Referat alergi makanan

29
REFERAT ALERGI MAKANAN OLEH: Rifka Wikamto H1A 004 006 Ni Kadek Pranita Santhi H1A 008 036 PEMBIMBING: dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN 1

description

tes

Transcript of Referat alergi makanan

Page 1: Referat alergi makanan

REFERAT

ALERGI MAKANAN

OLEH:

Rifka Wikamto H1A 004 006

Ni Kadek Pranita Santhi H1A 008 036

PEMBIMBING:

dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2014

1

Page 2: Referat alergi makanan

PENDAHULUAN

Alergi makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

mempengaruhi anak-anak dan dewasa. Diperkirakan sekitar 25% masyarakat di

Amerika Serikat percaya bahwa mereka memiliki reaksi alergi terhadap makanan

namun insidensi sesungguhnya setelah dikonfirmasi dengan anamnesis dan

pemeriksaan adalah 2-8% pada populasi anak-anak dan kurang dari 2% dari

populasi dewasa.1 Prevalensi alergi makanan di Indonesia adalah 5-11%.

Prevalensi alergi makanan yang kecil ini dapat terjadi karena masih banyak

masyarakat yang tidak melakukan tes alergi untuk memastikan apakah mereka

positif alergi makanan atau tidak. Persepsi mereka, jika setelah makan makanan

tertentu mereka merasa gatal-gatal, maka mereka menganggap bahwa mereka

alergi terhadap makanan itu sehingga data yang ada tidak cukup mewakili.

Disamping itu, tempat untuk melakukan tes alergi masih belum banyak

ditemukan. Keadaan ini membuat beberapa orang terutama ibu-ibu seringkali

melarang anaknya untuk mengkonsumsi makanan tertentu sehingga secara tidak

langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. 2

TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk melengkapi tugas di bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin dan untuk menambah pengetahuan tentang definisi

alergi makanan, patofisiologi, faktor resiko, manifestasi klinik, diagnosis dan

penatalaksanaannya.

DEFINISI

Alergi makanan merupakan respons imunologis yang abnormal terhadap

makanan yang dialami oleh seseorang yang rentan terhadap makanan tersebut.

Reaksi ini terjadi setiap kali mengkonsumsi makanan dan relatif tidak bergantung

pada jumlah makanan yang dimakan. Berdasarkan mekanisme imunologis yang

melatarbelakanginya, alergi makanan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu reaksi

diperantarai IgE yang dimediasi oleh antibodi IgE dan khas untuk reaksi alergi

2

Page 3: Referat alergi makanan

makanan, reaksi tidak diperantarai IgE yang dimediasi oleh sejumlah komponen

sel dari sistem imun dan kebanyakan melibatkan traktus gastrointestinal, dan

gabungan dari kedua klasifikasi tersebut. Keadaan klinis dari ketiga klasifikasi

dapat dilihat pada tabel 1.1,3

Alergi makanan harus dibedakan dengan reaksi makanan non alergi. Alergi

makanan dimediasi oleh sistem imun sementara reaksi makanan non alergi tidak

dimediasi oleh sistem imun. Reaksi makanan non alergi disebut juga sebagai

reaksi intoleransi makanan dan dibagi menjadi reaksi toksik dan non toksik.

Reaksi toksik terjadi akibat aksi farmakologis dari suatu substansi di dalam

makanan. Reaksi ini dapat dialami oleh siapa saja yang terpapar oleh makanan

tersebut dan tidak diperantarai dengan faktor host. Substansi dapat berupa enzim

atau agen lainnya yang menyebabkan reaksi di dalam tubuh. Contoh reaksi toksik

antara lain muntah setelah keracunan makanan yang terkontaminasi bakteri atau

metal berat, dan gatal serta kemerahan pada kulit setelah mengkonsumsi histamin

yang terkandung di dalam ikan jenis tertentu.Konsumsi makanan yang

mengandung kafein seperti kopi dan the dapat menyebabkan tremor. Tiramin

yang terkandung di dalam keju yang sudah lama diproduksi dapat menyebabkan

migrain, dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan sejumlah gejala yang tidak

diinginkan. Defisiensi enzim seperti defisiensi laktase dan galaktosemia termasuk

ke dalam intoleransi makanan non toksik. Insufisiensi pankreas, penyakit hati dan

empedu, herniasi hiatus, dan rinitis gustatori merupakan kondisi diperantarai

reaksi lanjutan akibat konsumsi makanan tertentu. Gangguan psikiatrik seperti

anoreksia nervosa dengan muntah atau sindrom aurikulotemporal juga dapat

menyerupai gejala intoleransi makanan.3

Tabel 1. Klasifikasi reaksi simpang makanan3

Alergi Makanan (Imunologis)

Diperantarai IgEUrtikaria, angioedema, rash, rinokonjungtivitis akut, eksaserbasi asma akut, anafilaksis, sindrom alergi oral

Tidak diperantarai IgEProtein makanan yang menginduksi proktokolitis dan/atau enterokolitis, dermatitis kontak, dermatitis herpetiformis, dan penyakit celiac

Campuran: diperantarai IgE dan tidak diperantarai IgEDermatitis atopik, asma, eosinofilik esofagitis, dan gastroenteritis

3

Page 4: Referat alergi makanan

Intoleransi (Non imunologis)

Nontotksik (defisiensi enzim)Intoleransi laktosa, galaktosemia

Toksik (farmakologis)Kafein (tremor), tiramin dalam keju yang sudah lama diproduksi (migrain), alkohol, histamin (keracunan ikan)

Mirip dengan intoleransi/alergi makananInsufisiensi pankreas, penyakit empedu dan hati, herniasi hiatus, rinitis gustatori, anoreksia nervosa, sindrom aurikulotemporal (kemerahan pada muka dan salivasi).

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan sekitar 25% masyarakat di Amerika Serikat percaya bahwa

mereka memiliki reaksi alergi terhadap makanan namun insidensi sesungguhnya

setelah dikonfirmasi dengan anamnesis dan pemeriksaan adalah 2-8% pada

populasi anak-anak dan kurang dari 2% dari populasi dewasa. Banyak penelitian

dalam bebeberapa dekade terakhir juga menunjukkan bahwa meskipun 40-60%

orang tua percaya bahwa anaknya memiliki gejala alergi terkait makanan, hanya

4% - 8% yang terbukti alergi dengan tes provokasi makanan.1 Prevalensi alergi

makanan di Indonesia adalah 5-11%.2

Alergi makanan merupakan penyebab terbanyak dari kasus anafilaksis di

instalasi gawat darurat di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Alergi makanan

sendiri di Amerika Serikat menyebabkan sekitar 30.000 reaksi anafilaksis, 2.000

orang dirawat inap, dan sekitar 200 jiwa meninggal setiap tahun. Pada anak-anak

alergi makanan merupakan penyebab anafilaksis terbanyak. Anak dengan

dermatitis atopik sedang sampai berat merupakan prevalensi tertinggi alergi

makanan diperantarai IgE yaitu sekitar 10-30% tergantung pada derajat beratnya

dermatitis atopik. Lebih dari 90% anak dengan eosinofilik esofagitis diduga akibat

alergi makanan.1

Kejadian alergi makanan dipengaruhi oleh genetik, umur, jenis kelamin,

pola makan, jenis makanan awal, jenis makanan, dan faktor lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Oehling et al. dalam

Prawirohartono pada 400 anak umur 3-12 tahun didapatkan data bahwa 60%

penderita alergi makanan adalah perempuan dan 40% laki-laki. Pola makan

(eating habits) juga memberi pengaruh terhadap reaksi tubuh, contohnya populasi

4

Page 5: Referat alergi makanan

di Skandinavia sering menderita alergi terhadap ikan.2 Terdapat delapan makanan

yang paling sering menimbulkan alergi di Amerika Serikat yaitu susu, telur,

kacang tanah, kacang mete, kedelai, gandum, ikan, dan hewan laut yang tergolong

ke dalam famili crustacea (kerang, lobster, crayfish, dan udang.4 Sementara di

Indonesia, studi yang dilakukan oleh Candra dkk pada tahun 2007 terhadap 208

pasien yang berobat di poli alergi imunologi RSCM memberikan hasil bahwa

makanan yang paling banyak menyebabkan alergi pada anak-anak adalah susu

sapi dan tepung terigu dan pada dewasa adalah kepiting.2

PATOFISIOLOGI

Alergi makanan adalah reaksi imunologis melawan alergen makanan yang

dapat diperantarai IgE, diperantarai sel, atau diperantarai keduanya (Gambar 1).

Reaksi alergi makanan yang diperantarai IgE terjadi akibat pelekatan alergen

dengan antibodi IgE spesifik yang berlekatan dengan reseptor yang memiliki

afinitis tinggi (FcRI) yang diekspresikan oleh sel mast dan basofil dan reseptor

yang memiliki afinitas rendah (FcRII) yang ada di makrofag, monosit, limfosit

dan platelet. Ketika antigen spesifik berikatan dengan IgE yang telah terikat

dengan reseptor FcRI, terjadi pelepasan sejumlah mediator. Meskipun selama ini

diduga bahwa sel mast yang berperan dalam melepaskan mediator penyebab

sejumlah reaksi alergi, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa basofil juga

ikut berperan dalam peristiwa tersebut. Pasien dermatitis atopi dan hipersensitif

terhadap makanan terbukti melepaskan sejumlah histamin dari basofil yang

kemudian menjadi normal setelah pemberian makanan yang menjadi penyebab

reaksi hipersensitivitas dihentikan. Level serum triptase (penanda spesifik dari sel

mast yang aktif) pada pasien dengan anafilaksis yang diinduksi makanan

dilaporkan normal sehingga diduga histamin dilepaskan oleh sel yang tidak

memiliki triptase seperti basofil.1

Kandungan di dalam makanan memegang peranan dalam timbulnya alergi.

Alergen yang terkandung didalam makanan sebagian besar merupakan

glikoprotein larut air berukuran 10 – 70 kD, dan relatif stabil terhadap panas,

asam, dan protease. Di samping itu terdapat faktor imunostimulan di dalam

5

Page 6: Referat alergi makanan

makanan yang berperan dalam sensitasi. Sebagai contoh, glikoprotein yang

terkandung di dalam kacang yang berperan sebagai alergen, Ara h 1, tidak hanya

stabil dan resisten terhadap panas atau enzim pencernaan tetapi juga mampu

memicu TH2. Meskipun demikian, karakteristik biokimia dari alergen tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya karena hanya sejumlah orang yang terpapar dengan alergen

menimbulkan reaksi alergi.1

Toleransi terhadap alergen tergantung pada keutuhan dan aktivitas imun

barier saluran pencernaan. Barier tersebut adalah sel epitel saluran cerna, lapisan

mukosa yang tebal, enzim di vili usus, garam empedu, pH yang rendah yang

membuat antigen menjadi kurang imunogenik. Disamping itu terdapat pula

imunitas alamiah (innate immunity) yang tediri dari sel NK, leukosit PMN,

makrofag, dan sel epitel serta imunitas spesifik (adaptive immunity) yang terdiri

dari limfosit intraepitel dan lamina propia, Peyer’s patches, IgA, dan sitokin yang

berperan sebagai barier aktif bagi antigen asing.1

Gambar 1. Mekanisme sensitasi dan reaktivitasi sel imun akibat alergen makanan5

Alergi makanan tidak diperantarai IgE merupakan reaksi imunologis yang

angka kejadiannya lebih rendah dibandingkan dengan alergi makanan diperantarai

6

Page 7: Referat alergi makanan

IgE. Di dalam serum dan kulit penderita dengan alergi makanan tidak diperantarai

IgE tidak ditemukan antibodi IgE. Karakteristik penyakit ini tidak begitu jelas

namun diduga terjadi akibat inflamasi akut atau kronis di saluran pencernaan

dimana eosinofil dan sel T memegang perananan. Pada pasien dengan

enterekolitis yang dinduksi protein makanan, TNF-α tampaknya turut memegang

peranan. TNF-α berhasil dikultur secara in vitro dari monosit darah perifer pada

anak-anak dengan sindrom enterekolitis yang diinduksi protein makanan. Pada

eosinofilik esofagitis, eosinofil dan faktor pertumbuhan, faktor kemotaktik, IL-13,

IL-5,VCAM 1, dan TGF-β memegang peranan dalam timbulnya reaksi alergi.1

Pada intinya, faktor genetik berperan dalam timbulnya reaksi alergi

meskipun gen yang berperan disini belum dapat diidentifikasi. Sama halnya

dengan alergi makanan yang tidak diperantarai IgE didapatkan perbedaan

insidensi berdasarkan etnik dimana ras Kaukasia insidensinya lebih banyak

dibandingkan ras yang lain.1

FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor resiko yang diidentifikasi yaitu,

1. Faktor Genetik

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita.

Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak

sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat

menurunkan resiko pada anak sekitar 20– 40%, ke dua orang tua alergi resiko

meningkat menjadi 40 - 80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua

orang tua maka resikonya adalah 5 – 15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi

bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja

gejala alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak

berkurang.6

2. Maturitas Usus

Alergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada usia

dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami

7

Page 8: Referat alergi makanan

alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal itu terjadi karena

belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara mekanik integritas mukosa

usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh.

Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi

allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada

lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur

(tidak matang) system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi

sehingga memudahkan allergen masuk ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir sel

yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarana ditemui

di saluran cerna. Dalam pertambahan usia akan meningkat sesuai dengan maturasi

(kematangan) sistem kekebalan tubuh. Dilaporkan persentasi sampel serum yang

mengandung antibodi terhadap makanan lebih besar pada bayi berumur kurang 3

bulan dibandingkan dengan bayi yang terpapar antigen setelah usia 3 bulan.

Penelitian lain terhadap 480 anak yang diikuti secara prospektif dari lahir sampai

usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi makanan terjadi selama tahun pertama

kehidupan.6

3. Pajanan Alergi

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi

sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap

penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian

ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada

tahun pertama kehidupan. Pemberian MPASI (makanan pendamping ASI)

meningkatkan angka kejadian alergi.6 Konsumsi makanan tertentu selama hamil

diduga dapat menurunkan angka kejadian beberapa jenis alergi makanan.

Konsumsi kalsium dan produk susu dibandingkan yogurt selama hamil

menurunkan resiko kejadian wheezing pada anak-anak. Konsumsi vitamin D

selama hamil memberikan efek proteksi pada anak agar terhindar dari wheezing

dan eksema.7

4. Pencetus Alergi Makanan

8

Page 9: Referat alergi makanan

Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang

berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa

urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil

seperti digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan

menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan

organ yang sensitif pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar

alergi makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik

menimbulkan gejala tertentu. Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh

penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang

menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor

pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus

atau bakteri, minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas

berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan,

sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang penderita autisme

yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala alergi akan meningkat.

Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan perilaku pada penderita.

Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah karena pengaruh obat.6

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi

menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor pencetus

tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai

dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih

berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun

terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat

menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau

aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu

penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu

dan sebagainya. Namun bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila

terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih

berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin pada anak adalah tidak

sepenuhnya benar.6

9

Page 10: Referat alergi makanan

MANIFESTASI KLINIS

Reaksi terhadap alergi makanan dapat bermanifestasi di sistem

gastrointestinal, kulit, dan respiratorius seperti yang terlihat di tabel 2. Pada

keadaan yang berat dapat timbul reaksi anafilaksis yang dapat menyebabkan

kematian. 8 Kriteria klinis untuk diagnosis anafilaksis akibat alergi makanan dapat

dilihat pada tabel 3.3

Tabel 2. Manifestasi klinis akibat reaksi alergi terhadap makanan 8

Penyakit Tanda khas Imunopatologi Tambahan

Usia Makanan Penyabab Tersering

Perjalanan Alamiah

Diperantarai Antibodi IgE(Onset Akut)

Urtikaria/Angioedema (gambar 2 dan 3)

Dicetuskan oleh makanan atau kontak kulit langsung (Urtikaria Kontak); Makanan biasanya menimbulkan gejala akut (20%) tapi terkadang urtikaria kronik (2%)

Anak-anak > Dewasa

Biasanya Alergen dominan

Bergantung dari makanan

Sindrom Alergi pada Mulut (Hubungan tepung sari – makanan) (gambar 4)

Gatal, edema sedang terbatas pada rongga mulutTerkadang, Menyebar di sekitar mulut (~ 7%) atau Anafilaksis (1% - 2%)Dapat bertambah pada musim semi

Sensitisasi protein tepung sari oleh saluran pernafasan menyebabkan IgE berikatan dengan homologus, khususnya pada protein makanan yang labil, biasanya buah/sayuran.

Onset setelah alergi tepung sari ditegakkan (dewasa > anak muda)

Buah mentah atau sayuran yang dimasak dalam bentuk yang masih bisa ditoleransi.

Mungkin seumur hidup dan bervariasi bergantung musim

Rhinitis, Asma Gejala mungkin menyertai reaksi alergi oleh karena makanan tetapi jarang terisolasi atau menimbulkan gejala kronisGejala munbkin juga dicetuskan oleh inhalasi aerosol protein makanan

Bayi/anak-anak > dewasa, kecuali pada penyakit tertentu (contohnya Baker’s Asma)

Umumnya: Alergen dominanKhusus: gandum, telur, dan makanan laut, sebagai contohnya

Bergantung dari makanan

Penyakit Tanda khas Imunopatologi Tambahan

Usia Makanan Penyabab Tersering

Perjalanan Alamiah

Anafilaksis Perkembangannya cepat, reaksi pada berbagai sistem organ, dapat

Pengeluaran mediator yang banyak, seperti histamin, walaupun kadar triptase sel mast

Siapapun Apapun, tetapi lebih sering kacang,

Bergantung pada makanannya

10

Page 11: Referat alergi makanan

termasuk kolaps Kardivaskuler

tidak selalu meningkat Kerang, ikan, susu, dan telur

Anafilaksis karena aktivitas yang berhubungan dengan makanan

Makanan Mencetuskan anafilaksis hanya jika proses pencernaan diikuti oleh aktivitas

Aktivitas diduga mengubah absorbsi usus, pencernaan alergen, atau keduanya

Onset biasanya remaja/dewasa

Gandum, kerang,

Diduga menetap

Diperantarai antibodi IgE/ diperantarai sel(Onset Lambat/ kronik)

Dermatitis Atopik (Gambar 5)

Dikaitkan dengan makanan pada ~ 35% anak dengan ruam sedang sampai berat

Mungkin terkait dengan makanan – responsif sel T terhadap kulit

Bayi > anak-anak > dewasa

Alergen dominan, biasanya susu dan telur

Biasanya sembuh

Gastroenteropati eosinofil

Gajala bervariasi pada letak atau derajat inflamasi eosinofiliEsofageal: Disfagia dan nyeriGeneralisata: asites, penurunan berat badan, edema, dan obstruksi

Mediator yang berperan mengaktivasi eosinofil, seperti Eotaxin dan IL 5

Semua orang

Multiple Kemungkinan menetap

Diperantarai sel (Onset Lambat/ Kronis)Enterokolitis protein makanan

Biasanya mempengaruhi bayiPaparan kronis:mual, diare, letargiPaparan kembali setelah pembatasan: mual diare, dan hipotensi (15%) 2 jam setelah makan

Meningkatkan respon TNF-α, Pengurangan respon terhadap TGF - β

Balita Susu sapi, kedelai, nasi, dan gandum

Biasanya sembuh

Proktitis pada diet protein

Mucus-laden, Feses berdarah pada bayi

Inflamasi eosinofili Balita ASI Biasanya sembuh

Tabel 3. Kriteria klinis untuk diagnosis anafilaksis3

Anafilaksis dicurigai apabila terdapat satu dari tiga kriteria di bawah ini

1. Onset akut (menit sampai beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya, seperti timbul bintik-bintik merah, gatal atau kemerahan, pembengkakan pada bibir, lidah, atau uvula.Ditambah setidaknya satu dari tanda di bawah inia. Tanda gawat napas, seperti dispnea, bronkospasme (wheezing), stridor, penurunan

laju ekspirasi puncak (peak expiratory flow), dan hipoksemia.b. Penurunan tekanan darah atau timbul gejala disfungsi organ seperti hipotonia (kolaps),

sinkop, atau inkontinens.

2. Dua atau lebih gejala di bawah ini yang muncul cepat setelah terpapar alergen yang dicurigai menimbulkan reaksi alergi pada pasien (menit sampai beberapa jam).a. Keterlibatan jaringan kulit-mukosa seperti timbul bintik merah di seluruh tubuh, gatal dan

kemerahan, pembengkakan bibir, lidah atau uvula.b. Tanda gawat napas, seperti dispnea, bronkospasme (wheezing), stridor, penurunan

11

Page 12: Referat alergi makanan

laju ekspirasi puncak (peak expiratory flow), dan hipoksemia.c. Penurunan tekanan darah atau timbul gejala disfungsi organ seperti hipotonia (kolaps),

sinkop, atau inkontinens.d. Gejala gastrointestinal yang persisten seperti kerap perut, nyeri, dan muntah-muntah.

3. Penurunan tekanan darah setelah terpapar alergen yang sudah dipastikan menimbulkan reaksi pada pasien (menit sampai beberapa jam)a. Pada bayi dan anak-anak: tekanan sistolik rendah atau turun >30% dari tekanan darah

sistolik.*b. Pada dewasa: tekanan sistolik <90 mmHg atau atau turun >30% dari normal.

*Tekanan sistolik rendah jika <70 mmHg untuk usia 1 bulan s.d 1 tahun, kurang dari [70 mmHg + (2xusia)] untuk usia 1 s.d 10 tahun dan <90 mmHg untuk usia 11 s.d 17 tahun.

Gambar 2. Urtikaria Gambar 3. Angioedema pada wajah

Gambar 4. Sindrom alergi oral Gambar 5. Dermatitis Atopik

Pada orang dengan alergi makanan yang tidak mengalami anafilaksis,

gejala kutan merupakan gejala yang paling sering dialami. Manifestasi kutan ini

bersifat akut (durasi kurang dari 6 minggu) berupa urtikaria dan/atau angioedema.

12

Page 13: Referat alergi makanan

Urtikaria yang disebabkan oleh kontak kulit dengan makanan harus dibedakan

dengan dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Makanan yang dapat

menyebabkan urtikaria setelah kontak dengan kulit adalah kerang, daging mentah,

ikan, sayuran mentah, buah-buahan, nasi, telur, mustard, bir, dan susu. Lesi

urtikaria dan angioedema dikatakan kronis jika manifestasinya persisten and

muncul selama lebih dari 6 minggu namun alergi makanan jarang menyebabkan

urtikaria dan/atau angioedema kronis. Dermatitis kontak dapat terjadi setelah

memegang bahan makanan dan dijumpai pada orang yang kesehariannya bekerja

dan terus terpapar dengan bahan makanan tersebut. Kulit yang terpapar akan

tampak eritema dan dijumpai vesikel. 3

DIAGNOSIS

Anamnesis

Diagnosis alergi makanan harus dimulai dengan melakukan anamnesis

yang cermat dan akurat. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu diagnosis

antara lain 1). Apakah reaksi muncul tiap kali pasien mengkonsumsi makanan

yang dicurigai menyebabkan alergi? Jika tidak maka kemungkinan makanan

tersebut bukan penyebab alergi. 2). Berapa lama gejala muncul setelah pasien

mengkonsumi makanan yang dicurigai menyebabkan alergi? Reaksi diperantarai

IgE biasanya muncul dalam waktu beberapa menit sampai 2,5 jam kemudian

sementara reaksi tidak diperantarai IgE (diperantarai sel T) dapat berlangsung 4

jam sampai 5-7 hari kemudian. 3) Adakah riwayat alergi di keluarga? Genetik

diketahui berperan dalam timbulnya reaksi alergi terhadap makanan. 4) Apa saja

gejala yang diderita pasien? Untuk mengidentifikasi tipe reaksi simpang

makanan apakah bersifat imun atau non imun. 1,3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengevaluasi sistem kulit,

gastrointestinal, dan respiratorius. Pada pasien yang dicurigai menderita alergi

13

Page 14: Referat alergi makanan

makanan, kulit harus diperiksa dengan cermat dengan memfokuskan pada tanda-

tanda seperti pruritus, papulovesikel eritema dengan ekskoriasi, eksudat serosa,

xerosis, likenifikasi, papul, dan keratosis pilaris. Distribusi dan pola lesi kulit juga

penting untuk diperhatikan. Pada bayi dan anak umumnya lesi ditemukan di

muka, leher dan ekstensor sementara pada anak yang lebih tua biasanya

didapatkan likenifikasi atau rash yang terlokalisir di fleksor ekstremitas.3

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, langkah selanjutnya

adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan. Pemeriksaan

penunjang ditentukan oleh kategori reaksi simpang makanan apakah termasuk ke

dalam reaksi alergi atau intoleransi makanan. Jika reaksi dicurigai karena reaksi

alergi maka reaksi dikategorikan lagi menjadi reaksi diperantari IgE atau reaksi

tidak diperantarai IgE. Untuk membedakan kedua reaksi tersebut dapat dilakukan

dengan mencermati kembali hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Onset cepat

(<4 jam) cenderung mengarah ke diagnosis reaksi alergi diperantarai IgE

sementara onset lama (6-48 jam atau kronik) cenderung mengarah ke diagnosis

reaksi alergi tidak diperantarai IgE. Adanya gejala dan tanda klasik reaksi

diperantarai IgE seperti urtikaria, angioedema, dan anafilaksis mengarahkan

diagnosis ke reaksi alergi yang diperantarai IgE sementara adanya gejala

gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut, atau diare tanpa gejala lainya

atau tanda dermatitis atopik pada pemeriksaan fisik maka mengarahkan diagnosis

ke reaksi alergi tidak diperantarai IgE.3

Pemeriksaan Penunjang

Terdapat 2 metode untuk mengukur IgE spesifik terahadap makanan yaitu

tes tusuk kulit atau skin prick test (SPT) yang dilakukan secara in vivo dan tes

IgE serum spesifik in vitro atau biasa disebut tes ImmunoCAP FEIA. Kedua tes

ini memiliki sensitivitas tinggi (>90%) namun memiliki spesifisitas sedang (50%)

sehingga screening tanpa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah ke

alergi makanan tidak disarankan karena tingginya angka positif palsu. 3

Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan diagnosis ke reaksi

imunologis tidak diperantarai IgE maka dokter dapat melakukan sejumlah

14

Page 15: Referat alergi makanan

pemeriksaan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan tersebut antara lain

endoskopi dan biopsi traktus gastrointestinal untuk mendiagnosis eosinofilik

gastrointestinal atau penyekit celiac. Pasien dengan eosinofilik gastrointestinal

berat pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan anemia, darah di feses, dan

penurunan protein, albumin, dan level IgG serum. Pasien dengan suspek penyakit

celiac dapat disarankan untuk melakukan pemeriksaan antibodi transglutaminase

IgA karena spesifisitas dan sensitivitasnya tinggi. Tes napas hidrogen berguna

untuk mendiagnosis intoleransi laktosa sebagai etiologi diare akibat konsumsi

susu.3

Tes Provokasi Makanan

Tes provokasi makanan adalah observasi pada penderita yang

mengkonsumsi sejumlah makanan yang dicurigai sebagai penyebab alergi

makanan dalam interval waktu yang ditentukan. Tes provokasi makanan terbagi

menjadi 3 jenis: open food challenge (OFC), single blind placebo-controlled food

challenge (SBPCFC), dan single blind placebo-controlled food challenge

(DBPCFC).3,10

OFC dilakukan dengan cara: baik dokter atau pasien menyadari bahwa

pasien mengkonsumsi makanan yang dicurigai, kandungan makanan yang

diujikan tidak disamarkan. Contohnya, seorang anak dengan riwayat alergi telur

diberikan sejumlah telur yang dimasak, ditingkatkan dosisnya tiap 30 menit

hingga seluruh telur yang disajikan habis dimakan. Biasanya OFC digunakan jika

hasil tes kulit terhadap makanan yang dicurigai negatif. OFC merupakan prosedur

aman yang dapat digunakan di tempat praktek untuk pasien yang dipilih

berdasarkan riwayat dan hasil IgE spesifik makanan tertentu mendekati nilai

negatif.3,10

Pada SBPCFC, dokter menyadari apa yang dimakan oleh pasien, namun

pasien tidak menyadarinya. Makanan yang dicurigai disamarkan sehingga pasien

tidak sadar terhadap kandungan makanan yang dikonsumsinya. Contohnya,

15

Page 16: Referat alergi makanan

seorang anak dengan riwayat alergi telur diberikan kandungan telur yang telah

disembunyikan dalam makanan lain.4

DBPCFC dilakukan baik dokter dan pasien tidak mengetahui apa yang

pasien makan. Makanan yang dicurigai disamarkan pada makanan lain. DBPCFC

adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi

makanan. DBPCFC merupakan metode paling reliabel karena menghilangkan bias

pada dokter maupun pada pasien. Pemeriksaan DBPCFC memberitahukan kepada

kita bahwa: sebagian besar riwayat penyakit tidak akurat, terdapat daftar makanan

penyebab pada 90% kasus, sebagian besar anak-anak alergi terhadap 1-2 jenis

makanan saja.4

Tes provokasi makanan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan

riwayat yang jelas adanya reaksi alergi berat. Pasien harus menghindari makanan

yang dicurigai selama paling sedikit 2 minggu (diet eliminasi). Antihistamin

dihentikan minimal 5 hari sebelumnya. Akses intravena harus disiapkan jika tes

dilakukan pada pasien dengan riwayat reaksi alergi berat. Pasien harus bebas

gejala dan puasa pada hari pengujian. Prosedur pengujian harus dalam

pengawasan tenaga medis secara intensif. Makanan yang dicurigai dapat

disamarkan pada makanan lain atau kapsul untuk menghilangkan rasa dan baunya.

Tes dengan makanan yang lain dilakukan pada hari yang berbeda. Skema dosis

provokasi makanan dibagi menjadi 7 dosis yang semakin meningkat: 1%, 4%,

10%, 15%, 20%, 25%, dan 25% lagi dari dosis total. Peningkatan dosis baik pada

makanan yang diujikan atau plasebo diberikan setiap 10-30 menit, dan ditunggu

reaksinya 30 menit setelah dosis terakhir diberikan.4

PENATALAKSANAAN

Terapi primer untuk alergi makanan adalah dengan mencegah paparan

terhadap makanan yang menyebabkan alergi. Pasien diedukasi agar dengan

cermat meneliti label makanan yang akan dibeli atau dikonsumsi, berhati-hati

mengkonsumsi makanan yang dipesan di rumah makan atau restoran, dan

menjaga peralatan dapur agar tidak kontak dengan makanan yang menyebabkan

16

Page 17: Referat alergi makanan

alergi. Pasien yang beresiko mengalami reaksi anafilaksis sebaiknya harus selalu

membawa injeksi epinefrin yang tersedia dalam bentuk pen (gambar 2) yang

tersedia dalam dosis 0,3 mg dan 0,15 mg dan jika memungkinkan menggunakan

gelang yang berisi identitas dan keterangan bahwa pasien menderita alergi dengan

reaksi berat.8 Dosis epinefrin untuk reaksi anafilaksis adalah 0,3 sampai dengan

0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kgBB.9,10

Gambar 2. Cara Menggunakan Epinefrin pen.

Sejumlah terapi dapat membantu mengurangi gejala yang disebabkan oleh

reaksi alergi. Antihistamin dapat mengurangi reaksi alergi akibat sindrom alergi

oral dan reaksi alergi pada kulit yang diperantarai IgE. Terapi antiinflamasi dapat

berguna untuk eosinofilik esofagitis dan gastroenteritis.8

Pada beberapa kasus, melakukan diet eliminasi secara ketat menimbulkan

penurunan proses alergi makanan. Setelah melakukan diet bebas alergen secara

ketat selama 1-2 tahun, sekitar sepertiga dari anak-anak yang sudah besar dan

pasien dewasa pada suatu penelitian tidak lagi sensitif terhadap makanan

17

Page 18: Referat alergi makanan

penyebab alergi sebelumnya. Alergi terhadap kacang tanah, kacang, ikan, dan

kerang-kerangan, mungkin akan bertahan seumur hidup.4

KESIMPULAN

Reaksi simpang makanan terdiri dari reaksi imunologis atau disebut alergi

makanan dan non imunologis atau disebut intoleransi makanan. Alergi makanan

dibagi lagi menjadi alergi yang diperantarai IgE, alergi yang tidak diperantarai

IgE, dan gabungan keduanya. Manifestasi klinis dari alergi makanan dapat

muncul di kulit, saluran gastrointestinal, maupun saluran respiratorius. Diagnosis

yang tepat akan membantu dalam penatalaksanaan dan pencegahan reaksi alergi

yang berulang terutama reaksi alergi yang mengancam nyawa. Terapi primer

untuk alergi makanan adalah dengan mencegah paparan terhadap makanan yang

menyebabkan alergi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cianferoni A, Spergel JM. Food allergy: review, classification, and diagnosis.

Allergology International 2009; 58: 466-457.

2. Candra Y, Setiarini A, Rengganis I. Gambaran sensitivitas terhadap alergen

makanan. Makara Kesehatan 2011; 15(01): 50-44.

3. Davis, CM. Food allergies: clinical manifestations, diagnosis, and

management. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care 2009; 39: 254-236

4. Boyce JA, et al. Guideline for the diagnosis and management of food allergy

in the United State: report of the NIAID-sponsored expert panel. J Allergy

Clin Immunol 2010; 126: S158-S1.

5. Otsu K, Dreskin, SC. Peanut allergy: an evolving clinical challenge. Discov

med 2011; 12(65): 328-319.

6. Helen E. Cox. Food Allergy as Seen by an Allergist. Journal of Pediatric

Gastroenterology and Nutrition. 2008; 47:S45-S48.

7. Miyake Y, Sasaki S, Tanaka K, Hirota Y. Dairy food, calcium, and vitamin D

intake in pregnancy and wheeze and eczema in infant. Eur Repir J 2010; 35:

18

Page 19: Referat alergi makanan

1234-1228.

8. Sicherer SH, Sampson HA. Food Allergy. J Allergy Clin Immunol 2009;

125(2): S125-S116

9. Tupper J, Visser S. Anaphylaxis a review and update. Can Fam Physician

2010; 56(10): 1011-1009.

10. Sincherer SH, Simon FE. Self injectable epinephrin for first-aid management

of anaphylaxis. Pediatrics 2007; 119(03): 638-46.

19