Refka Meningitis Print

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Infeksi susunan saraf pusat sampai saat ini masih merupakan keadaan yang bisa membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial untuk menyebabkan kerusakan permanen pada pasien hidup. Penyebab infeksi SSP bisa karena virus, bakteri, atau mikroorganisme yang lain. Diagnosis dini juga masih merupakan persoalan, akrena kadang-kadang sukar membedakan apakah penyebabnya virus atau bakteri, kalau hanya dengan pemeriksaan fisis. [1] Meningitis merupakan infeksi akut yang mengenai selaput menigeal yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai oleh adanya gejala spesifik dari SSP yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsangan meningeal, gejala peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala defisit neurologis. [1] Meningitis bakterial adalah peradangan selaput otak yang ditandai dengan demam dengan awitan akut (>38,5ºC rektal atau 38ºC aksilar) disertai dengan satu atau lebih gejala kaku kuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau Brudzinski. Kriteria laboratorium apabila biakan liquor cerebro spinalis (LCS) positif atau biakan negatif namun jumlah sel >10/mm3 , protein >0,6 g/l, perbandingan 1

description

Pediatri

Transcript of Refka Meningitis Print

Page 1: Refka Meningitis Print

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Infeksi susunan saraf pusat sampai saat ini masih merupakan keadaan yang

bisa membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial untuk menyebabkan

kerusakan permanen pada pasien hidup. Penyebab infeksi SSP bisa karena virus,

bakteri, atau mikroorganisme yang lain. Diagnosis dini juga masih merupakan

persoalan, akrena kadang-kadang sukar membedakan apakah penyebabnya virus atau

bakteri, kalau hanya dengan pemeriksaan fisis. [1]

Meningitis merupakan infeksi akut yang mengenai selaput menigeal yang

dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai oleh adanya gejala

spesifik dari SSP yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsangan meningeal, gejala

peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala defisit neurologis.[1]

Meningitis bakterial adalah peradangan selaput otak yang ditandai dengan

demam dengan awitan akut (>38,5ºC rektal atau 38ºC aksilar) disertai dengan satu

atau lebih gejala kaku kuduk, penurunan kesadaran, dan tanda Kernig atau

Brudzinski. Kriteria laboratorium apabila biakan liquor cerebro spinalis (LCS) positif

atau biakan negatif namun jumlah sel >10/mm3 , protein >0,6 g/l, perbandingan

kadar glukosa dalam LCS dan darah <0,5 dan morfologi sel PMN >60%.[2]

Ensefalitis adalah infeksi akut yang mengenai jaringan otak dan selaput otak,

disebabkan terutama oleh berbagai jenis virus, berlangsung self limited dan sebagian

kasus berlangsung berat serta berakibat fatal. Ensefalitis jarang disebabkan oleh

penyebab lain seperti mikoplasma, riketsia, parasit, atau jamur.[3]

1

Page 2: Refka Meningitis Print

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien

Nama : An, MA

Umur : 5 bulan 10 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Orangtua : Ny Suci

Pekerjaan : IRT

Alamat : Palolo

Tanggal Pemeriksaan : 7 April 2015

II. Anamnesis

Keluhan utama :

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien anak laki laki usia 5 bulan masuk dengan keluhan kejang. Kejang

dialami sejak 8 hari SMRS. Kejang terjadi kurang dari 15 menit, tidak disertai keluar

busa dari mulut. Kejang dimulai dari mata yang meninggi kemudian kedua tangan

kejang diikuti dengan kaki yang tersentak-sentak seperti mengayuh, kadang kejang

terjadi hanya pada kedua tangan. Dalam sehari kejang dialami lebih dari 10 kali.

Jarak antara kejang pertama ke kejang berikutnya tidak menentu. Kejang muncul

terutama jika panas dan saat pasien disentuh. Saat panas turun pasien masih

mengalami kejang. Setelah kejang berhenti pasien tidak sadar. Ibu pasien mengaku

pasien akan tampak meregangkan tubuhnya dan kaku setiap digendong (disentuh

punggungnya), pasien sering tampak menguap, dan bola mata selalu bergerak

kekanan dan kekiri.

Pasien juga mengeluhkan demam. Demam dirasakan sejak 11 hari SMRS.

Demam naik turun. Pasien pernah diberikan obat penurun panas dari PUSKESMAS,

panas sempat reda namun naik kembali. Saat panas tinggi, kejang mulai timbul.

2

Page 3: Refka Meningitis Print

Batuk (-), flu (-), sesak nafas (+), mimisan (-), mual (-), Muntah (-). Ibu pasien

mengaku sejak kejang terjadi, pasien menjadi tidak mau menyusu dan pendiam

(tidak pernah menangis). BAK biasa, BAB berwarna kuning, hijau kehitaman. Hal

ini dialami sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat penyakti terdahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Tidak ada

riwayat kejang dalam keluarga

Riwayat kehamilan dan persalinan :

Pasien merupakan anak tunggal. Lahir melalui persalinan normal, dengan

bantuan bidan terlatih dirumah. Berat lahir 2,8 kg, panjang badan 53 cm. Cukup

bulan. Ibu tidak pernah memeriksakan kandungan selama masa kehamilan. Selama

hamil ibu tidak pernah mengalami demam lama atau penyakit lainnya. Nafsu makan

ibu baik selama kehamilan.

Riwayat sosial-ekonomi : menengah

Kemampuan dan keandaian bayi :

Tengkurap : 4 bulan

Mengankat kepala : 4 bulan

Anamnesis makanan

ASI : 0 – sekarang

Susu formula : -

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sakit berat

Berat badan : 5,5 kg

Panjang badan : 63 cm

Status gizi : Gizi kurang (CDC -2 s/d -3)

Tanda Vital

Kesadaran : GCS E2V1M4 (7)

Denyut jantung : 140 kali/menit

3

Page 4: Refka Meningitis Print

Pernapasan : 53 kali/menit

Suhu : 39,10C

Pemeriksaan Sistemik

Kulit : sianosis (-), pucat (+), kuning (-), turgor <2 detik, efloresensi (-)

Kepala :

Bentuk : normocephal Hidung : rhinorrhea (-)

Ubun-ubun : belum menutup, penonjolan (-) Mulut : sianosis (-)

Mata : mata cekung (-) Telinga : otorrhea (-)

Leher :

Kelenjar getah bening : pembesaran (-)

Kelenjar tiroid : pembesaran (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, napas dangkal,

retraksi otot intercosta (+)

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Perkusi : sonor kanan dan kiri

Auskultasi : Bronkovesikuler kanan dan kiri, Ronki (+/+) di apeks paru dekstra

et sinistra, wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-), galop (-)

Abdomen

Inspeksi : abdomen datar

Auskultasi : peristaltik usus (+), kesan menurun

Perkusi : timpani

Palpasi : organomegali (-)

Genitalia : normal

4

Page 5: Refka Meningitis Print

Anggota Gerak : Ekstremitas atas : akral dingin (+), edema (-)

Ektremitas Bawah : akral dingin (+), edema (-)

Otot-otot : eutrofi

Refleks

Fisiologis : -

Patologis : nuchal rigidity (+),

Kernig sign (+)

Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign) (+)

Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign) (-)

Brudzinski III (+)

Brudzinski IV (+)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Darah rutin (9 April 2015) :

- Eritrosit 3,31 106/mm3

- Hemoglobin 7,1 g/dl

- Hematokrit 22,4 %

- Platelet 560 103/mm3

- Leukosit 14,2 103/mm3

Darah rutin (12 April 2015) :

- Eritrosit - 106/mm3

- Hemoglobin 10,4 g/dl

- Hematokrit 32 %

- Platelet 182 103/mm3

- Leukosit 4,4 103/mm3

IV. Resume

Pasien anak laki laki usia 5 bulan masuk dengan keluhan kejang. Kejang

dialami sejak 8 hari SMRS. Kejang terjadi kurang dari 15 menit. Kejang bersifat

fokal. Dalam sehari kejang dialami lebih dari 10 kali. Setelah kejang berhenti pasien

tidak sadar. Pasien sering tampak menguap, dan bola mata selalu bergerak kekanan

5

Page 6: Refka Meningitis Print

dan kekiri.Pasien demam. sejak 11 hari SMRS. Setelah 3 hari demam pasien

mengalami kejang. Sejak mengalami kejang pasien menjadi tidak mau menyusu dan

tidak pernah menangis. BAB berwarna kuning, hijau kehitaman. Hal ini dialami

sejak 1 minggu SMRS. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh tanda vital : nadi 140

x/menit, pernapasan 53 x/menit, suhu 39,1oC. Status gizi : gizi kurang (CDC -2 s/d -

3). Pemeriksaan refleks cahaya (-/-), auskultasi paru ditemukan rhonki (+/+) di apeks

paru dextra et sinistra, auskultasi abdomen peristaltik usus (+) kesan menurun,

ekstremitas bawah teraba dingin. Refleks patologis ; nuchal rigidity (+), Kernig sign

(+), Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign) (+), Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-

Lateral Leg Sign) (-), Brudzinski III (+), Brudzinski IV (+).

V. Diagnosis

Diagnosis kerja : Meningoensefalitis

Diagnosis Banding : - Kejang demam kompleks

- Abses Otak

- Neoplasma otak

VI. Terapi

Nonmedikamentosa : O2 1L/m

Medikamentosa : - KAEN 1 B 24 gtt/m

- Inj. Ceftriaxon 2 x 300 mg IV

- Inj. Deksametason 3 x 1 mg/IV

- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg IV

- Diazepam 1,5 mg IV (jika kejang)

- Drips Diazepam 1 amp/kolf

BAB III

DISKUSI KASUS

6

Page 7: Refka Meningitis Print

Diagnosa meningoensefalitis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan atas

gejala dan tanda klinis berupa adanya demam, kejang, penurunan kesadaran, terdapat

tanda rangsangan meningeal, serta pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan

gambaran yang khas.

Dari anamnesa diketahui bahwa pasien mengalami demam, kejang yang

bersifat fokal, kejang dialami >10 kali dalam 24 jam. Setelah kejang berhenti pasien

tidak sadar. Berdasarkan teori tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik

untuk meningitis bakterial. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi

pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemah dan malas, tidak mau

minum, muntah-muntah, kesadaran menurun, ubun ubun besar, tegang dan

membenjol, leher lemas, respirasi tidak teratur.[2] Diagnosis ensefalitis ditetapkan

berdasarkan atas anamnesis adanya demam (90%), nyeri kepala (80%), gangguan

kejiwaan (70%), kejang (67%), muntah (46%), kelemahan setempat (33%), dan

hilang ingatan (24%).[1] Trias klasik meningitis bakterial diantaranya : demam, sakit

kepala, dan kaku pada leher. [4] Gejala klinis untuk ensefalitis akut adalah trias

demam, sakit kepala dan perubahan status mental. [5]

Pada pemeriksaan fisik diperoleh adanya penurunan kesadaran dengan skor

E2V1M4. bunyi rhonki di apeks paru dextra et sinistra, meningeal sign : nuchal

rigidity (+), Kernig sign (+), Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign) (+), Brudzinski

II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign) (-), Brudzinski III (+), Brudzinski IV (+).

Secara klinis pada umumnya meningitis bakteri timbul diawali dengan demam serta

gejala-gejala infeksi saluran nafas atas atau sistem gastrointestinal yang berlangsung

selama beberapa hari. Gejala-gejala nonspesifik terkait dengan infeksi sistemik yaitu

demam, anoreksia, batuk, mialgia, artralgia, takikardia, hipotensi, patekie, purpura,

dan eritema. Kemudian diikuti dengan adanya gejala rangsangan meningeal yaitu

kaku kuduk, nyeri punggung, tanda Kernig, dan Brudzinski, dan tanda peningkatan

tekanan intrakranial berupa nyeri kepala, muntah, ubun-ubun besar, tegang dan

cembung, sutura meregang, cembung, paralisis NN III dan IV, hiperventilasi atau

apneu, postural dekortikasi atau deserebrasi. Stupor, atau koma. Tanda neurologi

fokal ditemukan dijumpai pada 10-20% disertai oleh kejang bersifat fokal atau

umum disebabkan oleh adanya serebritis, infark atau gangguan elektrolit. [1]

7

Page 8: Refka Meningitis Print

Dari hasil pemeriksaan darah rutin, ditemukan eritrosit 3,31 106/mm3,

Hemoglobin 7,1 g/dl, hematokrit 22,4 %, Platelet 560 103/mm3, leukosit 14,2

103/mm3. Menurut teori Trombosis, eosinofilia dan anemia dapat timbul selama

terapi untuk meningitis. Anemia dapat karena hemolisis dan paling sering ditemukan

pada penyakit H.influenzae. Anemia dapat karena supresi sumsum tulang. Koagulasi

intravaskuler tersebar (DIC) paling sering disertai dengan pola penyajian progresif

cepat dan ditemukan paling sering pada penderita dengan syok dan purpura (purpura

fulminan). kombinasi endotoksin dan hipotensi berat mencetuskan kaskade

koagulasi; bersama trombosis yang sedang berjalan dapat menimbulkan gangren

perifer simetris. [5] Hitung darah lengkap (CBC) dengan diferensial akan

menunjukkan leukositosis polimorfonuklear dengan pergeseran kiri.[6]

Pada pasien ini juga dilakukan pungsi lumbal hanya saja hasilnya tidak valid

dikarenakan waktu pemeriksaan yang lama (1 hari) sejak waktu pengambilan sampel.

Saat dilakukan pungsi lumbal didapatkan cairan serebrospinal keruh, hasil leukosit

sebanyak 1.500/mm3. Jumlah leukosit ini dianggap valid karena diperiksa dalam

waktu 30 menit. Menurut teori angka leukosit CSS pada meningitis bakteri biasanya

naik sampai> 1000 dan menunjukkan dominasi neutrofil (75-95%). CSS keruh ada

bila angka leukosit CSS>200-400. Neonatus normal sehat mempunyai leukosit

sebanyak 30 dan anak yang lebih besar tanpa meningitis virus atau bakteri dapat

mempunyai 5 - 6 leukosit pada CSS. [2]

Untuk memastikan diagnosis meningitis dengan pungsi lumbal dan

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS). Jika CSS keruh dan reaksi Nonne dan

8

Page 9: Refka Meningitis Print

Pandy positif, pertimbangkan meningitis dan segera mulai berikan pengobatan

sambil menunggu hasil laboratorium. Pemeriksaan mikroskopik CSS pada sebagian

besar meningitis menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (PMN) di atas

100/mm3. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram. Tambahan informasi bisa

diperoleh dari kadar glukosa CSS (rendah: < 1.5 mmol/liter), protein CSS (tinggi: >

0.4 g/l), dan biakan CSS (bila memungkinkan)[4].

Pasien datang dalam keadaan penurunan kesadaran, oleh karenannya untuk

membina masukan yang baik, pasien perlu langsung mendapat cairan intravena.[2]

Pasien juga diberikan transfusi packed red cell karena kadar hemoglobin pasien yang

rendah. Pada pasien ini diberikan terapi antikonvulsivus berupa drips diazepam 1

ampul dalam 1 kolf cairan KAEN 1B, injeksi sibital 10 mg (diberikan pada hari ke

3). Menurut teori bila anak masuk dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2

– 0,5 mg/kg BB secara intravena perlahan-lahan, apabila anak kejang belum berhenti

pemberian diazepam dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang

berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20 mg/kg

BB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis rumat 4-5 mg/kg BB/ hari.[1]

Pasien mendapatkan terapi antibiotik, yaitu kombinasi Ceftriaxon 2 x 300

mg/IV dan Gentamicin 2x20 mg/IV. Menurut teori penggunaan antibiotik terdiri dari

2 fase yaitu fase pertama sebelum ada hasil biakan dan uji sensitivitas. Pada fase ini

pemberian antibiotik secara epirik.[1] Sebagian besar panduan merekomendasikan

penggunaan sefalosporin generasi ketiga bersamaan dengan vancomycin sebagai

terapi antibiotik awal. Cefotaxim dan ceftriaxon memiliki aktivitas yang baik

terhadap semua jenis strain Hib dan N. Meningitidis.[7] Pengobatan fase kedua setelah

ada hasil biakan dan uji sensitivitas disesuaikan dengan kuman dan obat yang serasi. [2] Dalam kasus ini pasien tidak dilakukan kultur CSF.

Beberapa terapi suportif juga diberikan pada pasien ini diantaranya

Paracetamol drips 50 cc yang diberikan sebagai terapi simtomatik apabila anak

demam. Pemberian susu formula melalui pipa nasogastrik sebanyak 60 cc setiap 3

jam/24 jam.

Pasien juga mendapatkan kortikosteroid yaitu dexametason 3 x 1 g/IV. Pada

penelitian terbukti bahwa steroid dapat mengurangi produksi mediator inflamasi

seperti sitokin, sehingga dapat mengurangi kecacatan neurologis seperti paresis dan

9

Page 10: Refka Meningitis Print

tuli. Dan diberikan pada pasien ringan dan sedang, dan diberikan 15-20 menit

sebelum pemberian antibiotik. Kortikosteroid yang memberikanhasil yang baik ialah

deksametason dengan dosis 0,6 mg/ kgBB/ hari selama 4 hari. [1]

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor :

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme penyebab

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit

5. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

6. Kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan. [1]

Kebanyakan anak sembuh secara sempurna dari infeksi virus, walaupun

prognosis tergantung pada keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur

anak. Jika penyakit klinis berat dan bukti adanya keterlibatan banyak parenkim,

prognosis jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik,

psikiatrik, epileptik penglihatanatau pendengaran. [6]

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 11: Refka Meningitis Print

1. Soetomenggolo. S. Taslim., Ismael, Sofyan. Buku Ajar Neurologi Anak. 2010.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2. Novariani, Muriana. Herini, S Elisabeth, Patria, Y, Suryono. Faktor resiko

Sekuele meningitis bakterial Pada Anak. 2008. 9(5);342. Sari pediatri.

3. Widagdo, Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. 2012. Jakarta :

Sagung Seto.

4. Hasbun, Rodrigo dkk. 2014. Meningitis. Medscape. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview

5. Long SS. 2011. Encephalitis diagnosis and management in the rel

world.153(73); 697. diakes dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21120725

6. Behrman, Kligman. Arvin Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi 15. 2000.

Jakarta : EGC.

7. Tacon. L. Catherine., Flower Oliver. Diagnostic and Management of Bacterial

Meningitis in The Pediatric Populaion: A Review. Hindawi Publishing

Corporation. 2012.

11