Referat Mata Ablasio Retina
-
Upload
holy-fitria-ariani -
Category
Documents
-
view
230 -
download
43
description
Transcript of Referat Mata Ablasio Retina
REFERAT
Ablasio Retina Traksional
Pembimbing:
Mayor CKM dr. Trisihono, Sp.M
Disusun Oleh:
Holy Fitria Ariani 07120100080
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 23 NOVEMBER – 26 DESEMBER 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, atas Rahmat dan Hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Referat berjudul Ablasio Retina Traksional.
Tugas ini berisi pembahasan mengenai Ablasio Retina, tetapi lebih focus lagi kepada
tipe traksional. Dalam penyusunannya penulis menggunakan beberapa referensi baik
yang bersumber dari buku ataupun mengunduh jurnal serta artikel dari internet.
Dengan demikian penulis berharap tugas ini dapat memenuhi kebutuhan para
pembaca.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini baik secara moril maupun spiritual,
terutama kepada pembimbing sekaligus moderator yaitu dr. Trisihono, Sp.M yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami dalam penyusunan tugas ini.
Walaupun demikian, penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan
maupun kesempatan penulis dalam menyusun makalah ini sehingga tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhan pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran perbaikan demi kesempurnaan referat ini untuk kepentingan kita semua.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya
bagi para pembaca.
Jakarta, 29 November 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 4
1.2 BATASAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENULISAN 4
1.4 MANFAAT PENULISAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 ANATOMI RETINA 5
2.2 FISIOLOGI RETINA 5
2.3 ABLASIO RETINA 7
2.3.1 ABLASIO RETINA TRAKSIONAL 8
2.3.2 PATOGENESIS 9
2.3.3 GEJALA KLINIS 10
2.3.4 DIAGNOSIS 13
2.3.5 PENATALAKSANAAN 14
2.3.6 PROGNOSIS 17
2.3.7 KOMPLIKASI 18
DAFTAR PUSTAKA 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan
oleh karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina
akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu
tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Terdapat tiga
tipe utama ablasio retina, yakni ablasio regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio
eksudatif. Jenis ablasio yang paling sering terjadi dari ketiga tipe tersebut
adalah ablasio regmatogen. Juga merupakan salah satu kasus emergensi
oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani dengan
segera.1
Diperkirakan prevalasi retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Prevalansi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miop tinggi,
afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita-penderita ablasio retina
ditemukan adanya miopia sebesar 55%, degenerasi Lattice 20-30%, trauma
10-20% dan afakia/pseudofakia 30-40%. Pada referat ini penulis ingin lebih
membahas tentang tipe ablasio retina traksional.2,3
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi retina, fisiologi retina,
klasifikasi ablasio retina, ablasio retina traksional, diagnosis, penatalaksanaan
dan prognosis ablasio retina traksional.
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami
tentang ablasio retina terutama tipe ablasio retina traksional.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya,
dan ilmu penyakit mata pada khususnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan
dan terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga
belakang bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya
dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Retina
menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat
fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan
khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. 1,2
Gambar 1. Anatomi Retina
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:2
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
vitreous.
5
2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf
ke arah saraf optic.
3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan
sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.
10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid
Gambar 2. Lapisan retina dari dalam keluar
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler
yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar
retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor,
dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam.2
6
Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan
yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel
ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.
Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian
retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang
avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi
kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut
mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif
yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-
retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu
glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis
ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik seluruhnya
diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi
gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat
dibedakan. 1,2
2.2 Definisi Ablasio Retina
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang retina dengan dari sel epitel retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut
dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid
atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel
7
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi yang menetap. Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina
regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi retina traksional (tarikan).4
Tabel 1. Klasifikasi Ablasio Retina4
2.3 Ablasio Retina Traksional
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan
jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat jaringan fibrosis
yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma, dan perdarahan
badan kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan ablasi akibat tarikan di
dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis
di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut sebagai vitrektomi.4
Ablasio retina traksional adalah jenis ablasio tersering pada pasien
retinopati diabetik proliferative. Ablasio retina traksional disebabkan oleh
kontraksi progresif dari membran fibrovaskular pada area yang besar dari
adesi vitreoretinal. Berkebalikan dengan PVD (Posterior Vitreous
Detachment) akut pada ablasio retina regmatogenosa, PVD pada ablasio retina
traksional terjadi bertahap dan seringkali tidak sempurna. PVD pada ablasio
traksional disebabkan oleh kebocoran konstituen plasma ke dalam gel vitreous
8
dari jaringan fibrovaskular yang menempel pada vitreous posterior. Karena
kuatnya adesi dari vitreous kortikal dengan area proliferasi fibrovaskular, PVD
biasanya tidak terjadi sempurna.4,5
Traksi yang dapat terjadi pada ablasio retina traksional adalah traksi
vitreoretinal yang sifatnya statik. Traksi ini terdiri dari tiga jenis, meliputi:5
o Traksi tangensial: disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular
epiretinal dengan mengkerutnya retina dan distorsi pembuluh darah.
o Traksi anteroposterior: disebabkan oleh kontraksi membran
fibrovaskular yang meluas dari retina posterior menuju basis vitreous
anterior.
o Traksi bridging (trampoline): disebabkan oleh kontraksi membran
fibrovaskular yang teregang dari satu bagian pada retina posterior
menuju bagian lain atau di antara pembuluh-pembuluh darah.
Ablasio retina traksional jarang menimbulkan gejala fotopsia dan
floaters karena traksi vitreoretinal berkembang secara bertahap dan tidak
berhubungan dengan PVD akut. Defek lapang pandang yang terjadi umumnya
berkembang perlahan dan bertahan selama berbulan-bulan atau tahun.5
Ablasio retina traksional memiliki konfigurasi konkaf dan robekan
biasanya tidak ada. Cairan subretina akan ditemukan lebih dangkal dari cairan
subretina pada ablasio regmatogenosa, serta jarang meluas ke ora serrata.
Elevasi retina tertinggi terjadi pada tempat traksi vitreoretinal. Akan tetapi
apabila ablasio traksional memiliki robekan dan menunjukkan ciri-ciri dari
ablasio regmatogenosa serta tanda-tanda kelainan berkembang dengan cepat,
maka ablasionya disebut sebagai ablasio retina traksional-regmatogenosa
(kombinasi). Ablasio traksional dapat dideteksi dengan menggunakan B-scan
ultrasonography, yang mana akan ditemukan kelainan berupa PVD dan retina
yang relatif imobil.4,5
2.3.1 Patogenesis ablasio retinal traksional
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan
rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada
mata yang matur dapat berpisah. Terjadi pembentukan yang dapat berisi
fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan
retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vaskular yang
9
kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada
ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih
terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Jika retina tertarik oleh serabut
jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati
proliferatif pada diabetes mellitus.5
Gambar 3. Gambaran funduskopi pada ablasio retina traksional7
2.3.2 Gejalan Klinis
1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi
sepanjang waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini
cenderung terjadi terutama sebelum tidur malam. Kilatan cahaya
(flashes) biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini
harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada migrain, yang
biasanya muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain
biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah lapangan pandang dan
menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan
defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain
fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya saat leher
digerakkan setelah membungkuk.4,5
10
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah
gejala yang sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas
pada pasien gangguan cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah
besar dan muncul tiba-tiba, maka ini menjadi tanda signifikan suatu
keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering
menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba.
Ini mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya.
Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina,
menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi
akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan
munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini muncul,
maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga ditemukan
dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan
kebutaan mendadak.4,5
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari
pengobatan medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien
tidak segera mencari pengobatan medis atau bahkan malah
mengabaikan gejala yang dialami. Memang dalam beberapa saat gejala
akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari hingga
tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer.
Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka bayangan akan
terlihat pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik
secara spontan dengan tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi
hari. Kehilangan penglihatan sentral atau pandangan kabur dapat
muncul jika fovea ikut terlibat. terlibat.4,5
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma,
apakah terjadi bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan
timbulnya gejala. Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak,
pengangkatan benda asing intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan
11
retina. Tanyakan juga mengenai kondisi pasien sebelumnya, seperti pernah
atau tidak menderita uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan
retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata dalam keluarga juga penting untuk
diketahui.2,4
2.3.3 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua mata. Pemeriksaan
pada mata yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab dari ablasio retina pada mata yang lainnya. 5
a. Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma
b. Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
c. Periksa ketajaman penglihatan
d. Periksa konfrontasi lapangan pandang
e. Periksa metamorfopsia dengan tes Amsler grid
f. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus
(Shafer’s sign)
g. Periksa tekanan bola mata
h. Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam
keadaan dilatasi)
Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema
dan kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina
berwarna merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian
atas retina pada regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio
bullosa akan terlihat bersamaan dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada
tipe eksudatif akan terlihat adanya deposit lemak massif dan biasanya disertai
dengan perdarahan intraretina.5
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat
tervisualisasi karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan
dapat membantu mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan
ablasio vitreus posterior. USG dapat membantu membedakan regmatogen dari
non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina
12
tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang
tersembunyi.5,6
2.3.4 Diagnosis5
Regmatogenus Traksi EksudatifRiwayat penyakit Afakia, myopia,
trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan umum baik.
Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.
Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.
Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 % kasus
Kerusakan primer tidak ada
Tidak ada
Perluasan ablasi Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi
Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer
Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer
Pergerakan retina Bergelombang atau terlipat
Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan
Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan
Bukti kronis Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina
Garis pembatas Tidak ada
Pigmen pada vitreous
Terlihat pada 70 % kasus
Terlihat pada kasus trauma
Tidak ada
Perubahan vitreous Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek
Penarikan vitreoretinal
Tidak ada, kecuali pada uveitis
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada perpindahan
Dapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa adaTekanan intraocular
Rendah Normal Bervariasi
Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok apabila ditemukan lesi pigmen koroid
Keaadan yang menyebabkan
Robeknya retina Retinopati diabetikum
Uveitis, metastasis tumor, melanoma
13
ablasio proliferative, post traumatis vitreous traction
maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.
2.3.5 Penatalaksanaan
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak
antara neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan
traksi. Berbagai metode operasi yang akan dilakukan bergantung dari lokasi
robekan, usia pasien, gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah.
Penanganan ablasio retina regmatogen dilakukan dengan tindakan
pembedahan dengan teknik scleral buckling atau pneumatic retinopexy. Pada
kedua teknik ini dilakukan cryotherapy atau laser terlebih dahulu untuk
membentuk adhesi antara epitel pigmen dan sensorik retina. Sedangkan
penanganan utama untuk ablasio traksi adalah operasi vitreoretina dan bisa
melibatkan vitrektomi, pengangkatan membran, scleral buckling dan injeksi
gas atau minyak silikon intraokuler.5,6
Tergantung pada penyebab yang mendasari dan luasnya ablasio
traksi, intervensi bedah ditawarkan kepada pasien. Misalnya, pasien dengan
ablasio traksi sekunder untuk PDR (Proliferative Diabetic Retinopathy) yang
tidak mengancam makula mungkin dapat dimonitor. Tujuan bedah utama
dalam semua kasus ini adalah untuk meringankan traksi vitreoretinal. Traksi
dapat lega dengan teknik scleral buckling dan / atau dengan vitrectomy.7
a. Scleral Bulking
Pembedahan Scleral buckling adalah metode pendekatan
ekstraokuler dengan membuat lekukan pada dinding mata untuk
mengembalikan kontak dengan retina yang terlepas. Sebuah silikon dengan
konfigurasi yang sesuai diposisikan dengan jahitan pada sklera bagian luar
di atas lekukan buckle dinding bola mata. Proses perlengketan kembali ini
dapat diperkuat oleh drainase cairan subretina, meskipun manuver ini tidak
dibutuhkan pada semua kasus. Setelah defek pada retina ditandai pada luar
sclera, cryosurgery dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan
14
memperkirakan bagian dari dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu
dilakukan fiksasi dengan buckle segmental atau circular band (terlingkari
>360 derajat) pada sclera. Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan
peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang
menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular
seperti perdarahan dan inflamasi.6,7
Robekan tunggal ditangani dengan cryotherapy atau terapi laser
untuk menjamin penutupan permanen. Angka keberhasilan scleral buckling
untuk melekatkan kembali retina dan memulihkan penglihatan terbilang
tinggi. Penelitian terbaru yang melibatkan 190 mata, angka keberhasilan
metode ini mencapai 89% untuk operasi tunggal.6,7
Komplikasi cryotherapy adalah vitreoretinopathy proliferative
(PVR), uveitis, cystoid edema makula, perdarahan intraokular, dan nekrosis
chorioretinal. Komplikasi operasi scleral buckling adalah iskemia (segmen
anterior dan posterior), infeksi, perforasi, strabismus, erosi atau ekstrusi
eksplan, mengerutnya makula, katarak, glaukoma, vitreoretinopathy
proliferative (4%), dan kegagalan (5-10%). Scleral buckling memiliki
tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Prognosis visual akhir tergantung
pada keterlibatan makula. Prognosis lebih buruk jika makula terlepas.6,7
15
Gambar 4. Scleral Bulking
b. Pneumatic Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus.
Dengan cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan
sebelum atau sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar
defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan
pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian atas perifer
fundus (arah jam 10 hingga jam 2).6
Gambar 5. Pnemuatic Retinopexy
c. Pars Plana Vitrektomi (PPV)
Dengan operasi menggunakan mikroskop, korpus vitreus dan semua
traksi epiretina dan subretina dapat disingkirkan. Retina kemudian
dilekatkan kembali dengan menggunakan cairan perfluorocarbon dan
kemudain digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai tamponade
retina. Operasi kedua dibutuhkan untuk membuang minyak silikon.
Kelebihan dari teknik ini adalah mampu melokalisasi lubang retina secara
tepat, eliminasi kekeruhan media, dan terbukti dapat dikombinasikan
dengan ekstraksi katarak, penyembuhan langsung traksi vitreus, dan
membuang serat-serat pada epiretina dan subretina. Namun, teknik ini
membutuhkan peralatan mahal dan tim yang berpengalaman, membuat
kekeruhan lensa secara perlahan, kemungkinan dilakukannya operasi yang
16
kedua untuk membuang minyak silikon, dan pemantauan segera setelah
operasi.5,6,7
Vitreous substitutes (pengganti vitreous) terbagi kepada beberapa jenis
yaitu:
1. Konvensional : Gas, Liquid (Cairan)
2. Penemuan terbaru : Minyak silikon,
3. Masih dalam penilitian: Polimer (Hydrogel), Implantasi
Gambar 6. Pars Plana Vitrekstomi
2.3.6 Prognosis
Retina dapat berhasil direkatkan kembali dengan satu kali operasi
pada 85% kasus. Salah satu kasus yang berhasil ditangani, dimana regio
makula ikut mengalami ablasio, tidak dapat sepenuhnya dikembalikan fungsi
penglihatan sentralnya, meskipun biasanya lapangan pandang perifer dapat
kembali normal. Derajat pemulihan penglihatan sentral sebagian besar
bergantung pada durasi terlepasnya makula sebelum operasi dilakukan.
Bahkan bila retina telah terlepas selama dua tahun, masih ada kemungkinan
untuk mengembalikan penglihatan navigasi yang berguna. Penyebab utama
17
kegagalan dari operasi perlekatan retina modern adalah vitreoretinopati
proliferatif, yang ditandai dengan terbentuknya skar yang berlebihan setelah
operasi perlekatan retina dilakukan, dengan adanya formasi membran traksi
fibrosa dalam mata yang menyebabkan ablasio retina.7
2.3.7 Komplikasi
Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat
berlanjut sampai seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan
normal tidak dapat dipulihkan, dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan
terjadi pada mata yang terkena. Komplikasi lain dapat mencakup perdarahan
ke dalam mata (perdarahan vitreous), glaukoma (sudut tertutup), peradangan,
infeksi, dan jaringan parut akibat operasi. Kehilangan persepsi cahaya juga
dapat terjadi.7
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan
mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous
(vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina
dan ablasio retina lebih lanjut.7
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. 2010. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology.
17th ed. McGraw-Hill, 2007.
3. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic
approach. 7th ed. Elsevier, 2011.
4. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American
Medical Association. 2012
5. Kwon O. W., Roh M. I., Song J. H. Retinal Detachment and Proliferative
Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : Saunders-
Elsevier. 2010. Page 148-51.
6. Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. (Cited on 2013). Available
from URL http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview.
7. Wu, Lihteh. In : Tractional Retinal Detachment Treatment & Management.
2014. Available form URL
http://emedicine.medscape.com/article/1224891-overview
19