 0,625-1,25 mg (0,05-0,075 mg / kg pada anak-anak), ketika diberikan
intraoperatif, secara signifikan mengurangi kemungkinan mual pasca operasi tanpa secara
signifikan memperpanjang emergence dan efektif dapat mengobati PONV. Sayangnya,
droperidol sekarang membawa peringatan "kotak hitam" dari 2001 Food and Drug
Administration (FDA) yang mengayakan obat ini dapat memperpanjang interval QT dan
dikaitkan dengan aritmia jantung yang fatal.Walaupun kejadian ini sangat langka dan
berhubungan dengan dosis yang sangat tinggi (> 25 mg), peringatan FDA menimbulkan
kontroversi yang cukup besar dan banyak dokter tidak lagi menggunakan obat ini. Profilaksis
nonpharmacological terhadap PONV termasuk memastikan hidrasi yang memadai (20 mL /
kg) setelah puasa dan stimulasi titik akupunktur P6 (pergelangan tangan). Ini mungkin termasuk
aplikasi tekanan, arus listrik, atau suntikan.1
Tabel 1: faktor resiko meningkatnya insiden PONV
Patient factors
Young age
Female gender, particularly if menstruating on day of surgery of in first trimester of
pregnancy
Large body habitus
History of prior postoperative emesis
History of motion sickness
Anesthetic techniques
General anesthesia
Drugs
Opioids
Volatile agents
Neostigmine
Surgical procedures
Strabismus surgery
Ear surgery
Laparoscopy
Orchiopexy
Ovum retrieval
Tonsillectomy
Postoperative factors
Postoperative pain
Hypotension
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 12/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
12
Kontroversi timbul mengenai profilaksis rutin untuk PONV pada semua pasien. Jelas pasien
dengan faktor risiko harus menerima profilaksis. Selain itu, penggunaan dua atau lebih agen
lebih efektif daripada profilaksis agen tunggal. Hasil penelitian dan survei menunjukkan sedikit
atau tidak adaa perbedaan antara profilaksis rutin dan stratesi pengbatan sesuai dibutuhkan
strategi (treat-as-needed strategies).1
Pasien yang diifentifikasi berisiko mengalami PONV harus diberikan antiemetik sebelum bangun
dari anestesia karena seringkali lebih mudah untuk mencegah muntah dibandingkan
menghentikannya begitu sudah terjadu. Kegagalan terapi dapat diatasi di ruang pemulihan
dengan pemberian obat kedua atau ketida dari golongan berbeda.3
2.4.6 Hipotermia dan menggigil
Menggigil dapat terjadi saat di PACU sebagai akibat hipotermia intraoperatif atau efek dari
agen anestesi. Hal serupa juga terjadi dalam periode pasca-melahirkan (post partum).
Penyebab paling penting dari hipotermia adalah redistribusi panas dari inti tubuh ke
kompartemen perifer. Suhu dingin di ruang operasi, eksposur yang terlalu lama dari luka yang
besar, dan penggunaan dalam jumlah besar cairan intravena yang tidak hangat atau arus
tinggi gas unhumidified juga bisa menjadi penyebab.1
Hampir semua agen anestesi, terutama agen volatile, mengurangi respon normal
vasokonstriksi terhadap hipotermia. Meskipun anestesi agen juga menurunkan ambang
menggigil, menggigil umumnya diamati selama atau setelah emergence dari anestesi umum.
Menggigil dalam kasus tersebut merupakan upaya tubuh untuk meningkatkan produksi panas
dan meningkatkan suhu tubuh dan mungkin berhubungan dengan intensitas vasokonstriksi.
Emergence dari anestesi umum singkat kadang-kadang juga berhubungan dengan
menggigil. 1
Meskipun menggigil dapat menjadi bagian dari tanda-tanda neurologis nonspesifik (sikap,
clonus, atau tanda Babinski) yang kadang-kadang diamati selama emergence, tanda-tanda
ini paling sering karena hipotermia dan sering dikaitkan dengan anestesi volatil. Terlepas dari
mekanisme, insiden ini juga terkait dengan durasi operasi dan penggunaan konsentrasi tinggi
zat volatil. Menggigil kadang-kadang dapat cukup kuat untuk menyebabkan hipertermia (38-
39 ° C) dan asidosis metabolik yang signifikan, kedua efek ini segera hilang ketika berhenti
menggigil. Kedua anestesi spinal dan epidural juga menurunkan ambang menggigil dan
respon vasokonstriksi hipotermia, menggigil juga dapat ditemui di ruang pemulihan setelah
anestesi regional. Penyebab lain menggigil harus dikecualikan, seperti sepsis, alergi obat, atau
reaksi transfusi.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 13/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
13
Hipotermia harus ditangani dengan perangkat pemanas udara (forced-air warming device),
atau (kurang memuaskan) dengan lampu atau selimut penghangat, untuk meningkatkan
suhu tubuh normal. Menggigil menyebabkan kenaikan dalam konsumsi oksigen, produksi CO2,
dan cardiac output. Efek fisiologis ini sering kurang ditoleransi oleh pasien dengan gangguan
jantung atau paru yang sudah ada sebelumnya. Hipotermia telah dikaitkan dengan
peningkatan insiden iskemia miokard, aritmia, kebutuhan transfusi meningkat, dan
peningkatan durasi efek relaksasi otot. Dosis kecil meperidin intravena, 10-50 mg, secara
dramatis dapat mengurangi atau bahkan menghentikan menggigil. Pasien yang diintubasi
dan medapat ventilasi mekanik dapat dibius dan diberi relaksan otot sampai normothermia
kembali dan efek anestesi telah hilang.1
2.5 Kriteria discharge
2.5.1 PACU
Semua pasien harus dievaluasi oleh seorang ahli anestesi sebelum keluar dari PACU kecuali
kriteria dischage yang ketat telah diberlakukan. Kriteria untuk discharge pasien dari PACU
ditetapkan oleh departemen anestesiologi dan staf medis rumah sakit. Mereka mungkin
mengizinkan perawat PACU untuk menentukan kapan pasien dapat dipindahkan tanpa
kehadiran seorang dokter bila semua kriteria telah dipenuhi. Kriteria dapat bervariasi
tergantung pada apakah pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif, bangsal biasa,
departemen rawat jalan (fase 2 recovery), atau langsung pulang.1
Sebelum discharge, pasien seharusnya diamati ada tidaknya depresi pernapasan paling tidak
selama 20-30 menit setelah dosis terakhir narkotika parenteral. Kriteria discharge minimum
lainnya untuk pasien pulih dari anestesi umum biasanya meliputi:
1. Mudah dibangunkan (easy arousability)
2. Orientasi terkendali penuh (full orientation)
3. Kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi jalan napas
4. Tanda-tanda vital stabil selama setidaknya 15-30 menit
5. Kemampuan untuk meminta bantuan jika diperlukan
6. Tidak ada komplikasi bedah yang jelas (seperti perdarahan aktif).
Mengontrol nyeri pasca operasi, mengendalikan mual dan muntah, dan menstabilkan kembali
suhu (normothermia) sebelum discharge juga sangat diperlukan. Sistem penilaian secara luas
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 14/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
14
digunakan. Sebagian menilai SpO2 (atau warna), kesadaran, sirkulasi, respirasi, dan aktivitas
motorik (Tabel 2). Sebagian besar pasien dapat memenuhi kriteria discharge dalam waktu 60
menit di PACU. Pasien yang akan dipindahkan ke fasilitas perawatan intensif lainnya tidak
perlu memenuhi semua persyaratan.1
Selain kriteria di atas, pasien yang menerima anestesi regional juga harus menunjukkan tanda-
tanda resolusi blokade baik sensorik dan motorik. Resolusi lengkap dari blok umumnya
diinginkan untuk menghindari cedera tidak sengaja karena kelemahan motor atau defisit
sensorik. Mendokumentasikan resolusi blok juga sangat penting. Kegagalan resolusi blok spinal
atau epidural setelah 6 jam meningkatkan kemungkinan hematoma korda spinalis atau
epidural, yang harus disingkirkan dengan pencitraan radiologi.1
Tabel 2 : kriteria discharge untuk pasien PACU
Original Criteria Modified Criteria Point
Value
Color Oxygenation
Pink SpO2 > 92% on room air 2
Pale or dusky SpO2 > 90% on oxygen 1
Cyanotic SpO2 < 90% on oxygen 0
Respiration
Can breathe deeply and cough Breathes deeply and coughs freely 2
Shallow but adequate exchange Dyspneic, shallow or limited breathing 1
Apnea or obstruction Apnea 0
Circulation
Blood pressure within 20% of normal Blood pressure ± 20 mm Hg of normal 2
Blood pressure within 20 – 50% of normal Blood pressure ± 20 – 50 mm Hg of normal 1
Blood pressure deviating > 50% from
normal
Blood pressure more than ± 50 mm Hg of
normal
0
Consciousness
Awake, alert, and oriented Fully awake 2
Arousable but readily drifts back to sleep Arousable on calling 1
No response Not responsive 0
Activity
Moves all extremities Same 2
Moves two extremities Same 1
No movement Same 0
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 15/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
15
2.5.2 Rawat jalan/Outpatient
Selain emergence dan kesadaran, pemulihan dari anestesi mengikuti prosedur rawat jalan
meliputi dua tahap tambahan: kesiapan pulang ke rumah (fase 2 recovery) dan pemulihan
psikomotor lengkap. Sebuah sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu menilai
kesiapan pulang kerumah (Tabel 3). Pemulihan propriseptif, tonus simpatik, fungsi kandung
kemih, dan kekuatan motorik adalah kriteria tambahan setelah anestesi regional. Misalnya,
propriseptif utuh dari jempol kaki, perubahan ortostatik yang minimal, dan fleksi plantar kaki
normal merupakan sinyal penting dari pemulihan setelah anestesi spinal. Buang air kecil
sebelum dipulangkan dan minum atau makan sebelum dipulangkan umumnya tidak lagi
diperlukan; pengecualian termasuk pasien dengan riwayat retensi urin dan penderita
diabetes.1
Tabel 3 : kriteria discharge untuk pasien rawat jalan
Criteria Points
Vital signs
Within 20% of preoperative baseline 2
Within 20 – 40% of preoperative baseline 1
> 40% of preoperative baseline 0
Activity level
Steady gait, no dizziness, at preoperative level 2
Requires assistance 1
Unable to ambulate 0
Nausea and vomiting
Minimal, treated with oral medication 2
Moderate, treated with parenteral medication 1
Continues after repeated medication 0
Pain: minimal or none, acceptable to patient, controlled with oral medication
Yes 2
No 1
Surgical bleeding
Minimal: no dressing change required 2
Moderate: up to two dressing changes 1
Severe: three or more dressing changes 0
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 16/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
16
Semua pasien rawat jalan yang pulang ke rumah di harus dibawah pengawasan orang
dewasa yang bertanggung jawab yang akan tinggal bersama mereka semalam. Pasien harus
disediakan dengan instruksi pasca operasi yang ditulis tentang cara untuk memperoleh
bantuan darurat dan melakukan rutinitas perawatan. Penilaian kesiapan pulang ke rumah
adalah tanggung jawab dokter, sebaiknya ahli anestesi, yang akrab dengan pasien.
Kewenangan untuk melepaskan pasien pulang ke rumah dapat didelegasikan kepada
perawat jika kriteria discharged yang ketat telah diterapkan.1
Kesiapan pulang ke rumah tidak berarti bahwa pasien memiliki kemampuan untuk membuat
keputusan penting, untuk mengendara, atau untuk kembali bekerja. Kegiatan ini
membutuhkan pemulihan psikomotor lengkap, yang sering tidak tercapai sampai 24-72 jam
pasca operasi. Semua pusat rawat jalan harus menggunakan beberapa sistem tindak lanjut
(follow up) pasca operasi yang melibatkan penggunaan kuesioner pasien atau lebihdianjurkan kontak telepon sehari setelah discharge.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 17/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
17
3.1 KompliKasi respirasi/pernapasan
Masalah pernapasan adalah komplikasi serius yang paling sering ditemui di PACU. Mayoritas
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, atau hipoksemia. Karena hipoksemia
merupakan jalur akhir yang umum untuk morbiditas dan mortalitas yang serius, rutinitas pemantauan
pulse oximetry di PACU memperbolehkan deteksi awal dari komplikasi dan efek buruk yang timbul
akan lebih sedikit.1
3.1.1 ObstruKsi jalan napas
Obstruksi jalan napas pada pasien tidak sadar adalah paling umum karena lidah jatuh ke
belakang dan menutup faring posterior. Penyebab lainnya adalah spasme laring, edema
glotis, sekresi, muntahan, atau darah dalam saluran napas, atau tekanan eksternal pada
trakea (paling sering dari hematoma leher). Obstruksi jalan napas parsial biasanya ditandai
dengan suara napas yang nyaring ( sonorous respiration). Obstruksi total menyebabkan
berhentinya aliran udara, tidak adanya bunyi nafas, dan ditandai gerakan toraks paradoksal.
Perut dan dada biasanya harus naik bersama-sama selama inspirasi, namun, dengan obstruksi
jalan napas, dada turun saat perut naik setiap inspirasi (gerakan dada paradoxic). Pasien
dengan obstruksi jalan napas harus menerima oksigen tambahan, sementara langkah-langkah
perbaikan dilakukan. Kombinasi manuver jaw thrust dan head tilt menarik lidah ke depan dan
membuka jalan napas. Penyisipan alat bantu pernanapasan oral atau nasal juga sering
meredakan masalah. Saluran udara nasal mungkin lebih baik ditoleransi daripada saluran
udara oral oleh pasien selama emergence dan dapat menurunkan kemungkinan trauma
pada gigi ketika pasien menggigit.1
Jika manuver di atas gagal, spasme laring harus dipertimbangkan. Spasme laring biasanya
ditandai dengan suara bernada tinggi tetapi bisa juga tidak, dengan penutupan glotis
lengkap. Spasme pita suara lebih mudah terjadi saat adanya trauma saluran napas, atau
instrumentasi berulang, atau stimulasi dari sekresi atau darah di saluran napas. Manuver jaw-
thrust, terutama bila dikombinasikan dengan tekanan udara positif melalui masker (face mask)
yang ketat, biasanya bisa mengatasi spasme laring. Penyisipan alat bantu pernapasan oral
atau nasal (insertion of oral or nasal airway) juga membantu. Setiap sekret atau darah di
hipofaring harus disedot untuk mencegah kekambuhan. Spasme laring refraktor harus
ditangani secara agresif dengan dosis kecil succinylcholine (10-20 mg) dan ventilasi tekanan
3. Manajemen KompliKasi
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 18/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
18
positif sementara dengan oksigen 100% untuk mencegah hipoksemia berat atau tekanan
negatif edema paru. Intubasi endotrakeal sesekali mungkin diperlukan untuk membuka
kembali ventilasi, cricothyrotomy atau ventilasi jet transtracheal diindikasikan jika intubasi tidak
berhasil. 1
Edema glotis mengikuti instrumentasi saluran napas merupakan penyebab penting dari
obstruksi jalan napas pada bayi dan anak-anak. Kortikosteroid intravena (deksametason, 0,5
mg / kg) atau epinefrin rasemat aerosol (0,5 mL 2,25% larutan dengan 3 mL salin normal)
mungkin berguna dalam kasus tersebut. Hematoma luka pasca operasi setelah dilakukan
tindakan pada kepala dan leher, tiroid, dan karotid cepat bisa menekan jalan napas,
membuka luka dengan segera dapat mengurangi kompresi trakea. Bisa tapi jarang, kemasan
kasa dapat tidak sengaja tertinggal di hipofaring setelah bedah mulut dan dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas total segera setelah operasi atau beberapa jam
kedepan.1
3.1.2 Hipoventilasi
Hipoventilasi, yang secara umum didefinisikan sebagai PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg,
merupakan kejadian sering setelah anestesi umum. Dalam kebanyakan kasus, hipoventilasi
adalah ringan, dan banyak kasus yang diabaikan. Hipoventilasi signifikan biasanya jelas
secara klinis hanya ketika PaCO2 lebih besar dari 60 mm Hg atau pH darah arteri kurang dari
7,25. Tanda-tandanya bervariasi termasuk mengantuk yang berlebihan atau berkepanjangan,
obstruksi jalan napas, frekuensi pernapasan lambat, tachypnea dengan pernapasan dangkal,
atau sesak napas. Asidosis respiratori ringan sampai sedang menyebabkan takikardia dan
hipertensi atau iritabilitas jantung (melalui stimulasi simpatis), tapi asidosis lebih parah
menghasilkan depresi sirkulasi. Jika diduga terjadi hipoventilasi signifikan, pengukuran gas
darah arteri harus diperoleh untuk menilai keparahan dan sebagai panduan manajemen lebih
lanjut.1
Hipoventilasi di PACU paling sering disebabkan oleh sisa efek depresan agen anestesi pada
pernapasan. Depresi pernafasan terinduksi opioid khas menghasilkan tingkat pernapasan
lambat, sering dengan volume tidal yang besar. Sedasi berlebihan juga sering hadir, tetapi
pasien mungkin responsif dan mampu meningkatkan pernapasan dengan perintah. Pola
bifasik atau depresi pernafasan berulang telah dilaporkan pada semua opioid. Mekanisme
yang diusulkan termasuk variasi dalam intensitas stimulasi selama pemulihan dan tertundanya
rilis opioid dari kompartemen perifer seperti otot rangka (atau mungkin paru-paru dengan
fentanil) saat pasien mulai bergerak.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 19/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
19
Pembalikan tidak memadai (inadequate reversal), overdosis, hipotermia, interaksi farmakologis
(seperti dengan antibiotik "mycin" atau terapi magnesium), farmakokinetik yang terganggu
(karena hipotermia, volume distribusi terganggu, disfungsi ginjal atau hati), atau faktor-faktor
metabolik (seperti hipokalemia atau asidosis pernapasan ) dapat bertanggung jawab untuk
sisa kelumpuhan otot di PACU. Terlepas dari penyebabnya, gerakan bernapas tidak
terkoordinasi dengan volume tidal dangkal dan tachypnea biasanya jelas kelihatan. Diagnosis
dapat dibuat dengan perangsang saraf pada pasien tidak sadar, pasien sadar dapat diminta
untuk mengangkat kepala mereka. Kemampuan untuk mempertahankan angkat kepalauntuk
5 detik mungkin tes yang paling sensitif untuk menilai kecukupan reversal.1
Immobilisasi karena sakit akibat insisi dan disfungsi diafragma setelah operasi perut atau dada
bagian atas, distensi abdomen, atau dressing perut ketat adalah faktor-faktor lain yang dapat
berkontribusi terhadap hipoventilasi. Produksi CO2 yang meningkat saat menggigil,
hipertermia, atau sepsis juga dapat meningkatkan PaCO2 bahkan pada pasien normal yang
pulih dari anestesi umum. Harus diingat, hipoventilasi i dan asidosis respiratory dapat terjadi
ketika faktor-faktor ini terjadi pada cadangan ventilas yang tidak memadai dan terganggu
akibat penyakit paru neuromuskuler, atau neurologis yang mendasari.1
3.1.2.1 penatalaKsanaan
Pengobatan umumnya harus diarahkan pada penyebab yang mendasarinya,
tapi harus diingat hipoventilasi selalu membutuhkan ventilasi terkendali sampai
faktor penyebab diidentifikasi dan diperbaiki. Obtundation, depresi peredaran
darah, dan asidosis berat (pH darah arteri <7.15) merupakan indikasi untuk intubasi
endotrakeal segera. Antagonisme opioid-induced depresi dengan nalokson
adalah pedang bermata dua, peningkatan mendadak dalam ventilasi alveolar
biasanya juga berhubungan dengan nyeri tiba-tiba dan debit simpatik. Yang
terakhir ini dapat memicu krisis hipertensi, edema paru, dan iskemia miokard atau
infark.1
Jika nalokson digunakan untuk meningkatkan respirasi, titrasi sedikit demi sedikit
(0,04 mg pada orang dewasa) dapat menghindari komplikasi dengan
memungkinkan pembalikan sebagian dari depresi pernafasan tanpa pembalikan
yang signifikan dari analgesia tersebut. Setelah nalokson, pasien harus
diperhatikan kemungkinan terjadi kekambuhan opioid-induced depresi
pernafasan (renarcotization), apa lagi nalokson memiliki durasi lebih pendek dari
kebanyakan opioid. Sebagai alternatif, doxapram, 60-100 mg, diikuti dengan 1-2
mg / menit intravena, dapat digunakan, doxapram tidak membalikkan analgesia,
tetapi dapat menyebabkan hipertensi dan takikardi. Jika paralisis otot residu hadir,inhibitor cholinesterase tambahan dapat diberikan. Jika tetap ada kelumpuhan
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 20/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
20
sisa ( residual paralysis) meskipun telah mendapat dosis penuh inhibitor
cholinesterase, dibutuhkan ventilasi terkontrol sampai pemulihan spontan terjadi.
Analgesia opioid (intravena atau intraspinal), anestesi epidural, atau blok saraf
interkostal sering bermanfaat dalam mengurangi splinting setelah prosedur
tindakan pada perut bagian atas atau dada.1
3.1.3 HipoKsemia
Hipoksemia ringan adalah umum pada pasien pulih dari anestesi kecuali oksigen tambahan
diberikan selama emergence. Hipoksemia ringan sampai sedang (PaO2 50-60 mm Hg) pada
pasien muda yang sehat dapat ditoleransi dengan baik pada awalnya, tetapi dengan
peningkatan durasi atau keparahan stimulasi simpatis sering terlihat terjadinya asidosis progresif
dan depresi sirkulasi. Sianosis yang jelas mungkin tidak terlihat jika konsentrasi hemoglobin
berkurang. Secara klinis, hipoksemia juga dapat diduga dari kegelisahan, takikardia, atau
iritabilitas jantung (ventrikel atau atrium). Obtundation, bradikardia, hipotensi, dan serangan
jantung adalah tanda-tanda akhir yang timbul. Penggunaan rutin pulse oxymetri di PACU
memfasilitasi deteksi dini. Pengukuran gas darah arteri harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan sebagai panduan terapi.1
Hipoksemia di PACU biasanya disebabkan oleh hipoventilasi, peningkatan shunting
intrapulmonal kanan-ke-kiri, atau keduanya. Penurunan curah jantung atau peningkatan
konsumsi oksigen (seperti saat menggigil) akan menonjolkan hipoksemia. Difusi hipoksia adalah
penyebab umum dari hipoksemia. Nitrogen oksida yang diabsorbsi selama anestesi harus
dikesresikan selama pemulihan. Senyawa ini sangat tidak larut dalam darah sehingga berdifusi
dengan cepat mengikuti gradien konsentrasi ke dalam alveoli, akibatnya akan menurunkan
tekanan parsial oksigen dan membuat pasien mengalami hipoksemia. Ini dapat diatasi
apabila pasien pulih diberikan oksigen tambahan melalui sungkup untuk meningkatkan
konsentrasi oksigen inspirasi.1,3
Hipoksemia karena hipoventilasi murni juga jarang pada pasien yang menerima oksigen
tambahan kecuali hypercapnia seiring bertambahnya shunting intrapulmonal. Peningkatan
shunting intrapulmonal dari penurunan kapasitas residual fungsional (FRC) adalah penyebab
paling umum dari hipoksemia setelah anestesi umum. Penurunan terbesar terjadi di FRC
setelah operasi abdomen bagian atas dan toraks. Hilangnya volume paru-paru sering
dikaitkan dengan microatelectasis, atelektasis sering tidak terlihat jelas pada foto toraks. Posisi
semiupright membantu menjaga FRC.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 21/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
21
Shunting intrapulmonal kanan-ke-kiri (S / T> 15%) biasanya dikaitkan dengan temuan radiografi
dilihat seperti atelektasis paru, infiltrat parenkim, atau pneumotoraks besar. Penyebab
termasuk hipoventilasi berkepanjangan intraoperatif dengan volume tidal rendah, intubasi
endobronchial yang tidak disengaja, kolaps lobar dari obstruksi bronkus oleh sekresi atau
darah, aspirasi paru, atau edema paru. Edema paru pascaoperasi paling sering ditandai
sebagai mengi (wheezing) dalam 60 menit pertama setelah operasi, mungkin karena
kegagalan ventrikel kiri (kardiogenik), sindrom pernapasan akut (ARDS), atau teratasinya
obstruksi jalan napas yang berkepanjangan secara tiba-tiba. Berbeda dengan mengi yang
berhubungan dengan edema paru, mengi karena penyakit paru-paru obstruktif primer, yang
juga sering mengakibatkan peningkatan besar dalam shunting intrapulmonal, tidak terkait
dengan auskultasi crackles, cairan edema pada jalan napas, atau infiltrat pada foto toraks.
Kemungkinan pneumotoraks pasca operasi harus selalu dipertimbangkan mengikuti blok
interkostal, patah tulang rusuk, pembedahan leher, trakeostomi, nephrectomies, atau
retroperitoneal atau intraabdominal prosedur (termasuk laparoskopi), terutama ketika
diafragma mungkin ditembus. Pasien dengan blebs subpleural atau bula besar juga dapat
mengembangkan pneumotoraks selama ventilasi tekanan positif.1
Setiap kondisi kronik yang menyebabkan penebalan membran alveolus misalnya alveolitis
fibrosa akan mengganggu pemindahan oksigen ke dalam darah. Pada masa pemulihan, hal
ini dapat pula terjadi sekunder akibat berkembangnya edema paru setelah beban cairan
berlebihan atau terganggunya fungsi ventrikel kiri. Ini sebaiknya diatasi pertama-tama dengan
memberikan oksigen untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen di dalam alveoli kemudian
dengan penaganan setiap penyebab yang mendasarinya.3
3.1.3.1 `PenatalaKsanaan
Oksigen terapi dengan atau tanpa tekanan udara positif adalah dasar
pengobatan. Pemberian rutin oksigen 30-60% biasanya cukup untuk mencegah
hipoksemia bahkan dengan hipoventilasi dan hiperkapnia moderat. Pasien
dengan penyakit paru atau jantung mungkin memerlukan konsentrasi oksigen
yang lebih tinggi, terapi oksigen harus dipandu oleh pengukuran SpO2 atau gas
darah arteri. Konsentrasi oksigen harus dikontrol ketat pada pasien dengan retensi
CO2 kronik untuk menghindari kegagalan pernafasan akut. 1
Pasien dengan hipoksemia berat atau persisten harus diberikan oksigen 100%
melalui masker nonrebreathing atau endotracheal tube sampai penyebabnya
diidentifikasi dan terapi lain diberikan. Ventilasi mekanis dikendalikan atau dibantu
mungkin juga diperlukan. Foto toraks (sebaiknya film tegak) sangat berguna
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 22/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
22
dalam menilai volume paru-paru dan ukuran jantung dan menunjukkan
pneumotoraks atau infiltrat paru. 1
Pengobatan tambahan harus diarahkan pada penyebab yang mendasari.
Sebuah pipa toraks harus dimasukkan untuk setiap pneumotoraks yang
menimbulkan gejala atau yang lebih besar dari 15-20%. Bronkospasme harus
ditangani dengan bronkodilator aerosol dan mungkin aminofilin intravena. Diuretik
harus diberikan untuk kelebihan cairan sirkulasi. Fungsi jantung harus dioptimalkan.
Hipoksemia Persistent meskipun oksigen 50% pada umumnya merupakan indikasi
untuk ekspirasi tekanan positif akhir (PEEP) atau CPAP. Bronkoskopi sering berguna
dalam reexpanding atelektasis lobar disebabkan oleh plak bronkial atau aspirasi
partikel. 1
3.2 KompliKasi sirKulasi
Gangguan peredaran darah/sirkulasi yang paling umum di PACU adalah hipotensi, hipertensi,
dan aritmia. Kemungkinan bahwa kelainan peredaran darah/sirkulasi merupakan kelainan
sekunder dari gangguan pernapasan harus selalu dipertimbangkan sebelum intervensi
lainnya.
3.2.1 Hipotensi
Hipotensi biasanya karena aliran balik vena ke jantung menurun, disfungsi ventrikel kiri, atau,
kurang umum, vasodilatasi arteri berlebihan. Hipovolemia adalah penyebab paling umum dari
hipotensi di PACU. Hipovolemia absolut biasanya karena cairan pengganti intraoperatif yang
tidak memadai, penyerapan cairan oleh jaringan yang berterusan, atau drainase luka, atau
perdarahan pasca operasi. Venokonstriksi selama hipotermia dapat menutupi hipovolemia
sampai suhu pasien mulai naik kembali. Hipovolemia relatif adalah hipotensi terkait dengan
anestesi spinal atau epidural, venodilators, dan blokade adrenergik; peningkatan kapasitas
vena mengurangi aliran balik vena meskipun volume intravaskular sebelumnya normal dalam.
Hipotensi yang berhubungan dengan sepsis dan reaksi alergi biasanya merupakan hasil dari
kedua hipovolemia dan vasodilatasi. Hipotensi setelah tension pneumothorax atau
tamponade jantung adalah hasil dari pengisian jantung terganggu.1
Hipovolemia merupakan penyebab tersering hipotensi setelah anestesi dan pembedahan.
Walaupun kehilangan darah intraoperatif biasanya tampak, namun perdarahan yang terusberlangsung mungkin tidak tampak, terutama bila tidak terpasang drainase. Kehilangan
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 23/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
23
cairan dapat juga terjadi akibat kerusakan jaringan yang menimbulkan edema, atau akibat
penguapan selama pembedahan yang lama pada rongga-rongga tubuh, misalnya
abdomen atau toraks.3
Disfungsi ventrikel kiri pada orang yang sebelumnya sehat jarang terjadi kecuali dikaitkan
dengan gangguan metabolik yang berat (hipoksemia, asidosis, atau sepsis). Hipotensi karena
disfungsi ventrikel terutama ditemui pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau penyakit
katup jantung, dan biasanya dipicu oleh kelebihan cairan, iskemia miokard, peningkatan akut
pada afterload, atau disritmia.
3.2.1.1 PenatalaKsanaan
Hipotensi ringan selama pemulihan dari anestesi biasanya mencerminkan
penurunan tonus simpatik biasanya terkait dengan tidur atau efek residual dari
agen anestesi, biasanya tidak memerlukan pengobatan. Hipotensi signifikan
biasanya didefinisikan sebagai pengurangan 20-30% dari tekanan darah di
bawah tingkat dasar pasien dan menunjukkan kekacauan serius yang
memerlukan pengobatan. Pengobatan tergantung pada kemampuan untuk
menilai volume intravaskular. Peningkatan tekanan darah setelah bolus cairan
(250-500 mL kristaloid atau koloid 100-250 mL) pada umumnya menegaskan
terjadininya hipovolemia.1
Pada hipotensi parah, vasopressor atau inotropic (dopamin atau epinefrin)
mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah arteri sampai defisit
volume intravaskular setidaknya sebagian dikoreksi. Tanda-tanda disfungsi jantung
harus dicari pada pasien usia lanjut dan pasien dengan penyakit jantung. Pasien
yang gagal untuk segera merespon terhadap pengobatan wajib dilakukan
pemantauan hemodinamik invasif, manipulasi preload jantung, kontraktilitas, dan
afterload. Adanya tension pneumotoraks, yang ditandai oleh hipotensi dengan
suara napas melemah unilateral, hyperresonance, dan deviasi trakea, merupakanindikasi aspirasi pleura langsung bahkan sebelum konfirmasi radiografi. Demikian
pula, hipotensi akibat tamponade jantung, trauma dada atau bedah toraks,
sering memerlukan perikardiosentesis langsung atau reeksplorasi.1
3.2.2 Hipertensi
Hipertensi pascaoperasi di PACU biasanya terjadi dalam 30 menit pertama setelah masuk.
Rangsangan dari rasa sakit, intubasi endotrakeal, atau distensi kandung kemih biasanya
bertanggung jawab untuk kejadian hipertensi ini. Hipertensi pasca operasi juga dapat
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 24/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
24
mencerminkan aktivasi simpatik, yang mungkin menjadi bagian dari respon neuroendokrin
terhadap operasi atau sekunder untuk hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis metabolik.
Pasien dengan riwayat hipertensi sistemik cenderung untuk mengembangkan hipertensi di
PACU bahkan tanpa adanya penyebab yang dapat diidentifikasikan. Cairan yang berlebihan
atau hipertensi intrakranial juga bisa sesekali hadir sebagai hipertensi pasca operasi.1
3.2.2.1 PenatalaKsanaan
Hipertensi ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan, tetapi penyebab
reversibel harus dicari. Hipertensi dapat memicu perdarahan pasca operasi,
iskemia miokard, gagal jantung, atau perdarahan intrakranial. Keputusan tentang
derajat hipertensi apa yang harus ditangani tergantung individual. Secara umum,
peningkatan tekanan darah lebih dari 20-30% dari baseline normal pasien atau
mereka yang berhubungan dengan efek samping (seperti iskemia miokard, gagal
jantung, atau perdarahan) harus dirawat. Peningkatan tekanan darah ringan
sampai moderat dapat diobati dengan blocker adrenergik intravena seperti
labetalol, esmolol, atau propranolol; kalsium channel blocker nicardipine, atau
nitrogliserin. Nifedipine sublingual dan hydralazine juga efektif tetapi sering
menyebabkan refleks takikardia dan dikaitkan dengan iskemia dan infark
miokard. Hipertensi pada pasien dengan cadangan jantung yang terbatas
memerlukan pemantauan tekanan langsung intraarteri dan harus diberikan infus
intravena nitroprusside, nitrogliserin, nicardipine, atau fenoldopam. Titik akhir untuk
perawatan harus konsisten dengan tekanan darah normal pasien sendiri.1
3.2.3 Aritmia
Peran gangguan pernapasan, terutama hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis, dalam
menyebabkan aritmia jantung tidak bisa terlalu ditekankan. Efek sisa dari agen anestesi,
meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik, kelainan metabolik lainnya, penyakit jantung
atau paru yang sudah ada sebelumnya juga mempengaruhi untuk terjadinya aritmia di
PACU.1
Bradikardia sering mewakili efek residual dari inhibitor cholinesterase (neostigmine), sintetis
opioid ampuh (sufentanil), atau β-adrenergik bloker (propranolol). Takikardia mungkin
merupakan efek dari agen antikolinergik (atropin), obat vagolytic (pancuronium atau
meperidin), β-agonis (albuterol), refleks takikardia (hydralazine), di samping penyebab yang
lebih umum seperti nyeri, demam, hipovolemia, dan anemia. Selain itu, anestesi-induced
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 25/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
25
depresi fungsi baroreseptor membuat denyut jantung tidak dapat diandalkan sebagai monitor
volume intravaskular di PACU. 1
Denyut prematur atrium dan ventrikel biasanya mewakili hipokalemia, hypomagnesemia,peningkatan tonus simpatik, atau, kurang umum, iskemia miokard. Yang terakhir ini dapat
didiagnosis dengan EKG 12-lead. Tachyarrhythmias supraventricular termasuk takikardia
supraventrikuler paroksismal, flutter atrium, dan atrial fibrilasi biasanya ditemui pada pasien
dengan riwayat aritmia, dan lebih sering ditemui setelah operasi toraks.1
7/27/2019 refrat anest
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-anest 26/26
TERAPI PASCA ANESTESI Maret
2013
Daftar pustaKa
1. Manajemen KompliKasi1. Morgan GE, Murray MJ, Mageds JR. Postanesthesial care dalam Clinical Anethesiology 4th
edition. Mc Graw Hill Company, New York, 2006, hal : 1001-1017.
2. Latief SA, Suryadi K, Dachlan M.R. Tatalaksana pasca anestesi, dalam Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua cetakan ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007, hal: 125-128
3. Gwinnut C.L. Perawatan pascaanestesia dalam Anestesi Klinis edisi ketiga. Alih bahasa oleh
Susanto D. Penerbit buku kodeokteran EGC, Jakarta 2012, hal: 89-109