Refka Obgyn

91
PENDAHULUAN Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut dan 280 juta orang sebagai carrier di dunia setiap tahunnya. 1,3 Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak balita. Di Afrika, kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20—40% bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah. 1,3,4 Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga merupakan daerah endemis malaria. Di daerah endemik, malaria diperkirakan bertanggung jawab atas 20% dari berat badan lahir rendah 1

description

1

Transcript of Refka Obgyn

Page 1: Refka Obgyn

PENDAHULUAN

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh

dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang

termasuk Indonesia. Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut

dan 280 juta orang sebagai carrier di dunia setiap tahunnya.1,3

Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin,

tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam

kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan

penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan

kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan

diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak

balita. Di Afrika, kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak

1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20—40% bayi yang dilahirkan

mengalami berat lahir rendah.1,3,4

Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai

juga merupakan daerah endemis malaria. Di daerah endemik, malaria diperkirakan

bertanggung jawab atas 20% dari berat badan lahir rendah (BBLR) bayi dan faktor

resiko terbesar pada mortalitas bayi.1,5

Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita

hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 % dari seluruh

kehamilan. Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm merupakan komplikasi

yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan infeksi hepatitis. Hepatitis dapat

disebabkan oleh virus, obat-obatan dan bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang

hampir sama. Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus

hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan

komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB & VHE).17

1

Page 2: Refka Obgyn

Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan 20

% dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi kanker hati

primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu bayi yang lahir dari ibu

carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan immunoglobulin dan vaksin

hepatitis B.

Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria dan hepatitis B selama

kehamilan perlu mendapat perhatian khusus dalam memahami diagnostik dan

penanganan malaria dan hepatitis B pada ibu hamil untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas untuk ibu dan janinnya.1,3

MALARIA PADA KEHAMILAN

A. DEFINISI

2

Page 3: Refka Obgyn

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit

Protozoa dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran

limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ

misalnya otak, hati, dan ginjal. Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar

mengikuti gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia

Tenggara. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi, dan berasal

dari kata Italia malaria atau “udara kotor” dan disebut juga demam Romawi.

B. EPIDEMIOLOGI

Setiap spesies Plasmodium memiliki daerah endemik tertentu walaupun

seringkali memiliki geografi yang saling tumpang tindih. Infeksi malaria tersebar

pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika Selatan, Amerika Tengah,

Hispaniola, India, Timur Tengah dan daerah Oceania dan Kepulauan Caribia. Lebih

dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta

dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu

Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura,

Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar

dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik. Walaupun demikian, di negara

tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang diimpor karena pendatang dari

negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.2,4

Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai pada

semua negara dengan malaria. Di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya

Plasmodium Falciparum. Adapun Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin. Di

Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium

Falciparum dan Plasmodium Vivax. Plasmodium Ovale biasanya hanya di Afrika.4

3

Page 4: Refka Obgyn

Gambar 1. Peta Penyebaran Infeksi Malaria (Diambil dari Kepustakaan 7)

Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai

ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta

Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium Falciparum

dan Plasmodium Vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau,

Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4

Di daerah endemik malaria, wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit

malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena

kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan

prevalensi densitas parasit malaria berat. Laporan dari berbagai negara menunjukan

insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75%

yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76%.

Adapun kematian ibu hamil akibat malaria di benua Afrika mencapai puluhan ribu

tiap tahunnnya, 8-14 % ibu hamil melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah,

selain itu 3-8% mengalami kematian janin dalam rahim.

Di Indonesia sendiri, angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi

terutama di daerah Indonesia Timur. Di daerah endemis malaria masih sering terjadi

letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria. Di daerah Timika, 20% ibu hamil yang

melahirkan positif malaria. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

4

Page 5: Refka Obgyn

tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria dan 56,3 juta

penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemik malaria sedang sampai tinggi

dengan 15 juta kasus malaria klinis dan 43 ribu di antaranya meninggal. Dari data-

data yang lain, jumlah penderita malaria cenderung mengalami kenaikan

pertahunnya. Tahun 2006, wabah malaria dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa

(KLB) di 7 provinsi, 7 kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa dengan jumlah penderita

mencapai 1.107 orang, 23 di antaranya meninggal. Tahun berikutnya (2007) KLB

terjadi di 8 provinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, dan 30 desa, dengan jumlah

penderita mencapai 1.256 orang dan mengakibatkan 74 penderitanya meninggal

dunia.

C. ETIOLOGI

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.4,6

Gambar 2. Plasmodium spp. (Diambil dari Kepustakaan 6)

Empat species Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah: 2,4,6

1. Plasmodium vivax. Spesies ini cenderung menginfeksi sel-sel darah merah yang

muda (retikulosit), dengan demikian menyebabkan tingkat parasitemia yang lebih

rendah. Kira-kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia disebabkan oleh

Plasmodium vivax. Dari semua pasien yang terinfeksi P. vivax, 50% gejala

berulang dalam beberapa minggu sampai 5 tahun setelah gejala awal. Ruptur

limpa mungkin berhubungan dengan infeksi sekunder P. vivax, yakni

splenomegali yang merupakan hasil sekuestrasi sel darah merah.

5

Page 6: Refka Obgyn

2. Plasmodium malariae. Mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel-sel

darah merah yang tua. Seseorang yang terinfeksi jenis Plasmodium ini biasanya

tetap asimptomatik untuk jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan orang

yang terinfeksi P. vivax dan P. ovale. Kekambuhan biasanya terjadi pada

penderita P. malariae dan berhubungan dengan sindrom nefrotik yang mungkin

akibat dari pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus.

3. Plasmodium ovale. Predileksinya dalam sel-sel darah merah mirip dengan

Plasmodium vivax (menginfeksi sel-sel darah muda) walaupun gejalanya lebih

ringan karena parasitemianya lebih ringan. P. ovale sering sembuh tanpa

pengobatan. Ada juga seorang penderita terinfeksi lebih dari satu spesies

Plasmodium secara bersamaan.

4. Plasmodium falciparum yang sering menjadi malaria cerebral dengan angka

kematian yang tinggi. Merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala usia

(baik  muda maupun tua) sehingga menyebabkan tingkat parasitemia jauh lebih

tinggi dan cepat (> 5% sel darah merah terinfeksi). Spesies ini menjadi penyebab

50% malaria di seluruh dunia. Sekuestrasi merupakan sifat khusus dari P.

falciparum. Selama berkembang dalam 48 jam, parasit terebut melakukan proses

adhesi yang menyebabkan sekuestrasi parasit pada pembuluh darah kecil. Karena

hal tersebut, hanya bentuk awal yang dapat dilihat pada darah tepi sebelum

sekuestrasi berlangsung, hal ini merupakan petunjuk diagnostik penting seorang

pasien terinfeksi P. falciparum. Sekuestrasi parasit dapat menyebabkan

perubahan status mental dan bahkan koma. Selain itu, sitokin dan parasitemia

berkontribusi pada organ target. Gangguan pada organ target dapat berlangsung

sangat cepat dan secara khusus melibatkan sistem saraf pusat, paru-paru, dan

ginjal.

Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.

Terdapat lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67 spesies yang

terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia. Di setiap daerah

6

Page 7: Refka Obgyn

dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau paling banyak 3 spesies

Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies.6

Gambar 3. Anopheles Betina (Diambil dari kepustakaan 8)

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium

Falciparum dan Plasmodium Vivax atau campuran keduanya, sedangkan Plasmodium

Malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Plasmodium ovale

ditemukan di Papua. Morfologi spesies Plasmodium dapat dibedakan dari

pemeriksaan apusan darah. P. falciparum dibedakan dari jenis Plasmodium lainnya

oleh tingkat parasitemia dan bentuk gametosit yang menyerupai pisang.2,6

D. PATOGENESIS PENYAKIT MALARIA

1. Siklus Hidup Aseksual Plasmodium

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina masuk ke

dalam darah manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh

menit, parasit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium

eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati, parasit tumbuh menjadi

skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung

spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan

bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki

eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung

selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak

langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman

yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-

7

Page 8: Refka Obgyn

tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga

dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).1,9

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah.

Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar,

bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang

menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan

membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel

darah merah pecah yang menyebabkan penderita demam. Selanjutnya merozoit,

pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel

darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit

memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu

bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni

darah.1,2,9

2. Siklus Hidup Seksual Plasmodium

Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles

betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama

darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti

yang bergerak ke pinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti

cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena

masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot

berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus

lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet

membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan

beberapa sporozoit menembus kelenjar liur nyamuk dan bila nyamuk

menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah

siklus preeritrositik.1,9

8

Page 9: Refka Obgyn

Gambar 4. Siklus Seksual Plasmodium (Diambil dari kepustakaan 8)

P. falciparum dapat menyebabkan malaria serebral, edem paru, anemia dan

gangguan ginjal. Hal tersebut akibat kemampuan menginfeksinya yang hebat

dengan melekat dan bertahan pada dinding sel endotel dan menyebabkan obstruksi

vaskular. Ketika sel darah merah terinfeksi P. falciparum, organisme tersebut

menghasilkan protein yang berikatan dengan sel endotelial. Hal tersebut

menyebabkan sel darah merah menyumbat pembuluh darah di berbagai bagian

tubuh menyebabkan kerusakan mikrovaskuler dan memperberat kerusakan yang

ditimbulkan parasit.8

9

Page 10: Refka Obgyn

Gambar 5. Siklus hidup Plasmodium (Diambil dari Kepustakaan 2)

E. RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI MALARIA

Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan

imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper

(CD4+) dan sitotoksik (CD8+), sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya

dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN dan TNF) dan subset Th-2

(menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan

imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator membantu produksi antibodi

dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk

fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan

IFNƔ.4,6

Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang

berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+.

Selanjutnya sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan

menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig

10

Page 11: Refka Obgyn

tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1

menghasilkan IFNƔ dan TNFα yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti

makrofag dan monosit serta sel NK.6

F. MALARIA DALAM KEHAMILAN

Penyakit malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.

Perubahan fisiologis pada kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria

mempunyai efek sinergis pada kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah

masalah baik bagi ibu hamil, janin maupun dokter yang menanganinya. Malaria pada

kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies Plasmodium, tetapi Plasmodium

falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat

terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya. Pengaruh malaria selama

kehamilan membahayakan hasil kehamilan yang melibatkan ibu dan janin. Gejala dan

komplikasi malaria selama kehamilan berbeda-beda tergantung pada intensitas dan

berhubungan langsung dengan tingkat imunitas ibu hamil.3,4,11

1. Pengaruh pada Ibu

Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan

tergantung pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan

paritas dimana gejala malaria akan lebih berat pada primigravida dan menurun

seiring jumlah paritas karena kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.3

Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasit dalam jumlah

banyak (tinggal di daerah epidemik atau transmisi malaria rendah), seringkali

menjadi sakit bila terinfeksi oleh parasit pertama kali. Ibu hamil yang tinggal di

daerah dengan transmisi rendah mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lipat untuk

menjadi sakit yang berat dibandingkan dengan perempuan dewasa tanpa

kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit malarianya

sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa timbul pada

11

Page 12: Refka Obgyn

kehamilannnya adalah meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah,

prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan kematian janin.4,6

Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi, kebanyakan

ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami

infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering

adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin

biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan

gangguan pada daya tahan neonatus.4,6

2. Pengaruh pada Janin

Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan

mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian

maternal. Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat

menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin sehingga terjadi malaria

kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan

mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta

yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.3

Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit ke janin. Oleh

sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi

transmisi malaria intra-uretrin ke janin walaupun mekanisme transplasental dari

parasit ini masih belum diketahui.3

Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan

terjadi pada malaria berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali, walaupun

apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas juga masih belum

diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin karena

terganggunya transfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi

(hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah Tumor

Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh

12

Page 13: Refka Obgyn

antigen merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai kelainan

pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan abortus.11,12

Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi.

Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit

yang terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit.

Hal ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang

biak, seperti pada kapiler alat dalam lainnya.11,12,13

Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan

berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini

mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau

keduanya akibat berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin.

Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah

multifaktor.11,13

Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi

pada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan

peningkatan paritas ibu. Demikian pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas

ibu, ini dapat diterangkan bahwa pada multigravida kekebalan pada ibu telah

dibentuk dan meningkat.5,13

G. IMUNITAS WANITA HAMIL YANG TERINFEKSI MALARIA

Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta

sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi.

Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistem imun baik humoral maupun seluler

selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai "benda asing" di

dalam tubuh ibu. Supresi sistem imun selama kehamilan berhubungan dengan

keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama

kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain

itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.6

13

Page 14: Refka Obgyn

H. HISTOPATOLOGI

Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di

dalam:4

- Darah maternal

- Darah plasenta/melalui biopsi.

Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit berparasit dijumpai di

plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit

plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat

dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit dan

pigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen,

infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting), nekrosis fibrinoid,

kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas.6

Gambar 6. Histologi Plasenta Penderita Malaria yang Menunjukkan Bentuk Cincin-cincin yang Berimpah/Parasitemia Plasmodium falciparum (Diambil dari kepustakaan 12)

Prevalensi malaria plasenta lebih tinggi pada primigravida dibandingkan

multigravida. Penyebaran malaria ke janin diperkirakan dicegah karena adanya adhesi

parasit ke kondroitin sulfat A yang ada dalam plasenta. Oleh karena itu, jumlah

parasit dalam plasenta jumlahnya lebih besar ditemukan dibandingan dalam darah

perifer. Namun sawar plasenta tidak mampu mencegah transmisi malaria sepenuhnya,

terutama jika terdapat perlukaan plasenta yang dicetuskan selama persalinan atau

telah ada infeksi lain sebelumnya.12

14

Page 15: Refka Obgyn

Bila terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan

membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan

akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah

penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila

villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit berparasit

dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan

abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah.6

I. GAMBARAN KLINIS

Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan

proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau

toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan

parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam

periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal seperti malaise,

sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan. Namun sebenarnya

efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat kekebalan ibu hamil

terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan

dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi

menjadi 2 golongan besar:6

1. Stable transmission/transmisi stabil, atau endemik (contoh: Afrika Sub-Sahara).

Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima

gigitan nyamuk infektif setiap bulannya. Kekebalan terhadap malaria terbentuk

secara signifikan.

2. Unstable transmission/transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh:

Asia Tenggara dan Amerika Selatan). Orang-orang di daerah ini jarang terpapar

malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun.

Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan

mengalami peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada

15

Page 16: Refka Obgyn

wanita hamil meningkat 30—40% dibandingkan wanita tidak hamil), peningkatan

kepadatan (densitas) parasitemi perifer, serta menyebabkan efek klinis lebih sedikit,

kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang sering terjadi pada

primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga menyebabkan akibat serius

bagi ibu dan janin.6

Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang

sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria,

kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin,

kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di

daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamil yang

menderita malaria berat di daerah yang sama.6

J. DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN

Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik)

bervariasi dari Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan

demam tinggi, sampai Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada

ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).

Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas,

mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga tidak menimbulkan

gejala, misal demam dan tidak dapat didiagnosis klinik.6

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

1. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi

Pada anamnesis:1,4

- Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis

malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala

lain.

- Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu

terakhir.

- Riwayat tinggal di daerah malaria .

16

Page 17: Refka Obgyn

- Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria.

Pada pemeriksaan fisik:6

- Suhu > 37,5oC

- Dapat ditemukan pembesaran limpa

- Dapat ditemukan anemi

- Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu

menggigil (15-60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam).

Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai

imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan

tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat

juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala,

mialgia, sakit perut, mual/muntah, dan diare.1,4,6

2. Malaria klinis berat/dengan komplikasi

Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk

malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan segera

dan intensif. Oleh karena itu, pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala malaria

berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan

mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat

adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini

menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah

kekuatan diagnosis. WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya

P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa

komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu:4,6

- Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)

- Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)

- Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)

- Udem paru/ARDS

- Jaundice (bilirubin > 3 mg%)

17

Page 18: Refka Obgyn

- Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)

- Asidosis metabolik

- Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.

- Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.

- Hemoglobinuri

- Kelemahan yang sangat (severe prostration)

- Hiperparasitemi

- Hiperpireksi (suhu > 40oC)

Malaria falciparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi

berat(complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya. Semua wanita

hamil yang menderita malaria harus diskrining HIV sebagai koinfeksi malaria

dan karena HIV meningkatkan kematian bayi secara signifikan.4,12

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit

malaria karena selain dapat mengidentifikasi adanya parasit, juga dapat

mengidentifikasi jenis Plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung

jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui. Pada umumnya apusan

darah tepi dan tebal harus dilakukan. Jika apusan darah awal negatif, spesimen baru

harus diperiksa dalam interval 6 jam. Diantara pasien malaria, 5—7% terinfeksi lebih

dari satu spesies Plasmodium.1,2,9

Pemeriksaan dengan mikroskop:4,6

- Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit

- Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi

- Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)

Pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dipuskesmas/lapangan/rumah

sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan

parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah. Identifikasi pemeriksaan

18

Page 19: Refka Obgyn

ini sangat bergantung pada pengalaman ahli mikroskopi yang mengetahui morfologi

parasit.1,9

Gambar 7. Merozoit pada Darah Perifer. Beberapa merozoit telah berpenetrasi ke membran eritrosit dan memasuki sel (Diambil dari kepustakaan 2)

Gambar 8. Bentuk Trofozoit (kiri), Skizon Matur dalam Eritrosit (kanan) (Diambil dari kepustakaan 2)

Metode diagnostik yang lain adalah:6

- Deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test

- Tes radio immunologik (RIA)

- Tes immuno enzimatik (ELISA)

Para wanita hamil yang tinggal di daerah yang banyak terdapat malaria

berada dalam risiko tinggi dan risiko tersebut bahkan semakin besar dalam dua bulan

setelah mereka melahirkan. Di masa lalu, kita sering menduga bahwa peningkatan

kepekaan terhadap malaria pada para wanita hamil akan berakhir seiring dengan

terjadinya kelahiran. Ternyata dibandingkan dengan setahun sebelum mereka hamil,

para wanita memiliki kemungkinan sekitar 4 kali lebih besar untuk terjangkit malaria

dalam 60 hari setelah melahirkan.6

19

Page 20: Refka Obgyn

K. KOMPLIKASI MALARIA DALAM KEHAMILAN

1. Anemia

Menurut defini WHO, anemia dalam kehamilan adalah bila kadar

hemoglobin (Hb) < 11 g/dL. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan

kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasetimia, terbesar terjadi pada

primigravida dan berkurang sesuai dengan peningkatan paritas.3 Malaria dapat

menyebabkan atau memperburuk anemia. Hal ini disebabkan:1,2

1. Hemolisis eritrosit yang terinfeksi parasit

2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil

3. Penekanan hematopoeisis

4. Peningkatan klirens sel darah merah oleh limpa

5. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat yang mampu

memperberat anemia.

Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara

usia kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat

memperberat anemia ini. Brabin (1990) menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa

makin rendah nilai Hb-nya, dan anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan

sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan

rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum

minggu ke 20 usia kehamilan. Seiring dengan berlangsungnya infeksi, parasit tersebut

dapat menyebabkan trombositopenia. Laporan WHO menyatakan bahwa anemia

berpengaruh terhadap morbiditas ibu hamil dan secara tidak langsung dapat

menyebabkan kematian ibu dengan meningkatnya angka kematian kasus yang

disebabkan oleh pendarahan setelah persalinan.1,2,3

Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas

maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca

persalinan secara tidak langsung akibat perubahan hemodinamik. Transfusi yang

terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler dan edema paru berat.4,6

20

Page 21: Refka Obgyn

2. Hipoglikemia

Mekanisme terjadinya hipoglikemi sangat kompleks dan belum diketahui

secara pasti. Komplikasi hipoglikemia lebih sering ditemukan pada wanita hamil

daripada yang tidak hamil. Diduga pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme

karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia, terutama

trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya hanya dari

glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih cepat sehingga

menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita hamil terjadi

peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine)

sehingga pembentukan insulin bertambah.2,3

Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik

dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala

infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi sebagian

pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan

kesadaran, pingsan, bahkan sampai koma yang hampir menyerupai gejala malaria

serebral. Bila sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena malaria

serebral maka komanya akan lebih dalam lagi. Penderita ini bila diinjeksikan glukosa

atau diinfus dengan dekstrosa maka kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena

hiperinsulinemi, keadaan hipoglikemi dapat kambuh dalam beberapa hari. Oleh

karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang

mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali

dan sebaiknya monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.1,3

Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis dan

pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat. Hipoglikemia

maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.4,6

3. Edema paru akut

Mekanisme terjadinya edema paru masih belum diketahui secara pasti,

kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan sel

21

Page 22: Refka Obgyn

darah merah yang terinsfeksi. Keadaan edema paru akut bisa ditemukan saat pasien

datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih

sering pada trimester 2 dan 3 dan setelah persalinan.1,3

Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan

adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan

risiko mortalitas. Gejalanya mula-mula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian

terjadi dispneu dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam.3

4. Imunosupresi

Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi

menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat

menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis

imunoglobulin. Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab

imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat

terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria. Infeksi malaria

yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi. Pasien juga lebih sering

mengalami demam paroksismal dan relaps.1,13

Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia

algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena

imunosupresi ini.1,13

5. Gagal Ginjal

Hemoglobinuri (blackwater fever) merupakan kondisi urin yang berwarna

gelap akibat hemolisis sel darah merah dan parasitemia yang hebat dan sering

merupakan tanda gagal ginjal.2

6. Risiko Terhadap Janin

Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam,

insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat

menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum

22

Page 23: Refka Obgyn

dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih

serius (dilaporkan insidensinya mortalitasnya l5,7% vs 33%). Akibatnya dapat

terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi

plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah

dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat

menyebabkan malaria kongenital.1,14

7. Malaria kongenital

Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5%

kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta

dapat melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun dapat

terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar quinine

plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar

subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin. Keempat spesies

plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah

P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah

minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja

dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh,

infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.1

L. PENANGANAN MALARIA SELAMA KEHAMILAN

1. Pencegahan Transmisi

a) Kemoprofilaksis

Kesadaran akan resiko menderita malaria pada ibu hamil sangat

penting. WHO dan CDC merekomendasikan bahwa wanita hamil jangan

bepergian ke wilayah endemik malaria. Kemoprofilaksis dapat mengurangi

anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir terutama pada kelahiran

pertama. Resiko malaria dan konsekuensi bahayanya tidak meningkat selama

kehamilan kedua pada wanita yang menerima kemoprofilaksis selama

23

Page 24: Refka Obgyn

kehamilan pertama. Pemberian obat profilaksis selama kehamilan dianjurkan

untuk megurangi resiko transmisi diantaranya dengan pemberian klorokuin

basa 5 mg/kgBB (2 tablet) sekali seminggu, tetapi untuk daerah yang resisten,

klorokuin tidak dianjurkan pada kehamilan dini, namun dapat diganti dengan

meflokuin. Obat lain yang sering digunakan untuk profilaksis adalah

kombinasi sulfadoksin-pirimetamin dengan dosis digunakan dosis 1 tablet

perminggu, tetapi tidak dianjurkan untuk trimester pertama karena

pirimetamin dapat menyebabkan teratogenik.1,3,6,12

Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat

mengurangi malaria falciparum sampai 85% dan malaria vivax sampai 100%.

Profilaksis klorokuin menurunkan infeksi plasenta yang asimptomatik

menjadi 4% bila dibandingkan tanpa profilaksis sebanyak 19%.1,5,13

b) Mengurangi Kontak dengan Vektor

Pemakaian kelambu, insektisida, atau keduanya dinilai efektif untuk

menurunkan jumlah kasus malaria pada ibu hamil dan neonatus khususnya

densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria. Penelitian di Afrika

menunjukkan bahwa pemakaian kelambu setiap malam menurunkan kejadian

berat badan lahir rendah atau bayi prematur sebanyak 25%. Adapun pada

wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa pemakaian kelambu efektif dalam

mengurangi anemia maternal dan parasitemia densitas tinggi. Kelambu sangat

disarankan terutama pada kehamilan dini dan bila memungkinkan selama

kehamilan.1,3,5,13

c) Vaksinasi

Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen protektif

pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari sporozoit,

merozoit, dan gametosit. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang aman

dan efektif untuk penanggulangan malaria. Kemungkinan penggunaan vaksin

yang efektif selama kehamilan baru muncul dan perlu pertimbangan yang

24

Page 25: Refka Obgyn

kompleks. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin

untuk mencegah malaria selama kehamilan, yaitu:3

a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan

b. Tahap siklus hidup parasit

c. Waktu pemberian vaksin

2. Terapi Malaria

Pemberian obat anti malaria tergantung pada diagnosis dini dan

pengobatan klinis segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas

kemoterapi pada wanita hamil tampak kurang memuaskan karena pada wanita

dengan imun infeksi berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan

rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan segera ternyata

belum dapat mencegah perkembangan anemia pada ibu dan juga berkurangnya

berat badan lahir bayi. Obat-obat antimalaria yang sering digunakan tidak

merupakan kontraindikasi bagi perempuan hamil. Beberapa obat anti malaria

yang lebih baru memiliki aktivitas antifolat sehingga secara teoritis dapat

berperan menyebabkan anemia megaloblastik dan kecacatan pada kehamilan

dini. Akan tetapi, perlu dipikirkan pada daerah dengan resisten klorokuin,

kesehatan ibu adalah yang utama sehingga pemakaian obat yang efektif

membunuh parasit tetap dianjurkan bila kondisi ibu memburuk.1,3,513

Antimalaria dalam kehamilan:1,5,13,14

Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether

Trimester dua : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine

Trimester tiga : sama dengan trimester 2

Kontraindikasi : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah:14

Lini pertama : artemisin parenteral (+ amidokuin + primakuin)

Lini kedua : kina parenteral ( + primakuin + doksisiklin/tetrasiklin)

25

Page 26: Refka Obgyn

Lini Pertama15

a) Artesunat injeksi untuk penggunanan di rumah sakit atau puskesmas perawatan.

Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dalam 0,6 ml

natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam 3-5 ml dextrose 5%. Pemberian secara

bolus intravena selama 2 menit. Loading dose 2,4 mg/kgBB I.V setiap hari

sampai hari ke 7. Bila penderita sudah dapat minum obat diganti dengan

artesunat oral.

b) Artemeter untuk penggunaan lapangan atau puskesmas.

Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara intramuskularselama

5 hari. Dosis dewasa 160 mg (2ampul) I.M pada hari ke-1 diikuti 80 mg (1

ampul) I.M pada hari ke-2 sampai ke-5.

Lini Kedua15

a) Kuinin (Kina) per infus (drip) : kina 25% dosis 10 mg/kgBB atau 1 ampul (2ml

=500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose dalam NaCL dalam 8 jam, diulang

setiap 8 jam dengan dosis yang sama samapi penderita bisa minum obat atau

dengan dosis yang sama diberikan selama 4 jam kemudian tanpa obat selam 4

jam. Demikian 3 kali dalam 24 jam, sampai penderita dapat minum obat.

b) Obat kina maksimum diberikan per infus selama 3 hari. Kalau belum bisa minum

dilanjutkan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis maksimum per hari 2.000 mg.

Bila sudah dapat minum dilanjutkan dengan kina tablet dengan dosis 10

mg/kgBB/kali, 3 kali sehari.

3. Penanganan Komplikasi Malaria

a) Edem paru akut1,15

Pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi setengah

duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator bila

diperlukan.

b) Hipoglikemia1,15

26

Page 27: Refka Obgyn

Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%. Bila

sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg

intramuskuler. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah

rekurensi hipoglikemia.

c) Anemia1,15

Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%. Anemia yang

signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah. Sebaiknya

diberikan packed red cells daripada whole blood untuk mengurangi tambahan

volume intravaskuler.

d) Gagal Ginjal1,15

Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi

atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian

cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila diperlukan.

e) Syok septikemia1,15

Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia dll, sering

menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien tersebut

dapat mengalami syok septikemia, yang disebut ’algid malaria’.

Penanganannya adalah dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga,

pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.

f) Transfusi ganti1,15

Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk

menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan

packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia yang

sangat berat (membantu membersihkan) dan impending odema paru

(membantu menurunkan jumlah cairan).

4. Penanganan saat persalinan

27

Page 28: Refka Obgyn

Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat malaria

pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin.

Malaria falciparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan risiko mortalitas

yang tinggi. Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa terdeteksi. Oleh

karena itu perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan untuk wanita hamil

dengan malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif. 1,15

Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan

persalinan prematur. Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya berhubungan

dengan tingginya demam. Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak

terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus

dan denyut jantung janin untuk menilai adanya ancaman persalinan prematur

dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi lambat pada janin yang

berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan adanya gawat

janin. Harus diupayakan segala cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan

cepat, baik dengan kompres, pemberian antipiretika seperti parasetamol, dll. 1,14

Pemberian cairan dengan seksama juga merupakan hal penting. Hal ini

disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua

keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus

parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan transfusi ganti. 1,15

Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan. Kala II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat

indikasi pada ibu atau janin. Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi

obstetrik. 1,15

28

Page 29: Refka Obgyn

HEPATITIS-B PADA KEHAMILAN

A. DEFINISI

Hepatitis adalah peradangan hati. Hepatitis B adalah peradangan hati yang

disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB).18

B. ETIOLOGI

HBV digolongkan sebagai famili hepadnavirus. Sifat penting hepadnavirus.19

1. Virion: keseluruhan diameter sekitar 42 nm (nukleokapsid 18 nm).

2. Genom: satu molekul DNA untai ganda, sirkular, dan berukuran 3,2 kbp. Pada

virion, untai DNA negative adalah panjang keseluruhan dan untai DNA positif

hanya sebagian. Kekosongan yang ada harus dilengkapi pada awal siklus replikasi.

3. Protein: dua polipeptida mayor (satu mengalami glikosilasi) terdapat dalam

HBsAg, satu polipeptida terdapat dalam HBcAg.

4. Selubung: mengandung HBsAg dan lipid.

5. Replikasi: dengan memakai salinan RNA intermediet genom DNA (HBcAg dalam

nucleus, HBsAg dalam sitoplasma). Kedua virus matang dan partikel sferis 22 nm

terdiri dari HBsAg yang disekresi dari permukaan sel.

6. Ciri khas yang menonjol: family tersusun atas banyak jenis yang menginfeksi

manusia dan hewan tingkat rendah (missal, woodchucks, tupai, bebek).

Menyebabkan hepatitis akut dan kronik, sering berkembang menjadi keadaan

pembawa permanen dan karsinoma hepatoselular.

C. EPIDEMIOLOGI

Hepatitis B tersebar di seluruh dunia. Cara penularan dan respons terhadap

infeksi bervariasi, bergantung pada usia saat infeksi. Kebanyakan orang yang

terinfeksi saat bayi mengalami infeksi kronik. Bila terkena saat dewasa, mereka

mudah terkena penyakit hati dan beresiko tinggi mengalami karsinoma hepatoselular.

Terdapat lebih dari 250 juta carrier, sekitar 1 juta di antaranya hidup di Amerika

29

Page 30: Refka Obgyn

Serikat, 25% carrier mengalami hepatitis kronik aktif. Diseluruh dunia, 1 juta

kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit hati akibat HBV dan karsinoma

hepatoselular.19

Tidak ada kecenderungan musiman untuk infeksi HBV dan tidak ada predileksi

tinggi untuk setiap kelompok usia, meskipun ada kelompok tertentu yang beresiko

tinggi seperti pada kelompok orang dengan penyalahgunaan obat parenteral, orang-

orang yang dilembagakan, petugas kesehatan, penerima transfusi berulang, pasien

transplantasi organ, pasien dan petugas hemodialisis, orang dengan promiskuitas, dan

bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B. Sejak diberlakukan kewajiban penapisan

pada pendonor darah terhadap HBsAg, jumlah kasus hepatitis yang disebabkan oleh

transfusi secara dramatis telah menurun. Orang terinfeksi melalui spuit, jarum, atau

scalpel yang tidak disterilisasi secara baik dan bahkan akibat pembuatan tato atau

tindik telinga. Perkiraan rasio infeksi anikterik terhadap ikterik dilaporkan 4:1.19

Menurut tingginya prevalensi infeksi VHB, WHO menggolongkan 3 (tiga)

macam daerah yaitu daerah dengan endemisitas tinggi 10-15%, daerah dengan

endemisitas sedang yaitu 2-10%, daerah dengan endemisitas rendah kurang dari 2%.

20 Negara endemisitasnya tinggi terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea.

Prevalensi VHB berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Prevalensi

terendah didapatkan di Amerika Utara dan di Eropa Barat dimana infeksi tersebut

didapatkan pada 0,1-0,5%. Penduduk di Asia Tenggara dan Afrika Sahara 5-20%

penduduk mengidap infeksi ini. Prevalensi infeksi VHB tertinggi didapat di Pulau

Rapa di Samudera Atlantik dimana 50% dari penduduk jadi pengidap. Data

prevalensi HBsAg sangat bervariasi di Indonesia. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa prevalensi HBsAg ditemukan lebih tinggi dari 10% di luar Pulau Jawa yaitu:

Bali, Lombok, Sumbar, Irian Jaya. Hal ini dapat dimengerti karena Indonesia

memiliki daerah yang sangat luas, dengan perilaku dan budaya yang beraneka-

ragam.20

Terjadinya infeksi VHB sangat tergantung dengan cara transmisi, banyak

jumlah virus, daya tahan tubuh, dan lamanya individu terpapar. Dari penelitian di

30

Page 31: Refka Obgyn

beberapa kota di Indonesia dapat dilihat kondisi yang tidak berbeda dari tahun ke

tahun.20

D. PENULARAN

Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3 kategori

yaitu : 17

konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)

sedang (semen, cairan vagina, saliva)

rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).

VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia 15-

39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %), parenteral seperti

jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita kronis

dengan membran mukus janin. Secara umum penularan VHB melalui jalur sbb: 17

1. Melalui darah

Virus hepatitis B ditemukan terutama dalam darah, dan ditularkan melalui

darah yang tercemar. Tidak seperti hepatitis A, virus hepatitis B tidak ditemukan

dalam air seni, keringat atau kotoran, meskipun virus hepatitis B terdapat dalam

cairan tubuh lain seperti air mani dan air liur. Pada umumnya hepatitis B menular

melalui transfuse darah yang terkontaminasi. Kini semua darah yang akan dipakai

untuk tranfusi diteliti untuk menyaring virus hepatitis B.21

2. Melalui jarum suntik

Virus tersebut juga disebarkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi

dengan darah. Para pekerja kesehatan yang menggunakan jarum suntik dalam

tugas mereka dan secara tidak sengaja tertusuk jarum adalah mereka yang

beresiko, sebagaimana juga pemakaian obat bius yang memakai jarum suntik

secara bersama-sama. Jarum tato atau akupuntur yang terkontaminasi juga

merupakan sumber penularan.21

31

Page 32: Refka Obgyn

3. Melalui hubungan seksual

Virus hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks. Orang heteroseksual

yang memiliki banyak pasangan dan lelaki homoseksual memiliki resiko berat.21

4. Penularan vertikal

Virus dapat ditularkan dari ibu ke bayi pada saat atau sekitar waktu kehamilan

(penularan secara vertical). Ini merupakan hal umum di negara-negara seperti Cina

atau banyak negara di Asia Tenggara dimana penularan hepatitis B amatlah

lazim.22

Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun waktu

menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi, dimana bayi

yang dilahirkan dari ibu yang infeksius diberikan imunoglobulin dalam 24 jam

pertama sebelum disusui. Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh

ibu yang infeksius.22

E. PATOGENESIS

1. Patogenesis dan Mekanisme Respon Imun Tubuh Terhadap Infeksi VHB

akut

Setelah virus masuk ke dalam tubuh, virus tersebut masuk ke dalam peredaran

darah dan dari peredaran darah, partikel Dane masuk ke dalam hati, selanjutnya

terjadi proses replikasi virus di dalam sel hati.16

Proses replikasi virus hepatitis B dimulai dengan penembelan (attacment) VHB

pada sel hepatosit. VHB masuk (penetrasi) ke dalam hepatosit dengan mekanisme

endositosis. Pelepasan partikel core yang terdiri dari HbcAg, enzim polimerase dan

DNA VHB ke dalam sitoplasma. Partikel core tersebut selanjutnya

ditransportasikan menuju nukleus hepatosit. Karena ukuran lubang pada dinding

nukleus lebih kecil dari partikel core, sebelum masuk nukleus akan terjadi genome

uncoating (lepasnya HbcAg), dan selanjutnya genom VHB yang masih berbentuk

partially double stranded masuk ke dalam nukleus penetrasi genom ke dalam

32

Page 33: Refka Obgyn

nukleus). Selanjutnya partially double stranded DNA tersebut akan mengalami

proses DNA repair menjadi double stranded covalently close circle DNA (ccc

DNA). Transkripsi ccc DNA menjadi pregenom RNA dan beberapa messenger

RNA (mRNA LHBs, mRNA MHBs dan mRNA SHBs). Pregenom RNA dan

messenger akan keluar dari nukleus melalui nucleus pore. Translasi pregenom

RNA dan messenger RNA akan menghasilkan protein core (HBcAg), HbeAg dan

enzim polimerase, sedangkan translasi mRNA LHBs, mRNA MHBs dan mRNA

SHBs akan menghasilkan komponen protein HbsAg, yaitu large protein (LHBs),

middle protein (MHBs) dan small protein (SHBs). Enkapsidasi pregenom RNA,

HbcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core. Proses ini disebut juga proses

assembly dan terjadi di dalam sitoplasma. Proses turasi genom di dalam partikel

core dengan bantuan enzim polymerase berupa transkripsi balik pregenom RNA.

Proses ini dimulai dengan proses priming sintesis untai DNA (-) yang terjadi

bersamaan dengan degradasi pregenom RNA, dan akhirnya sintesi untai DNA (+).

Karena masa paruh hidup ccc DNA di dalam nukleus hanya 2-3 hari, untuk

mempertahankan persistensi perlui suplai genom terus menerus. Suplai DNA

tersebut bisa berasal dari infeksi baru hepatosit oleh VHB atau proses re-entry

partikel core yang dihasilkan di sitoplasma. Selanjutnya terjadi proses coating

partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom oleh protein HBsAg.

Proses coating tersebut terjadi di dalam retikulum endoplasmik. Di samping itu

dalam retikulum endoplasmik juga terjadi sintesa partikel VHB lainnya pertikel

tubuler dan partikel sferik yang mengandung LHBs, MHBs, SHBs (tidak

mengandung partikel core. Selanjutnya melalui apparatus Golgi disekresi partikel-

partikel VHB yaitu partikel Dane, partikel tubuler, partikel sferik. Hepatosit juga

akan menyekresi HBeAg langsung ke dalam sirkulasi darah karena HBeAg bukan

merupakan bagian struktural partikel VHB.16

Setelah itu, sel-sel hati memproduksi dan menyekresi partikel Dane utuh serta

partikel HBsAg berbentuk bulat dan tubuler yang tidak ikut membentuk partikel

virus, VHB merangsang respons imun tubuh. Yang pertama kali dirangsang adalah

33

Page 34: Refka Obgyn

respons imun nonspesifik (innate immune response) karena respons imun ini dapat

terangsang dalam waktu pendek, yakni dalam beberapa menit sampai beberapa

jam. Respon ini antara lain berupa kenaikan kadar interferon (IFN) alfa. Kenaikan

kadar IFN alfa menyebabkan gejala panas badan dan malaise. Proses eliminase

nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, melainkan dengan memanfaatkan sel-

sel NK dan NK-T yang terangsang oleh adanya INF alfa.16

Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut, diperlukan respon imun spesifik,

yaitu aktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah

kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang

ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen

Presenting Cell (APC) dengan dibantu oleh rangsangan sel T CD4+ yang

sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas

II pada dinding APC. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada

di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut dapat berupa nekrosis

sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT. Vento, pada tahun 1987,

telah melakukan pemeriksaan imunologik pada penderita infeksi hepatitis B akut.

Respons imun yang pertama terjadi adalah terhadap antigen pre-S yang terjadi

sekitar 10 hari sebelum terjadi kerusakan sel hati. Respons imun yang muncul

kemudian adalah terhadap HBcAg yang muncul 10 hari kemudian. Respons imun

yang paling kuat adalah respons imun terhadap antigen S yang terjadi 10 hari

sebelum kerusakan sel hati. Dalam hal ini, pada tiap-tiap fase, jelas ada perbedaan

antigen viral yang diekspresikan pada membrane hepatosit yang terinfeksi, yang

terdiri dari antigen selubung (pre-S dan S) ataupun antigen nukleokapsid

(HBcAg). Disamping itu, dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel, tanpa

kerusakan pada sel hati yang terinfeksi, melalui aktivitas sitokin, diantaranya

interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa (mekanisme

nonsitolitik). 16

34

Page 35: Refka Obgyn

Disamping peran respons imun seluler yang menonjol, respons humoral juga

berperan dalam melisis sel-sel terinfeksi dengan bantuan antibodi, yang terbukti

dengan meningkatnya komplemen C1D dan C3 pada hepatitis akut.16

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi

antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-Hbe. Fungsi anti-HBs adalah

netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel.

Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel-sel ke sel.

Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya

pada pasien hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang

tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti-Hbs

bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg.16

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien, infeksi VHB dapat diakhiri,

sedangkan bila proses tersebut kurang efisien, akan menjadi infeksi VHB

menetap.16

2. Gambaran Patologi Sel Hati

Melalui mikroskop, dapat dilihat degenerasi sel parenkim berbercak dengan

nekrosis hepatosis, suatu reaksi radang nodular difus, dan gangguan korda sel hati.

Perubahan parenkim tersebut disertai hiperplasia sel retikuloendotelial (Kupffer),

infiltrasi periporta oleh sel mononuklear, dan degenerasi sel. Area nekrosis yang

terlokalisasi dengan ballooning atau badan asidofilik sering terlihat. Pada

perjalanan pernyakit tahap lanjut, terdapat akumulasi makrofag yang mengandung

lipofusin dekat hepatosit yang terdegenerasi.gangguan kanalikuli basilaris atau

hambatan ekskresi empedu dapat terjadi regenerasi hepatosit sehingga arsitektur

lobules hati yang sangat rapi akhirnya didapatkan. Kerusakan jaringan hati

biasanya membaik dalam 8-12 minggu.19

35

Page 36: Refka Obgyn

F. GEJALA KLINIS

Gejala klinik hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit

yang mencolok, gagal hati, dan kematian. Terdapat tiga stadium pada semua jenis

hepatitis: stadium prodromal, stadium ikterus, dan periode konvalesens (pemulihan).18

Stadium prodromal, disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa

tunas virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium

ini disebut praikterus karena ikterus belum muncul. Individu akan sangat infeksius

pada saat ini. Antibodi terhadap virus biasanya belum dijumpai. Stadium ini

berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh:18

1. Malaise umum

2. Rasa lelah

3. Gejala infeksi saluran napas atas

4. Mialgia (nyeri otot)

5. Anoreksia

Stadium ikterus adalah stadium kedua hepatitis virus, dan dapat berlangsung 2-

3 minggu atau lebih. Pada sebagian besar orang, stadium ini (sesuai namanya)

ditandai oleh timbulnya ikterus. Manifestasi lain adalah:18

1. Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodormal

2. Pembesaran dan nyeri tekan hati

3. Splenomegali

4. Mungkin gatal (pruritus) di kulit

Stadium pemulihan adalah stadium ketiga hepatitis virus dan biasanya terjadi

dalam 4 bulan untuk HBV dan HCV, dan dalam 2-3 bulan untuk HAV. Selama

periode ini:18

1. Gejala mereda, termasuk ikterus

2. Nafsu makan pulih

Infeksi virus Hepatitis B terdiri dari empat fase: imunotoleran, immune

clearance, fase non replikasi (karier inaktif), dan reaktivasi. Pasien yang sudah

36

Page 37: Refka Obgyn

terinfeksi sejak lahir biasanya mempunyai kadar DNA serum yang tinggi tanpa

manifestasi hepatitis aktif. Fase ini disebut fase imunotoleran. Fase immune clearance

ditandai dengan menurunnya kadar DNA, meningkatnya kadar ALT, aktivitas

histologi, dan lisis hepatosit. Fase non replikasi merupakan fase dimana terjadi

serokonversi HBeAg menjadi anti-Hbe pada fase ini DNA virus hanya dapat

dideteksi dengan PCR, diikuti dengan normalisasi ALT, dan berkurangnya

nekroinflamasi. Pada fase reaktivasi, terjadi peningkatan DNA virus yang tinggi

dengan atau tanpa serokonversi HBeAg, disertai peningkatan ALT. Mutasi pada

precore dan inti menghambat produksi HBeAg.17

Hepatitis B akut Masa inkubasi dari beberapa minggu sampai 6 bulan,

tergantung dari jumlah replikasi virus. Hanya 30% pasien yang disertai ikterus.

Infeksi akut biasanya ditandai dengan serum sickness pada 10-20% kasus, dengan

demam, artralgia, artritis, dan kemerahan pada kulit. Ikterus akan hilang dalam

waktu 1-3 bulan, tetapi beberapa pasien mengalami kelelahan kronik meskipun

kadar ALT telah kembali normal. Pada umumnya kadar ALT dan HBsAg akan

menurun dan hilang bersamaan; 80% kasus HBsAg hilang dalam 12 minggu

setelah sakit. Kadar aminotransferase yang tinggi mencapai 1000-2000 IU/l sering

terjadi, dimana ALT lebih tinggi daripada AST. Hepatitis fulminan terjadi pada

kurang dari 1% kasus, biasanya terjadi dalam waktu 4-8 minggu setelah gejala,

dan berhubungan dengan ensefalopati dan kegagalan multiorgan. Mortalitas

hepatitis B fulminan > 80%.17

Hepatitis B kronik Gejala yang paling sering adalah kelelahan, anoreksia, dan

malaise. Kadang-kadang juga disertai nyeri ringan pada abdomen kanan atas.

Hepatitis B kronik dapat tidak bergejala. Bila terdapat sirosis hati, reaktivasi

infeksi dapat disertai dengan ikterus dan gagal hati. Selain itu dapat pula disertai

manifestasi klinis ekstrahepatik.17

37

Page 38: Refka Obgyn

HBsAg muncul di serum 2-10 minggu setelah paparan virus dan sebelum

muncul gejala, atau peningkatan kadar aminotransferase serum. Hilangnya

HBsAg setelah beberapa minggu diikuti munculnya antibody anti-HBs. Anti-HBs

dapat tidak terdeteksi selama periode jendela selama berminggu-minggu sampai

berbulan-bulan setelah hilangnya HBsAg. Koeksistensi HBsAg dan anti HBs

dapat terjadi pada 10-25%.17

Antibodi terhadap komponen inti (anti HBc) terdeteksi pada infeksi akut,

kronik, maupun eksaserbasi. Selama infeksi akut, IgM anti-HBc terdeteksi selama

4-6 bulan setelah episode hepatitis akut dan jarang bertahan sampai 2 tahun.

Antigen e Hepatitis B (HBeAg) ditemukan dalam serum selama infeksi akut.

Reaktivitas HBeAg biasanya hilang setelah enzim dalam serum mencapai kadar

maksimal.17

Infeksi virus Hepatitis B pada orang dewasa dengan sistem imun yang intak

menyebabkan infeksi akut, dengan 1-5% kasus menjadi kronik. Namun

sebaliknya, 95% neonatus yang terinfeksi akan menjadi Hepatitis B kronik. Pada

orang dewasa, gagal hati fulminan akibat Hepatitis B akut terjadi pada kurang dari

1% kasus. Survival spontan pada gagal hati akut akibat Hepatitis B adalah sekitar

20%.Infeksi Hepatitis B dikatakan kronik bila HBsAg dalam serum positif lebih

dari 6 bulan. Sekitar 1/4-1/3 pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik akan

mengalami penyakit hati yang progresif.17

Infeksi pada bayi 90% akan cenderung menjadi hepatitis B kronik, sedangkan

infeksi pada anak usia 1-5 tahun 30-50% akan menjadi kronik. Hepatitis B kronik

dapat menjadi sirosis hati dan hepatoma. Dua puluh lima persen pasien dengan

hepatitis B kronik akan meninggal akibat sirosis hati maupun hepatoma.17

Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan (ALT, SGPT), yang mulai

naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksia dan malaise,

38

Page 39: Refka Obgyn

sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada

beberapa anak dengan prodormal seperti penyakit serum termasuk artritis atau lesi

kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau makulopapular.

Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-

keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk

polioarteritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan

penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8

minggu.17

Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat

asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau

kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun,

demam, nyeri perut dan ikterik.17

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Dari anamnesis bisa didapatkan adanya gejala mual, muntah, anoreksi,

penurunan berat badan, mialgia, atralgia, coryza dan terjadi perubahan warna

pada mata, kulit dan kuku.23,24

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik bisa dilihat adanya ikterik pada sklera, hepar teraba,

splenomegali.23,24

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Kecurigaan HBV akut akan timbul dengan ditemukannya:

- Transaminase yang sangat meningkat (misalnya SGPT atau SGOT >1000

IU/L).23,24

39

Page 40: Refka Obgyn

- Waktu protrombin memanjang. 23,24

b) Konfirmasi adalah dengan ditemukannya antigen permukaan HBV, anti-HBs,

anti-HBc, HBeAg, anti-HBe, dan DNA VHB (Pemeriksaan serologi).

Tingkat infektivitas dan perkiraan aktivitas patologis yang mendasari dapat

diukur dengan menentukan antigen dan antibodi e HBV serta DNA HBV. 23,24

H. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa23,24

- Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat sesuai

kebutuhan.

- Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alkohol.

Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV.

- Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara penularan

kepada mitra seksual dan anggota keluarga.

2. Medikamentosa

- Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap

untuk infeksi kronis. Suntikan interferon alfa (INF-α), suatu sitokin paten,

telah digunakan untuk mengobati HBV.Suntikan biasanya diberikan 3 kali

seminggu selama minimal 3 bulan.18,23,24

- Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida adalah

pengobatan yang paling berhasil untuk saat ini. Interferon termodifikasi,

disebut interferon pegilase atau peginterferon, mempunyai paruh waktu lebih

lama dibandingkan INF-α dan tidak membutuhkan pengukuran dosis

berulang. Terapi kombinasi biayanya mahal dan efek sampingnya

menyakitkan, sama dengan interferon pendahuluannya.18,23,24

40

Page 41: Refka Obgyn

I. KOMPLIKASI

1. Hepatitis Fulminan

Merupakan komplikasi yang paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung

fatal. Lima puluh persen kasus hepatitis fulminan adalah tipe B dan banyak di

antara kasus hepatitis B akut fulminan terjadi karena ada koinfeksi dengan

hepatitis D atau hepatitis C.18,23,24

2. Hepatitis Kronik

Merupakan komplikasi jangka lama pada hepatitis B akut. Ini terjadi pada

sebagian kecil penderita hepatitis B akut. Kebanyakan penderita hepatitis B kronik

tidak pernah mengalami gejala hepatitis B akut yang jelas.18,23,24

Gejala yang paling sering adalah kelelahan, anoreksia, dan malaise. Kadang-

kadang juga disertai nyeri ringan pada abdomen kanan atas. Hepatitis B kronik

dapat tidak bergejala. Bila terdapat sirosis hati, reaktivasi infeksi dapat disertai

dengan ikterus dan gagal hati. Selain itu dapat pula disertai manifestasi klinis

ekstrahepatik. 18,23,24

J. PROGNOSIS

Pada 90% kasus, penyakit jinak dan pemulihan sempurna terjadi setelah 2-4

minggu. Hepatitis fulminan lebih sering terjadi pada hepatitis B (1.0%) dibandingkan

hepatitis A (0.1%) namun masih jarang; keadaan ini terkait dengan infeksi oleh

mutasi pre-S dalam genom antigen permukaan HBV dan dengan koinfeksi akut serta

superinfeksi oleh virus delta (HDV).25

Mortalitas keseluruhan dari HBV akut adalah 1-3%, namun 25-30% pasien

karier kronik akan mengalami hepatitis kronik dengan nekroinflamasi, 25% dari

pasien tersebut akan mengalami sirosis dan/atau hepatoma. Median harapan hidup

setelah onset sirosis dekompensata adalah dari 5 tahun dan 1-3% berkembang

menjadi hepatoma setiap tahun.25

41

Page 42: Refka Obgyn

K. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Sebelum ditemukannya vaksin hepatitis B cara pencegahan utama VHB adalah

dengan memperbaiki higienis dan sanitasi, melakukan sterilisasi virucidal untuk alat-

alat kedokteran. Skrining HbsAg juga dilakukan untuk produk-produk yang berasal

dari darah, misalnya albumin dan faktor-faktor pembekuan.16

Semua darah dan cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi oleh virus

diperlakukan seolah-olah infeksius untuk hepatitis dan patogen lain yang ditularkan

melalui darah. Pajanan yang mungkin memberikan resiko infeksi pada para pekerja

adalah cedera kulit (misal, tusukan jarum) atau kontak membran mukosa atau kulit

yang tidak utuh (misal, kulit pecah-pecah, terpotong, dermatitis) dengan darah,

jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi infeksius. Berbagai metode

diciptakan untuk mencegah kontak dengan sampel tersebut. Contoh tindakan

pencegahan yang spesifik mencakup hal berikut: sarung tangan harus digunakan

ketika menangani semua bahan yang berpotensi infeksius, pakaian pelindung harus

digunakan dan dilepaskan sebelum meninggalkan tempat kerja, masker dan pelindung

mata harus digunakan setiap kali droplet atau percikan dari bahan infeksius

memberikan resiko, hanya jarum sekali pakai yang harus digunakan, jarum harus

dibuang langsung ke dalam wadah khusus tanpa dibungkus kembali, permukaan kerja

harus didekontaminasi menggunakan larutan pemutih, dan petugas laboratorium

menghindari menggunakan pipet mulut, tidak makan, minum, dan merokok di tempat

kerja. Objek dan alat-alat logam dapat didisinfeksi dengan autoklaf atau pajanan

terhadap gas etilen oksida.19

Setelah ditemukan vaksin hepatitis B, cara pencegahan penularan infeksi VHB

yang terpenting adalah dengan pemberian vaksin.16

Ada dua bentuk perlindungan yang tersedia: imunisasi pasif

hiperimunoglobulin terdapat hepatitis B dan imunisasi aktif dengan vaksin.25

1. Vaksinasi diindikasikan untuk bayi baru lahir yang ibunya memiliki antigen

permukaan HBV positiif dan untuk pekerja kesehatan pasca pajanan yang

42

Page 43: Refka Obgyn

sebelumnya tidak diimunisasi. Jadwal vaksinasi standar adalah bulan 0, 1, 6:

booster diberikan pada orang yang tidak membentuk antibody permukaan HBV

(HBVsAb) pada 6-8 minggu setelah melengkapi paket vaksinasi. Paket yang

dipercepat dapat diberikan dalam situasi paska pajanan (minggu 0, 2, 4, dan 8).

2. Hiperimunoglobulin diindikasikan untuk bayi baru lahir dari ibu yang merupakan

karier antigen permukaan hepatitis B yang juga antigen e HBV positif atau

antibody e HBV (HBVeAb) negatif. Pada contoh yang serupa, hiperimunoglobulin

juga diindikasikan setelah pajanan untuk pekerja kesehatan yang tidak diimunisasi.

3. Imunisasi rutin pada kelompok beresiko juga penting. Kelompok ini termasuk

semua pekerja kesehatan, penghuni dan pekerja pada institusi untuk orang cacat

mental, dan consort serta anggota keluarga dari karier antigen e HBV positif.

Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi

Dilaporkan 10-20% ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan

imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya dan ± 90 % wanita hamil

dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikal

kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90 % pada trimester

III.17,26

Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah :

1. Titer DNA VHB yang tinggi

2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III

3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam

Sedangkan ± 90% janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai

resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa

nantinya.17,26

Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden

Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu

hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi

hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh

43

Page 44: Refka Obgyn

terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun

malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi

janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun

perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan

kedua kehidupannya. Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier mempunyai

kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya dan

sampai 40 % menjadi karier jangka panjang dengan resiko sirosis dan kanker hepar

dikemudian harinya.17,26

VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat

Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui. Penelitian yang dilakukan Hill

JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB melalui

ASI pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan

imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan

menurunkan resiko penularan. Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan

2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang

menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai

pengaruh negatif dalam merespon anti HBs. Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke

bayi selama perawatan sangat rendah.17,26

Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya

Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12

jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan

dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari

darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi

VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian

dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama. Penelitian yang

dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio Sesarea

dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa

SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang

44

Page 45: Refka Obgyn

ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang

tinggi.17,26

Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada

saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum

pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada

skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua

untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah

menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai

kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan

parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III

kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis

sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.17,26

Pencegahan

Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah

sbb : 17,26

1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari

Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin

VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-

B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.

Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa,

dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.

2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis

post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.

3. Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb :

Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti

asetaminophen

Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen

45

Page 46: Refka Obgyn

Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti

sikat gigi,dsb.

Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa

dirinya penderita hepatitis B carier.

Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1

minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.

Konsul teratur kedokter

Periksa fungsi hati.

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of

Canada) mengenai amniosintesis sbb: 17,26

Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.

Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam

konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.

Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang

memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang

dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

Pilihan persalinan

Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan

resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara

persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari

ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan

SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil

dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai

pilihan cara persalinan.27

Terapi

Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalam

mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon, Lamivudin

46

Page 47: Refka Obgyn

(3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika infeksi terjadi

dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai profilaksis post-

eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping terhadap embrio atau

fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan

mempunyai resiko yang lebih berat. Tidak ada data yang mendukung fakta efek

teratogenik lamivudin. Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai

usaha mencegah transmisi perinatal VHB.17,26

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENTanggal Pemeriksaan : 01 Oktober 2015Ruang : Pav. Semangka Kelas III

47

Page 48: Refka Obgyn

Rumah Sakit : Madani

II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Demam Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam dialami sejak 5 hari sebelum masuk RS. Pola demam naik pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari. ketika demam, pasien menggigil dan setelah demam turun, pasien mengeluarkan keringat yang cukup banyak. Pasien juga merasakan pusing dan sakit kepala disertai mata berkunang-kunang. Batuk (+), nyeri dada (+) kadang-kadang. Sesak (-). Gusi berdarah (-), mimisan (-). Pasien juga mengalami mual dan muntah, nafsu makan berkurang dan nyeri pada ulu hati. Terkadang pasien juga merasakan nyeri pada bagian perut kanan atas. Pasien mengeluhkan nyeri pada persendian. Buang air besar lancar, buang air kecil lancar namun berwarna seperti air teh. Saat ini pasien sedang hamil anak keempat, tidak ada keluhan nyeri perut tembus belakang, tidak ada pelepasan lendir, darah atau air. Pasien kemudian memeriksakan diri ke bidan desa dan dianjurkan ke Puskesmas terdekat (PKM Labuan). Di PKM labuan pasien melakukan pemeriksaan malaria dan hasilnya positif. Pasien langsung mendapatkan terapi DHP dari PKM Labuan, kemudian di rujuk ke RSD Madani.

Riwayat Penyakit sebelumnya : Pasien mengaku sebelum hamil dirinya pernah mengalami gejala yang sama

namun dibiarkan dan sembuh sendiri. Pasien juga mengatakan bahwa nyeri dibagian perut kanan atas sudah dialaminya sejak 5 bulan yang lalu.

Riwayat menstruasi- Menarche : 14 tahun- Siklus : 28 hari- Lamanya : 6-7 hari

HPHT : 30 Januari 2015 TP : 06 November 2015 Usia Kehamilan : 33-34 minggu

48

Nama Pasien : Ny. N Nama Pasien : Tn. SUmur : 35 Tahun Umur : 38 TahunAlamat : Ds. Labuan Alamat : Ds. LabuanPekerjaan : Tani Pekerjaan : Buruh KopraAgama : Islam Agama : IslamPend.Terakhir : SD Pend.Terakhir : SMPSuku : Kaili Suku : Kaili

Page 49: Refka Obgyn

Riwayat Perkawinan- Status perkawinan : Sah- Perkawinan : Pertama- Usia Saat menikah : 20 tahun- Lamanya menikah : 15 tahun

Riwayat ObstetriG4P3A01. Anak perempuan, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, meninggal usia

12 bulan karena muntah berat dan diare berat2. Anak laki-laki, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, meninggal usia 6

bulan karena muntah berat dan diare berat3. Anak laki-laki, lahir pervaginam, ditolong dukun, BBL ?, sehat.4. Hamil sekarang

Riwayat antenatal care :Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilannya ke bagian pelayanan kesehatan terdekat

Riwayat penyakit keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien

Riwayat kebiasaan dan Lingkungan sekitar: Beberapa tetangga pasien mengalami gejala yang sama. Pasien mengatakan didaerahnya memang banyak nyamuk. Sumber air minum dari sumur.

III.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis (GCS E4V5M6)

Berat Badan : 53 kg

Tinggi Badan : 150 cm

Indeks Masa Tubuh (IMT) = Kg/m2

49

Page 50: Refka Obgyn

Status Gizi :

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 38,2 oC

Kepala :

- Bentuk : Normocephal

- Rambut : Ikal, distribusi merata, warna hitam

- Wajah : Simetris, paralisis facial (-), afek serasi, deformitas (-)

Mata : Eksoftalmus (-), enophtalmus (-), palpebra edema (-),

konjungtiva pucat (+/+), sclera ikterik (+/+), Katarak (-), Pupil isokor, diameter ±

2mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+) refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga : Keloid (-), kista epidermoid, serumen minimal, membrana

timpani normal.

Hidung & Sinus : Deviasi septum nasi (-), polip (-), rhinorrhea (+/+), epistaksis

(-), nyeri tekan pada sinus (-)

Mulut & Faring : Bibir sianosis (-), pucat (+), stomatitis (+), lidah kotor (+)

berwarna putih kekuningan, tremor (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-)

Leher : Inspeksi : Jaringan parut (-), massa (-)

Palpasi : Pembengkakan kelenjar limfe (-), nodul (-),

nyeri tekan (-), JVP : R5 + 2 cm H2O

Trakhea : Deviasi trakhea (-)

Thorax

Paru-paru

- Inspeksi : Bentuk normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-),

spider nevi (-)

- Palpasi : Nyeri tekan (-), ekspansi paru sama antara pulmo dexter

dan pulmo sinister, fremitus taktil kesan normal

- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru, batas paru hepar SIC

50

Page 51: Refka Obgyn

VII dextra.

- Auskultasi : Vesicular (+/+), bunyi tambahan (-)

Jantung

- Inspeksi : lctus cordis tidak tampak

- Palpasi : lctus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s),

thrill (-)

- Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et

Sinistra

Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra

Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis

(Gravid: pemeriksaan pada status obstetri), massa (-),

cicatrix (-), caput medusae (-)

- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal (± 15 kali/menit) diseluruh

kuadran abdomen , Bruit (-), friction rub (-)

- Perkusi : Pekak diseluruh kuadran abdomen, ascites (-)

- Palpasi : Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi

padat kenyal, permukaan licin, tepi tumpul, nyeri tekan

(+), murphy sign (+).

Spleen teraba schuffner 1, Nyeri tekan (-)

Ginjal tidak teraba, Nyeri ketok kostovertebral (-)

Ekstremitas:

- Atas : Hematom post tindakan IV line dan pengambilan sampel darah, ROM

normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan 5/5,

tonus normal

- Bawah : Akral dingin, edema (-), ROM normal, refleks fisiologis normal,

refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal

51

Page 52: Refka Obgyn

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI

- Pemeriksaan Leopold

Leopold 1 : Tinggi Fundus (TFU) 20 cm, kesan bokong

Taksiran Berat Janin (TBJ) = 1240 gr.

Leopold 2 : Punggung di bagian kanan

Denyut Jantung Janin (DJJ) = 11-11-12

Leopold 3 : Presentasi Kepala

Leopold 4 : Konvergen, belum masuk pintu atas panggul.

- Kontraksi uterus (HIS): Tidak ada

- Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher) : Tidak Dilakukan

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANGTanggal 01 Oktober 2015- Darah Rutin

WBC : 18,6 x 103/µl (4,0 - 12,0)Lym : 7,3 x 103/µl (1,0 - 5,0)Mon : 2,9 x 103/µl (0,1 - 1,0)Gra : 8,4 x 103/µl (2,0 - 8,0)Lym% : 39,3% (25,0-50,0)Mon% : 15,4% (50,0-80,0)RBC : 1,92 x 106µl (4,00-6,20)Hb : 5,1 g/dl (11,0-17,0)Hct : 17,0% (35,0-55,0)MCV : 88,5 µm3 (80,0-100,0)MCH : 26,6 pg (26,0-34,0)MCHC : 30,0 g/dl (31,0-35,5)RDW : 13,6% (10,0-16,0)PLT : 107 x 103/µl (150-400)MPV : 8,6 µm3 (7,0-11,0)PCT : 0,092 % (0,200-0,500)PDW : 14,9% (10,0-18.0CT : 6’5’’BT : 2’13’’

52

Page 53: Refka Obgyn

- Kimia darahGlukosa darah sewaktu : 65 mg/dlSGOT : 15 mg/dlSGPT : 19 mg/dlKreatinin : 1,0 mg/dlUreum : 56 mg/dl

- Pemeriksaan Apusan darah tipis dan tebal (Drike Drupple Test)Ditemukan adanya Malaria falciparum

- Pemeriksaan SerologiHbsAg (+)

VI. RESUMEPasien ♀ 35 tahun MRS dengan keluhan febris 5 hari SMRS. Pola demam naik

pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari, menggigil (+), berkeringat (+). Malaise (+), Cephalgia (+). Batuk (+), chest pain (+) nausea (+), vomitus (+), anorexia (+), nyeri epigastrium (+), arthtralgi (+), myalgia(+), BAB (+), BAK (+) warna seperti teh. Pasien G4P3A0, nyeri perut tembus belakang (-), pelepasan (-), HPHT 30 Januari 2015, TP 06 November 2015, UK 33-34 minggu, jumlah anak 3, hidup 1, meninggal 2. Antenatal care (-), , konjungtiva pucat (+/+), sclera ikterik (+/+), rhinorrhea (+/+),, Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi padat kenyal, permukaan licin, tepi tumpul, nyeri tekan (+), murphy sign (+). Spleen teraba schuffner 1, TFU 20 cm, kesan bokong, TBJ 1240 gr, Pu-Ka, DJJ : 11-11-12, Presentasi Kepala, belum masuk pintu atas panggul, HIS(-), VT tidak dilakukan, WBC : 18,6 x 103/µl, RBC : 1,92 x 106µl, Hb : 5,1 g/dl, PLT : 107 x 103/µl, CT : 6’5’’, BT : 2’13”, GDS 65 mg/dl, SGOT : 15 mg/dl, SGPT : 19 mg/dl, Cr : 1,0 mg/dl, Ur : 56 mg/dl, DDR : Malaria falciparum (+), HbsAg (+)

VII. DIAGNOSIS GIVPIIIA0 Gravid 33-34 minggu + Malaria Falciparum + Hepatitis B + Anemia Berat

VIII.PENATALAKSANAAN- IGD

Pasang Infus : IVFD RL guyur 1 kolf dilanjutkan dengan IVFD NaCl 100 cc Transfusi PRC 250 cc Dilanjutkan dengan IVFD RL 20 gtt/menit

Pemberian DHP 3 x 1 tabletParacetamole tab 500 mg 3 x 1 (Jika masih demam)

53

Page 54: Refka Obgyn

Observasi TTV dan DJJRencana transfusi PRC 1 kolf/hariRawat Ruang Perawatan (Pav.Semangka)

FOLLOW UP

Tanggal 02 Oktober 2015Subjek (S) : Pusing (+), nyeri dada (+), mual (+), muntah (-), demam (-),

batuk (+), BAB (+), BAK (+) warna seperti tehObject (O) : KU : Lemah

TD : 110/70 mmHg N : 88 kali/menit P : 22 kali/menit S : 36,70C Konjungtiva Pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) DJJ : 11-11-12

54

Page 55: Refka Obgyn

HIS (-)Assessment(A) : GIVPIIIA0 + Malaria Falciparum + Hepatitis B + AnemiaPlanning (P) : IVFD RL 28 gtt/menit

DHP 3 x 1 tablet Transfusi PRC 1 kolf/hari, cek darah rutin Obsevasi TTV dan DJJ Konsul interna Jawaban dokter interna:

- Diet Hepar- IVFD Dextrosa 5% 20 gtt/menit- Kloroquin 4-4-2- Curcuma 3 x 1 tablet- Neurodex 1 x 1 tablet

Tanggal 03 Oktober 2015Subjek (S) : Pusing (+), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), demam (-),

batuk (+), BAB (+), BAK (+) warna seperti tehObject (O) : KU : Lemah

TD : 110/70 mmHg N : 88 kali/menit P : 22 kali/menit S : 36,70C Konjungtiva Pucat (+/+), sklera ikterik (+/+) DJJ : 12-11-12 HIS (-) Hasil Lab Darah rutin tanggal 02 oktober 2015- WBC : 16,6 x 103/µl- RBC : 3,02 x 106µl- Hb : 8,5 gr/dl- PLT : 108 x 103/µl

Assessment(A) : GIVPIIIA0 + Malaria Falciparum + Hepatitis B + AnemiaPlanning (P) :

Obgyn IVFD Dextrosa 5% 20 gtt/menit DHP 3 x 1 tablet Curcuma 3 x 1 tablet

55

Page 56: Refka Obgyn

Neurodex 2 x 1 tablet Diet Hepar Transfusi PRC 1 kolf/hari Obsevasi TTV dan DJJ

Interna Kloroquin atau ACT (Artesunat Combination Therapy) Transfusi PRC 1 kolf/hari Curcuma 3 x 1 tablet Neurobion 2 x 1 tablet Sangobion 1 x 1 tablet

Pukul 16.20 pasien menolak tindakan dan pulang atas permintaan sendiri.

PEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan GIVPIIIA0 Gravid 33-34 minggu + Malaria Falciparum + Hepatitis B + Anemia Berat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis pasien mengatakan saat ini dirinya sedang hamil yang keempat kalinya dengan riwayat paritas tiga kali namun anak yang hidup hanya 1 orang. Pasien dirujuk dari PKM labuan karena menderita malaria. Namun pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri perut dan juga pelepasan lendir atau darah ataupun

56

Page 57: Refka Obgyn

air, sehingga dapat dikatakan bahwa pasien tersebut belum didapatkan adanya tanda inpartu. Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami demam 5 hari di rumah dengan pola naik pada sore hingga malam hari dan turun pada pagi hari, disertai menggigil dan berkeringat. Berdasarkan teori demam, menggigil dan berkeringat merupakan gejala klasik dari malaria karena adanya reaksi tubuh terhadap parasit yang masuk dalam pembuluh darah atau disebut parasitemia. Efek dari parasitemia ini menyebabkan respon sistemik berupa sefalgia, batuk, chest pain, nausea, vomitus, anoreksia, arthtralgia, dan mialgia. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil berwarna seperti teh.

Dari pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 84 kali/menit, pernapasan 20kali/menit, suhu: 38,2 oC. Ditemukan adanya konjungtiva pucat yang didukung oleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin yang kurang (5,1 gr/dl). Selain itu sklera pasien ikterik yang dapat disebabkan oleh proses ikterik pre hepatik dan intrahepatik akibat adanya infeksi parasit sehingga terjadi hemolisis. Pada pasien juga ditemukan adanya pembesaran hepar (hepatomegali) dan splenomegali schuffner 1. Hal ini menunjukan bahwa organ retikuloendotelial sedang bekerja sebagai reaksi dari adanya infeksi parasit.

Dari pemeriksaan obstetri ditemukan tinggi fundus 20 cm, kesan bokong, taksiran berat janin 1240 gram, denyut jantung janin baik : 11-11-12, Presentasi Kepala, belum masuk pintu atas panggul, tidak adanya HIS. Vaginal Toucher tidak dilakukan dengan alasan belum ditemukan adanya tanda inpartu, dan juga mengingat pemeriksaan vaginal toucher dapar memicu kontraksi dari uterus.

Dari hasil pemeriksaan penunjang drike drupple (apusan darah tebal) ditemukan adanya parasit malaria falciparum. Hal ini tentunya mendukung untuk ditegakannya diagnosis. Gula Darah Sewaktu pada pasien ini adalah 65 mg/dl, yang menunjukkn adanya hipoglikemia. Berdasarkan teori, pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia, terutama trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya hanya dari glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih cepat sehingga menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita hamil terjadi peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) sehingga pembentukan insulin bertambah.

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penatalaksanaan untuk memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan kristaloid dan pemberian transfusi darah hingga kadar hemoglobin kembali ke kadar normal. Pasien juga diberikan terapi simptomatik berupa pemberian antipiretik. Pasien juga mendapatkan terapi DHP atau dihydroartemisinin + Piperaquin dengan doosis setiap 1 tablet DHP

57

Page 58: Refka Obgyn

mengandung dihydroartemisinin 40mg dan piperaquin 320 mg untuk penatalaksanaan malaria. Berdasarkan teori terapi malaria pada pasien yang sedang dalam masa kehamilan dapat diberikan golongan quinin (artesunat). DHP merupakan salah satu bentuk Artesunate Combination Therapy yang diprogram oleh pemerintah, dapat diberikan selama 3 hari berturut-turut. Pasien ini juga dikonsultasikan perawatan pada bagian penyakit dalam dan mendapat tambahan terapi berupa pemberian curcuma untuk memperbaiki fungsi hati karena pasien tersebut juga menderita hepatitis-B namun tidak diikuti dengan peningkatan kadar enzim hepar. Sehingga dapat dikatakan hepatitis pada pasien tersebut masih dalam periode tenang. Pasien juga diberikan terapi neurotropik berupa pemberian vitamin B kompleks.

Prognosis pada pasien ini adalah baik karena kondisi ibu yang masih stabil, dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda malaria berat, begitu juga dengan kondisi janin masih baik. Setelah menjalani perawatan selama 2 hari pasien ini pulang atas permintaan sendiri walaupun sudah diedukasi oleh pihak rumah sakit.

58