Referat Tumor mata

82
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya (Rahmadani dan Ovy, 2012) Anatomi Orbita Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan sebagai piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya adalah foramen optikum, dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus orbitae. Sedangkan dinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral, dinding atas (atap orbita), dan dinding bawah (dasar orbita). Orbita terletak di kanan dan kiri basis nasi (pangkal hidung) (Rahmadani dan Ovy, 2012). Tulang-tulang yang membentuk orbita berjumlah 7 buah, yaitu tulang frontal, tulang zigoma, tulang sphenoid, tulang maksila, tulang etmoid, tulang nasal, dan tulang lakrima.Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap orbita terdapat fissura orbitalis 3

description

Referat mengenai macam-macam tumor pada mata

Transcript of Referat Tumor mata

Page 1: Referat Tumor mata

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang

menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak

mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang

ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya

(Rahmadani dan Ovy, 2012)

Anatomi Orbita

Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan sebagai

piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya adalah foramen

optikum, dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus

orbitae. Sedangkan dinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral,

dinding atas (atap orbita), dan dinding bawah (dasar orbita). Orbita terletak di

kanan dan kiri basis nasi (pangkal hidung) (Rahmadani dan Ovy, 2012).

Tulang-tulang yang membentuk orbita berjumlah 7 buah, yaitu tulang

frontal, tulang zigoma, tulang sphenoid, tulang maksila, tulang etmoid, tulang

nasal, dan tulang lakrima.Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap

orbita terdapat fissura orbitalis superior. Antara dinding lateral dengan dasar

orbita terdapat fissura orbitalis inferior. Antara dinding medial dengan atap orbita

terdapat foramen ethmoidalis anterius dan posterius. Antara dinding medial

dengan dasar orbita terdapat fossa sacci lacrimalis (Rahmadani dan Ovy, 2012).

3

Page 2: Referat Tumor mata

Gambar 2.1. anatomi rongga orbita

Aditus orbitae berbentuk persegi empat dengan sudut-sudutnya

membulat. Sisi-sisinya dibedakan menjadi margo supraorbitalis, margo

infraorbitalis, margo marginalis, dan margo lateralis.Volume orbita dewasa kira-

kira 30 cc dan bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak

dan otot menempati bagian terbesarnya (Rahmadani dan Ovy, 2012).

Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler,

syaraf, pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini

berguna untuk menyokong fungsi mata. Orbita merupakan pelindung bola mata

terhadap pengaruh dari dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata

dilindungi oleh palpebra. Di sekitar orbita terdapat rongga-rongga di dalam

tulang-tulang tengkorak dan wajah, yang disebut sinus paranasalis (Rahmadani

dan Ovy, 2012).

Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di

bawah, dan sinus ethmoidalis dan sphenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis

mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata, berakibat timbulnya

fraktur “blow out” dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi

dalam sinus sphenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang

setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya

(misal, neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang

berasal dari otak (Rahmadani dan Ovy, 2012).

4

Page 3: Referat Tumor mata

Klasifikasi Tumor Intraorbita

Tumor bisa tumbuh dari struktur yang terletak di dalam atau sekitar orbita.Tumor

orbita dapat diklasifikasikan berdasarkan asal tumor (Rahmadani dan Ovy, 2012).

1. Tumor Orbita Primer

2. Tumor Orbita Sekunder

3. Tumor Orbita Metastatik

Tumor intraorbita bisa berasal dari struktur didalam atau di sekitar rongga orbita.

Berikut adalah klasifikasi tumor intraorbita berdasarkan asal jaringan :

Tabel 2.1 Pembagian Tumor Orbita Berdasarkan Asal Jaringan (Rahmadani dan Ovy, 2012)

No Asal jaringan Jenis Tumor

1 Kelenjar lakrimal Adenoma pleomorfik

Karsinoma

2 Jaringan Limfoid Limfoma

3 Retina Retinoblastoma

Melanoma

4 Tulang Osteoma

Kista dermoid

Kista epidermoid

5 Selubung saraf optik Meningioma

6 Saraf optic Glioma

Neurofibroma

7 Jaringan Ikat Rhabdomiosarkoma

8 Metastasis melalui darah Dewasa:

Ca mammae

Ca bronchial

Anak-anak:

Neuroblastoma

5

Page 4: Referat Tumor mata

Sarkoma Ewing

Leukemia

Tumor testikuler

Gejala dan Tanda Tumor Mata (Lita, 2005):

1. Nyeri Orbital : Jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat.

2. Proptosis : pergeseran bola mata ke depan adalah gambaran yang sering

dijumpai berjalan bertahap dan tidak nyeri (tumor jinak) atau cepat (lesi

ganas).

3. Pembengkakan kelopak mata (oedema palpebra) : mungkin jelas pada

pseudotumor

4. Palpasi : bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak

atau bola mata, terutama tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.

5. Gerak mata : sering terbatas oleh sebab mekanis

6. Ketajaman Penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya

saraf optic atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.

6

Page 5: Referat Tumor mata

2.1 TUMOR PALPEBRA

2.4.1 Tumor Jinak

A. Nevi Melanositik Palpebra

Klasifikasi Nevus Melanositik (Rahmadani dan Ovy, 2012).

a) Kongenital

Nevus melanositik kongenital

Bercak biru Mongolian

b) Didapat

Nevus pada perbatasan (junctional

naevus/gabungan/intradermal)

Sutton’s halo naevus

Nevus displastik

Nevus spitz

Nevus biru

Definisi

Nevus melanositik adalah neoplasma jinak atau hamartoma yang

mengandung melanosit, yaitu sel – sel yang memproduksi pigmen yang secara

konstituen berkolonisasi membentuk epidermis. Melanosit merupakan derivate

dari neural crest dan bermigrasi sewaktu embriogenesis ke ectoderm target

(primer di kulit dan sistem susunan saraf pusat), serta pada mata dan telinga

(Rahmadani dan Ovy, 2012).

Etiologi

Etiologi dari nevus melanositik masih belum diketahui. Tidak ada data

akurat tentang pengaruh genetik atau lingkungan yang dapat mengkontribusi

terhadap perkembangan nevus kongenital. Faktor genetik spesifik yang

mengkontribusi terhadap perkembangan nevus melanositik didapat juga masih

belum diketahui. Walaubagaimanapun, data menunjukkan kecederungan

pemkembangan nevus dalam jumlah banyak, seperti nevus displastik multipel

mungkin dapat diturunkan secara autosomal dominan.

7

Page 6: Referat Tumor mata

Insiden nevus melanositik pada masa anak – anak secara inversi

berhubungan dengan tingkat pigmentasi kulit dan tinggi pada anak – anak dengan

toleransi sinar matahari yang jelek. Mekanisme terjadinya induksi ini masih

belum diketahui, namun induksi tersebut dapat dijelaskan seperti gambaran

promosi tumor oleh sinar ultra violet (Rahmadani dan Ovy, 2012).

Epidemiologi

Nevus adalah lesi jinak ketiga terbanyak pada regio periokular setelah

papilloma dan kista inklusi epidermal. Nevus melanositik kongenital dapat terjadi

sewaktu baru lahir atau setelahnya dan nevus melanositik didapat terjadi bukan

sewaktu lahir dan insidennya meningkat pada tiga dekade pertama kehidupan.

Insiden puncak nevus melanositik adalah pada dekade 4 dan dekade 5 kehidupan,

dan insidennya berkurang dengan berkurangnya setiap dekade, dengan insiden

terendah pada orang lansia. Insiden nevus didapat meningkat sewaktu masa anak–

anak sehingga dewasa muda, dan secara perlahan mengalami involusi, dan

akhirnya menjadi sangat jarang pada usia lanjut.

Patofisiologi

Melanosit terdapat di lapisan basal epidermis dan menunjukkan area

perbatasan tertentu. Melanosit non – neoplastik secara tipikal menunjukkan

inhibisi kontak antara satu sama lain dan sel pigmen biasanya tidak ditemukan

sebagai sel penyambung. Namun dengan suatu bentuk stimulasi tertentu, seperti

radiasi sinar UV, densitas melanosit di dalam epithelium normal dapat meningkat.

Melanosit normal juga dapat melibatkan epithelium adneksal, yang paling mudah

terlihat adalah papilla folikular.

8

Page 7: Referat Tumor mata

Gambar 2.2 Fase – fase Nevus Melanositik

Nevus berasal dari sel nevus yang merupakan diferensiasi inkomplit dari

melanosit di epidermis, dermis dan perbatasan antara epidermis dengan dermis.

Nevus sering ditemukan pada margin palpebrae, sering tumbuh menempel pada

permukaan okular. Nevus jinak yang asimptomatik tidak memerlukan terapi,

tetapi nevi compound dan nevi junctional bisa berubah menjadi ganas. Nevus

melanositik adalah proliferasi melanosit yang berkontak antara satu sama lain,

membentuk suatu kelompok sel yang dikenal sebagai nests. Nevus melanositik ini

biasanya terbentuk sewaktu masa anak – anak dan onsetnya dipercaya sebagai

respon terhadap matahari atau paparan sinar UV.

Nevus melanositik juga diteliti dapat berkembang atau meluas dengan

cepat setelah adanya luka bakar, severe sunburns, atau nekrolisis toksik epidermal

(TEN) atau pada orang dengan bula epidermolisis. Dalam hal ini, pembentukan

nevus melanositik eruptif ini dipropagasi oleh stimulus bersifat traumatik, dengan

penyebaran sel – sel nevus melanositik pada area yang mengalami trauma.

Hormon pertumbuhan, seperti fibroblast growth factor, dipercaya dapat juga

menyebabkan proliferasi keratinosit dan dapat mengkontribusi terhadap stimulasi

proliferasi melanosit. Secara garis besar, etiologi pasti dari pembentukan dan

perkembangan nevus melanositik ini adalah kompleks dan bersifat multifaktorial

dan tidak difahami sepenuhnya.

9

Page 8: Referat Tumor mata

Nevus melanositik didapat dianggap sebagai neoplasma jinak, di mana

melanosit berasal dari neural crest, dan dapat ditemui distribusinya di dermis, di

sekitar dan di dalam dinding pembuluh darah, sekitar struktur adneksa, seperti

folikel rambut, di dalam subkutis dan kadang – kadang di dalam otot rangka, otot

polos, saraf dan gandula sebasea.

Nevus bisa menyebabkan gejala sekiranya nevus mengenai permukaan

okular atau mengalami pembesaran serta mengganggu penglihatan. Terapinya

berupa eksisi atau reseksi pada margin palpebrae.Nevus cenderung untuk berubah

dalam 3 tahap : junctional yaitu terletak di lapisan basal epidermis dermal,

compound yaitu perluasan dari zona transisi ke epidermis sampai ke dermis dan

dermal yaitu disebabkan oleh involusi komponen epidermis dan dermis.

Pada anak – anak, nevus diawali oleh junctional nevi, yang berbentuk datar

dengan makula berpigmen. Menjelang dekade kedua, kebanyakan nevus menjadi

nevi compound yang mana nevus tadi mengalami elevasi dengan papul

berpigmen. Kemudian, pigmentasi epidermis ini menghilang dan nevi compound

tadi menetap tetapi dengan pigmentasi yang minimal atau lesi amelanotik. Pada

usia 70 tahun, semua nevi menjadi dermal nevi dan pigmen menghilang.

Manifestasi klinis

a) Junction nevi

Secara umum tidak berambut, makulanya terang, sampai coklat

kehitaman, ukurannya bervariasi dari 1 mm sampai 1 cm (diameter),

permukaan halus dan rata. Lesi bisa berbentuk bulat, elips, ada yang

berbentuk kecil, irregular. Lokasi sering di telapak tangan, telapak kaki

dan genitalia. Jarang setelah lahir, biasanya berkembang setelah usia 2

tahun. Pembentukan aktif sel nevusnya hanya pada pertemuan

epidermis dan dermis.

b) Compound nevi

Hampir sama dengan junctional nevi, tetapi sedikit menonjol dan ada

yang berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna kulit sampai

warna coklat. Permukaannya halus, lokasi banyak di wajah dan

10

Page 9: Referat Tumor mata

biasanya ditumbuhi rambut. Sel nevusnya berada pada epidermis dan

dermis.

c) Intradermal nevi

Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai 1

cm atau lebih (diameter). Lokasinya di mana – mana tapi paling

banyak di kepala, leher, dan biasanya ditumbuhi rambut kasar,

berwarna coklat kehitaman. Sel nevusnya berada pada dermis.

Diagnosis

a. Anamnesis

- Lesi menjadi simptomatik seperti gatal, nyeri, iritasi atau perdarahan,

dapat menjadi indikator jika berpotensi menjadi maligna.

- Bukan semua perubahan nevi adalah maligna, terutama jika perubahan

disadari pada pasien usia kurang dari 40 tahun. Namun, perubahan lesi

yang disadari terjadi dalam waktu singkat juga merupakan indikator

berpotensi menjadi maligna dan memerlukan tindakan biopsi untuk

diagnosis pasti

- Nevus melanositik yang didapat biasanya kurang dari 1 cm (diameter)

dan biasanya berwarna.

- Nevus melanositik biasanya berwarna gelap dan kecoklatan, tapi

warnanya biasa bervariasi dari seperti warna kulit (tidak berpigmen)

sampai agak kehitaman.

- Nevus melanositik displastik disebut juga sebagai Clark nevi. Displastik

merujuk karena dipercaya lesi awalnya secara biologic tidak stabil dan

kemungkinan precursor melanoma. Nevus displastik mempunyai

tampilan rata, makula berpigmen dengan papul tipis dengan bagian

tengah papul di zona makula mempunyai pigmentasi yang lebih dalam.

- Spitz nevi atau dikenal sebagai "juvenile melanomas", tapi sekarang

telah dikenal secara mikroskopik adalah lesi jinak. Lesi kelihatan

seperti papul merah muda, namun dapat berwarna lebih gelap yang

11

Page 10: Referat Tumor mata

dikenal sebagai "Reed nevi" atau "pigmented spindle cell nevi". Spitz

nevi dapat mempunyai tampilan seperti hemangioma.

- Blue nevi mempunyai distribusi dermal seluler dan spindled

cytomorphology di abwah mikroskop. Lesi hiperpigmentasi, dan tidak

semuanya berwarna biru, ada yang berwarna keabu – abuan, coklat dan

hitam, tergantung tingkat pigmentasi secara klinis. Namun lesi dapat

bersifat amelanotik. Blue nevi biasanya kecil dan simetris, namun dapat

juga menjadi besar dan bernodul.

b. Pemeriksaan Fisik

- Pada pemeriksaan fisik, inspeksi yang teliti terhadap lesi harus

dilakukan dengan baik. Dokumentasikan dimensi dan warna dari semua

lesi dan lokasinya. Ukuran nevus melanositik kongenital bervariasi dan

biasanya diklasifikasikan sebagai kecil (< 1 cm), intermediat (1-3 cm),

atau besar/giant (>3 cm).

- Nevus melanositik kongenital biasanya berpigmen, gelap dan coklat,

terutama pada lesi yang tipis. Sel dapat meluas dari tingkat epidermis ke

lemak subkutan. Lesi ini dapat memiliki banyak warna, dan kadang –

kadang sukar dibedakan dengan melanoma berdasarkan pemeriksaan

fisik sahaja

- Nevus melanositik kongenital seperti hamartoma, ia mengandung

predominan dari melanosit, dan dapat mempunyai penambahan folikel

rambut, adanya folikel dan pertambahan ukuran.

- Nevus melanositik didapat biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan

berpigmen merata. Namun beberapa tipe nevus melanositik seperti

Clark nevi mempunyai diameter lebih dari 1 cm.

- Junctional nevi berbentuk makula atau papular tipis, warnanya coklat

sampai dengan coklat kehitaman.

- Compound nevi dan intradermal nevi mempunyai tampilan dengan lesi

sedikit elevasi. Compound nevi biasanya lebih terang dari junctional

nevi dan bervariasi dari gelap sampai coklat terang. Beberapa

12

Page 11: Referat Tumor mata

compound nevi mempunyai area pigmentasi gelap, lebih sering pada

lesi bekas

Gambar 2.3 Nevi pada palpebra superior sinistra

c. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk evaluasi

nevus melanositik kongenital ataupun yang didapat. Teknik pencitraan

juga tidak dilakukan untuk evaluasi kebanyakan pasien dengan nevus

melanositik, namun dapat dipertimbangkan pada pasien nevus melanositik

kongenital multipel dengan kemungkinan melanosis neurokutaneus yang

melibatkan kulit di atas tulang belaang atau posterior dari kulit kepala

karena dapat dicurigakan risiko melanosis leptomeningeal.

Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa tidak efektif dan tidak berperan dalam diagnosis

atau tatalaksana neoplasma jinak seperti nevus melanositik.

Nevus melanositik dapat diangkat dan dieksisi dengan operasi dengan

teknik biopsi eksisi, shave excision, electrodesiccation dan ektirpasi komplit,

dengan alasan kosmetik atau karena atas indikasi berdasarkan potensial biologik

lesi untuk menjadi maligna. Nevus melanositik yang diangkat karena alasan

kosmetik biasanya dilakukan eksisi shave atau tangensial, punch excision

dilakukan untuk lesi yang kecil, dan lesi yang besar mungkin memerlukan eksisi

13

Page 12: Referat Tumor mata

komplit dengan penutupan sutura walaupun bersifat jinak karena lesi yang

melebihi diameter 1 cm sukar dilakukan dengan teknik shave excision.

Prognosis

Prognosis berhubungan dengan nevus melanositik tunggal adalah baik

karena lesi ini merupakan neoplasma jinak dengan tidak ada potensi mengalami

keganasan, kecuali evolusi menjadi melanoma terjadi. Pasien dengan nevus

melanositik multipel atau nevus yang berubah ukuran mempunyai potensi untuk

menjadi melanoma, dengan peningkatan risiko jika adanya perubahan ukuran atau

jumlah lesi.

Pasien harus diedukasi mengenai pemeriksaan sendiri terhadap nevus

melanositik tersebut dengan menggunakan pendekatan ABCDEF, di mana pasien

mengevaluasi asymmetry (asimetri bentuk lesi), border irregularity (batas/pinggir

lesi), colour (warna), diameter (diameter ukuran lesi), evolution (evolusi dari lesi)

dan funny looking, yang mengsugesti lesi berubah menjadi beda daripada lesi

lainnya. Nevus dapat berubah diameter, batas. Warna, dan dapat menjadi gatal

atau adanya perdarahan. Perubahan – perubahan ini memerlukan evaluasi untuk

mendeterminasi jika lesi berpotensi menjadi maligna.

Komplikasi

Tidak ada komplikasi yang diketahui dapat berhubungan langsung dengan

terjadinya nevus melanositik, namun intervensi bedah minor sewaktu biopsi atau

sewaktu eksisi nevus dapat menyebabkan komplikasi tertentu seperti infeksi atau

perdarahan.

B. Hemangioma Palpebra

Definisi

Hemangioma merupakan pertumbuhan hemartomatous yang terdiri dari sel-sel

endotel kapiler yang berproliferasi. Hemangioma ditemukan pada fase awal

pertumbuhan aktif pada bayi dengan periode selanjutnya berupa regresi dan

involusi (Skuta,2011).

14

Page 13: Referat Tumor mata

Klasifikasi

Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan besarnya pembuluh darah

yang terlibat menjadi 3 jenis yaitu: (Hamzah, 2005)

1. Hemangioma kapiler

hemangioma kapiler pada anak (nevus vaskulosus, strawberry nevus)

a. granuloma piogenik

b. cherry spot (ruby spot), angioma senilis

2. Hemangioma kavernosum

a. hemangioma kavernosum (matang)

b. hemangioma keratotik

c. hemartoma vaskuler

3. Teleangiektasis

a. nevus flameus

b. angiokeratoma

c. spider angioma

Dari segi praktisnya, para ahli memakai sistem pembagian sebagai berikut:

(Hamzah, 2005)

1) Hemangioma kapiler

2) Hemangioma kavernosum

3) Hemangioma campuran

Epidemiologi

Prevalensi hemangioma infantil ± 1-3% pada neonatus dan ± 10% pada bayi

sampai dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher (60%).

Faktor risiko yang telah teridentifikasi, terutama neonatus dengan berat badan

lahir di bawah 1.500 gram. Rasio kejadian perempuan dibanding laki-laki 3:1.

Hemangioma infantil lebih sering terjadi di ras Kaukasia daripada ras di Afrika

maupun Amerika.

Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan

bertambahnya usia, risiko hemangioma infantil pada usia 5 bulan meningkat 50%,

pada usia 7 bulan meningkatkan 70%, dan 90% pada usia 9 bulan. Mereka

15

Page 14: Referat Tumor mata

bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang

cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.

Etiologi dan Patofisiologi

Sampai saat ini, patogenesis terjadinya hemangioma masih belum

diketahui. Meskipun growth factor, hormonal, dan pengaruh mekanik

diperkirakan menjadi penyebab proliferasi abnormal pada jaringan hemangioma

tetapi penyebab utama yang menimbulkan defek pada hemangiogenesis masih

belum jelas dan belum terbukti sampai saat ini tentang pengaruh genetik.

Vaskularisasi kulit mulai terbentuk pada hari ke-35 gestasi, yang berlanjut sampai

beberapa bulan setelah lahir. Maturasi sistem vaskuler terjadi pada bulan ke-4

setelah lahir. Faktor angiogenik kemungkinan mempunyai peranan penting pada

fase proliferasi dan involusi hemangioma. Pertumbuhan endotel yang cepat pada

hemangioma mempunyai kemiripan dengan proliferasi kapiler pada tumor.

Proliferasi endotel dipengaruhi oleh agen angiogenik. Angiogenik bekerja melalui

2 cara yaitu:

1. Secara langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah.

2. Secara tidak langsung mempengaruhi makrofag, sel mast, dan sel T helper.

Heparin yang dilepaskan makrofag menstimuli migrasi sel endotel dan

pertumbuhan kapiler. Di samping heparin sendiri berperan sebagai agen

angiogenesis. Efek angiogenesis ini dihambat oleh adanya protamin, kartilago,

dan kortikosteroid. Konsep inhibisi kortikosteroid ini diterapkan untuk terapi pada

beberapa jenis hemangioma pada fase involusi.

Angioplastin, fragmen internal plasminogen merupakan inhibitor poten

dan spesifik untuk proliferasi endotel. Makrofag menghasilkan stimulator ataupun

inhibitor angiogenesis. Pada fase proliferasi, jaringan hemangioma diinfiltrasi

oleh makrofag dan sel mast sedangkan pada fase involusi terdapat infiltrasi

monosit.

Diperkirakan infiltrasi makrofag dipengaruhi oleh monocyte chemo-

attractant protein-1 (MCP-1), suatu glikoprotein yang berperan sebagai

kemotaksis mediator. Zat ini dihasilkan oleh sel otot polos pembuluh darah pada

16

Page 15: Referat Tumor mata

fase proliferasi tetapi tidak dihasilkan oleh hemangioma pada fase involusi

ataupun malformasi vaskuler. Keberadaan MCP-1 dapat di-down-regulasi oleh

deksametason dan interferon alfa. Interferon alfa terbukti menghambat migrasi

endotel yang disebabkan oleh stimulus kemotaksis. Hal ini memberikan efek

tambahan interferon alfa dalam menurunkan jumlah dan aktifitas makrofag.

Bukti-bukti di atas menjelaskan efek deksametason dan interferon alfa pada

hemangioma pada fase proliferasi.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Hemangioma

kapiler tampak beberapa hari sesudah lahir. Strawberry nevus terlihat sebagai

bercak merah yang makin lama makin besar. Warnanya menjadi merah menyala,

tegang, berbentuk lobuler, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Ukuran dan

dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial berwarna merah terang dan ada

yang subkutan berwarna kebiru-biruan. Involusi spontan ditandai oleh

memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang tegang, dan lebih

mendatar (Mulliken,1997)

Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa

atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Biasanya merupakan tonjolan

yang timbul dari permukaan. Jika ditekan mengempis dan pucat lalu akan cepat

menggembung lagi jika dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi

terdiri atas elemen vaskuler yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi

spontan, kadang-kadang bersifat permanen (Mulliken, 1997).

Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan dari jenis kapiler

dan kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang

pada perkembangannya dapat memberikan gambaran keratotik dan verukosa.

Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas inferior dan biasanya unilateral

(Mulliken,1997).

17

Page 16: Referat Tumor mata

Gambar 2.4 Hemangioma Kapiler (Mulliken, 1997).

Pemeriksaan Penunjang

Ketersediaan alat-alat canggih saat ini memungkinkan pencitraan massa

orbita untuk dibedakan secara non invasif dalam banyak kasus. Untuk evaluasi

diagnostik pada orbita, CT-Scan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap tulang

sedangkan MRI untuk jaringan lemak. USG juga dapat memberikan informasi

penting dalam diagnosis massa orbita (Skuta, 2011).

Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat berguna

untuk membedakan hemangioma dari neurofibroma pleksiformis, malformasi

limfatik, dan rhabdomiosarkoma di mana masing-masing berhubungan dengan

pertumbuhan dan proliferasi cepat atau proptosis yang progresif. MRI atau USG

Doppler dapat menggambarkan perluasan tumor ke posterior jika tidak dapat

dipastikan secara klinis (Skuta, 2011).

Gambaran histopatologi tergantung stadium perkembangan hemangioma.

Lesi awal tampak banyak sel dengan sarang-sarang padat sel endotel dan selalu

berhubungan dengan pembentukan lumen vaskuler yang kecil. Lesi yang

terbentuk secara khas menunjukkan saluran kapiler yang berkembang dengan

baik, rata, dan mengandung endotel dengan konfigurasi lobuler. Lesi involusi

menunjukkan peningkatan fibrosis dan hialinisasi dinding kapiler dengan oklusi

lumen (Skuta, 2011).

18

Page 17: Referat Tumor mata

Penatalaksanaan (Hamzah, 2005)

Terdapat 2 cara pengobatan pada hemangioma yaitu:

1. Terapi konservatif

Pada perjalanan alamiah lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam

bulan-bulan pertama kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi

regresi spontan sekitar umur 12 bulan. Lesi terus mengadakan regresi sampai

umur 5 tahun. Hemangioma strawberry sering tidak diterapi. Jika hemangioma ini

dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal (Mulliken, 1997).

2. Terapi aktif

Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif antara lain adalah hemangioma

yang tumbuh pada organ vital (mata, telinga, tenggorokan), mengalami ulserasi,

perdarahan, infeksi, pertumbuhan cepat, dan deformitas jaringan (Hamzah, 2005).

a. Terapi kompresi

Terdapat 2 macam terapi kompresi yaitu continous compression

dengan menggunakan bebat elastik dan intermittent pneumatic compression

dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang

diberikan, akan terjadi pengosongan pembuluh darah yang menyebabkan

rusaknya sel-sel endotelial sehingga terjadi involusi dini dari hemangioma

(Hampton, 2008).

b. Terapi kortikosteroid

Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan

pertumbuhan dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara

topikal, intralesi, atau sistemik. Krim clobetasol propionate 0,05% topikal

dapat digunakan pada lesi superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi

antara steroid kerja panjang dan kerja singkat sering digunakan pada

hemangioma periorbita terlokalisir. Jika hemangioma difus atau meluas ke

posterior orbita, digunakan steroid sistemik dengan dosis anjuran prednison

atau prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis

besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat

(Skuta, 2011).

19

Page 18: Referat Tumor mata

Steroid dihubungkan dengan banyak komplikasi sehingga perlu

dipertimbangkan. Supresi adrenal dan retardasi pertumbuhan dapat terjadi

pada semua cara penggunaan, termasuk krim topikal. Injeksi intralesi berisiko

menyebabkan emboli arteri retinalis bilateral, atrofi lemak subkutan linier, dan

depigmentasi palpebra. Imunisasi perlu ditunda pada anak-anak yang

mendapat terapi steroid dosis tinggi. Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan

dokter spesialis anak (Skuta, 2012)

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:

- Jika melibatkan salah satu struktur yang vital.

- Tumbuh cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.

- Secara mekanik mengadakan obstruksi orifisium.

- Banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.

- Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular (Hasan, 2000).

Hemangioma kavernosum yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu

penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi untuk mengurangi ukuran

lesi secara cepat sehingga penglihatan bisa pulih. Hemangioma kavernosum

atau campuran diobati jika steroid diberikan secara oral dan injeksi langsung

pada hemangioma. Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu lama

dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes, iritasi lambung,

dan pertumbuhan terhambat.

c. Terapi pembedahan

Indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada hemangioma adalah:

- Pertumbuhan terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu lesi

menjadi 3-4 kali lebih besar.

- Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.

- Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah

6-7 tahun (Oski, 1999).

Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada

beberapa lesi yang terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan

rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-tahun setelah terapi medis.

20

Page 19: Referat Tumor mata

Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna jika

hemangioma yang akan dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan lokasi

yang sulit dijangkau dengan pembedahan. Embolisasi akan mengecilkan

ukuran dan mengurangi risiko perdarahan pada saat pembedahan

(Hamzah,2005).

d. Terapi radiasi

Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak

ditinggalkan karena:

- Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan

tulangnya masih sangat aktif.

- Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka panjang.

- Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan

menyulitkan jika diperlukan suatu tindakan (Hamzah,2005).

e. Terapi sklerotik

Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada

lesi hemangioma, misalnya dengan namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-

salisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Namun, cara ini sering tidak

disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatrik (Hamzah,2005).

f. Terapi pembekuan

Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif

diberikan pada hemangioma tipe superfisial tetapi ini jarang dilakukan karena

dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi.

g. Terapi embolisasi

Embolisasi merupakan teknik memposisikan bahan yang bersifat

trombus ke dalam lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan

panduan fluoroskopi. Embolisasi dilakukan jika modalitas terapi yang lain

tidak dapat dilakukan atau sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan

pembuluh darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau sementara,

tergantung jenis bahan yang digunakan. Banyak bahan embolisasi yang

digunakan, antara lain methacrylate spheres, cyanoacrylate, balon kateter,

silikon, wol, katun, spon gelatin, dan spon polyvinyl alcohol (Oski,1999).

21

Page 20: Referat Tumor mata

h. Terapi laser

Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan

menggunakan pulsed dye laser (PDL) di mana jenis laser ini dianggap efektif

terutama untuk jenis Port-Wine stain. Pulsed-dye laser dapat digunakan untuk

mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa komplikasi tetapi berefek

kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki

keuntungan jika dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid yang

ditimbulkan minimal (Mulliken,1997).

i. Kemoterapi

Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan

pada anak-anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan efektif

pada anak-anak yang menderita sindrom Kassabach Merritt. Vinkristin

diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek

samping dari terapi ini adalah neuropati perifer, konstipasi, dan rambut rontok.

Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor vaskuler jinak karena mempunyai

efek toksisitas yang sangat besar (Mulliken, 1997).

Komplikasi

Morbiditas hemangioma palpebra sangat bergantung dari seberapa besar

ukurannya mengisi rongga mata. Komplikasi yang paling sering dari hemangioma

adalah ambliopia deprivasi pada mata yang terkena jika lesi cukup besar untuk

menghalangi aksis visual. Hal ini dapat ditemukan pada 43-60% pasien dengan

hemangioma palpebra. Jika lesi cukup besar untuk menyebabkan distorsi kornea

dan astigmatisma maka ambliopia anisometrik dapat terjadi.Selain itu, perdarahan

juga merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Penyebabnya ialah trauma

dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas

permukaan hemangioma sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh

(Skuta, 2011).

Ulkus dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan risiko infeksi,

perdarahan, dan sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga

terjadi akibat rupture (Skuta, 2012).

22

Page 21: Referat Tumor mata

C. Xanthelasma

Definisi

Xanthelasma adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis

yang paling sering dijumpai dari beberapa tipe klinis xantoma yang dikenal.

Selain itu xanthelasma diartikan pula sebagai kumpulan kolesterol di bawah kulit

dengan batas tegas berwarna kekuningan biasanya di permukaan anterior palpebra

sehingga sering disebut xanthelasma palpebra (Vaughan, 2010)

Epidemiologi

Secara global xanthelasma juga merupakan kasus jarang di populasi

umum. Pada studi kasus pasien dengan xanthomatosis, xanthelasma lebih sering

dijumpai pada wanita dengan 32% dan 17,4% pada laki-laki. Onset timbulnya

xanthelasma berkisar antara 15-73 tahun dengan puncak pada dekade 4-5.

Xanthelasma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja (Roy, 2008).

Manifestasi Klinis

Timbul plak iregular di kulit, warna kekuningan sering kali di sekitar

mata. Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2-30 mm, ada kalanya

simetris, dan cenderung bersifat permanen. Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya

mengeluh untuk alasan estetika. Xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi

medial kelopak mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plak

berisi deposit lemak dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar dan

bertambah jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak

mata tetapi ptosis harus diperiksa jika ditemukan (Hampton R, 2012).

Gambar 2.5 Xanthelasma (Hampton Roy, 2012)

23

Page 22: Referat Tumor mata

Patofisiologi

Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi xanthoma

dapat ditemui pada hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan genetik primer

termasuk dislipoproteinemia, hipertrigliseridemia, dan defisiensi lipase lipoprotein

yang diturunkan. Diabetes yang tidak terkontrol juga menyebabkan hiperlipidemia

sekunder. Xanthelasma juga bisa terjadi pada pasien dengan lipid normal dalam

darah yang mempunyai HDL kolesterol rendah atau kelainan lain lipoprotein

(Hampton Roy, 2008).

Pemeriksaan Laboratorium 

Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid

disarankan untuk pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasma

biasanya dapat didiagnosis dengan jelas secara klinis dan jarang kelainan lain

memberi gambaran klinis sama. Jika ragu, eksisi bedah dan analisis PA sebaiknya

dilakukan (Hampton Roy, 2008).

Pemeriksaan Histologi

Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan

histiosit dengan deposit lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas.

Lipid utama yang disimpan pada hiperlipidemia dan xanthelasma normolipid

adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini adalah yang teresterifikasi (Hampton

Roy, 2008).

Tatalaksana

Pembatasan diet dan penggunaan obat-obatan penurun lipid serum hanya

memberikan respon pengobatan yang kecil terhadap xanthelasma. Terdapat

beberapa pilihan untuk menghilangkan xanthelasma palpebra yaitu eksisi bedah,

argon dan karbondioksida ablasi laser, kauterisasi kimia, elektrodesikasi, serta

krioterapi (Vaughan, 2010).

Eksisi bedah

24

Page 23: Referat Tumor mata

1. Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan karena skar akan

berbaur dengan jaringan sekitar.

2. Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi

skar karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana

pada lesi yang lebih luas berisiko menyebabkan retraksi kelopak mata

dan ektropion sehingga butuh cara rekonstruksi lain. Pengangkatan

xanthelasma sudah menjadi bagian dari bedah kosmetik.

3. Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon

4. Menambah hemostasis, memberikan visualisasi lebih baik, tanpa

penjahitan, dan lebih cepat. Namun, skar dan perubahan pigmen dapat

terjadi(Hampton Roy, 2012).

Kauterisasi kimia.

Penggunaan chloracetic acid efektif untuk menghilangkan xanthelasma.

Zat ini mengendapkan dan mengkoagulasikan protein dan lipid.

Monochloroacetic acid, dichloroacetic acid, dan trichloroacetic acid dilaporkan

memberi hasil yang baik. Haygood menggunakan kurang dari 0.01 ml dari 100%

dichloracetic acid dengan hasil sempurna dan skar minimal (Hampton Roy,

2012).

Elektrodesikasi dan krioterapi

Dapat menghancurkan xanthelasma superfisial tetapi butuh terapi berulang.

Krioterapi menyebabkan skar dan hipopigmentasi (Hampton Roy, 2012).

Prognosis

Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari

penelitian yang dilakukan pada eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40%

pasien. Persentase ini lebih tinggi dengan eksisi sekunder. Kegagalan ini terjadi

pada tahun pertama dengan persentase 26% serta lebih sering terjadi pada pasien

dengan sindrom hiperlipidemia dan jika terjadi pada 4 kelopak mata sekaligus

(Hampton Roy, 2012).

2.1.2 Tumor Ganas Palpebra

25

Page 24: Referat Tumor mata

A. Karsinoma Sel Basal Kelopak Mata

Definisi

Karsinoma Sel Basal (KSB) kelopak mata adalah kanker yang paling

sering terjadi pada kelopak mata (hampir 90%). Kejadian KSB paling sering

terdapat pada kelopak mata bawah (hampir 70%), tetapi masi bisa muncul pada

bagian tepi kelopak, sudut mata, kulit alis dan bagian-bagian lain yang berdekatan

pada wajah. Kanker jenis ini hampir tidak pernah menyebar ke organ tubuh lain,

namun dapat menyebabkan kerusakan jaringan sampai kecacatan akibat

pertumbuhan tumor ke jaringan sekitarnya.

Etiologi

Paparan radiasi ultraviolet dari sinar matahari (sinar UVB)

Paparan arsen melalui saluran perncernaan, terutama pada pengobatan

pasien asma dan psoriasis.

Pasien yang sistem kekebalan tubuhnya menurun (imunosupressi), seperti

pada pasien penerima transplantasi organ dan pasien AIDS

Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit genetik yang menyebabkan

ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki kerusakan genetik akibat sinar

UV

Riwayat mengalami penyakit yang sama sebelumnya bisa meningkatkan

resiko terjadinya karsinoma sel basal ini (RSCM, 2012)

Manifestasi Klinis

- Tumor ini tumbh lambat, jarang mengenai jaringan yang lebih dalam

karena terdapat fasia yang bertindak sebagai barier. Pada keadaan yang

sangat lanjut dapat berkembang sampai ke orbita, sinus paranasalis,

rongga hidung dan rongga tengkorak.

- Tidak nyeri

- Epifora , dapat terjadi pada karsinoma sel basal yang terletak di kantus

internus dimana tumor menginfiltrasi pungtum dan duktus nasolakrimalis.

26

Page 25: Referat Tumor mata

- Penurunan visus sampai terjadi kebutaaan, pada pertumbhan yang lanjut

tumor akan merusak kelopak mata bawah dan atas serta masuk ke rongga

orbita. Dalam hal ini akan terjadi keratitis eksposur karena kelopak mata

atas tidak berfungsi lagi, berlanjut menjadi ulkus kornea samapi

endoftalmitis (Djuanda, 2007).

Gambar 2.6 Karsinoma Sel Basal pada palpebral inferior orbita sinistra (RSCM Kirana, 2012)

Diagnosis

- Inspeksi

Tidak terdapat gambaran yang khas pada karsinoma sel basal ini, tetapi

pada umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran palpebr

mendatar dengan tepi yang agak meninggi serta berlilin. Di tengahnya

sering berbentuk ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden.

- Histopatologi

Pemeriksaan jaringan palpeb tumor merupakan pemeriksaan penentu

palpebra pasti (PDT, 2006).

Diagnosa Banding

Terdapatnya gambaran klinis karsinoma sel basal yang bervariasi, maka sukar

dibedakan dengan tumor ganas kelopak mata yang lain misalnya karsinoma

epidermoid, melanoma maligna dan adenokarsinoma kelenjar kelopak mata tanpa

27

Page 26: Referat Tumor mata

pemeriksaan histopatologi jaringan tumor, oleh karena itu, untuk membedakan

secara pasti haruslah berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan tumor

(PDT,2006)

Terapi

Terapi pembedahan merupakan terapi pilihan. Tumor yang terbatas dikelopak

mata, dilakukan eksisi luar diikuti dengan tindakan rekonstruksi. Eksisi dibuat 4-

5mm dari tepi tumor secara makroskopik. Tumor yang sudah mengadakan invasi

ke jaringan orbita dilakukan eksenterasi orbita.

Terapi radiasi diberikan pada tumor yang luas. Karena luasnya ini maka

tindakan rekonstruksi setelah eksisi sukar dikerjakan dan akan menyebabkan

gangguan dari fungsi kelopak mata. Kegunaan radiasi dalam hal ini ialah untuk

mengecilkan tumor sehingga memudahkan tindakan rekonstruksi dan tidak

menyebabkan gangguan fungsi kelopak mata (PDT, 2006)

B. Karsinoma Sel Skuamosa

Definisi

Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) adalah suatu tumor ganas kulit non

melanotic yang berasal dari pertumbuhan Palpebral sel skuamosa epidermis .

Karsinoma sel skuamosa dibedakan dari neoplasia insitu, dimana pada karsinoma

sudah terjadi invasi melewati lapisan palpebra basal (AAO, 2008).

Epidemiologi

Insidensi KSS bervariasi berdasarkan geografis, ras, usia dan kaitannya

dengan HIV/AIDS. Secara internasional insidennya bervariasi secara geografis,

palpeb 0,03-3,5/100.000 penduduk/thn. Individu yang tinggal dekat garis ekuator

cenderung mengalami KSS pada usia yang lebih muda daripada yang tinggal jauh

dari garis ekuator. Karsinoma sel skuamosa lebih dominan mengenai ras kaukasia.

Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering terjadi pada laki laki (75%)

dibandingkan wanita (25%) dan cenderung mengenai umur yang lebih tua, namun

dapat terjadi pada usia lebih muda pada pasien dengan xeroderma pigmentosum

28

Page 27: Referat Tumor mata

dan pada daerah tropis. Pasien dengan AIDS mempunyai resiko l3x untuk

berkembangnya keganasan epitel ini (AAO, 2008).

Etiologi, Faktor Resiko, dan Patogenesis

Etiologi KSS belum diketahui, namun diduga bahwa terjadi maturasi

abnormal epitel konjungtiva akibat kombinasi dari beberapa faktor resiko,

seperti :

- Paparan sinar ultra violet yang berlebihan.

- HPV tipe 16 dan l8, diketahui dapat menyebabkan dysplasia pada lapisan

skuamosa epitel.

- Individu dengan HIV positive dan pasien dengan Xeroderma

Pigmentosum.

- Pada xeroderma pigmentosum, terjadi gangguan kongenital dimana terjadi

kegagalan penyembuhan DNA akibat pengaruh UV.

- Faktor resiko lainnya diduga karena inflamasi yang lama, asap rokok dan

pemakaian lensa kontak yang lama (AAO, 2008).

Diagnosis

Pasien dengan karsinoma sel skuamosa (KSS) sering adanya massa di

mata, yang bertambah ukurannya dengan cepat. Sering pula ditemui keluhan

kemerahan atau iritasi. Tumor ini sering terdapat di daerah interpalpebral dekat

nasal atau temporal limbus, namun dapat juga mengenai konjungtiva atau kornea.

Gambaran klinis dari karsinoma sel basal bervariasi. Terdapat 3 tipe

gambaran klinis ; yaitu:

Lesi Leukoplakic; tampak sebagai penebalan lapisan skuamosa dengan

lapisan plak hyperkeratosis berwarna putih.(A)

Lesi papilomatous; tampak sebagai massa lunak dengan vaskularisasi yang

banyak.(B)

Lesi gelatinosa; tampak sebagai penebalan lapisan gelatinosa dengan batas

tidak jelas, yang mana tidak sejelas lesi leukoplakic maupun lesi

papilomatous.

29

Page 28: Referat Tumor mata

Gambar 2.7 Karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva

Pada palpebral, KSS mempunyai karakteristik klinis yang bervariasi dan juga

tidak memiliki tanda tanda patognomonik. Terdapat 3 bentuk KSS pada palpebra:

KSS Nodular; mempunyai karakteristik berupa nodul hiperkeratotik yang

dapat berkembang menjadi erosi berkrusta dan fisura.

KSS Ulcerative; mempunyai dasar kemerahan, dengan batas tegas.

Mempunyai pinggiran yang menonjol, namun pnggiran keperakkan jarang

ditemukan

Cutaneus Horn; dengan KSS pada dasarnya.

Jika terdapat kecurigaan suatu keganasan sel skuamosa konjungtiva, biopsi

eksisional dan pemeriksaan histopatologi jaringan merupakan pemeriksaan baku

emas. Untuk lesi yang sangat besar, biopsi insisional dapat dilakukan, namun cara

yang tepat dan manipulasi minimal dari jaringan sekitarnya penting untuk

mencegah penyebaran tumor (AAO, 2008).

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan pada Karsinoma sel skuamosa

konjungtiva. Pewarnaan Rose Bengal dapat membantu unhrk menentukan

perluasan lesi yang tepat. Pemeriksaan dengan slitlamp, gonioskopi dilakukan jika

curiga adanya keterlibatan intraokuler. Palpasi pembesaran kelenjar limfe

dilakukan untuk mencari metastase regional. CT Scan dan MRI dapat membantu

jika ada invasi ke orbita (AAO, 2008).

Penatalaksanaan

30

Page 29: Referat Tumor mata

Terapi pilihan dari karsinoma sel skuamous konjungtiva adalah eksisi luas.

Dianjurkan untuk batas eksisi 2-3 mm dari tumor yang terlihat. Frozen section

dapat menilai batas lateral eksisi namun tidak dapat membantu menentukan batas

dalam. Setelah eksisi dapat dilakukan krioterapi pada batas konjungtiva yang

tinggal dan dasar lesi untuk menurunkan angka rekurensi. Krioterapi dapat

menghancurkan sel tumor melalui penghancuran oleh dingin sama seperti yang

diakibatkan oleh iskemia lokal.

Radiasi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant, pada lesi yang luas

dengan batas yang tidak jelas dan sebagai terapi paliatif pada kasus yang tidak

dapat ditoleransi dengan operasi. Enukleasi diindikasikan jika terdapat perluasan

ke intraokuler dan untuk kasus lanjut dengan keterlibatan orbit4 eksenterasi

adalah prosedur pilihan

Terapi dengan anti metabolit 5FU (5 Fluorouracil) dan Mytomicin C

(MMC) telah digunakan sebagai terapi adjuvant dalarn manajemen keganasan

konjungtiva. Obat ini diindikasikan pada lesi lesi rekuren setelah eksisi primer,

batas yang tidak bebas tumor pada pemeriksaan histopatologi dan lesi yang difus

(AAO, 2008).

Pencegahan

Untuk pencegahan KSS, dapat dilakukan melalui tindakan maupun dengan

obat obatan kemoprotektif. Secara tindakan yaitu dengan mengurangi paparan

terhadap UV, baik dengan penggunaan tabir surya ataupun dengan menggunakan

pelindung tubuh seperti pakaian berlengan panjang. Obat obatan kemoprotektif

berupa konsumsi asam retinoat (vitamin A) yang dapat menghambat pertumbuhan

KSS secara invitro, dan menurunkan angka kejadian KSS pada populasi beresiko

tinggi seperti pada penderita Xeroderma pigmentosum (AAO,2008).

Komplikasi

Komplikasi utama adalah rekurensi, yang umumnya terjadi dalam tahun

pertama setelah eksisi, tapi juga bisa terlambat sampai 5 tahun. Rekurensi jarang

terjadi pada eksisi yang komplit. Temuan histopatologi dan batas eksisi juga

31

Page 30: Referat Tumor mata

mempengaruhi angka rekurensi. Dengan eksisi lengkap, angka rekurensi kurang

dari l0%. Selain itu, komplikasi paling sering adalah invasi intraokuler dan

metastase, umumnya melalui kelenjar getah bening preaurikuler dan servikal

(AAO, 2008)

Prognosis

Karsinoma sel skuamosa konjungtiva merupakan keganasan tipe low grade

malignancy. Prognosis umumnya baik, namun hal itu juga terganrung pada ukuran

lesi, temuan histopatologis,dan eksisi yang komplit (AAO, 2008).

2.2 TUMOR KELENJAR LAKRIMALIS

Lima puluh persen massa terdapat di kelenjar lakrimalis adalah tumor epitel;

separuh dari jumlah itu bersifat ganas.

Massa peradangan dan tumor limfoproliferatif merupakan penyebab 50% lainnya.

. Pleomorphic adenoma (Benign mixed tumor)

o Merupakan tumor jinak biasa muncul pada usia 40-50 tahun.

Gambaran Klinis: Proptosis, displacement bola mata ke inferior

medial.

Malignant mixed tumor

32

Page 31: Referat Tumor mata

o Merupakan perkembangan lanjut dari benign mixed tumor atau

rekurensi dari benign mixed tumor yang pengangkatannya tidak

bersih

Adenoid cystic carsinoma

o Merupakan tumor ganas yang terbanyak . Gejala klinis selain

proptosis juga nyeri karena invasi tumor perineural dan destruksi

tulang.

Tumor epitel yang paling sering adalah adenoma pleomorfik (tumor

campuran jinak).Tumor ganas pada kelenjar lakrimal ini harus dicurigai apabila

pasien datang dengan nyeri dan perubahan tulang destruktif tampak pada

pemeriksaan dengan sinar X (Lita, 2005).

Gambar 2.8 tumor kelenjar lakrimalis orbita dextra (Lita, 2005).

2.3 TUMOR MELANOSITIK INTRAOKULAR

2.3.1 Melanositoma

Melanositoma merupakan tumor yang jarang, memiliki karakteristik yang

luas, bentukan polyhedral, nucleus yang kecil; dan sitoplasmanya terisi granula-

granula melanin. Sel-sel dalam melanoma iris yang dapat berada di bilik mata

depan dapat menyebabkan glaucoma. Melanositoma dari korpus siliar biasanya

tidak dapat terlihat secara klinis karena lokasinya yang berada di perifer. Dalam

beberapa kasus, ekstensi dari tumor ke ekstra skleral menuju ke kanal

pembuangan dapat muncul sebagai pigmentasi gelap, dan dapat berupa massa

33

Page 32: Referat Tumor mata

terfiksasi pada subkonjungtiva. Melanositoma pada koroid muncul sebagai

elevasi, tumor yang terpigmentasi, dan nevus atau melanoma (AAO, 2008).

2.3.2 Nevus Iris

Gambar 2.9 Nevus Iris, manifestasi klinis. Lesi ini hanya mengenai sedikit permukaan iris dan lesi berwarna coklat homogeny (AAO, 2008)

Secara umum, nevus iris timbul sebagai lesi pigmentasi pada stroma iris

dengan distorsi susunan anatomi iris yang minimal. Insidensi nevi iris kadang

kurang menyakinkan karena banyak produksi lesi yang tidak menunjukkan tanda

dan gejala yang secara rutin dikenali melalui pemeriksaan oftalmologi. Bentuk

Nevi iris:

1. Circumscribed Iris Nevus: tipe nodular, termasuk bagian dari melanoma

iris yang berlainan.

2. Diffuse Iris Nevus: mungkin melibatkan seluruh sector dan walaupun

jarang bisa mengenai seluruh iris. Dalam beberapa kasus iris nevus

menyebabkan ektropion iris dan katarak sektoral. Insidensi kejadian nevus

iris lebih tinggi pada pasien dengan neurofibroma.

Nevus iris di evaluasi lebih baik dengan menggunakan

biomikroskopik slit-lamp digabungkan dengan penggunaan gonioskopi

untuk mengevaluasi sudut bilik mata. Perhatian secara spesifik seharusnya

diberikan bila ada lesi di dalam struktur sudut bilik mata untuk mendeteksi

awal adanya tumor pada corpus siliaris. Diagnosis banding yang mungkin

dari nevus iris adalah melanoma iris. Ketika pasien sudah didiagnosis

34

Page 33: Referat Tumor mata

sebagai nevus iris maka diperlukan observasi rutin dan reevaluasi serial

diindikasikan. Evaluasi klinik dari nevus iris meliputi fotografi slitlamp

dan biomikroskopi ultrasonografi frekuensi tinggi. Nevi iris biasanya tidak

membutuhkan terapi apabila tidak ada tanda-tanda menuju keganasan,

tetapi jika tersangka keganasan maka perjalanan penyakit harus diikuti

dengan baik dan dievaluasi fotografi untuk mengevaluasi pertumbuhannya

(AAO, 2008)

2.3.3 Nevus Corpus Siliar Atau Koroid

Nevi pada corpus siliaris kadang-kadang secara tidak sengaja ditemukan

pada saat pemeriksaan histopatologi menyeluruh dari bola mata yang didapatkan

dari operasi enukleasi untuk penyakit atau alasan lain. Nevi koroid mungkin

timbul pada lebih dari 7% dari populasi. Dalam kasus yang lain, nevus ini tidak

memiliki tanda dan gejala klinik dan bisa dikenali melalui pemeriksaan

oftalmologi rutin. Nevus koroidal yang khas muncul sebagai lesi pigmentasi yang

datar atau menimbul sedikit (abu-abu hingga coklat) pada koroid dengan batas

yang tidak jelas. Beberapa nevus koroid tidak mengandung melanosit dan tampak

kurang nyata. Nevi koroid kemungkinan besar terjadi bersamaan dengan

gangguan pada RPE (Retinal Pigmen Epitelium), detasemen serous, drusen,

membrane neovaskularisasi koroid, dan pigmen oranye; dan nevus ini dapat

menimbulkan defek jaras visual (AAO, 2008).

Pada fluorescein angiografi. Nevi koroid akan muncul sebagai

hipofluoresce atau hiperfluoresce, tergantung dari penemuan berhubungan yang

ditemui. Melanositosis okular dan okulodermal merupakan factor predisposisi

terhadap keganasan uveal dengan estimasi yang lebih banyak berisiko adalah

populasi orang kulit putih. Nevi koroid dibedakan dari melanoma koroid dari

evaluasi koroid dan pemeriksaan penunjang yang lain. Tidak ada manifestasi

klinik tunggal yang patognomonik dalam membedakan apakah lesi melanositik

koroid ini jinak atau ganas. Diagnosis banding dari lesi pigmentasi intraocular

fundus yang umumnya dijumpai adalah sebagai berikut:

- Nevus koroid

35

Page 34: Referat Tumor mata

- Melanoma maligna

- Skar disciformis atipikal berhubungan dengan Age-related macular

degeneration (AMD)

- Hemorragik suprakoroid

- Hiperplasia Retinal Pigmen Epitelium

- Congenital Hypertrophy of the Retinal Pigment Epithelium (CHRPE)

- Hemangioma koroidal dengan hiperpigmentasi RPE

- Melanositoma

- Karsinoma metastatic dengan hiperpigmentasi RPE

- Osteoma koroidal (AAO, 2008).

Sebenarnya, semua tumor melanositik koroid yang lebih tebal dari 3 mm

disebut melanoma, dan semua lesi melanositik yang tebalnya kurang dari 1 mm

disebut nevi. Banyak lesi yang tebalnya 1-2 mm (diameter apical) kemungkinan

jinak walaupun berisiko menjadi ganas. Sulit untuk mengklasifikasikan secara

tepat tumor dengan diameter 1-2 mm termasuk jinak atau ganas. Lesi datar

dengan diameter basal 10 mm atau kurang hampir selalu jinak. Resiko keganasan

meningkat untuk lesi yang memiliki diameter basal lebih dari 10 mm. Faktor

risiko klinik terhadap penyebaran lesi melanositik koroid telah di karakteristikan

dengan baik dan termasuk:

- Gejala klinis subjektif seperti: metamorfopsia, fotopsia, penurunan

lapang pandang

- Adanya pigmentasi koroid berwarna orange

- Diikuti dengan cairan subretinal

- Ukuran yang bertambah besar

- Lokasinya pada jukstapapilar

- Ketiadaan drusen atau perubahan RPE

- Pada fotografi fluorescein ditemukan titik hitam

- Pada USG ditemukan gambaran homogeny (AAO, 2008)

Jika pada pemeriksaan tersebut ditemukan penyebaran yang luas, maka

perubahan menuju keganasan harus dipikirkan.Penatalaksanaan yang

direkomendasikan untuk nevi koroid adalah dengan pemantauan secara rutin.

36

Page 35: Referat Tumor mata

Gambar 2.10. A. Nevus koroid dengan penampakan drusen, di bawah arcus retinovascular bagian temporal bawah. B. Nevus koroid ukuran sedang dengan

penampakan drusen, pada papil nervus optic sebelah superior (AAO, 2008)

37

Page 36: Referat Tumor mata

2.4 TUMOR PADA RETINA

2.4.1 Retinoblastoma

Definisi

Retinoblastoma dalah keganasan intraokular primer yang paling sering

pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip

dengan neuroblastoma dan medulloblastoma (AAO,2009).

Epidemiologi

Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan

anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Kasus

Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan

dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 1–3

tahun. Onset diatas 5 tahun jarang terjadi (AAO,2009).

Frekuensi Retinoblastoma 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup,

tergantung negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru

Retinoblastoma setiap tahun. Di Mexico dilaporkan 6-8 kasus per juta populasi

dibandingkan dengan Amerika Serikat sebanyak 4 kasus per juta populasi

(AAO,2009)..

Epidemiologi retinoblastoma

- Tumor intraokular paling sering pada anak

- Tumor intraokular ketiga paling sering dari seluruh tumor intraokular

setelah melanoma dan metastasis pada seluruh populasi

- Insiden 1:14.000 – 1:20.000 kelahiran hidup

- 90% dijumpai sebelum umur 3 tahun

- Terjadi sama pada laki-laki dan perempuan

- Terjadi sama pada mata kiri dan kanan

- Tidak ada predileksi ras

- 60%-70% unilateral (rata-rata umur saat diagnosis 24 bulan)

- 30%-40% bilateral (rata-rata umur saat diagnosis 14 bulan) (AAO, 2009).

38

Page 37: Referat Tumor mata

Etiologi

Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada

lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang

berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang

terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada

transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari

sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir (AAO,2009).

Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen

supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki

satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel

retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada

bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel

retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan (Yanoff, 2009).

Patofisiologi

Teori tentang histogenesis dari retinoblastoma yang paling banyak dipakai

umumnya berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang

kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina

dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai

pola pertumbuhan (Yanoff, 2009).

Pola Penyebaran Tumor

1. Pola pertumbuhan

Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola

pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran

massa putih sampai coklat muda yang menembus membran limitan interna.

Retinoblastoma endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel

dari retinoblastoma yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub

retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous

seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endoftalmitis,

vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul

39

Page 38: Referat Tumor mata

di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk

pseudohipopion (AAO, 2009).

Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang

subretinal, yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi

peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat. Pertumbuhan

retinoblastoma eksofitik sering dihubungkan dengan akumulasi cairan subretina

yang dapat mengaburkan tumor dan sangat mirip ablasio retina eksudatif yang

memberi kesan suatu Coats disease lanjut. Sel retinoblastoma mempunyai

kemampuan untuk implan dimana sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan

tumbuh. Dengan demikian membuat kesan multisentris pada mata dengan hanya

tumor primer tunggal.Sebagaimana tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang

berkembang memberikan gambar khas chalky white appearance (AAO, 2009).

2. Invasi saraf optikus

Penyebaran tumor sepanjang ruang sub araknoid ke otak. Sel retinoblastoma

paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas

kedalam ruang sub aracnoid (AAO, 2009).

3. Diffuse infiltration retina

Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral,

nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada

tumor dijumpai adanya injeksi konjungtiva, anterior chamber seeding,

pseudohipopion, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi

retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan

dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediat yang tidak diketahui

etiologinya. Glaukoma sekunder dan rubeosis iridis terjadi pada sekitar 50% kasus

(AAO, 2009).

4. Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang.

Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk

ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana

tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi

trabekular messwork, memberi jalan masuk ke limfatik konjungtiva. Kemudian

timbul kelenjar limfe preauricular dan servical yang dapat teraba (AAO, 2009).

40

Page 39: Referat Tumor mata

Manifestasi klinis

Pasien umur < 5 tahun

Leukokoria (54%-62%), * Proptosis

Strabismus (18%-22%) * Katarak

Hipopion * Glaukoma

Hifema * Nistagmus

Heterokromia * Tearing

Spontaneous globe perforation * Anisokoria

Pasien umur > 5 tahun

Leukokoria (35%) * Inflamasi (2%-10%)

Penurunan visus (35%) * Floater (4%)

Strabismus (15%) * Pain (4% ) (AAO, 2009).

Gambar 2.11 retinoblastoma pada mata tampak leukokoria

41

Page 40: Referat Tumor mata

Gambar 2.12 funduskopi pada penderita retinoblastoma (AAO, 2009).

Diagnosis

Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan PA, karena tindakan biopsy merupakan kontra indikasi, maka dapat

dilakukan dengan pemeriksaan penunjang:

1. Pemriksaan fundus okuli ditemukan adanya masaa yang menonjol dari

retina disertai pembuluh darah pada permukaan maupun di dalam massa

tumor tersebut dan berbatas kabur.

2. Pemeriksaan x-rays, hamper 60-70% menunjukkan kalsifikasi. Bila tumor

mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen optikum melebar

3. USG, dengan pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya massa intraokuler

meskipun media keruh.

4. Lactic acid dehydrogenase (LDH), dengan membandingkan kadar LDH

akuos humor dan serum darah. Bila rasio lebih besar dari 1.5 dicurigai

kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (pada keadaan normal

rasio kurang dari 1 (PDT,2006).

Gambaran Histologi

Tumor terdiri dari sel basofilik kecil ( retinoblas), dengan nukleus

hiperkromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak

dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai

oleh pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :

42

Page 41: Referat Tumor mata

1. Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen sentral yang dikelilingi

oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen.

2. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel

terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik

3. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi

fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan

tampak menyerupai karangan bunga (Kanski, 2007).

Gambar 2.12 Retinoblastoma (AAO, 2009).

Klasifikasi

Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma

intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak

menggolongkan Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari

perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai

adanya vitreous seeding.

Klasifikasi Reese-Ellsworth

• Group I

a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang

equator

b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau

dibelakang equator

• Group II

a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator

43

Page 42: Referat Tumor mata

b. Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator

• Group III

a. Ada lesi dianterior equator

b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator.

• Group IV

a. Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc

b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata

• Group V

a. Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina

b. Vitreous seeding (AAO, 2009).

Diagnosa Banding

- Katarak

- Persistent hyperplastic primary vitreus

- Retinophaty of prematurity

- Ablasi retina

- Panoftalmitis (AAO, 2009).

Terapi

1. Enukleasi

Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :

- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata

- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus

- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa glaukoma neovaskular

(AAO, 2009)..

2. Eksenterasi orbita

Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan

mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya (AAO, 2009)..

3. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya

dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser. Sekarang ini regimen

44

Page 43: Referat Tumor mata

kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan

Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap

3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi. (AAO, 2009).

4. Photocoagulation dan Hyperthermia

Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk

terapi retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal

kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah

tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk

terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai

hipertermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur

tumor sampai 45-60 oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat

bertambah dengan kemoterapi dan radioterapi. (AAO, 2009).

5. Krioterapi

Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm

dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung

dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih

untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak

lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik

tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi. (AAO,

2009).

Prognosis

Bila masih terbatas retina, kemungkinan hidup 95%

Bila metastase ke orbita retina, kemungkinan hidup 5%

Bila metastase ke tubuh, kemungkinan hidup 0% (PDT,2006)

45

Page 44: Referat Tumor mata

2.5 TUMOR PADA KONJUNGTIVA

2.5.1 Karsinoma Sel Skuamosa pada Konjungtiva

Definisi

Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah satu jenis tumor ganas intra

epithelial yang bermanifestasi pada mata di daerah limbus dan margo palpebral,

yaitu daerah peralihan epitel (Sandra, 1992)..

Epidemiologi

Karsinoma sel skuamosa paling sering ditemukan pada laki-laki dengan

usia tua yang berkulit putih (76%). Rata-rata usia pasien yang terkena adalah 56

tahun. Tumor in mrupakan 14% dari semua tumor mata primer dan tumor orbital

terkait dengan paparan sinar matahari. Sinar matahari, terutama radiasi sinar

ultraviolet-B (UV-B) dapat menyebabkan kerusakan DNA, mutasi, dan sel

kanker. Meskipun human papillomavirus-16 telah ditemukan dalam spesimen

tumor konjungtiva, namun belum terbukti menyebabkan tumor ini (Sandra,

1992)..

Patogenesis

Lesi karsinoma sel skuamosa dimulai dengan timbulnya massa berukuran

kecil, 1-2 mm berwarna putih seperti gelatin, kemerahan disekitarnya akibat

bertambahnya vaskularisasi. Lesi akan tumbuh menjadi besar, kemudian timbul

erosi sampai akhirnya menjadi ulkus. Permukaan lesi tidak rata dan batasnya tidak

jelas. Lesi di limbus biasanya berada di daerah nasal atau temporal. Dalam

pertumbuhannya, lesi berkembang sangat lambat dan menimbulkan rasa sakit,

sehingga sering baru dikeluhkan oleh penderita setelah beberapa bulan (Sandra,

1992)..

Gambaran Klinis

Selain dari adanya lesi pada permukaan okuler, terdapat gejala lain seperti

mata merah dan terdapatnya iritasi. Secara klinis agak sukar untuk membedakan

antara dysplasia epitel konjungtiva, karsinoma in situ dan karsinoma sel

skuamosa. Lesi-lesi ini sering muncul diantara fissure interpalpebral, sering pada

46

Page 45: Referat Tumor mata

limbus walaupun ia juga bisa ditemukan pada bagian lain dari konjungtiva dan

kornea.

KSS bisa terlihat seperti agar-agar (gelatinous) dengan pembuluh darah

superficial atau dengan bentuk seperti papil atau leukoplakia dengan plak keratin

yang menutupinya (Sandra, 1992)..

Gambar 2.13 karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva (Sumber: Finger, 2010)

Gambaran Histopatologi

Evaluasi secara histopatologi dari lesi yang dieksisi atau insisi yang bisa

membedakan antara lesi-lesi di dalam spekturm KSS. Lesi displastik

memperlihatkan atipia seluler yang ringan, sedang, atau berat yang bisa

melibatkan berbagai ketebalan epithelium bermula dari lapisan basal menuju

keluar. Biasanya lapisan yang paling superfisial yang tidak terkena. Perubahan

displastik yang berat adalah sama dengan karsinoma in situ. Karsinoma in situ

bisa memperlihatkan semua ciri bagi karsinoma sel skuamosa, tetapi masih tetap

terbatas pada epithelium. Invasi yang dalam dari kornea ataupun sklera dan

penyebaran intraocular merupakan komplikasi yang jarang. Gambaran

histopatologi menunjukkan infiltrasi yang masuk kedalam dasar membrane

epithelial yang menyebar pada stroma konjungtiva. Sel tumor dapat dibedakan

dengan baik atau well differentiated dan dapat dikenali dengan mudah sebagai

skuamosa, moderately differentiated ataupun poorly differentiated dan dapat sulit

dibedakan dari keganasan lain seperti karsinoma sebasea (Kloek, 2004)

47

Page 46: Referat Tumor mata

.

Gambar 2.14 Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva (Kloek, 2004)

Klasifikasi Sistim TNM5

T (Tumor Primer)

Tx Tidak ditemukan tumor primer

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor 5 mm dengan dimensi yang lebih besar

T2 Tumor dengan ukuran > 5mm dengan dimensi yang lebih besar tanpa invasi ke

struktur yang berdekatan

T3 Tumor menginvasi struktur yang berdekatan (Tidak termasuk orbita)

T4 Tumor menginvasi orbita dengan atau tanpa perluasan yang lebih jauh

T4a Tumor menginvasi jaringan lunak orbita, tanpa invasi ke tulang

T4b Tumor menginvasi tulang

T4c Tumor menginvasi sinus paranasal yang berdekatan

T4d Tumor menginvasi otak

Kelenjar Limf Regional (N)

NX Kelenjar getah bening tidak ditemukan

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis kelenjar getah bening regional

Metastasis Jauh

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis Jauh

48

Page 47: Referat Tumor mata

Diagnosis Banding

a. Pterigium

b. Melanoma tanpa pigmentasi

Terapi

Pemilihan jenis terapi pada karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva

dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ukuran lesi, lokasi, derajat invasi

dari lesi, keadaan mata yang satunya, usia, keadaan umum pasien.

1. Pembedahan

Pembedahan secara eksisi adalah metode tradisional bagi pengobatan lesi

KSS. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan, direkomendasikan untuk

mengeksisi jaringan tumor dengan lebar margin sekitar 2mm ± 3mm. Apabila

lapisan kornea atau sklera yang lebih dalam terlibat, deep lamellar keratectomy

atau skelerektomi dilakukan (Oral, 2010).

Eksenterasi direkomendasikan apabila tumor konjungtiva telah menginvasi

ke anterior dari orbita. Exenterasi pada orbita meliputi membuang bola mata,

kelopak mata, dan berbagai isi dari rongga orbita. Pada keadaan yang lebih

ekstrim, juga termasuk di dalamnya membuang seluruh jaringan yang terdapat

pada rongga orbita, termasuk periorbita dan pada beberapa kasusmelakukan

reseksi pada tulangnya. Tindakan ini diindikasikan pada keadaan keganasan yang

dapat mengancam jiwa pasien atau ketika modalitas pengobatan secara

konservatif telah gagal atau tidak sesuai(Augsburger, 2004).

2. Krioterapi

Kombinasi dengan pembedahan secara eksisi dan cryosurgery untuk

mengurangkan kadar kekambuhan (Oral, 2010).

3. Kemoterapi topical

Disebabkan adanya kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan

eksisi, krioterapidan brakiterapi, penggunaan kemoterapi topical seperti tetes

mitomycin C, 5-fluorourasil,atau interferon alfa 2b telah dianjurkan. Efek

samping yang nyata adalah dari mitomycin c yang berupa hyperemia dan kadang

sebagian pasien bisa mengalami nyeri atauSensasi terbakar sakit dari toksisitas

49

Page 48: Referat Tumor mata

pada epithelial kornea. Efek sampingtersebut akan hilang dalam waktu 2 minggu

selepas pemberian obat dihentikan (Oral, 2010)

Prognosis

Karsinoma sel skuamosa dengan kekambuhan lokal diasumsikan sebagai

keganasan tipe low-grade. Kekambuhan setelah operasi eksisi tergantung dari

margin pembedahan (5% pada margin yang bebas, dan 50% pada margin yang

terlibat). Invasi intraokuler sangat jarang terjadi, begitu juga metastasis. Area

metastasis diantaranya adalah kelenjar getah bening pada preaurikuler,

submandibular dan servikal, kelenjar parotis, paru dan tulang. Penyebab utama

dari metastasis adalah terlambat dalam mendiagnosa dan terapi (Oral, 2010).

2.6 TUMOR SARAF OPTIK

2.6.1 Meningioma

Meningioma orbita primer biasanya berkembang dari araknoid selubung

nervus optikus.

Tumor ini cenderung menyebabkan defek visual pada tahap awalnya.

CT-scan dapat membedakan meningioma nervus optikus ( radiolusen di

bagian sentral) dari glioma nervus optikus ( hiperdens di bagian sentral ).

Meningioma orbita primer dapat meluas ke bagian luar dari duramater

menuju jaringan lunak orbita.

Meningioma nervus optikus biasanya lebih bersifat agresif dan letal pada

anak-anak dibanding dewasa.

Pada kebanyakan kasus, meningioma nervus optikus dapat menyebabkan

kebutaan.

Intervensi pembedahan, jika tumor tersebut tidak mengancam struktur

intrakranial dan jika penglihatannya dipertahankan.

Tanda yang paling sering dijumpai adalah hilangnya penglihatan dan atrofi

optikus. Proptosis terjadi apabila tumor terletak di dalam orbita.

Pengobatannya masih kontroversial. Belum terdapat statistik yang

meyakinkan untuk mengindikasikan bahwa pembedahan atau radiasi

memberi hasil yang efektif (Yuniarti, 2005)

50

Page 49: Referat Tumor mata

2.6.2 Glioma Nervus Optikus

Definisi

Glioma adalah tumor yang berasal dari sel-sel glia saraf. Sel glia merupakan sel

yang berkaitan erat dengan neuron, yang berfungsi sebagai pendukung struktur

dan fungsi neuron, namun tidak terlibat dalam fungsi penjalaran impuls. Dalam

otak manusia, jumlah sel glia jauh lebih besar daripada jumlah neuron.

Perbandingan antara jumlah sel glia dan neuron ialah 10:1 (Yuniarti, 2005).

Epidemiologi

Glioma merupakan tumor saraf optik yang paling sering ditemukan terutama pada

anak-anak (usia < 20 tahun). Tumor neuroglia ini dapat tumbuh di dalam orbita,

intrakanalikular, atau bagian saraf intrakranium, seringkali melibatkan khiasma

optikum.

Secara histologis biasanya glioma optik merupakan lesi benigna. Pengaruh

merugikannya tergantung kepada lokasi dan pola pertumbuhan. Glioma ini jarang

menunjukkan tanda-tanda ganas. Glioma optik terjadi dengan frekuensi yang

meningkat pada penderita neurofibromatosis (Yuniarti, 2005).

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis glioma optik intraorbital adalah kehilangan penglihatan

unilateral, proptosis dan deviasi mata, dapat juga ditemukan atrofi optik atau

kongesti papil nervus optikus. Pada glioma khiasma sering ditemukan defek

lapangan pandang ( biasanya hemianopsia bilateral), kenaikan tekanan

intrakranial, edema papil atau atrofi optik, disfungsi hipothalamus, disfungsi

hipofisis, dan kadang-kadang nistagmus atau strabismus.Glioma optik terjadi

dengan frekuensi yang meningkat pada penderita neurofibromatosis (Yuniarti,

2005).

51

Page 50: Referat Tumor mata

Gambaran radiologi

CT scan orbita

.Gambar 2.15 CT scan menunjukkan massa solid fusiformis pada distribusi persarafan,

dengan low attenuation dan kalsifikasi pada area sentral.

Gambar 2.16 Optic nerve glioma appears as diffuse enlargement of the left optic nerve (arrows) in an 8-year-old girl. Glioma saraf optik tampak sebagai pembesaran difus pada

nervup otik kiri (tanda panah).

52

Page 51: Referat Tumor mata

Gambaran Magnetic Resonance Imaging

Gambar 2.17 MRI pada anak perempuan usia 7 tahun dengan riwayat keluarga NF1 yang mengalami kebutaan sejak usia 18 bulan. MRI T2-weighted transaxial

menunjukkan glioma saraf optic bilateral (tanda panah).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan glioma optik meliputi pembedahan, radiasi dan kemoterapi). Bila

tumor ini terbatas intraorbital, intrakanalikular, atau bagian saraf prekhiasma,

reseksi sering dilakukan, terutama bila proptosis tidak terlalu tampak dengan

kehilangan penglihatan sempurna atau hampir sempurna di mata yang terkena.

Bila khiasma terlibat, tindakan bedah tidak dianjurkan, walaupun intervensi bedah

untuk mengendalikan hidrosefalus dan kenaikan tekanan intraakranium sekunder

atau bahan untuk biopsi mungkin diperlukan.. Radioterapi dapat mengubah

pertumbuhan tumor. Kemoterapi masih dalam tahap penelitian (Yuniarti, 2005).

53

Page 52: Referat Tumor mata

BAB III. KESIMPULAN

Tumor mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita, sebagian

merusak jaringan lunak mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Tumor mata jarang

ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus paranasalis, dan

sekelilingnya.

Tumor orbita diklasifikasikan berdasarkan asal tumor menjadi: tumor

orbita primer, tumor orbita sekunder, dan tumor orbita metastatic. Klasifikasi

tumor orbita yang lain dapat berdasarkan asal jaringan/ lokasi anatominya; tumor

kelenjar lakrimalis, tumor jaringan limfoid, tumor retina, tumor tulang, tumor

selubung saraf optic, tumor saraf optic, tumor jaringan ikat dan tumor metastase

melalui darah.

Gejala dan tanda dari tumor orbita meliputi: nyeri orbital, proptosis

(penonjolan bola mata), pembengkakan kelopak mata, palpasi teraba massa, gerak

mata terbatas, ketajaman penglihatan terganggu. Untuk menegakkan diagnosis

tumor mata diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan

tambahan.

Penanganan tumor orbita dibedakan berdasarkan sifat tumor apakah tumor

bersifat jinak atau ganas. Bila tumor jinak maka memerlukan eksisi dan atau

pendekatan konservatif. Bila tumor orbita bersifat ganas maka memerlukan

tindakan biopsy dan redioterapi dan kemoterapi.

Tumor orbita bisa juga berasal dari tempat lain sehingga disebut sebagai

tumor sekunder. Kebanyakan tumor orbita sekunder berasal dari hidung dan sinus

paranasal. Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita tumor

orbita mencapai 80%, artinya masih ada harapan hidup yang cukup baik. Angka

kematian sangat dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Tentu saja pada

stadium lanjut angka kelangsungan hidup lebih buruk.

54

Page 53: Referat Tumor mata

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology : Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors, section 4, 2007-2008. Page 251-303.

America Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus in Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2008-09 : 390-99

American Cancer Society. 2012. Retinoblastoma.

Augsburger JJ, Schneider S. 2004. Tumors of Conjunctiva and Cornea. In Opthalmology. Mosby. Spain.

Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit : LWW, Philadelphia.

Classon, Marie and Ed Harlow. The Retinoblastoma Tumors Suppresor in Development and Cancer. Nature Publishing Group USA : 2002. Vol 2 : 910-917.

Feri M dan Sagiran. 2000. Hemangioma Karya Ilmiah. Bagian Bedah FK UMY. Yogyakarta.

Finger, PT. 2010. Squamous carcinoma and intraepithelial neoplasia of the conjunctiva. Available from : http:// www.Eyecancer.com/Patient/ Condition.aspx?nID=38&Category=Conjunctival+Tumors&Condition=+Carcinoma+and+Intraepithelial+Neoplasia+of+the + Conjunctiva

Hasan Q., Tan T.S, Gush J, Peters S, Davis P. Steroid Therapy of a Proliferating Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. J Pediatr 2000; 105: 117-20.

Ilyas, S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas S. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

James B, Chris C, Anthony B,. 2005. Lectures Note Oftalmologi Ed. 9. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 126-127.

Jay justin older. 2003. Eyelid Tumors clinical diagnosis & surgical treatment. Second edition. hal : 38 – 40.

55

Page 54: Referat Tumor mata

Kanski, J. Jack. Sixth Nerve in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th ed. 2007 : 542-50

Kloek C. Digital journal of oftalmology. Massachusetts Eye and Ear Infirmary. 2004. Available from : http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients.

Mark R. Levine, MD, FACS. 2003. Malignant Melanoma of the Eyelids an Increasing Threat.. http://www.osnsupersite.com/view.aspx?rid=6622. Accessed 17 Agustus, 2012.

Metry, DW. MD. 2000. Hemangioma in Infancy, avaliabel dalam http/www.dmetry.edu.http://www.umd.be/VHL/W_VHL/images/Retinal.gif.

Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. 2008. Pigmented Lesions of the Eyelid. http://emedicine.medscape.com/. Accessed 17 Agustus, 2012

Mulliken J.B. Vascular Anomalies. In: Aston S, Beasley R, Thorne C, Editors. Grabb and Smith's Plastic Surgery. 5th ed. Philadelphia : Lippincot-Raven Publ; 1997. p. 191-200

Oral, D. Conjunctival squamous cell carcinoma. 2010. Available formhttp: //www. Osnsupersite.com/view.aspx?rid=66118.

Oski F, Deangelis C, Feigen R. Hemangioma. In: Julia A. McMillan, Catherine D. Deangelis, Ralph D, editors. Principle and Practice of Pediatrics. 2nd

edition. Philadelphia : WB Saunders Co; 1999. p.802-12

Rahmadani, A. dan Rizky, O. 2012. Referat Tumor Palpebra dan Penatalaksanaannya. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Rosdiana, Nelly. Retinoblastoma Familial. 2009. Indonesia Journal of Cancer. Vol. 3 (1) : 33-36.

RSCM Kirana - Dept. Mata FKUI-RSCM. 2012. Tumor Kelopak, Karsinoma Sel Basal.http://mata-fkui-rscm.org/v2/tumor-kelopak-karsinomaselbasal/? doing_wp_cron=1358765081.9458808898925781250000

Sandra R, Moeloek NF, Usman TA. Virus sebagai etiologi karsinoma sel skuamosa adneksa mata. Bagian ilmu penyakit mata fakultas kedokteran Indonesia. Jakarta.1992. p 664-5 [gambarretinoblastoma] http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159/F15.large.jpg

Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Dermal Neoplasms. In: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Clinical Science Course: Ophthalmic Pathology and

56

Page 55: Referat Tumor mata

Intraocular Tumors 2011-2012. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011. p. 219-20

Yanoff M, Fine BS. 2009. Chapter 18 Retinoblastoma and Pseudoglioma: Retinoblastoma. Ocular Pathology: 686-98.

Vaughan & Asbury. 2010. Oftamologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

57