REFERAT TACROLIMUS

download REFERAT TACROLIMUS

of 11

Transcript of REFERAT TACROLIMUS

Takrolimus untuk Terapi Vitiligo (Tacrolimus for the Treatment of Vitiligo)Beatrix Isabella Tjahyana FK Universitas Pelita Harapan/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumkital Cilandak

ABSTRAK Vitiligo merupakan suatu kondisi depigmentasi kulit yang sering terjadi. Kondisi ini mempunyai prevalensi tinggi di seluruh dunia (0,5% sampai dengan 4%) tanpa membedakan ras dan jenis kelamin. Patogenesis vitiligo masih belum jelas, namun hipotesis yang paling diterima ialah reaksi autoimun, sehingga banyak modalitas terapi terbentuk atas dasarnya. Walaupun pengobatan vitiligo sudah mempunyai banyak kemajuan, kebanyakan terapi ini tidak memuaskan bagi banyak pasien. Banyak studi melaporkan efikasi dan keamanan dari topikal takrolimus pada dewasa dan anak-anak dengan vitiligo. Pengobatan ini ditemukan lebih sukses saat dikombinasikan dengan terapi vitiligo yang lain. Kata kunci: vitiligo, depigmentasi, takrolimus ABSTRACT Vitiligo is a common, depigmenting disease of the skin. This condition has a high prevalence worldwide (0,5% to 4%) without racial or sex differences. The pathogenesis of vitiligo is still unclear, however, the most commonly accepted hypothesis is an autoimmune reaction, based on which, many treatment modalities have been described. Although the treatment of vitiligo has improved during the last decade, most therapies are still not satisfactory for many patients. Many studies have reported the efficacy and safety of topical tacrolimus in adults and children with vitiligo. Treatment is found more successful when combined with other vitiligo therapies. Keywords: vitiligo, depigmenting, tacrolimus PENDAHULUAN Vitiligo merupakan salah satu kondisi depigmentasi didapat yang mempunyai karakteristik histologi berupa kehilangan sel melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata, ataupun bulbus rambut.1 Tidak ada perbedaan insidens vitiligo pada jenis kelamin dan prevalensinya di dunia antara 0.5% dan 4%.2,3,4 Dari semua kasus yang dilaporkan, 50% kasus berawal di usia lebih muda dari 20 tahun, tetapi dapat terjadi pada semua umur.1,3 Kondisi ini juga dapat terjadi pada semua ras dan warna kulit. Vitiligo dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan luas distribusi lesi, yaitu generalized atau localized.1,4 Pasien dengan vitiligo mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya penyakit autoimun. Kelainan tiroid merupakan yang paling sering terkait dengan vitiligo. Walaupun kondisi depigmentasi ini bersifat asimtomatik dan tidak mempengaruhi mortalitas dan

1

morbiditas fisik individu, ia dapat menimbulkan stress psikososial dan komorbiditas psikiatrik, dengan efek buruk pada harga diri individu.4 Patogenesis penyakit ini masih belum jelas, tetapi hipotesis yang paling diterima saat ini ialah suatu reaksi autoimun antibodi vitiligo terhadap melanosit.1,2,5 Beberapa studi mengatakan bahwa faktor genetik juga berperan karena dilaporkan 30% dari kasus vitiligo memiliki riwayat keluarga.1,3 Kekurangan pengetahuan mengenai patogenesis vitiligo mengakibatkan banyak pengobatan yang tidak memuaskan, bahkan sering mengecewakan. Steroid topikal, fototerapi, dan fotokemoterapi adalah terapi konvensional yang menghasilkan repigmentasi dalam derajat yang bervariasi pada pasien vitiligo. Walaupun sebanyak 64% pasien anak memberikan respon terhadap pemberian steroid topikal medium poten sampai poten, pengobatan ini meningkatkan resiko atrofi kutan dan telangiektasis, terutama pada wajah dan daerah lipatan dengan penggunaan jangka panjang.5,6 Selain itu, efek samping pada mata (katarak dan glaukoma) juga dapat terjadi.4,5 Takrolimus, baru-baru ini, ditemukan bermanfaat dan aman untuk terapi vitiligo pada dewasa dan anak. Makalah ini akan membahas mengenai penggunaan takrolimus untuk terapi vitiligo (cara kerja, efikasi, keamanan, efek samping) dan terapi kombinasi dengan takrolimus. Makalah ini ditulis dengan tujuan menambah pengetahuan pembaca mengenai terapi takrolimus untuk vitiligo.

VITILIGO Vitiligo merupakan suatu kondisi kronis dengan gejala klinis berupa lesi makula atau patch depigmentasi.7 Patogenesis vitiligo sampai saat ini belum jelas. Walaupun banyak teori yang telah diajukan, seperti autoimun, autotoksik, oxidant-antioxidant, neural, patogenesis vitiligo tetap berhubungan erat dengan reaksi imun tubuh. Oleh karena itu, teori autoimun, sampai saat ini, paling diterima sebagai dasar patogenesis vitiligo. Teori autoimun didukung oleh hubungan klinis antara vitiligo dan penyakit autoimun, deteksi auto-antibodi terhadap antigen melanosit, dan penemuan sel T terkaktifasi pada tepi lesi aktif pada beberapa pasien vitiligo.3,4 Hubungan vitiligo dengan kondisi autoimun juga telah dibuktikan. Penyakit tiroid, terutama Hashimoto thyroiditis dan penyakit Grave berhubungan dengan vitiligo. Selain itu, endokrinopati seperti penyakit Addison dan diabetes mellitus juga berhubungan dengan vitiligo.3 Mekanisme autoimun berhubungan dengan proses apoptosis, bukan nekrosis berdasarkan data histologi. 2

Apoptosis dapat disebabkan oleh berbagai pencetus seperti sitokin sistem imun dan bahan kimia lingkungan. Analisa immunohistochemical dari lesi vitiligo menunjukkan epidermis dengan infiltrasi sel T dengan peningkatan rasio CD8/CD4 dan ekspresi reseptor IL-2. Studi oleh Taher ZA et al mengajukan patogenesis vitiligo yang meliputi proses yang dimediasikan oleh Th1 yang menyebabkan makrofag dan limfosit T sitotoksik menghancurkan melanosit sehingga terjadi depigmentasi. Peningkatan sitokin Th1, yakni tumor necrosis factor (TNF)-E dan interferon (IFN)-K telah ditemukan pada lesi vitiligo. Pengobatan vitiligo yang berhasil memerlukan inhibisi respons imun Th1, yang dapat dicapai dengan kerja imunosupresif sitokin Th2, IL-10.8 Banyak terapi dan pengobatan untuk vitiligo yang telah tersedia, tetapi tidak ada satu pun terapi yang bersifat kuratif. Pengobatan vitiligo bertujuan untuk stabilisasi dan/atau repigmentasi lesi. Sampai saat ini, terapi dan pengobatan yang tersedia dibagi menjadi 2, yakni bedah dan non-bedah. Terapi bedah hanya diindikasikan jika pengobatan non-bedah gagal memberikan respons.5,9 Terapi bedah yang paling efektif dan memberikan hasil klinis terbaik adalah suction blister grafting dan split-thickness skin grafting. 10 Terapi non-bedah antara lain adalah kortikosteroid topikal, fotokemoterapi (PUVA), narrow band UV-B phototherapy (NBUVB), excimer laser, atau takrolimus topikal.4,2 Takrolimus banyak menjadi perhatian karena tidak memberikan efek samping serius dibandingkan dengan terapi non-bedah lainnya. Terapi NBUVB phototherapy memerlukan kepatuhan pasien yang tinggi untuk datang ke rumah sakit secara reguler dan memerlukan alat mahal dan orang yang terlatih. PUVA berhubungan dengan risiko induksi kanker. Kortikosteroid topikal memberikan efek samping atrofi kulit dan telangiektasis untuk penggunaan jangka panjang.6

TAKROLIMUS Takrolimus (FK506) merupakan suatu macrolide lactone yang diproduksi oleh jamur tanah Streptomyces tsukubaensis. Obat ini, awalnya, digunakan melalui intravena atau oral untuk pencegahan rejeksi organ setelah transplantasi organ. Setelah takrolimus tersedia dalam bentuk topikal, ia berperan untuk pengobatan dermatosis inflamatorik, seperti atopik dermatitis dan psoriasis.11 Sekarang, takrolimus topikal banyak digunakan untuk terapi vitiligo. Nama awalnya, FK506, terbuat oleh kompleks yang dibentuk takrolimus saat mengikat protein FKBP (FK506-binding protein). Takrolimus merupakan bubuk kristalin putih 3

dengan rumus molekuler C44H69NO12. FK506 ialah salah satu immunosuppressant yang tergolong dalam macrolide, bersamaan dengan siklosporin A.11 Takrolimus topikal telah digunakan untuk dermatosis inflamatorik, dan baru-baru ini, ditemukan sangat efektif terhadap vitiligo.4,5,11,12 Takrolimus topikal diserap dengan adekuat saat kulit meradang. Setelah pemakaian salep 0.03% sampai 0.3%, obat ini mencapai kadar puncaknya setelah 3 sampai 6 jam. Takrolimus topikal menunjukkan respons yang lebih cepat dibandingkan dengan kortikosteroid topikal dan mungkin disebabkan oleh efeknya pada melanosit.5 Lain halnya dengan kortikosteroid topikal, takrolimus tidak mengakibatkan atrofi kulit, striae, atau telangiektasis.4,11 Sebagian besar takrolimus dimetabolisir di hati oleh enzim sitokrom P450 via monodemetilasi dan/atau hidroksilasi. Obat ini, lalu, diekskresikan melalui kantung empedu berupa metabolit. Kurang dari 1% takrolimus diekskresikan utuh dalam urin.11 Cara kerja takrolimus untuk mencapai efek imunosupresifnya ialah dengan menghambat aktifasi limfosit T yang diakibatkan oleh inhibisi transkripsi interleukin 2 (IL-2). Penghambatan aktifasi limfosit T menyebabkan penurunan daya respons limfosit T terhadap antigen asing. Takrolimus dan protein pengikatnya (FKBP) membentuk suatu kompleks, yang kemudian berikatan dengan calcineurin, kalsium, dan calmodulin. Proses ini mengakibatkan inhibisi aktifitas calcineurin fosfatase, yang seharusnya mengontrol transkripsi gene yang membentuk mediator inflamasi seperti IL-2, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, tumor necrosis factor E, interferon K dan interleukin lainnya. Sel-sel mediator inflamasi ini diperlukan untuk pembentukan respons imun tubuh. Oleh karena itu, fase awal aktifasi sel T dihambat tanpa mengganggu respons sitokin eksogen (Gambar 1).11

Gambar 1

Cara kerja takrolimus.11

Takrolimus ointment telah menunjukkan efikasi klinis yang hebat dalam berbagai dermatosis termasuk vitiligo. Meskipun efikasi klinisnya yang sangat baik, mekanisme 4

terjadinya repigmentasi oleh takrolimus belum banyak dipelajari. Repigmentasi untuk vitiligo diawali dengan proliferasi melanosit inaktif (melanoblast), lalu migrasi sel-sel ini ke epidermis untuk mendiferensiasi dan membentuk pulau-pulau pigmen perifolikular. Banyak peneliti yang menjelaskan bahwa efek inhibisi takrolimus pada limfosit T merupakan mekanisme terjadinya repigmentasi. Selain limfosit T; sel Langerhans, sel mast, basofil, dan keratinosit express calcineurin. Melanosit express calcineurin A dan B, cyclophilins dan FK-506 binding proteins. FK-506 binding proteins merupakan protein pengikat takrolimus sehingga takrolimus dapat menghambat calcineurin dan berperan dalam regulasi fungsi melanosit.13 Efek langsung takrolimus pada keratinosit diteliti oleh Lan et al in vitro dengan kultur melanosit dan disimpulkan bahwa proliferasi melanosit meningkat secara signifikan oleh supernatan keratinosit yang diobati dengan takrolimus. Selain itu, mereka juga melaporkan bahwa konsentrasi faktor stem cell dan aktifitas matrix metallopeptidase-9 meningkat secara signifikan. Hasil in vitro mereka menunjukkan bukti efek positif takrolimus topikal pada pertumbuhan dan migrasi melanosit.14 FK506 dapat memodulasi sel imun (sel T, monosit). Patogenesis vitiligo berhubungan dengan mekanisme autoimun, sehingga penekanan sel imun dapat berperan dalam proses repigmentasi vitiligo. Namun, tidak semua pasien vitiligo ditemukan infiltrat limfosit pada kulit perilesional sehingga mekanisme lainnya mungkin berperan. Terdapat bukti in vitro bahwa interaksi takrolimus dengan keratinosit membuat suatu kondisi lingkungan yang menguntungkan untuk pertumbuhan melanosit dan migrasinya.4,14 Kedua mekanisme ini mungkin berperan dalam proses repigmentasi vitiligo yang diobati dengan takrolimus topikal. Efek samping dari penggunaan takrolimus dapat berupa rasa perih dan gatal pada area yang dioleskan,4,11 eritem, folikulitis, akne, eksema herpetikum, dan infeksi herpes simpleks.11 Peningkatan sensitifitas kulit terhadap panas dan dingin dan alkohol juga dilaporkan. Terdapat juga laporan mengenai timbulnya facial flush setelah minum minuman beralkohol,16 dermatitis rosasea,15,16 dan hiperpigmentasi mukosa dan kulit.13,17 Takrolimus, lain halnya dengan kortikosteroid topikal, tidak mengganggu sintesis kolagen dan tidak memiliki efek pada proliferasi keratinosit in vitro, sehingga tidak mempunyai efek atrofogenik in vivo. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk terapi jangka panjang seperti yang diperlukan untuk vitiligo.6 5

Penggunaan takrolimus topikal tidak dianjurkan untuk ibu hamil atau ibu menyusui karena keamanannya belum jelas.11 Penggunaannya juga dikontraindikasikan untuk individu dengan imun sistem yang menurun, gangguan hati, dan alergi obat macrolide (erythromycin, azithromycin). Takrolimus dapat berinteraksi dengan beberapa obat, terutama obat yang mempengaruhi enzim sitokrom P450, seperti erythromycin, clarithromycin, azithromycin, ketokonazol, flukonazol, dan klotrimazol. Interaksi dengan obat-obatan tersebut akan meningkatkan konsentrasi takrolimus dalam darah. Interaksi dengan rifampin, sebaliknya, dapat menurunkan konsentrasi takrolimus dalam darah.18 Takrolimus topikal digunakan dalam bentuk salep 0.03% dan 0.1%. Pasien pediatrik berumur 2 tahun dan lebih direkomendasikan menggunakan 0.03% sedangkan pasien dewasa dan lansi 0.1% dua kali sehari.11,19 Banyak studi yang telah dilakukan untuk membuktikan efikasi takrolimus topikal. Tidak ditemukan adanya perbedaan statistik dalam respons pasien dengan riwayat vitiligo selama kurang dari 5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Takrolimus juga ditemukan efektif dalam mengobati vitiligo segmental (66.7%), terutama jika wajah terkena (80%).5,6 Hanya 25% ditemukan repigmentasi jika mengenai badan dan/atau ekstremitas.6 Area di luar wajah dan leher memerlukan oklusi untuk mencapai repigmentasi.20 Oklusi dilakukan menggunakan polyurethane foil atau hydrocolloid dressing. Hydrocolloid dressing mengakibatkan kapasitas menahan air yang lebih tinggi dari stratum korneum dibandingkan dengan polyurethane foil sehingga lebih cocok digunakan untuk meningkatkan penetrasi transkutan dari obat topikal.20 Kortikosteroid, PUVA, dan NBUVB phototherapy mempunyai efektifitas terbatas, terutama pada area akral, dan efek samping lokal dan sistemik, terutama untuk terapi jangka panjang, dan tidak diperbolehkan untuk anak-anak.6,21 Penggunaan takrolimus topikal untuk anak kecil di atas umur 2 tahun dengan dermatitis atopik telah diijinkan.9 Takrolimus topikal ditemukan aman untuk anak-anak dengan hasil 48 dari 57 anak-anak dengan vitiligo mengalami repigmentasi dan ditemukan memiliki efektifitas yang sama dengan kortikosteroid topikal.6,20 Pengobatan sistemik takrolimus meningkatkan risiko terjadinya kanker kutan.4 Studi menggunakan takrolimus 0.1% ointment selama 3 tahun pada dewasa lebih dari 40 tahun dengan dermatitis atopik tidak ditemukan adanya peningkatan risiko kanker kulit nonmelanoma, bahkan ditemukan upregulated tumor suppressor p53.4,6,20 Beberapa studi pada 6

kulit tikus bahkan membuktikan bahwa penggunaan takrolimus dapat melindungi terhadap kerusakan DNA oleh sinar UV.4 Meskipun demikian, belum terdapat studi epidemiologi untuk menilai risiko jangka panjang kanker kulit pada pasien yang diobati dengan takrolimus topikal sehingga perlindungan terhadap sinar UV selama pengobatan dianjurkan.4 Konsentrasi takrolimus dalam darah dibawah batas terdeteksi (1.5 ng/mL) setelah pengobatan dengan takrolimus topikal selama 12 bulan menandakan bahwa pengobatan jangka panjang dengan area oklusi tidak lebih dari 150 cm2, tidak mengakibatkan akumulasi takrolimus dalam darah.20

KOMBINASI TERAPI Banyak perubahan dan kemajuan dalam pengobatan vitiligo telah terjadi dalam 15 tahun ini. Penggunaan PUVA telah digantikan dengan NBUVB phototherapy karena pertimbangan keamanan. Setelah itu, NBUVB banyak digantikan oleh excimer laser sebagai targeted therapy agar kontras antara pigmen normal kulit dan lesi kulit tidak terlihat jelas.9 Terapi kombinasi akhirnya muncul karena pertimbangan pasien yang tidak mau melakukan fotokemoterapi dalam jangka waktu yang panjang oleh karena risiko karsinogenesis dan premature photoaging kulit.9 Banyak peneliti menunjukkan bahwa hubungan antara penggunaan takrolimus dengan terapi lainnya meningkatkan angka repigmentasi pada kasus vitiligo.9,22-26 Beberapa kombinasi terapi yang telah dilaporkan adalah takrolimus dengan NBUVB phototherapy, excimer laser, microdermabrasion, dan laser helium neon (laser HeNe). Sliverberg et al menjelaskan perbedaan respons terhadap takrolimus pada musim dimulainya pengobatan (initiation): angka respons pasien saat musim panas sebanyak 100%, 67% saat musim semi, 80% saat musim gugur, dan 61% saat musim dingin. Studi ini menyimpulkan bahwa kombinasi takrolimus ointment dan sinar UV dapat meningkatkan efikasi repigmentasi.6,9 Namun, beberapa studi menyatakan bahwa kombinasi NBUVB tidak lebih efisien secara signifikan dibandingkan dengan fototerapi UVB sendiri9,20, kecuali kombinasi dengan kortikosteroid topikal.9 Terapi kombinasi antara takrolimus dan NBUVB excimer laser dilaporkan meningkatkan angka repigmentasi, tetapi berhubungan dengan kemungkinan terjadinya luka bakar.9,24 Kombinasi terapi berupa sesi excimer laser 3 kali seminggu selama 10 minggu. Meskipun terapi kombinasi lebih efektif dibanding terapi tunggal dengan takrolimus, perlu 7

diperhatikan bahwa NBUVB phototherapy, narrow-band UVB excimer laser, dan laser helium neon tetap masih mempunyai kemungkinan timbulnya kanker kulit. Oleh karena itu, penggunaan terapi kombinasi pada anak kecil harus dipertimbangkan.22 Selain itu, kombinasi terapi takrolimus dengan fototerapi menunjukkan respons yang terbatas oleh area, dimana repigmentasi ditemukan lebih sering pada lesi-lesi wajah saja. Fototerapi juga merupakan modalitas terapi yang memakan banyak waktu, mahal, dan meningkatkan risiko kanker kulit.4,22 Absorpsi obat topikal dapat ditingkatkan melalui kulit yang meradang dan erosif. Hal ini dapat meningkatkan efikasi dan menurunkan jangka waktu pengobatan. Farajzadeh et al melaporkan bahwa topikal imunomodulator (takrolimus atau pimekrolimus) dapat meningkatkan efektifitas dan mempercepat durasi pengobatan microdermabrasion.25 Microdermabrasion dilakukan sampai terdapat gambaran eritema tanpa erosi. Dalam studi ini, Farajzedah et al menemukan bahwa kombinasi microdermabrasion dan pimekrolimus krim 1% selama 10 hari memberikan respons klinik (repigmentasi lebih dari 50%) sebanyak 58.4% lesi. Kombinasi terapi ini lebih murah dibanding fototerapi dan lesi pada ekstremitas juga memberikan respons klinis yang cukup baik.25 Lan CCE et al melaporkan terapi kombinasi laser helium neon (He-Ne laser) (3 sesi per minggu pada 3.0J per cm3) dengan takrolimus topikal 2 kali sehari, memberikan hasil repigmentasi yang signifikan dan waktu respons yang lebih cepat.26 Kombinasi terapi He-Ne laser dan takrolimus topikal lebih menguntungkan dibanding NBUVB phototherapy karena tidak memberikan risiko fotokarsinogenik.26

KESIMPULAN Vitiligo merupakan suatu kelainan pigmentasi yang didapat dan mempunyai peranan penting dalam sisi kosmetik pasien karena gejala klinisnya berupa makula atau patch depigmentasi. Vitiligo menyebabkan kesulitan psikis, terutama pada populasi Asia dengan warna kulit yang gelap sehingga mempengaruhi kepercayaan diri individu. Sampai saat ini, banyak modalitas terapi yang telah dikembangkan untuk pengobatan vitiligo. Oleh karena pengobatan vitiligo memerlukan jangka waktu yang panjang, efek samping, efisiensi, dan harga modalitas terapi perlu dipertimbangkan. Terapi yang sering digunakan untuk vitiligo adalah kortikosteroid topikal dan narrow-band UVB phototherapy, tetapi kedua modalitas tersebut memiliki banyak efek samping, kurang 8

efisien, dan harga yang mahal. Hal ini menyebabkan perlunya modalitas terapi yang lebih aman untuk penggunaan jangka panjang, lebih efisien, dan dengan harga terjangkau. Takrolimus topikal telah dibuktikan dapat memenuhi semua persyaratan ini, walaupun efikasi repigmentasinya masih dibawah kortikosteroid topikal. Penggunaan takrolimus lebih aman untuk anak-anak dan untuk area kosmetik seperti wajah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Habif TP. Light-Related Diseases and Disorders of Pigmentation. Dalam: Habif TP. Clinical Dermatology. 4th ed. Pennsylvania:Mosby;2004.p.684-689. 2. Mahmoud BH, Hexsel CL, Hamzavi IH. An Update on New and Emerging Options for the Treatment of Vitiligo. STL 2008;13:2. 3. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 7th ed, New York:McGraw Hill;2008. p.616-622. 4. Boone B, Ongenae K, Van Geel N, Vernijns S, De Keyser S, Naeyaert J. Topical pimecrolimus in the treatment of vitiligo. Eur J Dermatol 2007; 17 (1): 55-61. 5. Choi CW, Chang SE, Bak H, Choi JH, Park HS, Huh CH, Kim CW, Kim SE, Mun SK, Kim BJ, Kim MN. Topical immunomodulators are effective for treatment of vitiligo. J Dermatol 2008; 35: 503 507. 6. Xu AE, Zhang DM, Wei XD, Huang B, Lu LJ. Efficacy and safety of takrolimus cream 0.1% in the treatment of vitiligo. Int J Dermatol 2009;48:86-90. 7. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine.7th ed. 2008. New York:McGraw-Hill Co; p.1828-1830. 8. Taher ZA, Lauzon G, Maguiness S, Dytoc MT. Analysis of interleukin-10 levels in lesions of vitiligo following treatment with topical takrolimus. Brit J Dermatol 2009; 161: 654-659. 9. Lotti T, Buggiani G, Troiano M, Assad GB, Delescluse J, De Giorgi V, Hercogova J. Targeted and combination treatments for vitiligo. Dermatol Ther 2008; 21: S20-S26. 10. Rusfianti M, Wirohadidjodjo YW. Dermatosurgical techniques for repigmentation of vitiligo. Int J Dermatol. 2006 Apr;45(4):411-7.

9

11. Sehgal VN, Srivastava G, Dogra S. Takrolimus in Dermatology

Pharmacokinetics,

Mechanism of Action, Drug Interactions, Dosages, and Side Effects: Part I. Le Jacq 2008: 27-30. 12. Sendur N. Karaman G, Sanic N, Savk E. Topical pimecrolimus: A new horizon for vitiligo treatment? J Dermatolog Treat. 2006; 17: 338 342. 13. Dipankar D, Kanwar AJ. Takrolimus-Induced Hyperpigmentation in a Patch of Vitiligo. Le Jacq 2008: 93-94. 14. Lan CCE, Chen GS, Chiou MH, Wu CS, Chang CH, Yu HS. FK506 promotes melanocyte and melanoblast growth and creates a favourable milieu for cell migration via keratinocytes: possible mechanisms of how takrolimus ointment induces repigmentation in patients with vitiligo. Brit J Dermatol 2005; 153: 498-505. 15. Antille C, Saurat JH, Lubbe J. Induction of rosa- ceiform dermatitis during treatment of facial inflammatory dermatoses with takrolimus oint- ment. Arch Dermatol. 2004;140:457 460. 16. Stinco G, Piccirillo F, Sallustio M, Patrone P. Facial Flush Reaction after Alcohol Ingestion during Topical Pimecrolimus and Takrolimus Treatment. Dermatology 2009; 218: 71-72. 17. Fricain JC, Sibaud V, Campana F, et al. Mucosal pigmentation after oral lichen planus treat- ment with topical takrolimus. Dermatology. 2005;210:229 232. 18. Frankel SJ, Kerdel FA. Topical Takrolimus. STL 2001;6:1. 19. Radakovic S, Breier-Maly J, Konschitzky R, Kittler H, Sator P, Hoenigsmann H, Tanew A. Response of vitiligo to once-vs. twice-daily topical takrolimus: a controlled prospective, randomized, observer-blinded trial. JEADV 2009; 23: 951-953. 20. Hartmann A, Brocker EB, Hamm H. Occlusive Treatment Enhances Efficacy of Takrolimus 0.1% Ointment in Adult Patients with Vitiligo: Results of a Placebo-controlled 12-month Prospective Study. Acta Derm Venereol 2008; 88: 474-479. 21. Kanwar AJ, Dogra S, Parsad D. Topical takrolimus for treatment of childhood vitiligo in Asians. Clin Exp Dermatol 2004; 29(6): 589-592. 22. Berti S, Buggiani G, Lotti T. Use of Takrolimus Ointment in Vitiligo Alone or in Combination Therapy. STL 2009; 4. 23. Esfandiarpour I, Ekhlasi A, Farajzadeh S, Shamsadini S. The efficacy of pimecrolimus 1% cream plus narrow-band ultraviolet B in the treatment of vitiligo: A double-blind, placebo-controlled clinical trial. J Dermatolog Treat 2009; 20:1; 14-18. 10

24. Kawalek AZ, Spencer JM, Phelps RG. Combined Excimer laser and Topical Takrolimus for the Treatment of Vitiligo: A Pilot Study. Derm Surg 2004; 30: 130-135. 25. Farajzadeh S, Daraei Z, Esfandiarpour I, Hosseini SH. The Efficacy of Pimercrolimus 1% Cream Combined with Microdermabrasion in the Treatment of Nonsegmental Childhood Vitiligo: A Randomized Placebo-Controlled Study. Pediatr Dermatol 2009; 26 (3): 286291. 26. Lan CCE, Wu CS, Chen GS, Yu HS. Helium neon laser and topical takrolimus combination therapy: treatment option for vitiligo without additional photocarcinogenic risks. JEADV 2009; 23: 344-345.

11