Referat Bedah - Andri
-
Upload
william-sulistyono -
Category
Documents
-
view
161 -
download
22
description
Transcript of Referat Bedah - Andri
BAB I
PENDAHULUAN
Kata “suture” merupakan kata yang yang mendeskripsikan benda atau
material yang digunakan untuk mengikat pembuluh darah atau menyatukan (agar
saling berdekatan) jaringan. Suture digunakan untuk menutup luka, yang prosesnya
disebut dengan “suturing”.
Suture material yaitu benang suture, diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal, seperti bahan pembuatnya yaitu alami (catgut dan silk) maupun sintetis, dapat
atau tidaknya benang tersebut diserap oleh tubuh (absorable dan non-absorbale),
dan lain sebagainya. Penggunaan serta aplikasi dari berbagai jenis benang suture
ini akan berbeda pada tiap-tiap jaringan tubuh sesuai dengan karakteristik benang
dan anatomi dari jaringan itu sendiri.
Dengan banyaknya variasi jenis dan fungsi dari suture material, pengetahuan
dan pemahaman dokter mengenai karakteristik suture material, karakteristik
histologis berbagai jaringan tubuh, serta proses penyembuhan luka merupakan
modal yang penting dalam proses suturing, dimana hasil akhir yang diharapkan
adalah keuntungan bagi pasien, yaitu luka tertutup dengan cara yang baik yang
mengoptimalkan kesembuhan dalam waktu yang minimum.
Teknik penutupan luka ada berbagai macam bergantung pada pengetahuan
dokter mengenai teknik penutupan luka, lokasi luka, dan ketersediaan alat dan
bahan yang mendukung untuk dilakukanya penutupan luka pada pasien.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2m2 dengan berat kira-kira 16%
berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar
haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan. (Tortora, Derrickson, 2009)
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam,
warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa. (Djuanda, 2003)
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan
tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada
muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala. (Djuanda, 2003)
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. (Tortora, Derrickson, 2009)
2
2.1.1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah
lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki
(Djuanda, 2003).
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di
antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri
atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini
membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
3
spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung
banyak glikogen (Djuanda, 2003).
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel
yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk
melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma
basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda,
2003).
2.1.2. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis,
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian
bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut
penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri
atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula
fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut
sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis
(Djuanda, 2003).
2.1.3. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
4
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,
dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada
lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan
penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
2.2. Teknik Penutupan Luka
Prinsipnya adalah untuk mencapai penataan kembali anatomi dari tepi luka
dan memberikan kekuatan yang memadai sementara luka penyembuhan. Pada saat
yang sama, ahli bedah juga mencoba untuk meminimalkan komplikasi fungsional
dan estetika. Sering kali berbagai teknik jahitan dan simpul digunakan untuk
memaksimalkan penutupan luka dan meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.
(Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
2.2.1. Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. (Sjamsuhidajat, 2011)
Bentuk luka bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka
sayat atau vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk
yang disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus
laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata disebabkan oleh benda yang
permukaannya tidak rata. Luka lecet pada permukaan kulit akibat gesekan disebut
ekskoriasi. Panas dan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. (Sjamsuhidajat,
2011)
5
2.2.2. Suture Material
Pemilihan suture material dapat berbeda-beda bergantung pada jaringan
yang terkena dan pemahaman dokter mengenai karakteristik suture material,
karakteristik jaringan tubuh, dan proses penyembuhan luka. (Dunn DL, 2002)
2.2.2.1 Benang
Benang merupakan benda asing yang diimplant ke dalam jaringan tubuh.
Dimana benda asing ini dapat mengakibatkan timbulnya reaksi jaringan, sehingga
dalam menutup luka, suatu lapang kerja steril dan teknik aseptik sangat diperlukan
untuk meminimalisasi terjadinya resiko infeksi. (Terhure M, 2012)
A. Karakteristik fisik dari benang menentukan kegunaannya; karakteristik ini meliputi :
a. Konfigurasi
Konfigurasi benang didasarkan pada jumlah helai bahan yang digunakan
untuk membuatnya. Sebuah benang dapat monofilamen (yaitu, untai tunggal) atau
multifilamen. Benang Multifilamen dapat dipelintir atau dikepang. (Satteson ES,
2015)
b. Ukuran
United States Pharmacopeia (USP) sizes distandardisasi dan terkait dengan
berbagai diameter tertentu (dalam milimeter) yang diperlukan untuk menghasilkan
kekuatan regang tertentu. Rentang diameter ini bervariasi dengan berbagai kategori
bahan jahitan. Kategori ini termasuk bahan-bahan alami, bahan-bahan sintetis yang
dapat diserap, dan bahan-bahan sintetis yang tidak dapat diserap. Ukuran disajikan
dengan nol, seperti 3-0, 4-0, 5-0, dan 6-0; nol yang lebih banyak menunjukkan
ukuran yang lebih kecil. (Satteson ES, 2015)
USP designation
Collagen diameter
(mm)
Synthetic absorbable
diameter (mm)
Non-absorbable
diameter (mm)
American wire gauge
11-0 0,01
6
10-0 0,02 0,02 0,02
9-0 0,03 0,03 0,03
8-0 0,05 0,04 0,04
7-0 0,07 0,05 0,05
6-0 0,1 0,07 0,07 38-40
5-0 0,15 0,1 0,1 35-38
4-0 0,2 0,15 0,15 32-34
3-0 0,3 0,2 0,2 29-32
2-0 0,35 0,3 0,3 28
0 0,4 0,35 0,35 26-27
1 0,5 0,4 0,4 25-26
2 0,6 0,5 0,5 23-24
3 0,7 0,6 0,6 22
4 0,8 0,6 0,6 21-22
5 0,7 0,7 20-21
6 0,8 19-20
7 18
c. Kekuatan Regang
Kekuatan regang dari material adalah stres maksimal yang dapat ditahan
sebelum putus. Tingkat di mana benang kehilangan kekuatan regang dari waktu ke
waktu tidak sama dengan penyerapannya dan bervariasi antara bahan benang.
Implantasi dan ikatan pada benang menurunkan kekuatan regang benang. Kering,
tidak dipakai, maka benang yang dapat diserap (absorbable) kehilangan 4-13% dari
kekuatan awalnya setelah direndam dalam larutan natrium klorida selama 24 jam.
Benang yang diikat memiliki dua pertiga kekuatan dari benang yang tidak diikat.
(Satteson ES, 2015)
d. Knot (Ikatan/Simpul)
Simpul merupakan bagian penting dalam tindakan bedah. Proses hemostasis,
penyambungan jaringan, jahitan akan bertahan jika dilakukan penyimpulan dengan
7
teknik yang benar. Tiap jaringan yang dijahit mempunyai karakter yang berbeda,
untuk itulah diperlukan teknik penyimpulan yang berbeda pula.
Prinsip – Prinsip Dalam Membuat Simpul
Kuat dan tidak mudah lepas
Sederhana
Ikatan sekecil mungkin, ujung dipotong secukupnya.
Tidak boleh ada gesekan antara untaian benang yang akan melemahkan
jahitan
Tidak boleh ada kerusakan materi jahitan (tidak boleh menjepit benang
dengan instrumen)
Tidak boleh terdapat tarikan yang berlebihan
Pertahankan tarikan pada satu ujung benang setelah ikatan pertama supaya
lilitan tidak longgar pada jahitan kontinu
Macam Simpul
Reef knot
Dilakukan tiga kali simpul dengan gerakan 1 dan 3 sama. Semua simpul
memakai reef knot. Dapat dikerjakan dengan :
Satu tangan
Dua tangan
Instrumen
Surgeon’s knot
Simpul pertama dilakukan 2 kali lilitan selanjut nya simpul 1 kali lilitan dengan
arah/gerakan yang berbeda dengan sebelumnya. Dipakai jika regangan
tinggi.
Deep Tying
8
Dilakukan pada area yang dalam (misalnya simpul di intra abdomen)
dilakukan beberapa simpul yang sama (sleep knot dan diakhiri dengan reef
knot. Sebaiknya menggunakan tangan(bukan instrument)
Slip Knot
Dua simpul yang sama kemudian didorong dengan jari, kemudian simpul
ketiga berlawanan dengan simpul 1 dan 2.
Prinsip gerakan dalam simpul
Terdiri dari 2 macam gerakan:
Gerakan simpul ke 1 harus sama dengan 3, 5, 7 dst.
Gerakan simpul ke 2 harus sama dengan 4, 6, 8 dst.
Hasilnya :
Kemudian dilanjutkan sekali lagi dengan arah yang berlawanan dari simpul
terakhir.
Deep Tying
9
Perbedaan dengan reef knot :
Pada pengencangan simpul benang tidak boleh ditarik ke atas melainkan
harus didorong ke bawah menggunakan jari telunjuk.
Slip knot
Terdiri atas :
Dua kali gerakan yang sama (dengan telunjuk atau jari tengah) atau
Gerakan reef knot yang ditarik ke arah yang sama (tanpa penyilangan)
Harus diakhiri dengan reef knot. Jadi terdapat 4 gerakan
10
Reef knot dengan menggunakan instrumen
Ulangi dengan arah ikatan kedua beda dengan yang pertama dan ikatan
ketiga sama dengan ikatan pertama.
e. Plastisitas dan Elastisitas
Plastisitas adalah kemampuan benang untuk mempertahankan bentuk dan
panjang baru setelah terjadi peregangan. Plastisitas memungkinkan jahitan untuk
mengakomodasi luka bengkak, sehingga mengurangi risiko jaringan terjepit dan
terbentuknya tanda goresan silang. (Satteson ES, 2015)
Elastisitas adalah kemampuan benang untuk mendapatkan kembali bentuk
dan panjang aslinya setelah peregangan. Setelah pembengkakan dari luka reda,
benang kembali pada panjang aslinya dan membuat luka menutup kembali.
11
Sebagian besar benang bersifat elastis; beberapa diantaranya adalah plastis.
(Satteson ES, 2015)
Memori adalah kemampuan benang untuk kembali ke bentuk semula setelah
terjadi deformasi dengan ikatan. Memori berkaitan dengan plastisitas dan elastisitas.
Benang dengan memori tingkat tinggi, terutama benang monofilamen, kaku dan sulit
untuk ditangani dan mungkin lebih rentan terjadi simpul yang longgar dan tidak
terikat. (Satteson ES, 2015)
f. Handling Characteristics
Handling Characteristics dari bahan-bahan benang didefinisikan dengan
kelenturan dan koefisien gesekan. Kelenturan mengacu pada kemudahan benang
untuk bisa ditekuk. Koefisien gesekan adalah ukuran licin benang. Benang dengan
koefisien gesekan tinggi, benang umumnya dikepang, lebih sulit untuk melewati
jaringan, sehingga menyebabkan cedera yang lebih besar pada jaringan selama
penempatan dan pengangkata jahitan. Namun, benang ini lebih lentur, menjadi lebih
mudah untuk ditangani dan dimanipulasi untuk mengikat simpul. (Satteson ES,
2015)
g. Reaksi Jaringan
Jenis benang yang berbeda menghasilkan berbagai tingkat reaksi jaringan
yang berbeda, khususnya peradangan. Peradangan yang hebat mengurangi
resistensi terhadap infeksi dan penundaan terjadinya penyembuhan luka. Jenis dan
ukuran benang dianggap faktor utama yang berkontribusi terhadap reaksi ini. Bahan-
bahan alami yang diserap melalui proteolisis, menyebabkan respon inflamasi yang
menonjol, sedangkan bahan sintetis yang diserap melalui hidrolisis, menghasilkan
reaksi minimal. (Satteson ES, 2015)
h. Sifat Antibakteri
Sifat antimikroba intrinsik pada benang dan penambahan lapisan antimikroba
ekstrinsik telah lama dipercaya sebagai cara untuk mengurangi infeksi pada tempat
pembedahan dengan mengurangi perlekatan bakteri pada benang, tetapi produk
benang ini baru-baru saja tersedia di pasar. (Satteson ES, 2015)
12
Produk-produk yang tersedia saat ini menggunakan triclosan (dilapisi Vicryl
ditambah antibakteri; Ethicon dan Monocryl ditambah antibakteri; Ethicon). Biosida
antimikroba ini telah terbukti mengurangi kolonisasi Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis methicillin-sensitive dan methicillin-resistant pada
benang in vitro. (Satteson ES, 2015)
Pelapis banang antimikroba lain seperti poly [(aminoethyl methacrylate)-co-
(butyl methacrylate)] (PAMBM) telah terbukti memberikan aktivitas bacteriosida
terhadap S. aureus dibandingkan dengan bakteriostatik dari triclosan secara in vitro;
namun, produk tersebut belum diuji in vivo dan, oleh karena itu, belum tersedia
secara komersial. (Satteson ES, 2015)
B. Klasifikasi benang :
a. Berdasarkan bisa atau tidaknya diserap oleh tubuh, benang
diklasifikasikan menjadi benang absorbable (dapat diserap tubuh) dan
non-absorbable (tidak dapat diserap tubuh). (Preuss S, Breuing KH,
Eriksson E; 2000)
Benang yang dapat diabsorbsi, benang catgut didapatkan dari
submukosa usus domba atau serosa usus sapi. Benang catgut dapat
terurai di dalam jaringan dalam beberapa hari, sedangkan benang catgut
yang direndam di dalam asam kromik dapat bertahan dua sampai empat
kali lebih lama. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
Benang yang dapat diserap lainnya merupakan sintetis dengan
metode-metode kimiawi dan kemudian dimodifikasi secara fisik untuk
dimaksimalkan fungsinya dengan tujuan tertentu. Umumnya, benang yang
cepat diabsorbsi digunakan untuk menjahit mukosa, sedangkan benang
yang lama diabsorbsi untuk dermis / kulit. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson
E; 2000)
Benang-benang yang tidak dapat diserap dapat terdiri dari
beberapa serat alami, seperti linen, kapas, atau sutera, yang dipilin atau
dikepang. Serat-serat sintetis seperti nilon dapat juga dikepang.
Umumnya, benang-benang sintetis monofilamen halus lebih dipilih oleh
karena benang-benang ini menyebabkan sedikit reaksi jaringan. Benang-
13
benang yang paling umum adalah yang terbuat dari polypropylene atau
polyethylene (nilon). (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
Benang-benang stainless steel dapat juga digunakan sebagai
benang monofilamen atau multifilament yang dipilin. Stainless steel
mempunyai kekuatan regang yang sangat baik tetapi sering sekali sulit
dipergunakan. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
Benang yang dapat diserap biasanya banyak digunakan untuk :
(Terhure M, 2012)
Internal (bagian dalam)
Intradermal / subkutikular
Kulit (jarang)
Benang yang tidak dapat diserap biasanya banyak digunakan
untuk : (Terhure M, 2012)
Terutama untuk kulit, membutuhkan pengangkatan jahitan
Material dari bahan stainless steel dapat digunakan pada tubuh
bagian dalam serta dapat ditinggalkan dalam waktu yang lama
14
b. Berdasarkan Bahan Pembuatnya Natural Atau Alami
Suture material ini terbuat dari kolagen yang berasal dari
usus mamalia. Pada bahan natural atau alami seringkali
mengakibatkan reaksi jaringan dan adanya sifat antigen dari
bahan ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi. (Dunn DL,
2002)
Sintetis Atau BuatanSuture material ini terbuat dari bahan sintetis kolagen
(polimer). Polimer yang memiliki sifat absorbable dan non-
absorbable disintesis dari campuran polyester. (Dunn DL, 2002)
c. Berdasarkan Jumlah Filament Monofilament
Bahan monofilament terbuat dari satu benang (single
stranded). Struktur dari suture material ini lebih tahan dari
kontaminasi mikroorganisme. Benang monofilament juga lebih
mudah menembus jaringan (tahanannya rendah) daripada benang
multifilament. Namun dalam menggunakan dan menyimpul
monofilament harus hati-hati karena kerusakan pada benang ini
akan mengakibatkan lemahnya benang dan akan memicu
kegagalan suturing yang prematur. (Dunn DL, 2002)
MultifilamentBahan-bahan multifilament berasal dari beberapa filament
yang dijalin menjadi satu. Benang multifilament cenderung memiliki
15
kekuatan regangan yang besar dan fleksibilitas serta piabilitas
yang lebih besar dari benang-benang moofilament. Benang jenis
ini juga lebih mudah untuk digunakan dan disimpul. Namun karena
benang multifilament memiliki sifat kapilaritas yang cukup besar,
cairan akan terserap disepanjang benang multifilament.
Penyerapan cairan ini mengakibatkan turut masuknya patogen
yang akan meningkatkan resiko infeksi luka. (Dunn DL, 2002)
d. Benang Absorbable Dan Non-Absorbable Berdasarkan Bahan Pembuatnya :
Absorbable suture berbahan alami atau naturalKolagen
Suture material kolagen berasal dari pencampuran antara
tendon fleksor profunda sapi dalam asam sianoasetik lalu dibentuk
mejadi pita-pita. Pita tersebut kemudian diberi cairan formaldehid,
dijalin lalu dikeringkan. (Dunn DL, 2002)
Kekuatan polimer kolagen akan menurun hingga 25% atau
kurang dari nilai awalnya setelah 15 hari dalam tubuh. Absorbsi
komplit dari material ini membutuhkan waktu kira-kira 2 hingga 8
bulan. Mekanisme material kolagen mengalami degradasi adalah
lewat enzim lisosom. (Dunn DL, 2002)
Plain Surgical Gut Atau Cat GutCat gut berasal dari submukosa usus domba dan serosa
usus sapi. Jejunum dan ileum dari hewan-hewan tersebut dibuat
menjadi benang-benang longitudinal. Kekuatan regangan (tensile
strength) dari benang jenis ini bertahan 7 hingga 10 hari post
implantasi (hasil bervariasi tergantung dari individu). Absorbsinya
16
akan komplit dalam 70 hari. Cat gut berwarna putih dan
kekuningan. Cat gut harus disimpul paling sedikit 3 kali karena di
dalam tubuh akan mengembang. Cat gut ini banyak digunakan
untuk : (Dunn DL, 2002)
Memperbaiki secara cepat jaringan yang memerlukan
perawatan minimal
Ligasi pembuluh darah superfisial
Fast absorbing surgical gut
Fast absorbing surgical gut diindikasikan untuk penggunaan
epidermal (membutuhkan waktu absorbsi hanya 5 hingga 7 hari)
serta tidak direkomendasikan untuk penggunaan bagian dalam
tubuh. (Dunn DL, 2002)
Chromic surgical gut
Chromic surgical gut berasal dari bahan kolagen pada usus
domba atau sapi yang dilapisi oleh chromium sehingga menjadi
lebih keras dan diabsorbsi lebih lama. Material jenis ini
mengakibatkan reaksi jaringan yang moderat dan tidak
17
direkomendasikan untuk jaringan yang sembuh lama serta
membutuhkan perawatan yang lama. Rata-rata kekuatan
regangannya (tensile strength) antara 10 hingga 14 hari. Kekuatan
regangan ini akan hilang secara komplit dalam 21 hingga 28 hari.
Chromic surgical gut berwarna coklat dan kebiruan, ukuran : 3,0 –
3. Chromic surgical gut digunakan untuk penjahitan luka yang
diperkirakan belum merapat dalam 10 hari, untuk menjahit tendon
pada penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi segera
harus segera dilakukan. (Dunn DL, 2002)
Absorbable suture berbahan sintetisBahan yang dipakai berasal dari polimer kimia yang akan
diabsorbsi dengan cara hidrolisis serta bahan-bahan ini akan
mengakibatkan reaksi jaringan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan yang berasal dari bahan natural. (Dunn DL, 2002)
Polyglycolate (Dexon)Benang sintetis yang mempunyai kekuatan regangan
(tensile strength) sangat besar. Diserap habis setelah 60-90 hari.
Efek reaksi jaringan yang dihasilkan lebih kecil daripada catgut.
Digunakan untuk menjahit fasia otot, kapsul organ, tendon, dan
penutupan kulit secara subkutikuler. Dexon tidak mengandung
protein kolagen, antigen, dan zat pirogen sehingga menimbulkan
reaksi jaringan minimal. Karena bentuknya yang berpilin jagan
digunakan untuk menjahit dipermukaan kulit karena dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga timbul infeksi. (Dunn
DL, 2002)
18
Polyglactin 910 (Vicryl)Merupakan suture material sintetis (polimer dari asam
poliglikolat) dengan jalinan multifilament dan dilapisi dengan
kopolimer dari laktat dan glikolat (polyglactin 370). Adanya sifat
penolak air dari laktat mengakibatkan penurunan kekuatan
regangan (tensile strength) berjalan lambat. Absorbsi berlangsung
minimal 40 hari dan komplit dalam 56 hingga 70 hari. Suture
material ini mengakibatkan reaksi jaringan yang minimal. Vicryl
hanya digunakan untuk menjahit daerah-daerah yang tertutup
seperti pada soft tissue secara umum, ligasi pembuluh darah,
menautkan fasia dan menjahit kulit secara subkutikule. Vicryl
merupakan kontraindikasi untuk jahitan permukaan kulit. Vicryl
biasanya berwarna ungu. (Dunn DL, 2002)
Polyglecaprone 25(Monocryl)Polyglecaprone 25(Monocryl) merupakan benang
monofilament yang merupakan kopolimer dari glikolat dan
ekaprolakton. Suture material ini mudah digunakan dan disimpul.
kekuatan regangan (tensile strength) sangat tinggi (7 hari) dan
akan menghilang dalam 12 hari. Absorbsi akan komplit pada 91
hingga 119 hari. Polyglecaprone 25 biasanya digunakan untukn
subkutikular, soft tissue, dan ligasi. (Dunn DL, 2002)
19
PolysorbKarakteristik dari benang Polysorb lebih baik dari Polygactin
910. Permukaan dari Polysorb dilapisi untuk menurunkan koefisien
friksi. Suture material ini dilapisi oleh campuran antara kaprolakton
atau kopolimer glikolat dan kalsium stearil laktilat. Absorbsi akan
komplit antara 56 hingga 70 hari. (Dunn DL, 2002)
Polydioxanone (PDS)Polydiaxanone (PDS) merupakan benang monofilament
polyester yang dibuat dari polydiaxanone. Benang ini sangat sedikit
menyebabkan reaksi jaringan. Kekuatan regangan (tensile
strength) bertahan selama 14 hari (70%) dan 42 hari (25%). Waktu
absorbsinya minimal 14 hari dan komplit dalam 6 bulan. PDS
digunakan untuk soft tissue terutama pada bedah anak, bedah
kardiovaskular, ginekologi, opthalmologi, bedah plastik, dan bedah
digestif. Namun material jenis ini tidak direkomendasikan untuk
jaringan yang penyembuhannya lambat yang membutuhkan
perawatan yang lama. (Dunn DL, 2002)
MaxonMerupakan suture material sintetis absorbable yang baru
dan terbuat dari polymetilen karbonat (Maxon). Karakteristiknya
sangat mirip dengan PDS II, termasuk kekuatan regangan (tensile
strength) dan profil absorbsi. (Dunn DL, 2002)
V-lockMerupakan suture material berkait. V-lock dibuat untuk
menutup luka tampa perlu simpul. Absorbsi terjadi dalam waktu 26
hari. (Dunn DL, 2002)
CaprosynBenang caprosyn sangat cepat diabsorbsi dan merupakan
inovasi terbaru dari perkembangan benang monofilament
20
absorbable. Benang monofilament dari bahan sintetis ini berasal
dari Polyglytone 621 poliester sintetis yang tersusun dari glikolat,
kaprolakton, trimetilen karbonat dan laktat. Kekuatan regangan
(tensile strength) dari bahan ini hilang saat 21 hari post implantasi.
(Dunn DL, 2002)
Non-Absorbable Berbahan Alami Atau NaturalSurgical Silk
Benang surgical silk terbuat dari benang sutera. Silk terdiri
atas 95% protein serta 5% lilin, lemak, dan garam. Banyak ahli
bedah menyatakan bahwa surgical silk merupakan benang
standard yang utama. (Dunn DL, 2002)
Walaupun diklasifikasikan sebagai benang non-absorbable,
namun surgical silk akan diabsorbsi lewat proteolisis sehingga
surgical silk juga dapat diklasifikasikan sebagai suture material
absorbable yang lambat. Secara in vivo, seluruh kekuatan dari silk
akan menghilang dalam waktu dua tahun. Sering kali benang ini
tidak terdeteksi pada bekas luka setelah dua tahun. (Dunn DL,
2002)
Masalahnya adalah surgical silk dapat merangsang reaksi
inflamasi akut. Reaksi inflamasi yang terjadi akan memicu
proliferasi dari sel polimorfonuklear, limfosit serta makrofag.
Kemudian selanjutnya akan terjadi reaksi tubuh biasanya berupa
enkapsulasi oleh jaringan ikat fibrosa. (Dunn DL, 2002)
Surgical silk bersifat tidak licin karena sudah dikombinasi
dengan perekat. Pada penggunaan disebelah luar benang harus
dibuka kembali. Berwarna hitam dan putih. Ukuran : 5,0 – 3.
Kegunaan untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri
besar) dan sebagai teugel (kendali). (Dunn DL, 2002)
21
Surgical cottonSuture material ini dibuat dari jalinan panjang serat kapas.
Surgical cotton memiliki sifat non-absorbable. (Dunn DL, 2002)
Surgical steelBenang surgical steel dibuat dari bahan stainless steel (besi-
kromium-nikel-molybdenum alloy) dan terdapat dalam bentuk
monofilament dan multifilament. Pada surgical steel terdapat
kekuatan regangan (tensile strength) yang besar dan reaksi
jaringan yang rendah. Suture material ini juga dapat disimpul
dengan baik dan kuat. (Dunn DL, 2002)
Surgical steel digunakan pada bedah ortopedi, bedah saraf,
dan bedah thorax. Tipe dari benang ini juga dapat digunakan untuk
penutupan dinding abdomen serta penutupan sternum. Namun
benang jenis ini dapat sulit digunakan karena dapat terjadi
fragmentasi dan bengkok. Terpotongnya serta terkoyaknya
jaringan tubuh akan menjadi resiko. (Dunn DL, 2002)
Non-Absorbable Berbahan SintetisNylon
Nylon merupakan suture aterial polimer poliamid yang
tersedia dalam bentuk monofilament (Ethilon/Monosof) serta
22
multifilament (Nurolon/Surgilon). Elastisitas material ini sangat
berguna dalam penutupan kulit. (Dunn DL, 2002)
Nylon bersifat pliable terutama ketika lembab sehingga
sangat cocok untuk bedah plastik kosmetik. (Dunn DL, 2002)
Polyester fiber (Mersilene/Surgidac [uncoated] and Ethibon/Ti-cron [coated])
Suture material ini mengakibatkan reaksi jaringan yang
minimal. Material jenis ini sering kali digunakan untuk anastomosis
pembuluh darah dan untuk penempatan material prostesa. (Dunn
DL, 2002)
Polypropylene (Prolene)Polypropylene (Prolene) merupakan benang monofilament
yang merupakan sebuah stereoisomer kristalina isostatik dari
polimer propilen linear. Polypropylene berukuran sangat kecil dan
halus sehingga tidak banyak menimbulkan kerusakan dan reaksi
jaringan. Pada beberapa merek, polypropylene langsung
bersambungan dengan jarum berukuran diameter sama sehingga
tidak menimbulkan trauma yang berlebihan. Polypropylene ini
banyak digunakan pada luka terkontaminasi dan luka infeksi.
Kelemahan polypropylene ini adalah sulit disimpul dan sering
terlepas sendiri. (Dunn DL, 2002)
23
2.2.2.2. Jarum
A. Syarat Jarum Suture yang baik adalah : (Dunn DL, 2002)
Terbuat dari stainless steel berkualitas tinggi.
Berukuran setipis mungkin tanpa mengurangi kekuatannya.
Stabil apabila dijepit pada needle holder.
Dapat membawa benang menembus jaringan dengan trauma minimal.
Cukup tajam untuk menembus jaringan dengan perlawanan minimal.
Cukup kaku / kuat sehingga tidak mudah bengkok, sekaligus cukup
elastis agar tidak mudah patah saat dipakai selama pembedahan.
Steril dan anti karat untuk mencegah masuknya mikroorganisme dan
benda asing ke dalam luka.
B. Komponen Jarum Suture
Terlepas dari tujuan penggunaannya, setiap jarum bedah memiliki tiga dasar
komponen : (Dunn DL, 2002)
24
Mata.
Tubuh.
Ujung.
Pengukuran dari komponen-komponen ini ditentukan sehingga dapat
digunakan seefisien mungkin (Dunn DL, 2002).
Ukuran jarum diukur dalam inci atau dalam satuan metrik. Pengukuran berikut
menentukan ukuran jarum : (Dunn DL, 2002)
Chord length - jarak garis lurus dari ujung jarum ke mata jarum.
Needle length - jarak yang diukur sepanjang jarum itu sendiri dari ujung
jarum ke mata jarum mengikuti kelengkungan jarum.
Radius - jarak dari pusat lingkaran ke tubuh jarum.
Diameter - ketebalan kawat jarum. Jarum yang berukuran sangat kecil
dilihat dari diameternya diperlukan untuk operasi mikro. Jarum yang besar
dan berat digunakan untuk menembus tulang sternum.
C. Klasifikasi Jarum SutureJarum suture diklasifikasikan menjadi dua, yaitu jarum traumatik dan jarum
atraumatik berdasarkan lubang jarumnya. (Dunn DL, 2002)
Jarum traumatik merupakan jarum dengan lubang jarum, dapat berupa
closed eyed maupun french eyed needle. Jarum traumatik ini terpisah dari
benangnya, sehingga benangnya harus dipasang terlebih dahulu sebelum
melakukan suturing, dan jarum jenis ini dapat dipakai berulang-ulang. Keuntungan
dari jarum jenis ini adalah dapat berpasangan dengan ukuran benang yang
bermacam-macam. Namun, kerugiannya apabila melakukan suturing dengan jarum
ini adalah meningkatnya resiko kerusakan jaringan yang dijahit akibat kedua helai
benang harus menembus jaringan pada saat yang bersamaan sehingga lubang
tempat masuknya suture material menjadi lebih besar. Selain itu jarum jenis ini dapat
digunakan berulang kali sehingga ketajaman dari ujung jarumnya akan berkurang.
(Dunn DL, 2002)
Saat ini, jarum atraumatik lebih banyak digunakan. Jarum atraumatik adalah
jarum yang menyatu dengan benangnya, atau disebut juga dengan swaged needle
atau eyeless neddle. Jarum atraumatik ini memberikan lebih banyak keuntungan,
25
seperti trauma yang dihasilkan lebih minimal karena bagian jarum yang
bersambungan dengan benang berukuran lebih tipis dari bagian jarum yang lain.
Jarum jenis ini lebih praktis karena tidak perlu memasang benang terlebih dahulu
sebelum suturing, sehingga dapat menghemat waktu tindakan. Selain itu, benang
dari jarum atraumatik tidak akan lepas dari jarumnya. (Dunn DL, 2002)
D. Tipe Jarum SutureTipe jarum suture dibedakan berdasarkan konfigurasi ujung dan badan dari
jarum tersebut. Tipe jarum dibedakan menjadi tiga, yaitu cutting needle, taper point
needle, dan blunt tip needle. (Dunn DL, 2002)
Cutting needle memiliki paling tidak dua tepi tajam yang berlawanan. Cutting
needle kemudian dibagi menjadi tiga, yaitu standard cutting needle, reverse cutting
needle, dan side cutting needle. Standard cutting needle memiliki tiga tepi tajam,
dimana tajam ketiga berada di kurvatura bagian dalam. Sedangkan pada reverse
cutting needle, tepi tajam ketiga berada pada kurvatura bagian luar. Side cutting
needle disebut juga spatula needle, memiliki desain yang unik dimana jarum ini
berbentuk datar pada kedua sisi kurvaturanya, baik kurvatura bagian dalam maupun
bagian luar, serta memiliki dua tepi tapam pada sisi lateralnya. (Dunn DL, 2002)
Taper point needle disebut juga round needle. Jarum ini menembus jaringan
tanpa memotongnya karena ujungnya yang runcing dan tajam. Badan jarumnya
kemudian memipih berbentuk oval maupun persegi panjang. (Dunn DL, 2002)
Blunt tip needle. Saat menembus jaringan, secara teknis jarum ini membelah
jaringan bukan memotongnya. Jarum ini banyak digunakan pada jaringan yang
rapuh. (Dunn DL, 2002)
26
2.2.2.3. Plester dan Perekat
Plester bedah dapat digunakan sendirian atau dengan penjahitan dan
perekat. Ahli bedah harus berhati-hati untuk tidak memberikan tegangan yang
berlebihan pada plester karena hal ini dapat menyebabkan lecet pada kulit. Pada
wajah, plester bedah sering dilekatkan secara longitudinal. Selain untuk membantu
penutupan luka, plester juga berfungsi sebagai pembalut yang melindungi dan
membungkus luka selama proses penyembuhan. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson
E; 2000)
Sejumlah perekat luka biologis atau sintetis diuji untuk dipergunakan dalam
penutupan luka. Perekat jenis fibrin tidak sekuat perekat-perekat sintetis namun
lebih ditoleransi oleh jaringan. Perekat ini dapat digunakan sendirian atau dengan
penjahitan. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
27
Perekat-perekat sintetis seperti acrylic glues digunakan di atas luka. Perekat
luka berguna karena mereka sering mengantikan kebutuhan anestesi lokal untuk
menutup luka. Peran penting perekat ini pada prosedur elektif dan nonelektif belum
ditentukan. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
2.2.2.4. Staples
Berbagai macam peralatan staples/jepret kadang-kadang berguna untuk
penutupan luka kulit. Kita kadang-kadang menggunakannya untuk penutupan luka
sementara selama prosedur bedah, kemudian menggantikannya dengan penjahitan.
Kita juga lebih memilih staples saat mengamankan area yang luas dari cangkok kulit
pada prosedur-prosedur perbaikan luka bakar atau kasus lainnya. (Preuss S,
Breuing KH, Eriksson E; 2000)
Dua kekurangan utama pada staples meliputi : (Preuss S, Breuing KH,
Eriksson E; 2000)
1. Dengan menggunakan staples sulit untuk mencapai ketelitian dan
perkiraan dari tepi kulit seperti pada penjahitan.
2. Untuk menghilangkan staples selalu lebih sakit dibandingkan dengan
penjahitan.
Peralatan staples yang dapat menghilangkan dua kerugian ini akan sangat
praktis untuk digunakan. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
28
2.2.3. Teknik Menjahit Luka
2.2.3.1. Penjahitan Luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau pertertiam.
(Maroeki D, 1993)
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta
beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator serta
asistennya. (Maroeki D, 1993)
2.2.3.2. Alat yang Dibutuhkan : (Maroeki D, 1993)
Tissue forceps (pinset) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps bergigi
ujungnya (surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu atraumatic tissue
forceps dan dressing forceps.
Scalpel handles dan scalpel blades
Dissecting scissors
Suture scissors
Needleholders
Suture needles (jarum)
Doek steril
29
2.2.3.3. Bahan yang Dibutuhkan : (Maroeki D, 1993)
Benang
Cairan desinfektan : povidon-iodine 10% (bethadine)
Cairan NaCl 0,9% dan perhydrol 5% untuk mencuci luka
Anestesi lokal lidocain 2%
Handscoen
Kasa steril
2.2.3.4. Urutan Teknik Penjahitan Luka (Suture Techniques) (Maroeki D, 1993)
1. Persiapan alat dan bahan
2. Persiapan asisten dan operator
3. Desinfeksi lapangan operasi
4. Anestesi lapangan operasi
5. Debridement dan eksisi tepi luka
30
6. Penjahitan luka
7. Perawatan luka
2.2.3.5. Cara Memegang Alat (Maroeki D, 1993)
1. Instrumen tertentu seperti pemegang jarum, gunting, dan pemegang kasa :
yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari
kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan tangan. Untuk
membuat simpul benang setelah jarum ditembuskan pada jaringan, benang
dilingkarkan pada ujung pemegang jarum.
2. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, diantara ibu jari serta jari kedua
dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
3. Handscoen dipakai menurut teknik tanpa singgung.
2.2.3.6. Persiapan Alat
1. Sterilisasi dan cara sterilisasiSterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat atau bahan dalam
keadaan steril. (Maroeki D, 1993)
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara : (Maroeki D, 1993)
a. Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisida, seperti
formalin, savlon, alkohol.
b. Secara fisik yaitu dengan :
Panas kering (oven udara panas) :
Selama 20 menit pada 2000C
Selama 30 menit pada 1800C
Selama 90 menit pada 1600C
Uap bertekanan (autoclave) : selama 15 menit pada 1200C dan
bertekanan 2 atmosfer.
Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit. Cara
ini hanya dianjurkan bila cara lain tidak tersedia.
2. PengepakanSebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus dibungkus
dengan dua lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses sterilisasi.
Pada bagian luar pembungkus, ditempelkan suatu indikator (yang akan
berubah warna setelah instrument tersebut menjadi steril). Untuk
31
mempertahankan agar instrument yang dibungkus tetap dalam keadaan steril,
maka kain pembungkus dibuka menurut teknik tanpa singgung. (Maroeki D,
1993)
2.2.3.7. Persiapan Penjahitan (kulit) : (Maroeki D, 1993)
1. Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
2. Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan bethadine 10%, dimulai dari bagian
tengah kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
3. Daerah operasi dipersempit dengan doek steril, sehingga bagian yang
terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
4. Dilakukan anestesi lokal dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
5. Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan NaCl.
6. Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan menggunakan
pisau dan gunting.
7. Luka dicuci dengan perhydrol dan dibilas dengan NaCl.
8. Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain cat
gut dengan simple interrupted suture.
9. Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon.
2.2.3.8. Macam-Macam Jahitan Luka
1. Jahitan Simpul TunggalSinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Interrupted Suture
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai, digunakan juga untuk jahitan
situasi. (Dunn DL, 2002)
Teknik :
Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara 0,5-1 cm di tepi luka
dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan
menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau searah garis luka.
Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable dengan jarak
antara 1 cm.
Simpul diletakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan.
Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
2. Jahitan Matras HorisontalSinonim : Horizontal Mattress suture Interrupted mattress
32
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Memberikan hasil jahitan yang kuat. Jahitan ini digunakan untuk kulit tebal
(tangan dan kaki). (Dunn DL, 2002)
3. Jahitan Matras VertikalSinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh
jahitan ini. (Dunn DL, 2002)
Jahitan ini digunakan saat eversi kulit tidak dapat dilakukan dengan jahitan
sederhana saja. Jahitan jenis ini cenderung menghasilkan bekas luka yang
sangat jelas dan jelek bila tidak diangkat lebih awal. (Dunn DL, 2002)
4. Jahitan Jelujur SederhanaSinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya
menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya
pada jaringan ikat yang longgar. (Dunn DL, 2002)
5. Jahitan Jelujur FestonSinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa
sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur
biasa. (Dunn DL, 2002)
6. Jahitan Simpul IntrakutanSinonim : Subcutaneus Interupted Suture, Intradermal buried suture,
Interrupted dermal stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area
yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul
sederhana. (Dunn DL, 2002)
7. Jahitan Jelujur IntrakutanSinonim : Running subcutilar suture. Jahitan jelujur subcutilar.
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan
kosmetik yang baik. (Dunn DL, 2002)
33
2.2.3.9. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga
proses penyembuhan berlangsung optimal. (Maroeki D, 1993)
Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom. (Maroeki D, 1993)
2.2.3.10. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotic dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. (Maroeki D, 1993)
34
2.2.3.11. Pelepasan Jahitan, Staples, dan Plester
Prinsipnya adalah untuk melepaskan jahitan dan staples sesegera mungkin
saat kekuatan regangan luka cukup kuat untuk menghindari luka terbuka kembali.
Kekuatan regangan tidak pernah kembali ke keadaan normal sempurna, dan waktu
beberapa minggu diperlukan sebelum luka cukup kuat untuk bertahan dari trauma
seperti terbentur siku pada saat berolahraga dengan kontak fisik. (Preuss S, Breuing
KH, Eriksson E; 2000)
Lebih awal penjahitan yang menembus epidermis diangkat maka makin kecil
kemungkinan bekas penjahitan terlihat saat luka telah sembuh. Hal ini juga berlaku
pada staples. Plester bedah jarang meninggalkan bekas permanen, dan oleh karena
itu disarankan untuk merekatkan luka selama mungkin. Juga disarankan untuk
merekatkan luka setelah pengangkatan jahitan atau staples jika terdapat resiko luka
dapat terbuka kembali. (Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; 2000)
Jahitan diangkat apabila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis luka, usia,
kesehatan, sikap penderita, dan ada tidaknya infeksi.
Berdasarkan lokasi dari hari tindakan :
Muka atau leher hari ke 5
Perut hari ke 7-10
Telapak tangan hari ke 10
Jari tangan hari ke 10
Tungkai atas hari ke 10
Tungkai bawah hari ke 10-14
Dada hari ke 7
Punggung hari ke 10-14
35
BAB III
KESIMPULAN
Suture material merupakan alat-alat kedokteran yang digunakan untuk
menyatukan jaringan tubuh setelah terjadinya luka atau setelah dilakukannya
tindakan pembedahan.
Suture material terdiri dari benang, jarum, plester, perekat, dan staples.
Pemilihan suture material dapat berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa
hal, diantaranya adalah keadaan luka, pengetahuan dokter mengenai suture
material, dan ketersediaan suture materil.
Pemahaman mengenai luka dan teknik penutupan luka sangat penting oleh
karena hal ini akan berdampak pada pembentukan bekas luka yang baik. Jenis luka
yang berbeda akan membutuhkan penanganan luka yang berbeda pula.
36
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; Edisi 4. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2003.
Dunn DL. Wound Closure Material. USA : University of Minnesota. 2002.
Marzoeki D. Luka dan Perawatannya (Luka, Asepsis/Antisepsis dan Desinfektan,
Luka Bakar). Airlangga University Press. Surabaya. 1993.
Preuss S, Breuing KH, Eriksson E; Plastic Surgery Techniques Volume One. Mosby.
Philadelphia. 2000.
Satteson ES, et al. Materials of Wound Closure.
http://emedicine.medscape.com/article/1127693-overview Update : Februari
13, 2015.
Sjamsuhidajat; de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2011.
Terhure M, et al. Materials of Wound Closure.
www.emedicine.medscape.com/article/1127693-overview Update : April 3,
2012.
Tortora, GJ dan Derrickson, BH. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. 2009.
37