Referat Ablasio Retina

26
ABLASIO RETINA I. Pendahuluan Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai ablasio retina. 1 Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan- lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak. 2 II. Anatomi retina 1

description

ablasio retina

Transcript of Referat Ablasio Retina

Page 1: Referat Ablasio Retina

ABLASIO RETINA

I. Pendahuluan

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan

lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan

jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan

siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel

retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang potensial yang bisa

mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai

ablasio retina.1

Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir,

yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun

ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan

struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan

yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan

persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.

Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui

akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2

II. Anatomi retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan,

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus

siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata

berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7

mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik

bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk

dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina

dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang

subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus

dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat

sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini

1

Page 2: Referat Ablasio Retina

berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid

dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas

melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan

epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris

merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina.

Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:

1. Epitelium pigmen retina

Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri

dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel

silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran

Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,

yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung

jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,

mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara

koroid dan retina.3, 4, 5

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.

Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah

rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh

jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor

tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat

makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.

Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut

mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang

disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga

warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut

berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut

responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan

panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan

malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini

terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat

2

Page 3: Referat Ablasio Retina

dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel

kerucut dan batang.2,4, 5

3. Membrana limitans externa

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari

batang dan kerucut.3,6

5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan

sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6

6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan –

sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6

8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion

(urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6

9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion

yang berjalan menuju ke nervus optikus.3,6

10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan

memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi

terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah

dasar membran.3,6

Gambar 1. Lapisan retina dari luar ke dalam (3)

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada

kutub posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara

3

Page 4: Referat Ablasio Retina

klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang

disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara

histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya

mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang

dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula

sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis

jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila

dilihat dengan oftalmoskop.2

Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens.

Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak

adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor

(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan

retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian

paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian

retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan

diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya

kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan

penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal

sekali.2

Gambar 2. Anatomi makula (6)

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang

berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina

termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan

4

Page 5: Referat Ablasio Retina

lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae

yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh

khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau

retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel

yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel

pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak

setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3

III. Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina

sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan

bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel

pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara

sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural

dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang

potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7

Gambar 3. Ablasio retina (4)

IV. Epidemiologi

5

Page 6: Referat Ablasio Retina

Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated with

retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia

(ie, cataract removal with lens implant), and traumpaling umum di seluruh

dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia,

dan trauma. Approximately 40-50% of all patients with detachments have

myopia, 30-40% have undergone cataract removal, and 10-20% have

encountered direct ocular trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan

ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan 10-

20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are more

common in young persons, and myopic detachment occurs most commonly in

persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi akibat trauma

lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada

usia 25-45 tahun. Although no studies are available to estimate incidence of

retinal detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and

bungee jumping) have an increased risk of retinal detachment. Meskipun

tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang

berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping)

tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9

SexNo predilection exists; overall, incidence is unchanged even when

corrections for the higher rate of ocular trauma in men is considered.Kejadian

ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma

okuli.Of those younger than 45 years who have retinal detachment, 60% are

male and 40% are female. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun,

60% laki-laki dan 40% perempuan.9

AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are becoming

more common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70

tahun. However, paintball injuries in young children and teens are becoming

increasingly common causes of eye injuries, including traumatic retinal

detachments. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan

penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9

V. Klasifikasi

6

Page 7: Referat Ablasio Retina

Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:

1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)

Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti

diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana

ablasi terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang

antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan

kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina

ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis

epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului

atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2,3

a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun

usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang

mempengaruhi.

b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan

perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2

c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena

seseorang mengalami miop.

d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada

seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke

anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah

ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul

saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau

sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.

e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi

f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan

ablasio retina dalam kasus banyak.

7

Page 8: Referat Ablasio Retina

g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis

pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina

terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui

istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.

This commonly occurs in acute retinal necrosis syndrome and in

cytomegalovirus (CMV) retinitis in AIDS patients.

h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice

degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-

without or occult pressure, acquired retinoschisis

Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan

penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi

(floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya

pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip

cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3

Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat

berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara

akut bila lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan

funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan

pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna

merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi)

bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada

pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.

Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler

glaucoma pada ablasi yang telah lama.1

Gambar 4.

8

Page 9: Referat Ablasio Retina

Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)

2. Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)

i. Ablasio Retina Eksudatif

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan

eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan

cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan

koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu

penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis,

poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi

(skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central

serous retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma

(malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola

mata pada operasi intraokuler.1,2,3

Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3

a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan

undulations.

b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak

tumor itu biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan

gangguan pigmen.

c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu

akibat adanya neovaskularisasi di puncak tumor.

d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah

terpisah dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen

retina eksudatif.

e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul

transparan sedangkan ablasio padat.

9

Page 10: Referat Ablasio Retina

Gambar 5. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)

ii. Ablasio retina traksi

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan

parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan

fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan

perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi

sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.1,2,3

Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat

retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya

proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe

Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam

penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina,

sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan

vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan

menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan

terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6

Gambar 6. Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati (6)

10

Page 11: Referat Ablasio Retina

VI. Diagnosis

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan

penderita adalah:

a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena

adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang

lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3

b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber

cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata

digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3

c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya

sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas.

Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam

penglihatan yang berat.1,3,6

Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative

terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka

akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi

sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa

sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah

parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan

gelap atau kerudung didepan mata.2,3

Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang

menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat

pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus

alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan

11

Page 12: Referat Ablasio Retina

vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga

dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang

berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell

leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3

2. Pemeriksaan oftalmoskopi

Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini

antar lain :

a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan

akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau

badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan

akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3

b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3

c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk

mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop

indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami

ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang

menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi

cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi

retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas

dari dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok

di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan –

lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda

karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6

d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3

e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai

khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat

katarak.3

VII. Penatalaksanaan

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan

memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk

12

Page 13: Referat Ablasio Retina

menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga

mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina,

mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi

vitreoretina.2,3

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip

bedah pada ablasio retina yaitu :6

1. Menemukan semua bagian yang terlepas

2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah

retina yang terlepas.

3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk

menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah

subretinal.

Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :

1. Scleral buckling

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa

terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi

robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya

dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon

atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung

posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe

atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel

pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan

pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut.

Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara

spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6

Gambar 7.

13

Page 14: Referat Ablasio Retina

Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)

Gambar 8. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan

traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)

2. Retinopeksi pneumatik

Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan

pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada

bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan

menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini

akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui

robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal

biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan

dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus

mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk

meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3,6

Gambar 9.

14

Page 15: Referat Ablasio Retina

Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)

iii. Vitrektomi

Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat

diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau

perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada

dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui

pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk

menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan –

perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab

ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-

teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu

kali operasi.3,6

VIII. Prognosis

Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan

sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan

makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data

yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan

fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga

atau setengah dari makula tersebut.6

Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan

perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post

operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki

kemungkinan 50 %.3

Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina

yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level

sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor

seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif,

dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan

dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

15

Page 16: Referat Ablasio Retina

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6

2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General

ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199

3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.

New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.

4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:

EGC; 2007. Hal. 470-464

5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric

retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.

6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-

2008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299

7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.

2006.Thieme. Germany. p. 305-344.

16

Page 17: Referat Ablasio Retina

8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university

press: New York. P.118-119

9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010

[cited 19th June 2012]. Available from :

http//emedicine.medscape.com/article/1226426

10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.

117-7

17