REFERAT MICROTIA
-
Upload
rini-pratiwi -
Category
Documents
-
view
343 -
download
49
Transcript of REFERAT MICROTIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga
berisiko tinggi untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah. Kelainan ini
dapat berhubungan dengan kelainan pada telinga tengah, nervus fasialis dan telinga dalam.
Pada akhirnya, menyebabkan gangguan pendengaran dan keterlambatan pada perkembangan
bicara, bahasa dan intelektual.
Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi
oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Liang telinga luar 2/3
bagian dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang melapisi tulang rawan liang telinga luar sangat
longgar dan mengandung banyak folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea.
Gendang telinga dan kulit liang telinga bagian dalam mempunyai sifat membersihkan sendiri
yang disebabkan oleh migrasi lapisan keratin epithelium dari membran timpani keluar,
kebagian tulang rawan.
1.2 Epidemiologi
Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara
dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum
pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya
mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral.
Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena
dibanding ras lain.(1,2)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mikrotia
Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang
artinya telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan
bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).
Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus
dan mungkin malformasi inkus dan maleus. Serta faresis N. fasialis. Kadang disertai dengan
gangguan pertumbuhan mandibula berupa disostosis mandibulofasial (sindrom treacher-
Collin).(1)
Kelainan kongenital ini akibat cacat pertumbuhan tulang rawan Meckel dari arkus
brankialis I. Kelainan berupa gangguan pertumbuhan pina sehingga telinga luar menjadi kecil
sekali dan bentuknya tidak normal. Kelainan ini sering kali diikuti dengan gangguan
pertumbuhan telinga bagian tengah dengan akibat tuli konduksi. (1)
2.2 Anatomi dan fisiologi
Embriologi Telinga Telinga tengah dan telinga bagian luar berasal dari yang pertama (mandibula) dan yang kedua
(hyoid) lengkungan brachial. (1)
2
3
Kebanyakan pasien dengan mikrotia terdapat atresia (ketiadaan) dari kanal auditory
external dan membran timpani dengan kelainan yang bervariasi dari osikel telinga tengah.
Jarang pasien datang dengan mikrotia dan kanal stenosis yang paten. Jarang terjadi tapi
sangat sulit diperbaiki adalah pasien dengan sisa aurikuler yang berada dalam posisi
abnormal. Karena meatus hanya bisa dipindahkan dalam jarak yang terbatas, dokter bedah
harus mempertimbangkan eksisi komplit dari kanal.(1,2)
Telinga bagian dalam berasal dari jaringan embriologi yang terpisah sama sekali dari
telinga bagian tengah dan bagian luar, sehingga hampir selalu normal pada pasien dengan
mikrotia. Dengan kata lain kehilangan pendengaran pada pasien mikrotia atau atresia adalah
tuli konduktif.(2)
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian antara lain telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. (2)
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3cm. (1,2)
4
b. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : (2)
Batas luar : membrane timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batasan bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : tegmen timpani ( menigen/ otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah semi sirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar ( round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga. Bagian
atas disebut pars flaksida (membrane shrapnel) sedangkan bagian bawah pars tensa
(membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
di bagian dalam.(2,3)
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada
5
stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.(2)
c. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibule. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ corti.(2)
Gambar 3. Anatomi Telinga
2.3 Mekanisme Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
6
audiotorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-
40) di lobus temporalis.(2)
2.4 Etiologi
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi
hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : (3)
a. Faktor Makanan
b. Stress
c. Kurang Gizi pada saat kehamilan
d. Menghindari pemberian / penggunaan obat2an / zat kimia
e. Genetik bisa menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah diketahui
bagaimana genetic bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Microtia.
Ukuran, posisi aurikula, serta lekuknya penting dalam evaluasi keberhasilan
rekonstruksi aurikula. Rangka telinga dibentuk dari tandur iga, yang disesuaikan dengan
tinggi telinga sisi normal (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Aurikuloplasti tahap pertama,
yaitu membentuk rangka telinga dan menanamnya pada daerah subkutis telinga. Tahap kedua
setelah 12 minggu, dilakukan elevasi rangka telinga.(2,3)
2.5 Manifestasi Klinis
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga
dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan
Jahrsdoerfer,1 yaitu:
a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan
prosedur operasi untuk kelainandaun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga
normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya
lobule, helix dan anti helix. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar
(external auditory canal).(2,3)
b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya skapa, lobul,
heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat
lobule dan sedikit bagian dari helix dan anti helix.(2,3)
7
c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia.Kelainan ini
membutuhkan proses operasirekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan
sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini.
Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian
bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan
tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga akan disertai
atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.(3,4)
Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi dari defek:(3)
Tipe A : Telinga anotik
Tipe B : Telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia aural
Tipe C : Hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel 8
Tipe D : Hipoplasia dari 1/3 superior dari aurikel
Tipe E : Telinga yang prominen
Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi.(4)
Tipe lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak memiliki
konka, meatus akusitikus atau tragus.
Tipe konka: Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, konka (dengan atau
tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan insisura intertragica.
Tipe konka kecil: Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan indentasi
kecil daripada konka.
Anotia: Pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga yang tersisa.
Mikrotia atipikal: Pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan kategori
diatas.
Gangguan Penyerta Mikrotia
Sebagian besar pasien dengan mikrotia tidak memiliki gangguan lain. Namun
sepertiga dari keseluruhan kasus akan mengalami jaringan dan tulang yang tidak berkembang
di sisi mikrotianya. Hal ini biasa disebut dengan hemifacial microsomia. Sekitar 15% dari
keseluruhan kasus mengalami kelemahan saraf fasialis. Kelainan lainnya yang sangat jarang
bisa berupa gangguan pembentukan palatum (bibir sumbing), gangguan jantung dan
gangguan ginjal. Jantung dan ginjal bisa terkena karena kedua organ ini berkembang
bersamaan dengan perkembangan telinga luar dan telinga tengah.(4)
Anak-anak dengan mikrotia menjadi sadar dengan kondisi dirinya pada saat menginjak usia
tiga setengah tahun. Sebelum usia itu anak-anak cenderung tidak peduli dengan kondisinya.
Setelah menginjak usia tersebut anak mulai menanyakan tentang telinganya yang kecil
sebelah atau telinganya yang bentuknya berbeda dengan teman-temannya.(4)
2.6 DIAGNOSIS
9
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki
telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan untuk mengetahui
apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada
gangguan pendengaran, maka derajat berapa gangguan pendengarannya.(2,4)
2.7 PENATALAKSANAAN
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6–8 tahun. Pada usia ini,
kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga
sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat
digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–90%
ukuran dewasa.(1,4)
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang
menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan yang
paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari
telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi
gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.(5)
Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi, antara lain:
a. tandur autologus, yaitu rekonstruksi menggunakan kartilago autologus, telah menjadi
standar operasi rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan tidak terjadi reaksi
penolakan jaringan.(5)
b. prosthetic framework, bila rekonstruksi menggunakan rangka silikon atau goretex.
Metode ini sering menimbulkan komplikasi nekrosis. Integritas jaringan host dengan bahan
prostetik masih memerlukan penelitian lebih lanjut.(5)
c. prosthetic ear replacements.(5)
Di bawah ini adalah tiga pilihan untuk rekonstruksi mikrotia: (5)
1. Rekonstruksi autogenik
2. Gabungan rekonstruksi autogenik dan aloplastik menggunakan sebuah kerangka telinga
aloplastik
3. Rekonstruksi prostetik
10
1. Rekonstruksi Autogenik
Dua teknik utama yang menjelaskan untuk rekonstruksi autogenik dari aurikel yang
menggunakan kerangka kartilago dari tulang rusuk adalah teknik Brent dan teknik Nagata.(3)
Teknik Brent melibatkan empat tahapan:
1. Tahap 1: Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang
rusuk.
2. Tahap 2: Lubang telinga di rotasi dari malposisi vertical menjadi posisi yang benar di
aspek kaudal dari kerangka.
3. Tahap 3: Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus
retroaurikuler.
4. Tahap 4: Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus.
Keterangan gambar: Pemuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent
tahap 1. A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggrian
heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang”. B: Mengukir detail
menjadi dasar menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat
pinggiran heliks. D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon. E:
Kerangka selesai(4)
11
Keterangan Gambar: Pemasangan dari kerangka telinga teknik Brent tahap 1. A: Tanda
preoperative menandakan lokasi yang diinginka dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran
dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus). B: Pemasangan dari kerangka
kartilago. C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap
kulit ke dalam jaringan interstisial dari kerangka.
Keterangan Gambar: Rotasi dari lobules. Teknik Brent tahap 2. Lubang telinga di rotasi dari
malposisi vertical menjadi posisi yang benar di aspek kaudal dari kerangka. A: Desain dari
rotasi lobus dibuat dengan incise yang dapat digunakan di tahap 4, konstruksi tragus. B:
Setelah rotasi dari lobules.(4)
12
Keterangan Gambar:
Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.
Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap 3. A: Insisi dibuat
dibelakang telinga. B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak
akan terlihat. C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunya dari
aurikel.(3)
Keterangan Gambar:
Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap 4.
A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan. B: Insisi
bentuk L dibuat dan graft diamasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C: Graft sembuh
dengan baik(3)
13
Teknik Nagata dilakukan dalam dua tahapan: (3,4)
1. Pembuatan kerangka aurikuler termasuk tragus dan rotasi dari lobules ke posisi yang
benar. (dengan kata lain menggabungkan tahap 1,2, dan 4 dari teknik Brent)
A B
Keterangan Gambar: Pembuatan kerangka kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik
Nagata tahap 1. A. Secaa garis besar mirip dengan Brent, dasar dan detailnya di buat dari sinkrondosis
dari 2 tulang rusuk. B: Empat buah kartilago yang membuat kerangka kartilago diberikan nomor.
Dasar dan pinggiran heliks seperti pada teknik Brent. Terdapat potongan antiheliksa-fossa triangular
tambahan dan ada tambahan potongan tragus-antitragus yang khas pada prosedur Nagata.
14
Keterangan Gambar: Penempatan dari kerangka kartilago, teknik Nagata tahap 1. A: Insisi di
desain, mengambil sebagian besar dari kulit di permukaan medial dari lobulus yang akan
dibutuhkan untuk membentuk garis konka. B: Kantung di bedah, membuat pedikel yang intak
di ujung kaudal dari flap. C: Kerangka di masukkan. D: Tampilan dari kerangka setelah tahap
1. Drain suction ditempatkan untuk menghisap kulit yang berada dibawah kartilago.
Keterangan Gambar:
Elevasi dari rekonstruksi telinga dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.
Pengangkatan dari kerangka. Teknik Nagata tahap 2. A: Aurikel diangkat, kulit kepala dibuat
menjadi sulkus, dan kulit yang dipindahkan di tutup dengan flap temporoparietal dan skin
graft. B: Skin graft berada di tempatnya. Nagata menjelaskan kegunaan dari ketebalan kulit
yang dipisah , tetapi penulis telah memperhatikan penyusutan yang drastic dari graft yang
tipis dan menyarankan graft yang sangat tebal. C: Pemotongan melintang menunjukkan
bahwa gaft kartilago berada pada tempatnya menyediakan gambaran sebagaimana flap
temporoparietal menutupi flap temporoparietal.
2. Rekonstruksi Alloplastik
Sejumlah material telah pernah digunakan untuk membuat kerangka aurikuler.
Sekarang ini, bahan yang paling sering digunakan adalah silastik atau cetakan polietilen yang
bisa menyerap. Kerangka alloplastik memiliki resiko yang lebih tinggi untuk erosi dan
eksposur dibandingkan dengan autogenus. Faktor yang berkontribusi terhadap tingginya
resiko ekstrusi adalah jaringan luka, kulit yang terlalu tipis, tekanan pada implan, trauma dan
infeksi. Walaupun begitu, dengan penutupan jaringan lunak yang adekuat, seperti flap
temporoparietal fasial, kerangka alloplastik dapat digunakan dengan sukses. Banyak penulis
merasa bahwa rekonstruksi alloplastik merupakan pilihan kedua setelah kartilago tulang
rusuk.(2,4) 15
3. Rekonstruksi Prostetik
Sebuah alternatif untuk operasi rekonstruksi telinga adalah dengan menggunakan
prostetik aurikuler. Pada beberapa pasien, ini merupakan alternatif yang tepat. Prostetik
aurikuler digunakan untuk menghindarkan semua operasi telinga dalam. Pasien dengan ciri-
ciri dibawah ini sebaiknya di pikirkan untuk prostetik aurikuler: (3,5)
Kehilangan aurikel yang banyak setelah pengangkatan kanker
Tidak adanya telinga ½ bagian di bawah
Buruknya kualitas dari jaringan lokal
Pasien dengan resiko tinggi untuk anastesi umum
Pasien yang sulit diatur
Tindakan penyelamatan setelah rekonsruksi yang gagal
Implan titanium dari gabungan tulang merupakan yang pertama ditanamkan pada tulang
mastoid. Setelah implant telah sembuh secara sempurna, dibuatlah prostetik silicon aurikuler
yang sesuai dengan telinga yang lain. Gabungan titanium ditonjolkan melalui tempelan kulit
ke prostetik dengan mekanisme tertentu. Lem tidak diperlukan. Prostetik bisa di keluarkan
dengan mudah dan area tersebut dapat dibersihkan.(4)
Alloplastic Rekonstruksi
Silicone:
a. Good initial result
b. Poor long term result secondary to implant exposure
c. Minor trauma can cause implant failure
Medpor:
Good short term (2 years) result in combination of temporoparietal fascia flap
Prosthetic Rekonstruksi
integrated anchoring device: approved extraoral use by FDA in 1995
Indication: (5)
16
Failed autogenous reconstruction
Sever soft tissue/skeletal hypoplasia
Low or unfavorable hairline
Acquired total or subtotal auricular defect, usually in adults
Prosthesis changes every 2 to 5 years
Meticulous hygiene at skin/implant interface
Preclude future autogenous reconstruction
2.8 KOMPLIKASI
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kerangka alloplastik memiliki resiko ekstrusi
yang lebih besar dibandingkan denga kerangka kartilago tulang rusuk. Ekstrusi yang
membutuhkan pemindahan terjadi pada 5-30% dari kerangka silastik, dibandingkan pada 1-
2% dari kartilago tulang rusuk. Komplikasi lainnya termasuk infeksi, hematom, dan
kehilangan kulit. Hal ini biasanya jarang terjadi dan kerangka hampir selalu bisa
diselamatkan. Komplikasi daerah donor termasuk luka pada dada yang tidak bagus, retrusi
ringan sampai berat dan perataan dari kontur tulang rusuk.(3,4)
2.9 PROGNOSIS
Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal.
Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan
pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orangtua berbicara dengan gurunya
untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa
mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga
tidak terjadi gangguan pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang
dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini
diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar
proses belajar anak tidak terganggu.(2,5)
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Microtia merupakan malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk
ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).
Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga berisiko tinggi
untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah.
Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10%
dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga
kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar
65:35).
18
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi
banyak hal yang harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan untuk
mencegah terjadinya mikrotia ada janin, misalnya faktor makanan, stress, kurang gizi,
menghindari pemberian atau penggunaan obat-obatan dan zat kimia. Selain itu, genetik bisa
menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah diketahui bagaimana genetik
bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Microtia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Thorne, Charles H. Otoplasty and Ear Reconstruction. In Thorne CH et al eds, Grabb
and Smith’s Plastic Surgery, edisi ke-6, 2007, Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
2. Leach J.L.. Ear Reconstruction. [article on internet]. 2011. [cited on September 2012,
26th]. Available on: http://www.emedicine.medscape.com
3. Sarkissian, Raffi der. Otoplasty. In Dolan, W editor. Facial Plastic, Reconstructice,
and Trauma Surgery, 2005, Marcell-Decker, New York.
4. Kryger, Zol B. Mikrotia Repair. In Kryger, ZB. Practical Plastic Surgery. 2007.
Landes Biosciense, Texas
19
5. Throne C.H. Information about microtia/ aural atresia [article on internet] 2011.[cited
on September 2012, 26th]. Available on: http://www.microtia.com
6. Houston Plastic and Craniofacial Surgery. Factsabout Microtia Ear Reconstruction.
Available on: http://www.slideshare.net/kevinparker01/facts-about-microtia-ear-
reconstruction
20