Referat Interna mia Print

21
8/6/2019 Referat Interna mia Print http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 1/21 1 REFERAT DIAGNOSA DAN TATALAKSANA HIPONATREMIA AKUT DISUSUN OLEH: RAHEL KRISTIANINGRUM 0661050105 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2011

Transcript of Referat Interna mia Print

Page 1: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 1/21

1

REFERAT

DIAGNOSA DAN TATALAKSANA

HIPONATREMIA AKUT

DISUSUN OLEH:

RAHEL KRISTIANINGRUM

0661050105

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2011

Page 2: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 2/21

2

BAB I 

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu

exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh

lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat

  badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang

diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan

di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut

homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan

keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.

Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan berbagai

cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit

adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika

  berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan,

minuman, dan cairan intravena (IV), dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.

Keseimbangan cairan dan elektrolit menandakan cairan dan elektrolit tubuh total yang

normal, demikian juga dengan distribusinya dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan

cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu,

maka demikian pula yang lainnya. Oleh karena itu, cairan dan elektrolit harus dibicarakan

secara bersamaan.

Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi

semua sel dan jaringan tubuh, sehingga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi

  pada semua golongan penyakit. Gangguan cairan dan elektrolit berkaitan dengan penyakit

sistemik mayor maupun dengan beberapa penyakit sistemik minor.

Page 3: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 3/21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari

135 mEq/L (kadar natrium serum normal adalah 140 +/- 5 mEq/L), dan dapat disebabkan

oleh dua mekanisme utama: retensi air atau kehilangan natrium. Hiponatremia menunjukkan

  bahwa kelebihan air yang relatif terhadap zat terlarut total mengencerkan cairan tubuh.

  Natrium merupakan ion ECF utama, sehingga hiponatremia umumnya berkaitan dengan

hipo-osmolalitas plasma (<287 mOsm/kg). Osmolalitas plasma yang rendah menyebabkan

  perpindahan air masuk kedalam sel. Pembengkakan sel otak, dapat menyebabkan

 peningkatan tekanan intrakranial, yang paling bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala

susunan saraf pusat.1 

2.2. Kompartemen-kompartemen Cairan Tubuh2 

Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama:  cairan

ekstraselular  (ECF) dan cairan intraselular  (ICF) (gambar 2.1). kemudian cairan

ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan plasma darah.

(Gambar 2.1)  

Ada juga kompartemen cairan yang sangat kecil yang disebut sebagai cairan

transelular . Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial,

Page 4: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 4/21

dan intraokular juga cairan serebrospinal; biasanya dipertimbangkan sebagai cairan

ekstraselular khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda

dengan yang di plasma atau cairan interstisial. Cairan transelular seluruhnya berjumlah

sekitar 1 sampai 2 liter.

Pada orang normal dengan berat 70 kilogram, total cairan tubuh rata-ratanya sekitar 

60 persen berat badan, atau sekitar 42 liter. Persentase ini dapat berubah, bergantung pada

umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase

total cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal ini sebagian adalah akibat dari

kenyataan bahwa penuaan biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase berat badan

yaitu lemak, yang kemudian menurunkan persentase cairan dalam tubuh. Karena wanita

memiliki lemak tubuh lebih banyak dari pria, maka wanita memiliki lebih sedikit cairan

daripada pria dalam perbandingannya dengan berat badan. Karenanya, bila kita membahas

kompartemen cairan tubuh ³rata-rata´, kita harus menyadari adanya variasi-variasi,

 bergantung pada umur, jenis kelamin, dan tingkat obesitas.

2.2.1.Kompartemen Cairan Intraselular 

Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada dalam 75 triliun sel dan keseluruhannya

disebut cairan intraselular. Jadi, cairan intraselular merupakan 40 persen dari berat badan

total pada pria ³rata-rata´.

Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai

konstituen, tapi konsentrasi zat-zat ini cukup mirip antara satu sel dengan sel lainnya.

Sebenarnya, komposisi cairan sel sangat serupa bahkan pada heawan yang berbeda, mulai

dari mikroorganisme paling primitif sampai manusia. Dengan alasan ini, cairan intraselular 

dari seluruh sel yang berbeda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.

2.2.2. Kompartemen Cairan Ekstraselular 

Seluruh cairan di luar sel semuanya disebut cairan ekstraselular. Cairan ini merupakan

20 persen dari berat badan, atau sekitar 14 liter pada pada orang dewasa normal dengan berat

  badan 70 kilogram. Dua kompartemen terbesar dari cairan ekstraselular adalah cairan

interstisial, yang merupakan tiga per empat cairan ekstraselular, dan plasma, yang hampir 

seperempat cairan ekstraselular, atau sekitar 3 liter. Plasma adalah bagian darah nonselular 

dan terus-menerus berhubungan dengan cairan interstisial melalui celah-celah membran

kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan

Page 5: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 5/21

ekstraselular, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraselular secara kontan terus tercampur,

sehingga plasma dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk 

 protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.

2.2.3. Volume darah

Darah mengandung cairan ekstraselular (cairan dalam plasma) dan cairan intraselular 

(cairan dalam sel darah merah). Namun, darah dianggap sebagai kompartemen cairan terpisah

karena kandungan ruangnya terpisah sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah khususnya

 penting untuk mengatur dinamika kardiovaskular.

R ata-rata volume darah dewasa normal ialah sekitar 8 persen dari berat tubuh, atau

sekitar 5 liter. R ata-rata, sekitar 60 persen darah adalah plasma dan 40 persen adalah sel

darah merah, tapi nilai ini dapat bervariasi pada orang yang berbeda-beda, bergantung pada

 jenis kelamin, berat badan, dan faktor-faktor lain.

2.2.4 Konstituen cairan ekstraselular dan intraselular 

Perbandingan komposisi cairan ekstraselular, termasuk plasma, cairan interstisial dan

intraselular. Gambar 2.2 dan Gambar 2.3

Gambar 2.2

Page 6: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 6/21

Gambar 2.3

2.2.5 Komposisi ionik plasma dan cairan interstisial adalah serupa 

Komposisi ionik plasma dan cairan interstisial adalah serupa, karena keduanya hanya

dipisahkan oleh membran kapiler yang sangat permeabel. Perbedaan palingutama antara

kedua kompartemen ini ialah konsentrasi protein dalam plasma yang lebih tinggi; kapiler 

mempunyai permeabilitas rendah terhadap plasma protein dan, karenanya, hanya sedikit

sekali mengeluarkan protein ke dalam ruang interstisial di kebanyakan jaringan.

Karena efek donan, konsentrasi ion bermuatan positif (kation) sedikit lebih besar 

(sekitar 2 %) dalam plasma daripada cairan interstisial; efek ini adalah sebagai berikut : 

Page 7: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 7/21

 protein plasma mempunyai muatan akhir negatif dan, karenanya, cenderung mengikat kation,

seperti ion-ion natrium dan kalium, jadi mengikat banyak sekali kation ini dalam plasma

 bersama dengan protein plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion bermuatan negatif (anion) dalan

cairan interstisial cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan plasma, karena muatan negatif 

 protein plasma akan menolak anion yang bermuatan negatif. Namun, untuk tujuan praktis,

konsentrasi ion dalam cairan interstisial dan plasma dianggap serupa.

Merujuk lagi pada gambar 2.3, seseorang dapat melihat bahwa cairan ekstraselular,

termasuk plasma dan cairan ekstraselular, termasuk plasma dan cairan interstisial,

mengandung ion natrium dan klorida dalam jumlah besar, ion bikarbonat yang juga dalam

  jumlah cukup besar, tapi hanya sedikit ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat, dan asam

organik.

Komposisi cairan ekstraselular diatur dengan cermat oleh berbagai mekanisme, tapi

khususnya oleh ginjal.

2.2.6. Konstituen Penting pada Cairan Intraselular 

Cairan intraselular dipisahkan dari cairan ekstraselular oleh membran sel selektif yang

sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar elektrolit

dalam tubuh. Membran sel mempertahankan komposisi cairan di dalam sel agar serupa

seperti yang terdapat pada berbagai sel tubuh lainnya.

Berbeda dengan cairan ekstraselular, maka cairan intraselular hanya mengandung

sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada ion kalsium. Malah, cairan ini

mengandung sejumlah besar kalium dan fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam

  jumlah sedang, semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah pada cairan ekstraselular.

Juga, sel mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali lipat lebih banyak daripada

dalam plasma.

2.2.7. Keseimbangan osmotik dipertahankan antara cairan intraselular dan cairan

ekstraselular 

Dengan perubahan konsentrasi yang relatif kecil pada zat terlarut dalam cairan

ekstraselular, maka dapat timbul tekanan osmotik yang besar yang melintasi membran sel.

Untuk setiap gradien konsentrasi miliosmol suatu zat terlarut impermeabel (zat terlarut yang

tidak dapat menembus membran sel), disunakan sekitar 19,3 mmHg tekanan osmotik untuk 

Page 8: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 8/21

melintasi membran sel. Jika membran sel terpajan air murni dan osmolaritas cairan

intraselular ialah 280 mOsm/liter, maka tekanan osmotik potensial yang dapat timbul

melintasi membran sel adalah lebih dari 5400 mmHg. Ini memperlihatkan bahwa dibutuhkan

kekuatan yang besar untuk memindahkan air agar dapat melintasi membran sel bila cairan

intraselular dan ekstraselular tidak dalam keseimbangan osmotik. Sebagai akibat kekuatan

yang besar ini, maka perubahan yang relatif kecil saja pada konsentrasi zat terlarut

impermeabel dalam cairan ekstraselular sudah dapat menyebabkan perubahan luar biasa

dalam volume sel.

2.2.8 Cairan Isotonik, Hipotonik, dan Hipertonik 

Efek perbedaan konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam cairan ekstraselular 

terhadap volume sel terlihat pada gambar 2.4. Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan

dengan zat terlarut impermeabel yang mempunyai osmolaritas 280 mOsm/liter, maka sel

tidak akan mengkerut atau membengkak karena sel konsentrasi air dalam cairan intraselular 

dan ekstraselular adalah sama dan zat terlarut tidak dapat masuk atau keluar dari sel. Larutan

seperti ini disebut isotonik karena tidak menimbulkan pengerutan maupun pembengkakan sel.

Contoh larutan isotonik adalah larutan natrium klorida 0,9 persen atau larutan glukosa 5

 persen. Larutan-larutan ini penting dalam pengobatan klinis karena dapat diinfus ke dalam

darah tanpa menimbulkan bahaya yang mengancam keseimbangan osmotik antara cairan

intraselular dan ekstraselular.

Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut

impermeabel lebih rendah (kurang dari 280 mOsm/liter), air akan berdifusi ke dalam sel dan

menyebabkan sel membengkak; air akan terus berdifusi ke dalam sel, mengencerkan cairan

intraselular sementara juga memekatkan cairan ekstraselular sampai kedua larutan

mempunyai osmolaritas yang sama. Larutan natrium klorida dengan konsentrasi kurang dari

0,9 persen bersifat hipotonik dan menyebabkan sel membengkak.

Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut

impermeabel lebih tinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke dala cairan ekstraselular. Pada

keadaan ini, sel akan mengkerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama. Larutan yang

menyebabkan sel mengkerut disebut hipertonik ; larutan natrium klorida yang lebih besar dari

0,9 persen bersifat hipertonik.

Page 9: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 9/21

Gambar 2.4

Gambar 2.5

2.2.9.. Natrium dan Air 2 

Keseimbangan air tubuh dan garam (NaCl) berkaitan erat, mempengaruhi osmolalitas

maupun volume ECF. Tetapi, pengaturan keseimbangan natrium dan air melibatkan

mekanisme yang berbeda namun saling tumpang tindih. Keseimbangan air tubuh terutama

diatur oleh mekanisme rasa haus dan hormon antidiuretik (ADH) untuk mempertahankan

isoosmotik plasma (hampir 287 mOsm/kg). Sebaliknya, keseimbangan natrium terutama

diatur oleh aldosteron untuk mempertahankan volume ECF dan perfusi jaringan.

2.2.10 Keseimbangan Air dan Pengaturan osmotik 

Pengaturan osmotik diperantarai oleh hipotalamus, hipofisis, dan tubulus ginjal. ADH

adalah hormon peptida yang disintesis di hipotalamus dan disimpan di hipofisis. Hipotalamus

  juga merupakan pusat rasa haus dan mempunyai osmoreseptor yang peka terhadap

osmolalitas darah. R asa haus merangsang pemasukan air dan merangsang ADH untuk 

mengubah permeabilitas duktus koligentes ginjal, meningkatkan reabsorbsi air. Akibatnya

terjadi peningkatan volume air tubuh yang akan memulihkan osmolalitas plasma kembali

Page 10: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 10/21

10 

normal dan terbentuknya urine yang hiperosmotik (pekat) dalam volume lebih sedikit.

Penurunan osmolalitas plasma mengakibatkan hal yang sebaliknya yaitu terjadi penekanan

rasa haus dan pelepasan ADH. Mekanisme ADH begitu sensitif sehingga variasi osmolalitas

  plasma dalam keadaan normal tidak melebihi 1 sampai 2% dari nilai normal sebesar 287

mOsm/kg. Penurunan volume ECF yang cukup besar (5 sampai 10%) baru dapat

menimbulkan rasa haus dan pelepasan ADH. Dengan demikian, mekanisme ADH sangat

  berkaitan dengan pengaturan osmotik melalui pengendalian keseimbangan air dan kurang

sensitif terhadap pengaturan volume. Garam natrium (terutama NaCl) merupakan 90% dari

osmol efektif, sehingga hipoosmolalitas berarti hiponatremia dan hiperosmolalitas berarti

hipernatremia. Osmolalitas plasma dapat diperkirakan dengan mengalikan natrium serum

terukur dengan dua. Hipernatremia dan hiponatremia menunjukkan kekurangan dan

kelebihan air intraselular, karena ICF dan ECF berada dalam keseimbangan osmotik.

2.2.11. Pengaturan Keseimbangan Natrium dan Volume

Mempertahankan volume plasma (yang penting untuk perfusi jaringan) sangat

 berkaitan dengan pengaturan keseimbangan natrium. Mekanisme pengaturan keseimbangan

volume sangat bergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif 

adalah bagian dari volume ECF pada ruang vaskular yang secara efektif memerfusi jaringan.

Volume ECF pada pada orang sehat umumnya berubah-ubah sesuai dengan volume sirkulasi

efektifnya, dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total karena natrium

adalah zat terlarut utama yang menahan air di dalam ECF. Oleh karena itu, mekanisme

 pengaturan ekskresi natrium oleh ginjal sangat berperanan dalam pengaturan volume dalam

tubuh.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron adalah mekanisme yang sangat penting dalam

 pengaturan volume ECF dan ekskresi natrium oleh ginjal. Aldosteron adalah hormon yang

disekresi oleh daerah glomerulosa korteks adrenal. Produksi aldosteron terutama dirangsang

oleh refleks yang diatur oleh baroreseptor yang terdapat pada arteriol aferen ginjal.

Penurunan volume sirkulasi efektif dideteksi oleh baroreseptor, yang mengakibatkan sel-sel

 jukstaglomerular ginjal memproduksi protein, yaitu renin. R enin bekerja sebagai enzim yang

melepaskan angiotensin I dari protein angitensinogen. Angiotensin I kemudian diubah

menjadi angiotensin II pada paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk 

menyekresi aldosteron. Aldosteron bekerja pada duktus koligentes ginjal yang

mengakibatkan retensi natrium (dan air). Selain itu, angiotensin II menyebabkan

Page 11: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 11/21

11 

vasokonstriksi pada otot polos arteriol. Kedua mekanisme ini membantu memulihkan volume

sirkulasi efektif. Penurunan konsentrasi natrium plasma [Na+] yang hanya sebanyak 4

sampai 5 mEq/L adalah rangsangan lain untuk pengeluaran aldosteron, tetapi hal ini tidak 

 begitu penting pada orang normal karena konsentrasi natrium dalam plasma relatif konstan

akibat efek ADH. Dalam kenyataannya, meskipun terjadi keadaan hiponatremia, efek pada

aldosteron sering dikalahkan oleh perubahan volume ECF. Oleh karena itu, sekresi aldosteron

meningkat pada pasien hiponatremia yang volumenya menurun, tetapi menurun pada pasien

dengan volume ECF yang meningkat akibat adanya retensi air.

Gambar 2.5

2.2.12 Keseimbangan Volume

Kekurangan Volume Cairan Ekstraselular (ECF)

Kekurangan cairan ECF atau hipovolemiadidefinisikan sebagai kehilangan cairan

tubuh isotonik, yang disetai kehilangan natrium dan air dalam jumlah relatif sama.

Kekurangan volume cairan isotonik sering disalahartikan sebagai dehidrasi, istilah yang

seharusnya hanya dipakai untuk kehilangan air murni relatif yang menyebabkan terjadinya

hipernatremia.

Kelebihan Volume Cairan Ekstraselular (ECF)

Page 12: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 12/21

12

Kelebihan volume ECF dapat terjadi jika natrium dan air kedua-duanya tertahan

dengan proporsi yang lebih kurang sama. Seiring dengan terkumpulnya cairan isotonik 

  berlebihan di ECF (hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan

interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema. Kelebihan volume cairan selalu terjadi

sekunder akibat peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya

retensi air.

2.3. Etiologi dan Patogenesis Hiponatremia

Hiponatremia yang disertai kehilangan natrium disebut sebagai depletion

hyponatremia (hiponatremia deplesional) dan dicirikan dengan berkurangnya volume ECF.

Hiponatremia yang disebabkan oleh kelebihan air disebut sebagai dilutional hyponatremia

(hiponatremia dilusional) atau keracunan air dan dicirikan dengan bertambahnya volume

ECF.

Kehilangan natrium yang mengakibatkan hiponatremia deplesional dapat disebabkan

oleh mekanisme dari ginjal dan non ginjal. Penyebab tersering dari ginjal adalah pemberian

obat diuretik, dan yang lebih jarang adalah penyakit ginjal boros garam. Kehilangan garam

melalui non ginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada muntah, diare, atau

  pada defisiensi adrenal (aldosteron rendah). Mekanisme hiponatremia tipe kehilangan

natrium (sodium-loss) berlangsung dua tahap. Pertama, hilangnya natrium menurunkan rasio

 Na:H2O. Kedua (terjadi secara tidak langsung), hilangnya natrium menyebabkan

  berkurangnya volume ECF sehingga menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik (ADH)

dari hipofisis posterior. ADH menghambat ekskresi urine yang encer dan dapat menyebabkan

terjadinya hiponatremia jika banyak minum air. Hiponatremia   per se  biasanya memiliki

sedikit kepentingan klinis dalam natrium yang berkurang (volume). Penurunan kadar natrium

serum jarang melebihi 10-15 mEq/L. Gejala utama yang terjadi adalah gambaran volume

ECF yang berkurang.

Hiponatremia dilusional (kelebihan air) seringkali dijumpai pada keadaan-keadaan

yang ditandai dengan adanya suatu defek dalam ekskresi air-bebas ginjal dengan asupan yang

terus berlangsung, terutama cairan hipotonik. Berkurangnya volume sirkulasi efektif, seperti

 pada gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, dan sirosis memberikan rangsangan sentral

untuk pelepasan ADH, yaitu secara primer melalui reseptor tekanan (vena) yang rendah,

  bahkan pada keadaan hipo-osmolalitas sekalipun, sehingga urine yang encer tidak dapat

diekskresi. ADH juga merangsang rasa haus (harus ada pemasukan air untuk terjadinya hipo-

Page 13: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 13/21

13 

osmolalitas). Pelepasan ADH pada keadaan ini (volume ECF yang rendah) dianggap tepat

karena pelepasan ADH membantu memelihara perfusi jaringan, meskipun ada penurunan

konsentrasi osmotik plasma dan peningkatan air tubuh total.

Pelepasan ADH tanpa adanya hiperosmolalitas, penurunan sirkulasi efektif, dan

rangsangan fisiologik lain dinyatakan ³tidak tepat´ (inappropriate). Dengan demikian,

  penderita hiponatremia tipe ini disebut menderita sindrom sekresi ADH yang tidak tepat

(Syndrome of inappropriate ADH secretion, SIADH). SIADH lebih sering dijumpai

dibandingkan dengan tipe yang sebelumya telah dikenal dan berkaitan dengan sejumlah

kelainan neoplastik, paru-paru, dan susunan saraf pusat. (kotak 21-7). Pelepasan ADH

otonom dapat disebabkan oleh rangsangan abnormal di hipotalamus akibat penyakit, rasa

nyeri, obat-obatan, atau gangguan susunan saraf pusat. Substansi mirip-ADH juga dapat

dihasilkan secara ektopik (tidak ditempat yang normal) pada keganasan, khususnya

karsinoma paru jeniss sel oat. SIADH juga terjadi sebagai komplikasi dari pengobatan

 berbagai macam obat. Beberapa obat merangsang pelepasan ADH di hipotalamus, sedangkan

yang lain meningkatkan kerja ADH pada tubulus distal dan duktus pengumpul ginjal.

Penyebab lain hiponatremia dilusional adalah gagal ginjal yang disertai gangguan

kemampuan pengenceran urine dan pemakaian diuretik yang berlebihan (kotak 21-6).

Polidipsi psikogenik adalah penyakit neurotik yang jarang terjadi, ditandai oleh minum air 

yang kompulsif, kadang-kadang dapat mencapai 15 hingga 20 L/hari. Meskipun kapasitas

fungsi ginjal pada polidipsi psikogenik adalah normal, asupan air yang banyak akan

melampaui kapasitas ekskresi normal, sehingga menyebabkan hiponatremi ringan. Gangguan

serupa juga dapat terjadi pada peminum bir berlebihan dengan asupan diet makanan yang

 buruk. Misalnya, jika kemampuan pengenceran urine maksimum sebesar 50 mOsm/kg pada

seseorang yang makan diet normal (partikel zat terlarut=sekitar 750 mOsm/hari), maka urine

maksimum yang diekskresikan sebanyak 15 L/hari (750 mOsm/50 mOsm = 15). Meskipun

demikian, beban zat terlarut harian seorang peminum bir berlebihan yang tidak makan

dengan baik hanya sebesar 250 mOsm, sehingga ekskresi urine maksimumnya hanya sekitar 

5L (250 mOsm/50 mOsm = 5). Yang terakhir, hiponatremia dilusional terjadi jika sejumlah

  besar air memasuki paru-paru dan diabsorbsi secara cepat kedalam kompartemen

intravaskular (pada kasus tenggelam di air tawar).

Hiponatremia yang disebabkan oleh penimbunan zat terlarut yang aktif secara

osmotik dalam plasma, adalah pengecualian utama bagi ketentuan yang mengatakan bahwa

Page 14: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 14/21

14 

hiponatremia berarti hipoosmolalitas. Penyebab hiponatremia tipe tersebut yang paling sering

adalah hiperglikemia pada penderita diabetes yang tak terkontrol dan penderita yang baru saja

mendapat manitol. Natrium plasma diencerkan dengan perpindahan air dari ICF ke ECF

mengikuti perbedaan osmotik yang dihasilkan oleh partikel zat terlarut tambahan (glukosa

atau manitol).

Menurut Current Medical Diagnosis and Treatment 2011, hiponatremia adalah

kondisi dengan konsentrasi serum sodium <135 mEq/L, hiponatremia adalah keadaan

abnormalitas elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien di rumah sakit. Dokter 

harus selalu waspada mengenai hiponatremia, karena apabila salah penanganan dapat

mendatangkan bencana neurologis dari cerebral osmotik demyelination. Memang komplikasi

iatrogenik dari terapi agresif atau terapi yang tidak tepat dapat lebih berbahaya daripada

hiponatremia itu sendiri.3 

Adalah sebuah kesalahan persepsi umum bahwa konsentrasi sodium adalah refleksi

dari total body sodium atau total body water . Faktanya, total body water dan sodium dapat

rendah, normal, atau tinggi, karena ginjal dapat meregulasi sodium dan homeostasis air.

Sebagian besar kasus hiponatremia mencerminkan keseimbangan cairan dan penanganan

cairan yang abnormal, ketidakseimbangan sodium, menunjukkan peran utama ADH dalam

 patofisiologi hiponatremia.Sebuah algoritma diagnostik menggunakan osmolalitas serum dan

status volume memisahkan penyebab hiponatremia ke dalam kategori terapi yang berguna

Page 15: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 15/21

15 

Etiologi3,5 

Isotonik dan hipertonik hiponatremia

Osmolalitas serum mengidentifikasi isotonik dan hipertonik hiponatremia, meskipun

kasus-kasus ini sering dapat diidentifikasi berdasar riwayat atau laboratorium tes sebelumnya.

Isotonik hiponatremia terjadi pada hiperlipidemia dan hiperproteinemia. Lipid

(termasuk chylomicrons, triglyserid, dan kolesterol) dan protein (> 10 g/dL, paraproteinemias

and intra venous immunoglobulin therapy) mengganggu pengukuran natrium serum,

menyebabkan pseudohyponatremia. Osmolalitas serum dapat isotonik karena lipid dan

 protein tidak mempengaruhi pengukuran osmolalitas. Uji natrium yang terbaru menggunakan

elektroda ion-spesifik tidak akan menghasilkan pseudohyponatremia.

Hipertonik hiponatremia terjadi pada hiperglikemia dan administrasi manitol untuk 

meningkatkan tekanan intrakranial. Glukosa dan manitol osmotically menarik air intraseluler 

ke dalam ruang ekstraseluler. Translokasi air menurunkan kadar natrium serum. Translokasi

Page 16: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 16/21

16 

hiponatremia tidak pseudohyponatremia atau artefak pengukuran natrium. Konsentrasi

natrium turun 2 mEq / L untuk setiap 100 mg / dL pada peningkatan glukosa ketika

konsentrasi glukosa adalah antara 200 dan 400 mg / dL. Jika kadar glukosa> 400 mg / dL,

konsentrasi natrium turun 4 mEq / L untuk setiap 100 mg / dL pada peningkatan glukosa.

Sebuah faktor koreksi natrium keseluruhan 2,4 mEq / L untuk setiap 100 mg / dL pada

glukosa meningkat lebih akurat dari 1,6 mg / dL yang telah digunakan sebelumnya.

Hipovolemik Hipotonik Hiponatremia

Kebanyakan kasus hiponatremia adalah hipotonik, menyoroti peran natrium's sebagai osmole

ekstraseluler dominan. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan kasus hipotonik oleh

status volume pasien.

Hipovolemik hiponatremia terjadi dengan kehilangan volume ginjal atau extrarenal dan

  penggantian cairan hipotonik. Jumlah natrium tubuh dan air tubuh total mengalami

  penurunan. Untuk mempertahankan volume intravaskular, terjadi kenaikan sekresi ADH

hipofisis, menyebabkan retensi air bebas dari penggantian cairan hipotonik. Tubuh

mengorbankan osmolalitas serum untuk menjaga volume intravaskular. Singkatnya, kerugian

air dan garam akan diganti dengan air saja. Tanpa asupan cairan yang sedang berlangsung

hipotonik, hilangnya volume ginjal atau extrarenal akan menghasilkan hipovolemik 

hiponatremia.

Euvolemik Hipotonik Hiponatremia

Euvolemik hiponatremia memiliki diagnosis diferensial luas. Kebanyakan proses dimediasi

langsung atau tidak langsung melalui ADH, termasuk hipotiroidisme, insufisiensi adrenal,

obat-obatan, dan sindrom ADH yang tidak tepat (SIADH)6. Pengecualian adalah polidipsia

 primer, potomania bir, dan osmostat reset.

Hipervolemik Hipotonik Hiponatremia

Hipervolemik hiponatremia terjadi pada edem adalam keadaan sirosis, gagal jantung, sindromnefrotik, dan penyakit ginjal lanjut. Dalam sirosis dan gagal jantung, volume sirkulasi efektif 

menurun karena vasodilatasi perifer atau penurunan curah jantung. Peningkatan aktivitas

sistem renin-angiotensin-aldosteron dan hasil sekresi ADH menyebabkan retensi air.

Perhatikan kemiripan patofisiologi untuk hipovolemik hiponatremia-tubuh mengorbankan

osmolalitas dalam upaya untuk mengembalikan volume beredar efektif.

Page 17: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 17/21

17 

2.4. Gambaran klinis2 

Kita harus selalu waspada adanya hiponatremia karena manifestasi klinisnya tidak khas

 pada periode awal saat kada natrium serum lebih dari 120 mEq/L. Hiponatremia adalah suatu

gangguan elektrolit yang sering terjadi pada pasien rawat inap. Pasien yang menunjukkan

satu atau lebih faktor risiko, perlu dipantau dengan seksama sehingga hiponatremia dapat

cepat diketahui dan ditangain sebelum berlanjut membahayakan jiwa pasien.

Gejala dan tanda hiponatremia terutama mencerminkan terjadinya disfungsi neurologis

yang disebabkan oleh hipo-osmolalitas. Seiring dengan menurunnya osmolalitas serum, air 

memasuki sel-sel otak (seperti pada sel-sel lainnya); sehingga menyebabkan overhidrasi

intrasel dan peningkatan intrakranial. Keparahan gejala neurologis berkaitan dengan

kecepatan dan beratnya penurunan konsentrasi natrium serum. Pasien mungkin tidak 

memperlihakan gejala hiponatremia ringan kadar Na+ serum diatas 125 mEq/L). Apabila

kadar Na+serum berkisar antara 120-125 mEq/L dapat timbul gejala-gejala dini berupa

kelelahan, anoreksia, mual, kejang otot, dan akan berlanjut menjadi kejang serta koma jika

terus terjadi penurunan kadar natrium. Bila keadaan seperti ini (<120 mEq/L) berkembang

dalam waktu kurang dari 24 jam, maka angka mortalitas mencapai 50%. Sebaliknya, pasien

dapat tetap asimtomatik jika penurunan kadar Na+

serum tersebut terjadi secara bertahap

dalam kurun waktu berhari-hari sampai berminggu-minggu. Hiponatremia yang terjadi secara

 perlahan menyebabkan gejala yang lebih ringan karena terjadi kehilangan kompensatorikzat

terlarut seperti Na+, K +, dan asam amino dari sel otak, sehingga turut mengurangi

 pembengkakan intraselular.

Diagnosis hiponatremia (seperti halnya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit lainnya)

membutuhkan analisis berdasarkan pada hasil anamnesis, tanda dan gejala klinik, serta

  pemeriksaan laboratorium. Tiga pemeriksaan laboratorium sederhana yang membantu

menegakkan diagnosis penyebab hiponatremia adalah: osmolalitas serum, osmolalitas urine,

dan Na+

urine. Kadar osmolaloitas serum akan normal atau meningkat jika penyebab

hiponatremia adalah gagal ginjal atau hiperglikemia diabetik. Kadar osmolalitas urine akan

rendah (<100 mOsm/kg atau berat jenis <1,004) bila disebabkan oleh polidpsi primer dengan

ekskresi air yang normal; dan akan tinggi (>100 mOsm/kg atau berat jenis >1,004) untuk 

 penyebab lain hiponatremia yang mengganggu eksresi air. Akhirnya Na+

urine rendah (<10

mEq/L) bial hiponatremia disebabkan oleh edema atau volume yang berkurang akibat

Page 18: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 18/21

18 

  penyebab diluar ginjal; Na+ urine tinggi (>20 mEq/L) bila terjadi kelainan ginjal boros-

garam atau SIADH.

2.5. Penanganan

Tujuan penanganan pasien hipoosmolalitas dan hiponatremia sesungguhnya adalah

untuk meningkatkan kadar natrium serum menjadi normal, dan mengatasi penyakit yang

mendasari. Dua penanganan dasar bagi pasien seperti ini adalah dengan mengurangi asupan

air atau menambahkan natrium, bergantung pada beratnya keadaan dan penyakit yang

mendasarinya.

Hiponatremia ringan (120-135 mEq/L) pada penderita kekurangan volume sejati

akibat kehilangan melalui ginjal dan saluran cerna diatasi dengan pemberian larutan NaCl

secara peroral atau larutan intravena. Koreksi hipovolemia menekan pelepasan ADH,

sehingga mengakibatkan ekskresi air yang berlebihan melalui ginjal dan koreksi

hiponatremia. Koreksi K + yang hilang juga merupakan faktor penting dalam penanganan

keadaan ini. Pada kasus hiponatremia yang lebih berat (<120 mEq/L), dapat diberikan larutan

garam hipertonik dengan kecepatan yang cukup hingga terjadi peningkatan kadar Na+ serum

sebanyak 0,5 mEq/L per jam hingga tercapai kadar Na+ serum sekitar 120 mEq/L, dan pasien

telah melewati masa kritis. Peningkatan kadar natrium serum harus diperhatikan dengan

seksama agar tidak terlalu cepat untuk mencegah terjadinya mielinosis pons sentral dan

keruusakan neurologis yang irreversibel.

Apabila memungkinkan, usahakan untuk mengatasi penyakit yang mendasari. Untuk 

itu pembatasan asupan air merupakan langkah pertama dalam penanganan penderita

hiponatremia dilusional dan ECF yang meningkat, karena pemberian natrium akan

memperburuk keadaan pasien. Pembatasan asupan air sampai kurang dari ekskresi urine

  biasanya cukup memperbaiki hiponatremia. Pada kasus yang lebih berat, larutan garam

hipertonik yang dikombinasikan dengan diuretik simpai, dapat lebih cepat meningkatkan

kadar natrium serum.

Pembatasan asupan air saja seringkali efektif dalam menangani kasus-kasus SIADH

ringan. Menghilangkan penyebab pelepasan ADH (contohnya dengan menghenntikan obat

  pencetus pelepasan ADH, atau memulihkan proses penyakit pencetus) dapat membantu

menyelesaikan masalah ini. Penanganan kasus hiponatremia berat membutuhkan pemberian

sejumlah kecil larutan garam hipertonik untuk membantu pembatasan asupan cairan dan

Page 19: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 19/21

19 

 pemberian diuretik simpai. Pada kasus kronis yang disebabkan oleh produksi ADH ektopik,

dapat diberikan demekloksiklin (obat yang menghambat efek ADH di tubulus ginjal) untuk 

mengatasi SIADH.

Penanganan hiponatremia yang berkaitan dengan keadaan hiperglikemia diabetik,

tidak bertujuan untuk meningkatkan kadar natrium serum, karena keadaan ini tidak 

mencerminkan hiponatremia yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penanganannya adalah

dengan pemberian insulin dan glukosa.

Page 20: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 20/21

20 

BAB III

KESIMPULAN

  Natrium memainkan peranan penting dalam mempertahankan konsentrasi dan volume

cairan ekstraseluler. Ini adalah kation utama dari CES dan determinan utama dari osmolalitas

CES. Dalam kondisi normal, osmolalitas CES dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai

natrium normal. Ketidakseimbangan natrium biasanya berkaitan dengan perubahan sejajar 

 pada osmolalitas.4 

Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135

mEq/L1 (kadar natrium serum normal adalah 140 +/- 5 mEq/L), dan dapat disebabkan oleh

dua mekanisme utama: retensi air atau kehilangan natrium.

Tujuan penanganan pasien hipoosmolalitas dan hiponatremia sesungguhnya adalah untuk 

meningkatkan kadar natrium serum menjadi normal, dan mengatasi penyakit yang mendasari.

Dua penanganan dasar bagi pasien seperti ini adalah dengan mengurangi asupan air atau

menambahkan natrium, bergantung pada beratnya keadaan dan penyakit yang mendasarinya.

Page 21: Referat Interna mia Print

8/6/2019 Referat Interna mia Print

http://slidepdf.com/reader/full/referat-interna-mia-print 21/21

21

DAFTAR PUSTAKA

1.  Price Sylvia A., dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Memphes,

Tennessee. EGC. 2005.

2.  Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran (Textbook of  Medical Physiology).

Mississippi. EGC. 1997.

3.  Mcphee Stphen J, dkk. Current Medical Diagnosis and Treatment. 2011.

4.  Horne Mima M., dkk. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa. Tennesse.

EGC. 2000.

5.  Hyponatremia : Fluid and Electrolite Metabolism Merck manual.

(http://www.merckmanuals.com/professional/sec12/ch156/ch156d.html) diambil pada

tanggal: 8 April 2011

6. 

Kasper, Brauwald, dkk. 16

th

Edition Harrison¶s Principles of Internal Medicine. USA.McGraw Hill. 2005.