REFERAT MICROTIA

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga berisiko tinggi untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan pada telinga tengah, nervus fasialis dan telinga dalam. Pada akhirnya, menyebabkan gangguan pendengaran dan keterlambatan pada perkembangan bicara, bahasa dan intelektual. Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Liang telinga luar 2/3 bagian dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang melapisi tulang rawan liang telinga luar sangat longgar dan mengandung banyak folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Gendang telinga dan kulit liang telinga bagian dalam mempunyai sifat membersihkan sendiri yang disebabkan oleh migrasi lapisan keratin epithelium dari membran timpani keluar, kebagian tulang rawan. 1.2 Epidemiologi Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena 1

Transcript of REFERAT MICROTIA

Page 1: REFERAT MICROTIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga

berisiko tinggi untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah. Kelainan ini

dapat berhubungan dengan kelainan pada telinga tengah, nervus fasialis dan telinga dalam.

Pada akhirnya, menyebabkan gangguan pendengaran dan keterlambatan pada perkembangan

bicara, bahasa dan intelektual.

Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi

oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Liang telinga luar 2/3

bagian dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang melapisi tulang rawan liang telinga luar sangat

longgar dan mengandung banyak folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea.

Gendang telinga dan kulit liang telinga bagian dalam mempunyai sifat membersihkan sendiri

yang disebabkan oleh migrasi lapisan keratin epithelium dari membran timpani keluar,

kebagian tulang rawan.

1.2 Epidemiologi

Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara

dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum

pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya

mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral.

Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena

dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena

dibanding ras lain.(1,2)

1

Page 2: REFERAT MICROTIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mikrotia

Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang

artinya telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan

bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).

Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus

dan mungkin malformasi inkus dan maleus. Serta faresis N. fasialis. Kadang disertai dengan

gangguan pertumbuhan mandibula berupa disostosis mandibulofasial (sindrom treacher-

Collin).(1)

Kelainan kongenital ini akibat cacat pertumbuhan tulang rawan Meckel dari arkus

brankialis I. Kelainan berupa gangguan pertumbuhan pina sehingga telinga luar menjadi kecil

sekali dan bentuknya tidak normal. Kelainan ini sering kali diikuti dengan gangguan

pertumbuhan telinga bagian tengah dengan akibat tuli konduksi. (1)

2.2 Anatomi dan fisiologi

Embriologi Telinga Telinga tengah dan telinga bagian luar berasal dari yang pertama (mandibula) dan yang kedua

(hyoid) lengkungan brachial. (1)

2

Page 3: REFERAT MICROTIA

3

Page 4: REFERAT MICROTIA

Kebanyakan pasien dengan mikrotia terdapat atresia (ketiadaan) dari kanal auditory

external dan membran timpani dengan kelainan yang bervariasi dari osikel telinga tengah.

Jarang pasien datang dengan mikrotia dan kanal stenosis yang paten. Jarang terjadi tapi

sangat sulit diperbaiki adalah pasien dengan sisa aurikuler yang berada dalam posisi

abnormal. Karena meatus hanya bisa dipindahkan dalam jarak yang terbatas, dokter bedah

harus mempertimbangkan eksisi komplit dari kanal.(1,2)

Telinga bagian dalam berasal dari jaringan embriologi yang terpisah sama sekali dari

telinga bagian tengah dan bagian luar, sehingga hampir selalu normal pada pasien dengan

mikrotia. Dengan kata lain kehilangan pendengaran pada pasien mikrotia atau atresia adalah

tuli konduktif.(2)

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian antara lain telinga luar, telinga

tengah dan telinga dalam. (2)

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun

telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan

rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3cm. (1,2)

4

Page 5: REFERAT MICROTIA

b. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan : (2)

Batas luar : membrane timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batasan bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : tegmen timpani ( menigen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah semi sirkularis horizontal, kanalis

fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar ( round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga. Bagian

atas disebut pars flaksida (membrane shrapnel) sedangkan bagian bawah pars tensa

(membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel

kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa

saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler

di bagian dalam.(2,3)

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus

maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada

5

Page 6: REFERAT MICROTIA

stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan

antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.(2)

c. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran. Ujung atau

puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala

vestibule. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane

tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ corti.(2)

Gambar 3. Anatomi Telinga

2.3 Mekanisme Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

6

Page 7: REFERAT MICROTIA

audiotorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-

40) di lobus temporalis.(2)

2.4 Etiologi

Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi

hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : (3)

a. Faktor Makanan

b. Stress

c. Kurang Gizi pada saat kehamilan

d. Menghindari pemberian / penggunaan obat2an / zat kimia

e. Genetik bisa menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah diketahui

bagaimana genetic bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Microtia.

Ukuran, posisi aurikula, serta lekuknya penting dalam evaluasi keberhasilan

rekonstruksi aurikula. Rangka telinga dibentuk dari tandur iga, yang disesuaikan dengan

tinggi telinga sisi normal (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Aurikuloplasti tahap pertama,

yaitu membentuk rangka telinga dan menanamnya pada daerah subkutis telinga. Tahap kedua

setelah 12 minggu, dilakukan elevasi rangka telinga.(2,3)

2.5 Manifestasi Klinis

Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga

dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan

Jahrsdoerfer,1 yaitu:

a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan

prosedur operasi untuk kelainandaun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga

normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya

lobule, helix dan anti helix. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar

(external auditory canal).(2,3)

b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya skapa, lobul,

heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat

lobule dan sedikit bagian dari helix dan anti helix.(2,3)

7

Page 8: REFERAT MICROTIA

c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia.Kelainan ini

membutuhkan proses operasirekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan

sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini.

Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian

bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan

tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga akan disertai

atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.(3,4)

Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi dari defek:(3)

Tipe A : Telinga anotik

Tipe B : Telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia aural

Tipe C : Hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel 8

Page 9: REFERAT MICROTIA

Tipe D : Hipoplasia dari 1/3 superior dari aurikel

Tipe E : Telinga yang prominen

Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi.(4)

Tipe lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak memiliki

konka, meatus akusitikus atau tragus.

Tipe konka: Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, konka (dengan atau

tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan insisura intertragica.

Tipe konka kecil: Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan indentasi

kecil daripada konka.

Anotia: Pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga yang tersisa.

Mikrotia atipikal: Pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan kategori

diatas.

Gangguan Penyerta Mikrotia

Sebagian besar pasien dengan mikrotia tidak memiliki gangguan lain. Namun

sepertiga dari keseluruhan kasus akan mengalami jaringan dan tulang yang tidak berkembang

di sisi mikrotianya. Hal ini biasa disebut dengan hemifacial microsomia. Sekitar 15% dari

keseluruhan kasus mengalami kelemahan saraf fasialis. Kelainan lainnya yang sangat jarang

bisa berupa gangguan pembentukan palatum (bibir sumbing), gangguan jantung dan

gangguan ginjal. Jantung dan ginjal bisa terkena karena kedua organ ini berkembang

bersamaan dengan perkembangan telinga luar dan telinga tengah.(4)

Anak-anak dengan mikrotia menjadi sadar dengan kondisi dirinya pada saat menginjak usia

tiga setengah tahun. Sebelum usia itu anak-anak cenderung tidak peduli dengan kondisinya.

Setelah menginjak usia tersebut anak mulai menanyakan tentang telinganya yang kecil

sebelah atau telinganya yang bentuknya berbeda dengan teman-temannya.(4)

2.6 DIAGNOSIS

9

Page 10: REFERAT MICROTIA

Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki

telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan untuk mengetahui

apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada

gangguan pendengaran, maka derajat berapa gangguan pendengarannya.(2,4)

2.7 PENATALAKSANAAN

Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6–8 tahun. Pada usia ini,

kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga

sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat

digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–90%

ukuran dewasa.(1,4)

Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang

menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan yang

paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari

telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi

gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.(5)

Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi, antara lain:

a. tandur autologus, yaitu rekonstruksi menggunakan kartilago autologus, telah menjadi

standar operasi rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan tidak terjadi reaksi

penolakan jaringan.(5)

b. prosthetic framework, bila rekonstruksi menggunakan rangka silikon atau goretex.

Metode ini sering menimbulkan komplikasi nekrosis. Integritas jaringan host dengan bahan

prostetik masih memerlukan penelitian lebih lanjut.(5)

c. prosthetic ear replacements.(5)

Di bawah ini adalah tiga pilihan untuk rekonstruksi mikrotia: (5)

1. Rekonstruksi autogenik

2. Gabungan rekonstruksi autogenik dan aloplastik menggunakan sebuah kerangka telinga

aloplastik

3. Rekonstruksi prostetik

10

Page 11: REFERAT MICROTIA

1. Rekonstruksi Autogenik

Dua teknik utama yang menjelaskan untuk rekonstruksi autogenik dari aurikel yang

menggunakan kerangka kartilago dari tulang rusuk adalah teknik Brent dan teknik Nagata.(3)

Teknik Brent melibatkan empat tahapan:

1. Tahap 1: Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang

rusuk.

2. Tahap 2: Lubang telinga di rotasi dari malposisi vertical menjadi posisi yang benar di

aspek kaudal dari kerangka.

3. Tahap 3: Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus

retroaurikuler.

4. Tahap 4: Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus.

Keterangan gambar: Pemuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent

tahap 1. A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggrian

heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang”. B: Mengukir detail

menjadi dasar menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat

pinggiran heliks. D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon. E:

Kerangka selesai(4)

11

Page 12: REFERAT MICROTIA

Keterangan Gambar: Pemasangan dari kerangka telinga teknik Brent tahap 1. A: Tanda

preoperative menandakan lokasi yang diinginka dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran

dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus). B: Pemasangan dari kerangka

kartilago. C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap

kulit ke dalam jaringan interstisial dari kerangka.

Keterangan Gambar: Rotasi dari lobules. Teknik Brent tahap 2. Lubang telinga di rotasi dari

malposisi vertical menjadi posisi yang benar di aspek kaudal dari kerangka. A: Desain dari

rotasi lobus dibuat dengan incise yang dapat digunakan di tahap 4, konstruksi tragus. B:

Setelah rotasi dari lobules.(4)

12

Page 13: REFERAT MICROTIA

Keterangan Gambar:

Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.

Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap 3. A: Insisi dibuat

dibelakang telinga. B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak

akan terlihat. C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunya dari

aurikel.(3)

Keterangan Gambar:

Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap 4.

A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan. B: Insisi

bentuk L dibuat dan graft diamasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C: Graft sembuh

dengan baik(3)

13

Page 14: REFERAT MICROTIA

Teknik Nagata dilakukan dalam dua tahapan: (3,4)

1. Pembuatan kerangka aurikuler termasuk tragus dan rotasi dari lobules ke posisi yang

benar. (dengan kata lain menggabungkan tahap 1,2, dan 4 dari teknik Brent)

A B

Keterangan Gambar: Pembuatan kerangka kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik

Nagata tahap 1. A. Secaa garis besar mirip dengan Brent, dasar dan detailnya di buat dari sinkrondosis

dari 2 tulang rusuk. B: Empat buah kartilago yang membuat kerangka kartilago diberikan nomor.

Dasar dan pinggiran heliks seperti pada teknik Brent. Terdapat potongan antiheliksa-fossa triangular

tambahan dan ada tambahan potongan tragus-antitragus yang khas pada prosedur Nagata.

14

Page 15: REFERAT MICROTIA

Keterangan Gambar: Penempatan dari kerangka kartilago, teknik Nagata tahap 1. A: Insisi di

desain, mengambil sebagian besar dari kulit di permukaan medial dari lobulus yang akan

dibutuhkan untuk membentuk garis konka. B: Kantung di bedah, membuat pedikel yang intak

di ujung kaudal dari flap. C: Kerangka di masukkan. D: Tampilan dari kerangka setelah tahap

1. Drain suction ditempatkan untuk menghisap kulit yang berada dibawah kartilago.

Keterangan Gambar:

Elevasi dari rekonstruksi telinga dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.

Pengangkatan dari kerangka. Teknik Nagata tahap 2. A: Aurikel diangkat, kulit kepala dibuat

menjadi sulkus, dan kulit yang dipindahkan di tutup dengan flap temporoparietal dan skin

graft. B: Skin graft berada di tempatnya. Nagata menjelaskan kegunaan dari ketebalan kulit

yang dipisah , tetapi penulis telah memperhatikan penyusutan yang drastic dari graft yang

tipis dan menyarankan graft yang sangat tebal. C: Pemotongan melintang menunjukkan

bahwa gaft kartilago berada pada tempatnya menyediakan gambaran sebagaimana flap

temporoparietal menutupi flap temporoparietal.

2. Rekonstruksi Alloplastik

Sejumlah material telah pernah digunakan untuk membuat kerangka aurikuler.

Sekarang ini, bahan yang paling sering digunakan adalah silastik atau cetakan polietilen yang

bisa menyerap. Kerangka alloplastik memiliki resiko yang lebih tinggi untuk erosi dan

eksposur dibandingkan dengan autogenus. Faktor yang berkontribusi terhadap tingginya

resiko ekstrusi adalah jaringan luka, kulit yang terlalu tipis, tekanan pada implan, trauma dan

infeksi. Walaupun begitu, dengan penutupan jaringan lunak yang adekuat, seperti flap

temporoparietal fasial, kerangka alloplastik dapat digunakan dengan sukses. Banyak penulis

merasa bahwa rekonstruksi alloplastik merupakan pilihan kedua setelah kartilago tulang

rusuk.(2,4) 15

Page 16: REFERAT MICROTIA

3. Rekonstruksi Prostetik

Sebuah alternatif untuk operasi rekonstruksi telinga adalah dengan menggunakan

prostetik aurikuler. Pada beberapa pasien, ini merupakan alternatif yang tepat. Prostetik

aurikuler digunakan untuk menghindarkan semua operasi telinga dalam. Pasien dengan ciri-

ciri dibawah ini sebaiknya di pikirkan untuk prostetik aurikuler: (3,5)

Kehilangan aurikel yang banyak setelah pengangkatan kanker

Tidak adanya telinga ½ bagian di bawah

Buruknya kualitas dari jaringan lokal

Pasien dengan resiko tinggi untuk anastesi umum

Pasien yang sulit diatur

Tindakan penyelamatan setelah rekonsruksi yang gagal

Implan titanium dari gabungan tulang merupakan yang pertama ditanamkan pada tulang

mastoid. Setelah implant telah sembuh secara sempurna, dibuatlah prostetik silicon aurikuler

yang sesuai dengan telinga yang lain. Gabungan titanium ditonjolkan melalui tempelan kulit

ke prostetik dengan mekanisme tertentu. Lem tidak diperlukan. Prostetik bisa di keluarkan

dengan mudah dan area tersebut dapat dibersihkan.(4)

Alloplastic Rekonstruksi

Silicone:

a. Good initial result

b. Poor long term result secondary to implant exposure

c. Minor trauma can cause implant failure

Medpor:

Good short term (2 years) result in combination of temporoparietal fascia flap

Prosthetic Rekonstruksi

integrated anchoring device: approved extraoral use by FDA in 1995

Indication: (5)

16

Page 17: REFERAT MICROTIA

Failed autogenous reconstruction

Sever soft tissue/skeletal hypoplasia

Low or unfavorable hairline

Acquired total or subtotal auricular defect, usually in adults

Prosthesis changes every 2 to 5 years

Meticulous hygiene at skin/implant interface

Preclude future autogenous reconstruction

2.8 KOMPLIKASI

Seperti yang disebutkan sebelumnya, kerangka alloplastik memiliki resiko ekstrusi

yang lebih besar dibandingkan denga kerangka kartilago tulang rusuk. Ekstrusi yang

membutuhkan pemindahan terjadi pada 5-30% dari kerangka silastik, dibandingkan pada 1-

2% dari kartilago tulang rusuk. Komplikasi lainnya termasuk infeksi, hematom, dan

kehilangan kulit. Hal ini biasanya jarang terjadi dan kerangka hampir selalu bisa

diselamatkan. Komplikasi daerah donor termasuk luka pada dada yang tidak bagus, retrusi

ringan sampai berat dan perataan dari kontur tulang rusuk.(3,4)

2.9 PROGNOSIS

Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal.

Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan

pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orangtua berbicara dengan gurunya

untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa

mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga

tidak terjadi gangguan pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang

dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini

diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar

proses belajar anak tidak terganggu.(2,5)

17

Page 18: REFERAT MICROTIA

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Microtia merupakan malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk

ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).

Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga berisiko tinggi

untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah.

Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10%

dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga

kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan (sekitar

65:35).

18

Page 19: REFERAT MICROTIA

Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi

banyak hal yang harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan untuk

mencegah terjadinya mikrotia ada janin, misalnya faktor makanan, stress, kurang gizi,

menghindari pemberian atau penggunaan obat-obatan dan zat kimia. Selain itu, genetik bisa

menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah diketahui bagaimana genetik

bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Microtia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thorne, Charles H. Otoplasty and Ear Reconstruction. In Thorne CH et al eds, Grabb

and Smith’s Plastic Surgery, edisi ke-6, 2007, Wolters Kluwer/Lippincott Williams &

Wilkins, Philadelphia.

2. Leach J.L.. Ear Reconstruction. [article on internet]. 2011. [cited on September 2012,

26th]. Available on: http://www.emedicine.medscape.com

3. Sarkissian, Raffi der. Otoplasty. In Dolan, W editor. Facial Plastic, Reconstructice,

and Trauma Surgery, 2005, Marcell-Decker, New York.

4. Kryger, Zol B. Mikrotia Repair. In Kryger, ZB. Practical Plastic Surgery. 2007.

Landes Biosciense, Texas

19

Page 20: REFERAT MICROTIA

5. Throne C.H. Information about microtia/ aural atresia [article on internet] 2011.[cited

on September 2012, 26th]. Available on: http://www.microtia.com

6. Houston Plastic and Craniofacial Surgery. Factsabout Microtia Ear Reconstruction.

Available on: http://www.slideshare.net/kevinparker01/facts-about-microtia-ear-

reconstruction

20